• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS STRUKTUR DENGAN METODE CLAPYERON DAN CROSS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS STRUKTUR DENGAN METODE CLAPYERON DAN CROSS"

Copied!
68
0
0

Teks penuh

(1)

i

ANALISIS STRUKTUR

DENGAN

METODE CLAPYERON DAN CROSS

As’at Pujianto

(2)

ii Pujianto, As’at

Analisis Struktur Dengan Metode Clapeyron dan Cross, UMY Press, Yogyakarta, 2012

200 hlm. : 16 x 21 cm

ISBN 978

979

98053

8

6

(3)

PRAKATA

Alhamdulillahirabbil’aalamin, segala puja dan puji syukur penulis panjatkan kepada Allah swt. Tanpa karunia-Nya, mustahillah naskah buku ini terselesaikan tepat waktu mengingat tugas dan kewajiban lain yang bersamaan hadir. Penulis benar-benar merasa tertantang untuk mewujudkan naskah buku ini sebagai bagian untuk mempertahankan slogan pribadi : Tinggalkan Bekas-bekas Kebaikan.

Buku ini ditulis berdasarkan keinginan penulis untuk memenuhi Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang disusun oleh BMPTTSSI (Badan Musyawarah Perguruan Tinggi Teknik Sipil Seluruh Indonesia), yang menyatakan bahwa mahasiswa harus mampu memahami konsep analisis struktur statis tak tentu, menguasai tentang metode Clapeyron pada balok menerus, penggambaran BMD, SFD dan NFD. Disamping itu mahasiswa harus mampu menganalisis struktur portal statis tak tentu dengan metoda Hardy-Cross, analisis portal satu tingkat dengan satu bentangan, portal satu tingkat dengan dua bentangan, portal dua tingkat dengan satu bentangan, portal dua tingkat dengan dua bentangan, menggambar BMD, SFD dan NFD. Mengingat Analisis Struktur mempunyai tiga aspek kompetensi (mengidentifikasi kaidah-kaidah dasar bangunan Rekayasa Sipil; menganalisis dan menyelesaikan permasalahan bidang Teknik Sipil; dan menerapkan technopreneurship dan soft skill), buku ini diharapkan dapat menjadi buku pengayaan khazanah keilmuan tentang analisis strutur.

Terselesaikannya penulisan buku ini juga tidak terlepas dari bantuan beberapa pihak. Karena itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada Lembaga Penelitian dan Pengabdian Pada Masyarakat (LP3M) UMY karena telah memberikan Hibah Penulisan Buku Teks. Dengan kepercayaan tersebut, penulis berkeyakinan bahwa itu dapat meningkatkan kualitas diri dan karya untuk waktu yang akan datang. Penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada segenap pengelola Program Studi Teknik Sipil dan Dekan Fakultas Teknik UMY, yang telah memberikan kemudahannya, atas kemudahan yang telah diberikan benar-benar bermanfaat bagi penulis untuk belajar menjadi pribadi yang lebih baik. Selain itu, penulis juga menyampaikan rasa terima kasih kepada Dr.Eng. Agus Setyo Muntohar, M.Eng. selaku pembimbing yang telah memberikan bantuan, motivasi, dan saran-sarannya.

Meskipun telah berusaha untuk menghindarkan kesalahan, penulis menyadari juga bahwa kesalahan dan kekurangan buku ini pasti ditemukan. Oleh karena itu, penulis berharap agar pembaca berkenan menyampaikan kritikan. Dengan segala pengharapan dan keterbukaan, penulis menyampaikan rasa terima kasih dengan setulus-tulusnya. Kritik merupakan perhatian agar dapat menuju kesempurnaan. Akhir kata, penulis berharap agar buku ini dapat membawa manfaat kepada pembaca. Secara khusus, penulis berharap semoga buku ini dapat menginspirasi generasi bangsa ini agar menjadi generasi yang tanggap dan tangguh. Jadilah generasi yang bermartabat, kreatif, dan mandiri.

Yogyakarta, November 2011 Hormat Saya,

(4)

DAFTAR ISI

BAB I. STRUKTUR STATIS TAK TENTU . . . 1

A.Kesetimbangan Statis (Static Equilibrium) . . . 1

B. Jenis dan Fungsi Tumpuan. . . 1

C.Diagram Batang Bebas (Free Body Diagram). . . 2

D.Derajat Ketidak-tentuan Statis . . . 3

E. Pengenalan Struktur Statis Tak Tentu . . . 3

F. Struktur Balok dan Portal . . . 5

G.Soal Latihan . . . 6

BAB II. DEFLEKSI DAN ROTASI BALOK TERLENTUR . . . 7

A. Defleksi. . . 7

1. Metode Integrasi Ganda . . . 7

2. Metode Luas Bidang Momen. . . 15

3. Metode Luas Bidang Momen Sebagai Beban . . . 23

B. Deformasi . . . 26

1. Deformasi Akibat Beban Merata . . . 26

2. Deformasi Akibat Momen Pada Salah Satu Ujung Balok . . . 27

3. Deformasi Akibat Perpindahan (Translasi). . . 29

4. Deformasi Akibat Beban Terpusat di Tengah Bentang . . . 29

5. Deformasi Akibat Beban Segitiga . . . 30

C.Soal Latihan . . . 38

BAB III. MOMEN PRIMER (FIXED END MOMENT) . . . 39

A.Pengertian Momen Primer . . . 39

B. Momen Primer Struktur Terjepit dengan Satu Beban Terpusat.. . . 39

C.Momen Primer Struktur Terjepit dengan Beban Merata Penuh. . . 42

D.Momen Primer Struktur Terjepit dengan Beban Merata Sebagian . . . 44

E. Momen Primer Struktur Sendi-Jepit dengan Beban Terpusat. . . 45

F. Momen Primer Struktur Sendi-Jepit dengan Beban Segitiga. . . 47

G.Soal Latihan.. . . 50

BAB IV. BALOK STATIS TAK TENTU. . . 51

A.Konsep Dasar. . . 51

B. Struktur Terkekang dengan Beban Merata Penuh . . . 52

(5)

D.Struktur Terkekang dengan Satu Beban Terpusat . . . 59

E. Struktur Terkekang dengan Dua Beban Terpusat . . . 61

F. Struktur Terkekang dengan Beban Segitiga . . . 65

G.Struktur Sendi - Jepit dengan Beban Merata Penuh . . . 67

H.Struktur Jepit - Sendi dengan Beban Merata Sebagian . . . 69

I. Soal Latihan. . . 74

BAB V. METODE CLAPEYRON . . . 76

A.Prosedur Analisis Struktur dengan Metode Clapeyron. . . 76

B. Contoh Soal. . . 76

C.Soal Latihan . . . 100

BAB VI. METODE DISTRIBUSI MOMEN (METODE CROSS) . . . 103

A.Sekilas Tentang Metode Cross . . . 103

B. Faktor Kekakuan (Stiffness Factor) dan Faktor Induksi (Carry Over Factor). . . 104

C.Faktor Distribusi Momen (Momen Distribution Factor). . . 106

D.Aplikasi Metode Cross Pada Balok. . . 108

E. Soal Latihan. . . 138

BAB VII. APLIKASI METODE CROSS PADA PORTAL TIDAK BERGOYANG. . . 142

A.Tipe Portal. . . 142

B.Aplikasi Metode Cross pada Portal Tidak Bergoyang. . . 143

C.Soal Latihan. . . 165

BAB VIII. APLIKASI METODE CROSS PADA PORTAL BERGOYANG. . . 169

A.Analisis Portal Bergoyang. . . 169

B.Aplikasi Metode Cross Pada Portal Bergoyang . . . 171

C.Analisis Struktur Gable Frame . . . 189

(6)

1 BAB I

STRUKTUR STATIS TAK TENTU

A.Kesetimbangan Statis (Static Equilibrium)

Salah satu tujuan dari analisis struktur adalah mengetahui berbagai macam reaksi yang timbul pada tumpuan dan berbagai gaya dalam (internal force) berupa momen lentur, gaya lintang, gaya normal, dan momen torsi yang terjadi di setiap titik pada struktur tersebut, akibat gaya-gaya luar yang bekerja.

Solusi yang benar dari reaksi tumpuan dan gaya-gaya dalam tersebut haruslah memenuhi kondisi-kondisi keseimbangan statis (static equilibrium), baik pada tinjauan strtuktur secara keseluruhan, maupun pada setiap bagian (elemen) dari struktur yang dikenal sebagai free body.

Sebuah struktur dikatakan dalam kondisi setimbang (equilibrium) jika resultan dari semua gaya eksternal yang bekerja pada benda tersebut sama dengan nol. Secara umum kondisi keseimbangan statis tersebut dapat dinyatakan dengan persamaan berikut : 1. Untuk struktur 2-dimensi terdapat 3 persamaan keseimbangan yaitu :

2 (dua) keseimbangan Gaya : Fx = 0 ; Fy = 0 , dan 1 (satu) keseimbangan Momen : M = 0

2. Untuk struktur 3-dimensi terdapat 6 persamaan keseimbangan yaitu : 3 (tiga) keseimbangan Gaya Fx = 0 ; Fy = 0 ; Fz = 0, dan 3 (tiga) keseimbangan Momen : Mx = 0 ; My = 0 ; Mz = 0 Dimana :

 Fx menyatakan jumlah gaya-gaya searah sumbu x

Fy menyatakan jumlah gaya-gaya searah sumbu y

Fz menyatakan jumlah gaya-gaya searah sumbu z

 Mx menyatakan jumlah gaya-gaya dikalikan jarak terhadap titik x

 My menyatakan jumlah gaya-gaya dikalikan jarak terhadap titik y

 Mz menyatakan jumlah gaya-gaya dikalikan jarak terhadap titik z

B.Jenis dan Fungsi Tumpuan.

(7)

2

tumpuan yang bersifat sebagai penghubung, yaitu : link, sebagaimana digambarkan pada gambar 1.1.

Gambar 1.1. Beberapa Jenis Tumpuan dan Reaksinya

Fungsi dari masing-masing tumpuan tersebut, sebagai berikut :

1. Roll, berfungsi sebagai penahan gaya vetikal, dengan kata lain bahwa roll mempunyai satu variabel reaksi tumpuan yang tidak diketahui.

2. Sendi, berfungsi sebagai penahan gaya vetikal dan horisontal, dengan kata lain bahwa sendi mempunyai dua variabel reaksi tumpuan yang tidakdiketahui.

3. Jepit, berfungsi sebagai penahan gaya vetikal, horisontal dan momen, dengan kata lain jepit mempunyai tiga variabel reaksi tumpuan yang tidakdiketahui.

4. Link, berfungsi sebagai penerus gaya.

C.Diagram Batang Bebas (Free Body Diagram)

Diagram batang bebas (free body diagram) disingkat FBD, merupakan sketsa dari suatu batang yang dipisahkan dari tumpuannya dan/atau dari elemen-elemen benda lainnya. Dalam FBD, semua gaya eksternal yang bekerja harus digambarkan dengan jelas dan lengkap. Sebagai contoh struktur portal yang telah dihitung reaksinya seperti gambar 1.2a, kemudian digambarkan FBD seperti pada gambar 1.2b.

Gambar 1.2. Struktur Portal Statis Tertentu

a.Roll b.Sendi c.Jepit d.Link

19 T

11 T

5 m 5 m

30 T

10 T

10 T

4 m

(a)Aksi dan Reaksi

19 T

10 T

19 T 19 T

30 T

11 T

11 T 11 T 10 T

10 T 10 T

(8)

3

Menggambarkan/menyusun sebuah FBD yang tepat dan benar, merupakan langkah awal yang sangat penting dalam menyelesaikan persoalan analisis struktur. Penyelesaian persoalan statika sangat bergantung pada ketepatan dalam menggambar/menyusun FBD. Kecerobohan dalam menggambar/menyusun FBD akan mengakibatkan kesalahan fatal dalam menyelesaikan persamaan-persamaan kesetimbangan.

D.Derajat Ketidak-tentuan Statis

Agar struktur statis tak tentu dapat diselesaikan maka harus dirubah dalam bentuk statis tertentu, dengan tujuan agar dapat diselesaikan hanya dengan persamaan kesetimbangan. Akibat perubahan tersebut maka terdapat gaya-gaya kelebihan (redundants), yang merupakan derajat ketidak-tentuan statis (static indeterminancy) dari struktur tersebut.

Sebagai contoh, struktur statis tak tentu pada gambar 1.2a, jika dirubah dalam bentuk statis tertentu seperti pada gambar 1.2b, maka terdapat 1 derajat ketidak tentuan kinematis, yaitu berupa momen di A. Contoh lain, struktur statis tak tentu pada gambar 1.3a, jika dirubah dalam bentuk statis tertentu seperti pada gambar 1.3b, maka terdapat 3 derajat ketidak tentuan kinematis, yaitu berupa 2 momen dan 1 reaksi horisontal di B.

E.Pengenalan Struktur Statis Tak Tentu

Suatu struktur bersifat statis tak tentu apabila jumlah komponen reaksi perletakannya melebihi persamaan keseimbangan statisnya, sebaliknya struktur bersifat statis tertentu apabila jumlah komponen reaksi perletakannya lebih kecil atau sama dengan persamaan keseimbangan statisnya. Sebagai contoh misalnya struktur balok yang ditumpu oleh sendi dan roll di kedua ujungnya, maka terdapat 3 reaksi, yaitu dua reaksi

Gambar 1.3. Balok Jepit-Jepit (a)

(b) RAV

RAV

A

A

B

B RB

RB

RAH

RAH

MA MB

RBH

P

Gambar 1.2. Balok Jepit-Roll RAV

(b) (a)

RAV

A

A

B

B RB

RB

RAH

RAH

MA

(9)

4

pada tumpuan sendi dan satu reaksi pada tumpuan roll, sehingga struktur tersebut dapat diklasifikasikan menjadi struktur statis tertentu, karena jumlah reaksi sama dengan jumlah persamaan kesetimbangan. Contoh struktur dengan kondisi yang lain dijelaskan dalam Tabel 1.1.

Tabel 1.1. Contoh Klasifikasi Struktur

Gambar Struktur Komponen Reaksi Tumpuan Klasifikasi Struktur Jumlah Reaksi = 3 Statis Tertentu : Stabil

Jumlah Reaksi = 3 Statis Tertentu : Stabil

Jumlah Reaksi = 4 Statis Tak Tentu : Stabil

Jumlah Reaksi = 5 Statis Tak Tentu : Stabil

Jumlah Reaksi = 3

Statis Tertentu : Tidak Stabil

Jumlah Reaksi = 3 Statis Tertentu : Stabil

Berdasarkan contoh-contoh dalam Tabel 1.1, dapat diambil kesimpulan bahwa : 1. Jika jumlah reaksi > 3, maka termasuk struktur statis tak tentu eksternal

2. Jika jumlah reaksi = 3, maka termasuk struktur statis tertentu eksternal 3. Jika jumlah reaksi < 3, maka termasuk struktur tidak stabil eksternal

(10)

5 dengan derajat ketidak-tentuan statisnya : i = (3m + r) –3j

dimana :

m = jumlah batang struktur tidak termasuk batang overstek j = jumlah titik kumpul pada struktur

r = jumlah komponen reaksi perletakan i = derajat ketidak-tentuan statis

F. Struktur Balok dan Portal

Struktur terbentuk dari elemen-elemen batang lurus yang dirangkai dengan sambungan antar ujung-ujung batang diasumsikan ‘kaku sempurna’ namun dapat berpindah tempat dalam bidang strukturnya dan dapat berputar dengan sumbu putar yang tegak lurus bidang struktur tersebut. Beban luar yang bekerja boleh berada di titik-titik buhul maupun pada titik-titik sepanjang batang dengan arah sembarang namun harus sebidang dengan bidang struktur tersebut. Posisi tumpuan, yang dapat berupa jepit, sendi, atau roll juga harus berada pada titik buhul.

Mengingat sambungan antar ujung-ujung batang adalah kaku sempurna yang dapat menjamin stabilitas elemen, maka sistem portal meskipun biasanya mendekati bentuk-bentuk segi-empat, namun pada prinsipnya boleh berbentuk sembarang dan tidak memerlukan bentuk dasar segitiga seperti struktur rangka. Elemen-elemn pembentuk portal tersebut akan dapat mengalami gaya-gaya dalam (internal force) berupa : gaya aksial (normal), momen lentur, dan gaya lintang (gaya geser).

Beberapa contoh struktur di lapangan yang dapat diidealisasikan menjadi sistem portal, diantaranya adalah : struktur portal-portal gedung berlantai banyak, struktur portal bangunan-bangunan industri/pabrik/gudang, seperti digambarkan pada gambar 1.4. Gambar 1.5 Sistem Balok Menerus

(11)

6

Sedangkan contoh yang dapat diidealisasikan menjadi balok menerus diantaranya adalah jembatan balok menerus statis tak tentu, seperti digambarkan pada gambar 1.5.

Khusus pada sistem balok menerus apabila beben yang bekerja didominasi oleh gaya-gaya yang berarah tegak lurus sumbu batang, maka gaya aksial pada batang relatif kecil atau bahkan tidak terjadi, dan gaya-gaya dalam yang diperhitungkan/dialami oleh elemen hanya berupa momen lentur dan gaya geser saja.

G.Soal Latihan

Tentukan klasifikasi dan derajat ketidak-tentuan statis struktur di bawah ini.

(1) (2)

(3) (4)

(12)

BAB II

DEFLEKSI DAN ROTASI BALOK TERLENTUR

A.Defleksi

Semua balok yang terbebani akan mengalami deformasi (perubahan bentuk) dan terdefleksi (atau melentur) dari kedudukannya. Dalam struktur bangunan, seperti : balok dan plat lantai tidak boleh melentur terlalu berlebihan untuk mengurangi/meniadakan pengaruh psikologis (ketakutan) pemakainya.

Ada beberapa metode yang dapat dipergunakan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan defleksi dan deformasi pada balok, diantaranya adalah : metode integrasi ganda (”doubel integrations”), luas bidang momen (”Momen Area Method”), dan metode luas bidang momen sebagai beban. Metode integrasi ganda sangat cocok dipergunakan untuk mengetahui defleksi sepanjang bentang sekaligus. Sedangkan metode luas bidang momen sangat cocok dipergunakan untuk mengetahui defleksi dalam satu tempat saja. Asumsi yang dipergunakan untuk menyelesaiakan persoalan tersebut adalah hanyalah defleksi yang diakibatkan oleh gaya-gaya yang bekerja tegak-lurus terhadap sumbu balok, defleksi yang terjadi relative kecil dibandingkan dengan panjang baloknya, dan irisan yang berbentuk bidang datar akan tetap berupa bidang datar walaupun terdeformasi.

1.Metode Integrasi Ganda

Suatu struktur sedehana yang mengalami lentur dapat digambarkan sebagaimana gambar 2.1, dimana y adalah defleksi pada jarak x, dengan x adalah jarak lendutan yang ditinjau, dx adalah jarak mn, d sudut mon, dan r adalah jari-jari lengkung.

Gambar 2.1. Balok sederhana yang mengalami lentur d

O

r

m n dx y x

d

AB

(13)

8

Berdasarkan gambar 2.1. didapat besarnya dx = r tg d

karena besarnya drelatif sangat kecil maka tg ddsajasehingga persamaannya dapat ditulis menjadi :

dx = r.datau

dx d r

1 

Jika dx bergerak kekanan maka besarnya d akan semakin mengecil atau semakin berkurang sehingga didapat persamaan :

dx d r

1

Lendutan relatif sangat kecil sehingga

dx dy tg 

 , sehingga didapat persamaan :

              

 22

dx y d dx

dy dx

d r 1

Persamaan tegangan

EI M r

1

, sehingga didapat persamaan 2 2

dx y d EI M

 

Sehingga didapat persamaan M dx

y d

EI 2

2

       

(2.1) Persamaan 2.1 jika dilakukan dua kali integral akan didapat persamaan

V dx dM dx

dy

EI  

    

 

q

dx dV y

EI  

Untuk mempermudah pemahaman tentang pemakaian metode integrasi ganda, akan dicoba diaplikasikan pada struktur balok sederhana.

Contoh 2.1. Sebuah balok sederhana yang menahan beban merata seperti pada gambar 2.2 Dari gambar 2.2 besarnya momen pada jarak x sebesar

Mx = RA . x -

2 1

q x2

Mx =

2 qL

. x -

2 1

q x2

(14)

9 2 2 2 qx 2 1 x 2 qL dx y d

EI  

    

Diintegral terhadap x sehingga didapat

        2 2 2 qx 2 1 x 2 qL dx y d EI 1 3 2 C 6 qx 4 qLx dx dy

EI   

    

Gambar 2.2. Balok Sederhana dengan beban merata

Momen maksimum terjadi pada x =

2

L , dan pada tempat tersebut terjadi defleksi

maksimum, 0

dx

dy , sehingga persamaannya menjadi

1 3 2 C 6 2 L q 4 2 L qL 0                 1 3 3 C 16 qL 48 qL

0  

24 qL C

3

1

Sehingga persamaan di atas akan menjadi

24 qL 6 qx 4 qLx dx dy EI 3 3 2          

Dari persamaan tersebut diintergralkan kembali terhadap x sehingga menjadi

         24 qL 6 qx 4 qLx dx dy EI 3 3 2 q L B A

Mx

x

(15)

10 2 3 4 3 C 24 x qL 24 qx 12 qLx y

EI    

Pada x = 0, lendutan y = 0, sehingga didapat C2, dan persamaannya menjadi 0 = 0 + 0 + 0 + C2

C2 = 0

0 24 x qL 24 qx 12 qLx y EI 3 4 3     

2 3 3

L x Lx 2 EI 24 qx

y   

3 2 3

x Lx 2 L EI 24 qx

y  

Pada x =

2

L akan diperoleh lendutan maksimum sehingga didapat

                       3 2 3 max 2 L 2 L L 2 L EI 24 2 L q y          8 L 2 L L EI 48 qL y 3 3 3 max        8 L 5 EI 48 qL y 3 max

Sehingga lendutan maksimum yang terjadi di tengah bentang didapat :

EI qL 384 5 y 4

max  (2.2)

Contoh 2.2. Stuktur cantilever dengan beban merata seperti pada gambar 2.3.

Gambar 2.3. Balok Cantilever dengan Beban Merata q

L

BMD Mx

(16)

11

Dari gambar 2.3 besarnya momen pada jarak x sebesar Mx = -

2 1

q x2

Persamaan tersebut disubstitusi ke dalam persamaan 2.1 sehingga didapat 2 2 2 qx 2 1 dx y d EI 

    

Diintegral terhadap x sehingga didapat

      2 2 2 qx 2 1 dx y d EI 1 3 C 6 qx dx dy

EI  

    

Momen maksimum terjadi pada x = L, dan pada tempat tersebut tidak terjadi defleksi, 0

dx

dy , sehingga persamaannya menjadi

1 3

C 6 qx

0 

6 qL C

3

1

Sehingga persamaan di atas akan menjadi

6 qL 6 qx dx dy EI 3 3        

Dari persamaan tersebut diintergralkan kembali terhadap x sehingga menjadi

       6 qL 6 qx dx dy EI 3 3 2 3 4 C 6 x qL 24 qx y

EI   

Pada x = L, lendutan y = 0, sehingga didapat C2

2 4 4 C 6 qL 24 qL

0  

(17)

12 8

qL 6

x qL 24 qx y EI

4 3

4

 

4 3 4

L 3 x L 4 x EI 24

q

y  

Pada x = 0 akan diperoleh lendutan maksimum sehingga didapat

4

max 0 0 3L

EI 24

q

y   

EI 24

qL 3

ymax

Sehingga lendutan maksimum cantilever (pada ujung batang) didapat :

EI 8 qL y

4

max  (1.3)

Contoh 2.3. Struktur cantilever dengan titik seperti pada gambar 2.4

Gambar 2.4. Balok Cantilever dengan Beban Titik

Dari gambar 2.4 besarnya momen pada jarak x sebesar Mx = - Px

Persamaan tersebut disubstitusi ke dalam persamaan 2.1 sehingga didapat Px

dx y d

EI 2

2

      

Diintegral terhadap x sehingga didapat



    

Px dx

y d

EI 2

2

P

L

BMD Mx

(18)

13 1 2 C 2 Px dx dy

EI  

    

Momen maksimum terjadi pada x = L, dan pada tempat tersebut tidak terjadi defleksi, 0

dx

dy , sehingga persamaannya menjadi

1 2

C 2 PL

0 

2 PL C

3

1

Sehingga persamaan di atas akan menjadi

2 PL 2 Px dx dy EI 2 2        

Dari persamaan tersebut diintergralkan kembali terhadap x sehingga menjadi

       2 PL 2 Px dx dy EI 2 2 2 2 3 C 2 x PL 6 Px y

EI   

2

2 3 3L C

L 6 Px y

EI   

Pada x = L, lendutan y = 0, sehingga didapat C2

2

2 2 C L 3 L 6 PL

0  

3 PL C 3 2  Persamaannya menjadi

3 PL L 3 x 6 Px y EI 3 2

3

x3 3xL2 2L3

6 P y

EI   

3 2 3

L 2 xL 3 x EI 6 q

y  

Pada x = 0 akan diperoleh lendutan maksimum sehingga didapat

0 0 2L3

EI 6

q

(19)

14

EI 3 PL y

3

max 

Sehingga lendutan maksimum cantilever dengan bebat titik (pada ujung batang) didapat :

EI 8 qL y

4

max  (2.4)

Contoh 2.4. Struktur balok sederhana dengan beban titik, seperti pada gembar 2.5

Gambar 2.5. Balok Sederhana dengan beban titik Dari gambar 2.5 besarnya reaksi dukungan dan momen sebesar

L Pb

RA , dan

L Pa

RB

Mx =

L Pbx

untuk x  a

Mx =

L Pbx

- P(x-a) untuk x  a

Persamaan tersebut disubstitusi ke dalam persamaan 2.1 persamaan garis elastis sehingga didapat :

untuk x  a

L Pbx dx

y d

EI 2

2

       

untuk x  a P(x a)

L Pbx dx

y d

EI 2

2

         

Diintegral terhadap x sehingga didapat

P

L

B A

Mx

x

BMD

(20)

15 1 2 C L 2 Pbx dx dy

EI  

     2 2 2 C 2 ) a x ( P L 2 Pbx dx dy

EI    

    

Pada x = a, dua persamaan di atas hasilnya akan sama. Jika diintegral lagi mendapatkan persamaan :

3 1 3 C x C L 6 Pbx y

EI    untuk x  a

4 2 3 3 C x C 6 ) a x ( P L 6 Pbx y

EI      untuk x  a

Pada x = a, maka nilai C1 harus sama dengan C2, maka C3 = C4, sehingga persamaannya

menjadi : 3 1 3 3 C x C 6 ) a x ( P L 6 Pbx y

EI     

Untuk x = 0, maka y = 0, sehingga nilai C3 = C4 = 0

Untuk x = L, maka y = 0, sehingga persamaan di atas dapat ditulis menjadi :

0 L C 6 ) a L ( P L 6 PbL 0 1 3 3      

Besarnya L – a = b

L 6 Pb 6 PbL C 3

1 

2 2

1 L b

L 6 Pb

C  

Sehingga setelah disubstitusi menghasilkan persamaan :

2 2 2

x b L EIL 6 Pbx

y   untuk x  a

EI 6 a x P x b L EIL 6 Pbx y 3 2 2

2   

 untuk x  a (2.5)

2.Metode Luas Bidang Momen

(21)

16

struktur dengan pembebanan yang lebih kompleks, maka dirasa kurang praktis, karena harus melalui penjabaran secara matematis.

Metode luas bidang momen inipun juga mempunyai kelemahan yang sama apabila dipakai pada konstruksi dengan pembebanan yang lebih kompleks. Namun demikian metode ini sedikit lebih praktis, karena proses hitungan dilakukan tidak secara matematis tetapi bersifat numeris.

Gambar 2.6. Gambar Balok yang mengalami Lentur

Dari gambar 2.6 tersebut didapat persamaan

dx d r

1 

 =

EI M

atau dapat ditulis menjadi

dx EI M

d (2.6)

Dari persamaan 2.6 dapat didefinisikan sebagai berikut : d

O

r

m n dx y

x d

AB

 B’

B”

AB

M



d

(22)

17

Definisi I : Elemen sudut d yang dibentuk oleh dua tangen arah pada dua titik yang berjarak dx, besarnya sama dengan luas bidang momen antara dua titik tersebut dibagi dengan EI.

Dari gambar 2.6, apabila dx adalah panjang balok AB, maka besarnya sudut yang dibentuk adalah :

(a) Segi empat (b) Segi tiga

(c) Parabola pangkat 2 (d) Parabola Pangkat 2

(e) Parabola pangkat n (f) Parabola Pangkat n Gambar 2.7. Letak titik berat

b

h b 2 1

A = bh

b

b 3 1

h

A = bh/2

b

h b 8 3

A = (2/3)bh

b 4 1

h

b A = bh/3

h

b

n 2

b

2 1 n

 

bh 1 n

n A

 

h b 2 n

1 

b

bh 1 n

1 A

(23)

18

 L

0

AB dx

EI M

Berdasarkan garis singgung m dan n yang berpotongan dengan garis vertikal yang melewati titik B, akan diperoleh :

dx EI

x . M d . x d B

B' "    (2.7)

Nilai M.dx = Luas bidang momen sepanjang dx.

M.x.dx = Statis momen luas bidang M terhadap titik yang berjarak x dari elemen M.

Sehingga dari persamaan 2.7 dapat didefinisikan sebagai berikut :

Definisi II : Jarak vertikal pada suatu tempat yang dibentuk dua garis singgung pada dua titik suatu balok besarnya sama dengan statis momen luas bidang momen terhadap tempat tersebut dibagi dengan EI.

Jarak 

L 0 '

dx EI

x . M BB

Untuk menyelesaikan persamaan tersebut yang menjadi persoalan adalah letak titik berat suatu luasan, karena letak titik berat tersebut diperlukan dalam menghitung statis momen luas M.dx.x. Letak titik berat dari beberapa luasan dapat dilihat pada gambar 2.7.

Untuk mempermudah pemahaman tentang pemakaian metode luas bidang momen, akan dicoba diaplikasikan pada struktur balok sederhana.

Contoh 2.5. Balok Sederhana dengan Beban Merata

Hitung defleksi maksimum (C) yang terjadi pada struktur balok sederhana yang

menahan beban merata, sebagaimana digambarkan pada gambar 2.8, dengan metode luas bidang momen.

Penyelesaian :

Besarnya momen di C akibat beban merata sebesar MC = qL2

8 1

Letak titik berat dari tumpuan A sebesar = L 16

5 2 L . 8

5

(24)

19 EI

momen bidang

Luas

C 

EI 2 L . qL 8 1 . 3

2 2

C 

EI 24

qL3

C 

Berdasasrkan definisi II besarnya jarak lendutan vertikal di C sebesar :

CC’ = C =

EI

bidang luas

momen Statis

EI 16

L 5 . 2 L . qL 8 1 . 3

2 2

C 

EI 384

qL

5 4

C 

Gambar 2.8. Balok sederhana yang menahan beban merata

Contoh 2.6. Cantilever dengan Beban Merata

Hitung defleksi maksimum (B) yang terjadi pada struktur cantilever yang

menahan beban merata, sebagaimana digambarkan pada gambar 2.9, dengan metode luas bidang momen.

Penyelesaian :

Besarnya momen di A akibat beban merata sebesar MA = - qL2

2 1

q

L/2

B A

2 L . 8 5 

BMD

2 L . 8 5

C

C’

C

(25)

20

Letak titik berat ke titik B sebesar = L 4 3

Berdasarkan definisi I besarnya sudut terhadap titik B adalah sebesar :

EI

momen bidang

Luas

B 

EI qL 2 1 . L 3

1 2

B

EI 6 qL3

B

Berdasasrkan definisi II besarnya jarak lendutan vertikal di B sebesar : BB’ = B=

EI

bidang luas

momen Statis

EI L 4 3 . qL 2 1 . L 3

1 2

B 

EI 8 qL4 B

Gambar 2.9. Cantilever yang menahan beban merata

Contoh 2.7. Cantilever dengan Beban Titik

Hitung defleksi maksimum (B) yang terjadi pada struktur cantilever yang

menahan beban titik, sebagaimana digambarkan pada gambar 2.10, dengan metode luas bidang momen.

q

L

BMD

L 4

3

AB

B’ B

2 qL 2

1

(26)

21

Gambar 2.10. Cantilever yang menahan beban titik

Penyelesaian :

Besarnya momen di A akibat beban merata sebesar MA = - PL

Letak titik berat ke titik B sebesar = L 3 2

Berdasarkan definisi I besarnya sudut terhadap titik B adalah sebesar :

EI

momen bidang

Luas

B 

EI PL . L 2 1 B

EI 2 PL2

B

Berdasasrkan definisi II besarnya jarak lendutan vertikal di B sebesar :

BB’ = B =

EI

bidang luas

momen Statis

EI L 3 2 . PL . L 2 1 B 

EI 3 PL3

B 

Contoh 2.8. Balok Sederhana dengan Beban Titik

P

L

BMD

L 3

2 

AB

B’ B

PL

(27)

22

Hitung defleksi maksimum (C) yang terjadi pada struktur balok sederhana yang

menahan beban titik, sebagaimana digambarkan pada gambar 2.11, dengan metode luas bidang momen.

Gambar 2.11. Balok sederhana yang menahan beban titik

Penyelesaian :

Besarnya momen di C akibat beban merata sebesar MC = PL

4 1

Letak titik berat dari tumpuan A sebesar = L 3 1 2 L . 3

2

Berdasarkan definisi I besarnya sudut terhadap titik C adalah sebesar :

EI

momen bidang

Luas

C 

EI PL 4 1 . L 2 1 . 2 1 C 

EI 16

PL2

C 

Berdasasrkan definisi II besarnya jarak lendutan vertikal di C sebesar :

CC’ = C =

EI

bidang luas

momen Statis

EI 2 L 3 2 . PL 4 1 . L 2 1 . 2 1 C 

EI 48

PL3 C

P

L/2

B A

PL 4 1 

BMD

2 L . 3 2 

C

C’

C

(28)

23

3.Metode Luas Bidang Momen Sebagai Beban

Dua metoda yang sudah dibahas di atas mempunyai kelemehana yang sama, yaitu apabila konstruksi dan pembebanan cukup kompleks. Metode ”Bidang Momen Sebagai

Beban” ini pun dirasa lebih praktis dibanding dengan metode yang dibahas sebelumnya.

Metode ini pada hakekatnya berdasar sama dengan metode luas bidang momen, hanya sedikit terdapat perluasan. Untuk membahas masalah ini kita ambil sebuah konstruksi seperti tergambar pada gambar 2.12, dengan beban titik P, kemudian momen dianggap sebagai beban.

Dari gambar 6.12, W adalah luas bidang momen, yang besarnya

2 Pab L

Pab . L . 2 1

W 

Berdasarkan definisi II yang telah dibahas pada metode luas bidang momen, maka didapat:

1 =

EI

B terhadap momen

bidang luas

momen Statis

EI 1 b L 3 1 2 Pab

1 

  

       

EI 6

b L Pab

1

 

Pada umumnya lendutan yang terjadi cukup kecil, maka berdasarkan pendekatan geometris akan diperoleh :

L . A 1

 atau

L

1 A

  

EI R EIL

6 b L

Pab A

A 

 

Dengan cara yang sama akan dihasilkan :

EI R EIL

6 a L

Pab B

B 

 

Dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa : Sudut tangen di A dan B besarnya sama dengan reaksi perletakan dibagi EI.

Berdasarkan gambar 2.12 sebenarnya yang akan dicari adalah defleksi pada titik C sejauh x meter dari dukungan A (potongan i-j-k) yaitu sebesar Zc.

(29)

24

Berdasarkan geometri, maka besarnya ik = A . x, maka

x EI R

ik  A

Sedangkan berdasarkan definisi II adalah statis momen luasan A-n terhadap bidang m-n dibagi EI, maka

jk =

EI

3 x . n m A

luas  

Gambar 2.12. Konstruksi Balok Sederhana dan Garis Elastika

Sehingga lendutan ZC yang berjarak x dari A, adalah :

Zc = ij = ik – jk

   

3 x . Amn luas x R EI

1

ZC A (2.8)

a b

3 xn

x

AB



1

L

Pab



BMD

P

k j i

m

2 Pab

W 

) b L ( 3

1

A

B

L 6

b L Pab

RA   

L 6

a L Pab

(30)

25

Berdasarkan persamaan 2.8 didapat definisi III sebagai berikut :

Definisi III : Lendutan disuatu titik didalam suatu bentangan balok sedrhana besarnya sama dengan momen di titik tersebut dibagi dengan EI apabila bidang momen sebagai beban.

Untuk mempermudah pemahaman tentang pemakaian metode luas bidang momen sebagai beban, akan dicoba diaplikasikan pada struktur balok sederhana.

Contoh 2.9. Balok Sederhana dengan Beban Merata

Hitung defleksi maksimum (C) yang terjadi pada struktur balok sederhana yang menahan

[image:30.595.195.425.321.600.2]

beban merata, sebagaimana digambarkan pada gambar 2.13, dengan metode luas bidang momen sebagai beban.

Gambar 2.13. Balok sederhana yang menahan beban merata

Penyelesaian :

Langkah untuk menyelesaikan permasalahan ini adalah mencari momen terlebih dahulu, hasilnya sebagaimana digambarkan pada gambar 2.13.b. Hasil momen tersebut kemudian dijadikan beban, sebagaimana diperlihatkan pada gambar 2.13.c. Kemudian dicari atau dihitung besarnya reakasi dan momennya. Besarnya A adalah sebesar RA

q

B A

BMD

L/2

2 L . 8 5  C

C’

C

C

2 L . 8 5 

2 L . 8 5 

A B

(a)

(31)

26

akibat beban momen dibagi dengan EI, sedangkan B adalah sebesar RB akibat beban

momen dibagi dengan EI, dan besarnya max adalah sebesar MC akibat beban momen

dibagi dengan EI. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada penyelesaian dibawah ini. Berdasarkan gambar 2.13.a. didapat momen sebagaimana digambarkan pada gambar 2.13.b, yang besarnya sebesar MC = qL2

8 1

Dari bidang momen yang didapat pada gambar 2.13.b dibalik dan dijadikan beban sebagaimana digambarkan pada gambar 2.13.c. Dari gambar 2.13.c didapat reaksi yang besarnya :

3 2

B

A qL

24 1 2 L 3 2 qL 8 1 R

R 

           

 (besarnya sama dengan Amn = W)

Dengan demikian sudut kelengkunagannya dapat dihitung, yaitu sebesar :

EI 24

qL EI

RA 3

B

A  

Dari gambar 2.13.c. didapat juga momen dititik C, yaitu sebesar :

384 qL 5 2 L . 8 3 . 24 qL 2 L . 23 qL M

4 3

3

C   

Besanya max dapat dihitung yaitu sebesar :

EI

Mc

C

EI 384

qL

5 4

C 

B.Deformasi

Deformasi (perubahan bentuk) balok disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah : Akibat beban luar yang bekerja (seperti beban merata, terpusat, segitiga, dan sebagainya), momen pada salah satu ujung balok, dan perpindahan (translasi) relatif ujung balok terhadap ujung balok yang lain.

1. Deformasi Akibat Beban Merata

(32)

27

Besarnya momen maksimum (di tengah bentang) akibat beban merata sebesar Mmax = 2

8 1

qL . Dari hasil tersebut digambarkan bidang momennya berupa BMD (Bending Moment Diagram), seperti gambar 2.14b, kemudian BMD tersebut dipergunakan sebagai beban, seperti gambar 2.14c, sehingga didapat reaksi perletakan pada tumpuan A dan B, yaitu sebesar luas bidang momen tersebut dibagi dua :

2

momen bidang

Luas R

RAB =

2 L . qL 8 1 . 3

2 2

=

24 qL3

Besarnya sudut di titik A dan B yaitu sebesar :

EI

RA

A

 =

EI 24

qL3

EI

RB

B 

 =

EI 24

qL3

[image:32.595.200.440.380.641.2]

dengan E adalah Modulus Elastis dan I adalah Momen Inersia.

Gambar 2.14. Balok sederhana yang menahan beban merata

2. Deformasi Akibat Momen Pada Salah Satu Ujung Balok

Struktur balok yang menahan beban momen di ujung A sebagaimana digambarkan pada gambar 2.15. didapat bidang momennya berupa BMD.

q

L/2

B A

Mmax

BMD A B

(a)

(b)

Mmax (c)

(33)
[image:33.595.156.406.78.187.2]

28

Gambar 2.15. Balok sederhana yang menahan beban momen di Ujung A

BMD tersebut, dipergunakan sebagai beban sehingga didapat reaksi perletakan pada tumpuan A dan B, yaitu sebesar:

momen bidang

Luas 3 2

RA  = .L.MA

2 1 . 3 2

=

3 L .

MA

momen bidang

Luas 3 1

RB  = .L.MA

2 1 . 3 1

=

6 L .

MA

Besarnya sudut di titik A dan B yaitu sebesar :

EI RA A 

 =

EI 3

L MA

EI

RB

B 

 =

EI 6

L

MA

Jika beban momen terletak pada ujung B sebagaimana tergambar pada gambar 2.16, maka besarnya sudut di titik A dan B yaitu sebesar :

EI

RA

A 

 =

EI 6

L

MB

EI RB B 

 =

EI 3

L MB

Gambar 2.16. Balok sederhana yang menahan beban momen di Ujung B

L

BMD

MA

MA A B A B

(a)

(b)

L

B A

BMD

MB

A B

MB

(a)

[image:33.595.127.442.494.724.2]
(34)

29

3. Deformasi Akibat Perpindahan (Translasi).

Jika suatu balok mengalami perpindahan ujung sebesar sebagaimana pada gambar 2.17, maka besarnya sudut di titik A dan B yaitu sebesar :

L

B A

   

[image:34.595.131.396.144.247.2]

Gambar 2.17. Balok yang mengalami translasi terhadap ujung yang lain

4. Deformasi Akibat Beban Terpusat di Tengah Bentang

Deformasi yang terjadi pada struktur balok yang menahan beban terpusat di tengah bentang digambarkan sebagaimana pada gambar 2.18, dapat dihitung dengan metode luas bidang momen sebagai beban.

Gambar 2.18. Balok sederhana yang menahan beban merata

Besarnya momen maksimum (di tengah bentang) akibat beban merata sebesar Mmax =

4

PL . Dari hasil tersebut digambarkan bidang momennya berupa BMD, kemudian BMD

tersebut dipergunakan sebagai beban sehingga didapar reaksi perletakan pada tumpuan A dan B, yaitu sebesar luas bidang momen tersebut dibagi dua :

2 '

' Luas bidang momen

R

RAB  =

2 . 4 . 2 1

L PL

= 16

2 PL

Besarnya sudut di titik A dan B yaitu sebesar :

L

B A



A B

(a)

P

L

B A

BMD A B

[image:34.595.208.443.403.530.2]
(35)

30 EI

R'A

A

 =

EI qL 16

3

EI R'B B

 =

EI 16

qL3 

5. Deformasi Akibat Beban Segitiga

[image:35.595.187.438.283.486.2]

Deformasi yang terjadi pada struktur balok yang menahan beban segitiga digambarkan sebagaimana pada gambar 2.19. Metode yang relatif lebih mudah adalah dengan metode integrasi ganda.

Gambar 2.19. Balok sederhana yang menahan beban merata

Besarnya momen akibat beban segitiga sebesar

Mx = x

3 1 . 2 1 . x . q x .

RBx

= x

3 1 . 2 1 . x . L

x . q x . qL 6

1

=

L x . q 6 1 x . qL 6

1 3

Besarnya :

2 2

dx y d .

EI = – Mx = qL.x 6 1 L

x . q 6

1 3

q

L

B A

EI

q

x

B A

A B

RB = 1/6 qL

RA = 1/3 qL

(a)

(36)

31

Intergrasi I :

dx dy .

EI = qL.x dx

6 1 L x . q 6 1 3

  

= 2 1

4 C x . qL 12 1 L x . q 24

1

Integrasi II :

EI.y =



     

 qL.x C dx

12 1 L x . q 24 1 1 2 4

= 3 1 2

5 C x . C x . qL 36 1 L x . q 120 1   

Berdasarkan persamaan tersebut :

Jika x = 0 maka y = 0, sehingga didapat C2 = 0

Jika x = L maka y = 0, sehingga didapat 0 = 3 1 2 5 C L . C L . qL 36 1 L L . q 120 1   

C1 = qL3

360 7

dx dy .

EI = 2 3

4 qL 360 7 x . qL 12 1 L x . q 24 1  

Nilai x dihitung dari B ke A, sehingga B terletak pada x = 0, pada titik tersebut y = 0.

Sedangkan A terletak pada x = L, dan pada titik tersebut y = 0. Jika x dan y tersebut

disubstitusi kedalam persamaan di atas maka nilaiA dan B akan didapat.

dx dy .

EI = 2 3

4 qL 360 7 L . qL 12 1 L L . q 24 1   A . EI =

360 L . q 7 12 L . q 24 L .

q 3 3 3

EI.A =

360 qL 7 24

qL3 3

 = 360 qL 7 360 qL

15 3 3

(37)

32

A

 = –

EI qL 360

8 3

dx dy .

EI = 2 3

4

qL 360

7 0 . qL 12

1 L

0 . q 24

1

 

B .

EI = 2 3

4

qL 360

7 0 . qL 12

1 L

0 . q 24

1

 

B

 =

EI qL 360

7 3

Untuk kondisi balok dengan pembebanan yang lain, hasilnya dipaparkan pada Tabel 2.1.

(38)
(39)

34

(40)
(41)
(42)

37

[image:42.595.97.512.89.635.2]

Tabel 2.1. Rumus-rumus Deformasi Ujung Balok Akibat Beban Luar

Gambar Pembebanan Struktur Deformasi Ujung A Deformasi Ujung B

EI 16

PL3 A 

16EI

PL3 B

EIL 6

) b L .( b .

P 2 2

A

 

6EIL

) a L .( a .

P 2 2

B

 

 

EI 24

qL3

A 

24qLEI

3

B

EI 384

qL 9 3 A 

3847qLEI

3

B

0 A 

EI 4 M L B

EI 3 M L

A 

 BM L6EI

A

 =

EI qL 360

8 3

B

 =

EI qL 360

7 3

P EI

L/2 L/2

A B

P EI

a b

A B

L

EI

L

A B

q

A B M

L

M A B

L

q

EI

A B

L/2 L/2

L q

A

A B

(43)

38

C.Soal Latihan

(44)

51 BAB IV

BALOK STATIS TAK TENTU

A.Konsep Dasar

Struktur statis tertentu terjadi dikarenakan adanya kelebihan jumlah komponen reaksi perletakannya lebih besar dari pada jumlah persamaan keseimbangan statisnya. Agar struktur tersebut dapat diselesaiakan maka dapat dirubah menjadi stuktur statis tertentu. Akibat perubahan tersebut, maka gaya kelebihan yang terjadi dapat digantikan dengan momen pimer, yang dianggap sebagai beban momen.

[image:44.595.358.516.251.603.2]

Sebagai contoh struktur terkekang dengan beban merata penuh sebagaimana tergambar pada gambar 4.1a, dapat dirubah menjadi struktur statis tertentu seperti pada gambar 4.1b. Akibat adanya perubahan tumpuan jepit menjadi sendi atau rol, maka pada tumpuan tersebut terdapat beban momen, yang besarnya sama dengan momen primer. Agar penyelesaiannya lebih mudah, maka struktur yang tergambar pada gambar 4.1b tersebut dapat dipisah-pisah lagi menjadi 3 (tiga) struktur sederhana (simple beam) sebagaimana tergambar pada gambar 4.1c dan gambar 4.1d serta gambar 4.1e. Dalam penyelesaiannya struktur tersebut dihitung sendiri-sendiri, baik reaksi, gaya lintang maupun momennya, kemudian hasil akhir merupakan penjumlahan dari 3 (tiga) struktur tersebut. Gambar 4.1.b, merupakan struktur sederhana yang menahan beban merata, momen di A dan momen di B. Sedangkan gambar 4.1c. struktur yang menahan beban merata saja, gambar 4.1d, yang menahan beban momen di A, dan gambar 4.1e, yang menahan momen di B.

Gambar 4,1. Balok Terkekang dengan Beban Merata Penuh

(a) q

L

A B

q

RA L

A

MAB MBA

(b) B

RB

q

L

A B (c)

RA RB

L A

MAB

(d) B

RA RB

(e)

L A

MBA

B

RB

(45)

52

B.Struktur Terkekang dengan Beban Merata Penuh

Struktur terkekang dengan beban merata penuh sebagaimana gambar 4.1a, dapat diselesaikan dengan cara dirubah menjadi struktur statis tertentu, sebagaimana dijelaskan pada sub bab A.

1. Reaksi dan Gaya Lintang

Reaksi perletakan merupakan jumlah dari reaksi perletakan akibat beban merata dari gambar 4.1.c, akibat beban momen dari gambar 4.1d, dan akibat momen dari gambar 4.1e. Besarnya Momen Primer diambil dari Tabel 3.1, yaitu sebesar :

12 L . q M

2

AB

12 L . q M

2

BA 

Reaksi akibat beban merata (gambar 4.1c) : RA = RB =

2 qL

Reaksi akibat momen di A (gambar 4.1d) : RA =

12 L . q L

MAB

RB =

12 L . q L

MAB

Reaksi akibat momen di B (gambar 4.1e) RA =

12 L . q L

MBA

RB =

12 L . q L

MBA

Dengan demikian reaksi di A dan B, sebagai berikut :

RA =

2 qL

+

12 L . q

– 12

L . q

=

2 qL

RB =

2 qL

– 12

L . q

+

12 L . q

=

2 qL

(46)

53

2. Momen

Momen merupakan gabungan dari hasil momen akibat beban merata dari gambar 4.1.c, akibat beban momen dari gambar 4.1d, dan akibat momen dari gambar 4.1e. Momen maksimum akan terjadi pada SFD sama dengan nol, berdasarkan gambar 4.2a terletak di tengah bentang.

Momen akibat beban merata (gambar 4.1c) : MA = MB = 0

MT = RA .

2 L

4 L . 2 L . q

=

2 qL

.

2 L

– 8 qL2

= 8 qL2

Hasil momen dapat digambarkan sebagaimana gambar 4.2.b. yang berupa diagram momen lentur (Bending Momen Diagram), disingkat BMD.

Momen akibat beban momen di A dan B (gambar 4.1c dan gambar 4.1d) dapat dihitung bersamaan dan hasilnya digambarkan pada gambar 4.2.c.

MA = MB =

12 L . q 2 

Momen di tengah bentang besarnya sama dengan MA dan MB sehingga didapat :

MT =

12 L . q 2 

Gabungan akibat beban merata dan momen dapat digambarkan sebagaimana gambar 4.2.d, dan jika disederhanakan maka hasilnya sebagaimana gambar 4.2.e, besarnya momen yaitu :

MA = MB =

12 L . q 2 

Gambar 4,2. SFD dan BMD

(e) (a)

(b)

(c)

(d) 2

qL

2 qL

8 qL2

12 qL2 

12 qL2 

12 qL2 

12 qL2

12 qL2 

12 qL2 

[image:46.595.84.521.214.669.2]
(47)

54 MT = Mmax =

8 qL2

12 L . q 2

 =

24 L . q 2

C.Struktur Terkekang dengan Beban Merata Sebagian

Struktur terkekang dengan beban merata sebagian sebagaimana gambar 4.3a, merupakan stuktur statis tak tentu. Agar struktur tersebut dapat diselesaiakan maka dapat dirubah menjadi stuktur statis tertentu. Akibat perubahan tersebut, maka gaya kelebihan yang terjadi dapat digantikan dengan momen pimer, sebagaimana tergambar pada gambar 4.3b. Dengan demikian struktur tersebut sudah menjadi struktur statis tertentu dengan beban merata dan beban momen di ujungnya. Untuk mempermudah penyelesainnya maka struktur tersebut dapat dipisah-pisah menjadi struktur sederhana sebagaimana tergambar pada gambar 4.3c, gambar 4.3d dan gambar 4.3e.

1. Reaksi dan Gaya Lintang

Reaksi perletakan merupakan jumlah dari reaksi perletakan akibat beban merata dari gambar 4.3.c, akibat beban momen dari gambar 4.3d, dan akibat momen dari gambar 4.3e. Besarnya Momen Primer diambil dari Tabel 3.1, yaitu sebesar :

2

AB qL

192 11

M 

2

BA qL

192 5

M 

Reaksi akibat beban merata sebagian (gambar 4.3c) :

0

MB

RA . L – q .

2 L

. L 2 3

= 0

RA = qL

8 3

0 MA

RB = qL

8 1

Reaksi akibat momen di A (gambar 4.3d) : RA =

L

MAB

= qL

[image:47.595.353.522.437.776.2]

192 11

Gambar 4.3. Balok Terkekang dengan Beban Merata Sebagian

q

A B (c)

RA RB

L A

MAB

(d) B

RA RB

(e)

L A

MBA

B

RB

RA

q

RA L/2

A

MAB MBA

(b) B

RB

(a) q

L/2

A B

L/2

L/2

(48)

55 RB =

L

MAB

 = qL

192 11

Reaksi akibat momen di B (gambar 4.3e) RA =

L

MBA

 = qL

192 5

RB =

L

MBA

= qL

192 5

Dengan demikian reaksi di A dan B, sebagai berikut :

RA = qL

8 3

+ qL

192 11

– qL

192 5

= qL

32 13

RB = qL

8 1 – qL 192 11 + qL 192 5

= qL

32 3

Berdasarkan hasil reaksi tersebut gaya lintang dapat digambar sebagaimana gambar 4.4a, yang berupa diagram gaya lintang (Shearing Force Diagram), disingkat SFD.

2. Momen

Momen merupakan gabungan dari hasil momen akibat beban merata dari gambar 4.3.c, akibat beban momen dari gambar 4.3d, dan akibat momen dari gambar 4.3e. Momen maksimum akan terjadi pada SFD sama dengan nol, yaitu terletak pada x dari A. Berdasarkan gambar 4.4a jarak sebagai berikut :

SFX = 0

qL 32 13

– qx= 0

x = L 32 13

Momen akibat beban merata (gambar 4.3c) : MA = MB = 0

MT = RA .

[image:48.595.354.514.386.697.2]

2 L – 4 L . 2 L . q

Gambar 4.4. SFD dan BMD

(e) (b) (c) (d) 2 192 11 qL

 192 2

5 qL  2 192 8 qL 2 6144 274 qL  2 192 7 qL 2 1536 41 qL 2 192 11 qL  2 192 5 qL  2 192 11 qL

 1925 qL2

(49)

56

= qL

32 13 . 2 L – 8 qL2

= qL2 64

5

Mx = RA. L

32 13

– q. L 32 13

.

4 L

= qL

32 13 . L 32 13 – 2 qL 128 13

= qL2

1024 65

Hasil momen dapat digambarkan sebagaimana gambar 4.4b. yang berupa diagram momen lentur (Bending Momen Diagram), disingkat BMD.

Momen akibat beban momen di A dan B (gambar 4.3c dan gambar 4.3d) dapat digambarkan seperti pada gambar 4.4c.

MA = qL2

192 11 

MB = qL2

192 5

MT = qL2

192 5  – L 2 L qL 192 5 qL 192

11 2 2

           

= – qL2 192 5 –             2 1 qL 192 6 2

= qL2

192 8

MX = – qL2

192 5 – L L 32 13 L qL 192 5 qL 192

11 2 2

            

= – qL2 192 5 –              32 13 1 qL 192 6 2

= – qL2 6144 160 – 2 qL 6144 114

= – qL2

(50)

57

Gabungan akibat beban merata dan momen dapat digambarkan sebagaimana gambar 4.4.d, dan jika disederhanakan maka hasilnya sebagaimana gambar 4.4.e, besarnya momen yaitu :

MA = qL2

192 11

MB = qL2

192 5

MT = qL2

64

5 2

qL 192

8

 = qL2

192 7

Mmax = qL2

1024 65

– 2

qL 6144

274

= qL2

6144 116

= qL2

1536 41

Contoh 4.1. Jika diketahui struktur terjepit dengan beban merata sebagian seperti tergambar pada gambar 4.5.a, dengan beban q sebesar 8 kN/m dan panjang bentang sebesar 10 meter. Hitung dan gambarkan gaya lintang dan momennya.

Penyelesaian :

1. Reaksi dan Gaya Lintang

Reaksi perletakan merupakan jumlah dari reaksi perletakan akibat beban merata dari gambar 4.5.c, akibat beban momen dari gambar 4.5d, dan akibat momen dari gambar 4.5e. Besarnya Momen Primer diambil dari Tabel 3.1, yaitu sebesar :

2

AB qL

192 11

M  = .8.102

192 11

 = – 45,83

kNm

2

BA qL

192 5

M  = .8.102

192 5

= 20,83 kNm Reaksi akibat beban merata sebagian (gambar 4.5c) :

0 MB

[image:50.595.122.287.135.317.2]

RA . 10 – 8.5.(5/2+5) = 0

Gambar 4.5. Balok Terkekang dengan Beban Merata Sebagian

8 kN/m

A B (c)

RA RB

L

A B (d)

RA RB

(e)

L

A B

RB

RA

8 KN/m

RA 5m

A

MAB MBA

(b) B

RB

(a) 8 kN/m

5 m

A B

5 m

5m

5m 5m

45,83

[image:50.595.87.514.422.791.2]
(51)

58 RA =

10 300

= 30 kN 0

MA

– RB . 10 + 8.5.5/2 = 0

RB =

10 100

= 10 kN

Reaksi akibat momen di A (gambar 4.5d) : RA =

L MAB

= 10

83 , 45

= 4,58 kN

RB =

L

MAB

 = –

10 83 , 45

= – 4,58 kN Reaksi akibat momen di B (gambar 4.3e)

RA =

L

MBA

 =

10 83 , 20

 = – 2,08 kN

RB =

L MBA

= 10

83 , 20

= 2,08 kN

Dengan demikian reaksi di A dan B, sebagai berikut : RA = 30 + 4,58 – 2,08 = 32,5 kN

RB = 10 – 4,58 + 2,08 = 7,5 kN

Berdasarkan hasil reaksi tersebut gaya lintang dapat digambar sebagaimana gambar 4.6a, yang berupa diagram gaya lintang (Shearing Force Diagram), disingkat SFD.

2. Momen

Momen merupakan gabungan dari hasil momen akibat beban merata dari gambar 4.5c, akibat beban momen dari gambar 4.5d, dan akibat momen dari gambar 4.5e. Momen maksimum akan terjadi pada SFD sama dengan nol, yaitu terletak pada x dari A. Berdasarkan gambar 4.6a jarak sebagai berikut :

SFX = 0

32,5 – 8x= 0 x =

8 5 , 32

= 4,05 m

Momen akibat beban merata (gambar 4.5c) : MA = MB = 0

(52)

59 Mx = 30.4,05 – 8.4,05.4,05/2 = 55,86 kNm

Hasil momen dapat digambarkan sebagaimana gambar 4.6b. yang berupa diagram momen lentur (Bending Momen Diagram), disingkat BMD.

Momen akibat beban momen di A dan B (gambar 4.5c dan gambar 4.5d) dapat digambarkan seperti pada gambar 4.6c.

MA = – 45,83 kNm

MB = – 20,83 kNm

MT = – 20,83 –

 

10 5 83 , 20 83 ,

45 

= – 33,33 kNm

MX = – 20,83 –



10

05 , 4 83 , 20 83 ,

45 

= – 30,98 kNm

Gabungan akibat beban merata dan momen dapat digambarkan sebagaimana gambar 4.6d, dan jika disederhanakan maka hasilnya sebagaimana gambar 4.6e, besarnya momen yaitu :

MA = – 45,83 kNm

MB = – 20,83 kNm

MT = 50 – 33,33 = 16,67 kNm

Mmax = 55,86 – 30,98 = 24,88 kNm

D.Struktur Terkekang dengan Satu Beban Terpusat

Struktur terkekang dengan beban terpusat sebagaimana gambar 4.5a, merupakan stuktur statis tak tentu. Agar struktur tersebut dapat diselesaiakan maka dapat dirubah menjadi stuktur statis tertentu. Akibat perubahan tersebut, maka gaya kelebihan yang terjadi dapat digantikan dengan momen pimer, sebagaimana tergambar pada gambar 4.5b. Dengan demikian struktur tersebut sudah menjadi struktur statis tertentu dengan beban terpusat dan beban momen di ujungnya. Untuk mempermudah penyelesainnya maka struktur tersebut dapat dipisah-pisah menjadi struktur sederhana sebagaimana tergambar pada gambar 4.5c, gambar 4.5d dan gambar 4.5e.

Gambar 4.6. SFD dan BMD

(e) (b)

(c)

(d) 83

, 45

 30,98 33,33 20,83

67 , 16 88 , 24

83 , 45

20,83

83 , 45

 20,83

(a) 5

, 32

5 , 7

m x4,05

50 86 , 55

[image:52.595.92.515.77.423.2]
(53)

60 1. Reaksi dan Gaya Lintang

Reaksi perletakan merupakan jumlah dari reaksi perletakan akibat beban terpusat dari gambar 4.7c, akibat beban momen dari gambar 4.7d, dan akibat momen dari gambar 4.7e.

2. Momen

Momen merupakan gabungan dari hasil momen akibat beban merata dari gambar 4.7c, akibat beban momen dari gambar 4.7d, dan akibat momen dari gambar 4.7e.

Contoh 4.2. Jika struktur seperti tergambar pada gambar 4.7a, diketahui nilai beban terpusat P sebesar 40 kN, jarak a sebesar 2 meter dan b sebesar 6 meter. Hitung dan Gambarkan SFD, dan BMD nya.

Penyelesaian :

Besarnya momen primer berdasarkan Tabel 3.1, sebesar :

2 2 AB L b . a . P

M  = 2

2 8 4 . 2 . 40

 = 20 kNm

2 2 BA L b . a . P

M  = 2

2 8 4 . 2 . 40

= 10 kNm Reaksi akibat beban terpusat (gambar 4.7c) :

RA =

L Pb = 8 4 . 40

= 20 kN

RB =

L Pa = 8 2 . 40

= 10 kN

Reaksi akibat momen di A (gambar 4.7d) : RA =

L MAB

= 8 20

= 2,25 kN

RB =

L

MAB

 =

8 20

[image:53.595.367.521.90.443.2]

 = – 2,25 kN

Gambar 4.7. Balok Terkekang dengan Beban Terpusat

P

A B (c)

RA RB

L A

MAB

(d) B

RA RB

(e) L A MBA B RB RA P

RA a

A

MAB MBA

(b) B RB (a) P a

A B

b

b

(54)

61 Reaksi akibat momen di B (gambar 4.7e)

RA =

L

MBA

 =

8 10

 = – 1,25 kN

RB =

L

MBA

=

8 10

= 1,25 kN

Dengan demikian reaksi di A dan B, sebagai berikut :

RA = 20 + 2,5 – 1,25 = 21,25 kN

RB = 20 – 2,5 + 1,25 = 18,75 kN

Berdasarkan hasil reaksi tersebut gaya lintang dapat digambar sebagaimana gambar 4.8a, yang berupa SFD.

Momen akibat beban terpusat (gambar 4.7c) : MA = MB = 0

Mmax = RA . a = 21,25 . 2 = 42,5 kNm

Hasil momen dapat digambarkan sebagaimana gambar 4.8b.

Momen akibat beban momen di A dan B (gambar 4.7c dan gambar 4.7d) dapat digambarkan menjadi seperti pada gambar 4.8c.

MA = – 20 kNm

MB = – 10 kNm

Mmax = –10 –

 

8 6 10 20

= – 17,5 KNm

Gabungan akibat beban terpusat dan momen dapat digambarkan sebagaimana gambar 4.8d, dan jika disederhanakan maka hasilnya sebagaimana gambar 4.8e, besarnya momen yaitu :

MA = – 20 kNm

MB = – 10 kNm

Mmax = 42,5 – 17,5 = 25 kNm

[image:54.595.84.510.64.433.2]

E.Struktur Terkekang dengan Dua Beban Terpusat

Gambar 4.8. SFD dan BMD

(e) (b)

(c)

(d) 20

 17,5 10

5 , 17

20

10

20

 10

(a) 20

10

5 , 42

(55)

62 Struktur terkekang dengan dua beban terpusat sebagaimana gambar 4.9a, merupakan stuktur statis tak tentu. Agar struktur tersebut dapat diselesaiakan maka dapat dirubah menjadi stuktur statis tertentu. Akibat perubahan tersebut, maka gaya kelebihan yang terjadi dapat digantikan dengan momen pimer, sebagaimana tergambar pada gambar 4.9b. Dengan demikian struktur tersebut sudah menjadi struktur statis tertentu dengan dua beban terpusat dan beban momen di ujungnya. Untuk mempermudah penyelesainnya maka struktur tersebut dapat dipisah-pisah menjadi struktur sederhana sebagaimana tergambar pada gambar 4.9c, gambar 4.9d dan gambar 4.9e.

1. Reaksi dan Gaya Lintang

Reaksi perletakan merupakan jumlah dari reaksi perletakan akibat dua beban terpusat dari gambar 4.9c, akibat beban momen dari gambar 4.9d, dan akibat momen dari gambar 4.9e.

2. Momen

Momen merupakan gabungan dari hasil momen akibat beban merata dari gambar 4.9c, akibat beban momen dari gambar 4.9d, dan akibat momen dari gambar 4.9e.

Contoh 4.3. Jika diketahui nilai beban terpusat P sebesar 40 kN, jarak a sebesar 2 meter dan L sebesar 6 meter, maka besarnya momen primer berdsarkan Tabel 3.1, sebesar :

L ) a L ( Pa

MAB   =

2

6 ) 2 6 ( 2 .

40 

 = – 8,89

kNm

L ) a L ( Pa

MBA   = 2

6 ) 2 6 ( 2 .

40 

= 8,89 kNm

RA

A

MAB MBA

(b) B

RB

(a) P

a

A B

L-2a P

a

a L-2a a

[image:55.595.377.534.79.433.2]

P P

Gambar 4.9. Balok Terkekang dengan Dua Beban Terpusat

A B (c)

RA RB

L A

MAB

(d) B

RA RB

(e)

L A

MBA B

RB

RA

a L-2a a

(56)

63 Reaksi akibat beban terpusat (gambar 4.9c) :

RA = RB =

6 2 . 40 4 .

40 

= 40 kN Reaksi akibat momen di A (gambar 4.9d) :

RA =

L MAB

= 6

89 , 8

= 1,48 kN

RB =

L

MAB

 =

6 89 , 8

 = – 1,48 kN Reaksi akibat momen di B (gambar 4.9e)

RA =

L

MBA

 =

6 89 , 8

 = – 1,48 kN

RB =

L MBA

= 6 89 , 8

= 1,48 kN

Dengan demikian reaksi di A dan B, sebagai berikut :

RA = 40 + 1,48 – 1,48 = 40 kN

RB = 40 – 1,48 + 1,48 = 40 kN

Berdasarkan hasil reaksi tersebut gaya lintang dapat digambar sebagaimana gambar 4.10a, yang berupa SFD.

Momen akibat beban terpusat (gambar 4.9c) : MA = MB = 0

Mmax = RA . a = 21,25 . 2 = 42,5 kNm

Hasil momen dapat digambarkan sebagaimana gambar 4.10b.

Momen akibat beban momen di A dan B (gambar 4.9c dan gambar 4.9d) dapat digambarkan seperti pada gambar 4.10c.

MA = – 8,89 kNm

MB = – 8,89 kNm

Mmax = MB = –8,89 KNm

Gabungan akibat beban terpusat dan momen dapat digambarkan sebagaimana gambar 4.10d, dan jika disederhanakan maka hasilnya sebagaimana gambar 4.10e, besarnya momen yaitu :

MA = – 8,89 kNm

[image:56.595.83.526.63.425.2]

MB = – 8,89 kNm

Gambar 4.10. SFD dan BMD

(e) (b)

(c)

(d) 89

, 8

25

89 , 8

 8,89

(a) 20

10

5 , 42

89 , 8

Gambar

Gambar 2.13. Balok sederhana yang menahan beban merata
Gambar 2.14. Balok sederhana yang menahan beban merata
Gambar 2.15. Balok sederhana yang menahan beban momen di Ujung A
Gambar 2.17. Balok yang mengalami translasi terhadap ujung yang lain
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sistem ini angat baik diterapkan pada bangunan yang memiliki bentuk tidak beraturan, bangunan dengan bentang yang panjang, menahan beban gempa, dan tentu saja dalam hal

Menurut Nawy (1998) balok adalah elemen struktur yang menyalurkan beban-beban dari plat lantai ke penyangga yang vertikal. Balok merupakan elemen struktur yang

Beban-beban struktur balok girder prategang pada perencanaan fly over ini digunakan dengan acuan pembebanan pada balok tengah, hal ini dikarenakan pada balok girder bagian

Balok tinggi adalah suatu elemen struktur yang mengalami beban seperti pada balok biasa, tetapi mempunyai angka perbandingan tinggi / lebar yang besar, dan angka perbandingan

Gambar IV.5 Kurva Satu Beban Terpusat VS Lendutan Di Tengah Bentang Untuk Kondisi Elastik (Deck Metal Specimen 2) ...

Latar belakang Balok merupakan salah satu bagian penting dalam sebuah struktur bangunan.Balok adalah bagian struktur yang berfungsi menahan beban struktur atas dan menyalurkannya ke

11 • Menahan gaya geser pada struktur balok • Menahan pertumbuhan retak diagonal • Menahan tulangan memanjang pada posisinya Ketahanan suatu penampang balok dalam menahan beban

Pada wilayah tengah bentang berdasarkan struktur balok tersebut hanya terjadi beban lentur murni tanpa adanya beban geser dalam penampang Rommel et al., 2015 Dalam analisa lentur