• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS POTENSI EROSI MENGGUNAKAN MODEL MUSLE PADA DAERAH TANGKAPAN AIR BANJARNEGARA (STUDI PADA DAS SERAYU) Disusun Oleh : AGUS SETIONO 20120110178 JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS POTENSI EROSI MENGGUNAKAN MODEL MUSLE PADA DAERAH TANGKAPAN AIR BANJARNEGARA (STUDI PADA DAS SERAYU) Disusun Oleh : AGUS SETIONO 20120110178 JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016"

Copied!
62
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS POTENSI EROSI MENGGUNAKAN MODEL

MUSLE PADA DAERAH TANGKAPAN AIR

BANJARNEGARA (STUDI PADA DAS SERAYU)

Disusun Oleh :

AGUS SETIONO

20120110178

JURUSAN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

(2)

iii

HALAMAN MOTTO

“Demi masa, sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shalih, dan saling menasihati

supaya menaati kebenaran dan saling menasihati supaya menetapi kesabaran.” (QS. al-Ashr [103]: 1-3)

“Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah dari pada mukmin yang lemah, dalam segala hal ada kebaikan, berambisilah pada sesuatu yang bermanfaat bagi kamu dan mintalah pertolongan kepada Allah, jangan engkau

lemah.” (HR. Muslim)

“Manusia yang paling rugi pada hari kiamat adalah laki-laki yang mempunyai kesempatan mencari ilmu di dunia, tapi ia tidak mencarinya”

(HR. Ibnu Asakir dari Imam Anas)

“Barang siapa menempuh jalan untuk mencari ilmu maka Allah memudahkan baginya jalan menuju Surga”

(HR. Muslim)

“Pergilah, maka kamu akan menemukan ganti dari orang yang engkau berpisah dengannya. Dan bersungguh-sungguhlah karena sesungguhnya kenikmatan ada

(3)

iv

TUGAS AKHIR INI KHUSUS DIPERSEMBAHKAN KEPADA ORANG-ORANG YANG MENANTIKAN SELESAINYA TUGAS AKHIR INI

TERUTAMA KEDUA ORANG TUA SERTA KELUARGA KECILKU

(4)

v

KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan

rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penyusun dapat melaksanakan tugas akhir dan

menyusun laporan tugas akhir. Sholawat serta salam kami ucapkan kepada Nabi

Muhammad SAW, keluarga serta sahabat–sahabatnya yang telah membawa kita dari zaman kebodohan menuju alam yang penuh ilmu pengetahuan seperti

sekarang ini.

Penulisan laporan tugas akhir ini dimaksudkan untuk memenuhi

persyaratan kurikulum guna menyelesaikan studi Strata 1 pada jurusan Teknik

Sipil Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Selama melaksanakan tugas akhir, maupun dalam menyelesaikan laporan

penyusun banyak menerima kritik dan saran, dukungan dan bimbingan serta

petunjuk-petunjuk yang senantiasa sangat bermanfaat tak lupa saya ucapkan

banyak terima kasih kepada :

1. Ibu Ir. Anita Widianti M.T. selaku Ketua Jurusan Teknik Sipil Universitas

Muhammadiyah Yogyakarta.

2. Bapak Surya Budi Lesmana, S.T., M.T. selaku Dosen Pembimbing I yang

telah memberikan pengarahan dan bimbingan serta petunjuk dan koreksi yang

sangat berharga bagi laporan Tugas Akhir ini.

3. Bapak Puji Harsanto, S.T., M.T., Ph.D selaku Dosen Pembimbing II yang

telah memberikan bimbingan dan pengarahan selama pelaksanaan dan

penulisan tugas akhir ini.

4. Bapak Burhan Barid, S.T., M.T. selaku Dosen Penguji yang telah

memberikan koreksi pada laporan tugas akhir ini.

5. Bapak, Ibu Dosen Pengajar Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas

Muhammadiyah Yogyakarta atas ilmu yang telah diberikan kepada penyusun,

(5)

vi

7. Kedua orang tua tercinta yang selalu memberikan doa,dukungan, pengarahan

dan motivasi sehingga saya bisa menyelesaikan tugas akhir ini.

8. Kepada rekan-rekan mahasiswa Teknik Sipil 2012 yang tidak dapat saya

sebutkan satu persatu.

9. Kepada semua pihak yang terlibat dalam penyusunan Tugas Akhir ini yang

tidak dapat penyusun ungkapkan satu persatu, terimakasih atas bantuan,

dukungan dan doanya.

Penyusun berharap seomga amal baik yang telah diberikan mendapat balasan

dari Allah SWT. Disadari bahwa dalam penyusunan Tugas Akhir ini masih

banyak kekurangan dan jauh dari sempurna, sehingga masih perlu adanya

perbaikan dan saran dari pembaca. Penyusun juga berharap semoga Tugas Akhir ini dapat memberi manfaat bagi kita semua, Amin Ya Robbal ‘Alamin.

Yogyakarta, Desember 2016

(6)

vii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

HALAMAN MOTTO ... iii

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum ... 5

BAB III LANDASAN TEORI A. Metode MUSLE ... 16

B. Run Off (R) ... 16

C. Faktor Erodibilitas Tanah (K) ... 18

(7)

viii

G. Faktor Penggunaan Lahan dan Pengolahan Tanah (CP) ... 26

BAB IV METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian ... 27

B. Bagan Alir Penelitian ... 28

C. Jalannya Penelitian ... 29

D. Data Yang Digunakan ... 29

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Data ... 34

B. Data Hujan ... 34

C. Menentukan Faktor RunOff (R) ... 35

D. Menentukan Faktor Erodibilitas Tanah (K) ... 35

E. Menentukan Faktor Panjang dan Kemiringan Lereng (LS) ... 37

F. Menentukan Faktor Penggunaan Lahan dan Pengolahan Tanah (CP) 38 G. Perhitungan Erosi ... 40

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 43

B. Saran ... 43

(8)

ix

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Klasifikasi Luas DAS ... 7

Tabel 2.2 Kelas Bahaya Erosi ... 10

Tabel 3.1 Nilai M Untuk Beberapa Kelas Tekstur Tanah ... 19

Tabel 3.2 Faktor Erodibilitas Tanah ... 19

Tabel 3.3 Faktor LS Berdasarkan Kemiringan Lereng ... 21

Tabel 3.4 Nilai C Untuk Jenis dan Pengelolaan Tanaman ... 23

Tabel 3.5 Faktor Pengelolaan dan Konservasi Tanah di Jawa ... 25

Tabel 3.6 Faktor Pengunaan Lahan dan Pengelolaan Tanah (CP) ... 26

Tabel 3.7 Kriteria Erosi ... 26

Tabel 4.1 Tinggi Hujan Stasiun Banjarnegara ... 30

Tabel 5.1 Tinggi Hujan Stasiun Banjarnegara ... 34

Tabel 5.2 Tanah Menurut Kepekaannya Terhadap Erosi ... 36

Tabel 5.3 Faktor LS Berdasarkan Kemiringan Lereng ... 37

Tabel 5.4 Data Statistik Kemiringan Lereng ... 37

Tabel 5.5 Faktor Penggunaan Lahan dan Pengolahan Tanah (CP) ... 39

Tabel 5.6 Hasil Rekapitulasi Perhitungan Potensi Erosi ... 40

(9)

x

Halaman

Gambar 1.1 Endapan Sedimen DTA Banjarnegara ... 2

Gambar 2.1 Daerah Aliran Sungai (DAS) ... 6

Gambar 2.2 Skema Proses Terjadinya Erosi ... 9

Gambar 2.3 Angkutan Sedimen Pada Penampang Memanjang Sungai ... 11

Gambar 4.1 Peta Lokasi Penelitian ... 27

Gambar 4.2 Bagan Alir Penelitian ... 28

Gambar 4.3 Peta Daearah Tangkapan Air Banjarnegara ... 30

Gambar 4.4 Peta Jenis Tanah ... 31

Gambar 4.5 Peta DEM ... 32

Gambar 4.6 Peta Tataguna Lahan ... 32

Gambar 4.7 Peta Jaringan Sungai ... 33

Gambar 5.1 Peta RunOff (R) ... 35

Gambar 5.2 Peta Faktor K ... 36

Gambar 5.3 Peta Faktor LS ... 38

Gambar 5.4 Peta Faktor CP ... 39

Gambar 5.5 Peta Erosi ... 41

(10)

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Tabel attribute hasil ArcGIS 10.1

Lampiran 2. Peta hasil ArcGIS 10.1

(11)
(12)

xii INTISARI

Perubahan tataguna lahan dan praktek pengolahan daerah aliran sungai (DAS) mempengaruhi terjadinya erosi serta sedimentasi yang merusak kualitas air. Daerah Tangkapan Air (catchment area) merupakan bagian hulu dari DAS yang berfungsi menyimpan air untuk kelangsungan makhluk hidup. Nilai produksi sedimen pada Daerah Tangkapan Air dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain debit puncak dan tataguna lahan. Aplikasi software ArcGIS 10.1 digunakan untuk membantu perhitungan produksi sedimen. Tujuan dari penelitian ini adalah menghitung nilai produksi sedimen menggunakan model MUSLE (Modify Universal Soil Loss Equation) dan nilai debit puncak yang terjadi serta menganalisis karakteristik sedimentasi dan pengaruh tataguna lahan.

Beberapa pengolahan data dilakukan untuk mendapatkan batas Daerah Tangkapan Air, faktor runoff (R), faktor erodibilitas tanah (K), faktor panjang kemiringan lereng (LS), faktor penggunaan lahan dan pengolahan tanah (CP), serta panjang sungai (L). Faktor tersebut berfungsi untuk menghitung nilai produksi sedimentasi. Proses pengolahan data dilakukan menggunakan software ArcGIS 10.1 serta Microsoft Exel.

Luas DTA Banjarnegara sebesar ±68.858 Ha dengan panjang sungai utama ±57,5 km. Hasil analisis menunjukan bahwa total debit puncak yang terjadi sebesar 292.105,73 m³/s, nilai runoff tertinggi sebesar 146.677,875, jenis tanah masuk dalam kelas tanah 2 yaitu jenis tanah Latosol (agak peka) dengan nilai K sebesar 0,31, rata-rata kemirinan lereng yang diperoleh adalah 1.064,535%, penggunaan lahan dan pengolahan tanah didominasi oleh kebun hujan dan tegalan yaitu 41.634,402 Ha atau 60,46% dari total luas. Produksi sedimen pada DTA Banjarnegara sebesar 8.034.369,383 ton/tahun dengan kebun dan tegalan sebagai penyumbang sedimen terbesar yaitu 7.219.990,207 ton/tahun atau 89,86% dari sedimen total. Dari hasil tersebut jelas terlihat pengaruh tataguna lahan terhadap produksi sedimen.

(13)

xiii

Changes in land use and processing practices watersheds (DAS) affects erosion and sedimentation of water quality. Water catchments (catchment area) is the upstream part of the watershed that serves to store water for the survival of living beings. The production value of the sediment at the Watershed is influenced by several factors such as peak flows and land use planning. ArcGIS 10.1 software application used to assist calculations sediment production. The purpose of this study is to calculate the value of sediment production using the model MUSLE (Modify Universal Soil Loss Equation) and the value of peak discharge that occurred and analyze the characteristics of sedimentation and influence land use planning.

Some of the data processing is done to obtain Watershed boundary, runoff factor (R), soil erodibility (K), the length of slope factor (LS), the factors of land use and tillage (CP), as well as the river length (L). The factors used to calculate the value of production of sedimentation. Data processing was performed using ArcGIS 10.1 software as well as Microsoft Excel.

Banjarnegara comprehensive DTA of ± 68 858 hectares with the main river length ± 57.5 km. Results of the analysis showed that the total peak discharge that occurs at 292,105.73 m³ / s, the highest value of 146,677.875 runoff, soil type into the soil grade 2 that Latosol soil (rather sensitive) with a K value of 0.31, the mean kemirinan average slope obtained is 1064.535%, land use and cultivation of land dominated by rain gardens and fields are 41634.402 hectares or 60.46% of the total area. DTA sediment production in Banjarnegara of 8,034,369.383 tons / year with gardens and fields as the largest contributor of sediment that is 7,219,990.207 tons / year or 89.86% of the total sediment. From these results clearly visible effects of land use on sediment production.

(14)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perubahan tataguna lahan dan praktek pengolahan DAS juga

mempengaruhi terjadinya erosi dan pada gilirannya akan mempengaruhi kualitas

air (Asdak, 2005:338). Erosi yang terjadi pada suatu DAS (Daerah Aliran Sungai)

menyebabkan sedimentasi di sungai. Sedimentasi (pengendapan) adalah proses

terangkutnya/terbawanya sedimen oleh suatu limpasan/aliran air yang mengendap

pada suatu tempat yang kecepatan airnya melambat atau terhenti seperti pada

saluran sungai, waduk, danau maupun kawasan tepi teluk/laut (Arsyad, 1989).

Proses erosi dan sedimentasi ini baru mendapat perhatian cukup serius oleh

manusia pada sekitar 1940-an, setelah menimbulkan kerugian yang cukup besar.

Hasil sedimen biasanya diperoleh dari pengukuran sedimen layang dalam sungai

(suspended sediment) atau dengan pengukuran langsung di dalam waduk (Asdak

2004). Bagian hulu dari suatu DAS (Daerah Aliran Sungai) merupakan daerah

tangkapan air (catchment area) yang berperan menyimpan air untuk kelangsungan

makhluk hidup di dunia.

Pada tahun 1984 tercatat 22 daerah tangkapan air sungai yang mengalami

kerusakan berat, angka tersebut meningkat pada tahun 1992, dan bahkan pada

tahun 1998 menjadi 59 daerah (FKH Banjarnegara, 2015). Guna mengantisipasi

permasalahan tersebut, maka perlu dilakukan penelitian tentang sedimentasi yang

memfokuskan kajian mengenai analisis prodiksi sedimen. Daerah Aliran Sungai

yang dipilih untuk penelitian ini adalah DTA (Daerah Tangkapan Air)

Banjarnegara yang merupakan bagian dari DAS (Daerah Aliran Sungai) Serayu.

DTA Banjarnegara terletak di Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah. Kabupaten

Banjarnegara terletak di antara 7° 12' - 7° 31' Lintang Selatan dan 109° 29' - 109°

45'50" Bujur Timur. Menurut Pemerintah Kabupaten Banjarnegara pada tahun

2015, luas Wilayah Kabupaten Banjarnegara adalah 106.970,997 hektar atau 3,10

% dari luas seluruh Wilayah Provinsi Jawa Tengah, 7.758 hektar lebih lahan di

Banjarnegara dan Dieng (Wonosobo dan Banjarnegara) sudah menjadi lahan

(15)

Sambudi mengatakan, sedimen yang mengendap di waduk tergolong sangat

tinggi, rata-rata 4,2 juta meterkubik/tahun. Biang pendangkalan waduk itu,

sedemikian luasnya lahan kritis di daerah tangkapan air DAS Serayu. General

Manager PT Indonesia Power Unit Pembangkitan Mrica, Sigit Ariefianto

mengatakan, luas perairan Waduk Mrica sekitar 8,5 kilometer persegi. Sedangkan

daerah tangkapan air dari DAS Serayu sekitar 1.022 kilometer persegi. ”Saat ini,

49,84 persen dari luas DAS Serayu di Banjarnegara dalam kondisi kritis.

Gambar 1.1. Endapan Sedimen DTA Banjarnegara

Sumber: Pemerintah Kabupaten Banjarnegara, 2015

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut dapat dirumuskan masalah sebagai

berikut :

1. Berapakah nilai potensi erosi yang terjadi pada Daerah Tangkapan Air

Banjarnegara menggunakan model MUSLE (Modified Universal Soil Loss

Equation) ?

2. Bagaimana karakteristik erosi pada Daerah Tangkapan Air Banjarnegara ?

3. Bagaimana pengaruh tataguna lahan terhadap jumlah erosi yang terjadi pada

Daerah Tangkapan Air Banjarnegara ?

(16)

3

C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Menghitung nilai potensi erosi yang terjadi pada Daerah Tangkapan Air

Banjarnegara menggunakan model MUSLE (Modified Universal Soil Loss

Equation).

2. Menganalisis karakteristik erosi pada Daerah Tangkapan Air Banjarnegara.

3. Menganalisis pengaruh tataguna lahan terhadap jumlah erosi yang terjadi pada

Daerah Tangkapan Air Banjarnegara.

4. Menganalisis kriteria erosi pada Daerah Tangkapan Air Banjarnegara.

D. Batasan Masalah

Agar penelitian ini dapat mencapai hasil yang optimal maka perlu

ditetapkan batasan masalah. Adapun batasan masalah dalam penelitian ini

sebagai berikut :

1. Lokasi penelitian pada Daerah Tangkapan Air Banjarnegara.

2. Data curah hujan menggunakan data yang didapatkan dari BBWS (Balai Besar

Wilayah Sungai) Serayu Bogowonto tahun 1990 sampai 2005.

3. Analisis potensi erosi Daerah Tangkapan Air Banjarnegara menggunakan

metode MUSLE (Modified Universal Soil Loss Equation).

4. Debit yang digunakan adalah debit keseluruhan Daerah Tangkapan Air (debit

catchment area).

5. Panjang sungai utama yang digunakan adalah panjang sungai utama pada

catchment area.

6. Analisis menggunakan program komputer ArcGis 10.1 dan Microsoft exel.

E. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah untuk :

1. Memberi masukan kepada pengelola Daerah Aliran Sungai Serayu tentang

alternatif metode perhitungan potensi erosi pada Daerah Tangkapan Air

(17)

2. Sebagai salah satu bahan pertimbangan dalam rangka pengendalian erosi dan

sedimentasi pada Daerah Aliran Sungai Serayu.

3. Memberikan masukan dan informasi kepada pemerintah Banjarnegara dalam

rencana kebijakan pengelolaan DAS dan fungsi DAS pada Daerah Tangkapan

Air.

4. Menambah ilmu pengetahuan dan wawasan serta bahan dalam metode

penelitian khususnya di bidang Hidrologi.

F. Keaslian Penelitian

Penelitian tentang analisis sedimen dengan model MUSLE pernah

dilakukan oleh Sari (2011) khususnya tentang kajian sedimentasi dengan model

MUSLE pada DAS Babon propinsi Jawa Tengah. Analisis yang digunakan dalam

penelitian ini adalah hidrograf aliran, analisis data laboratorium sebagai sampel

sedimen, analisis debit puncak ( ) dengan metode rasional, analisis dengan

metode SCS, analisis perhitungan MUSLE Observasi dan analisis perhitungan

(18)

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum

Pada penelitian terdahulu oleh Sari Tita Eka (2011) tentang kajian

sedimentasi dengan model musle pada DAS Babon menyatakan nilai sediment yield berdasarkan MUSLE Observasi dan MUSLE Prediksi tidak menunjukan perbedaan yang terlalu mencolok, meski peubah yang digunakan berbeda. Model

MUSLE yang rumusnya baku bersifat universal, sehingga bila akan digunakan

perlu disesuaikan konstantanya dengan karakter DAS yang ingin diteliti, meski

begitu ketersediaan data dan ketelitian untuk perhitungan dan kedua MUSLE ini

sangat berpengaruh pada keakuratan jumlah produksi sedimen yang ada pada

suatu DAS.

Penelitian lain oleh Komariah (2014) tentang analisis sediment yield pada area waduk Sermo dengan metode MUSLE menyatakan hasil sediment yield yang

cukup besar berasal dari kebun campuran, dengan kata lain penutup lahan cukup

berpengaruh terhadap besarnya sedimentasi.

Bara’tau Mariana (2012) dalam penelitiannya menyatakan faktor curah hujan memiliki pengaruh yang sangat nyata terhadap muatan sedimen selain

faktor penggunaan lahan dan topografi, debit sungai juga berpengaruh besar

terhadap muatan sedimen pada suatu DAS maupun sub DAS.

B. Daerah Aliran Sungai (DAS)

Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu wilayah daratan yang

merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi

menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan

kedanau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah

topografis dan batas laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh

aktivitas daratan (Anonim, 2009). Berbagai definisi DAS telah dikemukakan oleh

berbagai peneliti. DAS diartikan sebagai suatu kawasan yang dibatasi oleh

(19)

yang jatuh di atasnya ke sungai utama yang bermuara ke danau/lautan. Kawasan

yang dimaksud dinamakan daerah tangkapan air (DTA). DTA merupakan suatu

ekosistem dengan unsur-unsur utama adalah sumber daya alam (tanah, air, dan

vegetasi) dan sumber daya manusia sebagai pemanfaat sumber daya alam.

Nama sebuah DAS ditandai dengan nama sungai yang bersangkutan dan

dibatasi oleh titik kontrol, yang pada umumnya merupakan stasiun hidrometri. Memperhatikan hal tersebut berarti sebuah DAS terbentuk dari beberapa sistem

DAS lain yang biasa disebut dengan sub-DAS. Dalam konsep DAS, terbagi

menjadi 2, yaitu : DAS bagian hulu (up stream) dan DAS bagian hilir (down

stream). Bagian hulu dari suatu DAS merupakan daerah yang mengendalikan aliran sungai dan menjadi suatu kesatuan dengan bagian hilir yang menerima

aliran tersebut. Pengetahuan karateristik DAS dan alur sungai dapat dinyatakan

secara kuantitatif dan kualitatif. Pengetahuan tersebut sangat membantu dalam

melaksanakan pekerjaan hidrometri, antara lain :

1. merencanakan pos duga air;

2. melaksanakan survei lokasi pos duga air;

3. analisa debit;

Gambar 2.1. Daerah Aliran Sungai (DAS)

Sumber: Asdak, 1995 Stasiun pengamatan sedimentasi (erosi) dan

Fluktuasi debit air sungai tiap sub DAS

Stasiun pengamatan sedimentasi dan Fluktuasi debit air sungai seluruh DAS

Batas DAS

Sub DAS

Batas sub DAS

(20)

7

Tabel 2.1. Klasifikasi Luas DAS

No Luas DAS (ha) Klasifikasi DAS

C. Daerah Tangkapan Air (DTA)

Dalam suatu DAS (Daerah Aliran Sungai) yang besar pada dasarnya

tersusun atas DAS-DAS kecil atau daerah tangkapan air. Secara umum DTA

(Daerah Tangkapan Air) dapat didefinisikan sebagai suatu yang dibatasi oleh

batas alam maupun batas buatan, dimana air hujan yang turun memberikan

kontribusi aliran ke titik kontrol (outlet). Menurut kamus Webster, DTA adalah

suatu daerah yang dibatasi oleh pemisah topografi yang menerima hujan,

menampung, menyimpan, dan mengalirkan ke sungai dan seterusnya ke danau

atau ke laut (Suripin, 2002). Usaha-usaha pengelolaan DTA adalah sebuah bentuk

pengembangan wilayah yang menempatkan DTA sebagai suatu unit pengelolaan

yang pada dasarnya merupakan usaha-usaha penggunaan sumberdaya alam di

suatu DTA secara rasional untuk mencapai tujuan produksi yang optimum dalam

waktu yang tidak terbatas sehingga distribusi aliran merata sepanjang tahun

(Suripin, 2002).

Pengelolaan DTA hendaknya terintegrasi dari daerah hulu sampai hilir

yang melibatkan semua pihak terkait (stakeholder) dengan prinsip satu sungai,

satu rencana dan satu pengelolaan yang terpadu (one river, one plan, one

integrated management), pengelolaan DTA bagian hulu merupakan bagian yang penting karena mempunyai fungsi perlindungan terhadap keseluruhan bagian

DTA, perlindungan ini antara lain dari segi tata air, oleh karenanya perencanaan

DTA hulu menjadi fokus perhatian mengingat dalam suatu DTA, bagian hulu dan

(21)

Dalam hal ini air hujan yang jatuh di dalam DAS akan mengalami proses

yang dikontrol oleh sistem DAS menjadi aliran permukaan (surface runoff), aliran

bawah permukaan (interflow) dan aliran air bawah tanah (groundwater flow).

Ketiga jenis aliran tersebut akan mengalir menuju sungai, yang tentunya

membawa sedimen dalam air sungai tersebut. Selanjutnya, karena daerah aliran

sungai dianggap sebagai sistem, maka perubahan yang terjadi disuatu bagian akan

mempengaruhi bagian yang lain dalam DAS (Anonim, 2012a).

D. Erosi

Erosi adalah suatu proses atau peristiwa hilangnya lapisan permukaan

tanah atas, baik disebabkan oleh pergerakan air maupun angin (Suripin, 2004).

Erosi merupakan tiga proses yang berurutan, yaitu pelepasan (detachment),

pengangkutan (transportation), dan pengendapan (deposition) bahan-bahan tanah

oleh penyebab erosi (Asdak, 1995).

Di daerah-daerah tropis yang lembab seperti di Indonesia maka air

merupakan penyebab utama terjadinya erosi. Erosi tanah yang disebabkan oleh air

meliputi 3 tahap (Suripin, 2004), yaitu :

1. Tahap pelepasan partikel tunggal dari massa tanah.

2. Tahap pengangkutan oleh media yang erosif seperti aliran air dan angin.

3. Tahap pengendapan, pada kondisi dimana energi yang tersedia tidak cukup

lagi untuk mengangkut partikel.

Berdasarkan bentuknya erosi dibedakan menjadi 7 tipe, diantaranya yaitu :

1. Erosi percikan (splash erosion) adalah terlepas atau terlemparnya

partikel-partikel tanah dari massa tanah akibat pukulan butiran air hujan secara

langsung.

2. Erosi aliran permukaan (overland flow erosion) akan terjadi jika intensitas

atau lamanya hujan melebihi kapasitas infiltrasi atau kapasitas simpan air

tanah.

3. Erosi alur (rill erosion) adalah pengelupasan dan diikuti dengan pengangkutan

partikel-partikel tanah oleh aliran air larian yang terkonsentrasi di dalam

(22)

9

4. Erosi parit/selokan (gully erosion) membentuk jajaran parit yang lebih dalam

dan lebar dan merupakan tingkat lanjutan dari erosi alur.

5. Erosi tebing sungai (streambank erosion) adalah erosi yang terjadi akibat

pengikisan tebing oleh air yang mengalir dari bagian atas tebing atau oleh

terjangan arus sungai yang kuat terutama pada tikungan-tikungan.

6. Erosi internal (internal of subsurface erosion) adalah proses terangkutnya

partikel-pertikel tanah ke bawah masuk ke celah-celah atau pori-pori akibat

adanya aliran bawah permukaan.

7. Tanah longsor (land slide) merupakan bentuk erosi dimana pengangkutan atau

gerakan masa tanah yang terjadi pada suatu saat dalam volume yang relatif

besar.

Gambar 2.2. Skema Proses Terjadinya Erosi

Sumber: Suripin, 2004

Hasil nilai erosi dapat dikategorikan berdasarkan banyaknya angkutan

yang terbawa. Kategori ini dinamakan kelas bahaya erosi yang terdiri dari lima

(23)

Tabel 2.2. Kelas Bahaya Erosi

Kelas Bahaya Erosi ton/ha/th mm/tahun

I Sangat Ringan < 1,75 < 0,1

parit, atau jenis erosi tanah lainnya. Sedimen umumnya mengendap dibagian

bawah kaki bukit, di daerah genangan banjir, di saluran air, sungai, dan waduk.

Hasil sedimen (sediment yield) adalah besarnya sedimen yang berasal dari erosi

yang terjadi di daerah tangkapan air yang diukur pada periode waktu dan tempat

tertentu. Hasil sedimen biasanya diperoleh dari pengukuran sedimen terlarut

dalam sungai (suspended sediment) atau dengan pengukuran langsung di dalam

waduk, dengan kata lain bahwa sedimen merupakan pecahan, mineral, atau

material organik yang ditransforkan dari berbagai sumber dan diendapkan oleh

media udara, angin, es, atau oleh air dan juga termasuk didalamnya material yang

diendapkan dari material yang melayang dalam air atau dalam bentuk larutan

kimia (Asdak, 2007).

Sedimentasi sendiri merupakan suatu proses pengendapan material yang

ditransforkan oleh media air, angin, es, atau gletser di suatu cekungan. Delta yang

terdapat di mulut-mulut sungai adalah hasil dan proses pengendapan

material-material yang diangkut oleh air sungai, sedangkan bukit pasir (sand dunes) yang

terdapat di gurun dan di tepi pantai adalah pengendapan dari material-material

yang diangkut oleh angin. Proses tersebut terjadi terus menerus, seperti batuan

hasil pelapukan secara berangsur diangkut ke tempat lain oleh tenaga air, angin,

(24)

11

Gambar 2.3. Angkutan Sedimen Pada Penampang Memanjang Sungai

Sumber: Asdak, 1995

Faktor-faktor yang mempengaruhi sedimentasi adalah :

1. Jumlah dan intensitas hujan

Jumlah hujan yang besar tidak selalu menyebabkan erosi berat jika

intensitasnya rendah, dan sebaliknya hujan lebat dalam waktu singkat

mungkin juga hanya menyebabkan sedikit erosi karena jumlah hujannya

sedikit. Jika jumlah dan intensitas hujankeduanya tinggi, maka erosi tanah

yang terjadi cenderung tinggi dan mengakibatkan terjadinya sedimentasi yang

tinggi juga.

2. Formasi geologi dan jenis tanah

Tanah yang mempunyai nilai erodibilitas tinggi berarti tanah tersebut

peka atau mudah tererosi, sebaliknya tanah dengan erodibilitas rendah berarti

tanah tersebut resisten atau tahan terhadap erosi.

3. Tataguna lahan

Dengan adanya penggunaan lahan, seperti penanaman tanaman di

sekitar Daerah Aliran Sungai (DAS) maka akan meningkatkan cadangan air

tanah dan mengurangi aliran permukaan. Sebaliknya, apabila pada DAS

dengan tataguna lahannya terganggu atau rusak, maka akan mengurangi

kapasitas infiltrasi, sehingga dengan demikian aliran permukaan akan pengendapan

seimbang T2

T1

(25)

meningkat dan dapat menimbulkan erosi yang menyebabkan adanya

sedimentasi.

4. Erosi di bagian hulu

Erosi merupakan faktor yang mempengaruhi sedimentasi karena

sedimentasi merupakan akibat lanjut dari erosi itu sendiri.

5. Topografi

Tampakan rupa muka bumi atau topografi seperti kemiringan lahan,

kerapatan parit atau saluran dan bentuk-bentuk cekungan lainnya mempunyai

pengaruh pada sedimentasi.

F. Metode MUSLE

Pemodelan hidrologi sudah diterapkan sejak lama. Prediksi debit

maksimum (metode rasional) yang berdasarkan pada curah hujan, luas DAS, dan

karakteristik daerah aliran sungai telah diperkenalkan pada tahun 1850 oleh

Mulvaney,Crawford dan Linsley (dalam Murtiono, 2008:160) memperkenalkan

model Stanford untuk memprediksi “ streamflow dan sedimen dari DAS.

Secara alamiah tidak semua besaran peubah sistem dalam proses hidrologi

dapat diukur secara langsung di lapangan (Setyowati, 1996:37). Penelitian ini

besaran peubah sistem sebagian diperoleh dari hasil pengukuran, sebagian lagi

dari hasil perhitungan dengan menggunakan rumus empiris.

Model prediksi kehilangan tanah akibat erosi yang banyak digunakan

yakni model yang dikembangkan oleh Wischmeier dan Smith (1978) dalam

(Gunendro, 1996:15). Model ini lebih dikenal dengan metode Universal Soil Loss

Equation (USLE). Model USLE sebenarnya cocok untuk diterapkan pada petak-petak pertanian yang homogen dan tidak mempunyai kemiringan lereng yang

curam. Model ini dikembangkan untuk menghitung laju erosi tahunan khususnya

erosi lembar dan erosi alur. Namun William (1982) telah memodifikasi model

tersebut yang ditujukan untuk menghitung hasil sedimen yang keluar dari DAS

yang desebabkan oleh kejadian hujan (storm). Model ini disebut dengan MUSLE

(Modified Universal Soil Loss Equation).

Metode perhitungaan debit sedimen yang keluar dari daerah tangkapan air

(26)

13

jumlah sedimen di cathment area diasumsikan sebagai DAS yang dapat diketahui

pada setiap kejadian hujan. Dalam penelitian ini besarnya sedimen diperhitungkan

dengan mempergunakan model MUSLE, untuk mengetahui model tersebut bisa

dipergunakan atau tidak di daerah penelitian maka variabel-variabel yang ada

pada model harus diuji terlebih dahulu. Analisis data tahap pertama dilakukan

dengan menghitung debit sedimen yang ada di DAS, menghitung debit/aliran

puncak ( ) dan volume aliran permukaan ( ) dengan hidrograf aliran. Hasil

perhitungan debit sedimen dan KLSCP dibuat persamaan yang menghasilkan

konstanta untuk rumus MUSLE, hasil dari perhitungan MUSLE ini disebut sy

MUSLE Observasi sebagai pembanding. Hasil perhitungan dan dari

pendekatan metode rasional dikalikan dengan KLSCP dari rumus MUSLE didapat

hasil sedimen, yang disebut sy MUSLE Prediksi.

Metode MUSLE (Modify Universal Soil Loss Equation) adalah modifikasi

dari metode USLE, yaitu dengan mengganti faktor erosivitas hujan (R) dengan

faktor aliran atau limpasan permukaan. Metode MUSLE sudah memperhitungkan

baik erosi maupun pergerakan sedimen pada DAS berdasarkan kejadian hujan

tunggal (single event) (Suripin, 2002).

G. ArcGIS 10.1

ArcGIS adalah perangkat lunak yang dikeluarkan oleh Environmental Systems Research Institute (ESRI), sebuah perusahaan yang telah lama berkecimpung di dalam bidang geospasial. ArcGIS adalah sebuah platform yang

terdiri dari beberapa software yaitu Desktop GIS, Server GIS, Online GIS, ESRI

Data, dan Mobile GIS (Raharjo, 2015). Dengan ArcGis, kita dapat memiliki

kemampuan-kemampuan untuk melakukan visualisasi, meng-explore, menjawab

query (baik data spasial maupun non spasial). Produk utama dari ArcGIS adalah

ArcGIS desktop. ArcGIS desktop merupakan kumpulan software (suite) yang terdiri dari beberapa software tersendiri yaitu :

1. ArcMap

ArcMap merupakan software paling utama di dalam ArcGIS Desktop

karena hampir semua tahapan GIS seperti input, analisis dan output data

(27)

tugas-tugas GIS yang tidak dapat dilakukan menggunakan ArcMap sehingga

pengguna masih perlu untuk mempelajari dan menggunakan software ArcGIS

Desktop lain selain ArcMap (Raharjo, 2015). Menu-menu serta tool-tool pada

bidang kerja dan bidang pengelolaan data ArcMap berada di bagian atas.

Menu serta tool pada ArcMap antara lain : View, Geoprocessing, Customize,

Catalog, ArcToolbox, Editor Toolbar serta tool-tool lain.

2. ArcCatalog

ArcCatalog memiliki fungsi untuk pengelolaan data spasial meliputi

input, konversi, dan analisis data. ArcCatalog tidak saja digunakan untuk

mengelola data spasial, tetapi juga untuk melakukan analisis data (Raharjo,

2015). ArcCatalog memiliki bagian utama berupa Catalog Tree (Contents, Preview, dan Description) yang menampilkan sistematika folder dan file dari data spasial. Untuk menjalankan ArcToolbox, mengeksekusi perintah analisis

dan menambahkan data dapat dilakukan dari ArcCatalog. Bagian-bagian

ArcCatalog antara lain :

a. Catalog tree view

b. Contents panel

c. Up one level; buka folder induk dari folder aktif

d. Connect to folders; penting untuk pertama kali menggunakan ArcCatalog

untuk membuat koneksi ke folder data

e. Folder aktif; warna abu-abu pada folder menunjukkan bahwa folder

ArcToolbox adalah kumpulan tool (tool, model atau script), toolset dan

toolbox untuk analisis menggunakan ArcGIS Desktop. ArcToolbox dapat

(28)

15

yang berfungsi sebagai tools/perangkat dalam melakukan berbagai macam

analisis keruangan pada ArcMap. Tool pada ArcToolbox antara lain :

a. 3D Analyst Tools

ArcScene berfungsi untuk visualisasi 3D, yaitu menyajikan tampilan

yang perspektif, bernavigasi dan berinteraksi dengan data fitur 3D dan raster.

ArcScene menapilkan data spasial secara lokal dengan cakupan tidak terlalu

luas dengan visualisasi yang baik.

5. ArcGlobe

Aplikasi ini berfungsi untuk eksplorasi data spasial secara virtual

dengan ukuran dan cakupan data yang besar. ArcGlobe dapat menampilkan

(29)

16

A. Metode MUSLE

Metode MUSLE (Modify Universal Soil Loss Equation) adalah modifikasi

dari metode USLE (Soil Loss Equation), yaitu dengan mengganti faktor erosivitas

hujan (R) dengan faktor aliran atau limpasan permukaan (Run Off). Metode

MUSLE sudah memperhitungkan baik erosi maupun pergerakan sedimen pada

DAS berdasarkan kejadian hujan tunggal (single event) (wiliams, 1975 ; Simon

Keterangan : SY = Jumlah tanah yang tererosi (ton/tahun)

R = Aliran permukaan (runoff)

K = Faktor erodibilitas tanah LS = Faktor kemiringan lereng

CP = Faktor penggunaan lahan dan pengolahan tanah

= Volume aliran permukaan ( )

= Aliran puncak ( /s) a = 11.8 (konstan)

b = 0.56 (konstan)

B. Run Off (R)

Limpasan permukaan (Surface Run Off/Direct Run Off) adalah limpasan

yang selalu mengalir melalui permukaan tanah (sebelum dan sesudah mencapai

saluran). Run off adalah suatu proses dimana hujan tidak mampu ditahan oleh

(30)

17

pendangkalan di sungai. Pada saat hujan, sungai yang telah mengalami

pendangkalan akan meluap sehingga menyebabkan banjir. Dalam menentukan

faktor run off data-data yang diperlukan terlebih dahulu adalah sebagai berikut :

1. Time of concentration (Tc)

Besarnya nilai Tc (waktu konsentrasi) bisa diketahui setelah nilai L

(panjang sungai) dan S (Slope) diketahui terlebih dahulu, kemudian besarnya nilai Tc bisa diketahui dengan rumus (Kumar, 2015):

= 0.01947 × …....………...… (3.3)

Dimana : = Waktu konsentrasi (menit)

L = Panjang aliran utama (meter)

S = Slope (∆H/L), ∆H yaitu perbedaan elevasi antara titik terjauh dan outlet DTA.

2. Aliran puncak (peak flow)

Besarnya nilai (aliran puncak) bisa diketahui setelah mendapat nilai

(basin lag) dengan rumus (Kumar, 2015):

=

………………….………...… (3.4)

Dimana : = Peak flow ( /s)

A = Luas ( )

D = Kedalaman hujan atau tinggi hujan (mm/th)

= 0.67 (h), dimana adalah waktu konsentrasi (h)

3. Volume Aliran Permukaan

Besarnya nilai (volume aliran permukaan) bisa diketahui setelah

tinggi hujan dan luas DAS (A) di satu sub kawasan diketahui terlebih dahulu,

kemudian besarnya nilai bisa diketahui dengan rumus :

= D × A × CP ….….……...…. (3.5)

Dimana : = Volume aliran permukaan ( )

D = Kedalaman hujan atau tinggi hujan (mm/th)

(31)

CP = Faktor penggunaan dan pengolahan lahan

4. Limpasan Permukaan (Runoff)

Setelah diketahui besarnya nilai dan nilai , bisa didapatkan nilai

R dengan rumus :

R = a ( × )ᵇ …..………...………...…. (3.6)

Dimana : R = Limpasan permukaan (runoff)

= Volume aliran permukaan ( )

= Aliran puncak ( /s)

a = 11.8 (konstan) b = 0.56 (konstan)

C. Faktor Erodibilitas Tanah (K)

Erodibilitas Tanah adalah tingkat kepekaan suatu jenis tanah terhadap

erosi. Kepekaan tanah terhadap erosi (Erodibilitas) tanah didefinisikan sebagai

mudah tidaknya suatu tanah tererosi. Faktor erodibilitas tanah (K) menunjukkan

resistensi partikel tanah terhadap pengelupasan dan transportasi partikel-partikel

tanah tersebut oleh adanya energi kinetik air hujan. Besarnya erodibilitas atau

resistensi tanah juga ditentukan oleh karakteristik tanah seperti tekstur tanah,

stabilitas agregat tanah, kapasitas infiltrasi, kandungan organik dan kimia tanah.

Karakteristik tanah tersebut bersifat dinamis (selalu berubah) oleh karenanya

karakteristik tanah dapat berubah seiring dengan perubahan waktu dan tata guna

lahan atau sistem pertanaman, dengan demikian angka erodibilitas tanah juga

akan berubah. Perubahan erodibilitas tanah yang signifikan berlangsung ketika

terjadi hujan karena pada waktu tersebut partikel-partikel tanah mengalami

perubahan orientasi dan karakteristik bahan kimia dan fisik tanah. Tanah yang

mempunyai erodibilitas tinggi akan tererosi lebih cepat dibandingkan dengan

tanah yang mempunyai erodibilitas rendah, dengan intensitas hujan yang sama.

Jadi, sifat-sifat fisik, kimia dan biologi tanah juga mempengaruhi besarnya

erodibilitas tanah. Pengaruh usaha-usaha pengelolaan tanah sukar diukur,

(32)

19

Berikut adalah persamaan matematis yang menghubungkan karakteristik

tanah dengan tingkat erodibilitas tanah seperti dibawah ini :

K = { 2,713 × (12 - O) + 3,25(S - 2) + 2,5

Tabel 3.1. Nilai M Untuk Beberapa Kelas Tekstur Tanah

Kelas Tekstur Tanah Nilai M Kelas Tekstur Tanah Nilai M

Lempung Berat 210 Pasir 3035

Lempung Sedang 750 Pasir Geluhan 1245

Lempung Pasiran 1213 Geluh Berlempung 3770

Lempung Ringan 1685 Geluh Pasiran 4005

Geluh Lempung 2160 Geluh 4390

Pasir Lempung Debuan 2830 Geluh Debuan 6330

Geluh Lempungan 2830 Debu 8245

Sumber: RLKT DAS Citarum, 1987 (Asdak, 2002)

Tabel 3.2. Faktor Erodibilitas Tanah

No. Jenis Klasifikasi Tanah K

1. Latosol 0,31

2. Regasol 0,12

3. Lithosol 0,29

4. Gumosol 0,21

5. Hydromof abu-abu 0,20

(33)

D. Faktor Panjang Kemiringan Lereng (LS)

Pada prakteknya, variabel L dan S dapat disatukan, karena erosi akan

bertambah besar dengan bertambah besarnya kemiringan permukaan tanah (lebih

banyak percikan air yang membawa butir-butir tanah, limpasan bertambah besar

dengan kecepatan yang lebih tinggi), dan dengan bertambah panjangnya

kemiringan tanah (lebih banyak limpasan yang menyebabkan lebih besarnya

kedalaman aliran permukaan sehingga kecepatannya menjadi lebih tinggi).

Faktor panjang lereng (L) didefinisikan secara matematik sebagai berikut

(Schwab et al.,1981) :

L = (l / ) ... (3.8)

Dimana : l = Panjang kemiringan lereng (meter)

m = Angka eksponen yang dipengaruhi oleh interaksi antara panjang lereng dan kemiringan lereng dan

dapat juga oleh karakteristik tanah, tipe vegetasi.

Angka ekssponen tersebut bervariasi dari 0,3 untuk

lereng yang panjang dengan kemiringan lereng

kurang dari 0,5 % sampai 0,6 untuk lereng lebih

pendek dengan kemiringan lereng lebih dari 10 %.

Angka eksponen rata-rata yang umumnya dipakai

adalah 0,5.

Faktor kemiringan lereng S didefinisikan secara matematis sebagai

berikut:

S = (0,43 + 0,30s + 0,04 ) / 6,61 ... (3.9)

Dimana : s = Kemiringan lereng aktual (%)

Seringkali dalam prakiraan erosi menggunakan persamaan USLE

komponen panjang dan kemiringan lereng (L dan S) diintegrasikan menjadi faktor

(34)

21

LS = (0,00138 + 0,00965S + 0,0138) ... (3.10)

Dimana : L = Panjang lereng (m)

S = Kemiringan lereng (%)

Rumus diatas diperoleh dari percobaan dengan menggunakan plot erosi

pada lereng 3 - 18 %, sehingga kurang memadai untuk topografi dengan

kemiringan lereng yang terjal. Harper, 1988 (dalam Asdak, 2002) menunjukkan

bahwa pada lahan dengan kemiringan lereng lebih besar dari 20 %, pemakaian

persamaan 3.10 akan diperoleh hasil yang over estimate.

Untuk lahan berlereng terjal disarankan untuk menggunakan rumus berikut

ini (Foster and Wischmeier, 1973 dalam Asdak, 2002) :

LS = (l / 22 C(cosα [0,5(sinα + (sinα )2,25 ] ... (3.11)

Faktor ini didekati menggunakan kemiringan lereng. Kriteria kelas lereng

dan besarnya nilai LS dapat dilihat dalam tabel berikut :

Tabel 3.3. Faktor LS Berdasarkan Kemiringan Lereng

(35)

E. Faktor Tanaman Penutup Lahan dan Pengelolaan (C)

Faktor tanaman penutup lahan dan pengelolaan (C) merupakan faktor yang

menunjukan keseluruhan pengaruh dari faktor vegetasi, seresah dan kondisi

permukaan tanah serta pengelolaan lahan terhadap besarnya tanah yang hilang

(tererosi). Faktor C yang merupakan salah satu parameter dalam rumus MUSLE

saat ini telah dimodifikasi untuk dapat dimanfaatkan dalam menentukan besarnya

erosi di daerah berhutan atau lahan dengan dominasi vegetasi berkayu. Sembilan

parameter telah ditentukan sebagai faktor yang berpengaruh dalam menentukan

besarnya erosi di daerah vegetasi berkayu tersebut. Kesembilan unsur tersebut

adalah konsolidasi tanah, sisa-sisa tanaman, tajuk vegetasi, sistem perakaran, efek

sisa perakaran dari kegiatan pengelolaan lahan, faktor kontur, gulma, kekasaran

permukaan tanah dan rumput-rumputan.

Penentuan yang paling sulit adalah faktor C, karena banyaknya ragam cara

bercocok tanam untuk suatu jenis tanaman tertentu dalam lokasi tertentu.

Berhubung berbagai lokasi tersebut mempunyai iklim yang berbeda-beda, dengan

berbagai ragam cara bercocok tanam, maka menentukan faktor C guna diterapkan

pada suatu lahan tertentu, diperlukan banyak data. Besarnya nilai C tidak selalu

sama dalam waktu satu tahun (Asdak, 2002).

Besar nilai C pada penelitian ini diambil dengan melakukan perhitungan

prosentase luas dari tiap jenis pengelolaan tanaman. Nilai C yang diambil adalah

nilai C rata-rata dari berbagi jenis pengelolaan tanaman dalam satu grid, dikaitkan

dengan prosentase luasannya. Adapun bentuk matematis dari perhitungan nilai C

rata-rata tiap grid adalah sebagai berikut :

C grid I =

………….……… (3.12)

Suatu grid yang memiliki tataguna lahan yang cenderung homogen, maka

(36)

23

Tabel 3.4. Nilai C Untuk Jenis dan Pengelolaan Tanaman

No. Jenis Tanaman/Tataguna Lahan Nilai C

1. Tanaman Rumput 0,290

7. Tanaman Padi Lahan Kering 0,560

8. Tanaman Padi Lahan Basah 0,010

9. Tanaman Jagung 0,637

10. Tanaman Jahe, Cabe 0,900

11. Tanaman Kentang Ditanam Searah Lereng 1,000

12. Tanaman Kentang Ditanam Searah Kontur 0,350

13. Pola Tanam Tumpang Gilir + Mulsa Jerami (6 ton/ha/th) 0,079

14. Pola Tanam Berurutan + Mulsa Sisa Tanam 0,347

15. Pola Tanam Berurutan 0,398

16. Pola Tanam Tumpang Gilir + Mulsa Sisa Tanam 0,357

17. Kebun Campuran 0,200

18. Ladang Berpindah 0,400

19. Tanah Kosong Diolah 1,000

20. Tanah Kosong Tidak Diolah 0,950

21. Hutan Tidak Terganggu 0,001

22. Semak Tidak Terganggu 0,010

23. Alang-Alang Permanen 0,020

24. Alang-Alang Dibakar 0,700

25. Sengon Disertai Semak 0,012

26. Sengon Tidak Disertai Semak dan Tanpa Seresah 1,000

27. Pohon Tanpa Semak 0,320

(37)

F. Faktor Tindakan Konservasi Praktis Oleh Manusia (P)

Pengaruh aktivitas pengelolaan dan konservasi tanah (P) terhadap

besarnya erosi dianggap berbeda dari pengaruh yang ditimbulkan oleh aktivitas

pengelolaan tanaman (C), sehingga dalam rumus MUSLE kedua variable tersebut

dipisahkan. Faktor P adalah nisbah antara tanah tererosi rata-rata dari lahan yang

mendapat perlakuan konservasi tertentu terhadap tanah tererosi rata-rata dari

lahan yang diolah tanpa tindakan konservasi, dengan catatan faktor-faktor

penyebab sedimentasi yang lain diasumsikan tidak berubah. Nilai dasar P = 1

yang diberikan untuk lahan tanpa tindakan konservasi.

Dengan banyaknya variabel, maka tidaklah mudah memecahkannya

dengan cara kuantitatif, kecuali jika terdapat banyak data. Rumus tersebut

mempunyai dua buah kegunaan yaitu :

1. Meramalkan kehilangan tanah.

Jika medannya diketahui, cara pengelolaannya diketahui, maka

kehilangan tanahnya dapat diramalkan dari pola hujan tertentu yang tercurah

selama waktu tertentu (biasanya diambil curah hujan tahunan). Kehilangan

tersebut merupakan nilai yang diperkirakan (expected value), bukannya

kehilangan yang bakal terjadi, dan tidak merupakan nilai kehilangan yang

bakal terjadi, misalnya tahun berikutnya, karena intensitas curah hujannya

tidak dapat ditentukan sebelum terjadi.

2. Memilih cara bertani.

Dalam penggunaan rumus tersebut, nilai A dipilih sebesar nilai yang

dipandang dapat diterima, karena menghentikan erosi sama sekali tidaklah

mungkin. Beberapa faktor seperti R, K, dan S untuk medan tertentu tidak

dapat segera diubah. Untuk faktor-faktor lainnya mungkin dapat dilakukan

dengan memilih cara bertani, sedemikian rupa sehingga misalnya kalau C

diberi nilai yang tinggi, maka P harus diperkecil.

Seperti cara penentuan nilai C diatas, penentuan nilai P tiap grid juga

diambil dengan melakukan perhitungan prosentase luasan dari tiap jenis

konservasi tanah/pengendalian erosi. Nilai P yang diambil adalah nilai P

rata-rata atau nilai P yang dominan jika jenis konservasi tanah cenderung homogen

(38)

25

Tabel 3.5. Faktor Pengelolaan dan Konservasi Tanah di Jawa

No. Teknik Konservasi Tanah Nilai P

1. Teras Bangku :

12. Tanaman Perkebunan :

a) Disertai Penutup Tanah Rapat 0,10

b) Disertai Penutup Tanah Sedang 0,50

13. Padang Rumput :

a) Baik 0,04

b) Jelek 0,40

(39)

G. Faktor Penggunaan Lahan dan Pengolahan Tanah (CP)

Faktor CP didekati dengan penggunaan lahan, dan ditimbang terhadap luas

tiap satuan medan. Kriteria penggunaan lahan dan besarnya nilai CP dapat dilihat

dalam tabel berikut :

Tabel 3.6. Faktor Penggunaan Lahan dan Pengolahan Tanah (CP)

No Penggunaan Lahan Faktor CP

1. Air Tawar 0

Sumber: RLKT (Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah), Buku II, 1986

Dengan menggunakan analisis perhitungan diatas maka kriteria erosi dapat

diketahui tingkat bahaya erosi yang terjadi didaerah studi.

Tabel 3.7. Kriteria Erosi

No Erosi (ton/ha/th) Kelas Kriteria

1. 0 - 20 I. Sangat Rendah Sangat Baik

2. 20 - 50 II. Rendah Baik

3. 50 - 250 III. Sedang Sedang

4. 250 - 1000 IV. Tinggi Jelek

5. > 1000 V. Sangat Tinggi Sangat Jelek

(40)

27 BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian berada pada Daerah Tangkapan Air Banjarnegara,

wilayah DAS Serayu, beberapa kabupaten yang masuk kedalam kawasan Daerah

Tangkapan Air Banjarnegara antara lain Kabupaten Banjarnegara, Kabupaten

Wonosobo, Kabupaten Temanggung, Kabupaten Kendal serta Kabupaten Batang

Provinsi Jawa Tengah. Lokasi penelitian berada pada titik koordinat -7.181612

LU, 110.072442 BT, -7.473687 LS dan 109.709416 BB.

Daerah Tangkapan Air Banjarnegara mempunyai luas sebesar ± 68.858 Ha

dengan panjang sungai utamanya ± 57,5 km. Berikut adalah peta lokasi Daerah

Tangkapan Air Banjarnegara yang ditunjukan pada Gambar 4.1.

(41)

B. Bagan Alir Penelitian

Gambar 4.2. Bagan Alir Penelitian Pengumpulan data :

- Data hujan tahun 1990 sampai 2005

(42)

29

Keterangan : SY = Jumlah tanah yang tererosi (ton/tahun)

R = Aliran permukaan (runoff)

K = Faktor erodibilitas tanah LS = Faktor kemiringan lereng

CP = Faktor penggunaan dan pengolahan lahan = Volume aliran permukaan (m³)

= Aliran puncak (m³/s) a = 11.8 (konstan) b = 0.56 (konstan)

C. Jalannya Penelitian

Dalam pembuatan tugas akhir ini, langkah yang dilakukan antara lain:

1. Berkonsultasi dengan dosen pembimbing mengenai materi penelitian.

2. Mengumpulkan data-data yang diperlukan dalam proses penelitian, antara lain

data curah hujan, peta daerah tangkapan air, peta jenis tanah, peta DEM, peta

tataguna lahan dan peta jaringan sungai.

3. Mengolah data yang diperoleh untuk mendapatkan nilai faktor runoff (R),

faktor erodibilitas tanah (K), faktor panjang kemiringan lereng (LS), faktor

penggunaan lahan dan pengolahan tanah (CP) serta panjang sungai utama (L).

Pengolahan data menggunakan bantuan program komputer Microsoft Exel dan

ArcMap.

4. Menghitung nilai erosi dengan rumus :

SY = R × K × LS × CP …..………..….…… (4.1)

5. Didapatkan nilai erosi.

D. Data Yang Digunakan

1. Data Hujan

Data hujan yang digunakan merupakan data tinggi hujan stasiun

Banjarnegara tahun 1990 sampai 2005. Data tersebut diperoleh dari Balai

(43)

Tabel 4.1. Tinggi Hujan Stasiun Banjarnegara

Sumber: Balai Badan Besar Wilayah Sungai Serayu Bogowonto

2. Peta Daerah Tangkapan Air Banjarnegara

Peta DTA yang digunakan adalah hasil dari delineasi batas DTA

(Catchment Area), analisis menggunakan software ArcMap 10.1 dengan input

data DEM. Delineasi batas DTA diperoleh dari hasil analisis fitur Watershed

dengan input arah aliran (flow direction) dan titik outlet. Hasil delineasi batas

Daerah Tangkapan Air Banjarnegara dapat dilihat pada gambar 4.3.

Gambar 4.3. Peta Daerah Tangkapan Air Banjarnegara

1990 493 595 393 357 269 95 163 146 15 118 327 517 3488 150

1991 261 367 460 376 104 0 0 0 0 167 359 386 2480 75

1992 563 438 808 646 263 155 100 497 131 606 564 715 5486 225

1993 716 412 831 761 360 200 0 10 1 116 816 690 4913 176

1994 585 426 557 589 18 106 0 1 0 60 465 571 3378 127

1995 429 917 839 329 369 254 138 0 3 440 955 440 5113 172

1996 450 545 552 517 69 163 46 117 3 864 894 273 4493 152

1997 366 403 171 364 396 7 0 0 0 2 211 335 2255 126

1998 474 837 474 327 287 519 471 133 132 540 575 521 5290 135

1999 753 471 423 139 229 82 34 0 3 0 554 576 3264 126

2005 510 436 420 429 80.2 212 127 152 163 222 234 668 3655.3 106.4

(44)

31

3. Peta Jenis Tanah

Peta jenis tanah yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari

Badan Informasi Geospasial (BIG). Dari peta tanah yang diperoleh, jenis

tanah pada DTA Banjarnegara merupakan jenis tanah agak peka (Latosol).

Jenis tanah agak peka (Latosol) merupakan jenis tanah kelas 2 yang

mempunyai nilai 0.31. Peta jenis tanah dapat dilihat pada gambar 4.4.

Gambar 4.4. Peta Jenis Tanah

4. Peta DEM

Peta Digital Elevation Model (DEM) yang digunakan dalam penelitian

ini didownload melalui situs earthexplorer.usgs.gov dengan membuat akun

terlebih dahulu,

Dengan spesifikasi;

a. Sumber data : SRTM 1 Arc Second Global

b. Tanggal publikasi : 23 September 2014

c. Format : GeoTIFF

d. Kedalaman Pixel : 16 Bit Signed Integer

e. Pyramids : Level 4

f. Resolusi : 1 Arc Second (± 30,98m)

(45)

Peta Digital Elevation Model yang digunakan dalam penelitian, dapat

dilihat pada gambar 4.5.

Gambar 4.5. Peta DEM

5. Peta Tataguna Lahan

Peta tataguna lahan yang digunakan merupakan peta tataguna lahan

pulau Jawa, peta tersebut diperoleh dari Badan Informasi Geospasial (BIG).

(46)

33

6. Peta Jaringan Sungai

Peta jaringan sungai yang digunakan adalah peta sungai pulau Jawa

yang didapat dari BPDAS Serayu Bogowonto. Peta jaringan sungai pada

Daerah Tangkapan Air Banjarnegara dapat dilihat pada gambar 4.7.

(47)

34

A. Analisis Data

Data yang digunakan dalam penyusunan Tugas Akhir ini merupakan data

sekunder. Data-data yang diperlukan antara lain, data hujan, peta daerah

tangkapan air, peta jenis tanah, peta DEM, peta tataguna lahan dan peta jaringan

sungai. Untuk bisa didapatkan nilai erosi pada DTA Banjarnegara maka

diperlukan analisis data menggunakan ArcGis 10.1.

B. Data Hujan

Data hujan yang digunakan dalam penelitian ini adalah data hujan stasiun

Banjarnegara tahun 1990 sampai 2005. Untuk mendapatkan nilai hujan tahunan

tertinggi diperlukan analisis data hujan menggunakan Exel. Nilai kedalaman hujan

yang digunakan adalah hujan maksimal tahunan. Berikut adalah data hujan

Banjarnegara tahun 1990 sampai 2005.

Tabel 5.1. Tinggi Hujan Stasiun Banjarnegara

Tahun Hujan Maks (mm) Total (mm/th)

(48)

35

C. Menentukan Faktor RunOff (R)

Dalam menentukan faktor runoff diperlukan beberapa data sebagai berikut:

1. Time of concentration (Tc) 2. Aliran puncak (peak flow)

3. Volume Aliran Permukaan

4. Limpasan Permukaan (Runoff)

Dalam penelitian ini penentuan faktor runoff, panjang aliran sungai (L), serta perbedaan elevasi antara titik terjauh dan outlet DTA (slope) menggunakan

program computer ArcGis 10.1. Panjang sungai utama DTA Banjarnegara ± 57,5

km. Panjang sungai utama diukur dari hulu sungai sampai titik outlet. Luas DTA

Banjarnegara sebesar ± 68.858 Ha. Tabel hasil analisis pada ArcGis 10.1 dapat

dilihat pada lampiran 1 yaitu Tabel RunOff. Peta faktor R hasil analisis

menggunakan ArcGis 10.1 dapat dilihat pada gambar 5.1.

Gambar 5.1. Peta RunOff (R)

D. Menentukan Faktor Erodibilitas Tanah (K)

Factor erodibilitas tanah didekati menggunakan tekstur tanah. Kriteria

(49)

Tabel 5.2. Tanah Menurut Kepekaanya Terhadap Erosi

No. Kelas Kriteria Nilai

1. Kelas 1 Hidromorf Kelabu 0,20

2. Kelas 2 Latosol (agak peka) 0,31

3. Kelas 3 Grumosol 0,21

4. Kelas 4 Lithosol 0,29

Sumber: Asdak, 2010

Dalam penelitian ini penentuan faktor K menggunakan program komputer

ArcGis 10.1. Hasil analisis faktor K menunjukan bahwa Daerah Tangkapan Air

Banjarnegara seluas ± 68.858 Ha masuk dalam kelas tanah 2 yaitu jenis tanah

Latosol (agak peka) dengan nilai faktor K sebesar 0,31. Tabel hasil analisis jenis

tanah serta nilai faktor K dapat dilihat pada lampiran 1 yaitu Tabel Jenis Tanah

dan Tabel K. Peta faktor K hasil analisis menggunakan ArcGis 10.1 dapat dilihat

pada gambar 5.2.

(50)

37

E. Menentukan Faktor Panjang dan Kemiringan Lereng (LS)

Dalam menentukan faktor panjang kemiringan lereng (LS), data yang

digunakan adalah peta DEM dari SRTM 1 Arc Second dalam cakupan wilayah DTA Banjarnegara hasil analisis menggunakan ArcGis 10.1. Analisis kemiringan

lereng dilakukan menggunakan fitur Slope. Berikut ini merupakan luasan dan nilai

faktor LS pada setiap kelas kemiringan lereng (RLKT).

Tabel 5.3. Faktor LS Berdasarkan Kemiringan Lereng

No Kemiringan Lereng (%) Faktor LS Luas (Ha)

Banjarnegara, diperoleh data statistik sebagai berikut:

Tabel 5.4. Data Statistik Kemiringan Lereng

Keterangan Kemiringan Lereng (%) Faktor LS

Data 731.107 Piksel

Dari data statistik kemiringan lereng pada DTA Banjarnegara dapat ditarik

kesimpulan bahwa rata-rata kemiringan lereng yang diperoleh adalah 1.064,535%,

dengan hasil tersebut DTA Banjarnegara dikategorikan memiliki nilai kemiringan

lereng yang sangat curam. Hal ini dikarenakan wilayah DTA Banjarnegara berada

pada dataran tinggi atau pegunungan. Tabel hasil analisis kemiringan lereng (LS)

(51)

Berikut adalah peta faktor LS hasil pengolahan menggunakan program

komputer ArcGis 10.1.

Gambar 5.3. Peta Faktor LS

F. Menentukan Faktor Penggunaan Lahan dan Pengolahan Tanah (CP) Dalam menentukan faktor penggunaan lahan dan pengolahan tanah (CP)

data yang digunakan adalah peta tataguna lahan pulau Jawa yang didapat dari BIG

dengan menggunakan program komputer ArcGis 10.1. Berdasarkan tabel hasil

analisis faktor CP dapat disimpulkan bahwa penggunaan lahan pada DTA

Banjarnegara didominasi oleh kebun dan tegalan dengan total luas mencapai

41.634,402 hektar atau 60,46% dari luas keseluruhan. Tabel hasil analisis tataguna

lahan serta analisis faktor CP menggunakan ArcGis 10.1 dapat dilihat pada

lampiran 1 yaitu Tabel Tataguna Lahan dan Tabel Faktor CP.

Besarnya nilai CP, luasan serta persentase pada setiap kriteria penggunaan

(52)

39

Tabel 5.5. Faktor Penggunaan Lahan dan Pengolahan Tanah (CP)

No Penggunaan Lahan Faktor CP Luas (Ha) Persentase (%)

1. Air Tawar 0 348,502 0,56

2. Belukar/Semak 0,30 5.954,940 8,65

3. Gedung 0 32,304 0,05

4. Hutan 0,03 891,165 1,29

5. Kebun 0,40 23.021,056 33,43

6. Pemukiman 0 4.673,740 6,79

7. Rawa 0 5,876 0,01

8. Rumput 0,07 230,512 0,33

9. Sawah Irigasi 0,05 3.429,967 4,98

10. Sawah Tadah Hujan 0,05 11.620,742 16,88

11. Tegalan 0,75 18.613,346 27,03

Peta faktor CP hasil pengolahan menggunakan program komputer ArcGis

10.1 dapat dilihat pada gambar 5.4.

(53)

G. Perhitungan Erosi

Perhitungan nilai erosi pada Daerah Tangkapan Air Banjarnegara

menggunakan program komputer ArcGis 10.1. Dari setiap faktor yang sudah

didapat dimasukan kedalam rumus MUSLE, sehingga didapatkan nilai erosi yang

terjadi. Berikut rekapitulasi hasil perhitungan erosi pada ArcGis 10.1.

Tabel 5.6. Hasil Rekapitulasi Perhitungan Potensi Erosi

Keterangan Erosi (ton/th) Persentase Erosi (%)

Air Tawar 0 0

Belukar/Semak 775.300,41 9,65

Gedung 0 0

Hutan 3.419,01 0,04

Kebun 2.253.748,30 28,05

Pemukiman 0 0

Rawa 0 0

Rumput 969,53 0,01

Sawah Irigasi 5.487,14 0,07

Sawah Tadah Hujan 29.203,09 0,36

Tegalan 4.966.241,91 61,81

Total 8.034.369,38 100

Dari hasil perhitungan, nilai erosi tertinggi terjadi pada tegalan yaitu

sebesar 4.966.241,91 ton/tahun. Potensi erosi yang terjadi pada keseluruhan

Daerah Tangkapan Air Banjarnegara mencapai 8.034.369,383 ton/tahun.

Tegalan dan kebun sebagai penyumbang erosi terbesar pada Daerah

Tangkapan Air Banjarnegara dengan persentase erosi mencapai 89,864% dari

erosi total. Untuk tabel hasil analisis menggunakan ArcGis 10.1 dapat dilihat pada

lampiran 1 yaitu Tabel SY Musle.

Peta Erosi pada Daerah Tangkapan Air Banjarnegara dapat dilihat pada

(54)

41

Gambar 5.5. Peta Erosi

Dari hasil potensi erosi yang didapat disimpulkan kedalam kriteria kelas

erosi, berikut adalah rekapitulasi kriteria kelas erosi hasil perhitungan pada

ArcGis 10.1.

Tabel 5.7. Kriteria Erosi DTA Banjarnegara

Kelas Kriteria Erosi (ton/ha/th) Persentase Luas (%)

I.Sangat Rendah Sangat Baik 0 - 20 37,15

II.Rendah Baik 20 - 50 8,05

III.Sedang Sedang 50 - 250 37,29

IV.Tinggi Jelek 250 - 1000 17,15

V.Sangat Tinggi Sangat Jelek > 1000 0,36

Sumber: RLKT (Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah), Buku II, 1986

Dari hasil rekapitulasi diatas ditarik beberapa kesimpulan diantaranya,

pada Daerah Tangkapan Air Banjarnegara 37,29 % masuk dalam kriteria erosi

sedang (kelas III), 37,15 % masuk dalam kriteria erosi sangat baik (kelas I) dan

kawasan yang masuk dalam kriteria erosi sangat jelek (kelas V) hanya 0,36 % dari

(55)
(56)

43 BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari laporan tugas akhir ini dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai

berikut:

1. Berdasarkan hasil penelitian dengan menggunakan model MUSLE, potensi

erosi pada Daerah Tangkapan Air Banjarnegara sebesar 8.034.369,38

ton/tahun.

2. Berdasarkan hasil tersebut, tegalan dan kebun menjadi penyumbang erosi

terbesar pada Daerah Tangkapan Air Banjarnegara dengan persentase erosi

mencapai 89,864% dari erosi total. nilai erosi terbesar terjadi pada tegalan

dengan nilai erosi sebesar 4.966.241,91 ton/tahun yaitu 61,81% dari erosi

total.

3. Berdasarkan nilai diatas, tegalan menjadi penyumbang erosi terbesar. Dengan

demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa tataguna lahan cukup berpengaruh

pada jumlah erosi yang terjadi.

4. Erosi pada Daerah Tangkapan Air Banjarnegara 37,29 % masuk dalam kriteria

kelas erosi sedang (kelas III), 37,15 % masuk dalam kriteria kelas erosi sangat

rendah (kelas I) dan kawasan yang mengalami erosi sangat tinggi (kelas V)

hanya 0,36 % dari luas total.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian dengan menggunakan model MUSLE,

tegalan menjadi penyumbang sedimentasi terbesar. Sehingga perlu penataan

dalam penggunaan dan pengelolahan lahan guna mengurangi produksi sedimen

pada daerah tangkapan air Banjarnegara. Selain itu perlu dilakukan penanaman

kembali/reboisasi pada hutan karena penggundulan hutan oleh pihak yang tidak

bertanggung jawab. Selain itu juga perlu ditanam tanaman yang dapat menahan

tanah, karena kondisi kemiringan lahan yang sangat curam. Saran untuk peneliti

(57)

xiv

Practices For Erosion Control. In Lal, R.1990, Soil Erosion in The Tropics Principles and Management, Mc Graw – Hill, Inc., New York.

Anonim. 2009. Peraturan Direktur Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan

Sosial Tentang Pedoman Monitoring dan Evaluasi Daerah Aliran Sungai. Jakarta: Jurnal Menhut.

Anonim. 1986. Pola Rehabilitasi dan Konservasi Tanah DAS Citarum. Buku I Anonim. 1986. Pola Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah. Buku II

Arsyad, S. 1989. Konservasi Tanah dan Air. Penerbit Institut Pertanian Bogor Press, Bogor.

Asdak, C. 2002. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta

Asdak, C. 2014. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Penerbit Gajah Mada University Press, Bulaksumur, Yogyakarta.

Bara’tau, Mariana. 2012. Analisis Muatan Sedimen Pada DAS Tallo Hulu (Sub DAS Jenepangkalung dan Sub DAS Jenetalinggoa). Program Studi Ilmu Kehutanan. Program Pascasarjana. Universitas Hasanuddin Makassar. Baskara, Ridho. 2015. Prediksi Nilai Nisbah Hantaran Sedimen Di Daerah

Tangkapan Air Waduk Sermo Berdasarkan Analisis Morfometri. Tugas Akhir. Yogyakarta. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Blaszczynski, J. 2003. http://www.blm.gov/nstc/resourcenotes/rn66.html.

Estimating Watershed Runoff and Sediment Yield Using a GIS Interface to Curve Nomber and MUSLE Models, BLM-National Science and Technology Center. diakses 28 Mei 2014.

Chay, Asdak. 1995. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai.

Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Daniel, M.. 2005. SRTM DEM Suitability in Runoff Studies. International Institute For Geo-Information Science and Earth Observation Enschede, The Netherland.

Kementrian Kehutanan. 2013. Peraturan Direktur Jenderal Bina Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Dan Perhutanan Sosial. Jakarta:Direktur Jenderal Bina Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Perhutanan Sosial.

Komariah. 2014. Analisis Sediment Yield Pada Area Waduk Sermo Dengan Metode MUSLE. Tugas Akhir. Yogyakarta. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Kumar, P Sundara., Praveen, T.V., Prasad, M Anjaneya., Mounika, L., Santhi, T., Kumar, T Bharat. Simulation of Sediment Yield over Ungauged Stations Using Musle (Case Study Meghadrigedda Reservoir). International Journal of Earth Sciences and Engineering. ISSN 0974-5904, Vol. 08, No. 02, April, 2015, pp. 497-501.

Murtiono, Ugro Hari. 2008. Kajian Model Estimasi Volume Limpasan

Gambar

Gambar 1.1. Endapan Sedimen DTA Banjarnegara
Gambar 2.1. Daerah Aliran Sungai (DAS)
Tabel 2.1. Klasifikasi Luas DAS
Gambar 2.2. Skema Proses Terjadinya Erosi
+7

Referensi

Dokumen terkait