SKRIPSI
POLITIK PEMEKARAN WILAYAH
“STUDI KASUS KEGAGALAN PEMBENTUKAN KABUPATEN LOMBOK SELATAN TAHUN 2014”
Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana (SI.P) Program Studi Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
DISUSUN OLEH : MULTAZAM MARJAK
20120520101
PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
i HALAMAN JUDUL
POLITIK PEMEKARAN WILAYAH
“STUDI KASUS KEGAGALAN PEMBENTUKAN KABUPATEN LOMBOK SELATAN TAHUN 2014”
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pada
Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Disusun Oleh:
MULTAZAM MARJAK
20120520101
JURUSAN ILMU PEMERINTAHAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
ii HALAMAN PERNYATAAN
Dengan ini menyatakan bahwa:
1. Skripsi yang saya buat ini adalah benar-benar merupakan hasil karya
sendiri yang diajukan untuk memenuhi salah satu peryaratan memperoleh
gelar strata 1 (satu) di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan skripsi ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli
sayaatau merupakan hasil dari plagiatisme, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta.
Yogyakarta, 8 November 2016
Yang membuat pernyataan
iii HALAMAN MOTTO
Kita tidak pernah bisa memilih masa kecil kita
tapi masa depan itu kita sendiri yang melukiskan.
(Iwan Setiwan)
“Jika kau tidak berencana untuk gagal, maka jangan
gagal untuk berencana dan jangan tunda sampai besok”
“Tragedi terbesar dalam kehidupan bukanlah sebuah kematian, tapi hidup tanpa tujuan. Karena itu, teruslah
bermimpi untuk menggapai tujuan dan harapan, supaya hidup bisa lebih bermakna”
“Hidup di dunia ini singkat. Maka cintailah orang-orang yang bersamamu, karna ketika dia meninggalkanmu baru tersa bahwa kehadirannya
sungguh bermakna”
iv HALAMAN PERSEMBAHAN
Dengan rahmat Allah SWT yang maha pengasih lagi maha penyayang, dengan ini saya persembahkan karya ini untuk ayahanda (Alm) TGH. Muhammad Sibawaihi Mutawalli, terimakasi atas limpahan kasih sayang semasa hidupnya dan memberikan rasa rindu setiap saat yang sangat berarti (I Miss U Father). Selanjutnya untuk Bunda tercinta Hj. Munainah terimakasi atas limpahan do’a dan kasih sayang yang tak terhingga dan slalu memberikan yang terbaik untuk anaknya (I Love U Mother).
Kemudian untuk saudaraku H. Badarul Islam, H. Saipul Islam, Asazali Sibawaihi dan Ali Imran yang senantiasa memberikan dukungan, semangat, senyuman dan do`anya untuk keberhasilan ini, cinta kalian adalah semangat dan sayangku untuk kalian. Semoga Allah SWT tetap melindungi dan mempersatukan kita. Tak lupa juga untuk sahabat dan teman tersayang, tanpa semangat, dukungan dan bantuan kalian semua tak kan mungkin sampai disini, terimakasi untuk canda tawa, tangisan dan perjuangan yang kita lewati bersama dan terimakasi untuk kenangan manis yang telah mengukir selama ini yang akan menjadi sebuah kisah klasik untuk masa depan.
v KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirrabal’alamin, segala puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT, Tuhan semesta alam, atas limpahan rahmat dan karunia-Nya kepada hambanya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas ahir “skripsi” ini, tak lupa penulis haturkan shalawat serta salam kepada junjungan alam Nabi Besar Muhammad SAW yang telah membukakan jalan yang lurus dan terang bagi umat manusia yang dahulunya terperangkap pada zaman kebodohan.
Penyusunan skripsi ini sebagai karya ilmiah yang merupakan persyaratan memperoleh gelar kesarjanaan pada Program Studi Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu sosial dan Politik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Adapun judul dari skripsi adalah: POLITIK PEMEKARAN WILAYAH “STUDI KASUS KEGAGALAN PEMBENTUKAN KABUPATEN LOMBOK SELATAN TAHUN 2014”.
Penulis menyadari bahwa terselesainya penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan, pengarahan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Bambang Cipto, M.A selaku Rektor Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
2. Ali Muhammad, S.Ip, MA.,Ph.D, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
3. Dr. Titin Purwaningsih, S.Ip., M.Si, selaku Ketua Program Studi Ilmu Pemerintahan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, yang telah memberikan kesempatan dan berbagai kemudahan sehingga penulis dapat melakukan penyusunan skripsi ini.
vi
5. Eko Priyo Purnomo,Ph.D, selaku dosen penguji skripsi yang telah memberikan pengarahan, kritik dan saran pada penulis sehingga skripsi ini menjadi lebih baik.
6. Erni Zuhriyati, S.IP.,MA, selaku dosen penguji skripsi yang telah memberikan pengarahan, kritik dan saran pada penulis sehingga skripsi ini menjadi lebih baik.
7. Seluruh Bapak dan Ibu dosen Jurusan Ilmu Pemerintahan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta terimakasih atas ilmu yang telah kalian berikan selama penulis mengikuti perkuliahan.
8. Kepala Bagian Tata Pemerintahan Setda Kabupaten Lombok Timur Drs, H. M. Juaini Taofik, M.Ap dan semua staf yang membantu penulis dalam penguumpulan data.
9. Teruntuk kedua orang tua penulis (Almarhum) Bapak H. Muhammad Sibawaihi Mutawalli dan Hj. Munianah yang telah menjadi orang tua luarbiasa, yang slalu memberikan do’a, semangat, nasihat dan kasih sayangnya serta memberikan dukungan secara moril dan material kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi.
10.Kaka tercinta H. Badarul Islam, H. Saipul Islam, Lc., MA.,ph.D, Asazali Sibawaihi, S.IP, M.IRyang telah menjadi kakak yang hebat, yang selalu memberikan do’a dan semangat bagi adek-adeknya.
11.kepada abang Joyo Suepeno dan paman Turmuzi atas bantuannya dalam penguumpulan data sehingga skripsi ini lancar dan selesai pada waktunya.
vii
Penulis sangatlah menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini jauh dari kata sempurna karna masih banya kekeliruan, kesalahan, dan ketimpangan baik dalam segi teknik penulisan maupun dari segi kualitas skripsi. Maka penulis mohon maaf jika terjadi kesalahan dalam penilisan skripsi ini. Penulis berharap skripsi ini dapat berguna bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.
Yogyakarta, 8 November 2016
viii DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PENGESAHAN ... ii
HALAMAN PERNYATAAN ... iii
HALAMAN MOTTO ... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ... v
KATA PENGENTAR ... vi
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR GAMBAR ... xiii
SINOPSIS ... ix
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 8
C. Tujuan Penelitian ... 8
D. Manfaat Penelitian ... 8
E. Kerangka Teori... 8
1. Desentralisasi ... 8
2. Otonomi Daerah ... 12
3. Pemekaran Daerah ... 15
a) Politik Pemekaran ... 22
b) Akibat Pemekaran ... 25
F. Definisi Konseptual ... 28
ix
BAB II DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN ... 35
A. Gambaran Umum Kabupaten Lombok Timur ... 35
1. Sejarah Kabupaten Lombok Timur ... 35
2. Kondisi Geografis Daerah ... 36
3. Kondisi Demografi ... 38
4. Kepala Pemerintahan ... 40
5. Fraksi DPRD Kabupaten Lombok Timur ... 41
B. Wilayah Calon Kabupaten Lombok Selatan ... 43
1. Kependudukan Calon Kabupaten Lombok Selatan ... 46
2. Kepadatan Calon Penduduk Kabupaten Lombok Selatan ... 47
C. Sosial Budaya dan Politik ... 49
D. Potensi Ekonomi Daerah ... 50
E. Kesejahtraan Masyarakat ... 53
1. Pelayanan Pendidikan ... 55
2. Pelayanan Kesehatan ... 57
3. Terbatasnya infrastruktur Transportasi, Irigasi, dan Energi ... 59
BAB III PEMBAHASAN ... 61
A. Gagasan dan Proses Pemekaran Kabupaten Lombok Timur ... 61
1. Dominasi Elit dalam Wacana Pemekaran ... 64
2. Proses Sosialisasi Komite Pemekaran dan Tanggapan Masyarakat ... 67
x
4. Dinamika Pro dan Kontra Pemekaran Kabupaten
Lombok Timur ... 74
B. Terhambatnya Pembentukan Daerah Otonomi Baru (Kabupaten Lombok Selatan) ... 80
1. Kurangnnya Dukungan Pemerintah Daerah ... 81
2. Rapat Paripurna DPR Tolak Sahkan 65 RUU DOB ... 84
C. Kemampuan Pemerintahan Kabupaten Lombok Selatan Jika Terbentuk ... 88
BAB IV PENUTUP ... 91
A. Kesimpulan ... 91
B. Saran ... 93
DAFTAR PUSTAKA ... 95
xi DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Perbandingan Jumlah dan Kepadatan Penduduk di Kabupaten
Lombok Timur ... 39
Tabel 3.1 Rencana Pengembangan Wilayah Administrasi Pemerintahan .... 44
Tabel 3.2 Jumlah Penduduk Calon kabupaten Lombok Selatan ... 46
Tabel 3.3 Jumlah Penduduk Kabupaten Induk ... 46
Tabel 3.4 Rasio Perbandingan Kepadatan Penduduk ... 48
Tabel 3.5 Perbandingan Jumlah Penduduk dan Luas Wilayah Efektifnya ... 48
Tabel 4.1 Produk Pertanian ... 51
Tabel 4.2 Produksi Prikanan Laut dan Prikanan Darat di Kabupaten Lombok Timur ... 52
Tabel 5.1 Proporsi Kepala Keluarga Miskin ... 54
Tabel 5.2 Jumlah Sekolah dan Guru di Kabupaten Lombok Timur ... 56
xii DAFTAR GAMBER
Gambar 1.1 Peta Wlayah Kabupaten Lombok Timur ... 37
Gambar 1.2 Kecamatan-kecamatan yang hendak dikembangkan menjadi Wilayah Kabupaten Baru Lombok Selatan ... 45
xiii SINOPSIS
Pada dasarnya pemekaran wilayah adalah sesuatu yang memiliki tujuan yang penting bagi daerah dalam suatu negara, disamping meningkatkan pelayanan publik juga sebagai sarana pendidikan politik ditingkat lokal. Dalam ilmu politik, ada hal yang lebih penting dari pada sekedar memikirkan bagaimana cara berkuasa, yaitu bagaimana melakukan kesejahtraan sosial kepada seluruh rakyat. Dalam azas demokrasi yang mengembalikan segala sesuatunya kepada rakyat, yang artinya demokrasi mencita-citakan kesejahtraan sosial sebagai unsur penting dalam menjalankan roda pemerintahan sebuah negara. Hal yang sama juga diinginkan dalam konsep pemekaran wilyah.
Skripsi ini membahasa tentang upaya yang dilakukan dalam pembentukan Kabupaten Lombok Selatan yang akan dimekarkan dari Kabupaten Lombok Timur, penulis sedikit-banyak berusaha menguraikan proses-prosesnya, baik secara administratif maupun secara politis, bagaimana wacana tersebut secara langsung disosilisasikan kepada masyarakat Lombok Timur di delapan kecamatan yang akan menjadi bagian calon Kabupaten Lombok Selatan. Ternyata memunculkan polemik, pro dan kontra baik ditingkat masyarakat di delapan kecamatan maupun tingkat pemerintahan, karna pada umunya wacana pemekaran wilayah adalah sebuah aspirasi yang sedikit disuarakan oleh masyarakat dan lebih dimotori oleh elit lokal saja.
Sedangkan dalam skripsi ini, metode yang digunakan dalam penelitian adalah dengan menggunakan metode kualitatif, dengan berusaha menampilkan data yang deskriptif, yang dalam teknik pengumpulan data yaitu berusaha mengumpulkan dokumen-dokumen yang berkaitan dan juga wawancara langsung dengan beberapa tokoh yang terlibat secara langsung. Dan sedangkan dalam teknik analisis data, penulis menggunakan teknik deskriptif, yang bertujuan agar dapat membuat gambaran terhadap data-data yang ada, sehingga dapat menghasilkan data yang sistematis, faktual, aktual dan akurat.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa adanya beberapa faktor yang mempengaruhi kegagalan pembentukan Kabupaten Lombok Selatan yang akan dimekarkan dari Kabupaten Lombok Timur pada tahun 2014 yaitu:
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan menganut asas
desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah, dengan
memberikan kesempatan dan keleluasan kepada daerah untuk
menyelenggarakan otonomi.1Kebijaksanaan desentralisasi di Indonesia telah
mengalami perjalanan yang sangat panjang, tidak hanya semenjak lahirnya
Republik ini, akan tetapi sejak masa pemerintahan kolonial. Dalam rangka
mewujudkan kepentingan pemerintah kolonial maka pemerintah daerah
dibentuk. Sebagai sebuah konsep penyelenggaraan pemerintahan,
desentralisasi menjadi panduan utama akibat ketidak mungkinan sebuah
negara yang wilayahnya luas dan penduduknya banyak untuk mengelola
manajemen pemerintah secara sentralistik. Pada perkembangannya lebih jauh,
desentralisasi kemudian menjadi semangat utama bagi negara-negara yang
menyepakati demokrasi sebagai landasan gerak utamanya.2
Salah satu topik sentral pasca reformasi yang menjadi perdebatan
adalah permasalahan otonomi daerah. Karena adanya desakan dari daerah
yang menuntut untuk mendapat kewenangan yang lebih luas, maka
pemerintah pusat mengeluarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999
1
Sabrono, H. (2007). Memandu otonomi daerah menjaga kesatuan bangsa . Jakarta: Sinar Grafika. Hal 3
2
2 tentang Pemerintahan Daerah.3 Selanjutnya direvisimenjadi Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, dimaksudkan agar
daerah mampu mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat menurut
prakarsanya sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dan sesuai dengan
perundang-undangan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pemberian kewenangan otonomi kepada daerah berdasarkan asas
desentraliasi dilaksanakan dengan prinsip luas, nyata dan bertangung jawab4
Visi otonomi daerah sendiri dapat dirumuskan dalam tiga ruang
lingkup interaksinya yang utama yaitu: Politik, Ekonomi, serta Sosial dan
Budaya. Bidang Politik, otonomi adalah buah dari desentralisasi dan demokratisasi, maka ia harus dipahami sebagai sebuah proses untuk
membuka ruang bagi lahirnya kepala pemerintahan daerah yang dipilih secara
demokratis, memungkinkan berlangsungnya penyelenggaraan pemerintahan
yang responsif terhadap kepentingan masyarakat luas, dan memelihara suatu
mekanisme pengambilan keputusan yang taat pada asas pertangung jawaban
publik. Bidang Ekonomi, otonomi disatu pihak harus menjamin lancarnya pelaksanaan kebijakan ekonomi nasional dan daerah, dan di pihak lain
terbukanya peluang bagi pemerintah daerah mengembangakan kebijakan
regional dan lokal untuk mengoptimalkan pendayagunaan potensi ekonomi di
daerahnya. Di Bidang Sosial dan Budaya. Otonomi daerah harus dikelola sebaik mungkin demi menciptakan dan memelihara harmoni sosial, dan pada
3
Eko Prasojo dkk, Blue Print Otonomi Daerah inonesia, dalam M. Zaki Mubarak dkk, (Jakarta: Yayasan Haraka Bangsa, PGRI, dan European Union, 2016), hal 117-119
4
3 saat yang sama, memelihara nilai-nilai lokal yang dipandang bersifat kondusif
terhadap kemampuan masyarakat merespon dinamika kehidupan
disekitarnya.5
Pada tahun 1999, wilayah NKRI di bagi menjadi 27 provinsi. Namun
sejak disahkannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi
Daerah yang kemudian direvisi menjadi Undang-Undang 32 Tahun 2004,
sehingga pada tahun 2008 telah terbentuk 215 daerah otonomi baru yang
terdiri dari tujuh provinsi, 173 kabupaten, dan 35 kota. Dengan demikian total
jumlahnya mencapai 512 daerah otonomi yang terdiri dari 33 provinsi, 398
kabupaten, dan 93 kota. Kemudian dengan banyaknya aspirasi dan tuntutan
masyarakat mengenai demokrasi dan pemekaran wilayah, saat ini Indonesia
dibagi menjadi 34 provinsi dengan jumlah kabupaten 416 dan 98 kota.6
Otonomi daerah yang dicanangkan seperti sekarang diharapkan akan
mempercepat pertumbuhan dan pembangunan daerah, disamping
menciptakan keseimbangan pembangunan antara daerah di Indonesia.
Dengan adanya asumsi bahwa pembentukan wilayah itu memiliki korelasi
positif dengan peningkatan kehidupan demokratis ditingkat masyarakat,
alasan ini sangat logis, sebab ketika terjadinya pemekaran wilayah maka
jangkauan territorial secara otomatis menjadi semakin pendek atau dekat.
Dengan demikian unit pemerintahan akan lebih mampu memberikan
5
Syukani, H., Prof. Dr. Afan Gaffar, M., & Prof. Dr. Ryaas Rasyid, M. (2003). Otonomi Daerah Dalam Negara Kesatuan . Yogyakarta : Pustaka Pelajar. hal 173-175
6
Daftar Kabupaten dan Kota di Indonesia, dalam,
4 pelayanan secara prima, sehingga masyarakat memiliki akses yang lebih
mudah dan cepat terhadap proses pengambilan keputusan baik secara politis
maupun secara administrattif di daerahnya. Meskipun demikian, patut
disadari bahwa logika di atas tidaklah selalu bersifat linier. Artinya disini
asumsi bahwa semakin banyaknya pemekaran wilayah dan semakin besar
jumlah unit pemerintahan, maka semakin baik kehidupan demokrasi tidaklah
berlaku secara mutlak. Otonomi baru yang kurang terkendali justru akan
menghasilkan infektivitas penyelenggaraan pemerintahan, disamping
terhambatnya proses demokratisasi itu sendiri.
Banyaknya desakan dari berbagai daerah dalam upaya pemekaran
wilayah di Indonesia saat ini terlihat dari usulan pembentukan 65 provinsi
dan kabupaten/kota baru yang ditetapkan oleh DPR RI pada akhir Oktober
2013 yang lalu, salah satunya upaya pembentukan Kabupaten Lombok
Selatan yang akan dimekarkan dari Kabupaten Lombok Timur.7 Akan tetapi
dilihat dari banyaknya usulan pemekaran wilayah di Indonesia saat ini
memang harus diakui lebih bernuansa politik, hal ini terjadi karena beberapa
alasan, sebagian berpendapat sebagai ekspensif kekuasaan politik saja,
sebagian beralasan sebagai perluasan karir politik dan selebihnya bisa
dikatakan dalam rangka mengibarkan bendera partai yang dianut. Fenomena
pemekaran wilayah yang terjadi di Indonesia layak untuk dikaji ulang.
7
“DOB Kabupaten Lombok Selatan dapat ditetapkan”, antarantb.com, 12 Februari 2014, dalam
5 Karena, ini menyangkut dari kesiapan daerah, baik dari aspek pembiayaan,
sumber daya manusia (SDM), dan kredibilitas birokrasi dalam melakukan
pengelolaan pemerintah yang bersih dan lebih baik. Sehingga tidak
tersendatnya roda pemerintahan daerah.
Proses dari pengajuan usulan pembentukan Kabupaten Lombok
Selatan sendiri sejak tahun 2010. Masyarakat Lombok Timur bagian selatan
sendiri menghendaki pembentukan daerah Kabupaten Lombok Selatan,
tuntutan masyarakat yang sangatkuat ditingkat bawah tersebut didorong oleh
keinginan memperoleh pelayanan yang lebih baik dari pemerintah, bahkan
pemerintah provinsi sendri sangat mendukung terbentuknya Kabupaten
Lombok Selatan. Pada saat itu Bupati Kabupaten Lombok Timur yang
menjabat Drs. H. Sukiman Azmy menyetujui adanya pembentukan
Kabupaten Lombok Selatan yang akan dimekarkan dari Kabupaten Lombok
Timur, kemudian dibentuklah Komite Pemekaran Kabupaten Lombok Timur
(KPKLT). Angaran APBD dari Kabupaten Lombok Timur disiapkan untuk
membentukan Kabupaten Lombok Selatan sampai proses telah sampai ke
DPR RI. Namun nampaknya upaya yang dilakukan oleh masyarakat Lombok
Timur bagian Selatan untuk memekarkan Kabupaten Lombok Timur menjadi
daerah otonomi baru (DOB) dengan nama Kabupaten Lombok Selatan
untuk sementara sepertinya masih menemui jalan buntu, karena bupati
Kabupaten Lombok timur yang sekarang H. Muhammad Ali Bin Dachlan
yang terpilih pada pemilihan kepala daerah pada Mei 2013, tidak berkenan
6 Kabupaten Lombok selatan menjadi DOB, alasannya bahwa APBD
Kabupaten Lombok Timur defisit dalam beberapa tahun tidak kuat untuk
mensubsidi DOB yang bernama Kabupaten Lomok Selatan(KLS).8
Kabupaten Lombok Timur sendiri merupakan daerah otonom di
wilayah NTB (Nusa tenggara Barat) yang paling luas wilayahnya dan paling
banyak jumlah penduduknya yakni sekitar 1,2 juta jiwa yang terdiri dari 20
kecamatan. Kabupaten Lombok Timur juga merupakan daerah yang banyak
masalah sosial seperti tingkat pengangguran, derajat kesehatan dan tingkat
pendidikan yang minim, seihingga berkembang aspirasi untuk memperpendek
pelayanan pemerintahan dengan pembentukan Kabupaten Lombok Selatan.
Apabila terjadi pemekaran maka penduduk Kabupaten Lombok Selatan akan
berjumlah 410.668 jiwa. Jumlah tersebut didapatkan dari 8 kecamatan yang
luasnya mencapai 442.82 kilometer persegi. Kecamatan yang dimaksudkan
tesebut sesuai dengan konsep awal yaitu Kecamatan Terara, Sikur, Montong
Gading, Jerowaru, Keruak, Sakra, Sakra Timur dan Sakra Barat. Akan tetapi
Pemerintah Kabupaten Lombok Timur sendiri hanya menginginkan
pengajuan Pembentukan KLS ini, hanya terdiri dari 5 Kecamatan saja yakni
Jerowaru, Keruak, Sakra, Sakra Timur dan Sakra Barat. Walaupun 5
Kecamatan yang dimiliki oleh calon KLS masih tetap mengalami kendala bila
8
7 tidak ada political will dari H. Muhammad Ali Bin Dachlan selaku bupati Kabupaten Lombok Timur yang berkuasa.9
Pembentukan Kabupaten Lombok Selatan masih mengacu pada
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah, dan
Peraturan Permrintah Nomor 78 Tahun 2007 tentang tata cara pembentukan,
penghapusan, dan penggabungan daerah. Jika mengacu pada persyaratan
geografis/kwilayahan pemekaran Kabupaten Lombok Timur sudah layak
dimekarkan menjadi dua daerah otonomi baru. Akan tetapi dari segi
persyaratan administrasi persetujuan bupati berkuasa menjadi suatu yang
mutlak. Pemekaran wilayah bukan hanya sekedar wilayah dan anggaran/dana
oprasional pemerintahan tetapi di dalamnya juga terdapat batas wilayah yang
harus disetujui oleh daerah induk.
Menarik untuk diteliti mengenai Kegagalan Pembentukan Lombok
Selatan, dimana pembentukan KLS yang seharusnya telah ditetapkan dalam
sidang paripurna DPR RI yang di laksanakan 29 September 2014 yang lalu
bersama 64 DOB lainnya. Melihat dari adanya indikasi-indikasi mengenai
kuatnya faktor politik dan ekonomi, baik dari proses pengusulannya sendiri
hingga kegagalan dari pembentukan Kabupaten Lombok Selatan pada tahun
2014. Dari pernyataan diatas, menjadi alasan penulis mengambil judul
:Politik Pemekaran Wilayah “Studi Kasus Kegagalan Pembentukan Kabupaten Lombok Selatan Tahun 2014”.
9
KLS harus diperjuangkan, radarlommbok.com, 8 Maret 2015, dalam
8
B. Rumusan Masalah
Berangkat dari persoalan di atas, maka dapat dirumuskan sebagai
berikut: Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kegagalan Pembentukan
Kabupaten Lombok Selatan pada tahun 2014?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan penelitian ini
Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kegagalan Pembentukan
Kabupaten Lombok Selatan pada tahun 2014.
D. Manfaat Penelitian
Sedangkan manfaat penelitian dari penulisan skripsi ini adalah:
a. Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan khazanah
baru mengenai wacana otonomi daerah dan pemekaran wilayah.
b. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan
evaluasi serta memberikan masukan bagi segenap aparat dan
Pemerintah Kabupaten Lombok Timur terkait Pembentukan
Kabupaten Lombok Selatan yang akan di mekarkan dari Kabupaten
Lombok Timur.
E. Kerangka Dasar Teori
1. Desentralisasi
Desentralisasi merupakan konsekuensi dari penerapan sebuah
sistem demokratis. Adapun beberapa pengertian tentang desentralisasi
9 a. Desentralisasi menurut Rondinelli adalah dalam arti luas mencakup
setiap penyerahan kewenangan daeri pemerintah pusat baik kepada
pemerintah daerah maupun kepada pejabat pemerintah pusat yang di
tugaskan di daerah.10
b. Desentralisasi menurut Ryaas Rasyid adalah adanya pelimpahan
wewenang dari tingkat atas organisasi kepada tingkat bawahnya
secara hirarkis.11
c. Desentralisasi menurut Prajudi Atmosudirdjo adalah menunjukan
kepada proses pendelegasian dari pada tanggung jawab terhadap
sebagian dari administrasi Negara kepada badan-badan
(korporasi-korporasi) otonomi (bukan kepada jabatan) dan tidak hanya mengenai
kewenangan dari suatu urusan tertentu.12
d. Desntralisasi menurut Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang
pemerintahan daerah adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh
pemerintah kepada daerah otonom untuk mengtur dan mengurus
urusan pemerintahan dalam sistem Negara kesatuan Republik
Indonesia.13
Jadi desentralisasi adalah merupakan pelimpahan wewenang atau
pendelegasian sebagian tugas pemerintaha pusat kepada pemerintahan
daerah untuk mengurus rumah tangganya sendiri dalam sistem Negara
10
Koirudin. (2005). Sketsa Kebijakan Desentralisasi di Indonesia. Malang : Averrose Press. hal. 2. 11
Drs. Bambang Yudoyono, M. (2001). Otonomi Daerah: Desentralisasi dan Pengembangan SDM Aparatur Pemda dan Anggota DPRD. Jakarta: PT. Percetakan Penebar Swadaya. hal 20
12
Musanef, D. (1989). Sistem Pemerintahan di Indonesia. Jakarta: CV Haji Masagung. hal 21 13
10 Kesatuan Republik Indonesia. Urusan-urusan pemerintahan yang telah
diserahkan kepada daerah dalam pelaksanaan desentralisasi pada dasarnya
menjadi wewenangan dan tangung jawab daerah sepenuhnya karena
pemerintah pusat tidak bisa menjalankan semua urusan pemerintahan
maka, diberi kepercayaan yang luas untuk membuat kebijakan-kebijakan
di daerah, memberikan pelayanan, peningkatan kesejahtraan dan
pemberdayaan pada masyarakat, sehingga dalam implementasinya mampu
memberikan jalan keluar dari persoalan yang ada.
Berdasarkan pendapat klasik G. Shabir Cheema dan Dennis A.
Rondinelli, ada empat pokok dari desentralisasi yaitu:14
1. Dekonsentrasi
Pengalihan beberapa kewenangan atau tangung jawab administrasi di
dalam (internal) suatu kementrian atau jabatan. Disini tidak ada
transfer kewenangan yang nyata. Bahwa menjalankan kewenangan
atas nama atasannya dan bertangung jawab kepada atasannya.
2. Delegasi
Transfer (pelimpahan) tangung jawab fungsi-fungsi tertentu kepada
organisasi-organisasi di luar struktur birokrasi pemerintaha dan
dikontrol tidak secara langsung oleh pemerintah pusat.
3. Devolusi
14
11 Pembentukan dan pemberdayaan unit-unit pemerintahan di tingkat
lokal oleh Pemerintah pusat dengan kontrol pusat seminimal mungkin
dan terbatas pada bidang-bidang tertentu saja.
4. Privatisasi / debirokratisasi
Pelepasan semua tangung jawab fungsi-fungsi kepada
organisasi-organisasi pemerintahan atau perusahaan-perusahaan swasta.
Dengan demikian desentralisasi ini dapat dipilih minimal dalam
tiga pemahaman besar: dekonsentrasi, delegasi, devoluasi. Dekonsentrasi
merupakan bentuk desenralisasi yang hanya merupakan penyerahan
tangung jawab kepada daerah, delegasi hanya merupakan kewenangan
pembuatan keputusan dan menajemen untuk menjalankan fungsi-fungsi
politik tertentu pada organisasi tertentu. Sedangkan devoluasi merupakan
wujud kongkrit dari desentralisasi politik (political desentralization). 15
Dilihat dari segi tujuannya desentralisasi adalah upaya untuk
menciptakan kemampuan unit pemerintah secara mandiri dan independen.
Mawhood sebagaimana dirujuk Hidayat mengemukakan bahwa tujuan
utama dari kebijakan desentralisasi adalah sebagai upaya mewujudkan
keseimbangan politik (political equality), akuntabilitas pemerintah lokal, (local accountability) dan pertangungjawaban pemerintah lokal (local responsivenees). Ketiga tujuan ini saling berkaitan satu sama lain. Adapun persyaratan yang harus dipenuhi untuk mencapai tujuan tersebut, dalam
15
12 konteks indonesia misalnya, adalah pemerintah daerah harus memiliki
teritorial kekuasaan yang jelas (legal territorial of power); memiliki pendapatan daerah (PAD) sendiri (local own income); memiliki badan perwakilan (local representative body) yang mampu mengontrol eksekutif daerah; dan adanya kepala daerah yang dipilih sendiri oleh masyarakat
daerah melalui suatu pemilihan yang bebas.16
2. Otonomi Daerah
Otonomi sendiri berasal dari kata yunani, autos dan nomos. Kata pertama berarti “sendiri”, dan kata kedua berarti “perintah”. Otonomi
bermaksud mengatur atau memerintah sendiri.17 Sedangkan daerah
diartikan sebagai kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai wilayah
tertentu, yang baik, berwenang, dan berkewajiban mengatur dan
mengurus rumah tangganya sendiri dalam ikatan Negara Kesatuan
Republik Indonesia, sesuai dengan perundang-undangan.18
Otonomi daerah menurut Sarundajang dapat diartikan sebagai hak
wewenang dan kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus rumah
tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.19 Sedangkan di dalam undang-undang Nomor 23 Tahun 2004
tentang pemerintahan daerah. Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan
16Ibid.
hal 13-14 17
Dwidjowijoto, R. N. (2000). Otonomi Daerah: Desentralisasi Tanpa Revolusi . Jakarta : PT Elex Media Kompotindo. hal 46
18
Kansil, D. C. (1993). Sisitem Pemerintahan Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara. hal 361 19
13 kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahan dan kepenting masyarakat setempat dalam sistem Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Asas otonomi adalah prinsip dasar
penyelenggaraan Pemerintah Daerah berdasarkan Otonomi Daerah.20
Otonomi daerah merupakan simbol adanya kepercayaan dari
pemerintah pusat karena daerah diberi kewenangan secara luas untuk
membuat kebijakan daerah, memberi pelayanan, peningkatan peran serta,
prakarsa dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan pada peningkatan
kesejahtraan rakyat. Otonomi merupakan salah satu strategi dalam suatu
proses pembangunan guna mengatasi berbagai hambatan administrasi.
Dengan demikian otonomi merupakan strategi untuk mendemokratisasikan
sistem politik. Sejalan dengan pandangan ini, otonomi dapat dipandang
sebagai kebebasan bagi masyarakat setempat untuk mengatasi masalahnya
sendiri yang bersifat lokalitas.21 Pengertian luas dalam penyelenggaraan
otonomi daerah merupakan keleluasaan daerah untuk menyelenggarakan
pemerintahan yang mencakup seluruh bidang pemerintahan yang
dikecualikan pada bidang politik luar negeri, pertahanan dan keamanan,
pradilan, moneter dan fiskal, dan agama serta kewenangan yang lain. 22
20
Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah. 21
Sulistyo, R. S. (1998). Pemerintahan Lokal dan Otonomi Daerah di Indonesia, Thailand dan Pakistan . Jakarta: PPW-LIPI. hal 10
22
14 Adapun jenis-jenis otonomi itu sendiri, Surandajang memberikan 5
klasifikasi yaitu:23
1. Otonomi Organik
Otonomi ini menyatakan bahwa rumah tangga adalah keseluruhan
urusan-urusan yang menentukan mati hidupnya badan otonomi
atau daerah otonom.
2. Otonomi Formal
Adapun yang dimaksud dengan otonomi formal adalah apa yang
menjadi urusan otonomi itu tidak dibatasi secara positif.
Satu-satunya pembatasan ialah daerah otonom yang bersangkutan tidak
boleh mengatur apa yang telah diatur oleh perundangan yang
lebih tinggi tingkatnya.
3. Otonomi Material
Dalam otonomi material, kewenangan daerah otonom itu dibatasi
secara positif yaitu dengan menyebutkan secara limitatif dan
terperinci atau secara tegas apa saja yang berhak diatur dan
diurusnya.
4. Otonomi Rill
Otonomi ril, pada prinsipnya menyatakan bahwa penentuan tugas
pengalihan atau penyerahan wewenang-wewenang urusan
tersebut didasarkan kepada kebutuhan dan keadaan serta
kemampuan daerah yang menyelenggarakannya.
23
15 5. Otonomi nyata, bertangung jawab dan dinamis
Kepada daerah diserahkan suatu hak, wewenang dan kewajiban
untuk mengatur dan mengurus fungsi-fungsi pemerintahan di
bidang tertentu. Otonomi yang nyata artinya disesuaikan dengan
faktor-faktor tertentu yang hidup dan berkembang secara obyektif
di daerah. Otonomi yang dinamis artinya dapat memberikan
dorongan lebih baik dan maju atas segala kegiatan pemerintahan.
3. Pemekaran Daerah
Pembentukan dan pemekaran daerah adalah sebuah format
pengaturan politik dalam penataan hubungan pusat dan daerah di dalam
konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia.24 Sejak otonomi daerah
diberlakukan, proses pemekaran daerah terjadi begitu pesat. Upaya
pemekaran daerah dipandang sebagai sebuah terobosan untuk
mempercepat pembangunan melalui peningkatan kualitas dan kemudahan
memperoleh pelayanan bagi masyarakat.
Pemekaran daerah menurut E. Herman Salim, yaitu merupakan
instrumen penting memberdayakan daerah, memperpendek span of control, dan merebut dana perimbangan dari pusat.25
24
Kaloh, D. (2007). Mencari Bentuk Otonomi Daerah Suatu Solusi Dalam Menjawab Kebutuhan Lokal dan Tantangan Global . Jakarta: Reneka Cipta. hal 188
25
16 Pemekaran darah menurut Agung Gde Agung , cara pusat untuk
memecah belah daerah dan menguasainya (divid and rule) seperti yang di praktekan oleh kolonialisme blanda di masa lalu.26
Pemekaran daerah menuru Gabrielle Ferrazzi, perlu dilakukan
secara serius dan komprenshif karena akan terkait dengan konseptualisasi
reformasi kewilayahan (‘territorial reform’ atau ‘administrative area reform’), yaitu manajemen tentang ukuran, bentuk dan hirarki unit-unit pemerintahan daerah untuk mencapai tujuan-tujuan administrasi dan
politik suatu negara.27
Jadi pemekaran daerah merupakan suatu proses pembagian wilayah
menjadi lebih darisatu wilayah, yang berakibat pada perubahan status
sebuah wilayah dengan tujuan untuk meningkatkan pelayanan dan
mempercepat pembangunan. Pemekaran daerah juga adalah merupakan
bagian dari upaya untuk meningkatkan kemampuan pemerintah daerah
dalam memperpendek rentang kendali pemerintah, sehingga meningkatkan
efektivitas penyelenggaraan pemerintah dan pengelolaan pembangunan.
Persoalannya sekarang bahwa pembentukan dan pemekaran daerah
ini ternyata telah mengusung terangkatnya lokalitas sambil membawa
politik lokal sebagai sebuah logika yang harus dipertimbangkan. Praktis ini
menjadi penguat terjadinya pembentukan dan pemekaran daerah. Karena
26ibid ., 27ibid
17 pada saat yang bersamaan ketika kebebasan pemekaran daerah menjadi
resmi, justru menimbulkan persoalan baru seperti persoalan politik lokal.28
Pemekaran daerah menjadi provinsi, kabupaten, dan kota dapat
dilihat dari tiga sisi logika:29
a) Logika formal (legislasi), memandang bahwa terjadinya pemekaran wilayah disebabkan adanya dukungan formal Undang-Undang,
sekaligus dengan Undang-Undang ini memberikan peluang kepada
setiap daerah untuk berapresiasi dengan kesempatan ini, sehingga
yang terjadi adalah banyak daerah di Indonesia berlomba-lomba untuk
menjadikan daerahnya masing-masing menjadi otonomi (logika ini
adalah di luar terjadinya persoalan kebablasan pemekaran).
b) Logika realitas,memandang bahwa pembentukan daerah (tidak memandang apakah menjadi otonom, atau menjadi daerah kawasan
khusus) merupakan sesuatu yang benar-benar urgen secara realitas.
Bahwa untuk memecahkan berbagai macam persoalan yang ada di
daerah, alternatif pilihan terbaiknya hanyalah pembentukan atau
pemekaran wilayah/daerah.
c) Logika politik, memandang bahwa adanya pergerakan-pergerakan sosial politik kemasyarakatan di tingkat lokal dengan ide pemekaran
daerah, dan pada saat bersamaan dengan membawa dan mengusung
etnisitas daerah sebagai penguat menuju terjadinya pemekaran.
28
Kaloh, D. (2007). Mencari Bentuk Otonomi Daerah Suatu Solusi Dalam Menjawab Kebutuhan Lokal dan Tantangan Global . Jakarta: Reneka Cipta. hal 189
29ibid
18 Dalam konteks pemekaran daerah/wilayah tersebut yang lebih
dikenal dengan pembentukan daerah otonomi baru, bahwa daerah otonomi
tersebut diharapkan mempu memanfaatkan peluang yang lebih besar
dalam mengurus dirinya, terutama berkaitan dengan pengelolaan
sumber-sumber pendapatan asli daerah, sumber-sumber daya alam, dan pengelolaan
bantuan Pemerintah Pusat kepada daerah otonomi dalam rangka
meningkatkan kesejahtraan dan pelayanan kepada masyarakat setempat
yang lebih baik.30
Terdapat beberpa urgensi dari pemebentukan dan pemekaran
wilayah yaitu:31
1. Meningkatkan pelayanan pemerintah kepada masyarakat, sehingga
kehidupan masyarakat akan secara cepat terangkat dan terbebas dari
kemiskinan dan keterbelakangan seiring meningkatnya kesejahraan.
2. Memperpendek span of control (rentang kendali) manajemen pemerintahan dan pembangunan, sehingga fungsi manajemen
pemerintahan akan lebih efektif, efesien, dan terkendali.
3. Untuk proses pemberdayaan masyarakat dengan menumbuh
kembangkan inisiatif, kreatif, dan inovasi masyarakat dalam
pembangunan.
30ibid
., hal. 194 31ibid
19 4. Menumbuhkan dan mengembangkan proses pembelajaran
pendemokrasian masyarakat, dengan keterlibatan mereka dalam
proses politik dan pembangunan.
5. Khusus daerah atau wilayah-wilayah perbatasan/kepulauan,
pembentukan wilayah ini menjadi beberapa yang sangat urgen ( multy-cluster) merupakan suatu yang sangat urgen, karna hal ini :
a. Membuka keterisolasian masyarakat akibat keterbelakangan dan
kemiskinan daerah.
b. Memberi akses bagi pertumbuhan dan perkemabangan ekonomi,
sosial, dan budaya masyarakat.
c. Meningkatkan kesejahtraan hidup masyarakat kepulauan.
d. Memajukan daerah kepulauan sejajar dengan daerah daratan.
e. Memperkuat sistem pertahanan keamanan nasional serta tegaknya
NKRI.
Mengacu pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
pemerintahan daerah. Dalam Bab III pasal 5, pembentukan daerah harus
memenuhi syarat administratif, teknis, dan kewilayahan:32
1. Syarat administratif untuk provinsi meliputi adanya persetujuan
DPRD kabupaten/kota dan bupati/wali kota yang akan menjadi
cakupan wilayah provinsi, persetujuan DPRD Provinsi Induk dan
Gubernur, serta rekomendasi Menteri Dalam Negeri.
32
20 2. Sedangkan syarat administatif untuk kabupaten/kota meliputi adanya
persetujuan DPRD kabupaten/kota dan bupati/wali kota yang
bersangkutan, persetujuan DPRD Provinsi dan Gubernur, serta
rekomendasi Menteri Dalam Negeri.
3. Syarat teknis meliputi faktor yang menjadi dasar pembentukan daerah
mencakup kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial
politik, kependudukan, luas daerah, pertahanan, keamanan, dan faktor
lain yang memungkinkan terselenggaranya otonomi daerah.
4. Sedangkan syarat fisik meliputi paling sedikit 5 (lima) kabupaten/kota
untuk membentuk provinsi, dan paling sedikit 5 (lima) kecamatan kota
untuk membentuk kabupaten, dan 4 (empat) kecamatan untuk
pembentukan kota, lokasi calon ibu kota, sarana dan prasarana
pemerintah.
Sedangkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2007,
tentang tata cara pembentukan daerah kabupaten/kota yang telah di atur
dalam BAB III pada pasl 16 mengatakan sebagai berikut33 :
a. Aspirasi sebagian besar masyarakat setempat dalam bentuk Keputusan
BPD untuk Desa dan Forum Komunikasi Kelurahan atau nama lain
untuk Kelurahan di wilayah yang menjadi calon cakupan wilayah
kabupaten/kota yang akan dimekarkan.
33
21 b. DPRD kabupaten/kota dapat memutuskan untuk menyetujui atau
menolak aspirasi sebagian besar masyarakat setempat yang diwakili
oleh BPD untuk Desa atau nama lain dan Forum Komunikasi
Kelurahan untuk kelurahan atau nama lain.
c. Bupati/walikota memutuskan untuk menyetujui atau menolak aspirasi
dalam bentuk keputusan bupati/walikota berdasarkan hasil kajian
daerah.
d. Masing-masing bupati/walikota menyampaikan usulan pembentukan
kabupaten/kota kepada gubernur untuk mendapatkan persetujuan
dengan melampirkan:
1. Dokumen aspirasi masyarakat di calon kabupaten/kota
2. Hasil kajian daerah
3. Peta wilayah calon kabupaten/kota
4. Keputusan DPRD kabupaten/kota dan keputusan bupati/
walikota
e. Gubernur memutuskan untuk menyetujui atau menolak usulan
pembentukan kabupaten/kota berdasarkan evaluasi terhadap kajian
daerah
f. Gubernur menyampaikan usulan pembentukan calon kabupaten/kota
kepada DPRD provinsi
g. DPRD provinsi memutuskan untuk menyetujui atau menolak usulan
22 h. Dalam hal gubernur menyetujui usulan pembentukan kabupaten/kota,
gubernur mengusulkan pembentukan kabupaten/kota kepada Presiden
melalui Menteri dengan melampirkan
1. dokumen aspirasi masyarakat di calon kabupaten/kota
2. hasil kajian daerah
3. peta wilayah calon kabupaten/kota
4. Keputusan DPRD kabupaten/kota dan keputusan bupati/ walikota
5. Keputusan DPRD provinsi dan keputusan gubernur
Pada saat ini kecendrungan banyaknya daerah-daerah yang minta
dimekarkan, padahal jika ditinjau khususnya dari syarat teknis
(kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya dan Hukum) tidak
begitu mendukung. Kenyataan ini menunjukkan bahwa pemekaran daerah
tidaklah menjamin secara serta-merta membawa pada perubahan yang
diinginkan. Hal ini disebabkan antara lain, inisiatif pemekaran dan
pembentukan daerah tidaklah merupakan suara dari bagian terbesar
masyarakat daerah yang bersangkutan, tapi hanya inisiatif dari kelompok
partai elit politik maupun birokrasi yang cendrung mengejar kekuasaan
saja.
a) Politik Pemekaran
Pemekaran dan pembentukan daerah ini ternyata telah
mengusung terangkatnya lokalitas sambil membawa politik lokal
23 penguat terjadinya pembentukan dan pemekaran daerah. Karena pada
saat yang bersamaan, ketika keabsahan pemekaran daerah menjadi
resmi, justru menimbulkan persoalan baru seperti persoalan politik
lokal.34 Beragam pelung sekaligus tantangan yang ditawarkan, otonomi
daerah juga memberikan tantangan tersendiri bagi penyelenggaraan
pemerintah di Indonesia. Besarnya keuntungan yang ditawarkan akibat
adanya otonomi daerah menjadi faktor pendorong merebaknya tuntutan
pemekaran diberbagai wilayah di Indonesia.35 Desentralisasi sebagai
salah satu modal utama dalam pembangunan indonesia. Namun dalam
implementasinya Pemekaran daerah telah dijadikan proyek besar. Baik
oleh elit politik lokal maupun nasional.
Pemekaran daerah memungkinkan adanya guliran dana puluhan
triliun rupiah, (APBN/APBD) dan termasuk menjanjikan
jabatan-jabatan politik baru serta sumber-sumber ekonomi baru. Elit politik
lokal memandang bahwa pemekaran daerah perlu dibangun dan
diperjuangkan dalam rangka meraih beragam sumber yang terkandung
didalamnya. Dalam kenyataanya sulit menafikan peran elit lokal, karena
mereka mempuyai peran sangat penting, peran elit politik lokal
terutama pada level proses wacana hingga pada perjuangan politik
masyarakat yang kerap di warnai nuansa politik etnis. Untuk itulah
perjuangan pemekaran senantiasa melibatkan elit politik lokal, karena
34
Kaloh, D. (2007). Mencari Bentuk Otonomi Daerah Suatu Solusi Dalam Menjawab Kebutuhan Lokal dan Tantangan Global . Jakarta: Reneka Cipta. hal 189
35
24 hanya pemekaranlah memiliki intelektual, sumber ekonomi, dan
kekuasaan baik level eksekutif lokal maupun legeslatif daerah.36
Pada masa Orde Baru proses pemekaran wilayah bersifat Top
Down sehingga tergantung pemerintah pusat, dengan alasan teknokratis
administratif. Sedangkan di era reformasi bersifat Bottom Up dan
didominasi alasan politik ketimbang alasan administratif. Usulan
bermula dari keinginan masyarakat dan tokoh-tokohnya termasuk
pemerintah daerah dan DPRD yang kemudian diusulkan ke Mendagri
melalui Gubernur, dengan persetujuan DPRD Kabupaten/Kota serta
persetujuan Provinsi yang dituangkan dalam Keputusan DPRD
Provinsi. Setelah melalui Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah, RUU
Pembentukan Daerah diajukan ke Presiden. Bila Presiden menyetujui,
RUU tersebut disampaikan kepada DPR RI untuk mendapat
persetujuan.37
Menurut Tri Ratnawati motif dari pemekaran wilayah,
pemekaran daerah yang terjadi di Indonesia selama ini sebenarnya
memiliki beberapa motif tersembunyi, diantaranya adalah:38
36
Risman Ridwan, “Pemekaran atas Dasar Politik”, malutpost.co.id, 13 April 2015, dalam
http://portal.malutpost.co.id/en/opini/item/12963-pemekaran-atas-dasar-politik.., diakses pada tanggal 5 April 2016
37
Endarto. (2014). Evaluasi Pemekaran Daerah di Era Reformasi. Jurnal Lingkar Widyaiswara 1 , PP. 62.
38
25 a. Gerrymander yaitu usaha pemekaran daerah untuk kepentingan politik
tertentu. Contoh kasus pemekaran Papua oleh pemerintahan Megawati
(PDIP) disinyalir bertujuan memecahkan suara partai lawan.
b. Pemekaran daerah telah berbuah menjadi semacam “bisnis”. Pratikno
mencatat bahwa inisiatif proses legislasi pemekaran daerah justru
banyak dimulai oleh DPR RI.
c. Tujaun pemekaran daerah untuk merespon separatisme agama dan
etnis sebenarnya bermotifkan untuk membangun citra rezim,
memperkuat legitiasi rezim berkuasa, dari para aktor elit daerah
maupun pusat.
b) Akibat Pemekaran
Ada beberapa akibat negatif yang dapat ditimbulakan oleh
pemekaran daerah, diantaranya adalah:39
1. Perebutan batas-batas wilayah, yaitu daerah mana yang ke daerah
pemekaran dan masih tetap menjadi bagian daerah induk, apalagi
bila wilayah itu termasuk daerah “basah”
2. Penetapan ibukota juga sering menjadi pemicu konflik dan bentrok
antar warga. Karena masing-masing ingin ibukota provinsi,
kabupaten, dan kota baru ada di daerahnya, karena ini akan
mendatangkan banyak keuntungan, diantaranya akan lebih maju
dan lebi di kenal.
39
26 3. Terjadi perebutan aset antara daerah induk dengan daerah
pemekaran, mana yang akan diserahkan dan mana yang tidak,
sehingga sering terjadi kasus rebutan “gono-gini”
4. Tarik ulur dalam penetapan pejabat kepala daerah sebelum
pemilihan kepala daerah difinitif, ini akan menimbulkan konflik
antara Pemerintah Pusat dan Provinsi atau antara Pemerintah
Kabupaten/ Kota dan Provinsi, karena masing-masing cenderung
memaksa calon yang di inginkan. Belum konflik pada penentuan
pejabat pengisi jabatan-jabatan eselon sering terjadi pertentangan
antara putra daerah dan bukan putra daerah, padahal belum tentu
putra daerah memenuhi syarat yang dibutuhkan.
5. Pembentukan daerah baru akan menjadi beban fisik bagi
pemerintah pusat. Pasalnya untuk setiap daerah otonomi baru
pemerintah harus menyuntikkan dana untuk modal awal untuk
membangun infrastruktur dasar seperti pusat pemerintahan dan
gedung DPRD.
6. Pembentukan daerah baru juga menambah beban pembiayaan
pemerintah pusat baik dalam bentuk dana aloasi umum (DAU) dan
dana alokasi khusus (DAK). Beban ini akan bertambah akibat
lemahnya daya dukung keuangan daerah pemekaran. DAK yang
tersedia akan lebih banyak digunakan untuk belanja pegawai.
7. Karena daerah otonomi disamping berharap dana dari APBN,
sebanyak-27 banyaknya, akibat telah terjadi proses penambangan secara
berlebihan dan tak terkendali di berbagai daerah sehingga merusak
hutan dan lingkungan.
8. Dari segi politis, pemekaran wilayah dapat menumbuhkan perasaan
homogen daerah pemekaran baru (misal kesukuan, agama) yang
justru akan memperkuat perasaan egosentrisme. Bila tidak dikelola
dengan baik akan menimbulkan konflik horisontal maupun vertikal.
9. Pemekaran daerah juga dapat menimbulkan ancaman terhadap
keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) karena
semakin tersekat-sekatnya wilayah terlebih kita adalah negara
kepulauan. Hal ini semakin dikuatkan adanya fakta bahwa di era
otonomi daerah ini, tidak mungkin bagi pemerintah pusat dan
gubernur untuk koordinasi dengan Kabupaten/Kota,
Bupati/Walikota seolah telah menjadi raja-raja kecil di daerahnya,
apalagi didukung oleh perbedaan afiliasi partai politik diantara
mereka.
Pemekaran daerah, seperti kabupaten, dipecah menjadi
beberapa kabupaten sebenarnya merupakan tindakan yang baik jika
konsep awal dalam otonomi daerah diterapkan, yaitu dalam rangka
pemerataan pembangunan daerah. Yang dikwatirkan malah sebaliknya,
dan akan menguntungkan beberapa kelompok dan golongan saja. Hal
tersebut dapat dibuktikan dengan ketika sudah mulai muncul wacana
28 agama, masyarakat, pemuda, akademisi, dan pengusaha yang
seolah-olah ikut andil dalam proses pemekaran. Hal itu terjadi karena memang
kepentingan golongan yang harus terlaksana bukan keinginan
masyarakat. Bisanya mereka selalu menjual isu yang sama kepada
masyarakat lapisan tingkat bawah seperti, peningkatan kualitas
pendidikan, peluang kerja bagi para pemuda dan lain-lain.
F. Definisi Konseptual
Konsep adalah istilah yang terdiri dari satu kata atau lebih yang
menggambarkan suatu gejala atau menyatakan suatu ide (gagasan).40
Sedangkan definisi konsepsional merupakan suatu pengertian dari gejala yang
memberi pokok perhatian. Definisi konsepsional disini sebagai penggambaran
yang lebih jelas untuk menghindari kesalahpahaman tentang pengertian,
pembahasan atau istilah yang ada pada masing-masing variabel. Maka dari itu
penulis akan memberikan definisi konsepsional yang berhubungan dengan
penilitian ini antara lain:
1. Desentralisasi diartikan sebagai penyerahan kewenangan pemerintah
oleh Pemerintah kepada Daerah Otonom dalam kerangka Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
2. Sedangkan otonomi daerah diartikan sebagai hak, wewenang, dan
kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri
40
29 urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat sesui dengan
peraturan perundang-undangan.
3. Pemekaran Daerah adalah pembentukan wilayah administratif baru
di tingakat provinsi maupun kabupaten dan kota dari induknya.
Landasan hukum terbaru untuk pemekaran ini adalah UU Nomor 32
Tahun 2014 tentang pemerintah daerah dan PP Nomor 78 Tahun
2007 tentang tata cara pembentukan, penghapusan, dan
penggabungan daerah.
G. Definisi Oprasional
Definisi operasional adalah petunjuk dan pelaksanaan untuk mengukur
suatu variable atau dengan kata lain definisi operasional adalah semacam
petunjuk pelaksanaan bagaimana cara mengukur satu variabel.Dengan
demikian definisi operasional merupakan indikator-indikator yang dibutuhkan
penulis dalam penelitian yang digunakan untuk mendiskripsikan faktor yang
mempengaruhi kegagalan Pembentukan Kabupaten Lombok Selatan pada
Tahun 2014. Maka indikator-indikator yang dapat di gunakan dalam penelitian
ini adalah:
a. Aspek historis (kejadian-kejadian yang telah dialami dalam proses
wacana pembentukan Kabupaten Lombok Selatan)
30
H. Metode Penelitian
Metode penilitian merupakan cara atau jalan yang ditempuh
sehubungan dengan penelitian yang dilakukan, dan memiliki langkah-langkah
yang sistematis41. Sehingga dalam sebuah penelitian, metodologi sangatlah
diperlukan karena metodologi sebagai tuntutan berfikir yang sistematis.
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini
adalah tipe penelitian kualitatif dengan metode deskriptif, yaitu
menggambarkan dan menjabarkan hal-hal yang berkaitan dengan
masalah yang sedang di teliti. Menurut (Bogdan dan Taylor) metode
kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data
deskriptif berupa kata-kata atau lisan dari orang-orang atau prilaku
yang dapat diamati. Sedangkan metode diskriptif itu sendiri bertujuan
untuk melukiskan secara sistematis fakta atau karakteristik populasi
tertentu atau bidang tertentu secara faktual dan cermat. Dalam
penelitian deskriptif data yang dikumpulkan berupa kata-kata,
gambaran, dan bukan angka-angka.42
Sedangkan menurut Moh. Nazir, metode deskriptif merupakan
suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu obyek,
41
Ir. M. Iqbal Hasan, M. (2002). Pokok-pokok Materi Penelitian dan Aplikasinya. Jakarta: Ghalia Indonesia.hal 20
42
31 suatu set kondisi, suatu pemikiran ataupun suatu kelas pristiwa pada
masa sekarang.43 Alasan dipakainya metode deskriptif dalam
penelitian ini untuk meneliti tentang faktor yang mempengaruhi
kegagalan dalam pembentukan Kabupaten Lombok Selatan dari
Kabupaten Lombok Timur pada tahun 2014.
2. Jenis Data
a. Data Primer
Data primer merupakan data yang didapat langsung dari
sumber asli atau pihak pertama, adapun data ini diperoleh dengan
cara mengamati langsung kegiatan yang mencakup beberapa
aspek penelitian. Data primer dapat berupa subjek riset (orang)
baik secara individu maupun kelompok.
b. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber
kedua atau sumber sekunder dari data yang kita butuhkan yang
digunakan untuk menjelaskan data primer. Data sekunder ini
dapat diperoleh dari catatan ataupun tulisan-tulisan yang
berkaitan dengan obyek atau permasalahan yang diteliti seperti
buku-buku, literatur, jurnal majalah atau koran dan lain-lain.
3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data adalah merupakan usaha untuk
mengumpulan bahan-bahan yang berhubungan dengan penelitian.
43
32 Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan adalah sebagai
berikut:
a. Dokumentasi, yaitu merupakan langkah yang ditempuh untuk
mengumpulkan data-data melalui dokumen, catatan-catatan, atau
arsip-arsip yang berkaitan dengan proses dalam pengajuan
Pembentukan Kabupaten Lombok Selatan sejak tahun 2010.
b. Wawancara, yaitu metode ini dilakukan dengan cara
mengumpulkan informasi melalui tanya jawab secara langsung,
baik lisan maupun tulisan tentang masalah yang dibahas. Dalam
hal ini Drs. H. Sukiman Azmy, MM selaku mantan Bupati
Lombok Timur sebagai pengagas pembentukan Kabupten
Lombok Selatan dan H. Muhammad Ali Bin Dachlan, SH. MBA
selaku Bupati Kabupaten Lombok Timur yang menjabat
sekarang. Kemudian H. M. Khairul Rizal selaku Ketua DPRD
Kabupaten Lombok Timur. Selain itu H. Ismail Husaini selaku
ketua dan Josyo Supeno, S.Pd selaku sekertaris Komite
Pemekaran. selain itu juga Ahmad Turmuzi sebagai ketua dari
FKMLS (Forum Kualisi Masyarakat Lombok Selatan) sebagai
pelopor pemekaran dari pembentukan Kabupaten Lombok
Selatan.
4. Teknik Analisis Data
Adapun teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini
33 yang bertujuan untuk membuat gambaran terhadap data-data yang
terkumpul dan tersusun dengan cara interprestasi terhadap data-data
tersebut. Dengan menggunakan teknik ini, peneliti berharap dapat
memberikan gambaran yang sistematis, faktual, aktual, dan akurat
mengenai fakta-fakta seputar faktor yang mempengaruhi kegagalan
pembentukan Kabupaten Lombok Selatan pada tahun 2014.
Analisis data merupakan proses mencari dan mengatur secara
sistematis transkrip wawancara, atau bahan-bahan yang ditemukan di
lapangan. Metode analisis data dalam penelitian ini adalah kualitatif
deskriptif, dengan metode analisis interaktif. Menurut Milles dan
Huberman ada tiga komponen pokok dalam analisis data dengan
metode interaktif, yaitu44:
a. Reduksi Data
Reduksi data merupakan proses pemilihan dan pemusatan
perhatian pada penyederhanaan data kasar yang muncul dari
catatan-catatan tulisan di lapangan. Reduksi data juga merupakan
suatu bentuk analisis yang mempertegas, memperpendek,
membuang hal yang tidak penting, dan mengatur data sedemikian
rupa sehingga kesimpulan akhir dapat dilakukan.
b. Penyajian Data
44
34 Penyajian data diartikan sebagai pemaparan informasi yang
tersusun untuk memberi peluang terjadinya suatu kesimpulan.
Selain itu, dalam penyajian data diperlukan adanya perencanaan
kolom dan tabel bagi data kualitatif dalam bentuk khususnya.
Dengan demikian, penyajian data yang baik dan jelas
sistematikannya sangat diperlukan untuk melangkah kepada
tahapan penelitian kualitaif selanjutnya.
c. Penarikan Kesimpulan
Penarikan kesimpulan merupakan tahap akhir dalam
penelitian dimana data-data yang telah diperoleh akan ditarik
garis besar/kesimpulan sebagai hasil keseluruhan dari penelitian
35
BAB II
DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN
A. Gambaran Umum Kabupaten Lombok Timur 1. Sejarah Kabupaten Lombok Timur
Pada masa penjajahan Belanda Pulau Lombok dan Bali dijadikan
satu wilayah kekuasaan pemerintahan dengan status Karesidenan dengan
ibukota Singaraja berdasarkan Staabtlad Nomor 123 Tahun 1882
kemudian berdasarkan Staatblad Nomor 181 tahun 1895 tanggal 31
Agustus 1895. Pulau Lombok ditetapkan sebagai daerah yang diperintah
langsung oleh Hindia Belanda.
Staatblad ini kemudian disempurnakan dengan Staatblad Nomor
185 Tahun 1895 dimana Lombok diberikan status “Afdeeling” dengan
ibukota Ampenan. Dalam afdeeling ini Lombok dibagi menjadi dua
Onder Afdeeling yaitu Onder Afdeeling Lombok Timur dengan ibukota
Sisi’ (Labuhan Haji) dan Onder Afdeeling Lombok Barat dengan ibukota
Mataram, masing-masing Onder Afdeeling diperintah oleh seorang
Contreleur (Kontrolir).
Untuk Lombok Timur dibagi menjadi 7 wilayah kedistrikan yaitu
Pringgabaya, Masbagik, Rarang, Kopang, Sakra, Praya dan BatuKliang.
Akibat pecahnya perang Gandor melawan Belanda tahun 1897 dibawah
pimpinan Raden Wirasasih dan Mamiq Mustiasih maka pada tanggal 11
Maret 1898 ibukota Lombok Timur dipindahkan dari Sisi’ ke Selong.
36
perubahan kembali terhadap Afdeeling Lombok yang semula 2 menjadi 3
Onder Afdeeling yaitu Lombok Barat, Lombok Tengah dan Lombok
Timur. Untuk Onder Afdeeling Lombok Timur terdiri dari 4 kedistrikan
yaitu Rarang, Masbagik, Sakra dan Pringgabaya. Dalam perkembangan
berikutnya dibagi lagi menjadi 5 distrik yaitu:
1. Rarang Barat dengan ibukota Sikur dipimpin oleh H. Kamaluddin
2. Rarang Timur dengan ibukota Selong dipimpin oleh Lalu Mesir
3. Masbagik dengan ibukota Masbagik dipimpin oleh H. Mustafa
4. Sakra dengan ibukota Sakra dipimpin oleh Mamiq Mustiarep
5. Pringgabaya dengan ibukota Pringgabaya dipimpin oleh L.
Moersaid.
Seiring dengan terbentuknya daerah Swatantra Tingkat I Nusa
Tenggara Barat dengan Undang-Undang Nomor 54 Tahun 1958 maka
dibentuk pula 6 (enam) Daerah Tingkat II dalam lingkungan Propinsi
Daerah Tingkat I Nusa Tenggara Barat berdasarkan Undang-Undang
Nomor 59 Tahun 1958. Secara yuridis formal maka daerah Swatantra
Tingkat II Lombok Timur terbentuk pada tanggal 14 Agustus 1958 yaitu
sejak di undangkannya Undang-Undang Nomor 64 Tahun 1958 dan
Undang-Undang Nomor 69 Tahun 1958.
2. Kondisi Geografis Daerah
Kabupaten Lombok Timur adalah salah satu Daerah Tingkat II di
37
Kabupaten ini berbatasan langsung dengan Kabupaten Lombok Tengah
dan Kabupaten Lomnok Utara di sisi barat, dan juga berbatasan dengan
laut jawa di sisi utaranya. Kabupaten ini menghadap ke wilayah laut
(Samudra Hindia di sebelah selatan dan Selat Alas di sebelah timur).
Kabupaten Lombok Timur terletak antara 161°-117° Bujur Timur
dan 8°- 9° Lintang Selatan, luas wilayah keseluruhan mencapai 2.679,88
Km2 yang terdiri atas daratan dan lautan. Daratan seluas 1.605,55 km2
(59,91 persen). dan lautan seluas 1.047,33 km2 (40,09 persen). Luas
daratan Kabupaten Lombok Timur mencakup 33,88 persen dari luas
Pulau Lombok atau 7,97 persen dari luas daratan Provinsi Nusa Tenggara
Barat, dengan batas wilayah:
Sebelah Barat : Kabupaten Lombok Barat dan Lombok Tengah
Sebelah Timur : Selat Alas
Sebelah Utara : Laut Jawa
Sebelah Selatan : Samudera Indonesia
38
Sejak berdiri sebagai kabupaten pada tahun 1958, wilayah
Kabupaten ini menjadi daerah pelayanan dari 20 Kecamatan, yakni:
Keruak, Jerowaru, Sakra, Sakra Barat, Sakra Timur, Terara, Montong
Gading, Sikur, Masbagik, Pringgasela, Sukamulia, Suralaga, Selong,
Labuhan Haji, Pringgabaya, Suela, Aikmel, Wanasaba, Sembalun,
Sambelia. Seiring dengan perkembangan, ada keinginan untuk
mengembangkan sebagai wilayah kabupaten baru yang akan meliputi 8
(Delapan) kecamatan. Kabupaten ini hendak akan dinamai Kabupaten
Lombok Selatan (KLS). Kecamatan-kecamatan lainnya akan tetap
menjadi wilayah Kabupaten Lombok Timur sebagai kabupaten induk.
3. Kondisi Demografi
Kabupaten Lombok Timur merupakan kabupaten dengan jumlah
penduduk terbanyak di Provinsi NTB, yaitu 1.068,486 jiwa atau hampir
25% dari keseluruhan penduduk NTB yang terbagi dalam 10
kabupaten/kota. Dengan luas daratan yang hanya 1.605,55 km atau
7,97% dari total luas daratan NTB, kabupaten ini menjadi wilayah
terpadat ketiga di Provinsi NTB setelah Kota Mataram dan Kabupaten
Lombok Tengah. Jumlah penduduk yang cukup besar tersebut tersebar
relatif merata di 20 kecamatan, kecuali di beberapa kecamatan baik di
wilayah Utara maupaun Selatan yang memiliki luas wilayah lebih sempit
39
Tabel 2.1
40
Secara sosiologis, aspek kependudukan di Kabupaten Lombok
Timur ditunjukkan dengan kindisi masyarakat yang relatif homogen baik
dari sisi etnis maupun agama. Berdasarkan statistik tahun 2000 terlihat
bahwa Kabupaten Lombok Timur dihuni oleh tiga suku dominan, yaitu:
Sasak (67,75%), Bima (13,40%), Sumbawa (8,34%) yang masing-masing
masih memiliki sub etnis, serta beberapa etnis lain dalam jumlah yang
lebih sedikit seperti misalnya Dompu, Bali, Jawa, Bugis, Donggo, dan
lain sebagainya.
4. Kepala Pemerintahan
Kabupaten Lombok Timur dipimpin oleh Bupati. Berikut daftar
Bupati dan Wakil Bupati1 :
1. L. Muslihin (Masa bakti 2 Juli 1960-24 Nop 1966).
2. Rahadi Tjipto Wardoyo (Masa bakti 24 Nopember 1966-15
Agustus 1967).
3. R. Roesdi (Masa bakti 15 Agustus 1967-1979) diperpanjang.
4. Saparwadi (Masa bakti 1979-1988 ) meninggal 13 Maret 1987.
5. H. L. Djafar Surayadi (Masa bakti 21 Desember 1987-13 Juli 1988)
sebagai Pelaksana Tugas.
6. Abdul Kadir (Masa bakti 13 Juli 1988-1993) Sekda Drs. Djafar
Suryadi -Drs. H. L. Fikri.
1
41
7. Moch. Sadir (Masa bakti 1993-1998 ) Sekda - H.L. Fikri -Moch.
Aminuddin,BA- H. Syahdan, SH.,SIP (definitif).
8. H. Syahdan, SH (Masa bakti 1999-2003) sekda H. L. Kamaluddin,
SH.
9. H. Moch Ali bin Dachlan (Bupati) dan H. Rahmat Suhardi (Wakil
Bupati) periode 2003-2008.
10.H. M. Sukiman Azmy (Bupati), M.M. dan H.M. Syamsul Lutfhi
(Wakil Bupati) periode 2008-2013.
11.H. Moch Ali bin Dachlan (Bupati) dan Drs. H. Haerul Warisin,
M.Si (Wakil Bupati) periode 2013-2018.
Pemerintahan Kabupaten Lombok Timur periode 2013-2018
dipimpin kembali oleh H. Moch. Ali Bin Dachlan, SH yang pernah
memimpin pada periode 2003-2008, dan Drs. H. Haerul Warisin, M.Si.
5. Fraksi DPRD Kabupaten Lombok Timur
DPRD Kabupaten Lombok Timur dengan jumlah anggota
sebanyak 50 orang, terbagi kedalam 10 fraksi yang terdiri dari 8 fraksi
utuh dan 2 fraksi gabungan.2
1. Fraksi Partai Demokrat
Merupakan fraksi terbesar dengan jumlah anggota sebanyak 7 orang
yang berasal dari Dapil 1 dan Dapil 2 masing-masing 2 orang dan
Dapil III, IV dan V masing-masing 1 orang. Jumlah suara yang
diproleh adalah sejumlah 82.784 (13.29%) suara.
2