• Tidak ada hasil yang ditemukan

POLITIK PEMEKARAN WILAYAH “STUDI KASUS KEGAGALAN PEMBENTUKAN KABUPATEN LOMBOK SELATAN TAHUN 2014”

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "POLITIK PEMEKARAN WILAYAH “STUDI KASUS KEGAGALAN PEMBENTUKAN KABUPATEN LOMBOK SELATAN TAHUN 2014”"

Copied!
141
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

POLITIK PEMEKARAN WILAYAH

“STUDI KASUS KEGAGALAN PEMBENTUKAN KABUPATEN LOMBOK SELATAN TAHUN 2014”

Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana (SI.P) Program Studi Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

DISUSUN OLEH : MULTAZAM MARJAK

20120520101

PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

(2)

i HALAMAN JUDUL

POLITIK PEMEKARAN WILAYAH

“STUDI KASUS KEGAGALAN PEMBENTUKAN KABUPATEN LOMBOK SELATAN TAHUN 2014”

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pada

Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun Oleh:

MULTAZAM MARJAK

20120520101

JURUSAN ILMU PEMERINTAHAN

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH

(3)

ii HALAMAN PERNYATAAN

Dengan ini menyatakan bahwa:

1. Skripsi yang saya buat ini adalah benar-benar merupakan hasil karya

sendiri yang diajukan untuk memenuhi salah satu peryaratan memperoleh

gelar strata 1 (satu) di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

Muhammadiyah Yogyakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan skripsi ini telah saya

cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Ilmu Sosial

dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli

sayaatau merupakan hasil dari plagiatisme, maka saya bersedia menerima

sanksi yang berlaku di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

Muhammadiyah Yogyakarta.

Yogyakarta, 8 November 2016

Yang membuat pernyataan

(4)

iii HALAMAN MOTTO

Kita tidak pernah bisa memilih masa kecil kita

tapi masa depan itu kita sendiri yang melukiskan.

(Iwan Setiwan)

“Jika kau tidak berencana untuk gagal, maka jangan

gagal untuk berencana dan jangan tunda sampai besok”

“Tragedi terbesar dalam kehidupan bukanlah sebuah kematian, tapi hidup tanpa tujuan. Karena itu, teruslah

bermimpi untuk menggapai tujuan dan harapan, supaya hidup bisa lebih bermakna”

“Hidup di dunia ini singkat. Maka cintailah orang-orang yang bersamamu, karna ketika dia meninggalkanmu baru tersa bahwa kehadirannya

sungguh bermakna”

(5)

iv HALAMAN PERSEMBAHAN

Dengan rahmat Allah SWT yang maha pengasih lagi maha penyayang, dengan ini saya persembahkan karya ini untuk ayahanda (Alm) TGH. Muhammad Sibawaihi Mutawalli, terimakasi atas limpahan kasih sayang semasa hidupnya dan memberikan rasa rindu setiap saat yang sangat berarti (I Miss U Father). Selanjutnya untuk Bunda tercinta Hj. Munainah terimakasi atas limpahan do’a dan kasih sayang yang tak terhingga dan slalu memberikan yang terbaik untuk anaknya (I Love U Mother).

Kemudian untuk saudaraku H. Badarul Islam, H. Saipul Islam, Asazali Sibawaihi dan Ali Imran yang senantiasa memberikan dukungan, semangat, senyuman dan do`anya untuk keberhasilan ini, cinta kalian adalah semangat dan sayangku untuk kalian. Semoga Allah SWT tetap melindungi dan mempersatukan kita. Tak lupa juga untuk sahabat dan teman tersayang, tanpa semangat, dukungan dan bantuan kalian semua tak kan mungkin sampai disini, terimakasi untuk canda tawa, tangisan dan perjuangan yang kita lewati bersama dan terimakasi untuk kenangan manis yang telah mengukir selama ini yang akan menjadi sebuah kisah klasik untuk masa depan.

(6)

v KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirrabal’alamin, segala puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT, Tuhan semesta alam, atas limpahan rahmat dan karunia-Nya kepada hambanya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas ahir “skripsi” ini, tak lupa penulis haturkan shalawat serta salam kepada junjungan alam Nabi Besar Muhammad SAW yang telah membukakan jalan yang lurus dan terang bagi umat manusia yang dahulunya terperangkap pada zaman kebodohan.

Penyusunan skripsi ini sebagai karya ilmiah yang merupakan persyaratan memperoleh gelar kesarjanaan pada Program Studi Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu sosial dan Politik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Adapun judul dari skripsi adalah: POLITIK PEMEKARAN WILAYAH “STUDI KASUS KEGAGALAN PEMBENTUKAN KABUPATEN LOMBOK SELATAN TAHUN 2014”.

Penulis menyadari bahwa terselesainya penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan, pengarahan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Bambang Cipto, M.A selaku Rektor Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

2. Ali Muhammad, S.Ip, MA.,Ph.D, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

3. Dr. Titin Purwaningsih, S.Ip., M.Si, selaku Ketua Program Studi Ilmu Pemerintahan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, yang telah memberikan kesempatan dan berbagai kemudahan sehingga penulis dapat melakukan penyusunan skripsi ini.

(7)

vi

5. Eko Priyo Purnomo,Ph.D, selaku dosen penguji skripsi yang telah memberikan pengarahan, kritik dan saran pada penulis sehingga skripsi ini menjadi lebih baik.

6. Erni Zuhriyati, S.IP.,MA, selaku dosen penguji skripsi yang telah memberikan pengarahan, kritik dan saran pada penulis sehingga skripsi ini menjadi lebih baik.

7. Seluruh Bapak dan Ibu dosen Jurusan Ilmu Pemerintahan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta terimakasih atas ilmu yang telah kalian berikan selama penulis mengikuti perkuliahan.

8. Kepala Bagian Tata Pemerintahan Setda Kabupaten Lombok Timur Drs, H. M. Juaini Taofik, M.Ap dan semua staf yang membantu penulis dalam penguumpulan data.

9. Teruntuk kedua orang tua penulis (Almarhum) Bapak H. Muhammad Sibawaihi Mutawalli dan Hj. Munianah yang telah menjadi orang tua luarbiasa, yang slalu memberikan do’a, semangat, nasihat dan kasih sayangnya serta memberikan dukungan secara moril dan material kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi.

10.Kaka tercinta H. Badarul Islam, H. Saipul Islam, Lc., MA.,ph.D, Asazali Sibawaihi, S.IP, M.IRyang telah menjadi kakak yang hebat, yang selalu memberikan do’a dan semangat bagi adek-adeknya.

11.kepada abang Joyo Suepeno dan paman Turmuzi atas bantuannya dalam penguumpulan data sehingga skripsi ini lancar dan selesai pada waktunya.

(8)

vii

Penulis sangatlah menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini jauh dari kata sempurna karna masih banya kekeliruan, kesalahan, dan ketimpangan baik dalam segi teknik penulisan maupun dari segi kualitas skripsi. Maka penulis mohon maaf jika terjadi kesalahan dalam penilisan skripsi ini. Penulis berharap skripsi ini dapat berguna bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.

Yogyakarta, 8 November 2016

(9)

viii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ... iii

HALAMAN MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

KATA PENGENTAR ... vi

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

SINOPSIS ... ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penelitian ... 8

D. Manfaat Penelitian ... 8

E. Kerangka Teori... 8

1. Desentralisasi ... 8

2. Otonomi Daerah ... 12

3. Pemekaran Daerah ... 15

a) Politik Pemekaran ... 22

b) Akibat Pemekaran ... 25

F. Definisi Konseptual ... 28

(10)

ix

BAB II DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN ... 35

A. Gambaran Umum Kabupaten Lombok Timur ... 35

1. Sejarah Kabupaten Lombok Timur ... 35

2. Kondisi Geografis Daerah ... 36

3. Kondisi Demografi ... 38

4. Kepala Pemerintahan ... 40

5. Fraksi DPRD Kabupaten Lombok Timur ... 41

B. Wilayah Calon Kabupaten Lombok Selatan ... 43

1. Kependudukan Calon Kabupaten Lombok Selatan ... 46

2. Kepadatan Calon Penduduk Kabupaten Lombok Selatan ... 47

C. Sosial Budaya dan Politik ... 49

D. Potensi Ekonomi Daerah ... 50

E. Kesejahtraan Masyarakat ... 53

1. Pelayanan Pendidikan ... 55

2. Pelayanan Kesehatan ... 57

3. Terbatasnya infrastruktur Transportasi, Irigasi, dan Energi ... 59

BAB III PEMBAHASAN ... 61

A. Gagasan dan Proses Pemekaran Kabupaten Lombok Timur ... 61

1. Dominasi Elit dalam Wacana Pemekaran ... 64

2. Proses Sosialisasi Komite Pemekaran dan Tanggapan Masyarakat ... 67

(11)

x

4. Dinamika Pro dan Kontra Pemekaran Kabupaten

Lombok Timur ... 74

B. Terhambatnya Pembentukan Daerah Otonomi Baru (Kabupaten Lombok Selatan) ... 80

1. Kurangnnya Dukungan Pemerintah Daerah ... 81

2. Rapat Paripurna DPR Tolak Sahkan 65 RUU DOB ... 84

C. Kemampuan Pemerintahan Kabupaten Lombok Selatan Jika Terbentuk ... 88

BAB IV PENUTUP ... 91

A. Kesimpulan ... 91

B. Saran ... 93

DAFTAR PUSTAKA ... 95

(12)

xi DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Perbandingan Jumlah dan Kepadatan Penduduk di Kabupaten

Lombok Timur ... 39

Tabel 3.1 Rencana Pengembangan Wilayah Administrasi Pemerintahan .... 44

Tabel 3.2 Jumlah Penduduk Calon kabupaten Lombok Selatan ... 46

Tabel 3.3 Jumlah Penduduk Kabupaten Induk ... 46

Tabel 3.4 Rasio Perbandingan Kepadatan Penduduk ... 48

Tabel 3.5 Perbandingan Jumlah Penduduk dan Luas Wilayah Efektifnya ... 48

Tabel 4.1 Produk Pertanian ... 51

Tabel 4.2 Produksi Prikanan Laut dan Prikanan Darat di Kabupaten Lombok Timur ... 52

Tabel 5.1 Proporsi Kepala Keluarga Miskin ... 54

Tabel 5.2 Jumlah Sekolah dan Guru di Kabupaten Lombok Timur ... 56

(13)

xii DAFTAR GAMBER

Gambar 1.1 Peta Wlayah Kabupaten Lombok Timur ... 37

Gambar 1.2 Kecamatan-kecamatan yang hendak dikembangkan menjadi Wilayah Kabupaten Baru Lombok Selatan ... 45

(14)
(15)

xiii SINOPSIS

Pada dasarnya pemekaran wilayah adalah sesuatu yang memiliki tujuan yang penting bagi daerah dalam suatu negara, disamping meningkatkan pelayanan publik juga sebagai sarana pendidikan politik ditingkat lokal. Dalam ilmu politik, ada hal yang lebih penting dari pada sekedar memikirkan bagaimana cara berkuasa, yaitu bagaimana melakukan kesejahtraan sosial kepada seluruh rakyat. Dalam azas demokrasi yang mengembalikan segala sesuatunya kepada rakyat, yang artinya demokrasi mencita-citakan kesejahtraan sosial sebagai unsur penting dalam menjalankan roda pemerintahan sebuah negara. Hal yang sama juga diinginkan dalam konsep pemekaran wilyah.

Skripsi ini membahasa tentang upaya yang dilakukan dalam pembentukan Kabupaten Lombok Selatan yang akan dimekarkan dari Kabupaten Lombok Timur, penulis sedikit-banyak berusaha menguraikan proses-prosesnya, baik secara administratif maupun secara politis, bagaimana wacana tersebut secara langsung disosilisasikan kepada masyarakat Lombok Timur di delapan kecamatan yang akan menjadi bagian calon Kabupaten Lombok Selatan. Ternyata memunculkan polemik, pro dan kontra baik ditingkat masyarakat di delapan kecamatan maupun tingkat pemerintahan, karna pada umunya wacana pemekaran wilayah adalah sebuah aspirasi yang sedikit disuarakan oleh masyarakat dan lebih dimotori oleh elit lokal saja.

Sedangkan dalam skripsi ini, metode yang digunakan dalam penelitian adalah dengan menggunakan metode kualitatif, dengan berusaha menampilkan data yang deskriptif, yang dalam teknik pengumpulan data yaitu berusaha mengumpulkan dokumen-dokumen yang berkaitan dan juga wawancara langsung dengan beberapa tokoh yang terlibat secara langsung. Dan sedangkan dalam teknik analisis data, penulis menggunakan teknik deskriptif, yang bertujuan agar dapat membuat gambaran terhadap data-data yang ada, sehingga dapat menghasilkan data yang sistematis, faktual, aktual dan akurat.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa adanya beberapa faktor yang mempengaruhi kegagalan pembentukan Kabupaten Lombok Selatan yang akan dimekarkan dari Kabupaten Lombok Timur pada tahun 2014 yaitu:

(16)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan menganut asas

desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah, dengan

memberikan kesempatan dan keleluasan kepada daerah untuk

menyelenggarakan otonomi.1Kebijaksanaan desentralisasi di Indonesia telah

mengalami perjalanan yang sangat panjang, tidak hanya semenjak lahirnya

Republik ini, akan tetapi sejak masa pemerintahan kolonial. Dalam rangka

mewujudkan kepentingan pemerintah kolonial maka pemerintah daerah

dibentuk. Sebagai sebuah konsep penyelenggaraan pemerintahan,

desentralisasi menjadi panduan utama akibat ketidak mungkinan sebuah

negara yang wilayahnya luas dan penduduknya banyak untuk mengelola

manajemen pemerintah secara sentralistik. Pada perkembangannya lebih jauh,

desentralisasi kemudian menjadi semangat utama bagi negara-negara yang

menyepakati demokrasi sebagai landasan gerak utamanya.2

Salah satu topik sentral pasca reformasi yang menjadi perdebatan

adalah permasalahan otonomi daerah. Karena adanya desakan dari daerah

yang menuntut untuk mendapat kewenangan yang lebih luas, maka

pemerintah pusat mengeluarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999

1

Sabrono, H. (2007). Memandu otonomi daerah menjaga kesatuan bangsa . Jakarta: Sinar Grafika. Hal 3

2

(17)

2 tentang Pemerintahan Daerah.3 Selanjutnya direvisimenjadi Undang-Undang

Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, dimaksudkan agar

daerah mampu mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat menurut

prakarsanya sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dan sesuai dengan

perundang-undangan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pemberian kewenangan otonomi kepada daerah berdasarkan asas

desentraliasi dilaksanakan dengan prinsip luas, nyata dan bertangung jawab4

Visi otonomi daerah sendiri dapat dirumuskan dalam tiga ruang

lingkup interaksinya yang utama yaitu: Politik, Ekonomi, serta Sosial dan

Budaya. Bidang Politik, otonomi adalah buah dari desentralisasi dan demokratisasi, maka ia harus dipahami sebagai sebuah proses untuk

membuka ruang bagi lahirnya kepala pemerintahan daerah yang dipilih secara

demokratis, memungkinkan berlangsungnya penyelenggaraan pemerintahan

yang responsif terhadap kepentingan masyarakat luas, dan memelihara suatu

mekanisme pengambilan keputusan yang taat pada asas pertangung jawaban

publik. Bidang Ekonomi, otonomi disatu pihak harus menjamin lancarnya pelaksanaan kebijakan ekonomi nasional dan daerah, dan di pihak lain

terbukanya peluang bagi pemerintah daerah mengembangakan kebijakan

regional dan lokal untuk mengoptimalkan pendayagunaan potensi ekonomi di

daerahnya. Di Bidang Sosial dan Budaya. Otonomi daerah harus dikelola sebaik mungkin demi menciptakan dan memelihara harmoni sosial, dan pada

3

Eko Prasojo dkk, Blue Print Otonomi Daerah inonesia, dalam M. Zaki Mubarak dkk, (Jakarta: Yayasan Haraka Bangsa, PGRI, dan European Union, 2016), hal 117-119

4

(18)

3 saat yang sama, memelihara nilai-nilai lokal yang dipandang bersifat kondusif

terhadap kemampuan masyarakat merespon dinamika kehidupan

disekitarnya.5

Pada tahun 1999, wilayah NKRI di bagi menjadi 27 provinsi. Namun

sejak disahkannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi

Daerah yang kemudian direvisi menjadi Undang-Undang 32 Tahun 2004,

sehingga pada tahun 2008 telah terbentuk 215 daerah otonomi baru yang

terdiri dari tujuh provinsi, 173 kabupaten, dan 35 kota. Dengan demikian total

jumlahnya mencapai 512 daerah otonomi yang terdiri dari 33 provinsi, 398

kabupaten, dan 93 kota. Kemudian dengan banyaknya aspirasi dan tuntutan

masyarakat mengenai demokrasi dan pemekaran wilayah, saat ini Indonesia

dibagi menjadi 34 provinsi dengan jumlah kabupaten 416 dan 98 kota.6

Otonomi daerah yang dicanangkan seperti sekarang diharapkan akan

mempercepat pertumbuhan dan pembangunan daerah, disamping

menciptakan keseimbangan pembangunan antara daerah di Indonesia.

Dengan adanya asumsi bahwa pembentukan wilayah itu memiliki korelasi

positif dengan peningkatan kehidupan demokratis ditingkat masyarakat,

alasan ini sangat logis, sebab ketika terjadinya pemekaran wilayah maka

jangkauan territorial secara otomatis menjadi semakin pendek atau dekat.

Dengan demikian unit pemerintahan akan lebih mampu memberikan

5

Syukani, H., Prof. Dr. Afan Gaffar, M., & Prof. Dr. Ryaas Rasyid, M. (2003). Otonomi Daerah Dalam Negara Kesatuan . Yogyakarta : Pustaka Pelajar. hal 173-175

6

Daftar Kabupaten dan Kota di Indonesia, dalam,

(19)

4 pelayanan secara prima, sehingga masyarakat memiliki akses yang lebih

mudah dan cepat terhadap proses pengambilan keputusan baik secara politis

maupun secara administrattif di daerahnya. Meskipun demikian, patut

disadari bahwa logika di atas tidaklah selalu bersifat linier. Artinya disini

asumsi bahwa semakin banyaknya pemekaran wilayah dan semakin besar

jumlah unit pemerintahan, maka semakin baik kehidupan demokrasi tidaklah

berlaku secara mutlak. Otonomi baru yang kurang terkendali justru akan

menghasilkan infektivitas penyelenggaraan pemerintahan, disamping

terhambatnya proses demokratisasi itu sendiri.

Banyaknya desakan dari berbagai daerah dalam upaya pemekaran

wilayah di Indonesia saat ini terlihat dari usulan pembentukan 65 provinsi

dan kabupaten/kota baru yang ditetapkan oleh DPR RI pada akhir Oktober

2013 yang lalu, salah satunya upaya pembentukan Kabupaten Lombok

Selatan yang akan dimekarkan dari Kabupaten Lombok Timur.7 Akan tetapi

dilihat dari banyaknya usulan pemekaran wilayah di Indonesia saat ini

memang harus diakui lebih bernuansa politik, hal ini terjadi karena beberapa

alasan, sebagian berpendapat sebagai ekspensif kekuasaan politik saja,

sebagian beralasan sebagai perluasan karir politik dan selebihnya bisa

dikatakan dalam rangka mengibarkan bendera partai yang dianut. Fenomena

pemekaran wilayah yang terjadi di Indonesia layak untuk dikaji ulang.

7

“DOB Kabupaten Lombok Selatan dapat ditetapkan”, antarantb.com, 12 Februari 2014, dalam

(20)

5 Karena, ini menyangkut dari kesiapan daerah, baik dari aspek pembiayaan,

sumber daya manusia (SDM), dan kredibilitas birokrasi dalam melakukan

pengelolaan pemerintah yang bersih dan lebih baik. Sehingga tidak

tersendatnya roda pemerintahan daerah.

Proses dari pengajuan usulan pembentukan Kabupaten Lombok

Selatan sendiri sejak tahun 2010. Masyarakat Lombok Timur bagian selatan

sendiri menghendaki pembentukan daerah Kabupaten Lombok Selatan,

tuntutan masyarakat yang sangatkuat ditingkat bawah tersebut didorong oleh

keinginan memperoleh pelayanan yang lebih baik dari pemerintah, bahkan

pemerintah provinsi sendri sangat mendukung terbentuknya Kabupaten

Lombok Selatan. Pada saat itu Bupati Kabupaten Lombok Timur yang

menjabat Drs. H. Sukiman Azmy menyetujui adanya pembentukan

Kabupaten Lombok Selatan yang akan dimekarkan dari Kabupaten Lombok

Timur, kemudian dibentuklah Komite Pemekaran Kabupaten Lombok Timur

(KPKLT). Angaran APBD dari Kabupaten Lombok Timur disiapkan untuk

membentukan Kabupaten Lombok Selatan sampai proses telah sampai ke

DPR RI. Namun nampaknya upaya yang dilakukan oleh masyarakat Lombok

Timur bagian Selatan untuk memekarkan Kabupaten Lombok Timur menjadi

daerah otonomi baru (DOB) dengan nama Kabupaten Lombok Selatan

untuk sementara sepertinya masih menemui jalan buntu, karena bupati

Kabupaten Lombok timur yang sekarang H. Muhammad Ali Bin Dachlan

yang terpilih pada pemilihan kepala daerah pada Mei 2013, tidak berkenan

(21)

6 Kabupaten Lombok selatan menjadi DOB, alasannya bahwa APBD

Kabupaten Lombok Timur defisit dalam beberapa tahun tidak kuat untuk

mensubsidi DOB yang bernama Kabupaten Lomok Selatan(KLS).8

Kabupaten Lombok Timur sendiri merupakan daerah otonom di

wilayah NTB (Nusa tenggara Barat) yang paling luas wilayahnya dan paling

banyak jumlah penduduknya yakni sekitar 1,2 juta jiwa yang terdiri dari 20

kecamatan. Kabupaten Lombok Timur juga merupakan daerah yang banyak

masalah sosial seperti tingkat pengangguran, derajat kesehatan dan tingkat

pendidikan yang minim, seihingga berkembang aspirasi untuk memperpendek

pelayanan pemerintahan dengan pembentukan Kabupaten Lombok Selatan.

Apabila terjadi pemekaran maka penduduk Kabupaten Lombok Selatan akan

berjumlah 410.668 jiwa. Jumlah tersebut didapatkan dari 8 kecamatan yang

luasnya mencapai 442.82 kilometer persegi. Kecamatan yang dimaksudkan

tesebut sesuai dengan konsep awal yaitu Kecamatan Terara, Sikur, Montong

Gading, Jerowaru, Keruak, Sakra, Sakra Timur dan Sakra Barat. Akan tetapi

Pemerintah Kabupaten Lombok Timur sendiri hanya menginginkan

pengajuan Pembentukan KLS ini, hanya terdiri dari 5 Kecamatan saja yakni

Jerowaru, Keruak, Sakra, Sakra Timur dan Sakra Barat. Walaupun 5

Kecamatan yang dimiliki oleh calon KLS masih tetap mengalami kendala bila

8

(22)

7 tidak ada political will dari H. Muhammad Ali Bin Dachlan selaku bupati Kabupaten Lombok Timur yang berkuasa.9

Pembentukan Kabupaten Lombok Selatan masih mengacu pada

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah, dan

Peraturan Permrintah Nomor 78 Tahun 2007 tentang tata cara pembentukan,

penghapusan, dan penggabungan daerah. Jika mengacu pada persyaratan

geografis/kwilayahan pemekaran Kabupaten Lombok Timur sudah layak

dimekarkan menjadi dua daerah otonomi baru. Akan tetapi dari segi

persyaratan administrasi persetujuan bupati berkuasa menjadi suatu yang

mutlak. Pemekaran wilayah bukan hanya sekedar wilayah dan anggaran/dana

oprasional pemerintahan tetapi di dalamnya juga terdapat batas wilayah yang

harus disetujui oleh daerah induk.

Menarik untuk diteliti mengenai Kegagalan Pembentukan Lombok

Selatan, dimana pembentukan KLS yang seharusnya telah ditetapkan dalam

sidang paripurna DPR RI yang di laksanakan 29 September 2014 yang lalu

bersama 64 DOB lainnya. Melihat dari adanya indikasi-indikasi mengenai

kuatnya faktor politik dan ekonomi, baik dari proses pengusulannya sendiri

hingga kegagalan dari pembentukan Kabupaten Lombok Selatan pada tahun

2014. Dari pernyataan diatas, menjadi alasan penulis mengambil judul

:Politik Pemekaran Wilayah “Studi Kasus Kegagalan Pembentukan Kabupaten Lombok Selatan Tahun 2014”.

9

KLS harus diperjuangkan, radarlommbok.com, 8 Maret 2015, dalam

(23)

8

B. Rumusan Masalah

Berangkat dari persoalan di atas, maka dapat dirumuskan sebagai

berikut: Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kegagalan Pembentukan

Kabupaten Lombok Selatan pada tahun 2014?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan penelitian ini

Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kegagalan Pembentukan

Kabupaten Lombok Selatan pada tahun 2014.

D. Manfaat Penelitian

Sedangkan manfaat penelitian dari penulisan skripsi ini adalah:

a. Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan khazanah

baru mengenai wacana otonomi daerah dan pemekaran wilayah.

b. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan

evaluasi serta memberikan masukan bagi segenap aparat dan

Pemerintah Kabupaten Lombok Timur terkait Pembentukan

Kabupaten Lombok Selatan yang akan di mekarkan dari Kabupaten

Lombok Timur.

E. Kerangka Dasar Teori

1. Desentralisasi

Desentralisasi merupakan konsekuensi dari penerapan sebuah

sistem demokratis. Adapun beberapa pengertian tentang desentralisasi

(24)

9 a. Desentralisasi menurut Rondinelli adalah dalam arti luas mencakup

setiap penyerahan kewenangan daeri pemerintah pusat baik kepada

pemerintah daerah maupun kepada pejabat pemerintah pusat yang di

tugaskan di daerah.10

b. Desentralisasi menurut Ryaas Rasyid adalah adanya pelimpahan

wewenang dari tingkat atas organisasi kepada tingkat bawahnya

secara hirarkis.11

c. Desentralisasi menurut Prajudi Atmosudirdjo adalah menunjukan

kepada proses pendelegasian dari pada tanggung jawab terhadap

sebagian dari administrasi Negara kepada badan-badan

(korporasi-korporasi) otonomi (bukan kepada jabatan) dan tidak hanya mengenai

kewenangan dari suatu urusan tertentu.12

d. Desntralisasi menurut Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang

pemerintahan daerah adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh

pemerintah kepada daerah otonom untuk mengtur dan mengurus

urusan pemerintahan dalam sistem Negara kesatuan Republik

Indonesia.13

Jadi desentralisasi adalah merupakan pelimpahan wewenang atau

pendelegasian sebagian tugas pemerintaha pusat kepada pemerintahan

daerah untuk mengurus rumah tangganya sendiri dalam sistem Negara

10

Koirudin. (2005). Sketsa Kebijakan Desentralisasi di Indonesia. Malang : Averrose Press. hal. 2. 11

Drs. Bambang Yudoyono, M. (2001). Otonomi Daerah: Desentralisasi dan Pengembangan SDM Aparatur Pemda dan Anggota DPRD. Jakarta: PT. Percetakan Penebar Swadaya. hal 20

12

Musanef, D. (1989). Sistem Pemerintahan di Indonesia. Jakarta: CV Haji Masagung. hal 21 13

(25)

10 Kesatuan Republik Indonesia. Urusan-urusan pemerintahan yang telah

diserahkan kepada daerah dalam pelaksanaan desentralisasi pada dasarnya

menjadi wewenangan dan tangung jawab daerah sepenuhnya karena

pemerintah pusat tidak bisa menjalankan semua urusan pemerintahan

maka, diberi kepercayaan yang luas untuk membuat kebijakan-kebijakan

di daerah, memberikan pelayanan, peningkatan kesejahtraan dan

pemberdayaan pada masyarakat, sehingga dalam implementasinya mampu

memberikan jalan keluar dari persoalan yang ada.

Berdasarkan pendapat klasik G. Shabir Cheema dan Dennis A.

Rondinelli, ada empat pokok dari desentralisasi yaitu:14

1. Dekonsentrasi

Pengalihan beberapa kewenangan atau tangung jawab administrasi di

dalam (internal) suatu kementrian atau jabatan. Disini tidak ada

transfer kewenangan yang nyata. Bahwa menjalankan kewenangan

atas nama atasannya dan bertangung jawab kepada atasannya.

2. Delegasi

Transfer (pelimpahan) tangung jawab fungsi-fungsi tertentu kepada

organisasi-organisasi di luar struktur birokrasi pemerintaha dan

dikontrol tidak secara langsung oleh pemerintah pusat.

3. Devolusi

14

(26)

11 Pembentukan dan pemberdayaan unit-unit pemerintahan di tingkat

lokal oleh Pemerintah pusat dengan kontrol pusat seminimal mungkin

dan terbatas pada bidang-bidang tertentu saja.

4. Privatisasi / debirokratisasi

Pelepasan semua tangung jawab fungsi-fungsi kepada

organisasi-organisasi pemerintahan atau perusahaan-perusahaan swasta.

Dengan demikian desentralisasi ini dapat dipilih minimal dalam

tiga pemahaman besar: dekonsentrasi, delegasi, devoluasi. Dekonsentrasi

merupakan bentuk desenralisasi yang hanya merupakan penyerahan

tangung jawab kepada daerah, delegasi hanya merupakan kewenangan

pembuatan keputusan dan menajemen untuk menjalankan fungsi-fungsi

politik tertentu pada organisasi tertentu. Sedangkan devoluasi merupakan

wujud kongkrit dari desentralisasi politik (political desentralization). 15

Dilihat dari segi tujuannya desentralisasi adalah upaya untuk

menciptakan kemampuan unit pemerintah secara mandiri dan independen.

Mawhood sebagaimana dirujuk Hidayat mengemukakan bahwa tujuan

utama dari kebijakan desentralisasi adalah sebagai upaya mewujudkan

keseimbangan politik (political equality), akuntabilitas pemerintah lokal, (local accountability) dan pertangungjawaban pemerintah lokal (local responsivenees). Ketiga tujuan ini saling berkaitan satu sama lain. Adapun persyaratan yang harus dipenuhi untuk mencapai tujuan tersebut, dalam

15

(27)

12 konteks indonesia misalnya, adalah pemerintah daerah harus memiliki

teritorial kekuasaan yang jelas (legal territorial of power); memiliki pendapatan daerah (PAD) sendiri (local own income); memiliki badan perwakilan (local representative body) yang mampu mengontrol eksekutif daerah; dan adanya kepala daerah yang dipilih sendiri oleh masyarakat

daerah melalui suatu pemilihan yang bebas.16

2. Otonomi Daerah

Otonomi sendiri berasal dari kata yunani, autos dan nomos. Kata pertama berarti “sendiri”, dan kata kedua berarti “perintah”. Otonomi

bermaksud mengatur atau memerintah sendiri.17 Sedangkan daerah

diartikan sebagai kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai wilayah

tertentu, yang baik, berwenang, dan berkewajiban mengatur dan

mengurus rumah tangganya sendiri dalam ikatan Negara Kesatuan

Republik Indonesia, sesuai dengan perundang-undangan.18

Otonomi daerah menurut Sarundajang dapat diartikan sebagai hak

wewenang dan kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus rumah

tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang

berlaku.19 Sedangkan di dalam undang-undang Nomor 23 Tahun 2004

tentang pemerintahan daerah. Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan

16Ibid.

hal 13-14 17

Dwidjowijoto, R. N. (2000). Otonomi Daerah: Desentralisasi Tanpa Revolusi . Jakarta : PT Elex Media Kompotindo. hal 46

18

Kansil, D. C. (1993). Sisitem Pemerintahan Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara. hal 361 19

(28)

13 kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan

pemerintahan dan kepenting masyarakat setempat dalam sistem Negara

Kesatuan Republik Indonesia. Asas otonomi adalah prinsip dasar

penyelenggaraan Pemerintah Daerah berdasarkan Otonomi Daerah.20

Otonomi daerah merupakan simbol adanya kepercayaan dari

pemerintah pusat karena daerah diberi kewenangan secara luas untuk

membuat kebijakan daerah, memberi pelayanan, peningkatan peran serta,

prakarsa dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan pada peningkatan

kesejahtraan rakyat. Otonomi merupakan salah satu strategi dalam suatu

proses pembangunan guna mengatasi berbagai hambatan administrasi.

Dengan demikian otonomi merupakan strategi untuk mendemokratisasikan

sistem politik. Sejalan dengan pandangan ini, otonomi dapat dipandang

sebagai kebebasan bagi masyarakat setempat untuk mengatasi masalahnya

sendiri yang bersifat lokalitas.21 Pengertian luas dalam penyelenggaraan

otonomi daerah merupakan keleluasaan daerah untuk menyelenggarakan

pemerintahan yang mencakup seluruh bidang pemerintahan yang

dikecualikan pada bidang politik luar negeri, pertahanan dan keamanan,

pradilan, moneter dan fiskal, dan agama serta kewenangan yang lain. 22

20

Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah. 21

Sulistyo, R. S. (1998). Pemerintahan Lokal dan Otonomi Daerah di Indonesia, Thailand dan Pakistan . Jakarta: PPW-LIPI. hal 10

22

(29)

14 Adapun jenis-jenis otonomi itu sendiri, Surandajang memberikan 5

klasifikasi yaitu:23

1. Otonomi Organik

Otonomi ini menyatakan bahwa rumah tangga adalah keseluruhan

urusan-urusan yang menentukan mati hidupnya badan otonomi

atau daerah otonom.

2. Otonomi Formal

Adapun yang dimaksud dengan otonomi formal adalah apa yang

menjadi urusan otonomi itu tidak dibatasi secara positif.

Satu-satunya pembatasan ialah daerah otonom yang bersangkutan tidak

boleh mengatur apa yang telah diatur oleh perundangan yang

lebih tinggi tingkatnya.

3. Otonomi Material

Dalam otonomi material, kewenangan daerah otonom itu dibatasi

secara positif yaitu dengan menyebutkan secara limitatif dan

terperinci atau secara tegas apa saja yang berhak diatur dan

diurusnya.

4. Otonomi Rill

Otonomi ril, pada prinsipnya menyatakan bahwa penentuan tugas

pengalihan atau penyerahan wewenang-wewenang urusan

tersebut didasarkan kepada kebutuhan dan keadaan serta

kemampuan daerah yang menyelenggarakannya.

23

(30)

15 5. Otonomi nyata, bertangung jawab dan dinamis

Kepada daerah diserahkan suatu hak, wewenang dan kewajiban

untuk mengatur dan mengurus fungsi-fungsi pemerintahan di

bidang tertentu. Otonomi yang nyata artinya disesuaikan dengan

faktor-faktor tertentu yang hidup dan berkembang secara obyektif

di daerah. Otonomi yang dinamis artinya dapat memberikan

dorongan lebih baik dan maju atas segala kegiatan pemerintahan.

3. Pemekaran Daerah

Pembentukan dan pemekaran daerah adalah sebuah format

pengaturan politik dalam penataan hubungan pusat dan daerah di dalam

konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia.24 Sejak otonomi daerah

diberlakukan, proses pemekaran daerah terjadi begitu pesat. Upaya

pemekaran daerah dipandang sebagai sebuah terobosan untuk

mempercepat pembangunan melalui peningkatan kualitas dan kemudahan

memperoleh pelayanan bagi masyarakat.

Pemekaran daerah menurut E. Herman Salim, yaitu merupakan

instrumen penting memberdayakan daerah, memperpendek span of control, dan merebut dana perimbangan dari pusat.25

24

Kaloh, D. (2007). Mencari Bentuk Otonomi Daerah Suatu Solusi Dalam Menjawab Kebutuhan Lokal dan Tantangan Global . Jakarta: Reneka Cipta. hal 188

25

(31)

16 Pemekaran darah menurut Agung Gde Agung , cara pusat untuk

memecah belah daerah dan menguasainya (divid and rule) seperti yang di praktekan oleh kolonialisme blanda di masa lalu.26

Pemekaran daerah menuru Gabrielle Ferrazzi, perlu dilakukan

secara serius dan komprenshif karena akan terkait dengan konseptualisasi

reformasi kewilayahan (‘territorial reform’ atau ‘administrative area reform’), yaitu manajemen tentang ukuran, bentuk dan hirarki unit-unit pemerintahan daerah untuk mencapai tujuan-tujuan administrasi dan

politik suatu negara.27

Jadi pemekaran daerah merupakan suatu proses pembagian wilayah

menjadi lebih darisatu wilayah, yang berakibat pada perubahan status

sebuah wilayah dengan tujuan untuk meningkatkan pelayanan dan

mempercepat pembangunan. Pemekaran daerah juga adalah merupakan

bagian dari upaya untuk meningkatkan kemampuan pemerintah daerah

dalam memperpendek rentang kendali pemerintah, sehingga meningkatkan

efektivitas penyelenggaraan pemerintah dan pengelolaan pembangunan.

Persoalannya sekarang bahwa pembentukan dan pemekaran daerah

ini ternyata telah mengusung terangkatnya lokalitas sambil membawa

politik lokal sebagai sebuah logika yang harus dipertimbangkan. Praktis ini

menjadi penguat terjadinya pembentukan dan pemekaran daerah. Karena

26ibid ., 27ibid

(32)

17 pada saat yang bersamaan ketika kebebasan pemekaran daerah menjadi

resmi, justru menimbulkan persoalan baru seperti persoalan politik lokal.28

Pemekaran daerah menjadi provinsi, kabupaten, dan kota dapat

dilihat dari tiga sisi logika:29

a) Logika formal (legislasi), memandang bahwa terjadinya pemekaran wilayah disebabkan adanya dukungan formal Undang-Undang,

sekaligus dengan Undang-Undang ini memberikan peluang kepada

setiap daerah untuk berapresiasi dengan kesempatan ini, sehingga

yang terjadi adalah banyak daerah di Indonesia berlomba-lomba untuk

menjadikan daerahnya masing-masing menjadi otonomi (logika ini

adalah di luar terjadinya persoalan kebablasan pemekaran).

b) Logika realitas,memandang bahwa pembentukan daerah (tidak memandang apakah menjadi otonom, atau menjadi daerah kawasan

khusus) merupakan sesuatu yang benar-benar urgen secara realitas.

Bahwa untuk memecahkan berbagai macam persoalan yang ada di

daerah, alternatif pilihan terbaiknya hanyalah pembentukan atau

pemekaran wilayah/daerah.

c) Logika politik, memandang bahwa adanya pergerakan-pergerakan sosial politik kemasyarakatan di tingkat lokal dengan ide pemekaran

daerah, dan pada saat bersamaan dengan membawa dan mengusung

etnisitas daerah sebagai penguat menuju terjadinya pemekaran.

28

Kaloh, D. (2007). Mencari Bentuk Otonomi Daerah Suatu Solusi Dalam Menjawab Kebutuhan Lokal dan Tantangan Global . Jakarta: Reneka Cipta. hal 189

29ibid

(33)

18 Dalam konteks pemekaran daerah/wilayah tersebut yang lebih

dikenal dengan pembentukan daerah otonomi baru, bahwa daerah otonomi

tersebut diharapkan mempu memanfaatkan peluang yang lebih besar

dalam mengurus dirinya, terutama berkaitan dengan pengelolaan

sumber-sumber pendapatan asli daerah, sumber-sumber daya alam, dan pengelolaan

bantuan Pemerintah Pusat kepada daerah otonomi dalam rangka

meningkatkan kesejahtraan dan pelayanan kepada masyarakat setempat

yang lebih baik.30

Terdapat beberpa urgensi dari pemebentukan dan pemekaran

wilayah yaitu:31

1. Meningkatkan pelayanan pemerintah kepada masyarakat, sehingga

kehidupan masyarakat akan secara cepat terangkat dan terbebas dari

kemiskinan dan keterbelakangan seiring meningkatnya kesejahraan.

2. Memperpendek span of control (rentang kendali) manajemen pemerintahan dan pembangunan, sehingga fungsi manajemen

pemerintahan akan lebih efektif, efesien, dan terkendali.

3. Untuk proses pemberdayaan masyarakat dengan menumbuh

kembangkan inisiatif, kreatif, dan inovasi masyarakat dalam

pembangunan.

30ibid

., hal. 194 31ibid

(34)

19 4. Menumbuhkan dan mengembangkan proses pembelajaran

pendemokrasian masyarakat, dengan keterlibatan mereka dalam

proses politik dan pembangunan.

5. Khusus daerah atau wilayah-wilayah perbatasan/kepulauan,

pembentukan wilayah ini menjadi beberapa yang sangat urgen ( multy-cluster) merupakan suatu yang sangat urgen, karna hal ini :

a. Membuka keterisolasian masyarakat akibat keterbelakangan dan

kemiskinan daerah.

b. Memberi akses bagi pertumbuhan dan perkemabangan ekonomi,

sosial, dan budaya masyarakat.

c. Meningkatkan kesejahtraan hidup masyarakat kepulauan.

d. Memajukan daerah kepulauan sejajar dengan daerah daratan.

e. Memperkuat sistem pertahanan keamanan nasional serta tegaknya

NKRI.

Mengacu pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

pemerintahan daerah. Dalam Bab III pasal 5, pembentukan daerah harus

memenuhi syarat administratif, teknis, dan kewilayahan:32

1. Syarat administratif untuk provinsi meliputi adanya persetujuan

DPRD kabupaten/kota dan bupati/wali kota yang akan menjadi

cakupan wilayah provinsi, persetujuan DPRD Provinsi Induk dan

Gubernur, serta rekomendasi Menteri Dalam Negeri.

32

(35)

20 2. Sedangkan syarat administatif untuk kabupaten/kota meliputi adanya

persetujuan DPRD kabupaten/kota dan bupati/wali kota yang

bersangkutan, persetujuan DPRD Provinsi dan Gubernur, serta

rekomendasi Menteri Dalam Negeri.

3. Syarat teknis meliputi faktor yang menjadi dasar pembentukan daerah

mencakup kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial

politik, kependudukan, luas daerah, pertahanan, keamanan, dan faktor

lain yang memungkinkan terselenggaranya otonomi daerah.

4. Sedangkan syarat fisik meliputi paling sedikit 5 (lima) kabupaten/kota

untuk membentuk provinsi, dan paling sedikit 5 (lima) kecamatan kota

untuk membentuk kabupaten, dan 4 (empat) kecamatan untuk

pembentukan kota, lokasi calon ibu kota, sarana dan prasarana

pemerintah.

Sedangkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2007,

tentang tata cara pembentukan daerah kabupaten/kota yang telah di atur

dalam BAB III pada pasl 16 mengatakan sebagai berikut33 :

a. Aspirasi sebagian besar masyarakat setempat dalam bentuk Keputusan

BPD untuk Desa dan Forum Komunikasi Kelurahan atau nama lain

untuk Kelurahan di wilayah yang menjadi calon cakupan wilayah

kabupaten/kota yang akan dimekarkan.

33

(36)

21 b. DPRD kabupaten/kota dapat memutuskan untuk menyetujui atau

menolak aspirasi sebagian besar masyarakat setempat yang diwakili

oleh BPD untuk Desa atau nama lain dan Forum Komunikasi

Kelurahan untuk kelurahan atau nama lain.

c. Bupati/walikota memutuskan untuk menyetujui atau menolak aspirasi

dalam bentuk keputusan bupati/walikota berdasarkan hasil kajian

daerah.

d. Masing-masing bupati/walikota menyampaikan usulan pembentukan

kabupaten/kota kepada gubernur untuk mendapatkan persetujuan

dengan melampirkan:

1. Dokumen aspirasi masyarakat di calon kabupaten/kota

2. Hasil kajian daerah

3. Peta wilayah calon kabupaten/kota

4. Keputusan DPRD kabupaten/kota dan keputusan bupati/

walikota

e. Gubernur memutuskan untuk menyetujui atau menolak usulan

pembentukan kabupaten/kota berdasarkan evaluasi terhadap kajian

daerah

f. Gubernur menyampaikan usulan pembentukan calon kabupaten/kota

kepada DPRD provinsi

g. DPRD provinsi memutuskan untuk menyetujui atau menolak usulan

(37)

22 h. Dalam hal gubernur menyetujui usulan pembentukan kabupaten/kota,

gubernur mengusulkan pembentukan kabupaten/kota kepada Presiden

melalui Menteri dengan melampirkan

1. dokumen aspirasi masyarakat di calon kabupaten/kota

2. hasil kajian daerah

3. peta wilayah calon kabupaten/kota

4. Keputusan DPRD kabupaten/kota dan keputusan bupati/ walikota

5. Keputusan DPRD provinsi dan keputusan gubernur

Pada saat ini kecendrungan banyaknya daerah-daerah yang minta

dimekarkan, padahal jika ditinjau khususnya dari syarat teknis

(kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya dan Hukum) tidak

begitu mendukung. Kenyataan ini menunjukkan bahwa pemekaran daerah

tidaklah menjamin secara serta-merta membawa pada perubahan yang

diinginkan. Hal ini disebabkan antara lain, inisiatif pemekaran dan

pembentukan daerah tidaklah merupakan suara dari bagian terbesar

masyarakat daerah yang bersangkutan, tapi hanya inisiatif dari kelompok

partai elit politik maupun birokrasi yang cendrung mengejar kekuasaan

saja.

a) Politik Pemekaran

Pemekaran dan pembentukan daerah ini ternyata telah

mengusung terangkatnya lokalitas sambil membawa politik lokal

(38)

23 penguat terjadinya pembentukan dan pemekaran daerah. Karena pada

saat yang bersamaan, ketika keabsahan pemekaran daerah menjadi

resmi, justru menimbulkan persoalan baru seperti persoalan politik

lokal.34 Beragam pelung sekaligus tantangan yang ditawarkan, otonomi

daerah juga memberikan tantangan tersendiri bagi penyelenggaraan

pemerintah di Indonesia. Besarnya keuntungan yang ditawarkan akibat

adanya otonomi daerah menjadi faktor pendorong merebaknya tuntutan

pemekaran diberbagai wilayah di Indonesia.35 Desentralisasi sebagai

salah satu modal utama dalam pembangunan indonesia. Namun dalam

implementasinya Pemekaran daerah telah dijadikan proyek besar. Baik

oleh elit politik lokal maupun nasional.

Pemekaran daerah memungkinkan adanya guliran dana puluhan

triliun rupiah, (APBN/APBD) dan termasuk menjanjikan

jabatan-jabatan politik baru serta sumber-sumber ekonomi baru. Elit politik

lokal memandang bahwa pemekaran daerah perlu dibangun dan

diperjuangkan dalam rangka meraih beragam sumber yang terkandung

didalamnya. Dalam kenyataanya sulit menafikan peran elit lokal, karena

mereka mempuyai peran sangat penting, peran elit politik lokal

terutama pada level proses wacana hingga pada perjuangan politik

masyarakat yang kerap di warnai nuansa politik etnis. Untuk itulah

perjuangan pemekaran senantiasa melibatkan elit politik lokal, karena

34

Kaloh, D. (2007). Mencari Bentuk Otonomi Daerah Suatu Solusi Dalam Menjawab Kebutuhan Lokal dan Tantangan Global . Jakarta: Reneka Cipta. hal 189

35

(39)

24 hanya pemekaranlah memiliki intelektual, sumber ekonomi, dan

kekuasaan baik level eksekutif lokal maupun legeslatif daerah.36

Pada masa Orde Baru proses pemekaran wilayah bersifat Top

Down sehingga tergantung pemerintah pusat, dengan alasan teknokratis

administratif. Sedangkan di era reformasi bersifat Bottom Up dan

didominasi alasan politik ketimbang alasan administratif. Usulan

bermula dari keinginan masyarakat dan tokoh-tokohnya termasuk

pemerintah daerah dan DPRD yang kemudian diusulkan ke Mendagri

melalui Gubernur, dengan persetujuan DPRD Kabupaten/Kota serta

persetujuan Provinsi yang dituangkan dalam Keputusan DPRD

Provinsi. Setelah melalui Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah, RUU

Pembentukan Daerah diajukan ke Presiden. Bila Presiden menyetujui,

RUU tersebut disampaikan kepada DPR RI untuk mendapat

persetujuan.37

Menurut Tri Ratnawati motif dari pemekaran wilayah,

pemekaran daerah yang terjadi di Indonesia selama ini sebenarnya

memiliki beberapa motif tersembunyi, diantaranya adalah:38

36

Risman Ridwan, “Pemekaran atas Dasar Politik”, malutpost.co.id, 13 April 2015, dalam

http://portal.malutpost.co.id/en/opini/item/12963-pemekaran-atas-dasar-politik.., diakses pada tanggal 5 April 2016

37

Endarto. (2014). Evaluasi Pemekaran Daerah di Era Reformasi. Jurnal Lingkar Widyaiswara 1 , PP. 62.

38

(40)

25 a. Gerrymander yaitu usaha pemekaran daerah untuk kepentingan politik

tertentu. Contoh kasus pemekaran Papua oleh pemerintahan Megawati

(PDIP) disinyalir bertujuan memecahkan suara partai lawan.

b. Pemekaran daerah telah berbuah menjadi semacam “bisnis”. Pratikno

mencatat bahwa inisiatif proses legislasi pemekaran daerah justru

banyak dimulai oleh DPR RI.

c. Tujaun pemekaran daerah untuk merespon separatisme agama dan

etnis sebenarnya bermotifkan untuk membangun citra rezim,

memperkuat legitiasi rezim berkuasa, dari para aktor elit daerah

maupun pusat.

b) Akibat Pemekaran

Ada beberapa akibat negatif yang dapat ditimbulakan oleh

pemekaran daerah, diantaranya adalah:39

1. Perebutan batas-batas wilayah, yaitu daerah mana yang ke daerah

pemekaran dan masih tetap menjadi bagian daerah induk, apalagi

bila wilayah itu termasuk daerah “basah”

2. Penetapan ibukota juga sering menjadi pemicu konflik dan bentrok

antar warga. Karena masing-masing ingin ibukota provinsi,

kabupaten, dan kota baru ada di daerahnya, karena ini akan

mendatangkan banyak keuntungan, diantaranya akan lebih maju

dan lebi di kenal.

39

(41)

26 3. Terjadi perebutan aset antara daerah induk dengan daerah

pemekaran, mana yang akan diserahkan dan mana yang tidak,

sehingga sering terjadi kasus rebutan “gono-gini”

4. Tarik ulur dalam penetapan pejabat kepala daerah sebelum

pemilihan kepala daerah difinitif, ini akan menimbulkan konflik

antara Pemerintah Pusat dan Provinsi atau antara Pemerintah

Kabupaten/ Kota dan Provinsi, karena masing-masing cenderung

memaksa calon yang di inginkan. Belum konflik pada penentuan

pejabat pengisi jabatan-jabatan eselon sering terjadi pertentangan

antara putra daerah dan bukan putra daerah, padahal belum tentu

putra daerah memenuhi syarat yang dibutuhkan.

5. Pembentukan daerah baru akan menjadi beban fisik bagi

pemerintah pusat. Pasalnya untuk setiap daerah otonomi baru

pemerintah harus menyuntikkan dana untuk modal awal untuk

membangun infrastruktur dasar seperti pusat pemerintahan dan

gedung DPRD.

6. Pembentukan daerah baru juga menambah beban pembiayaan

pemerintah pusat baik dalam bentuk dana aloasi umum (DAU) dan

dana alokasi khusus (DAK). Beban ini akan bertambah akibat

lemahnya daya dukung keuangan daerah pemekaran. DAK yang

tersedia akan lebih banyak digunakan untuk belanja pegawai.

7. Karena daerah otonomi disamping berharap dana dari APBN,

(42)

sebanyak-27 banyaknya, akibat telah terjadi proses penambangan secara

berlebihan dan tak terkendali di berbagai daerah sehingga merusak

hutan dan lingkungan.

8. Dari segi politis, pemekaran wilayah dapat menumbuhkan perasaan

homogen daerah pemekaran baru (misal kesukuan, agama) yang

justru akan memperkuat perasaan egosentrisme. Bila tidak dikelola

dengan baik akan menimbulkan konflik horisontal maupun vertikal.

9. Pemekaran daerah juga dapat menimbulkan ancaman terhadap

keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) karena

semakin tersekat-sekatnya wilayah terlebih kita adalah negara

kepulauan. Hal ini semakin dikuatkan adanya fakta bahwa di era

otonomi daerah ini, tidak mungkin bagi pemerintah pusat dan

gubernur untuk koordinasi dengan Kabupaten/Kota,

Bupati/Walikota seolah telah menjadi raja-raja kecil di daerahnya,

apalagi didukung oleh perbedaan afiliasi partai politik diantara

mereka.

Pemekaran daerah, seperti kabupaten, dipecah menjadi

beberapa kabupaten sebenarnya merupakan tindakan yang baik jika

konsep awal dalam otonomi daerah diterapkan, yaitu dalam rangka

pemerataan pembangunan daerah. Yang dikwatirkan malah sebaliknya,

dan akan menguntungkan beberapa kelompok dan golongan saja. Hal

tersebut dapat dibuktikan dengan ketika sudah mulai muncul wacana

(43)

28 agama, masyarakat, pemuda, akademisi, dan pengusaha yang

seolah-olah ikut andil dalam proses pemekaran. Hal itu terjadi karena memang

kepentingan golongan yang harus terlaksana bukan keinginan

masyarakat. Bisanya mereka selalu menjual isu yang sama kepada

masyarakat lapisan tingkat bawah seperti, peningkatan kualitas

pendidikan, peluang kerja bagi para pemuda dan lain-lain.

F. Definisi Konseptual

Konsep adalah istilah yang terdiri dari satu kata atau lebih yang

menggambarkan suatu gejala atau menyatakan suatu ide (gagasan).40

Sedangkan definisi konsepsional merupakan suatu pengertian dari gejala yang

memberi pokok perhatian. Definisi konsepsional disini sebagai penggambaran

yang lebih jelas untuk menghindari kesalahpahaman tentang pengertian,

pembahasan atau istilah yang ada pada masing-masing variabel. Maka dari itu

penulis akan memberikan definisi konsepsional yang berhubungan dengan

penilitian ini antara lain:

1. Desentralisasi diartikan sebagai penyerahan kewenangan pemerintah

oleh Pemerintah kepada Daerah Otonom dalam kerangka Negara

Kesatuan Republik Indonesia.

2. Sedangkan otonomi daerah diartikan sebagai hak, wewenang, dan

kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri

40

(44)

29 urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat sesui dengan

peraturan perundang-undangan.

3. Pemekaran Daerah adalah pembentukan wilayah administratif baru

di tingakat provinsi maupun kabupaten dan kota dari induknya.

Landasan hukum terbaru untuk pemekaran ini adalah UU Nomor 32

Tahun 2014 tentang pemerintah daerah dan PP Nomor 78 Tahun

2007 tentang tata cara pembentukan, penghapusan, dan

penggabungan daerah.

G. Definisi Oprasional

Definisi operasional adalah petunjuk dan pelaksanaan untuk mengukur

suatu variable atau dengan kata lain definisi operasional adalah semacam

petunjuk pelaksanaan bagaimana cara mengukur satu variabel.Dengan

demikian definisi operasional merupakan indikator-indikator yang dibutuhkan

penulis dalam penelitian yang digunakan untuk mendiskripsikan faktor yang

mempengaruhi kegagalan Pembentukan Kabupaten Lombok Selatan pada

Tahun 2014. Maka indikator-indikator yang dapat di gunakan dalam penelitian

ini adalah:

a. Aspek historis (kejadian-kejadian yang telah dialami dalam proses

wacana pembentukan Kabupaten Lombok Selatan)

(45)

30

H. Metode Penelitian

Metode penilitian merupakan cara atau jalan yang ditempuh

sehubungan dengan penelitian yang dilakukan, dan memiliki langkah-langkah

yang sistematis41. Sehingga dalam sebuah penelitian, metodologi sangatlah

diperlukan karena metodologi sebagai tuntutan berfikir yang sistematis.

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini

adalah tipe penelitian kualitatif dengan metode deskriptif, yaitu

menggambarkan dan menjabarkan hal-hal yang berkaitan dengan

masalah yang sedang di teliti. Menurut (Bogdan dan Taylor) metode

kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data

deskriptif berupa kata-kata atau lisan dari orang-orang atau prilaku

yang dapat diamati. Sedangkan metode diskriptif itu sendiri bertujuan

untuk melukiskan secara sistematis fakta atau karakteristik populasi

tertentu atau bidang tertentu secara faktual dan cermat. Dalam

penelitian deskriptif data yang dikumpulkan berupa kata-kata,

gambaran, dan bukan angka-angka.42

Sedangkan menurut Moh. Nazir, metode deskriptif merupakan

suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu obyek,

41

Ir. M. Iqbal Hasan, M. (2002). Pokok-pokok Materi Penelitian dan Aplikasinya. Jakarta: Ghalia Indonesia.hal 20

42

(46)

31 suatu set kondisi, suatu pemikiran ataupun suatu kelas pristiwa pada

masa sekarang.43 Alasan dipakainya metode deskriptif dalam

penelitian ini untuk meneliti tentang faktor yang mempengaruhi

kegagalan dalam pembentukan Kabupaten Lombok Selatan dari

Kabupaten Lombok Timur pada tahun 2014.

2. Jenis Data

a. Data Primer

Data primer merupakan data yang didapat langsung dari

sumber asli atau pihak pertama, adapun data ini diperoleh dengan

cara mengamati langsung kegiatan yang mencakup beberapa

aspek penelitian. Data primer dapat berupa subjek riset (orang)

baik secara individu maupun kelompok.

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber

kedua atau sumber sekunder dari data yang kita butuhkan yang

digunakan untuk menjelaskan data primer. Data sekunder ini

dapat diperoleh dari catatan ataupun tulisan-tulisan yang

berkaitan dengan obyek atau permasalahan yang diteliti seperti

buku-buku, literatur, jurnal majalah atau koran dan lain-lain.

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data adalah merupakan usaha untuk

mengumpulan bahan-bahan yang berhubungan dengan penelitian.

43

(47)

32 Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan adalah sebagai

berikut:

a. Dokumentasi, yaitu merupakan langkah yang ditempuh untuk

mengumpulkan data-data melalui dokumen, catatan-catatan, atau

arsip-arsip yang berkaitan dengan proses dalam pengajuan

Pembentukan Kabupaten Lombok Selatan sejak tahun 2010.

b. Wawancara, yaitu metode ini dilakukan dengan cara

mengumpulkan informasi melalui tanya jawab secara langsung,

baik lisan maupun tulisan tentang masalah yang dibahas. Dalam

hal ini Drs. H. Sukiman Azmy, MM selaku mantan Bupati

Lombok Timur sebagai pengagas pembentukan Kabupten

Lombok Selatan dan H. Muhammad Ali Bin Dachlan, SH. MBA

selaku Bupati Kabupaten Lombok Timur yang menjabat

sekarang. Kemudian H. M. Khairul Rizal selaku Ketua DPRD

Kabupaten Lombok Timur. Selain itu H. Ismail Husaini selaku

ketua dan Josyo Supeno, S.Pd selaku sekertaris Komite

Pemekaran. selain itu juga Ahmad Turmuzi sebagai ketua dari

FKMLS (Forum Kualisi Masyarakat Lombok Selatan) sebagai

pelopor pemekaran dari pembentukan Kabupaten Lombok

Selatan.

4. Teknik Analisis Data

Adapun teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini

(48)

33 yang bertujuan untuk membuat gambaran terhadap data-data yang

terkumpul dan tersusun dengan cara interprestasi terhadap data-data

tersebut. Dengan menggunakan teknik ini, peneliti berharap dapat

memberikan gambaran yang sistematis, faktual, aktual, dan akurat

mengenai fakta-fakta seputar faktor yang mempengaruhi kegagalan

pembentukan Kabupaten Lombok Selatan pada tahun 2014.

Analisis data merupakan proses mencari dan mengatur secara

sistematis transkrip wawancara, atau bahan-bahan yang ditemukan di

lapangan. Metode analisis data dalam penelitian ini adalah kualitatif

deskriptif, dengan metode analisis interaktif. Menurut Milles dan

Huberman ada tiga komponen pokok dalam analisis data dengan

metode interaktif, yaitu44:

a. Reduksi Data

Reduksi data merupakan proses pemilihan dan pemusatan

perhatian pada penyederhanaan data kasar yang muncul dari

catatan-catatan tulisan di lapangan. Reduksi data juga merupakan

suatu bentuk analisis yang mempertegas, memperpendek,

membuang hal yang tidak penting, dan mengatur data sedemikian

rupa sehingga kesimpulan akhir dapat dilakukan.

b. Penyajian Data

44

(49)

34 Penyajian data diartikan sebagai pemaparan informasi yang

tersusun untuk memberi peluang terjadinya suatu kesimpulan.

Selain itu, dalam penyajian data diperlukan adanya perencanaan

kolom dan tabel bagi data kualitatif dalam bentuk khususnya.

Dengan demikian, penyajian data yang baik dan jelas

sistematikannya sangat diperlukan untuk melangkah kepada

tahapan penelitian kualitaif selanjutnya.

c. Penarikan Kesimpulan

Penarikan kesimpulan merupakan tahap akhir dalam

penelitian dimana data-data yang telah diperoleh akan ditarik

garis besar/kesimpulan sebagai hasil keseluruhan dari penelitian

(50)

35

BAB II

DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN

A. Gambaran Umum Kabupaten Lombok Timur 1. Sejarah Kabupaten Lombok Timur

Pada masa penjajahan Belanda Pulau Lombok dan Bali dijadikan

satu wilayah kekuasaan pemerintahan dengan status Karesidenan dengan

ibukota Singaraja berdasarkan Staabtlad Nomor 123 Tahun 1882

kemudian berdasarkan Staatblad Nomor 181 tahun 1895 tanggal 31

Agustus 1895. Pulau Lombok ditetapkan sebagai daerah yang diperintah

langsung oleh Hindia Belanda.

Staatblad ini kemudian disempurnakan dengan Staatblad Nomor

185 Tahun 1895 dimana Lombok diberikan status “Afdeeling” dengan

ibukota Ampenan. Dalam afdeeling ini Lombok dibagi menjadi dua

Onder Afdeeling yaitu Onder Afdeeling Lombok Timur dengan ibukota

Sisi’ (Labuhan Haji) dan Onder Afdeeling Lombok Barat dengan ibukota

Mataram, masing-masing Onder Afdeeling diperintah oleh seorang

Contreleur (Kontrolir).

Untuk Lombok Timur dibagi menjadi 7 wilayah kedistrikan yaitu

Pringgabaya, Masbagik, Rarang, Kopang, Sakra, Praya dan BatuKliang.

Akibat pecahnya perang Gandor melawan Belanda tahun 1897 dibawah

pimpinan Raden Wirasasih dan Mamiq Mustiasih maka pada tanggal 11

Maret 1898 ibukota Lombok Timur dipindahkan dari Sisi’ ke Selong.

(51)

36

perubahan kembali terhadap Afdeeling Lombok yang semula 2 menjadi 3

Onder Afdeeling yaitu Lombok Barat, Lombok Tengah dan Lombok

Timur. Untuk Onder Afdeeling Lombok Timur terdiri dari 4 kedistrikan

yaitu Rarang, Masbagik, Sakra dan Pringgabaya. Dalam perkembangan

berikutnya dibagi lagi menjadi 5 distrik yaitu:

1. Rarang Barat dengan ibukota Sikur dipimpin oleh H. Kamaluddin

2. Rarang Timur dengan ibukota Selong dipimpin oleh Lalu Mesir

3. Masbagik dengan ibukota Masbagik dipimpin oleh H. Mustafa

4. Sakra dengan ibukota Sakra dipimpin oleh Mamiq Mustiarep

5. Pringgabaya dengan ibukota Pringgabaya dipimpin oleh L.

Moersaid.

Seiring dengan terbentuknya daerah Swatantra Tingkat I Nusa

Tenggara Barat dengan Undang-Undang Nomor 54 Tahun 1958 maka

dibentuk pula 6 (enam) Daerah Tingkat II dalam lingkungan Propinsi

Daerah Tingkat I Nusa Tenggara Barat berdasarkan Undang-Undang

Nomor 59 Tahun 1958. Secara yuridis formal maka daerah Swatantra

Tingkat II Lombok Timur terbentuk pada tanggal 14 Agustus 1958 yaitu

sejak di undangkannya Undang-Undang Nomor 64 Tahun 1958 dan

Undang-Undang Nomor 69 Tahun 1958.

2. Kondisi Geografis Daerah

Kabupaten Lombok Timur adalah salah satu Daerah Tingkat II di

(52)

37

Kabupaten ini berbatasan langsung dengan Kabupaten Lombok Tengah

dan Kabupaten Lomnok Utara di sisi barat, dan juga berbatasan dengan

laut jawa di sisi utaranya. Kabupaten ini menghadap ke wilayah laut

(Samudra Hindia di sebelah selatan dan Selat Alas di sebelah timur).

Kabupaten Lombok Timur terletak antara 161°-117° Bujur Timur

dan 8°- 9° Lintang Selatan, luas wilayah keseluruhan mencapai 2.679,88

Km2 yang terdiri atas daratan dan lautan. Daratan seluas 1.605,55 km2

(59,91 persen). dan lautan seluas 1.047,33 km2 (40,09 persen). Luas

daratan Kabupaten Lombok Timur mencakup 33,88 persen dari luas

Pulau Lombok atau 7,97 persen dari luas daratan Provinsi Nusa Tenggara

Barat, dengan batas wilayah:

Sebelah Barat : Kabupaten Lombok Barat dan Lombok Tengah

Sebelah Timur : Selat Alas

Sebelah Utara : Laut Jawa

Sebelah Selatan : Samudera Indonesia

(53)

38

Sejak berdiri sebagai kabupaten pada tahun 1958, wilayah

Kabupaten ini menjadi daerah pelayanan dari 20 Kecamatan, yakni:

Keruak, Jerowaru, Sakra, Sakra Barat, Sakra Timur, Terara, Montong

Gading, Sikur, Masbagik, Pringgasela, Sukamulia, Suralaga, Selong,

Labuhan Haji, Pringgabaya, Suela, Aikmel, Wanasaba, Sembalun,

Sambelia. Seiring dengan perkembangan, ada keinginan untuk

mengembangkan sebagai wilayah kabupaten baru yang akan meliputi 8

(Delapan) kecamatan. Kabupaten ini hendak akan dinamai Kabupaten

Lombok Selatan (KLS). Kecamatan-kecamatan lainnya akan tetap

menjadi wilayah Kabupaten Lombok Timur sebagai kabupaten induk.

3. Kondisi Demografi

Kabupaten Lombok Timur merupakan kabupaten dengan jumlah

penduduk terbanyak di Provinsi NTB, yaitu 1.068,486 jiwa atau hampir

25% dari keseluruhan penduduk NTB yang terbagi dalam 10

kabupaten/kota. Dengan luas daratan yang hanya 1.605,55 km atau

7,97% dari total luas daratan NTB, kabupaten ini menjadi wilayah

terpadat ketiga di Provinsi NTB setelah Kota Mataram dan Kabupaten

Lombok Tengah. Jumlah penduduk yang cukup besar tersebut tersebar

relatif merata di 20 kecamatan, kecuali di beberapa kecamatan baik di

wilayah Utara maupaun Selatan yang memiliki luas wilayah lebih sempit

(54)

39

Tabel 2.1

(55)

40

Secara sosiologis, aspek kependudukan di Kabupaten Lombok

Timur ditunjukkan dengan kindisi masyarakat yang relatif homogen baik

dari sisi etnis maupun agama. Berdasarkan statistik tahun 2000 terlihat

bahwa Kabupaten Lombok Timur dihuni oleh tiga suku dominan, yaitu:

Sasak (67,75%), Bima (13,40%), Sumbawa (8,34%) yang masing-masing

masih memiliki sub etnis, serta beberapa etnis lain dalam jumlah yang

lebih sedikit seperti misalnya Dompu, Bali, Jawa, Bugis, Donggo, dan

lain sebagainya.

4. Kepala Pemerintahan

Kabupaten Lombok Timur dipimpin oleh Bupati. Berikut daftar

Bupati dan Wakil Bupati1 :

1. L. Muslihin (Masa bakti 2 Juli 1960-24 Nop 1966).

2. Rahadi Tjipto Wardoyo (Masa bakti 24 Nopember 1966-15

Agustus 1967).

3. R. Roesdi (Masa bakti 15 Agustus 1967-1979) diperpanjang.

4. Saparwadi (Masa bakti 1979-1988 ) meninggal 13 Maret 1987.

5. H. L. Djafar Surayadi (Masa bakti 21 Desember 1987-13 Juli 1988)

sebagai Pelaksana Tugas.

6. Abdul Kadir (Masa bakti 13 Juli 1988-1993) Sekda Drs. Djafar

Suryadi -Drs. H. L. Fikri.

1

(56)

41

7. Moch. Sadir (Masa bakti 1993-1998 ) Sekda - H.L. Fikri -Moch.

Aminuddin,BA- H. Syahdan, SH.,SIP (definitif).

8. H. Syahdan, SH (Masa bakti 1999-2003) sekda H. L. Kamaluddin,

SH.

9. H. Moch Ali bin Dachlan (Bupati) dan H. Rahmat Suhardi (Wakil

Bupati) periode 2003-2008.

10.H. M. Sukiman Azmy (Bupati), M.M. dan H.M. Syamsul Lutfhi

(Wakil Bupati) periode 2008-2013.

11.H. Moch Ali bin Dachlan (Bupati) dan Drs. H. Haerul Warisin,

M.Si (Wakil Bupati) periode 2013-2018.

Pemerintahan Kabupaten Lombok Timur periode 2013-2018

dipimpin kembali oleh H. Moch. Ali Bin Dachlan, SH yang pernah

memimpin pada periode 2003-2008, dan Drs. H. Haerul Warisin, M.Si.

5. Fraksi DPRD Kabupaten Lombok Timur

DPRD Kabupaten Lombok Timur dengan jumlah anggota

sebanyak 50 orang, terbagi kedalam 10 fraksi yang terdiri dari 8 fraksi

utuh dan 2 fraksi gabungan.2

1. Fraksi Partai Demokrat

Merupakan fraksi terbesar dengan jumlah anggota sebanyak 7 orang

yang berasal dari Dapil 1 dan Dapil 2 masing-masing 2 orang dan

Dapil III, IV dan V masing-masing 1 orang. Jumlah suara yang

diproleh adalah sejumlah 82.784 (13.29%) suara.

2

Gambar

Gambar 1.1 Peta Wlayah Kabupaten Lombok Timur
Tabel 3.1.
Gambar 1.2 Kecamatan-kecamatan yang hendak dikembangkan menjadi
Tabel 3.3 Jumlah Penduduk Kabupaten Induk
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kesimpulan yang dapat dikemukakan peneliti dalam penelitian ini sesuai dengan tujuan dan permasalahan yang telah dirumuskan yaitu terdapat pengaruh pembelajaran Contextual

Saya mengajukan pembiayaan murobahah karena sesuai dengan usaha yang akan saya jalanka 4.. Saya menggunakan pembiayaan murobahah karena prosedur dan prosesnya lebih mudah

Kedudukan kopling berada pada poros engkol/kruk as dan ada juga yang berkedudukan pada as primer persnelling/poros utama transmisi ( main / input shaft transmisi )

dr. Specialių žinių panaudojimo atliekant teismo ekspertizes sąlygas bei tvarką ir teismo ekspertizės akto reikalavimus nustato teismo ekspertizės įstatymas. Tačiau, be

Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, Majelis Hakim berpendapat bahwa permohonan Pemohon telah beralasan dan berdasarkan hukum sesuai

1) Relating, belajar dikaitkan dengan konteks pengalaman kehidupan nyata. Konteks merupakan kerangka kerja yang dirancang guru untuk membantu siswa agar yang

Ujang Suyatman, M.Ag Fakultas Adab dan Humaniora Desa Karyamekar Kecamatan Cibatu Purwakarta Kabupaten 80 190 300.. Mohamad Agus Salim,

garis B), profil B’ (hilangnya lung sliding dengan garis B), profil C (konsolidasi paru yang ekuivalen dengan gambaran garis pleura yang tebal dan