PENGARUH PENAMBAHAN NANOKRISTAL SELULOSA
DARI TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT (Elaeis Guineensis
Jack) TERHADAP PRODUK KARET NANOKOMPOSIT
DENGAN TEKNIK PENCELUPAN
SKRIPSI
YESTI YULIANA
110802010
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PENGARUH PENAMBAHAN NANOKRISTAL SELULOSA
DARI TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT (Elaeis Guineensis
Jack) TERHADAP PRODUK KARET NANOKOMPOSIT
DENGAN TEKNIK PENCELUPAN
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains
YESTI YULIANA
110802010
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PERSETUJUAN
Judul : Pengaruh Penambahan Nanokristal Selulosa Dari
Tandan Kosong Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis
Jack) Terhadap Produk Karet Nanokomposit
Dengan Teknik Pencelupan
Kategori : Skripsi
Nama : Yesti Yuliana
Nomor Induk Mahasiswa : 110802010
Program Studi : Sarjana (S-1) Kimia
Departemen : Kimia
Fakultas : Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara
Disetujui di
Medan, April 2015
Komisi Pembimbing:
Pembimbing 2 Pembimbing 1
Dr. Cut Fatimah Zuhra, M.Si Saharman Gea, Ph.D
NIP. 197405051999032001 NIP. 196811101999031001
Diketahui/Disetujui oleh :
Departemen Kimia FMIPA USU Ketua,
PERNYATAAN
PENGARUH PENAMBAHAN NANOKRISTAL SELULOSA DARI TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT (Elaeis Guineensis Jack)
TERHADAP PRODUK KARET NANOKOMPOSIT DENGAN TEKNIK PENCELUPAN
SKRIPSI
Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan-ringkasan masing-masing disebutkan sumbernya.
Medan, April 2015
PENGHARGAAN
Bismillahirrahmanirrahim.
Puji dan syukur diucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia – Nya, serta salawat beriring salam kepada Baginda Rasulullah SAW sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian sehingga selesainya penulisan skripsi ini sesuai waktu yang direncanakan.
Pada kesempatan ini, penulis ingin memberikan penghargaan dan ucapan terima kasih yang tulus kepada Ayahanda Kamil dan Ibunda Asdinar yang dengan doa dan kerja kerasnya telah ikhlas membesarkan, membiayai, dan mendidik penulis agar dapat menjadi manusia yang berguna bagi bangsa, agama dan negara. Abang Novri Yandi, dan adik Dasrel Effendi yang selalu memberikan semangat dan bantuan moril sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Bapak Saharman Gea, Ph.D sebagai dosen pembimbing I dan Ibu Dr. Cut Fatimah Zuhra, M.Si sebagai dosen pembimbing II yang telah banyak memberikan pengarahan dan bimbingan hingga selesainya skripsi ini. Ibu Dr. Rumondang Bulan Nasution, M. S, dan Bapak Drs. Albert Pasaribu, M. Sc selaku Ketua Departemen dan Sekretaris Departemen Kimia FMIPA USU, Dekan dan Pembantu Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara, semua dosen pada Departemen Kimia FMIPA USU, pegawai di FMIPA USU.
Sahabat-sahabat terbaikku yang selalu memberikan semangat dan doanya. Untuk teman-teman seperjuangan Stambuk 2011 yang namanya tidak bisa disebut satu persatu, untuk kakak dan abang Stambuk 2008-2010,dan untuk adik-adik 2012-2014. Terkhusus untuk yang selalu setia memberikan semangat serta mendoakan penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. Semoga Allah SWT akan membalasnya.
PENGARUH PENAMBAHAN NANOKRISTAL SELULOSA DARI TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT (Elaeis Guineensis Jack)
TERHADAP PRODUK KARET NANOKOMPOSIT DENGAN TEKNIK PENCELUPAN
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian tentang pengaruh penambahan nanokristal selulosa dari serbuk tandan kosong kelapa sawit (Elaeis Guineensis Jack) pada pembuatan karet nanokomposit dengan teknik pencelupan. Penelitian ini dilakukan melalui
tiga tahapan, yaitu proses isolasi α-selulosa dari serbuk tandan kosong kelapa sawit, proses isolasi nanokristal selulosa dari α-selulosa dengan hidrolisis menggunakan H₂SO₄ 48,84 % pada suhu 45˚C selama 25 menit, dan proses
pembuatan karet nanokomposit. Analisis gugus fungsi α-selulosa dan nanokristal selulosa menggunakan Fourier Transform Infra-Red.Analisis ukuran nanokristal selulosa dilakukan dengan menggunakan Transmission Electron
Microscopy.Karet nanokomposit yang diperoleh diuji kekuatan tarik.Analisis
morfologi campuran menggunakan SEM, dan penentuan nilai swelling
indeks.Dari data FTIR α-selulosa dan nanokristal selulosa menunjukkan puncak serapan gugus O-H pada 3300-3448 cmˉ¹, dan gugus C-O pada 1050-1400 cmˉ¹ yang merupakan ciri khas molekul selulosa.Dari data TEM menunjukkan bahwa nanokristal selulosa yang diperoleh memiliki ukuran diameter berkisar 47,46nm. Kekuatan tarik dan morfologi campuran optimum diperoleh pada komposisi penambahan nanokristal selulosa 2 g dengan kekuatan tarik yaitu 5,249 MPa dan permukaan yang lebih rata dan homogen.Hasil ujiswelling menunjukkan bahwa penambahan pengisi nanokristal selulosa menyebabkan turunnya nilai swelling dimana swelling indeks yang paling rendah terdapat pada penambahan nanokristal selulosa 5 g yaitu 2,02. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi peningkatan kekuatan tarikdengan penambahan nanokristal selulosasampai 2 g, namun kekuatan tarik mengalami penurunan dengan penambahan nanokristal selulosa 3-5 g. Sedangkan nilai swelling indeks mengalami penurunan.
EFFECT OF IMPROVING NANOCRYSTAL CELLULOSE FROM PALM EMPTY FRUIT BUNCHES (Elaeis Guineensis Jack) FOR PRODUCT OF
RUBBER NANOCOMPOSITE WITH DIPPING TECHNIQUE`
ABSTRACT
Research on the effect of improving film nanocrystal cellulose from palm empty fruit bunches (Elaeis Guineensis Jack) for making nanocomposite rubber with dipping technique have been done. This research was carried out in three steps :
i.e isolation of α-cellulose from palm empty fruit bunches, isolation of
nanocrystal cellulose from α-cellulose wih hydrolysis process using H₂SO₄ 48,84 % at 45˚C for 25 minutes, nanocomposite rub ber preparation processes.
Functional groups analysis of α-cellulose and nanocrystal cellulose using Fourier
Transform Infra-Red. Size analysis using Transmission Electron Microscopy.The
nanocomposite rubber which got tested tensile strength. Morphological analysis using SEM, and value swelling index decided. From FTIR data α-cellulose and nanocrystal cellulose showed the absorption peak of the O-H group at 3350-3417 cmˉ¹, the C-H group at 2890-2945 cmˉ¹, and the C-O group at 1055-1083 cmˉ¹ which are the characteristic of cellulose molecules. From TEM data showed that nanocrystal cellulose have diameter of 47,46nm. The optimum results of tensile strength and morphological analysis indicate that the addition of nanocrystal cellulose at mass 2 gram with tensile strength of 5,249 MPa and surface is flatter and homogen. Result of swelling test show addition of nanocrystal cellulose filler can decreasing the swelling index of product while lowest swelling index is 2,02on product containing 5 g f nanocrystal cellulose. The case showed that the addition of nanocrystal cellulose as filler can improve the morphology and tensile strength of nanocomposite rubber until 2 gram, but tensile strength was descended with improving nanocrystal cellulose 3-5 g. Value swelling indexwas descended.
DAFTAR ISI
Daftar Lampiran xi
Daftar Singkatan xii
Bab1 Pendahuluan
2.1.2 Cara Memperoleh Lateks Pekat 7
2.2 Tandan Kosong Kelapa Sawit 11
2.2.1 Tanaman Kelapa Sawit 11
2.2.2 Tandan Kosong Kelapa Sawit 11
2.3 Selulosa 12
2.10.1 Fourier Transform Infrared 19
2.10.2 Transmission Electron Microscopy 19
2.10.3 Kekuatan Tarik dan Kemuluran 20
2.10.4 Morfologi Permukaan 21
2.10.5 Swelling Indeks 21
Bab3Metode Penelitian
3.1 Alat-Alat 23
3.2 Bahan-Bahan 24
3.3 Prosedur Penelitian 24
3.3.1 Pembuatan Pereaksi 24
3.3.2 Isolasi Nanokristal Selulosa dari TKKS 26
3.3.3 Pembuatan Lembaran Karet Nanokomposit 27
3.3.4 Karakterisasi 30
3.3.4.1 Uji Kekuatan Tarik dan Kemuluran 30
3.3.4.2 Uji Morfologi Permukaan Dengan SEM 30
3.3.4.3 ProsesSwelling Indeks 30
3.4 Bagan Penelitian 31
3.4.1 Preparasi Sampel TKKS 31
3.4.2 Isolasi α-Selulosa Dari TKKS 32
3.4.3 Isolasi Nanokristal Selulosa Dari α-Selulosa TKKS 33
3.4.4 Proses Pembersihan Plat Pencetak 33
3.4.5 Pembuatan Lembaran Karet Nanokomposit 34
Bab 4 Hasil Dan Pembahasan
Bab 5 Kesimpulan Dan Saran
5.1 Kesimpulan 48
5.2 Saran 48
Daftar Pustaka 49
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
Tabel
2.1 Komposisi Lateks 10
2.2 Komposisi Kimia TKKS 12
3.1 Formulasi Kompon dengan Variasi NCC 28
4.1 Bilangan gelombang Dari Berbagai Gugus Fungsi pada α-Selulosa
dan Nanokristal Selulosa 36 4.2 Kekuatan Tarik, Modulus Young, dan Regangan dari Lateks
Pekat dan Nanokomposit Lateks Pekat/Nanokristal Selulosa 39 4.3 Data Swelling Indeks Karet Nanokomposit Berpengisi NCC 45 4.4 Data Jumlah Padatan Total Kompon Lateks 46
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
Gambar
2.1 Struktur cis-1,4 polisoprena 8
2.2 Struktur Kimia Selulosa 12
2.3 Reaksi Vulkanisasi Karet Alam 18
4.1 α- Selulosa yang Diisolasi dari TTKS 35
4.2 Serbuk Nanokristal selulosa 36
4.3 Spektrum FTIR α-Selulosa dan Nanokristal Selulosa 37 4.4 Hasil Analisa morfologi Nanokristal Selulosa 38
Menggunakan TEM
4.5 Lembaran Karet Nanokomposit 39
4.6 Analisa SEM dari a) morfologi lateks pekat tanpa bahan pengisi 40 b) morfologi karet nanokomposit (NCC 2 g)
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Lampiran Judul Halaman
1. Serbuk TKKS 53
2. Proses Isolasi α-Selulosa 53
3. Proses Isolasi Nanokristal Selulosa 54
4. Pembuatan Lembaran Karet Nanokomposit 54
5. Spektrum FTIR α-selulosa 55
6. Spektrum FTIR Nanokristal Selulosa 56
7. Hasil Analisis Morfologi Menggunakan TEM 57
8. Perhitungan Diameter NCC 57
9. Tabel Spesifikasi Mutu Lateks Pekat 58
DAFTAR SINGKATAN
TKKS = Tandan Kosong Kelapa Sawit NCC = Nanocrystal Cellulose
FTIR = Fourier Transform Infrared
TEM = Transmission Electron Microscopy SEM = Scanning Electron Microscopy TSC = Total Solid Content
KKK = Kadar Karet Kering MPa = Mega Pascal
ZDBC = Zinc dibutyl dithio carbamate ZDEC = Zinc dietyl dithio carbamate TMTD = Tetramethylthiuram disulfide MBTS = 2,2-mercaptodithiobenzothiazole MBT = 2-mercaptobenzothiazole
ISO = International Standart Organization
ASTM = American Society for Testing and Materials CBS = N- cyclohexylbenzothiazole
PENGARUH PENAMBAHAN NANOKRISTAL SELULOSA DARI TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT (Elaeis Guineensis Jack)
TERHADAP PRODUK KARET NANOKOMPOSIT DENGAN TEKNIK PENCELUPAN
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian tentang pengaruh penambahan nanokristal selulosa dari serbuk tandan kosong kelapa sawit (Elaeis Guineensis Jack) pada pembuatan karet nanokomposit dengan teknik pencelupan. Penelitian ini dilakukan melalui
tiga tahapan, yaitu proses isolasi α-selulosa dari serbuk tandan kosong kelapa sawit, proses isolasi nanokristal selulosa dari α-selulosa dengan hidrolisis menggunakan H₂SO₄ 48,84 % pada suhu 45˚C selama 25 menit, dan proses
pembuatan karet nanokomposit. Analisis gugus fungsi α-selulosa dan nanokristal selulosa menggunakan Fourier Transform Infra-Red.Analisis ukuran nanokristal selulosa dilakukan dengan menggunakan Transmission Electron
Microscopy.Karet nanokomposit yang diperoleh diuji kekuatan tarik.Analisis
morfologi campuran menggunakan SEM, dan penentuan nilai swelling
indeks.Dari data FTIR α-selulosa dan nanokristal selulosa menunjukkan puncak serapan gugus O-H pada 3300-3448 cmˉ¹, dan gugus C-O pada 1050-1400 cmˉ¹ yang merupakan ciri khas molekul selulosa.Dari data TEM menunjukkan bahwa nanokristal selulosa yang diperoleh memiliki ukuran diameter berkisar 47,46nm. Kekuatan tarik dan morfologi campuran optimum diperoleh pada komposisi penambahan nanokristal selulosa 2 g dengan kekuatan tarik yaitu 5,249 MPa dan permukaan yang lebih rata dan homogen.Hasil ujiswelling menunjukkan bahwa penambahan pengisi nanokristal selulosa menyebabkan turunnya nilai swelling dimana swelling indeks yang paling rendah terdapat pada penambahan nanokristal selulosa 5 g yaitu 2,02. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi peningkatan kekuatan tarikdengan penambahan nanokristal selulosasampai 2 g, namun kekuatan tarik mengalami penurunan dengan penambahan nanokristal selulosa 3-5 g. Sedangkan nilai swelling indeks mengalami penurunan.
EFFECT OF IMPROVING NANOCRYSTAL CELLULOSE FROM PALM EMPTY FRUIT BUNCHES (Elaeis Guineensis Jack) FOR PRODUCT OF
RUBBER NANOCOMPOSITE WITH DIPPING TECHNIQUE`
ABSTRACT
Research on the effect of improving film nanocrystal cellulose from palm empty fruit bunches (Elaeis Guineensis Jack) for making nanocomposite rubber with dipping technique have been done. This research was carried out in three steps :
i.e isolation of α-cellulose from palm empty fruit bunches, isolation of
nanocrystal cellulose from α-cellulose wih hydrolysis process using H₂SO₄ 48,84 % at 45˚C for 25 minutes, nanocomposite rub ber preparation processes.
Functional groups analysis of α-cellulose and nanocrystal cellulose using Fourier
Transform Infra-Red. Size analysis using Transmission Electron Microscopy.The
nanocomposite rubber which got tested tensile strength. Morphological analysis using SEM, and value swelling index decided. From FTIR data α-cellulose and nanocrystal cellulose showed the absorption peak of the O-H group at 3350-3417 cmˉ¹, the C-H group at 2890-2945 cmˉ¹, and the C-O group at 1055-1083 cmˉ¹ which are the characteristic of cellulose molecules. From TEM data showed that nanocrystal cellulose have diameter of 47,46nm. The optimum results of tensile strength and morphological analysis indicate that the addition of nanocrystal cellulose at mass 2 gram with tensile strength of 5,249 MPa and surface is flatter and homogen. Result of swelling test show addition of nanocrystal cellulose filler can decreasing the swelling index of product while lowest swelling index is 2,02on product containing 5 g f nanocrystal cellulose. The case showed that the addition of nanocrystal cellulose as filler can improve the morphology and tensile strength of nanocomposite rubber until 2 gram, but tensile strength was descended with improving nanocrystal cellulose 3-5 g. Value swelling indexwas descended.
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Perkebunan besar karet baru dimulai di Sumatera pada tahun 1902 dan di Jawa
pada tahun 1906. Sejak saat itulah perkebunan karet mengalami perluasan yang
cepat. Dewasa ini, luas areal tanaman karetmencapai 3,04 juta hektar, di mana
83,4% (2,54 juta hektar) adalah karet rakyat. Oleh karena itu, selain sebagai
sumber devisa, karet rakyat juga memiliki arti sosial yang sangat penting karena
mendukunglebih dari 10 juta jiwa keluarga petani yang mengusahakan komoditas
ini (Setyamidjaja, 1993).
Karet alam merupakan salah satu komoditi pertanian yang penting baik
untuk lingkup internasional dan terutama di Indonesia. Namun, penggunaan lateks
masih terbatas. Hal ini disebabkan karena karet alam tidak tahan terhadap zat
kimia(Zuhra, 2006).Namun kekurangan ini dapat diatasi dalam teknologi
karet.Pada awal pengolahannya karet alam biasanya mengalami proses
komponding. Karet alam dicampur dengan bahan-bahan kimia aditif seperti bahan
pemvulkanisasi, akselerator, bahan penggiat, antioksidan, dan bahan
pengisi.Penambahan bahan-bahan ini bertujuan untuk meningkatkan sitaf-sifat
tertentu pada karet (Surya, 2006).
Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis) termasuk produk yang banyak diminati
oleh investor karena nilai ekonominya cukup tinggi. Para investor menanam
modalnya untuk membangun perkebunan dan pabrik pengolahan kelapa sawit.
Pada tahun 1990-an luas perkebunan kelapa sawit mencapai lebih dari 1,6 juta ha
yang tersebar di berbagai sentra produksi seperti, Sumatera Utara yangmerupakan
Laju perkembangan industri kelapa sawit yang semakin pesat
membutuhkan perhatian yang besar terutama dampaknya terhadap kelestarian
lingkungan sekitarnya (Widhiastuti, 2001). Selama pengolahan kelapa sawit
menjadi minyak sawit, 1 ton TBS akan menghasilkan minyak sawit sebesar 0,21
ton dan inti sawit 0,05 ton, sisanya merupakan limbah padat seperti TKKS, sabut,
dan cangkang biji (Darnoko, 1992).
TKKS merupakan limbah terbesar yang dihasilkan oleh perkebunan kelapa
sawit. Jumlah TKKS mencapai 30-35% dari berat TBS setiap pemanenan. Namun
hingga saat ini, pemanfaatan TKKS belum dilakukan secara optimal (Hambali,
2008). Komponen terbesar dalam limbah padat TKKS adalah selulosa 40%,
hemiselulosa 24%, lignin 21%. Ketiga komponen tersebut dapat dikonversikan
menjadi berbagai bahan kimia, material, dan produk bernilai (Herawan, 2013).
Selulosa (C6H10O5)n adalah polisakarida yang merupakan pembentuk
sel-sel kayu hampir 50%. Kertas saring dan kapas hampir merupakan sel-selulosa yang
murni.Berat molekul selulosa kira-kira 300.000 (Sastrohamidjojo, 2009).
Nanokristal selulosa adalah suatu material yang dapat diperbarui dalam
banyak aplikasi berbeda, seperti dalam bidang kimia, makanan, farmasi, dan
lain-lain. Karena memiliki dimensi skala nanometer dan sifat intrinsik fisikokimia
maka nanokristal selulosa dapat digunakan sebagai agen penguat yang
memberikan sifat yang baik untuk nanokomposit (Peng, 2011).
Nanokomposit merupakan bidang baru di Indonesia bahkan di dunia
sekalipun, apalagi nanokomposit yang seluruhnya terbuat dari bahan
terbaharukan. Dikatakan nanokomposit karena salah satu komponen yang
digunakan memiliki ukuran berkisar 1-100 nm. Pemanfaatan teknologi
bionanokomposit dengan menggunakan bahan baku dari sumber hayati seperti
selulosa dan biopolimer menjadi bidang baru yang sangat prospektif untuk
dikembangkan di Indonesia.Penggunaan bionanokomposit untuk keperluan
ketergantungan terhadap minyak bumi sebagai bahan baku pengganti produk
plastik yang ketersediaannya terus menurun dengan harga yang relatif meningkat.
Produk bionanokomposit mempunyai sifat yang biodegradable sehingga dalam
penggunaannya dapat mengurangi beban pencemaran lingkungan akibat limbah
plastik konvensional yang sulit terdegradasi secara biologis dan dapat
menggunakan bahan yang terbarukan seperti nata decoco, limbah biomassa yang
mengandung lignoselulosa yang sangat melimpah di Indonesia (Subiyanto, 2010).
Aulia (2013) telah mengisolasi nanokristal selulosa dari tandan kosong
kelapa sawit dengan diameter 79 nm dengan menggunakan TEM.Dari analisa
degradasi termal menggunakan TGA menunjukkan bahwa nanokristal selulosa
terdegradasi pada suhu 160oC. Silverio et, al. (2012) telah mengekstraksi
nanokristal selulosa dari tongkol jagung. Karakterisasi nanokristal selulosa
meliputi kristalitas (83,7%), morfologi (44,2 nm ± 1,08 nm), dan stabilitas termal
(185oC) memberikan hasil bahwa nanokristal selulosa mempunyai potensi yang
sangat baik untuk digunakan sebagai penguat nanokomposit.
Dari uraian diatas, penulis bermaksud mengisolasi nanokristal selulosa
yang berasal dari TKKS, dimana nanokristal selulosa tersebut dijadikan bahan
pengisi pada pembuatan karet nanokompositdengan metode pencelupan yang akan
1.2 Permasalahan
Pada penelitian ini yang menjadi masalah adalah:
1. Bagaimana cara mengisolasiα-selulosa dari TKKS.
2. Bagaimana hasil isolasi nanokristal selulosa yang diperoleh dengan
metoda hidrolisis menggunakan H₂SO₄ 48,84%.
3. Adakahpengaruh penambahan nanokristal selulosa terhadap kekuatan
tarik, morfologi permukaan dan swelling indeksproduk karet
nanokomposit dengan teknik pencelupan.
1.3 Pembatasan Masalah
Penelitian ini mengambil batasan-batasan sebagai berikut:
1. Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) yang digunakan berasal dari limbah
PT.PP London Sumatera Indonesia tbk Desa Naga Timbul, Kecamatan
Galang Kabupaten Deli Serdang.
2. Isolasi nanokristal selulosa dari α-Selulosa dilakukan melalui hidrolisis
asam dengan menggunakanH2SO4 48,84%.
3. Pencetakan film dengan menggunakan metode pencelupan dengan variasi
berat nanokristal selulosa sebanyak 0, 1, 2, 3, 4, dan 5 gram.
4. Karakterisasi film karet nanokomposit meliputi, analisis morfologi
permukaan dengan SEM, analisis ketahanan tarik, dan Swelling indeks.
1.4 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan:
1. Untuk mengetahuicara isolasi α-selulosadari TKKS.
2. Untuk mengetahui hasil isolasi nanokristal selulosa yang diperoleh dengan
metoda hidrolisis menggunakan H₂SO₄ 48,84%.
3. Untuk mengetahui pengaruh penambahan nanokristal selulosa terhadap
kekuatan tarik, morfologi permukaan, dan swelling indeksproduk karet
1.5 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang bahan pengisi
pada nanokomposit sehingga menghasilkan karet nanokomposit yang memiliki
sifat kimia dan mekanik yang lebih baik. Bahan pengisi yang digunakan berupa
nanokristal selulosa yang diisolasi dari α-selulosa yang berasal dari limbah TKKS.TKKS sampai sekarang masih merupakan limbah padat yang belum
banyak dimanfaatkan sehingga menghasilkan nanokomposit yang merupakan
material yang menjanjikan di masa mendatang.
1.6 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Ilmu Dasar FMIPA USU Medan,
Laboratorium Sentral Departemen Biologi FMIPA USU Medan, Laboratorium
Farmasi USU Medan, PT. Industri Karet Nusantara Tanjung Morawa,
Laboratorium Polimer Departemen Teknik Kimia USU, Pusat Laboratorium
Forensik Mabes Polri (PUSLAPOR) Jakarta.
1.7 Metodologi Penelitian
Penelitian ini berupa eksperimen laboratorium. Ada beberapa tahapan
penelitian yaitu:
1. Tahap pertama adalah penyiapan Tandan Kosong Kelapa Sawit yang
kemudian diisolasi untukmendapatkan α-Selulosa. Karaterisasi yang
digunakan yaitu analisis dengan menggunakan FT-IR.
Variabel-variabel yang digunakan adalah:
- Variabel tetap: - Suhu (˚C) - Waktu (menit)
- Volume (mL) - Berat serbuk TKKS (g)
2. Tahap kedua adalah isolasi nanokristal selulosa melalui hidrolisis dengan
menggunakan H2SO448,84 % dan dengan menggunakan sentrifugator
untuk menghilangkan bagian amorf dan sisa-sisa asam, sehingga diperoleh
bentuk kristalnya. Karakterisasi yang dilakukan adalah analisis dengan
menggunakan FTIR dan TEM.
Variabel-variabel yang digunakan adalah:
- Variabel tetap: - Suhu (˚C) - Waktu (menit)
- Konsentrasi H₂SO₄ (%)
- Variabel terikat: - Analisis ukuran partikel menggunakan TEM (nm)
- Spektrum inframerah
3. Tahap ketiga yaitu, pembuatan lembaran nanokomposit berbasis lateks
dengan bahan pengisi nanokristal selulosa yaitu dengan cara membuat
kompon untuk proses pravulkanisasi pada suhu 70˚C yang berupa
campuran (lateks HA 60%, KOH 10%, sulfur 50%, nanokristal selulosa,
wingstay 50%,ZnO 50% dan ZDBC 50%), yang disebut dengan formulasi
lateks yang kemudian ditentukan tahap pematangan. Selanjutnya
pembuatan lembaran nanokomposit dengan metode pencelupan yaitu
dengan mencelupkan plat baja yang digunakan sebagai pencetak ke dalam
kompon yang telah mengalami maturasi selama 24 jam dan
vulkanisasi.Karakterisasi yang digunakan adalah analisis morfologi
menggunakan SEM, uji tarik dan penentuan nilai swelling index.
Variabel-variabel yang digunakan adalah:
- Variabel tetap: - Suhu (˚C) - Waktu (menit)
- Berat bahan (g)
- Variabel bebas: - Berat nanokristal selulosa (g)
- Variabel terikat: - Analisis morfologi dengan SEM
- Uji kekuatan tarik
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Lateks Alam
2.1.1 Tanaman Karet Alam
Tanaman karet merupakan pohon yang tumbuh tinggi dan berbatang cukup
besar.Tinggi pohon dewasa mencapai 15-25 m. Batang tanaman biasanya tumbuh
lurus dan memiliki percabangan yang tinggi dan juga mengandung getah yang
dikenal dengan Lateks. Dalam dunia tumbuh-tumbuhan tanaman karet tersusun
dalam sistematika sebagai berikut :
Devisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Euphorbiales
Famili : Euphorbiaceae
Genus : Hevea
Spesies : Hevea Brasiliensis
Karet alam adalah polimer isoprene (C5H8) yang mempunyai bobot
molekul yang besar dengan struktur kimia yang ditunjukkan pada Gambar 2.1.
Karet Hevea yang diperoleh dari pohon Hevea Brasiliensis adalah bentuk alamiah
dari 1,4–polisoprena. Lebih dari 90% cis –1,4 polisoprena digunakan dalam
mbar 2.1 Struktur cis-1,4 polisoprena (Tarachiwin dkk., 2005)
Karet alam (Hevea Brasiliensis) merupakan tanaman yang tumbuh subur di daerah iklim tropis, menghasilkan lateks sebagai bahan baku yang dapat diolah lebih lanjut untuk menghasilkan produk dalam berbagai jenis. Tahapan pengolahan selanjutnya dengan penambahan senyawa filler dan proses vulkanisasi untuk meningkatkan elastisitas dan ketahanan terhadap suhu sehingga dapat menghasilkan produk olahan yang memiliki nilai jual yang lebih tinggi (Fachry, 2012).
2.1.2 Cara Memperoleh Lateks Pekat
Lateks kebun umumnya mengandung kadar karet kering (KKK) antara 25–35%.
Lateks ini belum dapat dipasarkan karena masih terlalu encer dan belum sesuai
untuk digunakan sebagai bahan industri karet pada umumnya. Dengan demikian,
lateks perlu dipekatkan terlebih dahulu hingga memiliki kadar karet kering 60%
atau lebih. Lateks dengan KKK 60% ini disebut dengan lateks pekat
(concentrated latex).
Proses pembuatan lateks pekat secara garis besar dapat dilakukan dengan
tiga cara yaitu: pemusingan (centrifuging), pendadihan (creaming), dan
penguapan (evaporating).Akan tetapi cara yang disebut terakhir ini tidak banyak
dilakukan.
1. Pengolahan lateks dengan pusingan (centrifuging)
Pada umumnya pengolahan lateks pekat dengan cara pemusingan ditujukan
a. Penerimaan lateks kebun
Lateks dari kebun harus dijaga kebersihannya dengan selalu
menggunakan peralatan yang bersih. Lateks diterima dalam bak
penerimaan melalui saringan 80 mesh. Kemudian ditentukan KKK dan
kadar VFA-nya. Ke dalam lateks ditambahkan 2-3 gram ammonia per
liter lateks, kemudian diaduk.
b. Pemusingan
Lateks dialirkan ke dalam alat pusingan (centrifuge) yang berputar dengan
kecepatan 6000-7000 rpm, dipisahkan menjadi dua bagian yaitu lateks
pekat dan serum. Lateks pekat hasil pemusingan yang mengalir menuju
tangki percampur dibubuhi bahan pemantap. Bahan ini umumnya berupa
larutan 10-20% NH4-laurat dengan dosis 0,05% untuk meningkatkan
kemantapan lateks pekat. Selanjutnya lateks pekat ditambahkan dengan
NH3 sehingga kadar NH3 dalam lateks menjadi 0,7% atau lebih.
c. Penyimpanan lateks pekat
Lateks pekat hasil pemusingan meskipun telah ditambah dengan bahan
pemantap, masih belum siap dipasarkan. Lateks pekat masih perlu
disimpan selama 3 minggu atau lebih, agar bahan pemantap berfungsi
efektif. Selama pemeraman perlu diaduk agar tidak terjadi penggumpalan.
d. Pengemasan
Pada prinsipnya pengemasan lateks pekat harus dilakukan dalam wadah
yang sesuai, bersih, kering, dan tertutup rapat serta disimpan pada tempat
yang sejuk demi menjaga mutu lateks tidak cepat menurun.
2. Pengolahan lateks dadih (creaming)
Metode pemekatan lateks ini menggunakan bantuan bahan kimia yang
berperan sebagai bahan pendadih.
a. Penerimaan lateks
Lateks diterima dalam tangki-tangki melalui saringan yang ditambahkan
bahan pengawet NH3 dengan kadar ≥ 0,7%. Untuk mendapatkan hasil
pendadihan yang baik sesuai dengan mutu standar diperlukan bahan lateks
b. Pendadihan
Lateks yang telah ditambahkan dengan bahan pengawet dimasukkan ke
dalam tangki pendadihan. Kemudian ditambahkan dengan bahan
pendadih yaitu 140 cc larutan tepung konyaku 1% atau 60 cc larutan
ammonium alginat 1% untuk tiap liter lateks, diaduk dengan kecepatan
200-400 rpm selamam 20-60 menit. Setelah diaduk, kemudian didiamkan
selama 3-4 minggu agar partikel-partikel karet berkumpul pada bagian
atas dan skim di bagian bawah, dan skim dikeluarkan dan dialirkan ke
dalam pengumpul skim. Pendadihan yang baik yaitu menghasilkan skim
dengan kadar karet 3-5%.
c. Penyimpanan dan pengemasan
Penyimpanan dan pengemasan lateks dadih sama seperti lateks pusingan
(Setyamidjaja, 1993).
Komposisi lateks yang dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Komposisi Lateks
Komponen Lateks segar (%) Lateks yang dikeringkan (%)
2.2 Tandan Kosong Kelapa Sawit
2.2.1 Tanaman Kelapa Sawit
Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineesis) berasal dari Afrika. Dalam bahasa
Inggris tanaman ini dikenal dengan namaoil palm. Tanaman kelapa sawit
memiliki bentuk menyerupai pohon kelapa. Di Indonesia, tanaman kelapa sawit
termasuk tanaman pendatang yang mulai dikenal sejak sebelum perang Dunia II
(Roosita, 2007).
Sentra utama produksi sawit Indonesia antara lain Sumatera Utara, Riau,
Jambi, Sumatera Selatan, dan Kalimantan Barat.Potensi areal perkebunan
Indonesia masih terbuka luas untuk tanaman kelapa sawit.Pengembangan
perkebunan tidak hanya diarahkan pada sentra-sentra produksi seperti Sumatera
dan Kalimantan, tetapi daerah potensi pengembangan seperti Sulawesi, Jawa,
Papua juga terus dilakukan (Yan, 2012).
2.2.2 Tandan Kosong Kelapa Sawit
Limbah industri kelapa sawit adalah limbah yang dihasilkan pada saat proses
pengolahan kelapa sawit. Salah satu limbah padat industri adalah TKKS.TKKS
merupakan limbah terbesar yang dihasilkan oleh perkebunan kelapa sawit.Jumlah
TKKS mencapai 30-35% dari berat TBS setiap pemanenan (Hambali,
2008).Limbah padat TKKS jumlahnya cukup besar yaitu sebesar 6 juta ton yang
tercatat pada tahun 2004 (Nuryanto, 2000).
Pemanfaatan TKKS masih sangat terbatas. Kebanyakan limbah TKKS
hanya digunakan sebagai pupuk organik dan bahan serat.Melihat komposisi
selulosayang cukup besar seperti yang tertera pada Tabel 2.2, maka TKKS sangat
Tabel 2.2 Komposisi Kimiawi TKKS
Komposisi Kadar (%)
Abu 15
Selulosa 40
Hemiselulosa 21
Lignin 24
Sumber : Yan, 2012
2.3 Selulosa
Selulosa adalah polisakarida yang terbentuk dari sisa β-D(+)-glukosa yang
bergabung dalam rantai linear dengan ikatan β-1-4 diantara satuan glukosanya seperti dapat dilihat pada Gambar 2.2. Selulosa merupakan senyawa polimer yang
berlimpah di alam dan merupakan senyawa organik yang paling umum (Deman,
1997).
Gambar 2.2 Struktur kimia selulosa (Streitweiser, 1987).
Selulosa berfungsi sebagai bahan struktur dalam jaringan tumbuhan dalam
bentuk campuran polimer homolog dan biasanya disertai polisakarida lain seperti
lignin dalam jumlah yang beragam. Lignin dapat dihilangkan dengan cara
a. Jenis bahan delignifikasi
Bahan-bahan yang dapat digunakan dalam proses delignifikasi yaitu asam
phosfat, asam klorida (HCl), asam sulfat, dan yang basa seperti NaOH, natrium
sulfit dan natrium sulfat.
b. Waktu delignifikasi
Pada proses delignifikasi waktu berpengaruh pada hasil delignifikasi,
biasanya digunakan waktu 1-3 jam.
c. Temperatur delignifikasi
Temperatur operasi mempengaruhi kualitas dari produk delignifikasi yang
dihasilkan (Widodo, 2012).
Campuran senyawa lain yang terdapat bersamaan dengan selulosa yaitu
hemiselulosa. Hemiselulosa adalah polisakarida kompleks nonselulosa dan
nonpati yang terdapat dalam banyak jaringan tumbuhan. Hemiselulosa mengacu
kepada polisakarida nonpati yang tidak larut dalam air, pentosa mengacu kepada
polisakarida nonpati yang larut dalam air. Hemiselulosa tidak berperan dalam
biosintesis selulosa tetapi dibuat tersendiri dalam tumbuhan sebagai komponen
struktur dinding sel. Hemiselulosa dikelompokkan berdasarkan kandungan
gulanya. Molekul selulosa memanjang dan kaku, meskipun dalam larutan. Gugus
hidroksil yang menonjol dari rantai dapat membentuk ikatan hidrogen dengan
mudah, mengakibatkan kekristalan dalam batas tertentu (Deman, 1997).
Diketahui bahwa selulosa murni, ketika mengalami hidrolisis, dapat
dengan mudah terurai menjadi "mikrokristal selulosa "dengan hampir tidak ada
penurunan berat. Turunan selulosa dapat dibuat dengan proses eterifikasi,
esterifikasi, ikat silang, atau reaksi grafting-kopolimerisasi.untuk memodifikasi
struktur selulosa, ikatan hidrogen harus dihancurkan dengan cara pembengkakan
2.4 Nanokristal Selulosa
Definisi umum dari nanopartikel adalah partikel padat dengan ukuran sekitar 10–
100 nm. Metode preparasi sangat mempengaruhi pembentukan nanopartikel, baik
itu dalam bentuk nanosphere, atau nanokapsul. Nanopartikel memiliki sifat yang
baik karena faktor peningkatan luas permukaan dan efek kuantum yang dapat
meningkatkan reaktivitas, kekuatan, dan sifat listrik.Parameter utama dari
nanopartikel adalah bentuknya, ukuran dan morfologi struktur dari substansi
(Liufu, 2004).
Nanokristal selulosa adalah nanopartikel kristalin terbuat dari selulosa
biasanya mempunyai lebar 2-6 nm dan panjang ratusan nanometer. Nanokristal
selulosa dapat diproduksi dengan menghidrolisis bagian yang amorf dari daerah
selulosa dan meninggalkan kristal yang berbentuk utuh. Asam kuat seperti asam
sulfat, asam nitrat dan asam klorida telah digunakan untuk selektif menghidrolisis
bentuk yang amorf dari selulosa. Kondisi yang optimal adalah metode hidrolisis
dengan menggunakan asam sulfat untuk mempersiapkan individual kristalit
(Rong, 2011).
2.5 Nanokomposit
Nanokomposit polimer didefinisikan sebagai polimer yang mengandung bahan
pengisi dengan ukura yang lebih kecil dari 100 nm.Berbeda dengan komposit
biasa, nanokomposit polimer pada umumnya berisi sejumlah kecil bahan pengisi
yang berukuran nanometer.Penggabungan material nano ini dapat meningkatkan
sifat fisik, daya tahan, dan biodegradasi dari nanokomposit (Siqueira, 2010).
Potensi nanokomposit yang besar dalam berbagai sektor penelitian dan
aplikasi menjadikannya sebagai peluang untuk meningkatkan investasi.
Nanokomposit dapat dibuat biodegradable dengan kakuatan dan kekakuan yang
2.6 Bahan-Bahan Penyusun Kompon Karet
Dalam pembuatan kompon karet, diperlukan bahan-bahan penyusun sebagai
berikut.
1. Bahan Vulkanisasi
Bahan vulkanisasi yang sering digunakan dalam industri pengolahan karet adalah
belerang yang mempercepat kematangan kompon karet. Bahan lain untuk
vulkanisasi adalah peroksida organik dan dammar fenolik (Setiawan, 2005).
Pada umumnya digunakan belerang dalam jumlah yang besar (kira-kira
6-10%) untuk ditambahkan pada karet. Proses vulkanisasi perlahan dan memakan
waktu beberapa jam sebelum vulkanisasi selesai. Dengan digunakannya
bahan-bahan pemercepat (accelerator), jumlah belerang dapat dikurangi dan sekarang
berjumlah kurang lebih 2-3 %, berdasarkan bobot karetnya (Morton, 1987).
2. Bahan Pemercepat Dan Penggiat
Vulkanisasi dalam industri pengolahan lateks biasanya lambat, sehingga agar
efisien perlu dipercepat.Banyak jenis bahan pemercepat reaksi yang bisa
digunakan.Dari golongan sulfenamida, CBS dan MBS. Dari golongan
dithiokarbonat antara lain ZDEC dan ZDBC. Dari golongan tiuransulfida adalah
TMTD.Dari golongan Tiazol adalah MBT dan MBTS.Penggunaan bahan
pemercepat reaksi ini bisa tunggal atau gabungan dari beberapa bahan tersebut.
Bahan penggiat reaksi berguna kecepatan kerja bahan pemercepat reaksi.
Meskipun tidak mutlak perlu, bahan ini bisa mengefisienkan proses pengolahan
karet. Bahan reaksi yang umum digunakan antara lain seng oksida, dan asam
3. Bahan Antioksidan dan Anti Ozon
Fungsi bahan ini untuk melindungi karet dari kerusakan karena pengaruh oksigen
maupun ozon yang terdapat di udara.Bahan kimia ini biasanya juga tahan terhadap
pengaruh ion-ion tembaga, mangan dan besi.Selain itu juga mampu melindungi
terhadap suhu tinggi, retak-retak dan lentur.
4. Bahan Pengisi
Ada dua macam bahan pengisi dalam proses pengolahan karet. Pertama bahan
pengolahan yang tidak aktif.Kedua, bahan pengisi yang aktif atau bahan pengisi
yang menguatkan.Pertama hanya menambah kekerasan dan kekakuan pada karet
yang dihasilkan, tetapi kekuatan dan sifat lainnya menurun.
Biasanya bahan pengisi tidak aktif lebih banyak digunakan untuk menekan
harga karet yang dibuat karena bahan ini berharga murah, contohnya kaolin, tanah
liat, kalsium karbonat, magnesium karbonat, barium sulfat, dan barit.Bahan
pengisi aktif atau penguat contohnya karbon hitam, silika, aluminium silikat, dan
magnesium silikat.Bahan ini mampu menambah kekerasan, ketahanan sobek,
ketahanan kikisan serta tegangan putus yang tinggi pada karet yang dihasilkan
(Ompungsungu, 1997).
2.7 Pravulkanisasi Lateks Pekat
Salah satu tahap yang tidak dapat diabaikan adalah proses pravulkanisasi.
Persiapannya adalah dengan memanaskan lateks pekat dengan dispersi sulfur,
zink oksida, dan suatu akselerator super cepat pada temperatur kira-kira 70˚C
selama 2 jam. Proses tersebut tidak membutuhkan proses pengkomponan yang
rumit dan biasanya digunakan pada industri karet yang menggunakan metode
2.8 Vulkanisasi
Setelah kompon karet bercampur dengan baik, maka kompon karet dapat diubah
misalnya ke bentuk bahan-bahan komposit seperti ban melalui proses vulkanisasi.
Akibat vulkanisasi, perubahan-perubahan berikut terjadi:
1. Rantai panjang dari molekul karet menjadi terikat silang akibat reaksi
dengan zat pemvulkanisasi, membentuk struktur tiga dimensi. Reaksi ini
mengubah bahan yang bersifat plastis, lemah, dan lembut menjadi produk
yang elastis namun kuat.
2. Karet kehilangan kepekatannya dan menjadi tidak larut dalam
pelarut-pelarut dan lebih tahan terhadap pengaruh-pengaruh buruk yang
disebabkan oleh panas, cahaya, dan proses penuaan (Morton, 1987).
Vulkanisasi/vulkanisir dikenal juga dengan istilah “cure” merupakan
proses pengaplikasian tekanan dan panas terhadap campuran elastomer dan
bahan kimia untuk menurunkan plastisitas dan meninkatkan elastisitas, kekuatan,
dan kemantapan. Curing menyebabkan molekul karet yang panjang dan saling
terkait diubah menjadi struktur 3 (tiga) dimensi melalui pembentukan crosslinking
(ikatan silang) secara kimia (Morton, 1987).
Vulkanisasi karet alam dengan sulfur termasuk yang paling banyak diteliti.
Awal 1920, Staudinger mengembangkan teorinya tentang struktur rantai panjang
polimer. Sebelum mengalami ikat silang, karet (dalam hal ini karet alam) terdiri
dari rantai lurus yang bermassa molekul tinggi, seperti yang terlihat pada reaksi
CH2 C
Gambar 2.3. Reaksi Vulkanisasi Karet Alam (Sperling, 1986)
2.9 Proses Pencelupan
Proses pencelupan merupakan suatu teknik yang menghasilkan produk dari lateks
yang dilakukan dengan mencelupkan suatu pembentuk yang telah dibersihkan ke
dalam formulasi lateks. Sewaktu pembentuk dicelup ke dalam formulasi lateks,
partikel-partikel lateks yang bersentuhan dengan permukaan pembentuk,
mengalami proses penghilang kestabialan dan membentuk suatu lapisan atau film.
Film yang terbentuk mempunyai bentuk yang sama dengan pembentuk yang
dicelup ke dalam formulasi lateks tersebut dan apabila film ini dikeringkan maka
akan menghasilkan produk lateks.
Dalam industri yang menghasilkan produk lateks, proses pencelupan
merupakan suatu teknik penting dalam industri lateks karet alam. Teknik
pencelupan ini selalu digunakan untuk menghasilkan produk yang tipis dan
2.10 Karakterisasi Produk
2.10.1 Fourier Transform Infrared (FTIR)
Spektroskopi FTIR didasarkan pada prinsip bahwa hampir semua molekul
mengabsorpsi sinar inframerah. Hanya monoatomik dan molekul diatomik
homopolar yang tidak mengabsorpsi sinar inframerah. Pancaran inframerah yang
kerapatannya kurang dari 100 cm-1 diserap oleh sebuah molekul organik dan
diubah menjadi energi putaran molekul. Spektrum rotasi molekul terdiri dari
garis-garis yang tersendiri.
Atom molekul bergerak dengan berbagai cara tetapi selalu pada tingkat
energy tertentu. Energi getaran rentang untuk molekul organik harus sesuai dngan
radiasi inframerah dengan bilangan gelombang 1200-4000 cm-1. Terdapat dua
macam getaran molekul, yaitu getaran ulur dan getaran tekuk. Identifikasi pita
absorpsi khas yang disebabkan oleh berbagai gugus fungsi merupakan dasar
penafsiran spektrum inframerah. Ikatan O-H dari golongan karboksil diabsorpsi
pada daerah 2500 sampai 3300 cm-1 dan ikatan C=O ditunjukkan diantara 1710
sampai 1750 cm-1. Hanya getaran yang menghasilkan perubahan momen dwi
kutub secara berirama yang teramati di dalam inframerah (Rong, 2011).
2.10.2 Transmission Electron Microscopy
Secara umum sistem penyinaran dan lensa pada mikroskop elektron sama dengan
mikroskop cahaya. Pada mikroskop elektron ada “elektron gun” yang
menghasilkan elektron ekivalensi dengan sumber cahaya.Elektron-elektron
dipercepat dengan tegangan tinggi (40.000 sampai 100.000 volt) dan melewati
Untuk meningkatkan daya resolusi mikroskop perlu dimanfaatkan
gelombang dengan panjang gelombang yang lebih pendek.Oleh karena itu, telah
dikembangkan mikroskop elektron agar dapat mengamati struktur berdimensi
kurang dari 1 nm.Mikroskop elektron terdiri dari senapan elektron dan susunan
lensa yang terletak dalam kolom vakum.Susunan optiknya serupa dengan susunan
lensa pada mikroskop cahaya tipe-proyeksi, meskipun pada mikroskop elektron
digunakan beberapa tahap perbesaran.Lensa yang digunakan adalah lensa
magnetik, terdiri dari kumparan yang dialiri arus.Lensa kondensor digunakan
untuk menghimpun berkas elektron yang menyinari spesimen yang di lubang
lensa objektif. Besar tegangan operasi normal berkisar antara 50 hingga 100 kV,
nilai λ bervariasi antara 0,0054 nm hingga 0,0035 nm. Akibatnya, resolusi mikroskop elektron terbatas dan hanya sekitar 0,2 nm (Smallman, 1999).
2.10.3 Kekuatan Tarik dan Kemuluran
Secara praktis, kekuatan tarik diartikan sebagai besarnya beban maksimum (Fmaks) yang dibutuhkan untuk memutuskan spesimen bahan, dibagi dengan luas penampang bahan. Karena di bawah pengaruh tegangan, spesimen mengalami perubahan bentuk (deformasi) maka definisi kekuatan tarik dinyatakan dengan luas penampang (Ao).
σt=Fmaks/Ao...(2.1)
Selama perubahan bentuk, dapat diasumsikan bahwa volume
specimen tidak berubah Perpanjangan tegangan pada saat bahan terputus disebut
kemuluran. Besaran kemuluran (ε) dapat didefinisikan sebagai berikut :
ε =�−��
�� x 100 %...(2.2)
Dimana : l0 = panjang spesimen mula-mula (mm)
l = panjang spesimen saat putus (mm)
2.10.4 Morfologi Permukaan
Adanya material lain dalam suatu matriks seperti dispersi material tersebut
menyebabkan terjadinya perubahan pada permukaan spesimen. Untuk melihat
perubahan tersebut dapat dilakukan suatu analisa permukaan, dan alat yang biasa
digunakan adalah SEM.SEM adalah alat yang dapat membentuk bayangan
permukaan spesimen secara makroskopik. Berkas elektron dengan diameter 5 - 10
nm diarahkan pada spesimen interaksi berkas elektron dengan spesimen
menghasilkan beberapa fenomena yaitu hamburan balik berkas elektron, sinar-X,
elektron sekunder, absorbsi elektron.Data yang diperoleh adalah data dari
permukaan yang tebalnya sekitar 20 µm. Permukaan yang diperoleh merupakan
gambar tofografi dengan segala tonjolan, lekukan, dan lubang permukaan.
Gambar tofografi diperoleh dari penangkapan elektron sekunder yang
dipancarkan oleh spesimen. Sinyal elektron sekunder yang dihasilkan ditangkap
oleh detektor dan diteruskan ke monitor. Pada monitor akan diperoleh gambar
yang khas yang menggambarkan struktur permukaan spesimen. Selanjutnya
gambar di monitor dapat dipotret dengan menggunakan film hitam putih atau
dapat pula direkam ke dalam suatu disket (Subaer, 2007).
2.10.5 Swelling Indeks
Pelarutan suatu polimer tidak sama dengan pelarutan senyawa yang mempunyai
berat molekul rendah kerena adanya dimensi-dimensi yang sangat berbeda antara
pelarut dan molekul polimer. Pelarutan polimer terjadi dalam dua tahap
.mula-mula molekul pelarut berdifusi melewati matriks polimer untuk membentuk suatu
Dalam tahap kedua, gel tersebut pecah (bercerai-cerai) dan
molekul-molekulnya terdispersi kedalam larutan sejati. Pelarutan sering kali merupakan
proses yang lambat. Sementara beberapa jenis polimer bisa larut dengan cepat
dalam pelarut-pelarut tertentu, polimer yang lainnya bisa jadi membutuhkan
periode pemanasan yang lama dekat titik lebur dari polimer
tersebut.Polimer-polimer jaringan tidak dapat larut, tetapi biasanya membengkak
(menggelembung/mengembang/swelling) dengan hadirnya pelarut (Steven, 2001).
Swelling merupakan sifat non-mekanis, tetapi secara luas digunakan untuk
mengkarakterisasi material elastomer.Swelling merupakan pembesaran tiga
dimensi dimana jaringan mengabsorpsi pelarut hingga mencapai derajat
keseimbangan swelling. Pada titik ini, energi bebas berkurang diakibatkan
pencampuran pelarut dengan rantai jaringan diseimbangkan oleh energi bebas
yang meningkat seiring dengan meregangnya rantai. Pada prakteknya, polimer
ditempatkan pada suatu wadah yang mengandung pelarut dimana polimer akan
mengabsorpsi sampai peregangan rantai melebar, mencegah absorpsi yang lebih
jauh lagi (Allcock, 2003).
2.10.6 Penentuan Jumlah Padatan Total (TSC)
Jumlah padatan total adalah jumlah yang menunjukan banyaknya zat padat yang
terdapat di dalam lateks yang tidak dapat menguap bila dikeringkan pada suhu
70˚C selama 16 jam atau pada suhu 100˚C selama 2 jam. Lateks dengan TSC
yang tinggi, akan menghasilkan karet yang memiliki nilai kekuatan tarik yang
tinggi. Hal ini dapat berpengaruh pada produksi pabrik, karena akan memakan
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Alat-Alat
- Alat-alat gelas Pyrex
- Neraca analitis Ohaus
- Hot plate Cimarex
- Oven Memmert
- Sentrifugator Himachi
- Seperangkat alat TEM JEOL
- Seperangkat alat SEM JSM-35 C Shumandju
- Seperangkat alat FTIR Shimadzu
3.2 Bahan-Bahan
- Tandan kosong sawit PT. PP London Sumut
- Lateks HA 60% p.a Merck
- CH₃COOH p.a Merck
- KOH 10% p.a Merck
- Ca(NO3)₂ p.a Merck
- Sulfur 50% p.a Merck
- Wingstay 50% p.a Merck
- ZDBC 50% p.a Merck
- ZnO 50% p.a Merck
- Membran dialysis Fisherbrand
- HNO3(p) p.a Merck
- NaNO2 p.a Merck
- NaOH p.a Merck
- Na2SO3 p.a Merck
- NaOCl(p) p.a Merck
- H2O2(p) p.a Merck
- H2SO4(p) p.a Merck
- CHCl₃ p.a Merck
- CaCO3 p.a Merck
- Metanol p.a Merck
3.3 Prosedur Penelitian 3.3.1 Pembuatan Pereaksi
3.3.1.1 Pembuatan Larutan HNO3 3,5%
3.3.1.2 Pembuatan Larutan NaOH 2%
Sebanyak 20 gram NaOH, dimasukkan kedalam labu takar 1000 mL. Diencerkan
dengan aquadest sampai garis tanda dan dihomogenkan.
3.3.1.3 Pembuatan Larutan Na2SO3 2%
Sebanyak 20 gram Na2SO3, dimasukkan kedalam labu takar 1000 mL. Diencerkan
dengan aquadest sampai garis tanda dan dihomogenkan.
3.3.1.4 Pembuatan Larutan NaOCl 1,75%
Sebanyak 145,8 mL NaOCl 12%, dimasukkan kedalam labu takar 1000 mL.
Diencerkan dengan aquadest sampai garis tanda dan dihomogenkan.
3.3.1.5 Pembuatan Larutan NaOH 17,5%
Sebanyak 175 gram NaOH, dimasukkan ke dalam labu takar 1000 mL.
Diencerkan dengan aquadest sampai garis tanda dan dihomogenkan.
3.3.1.6 Pembuatan Larutan H2O2 10%
Sebanyak 333,3 mL H2O2 30%, dimasukkan kedalam labu takar 1000 mL.
Diencerkan dengan aquadest sampai garis tanda dan dihomogenkan.
3.3.1.7 Pembuatan Larutan H2SO4 48,84%
Sebanyak 249 mL H2SO4 98%, dimasukkan kedalam labu takar 500
mL.Diencerkan dengan aquadest sampai garis tanda dan dihomogenkan.
3.3.1.8 Pembuatan Dispersi NCC
Sebanyak 10 gram dispersol dimasukkan ke dalam beaker glass, ditambahkan 5
3.3.2 Isolasi Nanokristal Selulosa Dari TKKS
3.3.2.1 Preparasi Serbuk Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS)
TKKS dipisahkan dari cangkangnya. Dibersihkan dengan air. Dikeringkan di
bawah sinar matahari sampai kering. Digunting-gunting hingga membentuk serat
halus.
3.3.2.2 Isolasi α-Selulosa dari Tandan Kosong Kelapa Sawit(TKKS)
Sebanyak 75 g serbuk TKKS dimasukkan ke dalam beaker glass, kemudian
ditambahkan 1 L campuran larutan HNO3 3,5% dan 10 mg NaNO2, dipanaskan
di atas hot plate pada suhu 90oC selama 2 jam, kemudian disaring dan ampas
dicuci hingga filtrat netral. Selanjutnya didigesti dengan 750 mL larutan yang
mengandung NaOH 2% dan Na2SO3 2% pada suhu 50o C selama 1 jam, kemudian
disaring dan ampas dicuci sampai netral. Selanjutnya dilakukan pemutihan dengan
250 mL larutan NaOCl 1,75% pada suhu 70o C selama 0,5 jam, kemudian disaring
dan ampas dicuci sampai filtrat netral. Setelah itu dilakukan pemurnian α-selulosa
dari sampel dengan 500 mL larutan NaOH 17,5% pada suhu 80o C selama 0,5
jam, kemudian disaring dan dicuci hingga filtrat netral. Dilanjutkan pemutihan
dengan H2O2 10% pada suhu 60o C, dan dikeringkan di dalam oven pada suhu
60o C kemudian disimpan dalam desikator (Ohwoavworhua, 2005).
3.3.2.3 Analisa Gugus Fungsi dengan Menggunakan Fourier Transform- Infra Red
Sampel dipreparasi dalam bentuk bubur (mull). Bubur diperiksa dalam sebuah
film tipis yang diletakkan diantara lempengan-lempengan garam yang datar.
Pengujian dilakukan dengan menjepit film hasil campuran pada tempat sampel.
Kemudian film diletakkan pada alat ke arah sinar infra red. Hasilnyaakan direkam
kertas berkala berupa aluran kurva bilangan gelombang 4000-200 cmˉ¹ terhadap
3.3.2.4 Isolasi Nanokristal Selulosa dari α – Selulosa TKKS
Sebanyak 1 g α-selulosa dihisrolisis dengan 20 mL H2SO4 48,84 % pada suhu 45o C selama 25 menit. Kemudian didinginkan dan ditambahkan dengan 25 mL
aquadest, Kemudian dibiarkan selama satu malam hingga terbentuk suspensi.
Suspensi yang terbentuk disentrifugasi dengan kecepatan 10000 rpm selama 15
menit hingga pH netral. Kemudian suspensi putih dimasukkan ke dalam
membran dialisis yang telah direndam dalam 100 mL aquadest pada suhu 40oC,
didialisis selama 1- 4 hari. Hasil dari dialisis diultrasonifikasi selama 15 menit
dengan power 60%. Setelah itu aquadest diuapkan pada suhu 60oC untuk
mendapatkan nanokristal selulosa (Jackson, 2011).
3.3.2.5 Uji Morfologi Menggunakan Transmission Electron Microscopy
Analisa morfolofi nanokristal selulosa dilakukan dengan menggunakan alat TEM
JEOL JEM 1400 dengan tegangan sebesar 120 kV.Pertama-tama nanokristal
selulosa ditetesi dengan cairan ammonium molibdat 2%, kemudian cairan yang
terbentuk di perangkap dalam resin.Selanjutnya dilakukan pemotongan dengan
menggunakan microgrid untuk memperoleh nenokristal tunggal (single
nanocrystal). Nanokristal tunggal yang terbentuk dimasukkan ke dalam kisi
karbon untuk dilakukan pengujian TEM. Dari analisa permukaan menggunakan
TEM dapat dihitung ukuran nanokristal selulosa menggunakan persamaan (3.1)
(Chang et, al. 2010).
panjang skala
panjang diameter gambar
=
ukuran skala
X ……...……...……… (3.1)
3.3.3 Pembuatan Lembaran Karet Nanokomposit 3.3.3.1 Pembersihan Plat Pencentak
Plat pencetak dicuci dengan asam asetat 10% dan KOH 10%, kemudian dicuci
dengan air. Plat pencetak yang telah bersih dikeringkan selama 5 menit, kemudian
3.3.3.2 Pencetakan Karet Nanokomposit
Pembuatan kompon lateks dilakukan dengan mencampurkan 161 g lateks HA
60% dengan 5 g KOH 10%, 3 g sulfur 50%, nanokristal selulosa dengan berat
yang telah ditentukan, 2 g wingstay 50%, 3 g ZDBC 50%, 6 g ZnO 50% diaduk
dengan pengaduk magnet selama 2 jam, kemudian kompon dipravulkanisasi pada
suhu 70o C, dan ditentukan tahap pematangan kompon lateks. Kemudian kompon
lateks yang telah dipravulkanisasi dimaturasi selama 24 jam. Plat pencetak yang
telah dipersiapkan dicelupkan ke dalam kompon hasil maturasi. Plat yang
mengandung kompon tersebut dicelupkan ke dalam larutan Ca(NO3)2 dan
metanol. Lalu dikeringkan pada suhu kamar. Kemudian divulkanisasi pada suhu
100o C selama 30 menit. Lalu dilakukan pendebuan (Harahap, 2010).
Tabel 3.1 Formulasi Kompon dengan Variasi NCC
Nama Bahan
Contoh perhitungan konversi formulasi I:
X = 100 + 2,9 + 1,7 + 0 + 1,2 + 3,5 + 2,5 = 111,8
Formulasi kompon akan dibuat dengan berat total 180 g, maka:
Faktor
Maka masing-masing bahan yang dibutuhkan adalah:
3.3.3.3 Penentuan Kandungan Padatan Total
Kompon ditimbang sebanyak 3 g. Kemudian kompon tersebut dipanaskan dalam
oven selama 3 jam pada suhu 120˚C. Selanjutnya kompon didinginkan dan
3.3.4 Karakterisasi
3.3.4.1 Uji Kekuatan Tarik Dan Kemuluran
Alat uji tarik terlebih dahulu dikondisikan pada beban 100 kgf dengan kecepatan
penarikan 10 mm/menit, kemudian spesimen dijepit kuat dengan alat penjepit, lalu
mesin dihidupkan dan spesimen akan ditarik ke atas, spesimen diamati sampai
putus. Dicatat tegangan maksimum (Fmaks) dan regangannya (L). Data pengukuran
tegangan regangan diubah menjadi kekuatan tarik (σt)dan kemuluran (ε).
3.3.4.2 Uji Morfologi Permukaan dengan SEM
Proses pengamatan mikroskopis menggunakan SEM dilakukan pada permukaan
patahan sampel. Mula-mula sampel dilapisi dengan emas bercampur palladium
dalam suatu ruangan (vacum evaporator) bertekanan 0,2 Torr dengan
menggunakan mesin JEOL JSM-6360LA-EXD JED-2200 Series. Selanjutnya
sampel disinari dengan pancaran elektron bertenaga 20kV pada ruangan khusus
sehingga mengeluarkan elektron sekunder dan elektron yang terpental dapat
dideteksi oleh detektor Scientor yang diperkuat dengan suatu rangkaian listrik
yang menyebabkan timbulnya gambar CRT (Cathode Ray Tube) selama 4 menit.
Kemudian coating dengan tebal lapisan 400 Amstrong dimasukkan ke dalam
spesimen Chamber pada mesin SEM (JSM-35C) untuk dilakukan pemotretan.
3.3.4.3Proses Swelling Indeks
Plat dicelupkan ke dalam kalsium nitrat dan metanol lalu dikeringkan. Plat yang
telah kering dicelupkan ke dalam kompon lateks, lalu dicelupkan kembali ke
dalam kalsium nitrat dan metanol, lalu dikeringkan kembali. Kompon dilepaskan
dari plat dan dicetak berbentuk lingkaran dengan diameter 38 mm. Kompon
3.4 Bagan Penelitian
3.4.1 Preparasi Sampel TKKS
Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS)
Serbuk TKKS
Dicuci hingga bersih Dikeringkan
3.4.2 Isolasi α - Selulosa dari TKKS
75 g serbuk TKKS
Dimasukkan ke dalam beaker glass 2000 mL Ditambahkan 1 L campuran HNO3 3,5% dan 10 mg NaNO2
Dipanaskan pada suhu 90oC sambil distirer Disaring dan residu dicuci hingga filtrat netral
Residu Filtrat
Didigesti dengan 750 mL NaOH 2% dan Na2SO3 2% pada suhu 50oC selama 1 jam sambil distirer Disaring dan residu dicuci hingga filtrat netral
Residu Filtrat
Diputihkan dengan 250 mL NaOCl 1,75% pada suhu 70oC selama 30 menit sambil distirer Disaring dan residu dicuci hingga filtrat netral
Filtrat Residu
Dimurnikan dengan 500 mL NaOH 17,5% pada suhu 80oC selama 30 menit sambil distirer Disaring dan residu dicuci hingga filtrat netral
Residu Filtrat
Diputihkan dengan H2O2 10% pada suhu 60oC selama 15 menit sambil distirer
Disaring dan dicuci dengan aquadest
Filtrat α-selulosa basah
Dikeringkan pada suhu 60oC di dalam oven Disimpan dalam desikator (Ohwoavworhua, 2005).
α-selulosa kering
3.4.3 Isolasi Nanokristal Selulosa dari α – Selulosa TKKS
1 g α-selulosa kering
Dihidrolisis dengan 20 mL H2SO4 45,84%
Dipanaskan sambil distirer pada suhu 45oC selama 25 menit
Dimasukkan ke dalam kuvet
Disentrifugasi dengan kecepatan 10000 rpm selama 20 menit hingga pH netral
Dimasukkan ke dalam membran dialisis (yang telah direndam dengan 100 mL aquadest pada suhu 40°C) Distirer selamam1-4 hari
Diultrasonifikasi selama 15 menit dengan power 60% Diuapkan aquadest pada suhu 60° C
Dikarakterisasi dengan FTIR
Analisis Morfologi dengan TEM Nanokristal Selulosa
3.4.4 Proses Pembersihan Plat Pencetak
Plat Pencetak
Dicuci dengan asam asetat 10% Dicuci dengan air
Dicuci denngan KOH 10%
Plat pencetak yang telah bersih
Dikeringkan selama 5 menit
Plat pencetak yang telah kering
Dicelupkan dengan Ca(NO3)2 Dicelupkan dalam metanol
3.4.5 Pembuatan Film Karet Nanokomposit
161 g lateks HA 60%
Ditambahkan KOH 10% 5 g Ditambahkan Sulfur 50% 3 g
Ditambahkan nanokristal selulosa 5 g Ditambahkan Wingstay 50% 2 g Ditambahkan ZnO 50% 6 g
Bahan-bahan kompon pravulkanisasi
Distirer selama 2 jam
Pravulkanisasi pada suhu 70oC
Ditentukan swelling indeks
Dicelupkan ke dalam larutan Ca(NO3)2 dan metanol
Sampel dikeringkan pada suhu kamar
Vulkanisasi pada suhu 100oC selama 30 menit
Dikeringkan
Pendebuan CaCO3
Produk lembaran nanokomposit Dikarakterisasi
Uji Tarik Swelling Indeks SEM
Ditambahkan ZDBC 50% 3 g
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
4.1.1 Hasil Isolasi α-selulosa dari TKKS
Berdasarkan serangkaian proses delignifikasi, dan proses pemutihan maka
didapatkan α-selulosa yang berwarna putih. Pada proses isolasi α-selulosa
digunakan 75 g serbuk TKKS, dan pada akhir proses dihasilkan α-selulosa murni
sebanyak 22,04 g. α-selulosa yang dihasilkan dari penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 4.1.
4.1.2 Hasil Isolasi Nanokristal Selulosa dari α-Selulosa
α-selulosa yang diperoleh dihidrolisis dengan menggunakan H₂SO₄ 48,84% untuk menghasilkan nanokristal selulosa yang berbentuk kristal jarum dan berwarna
bening seperti ditunjukkan pada gambar 4.2. Dari 1 g α-selulosa yang digunakan dalam proses isolasi diperoleh nanokristal selulosa sebanyak 0,20 g.
Gambar 4.2 Serbuk Nanokristal selulosa
4.1.3 Hasil Analisis Gugus Fungsi Menggunakan FTIR
Hasil analisis gugus fungsi α-selulosa dan nanokristal selulosa dari TKKS dengan menggunakan FTIR dapat dilihat pada Tabel 4.1 dan Gambar 4.3.
Tabel 4.1 Bilangan Gelombang Dari Berbagai Gugus Fungsi Pada α-
Selulosa, dan Nanokristal Selulosa
Gugus fungsi Bilangan Gelombang (cm-1)
Uluran O-H 3350, 3417
Uluran C-H 2890, 2945
Gambar 4.3 Spektrum FTIR dari α-Selulosa dan Nanokristal Selulosa
4.1.4 Hasil Analisis Nanokristal Selulosa Menggunakan TEM
Analisis morfologi nanokristal selulosa dilakukan dengan menggunakan alat TEM
dengan skala 200 nm. Pada analisis menggunakan TEM ini terlihat bahwa
nanokristal selulosa merupakan kristal tunggal yang saling terpisah satu dengan
yang lain. Hasil analisis morfologi dari nanokristal selulosadapat dilihat pada
Gambar 4.4
Dari gambar dapat dilihat partikel-partikel nanokristalin dan dapat
diketahui ukuran dari partikel nanokristal yang dihasilkan, dimana nanokristal
yang dihasilkan tidak memiliki ukuran yang homogen karena berdasarkan hasil
perhitungan yang telah dilakukan, makadiperoleh ukuran diameter dari
nanokristal selulosa memiliki ukuran sekitar 47,46 nm.
4000 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500
20
Bilangan Gelombang (cm-1) Nanokrisal Selulosa
Gambar 4.4 Hasil Analisa morfologi Nanokristal Selulosa Menggunakan TEM
4.1.5 Hasil Pembuatan Lembaran Karet Nanokomposit
Nanokristal selulosa dicampurkan dengan lateks beserta dengan bahan-bahan
kompon dengan perbandingan massa yang telah ditentukan. Proses pencampuran
dilakukan dengan cara distirer selama 2 jam. Kemudian ditentukan tahap
pematangannya. Selanjutnya dimaturasi selama 24 jam dan dicetak dengan
mencelupkan plat ke dalam kompon lateks dan divulkanisasi sehingga
menghasilkan lembaran karet nanokomposit yang berwarna putih kekuningan.
Gambar 4.5 Lembaran Karet Nanokomposit
4.1.6 Hasil Analisis Sifat Mekanik Karet Nanokomposit Menggunakan UJi Tarik
Analisis sifat mekanik menggunakan uji tarik telah dilakukan terhadap lateks
pekat dan nanokomposit berbasis lateks dengan bahan pengisi nanokristal
selulosa.Hasil dari uji tarik tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.2 berikut.
Tabel 4.2 Kekuatan Tarik, Modulus Young, dan Regangan dari Lateks Pekat
dan Nanokomposit Lateks Pekat/Nanokristal Selulosa
Komposisi
Nanokomposit
Tegangan
(MPa)
Modulus Young's
(MPa)
Regangan
( % )
Lateks Pekat 0,670 0,570 117
Lateks Pekat + 1 g NCC 3,815 0,585 653
Lateks Pekat + 2 g NCC 5,249 0,615 853
Lateks Pekat + 3 g NCC 3,270 0,579 565
Lateks Pekat + 4 g NCC 1,731 0,396 437
Berdasarkan hasil uji tarik tersebut dapat diketahui bahwa penambahan
berat nanokristal selulosa ke dalam matriks lateks dapat meningkatkan nilai
kekuatan tarikkaret nanokomposit yang dihasilkan, yaitu dari 0,670-5,249 MPa.
4.1.7 Hasil Analisis Morfologi Karet Nanokomposit Menggunakan SEM
Gambar 4.6 Analisa SEM dari a) morfologi lateks tanpa bahan pengisi,
b) morfologi karet nanokomposit (NCC 2 g)
Hasil pemeriksaan SEM (Gambar 4.6). Gambar 4.6a memperlihatkan
permukaan dari lateks yang tanpa bahan pengisi memiliki permukaan yang tidak
rata dan tidak homogen, sedangkan Gambar 4.6b memperlihatkan permukaan dari
4.2 Pembahasan
4.2.1 Isolasi α-Selulosa dari TKKS
Sebelum dilakukan proses isolasi α-selulosa, pertama TKKS dicuci dengan air bersih. Kemudian dikeringkan di bawah sinar matahari hingga bebas air. Setelah
itu digunting kecil-kecil untuk mempermudah proses delignifikasi selulosa. Ada
beberapa tahapan dalam isolasi α-selulosa yaitu delignifikasi dengan menggunakan campuran HNO3 3,5% dan NaNO2 kemudian dinetralkan. Pada
pencampuran ini menyebabkan TKKS kehilangan sebagian zatnya, meninggalkan
sisa padat dan berserat yang dinamakan selulosa. Proses yang kedua yaitu pulping
atau pembuburan ditambahkan campuran NaOH 2% dan Na2SO3 2%. Warna dari
hasil delignifikasi adalah putih kekuningan sampai putih kecoklatan kemudian
disaring dan dicuci hingga netral. Untuk menghilangkan warna coklat dari
selulosa maka dilakukan pemutihan dengan NaOCl 1,75%. Agar α-selulosa yang dihasilkan benar-benar murni, maka dilakukan penambahan dengan NaOH 17,5%
untuk menghilangkan β-selulosa, dimana β-selulosa akan larut dalam NaOH
17,5% kemudian disaring dan dinetralkan. Hasil dari penambahan ini α-selulosa
kembali menjadi kuning kecoklatan.Untuk menghilangkan warna coklat dari α -selulosa maka dilakukan pemutihan dengan menggunakan H2O2 10%.α-selulosa
yang dihasilkan dari proses ini memiliki bentuk berupa pulp yang berwarna putih
4.2.2 Isolasi Nanokristal Selulosa dari α-Selulosa
α-selulosa yang diperoleh dihidrolisis dengan menggunakan H₂SO₄ 48,84 %
selama 25 menit. Proses ini dilakukan untuk memecah daerah amorf pada α -selulosa. Tahap selanjutnya adalah sentrifugasi selama 20 menit dengan kecepatan
10.000 rpm untuk menetralkan dan menghilangkan sisa-sisa asam.Kemudian
diultrasonifikasi selama 15 menit untuk memecah agregat nanopartikel yang
terbentuk melalui ikatan hidrogen, serta untuk menghomogenkan distribusi
nanopartikel selulosa yang terbentuk (Silverio et al. 2012). Proses selanjutnya
yaitu disaring menggunakan membran dialisis, disertai dengan perendaman
dengan aquadest sambil diaduk dengan pengaduk magnet agar nanokristal lebih
cepat keluar dari membran yang dilakukan selama 8 hari. Setelah itu dilakukan
penguapan agar diperoleh nanokristal. Reaksi hidrolisis α-selulosa dapat dilihat
pada Gambar 4.7.