LAMPIRAN I
PEDOMAN WAWANCARA KEPALA PERPUSTAKAAN
1. Bagaimana kegiatan pelestarian di Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Sumatera Barat?
2. Apa saja faktor yang mempengaruhi kerusakan bahan pustaka?
3. Kebijakan pelestarian apa saja yang dilakukan oleh pihak perpustakaan? 4. Upaya apa yang dilakukan untuk meminimalisir kerusakan bahan pustaka
ketika terjadi bencana?
PEDOMAN WAWANCARA KEPALA BAGIAN PELESTARIAN, STAF BAGIAN PELESTARIAN BAHAN PUSTAKA DAN STAF BAGIAN
DEPOSIT
1. Bagaimana kondisi koleksi khususnya koleksi naskah kuno di Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Sumatera Barat?
2. Bagaimana usaha-usaha pelestarian bahan pustaka yang dilakukan oleh Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Sumatera Barat?
3. Faktor apa saja yang mempengaruhi kerusakan koleksi?
4. Metode-metode apa saja yang dilakukan untuk pemulihan koleksi pasca terjadi bencana gempa bumi?
LAMPIRAN II
TRANSKRIP WAWANCARA 1. Hasil Transkrip Wawancara Informan 1
Wawancara ini dilakukan pada tanggal 22 Desember 2015 pada pukul 11.00 WIB di Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Sumatera Barat yang beralamat di Jalan Pramuka V No. 2 Khatib Sulaiman dan di Jalan Diponegoro No. 4 Belakang Tangsi. Berikut adalah hasil wawancara penulis disimbolkan dengan P dan informan pertama disimbolkan dengan I1.
P: Selamat pagi bu, saya ingin mewawancarai Ibu mengenai kegiatan pemulihan koleksi pasca bencana gempa di Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Sumatera Barat. Apakah Ibu bersedia dan ada waktu?
I1: Iya saya bersedia dan silahkan bertanya.
P: Baiklah, saya mulai saja wawancaranya. Saya ingin menanyakan bagaimana kegiatan pelestarian di Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Sumatera Barat?
I1: Adapun kegiatan pelestarian yang kami lakukan adalah fumigasi dalam kurun waktu 6 bulan sekali dan shelving buku setiap minggunya
P: Selanjutnya mengenai kerusakan bahan pustaka, kira-kira faktor apa saja yang mempengaruhi kerusakan bahan pustaka?
P: Mengenai kebijakan pelestarian, kebijakan apa saja yang dilakukan oleh pihak perpustakaan?
I1: Kebijakan pelestarian di perpustakaan ini yaitu dalam kegiatan alih media, kerja sama dengan pihak lain mengenai naskah kuno, kebijakan dalam perawatan, pengawetan dan perbaikan, serta kegiatan-kegiatan pelatihan P: Selanjutnya, upaya apa yang dilakukan untuk meminimalisir kerusakan bahan
pustaka ketika terjadi bencana?
I1: Kita melakukan proses alih media terlebih dahulu untuk koleksi naskah kuno dan kerjasama dengan pihak lain.
P: Jika membahas mengenai kegiatan pemulihan, adakah langkah-langkah atau instruksi tertulis yang dipersiapkan untuk kegiatan pemulihan koleksi?
I1: Kalau instruksi tertulis memnag tidak ada, tetapi mengenai kegiatan pemulihan kita melakukan penyelamatan bahan pustaka, melakukan pertambahan koleksi yang hilang, serta fokus kepada pembangunan gedung yang runtuh. Pemulihan yang kami lakukan terhadap koleksi hanya sekitar 30%, pihak perpustakaan lebih memfokuskan pada pembangunan kembali gedung yang telah hancur. Saat ini gedung Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Sumatera Barat terdiri dari empat lantai. Ruangan pada lantai pertama, kedua, dan ketiga difungsikan untuk berbagai macam kegiatan layanan dan administrasi perpustakaan, sedangkan ruangan pada lantai empat difungsikan sebagai aula. P: Baiklah bu, saya rasa informasi dari ibu sudah jelas dan sangat membantu.
2. Hasil Transkrip Wawancara Informan 2
Wawancara ini dilakukan pada tanggal 23 Desember 2015 pada pukul 11.30 WIB di Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Sumatera Barat yang beralamat di Jalan Diponegoro No. 4 Belakang Tangsi. Berikut adalah hasil wawancara penulis disimbolkan dengan P dan informan kedua disimbolkan dengan I2.
P: Selamat pagi pak, saya mahasiswa Ilmu Perpustakaan USU ingin melakukan penelitian mengenai pemulihan koleksi pasca gempa di perpustakaan ini. Apakah saya bisa mewawancarai bapak untuk mendapatkan informasi?
I2: Tentu saja bisa, saya akan mencoba menjawab semampunya.
P: Baiklah, hal pertama yang ingin saya tanyakan bagaimana kondisi koleksi khususnya koleksi naskah kuno?
I2: kondisi koleksi naskah kuno terbilang cukup baik, kita selalu melakukan perawatan yang maksimal terhadap naskah-naskah ini karena usaha untuk mendapatkannya tidaklah mudah serta membutuhkan proses yang panjang. Selain itu, banyaknya masyarakat yang mencari naskah-naskah ini untuk berbagai keperluan. Maka dari itu kita harus benar-benar menjaga kondisinya. P: Selanjutnya bagaimana usaha-usaha pelestarian bahan pustaka yang dilakukan
oleh pihak perpustakaan pak?
dilakukan dengan cara berikut: (1) mengambil buku yang rusak jilidannya; (2) merapikan susunan halaman sesuai dengan urutannya; (3) lem punggung buku; (4) lem cover buku tersebut.
P: Menurut bapak, faktor apa saja yang mempengaruhi kerusakan koleksi?
I2: Yang mempengaruhi kerusakan koleksi yaitu kondisi fisik buku itu sendiri seperti usia koleksi, dan juga dipengaruhi oleh pengunjung yang datang ke sini. Banyaknya pengunjung yang tidak bertanggung jawab akan kondisi koleksi hanya untuk kepentingan sendiri
P: Lalu metode apa saja yang dilakukan untuk pemulihan koleksi pasca gempa pak?
I2: Metode pemulihan yang kami lakukan yaitu, pertama mengidentifikasi kondisi koleksi, setelah itu mengelompokkan kondisi dalam 3 bagian (rusak ringan, rusak sedang, dan rusak berat), dan selanjutnya melakukan perbaikan sesuai tingkat kerusakan. Adapun perbaikan yang dilakukan yaitu penjilidan ulang buku yang masih bisa diperbaiki.
P: Sejauh ini kendala apa saja yang ditemui dalam melaksanakan kegiatan pemulihan pak?
I2: Anggaran dan fasilitas menjadi masalah yang hingga kini masih belum dapat diatasi. Kita belum memiliki anggaran yang khusus untuk mengatasi masalah ini
3. Hasil Transkrip Wawancara Informan 3
Wawancara ini dilakukan pada tanggal 23 Desember 2015 pada pukul 12.00 WIB di Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Sumatera Barat yang beralamat di Jalan Diponegoro No. 4 Belakang Tangsi. Berikut adalah hasil wawancara penulis disimbolkan dengan P dan informan ketiga disimbolkan dengan I3.
P: Selamat siang bu, saya mahasiswa Ilmu Perpustakaan USU hendak menanyakan pemulihan koleksi pasca gempa. Apakah ibu bersedia?
I3: Silahkan, saya bersedia.
P: Bu, bagaimana kondisi koleksi naskah kuno di perpustakaan ini?
I3: Koleksi naskah kuno di perpustakaan ini ada yang masih naskah asli dan ada juga yang sudah dialih mediakan. Untuk koleksi yang masih asli, kita meletakkannya di dalam lemari. Hanya dapat dilihat di perpustakaan ini saja atau dengan kata lain tidak boleh dibawa pulang
P: Selanjutnya bagaimana usaha-usaha pelestarian yang dilakukan oleh pihak perpustakaan bu?
I3: Usaha pelestarian yang sudah dilakukan yaitu menjaga dan merawat kondisi fisiknya seperti melakukan pembersihan rutin serta melakukan perbaikan terhadap koleksi yang mengalami kerusakan
P: Menurut ibu, faktor apa saja yang berpengaruh dalam kerusakan koleksi? I3: Faktor-faktor yang mempengaruhi kerusakan koleksi ada banyak, seperti
cahaya, debu, dan karena faktor bencana alam seperti gempa 30 September 2009 yang lalu
P: Mengenai pemulihan koleksi, metode-metode apa saja yang dilakukan dalam kegiatan tersebut bu?
I3: Kita melakukan kegiatan pemulihan sesuai dengan tingkat kerusakan koleksi, setelah itu kita melakukan perbaikan secara sendiri dan ada juga yang melibatkan pihak lain yaitu Universitas Andalas Padang karena faktor minimnya fasilitas yang kita miliki
P: Pertanyaan terakhir yang ingin saya tanyakan, apa saja kendala yang sering ditemui dalam menjalankan kegiatan pemulihan ini bu?
I3: Jika ditanya masalah kendala, dana dan fasilitas yang minim sepertinya masih menjadi permasalahan di perpustakaan ini. Kita mempunyai beberapa alat perbaikan tetapi tidak dapat dipergunakan karena mengalami kerusakan P: Baiklah bu, saya rasa informasi yang ibu berikan sudah sangat membantu
4. Hasil Transkrip Wawancara Informan 4
Wawancara ini dilakukan pada tanggal 23 Desember 2015 pada pukul 13.00 WIB di Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Sumatera Barat yang beralamat di Jalan Diponegoro No. 4 Belakang Tangsi. Berikut adalah hasil wawancara penulis disimbolkan dengan P dan informan keempat disimbolkan dengan I4.
P: Selamat siang bu, saya mahasiswa Ilmu Perpustakaan USU hendak menanyakan pemulihan koleksi pasca gempa. Apakah ibu bersedia?
I4: Silahkan dek, saya bersedia dan akan menjawab semampu saya P: Bu, bagaimana kondisi koleksi naskah kuno di perpustakaan ini?
I4: Secara keseluruhan naskah kuno yang ada di perpustakaan ini berada dalam kondisi yang baik. Adapun jumlah koleksi naskah asli yaitu sebanyak 32 naskah, dan ada juga yang sudah dialih mediakan
P: Selanjutnya bagaimana usaha-usaha pelestarian yang dilakukan oleh pihak perpustakaan bu?
I4: Kegiatan pelestarian yang dilakukan terkhusus untuk koleksi naskah kuno yaitu dengan proses alih media
P: Menurut ibu, faktor apa saja yang berpengaruh dalam kerusakan koleksi? I4: Faktor-faktor yang mempengaruhi kerusakan koleksi ada banyak, seperti
P: Mengenai pemulihan koleksi, metode-metode apa saja yang dilakukan dalam kegiatan tersebut bu?
I4: Adapun kegiatan pemulihan yang saya ketahui yaitu kerja sama dengan pihak Universitas Andalas terkhusus untuk koleksi naskah kuno.
P: Selanjutnya bu, apa saja kendala yang sering ditemui dalam menjalankan kegiatan pemulihan ini bu?
I4: Jika ditanya masalah kendala, dana dan fasilitas yang minim sepertinya masih menjadi permasalahan di perpustakaan ini.
P: Baiklah bu, saya rasa informasi yang ibu berikan sudah sangat membantu dalam penyelesaian penelitian ini. Terimakasih untuk bantuannya bu
LAMPIRAN III
Daftar Koleksi Naskah Kuno Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Sumatera Barat
NO JUDUL NASKAH AHLI WARIS
ASAL NASKAH
TAHUN PENGUMPULAN 1 Buku Langka Sejarah
Batang Kapas 2007
2 Buku Langka Urusan
Mayat 2007
3 Kitab Qashatul Nabi
Muhammad 2007
4 Fiqi Surau Suluk Katinggian
50 Kota 2008
5 Tafsir Surau Tuo
Taram
Taram 50
Kota 2008
6 Hidayat Raja Dhalim Surau Tuo Taram
Taram 50
Kota 2008
7 Izajah Qira’at
Surau Syeh Abu Durahman
Akabiluru 50
Kota 2008
8
Fiqih, Adat Istiadat dan Obat-obat Tradisional Surau Syeh Abu Durahman Akabiluru 50
Kota 2008
9 Min Makkah
Surau Syeh Abu Durahman
Akabiluru 50
Kota 2008
10 Risalah Tanbiah Al-Masyi H. Imam Maulana Abdul Manaf Amin Al-Khatib Surau Batang Kabung Koto Tangah 2008
11 Sifat Dua Puluh Surau Simpang
Matua Hilia
Agam 2008
12 Akal dan Kelebihannya
Surau Al
Amin Kinal Pas Bar 2008 13 Ajaran Terekat
Naqsabandiyah Surau Suluk
Katinggian
14
Menerangkan Perkembangan Agama Islam di Minangkabau H. Imam Maulana Abdul Manaf Amin Al-Khatib Surau Batang Kabung Koto Tangah 2008
15 Ajaran Terekat Naqsabandiyah
Surau
Simpang Matua Hilia 2008
16
Kitab untuk Urusan Mayat yaitu untuk Menyelamatkan Mayat H. Imam Maulana Abdul Manaf Amin Al-Khatib Surau Batang Kabung Koto Tangah 2008
17 Hidayat Al-Amai Wal Ibadah H. Imam Maulana Abdul Manaf Amin Al-Khatib Surau Batang Kabung Koto Tangah 2008
18 Menjemput Guru
H. Imam Maulana Abdul Manaf Amin Al-Khatib Surau Batang Kabung Koto Tangah 2008 19 Inilah Sejarah Berdirinya Tarbiyah Al-Islamiyah H. Imam Maulana Abdul Manaf Amin Al-Khatib Surau Batang Kabung Koto Tangah 2008
20 Fadhilatussuhur Jilid yang I H. Imam Maulana Abdul Manaf Amin Al-Khatib Surau Batang Kabung Koto Tangah 2008
21 Risalah Mizan Al-Qaib H. Imam Maulana Abdul Manaf Amin Al-Khatib Surau Batang Kabung Koto Tangah 2008
Amin Al-Khatib
23
Sejarah Ringkas Syeh Muhd Nasir (Syeh Surau Baru) H. Imam Maulana Abdul Manaf Amin Al-Khatib Surau Batang Kabung Koto Tangah 2008 24 Sejarah Al-Hussen Bin Ali Kari Mallah Waj’hah H. Imam Maulana Abdul Manaf Amin Al-Khatib Surau Batang Kabung Koto Tangah 2008
25 Khatib At-Taqwin Wa As Shiyam
H. Imam Maulana Abdul Manaf Amin Al-Khatib Surau Batang Kabung Koto Tangah 2008 26 Nahjatul Shalikin Wahba Jatul Maslikin Krater Perjalanan
Surau Al-Amin
Kinali Pas
Bar 2008
27 Khutbah Hari Raya Idul Adha Surau Gadang Tandikek Padang Pariaman Tandikek 2008
28 Khitab Maulid Nabi Surau Gadang Tandikek
Padang Pariaman Tandikek
2008
29 Salawat
Pribadi M.Zein Sutan
Marajo
Sei. Puar
Agam 2008
30
Adat Suluk dan Syarat untuk menjadi Jemaah Tarekat
Surang Simpang
Nagari Matua
Hilia 2008
31 Naqsabandiyah Fiqh Surang Simpang
Nagari Matua
Hilia 2008
32
LAMPIRAN IV
PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 93 TAHUN 2009
TENTANG
RINCIAN TUGAS POKOK FUNGSI DAN TATA KERJA BADAN PERPUSTAKAAN DAN KEARSIPAN
PROVINSI SUMATERA BARAT Pasal 16
(1) Sub Bidang Pelestarian Bahan Pustaka mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, pembinaan dan pelaksanaan Perawatan dan Pelestarian Bahan Pustaka, meliputi : Pengelolaan
perpustakaan sesuai standar (perawatan dan pelestarian bahan pustaka); Penetapan kebijakan perawatan dan pelestarian koleksi daerah provinsi berdasarkan kebijakan nasional; Koordinasi perawatan dan pelestarian tingkat daerah provinsi.
(2) Dalam menyelenggarakan tugas pokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Sub Bidang Pelestarian Bahan Pustaka mempunyai fungsi :
a. Pelaksanaan penyusunan bahan kebijakan teknis perencanaan dan program perawatan dan Pelestarian Bahan Pustaka;
b. Pelaksanaan pelayanan administrasi, teknis pengembangan dan fasilitasi perawatan dan Pelestarian Bahan Pustaka;
(3) Rincian Tugas Sub Bidang Pelestarian Bahan Pustaka :
a. Melaksanakan penyusunan program kerja Sub Bidang Perawatan Pelestarian Bahan Pustaka;
b. Melaksanakan penyusunan bahan kebijakan teknis Perawatan dan Pelestarian Bahan Pustaka;
c. Melaksanakan penyusunan bahan fasilitasi penyelenggaraan Perawatan dan Pelestarian Bahan Pustaka;
d. Mengalih mediakan naskah kuno tentang Minangkabau;
e. Melaksanakan fasilitasi pelaksanaan usaha-usaha Perawatan dan Pelestarian Bahan Pustaka;
g. Melaksanakan penyusunan bahan telaahan staf sebagai bahan pertimbangan pengambilan kebijakan;
h. Melaksanakan pelaporan dan evaluasi kegiatan Sub Bidang Perawatan Pelestarian Bahan Pustaka;
i. Melaksanakan Koordinasi dengan unit Kerja terkait;
j. Melaksanakan tugas lain sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya; k. Mengumpulkan data dan bahan yang terkait dengan penataan
penyimpanan naskah kuno;
l. Melakukan kegiatan pemeliharaan, pengendalian dan pendayagunaan naskah kuno;
m. Mengumpulkan data bahan pustaka yang rusak untuk dilakukan perawatan dan pelestarian;
n. Menyiapkan bahan obat-obatan dan fumigasi untuk digunakan dalam perawatan dan pelestarian bahan pustaka;
o. Melaksanakan kegiatan reproduksi, alih naskah kuno untuk kepentingan pengguna naskah;
p. Menyiapkan administrasi dalam rangka alih media koleksi minangkabausiana;
LAMPIRAN V
DAFTAR PUSTAKA
BMKG. 2009. “Review Gempa Bumi Sumatera Barat 30 September 2009 sebagai Upaya Mitigasi Bencana”.
http://www.bmkg.go.id/BMKG_Pusat/Publikasi/Artikel/Artikel_Detail.b mkg?id=75hj1843810bmo7l5815. Diakses tanggal 10 Desember 2015.
Bungin, Burhan. 2007. Penelitian Kualitatif; Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Depdibud, 2004. Perpustakaan Perpustakaan Perguruan Tinggi. Departemen Pendidikan Nasional Jenderal Pendidikan Tinggi.
Dureau. J.M & D.W.G Clements.1990. Dasar-dasar Pelestarian dan Pengawetan Bahan Pustaka. Jakarta: Perpusnas RI.
Harvey, Ross. 1993. Preservtion in Libraries: Principles, Strategies, and Practice for Librarians. London: Bowker-Saur.
Krihanta. 2014. Pengelolaan Arsip Vital. Tangerang Selatan: Universitas Terbuka. Martoatmodjo, Karmidi. 1993. Pelestarian Bahan Pustaka. Jakarta: Universitas
Terbuka.
Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Barat Nomor 5 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana. Sumatera Barat: Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Barat.
Peraturan Gubernur Sumatera Barat Nomor 115 Tahun 2008 Tentang Rencana Penanggulagan Bencana Provinsi Sumatera Barat 2008-2012.Sumatera Barat.
Perpustakaan Nasional RI. 1995. Petunjuk Teknis Pelestarian Bahan Pustaka. Jakarta: Perpustakaan Nasional RI.
Razak, Muhammadin. 1995. Petunjuk Teknis Pelestarian Bahan Pustaka. Jakarta: Perpustakaan Nasional RI.
Sitepu, Applidya dkk. 2009. “ Kesiapsiagaan dalam Mengantisipasi Bencana di Perpustakaan dan Pusat Arsip”. Baca. 1 (30). Hlm: 1 – 13.
Sudarsono, Blasius.2006. Anatologi Kepustakawanan Indonesia. Jakarta: Sagung Seto
Sulistyo-Basuki. 1991. Pengantar Ilmu Perpustakaan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
---. 2003. Manajemen Arsip Dinamis: Pengantar Memahami dan Mengelola Informasi dan Dokumen . Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Sutarno NS. 2006. Perpustakaan dan Masyarakat. Jakarta: Sagung Seto. Suwarno, Wiji. 2007. Dasar-dasar Ilmu Perpustakaan: Sebuah Pendekatan
BAB III
METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif kualitatif. Dalam penelitian kualitatif, seorang peneliti berfikir secara induktif, yaitu menangkap berbagai fakta atau fenomena-fenomena social, melalui pengamatan di lapangan, kemudian menganalisisnya dan kemudian berupaya melakukan teorisasi berdasarkan apa yang diamati. Penelitian kualitatif bertujuan untuk memahami fenomena sosial melalui gambaran holistik dan memahami secara mendalam.
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Sumatera Barat yang berlokasi di Jalan Diponegoro Nomor 4 Padang. Waktu pengambilan data dilakukan pada bulan Agustus 2015.
3.3 Karakteristik Informan
3.4 Data dan Sumber Data
Sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Hasil penelitian didapatkan melalui dua sumber, yaitu:
1. Data Primer, yaitu data yang langsung diperoleh dari hasil wawancara yang diperoleh dari responden atau informan yang dianggap berpotensi dalam memberikan informasi yang relevan dan sebenarnya di lapangan.
2. Data Sekunder, yaitu data yang mendukung data primer dari literatur dan dokumen.
3.5 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini melalui:
1. Wawancara, yaitu mewawancarai informan agar memperoleh data yang akurat dan relevan. Wawancara dilakukan secara langsung kepada kepala dan staf Sub Bagian Pelestarian Bahan Pustaka. Pedoman wawancara perlu dibuat agar peneliti tetap fokus dan tidak menyimpang dari masalah yang akan ditanyakan sesuai dengan susunan teori yang terkait.
2. Observasi
3. Studi kepustakaan
Mengumpulkan data memalui berbagai literatur dan dokumen yang berkaitan denngan masalah penelitian.
3.6 Teknik Analisis Data
Data yang sudah diperoleh dari hasil wawancara berupa jawaban dari informan akan disortir terlebih dahulu untuk mempermudah dalam analisis data dan dihubungkan serta dibandingkan satu dengan yang lainnya. Analisis data dalam penelitian kualitatif terdiri dari beberapa alur kegiatan antara lain:
1. Reduksi Data
Reduksi data merupakan proses memfokuskan dan mengabstraksikan data menjadi informasi yang bermakna. Menurut Bungin (2007, 70)
“reduksi data dapat diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan
perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data secara kasar yang timbul dalam catatan-catatan tertulis dilapangan”. Pada penelitian ini, analisis dilakukan terhadap sebuah kasus yang diteliti. Peneliti menganalisis hasil wawancara yang telah diungkapkan oleh informan. Data tersebut dipahami oleh peneliti agar dapat menangkap permasalahan yang sebenarnya.
2. Penyajian Data
3. Verifikasi Data
Tahapan selanjutnya adalah verifikasi dari kegiatan sebelumnya dan dilanjutkan ke penarikan kesimpulan. Pada tahap ini peneliti akan melakukan proses menginterprestasi data-data yang telah dikumpulkan dengan metode wawancara serta observasi sambil melakukan pencocokan terhadap kesimpulan yang akan dibuat.
3.7Pemeriksaan dan Pengecekan Keabsahan Data
Untuk menjaga keabsahan data dalam penelitian ini, maka penulis menggunakan beberapa metode triangulasi, yaitu teknik yang dilakukan dengan meminta penjelasan lebih lanjut. Adapun teknik triangulasi yang digunakan adalah:
1. Triangulasi Data
Menggunakan berbagai sumber data seperti hasil wawancara, hasil observasi dan dokumen pada Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Sumatera Barat.
2. Triangulasi Teori
3. Triangulasi Metode
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Sumatera Barat
Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Sumatera Barat dibentuk sesuai dengan Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Barat Nomor 3 Tahun 2008 pada tanggal 21 Juli 2008 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Inspektorat, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Lembaga Teknis Daerah Provinsi Sumatera Barat, dimana sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 2007 dijelaskan bahwa Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Sumatera Barat merupakan unsur penunjang Pemerintah Daerah di bidang Perpustakaan dan Kearsipan, dalam pelaksanaan fungsi dan tugasnya berada di bawah tanggung jawab Gubernur melalui Sekretaris Daerah.
Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Sumatera Barat mempunyai tugas pokok melaksanakan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah teknis di bidang perpustakaan dan kearsipan, seperti: (a) perumusan kebijakan teknis pemerintah provinsi di bidang perpustakaan dan kearsipan; (b) pelayanan penunjang penyelenggaraan pemerintah provinsi di bidang perpustakaan dan kearsipan; (c) pemberian dukungan atas penyelenggaraan pemerintah daerah di bidang perpustakaan dan kearsipan.
4.2 Karakteristik Informan
Informan dalam penelitian ini adalah Kepala Perpustakaan, Kepala Bagian Pelestarian, Staf Bagian Pelestarian, dan Staf Bagian Deposit di Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Sumatera Barat. Adapun karakteristik dari para informan tersebut adalah sebagai berikut:
Tabel 4.1 Karakteristik Informan
Kode Bagian
I1 Kepala Perpustakaan I2 Kepala Bagian Pelestarian I3 Staf Bagian Pelestarian I4 Staf Bagian Deposit
Informan pertama (I1) adalah responden yang berhasil diwawancarai dengan perkenalan pendekatan terlebih dahulu, begitu juga dengan responden I2, I3, I4. Kemudian diminta waktu dan kesediaannya untuk diwawancarai, dengan menjelaskan terlebih dahulu maksud dan tujuan pada penelitian yang dilakukan melalui wawancara. Namun pada saat akan melakukan wawancara, Kepala Perpustakaan sebagai informan pertama tidak berada di tempat, maka wawancara dialihkan ke Sekretaris Perpustakaan.
peneliti merasa ada yang perlu ditambah atau kurang jelas dari wawancara sebelumnya. Untuk informan selanjutnya peneliti terus berusaha untuk mencari keterangan yang lebih jelas dan lengkap.
4.3 Kategori
Berdasarkan hasil wawancara, peneliti menyusun sebuah kerangka awal analisis sebagai acuan dan pedoman. Dengan pedoman ini, peneliti membaca kembali naskah wawancara dan memilih data yang relevan sesuai dengan judul peneliti sehingga menghasilkan kategori yaitu: Pemulihan Koleksi Pasca Gempa. 4.3.1 Kondisi Koleksi Naskah Kuno
lainnya yang sudah dialih mediakan. Naskah-naskah tersebut didapat melalui proses pencarian atau hunting ke berbagai daerah di Sumatera Barat.
Untuk mengetahui kondisi koleksi khususnya koleksi naskah kuno maka peneliti mulai mewawancarai informan. Berikut ini adalah petikan wawancara mengenai kondisi koleksi:
Pertanyaan: Bagaimana kondisi koleksi khususnya koleksi naskah kuno di Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Sumatera Barat?
I2: “kondisi koleksi naskah kuno terbilang cukup baik, kita selalu melakukan perawatan yang maksimal terhadap naskah-naskah ini karena usaha untuk
mendapatkannya tidaklah mudah serta membutuhkan proses yang panjang.
Selain itu, banyaknya masyarakat yang mencari naskah-naskah ini untuk
berbagai keperluan”
I3: “koleksi naskah kuno di perpustakaan ini ada yang masih naskah asli dan ada
juga yang sudah dialih mediakan. Untuk koleksi yang masih asli, kita
meletakkannya di dalam lemari. Hanya dapat dilihat di perpustakaan ini saja
atau dengan kata lain tidak boleh dibawa pulang
I4: “secara keseluruhan naskah kuno yang ada di perpustakaan ini dengan kondisi
yang baik. Adapun jumlah koleksi naskah asli yaitu sebanyak 32 naskah, dan
ada juga yang sudah dialih mediakan”
Sumatera Barat. Berikut ini merupakan daftar naskah kuno di Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Sumatera Barat:
Tabel 4.2 Daftar Koleksi Naskah Kuno Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Sumatera Barat
NO JUDUL NASKAH AHLI WARIS
ASAL NASKAH
TAHUN PENGUMPULAN 1 Buku Langka Sejarah
Batang Kapas 2007
2 Buku Langka Urusan
Mayat 2007
3 Kitab Qashatul Nabi
Muhammad 2007
4 Fiqi Surau Suluk Katinggian
50 Kota 2008
5 Tafsir Surau Tuo
Taram
Taram 50
Kota 2008
6 Hidayat Raja Dhalim Surau Tuo Taram
Taram 50
Kota 2008
7 Izajah Qira’at
Surau Syeh Abu Durahman
Akabiluru 50
Kota 2008
8
Fiqih, Adat Istiadat dan Obat-obat Tradisional Surau Syeh Abu Durahman Akabiluru 50
Kota 2008
9 Min Makkah
Surau Syeh Abu Durahman
Akabiluru 50
Kota 2008
4.3.2 Usaha Pelestarian Bahan Pustaka
Usaha pelestarian yang baik, diharapkan dapat memperpanjang usia bahan pustaka. Dengan adanya kegiatan pelestarian bahan pustaka yang baik, ini juga menandakan bahwa adanya peningkatan kinerja ke arah yang lebih baik. Adapun usaha-usaha pelestarian yang dilakukan oleh pihak Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Sumatera Barat dapat diketahui dari hasil pernyataan informan sepeti berikut ini:
Pertanyaan: Bagaimana usaha-usaha pelestarian bahan pustaka yang dilakukan oleh Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Sumatera Barat?
I1: “usaha pelestarian yang kami lakukan adalah fumigasi dalam kurun waktu 6
bulan sekali dan shelving buku setiap minggunya”
I2: “kegiatan pelestarian yang dilakukan yaitu dengan melakukan perbaikan buku seperti penjilidan ulang dan fotocopy, adapun peralatan yang digunakan
seperti alat fotocopy, mesin potong manual, gunting, lem, rol, pensil, cutter,
mesin press manual, hekter, dan karton. Adapun penjilidan yang biasa
dilakukan dengan cara berikut: (1) mengambil buku yang rusak jilidannya;
(2) merapikan susunan halaman sesuai dengan urutannya; (3) lem punggung
buku; (4) lem cover buku tersebut.
I3: “usaha pelestarian yang sudah dilakukan yaitu menjaga dan merawat kondisi fisiknya seperti melakukan pembersihan rutin serta melakukan perbaikan
terhadap koleksi yang mengalami kerusakan”
4.3.3 Faktor Kerusakan Bahan Pustaka
Banyak faktor yang mempengaruhi kerusakan bahan pustaka, kerusakan tersebut dapat berasal dari beberapa faktor seperti manusia, binatang pengerat, cahaya matahari, serta kandungan asam. Hal ini sesuai dengan kutipan wawancara dengan informan seperti berikut ini:
Pertanyaan: Faktor apa saja yang mempengaruhi kerusakan koleksi?
I1: “Faktor yang pertama yaitu faktor internal atau yang berasal dari koleksi itu sendiri dan faktor eksternal yang umumnya berasal dari pengunjung yang
melakukan tindakan merusak koleksi seperti merobek bagian-bagian penting
dari sebuah buku”
I2: “yang mempengaruhi kerusakan koleksi yaitu kondisi fisik buku itu sendiri seperti usia koleksi, dan juga dipengaruhi oleh pengunjung yang datang ke
sini. Banyaknya pengunjung yang tidak bertanggung jawab akan kondisi
koleksi hanya untuk kepentingan sendiri”
I3: “faktor-faktor yang mempengaruhi kerusakan koleksi ada banyak, seperti kandungan asam dalam kertas, tinta, perekatnya, ada yang dimakan
serangga, cahaya, debu, dan karena faktor bencana alam seperti gempa 30
September 2009 yang lalu”
I4: “faktor-faktornya seperti kandungan asam dalam kertas, tinta, perekatnya. Kalau yang dari luar koleksi dipengaruhi oleh perubahan suhu, aktivitas
mikroorganisme seperti serangga, dan juga disebabkan oleh manusia”
internal yaitu kerusakan bahan pustaka yang disebabkan oleh faktor buku itu sendiri, yaitu bahan kertas, tinta cetak, perekat dan lain-lain. Faktor eksternal dapat diakibatkan oleh manusia, bencana alam, serta binatang pengerat.
4.3.4 Metode Pemulihan
Kegiatan pemulihan koleksi pasca gempa merupakan hal yang wajib dilakukan, karena dengan melakukan proses pemulihan maka koleksi yang rusak akan dapat menjadi baik kembali meskipun tidak sepenuhnya utuh. Hal ini sesuai dengan pernyataan informan seperti berikut:
Pertanyaan: Metode-metode apa saja yang dilakukan untuk pemulihan koleksi pasca terjadi bencana gempa bumi?
I1: “pemulihan yang kami lakukan terhadap koleksi hanya sekitar 30%, pihak perpustakaan lebih memfokuskan pada pembangunan kembali gedung yang
telah hancur. Saat ini gedung Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi
Sumatera Barat terdiri dari empat lantai. Ruangan pada lantai pertama,
kedua, dan ketiga difungsikan untuk berbagai macam kegiatan layanan dan
administrasi perpustakaan, sedangkan ruangan pada lantai empat
difungsikan sebagai aula. Selain itu, gedung perpustakaan sudah memiliki
fasilitas pendukung bagi sumber daya manusia untuk menyelamatkan diri
pada saat gempa. Fasilitas tersebut berupa tempat berlindung atau shelter
yang terdapat pada bagian atas gedung, pintu keluar di sisi kiri dan kanan
gedung, serta tangga yang dapat difungsikan sebagai akses keluar pada saat
I2: “metode pemulihan yang kami lakukan yaitu, pertama mengidentifikasi kondisi koleksi, setelah itu mengelompokkan kondisi dalam 3 bagian (rusak ringan,
rusak sedang, dan rusak berat), dan selanjutnya melakukan perbaikan sesuai
tingkat kerusakan”
I3: “kita melakukan kegiatan pemulihan sesuai dengan tingkat kerusakan koleksi,
setelah itu kita melakukan perbaikan secara sendiri dan ada juga yang
melibatkan pihak lain yaitu Universitas Andalas Padang karena faktor
minimnya fasilitas”
I4: “adapun kegiatan pemulihan yang saya ketahui yaitu kerja sama dengan pihak Universitas Andalas terkhusus untuk koleksi naskah kuno”
Dari hasil wawancara mengenai metode pemulihan, maka dapat disimpulkan bahwa metode yang dilakukan yaitu pertama mengidentifikasi kondisi koleksi, kemudian mengelompokkan koleksi berdasarkan tingkat kerusakan ringan, sedang dan berat. Adapun kegiatan pemulihan ini melibatkan pihak lain karena faktor minimnya fasilitas yang dimiliki. Selain pemulihan terhadap koleksi, pihak perpustakaan juga melakukan pemulihan terhadap pembangunan gedung perpustakaan agar kegiatan bisa tetap berjalan.
4.3.5 Kendala dalam Pemulihan Koleksi
Kegiatan pemulihan koleksi di setiap perpustakaan memiliki beberapa kendala, hal tersebut juga dimiliki oleh Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Sumatera Barat dalam pelaksanaan kegiatan pemulihan. Hal ini sesuai dengan pernyataan informan sebagai berikut:
I1: “kendala dalam kegiatan pemulihan koleksi adalah dana karena memang dana untuk kegiatan ini sangat minim, selain itu kendala lainnya adalah fasilitas
yang sangat tidak memadai sehingga kita membutuhkan pihak lain untuk
membantu dalam kegiatan pemulihan koleksi”
I2: “anggaran dan fasilitas menjadi masalah yang hingga kini masih belum dapat diatasi. Kita belum memiliki anggaran yang khusus untuk mengatasi masalah
ini”
I3: “jika ditanya masalah kendala, dana dan fasilitas yang minim sepertinya masih menjadi permasalahan di perpustakaan ini. Kita mempunyai beberapa
alat perbaikan tetapi tidak dapat dipergunakan karena mengalami
kerusakan”
I4: “permasalahan yang ditemukan dalam kegiatan pemulihan koleksi yaitu fasilitas yang kurang, kita memiliki beberapa fasilitas akan tetapi tidak dapat
dipergunakan karena dalam kondisi rusak yang hingga kini belum mendapat
proses perbaikan”
dengan pihak Universitas Andalas untuk membantu terutama dalam pelestarian naskah kuno.
4.4 Rangkuman Hasil Penelitian
[image:38.595.106.515.331.738.2]Berdasarkan hasil wawancara mendalam dengan informan, melalui proses analisis data yang menjaga keabsahan data serta melakukan triangulasi, maka diperoleh sebuah kategori. Kategori dari Kegiatan Pemulihan Koleksi di Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Sumatera Barat sebagai berikut:
Tabel 4.3 Rangkuman Hasil Penelitian
No Kategori Keterangan
1 Kondisi Koleksi Naskah Kuno
Cukup baik karena dilakukan perawatan dan penjagaan yang maksimal, adapaun jumlah naskah asli yaitu sebanyak 32 naskah.
2 Usaha Pelestarian Bahan Pustaka
Dengan melakukan fumigasi, perbaikan buku seperti penjilidan ulang dan fotocopy, serta melakukan pembersihan
rutin terhadap koleksi. 3 Faktor kerusakan bahan
pustaka
4 Metode Pemulihan Pertama dengan mengidentifikasi kondisi koleksi, selanjutnya mengelompokkan koleksi sesuai dengan tingkat kerusakan (rusak ringan, rusak sedang, dan rusak berat), dan kemudian melakukan perbaikan yang melibatkan pihak lain. 5 Kendala dalam Pemulihan
Koleksi
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil wawancara langsung yang telah dilakukan dengan beberapa informan bahwa kegiatan pemulihan koleksi pasca gempa di Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Sumatera Barat belum terlaksana dengan baik, hal ini dibuktikan dengan:
1. Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Sumatera Barat belum melaksanakan kegiatan pemulihan koleksi secara maksimal, badan ini lebih memfokuskan pada pembangunan gedung yang hancur akibat gempa.
2. Adapun kegiatan pemulihan yang dilakukan oleh Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Sumatera Barat adalah dengan mengidentifikasi kondisi koleksi, kemudian mengelompokkan sesuai dengan tingkat kerusakan, serta melakukan perbaikan terhadap kondisi yang rusak.
3. Kendala yang ditemukan dalam kegiatan pemulihan koleksi di Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Sumatera Barat yaitu anggaran serta fasilitas yang tidak memadai.
5.2 Saran
1. Untuk memberikan perhatian terhadap kegiatan pemulihan koleksi, agar dapat memenuhi kebutuhan dari pemustaka dan kegiatan lainnya yang saling berkaitan tidak mengalami kendala.
2. Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Sumatera Barat sebaiknya membuat alokasi dana tersendiri untuk kegiatan pemulihan koleksi, karena sewaktu-waktu bencana bisa saja terjadi.
BAB II
KAJIAN TEORITIS
2.1 Konsep Pelestarian Bahan Pustaka 2.1.1 Pelestarian Bahan Pustaka
Istilah preservasi sudah tidak asing lagi di dalam dunia perpustakaan. Kata ini berasal dari bahasa Inggris yaitu preservation. Menurut Sudarsono (2006, 14) menyebutkan pelestarian adalah kegiatan yang mencakup semua usaha melestarikan bahan pustaka dan arsip termasuk di dalamnya kebijakan pengelolaan, keuangan, ketenagakerjaan, metode dan teknik penyimpanannya. Selanjutnya Departemen Pendidikan (2004, 46) pelestarian adalah upaya untuk menyimpan kandungan informasi sebuah perpustakaan dalam bentuk pustaka aslinya atau dengan cara ahli media dan Martoadmodjo (1993, 10) pelestarian adalah mengusahakan agar bahan yang dikerjakan tidak cepat mengalami kerusakan. Dari beberapa pendapat tersebut maka dapat dinyatakan bahwa pelestarian merupakan tindakan usaha untuk menjaga dan melestarikan kandungan informasi agar tidak mengalami kerusakan dengan cara alih media. 2.1.2 Tujuan Pelestarian Bahan Pustaka
Sulistyo-Basuki (1991, 271) tujuan pelestarian bahan pustaka adalah melestarikan kandungan informasi bahan pustaka dengan alih bentuk menggunakan media lain atau melestarikan bentuk aslinya selengkap mungkin untuk dapat digunakan secara optimal.
Pendapat lain juga dinyatakan oleh Martoatmodjo (1993, 5) yang mengatakan bahwa tujuan pelestarian adalah:
(a) menyelamatkan nilai informasi dokumen; (b) menyelamatkan fisik dokumen;
(c) mengatasi kendala kekurangan ruang;
(d) mempercepat perolehan informasi, dokumen yang tersimpan dalam CD (Compact Disc) sangat mudah untuk diakses, baik dari jarak dekat maupun jarak jauh, bahkan pemakaian bersama (sharing). Sehingga pemakaian dokumen atau bahan pustaka menjadi optimal.
Berdasarkan buku Petunjuk Teknis Pelestarian Bahan Pustaka (1995, 20) tujuan utama pelestarian adalah mengusahakan agar koleksi selalu tersedia dan siap pakai. Dari beberapa uraian tersebut, dapat dinyatakan bahwa dengan pelestarian yang baik, diharapkan bahan pustaka dapat berumur lebih panjang. Dengan adanya kegiatan pelestarian bahan pustaka yang baik, ini juga menandakan bahwa adanya peningkatan kinerja ke arah yang lebih baik.
2.1.3 Fungsi Pelestarian
(1) fungsi melindungi: bahan pustaka dilindungi dari serangan serangga, manusia, jamur, panas matahari, air, dan sebagainya. Dengan pelestarian yang baik serangga dan binatang kecil tidak akan dapat menyentuh dokumen. Manusia tidak akan salah dalam menangani dan memakai bahan pustaka. Jamur tidak akan sampai tumbuh, dan sinar matahari serta kelembapan udara di perpustakaan mudah dikontrol;
(2) fungsi pengawetan: dengan dirawat baik-baik, dokumen menjadi awet, bisa lebih lama dipakai, dan diharapkan lebih banyak pembaca dapat mempergunakan dokumen tersebut; (3) fungsi kesehatan: dengan pelestarian yang baik, bebas dari
debu, jamur, binatang perusak, sumber dan sarang dari berbagai penyakit, sehingga pemakai maupun pustakawan menjadi tetap sehat. Pembaca lebih bergairah membaca dan memakai perpustakaan;
(4) fungsi pendidikan: pemakai perpustakaan dan pustakawan sendiri harus belajar bagaimana cara memakai dan merawat bahan pustaka atau dokumen. Mereka harus menjaga, disiplin, tidak membawa makanan dan minuman ke dalam perpustakaan, tidak mengotori bahan pustaka maupun ruangan perpustakaan. Mendidik pemakai serta pustakawan sendiri untuk berdisplin tinggi dan menghargai kebersihan;
(5) fungsi kesabaran: merawat dokumen ibarat merawat bayi atau orang tua, jadi harus sabar. Bagaimana kita bisa menambal buku berlubang, membersihkan kotoran binatang kecil dan tahi kutu buku dengan baik kalau kita tidak sabar. Menghilangkan noda dari dokumen memerlukan tingkat kesabaran yang tinggi; (6) fungsi sosial: pelestarian tidak bisa dikerjakan seorang diri. Pustakawan harus mengikutsertakan pembaca untuk tetap merawat bahan pustaka dan perpustakaan. Rasa pengorbanan yang tinggi harus diberikan oleh setiap orang demi kepentingan dan keawetan dokumen;
(7) fungsi ekonomi: dengan pelestarian yang baik, bahan pustaka dapat tetap awet. Hal ini dapat menghemat keuangan.
(8) fungsi keindahan, dengan penataan bahan pustaka yang rapi, perpustakaan akan terlihat lebih indah untuk dipandang oleh penggunanya sehingga hal tersebut menambah daya tarik pengguna untuk datang kembali ke perpustakaan.
2.1.4 Unsur-unsur Pelestarian
yang tersedia dapat didayagunakan secara optimal. Dari uraian tersebut maka menurut Martoatmodjo (1993, 7) beberapa unsur penting yang perlu diperhatikan dalam pelestarian adalah:
(1) manajemennya, perlu diperhatikan siapa yang bertanggung jawab dalam pekerjaan ini. Bagaimana prosedur pelestarian yang harus diikuti. Bahan pustaka yang akan diperbaiki harus dicatat dengan baik, apa saja kerusakannya, apa saja alat dan bahan kimia yang diperlukan dan sebagainya;
(2) tenaga yang merawat bahan pustaka dengan keahlian yang mereka miliki. Mereka yang mengerjakan pelestarian ini hendaknya mereka yang telah memiliki ilmu atau keahlian/keterampilan dalam bidang ini. Paling tidak mereka sudah pernah mengikuti penataran dalam bidang pelestarian; (3) laboratorium, suatu ruang pelestarian dengan berbagai
peralatan yang diperlukan, misalnya alat penjilidan, lem, alat laminasi, alat untuk fumigasi, berbagai sikat untuk membersihkan debu dan sebagainya. Sebaiknya setiap perpustakaan memiliki ruang laboratorium sebagai “bengkel” atau gudang buat dokumen yang perlu dirawat atau diperbaiki; (4) dana untuk keperluan kegiatan ini harus diusahakan dan dimonitor dengan baik, sehingga pekerjaan pelestarian tidak akan mengalami gangguan. Pendanaan ini tentu tergantung dari lembaga tempat perpustakaan bernaung. Kalau tidak mungkin menyelenggarakan bagian pelestarian sendiri, dianjurkan diadakan kerja sama dengan perpustakaan lain. Ini dapat menghemat biaya yang besar.
2.1.5 Faktor-faktor yang Dipertimbangkan dalam Pelestarian
Sebelum melakukan kegiatan pelestarian bahan pustaka, pustakawan terlebih dahulu harus mengetahui faktor yang dipertimbangkan agar tidak menghilangkan nilai informasi yang dikandungnya. Adapun faktor-faktor yang dipertimbangkan dalam pelestarian bahan pustaka menurut buku Petunjuk Teknis Pelestarian Bahan Pustaka (1995, 18) adalah:
(2) jenis bahan pustaka, ada bahan pustaka yang lebih cepat rusak dari pada yang lainnya. Hal ini akan membawa efek apakah bahan pustaka tersebut akan dilestarikan bentuk fisiknya saja dan kandungan informasinya dialihkan ke media lain seperti bentuk mikro film/mikrofis;
(3) kebutuhan pengguna jasa perpustakaan, apakah ada bahan pustaka yang terlalu sering digunakan atau sering dipinjam oleh pengguna jasa perpustakaan, sehingga selain ada bentuk mikronya perlu dibuatkan fotokopinya untuk memenuhi kebutuhan;
(4) tersedianya dana untuk program pelestarian. 2.1.6 Kebijakan dalam Pelestarian
Menurut Subandiyah (1993, 146) “kebijakan merupakan hasil pemikiran manusia yang harus didasarkan pada hukum-hukum tertentu sebagai landasan”. Kebijakan atau policy juga merupakan landasan atau pedoman untuk menyusun kebutuhan. Kebijakan setidaknya tercantum secara jelas baik tugas, fungsi, dan tujuan dari adanya kebijakan tersebut yaitu sebagai landasan hukum yang konsideran (Suwarno 2007, 40). Dapat dinyatakan bahwa kebijakan adalah hasil pemikiran manusia yang tercantum secara jelas baik tugas, fungsi, dan tujuan dari kebijakan tersebut.
211) adalah “masalah manajemen dan harus dipertimbangkan hubungannya dengan kebijakan manajemen perpustakaan”. Maka dari itu kebijakan preservasi sebagai suatu dokumen tertulis (formal) yang berisi maksud-maksud pelestarian secara terperinci dan prosedural yang didasarkan pada prinsip-prinsip pemahaman keadaan lokal dan konsep fungsi lembaga perpustakaan tersebut. Ini berarti bahwa kebijakan preservasi tergantung dari kebijaksanan manajemen perpustakaan itu sendiri. Jadi kegiatan preservasi merupakan sebuah kegiatan manajemen untuk melakukan pelestarian bahan pustaka di perpustakaan.
2.1.7 Kebijakan Pelestarian di Perpustakaan
Dalam menjaga kelestarian bahan pustaka diperlukan kebijakan pelestarian, hal tersebut bertujuan untuk mengoordinasi kegiatan pelestarian bahan pustaka. Razak (1995, 19-20) mengungkapkan jenis kebijakan pelestarian bahan pustaka sebagai berikut:
(1) kebijakan dalam menyimpan dan mengatur kondisi lingkungan;
(2) kebijakan dalam pengamanan dan kesiapan menghadapi bencana alam;
(3) kebijakan dalam akuisisi, penggunaan dan pengawasan; (4) kebijakan dalam penanganan, membuat salinan, peminjaman
dan pameran;
(5) kebijakan dalam perawatan, pengawetan, perbaikan dan reproduksi;
(6) kebijakan yang lain dalam penerapan metode pelestarian bahan pustaka seperti adanya penelitian untuk mengembangkan teknik konservasi atau perlu adanya standar nasional tentang pelestarian;
(7) kebijakan dalam meningkatkan sumber daya manusia dengan melaksanakan penyuluhan teknis pelestarian bahan pustaka.
Kebijakan pelestarian bahan pustaka mencakup segala tindakan mulai dari pencegahan sampai perbaikan kembali koleksi dari bahaya bencana. Semua tindakan tersebut dilakukan untuk melindungi aset yang dimiliki perpustakaan. Razak (1995, 21-22) mengungkapkan kebijakan pelestarian tersebut mencakup:
(a) tindakan pencegahan atau preventif untuk mengurangi potensi kerusakan;
(b) pemeliharaan, seperti pembersihan rutin untuk menghindari debu;
(c) program pelatihan dan penyuluhan kepada sumber daya manusia;
(d) perencanaan kesiapan menghadapi bencana;
(e) pembuatan kotak pelindung, penjilidan dan pembungkus koleksi;
(f) program alih media ke dalam bentuk mikro dan foto repro; (g) program perawatan, pengawetan dan perbaikan;
(h) menyisihkan atau weeding koleksi yang sudah tidak dipergunakan setelah melalui program reproduksi;
Berdasarkan penjabaran sebelumnya, dapat dinyatakan bahwa perpustakaan perlu menyiapkan kebijakan pelestarian bahan pustaka untuk melindungi diri dari berbagai macam ancaman seperti banjir, gempa, binatang pengerat dan lain sebagainya. Kebijakan pelestarian tersebut mencakup segala tindakan untuk menjaga kelestarian bahan pustaka, termasuk di dalamnya kesiagaan dalam menghadapi bencana.
2.1.8 Kategori Kerusakan
Untuk dapat memberikan perlakuan terhadap bahan pustaka yang tepat agar terhindar dari kerusakan, perlu memahami kategori kerusakan terlebih dahulu. Adapun kategori kerusakan menurut Harvey (1993, 25) adalah:
(1) Kerusakan yang disebabkan ketidakstabilan yang melekat di dalam bahan. Kerusakan kategori pertama adalah kerusakan yang disebabkan sifat asam beberapa jenis kertas dan sifat peka cahaya perak yang melekat pada gambar/foto;
(2) Kerusakan yang disebabkan oleh kegiatan di luar bahan. Kerusakan yang termasuk kategori kedua adalah kerusakan yang dipengaruhi perubahan suhu (panas, lembap), aktivitas mikroorganisme (jasad renik seperti serangga), aktivitas binatang pengerat, polusi atmosfer, dan polusi yang disebabkan oleh aktivitas manusia.
2.1.8.1 Faktor Internal
Faktor internal merupakan faktor perusak bahan pustaka yang disebabkan kandungan asam dalam kertas yang dapat mempercepat kerusakan bahan pustaka. Menurut Martoatmodjo (1993, 46) faktor internal yaitu kerusakan bahan pustaka yang disebabkan oleh faktor buku itu sendiri, yaitu bahan kertas, tinta cetak, perekat dan lain-lain. Terjadinya reaksi oksidasi dan hidrolis menyebabkan susunan kertas yang terdiri atas senyawa-senyawa kimia itu akan terurai. Oksidasi pada kertas yang terjadi karena adanya oksigen dari udara menyebabkan jumlah gugusan karbonat dan korboksil bertambah dan diikuti dengan memudarnya warna kertas.
2.1.8.2 Faktor Eksternal
Faktor eksternal merupakan kerusakan bahan pustaka yang secara garis besar dapat disebabkan oleh lingkungan. Adapun beberapa faktor eksternal menurut Martoatmodjo (1993, 36) yaitu: faktor biologi, misalnya serangga (rayap, kecoa, kutu buku), binatang pengerat, jamur; faktor fisika, misalnya cahaya, udara/debu, suhu dan kelembaban; faktor-faktor lain, misalnya banjir, gempa bumi, kebakaran, dan manusia.
2.1.9 Pemulihan Koleksi
2.1.9.1 Bentuk-bentuk Metode Perlindungan
(1) Duplikasi
Duplikasi atau penggandaan merupakan salah satu cara untuk membuat salinan serta mengantisipasi keberadaan bahan pustaka yang hilang. Duplikasi juga dapat dilakukan dalam bentuk media lain selain kertas, seperti microfilm, dan rekaman magnetik. Ketika melakukan duplikasi juga perlu mempertimbangkan waktu yang tepat dan berapa kali duplikasi dalam rangka pemutakhiran.
(2) Pemencaran
Cara pemencaran dilakukan untuk mengantisipasi terjadinya bencana yang mengakibatkan kerusakan bahan pustaka. Organisasi perlu menyiapkan lokasi penyimpanan bahan pustaka dengan membuat duplikasi dan selanjutnya disimpan pada lokasi yang berjauhan.
2.1.9.2 Rencana Pencegahan dan Pemulihan Bencana
Rencana pencegahan dan pemulihan bencana harus memiliki sasaran yang jelas (Sulistyo-Basuki, 2003:249). Sasaran umumnya mencakup hal-hal berikut:
(1) Adanya metode yang efektif dan efisien dalam pencegahan kerusakan bahan pustaka. Setiap prosedur yang dibuat organisasi bertujuan supaya pencapaian tujuan dapat berjalan secara efektif dan efisien. Demikian pula ketika penyusunan mengenai pencegahan dan pemulihan bahan pustaka, metode yang efektif dan efisien diharapkan mampu meminimalkan biaya yang dikeluarkan;
(2) Adanya koordinasi dalam melakukan pemulihan pasca bencana, koordinasi ini diharapkan dapat mencegah adanya kesimpangsiuran bukti kepemilikan asset organisasi dengan penduduk sekitar lokasi bencana;
(3) Meminimalkan adanya gangguan bencana terhadap kegiatan rutin. Pada saat melakukan pemulihan maka sebelumnya organisasi sudah harus memastikan bahwa kegiatan ini tidak ada gangguan baik itu adanya bencana susulan maupun gangguan dari penduduk sekitar yang pada waktu bersamaan ingin memperoleh perlindungan sebagai korban bencana; (4) Membatasi perluasan kerusakan dan mencegah terjadinya
bencana yang lebih luas. Prioritas dalam melakukan pemulihan adalah bagaimana mencegah terjadinya bencana yang lebih luas. Sasaran pemulihan harus memberi prioritas terhadap kegiatan ini sehingga mampu membatasi jumlah kerusakan; (5) Menyusun operasi alternatif. Menyusun suatu perencanaan
biar bagaimanapun antisipasi terhadap suatu rencana yang tidak sesuai perlu didukung rencana lain sehingga sasaran akhir dari kegiatan pemulihan dapat berlangsung;
(6) Menyediakan jasa dan operasi pemulihan yang cepat dan lancar. Bagi organisasi yang besar, kegiatan pemulihan dapat memakai jasa organisasi lain. Penggunaan jasa ini diharapkan organisasi memperoleh hasil yang lebih baik karena keseluruhan pekerjaan dilakukan secara profesional sesuai dengan kemampuan dan keahliannya meskipun membutuhkan biaya yang lebih besar;
(7) Mencegah luka terhadap personel yang melakukan pemulihan, faktor keselamatan kerja menjadi bagian yang tidak terpisahkan bagi personel yang melakukan pekerjaan tersebut. Rasa aman terhadap bahaya dari kegiatan akan mempercepat personel untuk bekerja lebih maksimal;
(8) Mencegah kerusakan terhadap harta dan asset organisasi. Antisipasi terhadap penyebaran kerusakan bahan pustaka yang berimbas kepada asset organisasi ataupun harta benda lainnya harus diperhatikan mengingat bukan tidak mungkin upaya pemulihan justru menjadi penyebab kerusakan asset organisasi yang lain;
(9) Meminimalkan dampak ekonomi. Semua kegiatan pemulihan tetap mengacu kepada faktor minimal dampak ekonomi bagi penduduk sekitar lokasi bencana, dampak ekonomi yang berlebihan dan berimbas kepada penduduk membuat program pemulihan tidak memperoleh dukungan sehingga akan menyulitkan apabila melakukan pemulihan dalam skala besar; (10) Menjamin kelangsungan organisasi akibat terjadinya bencana.
Sasaran akhir dari kegiatan pemulihan adalah membantu organisasi dalam mencapai tujuan sesuai dengan rencana. Oleh karena itu, proses pemulihan harus memberi jaminan bahwa semua bahan pustaka yang direkonstruksi itu nantinya tetap menjadi acuan keberlangsungan operasional organisasi.
Pemulihan koleksi merupakan kegiatan setelah terjadinya bencana yang bertujuan untuk mengembalikan kondisi fisik koleksi, minimal mampu menyajikan dan menyediakan fisik dan informasi koleksi seperti keadaan semula.
2.1.9.3 Tim Penanggulangan Bencana
ini terdiri dari beberapa sub tim yang berfungsi untuk melancarkan kegiatan pemulihan, seperti:
(1) Tim administrasi, menyiapkan segala pendukung pelaksanaan dari kegiatan pemulihan, mulai dari kebutuhan perizinan, sarana perlengkapan maupun akomodasi, termasuk juga mempersiapkan administrasi keuangan bagi seluruh personel. Prinsipnya segala kebutuhan di luar non teknis yang diperlukan oleh tim-tim lain sudah disiapkan oleh tim administrasi;
(2) Tim penunjang, merupakan tim khusus yang mempublikasikan segala kegiatan pemulihan. Tim ini berperan sebagai penghubung antara organisasi dengan masyarakat, organisasi dengan pihak luar, maupun organisasi dengan media masa yang meliput program pemulihan. Segala aktivitas pemulihan perlu didokumentasikan dan disebarluaskan kepada publik, baik itu perkembangan maupun hambatan-hambatan selama proses pekerjaan.
(3) Tim pelaksana, merupakan tim inti dari kegiatan pemulihan. Tim ini dipilih tergantung dari jenis kerusakan dan rencana pemulihan. Apabila jenis bahan pustaka berupa media kertas maka sebagian besar personel dalam tim ini merupakan orang-orang yang berkompeten dalam restorasi. Apabila pemulihan membutuhkan back-up dalam bentuk elektronik maka personel dalam tim ini terdiri dari orang-orang yang menguasai software dan hardware.
(4) Tim pengamanan, dibentuk dalam rangka menjamin pengamanan bahan pustaka tetap dalam lingkup internal organisasi.
2.1.9.4 Metode Pemulihan terhadap Media Kertas
Adapun bentuk-bentuk metode pemulihan dengan media kertas (Krihanta, 2014:7.19) yaitu:
(1) Vacuum Freeze Drying (VFD)
dipindahkan dari ruang pembekuan hampa udara, maka bahan pustaka itu akan mengering dan selanjutnya ditempatkan dalam ruang kelembaban tinggi untuk proses penyesuaian dengan kondisi iklim dan lingkungan, membutuhkan waktu sebulan dalam proses pengeringan tersebut;
(2) Vacuum Drying
Merupakan sarana untuk memproses kertas-kertas basah yang tidak ditempatkan dalam sebuah ruangan yang memungkinkan munculnya cairan/embun. Metode ini sebenarnya tidak dianjurkan mengingat lebih rentan terhadap kerusakan fisik; (3) Freezing
Dalam proses pembekuan, kertas yang basah dimasukkan ke ruangan yang bersuhu di bawah titik beku dan dibiarkan membeku dalam beberapa lama. Pada suhu di bawah titik beku, jamur tidak akan tumbuh. Cara pembekuan ini digunakan untuk mengurangi bahaya kerusakan akibat adanya partikel es;
(4) Air Drying
Pengeringan udara hanya dapat dilakukan dalam kondisi lingkungan yang stabil sehingga mampu mencegah pertumbuhan lumut. Lingkungan yang ideal untuk pengeringan udara ini adalah 10-12 derajat celcius dan kelembaban relatif antara 25-35%.
Pada prinsipnya dalam melakukan dan menetapkan metode perlindungan yang menggunakan media kertas perlu diantisipasi tidak hanya ketika setelah terjadinya bencana, tetapi juga mengantisipasi sebelum terjadinya bencana. Kegiatan ini dimaksudkan agar tidak mengalami kehancuran dan kemusnahan yang lebih fatal lagi.
2.1.9.5 Metode Pemulihan terhadap Media Non Kertas
Selain pemulihan terhadap media kertas, hal yang juga tidak kalah pentingnya melakukan pemulihan terhadap media non kertas. Sitepu dkk (2009, 20) menyatakan bentuk-bentuk metode pemulihan itu seperti:
(1) Foto, slide, mikrofis/microfilm
mungkin. Segel film negatif hitam putih dan yang tercetak dalam tas polyethylene tempatkan dalam kotak non logam. Kemudian, rendam dalam air bersih dan sejuk sampai bahan tersebut dikirim. Bahan-bahan tersebut dapat ditinggalkan dalam kondisi ini selama lebih dari 3 hari sebelum proses emulsi yang akan memisahkan bahan tersebut dari lapisan film bagian belakang. Untuk pembersihan dan pengeringan, bahan-bahan dapat ditangani oleh perusahaan yang menyediakan pelayanan tersebut dalam waktu 48 jam. Bahan-bahan tersebut sebaiknya dikirim ke laboratorium dalam air dingin, untuk perjalanan yang membutuhkan waktu beberapa jam sebaiknya ditambahkan es ke dalam air untuk menjaga air agar tetap dingin;
(2) Rekaman gramofon (phonograph records)
Keluarkan piringan hitam dari jaketnya yang basah atau rusak. Selalu pegang piringan pada pinggirnya. Usap piringan secara perlahan dengan kain yang lembut dan letakkan pada sebuah rak untuk mengeringkannya di dalam ruangan yang tidak berdebu. Jika piringan berlumpur, cuci dengan air bersih secara perlahan (dalam suhu kamar atau sejuk) tanpa tambahan sabun. Keringkan dengan diangin-anginkan, jangan gunakan handuk kertas. Jaga agar label-label piringan tidak hilang atau rusak; (3) Pita kaset audio dan video (audio and video tapes)
Bilas tanah dan lumpur pada pita kaset, keringkan dalam waktu 48 jam jika kotak kertas dan label basah. Selain itu, bahan-bahan ini dapat kering setelah beberapa hari. Jangan dibekukan dan jangan menyentuh media magnet dengan tangan telanjang. Tangani gulungan terbuka pada bagian tengah pita kaset, kemudian kering-anginkan. Setelah dapat dioperasikan kembali, jika memungkinkan maka gandakan dan jagalah agar label tidak hilang atau rusak;
(4) Disket (floppy disks)
Hindari menyentuh permukaan magnetik disket. Jaga agar tetap kering dan susun segera secara vertikal dalam kotak plastik atau kayu dan kering-anginkan secepat mungkin.
2.2. Manajemen Keadaan Darurat
Emergency atau keadaan daurat merupakan suatu kejadian yang
disitir oleh Krihanta (2014, 4.3) memberikan contoh-contoh keadaan darurat tersebut, seperti:
(1) pecahnya pipa air;
(2) ledakan bom yang menghancurkan gedung beserta isinya; (3) badai hebat yang merusak sarana dan prasarana;
(4) fluktuasi arus listrik menyebabkan data hilang dalam komputer; (5) banjir bandang;
(6) peralatan radar militer dan bandara; (7) kecerobohan;
(8) tumpahan secangkir kopi dapat menyebabkan sebuah komputer rusak;
(9) virus komputer yang dapat menyebabkan kerusakan data secara luas;
(10) vandalisme;
(11) kebakaran yang memusnahkan suatu fasilitas; (12) angin tornado atau badai besar.
Kemungkinan bencana dapat terjadi kapan saja dan dimana saja, maka perlindungan terhadap bahan pustaka harus dilaksanakan untuk menjamin keberadaan bahan pustaka.
2.2.1 Tipe-tipe Bencana
Dari berbagai bencana yang dapat terjadi sebelumnya, maka dapat dibagi bencana tersebut untuk penerapan emergency management yang tepat. Menurut Gerard Hoetmer yang disitir oleh Krihanta (2014, 4.4) menyatakan bahwa terdapatnya 3 tipe bencana yaitu:
1. bencana alam meliputi gempa bumi, angin rebut (hurriance), angin topan (tornado), dan banjir. Berbeda daerah, berbeda pula bencana yang sering menerpa. Beberapa Negara seperti Jepang merupakan negara yang kerap dilanda gempa karena struktur alam dan geografinya. Kemajuan teknologi juga membantu manusia meramal bencana yang akan terjadi. Namun, sampai saat ini belum ada teknologi yang dapat meramal kapan dan di mana gempa akan terjadi, seperti gempa besar di Aceh yang diikuti oleh tsunami pada akhir tahun 2004;
udara, kesalahan konstruksi yang mengakibatkan tidak berfungsinya suatu gedung sehingga terjadi kebakaran, banjir, atau pipa pecah;
3. bencana yang disebabkan oleh masyarakat/sipil (civil disaster) merupakan kegiatan masyarakat yang sifatnya destruktif atau yang dapat mengakibatkan kerugian, kecelakaan dan bahkan kematian. Civil disaster dapat terjadi dalam skala kecil (lokal) maupun besar dan dapat terjadi di mana saja serta kapan saja. Bencana akibat ulah manusia ini meliputi kegiatan pencurian, vandalism, teroris, dan kerusuhan.
Untuk menghadapi bencana-bencana tersebut, maka dibutuhkan emergency management agar selalu siap ketika datangnya bencana.
2.2.2 Tahapan dalam Manajemen Keadaan Darurat
Pakar dalam emergency management Virginia yang disitir oleh Krihanta (2014, 4.15) terdapat 4 fase tahapan, yaitu:
1. tahap pencegahan, ini merupakan tahapan pertama dalam manajemen keadaan darurat. Pencegahan kerusakan meliputi pengurangan tingkat risikoyang panjang dari ancaman alamdan manusia. Tahapan ini meliputi: melaksanakan proses manajemen risiko, analisis dampak terhadap organisasi, serta rancangan pencegahan bencana;
2. tahap persiapan, kegiatan pada tahapan ini adalah mengembangkan kemampuan untuk merespon suatu keadaan darurat. Kegiatan utama preparedness adalah mempersiapkan rancangan manajemen keadaan darurat untuk bahan pustaka yang meliputi persiapan, pelaksanaan, kemutakhiran dan respon terhadap suatu keadaan darurat. Rancangan keadaan darurat bertujuan member dasar tindakan yang sistematis dalam menghadapi ancaman terhadap organisasi;
3. tahap tindakan merupakan kegiatan yang diambil sebelum, selama atau setelah keadaan darurat untuk meminimalkan kerusakan atau memperbaiki bahan pustaka. Kegiatan-kegiatannya meliputi: pengenalan terhadap bencana, menghubungi pihak terkait, melaksanakan rencana yang sudah dibuat, penilaian kerusakan, keamanan, dan kegiatan yang mungkin dapat dilakukan (contingency);
stabilisasi, restorasi (perbaikan), dan memulai kembali kegiatan.
2.2.3 Keuntungan Rancangan Manajemen Keadaan Darurat
Rancangan yang komprehensif dari emergency management memberikan keuntungan dalam pengeloaan, informasi dan asset organisasi jika terjadi bencana. Keuntungan-keuntungan tersebut menurut Krihanta (2014, 4.7) meliputi:
(a) memulai kembali kegiatan secara cepat. Jika organisasi menerapkan rancangan emergency management, melatih pegawai serta melaksanakan tahapan persiapan maka mereka dapat menangani keadaan darurat dan dapat kembali beroperasi dengan cepat.
(b) memperbaiki tingkat keselamatan. Jika terjadi bencana dan mengakibatkan luka atau korban jiwa, pengadilan akan dapat menuduh perusahaan mengabaikan keselamatan dan meyalahi aturan jika tidak menerapkan emergency management.
(c) melindungi asset vital organisasi. Tujuan utama dari manajemen keadaan darurat adalah melindungi dan menyelamatkan asset dan informasi vital organisasi.
(d) mengurangi biaya asuransi. Asuransi yang tidak memadai akan lebih memakan biaya dan tidak efektif. Penerapan manajemen keadaan darurat yang baik akan mengurangi biaya asuransi. (e) memperbaiki tingkat keamanan. Manajemen keadaan darurat
BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Masalah
Bencana, baik bencana alam maupun yang disebabkan oleh manusia dapat terjadi kapan saja dan di mana saja. Perpustakaan, kantor arsip, museum, pusat dokumentasi, dan pusat-pusat informasi lainnya merupakan tempat yang perlu mendapat perhatian khusus dalam hal perlindungan terhadap bencana karena menyimpan arsip atau dokumen penting yang menjadi aset bangsa dan negara. Bencana alam tidak dapat dihindari, tetapi dapat diminimalkan dampaknya dengan mengetahui jenis, sifat, dan dampak yang ditimbulkannya. Dampak bencana berupa kerusakan koleksi serta sarana di perpustakaan dan pusat-pusat arsip dapat mengakibatkan akses terhadap informasi terhambat. Dengan mengetahui dampak yang ditimbulkan oleh bencana, dapat ditentukan langkah-langkah antisipasinya.
Salah satu bencana yang disebabkan oleh faktor alam adalah gempa. Secara sederhana, gempa didefinisikan sebagai peristiwa bergetarnya bumi yang bisa datang kapan saja tanpa diduga. Gempa juga dapat memicu bencana lain seperti: tsunami, kebakaran, kecelakaan industri dan transportasi, serta banjir akibat runtuhnya bendungan maupun tanggul penahan lainnya. Oleh sebab itu, bencana gempa menjadi salah satu bencana alam yang patut diwaspadai.
Indonesia SNI-1726-2002 menempatkan Provinsi Sumatera Barat sebagai salah satu provinsi yang memiliki percepatan gempa maksimum atau PGA tertinggi di Indonesia (Peraturan Gubernur Sumatera Barat Nomor 115 Tahun 2008). Data tersebut semakin mempertegas posisi Provinsi Sumatera Barat sebagai wilayah rawan bencana gempa.
Gempa bumi yang terjadi pada tahun 2009 telah menghancurkan gedung Perpustakaan Provinsi Sumatera Barat. Gempa terjadi dua kali, pertama tanggal 30 Agustus 2009 dengan kekuatan 6,9 SR pada kedalaman 32 km dengan pusat gempa di Pulau Siberut bagian selatan dan menyebabkan setidaknya 7 orang luka-luka. Kedua, gempa pada tanggal 30 September 2009 dengan kekuatan 7,9 SR dengan kedalaman 71 km dan pusat gempa pada 0.84 LS – 99.65 BT dengan pusat gempa di Padang Pariaman yang menyebabkan sedikitnya 1100 orang meninggal, 2180 orang luka-luka, dan 2650 bangunan rumah rusak berat dan ringan (BMKG, 2009).
hancur bersama runtuhnya gedung perpustakaan tersebut. Sangat disayangkan dari ratusan ribu koleksi yang musnah, ratusan di antaranya adalah naskah kuno adat budaya Minangkabau. Naskah-naskah tersebut merupakan terbitan asli dan tidak ada duplikatnya saat ini. Diantara naskah-naskah kuno yang hilang tersebut adalah naskah tentang tuntunan upacara dan norma adat Minangkabau, buku deposit Minangkabau, serta Al-quran tulisan tangan yang dibuat sekitar 300 tahun silam.
Dampak lain dari bencana gempa 30 September 2009 pada Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Sumatera Barat adalah dipindahkannya lokasi perpustakaan sebanyak dua kali selama proses pembangunan gedung yang ambruk. Perpustakaan yang semula berlokasi di Jalan Diponegoro Nomor 4 di pindahkan ke kawasan Tabing Padang Utara sembari menunggu pembangunan gedung baru di lokasi lama. Lokasi di Tabing dirasa kurang strategis, maka layanan perpustakaan dipindahkan ke Jalan Asahan Nomor 3 Padang pada Oktober 2014, gedung perpustakaan yang berada di lokasi yang lama Jalan Diponegoro Nomor 4 Padang selesai dibangun dan difungsikan kembali.
mengurangi kerusakan koleksi, waktu penanggulangan bencana juga bisa lebih cepat karena semua pihak menerapkan prosedur penanggulangan yang telah ditetapkan. Berdasarkan uraian tersebut, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitia