• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tanggap Tiga Varietas Kedelai Terhadap Pemberian Rhizobium Di Gawangan Karet TBM 1

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Tanggap Tiga Varietas Kedelai Terhadap Pemberian Rhizobium Di Gawangan Karet TBM 1"

Copied!
95
0
0

Teks penuh

(1)

TANGGAP TIGA VARIETAS KEDELAI TERHADAP PEMBERIAN RHIZOBIUM DI GAWANGAN KARET TBM 1

SKRIPSI

OLEH :

MUHAMMAD IMAM 100301029

BUDIDAYA PERTANIAN PERKEBUNAN

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

(2)

TANGGAP TIGA VARIETAS KEDELAI TERHADAP PEMBERIAN RHIZOBIUM DI GAWANGAN KARET TBM 1

SKRIPSI

OLEH :

MUHAMMAD IMAM 100301029

BUDIDAYA PERTANIAN PERKEBUNAN

Skripsi Sebagai Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian Di Program Studi Agroekoteknologi, Minat Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian,

Universitas Sumatera Utara Medan

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

(3)

Judul Penelitian : Tanggap Tiga Varietas Kedelai Terhadap Pemberian Rhizobium Di Gawangan Karet TBM 1

Nama : Muhammad Imam

Nim : 100301029

Program Studi : Agroekoteknologi Minat : Budidaya Pertanian

Di Setujui Oleh Komisi Pembimbing

Ir. Lisa Mawarni, MP Luthfi Aziz Mahmud Siregar, SP.MSc.PhD

Ketua Anggota

Mengetahui

Prof. Dr. Ir. T. Sabrina, M.Sc Ketua Departemen Agroekoteknologi

(4)

ABSTRACT

Muhammad Imam “ Response of three soybean varities to rhizobium application in first year rubber plantation (TBM 1). Supervised by Ir. Lisa Mawarni, MP, Luthfi Aziz Mahmud Siregar, SP.MSc.PhD dan DR. Radite Tistama, SSi.Msi.

The purpose of this study was to determinate the growth and production effect of three soybean varieties on the rubber plant gawangan TBM 1. This research was conducted at the experimental farm of white river sub-district study hall girder with altitude above sea level ± 80 m dpl. In August-November 2014 using a randomized block desaign (RAK) with 2 factors and 3 replications. The first factor is the variety IPB 1, Wilis, Anjasmoro, and the second factor was Rhizobium( Density 109g or ml/ plant) and without Rhizobium.

The result showed that the differences in varieties significantly affected plant height age 2-5 (MST), age 3 (MST) leaf number, total leaf area and weight of 100 seeds / plot. Differences varieties with Rhizobium inoculation and interaction has not significantly affected all parameters were observed.

(5)

ABSTRAK

MUHAMMAD IMAM : Tanggap Tiga Varietas Kedelai Terhadap Pemberian Rhizobium Di Gawangan Karet TBM 1, dibimbing oleh Ir. Lisa Mawarni,MP, Luthfi Aziz Mahmud Siregar,SP MSc,PhD dan DR. Radite Tistama, SSi.Msi. .

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui Pengaruh pertumbuhan dan produksi tiga varietas kedelai (Glycine max (L) Merril.) pada gawangan tanaman karet (Hevea brasiliensis Muell) TBM 1. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Penelitian Sungei Putih kecamatan Galang dengan ketinggian tempat ± 80 m dpl, pada bulan Agustus - November 2014 dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 2 faktor dan 3 ulangan. Faktor I adalah Varietas IPB 1, Wilis, Anjasmoro dan faktor kedua adalah Rhizobium (kerapatan 109g atau ml/tanaman) dan Tanpa Rhizobium.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbedaan varietas berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman umur 2-5 (MST), Jumlah Daun umur 3 (MST), Total Luas Daun dan Berat 100 Biji/Plot. Pemberian inokulum rhizobium dan interaksi perbedaan varietas dengan inokulasi Rhizobium belum berpengaruh nyata terhadap semua parameter yang diamati.

Kata Kunci: Varietas Kedelai (Glycine max L), Rhizobium, dan Gawangan Karet.

(6)

RIWAYAT HIDUP

Muhammad Imam , lahir di Medan 29 November 1991, anak ke dua dari tiga bersaudara, putra dari Ayahanda Soimin dan Ibunda Murniyati.

Pada tahun 2010 penulis lulus dari SMK Pertanian Dwiwarna 3 Medan dan pada tahun yang sama terdaftar sebagai mahasiswa Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara melalui jalur Ujian Masuk Bersama (UMB) pada pilihan pertama Agroekoteknologi USU.

(7)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, karena atas berkat dan rahmatnya penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini dengan baik.

Judul skripsi ini adalah “Tanggap Tiga Varietas Kedelai Terhadap Pemberian Rhizhobium Di Gawangan Karet TBM 1” yang merupakan syarat untuk meraih gelar sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan :

1. Terima kasih kepada Ayahanda dan Ibunda tercinta yang memberikan segala dukungan moral maupun materil, serta adik tercinta Muhammad Abdul Rasyid yang memberikan dukungan semangat sehingga penulis dapat melaksanakan studi dan skripsi dengan baik.

2. Terima kasih kepada Ibu Ir.Lisa Mawarni, MP selaku Ketua Komisi Pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan dan arahan dalam menyusun skripsi ini.

3. Terima kasih kepada Bapak Luthfi Aziz Mahmud, Siregar, SP.MSc.PhD selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan dan arahan dalam menyusun skripsi ini.

(8)

5. Terima kasih juga kepada teman terbaik Agus Prasetia SP, Zulkarnaen Barus SP, Sulvijar Musranda SP, Teguh Bagus Surya SP, Rudi Purnomo SP, Viktor Hevit Tarigan SP, Afifa Ulfa Batubara SP, Dita Amelia Novariza SP, Nuraida Pane SP, Beby Maysaroh SPt dan semua teman yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan dukungan, semangat serta membantu dalam menyelesaikan skripsi ini .

Penulis juga menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan.

Medan, April 2015

(9)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 4

Hipotesa penelitian ... 4

Kegunaan Penelitian... 4

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Kedelai ... 4

Syarat Tumbuh Kedelai... 6

Iklim ... 6

Tanah ... 7

Rhizobium sp ... 8

Perbanyakan Rhizobium ... 10

Tanaman Karet ... 12

Intercroping karet dengan kedelai ... 15

BAHAN DAN METODE PENELITI Tempat dan Waktu Penelitian ... 16

Bahan dan Alat ... 16

Metode Penelitian... 16

PELAKSANAAN PENELITIAN Persiapan Lahan ... 18

Pengambilan Intensitas Cahaya... 18

Aplikasi pupuk dasar ... 18

Inokulasi Rhizobium ... 18

Persiapan benih ... 19

Penanaman Benih ... 19

Pemeliharaan Tanaman ... 19

Penyiraman ... 19

(10)

Penyiangan... 19

Pengendalian hama dan penyakit ... 19

Panen ... 19

Pengamatan Parameter ... 20

Tinggi Tanaman (cm) ... 20

Jumlah Daun Trifoliat (helai) ... 20

Total Luas Daun (cm2) ... 20

Jumlah Cabang Produktif ... 20

Berat Basah Tajuk tanaman (g) ... 21

Berat Kering Tajuk Tanaman (g) ... 21

Bobot Basah Akar (g) ... 21

Bobot Kering Akar (g) ... 21

Jumlah Bintil Akar... 21

Jumlah Polong Berisi Per Tanaman (Polong)... 21

Jumlah Polong Hampa Per Tanaman (Polong)... 22

Berat Biji Persampel (g) ... 22

Berat Biji Per Plot (g) ... 22

Jumlah Daun Trifoliat (helai) ... 25

Total Luas Daun (cm2) ... 27

Jumlah Cabang Produktif ... 27

Berat Basah Tajuk tanaman (g) ... 28

Berat Kering Tajuk Tanaman (g) ... 29

Bobot Basah Akar (g) ... 30

Bobot Kering Akar (g) ... 30

Jumlah Bintil Akar... 31

Jumlah Polong Berisi Per Tanaman (Polong)... 32

Jumlah Polong Hampa Per Tanaman (polong) ... 33

Berat Biji Persampel (g) ... 33

Berat Biji Per Plot (g) ... 34

Bobot 100 Biji kering (g)... 35

Pembahasan ... 36

Perbedaan varietas terhadap pertumbuhan dan produksi ... 36

Pengaruh inokulasi Rhizobium terhadap pertumbuhan dan Produksi ... 38

Interaksi tiga varietas kedelai dan inokulasi Rhizobium terha- dap pertumbuhan dan produksi... 40

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 42

(11)
(12)

DAFTAR TABEL No

1. Tinggi tanaman (cm) kedelai umur 2-5 MST pada perlakuan varietas terhadap pemberian rhizobium ... ... 23 2. Jumlah daun trifoliat (cm) kedelai umur 2-5 MST pada perlakuan varietas

terhadap pemberian rhizobium ... ... 25 3. Total Luas Daun (cm2) kedelai umur 2-5MST pada perlakuan varietas

terhadappemberianrhizobium...

4. Jumlah cabang produktif pada perlakuanvarietas terhadap pemberian rhizobium... ... ... 28 5. Berat Basah Tajuk tanaman (g) pada perlakuan varietas terhadap

pemberian rhizobium... ... ... 28 6. Berat Kering Tajuk Tanaman (g) pada perlakuan varietas terhadap

pemberian rhizobium... ... ... 29 7. Bobot Basah Akar (g)pada perlakuan varietas terhadap pemberian

rhizobium... ... ... 30 8. Bobot Kering Akar (g)pada perlakuan varietas terhadap pemberian

rhizobium... ... ... 31 9. Jumlah bintil akar pada perlakuan varietas terhadap pemberian

rhizobium... ... ... 31 10. Jumlah Polong Berisi pada perlakuan varietas terhadap pemberian

rhizobium ………...

11. Jumlah Polong Hampa pada perlakuan varietas terhadap pemberian rhizobium………...

12. Berat biji Persampel (g)pada perlakuan varietas terhadap pemberian rhizobium……..………... 13. Berat biji per plot (g)pada perlakuan varietas terhadap pemberian

rhizobium………... 14. Bobot 100 biji kering (g)pada perlakuan varietas terhadap pemberian

(13)

DAFTAR GAMBAR No

1. TinggiTanaman (cm) TigaVarietasAkibatInokulasi(2-5 MST) ... ... 24 2. Tinggi Tanaman (cm) Inokulasi Rhizobium (2-5 MST) ...

... 24 4. Jumlah Daun Trifoliat (cm) Tiga Varietas (2-5 MST) ...

... 26 5. Jumlah Daun Trifoliat (cm) Inokulasi Rhizobium (2-5 MST) ...

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Bagan Penelitian... ... 1 2. Deskripsi Varietas IPB 1, Varietas Wilis, Varietas Anjasmoro ...

(15)

17. Sidik Ragam Tinggi Tanaman 5 MST ... ... 17 18. Jumlah DaunTrifoliat 2 MST (helai) ...

... 21 19. Sidik Ragam Jumlah DaunTrifoliat 2 MST ...

... 22 20. Jumlah DaunTrifoliat 3 MST (helai) ...

... 23 21. Sidik Ragam Jumlah DaunTrifoliat 3 MST ...

... 24 22. Jumlah DaunTrifoliat 4 MST (helai) ...

... 25 23. Sidik Ragam Jumlah DaunTrifoliat 4 MST ...

... 25 24. Jumlah DaunTrifoliat 5 MST (helai) ...

... 26 25. Sidik Ragam Jumlah DaunTrifoliat 5 MST ...

... 27 26. Total Luas Daun (cm2) ...

... 31 27. Sidik RagamTotal Luas Daun (cm2) ...

... 32 28. Jumlah Cabang Produktif ...

... 33 29. Sidik RagamJumlah Cabang Produktif ...

... 34 30. Berat Basah Tajuk tanaman (g) ...

... 35 31. Sidik Ragam Berat Basah Tajuk(g) {Transformasi:√Y +1/2} ...

... 36 32. Berat Kering Tajuk Tanaman (g) ...

(16)

33. Sidik RagamBerat Kering Tajuk Tanaman (g) {Transformasi:√Y +1/2} . ... 38 34. Bobot Basah Akar (g)...

... 39 35. Sidik RagamBobot Basah Akar (g){Transformasi:√Y +1/2} ...

... 40 36. Bobot Kering Akar (g) ...

... 41 37. Sidik RagamBobot Kering Akar (g){Transformasi:√Y +1/2} ...

... 42 38. Jumlah Polong Berisi Per Tanaman ...

... 43 39. Sidik RagamJumlah Polong Berisi Per Tanaman (Polong)

{Transformasi:√Y+1/2} ... ... 44 40. Jumlah Polong Hampa Per Tanaman (Polong) ...

... 45 41. Sidik RagamJumlah Polong Hampa Per Tanaman (Polong)

{Transformasi:√Y +1/2} ... ... 46 42. Jumlah Bintil Akar ...

... 47 43. Sidik RagamJumlah Bintil Akar{Transformasi:√Y +1/2}...

... 48 44. Berat Biji Persampel (g) ...

... 49 45. Sidik RagamBerat Biji Persampel (g){Transformasi:√Y +1/2} ...

... 50 46. Berat Biji Per Plot (g) ...

(17)

47. Sidik RagamBerat Biji Per Plot (g) {Transformasi:√Y +1/2} ... ... 52 48. Bobot 100 Biji kering (g) ...

... 53 49. Sidik RagamBobot 100 Biji kering (g) ...

(18)

ABSTRACT

Muhammad Imam “ Response of three soybean varities to rhizobium application in first year rubber plantation (TBM 1). Supervised by Ir. Lisa Mawarni, MP, Luthfi Aziz Mahmud Siregar, SP.MSc.PhD dan DR. Radite Tistama, SSi.Msi.

The purpose of this study was to determinate the growth and production effect of three soybean varieties on the rubber plant gawangan TBM 1. This research was conducted at the experimental farm of white river sub-district study hall girder with altitude above sea level ± 80 m dpl. In August-November 2014 using a randomized block desaign (RAK) with 2 factors and 3 replications. The first factor is the variety IPB 1, Wilis, Anjasmoro, and the second factor was Rhizobium( Density 109g or ml/ plant) and without Rhizobium.

The result showed that the differences in varieties significantly affected plant height age 2-5 (MST), age 3 (MST) leaf number, total leaf area and weight of 100 seeds / plot. Differences varieties with Rhizobium inoculation and interaction has not significantly affected all parameters were observed.

(19)

ABSTRAK

MUHAMMAD IMAM : Tanggap Tiga Varietas Kedelai Terhadap Pemberian Rhizobium Di Gawangan Karet TBM 1, dibimbing oleh Ir. Lisa Mawarni,MP, Luthfi Aziz Mahmud Siregar,SP MSc,PhD dan DR. Radite Tistama, SSi.Msi. .

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui Pengaruh pertumbuhan dan produksi tiga varietas kedelai (Glycine max (L) Merril.) pada gawangan tanaman karet (Hevea brasiliensis Muell) TBM 1. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Penelitian Sungei Putih kecamatan Galang dengan ketinggian tempat ± 80 m dpl, pada bulan Agustus - November 2014 dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 2 faktor dan 3 ulangan. Faktor I adalah Varietas IPB 1, Wilis, Anjasmoro dan faktor kedua adalah Rhizobium (kerapatan 109g atau ml/tanaman) dan Tanpa Rhizobium.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbedaan varietas berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman umur 2-5 (MST), Jumlah Daun umur 3 (MST), Total Luas Daun dan Berat 100 Biji/Plot. Pemberian inokulum rhizobium dan interaksi perbedaan varietas dengan inokulasi Rhizobium belum berpengaruh nyata terhadap semua parameter yang diamati.

Kata Kunci: Varietas Kedelai (Glycine max L), Rhizobium, dan Gawangan Karet.

(20)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Kedelai (Glycine max L.) merupakan salah satu komoditas pangan bergizi tinggi sebagai sumber protein nabati dan rendah kolesterol dengan harga terjangkau. Di Indonesia, kedelai banyak diolah untuk berbagai macam bahan pangan, seperti: tauge, susu kedelai, tahu, kembang tahu, kecap, oncom, tauco, tempe, es krim, minyak makan, dan tepung kedelai. Selain itu, juga banyak dimanfaatkan sebagai bahan pakan ternak (Atman, 2006).

Sementara dari data BPS (2014) produksi pangan nasional pada jagung dan kedelai memang mengalami peningkatan. Luas panen kedelai tahun 2014 mencapai 615.019 ha. Jumlah itu naik dari tahun sebelumnya 550.793 ha. Sementara produktivitas juga naik menjadi 15,5 kuintal/ha sebelumnya 14,16 kuintal/ha. Untuk angka produksi kedelai 2014 tercatat hampir 1 juta ton atau tepatnya 953.956 ton, jumlah itu meningkat 22,3% dari produksi 2013 sebesar 779.992 ton. BPS mencatat tahun 2012 produksi kedelai sebesar 843.153 ton. Lalu pada tahun 2013 turun 7,5% menjadi 779.992 ton. Terakhir pada tahun 2014 naik menjadi 953.956 ton. Sedangkan untuk Sumatera Utara produksi kedelai pada 2014 (ASEM) sebesar 5.705 ton, naik sebesar 2.476 ton atau sebesar 76,68% dibanding produksi ATAP tahun 2013. Kenaikan produksi disebabkan oleh kenaikan luas panen sebesar 1.898 ha atau 60,72% dan hasil/ ha naik sbesar 1,03 kuintal / ha atau 9,97%.

(21)

Direktorat Jendral Perkebunan (2014) menyatakan bahwa luas perkebunan karet di Indonesia mencapai pada tahun 2013 mencapai 3.55.946 ha dan pada tahun 2014 luas lahan sementara 3.616.684 ha yang 83% luasannya merupakan perkebunan karet rakyat dan sekitar 3 – 4% berada pada fase tanaman belum menghasilkan (TBM). Pemanfaatan lahan perkebunan karet secara optimal, khususnya pada fase TBM dapat menjadi salah satu solusi untuk meningkatkan produksi kedelai nasional sehingga kebutuhan dalam negeri terpenuhi dan dapat mengurangi impor kedelai.

Optimalisasi pemanfaatan lahan tanaman tahunan secara berkelanjutan dapat dilakukan dengan sistim intercropping. Kadekoh (2007) menyatakan Beberapa pola tanam dalam sistem polikultur adalah tumpang sari (Intercropping dan Interplanting), tumpang gilir (Multiple cropping), tanaman pendamping (Companion planting), tanaman campuran (Mix cropping), dan budidaya lorong (Alley cropping). Pada dasarnya penerapan polikultur bertujuan untuk mengefisienkan pemanfaatan lahan, meningkatkan pendapatan petani, dan mengurangi kerusakan lahan.

(22)

dengan efisien, sehingga mampu mengurangi penggunaan pupuk N, dari hasil simbiosis bakteri Rhizobium mampu mencukupi 75% kebutuhan N pada tanaman.

Balit Sunge Putih (2011) menyatakan bahwa setiap jenis tanaman mempunyai potensi hasil. Potensi hasil yang optimal dapat dicapai apabila lingkungan tumbuh sesuai dengan kebutuhan tanaman itu. Lingkungan yang erat hubungannya dengan pertumbuhan dan produksi tanaman karet adalah tanah dan iklim. Tanah dan iklim merupakan faktor alam yang sangat menentukan keberhasilan usahatani tanaman karet dan tumpangsari. Hal ini disebabkan perlakuan kimia tanah agar sesuai dengan syarat tumbuh tanaman karet dapat dilaksanakan dengan lebih mudah dibandingkan dengan perbaikan sifat fisiknya.

Melakukan intercropping tanaman karet dengan kedelai dapat dilihat dari segi kesesuaian dan persyaratan budidaya. Adapun penelitian yang akan dilakukan di Balai Penelitian Sungei Putih yakni, pada areal tanaman karet klon PB 260, berumur 1 tahun atau TBM 1, atau yang disebut payung 2. Meskipun sistem intercropping dapat memberikan nilai tambah, tetapi intercropping dapat juga berdampak negatif pada tanaman utamanya atau sebaliknya. Interaksi tersebut dapat berupa persaingan hara atau kompetisi cahaya dan lainnya.

(23)

dapat diterima 95-90% permukaan tanah. Seiring bertambahnya umur karet maka penerimaan penyinaraan akan berkurang.

Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang bertujuan mengetahui produksi tanaman kedelai pemanfaatan lahan pada gawangan karet TBM 1. Judul penelitian yang dilakukan penulis adalah “Tanggap Tiga Varietas Kedelai Terhadap Pemberian Rhizobium Di Gawangan Karet TBM 1”.

Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui pengaruh tiga varietas kedelai yang diinokulasi rhizobium terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman kedelai di gawangan tanaman karet TBM 1.

Hipotesis Penelitian

1. Ada perbedaan pada tiga varietas kedelai terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman kedelai di gawangan tanaman karet TBM 1.

2. Inokulasi rhizobium berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman kedelai di gawangan tanaman karet TBM 1.

3. Interaksi beberapa varietas kedelai dan inokulasi rhizobium berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman kedelai di gawangan tanaman karet TBM 1.

Kegunaan Penelitian

1. Sebagai upaya peningkatan produksi kedelai dan penggunaan lahan di areal perkebunan karet TBM 1.

(24)

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Kedelai

Sistematika tanaman kedelai kingdom: Plantae, divisio: Spermatophyta, class: Dicotyledoneae, ordo: Fabales, family: Leguminoceae, genus: Glycine, species: Glycine max (L) Merrill (Steenis, dkk 2005).

Tanaman kedelai mempunyai akar tunggang yang membentuk akar-akar cabang yang tumbuh menyamping (horizontal) tidak jauh dari permukaan tanah. Jika kelembapan tanah turun, akar akan berkembang lebih ke dalam agar dapat menyerap unsur hara dan air. Pertumbuhan ke samping dapat mencapai jarak 40cm, dengan kedalaman hingga 120 cm. Selain berfungsi sebagai tempat bertumpunya tanaman dan alat pengangkut air maupun unsur hara, akar tanaman kedelai juga merupakan tempat terbentuknya bintil

berupa koloni dari

be bakteri ini, bintil akar mulai terbentuk sekitar 15 – 20 hari setelah tanam. Bakteri bintil akar dapat mengikat nitrogen langsung dari udara dalam bentuk gas N2 yang

kemudian dapat digunakan oleh kedelai setelah dioksidasi menjadi3)

(Adisarwanto, 2005).

Batangnya berupa semak, dengan ketinggian 0,2-0,6 m. Batang berbentuk persegi, dengan rambut coklat yang menjahui batang atau mengarah ke bawah (Steniis dkk, 2003)

(25)

bunga akan muncul pada ketiak tangkai daun majemuk. Setelah tua, daun menguning dan gugur, mulai dari daun yang menempel di bagian bawah batang (Adisarwanto, 2005).

Bunga kedelai menyerupai kupu-kupu. Tangkai bunga umumnya tumbuh dari ketiak tangkai daun yang diberi nama rasim. Jumlah bunga pada setiap ketiak tangkai daun sangat beragam, antara 2-25 bunga, tergantung kondisi lingkungan tumbuh dan varietas kedelai. Bunga pertama yang terbentuk umumnya pada buku kelima, keenam, atau pada buku yang lebih tinggi. Pembentukan bunga juga dipengaruhi oleh suhu dan kelembaban. Pada suhu tinggi dan kelembaban rendah, jumlah sinar matahari yang jatuh pada ketiak tangkai daun lebih banyak. Hal ini akan merangsang pembentukan bunga (Irwan, 2006).

Biji kedelai berkeping dua, terbungkus kulit biji dan tidak mengandung jaringan endosperm, embrio terletak di antara keeping biji. Warna kulit biji hijau, kuning atau cokelat. Pusar biji (hilum) adalah jaringan bekas biji melekat pada dinding buah, berwarna cokelat tua, kuning, putih atau hitam. Bentuk biji kedelai pada umumnya bulat lonjong, tetapi ada yang bundar atau bulat agak pipih. Besar biji seragam tergantung pada varietasnya (Sutrisno, 2012).

Syarat Tumbuh Kedelai Iklim

(26)

hujan (kelembapan) yang berlebihan akan menyebabkan penurunan kualitas kedelai yang dihasilkan (Suprapti M, 2005).

Untuk mendapatkan hasil optimal, tanaman kedelai membutuhkan curah hujan antara (100-200) mm/bulan. Suhu yang dikehendaki tanaman kedelai antara 21-34°C, akan tetapi suhu optimum bagi pertumbuhan tanaman kedelai 23-27°C. Pertumbuhan yang optimal dapat diperoleh dengan menanam kedelai pada bulan-bulan kering, asal kelembaban tanah masih cukup terjamin. Selama periode pertumbuhan hingga pengisian polong, air sangat diperlukan. Misalnya untuk kebutuhan berkecambah kedelai paling tidak membutuhkan kadar air 50 % dari berat biji. Pada waktu pengisian polong jika persediaan air sangat terbatas, dapat berpengaruh pada besarnya biji dan jumlah biji tiap polong (Panjaitan,2009).

Suhu yang dikehendaki tanaman kedelai antara 21-34 oC, akan tetapi suhu optimum bagi pertumbuhan tanaman kedelai 24-25 oC dengan penyinaran penuh

minimal 10 jam/hari. Pada proses perkecambahan benih kedelai memerlukan suhu lingkungan sekitar 30 oC dan suhu tanah yang optimal adalah 30 oC

(Prihatman, 2000). Tanah

(27)

tinggi-sedang, P2O5 tanah tinggi, K2O tersedia tinggi, Ca dan Mg tinggi,

kejenuhan Al <5%, topografi datar dan tanpa naungan (Adisarwanto, 2005).

Toleransi keasaman tanah sebagai syarat tumbuh bagi kedelai adalah pH 5,8-7,0 tetapi pada pH 4,5 pun kedelai dapat tumbuh. Pada pH kurang dari 5,5

pertumbuhannya sangat terlambat karena keracunan aluminium. Pertumbuhan bakteri bintil dan proses nitrifikasi (proses oksidasi amoniak menjadi nitrit atau proses pembusukan) akan berjalan kurang baik (Prihatman, 2000).

Nilai pH tanah yang rendah tidak hanya membatasi pertumbuhan tanaman tetapi juga mempengaruhi factor factor lain yang berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman. pH rendah menurunkan ketersediaan unsur hara bagi tanaman, menurunkan aktivitas biologi tanah dan meningkatkan keracunan alumunium (Damanik dkk, 2011).

Rhizobium sp

Menurut Yuwono (2006) bakteri Rhizobium diklasifikasikan sebagai Kindom : Bakteria, Filum : Protobakteria , Kelas : Alpha Protobacteria, Ordo : Rhizobiales, Family : Rhizobiaceae, Genus : Rhizobium, Spesies : Rhizobium sp

(28)

Semua Rhizobium adalah bakteri aerobik yang bertahan secara sapropit di dalam tanah sampai mereka menginfeksi bulu akar atau kadang sel epidermis yang rusak. Bulu akar biasanya tanggap terhadap invasi tersebut dengan pertama-tama mengeriting dan mengelilingi bakteri; pengeritingan ini disebabkan oleh molekul tak-dikenal yang dilepaskan dari bakteri. Namun, ada penelitian lain yang penting, yakni bahwa gen rhizobium yang menegendalikan produksi molekul tersebut, yang menyebabkan pengeritingan, diaktifkan mula-mula oleh senyawa yang dilepaskan oleh akar , mungkin bulu akar (Salisbury, F. B and C.W. Ross, 1995).

Jumlah nitrogen yang ditambat oleh rhizobia sangat bervariasi tergantung strain, tanaman inang serta lingkungannya termasuk ketersediaan unsur hara yang diperlukan. Penambatan oleh rhizobia maksimum bila ketersediaan hara nitrogen dalam keadaan minimum. Dianjurkan untuk memberikan sedikit pupuk nitrogen sebagai starter, agar bibit muda memiliki kecukupan N sebelum rhizobia menetap dengan baik pada akarnya. Sebaliknya pemupukan nitrogen dengan jumlah besar atau terus menerus akan memperkecil kegiatan rhizobia sehingga kurang efektif (Hanum, 2011)

(29)

Rhizobium merupakan bakteri gram negatif, bersifat aerob, tidak membentuk spora, berbentuk batang dengan ukuran sekitar 0,5-0,9 μm. Bakteri ini termasuk famili Rhizobiaceae. Bakteri ini banyak terdapat di daerah perakaran (rizosfer) tanaman legum dan membentuk hubungan simbiotik dengan inang khusus Bakteri Rhizobium telah lama digunakan sebagai pupuk hayati terhadap tanaman kacang-kacangan karena dapat membentuk bintil akar sehingga dapat mengikat nitrogen bebas. Secara umum inokulasi dilakukan dengan memberikan biakan Rhizobium kedalam tanah agar bakteri ini berasosiasi dengan tanaman kedelai mengikat N2 bebas dari udara (Rao, 1994).

Perbanyakan rhizobium

Perbanyakan Rhizobium dapat dilakukan pada media cair YEM (Yeast Ekstrak manitol) maupun pada media padat suatu bahan carier seperti kompos atau tanah gambut. Proses perbanyakan mutlak dilakukan pada ruangan steril untuk mencegah kontaminasi. Selanjutnya biakan diinkubasi sebelum digunakan (Damanik dkk, 2011).

Rhizobium langsung disediakan oleh balai penelitian sunge putih meliputi isolasi dan karakteristik Rhizobium sp dilakukan dengan menggunakan metode yang dikemukakan oleh (Somasegaran dan hoben, 1984 dalam Balit Sungei Putih, 2013) yaitu bintil akar tanaman kacang-kacangan (Mucuna bracteata (Mb) dan

Pueraria javanica (Pj) disterilisasi permukaannya dengan mencucinya lebih dahulu denagn air keran, rendam dalam alcohol 70% selama satu menit, kemudian cuci dengan air steril sebanyak tiga kali dan rendam lagi dalam larutan HgCl2 dan

(30)

Inkubasi pada sekitar 29-300C selama 3-7 hari. Setelah 7 hari diamtai pertumbuhan rhizobiumnya dengan melihat adanya koloni yang berwarna bening dan tidak menyerap warna merah. Setiap koloni diambil dengan ose dan goreskan pada media YEMA CR padat dan digoreskan secara kuadran. Apabila sudah tumbuh single koloni, dipindahkan kemedia YEMA agar miring untuk dijadikan stok kerja dan culture koleksi. Setelah diinkubasi selama 7 hari kultur kerja dan koleksi disimpan pada suhu 40C (Balit Sunge Putih. 2013)

Koleksi tersebut yang digunakan sebagai bahan rhizobium untuk diaplikasikan ke lapangan dengan dosis pengenceran 500 ml/ tanaman dengan kerapatan 109 CPU atau kandungan jasad renik 109 bakteri/g bahan atau ml. Damanik dkk (2011) menyebutkan sistem pengendalian mutu inokulan pupuk hayati yang ada dewasa ini hanya untuk inokulan Rhizobium yang diatur dengan surat Kpeutusan Direktorat Jendral Tanaman Pangan No SK: I.A.5.84.5 tanggal 17 januari 1984 yang kemudian disempurnakan dengan SK.I.HK.050.917A tanggal 12 Maret 1991. Surat keputusan ini mengatur standar mutu inokulan Rhizobium yang beredar. Ketentuan-

1. Kandungan jasad renik 109 bakteri/g. Bahan atau/ ml inokulan waktu meninggalkan pabrik dan 107 bakteri/g. Bahan atau/ml inokul;an pada akhir berlakunya label (Batas Kadaluarsa)

2. Kemasan harus terbuat dari bahan kedap cahaya dan kedap air,tidak mudah pecah dan koyak, terbuat dari alumunium foil atau folietilen kedap cahaya minimal 40%.

(31)

4. Label harus menyebutkan macam inokulan, tanaman target, nama jasad renik,bobot bersih inokulan, nomor seri produksi, jumlah rhizobia hidup/g atau /ml, cara penyimpanan, cara penggunaan, jangka waktu masa berlaku, nama, dan alamat produsen.

Tanaman Karet

Tanaman karet adalah tanaman tahunan yang dapat tumbuh sampai umur 30 tahun. Habitus tanaman ini merupakan pohon dengan tinggi tanaman dapat mencap-ai 15-20 meter. Modal utama dalam pengusahaan tanaman ini adalah batang setinggi 2,5 sampai 3 meter yang mana terdapat pembuluh lateks. Oleh karena itu, fokus pengolahan tanaman karet ini adalah bagaimana mengelola batang tanaman ini seefisien mungkin (Tim Karya Mandiri 2010).

Tanaman karet adalah tanaman daerah tropis. Luasan tanaman karet 150 LU-100 LS. Ketinggian tempat yang sesuai untuk tanaman karet adalah 100-600 mdpl. Curah hujan yang diinginkan berkisar antara 2.000-2.500 mm/thn (Syamsulbahri, 1996).

Tim Penulis PS (2008) menyatakan bahwa pertumbuhan tanaman karet optimal adalah pada suhu antar 15-300C. Di pulau Jawa, (>200m dpl), sedangkan di Sumatera umumnya di dataran rendah.

Menurut Deptan (2009) luas areal perkebunan di Indonesia, khususnya karet, mencapai 3,3 juta ha, di mana 3% - 4% dari luasan tersebut berada pada masa TBM yang berumur 1-3 tahun yang berpotensi untuk digunakan sebagai areal perluasan kedelai.

(32)

secara tumpang sari dengan memanfaatkan lahan di bawah tegakan tanaman perkebunan tersebut, khususnya karet, dilakukan maka diharapkan produksi kedelai dalam negeri akan meningkat.

Tim Karya Mandiri (2010) menuliskan sifat-sifat tanaman karet pada umur < 3 tahun adalah sebagai berikut:

a) Fase pertumbuhan tanaman karet pada umur < 3 tahun merupakan fase yang kritis karena pada umur ini akan menentukan bagaimana kondisi tanaman pada fase berikutnya dan produksi yang akan datang. Bagian tanaman yang paling kritis terdapat pada bagian akar, dimana tanaman karet memiliki sistem perakaran yang terdiri ata akar tunggang dan akar lateral yang menempel pada akar tunggang dan akar serabut. Akar-akar tersebut sangat sensitif terhadap kondisi kegemburan taah,kelembapan tanah,dn mudah terserang penyakit.

b) Kedalaman akar tunggang sudh mencapai 1,5 m.

c) Panjang akar lateralnya pada tanah yang subur dan kondisi tanah lapisan atas baik mencapai 6 m.

d) Akar serabut menempel pada akar-akar lateral yang berfungsi untuk menyerap air unsur hara dari tanah dengfan jumlah tertinggi pada kedalaman 7,5 cm. Jumlah akar lateral ini berbanding lurus dengan pertumbuhan dibagian atas. Jadi, apabila akar serabutnya banyak, pertumbuhan tanaman akan semakin baik .

(33)

Klon-klon lama yang sudah dilepas yaitu GT 1, AVROS 2037, PR 255, PR 261, PR 300, PR 303, RRIM 600, RRIM 712, BPM 1, BPM 24, BPM 107, BPM109, PB 260, RRIC 100 masih memungkinkan untuk dikembangkan, tetapi harus dilakukan secara hati-hati baik dalam penempatan lokasi maupun sistem pengelolaannya. Klon GT 1 dan RRIM 600 di berbagai lokasi dilaporkan mengalami gangguan penyakit daun Colletotrichum dan Corynespora. Sedangkan klon BPM 1, PR 255, PR 261 memiliki masalah dengan mutu lateks sehingga pemanfaatan lateksnya terbatas hanya cocok untuk jenis produk karet tertentu ( Anwar, C., 2001)

Seleksi klon-klon unggul karet yang diarahkan secara lebih spesifik. Untuk daerah basah, klon karet tahan penyakit gugur daun Colletotricum adalah BPM 1, PR261,AVROS 2037, PB 260, PB 280,IRR 8, TM 15, RRIC 100, dan TM 2 (BPPP, 1997).

Menurut Anwar, C (2001) Klon PB 260 sangat peka terhadap kekeringan alur sadap dan gangguan angin dan kemarau panjang, karena itu pengelolaanya harus dilakukan secara tepat

(34)

Intercropping Karet dengan Kedelai

Tumpangsari merupakan suatu usaha menanam beberapa jenis tanaman pada lahan dan waktu yang sama, yang diatur sedemikian rupa dalam barisan-barisan tanaman. Penanaman dengan cara ini bisa dilakukan pada dua atau lebih jenis tanaman yang relatif seumur, misalnya jagung dan kacang tanah atau bisa juga pada beberapa jenis tanaman yang umurnya berbeda-beda (Warsana, 2009).

Kadekoh (2007) menyatakan Beberapa pola tanam dalam sistem polikultur adalah tumpang sari (Intercropping dan Interplanting), tumpang gilir (Multiple cropping), tanaman pendamping (Companion planting), tanaman campuran (Mix cropping), dan budidaya lorong (Alley cropping). Pada dasarnya penerapan polikultur bertujuan untuk mengefisienkan pemanfaatan lahan, meningkatkan pendapatan petani, dan mengurangi kerusakan lahan.

(35)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Penelitian Sungei Putih kecamatan Galang dengan ketinggian tempat ± 80 m dpl, pada tanggal 20 Agustus - 20 November 2014.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih kedelai varietas IPB 1 (yang tahan Al merupakan hasil perakitan Prof, Dr. Suharsono, DEA dari Institut Pertanian Bogor), varietas Wilis, dan varietas Anjasmoro, sebagai tanaman sela di gawangan karet, serta untuk bahan laboratorium yang digunakan adalah bahan isolasi dan perbanyakan bakteri Rhizobium sp yaitu media YEMA (Yeast Extract Manitol Agar), dan pupuk Urea, TSP, KCl, sebagai pupuk dasar.

Alat-alat yang digunakan adalah lux meter, Erlenmeyer, Autoklaf,

petridish, tabung reaksi, mikro pipet, jarum inokulasi, shaker, sendok takar,

neraca analitik, laminar air flow, microskop, cangkul, label, kamera, meteran, gembor, tali, pacak,parang, kalkulator, penggaris, meteran dan alat tulis.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial yang terdiri dua faktor perlakuan, yaitu:

(36)

Sehingga diperoleh 6 kombinasi perlakuan: Jumlah tanaman kedelai/plot : 50 tanaman Jumlah tanaman kedelai keseluruhan : 1200 tanaman

Jumlah sampel/plot : 5 tanaman

Jumlah sampel keseluruhan : 120 tanaman

Luas plot : 100 cm x 300 cm

Jarak antar plot : 200 cm

Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan sidik ragam berdasarkan model linier sebagai berikut :

Yijk = µ + Bi + Vj+ Rk + (VR)jk +

ε

ijk

(VR)jk = Pengaruh interaksi pada perlakuan

ε

ijk = Galat pada blok ke –i dengan pemberian Rhizobium pada taraf ke –j dan

perlakuan varietas ke –k.

(37)

PELAKSANAAN PENELITIAN

Persiapan Lahan

Lahan yang digunakan adalah lahan gawangan karet klon PB 260 TBM 1 tanpa olah tanah dan dilakukan pembersihan gulma dengan menyemprotkan herbisida systemic (Roundup) 200cc/knapsack 3 minggu sebelum tanam, serta mencangkul bersih gulma yang ada kemudian mengolah tanah minimum untuk setiap plot perlakuan.

Aplikasi Pupuk Dasar

Pemupukan dilakukan dengan memberikan pupuk Urea 75kg/Ha (0,45 g/tanaman), TSP 100kg/Ha (0,6 g/tanaman), dan KCl 100 kg/Ha (0,6 g/tanaman). Pupuk diberikan pada waktu sebelum tanam yaitu 1 hari sebelum benih ditanam, serta pemupukan kedua hanya memberikan pupuk Urea pada umur 3 minggu setelah tanam (MST) ,dengan cara tugal.

Inokulasi rhizobium

Inokulasi Rhizobium dilakukan saat tanaman ber umur 2 minggu dengan menggunakan dosis pengenceran 500 ml/ tanaman dengan kerapatan 109. (Rhizobium dikembangkan langsung di laboratorium phytopatologi sunge putih, Meliputi pembuatan media YEMA (Yeast Extract Manitol Agar), sterilisasi dengan autoklaf, kemudian setelah dingin /anget kuku ditanam Rhizobium ke media YEMA cair di dalam ruangan kultur laminar air flow (LAF) dan di shaker

(38)

Persiapan Benih

Sebelum penanaman dilakukan, benih diseleksi terlebih dahulu, yaitu dengan memilih ukuran biji yang relatif sama, serta memilih biji yang terlihat sehat atau terbebas dari gejala serangan hama dan penyakit.

Penanaman Benih

Benih yang sudah diseleksi ditanam ke lahan yang telah disiapkan, dengan lubang tanam sedalam 2-3 cm sebanyak 1-2 benih per lubang tanam. Setelah itu, lubang tanam ditutup dan diratakan kembali kemudian disiram menggunakan gembor secara pelan dan merata.

Pemeliharaan Tanaman

Penyiraman

Penyiraman dilakukan setiap hari minimal 1 kali ,yaitu pada pagi atau sore hari. Penyiraman dilakukan dengan menggunakan gembor .

Penyulaman

Penyulaman dilakukan pada satu minggu (7 hari) setelah tanam untuk menggantikan tanaman yang tidak tumbuh atau mati. Bahan sisipan diambil dari bibit tanaman cadangan yang sama pertumbuhannya dengan tanaman di lapangan. Penyiangan

Penyiangan dilakukan secara manual dengan menyiang gulma menggunakan cangkul. Penyiangan dilakukan seminggu sekali.

Pengendalian Hama dan Penyakit

(39)

sekali atau sesuai dengan kondisi di lapangan, yakni apabila terjadi serangan hama dan penyakit pada tanaman.

Panen

Panen dilakukan dengan mencabut tanaman beserta akarnya menggunakan cangkul. Adapun kriteria panennya adalah ditandai dengan kulit polong sudah berwarna kuning kecoklatan ± 95%.

Pengamatan Parameter

Tinggi Tanaman (cm)

Tinggi tanaman diukur mulai dari pangkal batang sampai dengan tajuk tertinggi dengan menggunakan meteran. Pengukuran tinggi tanaman dilakukan sejak tanaman berumur 2 minggu (14 hari dimulai disebabkan pertumbuhan yang tidak seragam) sampai minggu ke 5 (35 hari dikarenakan tanaman sudah berbunga lebih dari 75% dari semua Plot perlakuan) .

Jumlah Daun (helai)

Jumlah daun dihitung pada setiap daun tripoliat dan yang sudah terbuka secara sempurna pada setiap sampel tanaman. Jumlah daun dihitung mulai minggu ke 2 sampai minggu ke 5.

Total luas daun (cm2)

Total luas daun diukur pada 6 MST dengan mengukur seluruh sampel daun dari setiap plot. Pengukuran dilakukan dengan mengukur panjang dan lebar setiap daun kemudian dikalikan dengan rumus konstanta total luas daun kedelai.

(40)

Cabang produktif adalah cabang yang keluar dari batang utama dan menghasilkan polong. Pengamatan jumlah cabang produktif dilakukan pada saat menjelang panen.

Berat Basah Tajuk (g)

Pengamatan dilakukan pada saat setelah panen. Bagian tajuk tanaman dipisahkan dari akar dengan cara memotong pada bagian pangkal batang lalu tajuk tersebut dibersihkan dari kotoran yang ada. Kemudian di timbang dengan timbangan analitik.

Berat Kering Tajuk (g)

Pengamatan dilakukan pada saat setelah panen . Bagian tajuk tanaman di ovenkan dengan suhu 700C selama 48 jam kemudian di timbang dengan timbangan analitik.

Berat Basah Akar (g)

Akar yang diukur adalah akar yang sudah dipisahkan dari tajuk dan dibersihkan dari kotoran yang ada lalu ditimbang.

Berat Kering Akar (g)

Akar yang diukur adalah akar yang sudah dipisahkan dari tajuk dan dibersihkan dari kotoran yang ada lalu diovenkan dengan suhu 1050 C selama 24 jam lalu ditimbang.

Jumlah Bintil Akar

Pengamatan dilakukan setelah panen dengan menghitung jumlah bintil akar yang terbentuk pada akar tanaman kedelai.

(41)

Dihitung pada saat panen dengan menghitung jumlah polong berisi yang dihasilkan per sampel tanaman.

Jumlah Polong Hampa Per Sampel Tanaman

Dihitung pada saat panen dengan menghitung jumlah polong yang tidak berisi yang dihasilkan per sampel tanaman.

Berat Biji Persampel (g)

Berat Biji Persampel di hitung dengan menimbang seluruh produksi biji (per sampel) menggunakan timbangan analitik. Biji yang ditimbang adalah biji yang telah dijemur dibawah sinar matahari selama 2-3 hari.

Berat Biji Per Plot (g)

Produksi biji per plot dihitung dengan cara menimbang produksi biji (seluruh tanaman) dari masing masing plot. Biji yang ditimbang adalah biji yang telah dijemur dibawah sinar matahari selama 2-3 hari.

Berat 100 Biji kering Per Plot (g)

(42)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Tinggi Tanaman (cm)

Rataan tinggi tanaman tiga varietas kedelai dengan pemberian inokulum rhizobium pada umur 2—5 MST disajikan pada Tabel 1 berikut, dengan hasil sidik ragam dan uji beda rataan terdapat pada Lampiran 10-17.

Tabel 1. Tinggi Tanaman (cm) pada umur 2—5 MST dengan perlakuan Rhizobium

MST Varietas Rhizobium Rataan

R0

Keterangan : Notasi huruf yang berbeda pada kolom dan umur tanaman yang sama menunjukan berbeda nyata dengan uji pada taraf BNJ 5%

(43)

Tinggi tanaman tiga varietas kedelai pada umur 2-5 MST yang ditanam di gawangan tanaman karet TBM 1 ditunjukkan pada gambar berikut.

Gambar 1. Tinggi tanaman tiga varietas kedelai pada umur 2—5 MST

Tinggi tanaman tiga varietas kedelai pada umur 2-5 MST pemberian inokulum rhizobium yang ditanam di gawangan tanaman karet ditunjukkan pada gambar berikut.

(44)

Jumlah Daun (Helai)

Rataan jumlah daun beberapa varietas kedelai dengan pemberian inokulum rhizobium pada umur 2—5 MST disajikan pada Tabel 2 berikut, dengan hasil sidik ragam dan uji beda rataan terdapat pada Lampiran 20-28.

Tabel 1. Jumlah Daun (helai) pada umur 2—5 MST.

MST Varietas Rhizobium Rataan

R0

Keterangan : Notasi huruf yang berbeda pada kolom dan umur tanaman yang sama menunjukan berbeda nyata dengan uji pada taraf BNJ 5%

Dari hasil sidik ragam, diperoleh bahwa perlakuan varietas berpengaruh nyata pada jumlah daun hanya pada 3 MST, dengan jumlah daun terbanyak secara nyata terdapat pada perlakuan varietas Anjasmoro. Sementara, baik perlakuan inokulum rhizobium, varietas, maupun interaksi keduanya tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah daun.

(45)

Gambar 3. Jumlah daun tiga varietas kedelai padsa umur 2—5 MST

Jumlah daun tanaman pada umur 2-5 MST akibat pemberian inokulum rhizobium pada gawangan tanaman karet TBM 1 ditunjukkan pada gambar berikut.

(46)

Total Luas Daun (cm2)

Rataan total luas daun beberapa varietas kedelai dengan pemberian inokulum rhizobium disajikan pada Tabel 3 berikut, dengan hasil sidik ragam dan uji beda rataan terdapat pada Lampiran 31 .

Tabel 3. Total luas daun (cm2)

Varietas Inokulasi Rhizobium Rataan

R0

V3 (Anjasmoro) 1582,04 1608,84 1595,44 b

Rataan 1339,20 1392,29

Keterangan : Notasi huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukan berbeda nyata dengan uji pada taraf BNJ 5%

Dari hasil sidik ragam, diperoleh bahwa perlakuan varietas berpengaruh nyata terhadap total luas daun, dengan total luas daun terbesar secara nyata terdapat pada perlakuan IPB 1 (V1) dan Anjasmoro (V3). Sementara itu, baik perlakuan inokulasi rhizobium maupun interaksi varietas dan inokulum rhizobium berpengaruh tidak nyata terhadap total luas daun. Pada perlakuan inokulum rhizobium, total luas daun terbesar pada perlakuan dengan inokulum rhizobium (R1) sedangkan interaksi keduanya menunjukkan total luas daun terbesar pada perlakuan varietas Anjasmoro dengan inokulasi rhizobium (V3R1) dan terendah pada perlakuan Wilis tanpa inokulasi rhizobium (V2R0).

Jumlah Cabang Produktif (cabang)

(47)

Tabel 4. Jumlah Cabang produktif

Varietas Rhizobium Rataan

R0

Dari hasil sidik ragam, diperoleh bahwa perlakuan inokulum rhizobium, varietas, serta interaksinya tidak berpengaruh nyata terhadap berat kering akar. Pada perlakuan rhizobium, jumlah cabang produktif terbesar terdapat pada perlakuan inokulasi rhizobium (R1), dan perbedaan varietas terbesar pada varietas IPB 1 (V1) namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan lainnya.

Berat Basah Tajuk (g)

Rataan berat basah tajuk beberapa varietas kedelai dengan pemberian inokulum rhizobium disajikan pada Tabel 5 berikut, dengan hasil sidik ragam dan uji beda rataan terdapat pada Lampiran 35.

Tabel 5. Berat Basah Tajuk (g)

Varietas Rhizobium Rataan

R0

(48)

Wilis (V2), sementara interaksi keduanya menunjukkan berat basah tajuk terbesar pada perlakuan varietas IPB 1 dengan inokulasi rhizobium (V1R1) dan terendah pada perlakuan Wilis dengan inokulasi rhizobium (V2R1).

Berat Kering Tajuk (g)

Rataan berat kering tajuk beberapa varietas kedelai dengan pemberian inokulum rhizobium disajikan pada tabel 6 berikut, dengan hasil sidik ragam dan uji beda rataan terdapat pada lampiran (37).

Tabel 6. Berat kering tajuk (g) Varietas

(49)

Berat Basah Akar (g)

Rataan berat basah akar beberapa varietas kedelai dengan pemberian inokulum rhizobium disajikan pada Tabel 7 berikut, dengan hasil sidik ragam dan uji beda rataan terdapat pada Lampiran 39.

Tabel 7. Berat basah akar (g)

Varietas Rhizobium Rataan

R0

Dari hasil sidik ragam, diperoleh bahwa perlakuan inokulum rhizobium, varietas, serta interaksinya tidak berpengaruh nyata terhadap berat kering tajuk. Pada perlakuan rhizobium, berat basah akar terbesar terdapat pada perlakuan inokulasi rhizobium (R1), pada perlakuan varietas terbesar pada varietas Anjasmoro (V3) dan terendah pada varietas Wilis (V2), sementara interaksi keduanya menunjukkan berat basah akar terbesar pada perlakuan varietas Anjasmoro dengan inokulasi rhizobium (V3R1) dan terendah pada perlakuan Wilis dan inokulasi rhizobium (V2R1).

Berat kering akar (g)

(50)

Tabel 8. Berat kering akar (g)

Varietas Rhizobium Rataan

R0

Dari hasil sidik ragam, diperoleh bahwa perlakuan inokulum rhizobium, varietas, serta interaksinya tidak berpengaruh nyata terhadap berat kering akar. Pada perlakuan rhizobium, berat basah akar terbesar terdapat pada perlakuan inokulasi rhizobium (R1), pada perlakuan varietas terbesar pada varietas Anjasmoro (V3) dan terendah pada varietas Wilis (V2), sementara interaksi keduanya menunjukkan berat kering akar terbesar pada perlakuan varietas IPB 1 dengan inokulasi rhizobium (V1R1) dan terendah pada perlakuan Wilis tanpa inokulasi rhizobium (V2R0).

Jumlah Bintil Akar

Rataan jumlah bintil akar beberapa varietas kedelai dengan pemberian inokulum rhizobium disajikan pada tabel 9 berikut, dengan hasil sidik ragam dan uji beda rataan terdapat pada lampiran (43).

Tabel 9. Jumlah bintil akar

Varietas Rhizobium Varietas

R0

(51)

Pada perlakuan rhizobium, jumlah bintil akar terbesar terdapat pada perlakuan inokulasi rhizobium (R1), pada perlakuan varietas terbesar pada varietas IPB 1 (V1) dan terendah pada varietas Wilis (V2), sementara interaksi keduanya menunjukkan jumlah bintil akar terbesar pada perlakuan varietas Anjasmoro dengan inokulasi rhizobium (V3R1) dan terendah pada perlakuan Wilis tanpa inokulasi rhizobium (V2R0).

Jumlah Polong Hampa

Rataan jumlah polong hampa beberapa varietas kedelai dengan pemberian inokulum rhizobium disajikan pada tabel 10 berikut, dengan hasil sidik ragam dan uji beda rataan terdapat pada lampiran (45).

Tabel 10. Jumlah Polong hampa

Varietas Rhizobium Rataan

R0

(52)

Jumlah Polong Isi

Rataan jumlah polong isi beberapa varietas kedelai dengan pemberian inokulum rhizobium disajikan pada tabel 11 berikut, dengan hasil sidik ragam dan uji beda rataan terdapat pada lampiran (47).

Tabel 11. Jumlah Polong isi

Varietas Rhizobium Rataan

R0

Dari hasil sidik ragam, diperoleh bahwa perlakuan inokulum rhizobium, varietas, serta interaksinya tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah polong isi. Pada perlakuan rhizobium, jumlah polong isi terbesar terdapat pada perlakuan rhizobium (R1), pada perlakuan varietas terbesar pada varietas Wilis (V2) dan terendah pada varietas IPB 1 (V1), sementara interaksi keduanya menunjukkan jumlah polong isi terbesar pada perlakuan varietas Wilis dengan inokulasi rhizobium (V2R1) dan terendah pada perlakuan IPB 1 dengan inokulasi rhizobium (V1R1).

Berat Biji per Sampel

(53)

Tabel 12. Berat biji per sampel

Varietas Rhizobium Rataan

R0

Dari hasil sidik ragam, diperoleh bahwa perlakuan inokulum rhizobium, varietas, serta interaksinya tidak berpengaruh nyata terhadap berat biji per sampel. Pada perlakuan rhizobium, berat biji per sampel terdapat pada perlakuan rhizobium (R1), pada perlakuan varietas terbesar pada varietas Anjasmoro (V3) dan terendah pada varietas Wilis (V2), sementara interaksi keduanya menunjukkan berat biji per sampel terbesar pada perlakuan varietas Anjasmoro dengan inokulasi rhizobium (V3R1) dan terendah pada perlakuan Wilis tanpa inokulasi rhizobium (V2R0).

Berat biji per plot (g)

Rataan berat biji perplot beberapa varietas kedelai dengan pemberian inokulum rhizobium disajikan pada Tabel 13 berikut, dengan hasil sidik ragam dan uji beda rataan terdapat pada Lampiran 51.

Tabel 13. Berat biji per plot (g)

Varietas Rhizobium Rataan

R0

(54)

(R1), pada perlakuan varietas terbesar pada varietas Wilis (V2) dan terendah pada varietas Anjasmoro (V3), sementara interaksi keduanya menunjukkan berat biji per plot terbesar pada perlakuan varietas Wilis dengan inokulasi rhizobium (V2R1) dan terendah pada perlakuan IPB 1 tanpa inokulasi rhizobium (V1R0). Berat 100 biji per plot (g)

Rataan berat 100 biji (g) beberapa varietas kedelai dengan pemberian inokulum rhizobium disajikan pada Tabel 14 berikut, dengan hasil sidik ragam dan uji beda rataan terdapat pada Lampiran 53.

Tabel 14.Berat 100 biji per plot (g)

Varietas Rhizobium Rataan

R0

Keterangan Notasi huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukan berbeda nyata dengan uji pada taraf BNJ 5%

(55)

Pembahasan

Pengaruh beberapa varietas terhadap pertumbuhan dan produksi kedelai Pada parameter pertumbuhan tanaman, perlakuan varietas tanaman berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, jumlah daun, dan total luas daun, namun tidak berpengaruh nyata terhadap berat basah tajuk, berat kering tajuk, berat basah akar, berat kering akar, dan jumlah bintil akar. Varietas berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman pada umur 2—5 MST. Dalam hal pertumbuhan tinggi tanaman yang terdapat pada (Lampiran 10-17) , varietas Anjasmoro secara nyata memiliki tanggap yang paling baik dibanding varietas IPB 1 dan Wilis, berturut-turut pada umur 2—5 MST yakni 14,70 cm, 23,63 cm, 42,14 cm, dan 54,74 cm. Sementara itu, untuk parameter jumah daun, perlakuan varietas menunjukkan pengaruh yang nyata hanya pada 3 MST, yang mana varietas Anjasmoro secara nyata juga menunjukkan tanggap paling baik dibanding varietas IPB 1 dan Wilis yakni sebanyak 4,5 helai. Untuk parameter total luas daun, varietas IPB 1 dan Anjasmoro secara nyata lebih tinggi daripada varietas Wilis, yakni berturut-turut sebesar 1507,16 cm2 dan 1595,44 1507,16 cm2.

(56)

kedelai ternaungi tanaman kelapa sawit yang berumur > 5 tahun, kedelai varietas Anjasmoro justru mengalami peningkatan tinggi tanaman sekitar 50 %.

Pada beberapa parameter produksi tanaman, perlakuan varietas berpengaruh nyata hanya terhadap berat 100 biji per plot, dan tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah cabang produktif, jumlah polong isi, jumlah polong hampa, berat biji per sampel, dan berat biji per plot. Varietas IPB 1 secara nyata menunjukkan berat 100 biji per plot yang paling besar, yakni 16,71 g, dibandingkan varietas Wilis dan Anjasmoro berturut-turut 13,43 g dan 13,99 g. Hal ini sesuai dengan perbandingan bobot 100 biji pada deskripsi ketiga varietas ini di lampiran, yang menunjukkan varietas IPB 1 memiliki berat 100 biji paling besar (18 g). Perbandingan ini juga mengindikasikan bahwa secara umum ukuran biji varietas IPB 1 lebih besar daripada biji varietas Wilis dan Anjasmoro.

(57)

2 mL/L secara nyata memberikan pertumbuhan dan hasil yang lebih baik daripada varietas Wilis dan Agromulyo.

Pengaruh inokulasi rhizobium terhadap pertumbuhan dan produksi kedelai Perlakuan inokulasi rhizobium tidak memberikan pengaruh nyata terhadap semua parameter pertumbuhan tanaman, yaitu tinggi tanaman, jumlah daun, berat basah tajuk, berat basah akar, berat kering tajuk, berat kering akar, jumlah bintil akar, dan total luas daun. Pada semua parameter kecuali tinggi tanaman dan jumlah daun, unit percobaan yang diinokulasi rhizobium selalu lebih tinggi daripada yang tidak diberi rhizobium. Sementara itu, pada parameter tinggi tanaman dan jumlah daun terdapat kecenderungan bahwa unit percobaan yang tidak diberi inokulasi rhizobium menunjukkan kecepatan pertambahan tinggi tanaman dan jumlah daun yang lebih tinggi daripada unit percobaan yang diberi inokulasi rhizobium, sebagaimana yang ditunjukkan pada gambar.

Perlakuan inokulasi rhizobium juga tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap semua parameter produksi tanaman. Pada parameter jumlah cabang produktif, jumlah polong isi, berat biji per sampel, dan berat biji per plot, unit percobaan yang diberi inokulasi rhizobium cenderung lebih tinggi daripada yang tidak diberi inokulasi rhizobium. Sedangkan pada parameter jumlah polong hampa dan berat 100 biji per plot, cenderung lebih tinggi pada unit percobaan yang tidak diberi inokulasi rhizobium.

(58)

tambahan N dari fiksasi biologis. Hal ini menyebabkan pertumbuhan tanaman yang diberi dan tidak diberi inokulasi menjadi berbeda tidak nyata. Hanafiah dkk. (2009) menyatakan bahwa efektivitas bintil akar dipengaruhi salah satunya oleh populasi rhizobium yang diinokulasikan. Meski kepadatan populasi yang diinokulasikan cukup besar, namun rhizobium ini seringkali berkompetisi dengan strain rhizobium asli (native) di dalam tanah. Kemampuan berkompetisi dari strain-strain rhizobium tergantung pada berbagai sifat dari strain tersebut seperti kemampuan untuk hidup dan berkembang biak, kecepatan menginfeksi akar, dan kecepatan membentuk bintil akar. Faktor biotik lainnya adalah terdapatnya mikroorganisme yang bersifat antagonis terhadap rhizobium atau mikroorganisme pyhtopathogen yang menghasilkan bahan beracun bagi rhizobium.

Kemasaman tanah juga dapat mempengaruhi pembentukan bintil akar dan efektivitas rhizobium yang diinokulasikan. Dari hasil analisis awal tanah di lokasi penelitian, diperoleh bahwa pH tanah sekitar 4,29. Nilai pH ini termasuk rendah dan akan mulai menghambat pertumbuhan rhizobium. Idris (1996) melaporkan bahwa sel-sel rhizobium sudah peka pada nilai pH tanah 4,5 dan di bawah 4,5 rhizobium akan mengalami penurunan pertumbuhan. Sementara menurut penelitian Graham et al (1994), strain Bradyrhizobium

(59)

Pengaruh interaksi tiga varietas kedelai dan inokulasi rhizobium terhadap pertumbuhan dan produksi kedelai

Interaksi varietas kedelai dan inokulasi rhizobium tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap semua parameter pengamatan, baik parameter pertumbuhan maupun produksi. Pada parameter pertumbuhan tanaman, tinggi tanaman didominasi oleh varietas Anjasmoro tanpa inokulasi rhizobium (V3R0) dan jumlah daun terbanyak didominasi oleh varietas Anjasmoro dengan inokulasi rhizobium (V3R1). Sementara itu, pada parameter pertumbuhan lainnya, nilai-nilai tertinggi terdapat perlakuan kombinasi berikut : Total luas daun (Anjasmoro dengan rhizobium/V3R1; 1608,84 cm2), Berat basa tajuk (IPB 1 dengan rhizobium/V1R1; 95,23 g), Berat kering akar (IPB 1 dengan rhizobium/V1R1; 38,59), Berat basah akar (Anjasmoro dengan rhizobium/V3R1; 13,79 g), berat kering akar (IPB 1 dengan rhizobium/V1R1; 4,16 g), dan jumlah bintil akar (Anjasmoro dengan rhizobium/V3R1; 5,00).

Parameter produksi menunjukkan kecenderungan yang berbeda-beda. Pada parameter produksi, nilai-nilai tertinggi terdapat perlakuan kombinasi berikut : jumlah cabang produktif (IPB 1 dengan rhizobium; 18,44 cabang), jumlah polong hampa (Wilis tanpa rhizobium; 15,93), jumlah polong isi ( Wilis dengan rhizobium; 56,93 g), berat biji per sampel (Anjasmoro dengan rhizobium; 13,63 g), berat biji per plot (Wilis dengan rhizobium; 369,60 g), dan berat 100 biji per plot ( IPB 1 tanpa rhizobium; 16,80 g).

(60)
(61)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Varietas kedelai berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman 2—5 MST, jumlah daun 3 MST, total luas daun dan berat 100 biji. Varietas Anjasmoro menunjukan tinggi tanaman tertinggi pada umur 2-5 MST dibanding dengan varietas IPB dan varietas Wilis.

2. Pemberian Inokulasi rhizobium berpengaruh tidak nyata terhadap semua parameter pengamatan.

3. Interaksi antara varietas kedelai dan pemberian inokulasi rhizobium berpengaruh tidak nyata terhadap semua parameter pengamatan.

Saran

(62)

DAFTAR PUSTAKA

Adisarwanto, T 2005. Budidaya Kedelai dengan Pemupukan yang Efektif dan Pengoptimalan Peran Bintil Akar. Penebar Swadaya. Jakarta.

Atman. 2006. Budidya Kedelai Dilahan Sawah Sumatera Barat. Peneliti Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP). Jurnal Ilmiah Tambua Vol,V, No 3 September-Desember 2006.

Anwar, C., 2001. Managemen Teknologi Budidaya Karet. Diakses dari

Andrianto,T dan N. Indarto. 2004. Budidaya dan Analisis Usaha Tani Kedelai, Kacang Hijau, Kacang Panjang. Cetakan Pertama. Penerbit Absolut, Yogyakarta.

Badan Pusat Statistik, 2014. Produksi Tanaman Padi dan Palawija di Indonesia. Diakses dari

Bangun, M.K.,1991. Perancangan Percobaan. Fakultas Pertanian USU. Medan BPPP, 1997. 5 tahun Penelitian dan Pengembangan Pertanian 1992-1996. Badan

Penelitian Dan Pengembangan Pertanian.Departemen Pertanian. Jakarta. Balit Sunge Putih. 2011. Penyadapan Tanaman Karet. Sistem Wanatani Berbasis

Karet. Smallholder Rubber Agroforestry System.

2013. Intercropping Sorgum dan Kedelai untuk Mendukung Produktivitas Lahan dan Pendapatan Usahatani Karet..PT Riset Perkebunan Nusantara Balai Penelitian Sungei Putih.Galang.

Chozin, M.A., D. Sopandie, S. Sastrosumarjo, Sumarno. 1999. Physiology and Genetic of Upland Rice Adaptation to Shade. Final Report of Graduate Team Research Grant, URGE Project. Directorate General of Higher Education, Ministry of Education and Culture.

Damanik, M.M.B., B.E. Hasibuan, Fauzi, Sarifudin, Hanum H ,. 2011. Kesuburan Tanah dan Pemupukan. USU Press, Medan.

Departemen Pertanian. 2015. Basis Data Pertanian. http://database.deptan.go.id. Di akses pada tanggal [08 maret 2015].

2009. Basis Data Pertanian. http://database.deptan.go.id. Di akses pada tanggal [30 November 2009].

(63)

Graham, P.H., K.J. Draeger, and M.L. Ferrey. 1994. Acid pH tolerance in strains of Rhizobium and Bradyrhizobium, and initial studies on the basis for acid tolerance of Rhizobium tropici UMR1899l. Can. J. Microbiol. Vol. 40. Gaspersz, V, 1991. Teknik Analisi Dalam Penelitian Percobaan, Tarsito.

Bandung.

Hanafiah, A.S., T. Sabrina, dan H. Guchi. 2009. Biologi dan Ekologi Tanah. Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

Hanum, C. 2008. Teknik Budidaya Tanaman. Direktorat Pembinaan Sekolah Menegah Kejuruan. Jakarta

Hanum, C. 2011. Ekologi Tanaman. USU Press.Medan

Idris, S.M. 1996. Effects of ph and aluminium on growth of rhizobia and the relationship between fatty acid compositionof rhizobia and its tolerance to low pH. Thesis. Faculty of Food Science and Biotechnology. Universiti Pertanian Malaysia.

Kadekoh. 2007.Optimalisasi Pemanfaatan Lahan Kering Berkelanjutan dengan Sistim Polikultur. Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Inovasi Lahan Marginal. Halaman 27 – 33.

Loanda, K. 1999. Bertanam di bawah kanopi. Majalah Agronomika 1(2):6.

Munziah, W.O. 2013. Respon pertumbuhan dan produksi dua varietas kedelai (Glycine max ( L.) Merill) melalui pemberian pupuk kandang kotoran sapi. Fakultas Pertanian Universitas Negeri Gorontalo.

Nurhadi. 2014. Pertumbuhan dan hasil beberapa varietas kedelai (Glycine max L. Merril) akibat pemberian pupuk organik cair. Perpustakaan Unsyiah. Banda Aceh.

Panjaitan, 2009. Budidaya Tanaman Kedelai. . Diakses dari

Prihatman, K., 2000. Kedelai (Glycine max L.). Dikutip dari

Rao, N.S.S. 1994. Soil Mikroorganisms and Plant Growth. Oxford and IBM Publishing Co.(Terjemahan H. Susilo. Mikro Organisme Tanah dan Pertumbuhan Tanaman.Universitas Indonesia Press. Departemen Kehutanan Jakarta.

(64)

, 2005. Kedelai, Budidaya dan Pascapanen. Kanisius, Yogyakarta.

Salisbury, F. B and C.W. Ross, 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 2 Perkembangan Tumbuhan Fisiologi Lingkungan. Penerbit ITB, Bandung. Hal 141-142. Saraswati R, 2007. Metode Analisis Biologi Tanah . Balai Besar Litbang

Sumberdaya Lahan Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian.

Sopandie, D., Kisman, N. Khumaida, Trikoesoemaningtyas, dan Sobir. 2007. Karakter morfo-fisiologi daun, penciri adaptasi kedelai terhadap intensitas cahaya rendah. Bul. Agron. 35(2):96-102.

Steenis, C.G.G.J., S. Bloembergen., P.J. Eyma. 2005. Flora. Cetakan kesepuluh. PT. Pradnya Paramita, Jakarta.

Sutrisno, A. 2012. Uji Kandungan Senyawa Isoflavon Dan Morfologi Kalus Kedelai (Glycine Max (L) Merr) Dengan Penambahan Zpt 2,4 D Pada Media Ms. Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim. Malang.

Syamsulbahri, 1996. Bercocok Tanam Tanaman Perkebunan Tahunan. UGM Press, Yogyakarta.

Tim Penulis PS. 2008. Panduan Lengkap Karet. Penebar Swadaya, Jakarta. Tim Karya mandiri, 2010. Pedoman Bertanam Karet.CV .Nuansa Aulia.Bandung. Wawan, 2002. Pengelolaan Subsoil Masam Untuk Peningkatan Produksi

Tanaman Pangan. Makalah Falsafah Sains (pps 702) Edisi Januari 2002. Dikutip dari 21 Agustus 2010.

Warsana, 2009. Introduksi Teknologi Tumpangsari Jagung dan Kacang Tanah. Tabloid Sinar tani, Jawa Tengah.

Winarso, S. 2005. Kesuburan Tanah Dasar Kesehatan dan Kualitas Tanah. Yogyakarta: Gaya Media.

(65)

Lampiran 1. Bagan Penelitian

V1R1 : Varietas dan Perlakuan

: Plot / Areal yang ditanami kedelai (1m x 3m). : Tanaman Karet Umur 1 tahun.

(66)

Lampiran 2. Deskripsi Varietas ,IPB 1, Anjasmoro, dan Wilis

Warna biji :Kuning Kuning Kuning

(67)

Lampiran 3 .Perhitungan Pupuk Diketahui:

Jarak tanam : 20cm x 30 cm = 600cm2 =0,006 m2 1 Ha = 10.000 m2

Populasi tanaman per hektar :10.000 m2 / 0,006 = 166.667 tanaman/Ha A. Dibutuhkan UREA 75kg/Ha

Dosis urea per tanaman : 75 kg / 166.667 tanaman = 0,00045 kg /Ha = 0,45 g/tanaman B. Dibutuhkan TSP 100kg/Ha

Dosis urea per tanaman : 100 kg / 166.667 tanaman = 0,0006 kg /Ha = 0,6 g/tanaman C. Dibutuhkan KCL 100kg/Ha

Dosis urea per tanaman : 100 kg / 166.667 tanaman = 0,0006 kg /Ha

(68)

Lampiran 4. Jadwal Kegiatan

No Kegiatan Minggu ke -

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 18 20

1 Persiapan Lahan x

2 Aplikasi Bahan Organik x 3 Pengambilan Intensitas Cahaya

3 Inokulasi Rhizobium x

4 Aplikasi Pupuk Dasar x

5 Penanaman Benih x

-Pemeliharaan

-penyulaman x

-penyiraman Tanaman disiram setiap hari satu kali pada sore hari

-penyiangan Tahapan seminggu sekali

6 pengendalian OPT Apabila terjadi gejala serangan OPT

7 Panen x -Berat Basah Tajuk tanaman

(g) x

-Berat Kering Tajuk Tanaman

(g) x

-Bobot Basah Akar (g)

x

-Bobot Kering Akar (g) x

-Jumlah Polong Berisi Per

Tanaman (Polong) x

-Jumlah Polong Hampa Per

Tanaman (polong) x

-Jumlah Bintil Akar x

-Berat Biji Persampel (g) x

(69)

-Bobot 100 Biji kering (g) x

10 Skripsi x

Hasil, Pembahasan,

(70)

Lampiran 5. Foto tanaman 3 MST

Varietas IPB 1 Varietas IPB 1

Varietas Wilis Varietas Wilis

Varietas Anjasmoro Varietas Anjasmoro

V1R0 V1R1

V2R0 V2R1

(71)

Lampiran 6. Foto 100 biji kedelai

Varietas IPB 1 Varietas IPB 1

Varietas Wilis Varietas Wilis

Varietas Anjasmoro Varietas Anjasmoro

V1R0

V1R1

V2R1

V2R0

(72)
(73)
(74)
(75)

Lampiran 10. Data Pengamatan Tinggi Tanaman (cm) Tabel. Data tinggi tanaman 2 MST

Perlakuan I II III Total Rataan

Lampiran 11. Sidik Ragam Tinggi Tanaman 2 MST

SK db JK KT Fhit F0.05

Lampiran 13. Data Pengamatan Tinggi Tanaman 3 MST (cm)

(76)

V1R0 15.80 13.80 15.40 45.00 15.00

Lampiran 14. Sidik Ragam Tinggi Tanaman 3 MST

SK Db JK KT Fhit F0.05

Lampiran 15. Data Pengamatan Tinggi Tanaman 4 MST (cm)

Perlakuan I II III Total Rataan

V1R0 31 25 29.2 85.200 28.400

(77)

V2R0 19 32 17.2 68.200 22.733

Lampiran 16. Sidik Ragam Tinggi Tanaman 4 MST

SK db JK KT Fhit F0.05

Lampiran 17. Data Pengamatan Tinggi Tanaman 5 MST (cm)

(78)

V3R1 49 50.4 57.2 156.600 52.200

Total 244.550 234.000 241.800

Rataan 40.758 39.000 40.300 720.350 40.019

Lampiran 18. Sidik Ragam Tinggi Tanaman 5 MST

SK db JK KT Fhit F0.05

Blok 2.00 9.98 4.99 0.08 4.10 tn

Perlakuan 5.00 2344.85 468.97 7.89 3.33 **

R 1.00 154.59 154.59 2.60 4.96 tn

V 2.00 2188.35 1094.17 18.41 4.10 **

RV 2.00 1.92 0.96 0.02 4.10 tn

Galat 10.00 594.44 59.44

Total 17.00 2949.28

Keterangan : FK : 28828.01 KK : 19.27% * : nyata tn : tidak nyata

(79)

Gambar 1. Grafik tinggi tanaman Tiga Varietas umur ( 2-5 MST).

Lampiran 20. Grafik Tinggi tanaman pemberian rhizobium umur (2-5MST)

Gambar 2. Grafik tinggi tanaman pemberian Rhizobium umur (2- 5MST). Lampiran 21. Data Pengamatan Jumlah Daun 2 MST (Trifoliat)

Perlakuan I II III Total Rataan

V1R0 1.8 2.4 2.2 6.400 2.133

(80)

V2R0 1.4 2.6 1.0 5.000 1.667

Lampiran 22. Sidik Ragam Jumlah Daun 2 MST (Trifoliat)

SK db JK KT Fhit F0.05

Lampiran 23. Data Pengamatan Jumlah Daun 3 MST (Trifoliat)

Perlakuan I II III Total Rataan

V1R0 4.2 2.4 4.2 10.800 3.600

V1R1 2.4 2.2 3.6 8.200 2.733

V2R0 1.8 2.6 2.2 6.600 2.200

(81)

V3R0 4.2 4.4 4.6 13.200 4.400

V3R1 4.8 4.2 4.8 13.800 4.600

Total 21.200 17.600 21.400

Rataan 3.533 2.933 3.567 60.200 3.344

Lampiran 24. Sidik Ragam Jumlah Daun 3 MST (Trifoliat)

SK db JK KT Fhit F0.05

Lampiran 25. Data Pengamatan Jumlah Daun 4 MST (Trifoliat)

(82)

V3R1 9.2 11.6 12 32.800 10.933

Total 53.600 58.400 56.400

Rataan 8.933 9.733 9.400 168.400 9.356

Lampiran 26. Sidik Ragam Jumlah Daun 4 MST (Trifoliat)

SK db JK KT Fhit F0.05

Lampiran 27. Data Pengamatan Jumlah Daun 5 MST (Trifoliat)

(83)

Rataan 14.367 14.067 13.600 252.200 14.011

Lampiran 28. Sidik Ragam Jumlah Daun 5 MST (Trifoliat)

SK db JK KT Fhit F0.05

Blok 2 1.7911 0.8955 0.0413 4.1 tn

Perlakuan 5 83.9577 16.7915 0.7749 3.33 tn

R 1 0.8022 0.8022

V 2 64.6177 32.3088 1.4910 4.1 tn

RV 2 18.5377 9.2688

Galat 10 216.6888 21.6688

Total 17 302.4377

Keterangan : FK : 3533.60 KK : 33.22% * : nyata tn : tidak nyata

Gambar

Tabel 1. Tinggi Tanaman (cm) pada umur  2—5 MST dengan perlakuan Rhizobium
Gambar 1. Tinggi tanaman tiga varietas kedelai pada umur 2—5 MST
Tabel 1. Jumlah Daun (helai) pada umur 2—5 MST.
Gambar 3. Jumlah daun tiga varietas kedelai padsa umur 2—5 MST
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini memiliki perbedaan dengan penelitian sebelumnya pada penggunaan sampel perusahaan yaitu perusahaan yang konsisten terdaftar di LQ45 Bursa Efek

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. b) Wajib pajak badan dalam rangka likuidasi atau pembubaran karena penghentian. atau penggabungan usaha. c) Wanita

Pakta Integritas yang ditandatangani oleh ULP/Pejabat Pengadaan pasal 12 ayat (2) huruf e Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 memuat isi ikrar untuk mencegah

Penelitian ini menggunakan kuasi eksperimental ( quation experimental ). Populasi penelitian adalah seluruh siswa kelas XI program IPA SMA Negeri 3 Surakarta tahun

Untuk menghindari penafsiran yang berbeda-beda dengan ini penulis akan memberikan penegasan istilah yang diambil dari judul penelitian “ Defragmentasi Struktur Berpikir Siswa SMP

SLHD Kota Surabaya Tahun 2014 menggambarkan berbagai informasi yang berkaitan dengan pengelolaan lingkungan hidup di Kota Surabaya selama Tahun 2014, antara lain tekanan dan

Untuk menjawab pertanyaan tersebut maka peneliti menggunakan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan datanya dengan observasi, wawancara dan dokumentasi. Untuk

setiap jual beli, penukaran, penghibahan, pemberian dengan wasiat dan perbuatan-perbuatan lain yang di- maksudkan untuk langsung atau tidak langsung memin- dahkan hak milik