• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEKERJA STASIUN PENGISIAN DAN PENGANGKUTAN BULK ELPIJI DARI KECELAKAAN KERJA DI WILAYAH KABUPATEN LAMPUNG SELATAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEKERJA STASIUN PENGISIAN DAN PENGANGKUTAN BULK ELPIJI DARI KECELAKAAN KERJA DI WILAYAH KABUPATEN LAMPUNG SELATAN"

Copied!
43
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEKERJA STASIUN PENGISIAN DAN PENGANGKUTAN BULK ELPIJI

DARI KECELAKAAN KERJA DI WILAYAH KABUPATEN LAMPUNG SELATAN

Oleh

AYU KUMALA SARI

Setiap pekerja pada dasarnya mendapatkan perlindungan hukum dari kecelakaan kerja, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Permasalahan penelitian ini adalah: (1) Bagaimanakah perlindungan hukum terhadap pekerja Stasiun Pengisian dan Pengangkutan Bulk Elpiji (SPPBE) dari kecelakaan kerja? (2) Faktor-faktor apakah yang menjadi penghambat dalam pelaksanaan perlindungan hukum terhadap pekerja SPPBE dari kecelakaan kerja di Wilayah Kabupaten Lampung Selatan?

Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan empiris. Pengumpulan data dengan studi lapangan dan studi pustaka. Pengolahan data meliputi seleksi, klasifikasi dan penyusunan data. Analisis data dilakukan secara yuridis kualitatif.

Hasil penelitian ini menunjukkan: (1) Perlindungan hukum terhadap pekerja SPPBE dari kecelakaan kerja di Wilayah Kabupaten Lampung Selatan diatur dalam Peraturan Perusahaan yang dibakukan oleh Surat Keputusan Kepala Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Lampung Selatan Nomor Kep: 020/568/III.05/I/2015, terdiri dari perlindungan dari kecelakaan kerja yang mengakibatkan kecacatan, yaitu pekerja mendapatkan santunan cacat sebagian (cacat anatomis) untuk selamanya dibayar sekaligus dengan besarnya adalah sebesar upah x 80 (delapan puluh) bulan upah. Perlindungan dari kecelakaan kerja yang mengakibatkan meninggal dunia, yaitu memperoleh santunan sekaligus 60% x 80 bulan upah, santunan berkala selama 2 tahun adalah rp. 200.000,- per bulan dan biaya pemakaman Rp. 2.000.000. Upaya yang dapat ditempuh pekerja apabila perusahaan tidak memenuhi perlindungan hukum tersebut maka pekerja dapat melaporkan kepada Dinas Tenaga Kerja guna menuntut hak-hak pekerja (2) Faktor-faktor yang menjadi penghambat dalam pelaksanaan perlindungan hukum terhadap pekerja SPPBE dari kecelakaan kerja adalah Perusahaan tidak menerapkan standar keselamatan dan kesehatan kerja, sehingga tenaga kerja berpotensi mengalami kecelakaan kerja dan pekerja tidak memahami perlindungan hukum atas kecelakaan kerja, karena pada umumnya para pekerja ini memiliki latar belakang pendidikan yang rendah dan kurang memahami adanya perlindungan hukum terhadap pekerja.

Saran penelitian ini adalah: (1) Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Lampung Selatan disarankan untuk meningkatkan sosialisasi kepada pekerja SPPBE (2) Perusahaan SPPBE disarankan untuk menerapkan standar keamanan dan keselamatan kerja sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(2)

ABSTRACT

LEGAL PROTECTION AGAINST WORKERS OF FILLING AND TRANSPORT STATION LPG BULK OF WORK ACCIDENTS

IN DISTRICT OF SOUTH LAMPUNG By

AYU KUMALA SARI

Each worker basically get legal protection from workplace accidents, as stipulated in Law No. 3 of 1992 on Social Security of Labor. The problems of this study are: (1) How is the legal protection of workers and the Filling Station LPG Bulk Transport (SPPBE) of workplace accidents? (2) What factors that become an obstacle in the implementation of the legal protection of workers SPPBE of occupational accidents in South Lampung regency?

This study uses normative and empirical approach. The collection of data with field studies and literature. Data processing includes the selection, classification and compilation of data. The data were analyzed qualitatively juridical.

The results showed: (1) The legal protection of workers SPPBE of occupational accidents in South Lampung regency stipulated in the Company standardized by the Decree of the Head of Social Department of Labor and Transmigration South Lampung District No. Kep: 020/568 / III.05 / I / 2015, consists of protection from workplace accidents resulting in disability, the workers get compensation for partial disability (anatomical defects) and for all at the same time with the amount paid is equal to the wage x 80 (eighty) months wages. Protection of occupational accidents resulting in death, which derive benefit once 60% x 80 months of salary, compensation periodically during the 2 years is rp. 200.000, - per month and funeral costs Rp. 2,000,000. (2) The factors that become an obstacle in the implementation of the legal protection of workers from occupational accidents are SPPBE Company did not implement occupational health and safety standards, so that workers potentially injured at work and workers do not understand the legal protection of occupational accidents, because in general the These workers have a low educational background and lack of understanding of the legal protection of workers.

Suggestion of this research are: (1) the Department of Labor South Lampung regency is advisable to increase the dissemination to workers SPPBE (2) The Company SPPBE advised to implement security standards and appropriate occupational safety laws and regulations are applicable.

(3)

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEKERJA STASIUN PENGISIAN DAN PENGANGKUTAN BULK ELPIJI DARI KECELAKAAN KERJA DI WILAYAH KABUPATEN LAMPUNG

SELATAN

Oleh Ayu Kumala Sari

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA HUKUM

Pada

Bagian Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum Universitas Lampung

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

(4)
(5)
(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Natar Lampung Selatan pada tanggal 25 Maret 1992, Penulis terlahir dengan nama Ayu Kumala Sari sebagai anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Bapak Mulyono dan Ibu Suryani.

(7)

PERSEMBAHAN

Sujud syukur kepada Allah SWT,

Dengan segala kerendahan hati kupersembahkan karya kecilku ini kepada:

Bapak dan Ibu tersayang, Terimakasih untuk semua kasih sayang do’a dan pengorbanan yang selalu mengiringi setiap langkahku menuju

keberhasilan dan kesuksesan.

Almamater tercinta Universitas Lampung

(8)

MOTO

“Karena sesungguhnya bersama kesulitan itu pasti ada kemudahan. Dan sesungguhnya bersama dengan kesulitan itu ada kemudahan”

(Qs.Al-Insyirah: 5 & 6)

Allahumma yassir wala tu’assir

(9)

SANWACANA

Alhamdulillahirabbil’alamin, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan sekalian alam yang maha kuasa atas bumi, langit dan seluruh isinya, serta hakim yang maha adil di yaumil akhir kelak. Sebab, hanya dengan kehendak-Nya penulis dapat menyelsaikan penulisan skripsi yang berjudul “Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja Stasiun Pengisian Dan

Pengangkutan Bulk Elpiji Dari Kecelakaan Kerja Di Wilayah Kabupaten Lampung Selatan” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Lampung dibawah bimbingan dari dosen pembimbing serta atas bantuan dari berbagai pihak lain. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada baginda Nabi Besar Muhammad SAW beserta seluruh keluarga dan sahabatnya.

Penyelsaian penelitian ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan, dan saran dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Heryandi, S.H., M.S., Dekan Fakultas Hukum Universitas Lampung;

(10)

3. Bapak Satria Prayoga, S.H., M.H., Sekretaris Bagian Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum Universitas Lampung yang telah membantu penulis di dalam menempuh pendidikan sarjana;

4. Ibu Upik Hamidah, S.H., M.H., Dosen Pembimbing I yang telah memberikan banyak waktu, ilmu, pemikiran, dan tenaga kepada penulis, serta memberikan bimbingan dan arahan dengan penuh kesabaran kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi;

5. Bapak Agus Triono, S.H., M.H., Dosen Pembimbing II yang telah bersedia untuk meluangkan waktunya, memberikan perhatian serta mencurahkan segenap pemikirannya untuk membimbing penulis dengan penuh kesabaran dalam menyelesaikan skripsi ini;

6. Bapak Charles Jackson S.H., M.H., Dosen Pembahas I yang telah memberikan kritik, saran, motivasi, dan masukan yang sangat membangun terhadap skripsi ini;

7. Ibu Eka Deviani, S.H., M.H., Dosen Pembahas II yang telah memberikan kritik, saran, motivasi, dan masukan yang sangat membangun terhadap penulisan dalam skripsi ini;

8. Ibu Melly Aida, S.H., M..Hum., Pembimbing Akademik, yang telah memberikan bimbingan, motivasi, serta arahan bagi penulis selama menjadi mahasiswa di Fakultas Hukum Universitas Lampung;

(11)

10. Teristimewa untuk ibu dan bapak yang tiada hentinya memberikan segala dukungan, nasihat dan doa untuk kebahagiaan dan kesuksesanku. Terimakasih atas segalanya semoga kelak dapat membahagiakan, membanggakan, dan selalu bisa membuat kalian tersenyum bahagia;

11. Untuk Adik-adikku Anggita Dwi Paramitha dan Tegar Yudha Wijaya yang telah memberikan semangat dan motivasinya;

12. Orang-orang terbaik yang ada di hidupku, om Agus Riadi, Imam Rosadi, Irvan Saputra, Mardiana terimakasih atas segala doa, dukungan dan semangat yang telah di berikan kepada penulis;

13. Keluarga Besarku, yang telah mendukung dan membantu serta memberikan semangat kepada penulis;

14. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini, terimakasih atas semua bantuan dan dukungannya.

15. Almamaterku tercinta Universitas Lampung

Semoga Allah SWT memberikan balasan atas budi baik yang telah diberikan kepada penulis. Penulis menyadari skripsi ini masih terdapat kekurangan dalam penulisan skripsi ini dan masih jauh dari kesempurnaan, akan tetapi sedikit harapan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi yang membacanya, khususnya bagi penulis dalam mengembangkan dan mengamalkan ilmu pengetahuan.

Bandar Lampung, Mei 2015 Penulis,

(12)

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Permasalahan dan Ruang Lingkup ... 6

1.2.1 Permasalahan ... 6

1.2.2 Ruang Lingkup... 7

1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 7

1.3.1 Tujuan Penelitian ... 7

1.3.2 Kegunaan Penelitian ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1 Konsep Perlindungan Hukum ... 9

2.2 Konsep Buruh/Pekerja ... 13

2.3 Tinjauan Mengenai Pengusaha dan Pemerintah ... 16

2.4 Stasiun Pengisian dan Pengangkutan Bulk Elpiji (SPPBE) ... 21

BAB III METODE PENELITIAN ... 24

3.1 Pendekatan Masalah ... 24

3.2 Sumber dan Jenis Data... 24

3.3 Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data ... 25

3.3.1 Prosedur Pengumpulan Data ... 25

3.3.2 Prosedur Pengolahan Data ... 26

3.4 Analisis Data ... 26

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 27

(13)

4.1.1 Hak Pekerja yang Mengalami Kecelakaan Kerja ... 30

4.1.2 Santunan Terhadap Pekerja dari Kecelakaan Kerja yang Mengakibatkan Meninggal Dunia ... 37

4.1.3 Jaminan Pekerja dalam Hal Memperoleh Kesehatan ... 42

4.2 Faktor-Faktor Penghambat Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja Stasiun Pengisian dan Pengangkutan Bulk Elpiji dari Kecelakaan Kerja di Wilayah Kabupaten Lampung Selatan ... 50

1. Kurangnya Sosialisasi tentang Standar Keselamatan dan Kesehatan Kerja ... 50

2. Pekerja Tidak Memahami Perlindungan Hukum atas Kecelakaan Kerja... 55

BAB V PENUTUP ... 60

5.1 Kesimpulan ... 60

5.2 Saran ... 61

(14)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyediaan lapangan pekerjaan pada dasarnya merupakan kewajiban pemerintah sebagaimana diamanatkan Pasal 27 Ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945, bahwa setiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan kehidupan yang layak. Atas dasar tersebut pemerintah mengeluarkan berbagai aturan dan kebijaksanaan untuk memberikan perlindungan dan kesempatan kepada warga negaranya.

Proses produksi yang makin maju dan berkembang pada satu sisi menuntut perusahaan untuk memberdayakan pekerja sebagai sumber daya manusia yang dimilikinya dalam rangka meningkatkan produktivitas perusahaan. Sementara itu pada sisi lain pemerintah dituntut untuk memberikan perlindungan terhadap tenaga kerja yang ada dalam suatu perusahaan. Dalam rangka memberikan perlindungan pada pekerja, pemerintah memberlakukan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yang mengatur berbagai hal terkait ketenagakerjaan yang dikenal dengan istilah perburuhan.

Hukum perburuhan mengenal adanya pancakrida hukum perburuhan yang merupakan perjuangan yang harus di capai yakni:

(15)

2

3. Pembebasan buruh atau pekerja Indonesia dari poenale sanksi

4. Pembebasan buruh atau pekerja Indonesia dari ketakutan kehilangan pekerjaan 5. Memberikan posisi yang seimbang antara buruh atau pekerja dan pengusaha1

Pemerintah sebagai penyelenggara negara mempunyai kewajiban untuk memberikan perlindungan kepada tenaga kerja. Hal ini direalisasikan pemerintah dengan diberlakukannya berbagai peraturan perundang-undangan seperti Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga kerja (yang selanjutnya disingkat Jamsostek), dan Peraturan Menteri Tenaga Kerja No: Per.05/Men/1996 mengenai Sistem Manajemen Keamanan dan Keselamatan Kerja (yang selanjutnya disingkat K3).

Selain itu pemerintah secara yuridis telah memberlakukan peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan, namun pada kenyataannya masih terjadi praktik eksploitasi terhadap pekerja, seperti bekerja dengan di bawah upah standar, pemutusan hubungan kerja (yang selanjutnya disingkat PHK) secara sepihak, tidak dipenuhinya hak-hak para pekerja oleh perusahaan, dan kurang optimalnya perlindungan atas kecelakaan kerja yang dapat terjadi kapan saja menimpa para pekerja. Secara ideal perusahaan wajib memperlakukan para pekerja secara adil dan proporsional sesuai asas keseimbangan kepentingan. Dalam posisi ini pekerja sebagai mitra usaha, bukan merupakan ancaman bagi keberadaan perusahaan. Hukum sebagai pedoman berperilaku harus mencerminkan aspek keseimbangan antara kepentingan individu, masyarakat,

1

(16)

3

serta negara. Selain itu untuk mendorong terciptanya ketertiban, kepastian hukum, kesamaan kedudukan dalam hukum dan keadilan.2

Berdasarkan analisis situasi menunjukkan bahwa diperlukan suatu mekanisme perlindungan hukum yang jelas terhadap para pekerja dalam rangka menciptakan kepastian hukum, kesamaan kedudukan dalam hukum dan keadilan. Perlindungan tenaga kerja harus mampu memenuhi hak-hak dan perlindungan yang mendasar bagi tenaga kerja dan pekerja pada saat yang bersamaan dapat mewujudkan kondisi yang kondusif bagi pengembangan dunia usaha. Perlindungan tenaga kerja mempunyai banyak dimensi dan keterkaitan. Keterkaitan itu tidak hanya dengan kepentingan tenaga kerja selama, sebelum dan sesudah masa kerja tetapi juga keterkaitan dengan kepentingan pengusaha, pemerintah, dan masyarakat. Untuk itu, diperlukan pengaturan yang menyeluruh, antara lain mencakup pengembangan sumber daya manusia, peningkatan produktivitas tenaga kerja dalam mewujudkan perlindungan kerja terhadap para pekerja dari kecelakaan kerja.

Banyak hal yang di jadikan sebagai parameter penilaian terhadap keberhasilan suatu pekerjaan. Pekerjaan di nilai berhasil apabila keamanan dan keselamatan semua sumber daya yang ada terjamin, dapat di selesaikan tepat waktu atau bahkan bisa lebih cepat dari waktu yang di tentukan, memberikan keuntungan bagi perusahaan, memberikan kepuasan kepada semua pihak (pimpinan, karyawan, pemberi kerja).

2

(17)

4

Keamanan dan keselamatan kerja menjadi hal sangat penting, karena dengan terwujudnya keamanan dan keselamatan kerja berarti dapat menekan biaya operasional pekerjaan. Apabila dalam melaksanakan pekerjaan terjadi kecelakaan, maka akan bertambah biaya pengeluaran, yang pada akhirnya menggurangi keuntungan perusahaan. kondisi demikian apabila tidak diantisipasi dapat mengganggu jalannya perusahaan, lebih-lebih pekerja dengan telah bergabung dalam suatu wadah organisasi serikat pekerja yang memang keberadaannya diatur di dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja. wadah ini merupakan kekuatan yang dapat menimbulkan keberanian untuk menentang kebijakan pengusaha yang melanggar peraturan yang berlaku3.

Penyempurnaan terhadap sistem pengawasan ketenagakerjaan harus terus dilakukan agar peraturan perundang-undangan dapat diperlakukan secara efektif untuk melindungi para pekerja dari kecelakaan kerja, dengan demikian instansi atau departemen ketenagakerjaan mengawasi para pekerja sehingga peraturan undangan dapat di tegakkan. Penerapan peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan juga di maksudkan untuk menjaga keseimbangan hubungan antara hak dan kewajiban bagi pekerja atau buruh sehingga kelangsungan usaha pekerja dalam rangka meningkatkan produktivitas kerja dan kesejahteraan kerja dapat terjamin. Sehingga terciptanya perlindungan demi mensejahterakan keserasian tenaga kerja yang tercantum dalam undang-undang Dasar 1945, dimana perusahaan dan pekerja saling menghormati dan saling mengerti terhadap peran serta dari seluruh hak masing-masing para pekerja untuk menghindari dari kecelakaan kerja.

3

(18)

5

Salah satu perusahaan yang mempekerjakan tenaga kerja secara fisik adalah Stasiun Pengisian dan Pengangkutan Bulk Elpiji (yang selanjutnya disingkat SPPBE), yaitu perusahaan milik swasta yang melakukan pengangkutan LPG dalam bentuk curah dari filling plant PT. Pertamina dan melakukan pengisian tabung-tabung LPG untuk para agen PT. Pertamina yang menjual LPG.4

Stasiun Pengisian dan Pengangkutan Bulk Elpiji (SPPBE) di Kabupaten Lampung Selatan berjumlah yaitu 3 SPPBE, yaitu PT Citra Permata di Kecamatan Tanjungan, PT Harapan Pancasukma dan PT Mitra Perkasa Energas di Kecamatan Natar. Operasional SPPBE ini dilaksanakan oleh para pekerja yang perlu mendapatkan perlindungan atas keselamatan kerjanya dari berbagai resiko yang dapat terjadi pada saat melaksanakan aktivitas pengisian dan pengangkutan Bulk Elpiji.

Para pekerja SPPBE ini sangat berpotensi mengalami kecelakaan kerja, karena objek pekerjaan yang beresiko, yaitu bulk elpiji yang rentan terbakar atau menyebabkan keracunan. Kecelakaan kerja pada umumnya terjadi akibat kurang dipenuhinya persyaratan dalam pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja.

Berdasarkan data pada PT Mitra Perkasa Energas di Kecamatan Natar, selama Tahun 2014 terjadi sebanyak 3 kasus kecelakaan kerja pada para pekerja. Pada bulan Maret terjadi keracunan gas (menghisap gas secara berlebihan) pada pekerja dalam proses pengisian gas elpiji. Pada bulan Juni dan Agustus terjadi kecelakaan kerja yaitu pekerja tertimpa tabung gas ukuran 12 KG dalam proses pengangkutan, sehingga mengakibatkan memar pada kaki dan lutut.

4

(19)

6

Salah satu syarat untuk melindungi pekerja Stasiun Pengisian dan Pengangkutan Bulk Elpiji (SPPBE) adalah kualitas para pekerja yang memenuhi syarat peningkatan kualitas para pekerja dalam melakukan pekerjaannya, apabila peningkatan kualitas para pekerja tidak mungkin tercapai tanpa adanya jaminan hidup, sebaliknya jaminan hidup tidak dapat tercapai apabila tidak ada pekerjaan dimana dari hasil pekerjaan itu dapat diperoleh imbalan jasa untuk membiayai dirinya dan keluarganya. Masalahnya tenaga kerja pada saat ini terus berkembang semakin kompleks sehingga diperlukannya perlindungan bagi para pekerja.

Sesuai dengan uraian di atas, penulis tertarik untuk penelitian dan menuangkannya ke dalam skripsi yang berjudul: “Perlindungan hukum terhadap pekerja Stasiun Pengisian dan Pengangkutan Bulk Elpiji dari Kecelakaan Kerja di Wilayah Kabupaten Lampung Selatan”.

1.2 Permasalahan dan Ruang Lingkup 1.2.1 Permasalahan

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut maka permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Bagaimanakah perlindungan hukum terhadap pekerja Stasiun Pengisian dan Pengangkutan Bulk Elpiji dari kecelakaan kerja di Wilayah Kabupaten Lampung Selatan?

(20)

7

1.2.2 Ruang Lingkup

Ruang lingkup ilmu penelitian adalah Hukum Administrasi Negara yang dibatasi pada kajian sebagai berikut:

1. Perlindungan hukum terhadap pekerja Stasiun Pengisian dan Pengangkutan Bulk Elpiji dari kecelakaan kerja di Wilayah Kabupaten Lampung Selatan 2. Faktor-faktor penghambat dalam pelaksanaan perlindungan hukum terhadap

pekerja Stasiun Pengisian dan Pengangkutan Bulk Elpiji dari kecelakaan kerja di Wilayah Kabupaten Lampung Selatan

1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1.3.1 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah maka tujuan dalam penelitian adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap pekerja Stasiun Pengisian dan Pengangkutan Bulk Elpiji dari kecelakaan kerja di Wilayah Kabupaten Lampung Selatan.

2. Untuk mengetahui faktor-faktor penghambat perlindungan hukum terhadap pekerja Stasiun Pengisian dan Pengangkutan Bulk Elpiji dari kecelakaan kerja di Wilayah Kabupaten Lampung Selatan

1.3.2 Kegunaan Penelitian

(21)

8

1. Kegunaan Teoritis Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan mampu memperluas juga mendalam ilmu hukum termasuk di dalamnya hukum administrasi negara yang berkaitan dengan hukum ketenagakerjaan, khususnya perlindungan hukum terhadap pekerja.

2. Kegunaan Praktis

Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan

a. Sebagai bahan bacaan dan bahan kajian lebih lanjut untuk yang membutuhkan informasi mengenai perlindungan hukum terhadap pekerja. b. Sebagai masukan bagi Stasiun Pengisian dan Pengangkutan Bulk Elpiji

dalam meningkatkan upaya perlindungan hukum terhadap pekerja.

(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Perlindungan Hukum

Menurut Fitzgerald sebagaimana dikutip Satjipto Raharjo awal mula dari munculnya teori perlindungan hukum ini bersumber dari teori hukum alam atau aliran hukum alam. Aliran ini dipelopori oleh Plato, Aristoteles (murid Plato), dan Zeno (pendiri aliran Stoic). Menurut aliran hukum alam menyebutkan bahwa hukum itu bersumber dari Tuhan yang bersifat universal dan abadi, serta antara hukum dan moral tidak boleh dipisahkan. Para penganut aliran ini memandang bahwa hukum dan moral adalah cerminan dan aturan secara internal dan eksternal dari kehidupan manusia yang diwujudkan melalui hukum dan moral.1

Fitzgerald menjelaskan teori pelindungan hukum Salmond bahwa hukum bertujuan mengintegrasikan dan mengkoordinasikan berbagai kepentingan dalam masyarakat karena dalam suatu lalu lintas kepentingan, perlindungan terhadap kepentingan tertentu hanya dapat dilakukan dengan cara membatasi berbagai kepentingan di lain pihak. Kepentingan hukum adalah mengurusi hak dan kepentingan manusia, sehingga hukum memiliki otoritas tertinggi untuk menentukan kepentingan manusia yang perlu diatur dan dilindungi. Perlindungan hukum harus melihat tahapan yakni perlindungan hukum lahir dari suatu

1

(23)

10

ketentuan hukum dan segala peraturan hukum yang diberikan oleh masyarakat yang pada dasarnya merupakan kesepakatan masyarakat tersebut untuk mengatur hubungan prilaku antara anggota-anggota masyarakat dan antara perseorangan dengan pemerintah yang dianggap mewakili kepentingan masyarakat.2

Menurut Satijipto Raharjo, perlindungan hukum adalah memberikan pengayoman terhadap hak asasi manusia (HAM) yang dirugikan orang lain dan perlindungan itu di berikan kepada masyarakat agar dapat menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh hukum. Hukum dapat difungsikan untuk mewujudkan perlindungan yang sifatnya tidak sekedar adaptif dan fleksibel, melainkan juga prediktif dan antisipatif. Hukum dibutuhkan untuk mereka yang lemah dan belum kuat secara sosial, ekonomi dan politik untuk memperoleh keadilan sosial.3

Menurut pendapat Phillipus M. Hadjon bahwa perlindungan hukum bagi rakyat sebagai tindakan pemerintah yang bersifat preventif dan represif. Perlindungan hukum yang preventif bertujuan untuk mencegah terjadinya sengketa, yang mengarahkan tindakan pemerintah bersikap hati-hati dalam pengambilan keputusan bwedasarkan diskresi, dan perlindungan yang represif bertujuan untuk menyelesaikan terjadinya sengketa, termasuk penangananya di lembaga peradilan4

Sesuai dengan uraian di atas dapat dinyatakan bahwa fungsi hukum adalah melindungi rakyat dari bahaya dan tindakan yang dapat merugikan dan menderitakan hidupnya dari orang lain, masyarakat maupun penguasa. Selain itu

2

Ibid, hlm.54.

3

Ibid, hlm.55.

4

(24)

11

berfungsi pula untuk memberikan keadilan serta menjadi sarana untuk mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat.

Perlindungan hukum bila dijelaskan harfiah dapat menimbulkan banyak persepsi. Sebelum mengurai perlindungan hukum dalam makna yang sebenarnya dalam ilmu hukum, menarik pula untuk mengurai sedikit mengenai pengertian-pengertian yang dapat timbul dari penggunaan istilah perlindungan hukum, yakni Perlindungan hukum bisa berarti perlindungan yang diberikan terhadap hukum agar tidak ditafsirkan berbeda dan tidak cederai oleh aparat penegak hukum dan juga bisa berarti perlindungan yang diberikan oleh hukum terhadap sesuatu.5

Perlindungan hukum juga dapat menimbulkan pertanyaan yang kemudian meragukan keberadaan hukum. Hukum harus memberikan perlindungan terhadap semua pihak sesuai dengan status hukumnya karena setiap orang memiliki kedudukan yang sama dihadapan hukum. Aparat penegak hukum wajib menegakkan hukum dan dengan berfungsinya aturan hukum, maka secara tidak langsung pula hukum akan memberikan perlindungan pada tiap hubungan hukum atau segala aspek dalam kehidupan masyarakat yang diatur oleh hukum.

Perlindungan hukum dalam hal ini sesuai dengan teori interprestasi hukum sebagaimana dikemukakan oleh Sudikno Mertokusumo, bahwa interpretasi atau penafsiran merupakan salah satu metode penemuan hukum yang memberi penjelasan yang gamblang mengenai teks undang-undang agar ruang lingkup kaidah dapat ditetapkan sehubungan dengan peristiwa tertentu. Penafsiran oleh hakim merupakan penjelasan yang harus menuju kepada pelaksanaan yang dapat

5

(25)

12

diterima oleh masyarakat mengenai peraturan hukum terhadap peristiwa konkrit. Metode interpretasi ini adalah sarana atau alat untuk mengetahui makna Undang-Undang. Pembenarannya terletak pada kegunaan untuk melaksanakan ketentuan yang konkrit dan bukan untuk kepentingan metode itu sendiri.6

Penafsiran sebagai salah satu metode dalam penemuan hukum (rechtsvinding), berangkat dari pemikiran, bahwa pekerjaan kehakiman memiliki karakter logikal. Interpretasi atau penafsiran oleh hakim merupakan penjelasan yang harus menuju kepada pelaksanaan yang dapat diterima oleh masyarakat mengenai peraturan hukum terhadap peristiwa yang konkrit. Metode interpretasi ini adalah sarana atau alat untuk mengetahui makna undang-undang.7

Perlindungan hukum dalam konteks Hukum Administrasi Negara merupakan gambaran dari bekerjanya fungsi hukum untuk mewujudkan tujuan-tujuan hukum, yakni keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum. Perlindungan hukum adalah suatu perlindungan yang diberikan kepada subyek hukum sesuai dengan aturan hukum, baik itu yang bersifat preventif (pencegahan) maupun dalam bentuk yang bersifat represif (pemaksaan), baik yang secara tertulis maupun tidak tertulis dalam rangka menegakkan peraturan hukum.

Perlindungan hukum bagi rakyat meliputi dua hal, yakni:

a. Perlindungan hukum preventif, yakni bentuk perlindungan hukum di mana kepada rakyat diberi kesempatan untuk mengajukan keberatan atau pendapat sebelum suatu keputusan pemerintah mendapat bentuk yang definitif,

6

Ibid. hlm.39

7

(26)

13

b. Perlindungan hukum represif, yakni bentuk perlindungan hukum di mana lebih ditujukan dalam penyelesian sengketa.8

Perlindungan hukum yang diberikan bagi rakyat Indonesia merupakan implementasi atas prinsip pengakuan dan perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia yang bersumber pada Pancasila dan prinsip Negara Hukum yang berdasarkan Pancasila. Setiap orang berhak mendapatkan perlindungan dari hukum. Hampir seluruh hubungan hukum harus mendapat perlindungan dari hukum. Oleh karena itu terdapat banyak macam perlindungan hukum.

2.2 Konsep Buruh/Pekerja

Istilah buruh sangat populer dalam dunia perburuhan atau ketenagakerjaan, selain istilah ini sudah di pergunakan sejak lama bahkan mulai dari zaman penjajahan Belanda juga karena peraturan perundang-undangan yang lama (sebelum Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan) menggunakan istilah buruh. Pada zaman penjajahan Belanda yang di maksudkan dengan buruh adalah pekerja kasar seperti kuli, tukang, mandor yang melakukan pekerjaan kasar, orang-orang ini di sebutnya sebagai “Blue Collar”. Orang yang melakukan pekerjaan di kantor pemerintah maupun swasta disebut sebagai “Karyawan atau Pegawai” (White Collar). Pembedaan yang membawa konsekuensi pada perbedaan perlakuan dan hak-hak tersebut oleh pemerintah Belanda tidak terlepas dari upaya untuk memecah belah orang-orang pribumi.9

8

Ibid, hlm. 41.

9

(27)

14

Setelah merdeka kita tidak lagi mengenal perbedaan antara buruh halus dan buruh kasar tersebut, semua orang yang bekerja di sektor swasta baik pada orang maupun badan hukum disebut buruh. Hal ini disebutkan dalam Pasal 1 Ayat (1a). Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1957 tentang penyelesaian perselisihan perburuhan yakni Buruh adalah “barang siapa yang bekerja pada majikan dengan menerima upah”

Perkembangan hukum perburuhan di Indonesia, istilah buruh diupayakan untuk diganti dengan istilah pekerjaan, sebagaimana telah diusulkan oleh pemerintah (Depnaker) pada waktu kongres FBSI II Tahun 1985. Alasan pemerintah karena istilah buruh kurang sesuai dengan kepribadian bangsa, buruh lebih cenderung menunjuk pada golongan yang selalu ditekan dan berada di bawah pihak lain yakni majikan. Berangkat dari sejarah penyebutan istilah buruh seperti tersebut di atas, istilah buruh kurang sesuai dengan perkembangan sekarang, buruh sekarang ini tidak sama lagi dengan buruh masa lalu yang hanya bekerja pada sektor nonformal seperti kuli, tukang dan sejenisnya, tetapi juga sektor formal seperti Bank, Hotel dan lain-lain, karena itu lebih tepat juka menyebutkannya dengan istilah pekerja.

(28)

15

sebagai salah satu lapangan nafkah bagi tenaga kerja tidak terdidik. Sektor informal tersebut dianggap sebagai katup pengaman bagi pengangguran.10

Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan memberikan pengertian pekerja atau buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk apapun. Pengertian ini agak umum namun maknanya lebih luas karena dapat mencakup semua orang yang bekerja pada siapa saja baik perorangan, persekutuan, badan hukum atau badan lainnya dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk apa pun. Untuk kepentingan satuan jaminan kecelakaan kerja dalam perlindungan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992, pengertian “pekerja” diperluas yakni termasuk:

1. Magang dan murid yang bekerja pada perusahaan baik yang menerima upah maupun tidak.

2. Mereka yang memborong pekerjaan kecuali jika yang memborong adalah perusahaan.

3. Narapidana yang dipekerjakan di perusahaan.

Angkatan kerja (labour force) adalah bagian dari jumlah penduduk yang mempunyai pekerjaan atau yang sedang mencari kesempatan untuk melakukan pekerjaan yang produktif dan bisa juga disebut sumber daya manusia. Banyak sedikitnya jumlah angkatan kerja tergantung komposisi jumlah penduduknya. Kenaikan jumlah penduduk terutama yang termasuk golongan usia kerja akan menghasilkan angkatan kerja yang banyak pula. Angkatan kerja yang banyak tersebut diharapkan akan mampu memacu meningkatkan kegiatan ekonomi yang

10

(29)

16

pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pada kenyataannya, jumlah penduduk yang banyak tidak selalu memberikan dampak yang positif terhadap kesejahteraan.11

Kesempatan kerja merupakan hubungan antara angkatan kerja dengan kemampuan penyerapan tenaga kerja. Pertambahan angkatan kerja harus diimbangi dengan investasi yang dapat menciptakan kesempatan kerja. Dengan demikian, dapat menyerap pertambahan angkatan kerja. Dalam ilmu ekonomi, kesempatan kerja berarti peluang atau keadaan yang menunjukkan tersedianya lapangan pekerjaan sehingga semua orang yang bersedia dan sanggup bekerja dalam proses produksi dapat memperoleh pekerjaan sesuai dengan keahlian, keterampilan dan bakatnya masing-masing.

2.3 Tinjauan Mengenai Pengusaha dan Pemerintah

Sebagaimana halnya dengan buruh, istilah majikan ini juga sangat populer karena perundang-undangan sebelum Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 menggunakan istilah majikan. Dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1957 tentang penyelesaian perselisihan perburuhan disebut bahwa majikan adalah “orang atau badan hukum yang memperkerjakan buruh”. Sama halnya dengan istilah buruh, istilah majikan juga kurang sesuai dengan konsep hubungan industri pancasila karena istilah majikan berkonotasi sebagai pihak yang selalu berada di atas sebagai lawan atau kelompok penekan dari buruh, padahal antara buruh dan

11

(30)

17

majikan secara yuridis merupakan mitra kerja yang mempunyai kedudukan yang sama12.

Sehubungan dengan hal tersebut, perundang-undangan yang lahir kemudian seperti Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jamsostek, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1997 tentang ketenagakerjaan menggunakan istilah pengusaha dalam Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003.

Campur tangan pemerintah (Penguasa) dalam hukum perburuhan atau ketenagakerjaan dimaksudkan untuk terciptanya hubungan perburuhan atau ketenagakerjaan yang adil, karena jika hubungan antara pekerja dan pengusaha yang sangat berbeda secara sosial-ekonomi diserahkan sepenuhnya kepada para pihak, maka tujuan untuk menciptakan keadilan dalam hubungan perburuhan atau ketenagakerjaan akan sulit tercapai, karena pihak yang kuat akan selalu ingin menguasai yang lemah. Atas dasar itulah pemerintah turut campur tangan melalui peraturan perundang-undangan untuk memberikan jaminan kapasitas hak dan kewajiban para pihak.

Sebagai institusi yang bertanggung jawab terhadap masalah ketenagakerjaan Departemen Tenaga Kerja juga di lengkapi dengan berbagai lembaga yang secara teknis membidangi hal-hal khusus antara lain:

1. Balai Latihan Kerja; menyiapkan atau memberikan bekal kepada tenaga kerja melalui latihan kerja;

12

(31)

18

2. Balai Pelayanan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia (BP2TKI); sebagai lembaga yang menangani masalah penempatan tenaga kerja untuk bekerja baik di sektor formal maupun informal di dalam maupun di luar negeri;

Secara normatif pengawasan perburuhan diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1984 jo. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1951 tentang pengawasan perburuhan dalam undang-undang ini pengawasan perburuhan yang merupakan penyidik pegawai negri sipil memiliki wewenang:

a. Mengawasi berlakunya undang-undang dan peraturan-peraturan perburuhan pada khususnya;

b. Mengumpulkan bahan-bahan keterangan tentang soal-soal hubungan kerja dan keadaan perburuhan dalam arti yang seluas-luasnya guna membuat undang-undang dan peraturan perburuhan lainnya;

c. Menjalankan pekerjaan lainnya yang di serahkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pelaksanaan hak-hak normatif pekerja di Indonesia saat ini yang masih jauh dari harapan atau dengan kata lain terjadi kesenjangan yang jauh antara ketentuan normatif (law in books) dengan kenyataan di lapangan (law in society/action) salah satu penyebabnya adalah belum optimalnya pengawasan perburuhan atau ketenagakerjaan, hal ini di sebabkan karena keterbatasan baik secara kuantitas maupun kualitas dari aparat pengawasan perburuhan atau ketenagakerjaan13.

Secara kualitas aparat pengawasan perburuhan sangat terbatas jika di bandingkan dengan jumlah perusahaan yang harus di awasi, belum lagi pegawai pengawas

13

(32)

19

tersebut harus melaksanakan tugas-tugas administratif yang di bebankan kepadanya. Demikian juga kualitas dalam melaksanakan tugas sebagai penyidik yang masih terbatas.

Pemerintah adalah lembaga yang memiliki kekuasaan untuk memerintah. Pemerintah ini memiliki power yang lebih dari yang diperintah. Jadi dengan kata lain pemerintah memiliki fungsi untuk memerintah mayoritas atau orang banyak. Pemerintah memiliki dua macam fungsi, yaitu:

1. Fungsi Primer

Fungsi Primer adalah fungsi yang terus menerus berjalan dan berhubungan positif dengan kondisi yang diperintah (masyarakat). Artinya, fungsi ini tidak akan berkurang dengan situasi dan kondisi dari masyarakat, baik dari segi ekonomi, politik, social dan budaya. Semakin meningkat kondisi yang diperintah maka fungsi ini akan lebih meningkat lagi. Jadi, fungsi ini tidak terpengaruh oleh apa pun. Pemerintah akan tetap konsisten dalam menjalankan fungsinya. Yang termasuk fungsi ini adalah sebagai berikut: a. Fungsi Pelayanan(Serving)

(33)

20

b. Fungsi Pengaturan(Reguling)

Fungsi pengaturan dikatakan sebagai fungsi primer, karena pemerintah diberikan kekuasaan yang lebih (powerful) oleh yang diperintah

(powerless). Ini merupakan modal pemerintah untuk bisa mengatur

masyarakat yang memiliki kuantitas jauh lebih besar. Pengaturan ini bisa berupa Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Perda, atau pun sejenisnya. Pemerintah mengatur dengan tujuan untuk bisa menjaga keamanan masyarakat yang kondusif.

2. Fungsi Sekunder

Fungsi sekunder adalah fungsi yang berhubungan negatif dengan situasi dan kondisi di masyarakat. Artinya adalah semakin tinggi taraf hidup yang diperintah, maka semakin kuat bargaining position. Sedangkan apabila semakin integrative masyarakat, maka fungsi sekundernya akan berkurang. Yang termasuk dalam fungsi sekunder adalah:

a. Fungsi Pembangunan(development)

Fungsi ini dikategorikan sekunder karena dilakukan apabila situasi dan kondisi masyarakat lemah. Pembangunan akan berkurang apabila keadaan masyarakat membaik, artinya masyarakat sejahtera. Jadi, fungsi pembangunan akan lebih dilakukan oleh pemerintah atau Negara berkembang dan terbelakang, sedangkan Negara maju akan melaksanakan fungsi ini seperlunya.

b. Fungsi Pemberdayaan(Empowerment)

(34)

21

Contohnya masyarakat tertindas, kemiskinan, kurang pendidikan dan sebagainya. Pemerintah harus mampu mebawa masyarakat keluar dari zona ini dengan melakuan pemberdayaan. Pemeberdayaan dimaksud untuk bisa mengeluarkan kemampuan yang dimiliki oleh masyarakat sehingga pemerintah tidak terbebani. Pemeberdayaan dilakukan demi meningkatkan kualitas SDM atau masyarakat. Semakin masyarakat diperdayakan maka ketergantungan terhadap pemerintah akan makin berkurang. Jadi, pemerintah tidak memiliki suatu pekerjaan yang berat untuk mencapai visi dan misi organisasi.

2.4 Stasiun Pengisian dan Pengangkutan Bulk Elpiji (SPPBE)

Stasiun Pengisian dan Pengangkutan Bulk Elpiji (SPPBE), yaitu perusahaan milik swasta yang melakukan pengangkutan LPG dalam bentuk curah dari filling plant PT. Pertamina dan melakukan pengisian tabung-tabung LPG untuk para agen PT. Pertamina yang menjual LPG.14

Kewajiban Stasiun Pengisian dan Pengangkutan Bulk Elpiji dimulai pada saat berlakunya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1997 tentang keselamatan kerja pada permurnian dan penggelolaan Minyak dan Gas Bumi. SPPBE (Stasiun Pengisian dan Pengangkutan Bulk Elpiji) adalah komitmen perusahaan atau dunia bisnis untuk berkontribusi dalam pengembangan ekonomi yang berkelanjutan dengan memperhatikan tanggung jawab sosial perusahaan dan menitikberatkan pada keseimbangan abtara perhatian terhadap aspek ekonomis,sosial dan lingkungan.

14

(35)

22

SPPBE berakar dari etika dan prinsip-prinsip yang berlaku di perusahaan dan di masyarakat. Etika yang dianut merupakan bagian dari budaya dan etika yang dianut masyarakat merupakan bagian dari budaya masyarakat. Prinsip atau azas yang berlaku di masyarakat juga termasuk berbagai peraturan dan regulasi pemerintah sebagai bagian dari sistem kenegaraan. Suatu perusahaan seharusnya tidak hanya mengeruk keuntungan sebanyak mungkin, tetapi juga mempunyai etika dalam bertindak dalam menggunakan sumber daya manusia dan lingkungan guna turut mewujudkan pembangunan berkelanjutan bagi pekerja SPPBE dan masyarakat sekitar SPPBE.

Beberapa pengaturan mengenai hak pekerja yang menjadi kewajiban suatu perusahaan adalah sebagai berikut:

a. Setiap pekerja/ buruh berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan (Pasal 88 Ayat 1 Undang-Undang No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan).

b. Tuntutan upah pekerja/ buruh dan segala pembayaran yang timbul dari hubungan kerja menjadi kadaluwarsa setelah melampaui jangka waktu 2 (dua) Tahun sejak timbul hak (Pasal 96 Pasal 88 Ayat 1 Undang-Undang No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan).

c. Menerima tunjangan bila sakit (93 Ayat 3 Pasal 88 Ayat 1 Undang-Undang No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan).

(36)

23

e. Hak mendapatkan Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan kematian, Jaminan Hari Tua dan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (Pasal 106 Undang-Undang No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan).

f. Menerima hak jaminan tenaga kerja (Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 Pasal 4 Ayat 1).

(37)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Pendekatan Masalah

Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif dan pendekatan yuridis empiris.

a. Pendekatan yuridis normatif adalah pendekatan melalui studi kepustakaan

(library research) dengan cara membaca, mengutip dan menganalisis

teori-teori hukum dan peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan permasalahan dalam penelitian.

b. Pendekatan yuridis empiris adalah upaya untuk memperoleh kejelasan dan pemahaman dari permasalahan berdasarkan realitas yang ada berdasarkan hasil wawancara di lokasi penelitian1

3.2 Sumber Data

Sumber data yang dipergunakan dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh dari studi lapangan, yaitu hasil wawancara dengan responden, sedangkan data sekunder terdiri dari:

1. Bahan Hukum Primer, terdiri dari:

(a) Undang-Undang Dasar 1945 Amandemen Keempat

1

(38)

25

(b) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan Pokok Mengenai Tenaga Kerja

(c) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja

(d) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja

(e) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

(f) Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 1979 tentang Keselamatan Kerja Pada Permurnian dan Penggelolaan Minyak dan Gas Bumi

2. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder dalam penelitian bersumber dari bahan-bahan hukum yang dapat membantu pemahaman dalam menganalisa serta memahami permasalahan, berbagai buku hukum, arsip dan dokumen, brosur, makalah dan sumber internet.

3.3 Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data

3.3.1 Prosedur Pengumpulan Data

Prosedur pengumpulan data dilakukan dengan:

1) Studi pustaka (library research), adalah pengumpulan data dengan melakukan serangkaian kegiatan membaca, menelaah dan mengutip dari bahan kepustakaan serta melakukan pengkajian terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pokok bahasan

(39)

26

yang telah dipersiapkan sebelumnya. Wawancara dilakukan terhadap para responden sebagai berikut:

a) Bapak Sugiarto selaku Pengawas Ketenagakerjaan pada Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Lampung Selatan

b) Bapak Salim Purba selaku Pelaksana Operasional SPPBE PT. Harapan Pancasukma Natar Lampung Selatan

3.3.2 Prosedur Pengolahan Data

Setelah data terkumpul maka tahap selanjutnya dilakukan pengolahan data, dengan prosedur sebagai berikut:

1. Seleksi Data. Data yang terkumpul kemudian diperiksa untuk mengetahui kelengkapan data selanjutnya data dipilih sesuai permasalahan yang diteliti. 2. Klasifikasi Data. Penempatan data menurut kelompok-kelompok yang telah

ditetapkan dalam rangka memperoleh data yang benar-benar diperlukan dan akurat untuk kepentingan penelitian.

3. Penyusunan Data. Penempatan data yang saling berhubungan dan merupakan satu kesatuan yang bulat dan terpadu pada subpokok bahasan sesuai sistematika yang ditetapkan untuk mempermudah interpretasi data

3.4 Analisis Data

(40)

BAB V P E N U T U P

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Perlindungan hukum terhadap pekerja Stasiun Pengisian dan Pengangkutan Bulk Elpiji dari kecelakaan kerja di Wilayah Kabupaten Lampung Selatan diatur Peraturan Perusahaan yang dibakukan oleh Surat Keputusan Kepala Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Lampung Selatan Nomor Kep: 020/568/III.05/I/2015, terdiri dari perlindungan dari kecelakaan kerja yang mengakibatkan kecacatan, yaitu pekerja mendapatkan santunan cacat sebagian (cacat anatomis) untuk selamanya dibayar sekaligus dengan besarnya adalah sebesar upah x 80 (delapan puluh) bulan upah. Perlindungan dari kecelakaan kerja yang mengakibatkan meninggal dunia, yaitu memperoleh santunan sekaligus 60% x 80 bulan upah, santunan berkala selama 2 tahun adalah rp. 200.000,- per bulan dan biaya pemakaman rp. 2.000.000. Selain itu perlindungan pekerja dalam hal memperoleh jaminan kesehatan, yaitu pekerja berhak menjalani pemeriksaan, pengobatan, dan/atau perawatan atas kesehatannya.

(41)

61

kecelakaan kerja di Wilayah Kabupaten Lampung Selatan adalah Perusahaan tidak menerapkan standar keselamatan dan kesehatan kerja, sehingga tenaga kerja berpotensi mengalami kecelakaan kerja atau penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan dan lingkungan kerja dan pekerja tidak memahami perlindungan hukum atas kecelakaan kerja, karena pada umumnya para pekerja ini memiliki latar belakang pendidikan yang rendah dan kurang memahami adanya perlindungan hukum terhadap pekerja.

5.2 Saran

Saran yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Sebaiknya Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Lampung Selatan meningkatkan sosialisasi kepada para pekerja Stasiun Pengisian dan Pengangkutan Bulk Elpiji sehingga para pekerja memiliki pengetahuan dan pemahaman mengenai hak-hak mereka jika terjadi kecelakaan kerja dan tahu ke mana harus mencari perlindungan hukum atas kecelakaan kerja tersebut

(42)

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Asyhadie, Zaeni.Hukum Kerja, Rajawali Press, Jakarta, 2007.

Dadang Budiaji dkk,Modul Diklat Konsultan Hukum Perusahaan, Yayasan Cipta Bangsa, Bandung, 2007.

Hadjon, Phillipus M. Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, Bina Ilmu, Surabaya, 1987.

Harahap, E. St.Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 2007. Husni, Lalu.Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Jakarta, 2012. Imam Soepomo,Pengantar Hukum Perburuhan,Djambatan, Jakarta, 1995.

Lalu Husni, Penyelesaian Perselisian Hubungan Industrial Melalui Pengadilan

dan Di Luar Pengadilan, Penerbit PT. Raja Grafindo Parsada, Jakarta,

2004.

_________,Hukum Ketenagakerjaan Indonesia,PT Raja Gravibdo Persada, Jakarta, 2007.

Manulang, Sendjun. H. Pokok-Pokok Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta, 2001.

Mertokusumo, Sudikno.Penemuan Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2009.

Raharjo, Satjipto.Ilmu Hukum,Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000.

Soebagjo, Felix O. dan Erman Radjagukguk. Hukum Perburuhan, TURC Press, Jakarta, 2006.

(43)

Tobing, Elwin.Menelaah Fenomena Pengangguran,Yayasan Obor, Jakarta, 2007.

Wijayanti, Asri.Ketenagakerjaan Pasca Reformasi, Jakarta, 2012.

Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Dasar 1945 Amandemen Keempat.

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan Pokok Mengenai Tenaga Kerja.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 1979 tentang Keselamatan Kerja Pada Permurnian dan Penggelolaan Minyak dan Gas Bumi.

Sumber Lain

http://spbu.pertamina.com/sppbe.aspx. Diakses Rabu 21 Januari 2015.

Referensi

Dokumen terkait