• Tidak ada hasil yang ditemukan

ISOLASI DAN MODIFIKASI SENYAWA ARTONIN-E DARI Artocarpus rigida MENGGUNAKAN AlCl3 (ISOLATION AND MODIFICATION OF ARTONIN-E COMPOUND FROM Artocarpus rigida USING AlCl3)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ISOLASI DAN MODIFIKASI SENYAWA ARTONIN-E DARI Artocarpus rigida MENGGUNAKAN AlCl3 (ISOLATION AND MODIFICATION OF ARTONIN-E COMPOUND FROM Artocarpus rigida USING AlCl3)"

Copied!
50
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

ABSTRAK

ISOLASI DAN MODIFIKASI SENYAWA ARTONIN-E DARI Artocarpus rigida MENGGUNAKAN AlCl3

Oleh

Mychell Dendiko Pratangga

(3)

ISOLATION AND MODIFICATION OF ARTONIN-E COMPOUND FROM Artocarpus rigida USING AlCl3

By

Mychell Dendiko Pratangga

Artocarpus rigida is one of the Artocarpus species of Moraceae family, also known as kenangkan. This plant is known as a major source of flavonoid compound derivatives, and also has biological activities as antibacterial, anticancer, and other. This research aimed to isolate and modificate the artonin-E compound contained in the stem bark of A. rigida plant obtained from Keputran village, Pringsewu, Sukoharjo district. Stages of the research was conducted on the sample preparation and then the extraction, isolation, purification, and modification of compounds using AlCl3, whereas analysis of the molecular structure of the compound is determined based on the data of physics and spectroscopy (UV and IR). The result of the research show that a flavonoid compound, artonin-E, have been isolated and identified from the stem bark of Kenangkan plant (A. rigida). Next, the artonin-E compound is modified using AlCl3, forms an AlCl3-artonin-E complex with analysis of the absorption peak at

1369 cm-1 area shows the Al group that make up the complex with hydroxyl group at the C5 position and the carbonyl group (C=O) of artonin-E, at wavelength 841 cm-1 is the absorption of the Al-OH bond. The formation of complex also shown from the UV spectrum that showed maximum absorption at maks 278 nm and 405

nm.

(4)
(5)
(6)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan Penelitian ... 4

C. Manfaat Penelitian ... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 5

A. Moraceae ... 5

B. Artocarpus ... 6

1. Kenangkan (Artocarpus rigida) ... 7

2. Senyawa Flavonoid ... 9

2.1.Klasifikasi Flavonoid ... 9

2.2.Biosintesis Flavonoid ... 11

2.3.Flavonoid pada Artocarpus rigida ... 13

3. Manfaat Flavonoid ... 13

C. Ekstraksi dan Isolasi Flavonoid ... 14

(7)

1. 1 Kromatografi Lapis Tipis (KLT) ... 16

1. 2. Kromatografi Cair Vakum (KCV) ... 17

1. 3. Kromatografi Kolom (KK) ... 18

1. 4. Kromatografi Flash ... 19

2. Analisis Kemurnian ... 20

D. Transformasi Senyawa Flavonoid ... 21

1. Modifikasi Gugus Fungsi ... 22

2. Pereaksi AlCl3 ... 23

3. Efek AlCl3 ... 23

E. Identifikasi Senyawa dan Penentuan Struktur ... 25

1. Identifikasi Secara Spektroskopi ... 25

1.1 Spektroskopi Inframerah (IR) ... 26

1.2 Spektroskopi Ultraungu-tampak (UV-VIS) ... 27

(8)

6. Kromatografi Kolom (KK) ... 34

7. Analisis kemurnian... 34

8. Modifikasi gugus fungsi dengan pereaksi AlCl3 ... 35

9. Spektrofotometri Inframerah (IR) ... 36

10.Spektrofotometri Ultraungu-tampak (UV-VIS) ... 36

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 37

A. Isolasi Senyawa Flavonoid ... 37

B. Penentuan Titik Leleh ... 45

C. Analisa Spektrofotometri ... 46

1. Analisis Spektrofotometri Ultraviolet-tampak ... 46

2. Analisis Spektrofotometri Inframerah ... 52

D. Modifikasi Gugus Fungsi ... 54

V. SIMPULAN DAN SARAN ... 62

A. Simpulan ... 62

(9)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia dikenal sebagai negara yang kaya akan keanekaragaman hayati (biodiversity). Hampir semua jenis tumbuhan dapat tumbuh di wilayah negeri ini. Hal itu juga berarti, yang memungkinkan terkandung di dalamnya

keanekaragaman senyawa kimia (chemodiversity). Keragaman jenis tumbuhan menjadi salah satu sumber senyawa organik yang dapat dimanfaatkan dalam kehidupan, tidak hanya digunakan sebagai bahan pangan ataupun untuk dinikmati keindahannya saja, tapi dapat juga bermanfaat dalam bidang kesehatan.

WHO (World Health Organization) pada tahun 1985 memprediksi bahwa sekitar 80% penduduk dunia telah memanfaatkan tumbuhan obat untuk

pemeliharaan kesehatan primernya (Peters and Whitehouse, 2000). Kandungan senyawa kimia yang beragam pada berbagai tumbuhan dijumpai secara tersebar ataupun terpusat pada organ tubuh tumbuhan seperti daun, bunga, buah, biji, akar, rimpang, atau kulit batang (Hornok, 1992).

(10)

Artocarpus adalah salah satu genus penting dari Famili Moraceae. Tumbuhan kelompok ini tersebar luas di daerah tropika dan subtropika. Pemanfaatan tumbuhan Artocarpus sebagai obat tradisional secara konvensional telah banyak dilakukan oleh masyarakat dan mengingat tumbuhan Artocarpus banyak

mengandung senyawa flavonoid yang berpotensi sebagai senyawa obat (Nurachman, 2002), maka perlu dilakukan penelitian terhadap tumbuhan Artocarpus.

A. rigida atau A. rigidus yang dikenal sebagai buah kenangkan sudah pernah diteliti sebelumnya, dan diperoleh beberapa derivat flavonoid seperti artonin E, sikloartobilosanton, dan artobilosanton (Nomura et al., 1990). Di dalamnya juga telah diketahui kandungan derivat flavonoid lain yang telah dimanfaatkan sebagai obat untuk asma-bronkitis dan sebagainya.

Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah kulit batang tumbuhan kenangkan. Pemilihan kulit batang tumbuhan kenangkan (A. rigida) pada

penelitian ini dikarenakan pada kulit batang diperkirakan memiliki senyawa hasil metabolit sekunder yang lebih bervariasi dan lebih kompleks. Hal ini disebabkan karena bagian batang merupakan bagian yang digunakan oleh tumbuhan untuk berinteraksi secara langsung dengan lingkungan dalam memenuhi kelangsungan hidup tanaman.

Jumlah kandungan senyawa metabolit sekunder dalam tumbuhan terdistribusi pada berbagai bagian tumbuhan, dan dalam masing-masing bagian itu

(11)

tumbuhan kenangkan (A. rigida) yang tumbuh di desa Keputran Sukoharjo Kabupaten Pringsewu Lampung.

Pada penelitian terdahulu, dilaporkan satu jenis senyawa flavonoid, yaitu berupa senyawa Artonin-E yang memiliki aktivitas sebagai antikanker, yang berhasil diisolasi dan dikarakterisasi dari tumbuhan A. rigida. Sedangkan pada penelitian kali ini akan digunakan pelarut metanol (MeOH). Karena mempunyai sejumlah gugus hidroksil atau suatu gula, flavonoid merupakan senyawa polar, dan seperti prinsipnya “suatu golongan akan melarutkan golongannya sendiri”, maka umumnya flavonoid larut cukup banyak dalam pelarut polar seperti metanol (Markham, 1988).

(12)

B. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah

1. Mengisolasi senyawa artonin-E dari kulit batang tumbuhan Kenangkan (Artocarpus rigida) yang tumbuh di Desa Keputran Sukoharjo Kabupaten Pringsewu Provinsi Lampung.

2. Modifikasi senyawa artonin-E menjadi komplek artonin-E-AlCl3.

C. Manfaat Penelitian

(13)

II. TINJAUAN PUSTAKA

Secara tradisional kimia bahan alam berhubungan dengan isolasi, penentuan struktur, dan sintesis senyawa-senyawa organik yang berasal dari sumber alam hayati. Namun, isolasi, penentuan struktur, dan sintesis bukanlah akhir kegiatan kimia bahan alam. Dengan berkembangnya tekhnik-tekhnik spektroskopi maka, saat ini, penentuan struktur senyawa-senyawa alam bioaktif merupakan titik awal semata. Penjelasan tentang interaksi antar molekul, substrat yang kecil, dengan reseptor biopolimer pada tingkat molekuler adalah langkah-langkah

berikutnya.Contoh mengenai perkembangan kimia bahan alam akan dikemukakan, termasuk penelitian ini yang berhubungan dengan tumbuhan tropika famili Moreceae yang endemik Indonesia (Achmadet al., 2006).

A. Moraceae

(14)

keras, seringkali terkumpul, merupakan buah majemuk atau buah semu

(Tjitrosoepomo, 1994). Genus utama dari famili Moraceae adalah Artocarpus, berdasarkan studi literatur diketahui bahwa sejumlah spesies Artocarpus telah menghasilkan senyawa fenolik terprenilasi, khususnya flavonoid dengan variasi struktur yang beragam seperti flavonon, flavon, santon, adduct Diels-Alder, calkon, serta stilbena. Gugus prenil pada flvonoid tersebut ada pada posisi C-3 dan cincin B teroksigenasi pada posisi C-4’ atau C-2’, C-4’ dan C-2’, C-4’,C-5’. Selain itu prenilasi juga dapat terjadi pada posisi C-6, C-8, dan C-3’. Pola yang demikian sangat jarang ditemukan pada famili selain Moreceae. Struktur flavonoid pada Artocarpus menghasilkan efek fisiologi yang luas sebagai promotor antitumor, antibakteri, antifungal, antiinflamatori, antikanker dan lain-lain (Hakimet al., 2006).

B. Artocarpus

Tumbuhan Artocarpus merupakan salah satu genus dari tumbuhan famili

Moreceae. Tumbuhan dari genus ini terdiri 50 species dan 40 species diantaranya terdapat di Indonesia. Tumbuhan ini digunakan oleh masyarakat sebagai bahan bangunan (kayu batang), dan bahan makanan (buah) (Hakimet al., 2006).Genus Artocarpus tidak hanya dimanfaatkan buahnya sebagai bahan pangan atupun

batangnya sebagai bahan bangunan, tetapi kulit batang dan daunnya juga

(15)

Artocarpus antara lain cempedak (A. champeden), keluwih (A. altilis), benda (A.

elastica) dan salah satu species tumbuhan dalam genus Artocarpus yang belum

diteliti seluruh bagiannya adalah buah kenangkan (A. rigida )(Hernawan, 2008).

1. Kenangkan(Artocarpus rigida)

Tumbuhan ini merupakan tumbuhan hutan, mempunyai batang yang kokoh, dengan tinggi dapat mencapai 20 m, berkayu keras, kulit kayunya berserat kasar dan menghasilkan getah yang banyak. Daunnya tidak lebar, menjalar dan berbulu kasar. Buahnya yang masih muda berwarna kuning pucat, apabila buah tersebut sudah masak menjadi berwarna lembayung. Buah ini bisa dimakan tetapi memiliki rasa yang masam dan kurang enak.Dalam taksonomi, tumbuhan ini diklasifikasikan sebagai berikut :

Superregnum : Eukaryota

Regnum : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Urticales

Famili : Moraceae

Sub famili : Artocarpeae

Genus : Artocarpus

(16)

Nama lain dari buah ini adalah peusar atupun tempunik (Rukmana, 1997). Saat ini sudah sangat sulit untuk menemukan tumbuhan ini, karena itu tumbuhan ini dapat dikategorikan sebagai tumbuhan langka. Buah ini dikenal di masyarakat dengan nama yang berbeda-beda. Pohon dan buah ini dikenal dengan nama mandalika.Di Sukoharjo Pringsewu buah ini dikenal dengan nama kenangkan karena memiliki ciri-ciri yang sifatnya mirip dengan nangka.

Gambar 1. Batang Utama Tumbuhan Kenangkan ( A. Rigida)

(17)

ortonol B, flavonoid sikloartobilosanton, dan santon artoindoesianin C.

Senyawasanton artoindoesianin C ini mempunyai aktivitas sebagai antiplasmodial terhadap Plasmodium falciparum. Semua senyawa ini menunjukan aktivitas antimikrobakterial terhadap Mycobacterium tuberculosisdari A. rigidayang ada di Indonesia(Namdaunget al., 2006). Dua senyawa baru dari flavon terisoprenilasi yaitu artonin G dan H diisolasi bersama dengan tiga senyawa flavon

terisoprenilasi yang telah diketahui, yaitu artonin E, sikloartobilosanton, dan artobilosanton (Nomuraet al., 1990).

2. Senyawa Flavonoid

Flavonoid adalah sebuah kelas tanamanmetabolit sekunder.Senyawa flavonoid terdapat pada semua bagian tumbuhan termasuk akar, daun, kayu, kulit, tepung sari, bunga, buah, dan biji (Markham, 1988).

2.1.Klasifikasi Flavonoid

Flavonoid mempunyai kerangka dasar karbon yang terdiri dari 15 atom karbon. Atom karbon ini membentuk dua cincin benzena dan satu rantai propana dengan susunan C6-C3-C6 . Susunan ini dapat menghasilkan tiga jenis struktur, yaitu flavonoid (1,3-diaril propana), isoflavonoid (1,2-diaril

(18)

Gambar 2. Tiga jenis flavonoid (Achmad, 1986).

Istilah flavonoid yang diberikan untuk senyawa fenolik ini berasal dari kata flavon, yaitu nama dari salah satu jenis flavonoid yang terbesar jumlahnya dan yang paling umum ditemukan. Flavon mempunyai tingkat oksidasi yang terendah sehingga senyawa ini dianggap sebagai senyawa induk dalam tata nama senyawa-senyawa turunan flavon seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.

Gambar 3. Kerangka dasar flavon (Manitto,1992).

Senyawa flavonoid terdiri dari beberapa jenis, tergantung pada tingkat

(19)

Gambar 4. Tingkat oksidasi senyawa flavonoid (Manitto,1992).

2.2. Biosintesis Flavonoid

(20)

C

Gambar 5. Tahap pertama biosintesis flavonoid (Achmad, 1986).

Dalam berbagai tumbuhan Artocarpus telah ditemukan berbagai senyawa turunan flavonoid, seperti Morusin, Artonin E, Sikloartobilosanton, dan Artonol B. Senyawa-senyawa tersebut memiliki hubungan kekerabatan molekul, seperti pada saran jalur reaksi biogenesis pembentukan senyawa-senyawa flavonoid pada genus Artocarpus, seperti pada Gambar 6.

(21)

2.1. Flavonoid pada Artocarpus rigida

Hasil isolasi dari akar Artocarpus mengandung sembilan prenilasi flavon yaitu sikloartokarpin (1), artokarpin (2), dan khaplashin (3), morusin (4),

kudraflavon B (5), sikloartobilosanton (6), artonin E (7), kudraflavon C (8) dan artobilosanton (9). Struktur senyawa flavonoid yang telah diisolasi dari tanaman Artocarpus dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Senyawa-senyawa flavonoid dalam tumbuhan A. rigida (Hakim, 2010).

3. Manfaat flavonoid

(22)

bunga kuning, merah atau biru dalam pigmentasi kelopak bunga. Senyawa ini juga melindungi tanaman dari serangan mikroba dan serangga.

Flavonoid telah disebut sebagai "respon biologis pengubah alami" karena bukti eksperimental kuat melekat pada kemampuan untuk memodifikasi reaksi tubuh terhadap alergi,virus, karsinogen, serta menunjukkan anti-alergi,anti inflamasi, anti-mikroba dan anti-kanker.Beberapa turunan flavonoid dari isoflavon, misalnya rotenone, merupakan insektisida alam yang kuat (Harborne, 1996).

C.Ekstraksi dan Isolasi Flavonoid

Tumbuhan segar merupakan bahan awal yang ideal untuk menganalisis flavonoid, tetapi pada tumbuhan yang telah lama dikeringkan, ada kecenderungan flavonoid glikosida diubah menjadi aglikon karena pengaruh jamur. Sedangkan aglikon yang peka akan teroksidasi. Aglikon flavonoid adalah polifenol dan karena itu mempunyai sifat kimia senyawa fenolik yaitu bersifat asam. Sifat asam ini disebabkan oleh stabilisasi muatan negatif pada atom oksigen oleh resonansi. Sifat yang agak asam ini menyebabkan flavonoid dapat larut dalam basa, akan tetapi bila dibiarkan dalam larutan basa, banyak yang akan terurai dan teroksidasi. Selanjutnya, tumbuhan yang telah dikeringkan digiling menjadi serbuk halus untuk diekstraksi dengan pelarut (Markham, 1988). Ekstraksidilakukan

(23)

metabolit sekunder yang ada dalam sitoplasma akan terlarut dalam pelarut organik dan ekstrasi senyawa akan sempurna karena dapat diatur lama perendaman yang dilakukan (Lenny, 2006).

Proses ini dilakukan beberapa kali dan ekstrak kemudian disatukan lalu diuapkan dengan menggunakan penguap-putar vakum (Markham, 1988). Setelah dilakukan proses ekstraksi, tahap isolasi selanjutnya adalah analisis senyawa dengan

menggunakan beberapa jenis kromatografi.

1. Pemisahan Senyawa secara Kromatografi

Kromatografi merupakan pemisahan suatu senyawa yang didasarkan atas perbedaan laju perpindahan dari komponen-komponen dalam

(24)

Tabel1. Penggolongan kromatografi berdasarkan fasa diam dan fasa gerak.

Fasa diam Fasa gerak Sistem kromatografi

Padat Cair Cair – adsorpsi

Padat Gas Gas – adsorpsi

Cair Cair Cair – partisi

Cair Gas Gas – partisi

Sumber: Johnson and Stevenson (1991).

1.1 Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Kromatografi Lapis Tipis ialah metode pemisahan fisikokimia. yang terdiri atas bahan berbutir-butir (fase diam), ditempatkanpada penyangga berupa pelat gelas, logam, atau lapisan yang cocok.Campuranyang akan dipisah, berupa larutan, ditotolkan berupa bercak atau pita. Setelahpelat atau lapisan diletakan di dalam bejana tertutup rapat yang berisi larutanpengembang yang cocok (fase gerak), pemisahan terjadi selama perambatankapiler

(pengembangan). Selanjutnya, senyawa yang tidak berwarna harusditampakkan (dideteksi) (Stahl, 1985).

(25)

Kromatografi Lapis Tipis digunakan untuk memisahkan senyawa-senyawa yang sifatnya hidrofob seperti lipida-lipida dan hidrokarbon. Sebagai fase diamdigunakan senyawa yang tak bereaksi seperti silica gel atau

alumina.Silica gelbiasa diberi pengikat yang dimaksudkan untuk memberikan kekuatan pada lapisan dan menambah adesi pada gelas penyokong. Pengikat yang biasa digunakan adalah kalsium sulfat (Sastrohamidjojo, 2002).

Metode sederhana dalam KLT adalah dengan menggunakan nilai Retardation factor (Rf) yang didefinisikan dengan persamaan :

Tetapi pada gugus-gugus yang besar dari senyawa-senyawa yangsusunannya mirip, seringkali harga Rf berdekatan satu sama lainnya (Sastroshamidjojo, 2002).

1.2 Kromatografi Cair Vakum (KCV)

(26)

1995).Berikut ini merupakan urutan eluen pada kromatografi berdasarkan

Sumber: Gritter dkk. (1991).

1.3 Kromatogafi Kolom (KK)

Pada prinsipnya Kromatografi Kolom(KK) digunakan untuk pemisahan campuran beberapa senyawa yang diperoleh dari isolasi tumbuhan. Dengan menggunakan fase padat dan fasa cair maka fraksi-fraksi senyawa akan menghasilkan kemurnian yang cukup tinggi.

(27)

1.4 Kromatografi Flash

Kromatografi Flash merupakan kromatografi yang teratur dengan tekanan rendah (pada umumnya < 20 p.s.i.) digunakan sebagai kekuatan bagi elusi bahan pelarut melalui suatu ruangan atau kolom yang lebih cepat. Ini menghasilkan kualitas yang sedang, tetapi pemisahan berlangsung cepat (10-15 menit).Pemisahan ini tidak sesuai untuk pemisahan suatu campuran yang terdiri dari macam-macam zat, tetapi sangat baik untuk memisahkan sedikit reaktan dari komponen utama dalam sintesa organik.Tergantung dari ukuran kolom, berapa gram sample dapat dilapisi dalam satu waktu (Still et al., 1978). Terdapat suatu pengaturan umum untuk tekanan-tekanan yang lebih kecil dari 20 p.s.i dengan kontrol (pengawasan) manual pada aliran dan terdapat

pengaturan tekanan-takanan yang lebih besar 50 p.s.i dengan suatu ukuran tekanan yang mengikat untuk mengukur aliran.

Keistimewaan dari kolom-kolomnya adalah panjangnya 30 sampai 45 cm, perubahan persediaan dari 250 ml ke 3000 ml dan untuk unit-unit dengan telananyang lebih besar disediakan martel epoksi untuk

(28)

2. Analisis Kemurnian

Analisis kemurnian senyawa hasil isolasidilakukan dengan kromatografi lapis tipis (KLT) danuji titik lebur. KLT dilakukandengan mengelusi larutan sampel yang ditotolkan pada lempeng silica gel 60 F254 denganfase gerak berupa eluen etil asetat-heksan (4 : 6).Bercak yangada diamati dengan sinar tampak, UV254 dan UV366.Kemurnian senyawa ditetapkan secara semikuantitatif dengan

densitometer pada maks =347 nm (Margono dan Zendrato, 2006).Senyawa hasil analisis dikatakan murni apabila memberikan peak tunggal pada KLT dengan berbagai Fase gerak (Setyowati et al., 2007).

Sedangkan titik lebur merupakan ciri penting senyawa organik padat.Titik lebur memiliki arti penting dalam identifikasi dan pengukuran kemurnian.Penggunaan untuk identifikasi didasarkan pada fakta bahwa semua senyawa murni mempunyai titik lebur yang tajam, atau mempunyai titik temperatur yang sangat kecil ketika berubah sempurna dari padat ke cair. Selain itu, penggunaan titik lebur untuk identifikasi juga didasarkan pada fakta bahwa senyawa yang tidak murni

menunjukkan 2 fenomena, pertama yaitu suhu lebur yang lebih rendah, dan kedua memiliki jarak lebur yang lebih lebar. Alat yang digunakan untuk menguji titik lebur suatu senyawa adalah termopan.Untuk identifikasi kualitatif, titik lebur merupakan tetapan fisika yang penting terutama untuk suatu senyawa hasil sintesis, isolasi, maupun kristalisasi (Hadiprabowo, 2009).

(29)

padatan mulai berubah menjadi cairan pada tekanan udara 1 atm. Jika suhu dinaikkan, molekul senyawa akan menyerap energi. Makin tinggi suhu makin banyak energi yang diserap maka akan menaikkan gerakan vibrasi dan rotasi molekul. Jika suhu terus dinaikkan mengakibatkan rusaknya molekul dan berubah dari padatan menjadi cairan.Pada keadaan cairan molekul masih terikat satu dengan yang lainnya tetapi sudah tidak teratur lagi (Hadiprabowo, 2009).

D. Transformasi Senyawa Flavonoid

Sejumlah studi mengenai kompleks organologam, yaitu kompleks yang memiliki paling tidak satu ikatan logam-karbon secara langsung. Kompleks organologam menarik perhatian para ahli karena memiliki berbagai sifat yang sangat penting, antara lain adalah kemampuannya untuk mengkatalis atau mendorong reaksi transformasi bermacam- macam senyawa organik (Purwoko, 2007).

1. Modifikasi Gugus Fungsi

(30)

Gambar 8. Peluang pengembangan Kimia Bahan Alam dari masa ke masa (Achmadet al., 2006).

Salah satu terobosan yang dapat dilakukan dalam perkembangan Kimia BahanAlam adalah pengembangan modifikasi kimianya (Kaban, 2009). Modifikasi Kimia dalam hal ini didefinisikan sebagai reaksi antara beberapa bagian reaktif dari polimer dinding sel lignoselulosa dengan kimia tunggal baik dengan katalis ataupun tanpa katalis untuk membentuk ikatan kovalen antar keduanya. Modifikasi dalam hal ini bertujuan untuk meningkatkan sifat-sifat biologis nya maupun karakterisasi dari senyawa tersebut (Rowellet al., 1993). Modifikasi kimia menjadi sangat penting dengan melibatkan penggunaan suatu agen penghubung (coupling agent).Agen penghubung digunakan karena

(31)

maupun metriks dari senyawa tersebut (Kaban, 2009). Modifikasi kimia dalam kimia bahan alam khususnya pada senyawa organik dapat digunakan agen penghubung berupa pereaksi AlCl3.

2. Pereaksi AlCl3

Aluminium triklorida(AlCl3). Kristal tak bewarna (titik leleh 190 oC (2.5 atm) dan (titik didih. 183 oC) yang tersublimasi bila dipanaskan. AlCl3 melarut dalam etanol dan eter. AlCl3 adalah Asam Lewis dan dapat bereaksi dengan berbagai basa. AlCl3dalam cairan dan gas terdiri atas molekul yang berupa dimer aluminiumtetrakoordinasi dengan jembatan klorin (Gambar 9), dan berstruktur lamelar bila dalam bentuk kristalin. AlCl3 digunakan dalam katalis asam lainnya (Saito, 1996).

Gambar 9. Struktur Aluminium klorida (Saito, 1996).

3. Efek AlCl3

(32)

Gambar 10.Kompleks tahan asam antara Al3+ dan –OH (Prima dan Taufiqurrohmah, 2006).

Gugus OH pada C3 dan C5 pada flavon dan flavonol akanmembentuk kompleks yang stabil dengan adanya AlCl3. Sebaliknya kompleksyang terbentuk antara AlCl3 dengan gugus orto dihidroksi bersifat tidak stabil sehingga dengan penambahan asam akan terdekomposisi. Sedangkan kompleks antara AlCl3 dengan C-4 keto dan 3 atau 5 –OH tetap stabil dengan adanya asam.

Reaksiantara AlCl3 dengan golongan flavonoidmembentuk kompleks antara gugushidroksil dan keton yang bertetanggayang tahan asam atau dengan gugus ortohidroksil yang tidak tahan asam danbertetangga seperti pada Gambar 11(Markham, 1988).

(33)

Adanya gugus ortodihidroksi pada cincin B dapat diketahui jika pada penambahan asam terhadap spektra kompleks AlCl3 menghasilkan pergeseran hipsokromik sebesar 30-40 nm pada pita I (atau pita Ia jika pita I terdiri dari 2 puncak). Dengan adanya pergeseran batokromik pada pita I (dalam AlCl3/HCl) dibandingkan dengan pita I (dalam metanol) 35-55 nm, menunjukkan adanya 5-OH flavon atau flavonol 3-OH tersubstitusi (Mabry et al.,1970).

E. Identifikasi Senyawa dan Penentuan Struktur

Suatu senyawa bahan alam hasil isolasi akan diidentifikasi berdasarkan sifat fisika, sifat kimia dan identifikasi dengan spektroskopi. Isolasi menggunakan metode standar tidak semua senyawa akan terekstrak secara utuh, seperti yang terdapat dalam tumbuhan tersebut.Hal ini antara lain disebabkan karena struktur molekul dari senyawa-senyawa yang dihasilkan oleh organisme mempunyai variasi yang sangat luas. Kenyataan ini dapat pula digunakan untuk mendalami pengetahuan mengenai reaksi-reaksi organik(Achmadet al., 2006).Identifikasi senyawa metabolit sekunder dan elusidasi struktur senyawamerupakan pekerjaan yang sangat menetukan dalam proses mengenal, mengetahui, dan pada akhirnya menetapkan rumus molekul yang sebenar nya dari senyawa tersebut.

1. Identifikasi secara Spektroskopi

(34)

2008). Metode spektroskopi yang dipakai pada penelitian ini yaitu, spektroskopi inframerah (IM), danspektroskopi ultraungu-tampak (UV-VIS).

1.1 Spektoskopi Inframerah (IR)

Pada spektroskopi inframerah (IR), senyawa organik akan menyerap berbagai frekuensi radiasi elektromagnetik inframerah. Molekul-molekul senyawa akan menyerap sebagian atau seluruh radiasinya. Penyerapan ini

berhubungan dengan adanya sejumlah vibrasi yang terkuantisasi dari atom-atom yang berikatan secara kovalen pada molekul-molekul itu.Penyerapan ini juga berhubungan dengan adanya perubahan momen dipol dari ikatan kovalen pada waktu terjadinya vibrasi (Supriyanto, 1999).

(35)

Tabel 2. Karakteristik frekuensi uluran beberapa gugus fungsi

Sumber : Banwell and McCash (1994).

Spektrum inframerah senyawa flavonoid memberikan puncak serapan untuk gugus hidroksil dengan vibrasi pada bilangan gelombang 3400 cm-1, vibrasi ulur gugus C=O dari sistem karbonil terkonjugasi terdapat pada daerah

serapan 1700-1600 cm-1, dan vibrasi ulur CH alifatik ditunjukkan oleh serapan pada daerah 3000-2800 cm-1 (Ihsan, 2000).

1.2 Spektroskopi Ultraungu-tampak (UV-VIS)

(36)

molekul tersebut. Transisi tersebut pada umumnya antara orbital ikatan, orbital non-ikatan atau orbital anti-ikatan. Panjang gelaombang serapan yang muncul merupakan ukuran perbedaan tingkat-tingkat energi dari orbital suatu molekul (Sudjadi, 1983).

Metode spektroskopi ini berguna untuk mengetahui jenis flavonoid. Selain itu, kedudukan gugus fungsi hidroksil pada inti flavonoid dapat ditentukan dengan cara menambahkan pereaksi geser ke dalam larutan cuplikan dan mengamati pergeseran puncak yang terjadi. Spektrum khas flavonoid terdiri dari dua pita yaitu pada rentang 240-285 nm (Pita II) dan 300-550 nm (Pita I). Letak serapan pita tepat dan kekuatan dari pita tersebut akan memberikan informasi yang berguna mengenai sifat flavonoid. Rentang utama yang diperkirakan untuk setiap jenis flavonoid dapat dilihat pada (Tabel 3).

Tabel 3. Rentang serapan spektrum ultraungu-tampak untuk flavonoid.

Pita II (nm) Pita I (nm) Jenis Flavonoid

250-280 310-350 Flavon

250-280 330-360 Flavonol (3-OH tersubstitusi)

250-280 350-385 Flavonol (3- OH bebas)

245-275 310-330 Isoflavon

275-295 300-390 Flavanon dan dihidroflavon

230-270 340-390 Calkon

230-270 380-430 Auron

270-280 465-560 Antosianidin dan antosianin Sumber: Markham (1988).

(37)

molar senyawa yang diperoleh. Absorptivitas molar senyawa dihitung dengan menggunakan persamaan Lambert-Beer berikut :

A = b c atau

=

Dimana A = absorbansi

= absorptivitas molar b = tebal sel (cm)

c = konsentrasi (mol/liter)

Absorbansi (A) ini diperoleh dari data spektrum dimana terdapat puncak-puncak serapannya. Tebal sel (b) adalah ketebalan sel dalam alat yang digunakan, sedangkan konsentrasi (c) dapat diperoleh dengan menggunakan persamaan :

Konsentrasi (c) =

!"

(38)

III. METODELOGI PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2012 - Januari 2013, bertempat di

Laboratorium Kimia Organik Jurusan Kimia Fakultas MIPA Universitas

Lampung. Penghalusan kulit batang tumbuhan A. rigida di Politeknik Negri

Lampung. Analisis spektroskopi yang digunakan adalah spektroskopi inframerah

(IR), dan spektroskopi Ultraungu-tampak (UV-Vis), dilakukan di Laboratorium

Biomassa.

B. Alat dan Bahan

1. Alat-alat yang digunakan

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi alat-alat gelas, penguap

putar vakum, satu set alat kromatografi cair vakum (KCV), satu set alat

kromatografi kolom (KK), pengukur titik leleh, lampu UV, pipet kapiler,

spektrofotometer FT-IR merk Scimitar 2000, spektrofotometer ultraungu-tampak

(39)

2. Bahan-bahan yang digunakan

Bahan yang digunakan adalah kulit kayu A. rigida yang telah dikeringkan dan

dihaluskan, diperoleh dari Desa Keputran Kecamatan Sukoharjo Kabupaten

Pringsewu Provinsi Lampung. Pelarut yang digunakan untuk ekstraksi dan

kromatografi berkualitas teknis yang telah didestilasi sedangkan untuk analisis

spektrofotometer berkualitas pro-analisis (p.a). Bahan kimia yang dipakai

meliputi etil asetat (EtOAc), metanol (MeOH), n-heksana (n-C6H14), aseton

(C3H6O2), akuades (H2O), serium sulfat (CeSO4) 1,5% dalam asam sulfat

(H2SO4)2N, silika gel Merck G 60 untuk impregnasi, silika gel Merck 60

(35-70 Mesh) dan pati untuk KCV dan KK, untuk KLT digunakan plat KLT silika

gel Merck kiesegal 60 F254 0,25 mm. Pereaksi geser untuk analisis

spektrofotometer ultraungu-tampak adalah aluminium klorida, asam klorida

pekat, natrium asetat, dan natrium hidroksida.

C. Prosedur Penelitian

1. Pengumpulan dan Persiapan Sampel

Sampel berupa kulit batang tumbuhan A. rigida yang dipisahkan antara kulit

batang dan kayunya. Kulit batang lalu dibersihkan dan dipotong kecil-kecil.

Sampel kulit batang yang telah dipotong kemudian dikeringkan. Kulit batang

(40)

2. Ekstraksi dengan Metanol

Sebanyak 2,7 kg kulit kayu A.rigida yang telah dihaluskan, dimaserasi dengan

metanol (MeOH) selama 24 jam dengan sekali maserasi sebanyak 500 gr,

maserasi dilakukan sebanyak tiga kali. Ekstrak metanol yang diperoleh disaring

kemudian dipekatkan dengan menggunakan penguap putar vakum pada suhu

35-50˚C dengan laju putaran 120-150 rpm.

3. Kromatografi Cair Vakum (KCV)

Ekstrak kasar kemudian difraksinasi dengan KCV. Terlebih dahulu fasa diam

silika sebanyak 10 kali berat sampel dimasukkan ke dalam kolom. Kemudian

kolom dikemas kering dalam keadaan vakum menggunakan alat vakum. Eluen

yang kepolarannya rendah, dimasukkan ke permukaan silika gel terlebih dahulu

kemudian divakum kembali. Kolom dihisap sampai kering dengan alat vakum

dan siap digunakan.

Ekstrak kasar yang telah dilarutkan dalam aseton dan diimpregnasikan kepada

silika gel, kemudian dimasukkan pada bagian atas kolom yang telah berisi fasa

diam dan kemudian dihisap secara perlahan-lahan ke dalam kemasan dengan cara

memvakumkannya. Setelah itu kolom dielusi dengan etil asetat : n-heksan (0% :

100%) sampai dengan etil asetat : n-heksan (100% : 0%) Kolom dihisap sampai

kering pada setiap penambahan eluen (tiap kali elusi dilakukan). Kemudian

fraksi-fraksi yang terbentuk dikumpulkan berdasarkan pola fraksinasinya.

Fraksinasi sampel dengan teknik KCV dilakukan berulang kali dengan perlakuan

(41)

4. Kromatografi Flash

Pada kromatografi flash fasa diam silica gel G 60 F254 (Merck) dilarutkan dalam

pelarut yang akan digunakan dalam proses pengelusian. Campuran tersebut

diaduk hingga diperoleh suatu slurry, lalu dimasukkan kedalam kolom dan

diusahakan agar kolom tidak kehabisan pelarut. Kemudian atur fasa diam hingga

rapat (tidak berongga) dan rata. Selanjutnya masukkan sampel yang telah

dijerapkan pada silika gel kedalam kolom yang telah berisi fasa diam. Pada saat

sampel dimasukkan, usahakan agar kolom tidak kehabisan pelarut karna akan

mengganggu fasa diam yang telah dikemas rapat. Setelah fasa diam dan sampel

masuk kedalam kolom, berikan tekanan dari atas kolom dengan alat pompa

udara.

5. Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Sebelum difraksinasi, terlebih dahulu dilakukan uji KLT untuk melihat pola

pemisahan komponen-komponen senyawa yang terdapat dalam ekstrak kasar.

Uji KLT juga dilakukan terhadap fraksi-fraksi yang akan difraksinasi dan juga

fraksi-fraksi yang didapat setelah perlakuan fraksinasi. Uji KLT dilakukan

menggunakan sistem campuran eluen menggunakan pelarut n-heksana, etilasetat,

diklorometana, dan metanol. Hasil kromatogram tersebut kemudian disemprot

menggunakan larutan serium sulfat untuk menampakkan bercak/noda dari

komponen senyawa tersebut. Ketika diperoleh fraksi yang lebih sedikit

bercak/noda dilihat dibawah lampu UV setelah dilakukan elusi terhadap plat

(42)

factor) yang sama pada kromatogram, digabung dan dipekatkan sehingga

diperoleh beberapa fraksi gabungan yang akan difraksinasi lebih lanjut.

6. Kromatografi Kolom (KK)

Setelah dihasilkan fraksi-fraksi dengan jumlah yang lebih sedikit, tahapan

fraksinasi selanjutnya dilakukan menggunakan teknik kromatografi kolom.

Adsorben pati dan silika gel Merck (35-70 Mesh) masing-masing dilarutkan

dalam pelarut yang akan digunakan dalam proses pengelusian. Slurry dari pati

dimasukkan terlebih dahulu ke dalam kolom, kemudian Slurry dari silika gel, atur

fasa diam hingga rapat (tidak berongga) dan rata. Selanjutnya masukkan sampel

yang telah dijerapkan pada silika gel ke dalam kolom yang telah berisi fasa diam.

Pada saat sampel dimasukkan, usahakan agar kolom tidak kering/kehabisan

pelarut karena akan mengganggu fasa diam yang telah dikemas rapat, sehingga

proses elusi tidak akan terganggu.

7. Analisis Kemurnian

Uji kemurnian dilakukan dengan metode KLT dan uji titik leleh. Uji kemurnian

secara KLT menggunakan beberapa campuran eluen. Kemurnian suatu senyawa

ditunjukkan dengan timbulnya satu noda dengan berbagai campuran eluen yang

digunakan, kemudian disemprot menggunakan larutan serium sulfat untuk

menampakkan bercak/noda dari komponen senyawa tersebut.

Untuk uji titik leleh, sebelum dilakukan pengukuran, alat pengukur titik leleh

tersebut dibersihkan terlebih dahulu dari pengotor yang ada. karena adanya

(43)

kristal yang berukuran besar, kristal terlebih dahulu digerus hingga berbentuk

serbuk. Kemudian kristal yang akan ditentukan titik lelehnya diletakkan pada

lempeng kaca, diambil sedikit dengan menggunakan pipet kapiler, alat

dihidupkan dan titik leleh diamati dengan bantuan kaca pembesar. Suhu pada saat

kristal pertama kali meleleh, itulah titik leleh dari senyawa tersebut.

8. Modifikasi Gugus Fungsi dengan Pereaksi AlCl3

Sampel kristal hasil isolasi yang telah murni, diambil sebanyak 15 mg kemudian

diencerkan dengan pelarut polar berupa metanol sebanyak 1 mL, kemudian pada

perlakuan yang sama diambil sebanyak 20 mg pereaksi AlCl3 lalu diencerkan

menggunakan pelarut polar berupa metanol sebenyak 10 mL. Kemudian

campurkan kedua larutan yang telah dibuat, lalu diaduk dibiarkan selama 5 menit

sampai terjadi perubahan warna, lalu dilakukan uji KLT untuk

membandingkannya dengan kristal murni artonin-E. Dalam hal ini uji positif

terbentuknya kompleks AlCl3-flavonoid ditunjukan dengan adanya bercak

berwarna kuning pada sinar tampak (Markham, 1988). Kemudian campuran dari

kedua larutan tersebut diuapkan dan diambil ekstrak keringnya, yang selanjutnya

diekstrak dengan kloroform untuk mengambil senyawa artonin-E yang berlebih

pada campuran senyawa tersebut. Setelah itu ditambahkan akuades sebanyak 1

mL, lalu ditambahkan metanol tetes demi tetes, gunanya untuk memisahkan

senyawa komplek artonin-E-AlCl3 yang berupa endapan dengan AlCl3 yang

(44)

9. Spektrofotometri Inframerah (IR)

Sampel kristal hasil isolasi yang telah murni dianalisis menggunakan

spektrofotometer inframerah. Kristal yang telah murni dibebaskan dari air

kemudian digerus bersama-sama dengan halida anorganik, KBr. Gerusan kristal

murni dengan KBr dibentuk menjadi lempeng tipis atau pelet dengan bantuan alat

penekan berkekuatan 8-10 ton cm2. Kemudian pelet tersebut diukur puncak

serapannya (Sudjadi, 1983).

10. Spektrofotometri Ultraungu–tampak (UV-VIS)

Sampel berupa kristal murni sebanyak 0,001 g dilarutkan dalam 10 mL metanol.

Larutan ini digunakan sebagai persediaan untuk beberapa kali pengukuran.

Pertama, sampel diukur serapan maksimumnya dalam metanol. Selanjutnya

larutan persediaan dibagi menjadi beberapa bagian. Kemudian masing-masing

larutan persediaan ditambah dengan pereaksi-pereaksi geser seperti natrium

hidroksida (NaOH) 2 M yang dibuat dengan cara melarutkan 0,8 gr NaOH dalam

10 mL akuades, aluminium klorida (AlCl3) 5% yang dibuat dengan cara

melarutkan 0,25 gram AlCl3 dalam 5 mL MeOH, asam klorida HCl (AlCl3/HCl)

yang dibuat dengan cara melarutkan 5 mL HCl pekat dalam 10 mL Akuades,

natrium asetat (NaOAc), dan H3BO3- Kemudian masing-masing larutan diukur

(45)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan data hasil penelitian yang telah dilakukan, maka diperoleh simpulan sebagai berikut :

1. Pada penelitian ini berhasil diisolasi senyawa artonin-E dari kulit batang tumbuhan kenangkan (A. rigida) sebanyak 42 mg, berdasarkan hasil analisis KLT, spektroskopi UV, dan spektroskopi IR.

2. Hasil modifikasi senyawa artonin-E-AlCl3, pada spektrum IR dengan bilangan gelombang 1369 cm-1 menunjukkan adanya Al yang membentuk kompleks dengan gugus hidroksil pada posisi C5 dan gugus karbonil (C=O) dari artonin-E, sedangkan pada bilangan gelombang 841 cm-1 menunjukkan vibrasi dari ikatan Al-OH, selain itu bilangan gelombang 3418-3380 cm-1 menunjukkan masih terdapat gugus hidroksil bebas yang tidak ikut bereaksi dengan AlCl3. 3. Terbentuk kompleks dari spektrum UV dengan serapan maksimum pada maks

(46)

B. Saran

1. Penelitian lebih lanjut terhadap sampel kulit batang A. rigida perlu dilakukan sehingga memperoleh informasi lebih tentang jenis senyawa flavonoid yang terkandung.

2. Perlu dilakukan penanganan khusus terhadap perlakuan dan waktu pembuatan senyawa agar didapat senyawa kompleks yang diinginkan.

(47)

DAFTAR PUSTAKA

Achmad, S.A.,E.H.Hakim,L.J. Dewi, L. Makmur, dan Y.A. Maolana.

2006.Hakekat Perkembangan kimia Organik Bahan Alam Dari Tradisional ke Moderen dan Contoh terkait Dengan Tumbuhan Lauraceae, Moraceae, dan Dipterocarpaceae Indonesia. AktaKimindo. 1 (2).Hlm 55-66.

Achmad, S.A. 1986.Kimia Organik Bahan Alam, Materi 4: Ilmu Kimia Flavonoid. Karunia Universitas Terbuka. Jakarta. Hlm 39.

Banwell, C.N. and E.M. McCash. 1994. Fundamental of Molecular Spectroscopy. McGraw-Hill Book Company. London. Hlm 1204-1206

Ersam, T. 2004. Keunggulan Biodiversitas Hutan Tropika Indonesia Dalam Merekayasa Model Molekul Alami.Prosiding Seminar Nasional Kimia VI. ITS. Surabaya. Hlm 4-12.

Ersam, T., S.A. Achmad, E.L. Ghisalberti, dan E.H. Hakim. 2003.Studi Afinitas Kimia Mikromolekul Tumbuhan Artocarpus altilis (Sukun)

Indonesia.Prosiding Seminar Nasional Kimia IV.ITS. Surabaya. Hlm 7. Ersam, T.,S.A. Achmad, E.L. Ghisalberti,E.H. Hakim, L.Makmur, andY.M.

Syah.2002. Anew isoprenylated chalcone,artoindonesianin J, from the root and treebark of Artocarpus bracteata. J.Chem.Res. Hlm186-187.

Fessenden, R.J.dan J. S.Fessenden. 1986. Kimia Organik Jilid I. Alih Bahasa Hadyana Pujaatmaka. Erlangga. Jakarta. Hlm 525.

Ghisalberti, E. L., E. H. Hakim, S. A. Achmad, L. D. Juliawaty, L. Makmur, Y. M Syah, N. Aimi, M. Kitajima, dan H. Takayama. 2006. Prenylated

flavonoids and related compounds of the Indonesian Artocarpus (Moraceae). J. Nat. Med.60(3). Hlm 80-84.

(48)

Hadiprabowo, T. 2009. OptimasiSintesis Analog Kurkumarin 1,3-Bis- (4-Hidroksi-3-Metoksi Benzilidin) Urea padaRentang pH 3-4.

(Skripsi).UniversitasMuhammadiyah Surakarta. Surakarta. Hlm 10-11. Hakim, A. 2010.Diversity of Secondary Metabolites from Genus Artocarpus

(Moraceae).Nus.Bio.2.Hlm 151-154.

Hakim, E.H., E.L. Ghisalberti, S.A. Achmad, L.D. Juliawati, L. Makmur, Y.M. Syah, N.Aimi, M.Kitajima, dan H. Takayama. 2006. Prenylated Flavonoid and Related Compounds of The Indonesian Artocarpus (Moraceae). J.Nat.Med. 60. Hlm161-184.

Hakim, E.H.,L.D. Juliawaty,Y.M. Syah,danS.A.Achmad. 2005. Molecular Diversity of Artocarpus champeden (Moraceae): A Species Endemic to Indonesia, Molecular Diversity (USA). J.Nat.Med.9. Hlm 149-158. Harborne, J.B. 1996. Metode Fitokimia. Penuntun Cara Modern Menganalisis

Tumbuhan. Alih bahasa Kosasih Padmawinata.Institut Teknologi Bandung. Bandung. Hlm 151.b

Herbert, R.B. 1996. Biosintesis Metabolit Sekunder. Alih Bahasa Bambang Srigandono. IKIP Semarang Press. Semarang. Hlm 103-123.

Hernawan. 2008. IsolasiSenyawa Flavonoid Dari kulitBatangArtocarpusrigida. (Skripsi).Universitaslampung.Bandar lampung.Hlm 16.

Hostettman, K.,M. Hostettman,dan A. Manson. 1995. Cara kromatografi

Preparatif Penggunaan pada Senyawa Bahan Alam. Alih bahasa Kosasih Padmawinata.Institut Teknologi Bandung. Bandung. Hal 27-34.

Hornok, L. 1992.General aspects of medicinal plants. Di dalam: Hornok L. Cultivation and Processing of medicinal Plants. New York: John Wiley &Kuntjoro, dan I.B.I. Gotama (ed.).LokakaryatentangPenelitian PraktekPengobatanTradisonal. BadanPenelitiandanPengembangan Kesehatan.DepartemenKesehatanRepublik Indonesia.Ciawi.Hlm 14-17.

Ihsan, N. 2000. Isolasi Senyawa Aglikon Flavonoid dalam Ekstrak Metanol dari Daun Benalu Advokat menggunakan Kolom Kromatografi Gravitasi dengan Elusi Landaian. (Skripsi).Universitas Lampung. Bandar Lampung. Hlm 8.

Johnson, L.E.dan R. Stevenson. 1991. Dasar Kromatografi Cair. Alih bahasa Kosasih Padmawinata. Institut Teknologi Bandung. Bandung. Hlm 365. Kaban, J.2009.Modifikasi Kimia Dari Kitosan dan Aplikasi Produk yang

(49)

Lenny, S. 2006. Senyawa Flavonoida, Fenilpropanoida, dan alkaloid.Karya ilmiah. Departemen Kimia. FMIPA.Universitas Sumatera Utara. Medan. Hlm 7.

Mabry, T.J.,K.R. Markham,danM.B.Thomas.1970.The Systematic and Identification of Flavonoid. Springer-Verlag. New York. Helderberg-Berlin. Hal 3-56.

Manitto, P. 1992. Biosintesis Produk Alami. Alih Bahasa Koensoemardiyah. IKIP Semarang Press. Semarang. Hlm 235.

Margono, S.A., dan R.N. Zendrato. 2006. SintesisDiasetil Gamavuton-0

denganmenggunakanAsetilKloridasebagaiAcylating agent. M. Far. Indo. 17. (1). Hlm 25-31.

Markham, K.R. 1988. Cara Mengidentifikasi Flavonoid. Alih Bahasa Kosasih Padmawinata.Institut Teknologi Bandung. Bandung.Hlm 117.

Mursito, B. 2002. Ramuan Tradisional Untuk Penyakit Malaria. Penebar Swadaya. Jakarta. 102 hlm.

Namdaung, U.,N. Aroonrerk, S. Suksamrarn,K.Danwisetkanjana,J.

Saenboongrueng,W. Arjchomphu, dan A. Suksamrar. 2006. Bioactive Constituents of the Root Bark of Artocarpus rigidus subsp. Rigidus. Chem. Pharm. Bull.54 (10). Hlm 1433-1436.

Nomura, Y., S.Hano, dan R. Inami. 1990. Components of the bark of Artocarpus rigida Bl. I, structures of two new isoprenylated flavones, Artonins G and H.Heterocycles.31 (12). Hlm 2173-2179.

Nurachman, Z. 2002. Artoindonesianin Untuk Antitumor. PT Kompas Cyber Media. Jakarta. Hlm 20-23.

Peters, D., and J. Whitehouse. 2000. The role of herbs in modern

medicine:somecurrent and future issues. Proceedings of theInternational Conference and Exhibition; Malaysia.Malaysian Agricultural Research and Development Institute. Malaysia. Hlm 9-11.

Prima, O.S. danT. Taufiqurrohmah.2006.Isolation and Identification of Flavonoid Compound Extractire Ethyl Acetate Fraction Extracted from the Rhizomes Fingerroot of (Boesenbergia pandurata (Roxb) Schelecht)

(Zingiberaceae).Indo.J.Chem. 6(2). Hlm 219-223.

Purwoko, A.A. 2008. Solvatocromic and Substituent on Electronic Absorption of Arenetricarbonylchromium(0) Complexes. Indo.J.Chem. 8 (1).Hlm 13-17. Rowell, R.M., J.F. Philips,and G.O. William. 1993. Cellulosic : Pulp, Fiber and

(50)

Rukmana, R. 1997. Budidaya Nangka.Kanisius. Jakarta. Hlm 15-27. Saito, T. 1996. BukuTeks Kimia Anorganik Online.AlihBahasaIsmunandar.

Iwanami Shoten. Tokyo. Hlm 99-100.

Saria, Y., Lucyanti, H. Nurlisa, and A. Lesbani. 2012. Sintesis Senyawa

Kompleks Kobalt dengan Asetilasetonato. J. Pen. Sains. 15 (3). Hlm 1-3 Sastrohamidjojo, H. 2002.Kromatografi.Liberty. Yogyakarta.Hlm 35-36.

Setyowati, E.P., U.A. Jenie, Sudarsono, B. Kardono, R. Rahmat, dan E.Meiyanto. 2007. IsolasiSenyawaSitotoksikSponsKaliasis. M. Far. Indo. 18 (4).Hlm 183-189.

Silverstein, R.M., G.B.Bassler, and T.C.D. Morcill.

1986.PenyelidikanSpektrometrikSenyawaOrganik. AlihBahasa : A.J. hartomo,danAnny Victor Purba. Erlangga. Jakarta.Hlm 191-195. Sudjadi. 1983. PenentuanStrukturSenyawaOrganik. Ghalia Indonesia. Jakarta.

Hlm283.

Suhartati, T. 2001. Senyawa Fenol Beberapa Spesies Tumbuhan Jenis Cempedak Indonesia. (Disertasi). Institut Teknologi Bandung. Bandung. Hlm 94.

Supriyanto, R. 1999. BukuAjar Kimia Analitik III. FMIPA Universitas Lampung. Bandar Lampung. Hlm 2-3.

Stahl, E. 1985. Analisis Obat Secara kromatografi dan Mikroskopi. diterjemahkan oleh Kosasih Padmawinata dan Iwang Soediro. InstitutTeknologiBandung. Bandung.Hlm 3-17.

Still, W.C., M. Kahn and A. Mitra. 1978. Rapid Chromatographic Technique for Preparative Separation with Moderat Resolution. Colombia University. New York. 43. Hlm 2923.

Tjitrosoepomo, G. 1994. Taksonomi Tumbuhan Obat-obatan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.Hlm 447.

Tjitrosoepomo, G. 1993. Taksonomi Tumbuhan Spermatophyta. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.Hlm 111-113.

Tukiran.1997.Tiga Senyawa Flavon Terisoprenilasi dari Kulit Batang Artocarpus Teismanny Miq. (Moraceae). (Tesis). Institut Teknologi Bandung.

Gambar

Gambar 1. Batang Utama Tumbuhan Kenangkan ( A. Rigida)
Gambar 2. Tiga jenis flavonoid (Achmad, 1986).
Gambar 4. Tingkat oksidasi senyawa flavonoid (Manitto,1992).
Gambar 5.  Tahap pertama biosintesis flavonoid (Achmad, 1986).
+7

Referensi

Dokumen terkait

Isolasi senyawa flavonoid yang terkandung di dalam Kulit Buah Tumbuhan Jengkol-.. (Pithecollobium lobatum Benth.) telah dilakukan dengan cara

Hasil penelitian menunjukkan berhasil diisolasi untuk pertama kalinya senyawa trimer resveratrol (+)- α -viniferin (1) dari ekstrak aseton kulit batang Shorea platyclados Sloot..

Senyawa steroid yang dapat diisolasi dari kulit akar senggugu asal imogiri Yogyakarta merupakan jenis steroid baru yang dilaporkan dari tumbuhan ini adalah

Hasil dari uji fitokimia ini menunjukkan bahwa senyawa yang terdapat pada ekstrak kental kulit batang Pinus merkusii Jungh. &amp; De Vriese adalah positif

Berdasarkan pembahasan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka diperoleh simpulan sebagai berikut: telah berhasil diisolasi dan diidentifikasi

Pada penelitian ini berfokus pada tahapan isolasi dan identifikasi senyawa flavonoid yang terkandung dalam fraksi semi polar kulit akar tumbuhan pudau (Artocarpus kemando

Senyawa akuamiginon (Gambar 2.16) merupakan salah satu contoh senyawa alkaloid indol dengan kerangka ajmallin yang berhasil diisolasi dari kulit batang A...

Hasil dari uji fitokimia ini menunjukkan bahwa senyawa yang terdapat pada ekstrak kental kulit batang Pinus merkusii Jungh.. &amp; De Vriese adalah positif flavonoid