• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PEMBEBANAN LALU – LINTAS TERHADAP VOLUMETRIK CAMPURAN BERASPAL PANAS RETONA BLEND 55 ( Studi Kasus Jalan Ketapang – Labuhan Ratu, Lampung )

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH PEMBEBANAN LALU – LINTAS TERHADAP VOLUMETRIK CAMPURAN BERASPAL PANAS RETONA BLEND 55 ( Studi Kasus Jalan Ketapang – Labuhan Ratu, Lampung )"

Copied!
60
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

ABSTRAK

PENGARUH PEMBEBANAN LALU – LINTAS TERHADAP VOLUMETRIK CAMPURAN BERASPAL PANAS RETONA BLEND 55

( Studi Kasus Jalan Ketapang – Labuhan Ratu, Lampung )

Oleh

Genta Insan Pranata

Aspal Retona dikembangkan melalui proses ekstraksi Asbuton untuk mempertinggi kualitas aspal. Salah satu ruas jalan yang memanfaatkan Asbuton modifikasi (Retona) adalah ruas jalan Ketapang – Labuhan Ratu yang berada di Lampung Selatan, Lampung. Namun penggunaan asbuton masih jarang dilakukan sehingga belum ada informasi dari perubahan yang ditimbulkan akibat penggunaan Retona tersebut. Penelitian ini dilakukan untuk meneliti perubahan parameter campuran Beton Aspal yang menggunakan Asbuton modifikasi (Retona Blend 55) pada lapis Aus (AC – WC) selama kurang lebih 6 bulan setelah ruas jalan tersebut dioperasikan.

Ada 2 data pada penelitian ini. Pertama adalah data sebelum pembebanan (data trial compaction dan laboratorium), Kedua adalah data setelah pembebanan (hasil sampel lapangan core drill). Kemudian data tersebut akan di bandingkan sehingga dapat terlihat perubahan yang terjadi akibat beban lalu – lintas.

Hasil penelitian menunjukan bahwa terjadi perubahan volumetrik Antara lain Nilai VMA turun 1,45% dan 0,71%; VFA naik 0,853% dan turun 3,31%; VIM turun 0,509% dan naik 0,326%; density naik 2,68% dan 1,801% pada jalur kanan dan kiri terhadap nilai trial compaction. Terhadap nilai laboratorium Perubahan VMA turun 0,993% dan 0,243%; VFA naik 5,495% dan 1,332%; VIM turun 1,117% dan 0,282%; density naik 1,169% dan 0,303%. Parameter campuran tersebut masuk standar perencaan Spesifikasi Umum Bina Marga 2010 Divisi 6 kecuali nilai WMA pada jalur kanan.

(3)
(4)
(5)
(6)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR GAMBAR ... xviii

DAFTAR ISTILAH ... xx

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan Peneletian ... 3

C. Batasan Masalah ... 3

D. Manfaat Penelitian ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Jenis Konstruksi Perkerasan dan Komponennya ... 4

1. Konstruksi Perkerasan Lentur (Flexible Pavement ... 4

2. Konstruksi Perkerasan Kaku (Rigid Pavement) ... 5

3. Konstruksi Perkerasan Komposit (Composite Pavement) ... 5

B. Fungsi Lapis Perkerasan ... 5

1. Lapis Permukaan ... 6

2. Lapis Pondasi Atas (Base Course) ... 7

3. Lapis Pondasi Bawah (Subbase Course) ... 7

4. Tanah Dasar (Subgrade) ... 7

C. Bahan Penyusun Perkerasan Lentur ... 7

1. Aspal ... 8

a. Sifat Aspal ... 8

b. Aspal Alam ... 10

c. Asbuton Untuk Bahan Jalan ... 12

d. Karakteristik Asbuton ... 16

2. Agregat ... 18

a. Agregat Kasar ... 19

b. Agregat Halus ... 20

c. Bahan Pengisi (Filler) ... 21

D. Gradasi ... 21

(7)

F. Karakteristik Campuran Beraspal ... 24

1. Stability (Stabilitas) ... 24

2. Durability (Keawetan/Daya Tahan) ... 25

3. Flexibility (Kelenturan) ... 26

4. Skid Resistance (kekesatan) ... 26

5. Fatique Resistance (Ketahanan terhadap kelelahan) ... 27

6. Impermeability (Kedap air) ... 27

7. Workability (Kemudahan pelaksanaan) ... 27

G. Sifat Volumetrik Campuran Aspal Beton ... 28

1. Berat Jenis Bulk Agregat ... 28

2. Berat Jenis Efektif Agregat ... 28

3. Berat Jenis Maksimum Campuran ... 29

4. Penyerapan Aspal ... 30

5. Kadar Aspal Efektif ... 30

6. Rongga di antara Mineral Agregat ( VMA) ... 31

7. Rongga di Dalam Campuran (VIM) ... 32

8. Rongga Terisi Aspal (VFA) ... 32

H. Uji Marshall ... 34

I. Lokasi Penelitian ... 35

J. Pengambilan Sampel Perkerasan Secara Langsung ... 35

K. Uji Analisis Agregat Hasil Ekstraksi ... 35

L. Analisis Data ... 36

M. Penelitian Terkait ... 38

III.METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat Penelitian ... 41

B. Jenis Data dan Sumber ... 41

1.Data Primer ... 41

2.Data Sekunder ... 41

C. Tahap-tahap Penelitian ... 42

1. Persiapan ... 42

2. Pengumpulan Data Sekunder ... 42

3. Pengumpulan Data primer ... 42

4. Pengolahan Data ... 44

D. Diagram Alir Penelitian ... 47

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengambilan Sampel Benda Uji ... 48

B. Pengujian Sampel Benda Uji ... 48

1. Pengaruh Beban Lalu – Lintas Terhadap VMA ... 48

2. Pengaruh Beban Lalu – Lintas Terhadap VFA ... 50

3. Pengaruh Beban Lalu – Lintas Terhadap VIM ... 52

4. Pengaruh Beban Lalu – Lintas Terhadap Stabilitas ... 53

5. Pengaruh Beban Lalu – Lintas Terhadap Flow ... 55

6. Pengaruh Beban Lalu – Lintas Terhadap Kekakuan (MQ) ... 57

(8)

8. Pengaruh Beban Lalu – Lintas Terhadap Penyebaran Gradasi

Agregat ... 60

C. Analisis Sampel Benda Uji ... 61

1. Analisis Nilai VMA ... 61

2. Analisis Nilai VFA ... 62

3. Analisis Nilai VIM ... 63

4. Analisis Nilai Stabilitas ... 64

5. Analisis Nilai Flow ... 65

6. Analisis Nilai Kekakuan (MQ) ... 67

7. Analisis Nilai Density ... 68

8. Analisis Nilai Gradasi Agregat ... 69

9. Analisis Nilai Kadar Aspal Sisa ... 70

V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 72

B. Saran ... 74

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

- . Lampiran A

- . Lampiran B

(9)

I. PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Kebutuhan akan aspal sebagai salah satu bagian dari konstruksi perkerasan

jalan, baik untuk pemeliharaan, peningkatan, maupun pengembangan

aksesibilitas transportasi jalan terus meningkat seiring dengan pertumbuhan

pembangunan.

Aspal sebagai bahan pengikat dalam suatu konstruksi jalan merupakan material

penting dalam suatu konstruksi jalan. Pertamina sebagai pemasok utama aspal

di Indonesia belum mampu menyediakan seluruh kebutuhan aspal di dalam

negeri, sehingga dilakukan impor untuk memenuhi kebutuhan akan aspal yang

mengakibatkan berkurangnya devisa negara. Oleh sebab itu, saat ini

pemerintah tengah menggalakkan penggunaan aspal buton, agar dapat

memanfaatkan sumber daya alam yang ada secara optimal dan sebagai salah

satu cara untuk mengurangi impor aspal. Pemanfaatkan sumber daya alam

tersebut diharapkan dapat melengkapi kebutuhan aspal untuk pembangunan

jalan raya.

Indonesia merupakan salah satu penghasil aspal alam (Asbuton – Aspal Buton), aspal alam yeng terkandung dalam deposit alam yang terdapat di pulau

(10)

juta ton, menjadikan Indonesia sebagai Negara penghasil aspal alam terbesar di

dunia. Sampai saat ini pemanfaatan asbuton masih tidak sebanding dengan

deposit yang begitu banyak dikarnakan belum di eksplorasinya teknologi yang

lebih baik untuk pengolahan serta penggunaan dari asbuton tersebut.

Salah satu cara mengurangi impor aspal sekaligus memperbaiki kinerja

campuran beraspal adalah memanfaatkan produk dalam negeri yaitu

penggunaan asbuton yang juga sejalan dengan salah satu butir hasil rapat kerja

Menteri Pekerjaan Umum dengan DPR RI tanggal 15 Maret 2005 tentang

pemanfaatan Asbuton dan diperkuat dengan Peraturan Menteri Pekerjaan

Umum No. 35/PRT/M/2006 yang diberlakukan sejak tanggal 27 Desember

2006. Ketapang – Labuhan Ratu adalah salah satu contoh penerapan penggunaan asbuton khususnya aspalmodifikasi (Retona). Namun penggunaan

asbuton masih jarang dilakukan sehingga belum ada informasi dari efek yang

ditimbulkan setelah ruas jalan tersebut difungsikan, sehingga diperlukan

peninjauan lebih lanjut terhadap penggunaan asbuton tersebut.

Refined Buton Asphalt (Retona) adalah produk Aspal modifikasi yang

dikembangkan oleh PT. Olah Bumi melalui proses penyulingan dan ekstraksi

Asbuton yang diproduksi di Jakarta. Aspal Retona ini Merupakan bahan

additive (tambahan) campuran aspal minyak, guna mempertinggi kualitas titik

lembek. Dalam penelitian ini jenis retona yang ditinjau adalah retona blend 55

yang dapat langsung dipakai seperti aspal biasa. Retona blend 55 adalah

campuran antara aspal minyak penetrasi 60 atau penetrasi 80 dengan asbuton

(11)

B.Tujuan Penelitian

1. Mengeahui parameter campuran aspal Retona Blend 55 sebelum

mengalami pembebanan.

2. Mengetahui parameter campuran aspal Retona Blend 55 setelah mendapat

pembebanan lalu lintas.

3. Membandingkan parameter campuran aspal Retona Blend 55 pada sebelum

dan setelah mengalami pembebanan serta menganalisis perubahan – perubahan yang terjadi.

C.Batasan Masalah

Batasan – batasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Sampel yang digunakan untuk pengujian diambil pada ruas jalan Ketapang

– Labuhan Ratu STA 119 + 563 sampai dengan STA 122 + 676.

2. Lapisan perkerasan yang ditinjau adalah lapisan AC-WC.

3. Parameter campuran yang ditinjau meliputi Density, VIM, VMA, VFA,

kadar aspal sisa, dan distribusi penyebaran agregat. Kemudian karaktersitik

marshall seperti Stabilitas, Flow, dan MQ sebagai data pelengkap pada

penelitian.

D.Manfaat Penelitian

1. Sebagai informasi dan masukan terhadap pemakainan asbuton modifikasi

dalam pelaksaan khususnya proses dan penggunaan dari asbuton tersebut.

2. Memberikan masukan untuk pengambilan kebijakan kepada dinas terkait

(12)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A.Jenis Konstruksi Perkerasan dan Komponennya

Perkerasan jalan merupakan lapisan perkerasan yang terletak di antara lapisan

tanah dasar dan roda kendaraan yang berfungsi memberikan pelayanan kepada

sarana transportasi dan selama masa pelayanannya diharapkan tidak terjadi

kerusakan yang berarti. Agar perkerasan jalan yang sesuai dengan mutu yang

diharapkan, maka pengetahuan tentang sifat, pengadaan dan pengolahan dari

bahan penyusun perkerasan jalan sangat diperlukan. (Silvia Sukirman, 2003)

Konstruksi perkerasan terdiri dari beberapa jenis sesuai dengan bahan ikat yang

digunakan serta komposisi dari komponen konstruksi perkerasan itu sendiri

antara lain:

1. Konstruksi Perkerasan Lentur (Flexible Pavement)

Lapis Aus ( wearing course) Lapis Antara ( Binder course) Lapis Pondasi ( Base)

Lapis Pondasi Atas (Base course)

Tanah Dasar (Subgrade)

Lapis Pondasi Bawah (Subbase course)

(13)

2. Konstruksi Perkerasan Kaku (Rigid Pavement)

Lapis Perkerasan Beton (Portland Cement)

Lapis Pondasi (Base course)

Tanah Dasar (Subgrade)

Gambar 2. Komponen Perkerasan Kaku

3. Konstruksi Perkerasan Komposit (Composite Pavement)

Lapis Aus (Wearing course)

Lapis Perkerasan Beton (Portland Cement)

Lapis Pondasi (Base course)

Tanah Dasar (Subgrade)

Gambar 3. Komponen Perkerasan Komposit

B.Fungsi Lapis Perkerasan

Adapun fungsi dari perkerasan yang berlapis–lapis agar perkerasan mempunyai

daya dukung dan keawetan yang memadai, tetapi tetap ekonomis. Lapis paling

atas disebut sebagai lapis permukaan, merupakan lapisan yang paling baik

mutunya. Di bawahnya terdapat lapis pondasi, yang diletakkan di atas tanah

dasar yang telah dipadatkan. Adapun penjelasan tentang lapisan-lapisan

(14)

1. Lapis Permukaan

Lapis permukaan adalah bagian perkerasan yang paling atas. Fungsi lapis

permukaan dapat meliputi :

a. Struktural

Ikut mendukung dan menyebarkan beban kendaraan yang diterima oleh

perkerasan, baik beban vertikal maupun beban horizontal (gaya geser).

Untuk hal ini persyaratan yang dituntut adalah kuat, kokoh, dan stabil.

b. Non Struktural

1) Lapis kedap air, mencegah masuknya air ke dalam lapisan perkerasan

yang ada di bawahnya.

2) Menyediakan permukaan yang tetap rata, agar kendaraan dapat

berjalan dan memperoleh kenyamanan yang cukup.

3) Membentuk permukaan yang tidak licin, sehingga tersedia koefisien

gerak (skid resistance) yang cukup untuk menjamin tersedianya

keamanan lalu lintas.

4) Sebagai lapisan aus, yaitu lapis yang dapat aus yang selanjutnya dapat

diganti lagi dengan yang baru.

Lapis permukaan itu sendiri masih bisa dibagi lagi menjadi dua lapisan lagi,

yaitu :

1) Lapis Aus (Wearing Course)

Lapis aus (wearing course) merupakan bagian dari lapis permukaan yang

(15)

2) Lapis Antara (Binder Course)

Lapis antara (binder course) merupakan bagian dari lapis permukaan

yang terletak di antara lapis pondasi atas (base course) dengan lapis aus

(wearing course).

2. Lapis Pondasi Atas (Base Course)

Lapis pondasi atas adalah bagian dari perkerasan yang terletak antara lapis

permukaan dan lapis pondasi bawah atau dengan tanah apabila tidak

menggunakan lapis pondasi bawah.

3. Lapis Pondasi Bawah (Subbase Course)

Lapis Pondasi Bawah adalah bagian perkerasan yang terletak antara lapisan

pondasi dan tanah dasar.

4. Tanah Dasar (Subgrade)

Tanah dasar (subgrade) adalah permukaan tanah semula, permukaan tanah

galian atau permukaan tanah timbunan yang dipadatkan dan merupakan

permukaan tanah dasar untuk perletakan bagian-bagian perkerasan lainnya.

C.Bahan Penyusun Perkerasan Lentur

Bahan penyusun lapis permukaan untuk perkerasan lentur yang utama terdiri

atas bahan ikat dan bahan pokok. Bahan pokok bisa berupa pasir, kerikil, batu

pecah/ agregat dan lain-lain. Sedangkan untuk bahan ikat untuk perkerasan bisa

(16)

Bahan ikat bisa berupa tanah liat, aspal/ bitumen, portland cement, atau kapur/ lime.

1. Aspal

Aspal merupakan senyawa hidrokarbon berwarna coklat gelap atau hitam

pekat yang dibentuk dari unsur-unsur asphathenes, resins, dan oils. Aspal

pada lapis perkerasan berfungsi sebagai bahan ikat antara agregat untuk

membentuk suatu campuran yang kompak, sehingga akan memberikan

kekuatan masing-masing agregat.

Berdasarkan tempat diperolehnya, aspal dibedakan atas aspal alam dan aspal

minyak. Aspal alam yaitu aspal yang didapat di suatu tempat di alam, dan

dapat digunakan sebagaimana diperolehnya atau dengan sedikit pengolahan.

Aspal minyak adalah aspal yang merupakan residu pengilangan minyak

bumi.

a. Sifat Aspal

Aspal yang digunakan pada konstruksi perkerasan jalan berfungsi

sebagai:

 Bahan pengikat, memberikan ikatan yang kuat antara aspal dan

agregat dan antara aspal itu sendiri.

 Bahan pengisi, mengisi rongga antara butir-butir agregat dan pori-pori

yang ada pada agregat itu sendiri.

Sehingga aspal yang digunakan harus memiliki syarat-syarat sebagai

(17)

1) Daya tahan (durability)

Daya tahan aspal adalah kemampuan aspal untuk mempertahankan

sifat asalnya akibat pengaruh cuaca selama masa umur pelayanan.

2) Adhesi dan kohesi

Adhesi adalah kemampuan aspal untuk mengikat agregat sehingga

dihasilkan ikatan yang baik antara agregat dan aspal. Kohesi adalah

ikatan di dalam molekul aspal untuk tetap mempertahankan agregat

tetap di tempatnya setelah terjadi pengikatan.

3) Kepekaan terhadap temperature

Aspal memiliki sifat termoplastis, sifat ini diperlukan agar aspal tetap

memiliki ketahanan terhadap temperatur.

4) Kekerasan Aspal

Pada pelaksanaan proses pencampuran aspal ke permukaan agregat

dan penyemprotan aspal ke permukaan agregat terjadi oksidasi yang

menyebabkan aspal menjadi getas dan viskositas bertanbah tinggi.

Semakin tipis lapisan aspal, semakin besar tingakat kerapuhan aspal

dan demikian juga sebaliknya. (Sukirman, 1992).

5) Sifat pengerjaan (workability)

Aspal yang dipilih lebih baik yang mempunyai workability yang

cukup dalam pengerjaan pengaspalan jalan. Hal ini akan

mempermudah pelaksanaan penghamparan dan pemadatan untuk

(18)

b. Aspal Alam

Aspal alam ada yang diperoleh di gunung – gunung seperti aspal di pulau

Buton, dan ada pula yang diperoleh di danau seperti di Trinidad.

Indonesia memiliki aspal alam yaitu di pulau Buton, yang berupa aspal

gunung, terkenal dengan nama Asbuton (Aspal batu Buton). Asbuton

merupakan batu yang mengandung aspal. Deposit Asbuton membentang

dari kecamatan Lawele sampai Sampolawa. Penggunaan Asbuton

sebagai salah satu materil perkerasan jalan telah dimulai sejak 1920,

walaupun masih bersifat konvensional.

Asbuton merupakan campuran antara bitumen dengan bahan mineral

lainnya dalam bentuk batuan. Karena Asbuton merupakan material yang

begitu saja di alam, maka kadar bitumen yang dikandungnya sangat

bervariasi dari rendah sampai tinggi. Untuk mengatasi hal ini maka

Asbuton mulai diproduksi dalam berbagai bentuk di pabrik pengelolahan

Asbuton.

Produk Asbuton dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu

1. Produk asbuton yang masih mengandung materil filler, seperti

Asbuton kasar, asbuton halus, Asbuton mikro, dan butonic mastic

asphalt.

2. Produk yang telah dimurnikan menjadi aspalmurni melalui proses

ekstraksi atau proses kimiawi.

Lapis Permukaan jalan yang dapat dibuat dari Asbuton ada beberapa

(19)

1. Seal Coat Asbuton

Lapis ini merupakan campuran antara Asbuton, bahan pelunak dan

dengan perbandingan tertentu dan pencampurannya dilakukan dengan

dingin (cold mix).

2. Sand Sheet Asbuton

Lapis ini merupakan campuran antara Asbuton, bahan pelunak dan

pasir dengan perbandingan tertetu dan pencampurannya secara

dingin/ hangat/ panas.

3. Lapis Beton Asbuton

Lapis ini merupakan campuran antara Asbuton, bahan pelunak dan

agregat dengan gradasi rapat pada perbandingan tertentu yang

dilaksanakan secara dingin/ hangat/ panas.

4. Surface Treatment Asbuton

Lapis ini seperti halnya seal coat Asbuton. Sedangkan perbedaannya

terletak pada pelaksanaannya di lapangan, yaitu di atas lapis tersebut

ditaburkan agregat single size.

Berdasarkan temperaturnya ketika mencampur dan memadatkan

campuran, suhu pelaksanaan pencampuran bisa dilakukan secara :

1. Secara dingin

Pencampuran dilaksanakan pada suhu ruangan. Campuran secara

dingin tidak dapat langsung dihamparkan di lapangan, tetapi harus

diperam lebih dahulu 1-3 hari agar bahan pelunak diberi kesempatan

meresap ke dalam butiran Asbuton. Lama waktu pengeraman

(20)

a)Diameter butir Asbuton, semakin besar butiran, waktu peram

semakin lama.

b)Kadar air yang terkandung dalam Asbuton.

c)Cuaca setempat

d)Kekentalan bahan pelunak, semakin encer peresapan akan semakin

cepat, sehingga lama pemeraman lebih singkat

e)Kadar aspal dalam Asbuton

2. Secara hangat dan panas.

Kedua cara tersebut hampir sama kecuali :

a) Secara panas suhu pencampuran diatas 100º C

b)Secara hangat suhu pencampuran dibawah 100º C

c. Asbuton Untuk Bahan Jalan

Jenis - jenis asbuton yang telah diproduksi, baik secara fabrikasi maupun

secara manual pada tahun-tahun belakangan ini adalah asbuton butir atau

mastik asbuton, aspal yang dimodifikasi dengan asbuton dan bitumen

asbuton hasil ekstraksi yang dimodifikasi. (DPU, Direktorat Jenderal

Bina Marga; Buku 1: Pedoman Pemanfaatan Asbuton, 2006)

1) Asbuton Butir

Asbuton butir adalah hasil pengolahan dari Asbuton berbentuk padat

yang di pecah dengan alat pemecah batu (crusher) atau alat pemecah

lainnya yang sesuai sehingga memiliki ukuran butir tertentu. Adapun

bahan baku untuk membuat Asbuton butir ini dapat asbuton padat

(21)

padat eks Kabungka atau yang memiliki nilai penetrasi bitumen diatas

10 dmm (misal asbuton padat eks Lawele), namun dapat juga

penggabungan dari kedua jenis asbuton padat tersebut. Melalui

pengolahan ini diharapkan dapat mengeliminasi

kelemahan-kelemahan, yaitu ketidak seragaman kandungan bitumen dan kadar air

serta dengan membuat ukuran maksimum butir yang lebih halus

sehingga diharapkan dapat lebih mempermudah termobilisasinya

bitumen asbuton dari dalam butiran mineralnya.

2) Asbuton Hasil Ekstraksi

Ekstraksi asbuton dapat dilakukan secara total hingga mendapatkan

bitumen asbuton murni atau untuk memanfaatkan keunggulan mineral

asbuton sebagai filler, ekstraksi dilakukan hingga mencapai kadar

bitumen tertentu. Produk ekstraksi asbuton dalam campuran beraspal

dapat digunakan sebagai bahan tambah (aditif) aspal atau sebagai

bahan pengikat sebagaimana halnya aspal standar siap pakai atau

setara aspal keras yang dikenal dengan Asbuton modifikasi.

Bahan baku untuk membuat aspal hasil ekstraksi asbuton ini dapat

dilakukan dari asbuton dengan nilai penetrasi rendah (misal asbuton

eks Kabungka) atau asbuton dengan nilai penetrasi tinggi (misal

asbuton eks Lawele). Bahan pelarut yang dapat digunakan untuk

ekstraksi asbuton diantaranya adalah kerosin, algosol, naptha, normal

(22)

Terdapat beberapa produk hasil ekstraksi (refine) asbuton dengan

kadar/kandungan bitumen antara 60 hingga 100%. Apabila bitumen

hasil ekstraksi yang keras (penetrasi rendah) maka untuk membuat

bitumen tersebut setara dengan Aspal Keras Pen 40 dan Pen 60 dapat

dilunakkan dengan bahan pelunak (minyak berat) dengan komposisi

tertentu.

Hasil ekstraksi Asbuton yang masih memiliki mineral antara 50%

sampai dengan 60%, agar dapat dimanfaatkan sebagai bahan pengikat

masih memerlukan pelunak atau peremaja sehingga yang selama ini

telah digunakan dilapangan adalah dengan mencampurkan hasil

ekstraksi tersebut dengan aspal keras atau dikenal dengan istilah

“Aspal yang dimodifikasi dengan Asbuton”. Aspal Buton yang

digunakan pada penelitian ini merupakan Asbuton modifikasi dengan

(23)

Gambar 4. Bagan Alir Pengolahan Asbuton Dipecah Dengan Crusher

Asbuton Butir

(Memiliki ukuran butir tertentu)

Dieksekusi dengan Pelarut (Kerosin, algosol, naptha,normal hepton, asam sulfat dan trichlor ethylen

(TEC)

 Hasil ekstraksi asbuton yang masih memiliki mineral antara 50 – 60%, agar dapat dimanfaatkan sebagai bahan pengikat, maka masih perlu pelunak/peremaja, sehingga yang selama ini telah digunakan di lapangan adalah dengan mencampurkan hasil ekstraksi tersebut dengan aspal keras, disebut dengan

Aspal yang Dimodifikasi dengan Asbuton.

 Asbuton hasil ekstraksi dengan kandungan bitumen 100%, disebut Bitumen Asbuton Murni

 Asbuton hasil ekstraksi dengan kadar bitumen 60 – 100%, jika bitumen hasil ekstraksi memiliki penetrasi rendah(keras), maka untuk membuat bitumen itu setara dengan aspal keras pen 40 dan pen 60 dapat dilunakkan dengan bahan pelunak (minyak berat) dengan komposisi tertentu, disebut

Asbuton Modifikasi.

Asbuton Padat

Asbuton padat dengan nilai penetrasi bitumen rendah (≤10 dmm) seperti asbuton pada eks Kabungka atau yang memiliki nilai penetrasi bitumen diatas 10dmm (misal asbuton padat eks Lawele), namun dapat juga penggabungan dari kedua jenis asbuton padat tersebut.

(24)

Tabel 1. Ketentuan untuk Aspal yang dimodifikasi

No. Jenis Pengujian Metode Pengujian Persyarata

n

1 Penetrasi, 25oC, 100 gr, 5 detik; 0,1 mm SNI 06-2456-1991 40 55

2 Viskositas 135oC SNI 06-6441-1991 385 - 2000

3 Titik Lembek ( oC) SNI 06-2434-1991 -

4 Indeks Penetrasi - ≥ - 0,5

5 Daktilitas pada 25 oC, (cm) SNI 06-2432-1991 ≥ 100

6 Titik Nyala (oC) SNI 06-2433-1991 ≥ 232

7 Kelarutan dalam Toluene, % ASTM D 5546 ≥ 90

8 Berat Jenis SNI 06-2441-1991 ≥ 1,0

9 Stabilitas Penyimpanan (oC) ASTM D 5976 part 6.1 ≤ 2,2

Sumber: Spesifikasi Umum Bina Marga Divisi 6 Perkerasan Aspal, 2010

d. Karakteristik Asbuton

Seperti telah diketahui di dalam Asbuton terdapat dua unsur utama, yaitu

aspal (bitumen) dan mineral. Di dalam pemanfaatannya untuk pekerjaan

aspal, kedua unsur tersebut sangat mempengaruhi kinerja dari campuran

beraspal yang direncanakan.

Hasil pengujian fisik dan analisis kimia dari mineral dan bitumen

Asbuton hasil ekstraksi, dari deposit di lokasi Kabungka dan Lawele

(25)

Tabel 2. Sifat Fisik Aspal Asbuton dari Kabungka dan Lawele

No. Jenis Pengujian

Hasil Pengujian Asbuton padat

dari Kabungka

Asbuton padat dari Lawele

1 Kadar aspal % 20 30,08

2 Penetrasi, 25oC, 100 gr, 5 detik; 0,1 mm 4 36

3 Titik Lembek ( oC) 101 59

4 Daktilitas 25o C, 5cm/menit, cm <140 >140

5 Kelarutan dalam C2HCL3, % - 99,6

6 Titik nyala, o C - 198

7 Berat Jenis 1,046 1,037

8 Penurunan berat (TFOT), 16,3 o C, 5 jam - 0,31

9 Penetrasi setelah (TFOT), % asli - 94

10 Titik lembek setelah (TFOT), o C - 62

11 Daktilitas setelah TFOT, cm - >140

Sumber: DPU,Direktorat Jedral Bina Marga; Buku 1:Pedoman Pemanfaatan Asbuton, 2006

Tabel 3. Sifat Kimia Aspal Asbuton dari Kabungka dan Lawele

No. Jenis Pengujian

Hasil Pengujian Asbuton padat

dari Kabungka

Asbuton padat dari Lawele

1 Nitrogen (N), % 29,04 30,08

2 Acidafins (A1), % 9,33 6,60

3 Acidafins (A2), % 12,98 8,43

4 Parafin (P), % 11,23 8,86

5 Paramter Maltene 1,50 2,06

6 Nitrogen/Parafin,N/P 2,41 3,28

7 Kandungan Asphaltene, % 39,45 46,92

Sumber: DPU,Direktorat Jedral Bina Marga; Buku 1:Pedoman Pemanfaatan Asbuton, 2006

Dilihat dari komposisi kimianya, aspal Asbuton cair kedua daerah

deposit memiliki senyawa Nitrogen base yang tinggi dan parameter

Malten yang baik. Hal tersebut mengindikasikan bahwa Asbuton

memiliki pelekatan yang baik dengan agregat dan keawetan yang cukup.

Namun dilihat dari karakteristik lainnya Asbuton dari Kabungka

memiliki nilai penetrasi yang relatif rendah dibandingkan dengan

(26)

Mineral asbuton di dominasi oleh “Globigerines Limestone” yaitu batu

kapur yang sangat halus yang terbentuk dari jasad renik binatang purba

foraminifera mikro yang mempunyai sifat sangat halus, relatif keras

berkadar kalsium tinggi dan baik sebagai filler pada campuran beraspal.

Hasil pengujian analisis kimia mineral Asbuton hasil ekstraksi, dari

Kabungka dan Lawele diperlihatkan pada Tabel 4.

Tabel 4. Komposisi Kimia Mineral Asbuton Kabungka dan Lawele

No. Jenis Pengujian

Hasil Pengujian Asbuton padat

dari Kabungka

Asbuton padat dari Lawele

1 CaCO3 86,66 72,90

2 MgCO3 1,43 1,28

3 CaSO4 1,11 1,94

4 CaS 0,36 0,52

5 H2O 0,99 2,94

6 SiO2 5,64 17,06

7 Al2O3 + Fe2O3 1,52 2,31

8 Residu 0,96 1,05

Sumber: DPU,Direktorat Jedral Bina Marga; Buku 1:Pedoman Pemanfaatan Asbuton, 2006

2. Agregat

Agregat atau batu, atau granular material adalah material berbutir yang

keras dan kompak. Istilah agregat mencakup antara lain batu bulat, batu

pecah, abu batu, dan pasir. Agregat mempunyai peranan yang sangat

penting dalam prasarana transportasi, khususnya dalam hal ini pada

perkerasan jalan. Daya dukung perkerasan jalan ditentukan sebagian besar

oleh karakteristik agregat yang digunakan. Pemilihan agregat yang tepat dan

(27)

pembangunan atau pemeliharaan jalan. (Manual Pekerjaan Campuran

Beraspal Panas, Buku 1: Petunjuk umum)

Fungsi dari agregat dalam campuran aspal adalah sebagai kerangka yang

memberikan stabilitas campuran jika dilakukan dengan alat pemadat yang

tepat. Agregat sebagai komponen utama atau kerangka dari lapisan

perkerasan jalan yaitu mengandung 90% – 95% agregat berdasarkan

persentase berat atau 75% – 85% agregat berdasarkan persentase volume

(Sukirman,S., 2003).

Secara umum agregat yang digunakan dalam campuran beraspal dibagi atas

dua fraksi, yaitu :

a. Agregat Kasar

Fraksi agregat kasar untuk rancangan campuran adalah yang tertahan

ayakan No.8 (Ø2,36 mm) yang dilakukan secara basah dan harus bersih,

keras, awet dan bebas dari lempung atau bahan yang tidak dikehendaki

lainnya dan memenuhi ketentuan yang diberikan dalam Tabel 5 berikut

(28)

Tabel 5. Ketentuan agregat kasar

Pengujian Standar Nilai

Kekekalan bentuk agregat terhadap larutan natrium

dan magnesium sulfat SNI 3407:2008 Maks.12 %

Abrasi dengan mesin Los Angeles

Campuran AC bergradasi kasar

SNI 2417:2008

Maks. 30%

Semua jenis campuran

aspal bergradasi lainnya Maks. 40%

Kelekatan agregat terhadap aspal SNI 03-2439-1991 Min. 95 %

Angularitas (kedalaman dari permukaan <10 cm) DoT’s Pennsylvania Test Method, PTM No.621

95/90

Angularitas (kedalaman dari permukaan ≥ 10 cm) 80/75

Partikel Pipih dan Lonjong ASTM D4791

Perbandingan 1 :5 Maks. 10 %

Material lolos Ayakan No.200 SNI 03-4142-1996 Maks. 1 %

Sumber : Spesifikasi Umum Bina Marga 2010 Divisi 6 Perkerasan Aspal

b. Agregat Halus

Agregat halus dari sumber bahan manapun, harus terdiri dari pasir atau

hasil pengayakan batu pecah dan terdiri dari bahan yang lolos ayakan

No.8 (Ø2,36 mm). Agregat halus harus memenuhi ketentuan

sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 6.

Tabel 6. Ketentuan agregat halus

Pengujian Standar Nilai

Nilai Setara pasir SNI 03-4428-1997

Min 50% untuk SS, HRS dan AC bergradasi Halus

Min 70% untuk AC bergradasi kasar

Material Lolos Ayakan No. 200 SNI 03-4428-1997 Maks. 8%

Kadar Lempung SNI 3423 : 2008 Maks 1%

Angularitas (kedalaman dari permukaan < 10 cm)

AASHTO TP-33 atau ASTM C1252-93

Min. 45

Angularitas (kedalaman dari

permukaan 10 cm) Min. 40

(29)

c. Bahan Pengisi (Filler)

Bahan pengisi (filler) harus kering dan bebas dari gumpalan-gumpalan

dan mempunyai sifat – sifat yaitu non plastis, lolos saringan no.200, dan

berupa bahan non-organik. Fungsi filler dalam campuran adalah:

1) Untuk memodifikasi agregat halus sehingga berat jenis campuran

meningkat dan jumlah aspal yang diperlukan untuk mengisi rongga

akan berkurang.

2) Filler dan aspal secara bersamaan akan membentuk suatu pasta yang

akan membalut dan mengikat agregat halus untuk membentuk mortar.

3) Mengisi ruang antara agregat halus dan kasar serta menigkatkan

kepadatan dan kestabilan.

D.Gradasi

Seluruh spesifikasi perkerasan mensyaratkan bahwa partikel agregat harus

berada dalam rentang ukuran tertentu dan untuk masing-masing ukuran partikel

harus dalam proporsi tertentu. Distribusi dari variasi ukuran butir agregat ini

disebut gradasi agregat.

Gradasi agregat mempengaruhi besarnya rongga dalam campuran dan

menentukan workabilitas (sifat mudah dikerjakan) dan stabilitas campuran.

Untuk menentukan apakah gradasi agregat memenuhi spesifikasi atau tidak,

diperlukan suatu pemahaman bagaimana ukuran partikel dan gradasi agregat

diukur. Gradasi agregat ditentukan oleh analisa saringan, dimana contoh

(30)

bukaan jaringan kawatnya dan nomor saringan menyatakan banyaknya bukaan

jaringan kawat per-inch persegi dari saringan tersebut.

Gradasi agregat dapat dibedakan atas :

1. Gradasi seragam (uniform graded)/gradasi terbuka (open graded)

Gradasi seragam (uniform graded) adalah agregat dengan ukuran yang

hampir sama/sejenis atau mengandung agregat halus yang sedikit jumlahnya

sehingga tidak dapat mengisi rongga antar agregat.

2. Gradasi rapat (dense graded)

Gradasi rapat, merupakan campuran agregat kasar dan halus dalam porsi

yang seimbang, sehingga dinamakan juga agregat bergradasi baik.

3. Gradasi senjang (gap graded)

Gradasi senjang (gap graded), merupakan campuran yang tidak memenuhi

dua kategori di atas. Aggregate bergradasi buruk yang umum digunakan

untuk lapisan perkerasan lentur merupakan campuran dengan satu fraksi

hilang atau satu fraksi sedikit.

Gradasi agregat gabungan untuk campuran aspal, ditunjukkan dalam persen

terhadap berat agregat dan bahan pengisi, harus memenuhi batas-batas yang

diberikan dalam Tabel 7. berikut ini. Pada penelitian ini digunakan campuran

(31)
[image:31.595.126.511.88.327.2]

Tabel 7. Gradasi Agregat Gabungan untuk Campuran Aspal

Ukuran Ayakan (mm)

% Berat yang Lolos Terhadap Total Agregat dalam Campuran Laston (AC)

Gradasi Halus Gradasi Kasar

WC BC Base WC BC Base

37,5 - - 100 - - 100

25 - 100 90 - 100 - 100 90 - 100

19 100 90 – 100 73 – 90 100 90 – 100 73 – 90 12,5 90 – 100 74 – 90 61 – 79 90 – 100 71 – 90 55 – 76

9,5 72 – 90 64 – 82 47 – 67 72 – 90 58 – 80 45 – 66 4,75 54 – 69 47 – 64 39,5 – 50 43 – 63 37 – 56 28 – 39,5

2,36 39,1 – 53 34,6 – 49 30,8 – 37 28 – 39,1 23 – 34,6 19 – 26,8

1,18 31,6 – 40 28,3 – 38 24,1 – 28 19 – 25,6 15 – 22,3 12 – 18,1 0,600 23,1 – 30 20,7 - 28 17,6 – 22 13 – 19,1 10 – 16,7 7 – 13,6 0,300 15,5 – 22 13,7 – 20 11,4 – 16 9 – 15,5 7 – 13,7 5 – 11,4 0,150 9 – 15 4 – 13 4 – 10 6 – 13 5 – 11 4,5 – 9

0,075 4 - 10 4 - 8 3 - 6 4 - 10 4 - 8 3 - 7

Sumber: Spesifikasi Umum Bina Marga Divisi 6 Perkerasan Aspal, 2010

Note :

: Gradasi yang digunakan

E.Lapis Aspal Beton

Lapisan aspal beton adalah suatu lapisan pada konstruksi jalan yang terdiri dari

campuran aspal keras dan agregat, dicampur dan dihampar dalam keadaan

panas serta dipadatkan pada suhu tertentu (Sukirman, S.,1992).

Tebal nominal minimum Laston adalah 4 - 6 cm (Depkimpraswil, 2002).

Sesuai fungsinya Laston mempunyai 3 macam campuran yaitu :

1. Laston sebagai lapisan aus, dikenal dengan nama AC-WC (Asphalt

Concrete-Wearing Course), dengan tebal nominal minimum adalah 4 cm.

2. Laston sebagai lapisan pengikat, dikenal dengan nama AC-BC (Asphalt

Concrete-Binder Course), dengan tebal nominal minimum adalah 5 cm.

3. Laston sebagai lapisan pondasi, dikenal dengan nama AC-Base (Asphalt

(32)

Ketentuan sifat-sifat campuran beraspal panas menurut Spesifikasi Bina Marga

[image:32.595.127.511.167.403.2]

2010 untuk Laston sebagai berikut ini :

Tabel 8. Ketentuan Sifat - Sifat CampuranLaston Yang Dimodifikasi (AC-WC)

Sifat-Sifat Campuran Laston

Lapis Aus Lapis Antara Pondasi

Kadar aspal efektif (%) 4,5 4,2 4,2

Penyerapan aspal (%) Maks 1,2

Jumlah tumbukan per bidang 75 112

Rongga dalam campuran (%) Min. 3,5

Maks 5,0

Rongga dalam Agregat

(VMA)(%) Min. 15 14 13

Rongga Terisi Aspal (%) Min. 65 63 60

Stabilitas Marshall (kg) Min. 1000 2250

Maks - -

Pelelehan (mm) Min. 3 4,5

Marshall Quotient (kg/mm) Min. 300 350

Stabilitas Marshall Sisa (%) setelah perendaman selama 24

jam 60o C

Min. 90

Rongga dalam campuran (%)

pada kepadatan membal (refusal) Min. 2,5 Stabilitas Dinamis, Lintasan/mm Min. 2500 Sumber : Spesifikasi Umum Bina Marga 2010 Divisi 6 Perkerasan Aspal

Note :

: Laston modifikasi yang dipakai

F. Karakteristik Campuran Beraspal

Karakteristik campuran yang harus dimiliki oleh campuran aspal beton

campuran panas adalah:

1. Stabilitas (Stability)

Stabilitas lapisan perkerasan jalan adalah kemampuan lapisan perkerasan

menerima beban lalu lintas tanpa terjadi perubahan bentuk tetap seperti

gelombang, alur ataupun bleeding. Kebutuhan akan stabilitas setingkat

(33)

tersebut. Jalan dengan volume lalu lintas tinggi dan sebagian besar

merupakan kendaraan berat menuntut stabilitas yang Iebih besar

dibandingkan dengan jalan yang volume lalu lintasnya hanya terdiri dari

kendaraan penumpang saja. Kestabilan yang terlalu tinggi menyebabkan

lapisan itu menjadi kaku dan cepat mengalami retak, disamping itu karena

volume antar agregat kurang maka kadar aspal yang dibutuhkan pun rendah.

Hal ini menghasilkan ikatan aspal mudah lepas sehingga durabilitas menjadi

rendah. Stabilitas terjadi dari hasil geseran antar butir, penguncian antar

partikel dan daya ikat yang baik dari lapisan aspal.

2. Durabilitas (Keawetan/Daya Tahan)

Durabilitas diperlukan pada lapisan permukaan sehingga lapisan dapat

mampu menahan keausan akibat pengaruh cuaca, air dan perubahan suhu

ataupun keausan akibat gesekan roda kendaraan. Faktor yang

mempengaruhi durabilitas lapis aspal beton adalah:

a. VIM kecil sehingga lapis kedap air dan udara tidak masuk ke dalam

campuran yang menyebabkan terjadinya oksidasi dan aspal menjadi

rapuh (getas).

b. VMA besar sehingga film aspal dapat dibuat tebal. Jika VMA dan VIM

kecil serta kadar aspal tinggi maka kemungkinan terjadinya bleeding

cukup besar, untuk mencapai VMA yang besar ini digunakan agregat

(34)

c. Film (selimut) aspal, film aspal yang tebal dapat menghasilkan lapis

aspal beton yang durabilitas tinggi, tetapi kemungkinan terjadinya

bleeding menjadi besar.

3. Fleksibilitas (Kelenturan)

Fleksibilitas pada lapisan perkerasan adalah kemampuan lapisan perkerasan

untuk dapat mengikuti deformasi yang terjadi akibat beban lalu lintas

berulang tanpa timbulnya retak dan perubahan volume. Untuk mendapatkan

fleksibilitas yang tinggi dapat diperoleh dengan:

a. Penggunaan agregat bergradasi senjang sehingga diperoleh VMA yang

besar.

b. Penggunaan aspal lunak (aspal dengan penetrasi yang tinggi).

c. Penggunaan aspal yang cukup banyak sehingga diperoleh VIM yang

kecil.

4. Skid Resistance (Kekesatan)

Tahanan geser adalah kekesatan yang diberikan oleh perkerasan sehingga

kendaraan tidak mengalami slip baik di waktu hujan (basah) maupun di

waktu kering. Kekesatan dinyatakan dengan koefisien gesek antara

permukaan jalan dengan roda kendaraan. Tingginya nilai tahanan geser ini

dipengaruhi oleh:

a. Penggunaan agregat dengan permukaan kasar

b. Penggunaan kadar aspal yang tepat sehingga tidak terjadi bleeding.

(35)

5. Fatique Resistance (Ketahanan Terhadap Kelelahan)

Ketahanan kelelahan adalah ketahanan dari lapis aspal beton dalam

menerima beban berulang tanpa terjadinya kelelahan yang berupa alur

(rutting) dan retak. Faktor-faktor yang mempengaruhi ketahanan terhadap

kelelahan adalah:

a. VIM yang tinggi dan kadar aspal yang rendah akan mengakibatkan

kelelahan yang lebih cepat.

b. VMA dan kadar aspal yang tinggi dapat mengakibatkan lapis perkerasan

menjadi fleksibel.

6. Kedap Air (impermeability)

Kemampuan beton aspal untuk tidak dapat dimasuki air ataupun udara

lapisan beton aspal. Air dan udara dapat mengakibatkan percepatan proses

penuaan asapal dan pengelupasan selimut aspal dari permukaan agregat.

7. Workability (Kemudahan Pelaksanaan)

Kemudahan pelaksanaan adalah mudahnya suatu campuran untuk dihampar

dan dipadatkan sehingga diperoleh hasil yang memenuhi kepadatan yang

diharapkan. Workability ini dipengaruhi oleh gradasi agregat. Agregat

(36)

G.Sifat Volumetrik Campuran Aspal Beton

Kinerja aspal beton sangat ditentukan oleh volumetrik campuran aspal beton

padat yang terdiri dari:

1. Berat Jenis Bulk Agregat

Berat jenis bulk adalah perbandingan antara berat bahan di udara (termasuk

rongga yang cukup kedap dan yang menyerap air) pada satuan volume dan

suhu tertentu dengan berat air suling serta volume yang sama pada suhu

tertentu pula.

Berat jenis bulk (Gsb) agregat total dapat dirumuskan sebagai berikut.

Keterangan:

Gsb = Berat jenis bulk total agregat

P1, P2… Pn = Persentase masing-masing fraksi agregat

G1, G2… Gn = Berat jenis bulk masing-masing fraksi agregat

2. Berat Jenis Efektif Agregat

Berat jenis efektif adalah perbandingan antara berat bahan di udara (tidak

termasuk rongga yang menyerap aspal) pada satuan volume dan suhu

tertentu dengan berat air destilasi dengan volume yang sama dan suhu

(37)

Keterangan:

Gse = Berat jenis efektif agregat

Pmm = Persentase berat total campuran (=100)

Gmm = Berat jenis maksimum campuran, rongga udara 0 (Nol)

Pb = Kadar aspal berdasarkan berat jenis maksimum

Gb = Berat jenis aspal

3. Berat Jenis Maksimum Campuran

Berat jenis maksimum campuran untuk masing-masing kadar aspal dapat

dihitung dengan menggunakan berat jenis efektif (Gse) rata-rata sebagai

berikut:

Keterangan:

Gmm = Berat jenis maksimum campuran, rongga udara 0 (Nol)

Pmm = Persentase berat total campuran (=100) Pb = Kadar aspal

berdasarkan berat jenis maksimum

Ps = Kadar agregat persen terhadap berat total campuran

Gse = Berat jenis efektif agregat

(38)

4. Penyerapan Aspal

Penyerapan aspal dinyatakan dalam persen terhadap berat agregat total

tidak terhadap campuran yang dirumuskan sebagai berikut:

Keterangan:

Pba = Penyerapan aspal, persen total agregat

Gsb = Berat jenis bulk agregat

Gse = Berat jenis efektif agregat

Gb = Berat jenis aspal

5. Kadar Aspal Efektif

Kadar efektif campuran beraspal adalah kadar aspal total dikurangi

jumlah aspal yang terserap oleh partikel agregat. Kadar aspal efektif ini

akan menyelimuti permukaan agregat bagian luar yang pada akhirnya

menentukan kinerja perkerasan aspal. Kadar aspal efektif ini dirumuskan

sebagai berikut :

Keterangan:

Pbe = Kadar aspal efektif, persen total agregat

Pb = Kadar aspal persen terhadap berat total campuran

Pba = Penyerapan aspal, persen total agregat

(39)

6. Rongga diantara Mineral Agregat (VMA)

Rongga diantra mineral agregat (VMA) adalah ruang diantara partikel

agregat pada suatu perkerasan beraspal, termasuk rongga udara dan

volume aspal efektif (tidak termasuk volume aspal yang diserap agregat).

VMA dihitung berdasarkan Berat Jenis Bulk Agregat dan dinyatakan

sebagai persen volume bulk campuran yang dipadatkan. VMA dapat

dihitung pula terhadap berat campuran total atau terhadap berat agregat

total. Perhitungan VMA terhadap campuran total dengan persamaan :

a. Terhadap Berat Campuran Total

Keterangan:

VMA = Rongga diantara mineral agregat, persen volume bulk

Gsb = Berat jenis bulk agregat

Gmb = Berat jenis bulk campuran padat

Ps = Kadar agregat, persen terhadap berat total campuran

b. Terhadap Berat Agregat Total

Keterangan:

VMA = Rongga diantara mineral agregat, persen volume bulk

Gsb = Berat jenis bulk agregat

Gmb = Berat jenis bulk campuran padat

(40)

7. Rongga di Dalam Campuran (VIM)

Rongga di dalam campuran atau VIM dalam campuran perkerasan

beraspal terdiri atas ruang udara diantara pertikel agregat yang terselimuti

aspal. Volume rongga udara dalam persen dapat ditentukan dengan

rumus:

Keterangan :

VIM = Rongga udara campuran, persen total campuran

Gmm = Berat jenis maksimum campuran agregat rongga udara 0 (Nol)

Gmb = Berat jenis bulk campuran

8. Rongga Terisi Aspal (VFA)

Rongga terisi aspal adalah persen rongga yang terdapat diantara partikel

agregat yang terisi oleh aspal, tidak termasuk aspal yang diserap oleh

agregat. Untuk mendapatkan rongga terisi aspal (VFA) dapat ditentukan

dengan persamaan:

Keterangan:

VFA = Rongga terisi aspal

VMA = Rongga diantara mineral agregat, persen volume bulk

(41)

Secara skematis berbagai volume yang terdapat didalam campuran beton

aspal pada dapat dilihat pada Gambar 4.

Udara

Aspal

Agregat

VIM

Vmb

Vmm

VMA VFA

Vab

Vse

[image:41.595.143.511.148.344.2]

Vsb

Gambar 5. Skematis berbagai jenis volume beton aspal

Keterangan:

Vmb = Volume bulk dari campuran beton aspal padat.

Vsb = Volume agregat, adalah volume bulk dari agregat (volume

bagian masif + pori yang ada di dalam masing-masing butir

agregat).

Vse = Volume agregat, adalah volume aktif dari agregat (volume

bagian massif + pori yang tidak terisi aspal didalam masing-

masing butir agregat).

VMA = Volume pori diantara butir agregat didalam beton aspal padat.

Vmm = Volume tanpa pori dari beton aspal padat.

Va = Volume aspal dalam beton aspal padat.

(42)

VFA = Volume pori beton aspal yang terisi oleh aspal.

Vab = Volume aspal yang terabsorbsi kedalam agregat dari beton aspal

padat.

H.Uji Marshall

Konsep uji Marshall dalam campuran aspal dikembangkan oleh Bruce

Marshall, seorang insinyur bahan aspal bersama-sama dengan The Mississippi

State Highway Department. Kemudian The U.S. Army Corp of Engineers,

melanjutkan penelitian dengan intensif dan mempelajari hal-hal yang ada

kaitannya, selanjutnya meningkatkan dan menambah kelengkapan pada

prosedur pengujian Marshall dan pada akhirnya mengembangkan kriteria

rancangan campuran pengujiannya, kemudian distandarisasikan di dalam

American Society for Testing and Material 1989 (ASTM d-1559).

Hasil uji akan menunjukkan karakteristik Marshall dan karakteristik akan

dipengaruhi oleh sifat-sifat campuran yaitu: kepadatan, rongga diantara agregat

(VMA), rongga terisi aspal (VFA), rongga dalam campuran (VIM), rongga

dalam campuran pada kepadatan mutlak, stabilitas, kelelehan serta hasil bagi

Marshall/Marshall Quotient (MQ) yaitu merupakan hasil pembagian dari

stabilitas dengan kelelehan dan dapat dihitung dengan menggunakan

persamaan berikut:

Keterangan:

(43)

MS = Marshall Stability (kg)

MF = Flow Marshall, (mm)

I. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini adalah meninjau perubahan – perubahan yang terjadi pada

ruas jalan Ketapang – Labuhan Ratu yang berda di Lampung Selatan. Pada

ruas jalan tersebut dilaksanakan jalan dengan menggunakan aspal modifikasi

Retona Blend 55. Pekerjaan jalan dengan panjang ± 3 km tersebut dilaksanakan

pada tahun anggaran 2012 dengan PT. TRI BHAKTI sebagai kontraktor dan

PT. TRIDUTA MITRAPARAMA sebagai konsultan. Proyek ini bernilai ± 7M

dengan masa kontrak selama 270 hari dengan masa pemeliharaan 730 hari dan

dana dari proyek ini berasal dari APBN murni.

J. Pengambilan Sampel Perkerasan Secara Langsung

Metode pengambilan sampel secara langsung dilapangan adalah dengan cara

pengambilan sampel perkerasan jalan pada ruas jalan yang dituju dengan alat

khusus yaitu core drill. Sampel yang diambil (berbentuk lingkaran tabung)

selanjutnya dibawa ke laboratorium untuk dilakukan pengujian antara lain

Pengujian marshall dan ektraksi sampel perkerasan untuk mendapatkan

penyebaran gradasi agregat campuran dan kadar aspal sisa yang terdapat pada

campuran tersebut.

K.Uji Saringan Agregat Hasil Ekstraksi

Agregat hasil ekstraksi adalah agregat yang diperoleh (yang akan di uji) berasal

(44)

pengujian ini mencakup prosedur untuk menentukan distribusi ukuran butir

agregat halus dan kasar dari hasil ekstraksi campuran beraspal, dengan

menggunakan saringan dengan lubang persegi.

Pada percobaan ini menggunakan benda uji hasil dari sampel perkerasan di

lapangan. Hasil uji ekstraksi akan menunjukkan distribusi gradasi ukuran butir

agregat halus dan kasar pada perkerasan aspal tersebut. Pada percobaan

tersebut akan didapat grafik distribusi ukuran butiran agregat halus dan kasar.

L.Analisis Data

Penelitian ini dilakukan untuk melihat perubahan pada ruas jalan yaitu ruas

jalan Ketapang – labuhan Ratu sebagai study kasus, sehingga membutuhkan

data – data penunjang sebagai pembanding untuk analisis. Data penunjang

yang dipakai antara lain adalah data trial compaction yaitu data yang didapat

dari lapangan secara langsung pada awal trial penghamparan. Kemudian data

yang dipakai sebagai analisis dalam penelitian ini adalah data dari pengujian

laboratorium saudara Puja Sutrisna angkatan 2006 yang melakukan penelitian

dengan judul “PERBANDINGAN KARAKTERISTIK MARSHALL

ASBUTON MODIFIKASI DENGAN ASPAL PENETRASI 60/70 PADA

CAMPURAN ASPHALT CONCRETE – WEARING COURSE (AC-WC)”.

Pada penelitian saudara Puja Sutrina, menggunakan data rencana yang sama

dengan data pada perencaan jalan pada ruas jalan Ketapang – Labuhan ratu

tersebut yang kemudian di variasikan dengan persentase kadar aspal yang

berbeda. Setelah itu data pada penelitian saudara Puja Sutrina, akan

(45)

Asbuton dan aspal minyak. Data trial compaction pada ruas jalan tersebut dan

[image:45.595.141.483.174.326.2]

penelitian dari saudara Puja Sutrisna adalah sebagai berikut.

Tabel 9. Hasil Uji Trial Compaction dan Laboratorium

Parameter Marshall Trial Compaction* Laboratorium***

VMA 16,29 15,833

VFA 72,19 67,5483

VIM 4,53 5,138

Stabilitas 1206,07 1077,898

Flow 3,7 3,23

MQ 325,96 333,296

Density 2,276 2,31

* = Trial Compaction AMP Pancur Senin, 2 okt 2012

[image:45.595.141.492.427.693.2]

** = Laboraturium percobaan sodara Puja Sutrisna angkatan 2006 periode 2012/2013

Tabel 10. Hasil Uji Gradasi Agregat Trial Compaction dan Laboratorium

Gradasi (% Tertahan)

mm Spesifikasi 2010 Trial

Compaction* Laboratorium ** B.atas B.bawah

Pan 0 0 0 0

0,075 10 4 6,12 6,85

0,15 13 6 10,22 11,41

0,3 15,5 9 13,05 14,34

0,6 19,1 13 17,44 16,16

1,18 25,6 19 22,47 21,47

2,36 39,1 28 33,57 33,87

4,75 63 43 60,22 59,95

9,5 90 72 86,12 80,06

12,5 100 90 93,27 92,13

19 100 100 100 100

25 - - - -

37,5 - - - -

* = Trial Compaction AMP Pancur Senin, 2 okt 2012

(46)

M. Penelitian Terkait

Beberapa penelitian yang berkaitan dengan penggunaan Asbuton sebagai bahan

lapis perkerasan beraspal telah dilakukan para peneliti terdahulu dan dapat

[image:46.595.129.513.256.717.2]

dijadikan acuan atau literatur untuk penelitian ini diantaranya:

Tabel 11. Penelitian Terkait

No. Nama Judul Tujuan Metode Hasil

1 Mega

Yunanda Evaluasi Test Marshall Aspal Minyak Esso 60/70 Dan Retona Blend 55 Pada Campuran AC-WC mengetahui sifat marshall antara aspal minyak esso 60/70 dengan aspal retona blend 55 karakteristik marshall Stabilitas, VIM serta VMA dari aspal minyak esso 60/70 lebih kecil dari pada aspal retona blend 55

(47)

No. Nama Judul Tujuan Metode Hasil

3 Furqon Affandi Pengaruh Kandungan Mineral Asbuton Dalam Campuran Beraspal mengetahui perbedaan-perbedaan antara asbuton murni dan asbuton semi ekstraksi

sifat - sifat rheologi aspal berdasarka n kinerja yang berhubunga n dengan ketahanan terhadap deformasi dan alur perbedaan nilai stabilitas dan kelelehan antara asbuton semi ekstraksi dan asbuton murni adalah 0,7% dan 10%. Kadar mineral yang terkandung dalam asbuton hasil semi ekstraksi harus diperhitungkan sebagai bagian mineral dari agregat 4 1. Harmein

Rahman 2. Bambang Sugeng Subagio 3. Agung Hari Widianto Analisa Pengaruh Gradasi Pada Campuran Split Mastic Asphalt (SMA) yang Menggunaka n Aditif ASBUTON Murni Untuk Perkerasan Bandara mengetahui karakteristik dan kinerja pada perkerasan bandara serta membanding kan kinerja campuran perkerasan dengan tingkat ketahan fatigue dari campuran SMA menggunaka n aspal minyak (pen 60/70) dan dengan ditambah Asbuton murni sebagai bahan aditif di laboraturium memakai metode pengujian karakteristi k marshall

(48)

No. Nama Judul Tujuan Metode Hasil

5 Arief

Setiawan Studi Penggunaan Asbuton Butir Terhadap Karakteristik Marshall AC-WC Asbuton Campuran Hangat mengetahui berapa kadar absuton butir optimum sehingga memberika n kinerja campuran yang baik sesuai dengan spesifikasi yang disyaratkan memakai metode pengujian karakteristik marshall Penambahan asbuton butir akan menambahkan mineral asbuton dengan berat jenis yang relatif rendah sehingga perlu dicermati perubahan gradasi agregat akibat perbedaan berat jenis 6 1. Nunung

Martina 2. Eka Sasmita Mulya Penggunaan Asbuton Modifikasi - Pada Perkerasan Lentur Jalan untuk lapisan permukaan mengetahui pengaruh asbuton modifikasi terhadap kerkerasan lentur untuk lapisan permukaan memakai metode pengujian karakteristik marshall Upaya Perbaikan untuk kondisi ini dapat dilakukan dengan merombak komposisi agregat, yaitu dilakukan dengan merombak komposisi agregat, yaitu dengan mencoba memperbesar jumlah fraksi agregat kasar 7 1. Eva

(49)

III. METODOLOGI PENELITIAN

A.Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di 2 lokasi yaitu di ruas jalan Ketapang – Labuan

Ratu meliputi pengambilan sampel perkerasan dan di Laboratorium Inti Jalan

Raya Fakultas Teknik Universitas Lampung meliputi pengujian sampel

perkerasan.

B.Jenis Data dan Sumber

Jenis data pada penelitian ini di kelompokan menjadi dua yaitu data primer dan

data sekunder.

1. Data Primer

Data primer adalah data yang dikumpulkan secara langsung melalui

serangkaian kegiatan percobaan yang dilakukan sendiri dengan mengacu

kepada petunjuk manual yang ada, yaitu meliputi:

a. Pengujian sampel perkerasan yang di ambil pada ruas jalan Ketapang –

Labuan Ratu.

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung, pada

penelitian ini data sekunder tersebut meliputi hasil uji parameter campuran

(50)

sebelumnya yaitu penelitian dari saudara Puja Sutrisna yang mengacu pada

karakteristik pada pelaksanaan peningkatan struktur jalan yang terletak di

ruas jalan Ketapang – Labuan Ratu.

C.Tahap – Tahap Penelitian

Tahap-tahap penelitian yang akan dilakukan mulai dari awal sampai akhir

adalah:

1. Persiapan

Persiapan yang dilakukan yaitu persiapan pustaka, bahan, dan alat-alat yang

digunakan. Persiapan alat antara lain adalah alat tulis, alat coredrill, marker,

alat pemadat (stamper), gas dan kompor yang berfungsi untuk mengambil

sampel perkerasan aspal modifikasi yang berada di ruas jalan Ketapang –

Labuhan Ratu serta menutup kembali perkerasan yang rusak akibat

pengambilan sampel tesebut.

2. Pengumpulan Data Sekunder

Data sekunder meliputi data - data pada penelitian sebelumnya meliputi data

parameter campuran dan karakteristik marshall dari aspal modifikasi yang

ditinjau dan data-data penunjang lainya untuk mendukung penelitian.

3. Pengambilan Data Primer

Data primer meliputi pengambilan Sampel benda uji yang dilakukan di ruas

(51)

a. Sampel Perkerasan

Pengambilan sampel dilakukan pada jalur tinjauan STA 119 + 563

sampai dengan STA 122 + 676 dengan pengambilan sampel pada alur

roda kendaraan yang melewati jalur tersebut. Langkah pengambilan

benda uji sampel adalah sebagai berikut :

1. Memastikan posisi STA jalan sesuai dengan tempat yang akan di

ambil sampel perkerasannya.

2. Menandai titik dimana sampel benda uji (core) akan di ambil.

3. Mempersiapkan alat core drill, kemudian core pada titik yang telah

di tandai pada perkerasan tersebut sedalam ± 5cm sedalam lapisan

perkerasan yang akan di tinjau (AC-WC).

4. Panaskan campuran beraspal yang telah dibuat dengan kompor kecil,

kemudian tutup kembali lubang tempat pengambilan sampel

perkerasan sebelumnya.

5. Lubang yang sudah di tutup dengan campuran beraspal kemudian di

padatkan kembali dengan menggunakan alat pemadat (stamper).

6. Melakukan langkah 1 – 5 pada untuk 2 titik pada masing – masing

(52)

4. Pengolahan Data

Pada penelitian ini ada beberapa pengujian yaitu :

a. Uji Density

Setelah dilakukan pengambilan benda uji, benda uji hasil core ditimbang

untuk mendapatkan berat benda uji kering. Kemudian merendam benda

uji di dalam bak selama 24 jam dan setelah itu menimbang benda uji

dalam air untuk mendapatkan berat benda uji dalam air. Kemudian

benda uji diangkat dan dilap sehingga kering permukaan dan didapatkan

berat benda uji kering permukaan jenuh (SSD).

b. Uji Marshall

Pengujian ini dimaksudkan untuk menentukan ketahanan (stabilitas)

terhadap (flow) dari campuran aspal sesuai dengan prosedur SNI

06-2489-1991. Benda uji direndam di dalam water bath selama 30 menit

dengan suhu tetap 60oC (± 1oC). Setelah itu benda uji diletakkan ke

dalam segmen bawah kepala penekan. Kemudian benda uji dibebani

dengan kecepatan tetap sekitar 50 mm per menit dan mencatat nilai

stabilitas dan flow yang ditunjukkan oleh dial pengukur pada saat

pembebanan mencapai maksimum. Pada pengujian marshall ini hanya

dilakukan sebagai data pelengkap, yaitu sebagai data untuk mengecek

perubahan stabilitas setelah ruas jalan tersebut dioperasikan. Namun

pengujian ini bukan bagian dari pengujian sesungguhnya dikarna pada

(53)

c. Pemeriksaan Analisis Saringan Agregat Hasil Ekstraksi

Pada pengujian pemeriksaan analisis saringan agregat hasil ekstraksi

dapat dilakukan langkah – langkah sebagai berikut :

a. Mempersiapkan bahan dan alat yang diperlukan antara lain

timbangan, oven, 1 set alat ekstraksi sentrifugal, 1 set saringan.

Bahan-bahan yang dibutuhkan antara lain sampel benda uji hasil

dan bensin.

b. Memanaskan benda uji hasil sampai sampel mulai terpisah menjadi

butiran – butiran agregat.

c. Memasukan sampel tersebut kedalam alat ekstraksi.

d. Menuangkan bensin kedalam alat ekstraksi bersamaan dengan

sampel yang akan di ekstrak, kemudian menutup alat ekstraksi

tersebut.

e. Menghidupkan alat ekstraksi tersebut dan memperhatikan bagian

bawah dari alat ekstraksi yang berupa corong (berfungsi

mengelurkan cairan bensin yang tercampur dengan aspal).

f. Menambahkan bensin secara terus menerus ke dalam alat ekstraksi

agar cairan yang keluar berwarna bening untuk menandakan bahwa

sampel benda uji telah bersih dari aspal yang menempel.

g. Mengeluarkan benda uji dari alat ekstraksi lalu mengeringkannya.

h. Menyaring benda uji dan kemudian menimbang benda uji yang

telah di ekstraksi untuk mendapatkan grafik distribusi gradasi pada

(54)

d. Analisis Data

Setelah pengolahan data primer selesai kemudian membandingkan

parameter campuran hasil penelitian di laboratorium (sebelum

mengalami pembebanan) dengan sampel yang diambil secara langsung

dari lapangan (setelah mengalami pembebanan) berupa grafik

perbandingan antara :

a. VMA Trial Compaction lapangan dengan VMA pada perkerasan

eksisting.

b. VFA Trial Compaction lapangan dengan VFA pada perkerasan

eksisting.

c. VIM Trial Compaction dengan VIM pada perkerasan eksisting.

d. Stabilitas Trial Compaction dengan stabilitas pada perkerasan

eksisting.

e. Flow Trial Compaction dengan flow pada perkerasan eksisting.

f. MQ Trial Compaction dengan MQ pada perkerasan eksisting.

g. Density Trial Compaction dengan density pada perkerasaan

eksisting.

h. Menganalisis Penyebaran gradasi dan kadar aspal Trial

(55)
[image:55.595.110.508.107.710.2]

D.Diagram Alir Penelitian

Gambar 6. Diagram Alir Penelitian Mulai

Persiapan

Pengumpulan Data Primer :

1. Pengambilan sampel perkerasan pada ruas jalan yang di tinjau

Pengolahan Data Primer :

1. Pengujian Marshall

2. Pengujian ekstraksi sampel perkerasan

3. 2.Pengujian analisis saringan hasil ekstraksi

Pengumpulan data sekunder dari hasil trial compaction dan

pengujian laboratorium penelitian sebelumnya.

Kesimpulan & Saran

Selesai

Analisis Data Primer dan Sekunder

1. VMA

2. VFA 3. VIM 4. Stabilitas 5. Flow 6. MQ 7. Density

(56)

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

A.KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pengujian dan Analisis sampel perkerasan pada ruas jalan

Ketapang STA 122 + 200 s/d STA 122 + 600 sebelum dan sesudah mengalami

pembebanan adalah sebagai berikut :

1. Data parameter campuran trial compaction dan Laboratorium adalah

[image:56.595.140.374.410.511.2]

sebagai berikut :

Tabel 30. Data Campuran Beraspal Sebelum Mengalami Pembebanan

Parameter

Campuran Trial Compaction Laboratorium

VMA 16,29 15,833

VFA 72,19 67,5483

VIM 4,53 5,138

Density 2,276 2,31

2. Hasil pengujian parameter campuran benda uji core drill adalah sebagai

berikut :

Tabel 31. Data Campuran Beraspal Setelah Mengalami Pembebanan

Parameter Campuran

Nilai Rata – Rata Tiap Jalur

Kanan Kiri

VMA 14,84 15,58

VFA 73,043 68,88

VIM 4,021 4,856

[image:56.595.141.371.614.714.2]
(57)

3. Parameter campuran VMA sebelum dan sesudah terjadinya pembebanan

lalu lintas mengalami penurunan sebesar 1,45% dan 0,71% untuk masing

jalur kanan dan kiri terhadap nilai trial compaction dan juga mengalami

penurunan sebesar 0,993% dan 0,243% terhadap nilai laboratorium.

4. Parameter campuran VFA mengalami peningkatan sebesar 0,853 % untuk

jalur kanan dan mengalami penurunan sebesar 3,31% untuk jalur kiri

terhadap nilai trial compaction. Nilai VFA lapangan naik sebesar 5,495%

dan 1,332% terhadap nilai laboratorium.

5. Parameter campuran VIM mengalami penurunan sebesar 0,509 % untuk

jalur kanan dan mengalami peningkatan sebesar 0,326% untuk lajur kiri

terhadap nilai trial compaction. Nilai VIM lapangan turun sebesar 1,117%

dan 0,282% terhadap nilai laboratorium.

6. Parameter campuran density peningkatan sebesar 2,68% (0,061) dan 1,801%

(0,041) untuk masing – masing jalur kanan dan kiri terhadap nilai trial

compaction. Density mengalami peningkatan sebesar 1,169% (0,027) dan

0,303% (0,007) terhadap nilai laboratorium.

7. Selama kurang lebih 6 bulan, parameter campuran VMA setelah

pembebanan tidak memenuhi standard Spesifikasi Umum Bina Marga 2010

Divisi 6, namun untuk parameter campuran lainnya masih memenuhi

standard.

8. Gradasi agregat hasil ekstraksi dari sampel perkerasan sebagian besar

mengalami pergeseran ke kiri dari nilai trial compaction yang menandakan

(58)

9. Kadar aspal mengalami penurunan sebesar 0,11% dan 1,22% pada sampel

ekstraksi 1 dan 2 setelah mengalami pembebanan dan penurunan sebesar 0,2

% dan 1,23% terhadap nilai rencana.

B.SARAN

Untuk penelitian lebih lanjut, maka dalam kesempatan ini penulis

menyarankan:

1. Sebaiknya untuk pengujian Ektraksi menggunakan sampel perkerasan tacle

block untuk mendapatkan hasil yang lebih baik.

2. Perlunya penelitian serupa untuk ruas jalan tersebut dengan waktu

pembebanan lalu – lintas yang lebih lama.

3. Sebaiknya untuk pengambilan sampel perkerasan core mengambil pada titik

yang sama/berdekatan dengan sampel core Trial Compaction sehingga di

(59)

DAFTAR PUSTAKA

Affandi, F . 2011. Pengaruh Kandungan Mineral Asbuton Dalam Campuran Beraspal.Pusat Litbang Jalan dan Jembatan.Bandung

Affandi, F. 2009. Sifat Campuran Beraspal Panas Dengan Asbuton Butir. Jurnal Jalan – Jembatan, Volume 26 No.2.Bandung.

Indriyati, Eva Wahyu, Bambang Sugeng Subagio,Harmien rahman dan Sony Sulaksono Wibowo. 2012. Kajian Perbaikan Sifat Reologi Visco-Elastic Aspal Dengan Penambahan Asbuton Murni Menggunakan Parameter Complex Shear Modulus. Institut Teknologi Bandung. Bandung

Martina, Nunung dan Eka Sasmita Mulya. 2010. Penggunaan Asbuton Modifikasi pada Perkerasan Lentur Jalan Untuk Lapisan Permukaan. Politeknik Negeri Jakarta. Depok

Mustakim, Dedi. 2005. Pengaruh Penambahan Retona Terhadap Kinerja Perkerasan dan Karakteristik Campuran Beraspal pada Ruas Jalan Kalianda – Bakauheni KM 74 + 000 (Studi Kasus). Universitas Lampung. Lampung

Rahman, Harmein, Bambang Sugeng Subagio dan Agung Hari Widianto.

Gambar

Gambar 1. Komponen Perkerasan Lentur
Gambar 2. Komponen Perkerasan Kaku
Gambar 4. Bagan Alir Pengolahan Asbuton
Tabel 1. Ketentuan untuk Aspal yang dimodifikasi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari data-data yang diperoleh dari hasil pemeriksaan campuran beton aspal lapis aus AC-WC dengan kapur sebagai bahan pengisi disajikan pada Tabel 7, Tabel 8, Tabel 9 dan Tabel

Hal ini disebabkan karena dengan penambahan kadar Retona Blend 55 mengakibatkan viskositas aspal pada temperatur pemadatan dapat dipertahankan sehingga campuran

Hal ini disebabkan karena dengan penambahan kadar Retona Blend 55 mengakibatkan viskositas aspal pada temperatur pemadatan dapat dipertahankan sehingga campuran

Dengan menggunakan uji ITSM akan di dapatkan hasil akhir berupa nilai Resilient Modulus yang digunakan untuk mengetahui kemampuan lapis tipis campuran aspal