• Tidak ada hasil yang ditemukan

REPRESENTASI PEMISKINAN DALAM NOVEL “NAK, MAAFKAN IBU TAK MAMPU MENYEKOLAHKANMU” (Analisis Semiotika Dalam Novel “Nak, Maafkan Ibu Tak Mampu Menyekolahkanmu” Karya Wiwid Prasetyo)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "REPRESENTASI PEMISKINAN DALAM NOVEL “NAK, MAAFKAN IBU TAK MAMPU MENYEKOLAHKANMU” (Analisis Semiotika Dalam Novel “Nak, Maafkan Ibu Tak Mampu Menyekolahkanmu” Karya Wiwid Prasetyo)"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

REPRESENTASI PEMISKINAN DALAM NOVEL

“NAK, MAAFKAN IBU TAK MAMPU MENYEKOLAHKANMU”

(Analisis Semiotika

Dalam Novel “Nak, Maafkan Ibu Tak Mampu

Menyekolahkanmu” Karya Wiwid Prasetyo

)

Disusun Oleh :

Filmansyah 07220090

Dosen Pembimbing :

1. Joko Susilo S.Sos, M.Si

2. Drs. Abdullah Masmuh M.Si

Konsentrasi Jurnalistik

Jurusan Ilmu Komunikasi

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Muhammadiyah Malang

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

DAFTAR ISI

2.2. Media Sebagai Penyebar Ideologi ... 14

2.3. Komunikasi Dalam Narasi ... 15

2.4. Representasi Pada Teks ... 17

2.5. Ragam Bahasa ... 19

2.6. Fungsi Sastra ... 20

2.6.1. Sastra Sebagai Protes Sosial ... 21

2.6.2. Kedudukan Sastra Dalam Kehidupan ... 22

2.7. Interpretasi Pada Novel dan Ideologi ... 23

2.8. Terjadinya Pemiskinan ... 25

2.9. Semiotika Sebagai Pendekatan ... 26

2.10. Denotasi & Konotasi, Mitos, Menurut Roland Barthes ... 28

BAB III METODE PENELITIAN

3.1. Metode Penelitian... 33

3.2 Analisis Semiologi Roland Barthes Pada Teks Novel ... 34

3.2.1. Kode Hermeneutik ... 35

(7)

3.2.3. Kode Simbolik ... 35

3.2.4. Kode Proaretik ... 36

3.2.5. Kode Gnomik ... 36

3.3. Ruang Lingkup ... 38

3.4. Unit Analisis ... 40

3.5. Tekhnik Pengumpulan Data ... 41

3.6. Tekhnik Analasisis Data ... 42

BAB IV PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Objek Penelitian ... 43

4.2. Penyajian Data ... 44

4.3. Analisis Data ... 48

4.4. Lima Kode Roland Barthes ... 52

4.4.1. Pembacaan Kode Hermeneutik ... 52

4.4.2. Pembacaan Kode Semik ... 59

4.4.3. Pembacaan Kode Simbolik ... 62

4.4.4. Pembacaan Kode Proaretik ... 65

4.4.5. Pembacaan Kode Gnomik ... 70

4.5. Sistem Mitos ... 75

BAB V PENUTUP

5.1. Kesimpulan ... 79

5.1.1. Pemiskinan Dalam Novel ... 80

(8)

Kata Pengantar

Maha Besar Allah SWT yang telah melimpahkan segala karunia yang ada dibumi dan

dilangit-Nya, beserta Rasulullah Muhammad SAW yang telah membimbing umat manusia dari

kegelapan menuju kejalan lurus dan terang benderang. Dengan rahmat dan hidayah-Nya

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “ Representasi Pemiskinan Dalam

Novel „Nak, Maafkan Ibu Tak Mampu Menyekolahkanmu‟ (Analisis Semiotika Dalam Novel

“Nak, Maafkan Ibu Tak Mampu Menyekolahkanmu” Karya Wiwid Prasetyo). Tanpa sentuhan

Ilahiah, penulis tidak akan bisa mewujudkan apa-apa.

Apabila ada kata yang memiliki makna diatas dari ucapan terima kasih, aku akan

persembahkan itu untuk kedua orang tuaku Ayahanda Muhammad Idris & Ibunda Kartini,

karena dari kerja keras, semangat & dukungan, dan doa dari mereka, hingga aku bisa sampai di

titik ini. Kalian motivasi besar dalam hidupku. Doaku, cinta dan sayangku selalu ada untuk

kalian. Buat nenekku Alm. Syamsiah, bagiku tak ada yang bisa mengalahkan besarnya rasa

sayangmu kepada cucu-cucumu. Buat kakakku Rian, dan adik-adikku Rudi, dan Ari, kalian

pemberi semangat dan dukungan moril, selalu menjadi alarm pengingat untukku, serta buat

seluruh keluargaku dimanapun berada. Buat bapak Joko Susilo S.Sos, M.Si selaku pembimbing

satu dan bapak Drs. Abdullah Masmuh M.Si, selaku pembimbing dua, terima kasih atas

kesediaan waktu dan ilmunya selama proses bimbingan, tanpa kalian skripsi ini tidak akan

menjadi baik. Buat pak Arif Hidayatullah, terima kasih sudah meminjamkan bukunya. Buat

seluruh dosen jurusan Ilmu Komunikasi beserta seluruh jejeran karyawannya, terima kasih atas

semua. Buat kawan-kawan seperjuangan, Hana, Inad, Gustay, Rezky, Levy. Buat komisariat

(9)

depan‟ kalian tahu siapa dia. Buat penghuni AMKT Mandau, penghuni Asrama Busak Malay,

seluruh manusia IPMATAR Malang, serta semua kawan-kawanku yang belum disebutkan

satu-persatu.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis yakin bentuknya masih jauh dari kesempurnaan.

Sehingga ruang kritik dan saran masih terbuka mulai dari tulisan-tulisan ini lahir. Kesempurnaan

hanya milik Allah SWT dan kesalahan-kesalahan datangnya dari hati manusia. Semoga tulisan

ini bermanfaat untuk semua. Amin.

Malang, 01 Oktober 2012

Penulis

(10)

DAFTAR PUSTAKA

Buku:

Ahmad, Asep H. 2009. Filsafat Bahasa “Mengungkap Hakikat Bahasa, Makna dan Tanda”. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya

Barth, Fredrik. 1988. Kelompok Etnik dan Batasannya. Jakarta: Universitas Indonesia Press

Barthes, Roland. 2010. Membedah Mitos-mitos Budaya Massa “Semiotika atau Sosiologi Tanda, Simbol, dan Representasi”. Yogyakarta: Jalasutra

_____________.2010. Imaji/ Musik/ Teks “Analisis Semiologi atas Fotografi, Iklan,

Film, Musik, Alkitab, Penulisan dan Pembacaan Serta Kritik Sastra”.

Yogyakarta: Jalasutra

Cangara, Hafied. 2005. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: PT. Raja Grafindo

Persada

Dahlan, M, Al Barry. 1994. Kamus Ilmiah Populer. Surabaya: Arkola Danesi, Marcel. 2012. Pesan, Tanda, dan Makna. Yogyakarta: Jalasutra

Djokosujatno, Apsanti. 2004. Membaca Katrologi Bumi Manusia “Pramoedya

Ananta Toer”. Magelang: Indonesiatera

Menno, S & Alwi, Mustamin. 1992. Antropologi Perkotaan . Jakarta: Rajawali Pers Mills, Sara. 2007. Diskursus “Sebuah Piranti Analisis Dalam Kajian Ilmu Sosial”.

Jakarta: Qalam

Nurudin. 2007. Pengantar Komunikasi Massa. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada Rafiek, M. 2010. Teori Sastra “Kajian Teori dan Praktik”. Bandung: PT. Refika

Aditama

Salam, Burhanuddin. 1997. Etika Sosial “Asas Moral Dalam Kehidupan Manusia”. Jakarta: PT. Rineka Cipta

Saini, K.M. 1986. Protes Sosial Dalam “SASTRA”. Bandung: Angkasa

Severin, J, Werner & Tankard, W, James. 2009. Teori Komunikasi “Sejarah, Metode,

(11)

Sobur, Alex. 2006. Semiotika Komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Teichman, Jenny. 1998. Etika Sosial. Yogyakarta: Kanisius

Todorov, Tzvetan. 1985. Tata Sastra. Jakarta: Djambatan

Winarso, P, Heru. 2005. Sosiologi Komunikasi Massa. Jakarta: Prestasi Pustaka

Non Buku :

Junaidi, Wawan. 2009. “Stratifikasi Sosial”. http://wawan-junaidi.blogspot.com/2009

/10/definisi-stratifikasi-sosial.html Diakses tanggal 13 Desember 2011 Jam 18.00

Sam, Arianto. 2008. “Pengertian Novel”. http://sobatbaru.blogspot.com/2008/04/Pen

gertian-novel.html#comment-form Diakses tanggal 20 Desember 2011 Jam 20.00

Suparyanto, 2010. “Konsep Dasar Status Ekonomi”. http://drsuparyanto. Blogspot.

com/2010/07/konsep-dasar-status-ekonomi.html Diakses tanggal 30 Juni 2012

Jam 22.00

Badan Pusat Statistik, 2012. “Profil Kemiskinan di Indonesia September 2011”.

(12)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perasaan dapat dibuat miris, benci, sakit hati, senang, bercampur-aduk

tatkala membaca dan merasuki cerita dalam sebuah novel. Nuansa cerita yang

disajikan dapat menstimulus emosi pembaca. Itulah mengapa ketika seseorang

tengah asyik membaca novel, bisa sampai lupa waktu dan bisa jadi

mengesampingkan kegiatan-kegiatan yang lain. Alur adegan dirajut menjadi satu

keutuhan cerita, sebagian kata-kata mengandung makna yang tersisipkan, entah

samar atau jelas, dalam atau dangkal, pembaca terkadang dipaksa untuk mencoba

merenungkan nilai-nilai tersebut. Upaya dalam mempersepsikan makna bisa jadi

keliru, atau mendekati kebenaran. Tergantung dari bagaimana kadar kerumitan

bahasa di-novel. Untuk itu, perlu adanya metode untuk mengupas dan menggali

makna dalam novel. Penulis mencoba menawarkan salah satu dari sekian metode

untuk menguak lebih dalam makna yang ada pada tanda dalam aksara-aksara pada

sebuah novel.

Tidak semua orang suka membaca novel, karena ada beberapa alasan

tersendiri. Pertama yakni selera, ada sebagian orang yang tidak suka membaca

bacaan fiksi, mereka lebih tertarik dengan bacaan yang sifatnya real. Kedua salah

pemberian label, ada beberapa yang salah dalam memberi label pada novel,

misalnya ada anggapan bahwa tulisan novel kebanyakan memakai bahasa yang

(13)

2

berlebih-lebihan dan sangat jauh dari realitas, stereotype seperti ini yang yang bisa

menyebabkan label yang disematkan salah, hingga berujung menjadi tidak ada

rasa ketertarikan untuk membaca karya novel. Ketiga menganggap isi novel tidak

menarik, faktornya bisa jadi karena cover novel, tebalnya halaman, dan lain-lain.

Berdasarkan fenomena seperti ini, peneliti membuat satu kesimpulan dari tiga

permasalahan diatas. Hal yang mesti diketahui bersama, bahwa novel juga terdiri

dari beberapa jenis dan kategori yang beragam, ada novel romantik dan novel

realis. Bila pada novel romantik, bahasa yang digunakan memang menggunakan

kiasan-kiasan makna yang mendramatisir kisahnya. Beda hal dengan novel realis,

perumusan novel realis bersandar pada keadaan dan kejadian yang real, seperti

novel sejarah. Novel ini tidak menceritakan hal yang „manis-manis‟ saja, namun

kisahnya juga mengungkap bagaimana buruh-buruh pabrik yang kehilangan

pekerjaan, badan yang kurus kering, namun pemilik pabrik serta jejerannya malah

hidup mewah. Novel realis menceritakan fakta-fakta dari sudut pandang yang lain.

Novel dapat menstimulus emosi pembaca, barangkali ini salah satu

indikator yang menjadikan novel cukup populer. Apabila pembaca berkeliling di

sebuah toko buku. Pembaca pasti akan menemukan rak-rak khusus untuk kategori

novel. Seperti yang peneliti alami, saat memasuki salah satu toko buku terkenal,

disana rak-rak novel dibagi rapi. Ada sub-sub kategorinya, misalnya novel remaja,

novel romantis, novel sejarah, serta novel luar yang sudah diterjemahkan dan ada

yang berbahasa asing. Rak-rak ini tidak sedikit, novel yang dipajang pun terhitung

banyak. Artinya, novel termasuk digemari oleh masyarakat, dan pula digemari

(14)

3

terkenal karena karya cipta mereka. Seperti para novelis yang sudah banyak

menelurkan karya dan banyak mendapat apresiasi, seperti novelis Andrea Hirata,

Djenar Maesa Ayu, Dewi Lestari, novel mereka sangat populer dan sebagian

novel karya mereka ada yang sudah pernah diangkat ke layar lebar, misalnya

“Laskar Pelangi” milik Andrea Hirata, “Mereka Bilang, Saya Monyet” milik

Djenar Maesa Ayu, “Perahu Kertas” milik Dewi Lestari yang juga rencananya

akan diangkat kelayar lebar. Merujuk pada angkatan 45-an seperti seorang

sastrawan Pramoedya Ananta Toer sampai sekarang mahakarya tetralogi “Karya

Buru” masih menjadi karya yang banyak diperbincangkan oleh sebagian kalangan

pengamat sastra, meski karyanya banyak mendapat kritikan terutama dari segi

bahasa, tetapi juga banyak mendapat pujian serta apresiasi dari dalam dan luar

negeri. Pramoedya Ananta Toer sempat dianugerahi bintang penghargaan

bergengsi dari negara Perancis karena karyanya yang begitu mengagumkan.

Tetralogi “Karya Buru“, menguak kisah sejarah pra-kemerdekaan sampai

detik-detik kemerdekaan bangsa Indonesia. Menceritakan bagaimana

langkah-langkah awal perjuangan sampai mampu menyerap dan mengaplikasikan

ilmu-ilmu modern. Misalnya kegiatan berorganisasi, semua dikupas oleh Pramoedya

Ananta Toer. Begitu banyak makna yang dapat digali dari tokoh-tokoh yang

diciptakan oleh Pramoedya, seperti tokoh “Pangemanann” yang dimunculkan

pada tetralogi terakhirnya yakni “Rumah Kaca”. Pangemanann adalah tokoh yang

menggambarkan kontroversi dari demokrasi, antara praktik dan ideologi.

Pangemanann muncul di cerita Rumah Kaca sebagai seseorang yang memiliki

(15)

4

ia dibesarkan oleh ayah angkat yang berasal dari Prancis, kemudian Pangemanann

dibawa ke Prancis dan disekolahkan disana. Diajarkan dengan pemahaman yang

kental dengan alam demokrasi. Sehingga ketika kembali ke tanah air, awal

karirnya ia diangkat sebagai komisaris polisi, dan terus merintis hingga akhirnya

sampai menjadi salah satu pejabat tinggi kolonial Belanda. Disinilah pergulatan

batin yang terjadi dalam diri Pangemanann, disatu sisi dia miris dengan keadaan

tanah air, tapi disisi lain dia harus melaksanakan tugasnya sebagai pejabat tinggi

kolonial, bagaimana ajaran-ajaran demokrasi yang tertanam dikepalanya tidak

berguna ketika sebuah negara menjelma menjadi negara kolonial, yakni negara

penjajah.

Pangemanann dan banyak tokoh lain lagi yang diciptakan oleh Pram

bukan sekedar tokoh fiktif tanpa arti. Pangemanann membawa ideologi revolusi

Prancis yakni demokrasi, dan hampir kesemuanya tokoh yang ada dalam tetralogi

tersebut merupakan perwujudan dari tokoh alam nyata, hanya saja nama-nama

tersebut di ubah, akan tetapi tidak meninggalkan esensinya, misalnya seperti Mas

Tjokro yang merupakan perwujudan dari Tjokroaminoto, si Gadis Jepara yang

merupakan perwujudan dari Kartini, dan lain-lain.

(16)

5

Peneliti sengaja mengulas sedikit mengenai roman karya Pramoedya

Ananta Toer yakni bermaksud menggamblangkan bahwa, meskipun novel dan

roman disepakati sebuah karya fiksi, namun tidak serta merta kosong ide, pesan,

gagasan, dan ideologi didalamnya, karena pada tulisannya dan alur ceritanya

sangat syarat akan makna, pada dasarnya tulisan tersebut di ilhami dari fakta.

Dengan begitu, pembaca harus peka. Pengangkatan karya novel ke layar lebar

sudah tidak asing lagi, dan fenomena ini menjadi populer. Bila dari luar negeri ada

film Harry Potter yang ceritanya diangkat dari novel seri J. K. Rowling dari

Inggris. Jika dari dalam negeri kita tahu Laskar Pelangi karya Andrea Hirata,

kemudian yang baru beredar Negeri 5 Menara karya A. Fuadi. Artinya, novel

banyak menginspirasi berbagai kalangan termasuk para pekerja yang bergerak

dibidang perfilman. Meski kadang dari segi konten cerita, pesan-pesan yang

ditampilkan ke layar lebar agaknya banyak berubah dari versi novelnya, terlepas

dari itu bahwa ruang-ruang yang ditampilkan bermaksud membentuk pemahaman

dan dengan harapan mampu menginspirasi siapapun yang membaca maupun

menonton.

Tidak ada yang statis dalam hidup, karena hakikatnya hidup yakni

sesuatu yang berubah, semua berjalan dinamis. Perubahan secara menyeluruh atau

sepenggal-sepenggal hampir terjadi setiap saat di semua ranah pijakan hidup

manusia. Mulai dari keluarga, sosial, ekonomi, pemerintah, yang nantinya bisa

menjadi sumber gejolak yang mencuat ke permukaan. Bisa jadi membentuk

tumpukan masalah yang tak urung bisa dituntaskan. Pokok masalah yang sangat

(17)

6

masyarakat. Jika dinilai dari jumlah pendapatan keseharian, dan usaha pemenuhan

kebutuhan hidup, ukuran kesejahteraan bagi tiap-tiap perorangan tak mungkin

bisa sama. Karena itu, muncullah strata sosial dalam tataran kemasyarakatan. Ini

menjadi semacam keniscayaan bersama, hakekatnya menggolongkan masyarakat

pada nilai kesejahteraan. Strata sosial bukan gejala yang baru, dia telah hadir

barangkali jauh sebelum kita menamakannya. Barangkali sejak zaman batu, abad

pertengahan, sampai era serba modern sekarang.

Menurut Soerjono Soekanto “Selama dalam suatu masyarakat ada sesuatu yang dihargai dan setiap masyarakat mempunyai sesuatu yang dihargainya, maka barang sesuatu itu akan menjadi bibit yang dapat menimbulkan adanya sistem berlapis-lapis yang ada dalam masyarakat itu. Barang sesuatu yang dihargai di dalam masyarakat itu mungkin berupa uang atau benda-benda yang bernilai ekonomis, mungkin juga berupa tanah, kekuasaan, ilmu pengetahuan, kesalehan dalam agama atau mungkin juga keturunan dari keluarga yang terhormat” (Junaidi, 2009 [online]).

Ada sebagian orang diluar sana menganggap dirinya tidak beruntung

karena merasa dirinya ada pada kasta paling terendah. Jika mengacu pada

pendapat diatas, status diri dalam hidup bermasyarakat, didapat oleh seberapa

besar volume „sesuatu yang dihargai‟ yang dimiliki tiap-tiap personal. Volumenya

jelas beragam, ada yang tinggi, ada juga yang rendah. Volume rendah ini yang

bisa dikatakan termasuk kaum yang terpinggirkan secara ekonomi. Persoalannya

bukan karena mereka tidak mau berusaha, juga bukan karena total itu adalah

sebuah nasib yang mereka pasrahkan. Sebenarnya potensi diri yang dimiliki bila

dikembangkan dan didukung oleh kondisi yang baik tentu layak membuatnya naik

derajat dalam status sosial. Namun wadahnya untuk menempa diri tidak ada atau

(18)

7

menyebabkan mereka tunduk dengan keadaan. Ketika bersinggungan dengan

pihak-pihak yang berada dalam pusaran kekuasaan, mereka tidak berdaya.

Secara hierarkis, masyarakat atas-bawah walau dalam areal hidup dan

tinggal yang sama, meskipun begitu juga belum tentu saling kenal dan membantu.

Galdwin dan Valentine menyebutnya “kemiskinan struktural, yakni kemiskinan

yang tercipta dan kekal yang disebabkan oleh mereka yang berada dalam struktur

sosial yang lebih tinggi dalam masyarakat, yang dengan berbagai usaha tidak

memberi kesempatan kepada segmen di bawah beranjak keatas guna memperbaiki

taraf hidup mereka” (Menno & Alwi, 1992: 62).

Pendidikan dan pekerjaan faktor paling krusial untuk memperbaiki taraf

hidup. Keduanya saling sangkut-paut dan mendukung. Satu elemen saja yang

hilang, pasti akan pincang dan tidak maksimal. Seperti dalam bidang pekerjaan,

kadangkala ada aturan dalam merekrut tenaga kerja syarat-syaratnya dinilai

memberatkan sebagian orang. Misalnya dalam syaratnya membutuhkan tenaga

kerja yang mampu baca-hitung. Padahal sebagian orang ada yang masih belum

bisa baca-hitung. Akhirnya mereka mencari kerja serabutan (tidak tetap) dengan

upah yang minim, jelas dengan begini biaya pemenuhan hidup keseharian menjadi

pas-pasan dan kekurangan. Kemudian dalam bidang pendidikan. Pendidikan

sangat penting karena sebagai modal untuk melaksanakan kegiatan yang

menunjang masa depan. Era modern sekarang, setiap pekerjaan membutuhkan

tenaga ahli dan ilmu. Pendidikanlah yang mampu menyokong itu. Pekerjaan yang

layak bisa diraih karena pendidikan yang mumpuni. Namun, tidak semua fasilitas

(19)

8

kesempatan untuk mengembangkan diri biasanya terhalang karena kurangnya

biaya untuk pendidikan. Atau bisa sebaliknya, pendidikan yang terlalu mahal.

Persoalan didunia semakin pelik dan menuntut kecakapan diri. Jika tidak

mampu menyelaraskan antara keahlian diri dan kebutuhan pekerjaan maka

siap-siap untuk tersingkir dari orang-orang yang siap-siap dengan itu. Selain itu, bencana

alam juga berpengaruh besar bagi perubahan hidup masyarakat. Bencana itu juga

tidak hanya datang dari proses murni alam. Bencana juga bisa hadir dari kelalaian

manusia, yang berujung kerugian besar bagi sejumlah penduduk yang terkena.

Seperti menularnya wabah penyakit, kerusakan tanah, yang membuat masyarakat

menjadi sengsara. Tidak berlebihan rasanya jika mengatakan jarak dan waktu

bukan lagi hambatan bagi keberlangsungan proses menyebarkan atau

tukar-menukar informasi. Teknologi semakin canggih, era globalisasi membuka ruang

informasi selebar-lebarnya. Seperti misalnya daerah A terpisah jauh dengan

daerah B, dan pula dibatasi oleh laut. Tetapi daerah A bisa tahu persis peristiwa

yang terjadi didaerah B karena media. Beriring dengan perubahan zaman, media

komunikasi ikut berkembang. Ada media cetak dan elektronik, sesuai porsinya

masing-masing. Media sebagai penyampai pesan kepada masyarakat luas, juga

punya andil penting yang mempengaruhi relung berpikir tiap-tiap personal.

Berbagai persoalan yang muncul direkam, dirangkum, dan diwartakan oleh media.

Masing-masing media massa memiliki ciri yang sangat karakteristik. Koran

memuat berita aktual dan dikupas secara mendalam dengan rangkaian kata yang

tersusun cermat dan dibubuhkan gambar perkara atau gambar sebatas ilustrasi.

(20)

9

satu kesatuan informasi yang disuguhkan kepada pemirsa. Bila media online,

pembaca tak perlu menunggu lama untuk tahu peristiwa yang muncul, karena

informasinya tersebar sangat cepat.

Diantara semua saluran media tadi, salah satu media komunikasi adalah

novel. Kategori novel, termasuk dalam media cetak. Novel sebuah karya sastra,

tersusun dari teks-teks fiksi yang didalamnya dibangun cerita oleh pengarang.

Teks fiksi dalam novel tidak semata-mata hadir dengan bentuk „kosong‟ makna.

Meminjam istilah Teun Van Djik, “teks bukan sesuatu yang datang dari langit,

bukan juga suatu ruang hampa yang mandiri. Akan tetapi, teks dibentuk dalam

suatu praktik diskursus, suatu praktik wacana. Teks itu hadir dan dari representasi

yang menggambarkan masyarakat yang patriarkal” (Eriyanto, 2009: 222). Teks

berisi muatan pesan, tapi tidak semua secara gamblang mengemukakan

maksudnya, bergantung dari skema tulisan yang di adaptasi.

Meski ada pembeda dalam setiap bentuk tulisan, ke semuanya teks yang

dibangun pasti membawa pesan yang disampaikan sendiri-sendiri sesuai

karakternya seperti karya ilmiah, sastra, berita, dan yang lainnya punya ciri

masing-masing. Tulisan dalam novel diciptakan atas karangan cerita, yang

didalamnya dibangun tokoh-tokoh fiktif sebagai penempa jalannya alur cerita

yang tercipta. Tokoh ini tidak hidup didunia asli. Tapi hidup di atas kertas-kertas

yang menggambarkan realitas kehidupan dari kacamata yang lain. Kondisi nyata

sebagai inspirasi besarnya. Wenas adalah tokoh utama yang diciptakan oleh

Wiwid Prasetyo dalam novel “Nak, Maafkan Ibu Tak Mampu

(21)

10

Hidupnya serba kekurangan, bisa dibilang mereka menggantungkan hidup dari

hasil alam, bercocok tanam dengan pengetahuan seadanya. Latar peristiwa

digambarkan di Kampung Ratatotok Minahasa, Sulawesi Utara, berkisar ditahun

1996-an. Kampung Wenas terkena musibah, yang setelah ditelisik ternyata

sumbernya berasal dari limbah perusahaan PT. Newmont Minahasa Raya (NMR),

yang sengaja dibuang ke laut Buyat, Minahasa. Wenas memiliki tiga sahabat, juga

berasal dari tempat sama, melaratnya juga sama. Namanya Rimbot, Rimang, dan

Rakin. Mereka selalu bersama hadapi suka-duka garis hidup. Intinya, pro-kontra

terjadi pada sebagian tokoh, ada juga monolog pergolakan batin sendiri, yang

didalamnya mengandung muatan pesan yang kuat. Cerita yang disajikan oleh

Wiwid Prasetyo, bersumber dari peristiwa nyata tetapi di fiksikan menjadi setebal

402 halaman. Terbukti, tragedi Minahasa sempat di wartakan beberapa media

massa. Wabah penyakit yang menjangkiti penduduk Ratatotok karena limbah

yang mengandung logam, arsen, dan zat berat mencemari laut, ikan, yang dibuang

sengaja oleh PT. Newmont. Penduduk yang memakan ikan yang „berpenyakit‟

tersebut, akan terkena penyakit serius.

Kategori novel karangan Wiwid Prasetyo, lebih tepat novel realis daripada

novel romantik, karena serangkai cerita yang dikemukakannya mengenai

fenomena sosial, bersandar pada tragedi nyata. Inilah alasan utama peneliti sangat

tertarik untuk mengkaji novel “Nak, Maafkan Ibu Tak Mampu

Menyekolahkanmu”. Alasan kedua, pesan yang tersirat mengandung pesan moral

dan lontaran kritik sosial bila dimaknai secara teliti, karena maknanya masih

(22)

11

cerita juga menyebabkan menyebabkan keterbukaan makna yang ditafsirkan oleh

pembaca, termasuk peneliti sendiri. Ketiga, novel juga hasil seni dan juga alat

pendukung perubahan. Artinya, pesan yang ditangkap dalam novel oleh pembaca,

bisa membentuk gerakan konkrit ke alam nyata, atau hanya jadi renungan dalam

relung hati. Berdasarkan penjelasan luas diatas, penelitian ini berusaha untuk

menggamblangkan, menafsirkan kandungan makna dalam novel “Nak, Maafkan

Ibu Tak Mampu Menyekolahkanmu” karya Wiwid Prasetyo.

1.2. Rumusan Masalah

Apa makna dibalik teks novel “Nak, Maafkan Ibu Tak Mampu

Menyekolahkanmu” karya Wiwid Prasetyo.

1.3. Fokus Penelitian

Fokus penelitian yakni pada teks-teks yang ada dalam novel. Lalu,

dipecahkan dengan kode-kode bahasa, dan di-pilah teks yang mengandung

muatan pesan “Pemiskinan”.

1.4. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian untuk mengungkap muatan makna yang tersembunyi di

balik teks-teks. Karena teks yang tersaji, bila dibaca sambil-lalu makna yang

dipahami seperti hanya sebatas hasil karya seni kosong „tanpa makna‟, atau hanya

(23)

12

pembaca. Dengan begitu, memahami teks dengan memakai pendekatan teori-teori,

adalah sebuah usaha demi mendapati makna sebenarnya.

1.5. Kegunaan Penelitian

1.5.1. Kegunaan Akademis

Untuk semua para akademisi, agar terus menjaga sikap cermat dan kritis

dalam menganalisis teks pada novel, tidak serta-merta menerima bangunan teks

yang disajikan didepan mata. Penelitian ini, dapat pula jadi bahan memperkaya

materi atau rujukan untuk penelitian selanjutnya, yang sesuai dengan koridor

penelitian ini.

1.5.2. Kegunaan Praktis

Bagi setiap pembaca, memahami makna yang ada pada teks dalam novel

sangat penting, kadangkala makna terdistorsi karena sajiannya yang „beragam‟.

Penilitian ini berguna untuk membuka skema berpikir untuk dapat menggali lebih

dalam makna yang ada pada teks-teks novel, sebagai alternatif pilihan untuk

Referensi

Dokumen terkait