• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh iklim terhada profitabilitas kentang (Solanum tuberosum) di sentra perkebunan kentang Cikajang-Garut

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh iklim terhada profitabilitas kentang (Solanum tuberosum) di sentra perkebunan kentang Cikajang-Garut"

Copied!
114
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRACT

RACHMAD HANAFI AJIS. Climate Influence on the Profitability of Potato (Solanum tuberosum) In Potato Plantation Center Cikajang-Garut. Supervised by HANDOKO.

Potato has a vital role for the Indonesian economy. Potatoes demand will increase caused by population growth and changing consumption patterns in developing countries. Production of potato is influenced by soil water, while soil water is influenced by rainfall, temperature and sunshine duration. Soil water at each planting season varies because of differences in the amount of rainfall. By linking the influence of planting season with soil water availability, profitability of each planting season will be known. There are three Cikajang planting periods: January-April, May-August and September-December. The average potato yield in three planting seasons at Cikajang: January-April amounted to 21 tons/ha, in May-August to 20,2 tons/ha and September-December with average potato yield 17,5 tons/ha. The decrease of production was caused by decreased water availability during the dry season. Highest profitability of potato planting time in the period from January-April amounted to Rp.21,350,000 while May-August amounted to Rp.18,456,250 and the lowest in September-December of Rp.13,195,833.

(2)

ABSTRAK

RACHMAD HANAFI AJIS. Pengaruh Iklim Terhadap Profitabilitas Kentang (Solanum Tuberosum) di Sentra Perkebunan Kentang Cikajang-Garut. Dibimbing oleh HANDOKO.

Kentang memiliki peran penting bagi perekonomian Indonesia. Permintaan kentang meningkat disebabkan oleh pertambahan jumlah penduduk dan perubahan pola konsumsi di negara berkembang. Produksi kentang dipengaruhi oleh kadar air tanah, sedangkan kadar air tanah dipengaruhi oleh faktor-faktor iklim terutama curah hujan, suhu dan lama penyinaran. Kadar air tanah pada masing-masing musim tanam berbeda-beda karena perbedaan jumlah curah hujan. Dengan mengkorelasikan pengaruh musim tanam dengan ketersediaan air tanah maka akan dapat diperoleh profitabilitas pada setiap musim tanam. Ada tiga periode tanam di Cikajang: Januari-April, Mei-Agustus dan September-Desember. Produksi kentang rata-rata di Cikajang pada tiga musim tanam mencapai tingkat tertinggi pada periode Januari-April sebesar 21 ton/ha, pada musim tanam Mei-Agustus sebesar 20,2 ton/ha dan terendah pada musim tanam bulan September-Desember dengan produksi rata-rata sebesar 17,5 ton/ha. Penurunan produksi disebabkan oleh penurunan ketersediaan air selama musim kemarau. Profitabilitas kentang tertinggi terjadi pada periode waktu tanam bulan Januari sampai April sebesar Rp.21,350,000 kemudian bulan Mei sampai Agustus sebesar Rp.18,456,250 dan terendah pada bulan September hingga Desember sebesar Rp.13,195,833.

(3)

1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tanaman kentang (Solanum tuberosum) adalah termasuk tanaman sayuran yang berumur pendek. Saat ini kegunaan umbinya semakin banyak dan mempunyai peran penting bagi perekonomian Indonesia. Kebutuhan kentang akan meningkat akibat pertumbuhan jumlah penduduk, juga akibat perubahan pola konsumsi di beberapa negara berkembang.

Mengingat kentang banyak kegunaannya dan untuk memenuhi kebutuhan, maka produksi kentang perlu ditingkatkan secara kualitas maupun kuantitas.

Dalam usaha pengembangan kentang pada suatu daerah hendaknya disesuaikan dengan potensi sumberdaya lahan dan kondisi iklim tanaman tersebut, sehingga kegiatan budidaya tersebut efisien dalam peningkatan produksi tanaman.

Produksi kentang sangat dipengaruhi oleh faktor faktor iklim terutama curah hujan, suhu dan lama penyinaran matahari. Faktor-faktor iklim tersebut akan berpengaruh pada proses pertumbuhan kentang, penggunaan pupuk, pengendalian penyakit dan selanjutnya akan berpengaruh pada hasil produksi kentang tersebut.

Masalah yang dihadapi petani selain dari ketersediaan bibit yang bermutu yaitu pemahaman tentang pengaruh interaksi cuaca terhadap produksi kentang. Hal ini berkaitan erat dengan penentuan waktu tanam yang optimal untuk menentukan hasil yang optimal dan meminimalisir resiko dan kerugian yang ditimbulkan. Penanaman yang dilakukan pada musim hujan menjamin ketersediaan air yang cukup selama masa tanam, petani akan dihadapkan dengan resiko serangan penyakit sehingga akan menambah biaya obat-obatan. Sebaliknya, penanaman yang dilakukan pada musim kering memiliki resiko terserang penyakit yang lebih kecil, namun akan menghadapi masalah kekurangan air (water deficit). 1.2 Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk:

Menganalisis pengaruh waktu tanam dan hubungannya dengan ketersediaan air

Mengetahui profitabilitas kentang di sentra produksi kentang di Cikajang, Garut.

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman kentang

Tanaman kentang dalam taksonimi tumbuhan termasuk dalam Divisi Spermatophyta, Subdivisi Angiospermae, Kelas Dicotyledonae, Ordo Tubiflorae, Famili Solanaceae, Genus Solanum, dan Spesies Solanum tuberosum L. Kentang merupakan tanaman dikotil semusim, berbentuk semak dengan fototaksis spiral dan tidak berkayu kecuali batang bagian bawah tanah stolon yang tumbuh secara digeostropik menjulur sebagai penyimpan cadangan karbohidrat.

Kentang dapat tumbuh dengan baik di dataran tinggi antara 500-3.000 m dpl, yang terbaik adalah pada ketinggian 1.300 m dpl dengan suhu relatif sekitar 20°C. Selain, itu daerah dengan curah hujan 200-300 mm setiap bulan atau 1.000 mm selama masa pertumbuhan kentang. Tanah yang baik untuk kentang adalah tanah yang subur, dalam, drainase baik, dan pH antara 5,0-6,5 (Sunarjono, 1975). Tanaman kentang sangat peka terhadap kekurangan air. Pengairan harus dilakukan secara rutin tetapi tidak berlebihan. Pemberian air yang cukup membantu menstabilkan kelembaban tanah sebagai pelarut pupuk.

2.2 Neraca Air Lahan

Neraca air merupakan perimbangan antara masukan (input) dan keluaran (output) air di suatu tempat pada suatu periode tertentu. Dalam perhitungan digunakan satuan tinggi air (mm, atau cm). Satuan waktu yang digunakan dapat dipilih satuan harian, mingguan, dekade (10 harian), bulanan ataupun tahunan sesuai dengan keperluan.

Komponen neraca air meliputi curah hujan, irigasi, intersepsi tajuk, infiltrasi, kadar air tanah dan limpasan permukaan serta komponen lainnya (Handoko, 1994a).

(4)

1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tanaman kentang (Solanum tuberosum) adalah termasuk tanaman sayuran yang berumur pendek. Saat ini kegunaan umbinya semakin banyak dan mempunyai peran penting bagi perekonomian Indonesia. Kebutuhan kentang akan meningkat akibat pertumbuhan jumlah penduduk, juga akibat perubahan pola konsumsi di beberapa negara berkembang.

Mengingat kentang banyak kegunaannya dan untuk memenuhi kebutuhan, maka produksi kentang perlu ditingkatkan secara kualitas maupun kuantitas.

Dalam usaha pengembangan kentang pada suatu daerah hendaknya disesuaikan dengan potensi sumberdaya lahan dan kondisi iklim tanaman tersebut, sehingga kegiatan budidaya tersebut efisien dalam peningkatan produksi tanaman.

Produksi kentang sangat dipengaruhi oleh faktor faktor iklim terutama curah hujan, suhu dan lama penyinaran matahari. Faktor-faktor iklim tersebut akan berpengaruh pada proses pertumbuhan kentang, penggunaan pupuk, pengendalian penyakit dan selanjutnya akan berpengaruh pada hasil produksi kentang tersebut.

Masalah yang dihadapi petani selain dari ketersediaan bibit yang bermutu yaitu pemahaman tentang pengaruh interaksi cuaca terhadap produksi kentang. Hal ini berkaitan erat dengan penentuan waktu tanam yang optimal untuk menentukan hasil yang optimal dan meminimalisir resiko dan kerugian yang ditimbulkan. Penanaman yang dilakukan pada musim hujan menjamin ketersediaan air yang cukup selama masa tanam, petani akan dihadapkan dengan resiko serangan penyakit sehingga akan menambah biaya obat-obatan. Sebaliknya, penanaman yang dilakukan pada musim kering memiliki resiko terserang penyakit yang lebih kecil, namun akan menghadapi masalah kekurangan air (water deficit). 1.2 Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk:

Menganalisis pengaruh waktu tanam dan hubungannya dengan ketersediaan air

Mengetahui profitabilitas kentang di sentra produksi kentang di Cikajang, Garut.

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman kentang

Tanaman kentang dalam taksonimi tumbuhan termasuk dalam Divisi Spermatophyta, Subdivisi Angiospermae, Kelas Dicotyledonae, Ordo Tubiflorae, Famili Solanaceae, Genus Solanum, dan Spesies Solanum tuberosum L. Kentang merupakan tanaman dikotil semusim, berbentuk semak dengan fototaksis spiral dan tidak berkayu kecuali batang bagian bawah tanah stolon yang tumbuh secara digeostropik menjulur sebagai penyimpan cadangan karbohidrat.

Kentang dapat tumbuh dengan baik di dataran tinggi antara 500-3.000 m dpl, yang terbaik adalah pada ketinggian 1.300 m dpl dengan suhu relatif sekitar 20°C. Selain, itu daerah dengan curah hujan 200-300 mm setiap bulan atau 1.000 mm selama masa pertumbuhan kentang. Tanah yang baik untuk kentang adalah tanah yang subur, dalam, drainase baik, dan pH antara 5,0-6,5 (Sunarjono, 1975). Tanaman kentang sangat peka terhadap kekurangan air. Pengairan harus dilakukan secara rutin tetapi tidak berlebihan. Pemberian air yang cukup membantu menstabilkan kelembaban tanah sebagai pelarut pupuk.

2.2 Neraca Air Lahan

Neraca air merupakan perimbangan antara masukan (input) dan keluaran (output) air di suatu tempat pada suatu periode tertentu. Dalam perhitungan digunakan satuan tinggi air (mm, atau cm). Satuan waktu yang digunakan dapat dipilih satuan harian, mingguan, dekade (10 harian), bulanan ataupun tahunan sesuai dengan keperluan.

Komponen neraca air meliputi curah hujan, irigasi, intersepsi tajuk, infiltrasi, kadar air tanah dan limpasan permukaan serta komponen lainnya (Handoko, 1994a).

(5)

2

T2 = T1– (0.01x Z x 0,61) T2 : suhu daerah ke 2 (°C) T1 : suhu daerah ke 1(°C) Z : selisih ketinggian daerah (m)

Fungsi tanah dalam pertumbuhan tanaman adalah sebagai sumber hara makro dan mikro, tempat bertopang dan sebagai media penyimpanan air hujan (Handoko, 1994b). Kadar air tanah sangat mempengaruhi pertumbuhan kentang yaitu sebagai media penyerapan unsur hara yang terkandung di dalam tanah.

Salah satu parameter yang mempengaruhi kadar air tanah adalah curah hujan yang terjadi pada daerah tersebut. Kejadian curah hujan yang sangat tinggi, curah hujan akan melebihi kemampuan tanah untuk menyimpan air (water holding capacity) sehingga terjadi limpasan atau runoff. Runoff yang terjadi akan mempengaruhi jumlah pemberian pupuk. Jika runoff besar, maka unsur hara yang terkandung di dalam tanah akan terbawa bersama aliran runoff sehingga diperlukan pupuk lebih banyak untuk memenuhi kebutuhan unsur hara tanaman. Pada waktu curah hujan kecil, jumlah air yang tersimpan di dalam tanah tidak mencukupi untuk proses pertumbuhan kentang sehingga diperlukan pengairan tambahan.

Air merupakan kebutuhan mutlak bagi tanaman. Jumlah air yang dibutuhkan atau yang digunakan tanaman tergantung dari beberapa faktor lingkungan (iklim dan tanah) serta tanaman (jenis, pertumbuhan dan fase perkembangan). Fluktuasi ketersediaan air tanah dari bulan ke bulan dapat diketahui berdasarkan data curah hujan bulanan dan evapotranspirasi potensial (ETp) bulanan.

Evapotranspirasi dihitung dengan menggunakan persamaan Thornthwaite (Palmer dan Havens, 1958) :

ETpi = 1,6 (Ti /I)a ETpi : evapotranspirasipotensial pada bulan i (mm)

Ti : suhu pada bulan ke i (°C) I : jumlah 12 bulan dari

∑(T i /5) 1,54

a : 675 x 109 x I3 -771.107.I2 +0,01792 x I +0,44239

Perhitungan neraca air lahan dilakukan dengan menggunakan persamaan :

KAT i = KAT i-1 + CH i– ETp i– Ro i

KAT i : kadar air tanah pada bulan ke i

(mm)

KAT i-1 : kadar air tanah pada bulan ke i-1

(mm)

CH i : curah hujan pada bulan ke i (mm)

ETp i : evapotranspirasi pada bulan ke i (mm)

Ro i : limpasan permukaan pada bulan ke i (mm)

III. BAHAN DAN METODE

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2010 sampai dengan Juni 2010 di Cikajang-Garut dengan koordinat 7°22'0" lintang selatan 107°47'0" bujur timur, dan Laboratorium Agrometeorologi, Departemen Geofisika dan Meteorologi, Institut Pertanian Bogor.

3.2. Alat dan Bahan

Data dan alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Kuisioner data produksi kentang Cikajang-Garut

Data curah hujan bulanan daerah Cikajang-Garut periode tahun 1998-2008

Data suhu bulanan Bandung periode tahun 1998-2008

Literatur yang menunjang analisis Selain itu digunakan peralatan umum lainnya seperti personal computer, perangkat lunak Microsoft office dan Microsoft excel dalam pengolahan data.

3.3 Metode Penelitian

3.3.1 Survei Kuesioner

Survey dilakukan dengan menyebar Kuesioner kepada 30 petani secara acak, di daerah sentra produksi kentang Cikajang-Garut. Kuesioner terdiri dari beberapa pertanyaan seperti :

Luas lahan Waktu tanam Biaya sewa lahan Biaya bibit kentang Biaya obat obatan Biaya pupuk organik Biaya pupuk anorganik Biaya irigasi

Biaya tenaga kerja

(6)

2

T2 = T1– (0.01x Z x 0,61) T2 : suhu daerah ke 2 (°C) T1 : suhu daerah ke 1(°C) Z : selisih ketinggian daerah (m)

Fungsi tanah dalam pertumbuhan tanaman adalah sebagai sumber hara makro dan mikro, tempat bertopang dan sebagai media penyimpanan air hujan (Handoko, 1994b). Kadar air tanah sangat mempengaruhi pertumbuhan kentang yaitu sebagai media penyerapan unsur hara yang terkandung di dalam tanah.

Salah satu parameter yang mempengaruhi kadar air tanah adalah curah hujan yang terjadi pada daerah tersebut. Kejadian curah hujan yang sangat tinggi, curah hujan akan melebihi kemampuan tanah untuk menyimpan air (water holding capacity) sehingga terjadi limpasan atau runoff. Runoff yang terjadi akan mempengaruhi jumlah pemberian pupuk. Jika runoff besar, maka unsur hara yang terkandung di dalam tanah akan terbawa bersama aliran runoff sehingga diperlukan pupuk lebih banyak untuk memenuhi kebutuhan unsur hara tanaman. Pada waktu curah hujan kecil, jumlah air yang tersimpan di dalam tanah tidak mencukupi untuk proses pertumbuhan kentang sehingga diperlukan pengairan tambahan.

Air merupakan kebutuhan mutlak bagi tanaman. Jumlah air yang dibutuhkan atau yang digunakan tanaman tergantung dari beberapa faktor lingkungan (iklim dan tanah) serta tanaman (jenis, pertumbuhan dan fase perkembangan). Fluktuasi ketersediaan air tanah dari bulan ke bulan dapat diketahui berdasarkan data curah hujan bulanan dan evapotranspirasi potensial (ETp) bulanan.

Evapotranspirasi dihitung dengan menggunakan persamaan Thornthwaite (Palmer dan Havens, 1958) :

ETpi = 1,6 (Ti /I)a ETpi : evapotranspirasipotensial pada bulan i (mm)

Ti : suhu pada bulan ke i (°C) I : jumlah 12 bulan dari

∑(T i /5) 1,54

a : 675 x 109 x I3 -771.107.I2 +0,01792 x I +0,44239

Perhitungan neraca air lahan dilakukan dengan menggunakan persamaan :

KAT i = KAT i-1 + CH i– ETp i– Ro i

KAT i : kadar air tanah pada bulan ke i

(mm)

KAT i-1 : kadar air tanah pada bulan ke i-1

(mm)

CH i : curah hujan pada bulan ke i (mm)

ETp i : evapotranspirasi pada bulan ke i (mm)

Ro i : limpasan permukaan pada bulan ke i (mm)

III. BAHAN DAN METODE

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2010 sampai dengan Juni 2010 di Cikajang-Garut dengan koordinat 7°22'0" lintang selatan 107°47'0" bujur timur, dan Laboratorium Agrometeorologi, Departemen Geofisika dan Meteorologi, Institut Pertanian Bogor.

3.2. Alat dan Bahan

Data dan alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Kuisioner data produksi kentang Cikajang-Garut

Data curah hujan bulanan daerah Cikajang-Garut periode tahun 1998-2008

Data suhu bulanan Bandung periode tahun 1998-2008

Literatur yang menunjang analisis Selain itu digunakan peralatan umum lainnya seperti personal computer, perangkat lunak Microsoft office dan Microsoft excel dalam pengolahan data.

3.3 Metode Penelitian

3.3.1 Survei Kuesioner

Survey dilakukan dengan menyebar Kuesioner kepada 30 petani secara acak, di daerah sentra produksi kentang Cikajang-Garut. Kuesioner terdiri dari beberapa pertanyaan seperti :

Luas lahan Waktu tanam Biaya sewa lahan Biaya bibit kentang Biaya obat obatan Biaya pupuk organik Biaya pupuk anorganik Biaya irigasi

Biaya tenaga kerja

(7)

3

3.3.2 Pengolahan Data

Pengolahan data terdiri dari dua tahap, yaitu pendugaan data suhu Cikajang dengan menggunakan persamaan Braak (Djaenuddin, 1997) dan penentuan evapotranspirasi dengan persamaan Thornthwaite (Palmer dan Havens, 1958). 3.3.3 Analisis Data

Analisis dilakukan dengan dengan cara mengkorelasikan profitabilitas dengan faktor agroiklimtologi pada daerah kajian.

IV. PEMBAHASAN

4.1 Neraca Air Lahan

4.1.1 Curah Hujan

Curah hujan merupakan sumber air utama untuk perkebunan kentang di daerah Cikajang-Garut. Curah hujan bulanan di daerah Cikajang-Garut memiliki variabilitas yang cukup besar. Variabilitas curah hujan pada daerah ini terlihat pada perbedaan antara curah hujan minimum bulanan dan curah hujan rata-rata bulanan yang cukup besar (Gambar 1). Data curah hujan ini akan digunakan untuk menentukan neraca air lahan untuk mengetahui produktifitas kentang di Cikajang-Garut.

Berdasarkan data curah hujan periode tahun 1998 sampai tahun 2008 yang diperoleh dari BMKG. curah hujan rata rata

tertinggi terjadi pada bulan Maret dengan curah hujan rata-rata sebesar 394 mm, dan curah hujan terendah terjadi pada bulan Agustus dengan rata rata 19 mm (Tabel 2)

Variabilitas hujan terbesar besar terjadi selama musim hujan yaitu pada bulan Maret dan November. Pada musim kering variabilitas hujan tidak terlalu besar. Variabilitas hujan pada bulan Maret tercatat dengan curah hujan minimum sebesar 149 mm dan curah hujan maksimum sebesar 677 mm, rata-rata curah hujan pada bulan tersebut sebesar 394 mm. Variabilitas hujan pada bulan November dengan curah hujan minimum sebesar 29.8 mm, curah hujan maksimum sebesar 713 mm dan curah hujan rata-rata sebesar 318 mm. Jumlah hari hujan rata-rata pada bulan Maret 22 hari dan pada bulan November 17 hari (Tabel 2) sehingga pada bulan tersebut kelembaban sangat besar.

Variabilitas curah hujan terkecil terjadi pada musim kering yaitu pada bulan Agustus dengan curah hujan minimum 0 mm atau tidak terjadi hujan, curah hujan maksimum 83 mm dan dengan curah hujan rata-rata sebebsar 19 mm. Jumlah hari hujan rata-rata pada bulan Agustus adalah 2 hari dalam sebulan. Pada beberapa tahun data bulan Agustus tercatat tidak terjadi hujan seperti pada tahun 2003, 2006, 2007, dan tahun 2008 (Tabel 1) sehingga pada bulan tersebut kelembaban sangat rendah.

Tabel 1. Tabel jumlah hari hujan periode tahun 1998-2008 di Cikajang-Garut

Sumber : BMKG Pusat (2010)

Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Okt Nov Des

1998 16 20 28 23 11 14 12 8 3 11 20 18

1999 23 14 24 16 7 3 2 2 1 12 25 23

2000 23 15 24 16 7 3 2 2 1 17 28 17

2001 16 20 28 23 11 14 12 8 3 11 20 18

2002 21 15 21 13 3 0 4 0 0 1 10 19

2003 19 18 18 8 7 0 0 0 2 5 14 20

2004 25 17 21 12 9 5 3 0 2 2 15 18

2005 20 21 22 15 3 10 4 2 7 8 6 22

2006 28 22 12 23 15 1 0 0 0 0 10 23

2007 16 20 22 23 12 17 0 0 0 8 17 20

2008 24 23 23 17 6 0 0 0 2 14 26 22

(8)

3

3.3.2 Pengolahan Data

Pengolahan data terdiri dari dua tahap, yaitu pendugaan data suhu Cikajang dengan menggunakan persamaan Braak (Djaenuddin, 1997) dan penentuan evapotranspirasi dengan persamaan Thornthwaite (Palmer dan Havens, 1958). 3.3.3 Analisis Data

Analisis dilakukan dengan dengan cara mengkorelasikan profitabilitas dengan faktor agroiklimtologi pada daerah kajian.

IV. PEMBAHASAN

4.1 Neraca Air Lahan

4.1.1 Curah Hujan

Curah hujan merupakan sumber air utama untuk perkebunan kentang di daerah Cikajang-Garut. Curah hujan bulanan di daerah Cikajang-Garut memiliki variabilitas yang cukup besar. Variabilitas curah hujan pada daerah ini terlihat pada perbedaan antara curah hujan minimum bulanan dan curah hujan rata-rata bulanan yang cukup besar (Gambar 1). Data curah hujan ini akan digunakan untuk menentukan neraca air lahan untuk mengetahui produktifitas kentang di Cikajang-Garut.

Berdasarkan data curah hujan periode tahun 1998 sampai tahun 2008 yang diperoleh dari BMKG. curah hujan rata rata

tertinggi terjadi pada bulan Maret dengan curah hujan rata-rata sebesar 394 mm, dan curah hujan terendah terjadi pada bulan Agustus dengan rata rata 19 mm (Tabel 2)

Variabilitas hujan terbesar besar terjadi selama musim hujan yaitu pada bulan Maret dan November. Pada musim kering variabilitas hujan tidak terlalu besar. Variabilitas hujan pada bulan Maret tercatat dengan curah hujan minimum sebesar 149 mm dan curah hujan maksimum sebesar 677 mm, rata-rata curah hujan pada bulan tersebut sebesar 394 mm. Variabilitas hujan pada bulan November dengan curah hujan minimum sebesar 29.8 mm, curah hujan maksimum sebesar 713 mm dan curah hujan rata-rata sebesar 318 mm. Jumlah hari hujan rata-rata pada bulan Maret 22 hari dan pada bulan November 17 hari (Tabel 2) sehingga pada bulan tersebut kelembaban sangat besar.

Variabilitas curah hujan terkecil terjadi pada musim kering yaitu pada bulan Agustus dengan curah hujan minimum 0 mm atau tidak terjadi hujan, curah hujan maksimum 83 mm dan dengan curah hujan rata-rata sebebsar 19 mm. Jumlah hari hujan rata-rata pada bulan Agustus adalah 2 hari dalam sebulan. Pada beberapa tahun data bulan Agustus tercatat tidak terjadi hujan seperti pada tahun 2003, 2006, 2007, dan tahun 2008 (Tabel 1) sehingga pada bulan tersebut kelembaban sangat rendah.

Tabel 1. Tabel jumlah hari hujan periode tahun 1998-2008 di Cikajang-Garut

Sumber : BMKG Pusat (2010)

Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Okt Nov Des

1998 16 20 28 23 11 14 12 8 3 11 20 18

1999 23 14 24 16 7 3 2 2 1 12 25 23

2000 23 15 24 16 7 3 2 2 1 17 28 17

2001 16 20 28 23 11 14 12 8 3 11 20 18

2002 21 15 21 13 3 0 4 0 0 1 10 19

2003 19 18 18 8 7 0 0 0 2 5 14 20

2004 25 17 21 12 9 5 3 0 2 2 15 18

2005 20 21 22 15 3 10 4 2 7 8 6 22

2006 28 22 12 23 15 1 0 0 0 0 10 23

2007 16 20 22 23 12 17 0 0 0 8 17 20

2008 24 23 23 17 6 0 0 0 2 14 26 22

(9)

4

Tabel 2. Tabel curah hujan (mm) bulanan Cikajang periode 1998-2008

Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Agus Sept Okt Nov Des

1998 213 725 677 217 67 249 106 83 48 210 713 320

1999 408 296 437 340 67 42 10 18 3 205 337 255

2000 408 346 437 340 67 42 10 18 3 270 412 222

2001 213 725 677 217 67 249 107 83 48 210 713 320

2002 375 148 382 210 38 0 81 0 0 6 88 279

2003 267 222 300 94 141 0 0 0 8 66 355 272

2004 355 268 347 132 118 13 19 0 42 5 133 205

2005 432 310 317 295 38 65 29 7 58 78 106 197

2006 391 501 150 289 228 6 0 0 0 0 30 229

2007 264 239 316 365 197 122 0 0 0 95 175 223

2008 238 121 295 268 59 0 0 0 7 317 440 515

minimum 213 121 150 94 38 0 0 0 0 0 30 197

maksimum 432 725 677 365 228 249 107 83 58 317 713 515 rata-rata 324 355 394 251 99 72 33 19 20 133 318 276

Gambar 1. Rata-rata dan simpangan baku curah hujan bulanan Cikajang Periode 1998- 2008

4.1.2 Suhu dan Evaporasi Potensial Rata-Rata

Suhu mempengaruhi evapotranspirasi melalui empat cara sebagai berikut. Pertama, jumlah uap air yang dapat dikandung udara (atmosfer) meningkat secara eksponensial dengan kenaikan suhu udara. Kedua, udara yang panas dan kering dapat mensuplai energi ke permukaan. Ketiga, akan dibutuhkan lebih sedikit energi untuk menguapkan air yang lebih hangat sehingga dengan masukan energi yang sama akan lebih banyak uap air yang dapat diuapkan pada air yang lebih hangat. Keempat, Suhu juga dapat mempengaruhi penguapan melalui pengaruhnya pada celah (lubang) stomata daun (Rosenberg et, al, dalam Usman 2004).

Data suhu rata rata yang digunakan adalah data suhu rata rata bulanan daerah Bandung. Penggunaan Data suhu daerah Bandung dikarenakan tidak terdapat pengukuran suhu di wilayah kajian sehingga

digunakan data daerah Bandung yang memiliki jarak terdekat dengan lokasi. Menduga suhu di Cikajang-Garut menggunakan persamaan Braak (Djaenuddin, 1997). Berdasarkan data dapat diketahui suhu rata-rata tertinggi terjadi pada bulan Oktober dengan suhu rata-rata 20.5°C dan terendah pada bulan Juli dengan suhu rata-rata 19.4°C (Tabel. 3).

Evaporasi merupakan gabungan antara evaporasi tanah dan transpirasi tanaman. Evaporasi potensial (ETp) adalah penguapan terbesar dari suatu komunitas tanaman (Handoko, 1994a). Evapotranspirasi dihitung berdasarkan suhu pada daerah Cikajang dengan menggunakan persamaan Thornthwaite (Palmer dan Havens, 1958). Evapotranspirasi potensial terbesar terjadi pada bulan Oktober dengan evapotranspirasi potensial sebesar 74 mm, dan ETp terkecil pada bulan Juli dengan evapotranspirasi 64 mm (Tabel 6).

0 100 200 300 400 500 600 700 800

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Cu rah H u jan ( m m ) Bulan

(10)

5

Tabel 3. Estimasi suhu rata-rata (°C) di daerah Cikajang

Tahun 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 rata-rata Januari 21.4 20.5 20.0 20.0 20.6 20.9 20.7 20.7 19.7 19.9 20.0 20.4 Februari 20.8 20.2 20.2 20.1 20.3 20.5 21.2 20.5 19.7 19.9 20.3 20.3 Maret 20.8 20.5 20.5 20.5 20.8 19.1 20.3 18.2 19.9 19.8 20.2 20.1 April 21.0 20.7 20.4 20.7 21.1 20.1 19.2 18.2 20.2 20.2 20.3 20.2 Mei 21.6 20.0 21.0 20.9 21.3 20.8 20.2 18.2 20.7 20.9 20.1 20.5 Juni 19.8 20.0 20.2 20.5 20.8 19.9 19.7 18.2 20.1 20.4 19.9 20.0 Juli 19.8 19.6 20.3 19.8 20.5 18.2 18.6 17.0 19.5 20.4 19.2 19.4 Agustus 20.8 19.8 20.4 20.6 20.3 20.6 20.7 17.3 19.9 20.3 19.5 20.0 September 21.0 20.8 21.4 21.1 21.1 21.3 19.9 18.3 19.9 20.6 20.4 20.5 Oktober 20.8 20.5 21.0 20.1 22.3 21.3 20.7 18.0 19.8 21.2 21.2 20.6 November 20.8 20.4 20.7 20.5 21.7 21.3 20.2 18.0 19.9 21.0 21.1 20.5 Desember 20.9 20.3 21.2 21.4 20.9 20.4 19.6 18.4 20.3 20.6 20.8 20.4 * Berdasarkan data suhu rata-rata bulanan Bandung diolah dengan persamaan Braak (Djaenuddin et al. 2003) (Sumber : BMKG Pusat , 2010)

Gambar 2. Suhu rata-rata bulanan Cikajang 4.1.3 Kelembaban Nisbi

Berdasarkan Tabel 4, kelembaban nisbi rata-rata meningkat pada bulan November hingga bulan April dan mulai turun padan bulan Mei hingga Oktober. Kelembaban nisbi tertinggi terjadi pada bulan Januari dan Februari, dengan kelembaban nisbi sebesar 83 % sedangkan terendah terjadi pada bulan Juli dan Agustus, dengan kelembaban nisbi sebesar 71 %.

Data kelembaban nisbi yang dipakai adalah data kelembaban nisbi daerah Bandung. Hal ini disebabkan tidak ada data kelembaban nisbi di daerah Cikajang. Data kelembaban nisbi daerah Bandung dipakai karena daerah Bandung merupakan daerah terdekat dari Cikajang sehingga diprediksi memiliki kelembaban yang relatif sama.

Tabel 4. Kelembaban nisbi rata-rata di Bandung (%)

Tahun Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Okt Nov Des

2004 84 82 81 80 76 72 68 67 67 67 79 80

2003 84 81 82 83 80 81 74 74 70 71 78 82

2002 85 85 82 78 82 77 70 76 76 84 84 81

2001 79 82 83 79 71 75 71 72 73 76 76 80

Rata-rata 83 83 82 80 77 76 71 72 71 75 79 81

Sumber : BMKG Pusat (2010) 18.5

19.0 19.5 20.0 20.5 21.0

Bulan

su

h

u

(

(11)

6

4.1.4 Lama penyinaran matahari

Tabel 5. Lama penyinaran matahari di Bandung (%) antara pukul 08.00-16.00

Tahun Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep OKt Nov Des

1994 36 46 48 53 50 63 55 59 45 52 53 47

1995 56 52 59 57 59 58 65 75 65 54 58 57

1996 23 46 55 55 69 59 71 64 47 57 45 58

1997 41 59 57 62 69 67 75 85 72 73 52 43

1998 48 59 45 68 54 67 72 68 78 48 47 60

1999 44 46 66 70 55 64 71 72 79 55 58 47

2000 37 49 57 64 55 60 76 70 77 74 63 52

2001 58 47 49 57 63 81 79 88 79 75 37 35

2002 48 41 49 61 58 69 73 63 53 37 43 56

2003 40 67 65 60 68 73 83 74 83 74 48 52

2004 42 55 47 56 76 83 90 91 90 72 63 51

Rata-rata 43 52 54 60 61 68 74 73 70 61 52 51

Sumber : BMKG Pusat (2010)

Lama penyinaran matahari yang ditangkap klorofil pada tanaman yang mempunyai hijau daun merupakan energi dalam proses fotosintesis. Hasil fotosintesis ini menjadi bahan utama dalam pertumbuhan dan produksi tanaman pangan. Selain meningkatkan laju fotosintesis, peningkatan cahaya matahari biasanya mempercepat proses pembungaan dan pembuahan. Sebaliknya, penurunan intensitas lama penyinaran matahari matahari akan memperpanjang masa pertumbuhan tanaman. Jika air cukup maka pertumbuhan dan produksi padi hampir seluruhnya ditentukan oleh suhu dan lama penyinaran matahari matahari (Stark dan Wright, 1985).

Berdasarkan Tabel 5, lama penyinaran matahari rendah pada bulan Januari dengan lama penyinaran rata rata sebesar 43 % dan terus naik sehingga mencapai puncak tertinggi pada bulan Juli dengan lama penyinaran sebesar 74 %, pada bulan Agustus sampai Desember lama penyinaran terus menurun. Hal ini disebabkan oleh curah hujan yang tinggi pada bulan Januari hingga April, sedangkan pada bulan Mei hingga Agustus curah hujan rendah dan mulai meningkat pada bulan September hingga Desember.

4.1.5 Kadar Air Tanah

Berdasarkan Tabel 6, kadar air tanah, pada bulan Januari hingga bulan Juni dengan kadar air tanah tidak berubah sebesar 300 mm. Pada bulan tersebut, curah hujan lebih besar dibandingkan evapotranspirasi sehingga kadar air tanah mengalami surplus. Kadar air tanah mulai berkurang pada bulan

Juli dan mencapai titik terendah pada bulan September sebesar 197 mm. Hal ini terjadi karena pada bulan-bulan tersebut curah hujan lebih kecil dibandingkan dengan evapotranspirasi potensial yang terjadi dan menyebabkan air tanah yang tersedia berkurang untuk evapotransiprasi sehingga mengalami defisit. Kadar air tanah mulai meningkat pada bulan Oktober dan mulai mengalami surplus pada bulan November. Pada bulan Oktober air tanah tidak mengalami surplus walaupun pada bulan tersebut curah hujan lebih tinggi dibandingkan evapotranspirasi.

Runoff terjadi karena air tanah mengalami surplus sehingga terjadi limpasan sebagai kelebihan air tanah. Berdasarkan Tabel 5, runoff terjadi pada bulan Januari sampai Juni dan bulan November sampai Desember. Pada bulan tersebut, curah hujan sebagai input setelah dikurangi dengan evapotranspirasi yang terjadi lebih besar dari kapasitas lapang tanah, sehingga jumlah air yang tidak dapat ditampung oleh tanah tersebut akan menjadi runoff. Runoff terbesar terjadi pada bulan Maret sebesar 264 mm. Hal ini terjadi karena pada bulan tersebut merupakan bulan dengan curah hujan tertinggi.

(12)

7

4.2. Pengaruh Waktu Tanam terhadap Biaya Produksi Kentang

Faktor-faktor biaya produksi seperti biaya pupuk organik dan anorganik, biaya obat, dan biaya tenaga kerja sangat dipengaruhi oleh waktu tanam. Faktor biaya produksi inilah yang nantinya akan mempengaruhi profitabilitas yang didapatkan oleh petani kentang. Pemilihan waktu tanam yang paling baik dapat memaksimalkan produksi yang dihasilkan dan meminimalkan biaya yang dikeluarkan.

Petani di Cikajang Garut menanam kentang sepanjang tahun dan dibagi dalam tiga musim tanam yaitu musim tanam bulan Januari sampai April, Mei sampai Agustus dan September sampai Desember. Analisis usahatani secara umum dapat dilihat pada Tabel 7. Musim tanam Januari-April menghasilkan produksi rata-rata terbesar yaitu 21 ton/ha, sedangkan pada musim

tanam Mei-Agustus mengalami penurunan yang cukup tajam dengan produksi rata-rata 20.2 ton/ha. Musim tanam September-Desember petani menghasilkan produksi rata-rata sebesar 15.7 ton/ha. Hal ini berkaitan erat dengan kadar air tanah hasil analisis neraca air (Gambar 3). Penanaman pada musim tanam Januari akan dipanen pada bulan April, sedangkan pada bulan ini kadar air tanahnya masih tinggi. Penanaman pada musim tanam bulan Mei akan dipanen pada bulan Agustus. Pada pertengahan musim tanam ini mulai terjadi penurunan kadar air tanah tetapi kadar air tanah masih mencukupi untuk proses pertumbuhan kentang selama musim tanam. Pada musim tanam September yang akan dipanen pada bulan Desember mengalami kekurangan air dari awal musim tanam hingga bulan November sehingga hasil panen pada musim tanam ini sangat menurun drastis.

Tabel 6. Tabel neraca air lahan (mm) di daerah Cikajang

Bulan CH ETP CH-ETP APWL KAT dKAT ETA Defisit Surplus Run-off

Jan 324 72 252 300 0 72 0 252 126

Feb 355 72 283 300 0 72 0 283 205

Mar 394 70 324 300 0 70 0 324 264

Apr 251 70 181 300 0 70 0 181 253

May 99 73 26 300 0 73 0 26 223

Jun 72 69 3 300 0 69 0 3 124

Jul 33 64 -31 -31 272 -28 61 3 0

Aug 19 69 -50 -81 232 -40 59 10 0

Sep 20 73 -53 -134 197 -35 55 18 0

Okt 133 74 59 256 59 74 0 0 0

Nov 318 73 245 300 4 73 0 241 121

Des 276 72 204 300 0 72 0 204 162

Gambar 3. Neraca air bulanan di daerah Cikajang 0 50 100 150 200 250 300 350 400

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Aug Sep Okt Nov Des

(13)

8

Tabel 7. Analisis usaha tani tanaman kentang di Cikajang-Garut waktu tanam produksi rata-rata

(Ton/Ha) harga jual (Rp/Kg) hasil (Rp) total biaya(Rp) Profit(Rp)

Jan-Apr 21.0 2,000 42,066,667 20,716,667 21,350,000

Mei-Agus 20.2 2,000 40,416,667 21,960,417 18,456,250

Sep-Des 17.5 2,000 34,944,444 21,748,611 13,195,833

4.2.1 Biaya Pupuk

Berdasarkan survei yang dilakukan di Cikajang, pupuk organik yang digunakan oleh petani kentang di daerah tersebut adalah pupuk kandang, sedangkan pupuk anorganik yang digunakan adalah Urea, TSP, dan ZA. Berdasarkan Gambar 4, pada ketiga musim tanam yaitu periode bulan Januari sampai April, Mei sampai Agustus, dan bulan September hingga Desember, terlihat bahwa biaya pupuk organik yang tertinggi terjadi pada periode waktu tanam bulan September sampai Desember sebesar 5.05 juta rupiah dan terendah pada periode Mei sampai Agustus sebesar 3.7 juta rupiah. Penggunaan pupuk organik dilakukan pada awal musim tanam. Pada periode ini, pada awal musim tanam memiliki curah hujan yang besar sehingga dibutuhkan pupuk yang banyak karena pupuk yang diberikan banyak yang terbawa bersama runoff, sedangkan pada periode Mei sampai Agustus, pada awal waktu tanam curah hujan kecil sehingga tidak terjadi runoff. Jumlah pupuk yang digunakan lebih sedikit karena pupuk yang digunakan tidak terbawa bersama runoff.

Biaya pupuk anorganik tertinggi pada periode waktu tanam Januari-April sebesar 2.7 juta rupiah dan terendah pada periode waktu tanam Mei-Agustus sebesar 2.4 juta rupiah. Pemberian pupuk anorganik dilakukan pada pertengahan periode tanam. Pada periode tanam bulan Januari hingga April, curah hujan pada pertengahan waktu tanam sangat tinggi sehingga pupuk anorganik yang diberikan sebagian besar akan terbawa bersama runoff, sedangkan pada periode tanam Mei hingga Agustus, pada pertengahan waktu tanam curah hujan sangat kecil bahkan tidak ada curah hujan, sehingga pupuk yang diberikan tidak terbawa bersama runoff.

Jumlah pupuk yang digunakan dipengaruhi oleh curah hujan dan runoff yang terjadi di daerah tersebut. Semakin besar curah hujan yang terjadi menyebabkan runoff semakin tinggi dan akan membawa sebagian besar pupuk organik bersama aliran runoff tersebut. (Snyder, 1998)

4.2.2 Biaya Obat

Pengobatan oleh petani kentang bertujuan untuk meminimalkan resiko gagal panen yang disebabkan oleh serangan organisme pengganggu tanaman yang berjangkit selama musim tanam. Organisme pengganggu tanaman secara garis besar dibagi menjadi tiga yaitu hama, penyakit dan gulma. Hama menimbulkan gangguan tanaman secara fisik, dapat disebabkan oleh serangga, tungau, vertebrata, moluska. Penyakit menimbulkan gangguan fisiologis pada tanaman, disebabkan oleh cendawan, bakteri, fitoplasma, virus, viroid, nematoda dan tumbuhan tingkat tinggi. (Wiyono, 2007)

Perkembangan hama dan penyakit sangat dipengaruhi oleh dinamika faktor iklim. Penyakit tanaman lebih banyak menyerang pada saat musim hujan dibandingkan dengan musim kering (Wiyono, 2007). Berdasarkan Gambar 4, biaya obat yang dikeluarkan petani terbesar terjadi pada periode waktu tanam Januari sampai April dan biaya terendah terjadi pada periode waktu tanam Mei sampai Agustus. Pada periode waktu tanam Januari samapai April dan September sampai Desember biaya obat yang dikeluarkan petani lebih tinggi dibanding biaya pada periode waktu tanam Mei sampai Agustus, hal ini disebabkan karena curah hujan dan kelembaban nisbi yang tinggi pada priode waktu tanam tersebut, sehingga kondisi lingkungan tanaman pada waktu tersebut lebih lembab dan dapat mempercepat laju pertumbuhan penyakit.

(14)

9

Gambar 4. Biaya rata-rata pada setiap musim tanam 4.2.3 Biaya Tenaga Kerja

Biaya tenaga kerja yang dikeluarkan selama priode musim tanam antara lain biaya tenaga kerja untuk pengolahan lahan, biaya tenaga kerja untuk pemupukan, biaya tenaga kerja untuk perawatan gulma dan penyakit, biaya tenaga kerja untuk panen dan biaya tenaga kerja untuk distrtibusi hasil panen dari perkebunan kepada distributor atau agen pengumpul. Biaya tenaga kerja yang dikeluarkan dihitung berdasarkan banyaknya jumlah pekerja dan jumlah hari kerja. Upah tenaga kerja di Cikajang-Garut berkisar antara Rp.10,000 sampai Rp.15,000 per hari untuk satu orang pekerja.

Berdasarkan survey, biaya tenaga kerja tertinggi terjadi pada priode waktu tanam Januari, sampai April dan terendah pada priode waktu tanam Mei sampai Agustus (Gambar 4). Pada waktu tanam Januari sampai April, biaya yang dikeluarkan lebih tinggi dikarenakan pada waktu tanam tersebut curah hujan tinggi sehingga dibutuhkan tenaga kerja yang lebih banyak untuk pemupukan dan pemberian obat. Selain itu, pada saat musim hujan upah tenaga kerja menjadi lebih tinggi karena para pekerja bekerja dengan kondisi hujan. Pada periode waktu tanam Mei sampai Agustus biaya tenaga kerja terbesar dikeluarkan untuk pengairan. Biaya pemupukan dan pengobatan lebih kecil pada waktu tanam Mei sampai Agustus, hal ini disebabkan karena pada waktu tanam tersebut kondisi perkebunan kentang lebih kering sehingga pemupukan dan pengobatan lebih jarang dilakukan.

4.3 Pengaruh Musim Tanam Terhadap Produksi dan Profitabilitas Kentang

Kentang dibandingkan dengan tanaman lain, lebih berakar dangkal dan lebih sensitif terhadap kekurangan air (Van Loon, 1981). Penurunan kadar air tanah mengakibatkan penurunan jumlah produksi kentang (Van Loon, 1981). Penurunan kadar air tanah selama proses pembentukan umbi akan menyebabkan ukuran umbi kentang tersebut menjadi lebih kecil (Fabeiro et, al, 2001). Berdasarkan hasil survey yang dilakukan, produksi kentang di Cikajang-Garut tertinggi pada waktu tanam Januari sampai April kemudian pada waktu tanam Mei sampai Agustus dan terendah pada waktu tanam September sampai Desember (Gambar 5). Produksi kentang sangat berkaitan dengan kadar air tanah yang tersedia selama waktu tanam. Selama waktu tanam Januari sampai April air yang dibutuhkan oleh tanaman kentang selama pertumbuhan tercukupi oleh kadar air tanah yang tersedia, pada musim tanam April sampai Agustus, kebutuhan air tanaman kentang mulai berkurang karena pada waktu tanam tersebut merupakan musim kering sehingga curah hujan rendah. Bulan-bulan sebelumnya merupakan musim hujan sehingga kebutuhan air tanaman kentang masih dapat dipenuhi oleh ketersediaan kadar air tanah. Pada musim tanam September sampai Desember, kondisi tanah kering karena kadar air tanah sangat sedikit akibat musim kering yang terjadi pada bulan sebelumnya dan kdaar air tanah yang ada telah diserap untuk pertumbuhan kentang pada periode musim tanam sebelumnya, sehingga produksi kentang pada musim 0 1,000,000 2,000,000 3,000,000 4,000,000 5,000,000 6,000,000 7,000,000 8,000,000

biaya pupuk organik

biaya pupuk anorganik

biaya obat

biaya tenaga kerja

(15)

10

tanam bulan September sampai Desember yang merupakan awal musim hujan sangat menurun akibat dari kondisi tanah yang cukup kering dan curah hujan sebagai masukan air untuk tanaman akan terjadi pada pertengahan musim tanam.

Profitabilitas kentang di Cikajang-Garut dapat diketahui dengan cara mengurangkan jumlah produksi kentang rata rata dengan semua faktor biaya produksi yang dikeluarkan petani selama waktu tanam. Berdasarkan survei yang dilakukan, profitabilitas tertinggi terjadi pada priode waktu tanam bulan Januari sampai April dan terendah pada priode waktu tanam September sampai Desember (Gambar. 5). Hal ini disebabkan oleh produksi kentang tertinggi terjadi pada priode waktu tanam bulan Januari sampai April dan terus menurun pada priode waktu tanam berikutnya. Walaupun biaya produksi yang dikeluarkan selama waktu tanam pada bulan Mei sampai Agustus paling sedikit dibandingkan dengan periode waktu tanam yang lain (Gambar 4) akan tetapi produksi pada waktu tanam ini juga lebih kecil dibandingkan produksi pada periode tanam bulan Januari sampai April, sehingga profitabilitas yang dihasilkan lebih kecil. Pada periode waktu tanam bulan September sampai Desember, biaya prduksi yang dikeluarkan cukup besar sedangkan produksi yang dihasilkan paling kecil dibandingkan dengan periode waktu tanam lainnya sehingga profitabilitas yang dihasilkan

paling kecil diantara ketiga periode waktu tanam.

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Waktu tanam di daerah Cikajang secara umum dibagi menjadi tiga yaitu: musim tanam Januari-April, Mei-Agustus dan September-Desember. Ketersediaan kadar air tanah pada setiap periode tanam berbeda karena perbedaan jumlah curah hujan yang terjadi selama periode tanam. Curah hujan juga berpengaruh pada runoff yang akan mempengaruhi jumlah biaya produksi yang dikeluarkan. Semakin tinggi runoff maka semakin banyak pupuk yang digunakan oleh petani karena sebagian besar pupuk tersebut hanyut bersama runoff. Semakin besar curah hujan juga akan memacu pertumbuhan penyakit sehingga akan meningkatkan jumlah pemakaian obat.

Profitabilitas kentang di sentra produksi kentang Cikajang-Garut tertinggi terjadi pada periode waktu tanam bulan Januari sampai April sebesar Rp.21,350,000 kemudian bulan Mei sampai Agustus sebesar Rp.18,456,250 dan terendah pada bulan September hingga Desember sebesar Rp.13,195,833. Perbedaan tersebut berhubungan dengan kadar air tanah yang disebabkan oleh curah hujan pada masing-masing musim tanam.

Gambar 5. Produksi dan profitabilitas kentang

(16)

10

tanam bulan September sampai Desember yang merupakan awal musim hujan sangat menurun akibat dari kondisi tanah yang cukup kering dan curah hujan sebagai masukan air untuk tanaman akan terjadi pada pertengahan musim tanam.

Profitabilitas kentang di Cikajang-Garut dapat diketahui dengan cara mengurangkan jumlah produksi kentang rata rata dengan semua faktor biaya produksi yang dikeluarkan petani selama waktu tanam. Berdasarkan survei yang dilakukan, profitabilitas tertinggi terjadi pada priode waktu tanam bulan Januari sampai April dan terendah pada priode waktu tanam September sampai Desember (Gambar. 5). Hal ini disebabkan oleh produksi kentang tertinggi terjadi pada priode waktu tanam bulan Januari sampai April dan terus menurun pada priode waktu tanam berikutnya. Walaupun biaya produksi yang dikeluarkan selama waktu tanam pada bulan Mei sampai Agustus paling sedikit dibandingkan dengan periode waktu tanam yang lain (Gambar 4) akan tetapi produksi pada waktu tanam ini juga lebih kecil dibandingkan produksi pada periode tanam bulan Januari sampai April, sehingga profitabilitas yang dihasilkan lebih kecil. Pada periode waktu tanam bulan September sampai Desember, biaya prduksi yang dikeluarkan cukup besar sedangkan produksi yang dihasilkan paling kecil dibandingkan dengan periode waktu tanam lainnya sehingga profitabilitas yang dihasilkan

paling kecil diantara ketiga periode waktu tanam.

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Waktu tanam di daerah Cikajang secara umum dibagi menjadi tiga yaitu: musim tanam Januari-April, Mei-Agustus dan September-Desember. Ketersediaan kadar air tanah pada setiap periode tanam berbeda karena perbedaan jumlah curah hujan yang terjadi selama periode tanam. Curah hujan juga berpengaruh pada runoff yang akan mempengaruhi jumlah biaya produksi yang dikeluarkan. Semakin tinggi runoff maka semakin banyak pupuk yang digunakan oleh petani karena sebagian besar pupuk tersebut hanyut bersama runoff. Semakin besar curah hujan juga akan memacu pertumbuhan penyakit sehingga akan meningkatkan jumlah pemakaian obat.

Profitabilitas kentang di sentra produksi kentang Cikajang-Garut tertinggi terjadi pada periode waktu tanam bulan Januari sampai April sebesar Rp.21,350,000 kemudian bulan Mei sampai Agustus sebesar Rp.18,456,250 dan terendah pada bulan September hingga Desember sebesar Rp.13,195,833. Perbedaan tersebut berhubungan dengan kadar air tanah yang disebabkan oleh curah hujan pada masing-masing musim tanam.

Gambar 5. Produksi dan profitabilitas kentang

(17)

11

5.2 Saran

Penelitian selanjutnya akan lebih baik jika terdapat parameter-parameter lain seperti kemiringan lahan dan jenis tanah untuk mengetahui produksi kentang pada daerah Cikajang Garut. Selain itu diperlukan data profitabilitas pascapanen seperti distribusi dan pengaruh iklim terhadap penyimpanan kentang pascapanen.

VI. DAFTAR PUSTAKA

Djaenuddin, D., Marwan H., H. Subagyo, dan A. Mulyani, 1997, Kriteria Kesesuaian Lahan untuk Komoditas Pertanian. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Departemen Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor

Faberio, C., Ollala, D, F, M. and Juan, J, A, D. 2001. Yield and Size of Deficit Irrigated Potatoes. Agric. Water Management, 48: 255-266

Handoko. 1994a. Klimatologi Dasar. Landasan pemahaman fisika atmosfer. PT Pustaka Jaya. Jakarta

_______. 1994b. Dasar Penyusunan Model Simulasi Komputer untuk Pertanian. Jurusan Geofisika dan Meteorologi, FMIPA IPB. Bogor.

Mustafa, U., Diker K, Rıza, K., Ulas, S., and Onaran H. 2005. Trickle and sprinkler irrigation of potato (Solanum tuberosum L.) in the MiddleAnatolian Region in Turkey. Agricultural Water Management 79:43–71

Palmer, W, C., and Havens, A, V. 1958. A Graphical Technique for Determining Evapotranspiration by the Thornthwaite Method. Department of Meteorology, Rutgers University. New Brunswick New Jersey

Snyder. C. S. 1998. Vegetative Filter Strips Reduce Runoff Losses and Help Protect Water Quality. A regional newsletter published by the Potash & Phosphate Institute (PPI) and thePotash & Phosphate Institute of Canada(PPIC)

Stark, J. C. and Wright, J, L. 1985. Relationship between foliage temperature and water stress in potatoes. American Potato Journal. 62: 57 – 68.

Sunarjono, H. 1975 Budidaya Kentang Solanum tuberosum L.). PT Soeroengan. Jakarta

Usman. 2004. Analisis Kepekaan Beberapa Metode Pendugaan Evapotranspirasi Potensial terhadap Perubahan Iklim. Jurnal Natur Indonesia 6(2): 91-94 Van Loon, C,D. 1981. The effect of water

stress on potato growth development and yield. American Potato Journal 58: 51-59

(18)

PENGARUH IKLIM TERHADAP PROFITABILITAS

KENTANG (

Solanum tuberosum

) DI SENTRA PERKEBUNAN

KENTANG CIKAJANG-GARUT

RACHMAD HANAFI AJIS

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(19)

11

5.2 Saran

Penelitian selanjutnya akan lebih baik jika terdapat parameter-parameter lain seperti kemiringan lahan dan jenis tanah untuk mengetahui produksi kentang pada daerah Cikajang Garut. Selain itu diperlukan data profitabilitas pascapanen seperti distribusi dan pengaruh iklim terhadap penyimpanan kentang pascapanen.

VI. DAFTAR PUSTAKA

Djaenuddin, D., Marwan H., H. Subagyo, dan A. Mulyani, 1997, Kriteria Kesesuaian Lahan untuk Komoditas Pertanian. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Departemen Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor

Faberio, C., Ollala, D, F, M. and Juan, J, A, D. 2001. Yield and Size of Deficit Irrigated Potatoes. Agric. Water Management, 48: 255-266

Handoko. 1994a. Klimatologi Dasar. Landasan pemahaman fisika atmosfer. PT Pustaka Jaya. Jakarta

_______. 1994b. Dasar Penyusunan Model Simulasi Komputer untuk Pertanian. Jurusan Geofisika dan Meteorologi, FMIPA IPB. Bogor.

Mustafa, U., Diker K, Rıza, K., Ulas, S., and Onaran H. 2005. Trickle and sprinkler irrigation of potato (Solanum tuberosum L.) in the MiddleAnatolian Region in Turkey. Agricultural Water Management 79:43–71

Palmer, W, C., and Havens, A, V. 1958. A Graphical Technique for Determining Evapotranspiration by the Thornthwaite Method. Department of Meteorology, Rutgers University. New Brunswick New Jersey

Snyder. C. S. 1998. Vegetative Filter Strips Reduce Runoff Losses and Help Protect Water Quality. A regional newsletter published by the Potash & Phosphate Institute (PPI) and thePotash & Phosphate Institute of Canada(PPIC)

Stark, J. C. and Wright, J, L. 1985. Relationship between foliage temperature and water stress in potatoes. American Potato Journal. 62: 57 – 68.

Sunarjono, H. 1975 Budidaya Kentang Solanum tuberosum L.). PT Soeroengan. Jakarta

Usman. 2004. Analisis Kepekaan Beberapa Metode Pendugaan Evapotranspirasi Potensial terhadap Perubahan Iklim. Jurnal Natur Indonesia 6(2): 91-94 Van Loon, C,D. 1981. The effect of water

stress on potato growth development and yield. American Potato Journal 58: 51-59

(20)

PENGARUH IKLIM TERHADAP PROFITABILITAS

KENTANG (

Solanum tuberosum

) DI SENTRA PERKEBUNAN

KENTANG CIKAJANG-GARUT

RACHMAD HANAFI AJIS

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(21)

ABSTRACT

RACHMAD HANAFI AJIS. Climate Influence on the Profitability of Potato (Solanum tuberosum) In Potato Plantation Center Cikajang-Garut. Supervised by HANDOKO.

Potato has a vital role for the Indonesian economy. Potatoes demand will increase caused by population growth and changing consumption patterns in developing countries. Production of potato is influenced by soil water, while soil water is influenced by rainfall, temperature and sunshine duration. Soil water at each planting season varies because of differences in the amount of rainfall. By linking the influence of planting season with soil water availability, profitability of each planting season will be known. There are three Cikajang planting periods: January-April, May-August and September-December. The average potato yield in three planting seasons at Cikajang: January-April amounted to 21 tons/ha, in May-August to 20,2 tons/ha and September-December with average potato yield 17,5 tons/ha. The decrease of production was caused by decreased water availability during the dry season. Highest profitability of potato planting time in the period from January-April amounted to Rp.21,350,000 while May-August amounted to Rp.18,456,250 and the lowest in September-December of Rp.13,195,833.

(22)

ABSTRAK

RACHMAD HANAFI AJIS. Pengaruh Iklim Terhadap Profitabilitas Kentang (Solanum Tuberosum) di Sentra Perkebunan Kentang Cikajang-Garut. Dibimbing oleh HANDOKO.

Kentang memiliki peran penting bagi perekonomian Indonesia. Permintaan kentang meningkat disebabkan oleh pertambahan jumlah penduduk dan perubahan pola konsumsi di negara berkembang. Produksi kentang dipengaruhi oleh kadar air tanah, sedangkan kadar air tanah dipengaruhi oleh faktor-faktor iklim terutama curah hujan, suhu dan lama penyinaran. Kadar air tanah pada masing-masing musim tanam berbeda-beda karena perbedaan jumlah curah hujan. Dengan mengkorelasikan pengaruh musim tanam dengan ketersediaan air tanah maka akan dapat diperoleh profitabilitas pada setiap musim tanam. Ada tiga periode tanam di Cikajang: Januari-April, Mei-Agustus dan September-Desember. Produksi kentang rata-rata di Cikajang pada tiga musim tanam mencapai tingkat tertinggi pada periode Januari-April sebesar 21 ton/ha, pada musim tanam Mei-Agustus sebesar 20,2 ton/ha dan terendah pada musim tanam bulan September-Desember dengan produksi rata-rata sebesar 17,5 ton/ha. Penurunan produksi disebabkan oleh penurunan ketersediaan air selama musim kemarau. Profitabilitas kentang tertinggi terjadi pada periode waktu tanam bulan Januari sampai April sebesar Rp.21,350,000 kemudian bulan Mei sampai Agustus sebesar Rp.18,456,250 dan terendah pada bulan September hingga Desember sebesar Rp.13,195,833.

(23)

PENGARUH IKLIM TERHADAP PROFITABILITAS

KENTANG (

Solanum tuberosum

) DI SENTRA PERKEBUNAN

KENTANG CIKAJANG-GARUT

RACHMAD HANAFI AJIS

G24053336

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Sains pada

Departemen Geofisika dan Meteorologi

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(24)

Judul

:

Pengaruh Iklim terhadap Profitabilitas Kentang (Solanum tuberosum)di Sentra Perkebunan Kentang Cikajang-Garut

Nama

:

Rachmad Hanafi Ajis

NIM

:

G24053336

Menyetujui:

Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Handoko, M.Sc

NIP 19591130 198303 1 003

Mengetahui:

Ketua Depertemen Geofisika dan Meteorologi

Dr. Ir. Rini Hidayati, MS

NIP. 19600305 198703 2 002

(25)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi dengan judul “Pengaruh Iklim terhadap Profitabilitas Kentang (Solanum Tuberosum) di Sentra Perkebunan Kentang Cikajang-Garut”, sebagai syarat mencapai gelar Sarjana Sains pada Program Studi Meteorologi, Departemen Geofisika dan Meteorologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Penulis juga ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan skripsi ini :

1. Kedua orang tua atas segala doa, kasih sayang, semangat dan dukungannya selama ini. 2. Prof. Dr. Ir. Handoko M.Sc sebagai pembimbing skripsi, yang banyak memberikan arahan

dan bimbingan serta semangat selama kegiatan penelitian.

3. Dr. Ir. Tania June M.Sc selaku pembimbing akademik atas nasehat dan arahannya selama penulis menyelesaikan studi.

4. Dosen dan staf pengajar Departemen Geofisika dan Meteorologi atas ilmu yang telah diberikan kepada penulis.

5. Seluruh staf/pegawai Departemen Geofisika dan Meteorologi (Mas Aziz, Mbak Wanti, Pak Pono, Pak Udin, Mbak Icha, Pak Badrudin, Pak Khoirun, Bu Inda, Pak Jun) atas bantuannya selama ini.

6. Teman – teman GFM angkatan 42 (Indah, Dewy, Anis, Lisa, Epi, Mbak Ium, Veza, Tanjung, Rifa, Ciciw, Nancy, Wita, Ivan, Dori, Gito, Victor, Anton, Indra, Franz, Apit, Budi, Ghulam, Hardie, Hengky, Nizar, Zahir, Galih, Heri, Wahyu, Devita, Dani, Obet, Tumpal, Irvan, Singgih) atas persahabatan dan keceriaan tak terlupakan.

7. Kakak dan adik kelas di GFM atas persahabatan dan kebersamaannya.

8. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan studi yang tidak dapatdisebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa dalam proses penyusunan skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis menerima kritikan, saran, dan tanggapan yang bersifat membangun. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Januari 2011

(26)

ii

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Padang pada tanggal 26 April 1987 dari pasangan Bapak Ajiswir dan Ibu Nurmaini. Penulis memulai pendidikan formal di TK Baiturrahmah tahun 1992-1993, kemudian penulis melanjutkan pendidikan di SD Baiturrahmah dan lulus pada tahun 1999. Tahun 1999-2002, penulis melanjutkan studi ke SLTPN 2 Padang dan tahun 2002-2005 ke SMU Negeri 10 Padang. Pada tahun 2005, penulis lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) dan setahun kemudian diterima pada program studi Meteorologi Terapan, Departemen Geofisika dan Meteorologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.

(27)

iii

DAFTAR ISI

Halaman DAFTAR TABEL ... iv DAFTAR GAMBAR ... iv DAFTAR LAMPIRAN ... v I. PENDAHULUAN ... 1 1.1. Latar Belakang ... 1 1.2. Tujuan ... 1 II. TINJAUAN PUSTAKA ... 1 2.1. Tanaman Kentang ... 1 2.2. Neraca Air Lahan ... 1 III. BAHAN DAN METODE ... 2 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ... 2 3.2. Alat dan Bahan ... 2 3.3. Metode Penelitian ... 2 3.3.1. Survei Kuisioner ... 2 3.3.2. Pengolahan Data ... 3 3.3.3. Analisis Data ... 3 IV. PEMBAHASAN ... 3 4.1. Neraca Air Lahan. ... 3 4.1.1. Curah Hujan. ... 3 4.1.2. Suhu dan Evaporasi Potensial Rata-Rata. ... 4 4.1.3. Kelembaban Nisbi. ... 5 4.1.4. Lama Penyinaran Matahari ... 6 4.1.5. Kadar Air Tanah ... 6 4.2. Pengaruh Penentuan Waktu Tanam terhadap Faktor Biaya Produksi

Kentang ... 7 4.2.1. Biaya Pupuk. ... 8 4.2.2. Biaya Obat ... 8 4.2.3. Biaya Tenaga Kerja ... 9 4.3. Pengaruh Musim Tanam terhadap Produksi dan Profitabilitas Kentang ... 9 V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 10

(28)

iv

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Jumlah hari hujan periode tahun 1998-2008 di Cikajang-Garut ... 3 2. Curah hujan bulanan Cikajang periode tahun 1998-2008 ... 4 3. Tabel suhu rata rata ... 5 4. Kelembaban nisbi rata-rata ... 5 5. Lama penyinaran matahari antara pukul 08.00-16.00 ... 6 6. Tabel neraca air lahan ... 7 7. Analisis usahatani tanaman kentang di Cikajang-Garut ... 8

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

(29)

v

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

(30)

1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tanaman kentang (Solanum tuberosum) adalah termasuk tanaman sayuran yang berumur pendek. Saat ini kegunaan umbinya semakin banyak dan mempunyai peran penting bagi perekonomian Indonesia. Kebutuhan kentang akan meningkat akibat pertumbuhan jumlah penduduk, juga akibat perubahan pola konsumsi di beberapa negara berkembang.

Mengingat kentang banyak kegunaannya dan untuk memenuhi kebutuhan, maka produksi kentang perlu ditingkatkan secara kualitas maupun kuantitas.

Dalam usaha pengembangan kentang pada suatu daerah hendaknya disesuaikan dengan potensi sumberdaya lahan dan kondisi iklim tanaman tersebut, sehingga kegiatan budidaya tersebut efisien dalam peningkatan produksi tanaman.

Produksi kentang sangat dipengaruhi oleh faktor faktor iklim terutama curah hujan, suhu dan lama penyinaran matahari. Faktor-faktor iklim tersebut akan berpengaruh pada proses pertumbuhan kentang, penggunaan pupuk, pengendalian penyakit dan selanjutnya akan berpengaruh pada hasil produksi kentang tersebut.

Masalah yang dihadapi petani selain dari ketersediaan bibit yang bermutu yaitu pemahaman tentang pengaruh interaksi cuaca terhadap produksi kentang. Hal ini berkaitan erat dengan penentuan waktu tanam yang optimal untuk menentukan hasil yang optimal dan meminimalisir resiko dan kerugian yang ditimbulkan. Penanaman yang dilakukan pada musim hujan menjamin ketersediaan air yang cukup selama masa tanam, petani akan dihadapkan dengan resiko serangan penyakit sehingga akan menambah biaya obat-obatan. Sebaliknya, penanaman yang dilakukan pada musim kering memiliki resiko terserang penyakit yang lebih kecil, namun akan menghadapi masalah kekurangan air (water deficit). 1.2 Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk:

Menganalisis pengaruh waktu tanam dan hubungannya dengan ketersediaan air

Mengetahui profitabilitas kentang di sentra produksi kentang di Cikajang, Garut.

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman kentang

Tanaman kentang dalam taksonimi tumbuhan termasuk dalam Divisi Spermatophyta, Subdivisi Angiospermae, Kelas Dicotyledonae, Ordo Tubiflorae, Famili Solanaceae, Genus Solanum, dan Spesies Solanum tuberosum L. Kentang merupakan tanaman dikotil semusim, berbentuk semak dengan fototaksis spiral dan tidak berkayu kecuali batang bagian bawah tanah stolon yang tumbuh secara digeostropik menjulur sebagai penyimpan cadangan karbohidrat.

Kentang dapat tumbuh dengan baik di dataran tinggi antara 500-3.000 m dpl, yang terbaik adalah pada ketinggian 1.300 m dpl dengan suhu relatif sekitar 20°C. Selain, itu daerah dengan curah hujan 200-300 mm setiap bulan atau 1.000 mm selama masa pertumbuhan kentang. Tanah yang baik untuk kentang adalah tanah yang subur, dalam, drainase baik, dan pH antara 5,0-6,5 (Sunarjono, 1975). Tanaman kentang sangat peka terhadap kekurangan air. Pengairan harus dilakukan secara rutin tetapi tidak berlebihan. Pemberian air yang cukup membantu menstabilkan kelembaban tanah sebagai pelarut pupuk.

2.2 Neraca Air Lahan

Neraca air merupakan perimbangan antara masukan (input) dan keluaran (output) air di suatu tempat pada suatu periode tertentu. Dalam perhitungan digunakan satuan tinggi air (mm, atau cm). Satuan waktu yang digunakan dapat dipilih satuan harian, mingguan, dekade (10 harian), bulanan ataupun tahunan sesuai dengan keperluan.

Komponen neraca air meliputi curah hujan, irigasi, intersepsi tajuk, infiltrasi, kadar air tanah dan limpasan permukaan serta komponen lainnya (Handoko, 1994a).

(31)

2

T2 = T1– (0.01x Z x 0,61) T2 : suhu daerah ke 2 (°C) T1 : suhu daerah ke 1(°C) Z : selisih ketinggian daerah (m)

Fungsi tanah dalam pertumbuhan tanaman adalah sebagai sumber hara makro dan mikro, tempat bertopang dan sebagai media penyimpanan air hujan (Handoko, 1994b). Kadar air tanah sangat mempengaruhi pertumbuhan kentang yaitu sebagai media penyerapan unsur hara yang terkandung di dalam tanah.

Salah satu parameter yang mempengaruhi kadar air tanah adalah curah hujan yang terjadi pada daerah tersebut. Kejadian curah hujan yang sangat tinggi, curah hujan akan melebihi kemampuan tanah untuk menyimpan air (water holding capacity) sehingga terjadi limpasan atau runoff. Runoff yang terjadi akan mempengaruhi jumlah pemberian pupuk. Jika runoff besar, maka unsur hara yang terkandung di dalam tanah akan terbawa bersama aliran runoff sehingga diperlukan pupuk lebih banyak untuk memenuhi kebutuhan unsur hara tanaman. Pada waktu curah hujan kecil, jumlah air yang tersimpan di dalam tanah tidak mencukupi untuk proses pertumbuhan kentang sehingga diperlukan pengairan tambahan.

Air merupakan kebutuhan mutlak bagi tanaman. Jumlah air yang dibutuhkan atau yang digunakan tanaman tergantung dari beberapa faktor lingkungan (iklim dan tanah) serta tanaman (jenis, pertumbuhan dan fase perkembangan). Fluktuasi ketersediaan air tanah dari bulan ke bulan dapat diketahui berdasarkan data curah hujan bulanan dan evapotranspirasi potensial (ETp) bulanan.

Evapotranspirasi dihitung dengan menggunakan persamaan Thornthwaite (Palmer dan Havens, 1958) :

ETpi = 1,6 (Ti /I)a ETpi : evapotranspirasipotensial pada bulan i (mm)

Ti : suhu pada bulan ke i (°C) I : jumlah 12 bulan dari

∑(T i /5) 1,54

a : 675 x 109 x I3 -771.107.I2 +0,01792 x I +0,44239

Perhitungan neraca air lahan dilakukan dengan menggunakan persamaan :

KAT i = KAT i-1 + CH i– ETp i– Ro i

KAT i : kadar air tanah pada bulan ke i

(mm)

KAT i-1 : kadar air tanah pada bulan ke i-1

(mm)

CH i : curah hujan pada bulan ke i (mm)

ETp i : evapotranspirasi pada bulan ke i (mm)

Ro i : limpasan permukaan pada bulan ke i (mm)

III. BAHAN DAN METODE

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2010 sampai dengan Juni 2010 di Cikajang-Garut dengan koordinat 7°22'0" lintang selatan 107°47'0" bujur timur, dan Laboratorium Agrometeorologi, Departemen Geofisika dan Meteorologi, Institut Pertanian Bogor.

3.2. Alat dan Bahan

Data dan alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Kuisioner data produksi kentang Cikajang-Garut

Data curah hujan bulanan daerah Cikajang-Garut periode tahun 1998-2008

Data suhu bulanan Bandung periode tahun 1998-2008

Literatur yang menunjang analisis Selain itu digunakan peralatan umum lainnya seperti personal computer, perangkat lunak Microsoft office dan Microsoft excel dalam pengolahan data.

3.3 Metode Penelitian

3.3.1 Survei Kuesioner

Survey dilakukan dengan menyebar Kuesioner kepada 30 petani secara acak, di daerah sentra produksi kentang Cikajang-Garut. Kuesioner terdiri dari beberapa pertanyaan seperti :

Luas lahan Waktu tanam Biaya sewa lahan Biaya bibit kentang Biaya obat obatan Biaya pupuk organik Biaya pupuk anorganik Biaya irigasi

Biaya tenaga kerja

(32)

3

3.3.2 Pengolahan Data

Pengolahan data terdiri dari dua tahap, yaitu pendugaan data suhu Cikajang dengan menggunakan persamaan Braak (Djaenuddin, 1997) dan penentuan evapotranspirasi dengan persamaan Thornthwaite (Palmer dan Havens, 1958). 3.3.3 Analisis Data

Analisis dilakukan dengan dengan cara mengkorelasikan profitabilitas dengan faktor agroiklimtologi pada daerah kajian.

IV. PEMBAHASAN

4.1 Neraca Air Lahan

4.1.1 Curah Hujan

Curah hujan merupakan sumber air utama untuk perkebunan kentang di daerah Cikajang-Garut. Curah hujan bulanan di daerah Cikajang-Garut memiliki variabilitas yang cukup besar. Variabilitas curah hujan pada daerah ini terlihat pada perbedaan antara curah hujan minimum bulanan dan curah hujan rata-rata bulanan yang cukup besar (Gambar 1). Data curah hujan ini akan digunakan untuk menentukan neraca air lahan untuk mengetahui produktifitas kentang di Cikajang-Garut.

Berdasarkan data curah hujan periode tahun 1998 sampai tahun 2008 yang diperoleh dari BMKG. curah hujan rata rata

tertinggi terjadi pada bulan Maret dengan curah hujan rata-rata sebesar 394 mm, dan curah hujan terendah terjadi pada bulan Agustus dengan rata rata 19 mm (Tabel 2)

Variabilitas hujan terbesar besar terjadi selama musim hujan yaitu pada bulan Maret dan November. Pada musim kering variabilitas hujan tidak terlalu besar. Variabilitas hujan pada bulan Maret tercatat dengan curah hujan minimum sebesar 149 mm dan curah hujan maksimum sebesar 677 mm, rata-rata curah hujan pada bulan tersebut sebesar 394 mm. Variabilitas hujan pada bulan November dengan curah hujan minimum sebesar

Gambar

Tabel 1. Tabel jumlah hari hujan periode tahun 1998-2008 di Cikajang-Garut
Tabel 1. Tabel jumlah hari hujan periode tahun 1998-2008 di Cikajang-Garut
Tabel 2. Tabel curah hujan (mm) bulanan Cikajang periode 1998-2008
Tabel 3.  Estimasi suhu rata-rata (°C) di daerah Cikajang
+7

Referensi

Dokumen terkait

permasalahan yang diajukan harus dapat dikerjakan siswa hanya dengan rumus-rumus dan pengertian dasar (tidak hanya bisa. mnggunakan tetapi juga memahami

a) Pemohon dapat melihat atau mendengarkan dokumen yang akan diminta sebelum mengajukan permohonan secara resmi guna kepentingan permohonanya, sepanjang dokumen

Dalam penelitian ini yang menjadi variabel independen adalah Organizational Citizenship Behavior (OCB), Disiplin kerja dan Kompensasi, sementara yang menjadi variabel

Menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “ PENGEMBANGAN MEDIA PEMBELAJARAN INTERAKTIF SUBNETTING UNTUK SISWA KELAS X REKAYASA PERANGKAT LUNAK SMK NEGERI 2 KARANGANYAR

pada waktu malam hari mereka gunakan untuk refresing. Jika malam semakin larut akan lebih mengasikkan jika dibumbui dengan judi. Biasa judi itu dilakukan dikos

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah: (1) Mengidentifikasi struktur rantai pasok sayuran unggulan di Banjarnegara, (2) Menganalisis sistem kelembagaan

doa, petuah serta nasihat-nasihat yang tak hilang ditelan zaman. Kang Warsito terima kasih atas semua bantannya. Mas Pandu Wibisono Spsi. Terima kasih segala bantuan waktu dan

getaran yang terjadi pada lantai, dimana frekuensi yang terjadi telah berada.. pada nilai sebagai dasar kriteria yang dikembangkan oleh ISO 2361 –