• Tidak ada hasil yang ditemukan

Praktik magang di LPPOM MUI dan tinjauan ilmiah keharaman daging bangkai dan produk darah dalam islam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Praktik magang di LPPOM MUI dan tinjauan ilmiah keharaman daging bangkai dan produk darah dalam islam"

Copied!
174
0
0

Teks penuh

(1)

PRAK

KEHAR

KTIK MAG

RAMAN DA

FAKU

IN

GANG DI L

AGING BAN

AM

ULTAS TE

NSTITUT P

LPPOM MU

NGKAI DA

ISLAM

SKRIPSI

MELIA SAF

F24070044

EKNOLO

PERTANI

BOGOR

2011

UI DAN TIN

AN PRODU

FITRI

4

GI PERTA

IAN BOG

R

NJAUAN IL

UK DARAH

ANIAN

GOR

LMIAH

DALAM

(2)

i

INTERNSHIP PROGRAM IN LPPOM MUI AND A REVIEW OF

SCIENTIFIC ASPECTS ON CARRION AND

BLOOD-DERIVED PRODUCTS AS FORBIDDEN FOODS IN ISLAM

Amelia Safitri1, Joko Hermanianto1, Sumunar Jati2

1

Department of Food Science and Technology, Faculty of Agricultural Engineering and Technology, Bogor Agricultural University, PO BOX 220 Bogor, West Java, Indonesia

2

The Assesment Institute for Foods, Drugs, and Cosmetics Indonesian Council of Ulama (LPPOM MUI), LPPOM MUI, IPB Baranangsiang, Bogor

Phone: +6285-6198-0576, e-mail: safitri.amelia@gmail.com

ABSTRACT

Food safety has become major issues in the food chain. In many societies, religion plays one of the most influential roles in food choice that makes the spiritual aspect becomes a focus in food safety terms today. Despite the prohibition of blood and carrions have been clearly stated in Islamic dietary laws, there are still practices in purchasing or consuming of these products. These products are treated as a waste that must be eliminated because no further uses are allowed. It is important to realize that the risk of forbidden foods should be based on scientific approach that can be applied to all sectors. The objective of the review was to highlight biochemical, microbiological and health aspects of forbidden foods (carrion and blood-derived products). The review showed the carrion contains remaining-blood in the vessel that possibly absorbed into the body while consume it. The review covered how consumption of blood-derived products was closely related with the heme content. The high intake of heme and the low intake of calcium after consumption of blood pudding will be correlated with increment of fat oxidation in the body and lead to colorectal cancer. On the other hand, blood also might carry pathogenic bacteria such as Salmonella, Escherichia coli enteropatoghenic, Shigella, and Yersinia enterolitica. The biochemical compounds of fish and grasshopper are also reviewed considering the halalness status of its carrion. Biochemical compounds and microbiological aspects were useful for determining the risk of carrion and blood-derived products. Heme-protein and possible-microbes content should be further investigated as a potential biomarker of haram-food risk.

(3)

ii

Amelia Safitri. F24070044. Praktik Magang di LPPOM MUI dan Tinjauan Ilmiah Keharaman Daging Bangkai dan Produk Darah dalam Islam. Di Bawah Bimbingan Dr.Ir. Joko Hermanianto dan Ir.Sumunar Jati (LPPOM MUI). 2011

RINGKASAN

Kegiatan magang di Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika (LPPOM MUI) dilakukan selama empat bulan dibagi menjadi dua, yaitu kegiatan magang umum dan penulisan topik khusus mengenai tinjauan ilmiah keharaman daging bangkai dan produk darah dalam Islam. Kegiatan magang umum yang dilakukan di divisi Sosialisasi dan Informasi LPPOM MUI berupa mengikuti pelatihan sistem jaminan halal dan diskusi strategis halal terhadap CAFTA (China ASEAN Free-Trade Area), pengumpulan dan pembuatan materi promosi pangan halal untuk anak usia TK, SMP, dan masyarakat umum, melaksanakan survei label halal pada produk pangan di supermarket Jakarta, dan berpartisipasi dalam kegiatan (Halal Food Goes To School, seminar Hotel, Restoran dan Katering dan Indonesia Halal Expo) yang diselenggarakan oleh LPPOM MUI.

Penulisan topik khusus dalam skripsi ini dilakukan dengan metode penelitian deskriptif, yakni suatu penelitian noneksperimental karena data yang akan diteliti berupa data-data yang sudah ada. Tujuan utama dalam menggunakan metode ini adalah untuk menggambarkan karakteristik subjek ataupun objek penelitian secara terperinci dan sistematis. Data primer sebagai bahasan pendukung didapatkan dengan pengamatan langsung di lapangan berupa wawancara. Tahapan wawancara dilakukan dengan pemilihan responden melalui metode purposive sampling. Responden adalah pedagang kios daging di Pasar Bogor. Hasil analisa tingkat pengetahuan dan kepedulian halal responden menunjukkan berada dalam kategori baik. Hasil wawancara mengenai upaya penjaminannya, responden mengemukakan bahwa rumah pemotongan hewan sebagai tempat yang dipercaya untuk memenuhi jaminan halal produk dagingnya.

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tidak hanya membawa manfaat bagi kehidupan manusia namun juga dapat menimbulkan sejumlah persoalan. Bagi negara dengan mayoritas penduduk muslim, persoalan peredaran produk tidak layak konsumsi seperti daging bangkai dan produk darah merupakan suatu persoalan keamanan pangan yang menarik untuk dikaji dan diperbincangkan. Daging bangkai yang dimaksud dalam pembahasan ini adalah daging yang berasal dari kondisi kesehatan dan penanganan hewan yang buruk sehingga mati sebelum disembelih dan merupakan daging yang memiliki sifat-sifat yang berbeda dengan daging normal dari aspek warna dan bau. Produk darah yang dimaksud adalah produk yang berasal dari darah yang mengalir. Upaya pengkajian informasi tentang peredaran produk tidak layak konsumsi secara fisik dan batin ini perlu mendapatkan dukungan dari berbagai pihak karena kasus mengkonsumsi daging bangkai dan darah (marus) ini tentu menimbulkan risiko yang tinggi dari segi kesehatan.

(4)
(5)

iv

PRAKTIK MAGANG DI LPPOM MUI DAN TINJAUAN ILMIAH

KEHARAMAN DAGING BANGKAI DAN PRODUK DARAH DALAM

ISLAM

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh

AMELIA SAFITRI

F24070044

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)

v

Judul Skripsi : Praktik Magang di LPPOM MUI dan Tinjauan Ilmiah Keharaman

Daging Bangkai dan Produk Darah dalam Islam Nama : Amelia Safitri

NIM : F24070044

Menyetujui

Pembimbing I, Pembimbing II,

(Dr. Ir. Joko Hermanianto) (Ir. Sumunar Jati)

NIP 19590528.198503.1.001

Mengetahui: Plt. Ketua Departemen,

(Dr. Ir. Nurheni Sri Palupi, M.Si) NIP 19610802.198703.2.002

(7)

vi

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Praktik Magang di LPPOM MUI dan Tinjauan Ilmiah Keharaman Daging Bangkai dan Produk Darah dalam Islam adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan dosen pembimbing akademis dan belum diajukan dalam bentuk apa pun pada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

 

 

 

 

Bogor, 17 Juni 2011

Yang membuat pernyataan,

 

 

(8)

vii

BIODATA PENULIS

Penulis dilahirkan di Jakarta, 28 Maret 1989 dari pasangan Ayah Gunawan dan Ibu Siti Komariah sebagai anak pertama dari dua bersaudara. Penulis menamatkan jenjang pendidikan SD di SDN Bekasi Jaya V (2001), jenjang SMP di SMP Negeri I Bekasi (2004), jenjang SMA di SMA Negeri I Bekasi (2007). Penulis lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2007 dan terdaftar pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam beberapa kegiatan kemahasiswaan, antara lain staf divisi humas Himpunan Mahasiswa Peduli Pangan Indonesia (2008-2009) dan sekretaris departemen Peningkatan Prestasi dan Akademik Badan Eksekutif Mahasiswa, Fakultas Teknologi Pertanian (2010/2011). Penulis juga pernah menjadi asisten praktikum Kimia dan Biokimia Pangan (2010) dan asisten praktikum Teknik Pangan (2010). Penulis juga memperoleh Beasiswa Yayasan Goodwill International yang didanai oleh St Patrick’s Society (2010/2011). Prestasi yang pernah diraih oleh penulis semasa kuliah adalah Juara III 1st Indonesia

(9)

viii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat yang diberikan-Nya sehingga tugas akhir ini berhasil diselesaikan. Skripsi berisi kegiatan magang yang dilakukan selama empat bulan di Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) dengan topik khusus Tinjauan Ilmiah Keharaman Daging Bangkai dan Produk Darah. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian karya ilmiah ini, yaitu:

1. Keluarga tercinta, papa, mama, dan Adik Budyawan Saputra atas segala doa dan kasih sayang yang telah diberikan.

2. Dr. Ir. Joko Hermanianto selaku pembimbing akademik, atas saran, bimbingan, perhatian, evaluasi dan motivasi yang telah diberikan kepada penulis sejak semester 3 hingga kini.

3. Ir. Sumunar Jati selaku pembimbing lapang atas saran dan bimbingan yang telah diberikan kepada penulis selama melaksanakan praktik magang di LPPOM MUI

4. Dr. Ir. Sugiyono, M.App.Sc selaku penguji sidang, atas kesediaan waktu, saran, dan evaluasi yang telah diberikan.

5. Seluruh guru dan dosen yang telah memberikan ilmu kepada penulis selama menempuh pendidikan formal.

6. Segenap jajaran LPPOM MUI, Bapak Lukmanul Hakim, Ibu Muti Arintyawati, Ibu Osmena Gunawan, Ibu Lia Amalia, Bapak Farid Mahmud, Bapak Hendra, Bapak Muslich, Bapak Aji Jumiono, dan staf LPPOM MUI yang tidak bisa disebutkan satu per satu.

7. Staf LPPOM MUI bidang Sosialisasi dan Informasi Mbak Duni, Mas Dwi, Pak Usman, Mas Agung, dan Kak Nadia.

8. Rekan magang di LPPOM MUI atas semua masukan, kerjasama dan kekompakannya selama magang, Rosy, Awang, Chintya dan Rahajeng

9. Sahabat-sahabat terbaik atas dukungan dan motivasinya, Belinda Priska, Reggie Surya, Septiana Iswani, Eliana Susilo, Erlindawati, Indri Putri, Kenny Muliawan, Rozak Hackiki, Azizati Fieki, Resi Sindhu, Wiwiek Dewi Anggraeni, Nisfulaila Yarhofatul, Drupadi Ciptaningtyas, dan Risma Adelia.

10. Rekan-rekan kelompok praktikum P2 atas sifat kekeluargaan dan kerjasamanya, Ibu Elmi, Rizkita, Eddy, Argya, Maqfuri, Lisa, Munyatul, Iman, Andri, Adi, Tiara, Bertha, Ronald, Okkytania, Vanya, Kevin, Malik, Jordan, Cherish, Vendry

11. Rekan-rekan ITP yang sangat berkesan, Uswah, Amelinda, Marisa, Melia, Trancy, Andrew, Marvin, Reza, Irsyad, Ashari, Murdiati, Atika, Nurina, Leo, Lailya, Khafid, Ulfa, Riffi, Yolanda, Puji, Punjung, Dimas, Suriah, dan teman-teman lain yang tidak bisa disebutkan satu persatu. 12. Yayasan Goodwill International kepada Ibu Julie Marsaban dan Ibu Mien Wibowo yang

senantiasa memberi dukungan dan semangat.

13. Seluruh jajaran Unit Pelayanan Terpadu Fakultas Teknologi Pertanian, Ibu Novi dan Ibu Anie. Akhirnya penulis berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaat dan memberikan kontribusi yang nyata terhadap perkembangan pengetahuan halal.

(10)

ix

DAFTAR ISI

... Halaman

 

KATA PENGANTAR ... viii 

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG ... 1

B. TUJUAN ... 2

II. PROFIL INSTANSI A. SEJARAH DAN PERKEMBANGAN LPPOM MUI ... 3

B. PROFIL MEDIA PROMOSI HALAL ... 4

III. TINJAUAN PUSTAKA A. HALAL DAN THOYYIB ... 6

B. HUKUM DAN REGULASI PENYEMBELIHAN DALAM ISLAM ... 6

C. HUKUM DAN REGULASI TENTANG DAGING BANGKAI DAN DARAH ... 9

D. KETENTUAN BELALANG DAN IKAN DALAM ISLAM ... 11

E. RUMAH PEMOTONGAN HEWAN (RPH) ... 12

F. LIMBAH RUMAH PEMOTONGAN HEWAN (RPH) ... 13

G. FISIKOKIMIA DARAH ... 14

H. SEL KANKER DAN TAHAPAN PEMBENTUKANNYA ... 15

IV. METODOLOGI A. KEGIATAN MAGANG ... 16

B. KAJIAN TOPIK KHUSUS ... 16

B.1 METODE PENULISAN UNTUK TOPIK KHUSUS ... 16

B.2 PENENTUAN GAGASAN ... 17

B.3 METODE PENGAMBILAN SAMPEL ... 17

B.4 WAWANCARA ... 17

B.5 TEKNIK PENGUMPULAN DATA ... 18

V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL DAN MANFAAT KEGIATAN MAGANG ... 19

B. HASIL PENGKAJIAN TOPIK KHUSUS ... 22

B.1 PENYEMBELIHAN DAN PENGELUARAN DARAH ... 22

B.2 KAJIAN DAGING BANGKAI ... 25

C. KAJIAN DAGING BANGKAI IKAN DAN BELALANG ... 28

C.1 KAJIAN DAGING BANGKAI IKAN ... 28

C.2 KAJIAN DAGING BANGKAI BELALANG ... 33

D. KAJIAN DARAH ... 35

D.1 PEMANFAATAN DARAH ... 35

D.2 EVALUASI NILAI BIOLOGIS DARAH ... 37

D.3 MEKANISME HEME ... 42

E. HASIL WAWANCARA ... 44

(11)

x

KESIMPULAN ... 46

a. MAGANG UMUM ... 46

b. KAJIAN KHUSUS ... 46

SARAN ... 47 DAFTAR PUSTAKA

(12)

xi

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 Jenis media promosi yang dilakukan divisi sosialisasi dan informasi ... 4

Tabel 2 Kandungan darah dan fraksinya ... 14

Tabel 3 Perbandingan kenampakan fisik ayam normal dan ayam bangkai ... 25

Tabel 4 Rata-rata total mikroba pada daging ayam segar dan daging ayam bangkai ... 27

Tabel 5 Botulisme pada manusia dan hewan ... 27

Tabel 6 Analisis Hb dan produk oksidasinya pada daging tuna (skipjack) ... 30

Tabel 7 Perbandingan kandungan Hb antara ikan dan hewan ternak lainnya ... 31

Tabel 8 Nilai gizi belalang (Patanga succineta L.) dan beberapa hewan ternak ... 33

Tabel 9 Peringkat kejadian kanker kolorektal di seluruh dunia ... 38

Tabel 10 Efek ransum meat-based pada tikus setelah 77 hari diinjeksi dengan azoksimetana ... 40

(13)

xii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1 Logo halal LPPOM MUI ... 4

Gambar 2 Struktur hemoglobin... 14

Gambar 3 Anatomi hewan darat dan 3 saluran yang harus diputus sesuai penyembelihan secara Islam ... 22

Gambar 4 Penampakan pembuluh darah arteri (atas) dan pembuluh vena (bawah) ... 23

Gambar 5 Anatomi ikan ... 28

Gambar 6 Pemotongan bagian kepala ikan ... 29

Gambar 7 Pohon industri darah ... 35

Gambar 8 Produk darah beku ... 37

Gambar 9 Pemetaan kejadian kanker kolorektal (pada pria) di seluruh dunia ... 39

(14)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Susunan pengurus LPPOM MUI ... 58

Lampiran 2 Struktur organisasi LPPOM MUI ... 59

Lampiran 3 Kuesioner wawancara ... 60

Lampiran 4 Matriks bahan dalam pembuatan manual halal ... 63

Lampiran 5 Slide presentasi halal untuk usia SMP ... 65

Lampiran 6a Artikel titik kritis kehalalan produk klapertaart ... 67

Lampiran 6b Artikel titik kritis kehalalan makanan Jepang... 69

Lampiran 6c Artikel titik kritis kehalalan makanan siap saji (western food) ... 72

Lampiran 7 Formulir survei peredaran produk halal ... 76

Lampiran 8 Perhitungan kandungan Hb ... 77

(15)

1

I. PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang

Saat ini, kepercayaan konsumen dan keamanan pangan menjadi isu utama dalam rantai pangan (Grunert 2005; Verbeke 2005). Keamanan bahan pangan merupakan masalah yang kompleks dan merupakan hasil interaksi antara toksisitas mikrobiologis, kimiawi, status gizi, dan ketentraman batin. Hal tersebut saling berkaitan dan saling mempengaruhi sehingga faktor keamanan pangan dapat dikatakan sebagai suatu masalah yang dinamis seiring dengan perkembangan peradaban manusia dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (Grossklaus 1993). Ilmu pengetahuan dan teknologi yang terus berkembang memberikan dampak yang jelas terhadap produk pangan. Ilmu pengetahuan menuntun manusia untuk berbuat atau menciptakan produk yang tidak hanya aman dari segi fisik, biologis, kimiawi tetapi juga dapat dipertanggung jawabkan kepada Sang Maha Pencipta (Nasution 1999).

Islam merupakan agama dengan pemeluk terbesar kedua di dunia (Chaudry 2002 diacu dalam Chaudry dan Riaz 2004), yaitu sebanyak 1.8 miliar jiwa dan diproyeksikan akan mencapai 2.2 miliar jiwa pada tahun 2030 mendatang (Pew Research Centre 2011). Bagi negara dengan mayoritas berpenduduk muslim, sangatlah wajar jika aspek kehalalan menjadi bagian dari unsur keamanan pangan yang cukup menarik untuk dikaji dan diperbincangkan. Persepsi masyarakat mengenai persoalan halal dan haram produk pangan masih merupakan hal yang ekslusif. Pandangan ekslusif dikarenakan adanya opini yang menghendaki pemisahan persoalan agama dan kemanusiaan sementara kepentingan individu maupun publik yang memegang teguh kepercayaannya terabaikan. Persoalan halal dan haram hendaknya kini harus menjadi soal inklusif bagi negara yang memperhatikan hak asasi manusia. Keamanan dan kenyamanan dalam beragama juga merupakan hak asasi manusia (Indra et al. 2004).

Kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi serta keberhasilan pembangunan akhir-akhir ini telah merambah seluruh aspek bidang kehidupan umat manusia yang tidak saja membawa berbagai kemudahan, kebahagiaan, dan kesenangan, melainkan juga menimbulkan sejumlah persoalan (LPPOM MUI 2011). Berbicara tentang keutamaan penyembelihan hewan secara halal, maka tidak akan lepas dari produk samping yang dihasilkan, yaitu darah dan daging daging bangkai. Namun, seperti yang tertuang pada Al-Quran surat Al Baqarah: 173, Al Maidah: 3, Al An’aam: 145 dan An Nahl: 115 bahwa daging bangkai dan darah merupakan bahan yang dilarang (haram) untuk dikonsumsi. Kendati keharaman daging bangkai dan darah sudah demikian tegas, namun masih saja ada yang memperjualbelikan dan mengkonsumsinya (Girindra 2009).

Daging bangkai saat ini mulai marak ditemukan dalam produk olahan ayam dari ayam tiren (mati kemarin). Kasus mengkonsumsi daging bangkai ini tentu menimbulkan risiko yang tinggi dari segi kesehatan. Hal ini dikarenakan penyebab kematian hewan tersebut yang mungkin saja menyerang manusia. Sekalipun daging bangkai telah mengalami perlakuan pengolahan namun belum tentu penyebab kematian hewan tersebut hilang, misalnya saja virus, mikroba ataupun protein toksin.

(16)

2

memerlukan penanganan khusus agar tidak mencemari lingkungan sekitar. Oleh karena itu, tindakan pengumpulan dan penjualan darah bagi oknum yang bekerja RPH menjadi hal yang menarik dan dinilai menguntungkan.

Di sisi lain, kesadaran keberagamaan umat Islam di bumi Nusantara ini semakin meningkat, sehingga sudah merupakan kewajaran dan keniscayaan jika setiap timbul persoalan baru, umat Islam mendapatkan jawaban yang tepat dari pandangan ajaran Islam (MUI 2002) . Dalam hal ini LPPOM MUI dituntut untuk terus meningkatkan pelayanan prima kepada masyarakat yang menghendaki kententraman batin dalam memilih produk yang sesuai dengan syariat Islam. Sesuai dengan salah satu misi dari LPPOM MUI adalah mendidik dan menyadarkan masyarakat untuk senantiasa mengkonsumsi produk halal dan memberikan informasi yang lengkap dan akurat mengenai kehalalan produk dari berbagai aspek. Oleh karena itu, salah satu upaya untuk melindungi dan menentramkan masyarakat Indonesia dari peredaran produk haram adalah dengan mengumpulkan data produk dan melakukan kajian mengenai hikmah keharamannya. Praktik magang di LPPOM MUI ini diharapkan dapat membantu mewujudkan misi LPPOM MUI sebagai penyedia informasi produk dari berbagai aspek sehingga dapat dijadikan sebagai salah satu upaya meminimalisir Praktik jual beli dan pengkonsumsian daging bangkai dan darah yang beredar di Indonesia.

B. Tujuan

Tujuan umum :

1. Mempelajari ilmu pangan terutama dalam bidang halal.

2. Mengaplikasikan bidang ilmu dan teknologi pangan kepada permasalahan kajian keharaman daging bangkai dan produk darah.

3. Memberikan manfaat kepada masyarakat berupa penyampaian informasi keharaman daging bangkai dan produk darah.

Tujuan khusus :

(17)

3

II.

PROFIL INSTANSI

A. Sejarah dan Perkembangan LPPOM MUI

Lembaga ini dibentuk oleh Majelis Ulama Indonesia pada tanggal 6 Januari 1989. Lembaga ini mencoba membenahi berbagai masalah dalam makanan terkait kehalalannya. Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) memiliki tugas utama, yaitu menentramkan umat melalui upaya sertifikasi halal produk dan sertifikasi sistem produksi yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan kaidah agama. Hal ini bermanfaat untuk menentramkan konsumen muslim khususnya dan konsumen Indonesia pada umumnya serta para produsen secara keseluruhan.

Saat ini, LPPOM MUI memiliki dua kantor, yaitu LPPOM MUI Pusat Jakarta dan LPPOM MUI Bogor, serta sebanyak 32 LPPOM MUI cabang Provinsi yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Kantor LPPOM MUI Pusat Jakarta, berlokasi di Gedung Majelis Ulama Indonesia Jalan Proklamasi No. 51, Lantai III, Menteng Jakarta Pusat. Kantor LPPOM MUI Bogor, berlokasi di Kampus IPB Baranangsiang, Jalan Raya Pajajaran, Bogor.

Visi yang diusung oleh LPPOM MUI, yaitu menjadi lembaga sertifikasi halal terpercaya di Indonesia dan dunia untuk memberikan ketentraman bagi umat Islam serta menjadi pusat halal dunia yang memberikan informasi, solusi, dan standar halal yang diakui secara nasional dan internasional. Misi LPPOM MUI, yaitu:

1. Membuat dan mengembangkan standar sistem pemeriksaan halal

2. Melakukan sertifikasi halal untuk produk-produk halal yang beredar dan dikonsumsi di masyarakat

3. Mendidik dan menyadarkan masyarakat untuk senantiasa mengkonsumsi produk halal 4. Memberikan informasi yang lengkap dan akurat mengenai kehalalan produk dari berbagai

aspek.

Sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 69 tahun 1999 pasal 11 ayat 2 menyebutkan bahwa pencantuman tulisan halal pada dasarnya bersifat sukarela. Namun, setiap orang yang memproduksi dan atau memasukkan pangan ke dalam wilayah Indonesia untuk diperdagangkan menyatakan sebagai produksi yang halal, sesuai ketentuan produsen wajib mencantumkan tulisan halal pada label produknya. Oleh karena itu, untuk menghindari timbulnya keraguan dikalangan umat Islam terhadap kebenaran pernyataan halal dan juga untuk kepentingan kelangsungan atau kemajuan usaha produsen pangan, pangan yang dinyatakan sebagai halal tersebut diperiksakan terlebih dahulu pada lembaga yang diakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN). Pemeriksaan tersebut dimaksudkan untuk memberikan ketentraman dan keyakinan umat Islam bahwa pangan yang akan dikonsumsi memang aman dari segi agama. Lembaga keagamaan dimaksud adalah Majelis Ulama Indonesia (MUI).

(18)

4

Gambar 1. Logo halal MUI

Di sisi lain, LPPOM MUI juga berperan aktif dalam menyediakan data produk halal yang dapat diakses melalui media Majalah Jurnal Halal dan website www.halalmui.org dan Direktori Halal Indonesia. LPPOM MUI juga berhubungan dekat dengan masyarakat melalui kegiatan sosialisasi halal kepada seluruh lapisan masyarakat Kota Bogor dengan berbagai program seperti Halal Food Goes to School, Wisata Halal, Akun Facebook dan Twitter “Halal is My Life”, Halal Competition, Penyuluhan Makanan Asuh ke seluruh Kecamatan dan melakukan pameran produk halal.

B.

Profil Media Promosi Halal

Kegiatan magang dilakukan di Divisi Sosialisasi dan Informasi LLPOM MUI merupakan divisi yang memiliki mandat untuk penyebarluasan informasi halal di Indonesia maupun di tingkat Internasional. Target dan sasaran promosi halal ini adalah berbagai kalangan meliputi instansi pemerintah, industri pangan, pemangku kebijakan, media informasi (cetak dan elektronik), masyarakat umum, dan pelajar. Undang-Undang No.7 Tahun 1996 tentang pangan menyebutkan bahwa pangan merupakan kebutuhan dasar manusia, maka pemenuhannya menjadi hak asasi setiap rakyat Indonesia dalam mewujudkan sumber daya manusia berkualitas untuk melaksanakan pembangunan nasional. Pangan memiliki peran yang strategis dalam mencetak sumber daya manusia yang unggul, maka segala sesuatu yang berkaitan dengan upaya menghasilkan, menghindari, dan memilih pangan yang aman dan halal perlu dikomunikasikan ke segenap lapisan masyarakat.

Menurut Yusup (2009) bahwa hampir tidak ada proses pendidikan tanpa melalui komunikasi dan informasi. Penyampaian pesan, mengajar, memberikan data dan fakta untuk kepentingan pendidikan, merumuskan kalimat yang baik dan benar semua hanya bisa dilakukan dengan penggunaan informasi yang komunikatif. Komunikasi pendidikan memiliki tujuan, yaitu untuk mengubah perilaku sasaran menuju ke arah yang lebih berkualitas, ke arah positif. Jenis media informasi LPPOM MUI disajikan dalam Tabel 1.

Tabel 1. Jenis media promosi yang dilakukan oleh divisi sosialisasi dan informasi

No Jenis Nama Media

1 Media Elektronik Kuis Halal “Halal is My Life

2 Media Cetak Direktori Halal 2010 dan 2011 LPPOM MUI 3 Media Cetak Majalah dwibulanan Jurnal Halal

4 Media Elektronik Website

5 Tatap Muka Wisata Halal, Halal goes to school 7 Media Cetak Buku dan Komik Halal

8 Tatap Muka Seminar, Halal Expo

(19)

5

Komunikasi, informasi, dan edukasi adalah suatu strategi untuk menyampaikan pesan tertentu kepada sasaran yang tepat sehingga tujuan komunikasi dapat tercapai. Komunikasi dapat dikatakan sebagai proses penyampaian pesan di antara orang-orang yang terlibat dalam komunikasi dengan memberdayakan sumber komunikasi, pesan, saluran komunikasi dan penerima. Sementara itu, edukasi adalah proses pembelajaran dalam komunikasi untuk memantapkan pencapaian tujuan komunikasi. Perubahan yang diharapkan terjadi meliputi perubahan aspek kognitif (pengetahuan), afektif (sikap), dan psikomotorik (keterampilan).

Media kuis halal yang ditayangkan pada tahun 2010 merupakan suatu bentuk sosialisasi kehalalan produk pada pelajar SMA se-Jakarta. Kegiatan ini juga dapat menumbuhkan kesadaran masyarakat untuk mengkonsumsi produk halal. Sementara itu, Direktori Halal merupakan media cetak yang diterbitkan oleh LPPOM MUI memiliki tujuan untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat akan produk-produk yang telah memperoleh sertifikat halal dari LPPOM MUI. Direktori Halal ini berisi profil LPPOM MUI, profil auditor, daftar perusahaan dan produk bersertifikasi halal, dan status fatwa suatu zat. Media ini diharapkan dapat meningkatkan pengenalan masyarakat terhadap LPPOM MUI sebagai lembaga sertifikasi halal yang dapat dipercaya.

Masyarakat dalam tingkatan apapun sangat memerlukan informasi sebagai penunjang kehidupannya, maka di zaman sekarang sektor informasi menjadi lebih tampak lebih jelas peranannya dalam pola kehidupan masyarakat (Yusup 2009). Sementara itu, sebagai salah satu upaya penyediaan informasi halal secara rutin dikeluarkan majalah dwi bulanan Jurnal halal. Majalah dwibulanan ini mengupas kehalalan dari aspek ilmu pengetahuan dan teknologi yang dikombinasikan dengan aspek syariah, aspek higienitas dan gizi yang disajikan dengan bahasa semi populer.

(20)

6

III.

TINJAUAN PUSTAKA

A.

Halal dan Thoyyib

Bahan pangan yang dikonsumsi hendaknya memperhatikan aspek nutrisi dan keamanannya seperti yang tertuang dalam QS Al Baqarah: 168 dan QS Al Maidah: 88 bahwa makanan yang dikonsumsi hendaklah makanan yang halal dan baik (thoyib). Menurut Girindra (2008), kata halalan berasal dari bahasa Arab secara etimologis halla yang berarti lepas atau tidak terikat. Kata halalan juga berarti hal-hal yang boleh dan dapat dilakukan karena bebas atau tidak terikat dengan ketentuan-ketentuan yang melarangnya. Halal juga diartikan sebagai segala sesuatu yang bebas dari bahaya duniawi dan ukhrawi. Makanan yang halal adalah semua jenis makanan yang tidak mengandung unsur atau bahan yang terlarang atau haram dan atau yang telah diproses menurut syariat agama Islam (Keputusan bersama Menkes dan Menag No.427/men.kes/ksb/VIII/1985). Hal-hal yang termasuk ke dalam kriteria makanan dan minuman yang halal (Apriyantono 2001) adalah segala jenis makanan yang tidak mengandung dan tidak terjadi kontak langsung dengan sesuatu yang dianggap haram menurut Islam baik pada tahap persiapan, pemrosesan, transportasi dan penyimpanan.

Kata thoyyib berarti lezat, baik, sehat, menentramkan, dan paling utama. Kata thoyyib dalam konteks makanan berarti makanan yang tidak kotor dari segi zatnya atau rusak (kadaluarsa) atau tercampur benda najis. Berbeda dari aspek halalan, aspek thoyyiban sepatutnya melalui pertimbangan rasio dengan mendayagunakan ilmu pengetahuan dan teknologi. Melalui upaya ini manusia bisa mempertimbangkan dan membedakan makanan yang menguntungkan atau yang merugikan kesehatan jasmani dan rohani (Girindra 2008).

B.

Hukum dan Regulasi Penyembelihan dalam Islam

Tuntunan penyembelihan hewan harus dipenuhi mengenai syarat penyembelihan yang dapat membuat hewan halal untuk dikonsumsi. Syarat ini terbagi menjadi tiga, yaitu syarat yang berkaitan dengan hewan yang akan disembelih, syarat yang berkaitan dengan orang yang akan menyembelih, dan syarat yang berkaitan dengan alat untuk menyembelih (Tuasikal 2007).

Syarat hewan yang disembelih, yaitu hewan tersebut masih dalam keadaan hidup ketika penyembelihan, bukan dalam keadaan bangkai (sudah mati). Allah Ta’ala berfirman,

ﺎ إ

مﺮ

ﺔﺘ ا

“Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai…” (QS. Al Baqarah: 173) Syarat orang yang akan menyembelih, yaitu yang pertama adalah berakal, baik itu seorang muslim atau ahli kitab (Yahudi atau Nashrani). Oleh karena itu, tidak halal hasil sembelihan dari seorang penyembah berhala dan orang Majusi sebagaimana hal ini telah disepakati oleh para ulama. Hal ini dikarenakan selain muslim dan ahli kitab tidak murni mengucapkan nama Allah ketika menyembelih. Sedangkan ahlul kitab masih dihalalkan sembelihan mereka karena Allah Ta’ala berfirman,

مﺎ ﻃو

ﺬ ا

اﻮ وأ

بﺎ ﻜ ا

Artinya: Makanan (sembelihan) ahlul kitab (Yahudi dan Nashrani) itu halal bagimu, dan makanan kamu halal pula bagi mereka (QS. Al Ma-idah: 5).

(21)

7

sembelihan ahlul kitab bisa halal selama diketahui kalau mereka tidak menyebut nama selain Allah. Jika diketahui mereka menyebut nama selain Allah ketika menyembelih, misalnya mereka menyembelih atas nama Isa Al Masih, ‘Udzair atau berhala, maka pada saat ini sembelihan mereka menjadi tidak halal berdasarkan firman Allah Ta’ala,

ﺔ ا

مﺪ او

و

ﺮ ﺰ ﺨ ا

ﺎ و

هأ

ﺮ ﻐ

Artinya: Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah (QS. Al Ma-idah: 3)

Menurut Shihab (1999), memang timbul perselisihan pendapat di kalangan ulama tentang siapa yang dimaksud dengan Ahl Al-Kitab dan apakah umat Yahudi dan Nasrani masa kini, masih wajar disebut sebagai Ahl Al-Kitab. Dan apakah selain dari mereka, seperti penganut agama Budha dan Hindu, dapat dimasukkan ke dalamnya. Mayoritas ulama menilai bahwa hingga kini penganut agama Yahudi dan Kristen masih wajar menyandang gelar tersebut, dan dengan demikian penyembelihan mereka masih tetap halal, jika memenuhi syarat-syarat yang lain. Salah satu syarat yang telah dikemukakan di atas adalah tidak menyembelih binatang atas nama selain Allah. Dalam konteks ini, ditemukan rincian dan perbedaan penafsiran para ulama, menyangkut wajib tidaknya menyebut nama Allah ketika menyembelih, dan bagaimana dengan Ahl Kitab masa kini. Al-Quran menyatakan,

Artinya: Maka makanlah binatang-binatang yang halal yang disebut nama Allah ketika menyembelihnya, jika kamu beriman kepada ayat-ayatnya. Mengapa kamu tidak mau memakan (binatang-binatang halal) yang disebut nama Allah ketika menyembelihnya, padahal Allah telah menjelaskan kepada kamu apa-apa yang diharamkan-Nya atas kamu, kecuali apa yang terpaksa kamu memakannya. Dan sesungguhnya kebanyakan (dari manusia) benar benar hendak menyesatkan (orang lain) dengan hawa nafsu mereka tanpa pengetahuan. Sesungguhnya Tuhanmu, Dia-lah yang lebih mengetahui orang-orang yang melampaui batas (QS Al-An'am 6: 118-119).

Syarat penyembelihan antara lain menyebut nama Allah ketika menyembelih. Jika sengaja tidak menyebut nama Allah (padahal ia tidak bisu dan mampu mengucapkan), maka hasil sembelihannya tidak boleh dimakan menurut pendapat mayoritas ulama. Sedangkan bagi yang lupa untuk menyebutnya atau dalam keadaan bisu, maka hasil sembelihannya boleh dimakan. Allah Ta’ala berfirman dalam surat Al An’am:121,

(22)

8

Artinya: Dan janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya. Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah suatu kefasikan (QS. Al An’am: 121)

Berdasarkan hadits Rofi’ bin Khodij, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ﺮﻬ أ

مﺪ ا

ﺮآذو

ا

ا

،

ﻮ ﻜ

Artinya: Segala sesuatu yang dapat mengalirkan darah dan disebut nama Allah ketika menyembelihnya, silakan kalian makan.

Inilah yang dipersyaratkan oleh mayoritas ulama yaitu dalam penyembelihan hewan harus ada tasmiyah (penyebutan nama Allah atau basmalah). Sedangkan Imam Asy Syafi’i dan salah satu pendapat dari Imam Ahmad menyatakan bahwa hukum tasmiyah adalah sunnah (dianjurkan). Mereka beralasan dengan hadits ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha,

نأ

ﺎ ﻮ

اﻮ ﺎ

-ﻰ ﺻ

ﷲا

و

-نإ

ﺎ ﻮ

ﺎ ﻮ ﺄ

ىرﺪ

ﺮآذأ

ا

ا

مأ

لﺎ

»

اﻮ

أ

ﻮ آو

«

.

اﻮ ﺎآو

ﻰﺜ ﺪ

ﺪﻬ

ﺮ ﻜ ﺎ

.

Ada sebuah kaum berkata pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Ada sekelompok orang yang mendatangi kami dengan hasil sembelihan. Kami tidak tahu apakah itu disebut nama Allah ataukah tidak. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, “Kalian hendaklah menyebut nama Allah dan makanlah daging tersebut.” ’Aisyah berkata bahwa mereka sebenarnya baru saja masuk Islam.

Dari ayat ini, para ulama menyimpulkan bahwa penyembelih haruslah dilakukan oleh seorang yang beragama Islam, atau Ahl Al-Kitab (Yahudi atau Nasrani). Namun, pendapat mayoritas ulama yang menyaratkan wajib tasmiyah (basmalah) itulah yang lebih kuat dan lebih hati-hati. Sedangkan dalil yang disebutkan oleh Imam Asy Syafi’i adalah untuk sembelihan yang masih diragukan disebut nama Allah ataukah tidak. Maka untuk sembelihan semacam ini, sebelum dimakan, hendaklah disebut nama Allah terlebih dahulu (Tuasikal 2007).

Syarat penyembelihan berikutnya adalah tidak disembelih atas nama selain Allah. Hal yang dimaksudkan di sini adalah mengagungkan selain Allah baik dengan mengeraskan suara atau tidak. Maka hasil sembelihan seperti ini diharamkan berdasarkan kesepakatan ulama. Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala,

ﺔﺘ ا

مﺪ او

و

ﺮ ﺰ ﺨ ا

ﺎ و

هأ

ﺮ ﻐ

Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah.” (QS. Al Ma-idah: 3)

(23)

9

ﺮﻬ أ

مﺪ ا

ﺮآذو

ا

ا

،

ﻮ ﻜ

،

ا

ﺮ ﻈ او

،

ﻜﺛﺪ ﺄ و

ﻚ ذ

،

ﺎ أ

ا

ٌﻈ

ﺎ أو

ﺮ ﻈ ا

ىﺪ

ﺔﺸﺒ ا

Artinya: Segala sesuatu yang mengalirkan darah dan disebut nama Allah ketika menyembelihnya, silakan kalian makan, asalkan yang digunakan bukanlah gigi dan kuku. Aku akan memberitahukan pada kalian mengapa hal ini dilarang. Adapun gigi, ia termasuk tulang. Sedangkan kuku adalah alat penyembelihan yang dipakai penduduk Habasyah (sekarang bernama Ethiopia).

Ketentuan kedua adalah dengan memutus al-wadjan, yaitu dua urat tebal yang meliputi tenggorokan. Inilah persyaratan dan batas minimal yang harus disembelih menurut pendapat yang rajih. Sebab, dengan terputusnya kedua urat tersebut, darah akan terpancar deras dan mempercepat kematian hewan tersebut. Ketentuan penyembelihan yang ketiga adalah alat untuk menyembelih.

Komisi Fatwa MUI (Majelis Ulama Indonesia) memfatwakan bahwa penyembelihan hewan secara mekanis pemingsanan merupakan modernisasi berbuat ihsan kepada hewan yang disembelih sesuai dengan ajaran Nabi dan memenuhi persyaratan ketentuan syar’i dan hukumnya sah dan halal.

Hadits Nabi Riwayat Muslim dari Syaddad bin Aus tentang penyembelihan, yaitu

“Bahwanya Allah menetapkan ihsan (berbuat baik) atas tiaptiap sesuai (tindakan). Apabila kamu ditugaskan membunuh maka dengan cara baiklah kamu membunuh dan apabila engkau hendak menyemelih maka sembelihlah dengan cara baik. Dan hendaklah mempertajam salah seorang kaum akan pisaunya dan memberikan kesenangan kepada yang disembelinya (yaitu tidak disiksa dalam penyembelihannya)”

C.

Hukum dan Regulasi tentang Daging Bangkai dan Darah

Kehalalan produk hewani telah memiliki pedoman baku, terutama bagi umat Islam. Beberapa ayat Al-Quran menerangkan tentang hukum mengkonsumsi daging bangkai dan darah di antaranya Al Baqarah: 173,

(24)

10

Surat Al Maidah: 3 menyebutkan,

Artinya : Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah, (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan. Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (Al Maidah: 3).

Surat Al An’aam: 145 menyebutkan,

Artinya : Katakanlah, Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu daging bangkai, atau darah yang mengalir* atau daging babi, (karena sesungguhnya semua itu kotor) atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah. Barang siapa yang dalam keadaan terpaksa, sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (Al An’aam: 145).

*Darah yang diharamkan adalah darah yang mengalir dan terpancar.

(25)

11

Artinya: Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan atasmu (memakan) daging bangkai, darah, daging babi dan apa yang disembelih dengan menyebut nama selain Allah; tetapi barangsiapa yang terpaksa memakannya dengan tidak menganiaya dan tidak pula melampaui batas, maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (An Nahl: 115).

Sementara itu, perundang-undangan Indonesia juga telah mengatur tentang peredaran produk tidak layak konsumsi atau dalam kajian ini dianggap sebagai daging bangkai. Berikut adalah perundangan Indonesia yang memuat mengenai ketentuan produk tidak layak konsumsi :

1. Undang-Undang No.7 Tahun 1996 pasal 21 tentang Pangan, yakni setiap orang dilarang mengedarkan:

(d). Pangan yang kotor, busuk, tengik, berpenyakit dan berasal dari daging bangkai

Apabila terjadi pelanggaran dapat dikenakan pidana penjara paling lama 5 tahun dan atau denda paling banyak Rp 600.000.000 (enam ratus juta rupiah).

2. Undang-Undang No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

Di dalam Bab IV pasal 8 disebutkan bahwa pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang rusak, cacat atau bekas, dan tercemar tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar atas barang yang dimaksud.

3. Peraturan Pemerintah No.22 Tahun 1983 tentang Kesehatan Masyarakat Veteriner di dalam Bab II pasal 4 disebutkan bahwa setiap orang atau badan dilarang menjual daging yang tidak sehat.

4. Keputusan Menteri Pertanian No.306/Kpts/TN.330/4/1994 tentang Pemotongan Unggas dan Penanganan Daging Unggas serta Hasil Ikutannya.

Di dalam Bab II pasal 5 disebutkan bahwa unggas ditolak untuk disembelih apabila dalam pemeriksaan ante-mortem ternyata unggas tersebut dalam keadaan sudah mati dan hewan tersebut harus dimusnahkan.

D.

Ketentuan Bangkai Belalang dan Ikan dalam Islam

Ada dua binatang yang dikecualikan oleh syariat Islam dari kategori daging bangkai, yaitu belalang dan ikan serta berbagai macam binatang yang hidup di dalam air. Rasulullah SAW ketika ditanya tentang masalah air laut, beliau menjawab: “Laut itu airnya suci dan daging bangkainya halal” (Riwayat Ahmad dan ahli sunnah). Dan firman Allah dalam surat Al Maidah 96,

Artinya : Dihalalkan bagimu binatang buruan laut dan makanan (yang berasal) dari laut sebagai makanan yang lezat bagimu, dan bagi orang-orang yang dalam perjalanan; dan diharamkan atasmu (menangkap) binatang buruan darat, selama kamu dalam ihram. Dan bertakwalah kepada Allah Yang kepada-Nyalah kamu akan dikumpulkan (Al Maidah: 96).

(26)

12

Makna daging bangkai belalang adalah belalang yang mati begitu saja dengan sebab-sebab kematian seperti kedinginan, hanyut, atau yang lainnya. Adapun yang mati dengan sebab racun maka daging bangkai tersebut diharamkan karena di dalamnya terkandung racun yang mematikan yang diharamkan. Demikian juga daging bangkai ikan adalah ikan yang mati begitu saja, baik dengan sebab hanyut oleh ombak atau keringnya air sungai. Adapun yang mati dengan sebab oleh sesuatu yang disebut dengan pencemaran air laut dengan bahan beracun atau hal-hal yang mematikan, maka ini diharamkan, bukan karena substansi daging bangkai ikannya akan tetapi karena racun dari zat-zat yang berbahaya atau yang mematikan tersebut. Terdapat beberapa perbedaan pendapat dari para ulama mengenai belalang dan ikan yang dikutip pada kitab Taudihul Ahkam min Bulughil Marom karya Syaikh Abdullah bin Abdirrahman Al Bassam, yaitu :

 Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa hewan laut adalah halal seperti ikan dengan seluruh jenisnya, adapun selain ikan yang menyerupai hewan darat, seperti ular (laut), anjing (laut), babi (laut) dan lainnya, maka beliau berpendapat tidak halal.

 Pendapat Imam Ahmad adalah halalnya seluruh jenis hewan laut, kecuali katak, ular, dan buaya. Katak dan ular merupakan hewan yang menjijikkan, adapun buaya merupakan hewan bertaring yang digunakannya untuk memangsa.

 Imam Malik dan Imam Syafi’i berpendapat halalnya seluruh jenis hewan laut tanpa terkecuali, keduanya berdalil dengan firman Allah ta’ala dalam QS Al Maidah: 96 dan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:

تﻮ ا

و

داﺮﺠ ا

نﺎ

أ

”Dihalalkan bagi kita dua daging bangkai, (yaitu) belalang dan al huut” (HR. Ahmad dan Ibnu Majah). Sementara itu, pengertian al huut adalah ikan. Juga berdasarkan hadits, ـ ا (halal daging bangkainya), maka pendapat inilah (Imam Malik dan Imam Syafi’i) yang lebih kuat.

Syariat Islam menentukan bahwa setiap hewan yang akan dikonsumsi dagingnya harus disembelih dengan memutus saluran pencernaan, saluran pernapasan, dan pembuluh darah nadi. Selain itu juga wajib hukumnya menyebutkan nama Allah dalam proses itu. Aturan ini berlaku untuk semua hewan halal, kecuali ikan dan belalang.

E.

Rumah Pemotongan Hewan (RPH)

Rumah Pemotongan Hewan (RPH) adalah suatu bangunan atau kompleks bangunan dengan disain tertentu yang digunakan sebagai tempat pemotongan hewan selain unggas bagi konsumsi masyarakat luas. Pemotongan hewan merupakan kegiatan yang dilakukan oleh perseorangan atau badan hukum yang melaksanakan pemotongan hewan selain unggas di RPH milik sendiri, atau pihak lain, atau menjual jasa pemotongan hewan (Direktorat Kesehatan Hewan 1987) . Menurut Keputusan Menteri Pertanian No. 555/Kpts/TN.20/1986, tentang syarat-syarat RPH, usaha pemotongan hewan, dan fungsi RPH adalah sebagai berikut:

1. Tempat melaksanakan penyembelihan hewan secara benar, 2. Tempat melaksanakan pemeriksaan antemortem dan postmortem, 3. Tempat pendeteksian dan pemeriksaan penyakit yang dapat menular, dan

4. Tempat mengawasi pemotongan hewan besar betina bertanduk dan betina produktif. Rumah pemotongan hewan (RPH) harus memenuhi beberapa syarat seperti :

(a) berlokasi di daerah yang tidak menimbulkan gangguan atau pencemaran lingkungan serta mudah dicapai dengan kendaraan,

(27)

13

(c) memiliki ruangan yang digunakan sebagai tempat penyembelihan, dinding dan lantai kedap air,

ventilasi yang cukup,

(d) mempunyai perlengkapan yang memadai,

(e) pekerja yang mempunyai pengalaman dalam bidang kesehatan masyarakat veteriner, dan (f) bangunan utama RPH, kandang dan tempat penyimpanan alat-alat untuk pemotongan babi harus

terpisah dengan alat dan tempat pemotongan sapi, kerbau dan kambing.

Rumah Pemotongan Hewan (RPH) merupakan unit pelayanan untuk penyediaan daging yang aman, sehat dan utuh untuk masyarakat dan berperan penting terhadap terjaminnya kehidupan masyarakat yang sehat. Ensminger (1991) mengemukakan bahwa kegiatan rumah pemotongan hewan (RPH) meliputi penyembelihan hewan serta pemotongan bagian-bagian tubuh hewan tersebut. Limbah yang dihasilkan dari proses tersebut berupa darah yang akan mengakibatkan tingginya nilai biochemical oxygen demand (BOD) dan padatan tersuspensi. Secara keseluruhan, limbah-limbah ini memiliki karakteristik kandungan protein yang tinggi.

.

F.

Limbah Rumah Pemotongan Hewan (RPH)

Berdasarkan sumbernya, limbah RPH termasuk dalam golongan limbah industri. Sementara itu, dilihat dari komposisi dan pengaruhnya terhadap perairan, limbah RPH mirip dengan sampah domesik (domestic sewage). Namun, karena kandungan bahan organiknya yang tinggi, hal ini menyebabkan bahaya kontaminasi mikroorganisme patogen limbah RPH lebih besar dari sampah domestik. Limbah cair RPH yang terbesar berasal dari darah. Jenie dan Rahayu (1993) juga menyebutkan bahwa limbah utama yang dihasilkan oleh RPH adalah berasal dari kegiatan penyembelihan, penanganan isi perut, rendering, pemotongan bagian-bagian yang tidak berguna, pengolahan, dan pekerjaan pembersihan. Darah dapat meningkatkan tingginya nilai Biochemical Oxygen Demand (BOD) dan Chemical Oxygen Demand (COD) serta padatan tersuspensi (Sianipar 2006).

(28)

14

G.

Fisikokimia Darah

Darah terdiri atas dua fraksi, yaitu sel darah merah dan plasma darah. Fraksi-fraksi darah ini mengandung total protein yang berkisar 28–38%. Data mengenai kandungan darah dan fraksinya disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Kandungan darah dan fraksinya

Komponen Darah (%) Plasma (%) Sel darah merah (%)

Air 80 90.8 60.8

Garam 0.9 0.8 1.1

Lemak 0.2 0.1 0.4

Protein 17 7.9 35.1

Albumin 2.8 4.2 -

Globulin 2.2 3.3 -

Fibrinogen 0.3 0.4 -

Hemoglobin 10 - 30

Lainnya 1.1 0.4 2.6

(Ockerman dan Hansen 1988)

Hemoglobin merupakan suatu protein yang terdiri dari 4 subunit, masing-masing sub unit tersebut mengandung satu bagian heme yang berkonjugasi dengan suatu polipeptida yang terdiri atas protoporfirin, globin dan besi bervalensi 2 (ferro). Hemoglobin mengandung besi 0.335 % atau 3.35 mg/g hemoglobin dan kapasitas oksigen 1.36 cc per g (Sastradipraja et al. 1989). Struktur hemoglobin disajikan pada Gambar2.

Gambar 2.Struktur hemoglobin

Kadar hemoglobin di dalam darah dapat ditentukan dengan berbagai metode. Terdapat tiga metode pengukuran kadar hemoglobin, yaitu metoda Tallqvist, metoda Sahli, dan metoda sianmetmoglobin (spektrofotometrik). Diantara ketiga metode tersebut, metode spektofotometri merupakan metode yang tepat dan paling banyak digunakan dalam laboratorium klinik diagnostik (Sastradipraja et al. 1989). Metode spektrofotometri menggunakan suatu larutan yang mengandung kalium sianida dan kalium ferisida (reagen Drabkins). Ferisianida akan merubah besi dari hemoglobin yang bervalensi 2 menjadi bervalensi 3 dengan kalium sianida membentuk pigmen yang stabil ialah sianmetmoglobin. Intensitas warna campuran ini diukur dengan panjang gelombang 540 nm atau menggunakan filter hijau kekuningan (Sastradipraja et al. 1989).

(29)

15

H.

Sel Kanker dan Tahapan Pembentukannya (Nurlaila dan Hadi 2008)

Kanker merupakan penyakit yang timbul akibat adanya akumulasi atau penumpukan kerusakan-kerusakan sel tertentu dari tubuh. Kanker berkembang melalui serangkaian proses yang disebut karsinogenesis. Karsinogenesis pada dasarnya dibagi menjadi dua tahap utama yaitu inisiasi dan promosi, namun beberapa literatur menambahkan bahwa tahap promosi kanker diikuti oleh proliferasi, metastasis dan neoangiogenesis.

Tahap inisiasi ialah tahap terdapat agen karsinogenik (zat yang dapat menimbulkan kanker) mulai bekerja mengubah susunan DNA fungsional (gen) sehingga gen itu menjadi berbeda atau terjadi mutasi. Biasanya gen yang berubah susunannya adalah gen yang berfungsi untuk menekan pertumbuhan tumor (tumor suppressor gene), misalnya gen p53.

Proses mutasi DNA yang terjadi satu kali sebenarnya belum cukup untuk dapat menimbulkan kanker. Ribuan mutasi harus terjadi pada letak gen yang tidak boleh sama sehingga kanker tersebut dapat timbul. Apabila mutasi DNA yang itu telah terjadi, mulailah sel mengalami perubahan sifat secara perlahan-lahan. Sel yang mengantongi gen yang termutasi akan mulai membelah diri (proliferasi) dan membentuk grup tertentu (klonal) di lokasi tertentu dalam tubuh. Tahapan sel kanker membentuk klonal inilah yang dinamakan tahap promosi kanker.

(30)

16

IV.

METODOLOGI

A.

KEGIATAN MAGANG

Kegiatan magang dilakukan selama empat bulan (7 Februari - 7 Juni 2011) pada Divisi Sosialisasi dan Informasi LPPOM MUI. Kegiatan yang dilakukan antara lain:

1. Mengikuti pelatihan dan diskusi mengenai halal

Pelatihan yang diikuti berupa pelatihan sistem jaminan halal pada tanggal 24 Mei 2011. Materi pelatihan berisi pemahaman dasar mengenai sistem jaminan halal, syarat menjadi auditor halal internal perusahaan, identifikasi bahan baku dan proses, penentuan titik kritis kehalalan produk, dan pengambilan keputusan status halal suatu produk.

2. Membuat media presentasi tentang halal

Media presentasi dibuat dalam tampilan menarik berisi pesan untuk senantiasa mengkonsumsi pangan halal dengan sasaran anak usia TK, usia SMP, dan masyarakat umum.

3. Mempelajari dan membuat artikel titik kritis kehalalan produk makanan

Pembuatan titik kritis dilakukan dengan mengidentifikasi bahan baku dan proses yang dilakukan kemudian mengidentifikasi titik kemungkinan produk tersebut dapat terkontaminasi zat haram.

4. Melakukan survei produk pangan

Survei dilakukan di pusat perbelanjaan yang berlokasi di Jakarta. Survei ini dilakukan untuk mengetahui peredaran produk yang berlogo halal non-MUI. Data yang dikumpulkan berupa jenis produk, merek produk, nama produsen, asal produk (dalam negeri/luar negeri), jenis izin edar (MD,ML,PIRT), jenis logo halal (MUI, LN), jenis sertifikat halal (MUI, LN), dan tanggal kadaluarsa.

5. Melakukan persiapan dan partisipasi kegiatan yang diselenggarakan Divisi Sosialisasi dan Promosi LPPOM MUI, yaitu :

a. Berpartisipasi dalam kegiatan Halal Food Goes to School yang merupakan program seminar halal dan kompetisi memasak di sekolah menengah atas se-kota Bogor. Kegiatan ini bertujuan untuk menjadikan generasi muda khususnya usia TK sampai SMU dan sederajat peduli halal dan selalu mengonsumsi makanan dan minuman yang halal.

b. Berpartisipasi dalam kegiatan seminar sehari Horeca (Hotel, Restoran dan Catering) dengan tema “Ketersediaan Kuliner Halal dalam Menyukseskan Visit Indonesia 2011” pada tanggal 6 April 2011, Jakarta International Expo, Kemayoran, Jakarta.

c. Berpartisipasi kegiatan diskusi strategis menyambut kebijakan CAFTA (China – ASEAN Free Trade Area) pada tanggal 10 Mei 2011, Hotel Bidakara, Jakarta.

d. Berpartisipasi dalam kegiatan Indonesia Halal Expo (INDHEX) 2011.

6. Mengkaji topik khusus, yaitu kajian ilmiah keharaman daging bangkai dan produk darah.

B KAJIAN

TOPIK

KHUSUS

B.1 Metode Penulisan Untuk Topik Khusus

(31)

17

gagasan, pengumpulan data, pengambilan kesimpulan, dan saran. Metode penulisan topik khusus ini bersifat kajian pustaka dan diskusi pakar (dosen, pihak LPPOM MUI). Selain itu, penelitian deskriptif adalah sebuah metode penelitian yang menggambarkan objek penelitian berupa data-data yang sudah ada. Dalam penelitian deskriptif, peneliti tidak mungkin memanipulasi dan mengontrol data atau variabel penelitian. Dengan demikian, penelitian merupakan penelitian noneksperimental karena data yang akan diteliti, baik data saat ini maupun data di masa lalu, sudah ada dan tidak mungkin dimanipulasi. Tujuan utama dalam menggunakan metode ini adalah untuk menggambarkan karakteristik subjek ataupun objek penelitian secara terperinci dan sistematis. Penelitian deskriptif yang dilakukan adalah berupa wawancara dengan tujuan untuk mengetahui gambaran umum tingkat pengetahuan pedagang mengenai daging halal.

B.2 Penentuan Gagasan

Tugas akhir ini mengangkat gagasan berupa permasalahan peredaran daging bangkai dan produk darah yang telah jelas dilarang dikonsumsi oleh umat Islam. Kajian daging bangkai dibatasi pada daging yang berasal dari hewan dengan kondisi kesehatan dan penanganan yang buruk sehingga mati sebelum disembelih dan merupakan daging yang memiliki sifat-sifat yang berbeda dengan daging normal dari aspek warna dan bau. Produk darah yang dimaksud adalah produk yang berasal dari darah yang mengalir. Asumsi yang digunakan sebagai acuan studi literatur adalah bahwa di dalam bahan yang tidak layak konsumsi (daging bangkai dan darah) terdapat sesuatu yang berbahaya. Pendekatan terhadap hal yang berbahaya dalam produk tersebut dipandang melalui segi biokimia maupun mikrobiologis. Asumsi ini diperkuat oleh data dan hasil penelitian serupa mengenai daging bangkai dan produk darah. Namun, hasil kesimpulan ini tidak menggambarkan status keharaman dari daging bangkai dan produk darah melainkan hikmah keharaman dari produk-produk tersebut.

B.3 Metode Pengambilan Sampel

Menurut Supranto (2003), metode pembagian sampel dibagi menjadi dua, yaitu metode acak (probability sampling) dan metode non acak (nonprobability sampling). Metode penarikan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode non acak (nonprobability sampling). Metode ini memungkinkan untuk memperoleh hasil yang cepat. Namun, hasil yang diperoleh dari metode ini tidak akan mencapai generalisasi yang berlaku bagi suatu populasi.

Responden pada tahapan wawancara ini harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: 1. Responden adalah pedagang daging di kios Pasar Bogor

2. Responden harus beragama Islam

Penentuan responden ini menggunakan metode purposive sampling sesuai dengan kebutuhan penelitian, yaitu menggambarkan penanganan kehalalan pangan, memperoleh pemahaman, dan mengembangkan suatu penjelasan teoritis tentangnya. Tujuan ini menjadikan dalam pemilihan responden, pemilihan tidak mengutamakan patokan dalam keterwakilan populasi, melainkan keterwakilan aspek permasalahan.

B.4 Wawancara (Nasution 2007)

(32)

18

berdasarkan daftar pertanyaan dengan maksud dapat mengontrol dan mengatur berbagai dimensi atau dapat pula dikatakan wawancara dengan pembatasan masalah. Metode wawancara berstruktur ini memiliki beberapa kelebihan, yaitu:

1. tujuan wawancara lebih jelas dan terpusat pada hal-hal yang telah ditentukan lebih dahulu sehingga tidak ada bahaya bahwa percakapan menyeleweng dan menyimpang dari tujuan. 2. jawaban-jawaban mudah dicatat dan diberi kode

3. data lebih mudah diolah

B.5 Teknik Pengumpulan Data

Sumber data dalam penulisan topik khusus adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara kepada responden menggunakan kuesioner (Lampiran 2). Wawancara dilakukan pada tanggal 12 Juni 2011 mulai pukul 09.30 – 12.00 WIB. Lokasi pengambilan sampel di Pasar Bogor (Jalan Suryakencana). Data sekunder pada penulisan topik khusus ini diperoleh deri penelusuran pustaka berupa buku, jurnal, artikel, dan internet. Penilaian kuesioner mengenai tingkat pengetahuan dan kepedulian halal pedagang daging dihitung berdasarkan pada masing-masing butir pertanyaan bernilai 1 jika benar dan 0 jika salah. Sehingga jika jawabannya salah semua akan bernilai 0 dan jika jawaban benar semua akan bernilai 9.

Rentang nilainya adalah: r =

Rentang nilainya adalah: r = = 3.00

Rentang Nilai Kategori

0 - 3.00 Rendah

3.01 - 6.00 Cukup

(33)

19

V.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A.

Hasil dan Manfaat Kegiatan Magang

Kegiatan magang di LPPOM MUI selama 4 bulan (7 Februari - 7 Juni) pada divisi Sosialisasi dan Informasi LPPOM MUI. Kegiatan yang dilakukan antara lain:

1. Mengikuti pelatihan dan diskusi mengenai halal

Pelatihan yang diadakan pada tanggal 24 Mei 2011 ini berupa pelatihan bagi calon auditor internal perusahaan yang ingin mempelajari ataupun menyusun manual halal. Pada pelatihan ini, penulis mempelajari mengenai peranan penting sistem jaminan halal dalam proses sertifikasi halal. Materi pelatihan berisi pemahaman dasar sistem jaminan halal, syarat menjadi auditor, identifikasi bahan baku dan proses, penentuan titik kritis kehalalan produk, pengambilan keputusan dan penilaian status halal suatu produk yang diproduksi. Penulis juga membuat rancangan manual halal (bagian hasil identifikasi titik kritis keharaman bahan dan tindakan pencegahannya) dengan kasus penerapan di industri yogurt (Lampiran 3).

2. Membuat media presentasi tentang halal

Pembuatan slide presentasi halal berupa materi edukasi halal sejak dini bagi anak-anak usia TK dan pelajar SMP. Isi slide secara garis besar menerangkan tentang definisi halal, perintah halal dalam AlQuran, hikmah dibalik mengkonsumsi makanan halal, contoh sederhana bahan pangan halal, difinisi haram, hikmah dibalik mengkonsumsi zat haram, dan permainan tebak gambar hewan halal-haram. Sementara itu, isi slide presentasi halal bagi masyarakat umum memiliki cakupan materi yang lebih luas lagi, yaitu peranan LPPOM MUI, gambaran sederhana proses sertifikasi halal dan tips memilih produk olahan yang berlogo halal. Contoh slide presentasi dengan sasaran anak-anak usia SMP dengan judul “Gaul Bersama Halal” dapat dilihat pada lampiran 4.

3. Pemahaman Titik Kritis Bahan pada Produk untuk Panduan Auditor

Penulis mempelajari pembuatan matriks titik kritis dari berbagai bahan dan produk seperti antioksidan, asam sitrat, bahan anti gumpal, bakery mix, produk daging, pengemulsi, enzim, perisa (flavor), gelatin, kecap, minyak dan lemak, minyak esensial, oleoresin, monosodium glutamat, pati dan turunannya, pemanis, pengawet, pengembangan metode analisis halal, pengental dan penstabil, penyembelihan, pewarna, produk turunan protein, produk bioteknologi, ragi roti, ribotide, sanitasi peralatan, saos, susu dan turunannya, taurin, dan vitamin.

Suplemen bacaan mengenai titik kritis bahan dan produk dapat membantu memberikan gambaran bagi penulis mengenai tugas audit yang akan dilakukan oleh auditor halal. Setiap topik bahan dan produk terdapat penjelasan mengenai deskripsi singkat, klasifikasi dan sumber, cara produksi, titik kritis, aplikasi dan standar approval. Selain itu, diuraikan pula mengenai pengembangan metode analisis pencemaran daging serta sanitasi dalam industri pangan.

4. Pembuatan artikel titik kritis keharaman masakan siap saji (Jepang dan Amerika) dan Klapertaart

Langkah yang digunakan dalam pembuatan artikel ini adalah mempelajari bahan baku yang digunakan pada pembuatan masakan Jepang dan Klapertaart. Selain itu, penulis juga mempelajari proses produksi dari kedua makanan tersebut. Suplemen bahan bacaan titik kritis dari beberapa produk tersebut memberikan gambaran pembuatan artikel titik kritis sehingga selanjutnya dapat digunakan untuk menyusun titik kritis masakan Jepang dan Klapertaart. Lampiran artikel yang terlampir dalam lampiran 5a-5c.

(34)

20

Data yang dikumpulkan berupa jenis produk, merek produk, nama produsen, asal produk (dalam negeri/luar negeri), jenis izin edar (MD,ML,PIRT), jenis logo halal (MUI, LN), jenis sertifikat halal (MUI, LN), dan tanggal kadaluarsa. Lampiran formulir survei terlampir pada lampiran 6.

6. Melakukan persiapan dan partisipasi kegiatan yang diselenggarakan Divisi Sosialisasi dan Promosi LPPOM MUI

a. Berpartisipasi dalam kegiatan Halal Food Goes to School yang merupakan program seminar halal dan kompetisi memasak di sekolah menengah atas se-kota Bogor. Kegiatan ini bertujuan untuk menjadikan generasi muda khususnya usia TK sampai SMU dan sederajat peduli halal dan selalu mengonsumsi makanan dan minuman yang halal.

b. Berpartisipasi dalam kegiatan seminar sehari Horeca (Hotel, Restoran dan Catering) dengan tema “Ketersediaan Kuliner Halal dalam Menyukseskan Visit Indonesia 2011” pada tanggal 6 April 2011, Jakarta International Expo, Kemayoran, Jakarta. Persiapan yang dilakukan berupa pembuatan daftar hotel, restoran, dan usaha catering. Penulis juga terlibat langsung sebagai pembawa acara (master of ceremony) pada seminar tersebut. Pembuatan daftar ini bertujuan sebagai referensi alamat dan gambaran usaha pangan yang ada di Jabodetabek dan kota-kota besar di pulau Jawa, seperti Bandung, Yogyakarta, Semarang, dan Surabaya. Daftar tersebut terdiri dari nama usaha pangan dan alamat usaha. Daftar ini digunakan untuk sosialisasi rumah makan, restoran dan catering dalam mengupayakan produksi pangan halal. Saat ini telah terkumpul sebanyak 1000 usaha pangan dengan rincian:

1.Jabodetabek: 600 nama dan alamat usaha pangan 2.Bandung: 200 nama dan alamat usaha pangan 3.Yogyakarta: 80 nama dan usaha pangan 4.Semarang: 80 nama dan usaha pangan 5.Surabaya: 80 nama dan usaha pangan

Seminar tersebut dihadiri oleh Direktur LPPOM MUI, Ir. Lukmanul Hakim, M.Si, dan Dirjen Pengembangan Destinasi Pariwisata Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, Ir. Firmansyah Rahim, MM, turut hadir sebagai pembicara adalah Bapak Riyanto Sofjan selaku wakil ketua umum PHRI (Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia), Ketua umum APJI (Asosiasi Perusahaan Jasa boga Indonesia) RA. Hj. Ning Sudjito, ST. dan Ketua ASITA (Asosiasi Pengusaha Biro Perjalanan Wisata) Drs. Mahidin A. Desky, SH, MH. Seminar tersebut menyampaikan bahwa sertifikasi halal adalah jaminan dari kehalalan produk karena halal adalah salah satu kepuasan konsumen untuk konsumen terutama umat Islam. Perlunya edukasi tentang pangan, halal dan produksi halal. Salah satunya dengan sosialisasi halal dalam rangka meningkatkan kesadaran halal di masyarakat dan pelaku usaha, dalam hal ini pelaku usaha kuliner. Halal harus dimulai dari negara yang merupakan konsumen halal terbesar sehingga diharapkan Indonesia yang seharusnya menjadi pusat halal dunia.

Permasalahan tentang pangan halal tidak hanya menjadi pemikiran lembaga tertentu saja melainkan seluruh lembaga yang terkait. Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata menyampaikan kendati halal belum dapat dijadikan kewajiban karena Indonesia memiliki banyak agama dan keyakinan, namun saat ini tidak dapat dipungkiri bahwa kehalalan tidak hanya aspek yang diperhatikan bagi wisatawan domestik tetapi juga bagi wisatawan mancanegara. Beberapa upaya yang dilakukan Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata untuk menunjang kegiatan halal di Indonesia antara lain:

(35)

21

d. Penyusunan standar usaha jasa makanan dan minuman (rumah makan, café dan bar)

(Keempat standar tersebut rencananya akan rampung tahun 2011)

e. Penyusunan standar usaha lain yang memiliki fasilitas penyediaan makanan dan minuman dalam usahanya, dan

f. Optimalisasi hubungan kementerian dengan PHRI (Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia), APJI (Asosiasi Perusahaan Jasa Boga Indonesia), ACPI (Association of Culinary Professionals Indonesia), dan IFBEC (Indonesian Food and Beverage Executive Association).

7. Berpartisipasi dalam kegiatan diskusi strategis menyambut kebijakan CAFTA (China – ASEAN Free Trade Area) pada tanggal 10 Mei 2011, Hotel Bidakara, Jakarta. Persiapan yang dilakukan berupa membantu administrasi surat dan keterlibatan langsung sebagai pembawa acara (master of ceremony). Seminar tersebut bertemakan 'Strategi dan Langkah Pemerintah dalam Menghadapi ACFTA. Selain dihadiri oleh Ketua Umum MUI, KH Amidan dan Direktur LPPOM MUI, Ir. Lukmanul Hakim, M.Si, turut hadir sebagai pembicara adalah Dirjen Kerjasama Perdagangan Internasional, Gusmadi Bustami, SH dan Dra. Kustantinah, Apt. M.App.Sc selaku Kepala BPOM.

Seminar tersebut memaparkan bahwa di era perdagangan bebas semua produk ekspor dan impor era mengadapi banyak tantangan dan hambatan, termasuk produk halal. Sertifikasi Halal LPPOM MUI saat ini telah dinilai banyak negara sebagai sertifikasi yang “high level”. Sehingga dengan pengakuan tersebut jika produk-produk dibekali dengan sertifikat halal tentunya dapat bersaing tidak hanya dalam era perdagangan ACFTA melainkan juga perdagangan dunia. Dalam diskusi tersebut Direktur LPPOM MUI meminta produsen halal harus cermat dalam memanfaatkan kesempatan yang ada untuk menyambut kebijakan ACFTA. Dirjen Kerjasama Perdagangan Internasional, Gusmadi Bustami mengatakan bahwa untuk dapat bersaing di ACFTA, pemerintah harus lebih kompak dengan LPPOM MUI. Pihaknya, dalam hal ini Kementrian Perdagangan mendukung kiprah LPPOM MUI dalam sertifikasi halal.

8. Berpartisipasi dalam kegiatan Indonesia Halal Expo (INDHEX) 2011 pada tanggal 24-26 Juni 2011.

Secara umum, manfaat kegiatan praktik magang di LPPOM MUI, yaitu penulis dapat merasakan langsung bekerja pada suatu lembaga yang berhubungan dengan regulasi halal, mengetahui proses-proses kerja yang terdapat di divisi sosialisasi dan informasi LPPOM MUI. Proses kerja yang dimaksud adalah mengolah dan mencari informasi perkembangan halal dan kedisiplinan kerja. Selain itu, penulis juga dapat mengaplikasikan kemampuan praktik yang diperoleh di perkuliahan ke dunia kerja.

Secara khusus, praktik magang di LPPOM MUI memberikan gambaran kepada penulis mengenai pentingnya keamanan pangan terutama aspek kehalalan dalam mengkonsumsi bahan pangan. Keamanan pangan bukan hanya merupakan isu dunia, tetapi juga menyangkut kepedulian individu (Saptarini 2005). Jaminan akan keamanan pangan adalah hak asasi konsumen karena pangan termasuk kebutuhan dasar terpenting dalam kehidupan manusia.

(36)

m d b

B

B

j a t y d s menggunakan dikonsumsi ser berbagai cara p

B. Hasil

P

B.1 Penyem

Salah sat jalan pernafasa arteri carotis). tersebut harus yang baik bag dihasilkan teta secara Islam di

[image:36.612.87.563.267.671.2]

Gambar 3. A

haknya dalam rta bagaimana promosi ke selu

engkajian T

mbelihan da

tu syarat prose an (trakea), sal Proses pengel segera dibersih gi mikroorgani ap terjaga. Ana isajikan dalam

Anatomi hewan

m memperoleh menyebarkan p uruh negeri (Fa

Topik Khus

an Pengeluar

es penyembelih luran pencerna uaran darah in hkan karena m isme. Hal ini atomi hewan d

Gambar 3.

n darat dan tiga Islam

pangan yang pesan keamana ardiaz 2004).

sus

ran Darah (

han yang dilak aan (oesophagu ni harus dilakuk menurut Ribot (2 dilakukan aga darat dan salura

a saluran yang m (LPPOM MU

lebih baik m an pangan yang

(Exanguina

kukan secara I us), dan pembu

kan dengan se 2006), darah a ar kebersihan d

an yang harus

harus diputus s UI 2011)

mutunya dan le g tepat seluas m

asi/Bledding

slam, yaitu de uluh darah (ve empurna dan da adalah salah sat

dan sanitasi ka diputus dalam

sesuai penyem

2

ebih aman untu mungkin melal

)

engan memoton ena jugularis d

arah yang kelu tu media tumbu arkas yang ak m penyembelih mbelihan secara Ar Ve Tra Oe

22

uk lui ng dan uar uh kan han a

rteri carotids

ena jugularis chea

(37)

23

Sebanyak 60% dari total volume darah dapat dikeluarkan dari praktik penyembelihan yang baik, sementara itu, sebanyak 10% darah akan tertinggal di jaringan otot hewan dan 20-25 % darah berada pada organ hewan tersebut (Piske 1982; Hedrick et al. 1994; Swatland 2000 diacu dalam Roca 2002). Menurut Warris (1977) diacu dalam Roca (2002) bahwa efisiensi perdarahan dapat dianggap sebagai suatu persyaratan penting dalam penyembelihan untuk memperoleh produk daging berkualitas tinggi.

Hikmah dari pengeluaran darah ini adalah meminimalisir kandungan hemoglobin yang tertinggal di dalam hewan ternak. Beberapa hasil penelitian tentang protein heme khususnya hemoglobin ini diketahui dapat meningkatkan produksi produk oksidasi lemak dalam tubuh. Hewan yang tidak disembelih atau hewan yang sakit menyebabkan darah tidak keluar secara sempurna. Darah banyak tertinggal dalam karkas, sehingga membuat daging berwarna gelap. Razali et al. (2007b) mengemukakan mengenai pendataan nilai biologis yang merupakan suatu cara yang penting untuk dapat membedakan daging yang berasal dari daging ayam bangkai yang berasal dari ayam lemas disembelih dan ayam yang telah mati beberapa waktu kemudian disembelih dan dibandingkan dnegan daging yang berasal dari hasil penyembelihan yang halal atau benar. Darah yang tertinggal pada pembuluh pada ayam dengan kondisi kesehatan yang tidak baik disajikan dalam Gambar 4.

Keterangan : (tanda panah)

[image:37.612.181.462.299.498.2]

pada AHS (ayam sehat hidup disembelih) tidak mengalami kongesti darah sedangkan pada ALS (ayam lemas disembelih) dan AMS (ayam mati disembelih) dipenuhi oleh darah (bar) = 50 µm

Gambar 4. Penampakan pembuluh darah arteri (atas) dan vena (bawah) (Razali et al. 2007b)

(38)

24

Adanya darah yang banyak tertinggal pada pembuluh vena dan arteri yang ditemukan pada hewan bangkai ini tidak baik bila dikonsumsi. Hal ini dikarenakan konsumsi darah telah diteliti dapat meningkatkan risiko timbulnya kanker. Protein-heme dalam bentuk hemoglobin (yang terdapat pada darah) lebih cepat menuju kolon dibandingkan dalam bentuk mioglobin (Pierre et al. 2004). Oleh karena itu, dari segi kesehatan, konsumsi daging bangkai yang selain mengandung mikroba dalam jumlah tinggi, daging bangkai juga mengandung darah yang dapat memicu timbulnya kanker.

Adanya darah yang tertinggal diasumsikan dapat menyebabkan daging cepat membusuk, karena darah merupakan medium yang sangat baik bagi pertumbuhan mikroorganisme. Pada hewan yang mengalami perlakukan yang buruk (stres atau sakit) sebelum disembelih, dagingnya akan memiliki kadar glikogen daging rendah dan asam laktat rendah. Kedua hal tersebut dapat menurunkan mutu daging, terutama karena pH, keempukan, dan aroma menjadi berkurang. Bakteri usus juga dapat memasuki jaringan daging melalui peredaran darah, sehingga daging terkontaminasi mikroba usus yang berbahaya bagi kesehatan konsumen (Girindra 2008).

Menurut Ribot (2006) bakteri yang tidak diinginkan seperti patogen ataupun mikroba pembusuk mungkin dapat dengan mudah tumbuh dalam media darah. Faktanya darah memang seperti media dengan set nutrisi yang cukup baik atau mudah mengalami kontaminasi mikroba (Carretero dan Parês 2000). Darah dapat membawa bakteri patogen yang sebagian besar berasal dari saluran cerna (usus). Beberapa mikroorganisme yang ditemukan pada sampel darah yang diambil dengan teknik pengaliran darah secara terbuka adalah Salmonella, Escherichia coli enteropatoghenic, Shigella dan Yersinia enterolitica (Ribot 2006). Menurut WHO (2011a) gejala infeksi

Gambar

Gambar 3. AAnatomi hewann darat dan tigaIslama saluran yang m (LPPOM MUharus diputus sUI 2011) sesuai penyemmbelihan secaraa
Gambar 4. Penampakan pembuluh darah arteri (atas) dan vena (bawah) (Razali  et al. 2007b)
Tabel 3. Perbandingan kenampakan fisik antara ayam normal dan ayam bangkai
Tabel 5. Botulisme pada hewan dan manusia
+7

Referensi

Dokumen terkait