• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Faktor-Faktor yang Berpengaruh terhadap Ekspor Kepiting Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Faktor-Faktor yang Berpengaruh terhadap Ekspor Kepiting Indonesia"

Copied!
204
0
0

Teks penuh

(1)

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Sektor pertanian memiliki peranan yang sangat penting bagi setiap bangsa. Kelalaian dalam mengelola sektor ini dapat berdampak pada bencana kemanusiaan hingga terancamnya kedaulatan suatu negara. Bagi bangsa Indonesia, sektor pertanian memiliki peranan yang belum dapat tergantikan oleh sektor lainnya. Hingga kini, sektor tersebut masih merupakan sektor yang menjadi penyerap tenaga kerja terbesar di Indonesia. Pada Tabel 1, terlihat bahwa sektor pertanian pada tahun 2010 mampu menyerap 42.825.807 tenaga kerja atau sebesar 39,87% dari keseluruhan jumlah tenaga kerja di Indonesia. Kontribusi tersebut masih yang tertinggi dan sulit untuk

42.689.635 43.029.493 42.825.807 0,16

2 Perdagangan Besar, Eceran, Rumah Makan, dan Hotel

20.684.041 21.836.768 22.212.885 3,65

3 Jasa Kemasyarakatan, Sosial dan Perorangan

12.778.154 13.611.841 15.615.114 10,42

4 Industri Pengolahan 12.440.141 12.615.440 13.052.521 2,44 5 Angkutan, Pergudangan dan

Komunikasi

6.013.947 5.947.673 5.817.680 -1,65

6 Bangunan 4.733.679 4.610.695 4.844.689 1,24

7 Keuangan, Asuransi, Usaha Persewaan Bangunan, Tanah, dan Jasa Perusahaan

1.440.042 1.484.598 1.639.748 6,77

8 Pertambangan dan Penggalian 1.062.309 1.139.495 1.188.634 5,79 9 Listrik, Gas, dan Air 207.909 209.441 208.494 0,15 Total 102.049.857 104.485.444 107.405.572 2,59 Sumber : Badan Pusat Statistik, 2010

(2)

kontribusi GDP tahun 2008-2010 di bawah sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan, hotel, dan restoran. Kedua fakta tersebut menunjukkan betapa besarnya kontribusi sektor pertanian dalam menunjang perekonomian Indonesia. Mengingat vitalnya sektor pertanian bagi Indonesia, maka pengembangan sektor ini akan menjadi langkah yang sangat tepat dan strategis dalam menciptakan pertumbuhan dan pemerataan kesejahteraan masyarakat.

Tabel 2. Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Konstan menurut Lapangan Usaha

No. Lapangan Usaha PDB/GDP (Miliar Rupiah) Laju

(%/tahun)

2008 2009 2010*

1 Industri Pengolahan 557.764,4 570.102,5 597.134,9 3,48 2 Perdagangan, Hotel & Restoran 363.818,2 368.463,0 400.474,9 4,98 3 Pertanian, Peternakan, Kehutanan

dan Perikanan

284.619,1 295.883,8 304.736,7 3,47

4 Keuangan, Real Estate & Jasa Perusahaan

198.799,6 209.163,0 221.024,2 5,44

5 Jasa-jasa 193.049,0 205.434,2 217.782,4 6,21 6 Pengangkutan dan Komunikasi 165.905,5 192.198,8 217.977,4 14,63 7 Pertambangan dan Penggalian 172.496,3 180.200,5 186.634,9 4,02 8 Konstruksi 131.009,6 140.267,8 150.022,4 7,01 9 Listrik, Gas & Air Bersih 14.994,4 17.136,8 18.050,2 9,81 Jumlah 2.082,456.1 2.178.850,4 2.313.838,0 5,41 Sumber : Badan Pusat Statistik, 2010

*. Angka sementara

Sektor pertanian Indonesia pada dasarnya telah dikaruniai berbagai keunggulan berupa kemudahan mengakses sumberdaya alam, kondisi geografis yang mendukung, lahan yang produktif, serta tersedianya jumlah tenaga kerja yang memadai. Keunggulan tersebut terlihat jelas salah satunya pada subsektor perikanan. Garis pantai sepanjang 104.000 km serta jumlah luas perairan laut termasuk zona ekonomi eksklusif Indonesia (ZEEI) yang mencapai 5,8 juta km2 merupakan potensi yang sangat besar bagi subsektor ini untuk terus berproduksi dan bersaing dengan negara-negara lainnya.

(3)

potensi dijadikan sebagai penggerak utama (prime mover) ekonomi nasional. Hal ini didasari pada kenyataan bahwa pertama, Indonesia memiliki sumber daya perikanan yang besar baik ditinjau dari segi kuantitas maupun diversitas. Kedua, industri di sektor perikanan memiliki keterkaitan dengan sektor-sektor lainnya. Ketiga, industri perikanan berbasis sumber daya nasional atau dikenal dengan istilah national resources based industries, dan keempat Indonesia memiliki keunggulan (comparative advantage) yang tinggi di sektor perikanan sebagaimana dicerminkan dari potensi sumber daya yang ada.

Berdasarkan laporan FAO Statistical Yearbook 2009, Produksi perikanan tangkap Indonesia sampai dengan tahun 2007 berada pada peringkat ke-3 dunia. Di samping itu, Indonesia juga merupakan salah satu produsen terbesar perikanan budidaya dunia. Pada tahun 2007, posisi produksi perikanan budidaya Indonesia di dunia berada pada urutan ke-4 dengan kenaikan rata-rata produksi per tahun sejak tahun 2003 mencapai 8,79%. Hal ini mengisyaratkan bahwa Indonesia memiliki kesempatan dan kemampuan untuk menjadi penghasil produk perikanan terbesar di dunia, seiring dengan terus meningkatnya produksi perikanan Indonesia di dunia pada periode 2004-2009.

Tabel 3. Pendapatan Domestik Bruto Atas Dasar Harga Konstan Sektor Pertanian menurut Lapangan Usaha Tahun 2006-2010

Sektor Usaha Kontribusi Terhadap GDP (Milyar Rupiah) Laju (%/tahun)

2006 2007 2008 2009 2010

Tanaman Pangan 129.549 133.889 142.000 149.058 151.750 14,83 Perikanan 41.419 43.653 45.866 47.775 50.578 16,09

(4)

itu, subsektor perikanan juga mempunyai peluang yang cukup besar untuk menguasai pasar internasional. Hal ini disebabkan oleh sifat sebagian besar komoditasnya yang merupakan komoditas ekspor unggulan dan banyak diminati di pasar internasional. Salah satu komoditas ekspor perikanan yang cukup potensial dan bernilai komersial tinggi adalah kepiting.

Kepiting merupakan salah satu dari sepuluh komoditas utama dan unggulan yang ditetapkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan. Kepiting bakau (Scylla serrata) dan rajungan (Portunus pelagicus) adalah dua jenis kepiting yang umum diproduksi di Indonesia. Cita rasa serta kandungan gizi yang tinggi pada daging kepiting merupakan salah satu alasan tingginya minat konsumsi terhadap komoditas tersebut.

Produksi kepiting di Indonesia menurut jenis penangkapannya digolongkan ke dalam produksi hasil tangkap dan budidaya. Tabel 4 menunjukkan masih tingginya proporsi hasil produksi komoditas kepiting melalui proses penangkapan. Hal ini tentu mengakibatkan besarnya kemungkinan fluktuasi jumlah produksi karena tingginya ketergantungan proses produksi komoditas hasil tangkap terhadap kondisi alam. Selain itu, proses produksi budidaya kepiting di Indonesia belum dapat diandalkan sepenuhnya karena rendahnya ketersediaan bibit yang memadai. Meskipun kepiting sudah berhasil dibenihkan secara buatan, berbagai keterbatasan membuat sebagian besar peternak pembesaran kepiting di Indonesia masih mengandalkan pasokan bibitnya dari hasil penangkapan.

Tabel 4. Produksi Kepiting Berdasarkan Jenis Penangkapan Tahun 2008-2010

Tahun

(5)
(6)

Tabel 5. Volume dan Nilai FOB Ekspor Kepiting Segar (HS 030624000) Indonesia

Sumber : United Nations Commodity Trade, 2012

Komoditas kepiting yang diekspor dapat berupa kepiting segar, beku, ataupun olahan. Selama periode tahun 2001-2010, kepiting Indonesia yang diekspor sebagian besar masih dalam bentuk segar. Permintaan kepiting segar di pasar dunia yang cukup tinggi khususnya berasal dari Amerika Serikat yang memang merupakan negara tujuan utama ekspor produk-produk kepiting Indonesia. Singapura, Malaysia, dan RRC juga tercatat sebagai negara dengan jumlah transaksi impor terbesar untuk komoditas kepiting dari Indonesia dalam kurun sepuluh tahun terakhir.

Berdasarkan Tabel 5, terlihat bahwa volume ekspor kepiting dari Indonesia terus berfluktuasi sepanjang tahun 2001 hingga tahun 2010. Pada tahun 2005 volume ekspor mencapai 12,6 ribu ton namun kemudian terus mengalami penurunan pada tahun-tahun berikutnya hingga hanya sebesar 7,7 ribu ton pada tahun 2009. Bahkan pada tahun 2008, penurunan terbesar laju volume ekspor terjadi ketika laju harga kepiting di tahun tersebut tengah meningkat secara signifikan. Volume ekspor kepiting Indonesia baru kembali mengalami peningkatan pada tahun 2010 yakni sebesar 9,3 ribu ton.

(7)

untuk meningkat, hal tersebut tidak diimbangi oleh volume ekspornya yang cenderung menurun sejak tahun 2006. Hal ini tentu saja ironis karena berdasarkan Tabel 6, laju konsumsi kepiting dunia cenderung meningkat setiap tahunnya namun ekspor kepiting Indonesia justru mengalami penurunan. Untuk menanggapi hal ini, perlu adanya upaya perbaikan serta peningkatan dari seluruh pihak terkait secara menyeluruh dan tepat sasaran. Hal ini bertujuan agar upaya serta kebijakan yang ditempuh dapat berpengaruh secara nyata terhadap perkembangan ekspor komoditas kepiting Indonesia. Salah satu langkahnya adalah dengan terlebih dahulu mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi aliran perdagangan ekspor kepiting Indonesia.

Tabel 6. Perkembangan Konsumsi Kepiting Dunia Tahun 1990-2007

Tahun

Sumber : Food and Agriculture Organization, 2009

1.2Perumusan Masalah

(8)

keadaan pasar tujuannya. Akibatnya, daya saing komoditas perikanan Indonesia terus mengalami penurunan terhadap negara pesaingnya. Hal ini dibuktikan oleh jumlah volume ekspor komoditas kepiting Indonesia yang terus berfluktuasi bahkan cenderung turun.

Berdasarkan data United Nations Commodity Trade, ekspor komoditas kepiting Indonesia dalam kurun waktu sepuluh tahun dari tahun 2001 hingga 2010 terus mengalami fluktuasi. Pada tahun 2008 dan 2009 volume ekspor kepiting mengalami penurunan yang cukup drastis secara berturut-turut menjadi 8.676 dan 7.743 ton dari sebesar 10.539 ton pada tahun 2007. Di sisi lain, negara pesaing utama Indonesia seperti RRC dan Filipina justru mencatatkan peningkatan pada ekspor kepiting segarnya. Bahkan Filipina mengalami kenaikan volume ekspor pada tahun 2009 menjadi sebesar 4.145 ton dari tahun 2008 yang hanya sebesar 2.207 ton. Mengingat sumberdaya perikanan di kedua negara tersebut yang hampir serupa dengan Indonesia, maka keberhasilan di pasar ekspor kepiting segar tersebut akan banyak ditentukan oleh efisiensi perdagangannya.

Dengan ketersediaan sumberdaya yang melimpah serta belum optimalnya pemanfaatan potensi pasar ekspor kepiting Indonesia maka diperlukan adanya suatu upaya agar ekspor komoditas kepiting Indonesia kembali meningkat seiring dengan usaha pemulihan ekonomi global. Beberapa jenis kepiting Indonesia seperti kepiting bakau dan rajungan memang telah berhasil dipasarkan ke luar negeri, akan tetapi aliran perdagangan (permintaan ekspor) dari komoditas tersebut memiliki kecenderungan yang berfluktuasi. Ada banyak faktor yang menyebabkan terjadinya fluktuasi tersebut baik dari faktor internal maupun eksternal. Dalam permasalahan kali ini faktor-faktor yang diperkirakan menjadi penyebab berfluktuasinya volume ekspor kepiting Indonesia antara lain Produk Domestik Bruto (GDP) Indonesia, GDP negara tujuan ekspor, nilai tukar negara tujuan ekspor terhadap rupiah, harga kepiting Indonesia di negara tujuan, dan jarak ekonomi antara Indonesia dengan negara tujuan ekspor.

(9)

diperlukan adanya suatu analisis dan kajian mengenai aliran perdagangan ekspor kepiting dari negara Indonesia ke negara-negara tujuan ekspor yang tentu memiliki karakteristik yang berbeda satu sama lainnya. Melalui kajian ini, kita juga akan melihat nilai potensial perdagangan dengan negara-negara yang selama ini menjadi importir komoditas kepiting Indonesia yang diharapkan dapat menjadi acuan dalam penyusunan strategi perdagangan yang lebih efisien.

Berdasarkan uraian di atas, maka perumusan masalah yang dikaji dan dianalisis lebih lanjut dalam penelitian ini adalah:

1. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi aliran perdagangan kepiting Indonesia dan faktor apa yang memiliki pengaruh signifikan terhadap peningkatan volume ekspor ke negara-negara tujuan?

2. Bagaimana nilai potensial perdagangan ekspor komoditas kepiting Indonesia di masing-masing negara tujuan?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi aliran perdagangan kepiting Indonesia dan faktor yang memiliki pengaruh signifikan terhadap peningkatan volume ekspor ke negara tujuan utama.

2. Mengetahui nilai potensial perdagangan ekspor komoditas kepiting Indonesia di masing-masing negara tujuan.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Bagi instansi pengambil keputusan terutama pemerintah dan eksportir kepiting, dapat dijadikan sumbangan pemikiran dan bahan pertimbangan baik dalam perencanaan maupun pengambilan keputusan yang berkaitan dengan ekspor kepiting Indonesia.

2. Bagi pembaca yaitu sebagai sumber informasi dan perbandingan serta masukan bagi penelitian-penelitian selanjutnya.

(10)

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

(11)

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kajian Empiris Mengenai Permintaan Ekspor Kepiting Indonesia

(12)

produksinya melalui perbaikan infrastruktur, teknologi produksi, serta efisiensi tenaga kerja yang tinggi.

2.2 Kajian Empiris Mengenai Aliran Perdagangan

Hasil dari beberapa studi empiris mengenai aliran perdagangan menunjukkan bahwa terdapat faktor-faktor yang dapat mempengaruhi aliran perdagangan suatu komoditi. Studi-studi empiris tersebut juga menunjukkan bahwa setiap komoditi memiliki faktor-faktor yang berbeda dalam mempengaruhi aliran perdagangan suatu negara.

Studi empiris terdahulu menunjukkan bahwa Gross Domestic Product (GDP) atau Produk Domestik Bruto (PDB) suatu negara berpengaruh positif terhadap ekspor (Setyo (2009) dan Kartikasari (2008)). GDP menggambarkan keadaan perekonomian suatu negara. GDP merupakan ukuran ekonomi suatu negara yang menggambarkan kemampuan suatu negara di dalam memproduksi suatu barang atau jasa pada periode ekonomi tertentu. Selain itu GDP juga menggambarkan jumlah pendapatan masyarakat suatu negara yang secara tidak langsung mencerminkan kemampuan daya beli masyarakat di negara tersebut terhadap suatu barang konsumsi. Apabila suatu negara memiliki tingkat GDP yang tinggi, maka negara tersebut akan memiliki kemampuan yang semakin besar dalam menyerap barang-barang yang diperdagangkan di pasar Internasional. Hal ini menunjukkan bahwa meningkatnya GDP suatu negara akan meningkatkan volume ekspor ke negara tersebut.

(13)

positif namun tidak signifikan terhadap permintaan ekspor. Hal tersebut disebabkan oleh sifat komoditas manggis yang memiliki banyak produk substitusi dan tidak dikonsumsi oleh hampir seluruh individu suatu populasi layaknya panganan pokok.

Harga komoditi di negara tujuan berpengaruh negatif dan nyata terhadap besarnya ekspor (Hadianto (2010) dan Kartikasari (2008)). Semakin tingginya harga komoditi di negara tujuan akan menurunkan besarnya ekspor komoditi ke negara tujuan. Kenaikan harga komoditi pengekspor di negara tujuan merupakan kenaikan harga impor bagi negara tujuan. Hal ini dapat mengakibabtkan berkurangnya konsumsi dari negara importir akan komoditas tersebut. Meningkatnya harga komoditas di Negara tujuan juga dapat mengakibatkan beralihnya permintaan negara pengimpor kepada negara lain yang memiliki harga ekspor lebih rendah atau kepada produsen lain yang memiliki harga ekspor sama namun dengan kualitas yang lebih baik.

Jarak suatu negara terhadap negara tujuan ekspor berpengaruh negatif dan nyata terhadap besarnya ekspor (Setyo (2009) dan Hadianto (2010)). Semakin besar jarak antar kedua negara maka akan mengurangi besarnya volume ekspor ke Negara tujuan. Pengaruh jarak pada volume ekspor perdagangan digambarkan oleh besar kecilnya biaya transportasi. Semakin jauh jarak antar negara, maka semakin besar pula biaya transportasi yang harus dikeluarkan sehingga volume ekspor produk menjadi semakin rendah.

Nilai tukar mata uang negara terhadap negara tujuan berpengaruh positif terhadap besarnya ekspor (Kartikasari (2008)). Terdepresiasinya mata uang negara pengekspor akan mengakibatkan terapresiasinya mata uang negara tujuan. Akibatnya, harga ekspor di pasar internasional menjadi relatif lebih murah sehingga negara tujuan akan lebih banyak melakukan impor.

(14)

ekspor. Lingkup penelitian kali ini akan difokuskan pada komoditas kepiting pada sembilan negara tujuan ekspor kepiting Indonesia.

Faktor-faktor yang diduga berpengaruh terhadap aliran perdagangan ekspor suatu komoditi secara umum adalah Gross Domestic Product (GDP) negara asal ekspor, Gross Domestic Product (GDP) negara tujuan ekspor, populasi negara tujuan, jarak antara negara Indonesia dengan negara tujuan, harga komoditi Indonesia di negara tujuan, dan nilai tukar mata uang negara tujuan terhadap mata uang negara pengekspor. Pengolahan kuantitatif untuk data panel dengan menggunakan analisis regresi panel data dengan menggunakan gravity model dengan persamaan kuadrat terkecil atau Ordinary Least Square (OLS).

2.3 Kajian Empiris Mengenai Gravity Model

Gravity model merupakan model yang menjelaskan hubungan antara jumlah volume produk yang diperdagangkan dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Gravity model sering digunakan dalam berbagai penelitian tentang analisis aliran perdagangan karena relatif sederhana dan mampu menyajikan analisis perdagangan yang lebih empiris. Penelitian dengan menggunakan model regresi berganda dengan metode gravity model dilakukan oleh Yuliandar (2011) yang meneliti tentang analisis faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor teh hitam Indonesia. Data yang digunakan adalah data panel yang merupakan gabungan data cross section dan data time series. Variabel-variabel bebas yang digunakan adalah GDP Indonesia, GDP negara tujuan ekspor, populasi negara tujuan ekspor, harga komoditas di negara tujuan ekspor, jarak antara negara Indonesia dengan negara tujuan ekspor, dan nilai tukar mata uang negara tujuan terhadap rupiah.

(15)

rupiah. Variabel yang memiliki pengaruh negatif terhadap ekspor teh hitam Indonesia adalah GDP Indonesia, harga teh hitam Indonesia di negara tujuan, dan jarak Indonesia dengan negara tujuan. GDP negara tujuan ekspor, populasi negara tujuan, harga teh hitam Indonesia di negara tujuan, jarak Indonesia dengan negara tujuan dan nilai tukar mata uang negara tujuan terhadap rupiah signifikan dengan pengujian statistik-t pada taraf nyata satu persen.

2.4 Kajian Empiris Mengenai Nilai Potensial Perdagangan

Nilai potensial perdagangan merupakan rasio antara nilai perdagangan aktual dengan nilai prediksi perdagangannya. Yuniarti (2008) dalam penelitiannya tentang potensi perdagangan Indonesia menyatakan bahwa nilai potensial perdagangan berguna untuk menganalisis tujuan perdagangan di masa yang akan datang. Penelitian yang menggunakan gravity model dengan teknik OLS tersebut menunjukkan bahwa variabel bebas yang berpengaruh adalah pendapatan total, jarak, kesamaan ukuran perekonomian, dummy keanggotaan APEC, dummy koloni mitra dagang. Sedangkan populasi, dummy perbedaan faktor endowment, keanggotaan dalam AFTA, dummy

(16)

III KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Teori Perdagangan Internasional

Perdagangan internasional dalam arti yang sederhana adalah suatu proses yang timbul sehubungan dengan pertukaran komoditas antar negara. Menurut Lindert dan Kindleberger (1995) perdagangaan internasional terjadi karena adanya interaksi antara permintaan dan penawaran yang bersaing. Permintaan (demand) dan penawaran (supply) yang terjadi merupakan hasil interaksi dari kemungkinan produksi dan preferensi konsumen. Suatu negara akan mengekspor komoditas yang dapat dihasilkan secara lebih efisien dan mengimpor komoditas yang lebih mahal dalam penggunaan sumber daya.

(17)

Teori Adam Smith tentang keunggulan absolut merupakan suatu teori yang mendasarkan pada besaran/variabel riil bukan moneter sehingga sering dikenal dengan nama teori murni (pure theory) perdagangan internasional. Murni dalam arti bahwa teori ini memusatkan perhatiannya pada variabel riil seperti misalnya nilai suatu barang diukur dengan banyaknya tenaga kerja yang dipergunakan untuk menghasilkan barang. Semakin banyak tenaga kerja yang digunakan maka akan semakin tinggi nilai barang tersebut (Labor Theory of Value).

Kelebihan dari asumsi teori keunggulan absolut ini adalah terjadinya perdagangan bebas antara dua negara yang saling memiliki keunggulan absolut yang berbeda akan menyebabkan terjadinya interaksi ekspor dan impor yang akan meningkatkan kemakmuran negara. Kelemahannya yaitu apabila hanya satu negara yang memiliki keunggulan absolut maka perdagangan internasional tidak akan terjadi karena tidak ada keuntungan.

(18)

Teori keunggulan komparatif milik David Ricardo yang berdasarkan pada teori nilai tenaga kerja kemudian disempurnakan oleh Habeler dengan teori biaya oportunitas. Teori nilai tenaga kerja ini dinilai terlalu menyederhanakan sebab teori ini beranggapan bahwa tenaga kerja itu sifatnya homogen dan merupakan satu-satunya faktor produksi. Padahal dalam kenyataannya, tenaga kerja sifatnya tidak homogen, faktor produksi juga tidak hanya satu, serta mobilitas tenaga kerja tidak bebas. Teori biaya oportunitas oleh Habeler tidak mengasumsikan bahwa tenaga kerja adalah satu-satunya faktor produksi dan homogen. Keunggulan komparatif pada teori ini diterangkan dengan jumlah komoditi kedua yang harus dikorbankan untuk memperoleh sumber daya yang cukup untuk memproduksi tambahan satu unit komoditi pertama.

Teori selanjutnya adalah teori modern Heckscher-Ohlin atau teori H-O. Teori ini menyatakan bahwa Faktor yang melatarbelakangi terjadinya perdagangan internasional pada dasarnya adalah manfaat yang diperoleh karena perbedaan biaya produksi. Perbedaan ini terjadi karena adanya endowment faktor (faktor bawaan alam) sehingga mendorong masing-masing negara menjadi spesialis dari proporsi penggunaan faktor-faktor produksi dari hadiah alam tersebut. Heckser-Ohlin dalam teori yang melatarbelakangi terjadinya perdagangan internasional menyatakan bahwa sebuah negara akan mengekspor komoditi yang produksinya lebih banyak menyerap faktor produksi yang relatif melimpah dan murah di negara itu, dan dalam waktu yang bersamaan negara tersebut akan mengimpor komoditi yang produksinya memerlukan sumberdaya yang relatif langka dan mahal di negara tersebut (Salvatore, 1997).

3.1.2 Analisis Keseimbangan Parsial

(19)

Gambar 1. Keseimbangan dalam Perdagangan Internasional

Sumber : Salvatore (1997)

Gambar 1 menunjukkan proses terjadinya keseimbangan dalam perdagangan internasional. Pada kondisi autarki (tidak ada pengaruh dari negara lain), kurva 1 menunjukkan keseimbangan negara I berada di titik A dengan harga keseimbangan tersebut sebesar P1 dan pada kurva negara II, titik keseimbangan terjadi di titik A’ dengan tingkat harga P3. kondisi ini terjadi dengan asumsi bahwa harga domestik di negara I lebih rendah dibanding dengan harga di negara II (PA < PA’). Pada kondisi harga di atas PA, di negara I mengalami peningkatan penawaran dan berada di atas tingkat permintaan negara tersebut, sehingga menyebabkan kelebihan penawaran suatu komoditas (excess supply) di negara I. Sementara, bila harga berada di bawah PA’ maka negara II akan mengalami kenaikan tingkat permintaan karena konsumen akan meminta lebih banyak pada tingkat harga yang relatif lebih rendah. Hal tersebut mengakibatkan permintaan melebihi tingkat penawaran (excess demand) di negara II.

3.1.3 Gravity Model

(20)

empiris dalam menjelaskan terjadinya arus perdagangan antar negara. Menurut model ini, barang ekspor dari negara i ke negara j diterangkan oleh ukuran ekonomi masing-masing negara (GDP), populasi masing-masing-masing-masing negara, dan jarak antar negara (Bergstrand, 1985).

Pertama kali gravity model digunakan dalam analisis perdagangan internasioanal oleh Tinbergen (1962) dan Ponyohen (1963) untuk menganalisis aliran perdagangan antara negara-negara Eropa. Selanjutnya Bergstrand (1985) menerapkan persamaan gravitasi dari perkembangan model perdagangan dunia. Tidak hanya digunakan untuk menganalisis perdagangan secara agregat, gravity model juga diterapkan terhadap aliran perdagangan suatu komoditas.

Gravity model menyajikan suatu analisis yang lebih empiris dari pola perdagangan dibandingkan model yang lebih teoritis. Model ini pada bentuk dasarnya, menjelaskan perdagangan berdasarkan jarak antar negara dan interaksi antar negara dalam ukuran ekonominya seperti Produk Domestik Bruto (GDP). Sesuai dengan perumusan Newton terhadap model gravitasi fisika yaitu ”interaksi antara dua objek adalah sebanding dengan massanya dan berbanding terbalik dengan jarak masing-masing”.

Dengan F adalah volume ekspor, M adalah ukuran ekonomi untuk kedua negara, D adalah jarak antara kedua negara, dan G adalah konstanta. Dengan menggunakan logaritma, persamaan di atas diubah ke dalam bentuk linier untuk analisis ekonometrik menjadi:

Log (Aliran perdagangan bilateral) = a + ß1 Log (GDP negara 1) + ß2 Log (GDP negara 2) + ß3 Log (Jarak) + e

(Konstanta G menjadi bagian dari a)

(21)

Xij = Volume komoditi yang diperdagangkan dari negara i ke negara j Yi = GDP/PDB negara i

Yj = GDP/PDB negara j

Dij = Jarak antara negara i dengan negara j eij = Random error

β0 = Konstanta (intersep)

β0 = Parameter yang diduga, n = 1, 2 ,..., 5

Berdasarkan teori dan penelitian sebelumnya, maka variabel yang akan digunakan untuk menduga faktor-faktor yang mempengaruhi aliran perdagangan ekspor kepiting Indonesia ke negara tujuan ekspor adalah GDP (per kapita) negara asal ekspor, GDP (per kapita) negara tujuan ekspor yang mewakili pendapatan dan jumlah industri, jarak antar negara Indonesia dengan negara tujuan, harga kepiting Indonesia di negara tujuan, dan nilai tukar mata uang negara tujuan ekspor terhadap nilai tukar negara asal ekspor.

Dengan demikian persamaan gravity model aliran perdagangan ekspor kepiting Indonesia dapat dinyatakan sebagai berikut :

Xij= β0Yi β1Yj β2Nj β3Pj β4Dij β5ERij β6εij

Keterangan :

Xij = Volume ekspor kepiting Indonesia ke negara tujuan (kg) GDPi = GDP/PDB per kapita negara Indonesia (US$)

GDPj = GDP/PDB per kapita negara tujuan ekspor (US$) Pj = Harga kepiting Indonesia di negara tujuan (US$/kg) Dij = Jarak antara negara Indonesia dan negara tujuan (km)

ERij = Nilai tukar mata uang negara tujuan ekspor terhadap nilai tukar negara asal ekspor (domestik/Rp)

εij = Random error

β0 = Konstanta (intersep)

(22)

Pada penerapannya dalam perdagangan antar negara, bentuk model ini disusun oleh tiga jenis variabel utama, yang terdapat pada setiap gravity model untuk aliran perdagangan bilateral yaitu:

1. Variabel yang mewakili total permintaan potensial negara pengimpor (Yi dan Yj) 2. Variabel yang mewakili total penawaran potensial negara pengekspor (Xij). 3. Variabel yang mewakili pendukung atau penghambat aliran perdagangan (Dij dan

Pj).

Berdasarkan hasil studi tinjauan terdahulu dari beberapa penelitian sebelumnya yang telah dilakukan, maka variabel-variabel yang akan digunakan dalam gravitymodel aliran perdagangan kepiting Indonesia adalah Produk Domestik Bruto (GDP) per kapita Indonesia, Produk Domestik Bruto (GDP) per kapita negara tujuan, harga komoditas kepiting di negara tujuan, jarak antara negara Indonesia dengan negara tujuan ekspor, dan nilai tukar mata uang negara tujuan ekspor terhadap nilai tukar rupiah.

A. Produk Domestik Bruto(PDB)

Produk Domestik Bruto atau Gross Domestic Product (GDP) sering dianggap sebagai ukuran terbaik dari kinerja perekonomian suatu negara. GDP menyatakan pendapatan total dan pengeluaran total nasional pada output barang dan jasa (Mankiw, 2003). Gross Domestic Product (GDP) sebagai salah satu variabel utama dalam analisis aliran perdagangan gravity model menunjukkan besarnya kemampuan perekonomian suatu negara.

(23)

Sedangkan bagi negara pengekspor, peningkatan GDP per kapita di negara tersebut justru akan mengurangi volume ekspornya. Seperti yang kita ketahui sebekumnya, semakin meningkatnya GDP per kapita di suatu negara mengindikasikan adanya kenaikan daya beli masyarakatnya dan berimplikasi pada meningkatnya permintaan di negara tersebut sehingga mengurangi volume komoditas yang akan diekspor.

B. Harga Komoditas

Harga komoditas merupakan salah satu faktor penentu bagi sebuah negara sebelum melakukan perdagangan. Harga merupakan refleksi dari keunggulan komparatif yang dimiliki oleh kedua negara dan menjadi dasar untuk melakukan perdagangan yang menguntungkan bagi kedua belah pihak. Semakin besar selisih antara harga di pasar domestik dengan harga di pasar internasional akan mendorong negara pengekspor untuk melakukan ekspor. Sebaliknya bagi negara pengimpor, harga komoditas memiliki korelasi negatif dengan jumlah komoditas yang akan diimpor olehnya. Semakin tinggi harga suatu komoditas maka akan semakin sedikit pula permintaan komoditasnya dan sebaliknya, semakin rendah harga suatu komoditas maka akan semakin banyak pula komoditas yang akan diminta.

C. Jarak antara Indonesia dengan Negara Tujuan

(24)

melalui kenaikan ataupun peningkatan harga pada negara importir. Semakin besar biaya transportasi yang dikeluarkan maka akan berdampak pada penurunan dalam produksi yang selanjutnya akan berdampak pada penurunan volume perdagangan.

D. Nilai Tukar Mata Uang Negara Tujuan terhadap Rupiah

Nilai tukar perdagangan suatu negara merupakan rasio antara harga komoditi ekspor suatu negara terhadap harga komoditi impornya. Kurs (exchange rate) antara dua negara adalah harga dimana kedua negara saling melakukan perdagangan. Kondisi penawaran dan permintaan pada keseimbangan parsial aliran perdagangan juga turut mempengaruhi nilai tukar perdagangan dan volume perdagangan. Ketika permintaan dan penawaran pada keseimbangan parsial mengalami perubahan maka kurva keseimbangan parsial akan mengalami pergeseran dan pergeseran kurva tersebut dapat merubah nilai tukar dan volume perdagangan negara bersangkutan.

Nilai tukar perdagangan mengacu pada nilai tukar perdagangan komoditi (commodity term of trade). Peningkatan ataupun perbaikan nilai tukar perdagangan yang dilakukan oleh negara bersangkutan akan menguntungkan bagi negara itu sendiri. Hal ini disebabkan oleh harga yang diperoleh dari harga ekspornya akan lebih tinggi dan meningkat secara relatif terhadap harga barang ataupun komoditi yang harus dibayarkan untuk mendapatkan produk atau komoditi impor. Nilai tukar juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi aliran perdagangan internasional. Tinggi rendahnya nilai mata uang suatu negara terhadap mata uang negara lain akan mempengaruhi volume dan nilai ekspor suatu negara.

(25)

menjadi lebih murah dan mendorong terjadinya peningkatan jumlah penawaran ekspor. Sehingga dapat disimpulkan bahwa penurunan nilai tukar (depresiasi) menyebabkan terjadinya peningkatan ekspor sedangkan kenaikan nilai tukar (apresiasi) akan menyebabkan penurunan ekspor.

3.1.4 Model Regresi Panel Data

Data panel merupakan gabungan dari data cross section dan data time series, jumlah pengamatan yang diamati menjadi banyak sehingga model yang menggunakan data ini menjadi lebih kompleks (parameternya banyak). Oleh karena itu diperlukan suatu teknik khusus untuk mengatasi model yang menggunakan data panel (Nachrowi dan Usman, 2006).

1) Model Pooled Least Square

Menurut Nachrowi dan Usman (2006), teknik yang dapat digunakan untuk mengestimasi parameter model dengan data panel adalah Pooled Least Square. Model ini merupakan pendekatan yang paling sederhana dalam pengolahan data panel. Model pooled didapatkan dengan cara mengkombinasikan atau mengumpulkan semua data cross section dan time series yang akan diduga dengan menggunakan metode OLS (Ordinary Least Square). Misalkan terdapat persamaan seperti di bawah ini :

Yit = α + βXit + εit Dimana :

Yit = variabel terikat Xit = variabel bebas α = intersep

β = slope

i = individu ke-i t = periode waktu ke-t ε = error

(26)

Asumsi intersep dan slope dari persamaan regresi yang dianggap konstan baik antar individu maupun antar waktu yang kurang sesuai dengan tujuan penggunaan data panel merupakan masalah terbesar yang dihadapi dalam pendekatan model kuadrat terkecil. Untuk mengatasi hal ini kita dapat menggunakan pendekatan model efek tetap (fixed effect).

Model fixed effect adalah model yang dapat digunakan dengan mempertimbangkan bahwa peubah-peubah yang dihilangkan dapat mengakibatkan perubahan dalam intersep-intersep cross section dan time series. Untuk memungkinkan perubahan-perubahan intersep ini, dapat ditambahkan variabel

dummy ke dalam model yang selanjutnya akan diduga dengan model OLS (Ordinary Least Square) yaitu:

Yit = αi + βjXit + εit Dimana :

Yit = variabel terikat Xit = variabel bebas

αi = intersep yang akan berbeda antar individu cross section i βj = parameter untuk variabel ke-j

i = individu ke-i t = periode waktu ke-t

ε = error

3) Model Efek Acak (Random Effect)

Pada model efek tetap perbedaan antar individu dan atau waktu dicerminkan pada intercept. Lain halnya dengan model efek acak, perbedaan tersebut dicerminkan dengan error. Teknik ini juga memperhitungkan bahwa error mempunyai kemungkinan berkorelasi sepanjang time series dan crosssection. Bentuk model efek acak ini yaitu :

Yit = α1t + αi + βjXjit + εit Dimana :

Yit = variabel terikat

(27)

α1t = α1 + εit , dengan nilai intersep yang akan beredar antar individu cross section i akibat random error (εit) antar individu tersebut βj = parameter untuk variabel ke-j

i = individu ke-i t = periode waktu ke-t

ε = error

3.1.5 Nilai Potensial Perdagangan

Pada dasarnya setiap negara tujuan ekspor memiliki kemampuan menyerap produk yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan ukuran pasar di masing-masing negara tersebut. Nilai potensial perdagangan (PP) merupakan nilai yang menggambarkan kecenderungan bilateral suatu negara dalam melakukan perdagangan suatu komoditas dengan negara mitra dagangnya. Penghitungan nilai potensial perdagangan dapat dijelaskan sebagai berikut:

PP

Dimana :

PP : Nilai Potensial Perdagangan A : Nilai Aktual Perdagangan P : Nilai Potensial Perdagangan

(28)

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional

Kepiting merupakan salah satu komoditas yang berpotensi menjadi komoditas unggulan nasional sektor perikanan selain udang dan tuna di pasar ekspor. Potensi Indonesia sebagai salah satu negara produsen kepiting terbesar serta terus meningkatnya konsumsi per kapita dunia mendorong pemerintah untuk terus mengembangkan produksi komoditas ini. Total produksi kepiting nasional yang berasal dari hasil tangkap dan budidaya juga terus menunjukkan peningkatan. Namun perkembangan volume dan nilai ekspor kepiting Indonesia berfluktuasi dari tahun ke tahun. Hal ini dipengaruhi oleh berbagai faktor yang ditimbulkan oleh negara Indonesia sebagai pengekspor maupun oleh negara tujuan ekspor kepiting Indonesia.

Negara-negara tujuan ekspor kepiting Indonesia pada dasarnya memiliki karakteristik yang berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya. Karakteristik ini dapat dilihat dari faktor ekonomi dan faktor non ekonominya. Faktor ekonomi terdiri dari GDP per kapita negara tujuan GDP merupakan ukuran ekonomi suatu negara. Hal ini dapat terlihat baik dari negara pengekspor maupun pengimpor. Perubahan pada pendapatan masyarakat akan berpengaruh pada permintaan suatu komoditi. Jika GDP naik, maka permintaan terhadap suatu komoditi akan bertambah (Lipsey et al. 1995).

Faktor non ekonomi diwakili oleh jarak antara negara Indonesia dengan negara tujuan. Jarak sebagai suatu variabel aliran perdagangan bilateral, bertindak sebagai suatu wakil untuk biaya transportasi. Jarak antar negara yang semakin jauh akan meningkatkan biaya-biaya transportasi dan mengurangi volume perdagangan. Variabel jarak adalah suatu faktor perlawanan perdagangan yang menghadirkan penghalang perdagangan seperti biaya pengangkutan dan waktu. Jarak yang digunakan dalam penelitian ini adalah jarak antara negara Indonesia dengan negara tujuan ekspor kepiting yang merupakan cerminan dari biaya transportasi.

(29)

menyertakan faktor gravity dalam bentuk persamaan logritma natural. Hasil estimasi yang dipilih adalah persamaan regresi yang memiliki R2 tertinggi dan memenuhi pengujian asumsi model dan uji hipotesis.

Penelitian ini juga akan menilai potensi perdagangan kepiting Indonesia di negara-negara tujuan ekspornya. Hal tersebut dapat diketahui dengan menghitung nilai potensial perdagangan komoditas kepiting antara Indonesia dengan negara-negara tujuan ekspornya. Nilai potensial perdagangan diperoleh dari rasio antara nilai potensial dengan nilai aktual perdagangan yang merupakan hasil dari pengolahan data dengan gravity model yang sebelumnya telah dilakukan.

Secara umum, penelitian ini akan menganalisis faktor-faktor (variabel) yang mempengaruhi ekspor kepiting ke berbagai negara tujuan ekspor serta potensi perdagangan kepiting Indonesia dengan negara tujuan ekspornya. hasil pengamatan ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam upaya meningkatkan volume dan pangsa pasar kepiting Indonesia. Bagan kerangka pemikiran operasional aliran perdagangan ekspor kepiting Indonesia dapat dilihat pada Gambar 2.

(30)

Nilai potensi perdagangan kepiting antara Indonesia dengan negara-negara tujuan ekspor

Peluang pertumbuhan pasar ekspor dengan adanya peningkatan pada jumlah produksi domestik dan konsumsi kepiting dunia

domestic kepiting

Fluktuasi volume ekspor kepiting Indonesia ke negara tujuan

Faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor kepiting Indonesia :

1. GDP per kapita Indonesia

2. GDP per kapita negara tujuan ekspor 3. Harga kepiting Indonesia di negara tujuan 4. Jarak Indonesia ke negara tujuan

5. Nilai tukar mata uang negara tujuan terhadap rupiah

Nilai prediksi perdagangan dari estimasi gravitymodel Nilai aktual perdagangan dari

estimasi gravitymodel

Indonesia sebagai salah satu produsen utama komoditas kepiting

(31)
(32)

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian yang dilakukan meliputi perancangan penelitian, perumusan masalah, pengumpulan data pada berbagai instansi terkait, pemrosesan data, analisis data, interpretasi data, dan penarikan kesimpulan. Kegiatan pengumpulan data dilakukan di BPS pusat dan Kementerian Kelautan dan Perikanan yang berlokasi di Jakarta. Kegiatan penelitian ini dilakukan selama empat bulan yaitu dimulai dari November 2011 sampai dengan Februari 2012. Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data sekunder dengan ruang lingkup nasional dan internasional. Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data sekunder yang merupakan data panel, yaitu data gabungan antara data deret waktu (time series) dan data satu waktu (cross section).

Data deret waktu meliputi data time series selama sepuluh tahun (2001-2010). Data satu waktu atau data cross section adalah pengamatan yang dilakukan pada satu titik waktu atau periode waktu yang sama. Pengamatan data untuk data cross section

dilakukan pada tujuh negara tujuan ekspor kepiting Indonesia, yaitu Amerika Serikat, Singapura, Malaysia, Jepang, RRC, Belanda, dan Korea Selatan. Baik data time series ataupun data cross section yang diambil meliputi variabel-variabel yang digunakan pada penelitian ini yaitu, variabel GDP per capita Indonesia, GDP per capita negara tujuan, jumlah penduduk negara tujuan, jarak Indonesia dengan negara tujuan, harga kepiting Indonesia di negara tujuan dan nilai tukar mata uang negara tujuan terhadap rupiah.

4.2 Metode Pengumpulan Data

(33)

(BPS) Pusat serta melalui penelusuran internet (Uncomtrade, Indexmundi, Oanda,

dan Searates). Adapun data-data yang digunakan oleh peneliti untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor kepiting Indonesia tercantum dalam Tabel 7.

Tabel 7. Jenis, Simbol, dan Sumber Data Penelitian

Variabel Satuan Simbol Sumber

Volume ekspor kepiting Indonesia ke negara

Harga ekspor kepiting Indonesia US$/kg Pj BPS, Uncomtrade

Jarak Indonesia dengan negara tujuan ekspor

(Biaya Transportasi) US$ Dij Searates

Nilai tukar (exchange rate) Domestic

Currency/Rp Erij Oanda

4.3 Pengolahan dan Analisis Data

Metode analisis yang digunakan adalah metode deskriptif dan metode kuantitatif. Metode deskriptif digunakan untuk melihat gambaran umum agribisnis kepiting Indonesia serta menginterpretasikan hasil output pada pengolahan kuantitatif, sehingga diketahui maksud dan hasil dari pengolahan data secara kuantitatif. Metode kuantitatif dengan menggunakan analisis regresi data panel dengan menggunakan gravity model dengan persamaan tunggal digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor kepiting Indonesia. Selanjutnya nilai potensial perdagangan dapat diperoleh dengan membagi nilai aktual perdagangan dengan nilai potensial yang diperoleh dari hasil pengolahan data panel untuk mengetahui potensi perdagangan yang berlangsung antara Indonesia dengan negara mitra dagangnya.

(34)

dalam mengolah data. Karena mengkombinasikan data cross section dan timeseries

maka panel data memiliki beberapa keunggulan, antara lain (Gujarati, 2004) :

1) Mampu mengidentifikasi dan mengukur efek yang secara sederhana tidak dapat diatasi dalam data cross section murni atau data time series murni.

2) Mampu mengontrol heterogenitas individu.

3) Memberikan data yang informatif, mengurangi kolinearitas antar peubah serta meningkatkan derajat kebebasan sehingga data menjadi lebih efisien.

4) Data panel lebih baik digunakan untuk studi dynamics of adjustment karena terkait dengan observasi pada cross section yang sama secara berulang.

5) Mampu menguji dan mengembangkan model perilaku yang lebih kompleks.

4.4 Perumusan Model

Perumusan model merupakan langkah pertama dan yang paling penting harus dilakukan dalam mempelajari hubungan antara variabel-variabel. Model digunakan untuk memilih hubungan variabel-variabel dalam bentuk matematika dimana suatu perumusan ekonomi dipenuhi secara empirik. Aliran perdagangan komoditi pada penelitian ini dijelaskan dengan menggunakan gravity model. Faktor-faktor yang digunakan untuk menganalisis ekspor kepiting Indonesia adalah GDP per capita Indonesia, GDP per capita negara tujuan ekspor, harga kepiting Indonesia di negara tujuan ekspor, jarak antara negara Indonesia dengan negara tujuan ekspor, dan nilai tukar mata uang negara tujuan terhadap rupiah.

Analisis yang digunakan adalah regresi panel data dengan model logaritma natural. Transformasi model dalam bentuk log dapat mengurangi masalah heteroskedastisitas, hal ini disebabkan karena transformasi yang memampatkan skala untuk pengukuran variabel, mengurangi perbedaan nilai dari sepuluh kali lipat menjadi perbedaan dua kali lipat (Gujarati 1997). Dugaan persamaan aliran perdagangan ekspor kepiting Indonesia dapat dirumuskan sebagai berikut :

LnXijt= β0+ β1 lnYit+β2 lnYjt+ β3 lnPijt+ β4 lnDijt+ β5 lnERijt+ εijt

(35)

Xijt = Volume ekspor komoditas ke negara tujuan (ton)

Yit = GDP per capita Indonesia (milyar US$)

Yjt = GDP per capita negara tujuan ekspor (milyar US$)

Pijt = Harga komoditas di negara tujuan ekspor (US$/kg)

Dijt = Jarak antara negara Indonesia dengan negara tujuan ekspor (Km)

ERijt = Nilai tukar mata uang negara tujuan terhadap rupiah (domestik/Rp)

εijt = random error

β0 = konstanta (intercept)

βn = parameter yang diduga (n = 1,2, ... ,6)

4.5. Pengujian Kesesuaian Model

Pada analisis model dengan menggunakan data panel, dikenal tiga macam pendekatan yang terdiri dari Pendekatan Kuadrat Terkecil (Pooled Least Square), Pendekatan Efek Tetap (Fixed Effect), dan Pendekatan Efek Acak (Random Effect). Agar memperoleh dugaan model yang efisien dan paling baik di antara berbagai pilihan model maka kita perlu menganalisis dugaan model yang kita gunakan berdasarkan pertimbangan statistik. Terdapat tiga pengujian statistik yang digunakan dalam data panel untuk menentukan model mana yang paling baik untuk kita pilih, diantaranya :

4.5.1. Chow test

Chow test atau biasa disebut dengan uji F statistik merupakan pengujian statistik

yang bertujuan memilih model fixed effect atau pooled least square. Hipotesis dari uji ini yaitu :

H0 : Model Pooled OLS

H1 : Model Fixed Effect

Dasar penolakan terhadap hipotesis nol tersebut adalah dengan menggunakan Fstatistik seperti yang dirumuskan :

(36)

Dimana :

RRSS : Restricted Residual Sum Square (Sum Square Residual PLS) URRS : Unrestricted Residual Sum Square (Sum Square Residual Fixed) N : Jumlah data Cross Section

T : Jumlah data Time Series

K : Jumlah variabel penjelas

Dimana pengujian ini menggunakan distribusi Fstatistik yaitu FN-1, NT-N-K. Jika

nilai CHOW Statistic (Fstatistik) hasil pengujian lebih besar dari Ftabel, maka cukup

bukti untuk melakukan penolakan terhadap hipotesis nol sehingga model yang digunakan adalah model Fixed Effect, begitu juga sebaliknya jika nilai CHOW

Statistic (Fstatistik) lebih kecil dari Ftabel maka model yang digunakan adalah model Pooled Least Square.

4.5.2. Hausman Test

Hausman test merupakan uji untuk menentukan apakah kita akan menggunakan model fixed effect atau model random effect. Hipotesis dari uji ini yaitu :

H0 : Model random effect

H1 : Model fixed effect

Nilai statistik hausman akan dibandingkan dengan nilai Chi square sebagai dasar dalam menolak H0. Jika nilai χ2–statistik hasil pengujian lebih besar dari χ2-

tabel maka cukup bukti untuk melakukan penolakan terhadap H0 sehingga

pendekatan yang digunakan adalah fixed effect model dan sebaliknya.

(37)

LM test (The Breusch – Pagan LM Test) digunakan sebagai dasar pertimbangan statistik dalam memilih model Random Effect dan Pooled Least Square. Hipotesis dari uji ini yaitu :

H0 : Model Pooled effect

H1 : Model Random effects

Dasar penolakan H0 yaitu dengan cara membandingkan antara nilai statistik

LM dengan nilai Chi-square. Apabila nilai LM hasil perhitungan lebih besar dari χ2 -tabel maka cukup bukti untuk melakukan penolakan terhadap H0 sehingga model

yang akan digunakan adalah random effect dan sebaliknya.

Dalam melakukan pengujian estimasi model ada beberapa hal yang perlu diingat agar dalam pemilihan model dapat dilakukan secara cepat, yaitu dengan menguji :

a. Random Effect vs Fixed Effect (Hausmann Test)

b. Pooled Least Square vs Fixed Effect (Chow Test)

Strategi yang dilakukan dalam mengambil keputusan dalam memilih sebuah model yang akan digunakan adalah sebagai berikut :

1. Jika (b) tidak signifikan maka menggunakan Pooled Least Square.

2. Jika (b signifikan namun (a) tidak signifikan maka menggunakan Random Effect Model.

3. Jika keduanya signifikan maka menggunakan Fixed Effect Model.

4.6 Pengujian Statistik

(38)

terdapat pada suatu permasalahan, terdapat beberapa kriteria pengujian statistik yaitu uji t, uji F, dan koefisien determinasi yang disesuaikan (R-Sq adj).

4.6.1 Uji t

Uji t merupakan suatu pengujian yang bertujuan untuk mengetahui apakah koefisien regresi signifikan atau tidak pada suatu taraf tertentu (taraf yang digunakan peneliti). Uji t dilakukan untuk melihat apakah variabel penjelas atau variabel bebas secara individu mempunyai pengaruh yang nyata (signifikan) atau tidak berpengaruh nyata (tidak signifikan) terhadap variabel tak bebas yang terdapat pada suatu model.

Hipotesis

H0: βi = 0

H1: βi≠ 0

Uji Statistik thitung =

ttabel = tα(n-k)

dimana :

Sd(βi) = Standar deviasi parameter untuk βi

βi = koefisien ke-i yang diduga

n = jumlah pengamatan

k = jumlah parameter

Kriteria Uji

Apabila : thitung > ttabel, maka tolak H0

thitung < ttabel, maka terima H0

(39)

Jika tolak hipotesis H0 berarti variabel bebas yang diuji pada model tersebut

berpengaruh nyata terhadap variabel tak bebasnya. Sebaliknya apabila terima H0

berarti variabel bebas yang diuji pada model tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap variabel tak bebasnya.

4.6.2 Uji F

Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah variabel penjelas secara bersama-sama (simultan) berpengaruh nyata atau tidak berpengaruh nyata terhadap variabel tak bebas (Nachrowi dan Usman, 2006).

Hipotesis

H0: β1= β2= β3= β4= β5 = 0

H1 : minimal ada satu slope yang tidak sama dengan nol

Uji Statistik Fhitung =

dimana :

e2 = jumlah kuadrat regresi

(1-e2) = jumlah kuadrat sisa

n = jumlah sampel

k = jumlah parameter

Kriteria Uji

Apabila : Fhitung > Ftabel, maka tolak H0

Fhitung < Ftabel, maka terima H0

Kesimpulan

Jika tolak hipotesis H0 berarti terdapat minimal satu slope yang nilainya tidak

(40)

model tersebut secara simultan berpengaruh nyata terhadap variabel tak bebasnya. Sebaliknya apabila terima H0 berarti seluruh slope bernilai 0 sehingga variabel bebas

yang diuji pada model secara bersama-sama tidak memiliki pengaruh yang nyata terhadap variabel tak bebasnya.

4.6.3 Koefisien Determinasi (R2)

Koefisien determinasi (R2) adalah suatu ukuran yang menunjukkan keragaman pada variabel tak bebas (dependen) yang dapat diterangkan pada variasi model regresi atau menunjukkan besarnya sumbangan dari variabel penjelas terhadap variabel respon, nilai koefisien determinasi berkisar antara nol hingga satu (0<R2<1) dimana semakin besar nilai koefisiennya atau mendekati satu maka model yang dibentuk dapat menjelaskan keragaman dari variabel dependen (model semakin baik), begitu pula sebaliknya jika nilai koefisien determinasi rendah atau mendekati nol maka model tersebut kurang dapat menjelaskan keragaman dari variabel tak bebasnya. Adapun rumus untuk koefisien determinasi (R2) dapat dilihat di bawah ini :

R2 =

Dimana :

RSS : Jumlah kuadrat regresi (Residual Sum Square) TSS : Jumlah Kuadrat Total (Total Sum Square)

Selain itu ada pengukuran R2 yang lain yaitu R2 adjusted yang merupakan

nilai R2 yang telah disesuaikan terhadap banyaknya variabel bebas dan banyaknya

observasi. Rumus R2-adjusted adalah :

R2-adj =1-

Dimana :

(41)

k : jumlah variabel bebas

n : jumlah observasi

4.7 Pengujian Asumsi

Pengujian asumsi dilakukan agar model yang dihasilkan merupakan model yang efisien, konsisten, serta tidak dilakukan pelanggaran terhadap asumsi-asumsi mendasar seperti normalitas, multikolinieritas, heteroskedastisitas, dan autokorelasi. Jika terjadi pelanggaran terhadap asumsi-asumsi tersebut maka model menjadi tidak valid.

4.7.1 Uji Normalitas

Salah satu pengujian yang dilakukan dalam persamaan regresi untuk menguji apakah nilai-nilai dari Y berdistribusi normal pada tiap nilai dari X adalah uji normalitas. Pengujian normalitas dapat dilakukan dengan metode yang digunakan untuk menguji kenormalan data adalah metode Kolmogorov Smirnov.

Hipotesis :

H0 : Sebaran Normal

H1 : Sebaran Tidak Normal

Uji Statistik

Dn = max (Fe– F0)

Dimana :

Dn = Nilai Kolmogorov Smirnov hitung

Fe = Frekuensi harapan

F0 = Frekuensi observasi

(42)

KShitung > KStabel atau Pvalue < 5%, maka tolak H0

KShitung < KStabel atau Pvalue > 5%, maka tolak H1

4.7.2 Uji Multikolinieritas

Multikolinieritas adalah hubungan linier antara variabel-variabel bebas (independen) penyusun model dalam persamaan regresi berganda. Beberapa indikasi suatu model persamaan regresi mengandung multikolinieritas dapat dilihat pada hasil estimasi output pada eviews dimana dari nilai R2 yang didapat tinggi (antara 0,7 dan 1) tetapi dalam output tersebut tidak terdapat atau sedikit sekali koefisien dugaan yang nyata pada taraf uji tertentu dan tanda koefisien dari regresi dugaan banyak yang tidak sesuai teori. Adapun beberapa cara untuk menghilangkan masalah kolinieritas dalam suatu model, diantaranya :

1. Menggunakan extraneous atau informasi sebelumnya

2. Mengkombinasikan data cross section dengan data time series

3. Meninggalkan variabel yang sangat berkorelasi

4. Mentransformasikan data

5. Mendapat tambahan atau data baru

4.7.3 Uji Autokorelasi

Autokorelasi mencerminkan adanya hubungan yang terjadi antara error masa lalu dengan error saat ini yang dapat menyebabkan parameter menjadi biassehingga pendugaan parameter menjadi tidak efisien. Untuk mendeteksi ada tidaknya autokorelasi adalah dengan melihat nilai dari Durbin Watson (DW)statistiknya yang dibandingkan dengan nilai dari tabel DW. Berikut merupakan kerangka identifikasi dalam menentukan ada tidaknya autokorelasi.

Tabel 8. Kerangka Identifikasi Autokorelasi

Nilai Durbin Watson Keterangan

(43)

4 – du < DW < 4 – dl Hasil tidak dapat ditentukan 2 < DW < 4 – du Terima H0, tidak ada korelasi serial

du < DW < 2 Terima H0 tidak ada korelasi serial

dl < DW < du Hasil tidak dapat ditentukan 0 < DW < dl Tolak H0, korelasi serial positif

Sumber : Gujarati (2004)

Korelasi serial terjadi apabila error dari periode waktu yang berbeda saling berkorelasi. Untuk mendeteksi hal ini yaitu dengan melihat pola random error dari hasil regresi. Dalam pendekatan fixed effect tidak mensyaratkan persamaan terbebas dari masalah autokorelasi sehinga asumsi adanya autokorelasi dapatdiabaikan.

4.7.4 Uji Heteroskedastisitas

Salah satu asumsi dari model persamaan regresi adalah bahwa ragam sisaan (εt) sama atau homogen, asumsi ini disebut homoskedastisitas. Sedangkan jika ragam

sisaan tidak konstan atau berubah-ubah maka hal tersebut dinamakan heteroskedastisitas. Adanya heteroskedastisitas dalam hasil olahan data panel dapat dilakukan dengan melihat grafik plot residual. Apabila titik-titik pada grafik tersebut tersebar di atas dan di bawah 0 serta tidak menunjukkan adanya pola tertentu maka dapat disimpulkan bahwa model tersebut terbebas dari adanya heteroskedastisitas. Heteroskedastisitas juga dapat dideteksi dengan melihat nilai sum square residual nya apabila model menggunakan metode Generalize Least Square dan pembobotan. Apabila nilai sum square residual pada weighted statistic lebih kecil daripada nilai

sum square residual pada unweighted statistic nya maka dapat disimpulkan bahwa terdapat heteroskedastisitas pada model tersebut.

4.8 Nilai Potensial Perdagangan

Nilai potensial perdagangan (PP) pada penelitian kali ini merupakan rasio antara nilai aktual perdagangan dengan nilai prediksi dari perdagangan komoditas kepiting antara Indonesia dengan ketujuh mitra dagangnya. Penghitungan nilai potensial perdagangan dapat dijelaskan sebagai berikut:

(44)

Dimana :

PP : Nilai Potensial Perdagangan A : Nilai Aktual Perdagangan P : Nilai Prediksi Perdagangan

Adapun nilai A dan P pada persamaan di atas diperoleh dari hasil pengolahan gravity model. Pada software eviews 7, nilai A dan P diperoleh dengan melihat

actual, fitted, residual table (Lampiran 11). Nilai A merupakan nilai actual per negara pada akhir periode time series (tahun 2010) pada tabel tersebut, sedangkan Nilai P adalah nilai fitted tahun 2010 per negara/cross section pada tabel tersebut.

Setelah dimasukkan ke dalam persamaan di atas, maka dapat dilakukan interpretasi sesuai dengan keterangan berikut :

PP > 1 telah terjadi kelebihan perdagangan atau over trade dengan negara tersebut

PP < 1 masih terdapat kekurangan perdagangan atau under trade dengan negara tersebut

Apabila nilai potensial perdagangan yang diperoleh lebih besar daripada 1, maka dapat disimpulkan bahwa perdagangan antara negara pengimpor dan pengekspor tersebut telah melebihi potensi pasarnya (over trade). Terjadinya Over trade menandakan bahwa pasar di negara tersebut telah jenuh dan akan mengakibatkan kecenderungan negara pengimpor untuk mengurangi volume perdagangan dengan negara pengekspor tersebut. Sebaliknya apabila nilai potensial perdagangannya kurang dari 1, maka dapat disimpulkan bahwa perdagangan antar negara pengimpor dan pengekspor tersebut masih kurang dari potensi pasarnya (under trade) dan negara pengimpor akan cenderung untuk menambah volume perdagangannya dengan negara mitra dagangnya tersebut.

4.9 Definisi Operasional

(45)

kepiting Indonesia di negara tujuan ekspor yang dinyatakan dalam satuan kilogram (Kg).

2. Gross Domestic Product (GDP) Negara asal ekspor yang digunakan dalam penelitian ini merupakan GDP per kapita dari Negara Indonesia yang dinyatakan dalam satuan Dollar Amerika (US$).

3. Gross Domestic Product (GDP) Negara tujuan yang digunakan dalam penelitian ini merupakan GDP per kapita masing-masing negara tujuan ekspor kepiting Indonesia yang dinyatakan dalam satuan Dollar Amerika (US$).

4. Harga ekspor merupakan harga yang digunakan dalam transaksi perdagangan internasional. Harga ekspor dinyatakan dalam satuan Dollar Amerika per kilogram (US$/kg).

5. Jarak antara negara Indonesia dengan negara tujuan ekspor kepiting Indonesia didefinisikan sebagai jarak antara pelabuhan terbesar di negara Indonesia dengan pelabuhan terbesar di negara tujuan ekspor dan dinyatakan dalam satuan kilometer (Km). Jarak merupakan proksi bagi biaya transportasi.

(46)

V GAMBARAN UMUM KOMODITAS KEPITING 5.1 Karakteristik Kepiting

Berdasarkan taksonomi, kepiting tergolong ke dalam kelas crustacea karena tubuhnya yang dilindungi oleh kerangka luar yang sangat keras, tersusun dari kitin, dan dipersenjatai dengan sepasang capit. Hewan berkaki sepuluh dari infraordo Brachyura ini memiliki perut (abdomen) yang sama sekali tersembunyi di bawah dada (thorax). Brachyura sendiri berasal dari bahasa Yunani yang artinya mempunyai “ekor” yang sangat “pendek” (brachy = pendek, ura = ekor). Brachyura mencakup kepiting, ketam, dan rajungan. Beragam jenis kepiting tersebar di semua samudera dunia. Ada pula beberapa jenis kepiting air tawar dan darat, khususnya di wilayah-wilayah tropis. Kepiting beraneka ragam ukurannya dari ketam kacang, yang lebarnya hanya beberapa millimeter hingga kepiting laba-laba Jepang, dengan rentangan kaki hingga 4 m.

5.2 Kandungan dan Manfaat Kepiting

Kepiting mengandung nutrisi yang penting bagi kesehatan tubuh. Daging kepiting rendah kandungan lemak jenuh serta merupakan sumber niacin, folate,

pottassium, sumber protein, vitamin B12, phosphorous, zinc, copper, dan selenium

yang sangat baik untuk tubuh. Selenium diyakini berperan dalam mencegah kanker, perusakan kromosom, serta meningkatkan daya tahan terhadap infeksi virus dan bakteri (Kasry, 1996).

Fisheries Research and Development Corporation di Australia berpendapat, bahwa dalam 100 gram daging kepiting bakau terkandung 22 mg Omega-3 (EPA), 58 mg Omega-3 (DHA), dan 15 mg Omega-6 (AA) yang sangat penting untuk pertumbuhan dan kecerdasan anak. Kandungan asam lemak yang lebih besar dimiliki oleh rajungan, yaitu sebesar 137 mg Omega-3 (EPA), 90 mg Omega-3 (DHA), dan 86 mg Omega-6 (AA) untuk setiap 100 gram dagingnya.

Selain dagingnya, kulit kepiting juga memiliki nilai komersial. Kulit kepiting umumnya diekspor dalam bentuk kering sebagai sumber chitin, chitosan dan

(47)

kosmetik, pangan, dan lain-lain. Bahan-bahan tersebut memiliki peran sebagai anti virus, anti bakteri, dan digunakan sebagai obat untuk meringankan serta mengobati luka bakar. Selain itu, bahan tersebut dapat juga digunakan untuk bahan pengawet makanan yang murah dan aman.

5.3 Jenis-Jenis Kepiting Komersial di Indonesia

Moosa (1980) menyebutkan bahwa di Indo Pasifik Barat, jenis kepiting dan rajungan diperkirakan ada 234 jenis, sedangkan di Indonesia terdapat sekitar 124 jenis. Tidak semua jenis kepiting dan rajungan merupakan jenis yang dapat dimakan (edible crab) karena ukuran tubuhnya yang tidak cukup besar ataupun menimbulkan keracunan. Di Indonesia, kepiting bakau dan rajungan merupakan jenis kepiting konsumsi yang mendominasi ekspor komoditas kepiting Indonesia. Kepiting banyak terdapat di area pesisir dimana terdapat mangrove dan air payau. Habitat kepiting bakau terdapat di perairan yang memiliki hutan mangrove. Hutan mangrove menjadi habitat berbagai jenis organisme yang memiliki kemampuan beradaptasi terhadap perubahan ekosistem. Kepiting bakau ditemukan di daerah estuari dan kebanyakan ditangkap di daerah pesisir seperti di Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Papua (Sulistiono et al., 1994).

Kepiting bakau dapat dibagi dalam 4 golongan (tiga spesies dan satu subspesies) yaitu S. serrata, S. oceanica, S. tranquberica dan S. serrata var.

paramamosain. Kepiting bakau hijau (Scylla serrata) dikenal sebagai “giant mud crab”, karena ukurannya yang dapat mencapai 2-3 kg per ekor. Scylla serrata dapat dibedakan dengan dua jenis lainnya berdasarkan morfologi terutama bentuk duri baik pada carapace maupun pada bagian capitnya serta warna dominan pada tubuhnya.

(48)

renangnya. Secara umum Scylla oceanica, dan Scylla transquebarica memiliki ukuran lebih besar daripada S. serrata untuk umur yang sama. Kepiting jantan dicirikan oleh bagian abdomen yang berbentuk agak lancip menyerupai segitiga sama kaki, sedangkan pada kepiting betina dewasa agak membundar dan melebar. Pada kepiting dewasa, yang jantan memiliki ukuran capit lebih besar dibandingkan dengan betina untuk umur yang sama demikian pula halnya dengan ukuran tubuhnya.

Selain kepiting bakau, jenis lain yang memiliki nilai ekspor adalah rajungan atau dikenal dengan nama “swimming crab.” Kepiting bakau cukup mudah dibedakan

dengan famili lainnya, khususnya rajungan. Perbedaan kepiting bakau dengan rajungan (Portunus pelagicus) dapat terlihat cukup dengan melihat warna karapas dan jumlah duri-duri pada karapasnya. Rajungan memiliki warna yang menarik pada karapasnya. Duri akhir pada kedua sisi karapas rajungan relatif lebih panjang dan lebih runcing dari duri akhir pada kepiting bakau. Rajungan bila tidak berada di lingkungan air laut hanya tahan hidup beberapa jam saja (Kasry, 1996). Jenis rajungan yang umum dimakan (edible crab) ialah jenis-jenis yang termasuk cukup besar yaitu sub famili Portuninae dan Podopthalminae. Jenis-jenis lainnya walaupun dapat dimakan, tetapi berukuran kecil dan tidak memiliki daging yang berarti. Jenis-jenis rajungan yang umum terdapat di pasar-pasar Indonesia adalah Portunus pelagicus. Jenis yang kurang umum tetapi masih sering dijumpai di pasar adalah rajungan bintang (Portunus sanguinolentus), rajungan angin (Podopthalamus vigil), rajungan karang (Charybdis feriatus). Jenis-jenis lainnya yang berukuran cukup besar dan biasa dimakan, tetapi jarang dijumpai dipasar-pasar adalah Charybdis callanassa, Charybdis lucifera, Charybdis natatas, Charybdis tunicata, Thalamita crenata, Thalamita danae, Thalamita puguna, dan Thalamita spimmata.

(49)

5.4 Perkembangan Luas Areal Budidaya Tambak

Wilayah perairan Indonesia memiliki hutan bakau yang sangat banyak dan tersebar. Keadaan laut Indonesia penuh kekayaan alam menciptakan habitat untuk kepiting bisa bertahan hidup. Produksi kepiting di Indonesia sebagian besar masih berasal dari hasil tangkap laut dan hanya sebagian kecil saja yang dihasilkan dari budidaya tambak. Permintaan kepiting yang terus meningkat setiap tahunnya, menyebabkan sistem produksi yang berbasi pada penangkapan menjadi tidak lagi

sustainable. Menurunnya kualitas dan ukuran kepiting hasil tangkap setiap tahunnya menjadi pertanda telah terjadi penangkapan berlebih. Kondisi ini menyebabkan beberapa tahun Indonesia mengalami penurunan produksi pada sektor penangkapan kepiting di laut. Cara budidaya tambak diharapkan dapat memberi solusi untuk mengatasi masalah ini, sehingga total produksi kepiting Indonesia setiap tahunnya dapat kembali meningkat.

Tabel 9 menunjukkan luas lahan yang digunakan untuk budidaya tambak di Indonesia. Lahan tersebut tiap tahunnya terus meningkat, namun sebagian besar lahan tersebut masih digunakan untuk budidaya tambak udang dan bandeng. Hal ini disebabkan teknik pembudidayaan kepiting yang masih tergolong baru dan belum dikenal secara luas oleh masyarakat seperti halnya budidaya tambak udang ataupun bandeng.

Tabel 9. Luas Lahan Berpotensi untuk Budidaya Tambak Tahun 1997-2010

(50)

kabupaten diseluruh Indonesia guna mengangkat komoditas perikanan unggulan di wilayah tersebut. Pengembangan klaster industri perikanan sebenarnya sudah diterapkan pula di negara lain seperti Jepang dan Vietnam yang menggunakan sistem satu desa satu komoditas. Beberapa daerah yang mengembangkan sistem klaster industri kepiting dan rajungan antara lain di Medan (Sumatera Utara), Sambas (Kalimantan Barat), Makassar (Sulawesi Selatan), Pemalang (Jawa Tengah), dan Gresik (Jawa Timur).

5.5 Perkembangan Produksi Kepiting Indonesia

Perkembangan produksi subsektor perikanan Indonesia selama ini dapat dikatakan dalam kondisi baik. Permintaan hasil perikanan Indonesia tiap tahunnya meningkat setelah Indonesia melakukan pemasaran ke pasar dunia. Aneka macam komoditi hasil laut dikirim ke negara lain sesuai kebutuhan tiap negara. Konsumsi akan sumber daya laut masyarakat global mengalami peningkatan disebabkan oleh beberapa faktor yaitu: Pertama, meningkatnya jumlah penduduk disertai dengan meningkatnya pendapatan masyarakat. Kedua, meningkatnya apresiasi terhadap makanan sehat (healthy good) sehingga mendorong konsumsi daging dari pola red meat ke white meat. Terakhir, karena berjangkitnya penyakit pada hewan yang menjadi sumber protein hewani lainnya selain ikan dan sumberdaya laut sehingga sumber daya laut menjadi sumber alternatif terbaik.

Produksi kepiting dari hasil tangkap laut sejauh ini tersebar di provinsi Sumatera Barat, Sumatera Utara, Kepulauan Bangka Belitung, Jawa Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, dan Sulawesi Tenggara. Pada Tabel 10 terlihat lokasi produksi kepiting tangkap di Indonesia yang dihasilkan tidak tersebar secara merata dari seluruh provinsi yang ada. Hanya terdapat beberapa provinsi yang berpotensi menghasilkan komoditi kepiting tangkap yaitu provinsi yang memiliki perairan dengan hutan mangrove.

Tabel 10. Delapan Provinsi Berpotensi Produksi Kepiting Hasil Tangkap di Indonesia Tahun 2008-2010

Nama Provinsi 2008 2009 2010 Laju (%/tahun)

Gambar

Tabel 1.  Penduduk di atas 15 Tahun yang Bekerja menurut Lapangan Pekerjaan
Tabel 2.  Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Konstan menurut Lapangan Usaha
Tabel 5. Volume dan Nilai FOB Ekspor Kepiting Segar (HS 030624000) Indonesia tahun 2001-2010
Tabel 6.  Perkembangan Konsumsi Kepiting Dunia Tahun 1990-2007
+7

Referensi

Dokumen terkait

Melakukan berbagai bentuk latihan kebugaran jasmani yang berkaitan dengan kesehatan (daya tahan, kekuatan).. Melakukan pengukuran berbagai bentuk latihan kebugaran jasmani

Hipokalsemia simtomatik adalah kedaruratan, membutuhkan pemberian segera kalsium intravena. Garam kalsium parenteral termasuk kalsium glukonat, kalsium klorida dan kalsium

Set data uji coba terdiri dari atribut campuran numerik dan kategorikal serta memiliki beberapa kelas atau klaster dimana sebagian di antaranya adalah kelas dengan

Formulasi dari struktur aktiva adalah sebagai berikut: Struktur aktiva :  Aktiva Total Tetap  Aktiva Total (Syamsudin 2001:9) Perusahaan yang mempunyai aktiva tetap jangka panjang

Akibatnya, individu yang mengalami pertumbuhan karir dengan bekerja pada tugas-tugas yang berhubungan dengan tujuan karir mereka, akan memungkinkan mereka untuk belajar

Sifat penata yang senang menyendiri, tidak percaya diri dan suka memendam perasaan merupakaan watak yang terdapat pada watak melankolis yang sempurna dan

dirumuskan oleh undang-undang sebagai alat pembayaran yang sah. Berdasarkan fungsinya dalam kegiatan sehari-hari, uang adalah suatu benda yang dapat digunakan sebagai alat

Data pada tabel diatas menunjukkan untuk variabel persepsi, item pertanyaan persepsi 1, sebanyak 82,7% responden menyatakan setuju bahwa informasi yang diterima