• Tidak ada hasil yang ditemukan

Deteksi Sebaran Ikan Demersal Berdasarkan Analisa Backscattering Volume di Perairan Pulau Gebe, Halmahera Tengah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Deteksi Sebaran Ikan Demersal Berdasarkan Analisa Backscattering Volume di Perairan Pulau Gebe, Halmahera Tengah"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

DETEKSI SEBARAN IKAN DEMERSAL

BERDASARKAN ANALISA

BACKSCATTERING VOLUME

DI PERAIRAN PULAU GEBE, HALMAHERA TENGAH

R. IRFAN ISTIQOM PERDANA

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Deteksi Sebaran Ikan Demersal Berdasarkan Analisa Backscattering Volume di Perairan Pulau Gebe, Halmahera Tengah adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2013

R. Irfan Istiqom Perdana

(4)

ABSTRAK

R. IRFAN ISTIQOM PERDANA. Deteksi Sebaran Ikan Demersal Berdasarkan Analisa Backscattering Volume di Perairan Pulau Gebe, Halmahera Tengah. Dibimbing oleh SRI PUJIYATI dan SULISTIONO.

Hidroakustik merupakan metode yang dapat digunakan untuk mengetahui potensi sumberdaya ikan demersal. Analisa Backscattering Volume dilakukan untuk mendapatkan pendugaan sebaran ikan demersal pada suatu area perairan. Penelitian ini dilakukan di perairan Pulau Gebe, Halmahera Tengah, Maluku Utara. Perekaman data dilakukan dengan menggunakan perangkat akustik Biosonic, sedangkanpengolahan data dilakukan dalam perangkat lunak Echoview 4.8. Perairan Pulau Gebe merupakan perairan dalam yang dilalui oleh Arus Lintas Indonesia (Arlindo) dengan paparan yang curam. Kemunculan gerombolan ikan demersal berskala kecil hampir merata di sepanjang jalur perekaman data. Secara umum pada bulan Februari banyak ditemukan gerombolan ikan demersal berskala kecil pada waktu pagi hingga sore hari. Beberapa gerombolan ikan demersal berskala besar ditemukan pada perairan dekat pesisir selatan Pulau Gebe.

Kata kunci: ikan demersal, hidroakustik, backscattering volume (SV).

ABSTRACT

R. IRFAN ISTIQOM PERDANA. Detection of Demersal Fish Distribution Based on Backscattering Volume Analyzes in Gebe Island Waters, Central Halmahera. Supervised by SRI PUJIYATI and SULISTIONO.

Hydroacoustics is a method that can be used to find out the potential demersal fish resources. Backscattering Volume analysis is done to get a prediction on a distribution of demersal fish area waters. This research was conducted in the waters of The Gebe Island of Central Halmahera, North Maluku. Recording of data is done using acoustic devices Biosonic, while data processing done in Echoview 3.0. Gebe Island waters are deep water crossed by Arus Lintas Indonesia (Arlindo) which flows of cross-Indonesia with steep slope. The emergence of small scale demersal fish schooling almost equal along the path of the recording data. Generaly in February small-scale demersal fish schooling found in the morning until the afternoon. However, large scale of demersal fish schooling mostly discovered on waters near Gebe Island's southern coast.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Kelautan

pada

Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan

DETEKSI SEBARAN IKAN DEMERSAL

BERDASARKAN ANALISA

BACKSCATTERING VOLUME

DI PERAIRAN PULAU GEBE, HALMAHERA TENGAH

R. IRFAN ISTIQOM PERDANA

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Deteksi Sebaran Ikan Demersal Berdasarkan Analisa

Backscattering Volume di Perairan Pulau Gebe, Halmahera Tengah Nama : R. Irfan Istiqom Perdana

NIM : C54080064

Disetujui oleh

Dr. Ir. Sri Pujiyati, M.Si

Pembimbing I Dr. Ir. Sulistiono, M.Sc Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr. Ir. I Wayan Nurjaya M.Sc Ketua Departemen

(8)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur atas rahmat dan karunia yang telah Allah SWT limpahkan sehingga skripsi dengan judul Deteksi Sebaran Ikan Demersal Berdasarkan Analisa Backscattering Volume di Perairan Pulau Gebe, Halmahera Tengah ini telah berhasil penulis selesaikan.

Terselesaikanya skripsi ini bukanlah atas usaha penulis sendiri, melainkan atas bantuan, dorongan, dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak dan Ibu tercinta atas segala kasih sayang, do’a, dukungan, dan segalanya yang telah diberikan;

2. Dr. Ir. Sri Pujiyati, M.Si sebagai Pembimbing Utama dan Dr. Ir. Sulistiono, M.Sc sebagai Pembimbing Anggota yang telah memberikan arahan, bimbingan dan dukungan;

3. Dr. Ir. Totok Hestirianoto, M.Sc, Asep Mamun S.Pi, Williandi Setiawan M.Si, dan Sri Ratih Deswati M.Si yang telah memberi masukan dan dukungan;

4. Keluarga besar ITK 45 atas dukungan moril dan kebersamaanya baik suka maupun duka.

Demikian yang dapat penulis sampaikan, semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat positif. Terimakasih.

Bogor, Juni 2013

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

METODE 3

Waktu dan Lokasi Penelitian 3

Instrumen Penelitian 3

Metode Perekaman Data Akustik 4

Pengolahan dan Analisa Data Akustik 4

HASIL DAN PEMBAHASAN 7

Profil Batimetri Perairan Sekitar Pulau Gebe 7

Kemunculan SV Terhadap Rentang Threshold 8

Sebaran SV Secara Horizontal 10

Sebaran Rerata SV Berdasarkan Selang Kelas Kedalaman 10

Sebaran SV Berdasarkan Waktu 12

SIMPULAN DAN SARAN 18

Simpulan 18

Saran 18

DAFTAR PUSTAKA 19

(10)

DAFTAR TABEL

1 Ikan-ikan utama yang termasuk kelompok ikan demersal 12

DAFTAR GAMBAR

1 Peta lokasi dan jalur pengambilan data 3

2 Proses echo-integration dalam Echoview 4.8 4

3 Diagram alir pengolahan dan analisa data 6

4 Profil batimetri sekitar Pulau Gebe 7

5 Grafik kemunculan SV terhadap rentang threshold 8

6 Sebaran horizontal SV 9

7 Grafik sebaran vertikal SV 11

8 Grafik sebaran SV terhadap waktu 13

9 Grafik sebaran SV terhadap waktu Hari Pertama 14

10 Grafik sebaran SV terhadap waktu Hari Kedua 15

11 Grafik sebaran SV terhadap waktu Hari Ketiga 16

12 Grafik sebaran SV terhadap waktu Hari Keempat 17

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Wilayah laut Indonesia sangat luas hingga melebihi dari wilayah daratanya. Terdapat berbagai sumberdaya baik hayati maupun non-hayati yang melimpah di dalamnya. Namun, belum semua sumberdaya yang ada di laut Indonesia diketahui dan dimanfaatkan secara optimal. Salah satu sumberdaya terbarukan laut Indonesia yang hingga kini masih menjadi produksi utama adalah sumberdaya perikanan. Pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya perikanan di Indonesia masih menemui berbagai kendala, karena luasnya laut Indonesia serta persebaran sumberdaya perikanan yang tidak merata yang mempengaruhi perbedaan produktifitas di tiap wilayah. Mengatasi hal ini, maka dibutuhkan sistem informasi yang akurat mengenai sumberdaya perikanan tersebut. Sehingga dapat dikelola secara optimal, efisien, dan berkelanjutan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Potensi sumberdaya perikanan berdasarkan ruang terbagi atas demersal dan pelagis. Berdasarkan asosiasi organisme terhadap lingkunganya, Nybakken (1992) membagi laut menjadi dua zonasi, yaitu zona bentik (berasosiasi dengan dasar laut / ikan demersal) dan zona pelagis (berasosiasi dengan kolom air / ikan pelagis). Ikan demersal itu sendiri jika dilihat dari segi ekologinya merupakan jenis ikan yang hidup di lapisan dekat dasar dan dasar perairan (Aoyama, 1973 dalam Pujiyati, 2008). Sumberdaya ikan demersal merupakan salah satu potensi yang dimiliki oleh laut Indonesia dalam sumberdaya perikanan secara umum, meskipun saat ini produksi ikan pelagis lebih populer dibandingkan dengan ikan demersal. Sumberdaya pelagis lebih populer untuk dimanfaatkan daripada demersal karena ikan pelagis memiliki sifat-sifat yang lebih memudahkan manusia untuk menangkapnya. Ikan pelagis hidupnya cenderung bergerombol dan berada di kolom perairan sehingga mudah dideteksi dan ditangkap khususnya untuk tujuan eksplorasi. Sementara itu, ikan demersal berada di dasar perairan yang membentuk kelompok / gerombolan kecil, serta bahkan beberapa diantaranya hidup secara soliter sehingga sulit dideteksi. Selain itu beragamnya bentuk dasar jenis substrat dan kedalaman Laut Indonesia mengakibatkan kelimpahan ikan demersal di setiap wilayah perairan berbeda. Kurangnya informasi ini di sisi lain juga dapat mengakibatkan penangkapan berlebih terhadap beberapa jenis ikan demersal yang dapat berakibat kepunahan di suatu wilayah perairan, mengingat sifat sebagian besar ikan demersal yang cenderung menetap dan memiliki daerah ruaya yang sempit serta memiliki kecepatan pertumbuhan yang rendah. Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Cilacap (2007) dalam Saputra et al (2008) menyatakan bahwa pemanfaatan sumberdaya demersal di Samudera Hindia sudah mencapai tangkap jenuh (full exploited).

(12)

2

Gebe memiliki ketersediaan sumberdaya pesisir yang cukup besar dan sangat berpotensi. Gebe memiliki prasarana yang cukup lengkap peninggalan dari PT. ANTAM yang melakukan kegiatan eksploitasi nikel sejak tahun 1979 hingga 2003 (Samad, 2004).

Metode yang aman serta efisien untuk mendapatkan informasi yang tepat mengenai ikan demersal adalah metode hidroakustik. Akustik adalah teori tentang gelombang suara dan perambatannya di dalam suatu medium (dalam hal ini air, maka disebut dengan hidroakustik). Hidroakustik merupakan teknologi yang dapat digunakan untuk mendeteksi sumberdaya hayati dan nonhayati secara lebih akurat, cepat, dalam jangkauan yang luas, tidak mengganggu biota dan tidak merusak lingkungan (Fauziyah dan Jaya, 2010). Sistem akustik terbagi menjadi dua, yaitu echosounder yang berupa sistem pancar vertikal dan SONAR (Sound Navigation and Ranging) yang merupakan sistem pancar horizontal (Burcynsky, 1982). Dalam penerapanya di bidang perikanan, sistem yang digunakan adalah echosounder. Metode ini dapat dinyatakan untuk menduga keberadaan populasi ikan (Mitson, 1983). McLennan dan Simmonds (2005) menyatakan data hidroakustik merupakan data hasil estimasi echo counting dan echo integration melalui proses pendeteksian bawah air. Berbagai penerapan metode akustik dapat dilakukan dalam bidang perikanan, seperti studi tingkah laku dan migrasi ikan, identifikasi ikan, budidaya ikan, acoustic driving and concentrating, biotelemetry system, dan fish caller (Sachoemar, 1992 dalam Brown, 1998). Dalam McLennan dan Simmonds (2005) dinyatakan bahwa Kimura (1929) merupakan orang pertama yang sukses melakukan percobaan deteksi akustik terhadap ikan. Kimura melakukan percobaanya tersebut pada kolam budidaya ikan dengan menempatkan sebuah transmitter dan sebuah receiver yang terpisah di dua sudut pada satu sisi kolam menghadap secara horizontal yang mana letaknya dekat dengan permukaan kolam. Dalam percobaanya ini Kimura menemukan bahwa ikan terdeteksi oleh fluktuasi dari transmisi sinyal yang disebabkan oleh pergerakan ikan. Menurut MacLennan dan Simmonds (1992), tingkat ketelitian sistem hidroakustik sangat tinggi sehingga sangat tepat digunakan untuk menduga kelimpahan ikan di suatu perairan. Hingga saat ini telah banyak penelitian hidroakustik yang dilakukan untuk mendeteksi ikan.

Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Menganalisis sebaran spasial ikan demersal di perairan sekitar Pulau Gebe.

(13)

3

METODE

Waktu dan Lokasi Penelitian

Pengambilan data akustik telah dilakukan di Perairan Pulau Gebe, Halmahera Tengah, Maluku Utara pada tanggal 11 hingga 15 Februari 2012 yang dilakukan oleh tim Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) IPB. Pengambilan data dilakukan sepanjang lintasan pada jalur yang telah ditentukan, mengelilingi Pulau Gebe dan di sekitar Pulau Uta dan Pulau Yoi. Jalur pengambilan data dapat dilihat pada Gambar 1. Pengolahan data hasil perekaman dilakukan di Laboratorium Akustik Kelautan, Bagian Akustik dan Instrumentasi Kelautan, Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Gambar 1. Peta lokasi dan jalur pengambilan data Instrumen Penelitian

Peralatan yang digunakan dalam penelitian baik perangkat keras maupun lunak yang meliputi pengambilan data dan pengolahan serta analisis data adalah sebagai berikut:

a. Perangkat Split Beam Echosounder:

(14)

4

- Seperangkat Personal Computer (PC) sebagai display (BioSonics Visual Acquisition)

b. Seperangkat Personal Computer (PC); c. Perangkat lunak analisis data:

Pada penelitian ini data akustik direkam dengan menggunakan perangkat split beam BioSonics DT-4X Digital Scientific Echosounder dengan frekuensi 201 kHz. Panjang pulsa yang ditransmisikan adalah 0,50 ms, sedangkan ping rate sebesar 5 ping/detik.

Pengolahan dan Analisa Data Akustik

Data yang telah direkam oleh BioSonics DT-4X Digital Scientific Echosounder dan telah disimpan dalam hard-disk dengan extensi *dt4 kemudian divisualisasi ke dalam perangkat lunak Echoview 4.8. Dalam perangkat lunak ini selanjutnya data dikelompokkan dalam satuan ESDU (Elementary Sampling Distance Unit) yang kemudian dilakukan echo-integration pada masing-masing ESDU. Namun sebelumnya, dilakukan beberapa pengaturan dalam Variable Properties pada perangkat lunak Echoview 4.8 serta penentuan ketebalan lapisan perairan pada dasar perairan yang akan dilakukan echo-integration. Proses pengaturan Variable Properties hingga echo-integration dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Proses echo-integration dalam Echoview 4.8

Echo-integration merupakan sarana untuk memperkirakan jumlah ikan dalam beam akustik, sehinga dapat diketahui apakah sinyal yang diterima terjadi tumpang tindih echo (Maclennan dan Simmonds, 1992). Kalibrasi sebelum integrasi dalam perangkat lunak Echoview 4.8 disesuaikan dengan keadaan lapang

(15)

5 ketika dilakukan perekaman data akustik. Data yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebanyak 350.950 ping (jika dibagi menurut satuan ping) dengan SL (Source Level) sebesar 222,00 dB. Kemudian data tersebut dikelompokkan dalam 7.020 ESDU yang mana dalam satu luasan echo-integration ESDU terdapat 50 ping. Jarak antara tiap satu ESDU dan ESDU sesudahnya adalah 35,89 m. Wilayah dalam satu ESDU dibatasi oleh grid ping number secara vertical dan dua line / garis horizontal yang telah ditentukan sebelumnya sebagai pembatas kolom perairan dekat dengan dasar yang akan diintegrasi. Kedua garis tersebut merupakan garis yang sama persis dengan garis hasil digitasi dasar perairan, yang mana mengikuti kontur dasar perairan. Kolom yang akan diintegrasi memiliki jarak R terhadap dasar perairan, dimana jarak R diperoleh dari:

R = . τ 2 ……… (1)

Dimana:

- R = jarak terdekat antara target dengan transduser (meter); - C = cepat rambat suara dalam medium air (1541,66 m/s); - τ = lamanya waktu ketika echo diterima oleh transduser setelah

pulsa dipancarkan (0,0005 s).

Garis pertama terletak 0,39 m di atas dasar perairan yang berfungsi untuk meminimalisir kemungkinan overlap ikan demersal ketika dilakukan echo-integration, yaitu keadaan dimana ikan demersal menempel dengan dasar perairan sehingga sulit untuk dibedakan, sedangkan garis kedua adalah garis yang berada lima meter di atas garis pertama. Di antara kedua garis ini kemudian membentuk kolom dasar perairan yang memanjang mengikuti kontur dasar perairan. Rentang threshold yang digunakan pada saat dilakukan echo-integration yaitu -60,00 hingga -24,00 dB.

Data hasil integrasi kemudian disortir dalam Microsoft Excel 2007 sesuai dengan rentang threshold pada saat dilakukan integrasi. Penyortiran dilakukan untuk menyingkirkan data yang memiliki nilai SV di luar dari rentang threshold, sehingga data yang diperoleh setelah penyortiran menjadi 1.474 ESDU. Besarnya penurunan jumlah data setelah penyortiran ini disebabkan oleh banyak data yang memang memiliki nilai SV lebih kecil dari -60,00 dB yaitu batas minimum rentang threshold. Informasi yang digunakan dari data tersortir tersebut antara lain adalah waktu (tanggal dan jam), Ping, Sv mean, NASC, rerata kedalaman, dan titik koordinat. Urutan pengolahan data dapat dilihat pada Gambar 3. Nilai Scattering Volume menunjukan nilai pantulan dari target suatu kelompok ikan yang terdeteksi. Semakin besar nilai SV maka kemungkinan pengelompokan target semakin besar dan sebaliknya (Mamun, 2009).

Gambar 3. Diagram alir pengolahan dan analisa data Echo-integration (Echoview 4.8)

Sortir berdasarkan Threshold (Microsoft Excel 2007)

(16)

6

Penetapan kedalaman dasar perairan untuk mengetahui sebaran SV berdasarkan selang kelas kedalaman, maka digunakan rumus sebagai berikut untuk mengetahui selang kelasnya (Nasoetion dan Barizi, 1985 dalam Pujiyati, 2008):

n = 1 + 3,3 log ( ∑ y ) ………. (2) Dimana:

- n = Selang kelas kedalaman (m); - ∑ y = Jumlah data.

(17)

7

HASIL DAN PEMBAHASAN

Profil Batimetri Perairan Sekitar Pulau Gebe

Perairan di sekitar Pulau Gebe rata-rata memiliki kedalaman yang cukup dalam. Hal ini dikarenakan pulau ini masih termasuk dalam Laut Halmahera yang dilewati oleh Arlindo (Arus Lintas Indonesia), yang mana arus ini menyebabkan kecilnya proses sedimentasi. Selain itu, di Laut Halmahera merupakan laut yang dilewati oleh dua massa air yang berasal dari Pasifik Selatan dan aliran massa air dari Laut Maluku yang berasal dari Pasifik Utara (Hadikusumah, 2010).

Gambar 4. Profil batimetri sekitar Pulau Gebe

(18)

8

Kemunculan SV Terhadap Rentang Threshold

Rentang nilai SV dari hasil integrasi menunjukkan nilai terendah adalah -60,00 dB dan nilai tertingginya adalah -39,97 dB. Gambar 5 menunjukkan sebaran frekuensi kemunculan SV dalam rentang 3,00 dB. Sebaran kemunculan SV cenderung menurun ketika rentang threshold ada pada desibel yang lebih besar. Pada gambar bahwa diperoleh nilai terbanyak pada rentang threshold minimum A (-60,00 hingga -57,00 dB) dengan jumlah kemunculan mencapai 976 kali. Pada rentang threshold maksimum G (-42,00 hingga -39,00 dB) hanya terdapat dua kali kemunculan nilai SV. Terjadi perbedaan yang tidak terlalu signifikan pada selang D (-51,00 hingga -48,00 dB); E (-48,00 hingga -45,00 dB); F (-45,00 hingga -42,00 dB); dan G (-42,00 hingga -39,00 dB). Rendahnya kemunculan SV pada selang D, E, F, G tersebut berasal dari gerombolan ikan yang berukuran besar. Adapun simpangan baku atau standar deviasi yang diperoleh dari selang SV adalah 2,16. Nilai SV pada selang A memiliki frekuensi yang tinggi,hal ini menunjukkan bahwa perairan tersebut banyak dihuni oleh gerombolan ikan yang berukuran kecil.

(19)

9 Sebaran SV Secara Horizontal

Sebaran SV secara horizontal ditampilkan sesuai dengan jalur pengambilan data. Gambar 6 menunjukkan bahwa SV pada selang -60,00 hingga -57,00 dB kemunculanya hampir merata di sepanjang jalur lintasan. Sebagian besar SV pada selang ini ditemukan pada perairan berkedalaman 140 m. Namun sebaliknya gerombolan yang berukuran besar hanya ditemukan pada titik-titik tertentu dan umumnya berada di dekat pantai.

Gambar 6. Sebaran horizontal SV

(20)

10

bakau, rataan terumbu (reef flat), tengah terumbu (reef middle), terumbu (reef margin), dan zona tubir (reef slope). Kemunculan gerombolan ikan besar yang berada di daerah dekat dengan pantai di selatan Pulau Gebe dipengaruhi oleh jenis substrat daerah itu sendiri. Menurut Samad (2004) bahwa penutupan hutan mangrove alami dan karang banyak terdapat di pesisir bagian selatan pulau, sedangkan pantai bagian utara didominasi oleh pasir putih dan fringing reef, kerikil dan batu. Hutan mangrove alami dan penutupan karang pada bagian selatan pesisir Pulau Gebe ini menyebabkan substrat pada daerah ini berupa lumpur dan karang-pasir. Selain itu, ekosistem terumbu karang juga memungkinkan sebagai tempat berkumpulnya ikan, karena ekosistem karang merupakan tempat berasosiasi berbagai organisme sebagai tempat berlindung, mencari makan (feeding ground), reproduksi (spawning ground), dan pembesaran (nursery ground).

Gerombolan ikan yang banyak ditemukan di daerah dekat dengan daratan disebabkan pada daerah ini banyak dipengaruhi oleh daratan, termasuk kesuburan substrat dasarnya. Kesuburan substrat dasar perairan ini disebabkan oleh masukan nutrien dari daratan. Nutrien pada substrat dasar berpengaruh terhadap keberadaan mikrofauna pada substrat tersebut. Mikrofauna berperan sebagai pengurai bahan-bahan anorganik menjadi bahan-bahan-bahan-bahan organik yang banyak dimanfaatkan oleh biota-biota lain (Pujiyati, 2008). Menurut Laevastu dan Hela (1981) mikrofauna digambarkan sebagai awal terbentuknya mata rantai makanan bagi biota-biota laut lainya. Adanya masukan zat hara dari daratan maka akan banyak terdapat biota pengurai yang mana berimbas pada konsumen di atasnya, dalam hal ini ikan demersal. Pada penelitian yang dilakukan oleh Budiman, et al (2006) di perairan Kendal, Jawa Tengah, membuktikan bahwa melimpahnya invertebrata menyebabkan keseimbangan komunitas organisme demersal menjadi melimpah juga. Invertebrata merupakan salah satu sumber makanan bagi ikan – ikan demersal. Secara umum sebaran horizontal nilai SV di atas memberikan informasi bahwa padabulan Februari ditemukan gerombolan ikan berukaran besar pada daerah dekat dengan pantai.

Sebaran Rerata SV Berdasarkan Kedalaman Dasar Perairan

Kedalaman dasar perairan yang terdeksi terbagi dalam 12 selang. Setiap kelas memiliki rentang sebesar 11,45 m. Satu titik nilai SV pada tiap kelas kedalaman merupakan hasil dari rerata SV yang masuk ke dalam satu kelas tersebut. Pada Gambar 7 menunjukkan fluktuasi yang beragam. Terlihat bahwa rerata SV tertinggi terdapat pada kedalaman dasar perairan 67,42 – 78,87 m yaitu -51,26 dB, sedangkan rerata SV terendah terdapat pada kedalaman dasar perairan setelahnya, yaitu 78,87 -90,33 m dengan nilai rerata SV -59,11 dB. Pada umumnya hingga kedalaman 101,78 m memiliki nilai SV yang menurun kecuali pada kedalaman dasar perairan 67,42 – 78,87 m. Namun setelah kedalaman 101,78 m nilai SV naik.

(21)

11

(22)

12

Sebaran SV terhadap kedalaman dasar perairan pada Gambar 7 sekilas memperlihatkan adanya dua tren yang mirip, yaitu tren pertama pada kedalaman dasar 10,14 – 21,59 m; 21,59 – 33,05 m; 33,05 – 44,50 m; 44,50 – 55,96 m; 55,96 – 67,42 m; 78,87 – 90,33 m; dan 90,33 – 101,78 m. Sedangkan tren kedua yaitu pada kedalaman dasar 67,42 – 78,87 m; 101,78 – 113,24 m; 113,24 – 124,70 m; 124,70 – 136,15 m; 136,15 – 147,61 m. Kedua tren ini menunjukkan kesamaan sifat yaitu semakin dalam kedalaman dasar perairan maka nilai SV rataanya semakin turun pula. Hal ini menunjukkan bahwa semakin dalam kedalaman dasar perairan maka semakin kecil pula gerombolan ikan demersal yang terdeteksi. Kondisi seperti ini dapat disebabkan oleh migrasi pendek ikan demersal dari dasar perairan yang lebih dalam ke lingkungan dasar perairan yang lebih dangkal. Sehingga terjadi peningkatan nilai rerata SV pada kedalaman dasar perairan yang lebih dangkal. Asumsi tersebut didukung dengan keberadaan gerombolan ikan demersal yang merata di setiap selang kelas kedalaman, meskipun tidak dapat dipastikan mereka terdiri dari spesies yang sama ataupun berbeda.

Secara umum, dugaan keberadaan ikan pada perairan sekitar Pulau Gebe ini adalah merata terhadap kedalaman. Menurut Aoyama (1973) dalam Pujiyati (2008), ciri utama ikan demersal adalah memiliki aktifitas yang relatif rendah, gerak ruaya yang tidak jauh, dan membentuk gerombolan yang tidak terlalu besar, sehingga penyebaranya relatif lebih merata dibandingkan dengan ikan pelagis. Namun, bila dilihat dari perubahan nilai SV yang terjadi pada kedalaman dasar perairan yang berbeda dapat disebabkan oleh perbedaan jenis ikan yang terdeteksi. Jenis- jenis ikan utama yang termasuk ke dalam kelompok ikan demersal dapat dilihat pada Tabel 1. Kelompok ikan demersal ini dibagi menjadi dua jenis yaitu ikan demersal besar dan ikan demersal kecil (Pujiyati, 2008).

Tabel 1. Ikan-ikan utama yang termasuk kelompok ikan demersal

Sumber: Boer, et al (2001) dalam Pujiyati (2008)

(23)

13 rendah (Munawir, 2006). Distribusi dan kelimpahan ikan yang dimaksud adalah ikan dengan jenis yang sama. Ikan dapat mengetahui perubahan suhu lebih kecil dari 0,10 ºC, tiap spesies mempunyai toleransi suhu dan cakupan toleransi dapat mempengaruhi sebaran dan distribusi ikan (Laevastu dan Hayes, 1981). Setiap spesies ikan demersal memiliki toleransi terhadap lingkungan yang berbeda-beda.

Sebaran SV Berdasarkan Waktu

Grafik sebaran SV terhadap waktu pengambilan pada Gambar 8 menunjukkan bahwa kemunculan nilai SV besar secara umum banyak terdapat pada rentang waktu 12.00 – 18.00 WIT, sesuai dengan penelitian Lawson dan Rose (1999) yang menunjukkan ikan demersal pada siang hari cenderung berada pada kolom perairan sehingga dapat terdeteksi oleh sinyal akustik. Ikan demersal umumnya bersifat nokturnal karena mereka akan aktif mencari makan pada malam hari dengan mengandalkan indera penciuman dan beristirahat pada siang hari (Raharjo, 2002). Terdeteksinya ikan demersal pada waktu siang hari menunjukkan bahwa ikan demersal pada rentang waktu tersebut sedang dalam keadaan pasif / istirahat. Selain itu, Aoyama (1973) dalam Pujiyati (2008) menyatakan bahwa ikan demersal aktifitasnya relatif rendah dan mempunyai daerah kisaran ruaya yang sempit. Nilai SV (-50,00 hingga -40,00 dB) banyak terdeteksi sekitar pukul 14.00 – 18.00 WIT, sedangkan pada rentang nilai SV -55,00 hingga -50,00 dB banyak dideteksi pada pukul 14.00 – 20.00 WIT. Sebaran yang hampir merata adalah pada rentang nilai SV -60,00 hingga -55,00 dB yang hampir selalu muncul di sepanjang siang hari. Hal ini dikarenakan pengambilan data hanya dilakukan dari pukul 08.00 hingga 20.00 WIT sehingga sulit untuk mengetahui besarnya SV pada saat malam hari. Data ini dapat digunakan sebagai informasi bagi nelayan bahwa umumnya ikan-ikan besar yang berada di sekitar Pulau Gebe terdeteksi pada siang hari.

Gambar 8. Grafik sebaran SV terhadap waktu

Penjabaran kemunculan temporal sebaran SV per hari dengan merata-ratakan nilai SV tiap 15 menit dapat dilihat pada gambar 9-13 berikut ini:

06:00:00-65 09:00:00 12:00:00 15:00:00 18:00:00 21:00:00

(24)

14

(25)

15

(26)

16

(27)

17

(28)

18

(29)

19

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Penelitian ini menghasilkan beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Sebaran ikan demersal di Perairan Pulau Gebe pada bulan Februari

didominasi oleh gerombolan ikan dengan ukuran yang kecil, yang mana kemunculanya hampir merata di sepanjang jalur pengambilan data akustik;

2. Pada daerah dekat pesisir selatan Pulau Gebe dengan kedalaman hingga 70 m didominasi oleh kemunculan gerombolan ikan berukuran besar; 3. Bulan Februari sebaran ikan demersal terhadap waktu menunjukkan

bahwa pada pukul 12.00 – 18.00 WIT.

Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui sebaran ikan demersal secara pasti di perairan Pulau Gebe pada musim yang berbeda, serta cakupan jalur perekaman data yang lebih rapat;

(30)

20

DAFTAR PUSTAKA

Budiman, Supriharyono, Asriyanto. 2006. Analisis Sebaran Ikan Demersal Sebagai Basis Pengelolaan Sumberdaya Pesisir di Kabupaten Kendal. Jurnal Pasir Laut. 2(1): 52-63.

Burczyski JJ. 1982. Introduction to The Use of Sonar Systems for Estimating Fish Biomass. FAO. Fisheries Technical Paper No.191 Revision 1.

Brown A. 1998. Pendugaan Densitas Ikan Pelagis Dengan Metode Akustik Split Beam di Perairan Selat Sunda. [tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana IPB. Dayu H. 2007. Pendugaan Ikan Pelagis dan Ikan Demersal Berdasarkan Area

Density dan Volume Density di Perairan Timur Sumatra dan Kepulauan Bangka Belitung. [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Fauziyah, Jaya A. 2010. Densitas Ikan Pelagis Kecil Secara Akustik di Laut Arafura. Jurnal Penelitian Sains. 13(1D): 21-25.

Hadikusumah. 2010. Massa Air Subtropical di Perairan Halmahera. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis. 2(2): 92-108.

Laevastu T, ML Hayes. 1981. Fisheries Oceanography and Ecology. London: Fishing News Books Ltd.

Lawson GL, GA Rose. 1999. The Importance of Detectability to Acoustic Surveys of Semi-demersal Fish. ICES Journal of Marine Science. 56: 370-380.

Longhurst AR, D Pauly. 1987. Ecology of Tropical Oceans. San Diego: Academic Press Inc.

Lowe RH, McConnell. 1987. Ecological Studies In Tropical Fish Communities. Cambridge: Cambridge University Press.

MacLennan DN, EJ Simmonds. 1992. Fisheries Acoustics. London: Chapman & Hall Ltd.

MacLennan DN, EJ Simmonds. 2002. Fisheries Acoustics. 2nd Edition. Cornwall: Blackwell Science Ltd.

Mamun A. 2009. Rancang Bangun Sistem Informasi Data Hidroakustik Berbasis Website. [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Mitson RB. 1983. Fisheries Sonar. Surrey: Fishing News Books Ltd.

Munawir. 2006. Interpretasi Sebaran Nilai Target Strength (TS) dan Densitas Ikan Demersal Dengan Metode Hidroakustik di Teluk Pelabuhan Ratu. [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Nybakken JW. 1992. Biologi Laut, Suatu Pendekatan Ekologis. Alih Bahasa: A.M. Eidman, Koesoebiono, D.G. Bengen, Malikusworo Hutomo dan Sukritijono Sukarjo. Jakarta: PT Gramedia.

Pujiyati S. 2008. Pendekatan Metode Hidroakustik Untuk Analisis Keterkaitan Antara Tipe Substrat Dasar Perairan Dengan Komunitas Demersal. [disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana IPB.

Raharjo S. 2002. Pendugaan Densitas Ikan Dasar (Demersal Fish) Dengan Metode Akustik di Perairan Selat Bali Pada Musim Timur. [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

(31)

21 Saputra SW, S Rudiyanti, A Mahardhini. 2008. Evaluasi Tingkat Eksploitasi

(32)

22

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Semarang, 11 Mei 1990 sebagai anak pertama dari pasangan M. Shodikin Rufat dan Irawati Budiastuti. Pada tahun 2008 penulis lulus dari SMAN 1 Batang, Kab. Batang, Jawa Tengah dan pada tahun yang sama penulis langsung melanjutkan pendidikan di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis melanjutkan pendidikan di Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.

Tahun pertama menjadi mahasiswa di IPB, penulis aktif dalam kegiatan keanggotaan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Uni Konservasi Fauna (UKF) periode 2008/2009. Selama kuliah di Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, penulis aktif dalam kegiatan keorganisasian Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Kelautan (HIMITEKA) pada periode 2010/2011, dan pada periode 2011/2012 dipercaya untuk menjabat Ketua Divisi Hubungan Luar dan Komunikasi (Hublukom) HIMITEKA. Dalam bidang kesenian, penulis merupakan anggota aktif grup perkusi Explorasi Percussion sejak tahun 2009 hingga 2012 dan pernah turut serta meraih beberapa gelar juara dalam berbagai kompetisi perkusi. Penulis pernah mendapatkan kesempatan menjadi Asisten Praktikum mata kuliah Dasar Akustik Kelautan tahun ajaran 2012/2013 dan sempat menjadi Koordinator Asisten Praktikum mata kuliah Akustik Kelautan pada tahun ajaran yang sama. Selain itu, penulis juga pernah terlibat dalam beberapa kepanitiaan kegiatan kemahasiswaan seperti Politik Ceria 2010, Pekan Olahraga Perikanan dan Kelautan 2010, Temu Alumni ITK 2011, KONSURV HIMITEKA 2012, dan beberapa lagi kegiatan lainya.

Gambar

Gambar 1. Peta lokasi dan jalur pengambilan data
Gambar 2. Proses echo-integration dalam Echoview 4.8
Gambar 4. Profil batimetri sekitar Pulau Gebe
Gambar 5. Grafik kemunculan SV terhadap rentang  threshold
+7

Referensi

Dokumen terkait

Temperatur gas keluar ruang bakar adalah 900 C dan diekspansi dalam ekspander (turbin ekspansi) hingga 1 bar. Basis udara masuk 100 mol/s. Fluida kerja yang digunakan adalah udara

Flechtheim dalam buku Fundamentals of Political Science: “Ilmu politik adalah ilmu sosial yang khusus mempelajari sifat dan tujuan dari negara sejauh negara merupakan

Berdasarkan metode FTA dapat diketahui sumber penyebab terjadinya risiko kritis tersebut, yaitu kerusakan spare part mayor penyebabnya adalah umur spare part yang sudah tua atau

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis diberi kemudahan, kesabaran, kekuatan serta hikmah yang terbaik dalam

Nilai moral dan etika yang disusun dalam kode etik yang standar untuk sebuah profesi adalah memberikan jalan, pedoman, tolak ukur dan acuan untuk mengambil keputusan

4 Membuat catatan penerimaan dan pengeluaran dana rutin Dokumen. 5 Membuat laporan atau SPJ secara

Dokumen RPIJM ini berisi uraian tentang Profil Kabupaten Malaka, Arahan Kebijakan dan Strategis Infrastruktur Bidang Cipta Karya, Analisa Sosial, Ekonomi dan

Menjawab tujuan kedua yaitu mengukur mengukur kinerja Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) dalam program Lembaga Distribusi Pangan Masyarakat (LDPM) di Kecamatan Makarti Jaya