• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbedaan hasil belajar IPS dengan menggunakan teknik pembelajaran JIGSAW dan teknik pembelajaran STAD (Studi pada siswa SMP Darussalam Pondok Labu Jakarta Selatan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perbedaan hasil belajar IPS dengan menggunakan teknik pembelajaran JIGSAW dan teknik pembelajaran STAD (Studi pada siswa SMP Darussalam Pondok Labu Jakarta Selatan)"

Copied!
149
0
0

Teks penuh

(1)

PERBEDAAN HASIL BELAJAR IPS DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK PEMBELAJARAN JIGSAW DAN TEKNIK PEMBELAJARAN

STAD

(Studi Pada Siswa SMP Darussalam Pondok Labu Jakarta Selatan)

SKRIPSI

Ditulis untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Bidang Ilmu Pengetahuan Sosial

FATMA ROUDHOH

NIM : 106015000458

JURUSAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

SYARIF HIDAYATULLAH

(2)

ABSTRAK

FATMA ROUDHOH. Perbeedaan Hasil Belajar IPS Dengan Menggunakan Teknik Pembelajaran Jigsaw dan Teknik Pembelajaran STAD: Studi Pada Siswa SMP Darussalam Pondok Labu Jakarta Selatan. Skripsi. Jakarta: Jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN). 2011.

Permasalahan utama yang dikaji dalam penelitian ini perbedaan hasil belajar IPS antara siswa yang diajar menggunakan metode kooperatif tipe jigsaw dengan siswa yang diajar menggunakan metode koopertaif tipe Student Team Achievment Division (STAD). Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan ada tidaknya perbedaan hasil belajar IPS antara siswa diajar menggunakan metode kooperatif tipe jigsaw lebih tinggi dari siswa yang diajar menggunakan metode koopertaif tipe Student Team Achievment Division (STAD), membuktikan tinggi rendahnya hasil belajar IPS siswa yang diajar menggunakan metode kooperatif tipe jigsaw dibandingkan dengan hasil belajar siswa yang diajar menggunakan metode koopertaif tipe Student Team Achievment Division (STAD), dan mengetahui respon siswa terhadap pembelajaran kooperatif

Metode yang digunakan adalah metode eksperimen yaitu cara melakukan penelitian dengan percobaan. Metode ini digunakan untuk menelaah adanya perbedaan hasil belajar IPS antara siswa diajar menggunakan metode kooperatif tipe jigsaw lebih tinggi dari siswa yang diajar menggunakan metode koopertaif tipe Student Team Achievment Division (STAD). Populasi target dalam penelitian ini adalah seluruh siswa SMP Darussalam Pondok Labu Jakarta Selatan, sedangkan populasi terjangkaunya adalah siswa kelas VIII yang berjumlah 110 orang. Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian siswa kelas VIII sebanyak 66 orang yang dibagi dalam dua kelompok yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dengan jumlah masing-masing kelompok 33 orang siswa. Instrumen yang dipakai adalah tes. Teknik analisis data

menggunakan metode statistik uji “t” (uji beda), untuk menguji hipotesis

penelitian dilakukan konsultasi pada tabel disribusi“t”pada taraf signifikansi 5%. Temuan hasil penelitian ini adalah: 1) Terdapat perbedaan hasil belajar yang signifikan antara siswa yang diajarkan dengan pendekatan pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning)teknik jigsaw dengan siswa yang diajar denga pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning) teknik STAD dalam pelajaran IPS denga diperoleh nilai thitung > ttabel yaitu 3,0214 > 2,00; 2) Perbedaan hasil

belajar IPS siswa yang diajarkan dengan pendekatan pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning) teknik jigsaw dapat terlihat dari mean gainnya sebesar 60,27 lebih baik daripada mean gain kelompok yang diajarkan dengan pendekatan

(3)
(4)

ABSTRAC

FATMA ROUDHOH. The Defference of Social Science Education Learning Achievement With Jigsaw Learnig Technique and STAD Learnig Technique: Study to Student ofSMP Darussalam Pondok Labu Jakarta Selatan. Thesis. Jakarta: Social Sciene Education Program Faculty of Tarbiyah and Teaching Science of State Islamic Univesity (UIN). 2011.

The objective of this research is to examine the defference of student's learning achievement at social science education between whom learned with jigsaw learning technique and whom learned with STAD learning technique, to compare the student's learning achievement by jigsaw learning technique and STAD learning technique, and to know student' response with cooperative learning applied.

The research is held 66 students from Calass VII of SMP Darussalam that device to two group of experiment and control with the number of each grous is 33 students. Data were collected from test (50 items), observation, and questionnaire with class experiment with using experiment design. Analyse data with t-test at significationα0,05.

The results of this research: 1) There is the defference between student's learning achievement at social science education with jigsaw learning technique and student's learning achievement at social science education with STAD learning technique and obtained value thitung3,0214 and ttabel2,00. The result show

that at signifikan 0,05 with gain jigsaw 60,27 and mean gain STAD 54,606 hence can be said that cooperative learning technique jigsaw is better than cooperative learning technique STAD. Student and observer give a positive response with this cooperative learning applied.

(5)

LEMBAR PENGESAHAN

PERBEDAAN HASIL BELAJAR IPS DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK PEMBELAJARAN JIGSAW DAN TEKNIK PEMBELAJARAN

STAD

(Studi Pada Siswa SMP Darussalam Pondok Labu Jakarta Selatan)

SKRIPSI

Ditulis untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Bidang Ilmu Pengetahuan Sosial

PEMBIMBING

____________________ NIP : …………..

JURUSAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

SYARIF HIDAYATULLAH

(6)

KATA PENGANTAR

Hanya ungkapan rasa syukur yang tiada terkira atas segala limpahan

nikmat yang luas tanpa batas serta anugerah yang agung tak terhitung dari Illahi

Rabbi, karena berkat itu semua penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi

ini tepat pada waktunya. Shalawat serta salam penulis haturkan kepada junjungan

umat manusia, Nabi Muhammad SAW, makhluk mulia yang penuh dengan rasa

cinta dan kasih sayang kepada sesama manusia.

Dalam proses penyusunan skripsi ini banyak mendapat bantuan dari

berbagai pihak, baik moril materiil, maka penulis mengucapkan terima kasih yang

tak terhingga kepada:

1. Prof. Dr. Dede Rosyada, selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Drs. H. Nurochim MM, selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan

Sosial Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN)

Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Drs. H. Syaripulloh, M.S.I, selaku pembimbing yang telah meluangkan waktu

serta mencurahkan pikirannya selama penyusunan skripsi ini.

4. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam

Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya pada Jurusan Pendidikan

Ilmu Pengetahuan Sosial yang telah memberikan ilmu pengetahuan yang tak

terhingga banyaknya dan sangat berguna bagi penulis.

5. Seluruh civitas akademi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas

Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

6. Staf perpustakaan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam

Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

7. Orang tua dan keluarga yang telah memotivasi penulis selama menempuh

pendidikan di Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri

(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

8. Sahabat penulis yaitu Muthmainnah, S.Pd, Diana Widayarani, S.Pd, Fitri Nisa,

(7)

memberikan bantuan, dukungan, dan menghibur penulis ketika sedang gundah

gulana dan semoga persahabatan kita tak lekang oleh waktu.

9. Temen-temen seperjuangan, Diana Widyarani, S.Pd, Lilis Komariah, S.Pd, Nur

Utami, S.Pd, yang memberikan dukungan dan bantuannya kepada penulis.

Atas bantuan mereka yang sangat berharga, penulis berdo'a semoga Allah

s.w.t. memberikan balasan yang berlipat ganda sebagai amal shaleh dan ketaatan

kepada-Nya, Amin.

Jakarta, Februari 2011

(8)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

LEMBAR PENGESAHAN... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Identifikasi Masalah ... 5

C. Pembatasan Masalah ... 6

D. Perumusan Masalah ... 6

E. Tujuan Kegunaan Penelitian ... 7

BAB II : DESKRIPSI TEORETIS, KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS PENELITIAN A. Deskripsi Teoretis………. ... 8

1. Hakikat Hasil Belajar ... 8

a. Pengertian Hasil Belajar... 8

b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar ... 13

2. Hakikat Pembelajaran Kooperatif ... 18

a. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif ... 18

b. Ciri-ciri Pembelajaran Kooperatif... 21

c. Tipe-tipe Pembelajaran Kooperatif ... 25

3. Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw ... 31

a. Pengertian Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw ... 31

b. Tahapan Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw ... 33

4. Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD... 37

a. Pengertian Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD... 37

(9)

B. Kajian Penelitian Relevan ... 42

C. Kerangka Berpikir... 44

D. Hipotesis Penelitian... 45

BAB III : METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 46

B. Metode dan Desain Penelitian... 46

C. Populasi dan Teknik Sampling... 48

D. Teknik Pengumpulan Data... 49

E. Instrumen Penelitian... 49

G. Teknik Analisis Data... 53

H. Hipotesis Statistik ... 54

BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data ... 55

1. Gambaran Umum SMP Darussalam Pondok Labu... 55

a. Sejarah Berdirinya SMP Darussalam... 55

b. Visi dan Misi SMP Darussalam Pondok Labu... 57

c. Struktur Organisasi SMP Darussalam Pondok Labu ... 57

2. Praktik Pembelajaran ... 59

a. Praktik Pembelajaran Kooperatif Teknik Jigsaw ... 59

b. Praktik Pembelajaran Kooperatif Teknik STAD ... 61

3. Tanggapan Siswa Terhadap Pembelajaran Kooperatif Teknik Jigsaw dan STAD ... 62

4. Data Hasil Belajar IPS Siswa... 64

a. Data Hasil Belajar IPS Siswa Kelompok Jigsaw ... 64

b. Data Hasil Belajar IPS Siswa Kelompok STAD ... 67

B. Uji Persyaratan Analisis Data ... 70

1. Uji Normalitas Data ... 70

2. Uji Homogenitas Data... 71

C. Pengujian Hipotesis... 72

D. Pembahasan Hasil Penelitian ... 72

BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 75

C. Saran... 76

DAFTAR PUSTAKA ... 77

(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Perbedaan Pembelajaran Kooperatif Dengan Pembelajaran

Tradisional... 23

Tabel 2. Tahapan-tahapan Kegiatan Pembelajaran Kooperatif Teknik Jigsaw...36

Tabel 3. Ketentuan Penetapan Poin Kemajuan ... 42

Tabel 4. Desain PenelitianTwo Group Pretest posttestdesign ... 45

Tabel 5. Kisi-kisi Instrumen Hasil Belajar... 48

Tabel 6. Data HasilPretest Siswa Kelompok Jigsaw ... 64

Tabel 7. Distribusi Frekuensi Untuk Pembuatan Grafik Histogram dan Poligon Variabel X1... 64

Tabel 8. Data HasilPosttest Siswa Kelompok Jigsaw ... 65

Tabel 9. Distribusi Frekuensi Untuk Pembuatan Grafik Histogram dan Poligon Variabel X2………... 66

Tabel 10. Data HasilPretest Siswa Kelompok STAD... 67

Tabel 11. Distribusi Frekuensi Untuk Pembuatan Grafik Histogram dan Poligon Variabel Y1………... 67

Tabel 12. Data HasilPosttest Siswa Kelompok STAD ... 68

Tabel 13. Distribusi Frekuensi Untuk Pembuatan Grafik Histogram dan Poligon Variabel Y2………... 69

Tabel 14. Perbandingan Mean Hasil Belajar Siswa Kelompok Jigsaw dan STAD ... 70

Tabel 15. Uji Normalitas Variabel X1, X2, Y1, dan Y2 dari 33 Responden .... 71

Tabel 16. Uji Homogenitas Data Kelompok Jigsaw dan Kelompok STAD.... 71

Tabel 17. Signifikansi Uji t Variabel X dengan Variabel Y ... 72

Tabel 18. Data Analisis Butir Pertanyaan ... 98

Tabel 19. Hasil Hitung Korelasi Point Biserial Menggunakan SPSS v 17 ... 100

Tabel 20. Hasil Uji Validitas Butir Soal ...102

(11)

Tabel 22. Data Distribusi Frekuensi Pretes Kelompok Jigsaw ...108

Tabel 23. Hasil Tes Kemampuan Akhir Kelompok Jigsaw ...111

Tabel 24. Data Distribusi Frekuensi Postes Kelompok Jigsaw...112

Tabel 25. Hasil Tes Kemampuan Awal Kelompok STAD ...115

Tabel 26. Data Distribusi Frekuensi Pretes Kelompok STAD...116

Tabel 27. Hasil Tes Kemampuan Akhir Kelompok STAD ...119

Tabel 28. Data Distribusi Frekuensi Postes Kelompok STAD ...120

Tabel 29. Tabel Kerja Uji Normalitas Data Kemampuan Awal Kelompok Jigsaw ... 123

Tabel 30. Tabel Kerja Uji Normalitas Data Kemampuan Akhir Kelompok Jigsaw ... 125

Tabel 31. Tabel Kerja Uji Normalitas Data Kemampuan Awal Kelompok STAD ... 127

Tabel 32. Tabel Kerja Uji Normalitas Data Kemampuan Akhir Kelompok STAD ... 129

(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Struktur Organisasi SMP Darussalam... 58

Gambar 2. Grafik Histogram dan Poligon Variabel X1... 65

Gambar 3. Grafik Histogram dan Poligon Variabel X2... 66

Gambar 4. Grafik Histogram dan Poligon Variabel Y1... 68

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Instrumen Penelitian... 79

Lampiran 2. Tabel Analisis Butir Pertanyaan dari 50 Butir Soal Postes Kepada 10 Responden Untuk Uji Validitas Instrumen ... 98

Lampiran 3. Uji Validitas Instrumen ... 100

Lampiran 4. Uji Reliabilitas dari 50 Butir Soal dari 10 Responden... 105

Lampiran 5. Hasil Tes Kemampuan Awal dan Penentuan Rentangan, Banyak Kelas, Ujung Bawah Kelas Interval Pertama Kelompok Jigsaw... 107

Lampiran 6. Hasil Tes Kemampuan Akhir dan Penentuan Rentangan, Banyak Kelas, Ujung Bawah Kelas Interval Pertama Kelompok Jigsaw... 111

Lampiran 7. Hasil Tes Kemampuan Awal dan Penentuan Rentangan, Banyak Kelas, Ujung Bawah Kelas Interval Pertama Kelompok STAD ... 115

Lampiran 8. Hasil Tes Kemampuan Akhir dan Penentuan Rentangan, Banyak Kelas, Ujung Bawah Kelas Interval Pertama Kelompok STAD ... 119

Lampiran 9. Uji Normalitas Data Kemampuan Awal Kelompok Jigsaw . 123 Lampiran 10. Uji Normalitas Data Kemampuan Akhir Kelompok Jigsaw. 125 Lampiran 11. Uji Normalitas Data Kemampuan Awal Kelompok STAD.. 127

Lampiran 12. Uji Normalitas Data Kemampuan Akhir Kelompok STAD . 129 Lampiran 13. Uji Homogenitas Kelompok Jigsaw... 131

Lampiran 14. Uji Homogenitas Kelompok STAD ... 132

Lampiran 15. Uji Hipotesis Data ... 133

Lampiran 16. Angket Tanggapan Siswa Terhadap Penerapan Teknik Jigsaw138 Lampiran 17. Angket Tanggapan Siswa Terhadap Penerapan Teknik STAD 140 Lampiran 18. Tabel Liliefors... 142

Lampiran 19. Tabel Nilai Product Moment... 143

Lampiran 20. Tabel Luas Dibawah Kurva Normal ... 144

Lampiran 21. Tabel Distribusi F... 146

(14)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Hasil belajar merupakan suatu gambaran dari penguasaan kemampuan

para peserta didik sebagaimana telah ditetapkan untuk suatu pelajaran tertentu.

Setiap usaha yang dilakukan dalam kegiatan pembelajaran baik oleh guru

sebagai pengajar, maupun oleh peserta didik sebagai pelajar bertujuan untuk

mencapai hasil belajar yang setinggi-tingginya. Hasil belajar merupakan hasil

yang dicapai siswa setelah melalui proses kegiatan belajar mengajar. Kualitas

hasil belajar dapat ditunjukkan melalui nilai yang diberikan oleh seorang guru

dari jumlah bidang studi yang telah dipelajari oleh peserta didik. Setiap

kegiatan pembelajaran tentunya selalu mengharapkan akan menghasilkan

pembelajaran yang maksimal.

Oemar Hamalik mengemukakan bahwa bukti dari seseorang yang telah

belajar adalah terjadinya perubahan tingkah laku dalam aspek-aspek tertentu

seperti pengetahuan, pengertian, kebiasaan, keterampilan, apresiasi,

emosional, hubungan sosial, jasmani, etis atau budi pekerti dan sikap.1

Pendapat serupa dikemukakan oleh WS Winkel yang menyatakan bahwa hasil

1

(15)

belajar yang dihasilkan oleh siswa menghasilkan perubahan-perubahan dalam

bidang pengetahuan/pengalaman dalam bidang keterampilan, nilai dan sikap.2

Salah satu indikator keberhasilan dalam suatu proses pembelajaran

tercermin dari nilai evaluasi. Evaluasi adalah kegiatan yang terencana untuk

mengetahui keadaan suatu obyek dengan menggunakan instrumen dan

membandingkan hasilnya dengan tolok ukur untuk memperoleh kesimpulan.3

Keberhasilan suatu proses pembelajaran itu sendiri ditentukan oleh kualitas

komponen-komponen terkait dalam pendidikan persekolahan. Komponen

utama yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan tersebut adalah kualitas

pembelajaran yang dirancang oleh guru, sistem dan lingkungan yang

mendukung terciptanya suasana pembelajaran yang humanis, dinamis,

interaktif dan menyenangkan.

Setiap pendidik menginginkan peserta didiknya memiliki hasil belajar

yang baik. Oleh sebab itu, berbagai upaya akan dilakukan guru untuk

mencapai keinginan tersebut di antaranya dengan memanfaatkan

metode-metode pembalajaran yang dipandang tepat dan dapat meningkatkan hasil

belajar siswa. Setiap metode mempunyai karakteristik tertentu dengan segala

kelebihan dan kelemahan masing-masing. Suatu metode pembelajaran

mungkin baik untuk suatu tujuan tertentu, pokok bahasan maupun situasi dan

kondisi tertentu, tetapi tidak tepat untuk situasi lain. Demikian pula suatu

metode yang dianggap baik untuk suatu pokok bahasan yang disampaikan oleh

guru tertentu, kadang-kadang belum tentu berhasil dibawakan oleh guru lain.

Penggunaan metode pembelajaran yang tepat berlaku untuk materi

pelajaran apapun termasuk Ilmu Pengetahuan Sosial. Pendidikan Ilmu

Pengetahuan Sosial (IPS) disebut juga sebagai synthetic science, karena

konsep, generalisasi, dan temuan-temuan penelitian ditentukan atau

diobservasi setelah fakta terjadi. IPS merupakan suatu program pendidikan dan

bukan sub-disiplin ilmu tersendiri, sehingga tidak akan ditemukan baik dalam

2

WS Winkel, Psikologi Pengajaran Edisi Revisi. (Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia, 1999), h. 102.

3

(16)

nomenklatur filsafat ilmu, disiplin ilmu-ilmu sosial (social science), maupun

ilmu pendidikan. Social Scence Education Council (SSEC) dan National

Council for Social Studies (NCSS), menyebut IPS sebagai Social Science

Education dan Social Studies. Dengan kata lain, IPS mengikuti cara pandang

yang bersifat terpadu dari sejumlah mata pelajaran seperti: geografi, ekonomi,

ilmu politik, ilmu hukum, sejarah, antropologi, psikologi, sosiologi, dan

sebagainya.4

Dalam belajar IPS desain pembelajaran yang dirancang seorang guru

berperan penting dalam rangka pencapaian tujuan pembelajaran pada suatu

tema/konsep. Seorang guru yang pandai memilih dan menggunakan strategi

atau metode pembelajaran yang variatif, tepat dan sesuai dengan tema/konsep

yang disajikan, memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpartisipasi

dan berperan aktif dalam aktivitas pembelajaran akan dapat menggugah

motivasi siswa dalam menggunakan ide-ide, mengekspresikan dan

mengaktualisasikan segenap kemampuan yang dimiliki. Agar peserta didik

dapat berkompetisi secara sehat dan wajar untuk mencapai prestasi yang

tinggi. Dalam hal ini guru cukup memfasilitasi, mengarahkan, dan

membimbing para peserta didik untuk mengembangkan diri, bakat dan

potensinya, sehingga mereka dapat mencapai hasil yang tinggi atau mutu yang

baik dalam bidang studi IPS.

Uraian di atas menunjukkan bahwa metode pembelajaran dapat

digunakan untuk mengarahkan kegiatan siswa ke arah tujuan yang akan

dicapai. Oleh karenanya dalam melaksanakan proses belajar mengajar guru

dituntut untuk menguasai beberapa metode mengajar dan siap digunakan

secara tepat sesuai dengan materi pelajaran yang disampaikan.

Suatu hal yang harus dipahami guru, dalam kaitannya dengan

penggunaan metode pembelajaran, bahwa teori dan praktik pendidikan modern

memposisikan siswa bukan sebagai penerima yang pasif yang banyak

membutuhkan pengawasan, tetapi merupakan subyek yang aktif bertindak,

berfikir, serta yang harus dibantu untuk dapat merealisasikan dan

4

(17)

mengendalikan potensi-potensi yang dimiliki. Untuk itu metode pembelajaran

yang ditetapkan oleh guru haruslah sejalan dengan eksistensi siswa sebagai

individu yang aktif.

Di antara metode pembelajaran yang menurut penulis pandang sesuai

dengan teori dan praktik pendidikan modern adalah metode kooperatif.

Metode kooperatif merupakan metode yang dapat meningkatkan kemajuan

belajar, sikap siswa yang lebih positif, meningkatkan rasa sosial dan

individual, menambah motivasi dan percaya diri serta menambah rasa senang

karena siswa berdiskusi sesama teman dalam proses pembelajaran. Hal ini

selaras dengan Johnson dan Smith yang dikutip oleh Anita Lie dalam

bukungan Cooperative Learning “Belajar adalah suatu proses pribadi, tetapi

juga proses sosial yang terjadi ketika masing-masing orang berhubungan

dengan yang lainnya dan membangun pengertian dan pengetahuan yang

sama.”5

Metode pembelajaran kooperatif merupakan suatu inovasi

pembelajaran yang dirancang untuk membantu peserta didik memahami teori

secara mendalam melalui pengalaman-pengalaman belajar. Bahkan dengan

pembelajaran kooperatif terdapat suatu permainan dan kompetisi yang dapat

meningkatkan aktivitas, minat dan motivasi siswa. Karena proses

pembelajaran yang terjadi melibatkan siswa baik secara fisik maupun mental,

maka siswa dapat dengan mudah memahami teori-teori yang disajikan.

Pada pembelajaran kooperatif terdapat beberapa variasi model yang

dapat diterapkan, diantaranya yaitu; Students Teams Achievement Division

(STAD), Jigsaw, Teams Games Tournament (TGT), Think Pair Share (TPS),

Numbered Head Together (NHT), Group Investigation (GI), dan lain-lain.

Namun dari beberapa model pembelajaran tersebut, model pembelajaran yang

banyak dikembangkan adalah model pembelajaran kooperatif tipe Jigsawdan

Students Teams Achievement Division(STAD).

Jigsaw dan Students Teams Achievement Division (STAD)merupakan

dua tipe dalam model pembelajaran kooperatif yang sama-sama dapat

5

(18)

mendorong siswa untuk berperan aktif dalam proses diskusi kelompok dan

saling membantu satu sama lain dalam menguasai materi pelajaran. Lain dari

pada itu dalam pelaksanaan kedua tipe tersebut guru membagi siswa dalam

beberapa kelompok yang terdiri dari 4 sampai dengan 6 siswa dengan

karakteristik yang heterogen. Perbedaan antara keduanya adalah pada

pembelajaran kooperataif tipe Jigsaw setiap anggota kelompok ditugaskan

untuk mempelajari materi yang berbeda. Sedangkan pada pembelajaran

kooperataif tipeStudents Teams Achievement Division (STAD) setiap anggota

kelompok ditugaskan untuk mempelajari materi yang sama.5

Berdasarkan uraian di atas dapat dipahami bahwa metode kooperatif

baik teknik jigsaw maupun STAD merupakan metode pembelajaran yang

dapat menumbuhkan motivasi, minat, aktivitas, meningkatkan rasa sosial dan

individual serta kreatifitas siswa dalam belajar. Penggunaan teknik jigsaw

maupun STAD dalam pembelajaran IPS sangatlah penting untuk dilakukan

oleh guru dalam upaya meningkatkan hasil belajar siswa. Sehubungan dengan

hal tersebut penulis bermaksud melakukan penelitian yang mengkaji

perbedaan hasil belajar IPS antara siswa yang mengikuti proses belajar

mengajar menggunakan teknik jigsaw dengan siswa yang mengikuti proses

belajar mengajar menggunakan teknik STAD. Adapun judul dari penelitian

tersebut adalah: “PERBEDAAN HASIL BELAJAR IPS DENGAN

MENGGUNAKAN TEKNIK PEMBELAJARAN JIGSAW DAN

TEKNIK PEMBELAJARAN STAD”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, beberapa masalah yang dapat di

identifikasikan sebagai berikut:

1. Apakah metode kooperatif mempengaruhi hasil belajar siswa dalam bidang

studi IPS?

5

(19)

2. Apakah penggunaan metode yang variatif mempengaruhi aktivitas belajar

siswa?

3. Adakah peningkatan hasil belajar siswa menggunakan metode koopertaif

tipe jigsaw?

4. Adakah peningkatan hasil belajar siswa menggunakan metode koopertaif

tipe jigsaw?

5. Apakah ada perbedaan hasil belajar antara siswa yang diajar menggunakan

metode kooperatif tipe jigsaw dengan siswa yang diajar menggunakan

metode kooperatif tipe STAD?

6. Apakah hasil belajar IPS yang dicapai siswa yang diajar menggunakan

metode kooperatif tipe jigsaw lebih tinggi dari siswa yang diajar

menggunakan metode koopertaif tipe Student Team Achievment Division

(STAD)?

C. Pembatasan Masalah

Dari beberapa pertanyaan yang timbul dalam identifikasi masalah,

peneliti membatasi pada perbedaan hasil belajar IPS antara siswa yang diajar

menggunakan metode kooperatif tipe jigsaw dengan siswa yang diajar

menggunakan metode koopertaif tipe Student Team Achievment Division

(STAD). Hasil belajar IPS yang diukur pada penelitian ini adalah ranah

kognitif pada hasil belajar IPS Siswa SMP kelas VIII semester 2 pada materi

pembelajaran Sistem Perekonomian Indonesia.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah yang telah diuraikan

sebelumnya di atas, maka masalah yang akan diteliti dirumuskan sebagi

berikut:

1. Apakah terdapat perbedaan hasil belajar IPS antara siswa yang diajar

menggunakan metode kooperatif tipe jigsaw dengan siswa yang diajar

menggunakan metode koopertaif tipe Student Team Achievment Division

(STAD)?

(20)

E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Sejalan dengan perumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian

ini adalah:

a. Untuk membuktikan ada tidaknya perbedaan hasil belajar IPS antara

siswa diajar menggunakan metode kooperatif tipe jigsaw lebih tinggi

dari siswa yang diajar menggunakan metode koopertaif tipe Student

Team Achievment Division (STAD).

b. Untuk membuktikan tinggi rendahnya hasil belajar IPS siswa yang

diajar menggunakan metode kooperatif tipe jigsaw dibandingkan

dengan hasil belajar siswa yang diajar menggunakan metode koopertaif

tipe Student Team Achievment Division (STAD).

c. Untuk mengetahui respon siswa terhadap pembelajaran kooperatif.

2. Kegunaan Penelitian

Dari hasil penelitian yang peneliti lakukan ini diharapkan dapat

bermanfaat untuk:

a. Bagi peneliti, menyampaikan informasi tentang pengaruh dari metode

kooperatif tipe jigsaw dan STAD terhadap hasil belajar dan

perbandingannya.

b. Bagi guru bidang studi khususnya IPS dapat menjadikan kedua teknik

dari metode kooperatif tersebut sebagai salah satu alternatif dalam

proses belajar mengajar.

c. Bagi siswa dapat memberikan motivasi belajar, melatih keterampilan,

bertanggung jawab pada setiap tugasnya, mengembangkan kemampuan

berfikir dan berpendapat positif, dan memberikan bekal untuk dapat

bekerjasama dengan orang lain baik dalam belajar maupun dalam

(21)

BAB II

DESKRIPSI TEORETIK, KERANGKA BERPIKIR DAN

HIPOTESIS PENELITIAN

A. Kerangka Teoretik 1. Hakikat Hasil Belajar

a. Pengertian Hasil Belajar

Secara etimologis, kata hasil belajar merupakan kata majemuk

yang terdiri dari kata hasil dan belajar, di mana masing-masing kata

memiliki makna tersendiri. Kata hasil dalam Kamus Besar Bahasa

Indonesia memiliki beberapa arti, yaitu: “1 sesuatu yang diadakan

(dibuat, dijadikan, dsb) oleh usaha; 2 pendapatan; perolehan; buah; 3

akibat; kesudahan (dr pertandingan, ujian, dsb); 4 pajak; sewa tanah; 5

berhasil; mendapat hasil; tidak gagal.”1 Sedangkan kata belajar berarti

“1 berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu; 2 berlatih; 3 berubah

tingkah laku atau tanggapan yang disebabkan oleh pengalaman"2

Menurtut Logan, dkk, sebagaimana dikutip oleh Sia Tjundjing:

"belajar dapat diartikan sebagai perubahan tingkah laku yang relatif

1

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2007), h. 391.

(22)

menetap sebagai hasil pengalaman dan latihan."3 Senada dengan hal

tersebut, Dorothy Law Nolte sebagaimana dikutip oleh Moh. Roqib,

berpendapat bahwa: "belajar pada manusia dapat dirumuskan sebagai

suatu aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi

aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan perubahan-perubahan

dalam pengetahuan dan nilai sikap. Perubahan itu bersifat relatif

konstan dan berbekas."4

Belajar tidak hanya dapat dilakukan di sekolah saja, namun

dapat dilakukan di mana-mana, seperti di rumah ataupun dilingkungan

masyarakat. Hesti Riani berpendapat bahwa: "belajar merupakan proses

perubahan dari belum mampu menjadi sudah mampu dan terjadi dalam

jangka waktu tertentu."5 Sedangkan menurut Ahmad Mudzakir:

"belajar adalah suatu usaha atau kegiatan yang bertujuan mengadakan

perubahan di dalam diri seseorang, mencakup perubahan tingkah laku,

sikap, kebiasaan, ilmu pengetahuan, keterampilan dan sebagainya."6

Di dalam belajar, siswa mengalami sendiri proses dari tidak

tahu menjadi tahu, karena itu menurut Cronbach, sebagaimana dikutip

oleh Sumadi Suryabrat “Belajar yang sebaik-baiknya adalah dengan

mengalami dan dalam mengalami itu pelajar mempergunakan

pancainderanya. Pancaindera tidak terbatas hanya indera pengelihatan

saja, tetapi juga berlaku bagi indera yang lain.”7

Dari pengertian di atas, dapat dipahami bahwa belajar adalah

suatu proses yang akan membawa perubahan terhadap diri siswa ke

arah kecakapan, penguasaan, dan pengetahuan baru, dimana perubahan

itu terjadi karena usaha yang disengaja dengan melibatkan kemampuan

ranah siswa, yakni ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Dengan

3

Sia Tjundjing, Hubungan Antara IQ, EQ, dan QA dengan Prestasi Studi Pada Siswa SMU, Jurnal Anima Vol.17 No.1, 2001, h. 70.

4

Moh. Roqib,Ilmu Pendidikan Islam, (Yogyakarta: LKiS, 2009), h. 121-122. 5

Hesti Riani, Teori Belajar, http://hestichemistryunj.blogspot.com/2010/02/teori-belajar.html, diakses pada tanggal 29 Januari 2011.

6

Ahmad Mudzakir,Psikologi Pendidikan, (Bandung: Pustaka Setia, 1997), h. 34. 7

(23)

belajar, manusia dapat melakukan perubahan-perubahan kualitatif

individu seperti peningkatan kecakapan dan kecerdasan emosional,

sehingga tingkah lakunya berkembang.

Belajar dapat dikatakan berhasil jika terjadi perubahan dalam

diri siswa, namun tidak semua perubahan perilaku dapat dikatakan

belajar karena perubahan tingkah laku akibat belajar memiliki ciri-ciri

perwujudan yang khas, sebagaimana dikemukakan oleh Muhibbin Syah

antara lain:

1) Perubahan Intensional

Perubahan dalam proses berlajar adalah karena pengalaman atau

praktek yang dilakukan secara sengaja dan disadari. Pada ciri ini

siswa menyadari bahwa ada perubahan dalam dirinya, seperti

penambahan pengetahuan, kebiasaan dan keterampilan.

2) Perubahan Positif dan aktif

Positif berarti perubahan tersebut baik dan bermanfaat bagi

kehidupan serta sesuai dengan harapan karena memperoleh sesuatu

yang baru, yang lebih baik dari sebelumnya. Sedangkan aktif

artinya perubahan tersebut terjadi karena adanya usaha dari siswa

yang bersangkutan.

3) Perubahan efektif dan fungsional

Perubahan dikatakan efektif apabila membawa pengaruh dan

manfaat tertentu bagi siswa. Sedangkan perubahan yang fungsional

artinya perubahan dalam diri siswa tersebut relatif menetap dan

apabila dibutuhkan perubahan tersebut dapat direproduksi dan

dimanfaatkan lagi.8

Berdasarkan dari uraian di atas, maka dapat dipahami bahwa

belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan siswa untuk

memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara

keseluruhan, secara sengaja, disadari dan perubahan tersebut relatif

8

(24)

menetap serta membawa pengaruh dan manfaat yang positif bagi siswa

dalam berinteraksi dengan lingkungannya.

Dengan berakhirnya suatu proses belajar, siswa memperoleh

suatu hasil belajar. Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang

dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya, dimana siswa

memperoleh hasil dari suatu interaksi tindakan belajar pada materi

belajar. Diawali dengan siswa mengalami proses belajar, mencapai

hasil belajar, dan menggunakan hasil belajar, yang semua itu mencakup

tiga ranah, yaitu ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotorik.9

Selain istilah hasil belajar, dalam dunia kependidikan, dikenal

juga istilah prestasi belajar dan prestasi akademik. DalamKamus Besar

Bahasa Indonesia, kata prestasi belajar, berarti “penguasaan

pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan oleh mata

pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau angka nilai yang

diberikan oleh guru."10 Sedangkan kata prestasi akademik, berarti

“hasil pelajaran yang diperoleh dari kegiatan belajar di sekolah atau

perguruan tinggi yang bersifat kognitif dan biasanya ditentukan melalui

pengukuran dan penilaian”.11

Jika definisi hasil belajar diperbandingkan dengan pengertian

prestasi belajar atau prestasi akademik, nampak bahwa istilah-istilah

tersebut secara subtantif adalah sama. Semuanya menunjukkan kepada

apa yang telah diperoleh seseorang dari belajarnya, baik secara

kognitif, afektif, ataupun psikomotor. Hanya saja, dari ketiga domain

tersebut yang mendapatkan tekanan lebih banyak dalam prestasi belajar

dan prestasi akademik adalah domain kognitif. Hal ini tidak lain,

karena “domain kognitif cenderung menjadi perhatian para guru,

karena berkaitan dengan kemampuan siswa menguasai materi pelajaran

yang telah diberikannya.”12

9

Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008), h. 22.

10

Departemen Pendidkan Nasional,Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 895. 11

Departemen Pendidkan Nasional,Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 895. 12

(25)

Sementara hasil belajar dapat diidentifikasi dari perubahan

perilaku siswa pada ketiga domain tersebut. Dengan kata lain, siswa

dinyatakan telah mendapatkan hasil belajar jika secara kognitif : siswa

berubah dari tidak tahu tentang suatu hal menjadi tahu, secara afektif:

siswa berubah dari bersikap tidak baik menjadi baik, secara

psikomotor: dari tidak bisa melakukan menjadi bisa melakukan.

Sementara, prestasi belajar hanya dapat diidentifikasi dari nilai angka

atau huruf yang merupakan simbol tingkat prestasi dalam belajar, yang

diberikan guru melalui suatu proses penilaian.

Jadi, hasil belajar siswa terfokus pada nilai atau angka yang

dicapai siswa dalam proses pembelajaran di sekolah. Nilai tersebut

terutama dilihat dari sisi kognitif, karena aspek ini yang sering dinilai

oleh guru untuk melihat penguasaan pengetahuan sebagai ukuran

pencapaian hasil belajar siswa. Nilai yang dicapai siswa tersebut,

biasanya dicatat dalam buku-buku nilai dan kemudian dilaporkan

kepada siswa ataupun orang tua siswa dalam bentuk laporan tertulis

seperti buku rapor, yang diberikan secara periodik, di sekolah dasar

dilakukan dua kali dalam satu tahun pelajaran di akhir setiap semester.

Namun, menimbang bahwa dalam penelitian ilmiah setiap

variabel harus terukur secara akurat, maka hasil belajar yang

dimaksudkan dalam penelitian ini adalah nilai yang ditetapkan guru

sebagai hasil belajar yang dicapai siswa melalui:

1) Penilaian formatif

Penilaian formatif adalah kegiatan penilaian yang bertujuan untuk

mencari umpan balik (feedback), yang selanjutnya hasil penilaian

tersebut dapat digunakan untuk memperbaiki proses

belajar-mengajar yang sedang atau yang sudah dilaksanakan.

2) Penilaian Sumatif

Penilaian sumatif adalah penilaian yang dilakukan untuk

(26)

pencapaian belajar siswa terhadap bahan pelajaran yang telah

dipelajarinya selama jangka waktu tertentu.13

Dari uraian-uraian di atas, dapatlah ditarik sintesis bahwa yang

dimaksud dengan hasil belajar siswa adalah nilai atau angka yang

dicapai siswa dalam mata pelajaran tertentu yang merupakan simbol

dari tingkat penguasaan siswa terhadap pengetahuan atau keterampilan

yang dikembangkan oleh mata pelajaran tersebut. Baik atau tidaknya

hasil belajar siswa dapat dilihat dari tinggi atau rendahnya nilai atau

angka yang dicapainya dalam ujian/tes pada mata pelajaran tersebut.

b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Untuk meraih hasil belajar yang baik, banyak sekali faktor yang

perlu diperhatikan, karena di dalam dunia pendidikan tidak sedikit

siswa yang mengalami kegagalan. Kadang ada siswa yang memiliki

dorongan yang kuat untuk berprestasi dan kesempatan untuk

meningkatkan hasil belajarnya, tapi dalam kenyataannya hasil belajar

yang dihasilkan di bawah kemampuannya.

Menurut Sumadi Suryabrata secara garis besar faktor-faktor

yang mempengaruhi belajar dan prestasi belajar dapat digolongkan

menjadi dua bagian, yaitu: faktor internal yang mencakup faktor

fisiologis dan psikologis dan faktor eksternal yang mencakup

lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan

masyarakat.14 Berangkat dari pendapat tersebut, berikut diuraikan

faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar:

1) Faktor internal

Merupakan faktor yang berasal dari dalam diri siswa yang dapat

mempengaruhi prestasi belajar. Faktor ini dapat dibedakan menjadi

dua kelompok, yaitu:

13

M Ngalim Purwanto,Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran,(Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2001), Cet. Ke-10, h. 26.

14

(27)

a) Faktor fisiologis

Dalam hal ini, faktor fisiologis yang dimaksud adalah faktor

yang berhubungan dengan kesehatan dan pancaindera

(1) Kesehatan badan

Untuk dapat menempuh studi yang baik siswa perlu

memperhatikan dan memelihara kesehatan tubuhnya.

Keadaan fisik yang lemah dapat menjadi penghalang bagi

siswa dalam menyelesaikan program studinya. Dalam upaya

memelihara kesehatan fisiknya, siswa perlu memperhatikan

pola makan dan pola tidur, untuk memperlancar metabolisme

dalam tubuhnya. Selain itu, juga untuk memelihara

kesehatan bahkan juga dapat meningkatkan ketangkasan

fisik dibutuhkan olahraga yang teratur.

(2) Pancaindera

Berfungsinya pancaindera merupakan syarat dapatnya

belajar itu berlangsung dengan baik. Dalam sistem

pendidikan dewasa ini di antara pancaindera itu yang paling

memegang peranan dalam belajar adalah mata dan telinga.

Hal ini penting, karena sebagian besar hal-hal yang dipelajari

oleh manusia dipelajari melalui penglihatan dan

pendengaran. Dengan demikian, seorang anak yang memiliki

cacat fisik atau bahkan cacat mental akan menghambat

dirinya didalam menangkap pelajaran, sehingga pada

akhirnya akan mempengaruhi prestasi belajarnya di sekolah.

b) Faktor psikologis

Ada banyak faktor psikologis yang dapat mempengaruhi prestasi

belajar siswa, antara lain adalah :

(1) Intelligensi

Pada umumnya, prestasi belajar yang ditampilkan siswa

mempunyai kaitan yang erat dengan tingkat kecerdasan yang

(28)

WS. Winkel, sebagaimana dikutip oleh Sunaryo, " inteligensi

adalah kemampuan untuk menetapkan dan mempertahankan

suatu tujuan, untuk mengadakan suatu penyesuaian dalam

rangka mencapai tujuan itu dan untuk menilai keadaan diri

secara kritis dan objektif."15 Taraf inteligensi ini sangat

mempengaruhi prestasi belajar seorang siswa, di mana siswa

yang memiliki taraf inteligensi tinggi mempunyai peluang

lebih besar untuk mencapai prestasi belajar yang lebih tinggi

dibandingkan siswa dengan taraf inteligensi yang rendah.

Namun bukanlah suatu yang tidak mungkin jika siswa

dengan taraf inteligensi rendah memiliki prestasi belajar

yang tinggi, juga sebaliknya.

(2) Sikap

Sikap yang pasif, rendah diri dan kurang percaya diri dapat

merupakan faktor yang menghambat siswa dalam

menampilkan prestasi belajarnya. Menurut Sarlito Wirawan:

"sikap adalah kesiapan seseorang untuk bertindak secara

tertentu terhadap hal-hal tertentu."16 Sikap siswa yang positif

terhadap mata pelajaran di sekolah merupakan langkah awal

yang baik dalam proses belajar mengajar di sekolah.

(3) Motivasi

Menurut Irwanto, sebagaimana dikutip oleh Wesak Wela,

motivasi adalah penggerak perilaku. Motivasi belajar adalah

pendorong seseorang untuk belajar. Motivasi timbul karena

adanya keinginan atau kebutuhan-kebutuhan dalam diri

seseorang. Seseorang berhasil dalam belajar karena ia ingin

belajar.17 Sedangkan menurut WS. Winkel, sebagaimana

dikutip oleh Wesak Wela, motivasi belajar adalah:

"keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang

15

Sunaryo,Psikologi Untuk Keperawatan, (Jakarta: EGC, 2004) h. 179.. 16

Sarilito Wirawan,Psikologi Remaja, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1997), h. 233. 17

(29)

menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin kelangsungan

dari kegiatan belajar dan yang memberikan arah pada

kegiatan belajar itu; maka tujuan yang dikehendaki oleh

siswa tercapai."18 Motivasi belajar merupakan faktor psikis

yang bersifat non intelektual. Peranannya yang khas ialah

dalam hal gairah atau semangat belajar, siswa yang

termotivasi kuat akan mempunyai banyak energi untuk

melakukan kegiatan belajar.

2) Faktor eksternal

Selain faktor-faktor yang ada dalam diri siswa, ada hal-hal lain

diluar diri yang dapat mempengaruhi prestasi belajar yang akan

diraih, antara lain adalah:

a) Faktor lingkungan keluarga

(1) Sosial ekonomi keluarga

Dengan sosial ekonomi yang memadai, seseorang lebih

berkesempatan mendapatkan fasilitas belajar yang lebih

baik, mulai dari buku, alat tulis hingga pemilihan sekolah

(2) Pendidikan orang tua

Orang tua yang telah menempuh jenjang pendidikan tinggi

cenderung lebih memperhatikan dan memahami pentingnya

pendidikan bagi anak-anaknya, dibandingkan dengan yang

mempunyai jenjang pendidikan yang lebih rendah.

(3) Perhatian orang tua dan suasana hubungan antara anggota

keluarga

Dukungan dari keluarga merupakan suatu pemacu semangat

berpretasi bagi seseorang. Dukungan dalam hal ini bisa

secara langsung, berupa pujian atau nasihat; maupun secara

tidak langsung, seperti hubugan keluarga yang harmonis.

b) Faktor lingkungan sekolah

(1) Sarana dan prasarana

Kelengkapan fasilitas sekolah, seperti papan tulis, OHP akan

membantu kelancaran proses belajar mengajar di sekolah;

(30)

selain bentuk ruangan, sirkulasi udara dan lingkungan sekitar

sekolah juga dapat mempengaruhi proses belajar mengajar

(2) Kompetensi guru dan siswa

Kualitas guru dan siswa sangat penting dalam meraih

prestasi, kelengkapan sarana dan prasarana tanpa disertai

kinerja yang baik dari para penggunanya akan sia-sia belaka.

Bila seorang siswa merasa kebutuhannya untuk berprestasi

dengan baik di sekolah terpenuhi, misalnya dengan

tersedianya fasilitas dan tenaga pendidik yang berkualitas,

yang dapat memenuhi rasa ingintahuannya, hubungan

dengan guru dan teman-temannya berlangsung harmonis,

maka siswa akan memperoleh iklim belajar yang

menyenangkan. Dengan demikian, ia akan terdorong untuk

terus-menerus meningkatkan prestasi belajarnya.

(3) Kurikulum dan metode mengajar

Hal ini meliputi materi dan bagaimana cara memberikan

materi tersebut kepada siswa. Metrode pembelajaran yang

lebih interaktif sangat diperlukan untuk menumbuhkan minat

dan peran serta siswa dalam kegiatan pembelajaran. Sarlito

Wirawan menyatakan bahwa "faktor yang paling penting

adalah faktor guru. Jika guru mengajar dengan arif bijaksana,

tegas, memiliki disiplin tinggi, luwes dan mampu membuat

siswa menjadi senang akan pelajaran, maka prestasi belajar

siswa akan cenderung tinggi, palingtidak siswa tersebut tidak

bosan dalam mengikuti pelajaran."19

c) Faktor lingkungan masyarakat

(1) Sosial budaya

Pandangan masyarakat tentang pentingnya pendidikan akan

mempengaruhi kesungguhan pendidik dan peserta didik.

Masyarakat yang masih memandang rendah pendidikan akan

19

(31)

enggan mengirimkan anaknya ke sekolah dan cenderung

memandang rendah pekerjaan guru/pengajar

(2) Partisipasi terhadap pendidikan

Bila semua pihak telah berpartisipasi dan mendukung

kegiatan pendidikan, mulai dari pemerintah (berupa

kebijakan dan anggaran) sampai pada masyarakat bawah,

setiap orang akan lebih menghargai dan berusaha

memajukan pendidikan dan ilmu pengetahuan.

Jadi, hasil belajar siswa dalam bidang studi IPS adalah nilai atau

angka yang dicapai siswa dalam bidang studi IPS yang merupakan simbol

dari tingkat penguasaan siswa terhadap pengetahuan atau keterampilan

yang dikembangkan oleh bidang studi IPS.

2. Hakikat Pembelajaran Kooperatif

a. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif

Pendekatan kooperatif digunakan oleh para pendidik dalam

pembelajaran di kelas dengan menciptakan situasi atau kondisi bagi

kelompok untuk mencapai tujuan masing-masing anggota atau

kelompok mencapai tujuan tergantung pada kerjasama yang kompak

dan serasi dalam kelompok Model pembelajaran kooperatif merupakan

suatu model pembelajaran yang memberi kesempatan kapada anak

didik untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam tugas terstruktur,

yang mana anggotanya terdiri dari empat sampai lima orang siswa

dengan struktur kelompok yang heterogen.20

Pada dasarnya model pembelajaran kooperatif atau cooperative

learning mengandung pengertian sebagai suatu sikap atau perilaku

bersama dalam bekerja atau membantu di antara sesama dalam struktur

kerja sama yang teratur dalam kelompok. Pembelajaran kooperatif

lebih dari sekedar belajar kelompok atau kelompok kerja, karena

pembelajaran kooperatif mempunyai dua komponen utama, yaitu

(32)

komponen tugas kooperatif (cooperative task) dan komponen struktur

insentive kooperatif (cooperative insentive structure). Tugas kooperatif

berkaitan dengan hal-hal yang menyebabkan anggota kelompok bekerja

sama dalam menyelesaikan tugas kelompok, sedangkan struktur

insentive kooperatif merupakan suatu yang dapat membangkitkan

motivasi individu untuk bekerja sama mencapai tujuan kelompok.21

Anita Lie menyebut pembelajaran kooperatif dengan istilah

pembelajaran gotong royong, yakni sistem pembelajaran yang memberi

kesempatan kepada peserta didik untuk bekerjasama dalam tugas yang

terstruktur. Lebih lanjut dikatakan bahwa pembelajaran kooperatif

hanya dapat berjalan kalau sudah terbentuk kelompok atau tim yang di

dalamnya peserta didik bekerja secara terarah untuk mencapai tujuan

yang telah ditentukan dengan jumlah anggota kelompok pada

umumnya terdiri dari 4–6 orang saja.22

Sedangkan menurut Trianto, "di dalam kelas kooperatif siswa

belajar bersama dalam kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 4-6

orang siswa yang sederajat tetapi heterogen, kemampuan, jenis

kelamin, suku/ras, dan satu sama lain saling membantu."23 "Sistem

penilaian pada model pembelajaran kooperatif dilakukan terhadap

kelompok. Setiap kelompok akan memperoleh penghargaan (reward),

jika kelompok tersebut mampu menunjukkan prestasi yang

dipersyaratkan."24

Jadi model pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran

dengan menggunakan sistem kelompok/tim kecil, yaitu antara tiga

sampai lima orang siswa yang mempunyai latar belakang, kemampuan

akademis, jenis kelamin, ras atau suku yang berbeda (heterogen) untuk

menyelesaikan suatu masalah, suatu tugas atau mengerjakan sesuatu

21

Wina Sanjana,Stategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: Kencana Prenada Media, 2006), h. 241.

22

Anita Lie, Cooperative Learning: Memperaktikan Cooperative Learning di Ruang-ruang Kelas, (Jakarta : PT. Gramedia Widia Sarana Indonesia, 2007), h. 17.

23

Trianto, Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik, (Jakata: Prestasi Pustaka, 2007), h. 41.

24

(33)

untuk mencapai tujuan bersama lainnya. Bukanlah sebuah kooperatif

jika para siswa duduk bersama di dalam kelompok-kelompok kecil

namun mereka menyelesaikan masalah secara individu dan hanya satu

siswa yang menyelesaikan seluruh pekerjaan kelompok. Dalam

pembelajaran kooperatif menekankan pada kehadiran teman sebaya

yang berinteraksi antar sesamanya sebagai sebuah tim dalam

menyelesaikan atau membahas suatu masalah atau tugas.

Dengan demikian, pembelajaran kooperatif diharapkan dapat

meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi yang diajarkan,

belajar untuk bekerjasama, menghargai pendapat orang lain dan

tanggung jawab antara sesama siswa dan terhadap kelompoknya untuk

memperoleh yang terbaik bagi kelompoknya dalam belajar dan

menyelesaikan tugas.

Belajar kelompok, memiliki kesempatan mengungkapkan

gagasan, mendengarkan pendapat orang lain, serta bersama-sama

membangun pengertian, menjadi sangat penting dalam belajar karena

memiliki unsur yang berguna menantang pemikiran dan meningkatkan

harga diri seseorang. Dengan pengalaman belajarnya siswa dapat

mengkonstruk pengetahuannya sendiri.

Menurut Nurhadi ada beberapa alasan yang mendasari

dikembangkan pembelajaran kooperatif, antara lain:

1) Meningkatkan kepekaan dan kesetiakawanan sosial.

2) Memungkinkan para siswa saling belajar mengenai sikap,

ketrampilan, informasi, perilaku sosial dan pandangan-pandangan.

3) Memudahkan siswa melakukan penyesuaian sosial.

4) Memungkinkan terbentuk dan berkembangnya nilai-nilai sosial

dan komitmen.

5) Menghilangkan sifat mementingkan diri sendiri atau egois.

6) Membangun persahabatan yang dapat berlanjut hingga masa

dewasa.

(34)

hubungan saling membutuhkan dapat diajarkan dan dipraktekkan.

8) Meningkatkan rasa saling percaya kepada sesama manusia.

9) Meningkatkan kemampuan memandang masalah dan situasi dari

berbagai perspektif.

10) Meningkatkan kesediaan menggunakan ide orang lain yang

dirasakan lebih baik.

11) Meningkatkan kegemaran berteman tanpa memandang perbedaan

kemampuan, jenis kelamin, normal atau cacat, etnis, kelas sosial,

agama, dan orientasinya juga.25

b. Ciri-ciri Pembelajaran Kooperatif

Ada beberapa hal yang menjadi prinsi dasar dalam model

pembelajaran kooperatif agar lebih menjamin para siswa bekerja secara

kooperatif, hal tersebut antara lain:

1. Setiap anggota kelompok (siswa) bertanggung jawab atas segala sesuatu yang dikerjakan dalam kelompoknya.

2. Setiap anggota kelompok (siswa) harus mengetahui bahwa semua anggota kelompok mempunyai tujuan yang sama.

3. Setiap anggota kelompok (siswa) harus membagi tugas dan tanggung jawab yang sama diantara anggota kelompoknya.

4. Setiap anggota kelompok (siswa) akan dikenai evaluasi.

5. Setiap anggota kelompok (siswa) berbagi kepemimpinan dan membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama selama proses belajarnya.

6. Setiap anggota kelompok (siswa) akan diminta mempertanggung-jawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.26

Roger dan David Johnson, sebagaimana dikutip oleh Anita Lie

mengatakan bahwa tidak semua kerja kelompok bisa dianggap

cooperative learning. Untuk mencapai hasil yang maksimal, ada 5

unsur yang harus diterapkan dalam pembelajarancooperative, yaitu:

25

Administrator, http://dhar321.blogspot.com/2010/10/metode pembelajaran kooperatif. html, diakses pada tanggal 29 Januari 2011.

26

(35)

1) Saling ketergantungan positif

Keberhasilan suatu karya sangat tergantung pada anggotanya.

Untuk menciptakan kelompok kerja yang efektif, pengajar perlu

menyusun tugas sedemikian rupa sehingga setiap anggota kelompok

harus menyelesaikan tugasnya sendiri agar yang lain bisa mencapai

tujuan mereka.

a. Tanggungjawab perseorangan

Setiap anggota dalam kelompok bertanggungjawab untuk

melakukan yang terbaik. Setiap anggota kelompok harus

melaksanakan tanggung jawabnya sendiri agar tugas

selanjutnya dalam kelompok bisa dilaksanakan.

b. Tatap muka

Setiap anggota kelompok dalam kelompoknya, harus diberi

kesempatan untuk bertatap muka dan berdiskusi. Kegiatan ini

akan menguntungkan baik bagi anggota maupun kelompoknya.

Hasil pemikiran beberapa orang akan lebih baik daripada hasil

pemikiran satu orang saja.

c. Komunikasi antar anggota

Unsur ini juga menghendaki agar para pembelajar dibekali

dengan berbagai ketrampilan berkomunikasi. Sebelum

menugaskan siswa dalam kelompok, pengajar perlu

mengajarkan cara-cara berkomunikasi. Tidak setiap siswa

mempunyai keahlian mendengarkan dan berbicara.

Keberhasilan suatu kelompok sangat tergantung pada kesediaan

para anggotanya untuk saling mendengarkan dan kemampuan

untuk mengutarakan pendapat mereka.

d. Evaluasi proses kelompok

Evaluasi proses kelompok dalam pembelajaran kooperatif

diadakan oleh guru agar siswa selanjutnya bisa bekerja sama

dengan lebih baik. Waktu evaluasi tidak perlu diadakan setiap

(36)

waktu setelah beberapa kali pembelajar terlibat dalam kegiatan

pembelajaran.27

Isjoni menyebutkan ada 5 ciri dari pembelajaran kooperatif,

yaitu : (1) setiap anggota mempunyai peran, (2) terjadi hubungan

interaksi langsung di antara peserta didik, (3) setiap anggota kelompok

bertanggung jawab atas belajarnya dan juga teman sekelompoknya, (4)

guru membantu mengembangkan ketrampilan interpersonal kelompok,

dan (5) guru hanya berinteraksi dengan kelompok ketika diperlukan

saja.28

Dalam pembelajaran tradisional dikenal pula metode kerja

kelompok. Hanya saja pembelajaran berkelompok secara tradisional

berbeda dengan pembelajaran berkelompok dalam cooperative

learning. Bisa dikatakan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan

perbaikan dari pembelajaran tradisional dalam mengimplementasikan

pembelajaran secara berkelompok. Untuk lebih jelasnya berikut ini

dipaparkan perbedaan antara pembelajaran kooperatif dengan

pembelajaran tradisional.

Tabel 1

Perbedaan Pembelajaran Kooperatif Dengan Pembelajaran Tradisional

Kelompok Belajar Kooperatif Kelompok Belajar tradisional

Adanya saling ketergantungan positif, saling membantu, dan saling memberikan motivasi sehingga ada interaksi promotif.

Guru sering membiarkan adanya siswa yang mendominasi

kelompok atau menggantungkan diri pada kelompok.

Adanya akuntabilitas individual yang mengukur penguasaan materi pelajaran tiap anggota kelompok. Kelompok diberi umpan balik tentang hasil belajar para anggotanya sehingga dapat

Akuntabilitasi individual sering diabaikan sehingga tugas-tugas sering diborong oleh salah seorang anggota kelompok, sedangkan anggota kelompok

yang lainnya hanya “enak-enak

27

Anita Lie,Cooperative Learning…,h. 31-35. 28

Isjoni,Cooperative Learning: Mengembangkan Kemampuan Belajar Kelompok,

(37)

saling mengetahui siapa yang memerlukan bantuan dan siapa yang dapat memberikan bantuan.

saja’ di atas keberhasilan temannya yang dianggap pemborong.

Kelompok belajar heterogen, baik dalam kemampuan akademik, jenis kelamin, ras, etnik dan sebagainya sehingga dapat saling mengetahui siapa yang

memerlukan bantuan dan siapa yang dapat memberikan bantuan.

Kelompok belajar biasanya homogen.

Pemimpin kelompok dipilih secara demokratis atau bergilir untuk memberikan pengalaman memimpin bagi para anggota kelompok.

Pemimpin kelompok sering ditentukan oleh guru atau kelompok dibiarkan untuk memilih pemimpinnya dengan cara masing-masing.

Ketrampilan social yang diperlukan dalam kerja gotong royong seperti kepemimpinan, kemampuan berkomunikasi, mempercayai orang lain dan mengelola konflik secara langsung diajarkan.

Ketrampilan social sering tidak diajarkan secara langsung.

Pada saat belajar kooperatif sedang berlangsung, guru terus memberikan pemantauan melalui observasi dan melakukan

intervensi jika terjadi masalah dalam kerjasama antar anggota kelompok.

Pemantauan melalui observasi dan intervensi sering tidak dilakukan oleh guru pada saat belajar kelompok sedang berlangsung.

Guru memperhatikan secara langsung proses kelompok, yang terjadi dalam kelompok-kelompok belajar.

Guru sering tidak memperhatikan proses kelompok yang terjadi dalam kelompok-kelompok belajar.

Penekanan tidak hanya pada penyelesaian tugas tetapi juga hubungan interpersonal (hubungan antar pribadi yang saling menghargai).

Penekanan sering hanya pada penyelesaian tugas.

(38)

c. Tipe-tipe Pembelajaran Kooperatif

Pendekatan kooperatif digunakan oleh para pendidik dalam

pembelajaran di kelas dengan menciptakan situasi atau kondisi bagi

kelompok untuk mencapai tujuan masing-masing anggota atau

kelompok mencapai tujuan tergantung pada kerjasama yang kompak

dan serasi dalam kelompok Model pembelajaran kooperatif merupakan

suatu model pembelajaran yang memberi kesempatan kapada anak

didik untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam tugas terstruktur,

yang mana anggotanya terdiri dari empat sampai lima orang siswa

dengan struktur kelompok yang heterogen.29

Beberapa tipe model pembelajaran kooperatif yang

dikemukakan oleh beberapa ahli antara lain Slavin adalah sebagai

berikut:

1) Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw

Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw ini pertama kali

dikembangkan oleh Aronson dkk. Langkah-langkah

mengaplikasikan tipe Jigsaw dalam proses pembelajaran adalah

sebagai berikut:

a) Guru membagi suatu kelas menjadi beberapa kelompok, dengan

setiap kelompok terdiri dari 4-6 siswa dengan kemampuan yang

berbeda-beda baik tingkat kemampuan tinggi, sedang, dan

rendah serta jika mungkin anggota berasal dari ras, budaya, suku

yang berbeda tetapi tetap mengutamakan kesetaraan jender.

Kelompok ini disebut kelompok asal. Jumlah anggota dalam

kelompok asal menyesuaikan dengan jumlah bagian materi

pelajaran yang akan dipelajari siswa sesuai dengan tujuan

pembelajaran yang akan dicapai. Dalam tipe Jigsaw ini, setiap

siswa diberi tugas mempelajari salah satu bagian materi

pembelajaran tersebut. Semua siswa dengan materi

29

(39)

pembelajaran yang sama belajar bersama dalam kelompok yang

disebut kelompok ahli (Counterpart Group/CG).

Dalam kelompok ahli, siswa mendiskusikan bagian materi

pembelajaran yang sama, serta menyusun rencana bagaimana

menyampaikan kepada temannya jika kembali ke kelompok

asal. Kelompok asal ini oleh Aronson disebut kelompok jigsaw

(gigi gergaji).

b) Setelah siswa berdiskusi dalam kelompok ahli maupun

kelompok asal, selanjutnya dilakukan presentasi masing-masing

kelompok atau dilakukan pengundian salah satu kelompok untuk

menyajikan hasil diskusi kelompok yang telah dilakukan agar

guru dapat menyamakan persepsi pada materi pembelajaran

yang telah didiskusikan.

c) Guru memberikan kuis untuk siswa secara individual.

d) Guru memberikan penghargaan pada kelompok melalui skor

penghargaan berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil

belajar individual dari skor dasar ke skor kuis berikutnya

(terkini).

e) Materi sebaiknya secara alami dapat dibagi menjadi beberapa

bagian materi pembelajaran.

f) Perlu diperhatikan bahwa jika menggunakan tipe Jigsaw untuk

belajar materi baru, perlu dipersiapkan suatu tuntunan dan isi

materi yang runtut serta cukup sehingga tujuan pembelajaran

dapat tercapai.30

2) Pembelajaran kooperatif tipe NHT (Number Heads Together)

Pembelajaran kooperatif tipe NHT dikembangkan oleh

Spencer Kagen (1993). Pada umumnya NHT digunakan untuk

melibatkan siswa dalam penguatan pemahaman pembelajaran atau

mengecek pemahaman siswa terhadap materi pembelajaran.

Langkah-langkah penerapan tipe NHT:

(40)

a) Guru menyampaikan materi pembelajaran atau permasalahan

kepada siswa sesuai kompetensi dasar yang akan dicapai.

b) Guru memberikan kuis secara individual kepada siswa untuk

mendapatkan skor dasar atau skor awal.

c) Guru membagi kelas dalam beberapa kelompok, setiap kelompok

terdiri dari 4-5 siswa, setiap anggota kelompok diberi nomor

atau nama.

d) Guru mengajukan permasalahan untuk dipecahkan bersama

dalam kelompok.

e) Guru mengecek pemahaman siswa dengan menyebut salah satu

nomor (nama) anggota kelompok untuk menjawab. Jawaban

salah satu siswa yang ditunjuk oleh guru merupakan wakil

jawaban dari kelompok.

f) Guru memfasilitasi siswa dalam membuat rangkuman,

mengarahkan, dan memberikan penegasan pada akhir

pembelajaran.

g) Guru memberikan tes/kuis kepada siswa secara individual.

h) Guru memberi penghargaan pada kelompok melalui skor

penghargaan berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil

belajar individual dari skor dasar ke skor kuis berikutnya

(terkini).31

3) Pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Teams Achievement

Divisions)

Pembelajaran kooperatif tipe STAD dikembangkan oleh

Slavin dkk. Langkah-langkah penerapan pembelajaran kooperatif

tipe STAD:

a) Guru menyampaikan materi pembelajaran atau permasalahan

kepada siswa sesuai kompetensi dasar yang akan dicapai.

b) Guru memberikan tes/kuis kepada setiap siswa secara individual

sehingga akan diperoleh skor awal.

31

(41)

c) Guru membentuk beberapa kelompok. Setiap kelompok terdiri

dari 4-5 siswa dengan kemampuan yang berbeda-beda (tinggi,

sedang, dan rendah). Jika mungkin anggota kelompok berasal

dari ras, budaya, suku yang berbeda tetapi tetap mementingkan

kesetaraan jender.

d) Bahan materi yang telah dipersiapkan didiskusikan dalam

kelompok untuk mencapai kompetensi dasar. Pembelajaran

kooperatif tipe STAD biasanya digunakan untuk penguatan

pemahaman materi.

e) Guru memfasilitasi siswa dalam membuat rangkuman,

mengarahkan, dan memberikan penegasan pada materi

pembelajaran yang telah dipelajari.

f) Guru memberikan tes/kuis kepada setiap siswa secara

individual.

g) Guru memberi penghargaan pada kelompok berdasarkan

perolehan nilai peningkatan hasil belajar individual dari skor

dasar ke skor kuis berikutnya (terkini).32

4) Pembelajaran Kooperatif Tipe TAI (Team Assisted Individualization

atau Team Accelerated Instruction)

Pembelajaran kooperatif tipe TAI ini dikembangkan oleh

Slavin. Tipe ini mengkombinasikan keunggulan pembelajaran

kooperatif dan pembelajaran idnidvidual. Tipe ini dirancang untuk

mengatasi kesulitan belajar siswa secara individual. Oleh karena itu,

kegiatan pembelajarannya lebih banyak digunakan untuk

pemecahan masalah, ciri khas pada tipe TAI ini adalah setiap siswa

secara individual belajar materi pembelajaran yang sudah

dipersiapkan oleh guru. Hasil belajar individual dibawa ke

kelompok-kelompok untuk didiskusikan dan saling dibahas oleh

anggota kelompok, dan semua anggota kelompok bertanggung

jawab atas keseluruhan jawaban sebagai tanggung jawab bersama.

(42)

Langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe TAI adalah sebagai

berikut:

a) Guru memberikan tugas kepada siswa untuk mempelajari materi

pembelajaran secara individual yang sudah dipersiapkan oleh

guru.

b) Guru memberikan kuis secara individual kepada siswa untuk

mendapatkan skor dasar atau skor awal.

c) Guru membentuk beberapa kelompok. Setiap kelompok terdiri

dari 4-5 siswa dengan tingkat kemampuan yang berbeda-beda

(tinggi, sedang, dan rendah). Jika mungkin, anggota kelompok

terdiri dari ras, budaya, suku yang berbeda tetapi tetap

mengutamakan kesetaraan jender.

d) Hasil belajar siswa secara individual didiskusikan dalam

kelompok. Dalam diskusi kelompok, setiap anggota kelompok

saling memeriksa jawaban teman satu kelompok.

e) Guru memfasilitasi siswa dalam membuat rangkuman,

mengarahkan, dan memberikan penegasan pada materi

pembelajaran yang telah dipelajari.

f) Guru memberikan kuis kepada siswa secara individual.

g) Guru memberi penghargaan pada kelompok berdasarkan

perolehan nilai peningkatan hasil belajar individual dari skor

dasar ke skor kuis berikutnya (terkini).33

Tipe-tipe pembelajaran kooperatif yang telah diuraikan di atas

merupakan tipe-tipe yang paling sering digunakan dalam proses

pembelajaran di kelas. Terdapat tipe-tipe pembelajaran kooperatif yang

lain, yaitu:

1) Model Pembelajaran Kooperatif: Think-Pair-Share

Model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share merupakan

salah satu model pembelajaran kooperatif yang mampu mengubah

asumsi bahwa metode resitasi dan diskusi perlu diselenggarakan

33

Gambar

Tabel 2Tahapan-tahapan Kegiatan Pembelajaran Kooperatif Teknik Jigsaw
Tabel 3Ketentuan Penetapan Poin Kemajuan
Tabel 5Kisi-kisi Instumen Hasil Belajar
Gambar 1. Struktur Organisasi SMP Darussalam
+7

Referensi

Dokumen terkait

IMPROVING STUDENTS’ READING ABILITY USING GRAMMAR TRANSLATION METHOD (Classroom Action Research at the Class XA Students of MA Salafiyah Cirebon in the 2011/2012 Academic

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkah, rahmat, karunia, kesehatan, kekuatan dan kemudahan dalam pelaksanaan Praktek Kerja Lapangan (PKL) serta penyusunan

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan kedudukan hukum etnis Rohingya dan perlindungannya menurut Hukum Pengungsi Internasional serta untuk mengetahui pemenuhan

Berdasarka hasil penelitian tindakan kelas yang telah dilaksanakan melalui beberapa tindakan, yaitu dari siklus I, siklus II, dan siklus III serta berdasarkan

[r]

1) Biogas merupakan sumber energi terbarukan yang dapat digunakan sebagai energi alternatif untuk menggantikan energi dari fosil yang semakin lama akan semakin

Kita sebagai manusia yang memiliki akal dan berpegang teguh dalam ajaran islam, kita. harus meluruskan niat kita dalm mencari ilmu dan mengamalkannya nanti agar

Kajian Kuat Tekan, Kuat Tarik, Kuat Lentur, dan Redaman Bunyi pada Panel Dinding Beton dengan Agregat Limbah Plastik.. PET dan Limbah