FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENERIMAAN DIRI: SEBUAH PENELITIAN DIKALANGAN ANAK BERHADAPAN
HUKUM (ABH) DI PANTI SOSIAL MARSUDI PUTRA (PSMP) HANDAYANI
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Oleh
Shella Rafika Sari
NIM. 106070002308FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SYARIF HIDAYATULLAH
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENERIMAAN DIRI: SEBUAH PENELITIAN DIKALANGAN ANAK BERHADAPAN
HUKUM (ABH) DI PANTI SOSIAL MARSUDI PUTRA (PSMP) HANDAYANI
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Oleh
Shella Rafika Sari
NIM. 106070002308Dibawah Bimbingan
Pembimbing I
Jahja Umar, Ph. D NIP. 130 885 522
Pembimbing II
M. Avicenna, M. Hsc, Psy NIP. 19770906 200112 1004
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1431 H/2010 M
LEMBAR PENGESAHAN
Skripsi yang berjudul “FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
PENERIMAAN DIRI: SEBUAH PENELITIAN DIKALANGAN ANAK BERHADAPAN HUKUM (ABH) DI PANTI SOSIAL MARSUDI
PUTRA (PSMP) HANDAYANI” telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 6 Desember 2010. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi.
Jakarta, 6 Desember 2010
Sidang Munaqasyah
Dekan Pembantu Dekan
Ketua Merangkap Anggota / Sekretaris Merangkap Anggota Pembimbing I
Jahja Umar, Ph.D Dra. Fadhilah Suralaga, M.Si NIP. 130 885 522 NIP. 1956 1223 1983 032001
Anggota
Ikhwan Luthfi, M.Psi., Psi M. Avicenna, M. Hsc, Psy
NIP. 19730710 200501 1 006 NIP. 19770906 200112 1004
PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Shella Rafika Sari
NIM : 106070002308
Dengan ini saya menyatakan bahwa selama melakukan penelitian dan dalam
membuat laporan penelitian dengan skripsi yang berjudul FAKTOR-FAKTOR
YANG MEMPENGARUHI PENERIMAAN DIRI: SEBUAH PENELITIAN
DIKALANGAN ANAK BERHADAPAN HUKUM (ABH) DI PANTI SOSIAL
MARSUDI PUTRA (PSMP) HANDAYANI adalah benar merupakan karya saya
sendiri dan tidak melanggar etika akademik seperti penjiplakan, pemalsuan data,
dan manipulasi data. Adapun kutipan-kutipan yang ada dalam penyusunan karya
ini telah saya cantumkan sumber pengutipannya dalam skripsi. Apabila
dikemudian hari saya terbukti melanggar etika akademik, maka saya bersedia
untuk melakukan proses yang semestinya sesuai dengan Undang-Undang.
Demikian pernyataan ini dibuat untuk dipergunakan seperlunya.
Jakarta, 6 Desember 2010
Yang Menyatakan
Shella Rafika Sari
PERSEMBAHAN
Seiring rasa syukur yang tak terhingga kepada Allah SWT
yang selalu menyertaiku
Kupersembahkan karya ini sebagai
kenang-kenangan untuk orang-orang tersayang:
Ayah, Kakak, dan Alm. Abangku tercinta, Ibu, Abang, saudara-saudaraku,
MOTTO
“Keajaiban hanya terjadi pada orang-orang
yang pantang menyerah..”
(D) Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penerimaan Diri: Sebuah Penelitian dikalangan Anak Berhadapan Hukum (ABH) di Panti Sosial Marsudi Putra (PSMP) Handayani
(E) XIV + 85 Halaman + 59 Lampiran
(F) Penerimaan diri (self acceptance) adalah masalah yang penting dan serius dalam kehidupan manusia. Penerimaan diri penting karena merupakan asas untuk membentuk diri yang baik supaya kita dapat menerima kelebihan dan kekurangan yang ada. Penerimaan diri adalah asas meningkatkan diri untuk menghadapi cobaan hidup.
Penerimaan diri akan diukur dengan menggunakan skala berdasarkan aspek penerimaan diri menurut Sheerer (Cronbach, 1963), yaitu perasaan sederajat, percaya kemampuan diri, bertanggung jawab, orientasi keluar diri, berpendirian, menyadari keterbatasan dan menerima sifat Kemanusiaan. Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhinya berdasarkan pada teori Hurlock (1974), yaitu pemahaman diri, harapan yang realistik, bebas dari hambatan lingkungan, sikap-sikap anggota masyarakat yang menyenangkan, tidak ada tekanan emosi yang berat, pengaruh keberhasilan, identifikasi dengan seseorang yang mempunyai penerimaan diri, perspektif diri, pola asuh di masa kecil yang baik dan konsep diri yang stabil. Dengan variabel kontrol Anak Berhadapan Hukum (ABH) usia 12-18 tahun di Panti Sosial Marsudi Putra (PSMP) Handayani. Subjek dalam penelitian ini adalah 106 Anak Berhadapan Hukum (ABH)
Hasil pengujian hipotesis penerimaan diri (self acceptance) sebagai DV mengahasilkan R2 : 0.185, yang berarti 18,5% dari bervariasinya penerimaan diri ditentukan oleh ke 10 IV tersebut dengan nilai F yang dihasilkan adalah 2.16. Karena nilai F yang dihasilkan memiliki probability p < 0.05, maka dapat dikatakan signifikan. Arah dari koefisien regresi yang signifikan tersebut, ternyata ditemukan dampak yang positif, yang berarti semakin tinggi faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan diri, maka semakin tinggi penerimaan diri dan sebaliknya, semakin rendah faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan diri, maka semakin rendah penerimaan dirinya. IV yang signifikan dari penerimaan diri (self acceptance) adalah pengaruh keberhasilan, identifikasi dengan seseorang yang mempunyai penerimaan diri, dan konsep diri yang stabil.
.
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb
Alhamdulillahi rabbil’alamin. Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT,
yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini.
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis mendapatkan bimbingan, masukan, dan
arahan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan terima
kasih kepada:
1. Jahja Umar, Ph. D selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta dan pembimbing I yang telah memberikan
bimbingan, bantuan, dan arahan selama menyelesaikan skripsi ini.
2. M. Avicenna, M. Hsc, Psy selaku pembimbing II yang telah memberikan
pengarahan dan perhatiannya dalam penyelesaian skripsi ini.
3. Neneng Tati Sumiati, M. Si. Psi selaku pembimbing akademik yang selalu
meluangkan waktu untuk berkonsultasi.
4. Dra. Puji Astuti Santoso., M. Si selaku Kepala Panti Sosial Marsudi Putra
(PSMP) Handayani.
5. Ibu Naning Purwaningsih Handayani., SH selaku penyuluh sosial muda di
Panti Sosial Marsudi Putra (PSMP) Handayani yang bersedia membantu
dalam penyelesaian skripsi ini.
6. Seluruh Staf Panti Sosial Marsudi Putra (PSMP) Handayani, Cipayung,
Jakarta Timur.
7. Kepada semua Anak Berhadapan Hukum (ABH) yang telah bersedia
meluangkan waktunya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
8. Ayah dan Kakak yang penulis cintai, yang telah memberikan dukungan serta
9. Sahabatku Merlyna Revelia, yang selalu memberikan perhatian, bantuan, dan
dukungan.
10. Rekan-rekan mahasiswa fakultas psikologi Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
11. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah
memberikan bantuan dan dukungan pada penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat kekurangan, untuk itu
masukan dan saran yang membangun sangatlah diharapkan demi perbaikan
dimasa yang akan datang. Akhirnya hanya kepada Allah penulis berserah diri,
semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb
Jakarta, 6 Desember 2010
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman Judul ... i
Halaman Persetujuan ... ii
Lembar Pengesahan ... iii
Pernyataan ... iv
Persembahan ... v
Motto ... vi
Abstrak ... vii
Kata Pengantar ... viii
Daftar Isi ... x
Daftar Tabel ... xii
Daftar Gambar... xiii
Daftar Lampiran ... xiv
BAB 1 PENDAHULUAN ... 1
1.1Latar Belakang ... 1
1.2Identifikasi Masalah ... 9
1.3Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 9
1.3.1 Pembatasan Masalah Penelitian ... 9
1.3.2 Perumusan Masalah Penelitian ... 11
1.4Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 12
1.4.1 Tujuan Penelitian ... 12
1.4.1.1 Tujuan secara Khusus ... 12
1.4.1.2 Tujuan secara Umum ... 12
1.4.2 Manfaat Penelitian ... 12
1.4.2.1 Manfaat secara Teoritis ... 12
1.4.2.2 Manfaat secara Praktis ... 12
1.5Sistematika Penulisan ... 13
BAB 2 KAJIAN PUSTAKA ... 14
2.2.1 Definisi Penerimaan Diri (self Acceptance) ... 14
2.2.2 Aspek-aspek Penerimaan Diri (self Acceptance) ... 16
2.2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penerimaan Diri ... 18
2.2.4 Proses Terbentuknya Penerimaan Diri (self Acceptance) ... 23
2.2.5 Dampak dari Penerimaan Diri (self Acceptance) ... 24
2.2 Anak Berhadapan Hukum (ABH) ... 25
2.3 Kerangka Berpikir ... 28
2.4 Hipotesis ... 33
BAB 3 METODE PENELITIAN ... 36
3.1 Populasi dan Sampel Penelitian ... 36
3.2 Variabel Penelitian ... 36
3.3 Instrumen Pengumpulan Data ... 39
3.4 Metode Analisa Data ... 44
3.5 Reliabilitas dan Validitas Alat Ukur Penelitian ... 46
BAB 4 HASIL PENELITIAN ... 49
4.1 Analisis Deskriptif ... 49
4.2 Uji Hipotesis ... 55
4.2.1 Penerimaan Diri (self Acceptance) sebagai DV ... 57
4.2.1.1 Perasaan Sederajat sebagai DV ... 59
4.2.1.2 Percaya Kemampuan Diri sebagai DV ... 61
4.2.1.3 Bertanggung Jawab sebagai DV ... 63
4.2.1.4 Orientasi Keluar Diri sebagai DV ... 65
4.2.1.5 Berpendirian sebagai DV ... 66
4.2.1.6 Menyadari Keterbatasan sebagai DV ... 68
4.2.1.7 Menerima Sifat Kemanusiaan sebagai DV ... 70
BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN ... 74
5.1 Kesimpulan ... 74
5.2 Diskusi ... 74
5.3 Saran ... 80
DAFTAR PUSTAKA ... 82
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Blue Print Skala Penerimaan Diri ... 40
Tabel 3.2 Blue Print Skala Pemahaman Diri ... 41
Tabel 3.3 Blue Print Skala Harapan yang Realistik ... 41
Tabel 3.4 Blue Print Skala Bebas dari Hambatan Lingkungan ... 41
Tabel 3.5 Blue Print Skala Sikap Masyarakat yang Menyenangkan ... 42
Tabel 3.6 Blue Print Skala Tidak Ada Tekanan Emosi yang Berat ... 42
Tabel 3.7 Blue Print Skala Pengaruh Keberhasilan ... 42
Tabel 3.8 Blue Print Skala Identifikasi Seseorang Penerimaan Diri ... 43
Tabel 3.9 Blue Print Skala Perspektif Diri ... 43
Tabel 3.10 Blue Print Skala Pola Asuh di Masa Kecil yang Baik ... 43
Tabel 3.11 Blue Print Skala Konsep Diri yang Stabil ... 44
Tabel 3.12 Uji Validitas Skala Penerimaan Diri (Self Acceptance) ... 47
Tabel 3.13 Uji Validitas Skala Faktor Mempengaruhi Penerimaan Diri ... 47
Tabel 4.1 Kategorisasi Perasaan Sederajat ... 50
Tabel 4.2 Kategorisasi Percaya Kemampuan Diri ... 51
Tabel 4.3 Kategorisasi Bertanggung Jawab ... 51
Tabel 4.4 Kategorisasi Orientasi Keluar Diri ... 52
Tabel 4.5 Kategorisasi Berpendirian ... 53
Tabel 4.6 Kategorisasi Menyadari Keterbatasan ... 53
Tabel 4.7 Kategorisasi Menerima Sifat Kemanusiaan ... 54
Tabel 4.8 Ketujuh Komponen Penerimaan Diri sebagai DV ... 72
Tabel 4.9 IV Signifikan pada Ketujuh Komponen Penerimaan Diri ... 73
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Kerangka Berpikir ... 33
Gambar 2 Penerimaan Diri (Self Acceptance) sebagai DV ... 58
Gambar 3 Perasaan Sederajat sebagai DV ... 60
Gambar 4 Percaya Kemampuan Diri sebagai DV ... 62
Gambar 5 Bertanggung Jawab sebagai DV ... 64
Gambar 6 Orientasi Keluar Diri sebagai DV ... 65
Gambar 7 Berpendirian sebagai DV ... 67
Gambar 8 Menyadari Keterbatasan sebagai DV ... 69
Gambar 9 Menerima Sifat Kemanusiaan sebagai DV ... 71
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Skala penerimaan Diri dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Penerimaan Diri
Lampiran 2 : Hasil Pengumpulan Data
Lampiran 3 : Hasil Penelitian
Lampiran 4 : Surat Izin Penelitian
Lampiran 5 : Surat Pernyataan telah Selesai Penelitian dari Panti Sosial
Marsudi Putra (PSMP) Handayani
BAB 1
PENDAHULUAN
Bab ini berisi tentang latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan
masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan
sistematika penulisan.
1.1 Latar Belakang Masalah
Penerimaan diri (self acceptance) merupakan variabel yang penting dan telah
teruji dalam berbagai terapi Gestalt dan Rogerian (Carson dan Butcher, 1992).
Pengembangan kesadaran diri dan penerimaan diri individu merupakan objek
utama terapi Gestalt yang mengarah pada aktualisasi diri (Golstein dalam Sarason,
1972). Oleh karena itu, masalah penerimaan diri adalah masalah yang penting dan
serius dalam kehidupan manusia. Penerimaan diri penting karena merupakan asas
untuk membentuk diri yang baik supaya kita dapat menerima kelebihan dan
kekurangan yang ada. Penerimaan diri adalah asas meningkatkan diri untuk
menghadapi cobaan hidup.
Apabila individu tidak memiliki penerimaan diri yang baik, maka perasaan
kecewa, sedih, ketidakpuasan dan hilang semangat akan timbul, bahkan individu
juga akan hilang keyakinan dan tujuan di dalam hidupnya. Ciri-ciri tersebut dapat
mengakibatkan individu tersebut masuk dalam situasi stres apabila menemui
Penerimaan diri juga berlaku melalui sosialisasi dengan individu lain
karena penerimaan diri mempengaruhi tindak-tanduk individu dalam menghadapi
cobaan hidup yang dialaminya. Individu yang mempunyai penerimaan diri yang
baik dapat mengatasi atau mengendalikan masalah yang timbul dalam hidupnya.
Pernyataan tersebut di dukung oleh Calhoun dan Acocella (1990) yang
mengatakan bahwa penerimaan diri akan membantu individu dalam
menyesuaikan diri, sehingga sifat-sifat dalam dirinya seimbang dan terintegrasi.
Senada dengan Skinner (1953) yang menyebutkan salah satu kriteria
utama bagi suatu kepribadian yang terintegrasi dengan baik adalah menerima diri
sendiri. Individu yang mempunyai penerimaan diri baik dikatakan sebagai orang
yang menyukai dan menghargai dirinya dengan melihat dirinya berhubungan
dengan dunia luar. Sebaliknya, individu yang mempunyai penerimaan diri yang
buruk melihat dirinya sebagai orang yang membenci dan tidak menghargai diri,
merasa dirinya tidak nyaman dalam berhubungan dengan sekitarnya.
Hurlock (1974) membagi dampak penerimaan diri menjadi dua kategori.
Pertama, dalam penyesuaian diri. Orang yang memiliki penerimaan diri, mampu
mengenali kelebihan dan kekurangannya. Ia biasanya memiliki keyakinan diri
(self confidence) dan harga diri (self esteem). Pendapat tersebut sejalan dengan
pernyataan Brooks & Golstein (2009) bahwa penerimaan diri dikaitkan dengan
penghargaan diri dan rasa percaya diri. Individu lebih dapat menerima kritik demi
perkembangan dirinya. Penerimaan diri yang disertai dengan adanya rasa aman
untuk mengembangkan diri ini memungkinkan seseorang untuk menilai dirinya
Dengan penilaian realistik terhadap diri, seseorang akan bersikap jujur dan merasa
puas menjadi dirinya sendiri tanpa ada keinginan untuk menjadi orang lain.
Kedua, dalam penyesuaian sosial. Penerimaan diri biasanya disertai
dengan adanya penerimaan pada orang lain. Orang yang memiliki penerimaan diri
akan merasa aman untuk menerima orang lain, memberikan perhatiannya pada
orang lain, serta menaruh minat terhadap orang lain, seperti menunjukan rasa
empati dan simpati.
Dengan demikian, orang yang memiliki penerimaan diri dapat melakukan
penyesuaian sosial yang lebih baik dibandingkan dengan orang yang merasa
rendah diri, sehingga mereka cenderung lebih berorientasi pada dirinya sendiri
(self oriented). Ia dapat mengatasi keadaan emosionalnya tanpa mengganggu
orang lain, serta toleran dan memiliki dorongan untuk membantu orang lain.
Individu yang memiliki penerimaan diri rendah cenderung tidak berani
menghadapi cobaan dan senantiasa mencoba melarikan diri dari masalah atau
tanggung jawab (Hurlock, 1974). Ini disebabkan karena individu tersebut takut
menghadapi kegagalan, sehingga individu tidak ingin melibatkan diri dalam
berbagai aktivitas dan akan mengasingkan diri dari orang lain. Individu senantiasa
memikirkan sesuatu yang tidak baik pada diri mereka sendiri, bersikap pesimistik
dengan masa depannya, bahkan bertingkah laku buruk pada pendapat, pandangan
ataupun kritikan orang lain. Emosi dan mental individu menjadi mudah
dipengaruhi oleh unsur-unsur luar karena tidak mempunyai keyakinan, tidak
berpendirian, dan tidak tabah, sehingga individu tidak dapat membuat keputusan
Penerimaan diri yang rendah merupakan faktor penting yang
mempengaruhi ide dan percobaan bunuh diri (Golstein dalam Sarason, 1972).
Ketika ditolak oleh kelompok maupun lingkungan sekitarnya, individu yang
memiliki penerimaan diri yang baik mungkin akan merasa tertekan untuk
sementara, tapi perasan itu akan segera hilang. Individu bebas dari kesalahan
manusiawi dan tidak memandang dirinya sebagai seseorang yang harus marah,
takut atau menghindar dari konflik keinginan. Individu merasa memiliki hak
untuk mempunyai ide, aspirasi, dan keinginan sendiri, sehingga mereka tidak akan
mengeluh tentang kepuasan hidup. Sedangkan individu dengan penerimaan diri
yang rendah akan terus merasa ditolak karena perasaan rendah dirinya dan merasa
dirinya lebih buruk dari teman-temannya.
Penerimaan diri merupakan hasil instropeksi melalui pengamatan,
pemikiran dan perasaan diri. Pernyataan tersebut didukung oleh Chaplin (2006)
yang menyatakan proses penerimaan diri dimulai melalui proses pengamatan,
pemikiran dan perasaan serta penilaian-penilaian terhadap diri sendiri. Senada
dengan Cronbach (1963) yang mengatakan bahwa untuk mencapai penerimaan
diri harus melalui introspeksi terhadap diri sendiri. Supraptiknya (1995)
menambahkan bahwa proses terbentuknya penerimaan diri berkaitan dengan
pembukaan diri, kesehatan psikologis dan penerimaan terhadap orang lain.
Jika seseorang dapat menerima diri dengan baik maka dengan mudah akan
membuka diri. Demi penerimaan diri maka kita harus bersikap tulus dan jujur
dalam membuka diri. Bila kita menyembunyikan sesuatu tentang diri kita,
penerimaan diri kita. Selanjutnya, kesehatan psikologis berkaitan erat dengan
kualitas perasaan kita terhadap diri kita sendiri. Orang yang sehat secara
psikologis memandang dirinya disenangi, mampu, berharga dan diterima oleh
orang lain. Oleh karena itu, agar kita tumbuh dan berkembang secara psikologis,
kita harus menerima diri kita. Bila kita berpikir positif tentang diri kita, maka kita
akan berpikir positif tentang orang lain.
Dengan demikian, masalah penerimaan diri menjadi sangat penting bagi
seseorang, maka penting pula untuk diteliti. Peneliti berminat untuk meneliti
penerimaan diri pada Anak Berhadapan Hukum (ABH), karena pengalaman
selama dipenjara akan membuat penerimaan diri yang tadinya baik akan menjadi
terhambat, bahkan mungkin rusak. Di mana hal tersebut juga dapat kita lihat dari
proses terbentuknya penerimaan diri yang telah dijelaskan sebelumnya.
Layaknya hukum rimba, di penjara orang-orang yang mempunyai
kekuatan akan menguasai orang-orang yang lemah dan biasanya semakin berat
tingkat kejahatan seseorang maka ia akan semakin dihargai. Tahanan anak
seringkali diperlakukan sama dalam penjara layaknya tahanan dewasa. Terlebih
lagi ketika tahanan anak ini bersatu dengan para tahanan dewasa, karena
terkadang mereka harus bersatu dan berinteraksi dengan para tahanan dewasa.
Interaksi yang sangat terbuka antara tahanan anak dengan tahanan dewasa
seringkali membawa efek negatif bagi tahanan anak. Beberapa efek lain terjadi di
dalam tahanan, seperti perkelahian antar tahanan anak atau pemalakan yang
dilakukan oleh beberapa tahanan yang menjadi kaki tangan tahanan dewasa,
Bahkan setelah bebas, mereka masih harus dihadapkan dengan stigma buruk dari
masyarakat di sekitarnya. Penjara dengan segala macam permasalahan dan
kondisinya telah menjadi identitas sosial tersendiri di masyarakat. Penjara sebagai
tempat berkumpulnya orang-orang yang dinilai telah melakukan tindak kejahatan
di tengah masyarakat, secara laten telah menerapkan beberapa nilai tersendiri.
Anak Berhadapan Hukum (ABH) yang ingin kembali dalam masyarakat
dan ingin hidup normal berada dalam suatu dilema. Di satu sisi, mereka ingin
kembali bisa hidup bersama dengan masyarakat umum, tetapi di sisi lain mereka
merasa kesulitan untuk merubah sikap dan pandangan masyarakat yang telah
memberikan predikat buruk pada orang-orang yang keluar dari penjara. Kondisi
yang demikian ini mengakibatkan kehidupan psikis ABH kurang stabil, banyak
memendam konflik internal dan konflik dengan lingkungannya. Akibatnya, ABH
dalam kelanjutan hidupnya menemui kesulitan untuk menerima diri dalam
keadaannya yang sebenarnya. Masalah inilah yang perlu mendapatkan perhatian,
yaitu kondisi penerimaan diri pada ABH.
Individu yang dapat menerima dirinya sendiri berarti individu yang
mampu menerima keberadaan diri apa adanya, menerima semua kelebihan dan
kekurangan dirinya. Penerimaan diri dalam kehidupan merupakan proses untuk
mencari titik temu antara kondisi diri dan tuntutan lingkungan. Seseorang yang
mampu menerima keberadaan dirinya sendiri memiliki kemampuan untuk
berinteraksi dan mampu menyesuaikan diri dengan masyarakat. Penerimaan diri
bagi seseorang yang pernah mengalami kehidupan hitam sering membuat orang
Selanjutnya, yang harus diperhatikan adalah faktor-faktor yang
mempengaruhi penerimaan diri (self acceptance), seperti pemahaman diri,
harapan yang realistik, bebas dari hambatan lingkungan, sikap-sikap anggota
masyarakat yang menyenangkan, tidak ada tekanan emosi yang berat, pengaruh
keberhasilan, identifikasi dengan seseorang yang mempunyai penerimaan diri,
perspektif diri, pola asuh di masa kecil yang baik, dan konsep diri yang stabil.
Semua faktor-faktor penerimaan diri tersebut akan membawa seseorang ke
karakteristik individu yang memiliki penerimaan diri yang baik.
Allport (dalam Hjelle & Zeigler, 1992) menyatakan bahwa karakteristik
individu yang memiliki penerimaan diri yang baik adalah memiliki gambaran
yang positif tentang dirinya, dapat mengatur dan dapat bertoleransi dengan rasa
frustasi dan kemarahannya, dapat berinteraksi dengan orang lain tanpa memusuhi
mereka apabila orang lain memberikan kritik, serta dapat mengatur keadaan emosi
mereka dari rasa marah.
Senada dengan Hjelle (1992) yang mengemukakan bahwa karakteristik
seseorang yang memiliki penerimaan diri yang tinggi adalah mempunyai
gambaran positif terhadap dirinya dan dapat bertahan dalam kegagalan atau
kepedihan serta dapat mengatasi keadaan emosionalnya seperti depresi, marah dan
rasa bersalah.
Sheerer (dalam Cronbach, 1963) menyatakan bahwa ciri-ciri seseorang
yang mau menerima diri adalahm empunyai keyakinan akan kemampuannya
untuk menghadapi kehidupannya, menganggap dirinya berharga sebagai
jawab terhadap perilakunya, menerima pujian dan celaan secara objektif, tidak
menyalahkan dirinya akan keterbatasan yang dimilikinya ataupun mengingkari
kelebihannya.
Jersild (1978) memberikan perbedaan karakteristik individu yang
menerima keadaan dirinya atau yang telah mengembangkan sikap penerimaan
terhadap keadaannya dan menghargai diri sendiri, yakin akan standar-standar dan
pengakuan terhadap dirinya tanpa terpaku pada pendapat orang lain dan memiliki
perhitungan akan keterbatasan dirinya dan tidak melihat pada dirinya sendiri
secara irrasional. Orang yang menerima dirinya menyadari asset diri yang
dimilikinya, dan merasa bebas untuk menarik atau melakukan keinginannya.
Mereka juga menyadari kekurangan tanpa menyalahkan diri sendiri.
Oleh karena itu, faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan diri sangat
penting untuk ditelaah lebih dalam, karena faktor-faktor tersebut adalah penentu
dari karakteristik penerimaan diri yang baik pada individu. Dengan demikian,
berdasarkan uraian yang telah dijelaskan sebelumnya, penulis merasa tertarik
untuk melakukan penelitian dan peneliti ingin mengetahui “Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Penerimaan Diri: Sebuah Penelitian dikalangan Anak
Berhadapan Hukum (ABH) di Panti Sosial Marsudi Putra (PSMP)
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, penulis
mengidentifikasi masalah sebagai berikut:
1. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi penerimaan diri dikalangan Anak
Berhadapan Hukum (ABH) di Panti Sosial Marsudi Putra (PSMP) Handayani?
2. Dan diantara faktor-faktor tersebut, faktor manakah yang paling besar
pengaruhnya dibandingkan dengan faktor yang lainnya?
3. Apakah faktor-faktor tersebut saling berinteraksi dalam mempengaruhi
penerimaan diri dikalangan Anak Berhadapan Hukum (ABH) di Panti Sosial
Marsudi Putra (PSMP) Handayani?
1.3 Pembatasan dan Perumusan Masalah
1.3.1 Pembatasan Masalah Penelitian
Untuk memudahkan pembahasan dalam penelitian ini, maka penulis membatasi
permasalahan yang akan diuraikan, yaitu:
1. Penerimaan diri yang dimaksud adalah kemampuan individu yang
mencerminkan perasaan menerima kelebihan dan kekurangan yang ada pada
dirinya, serta dapat mengelola potensi dan keterbatasan dirinya dengan baik.
Penerimaan diri akan diukur dengan menggunakan skala berdasarkan aspek
penerimaan diri menurut Sheerer (Cronbach, 1963) sebagai berikut:
a. Perasaan sederajat
b. Percaya kemampuan diri
d. Orientasi keluar diri
e. Berpendirian
f. Menyadari keterbatasan
g. Menerima sifat Kemanusiaan
2. Penelitian ini dibatasi pada faktor-faktor yang digunakan berdasarkan pada
teori Hurlock (1974), yaitu:
a. Pemahaman diri
b. Harapan yang realistik
c. Bebas dari hambatan lingkungan
d. Sikap-sikap anggota masyarakat yang menyenangkan
e. Tidak ada tekanan emosi yang berat
f. Pengaruh keberhasilan
g. Identifikasi dengan seseorang yang mempunyai penerimaan diri
h. Perspektif diri
i. Pola asuh di masa kecil yang baik
j. Konsep diri yang stabil
3. Faktor non psikologis yang akan digunakan sebagai variabel kontrol dalam
penelitian ini adalah Anak Berhadapan Hukum (ABH) usia 12-18 tahun.
4. Subjek dalam penelitian ini adalah Anak Berhadapan Hukum (ABH) di Panti
Sosial Marsudi Putra (PSMP) Handayani. Dengan beberapa alasan dari
a. Penerimaan diri akan terlihat lebih mencolok atau dominan pada Anak
Berhadapan Hukum (ABH) untuk menentukan masa depan mereka
dibandingkan anak-anak biasa yang tidak memiliki masa lalu di penjara.
b. Penerimaan diri lebih bervariasi pada Anak Berhadapan Hukum (ABH)
dibandingkan tidak.
c. Dapat lebih terlihat dampak pengaruh penerimaan dirinya pada Anak
Berhadapan Hukum (ABH) jika dibandingkan dengan anak-anak biasa
yang tidak memiliki pengalaman-pengalaman selama di penjara.
1.3.2 Perumusan Masalah Penelitian
Berdasarkan identifikasi masalah dan batasan masalah yang telah ditentukan,
maka pertanyaan penelitian yang bisa dirumuskan sebagai berikut:
1. Faktor-faktor psikologis yang mempengaruhi penerimaan diri dikalangan
Anak Berhadapan Hukum (ABH) di Panti Sosial Marsudi Putra (PSMP)
Handayani.
2. Serta bagaimana variabel tersebut saling berinteraksi dalam mempengaruhi
penerimaan diri dikalangan Anak Berhadapan Hukum (ABH) di Panti Sosial
1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.4.1 Tujuan Penelitian
1.4.1.1Tujuan secara Khusus
Tujuan penelitian secara khusus adalah untuk menemukan faktor-faktor yang
secara signifikan mempengaruhi tinggi rendahnya penerimaan diri dikalangan
Anak Berhadapan Hukum (ABH) di Panti Sosial Marsudi Putra (PSMP)
Handayani.
1.4.1.2Tujuan secara Umum
Tujuan penelitian secara umum adalah:
1. Agar bisa diketahui subjek yang penerimaan dirinya tinggi atau rendah.
2. Supaya dapat diberikan perlakuan (treatment) yang tepat bagi mereka yang
memiliki penerimaan diri yang rendah.
1.4.2 Manfaat Penelitian
1.4.2.1Manfaat secara Teoritis
Secara teoritis, hasil penelitian ini berguna sebagai sumbangan ilmiah bagi
pengembangan wacana dan kajian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi
penerimaan diri dikalangan Anak Berhadapan Hukum (ABH).
1.4.2.2Manfaat secara Praktis
Secara praktis, dapat dirumuskan kebijakan khusus atau saran di bidang
1.5 Sistematika Penulisan
Penulis menggunakan sistematika yang sudah baku dalam penulisan skripsi,
seperti pada petunjuk penulisan skripsi baku yang diterbitkan khusus oleh
Fakultas Psikologi UIN Jakarta:
Bab 1 Pendahuluan. Bab ini berisikan latar belakang masalah, identifikasi
masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat
penelitian, serta sistematika penulisan.
Bab 2 Kajian pustaka yang berisikan segala teori yang menunjang penelitian.
Bab ini berisikan mengenai teori penerimaan diri (self acceptance) dan
Anak Berhadapan Hukum (ABH). Bab ini dilengkapi dengan kerangka
berpikir dan hipotesis.
Bab 3 Metode Penelitian. Bab ini berisikan populasi dan sampel penelitian,
variabel penelitian, instrumen pengumpulan data, metode analisa data.
Bab 4 Hasil Penelitian. Pada bab ini dijelaskan dan dijabarkan data hasil
penelitian yang telah didapatkan berikut analisis data berdasarkan
statistika dan kesimpulan.
Bab 5 Diskusi dan Saran. Pada bab akhir ini penulis mendiskusikan seluruh data
yang diperoleh dari penelitian dengan teori dan penelitian-penelitian
terkait dengan penelitian ini dan menyampaikan saran berdasarkan atas
BAB 2
KAJIAN PUSTAKA
Bab ini berisi tentang teori-teori yang digunakan pada penelitian, kerangka
berpikir, dan hipotesis.
2.1 Penerimaan Diri (Self Acceptance)
2.2.1 Definisi Penerimaan Diri (Self Acceptance)
Chaplin (2006) menyatakan bahwa penerimaan diri adalah sikap yang pada
dasarnya merasa puas dengan diri sendiri, kualitas-kualitas dan bakat-bakat
sendiri, serta pengakuan akan keterbatasan-keterbatasan sendiri.
Elizabeth Bergner Hurlock (1974), mengemukakan bahwa penerimaan diri
sebagai gelar yang diberikan oleh individu itu sendiri setelah mengetahui dan
mempertimbangkan karakteristik pribadinya, serta mampu dan dapat
menerimanya.
Menurut Lee J. Cronbach (1963), penerimaan diri merupakan karakteristik
yang lebih dalam hingga batas tertentu, yang menjelaskan mengapa orang
bertindak seperti yang dilakukannya. Dengan arti keadaan di mana seorang
individu memiliki penilaian positif terhadap dirinya, menerima serta mengakui
segala kelebihan maupun segala keterbatasan yang ada dalam dirinya tanpa
Maslow (1970), menyatakan bahwa penerimaan diri merupakan suatu
tingkat kemampuan individu untuk hidup dengan segala kekhususan diri yang
dapat melalui pengenalan diri secara utuh.
Menurut Johada (1958) penerimaan diri mengandung pengertian bahwa
individu telah belajar untuk hidup dengan dirinya sendiri, dalam arti individu
dapat menerima kelebihan maupun kekurangan yang ditemukan dalam dirinya.
Schultz (Ratnawati, 1990) menyatakan penerimaan diri mengandaikan
adanya kemampuan diri dalam psikologis seseorang, yang menunjukkan kualitas
diri sehingga penerimaan diri dibentuk dari hasil dari tinjauan pada seluruh
kemampuan diri.
Supraktiknya (1995), menyatakan bahwa penerimaan diri adalah memiliki
penghargaan yang tinggi terhadap diri sendiri atau tidak bersikap sinis terhadap
diri sendiri. Penerimaan diri berkaitan dengan kerelaan membuka diri atau
mengungkapkan pikiran, perasaan dan reaksi kepada orang lain, kesehatan
psikologis serta penerimaan terhadap orang lain.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penerimaan diri adalah
kemampuan individu yang mencerminkan perasaan menerima kelebihan dan
kekurangan yang ada pada dirinya, serta dapat mengelola potensi dan keterbatasan
2.2.2 Aspek-aspek Penerimaan Diri (Self Acceptance)
Dalam Cronbach (1963), Elizabeth Sheerer mengatakan bahwa aspek-aspek
penerimaan diri meliputi hal-hal sebagai berikut:
1. Perasaan sederajat
Individu menganggap dirinya berharga dengan manusia yang sederajat dengan
orang lain, sehingga individu tidak merasa sebagai orang yang istimewa atau
menyimpang dari orang lain. Individu merasa dirinya mempunyai kelemahan
dan kelebihan seperti orang lain.
2. Percaya kemampuan diri
Individu yang mempunyai kemampuan untuk menghadapi kehidupan. Hal ini
tampak dari sikap individu yang percaya diri, lebih suka mengembangkan
sikap baiknya dan mengeliminasi sifat buruknya dari pada ingin menjadi
orang lain, sehingga individu merasa puas pada dirinya sendiri.
3. Bertanggung jawab
Individu berani memikul tanggung jawab terhadap perilakunya, sehingga
menerima diri apa adanya.
4. Orientasi keluar diri
Individu lebih mempunyai orientasi keluar diri daripada kedalam. Individu
lebih suka memperhatikan dan toleran terhadap orang lain, sehingga
5. Berpendirian
Individu lebih suka mengikuti standarnya sendiri dari pada bersikap nyaman
(conform) terhadap tekanan sosial, oleh karena itu individu yang mampu
menerima diri mempunyai sikap dan kepercayaan diri pada tindakannya.
6. Menyadari keterbatasan
Individu tidak menyalahkan diri akan keterbatasannya atau mengingkari
kelebihannya.
7. Menerima sifat kemanusiaan
Individu tidak menyangkal emosi. Individu mengenali perasaan marah, takut
dan cemas, tanpa menganggap sebagai sesuatu yang harus diingkari atau
ditutupi.
Dalam Hurlock (1974), Jersild menjelaskan bahwa orang yang memiliki
penerimaan diri mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1. Penilaian yang realistik tentang sumber daya yang dimilikinya, yang
dikombinasikan dengan apresiasi atas dirinya secara keseluruhan. Individu
yang memiliki penerimaan diri berfikir lebih realistik tentang penampilan dan
bagaimana dirinya terlihat dalam pandangan orang lain. Individu tersebut
dapat melakukan sesuatu dan berbicara dengan baik mengenai dirinya yang
sebenarnya.
2. Kepastian akan standar dan teguh pada pendiriannya, serta mempunyai
penilaian yang realistik terhadap keterbatasannya tanpa mencela diri. Individu
3. Tahu kelebihan apa saja yang dimiliki
Individu memiliki kejujuran untuk menerima dirinya sebagai apa dan untuk
apa nantinya serta tidak menyukai kepura-puraan.
4. Mampu mengatasi segala kekurangan yang ada
Individu dengan penerimaan diri mempunyai lebih banyak keleluasaan untuk
menikmati hal-hal dalam hidupnya. Individu tersebut tidak hanya leluasa
menikmati sesuatu yang dilakukannya. Akan tetapi, juga leluasa untuk
menolak atau menghindari sesuatu yang tidak ingin dilakukannya, bahkan
mampu untuk mengatasi segala kekurangan yang di milikinya.
2.2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penerimaan Diri (Self Acceptance)
Hurlock (1974) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan
diri sebagai berikut:
1. Pemahaman diri
Pemahaman diri adalah persepsi diri yang ditandai dengan ketulusan, bukan
kepura-puraan. Individu tidak hanya mengakui fakta-fakta, tetapi juga
tidak akan tergantung pada kapasitas intelektualnya saja, tetapi juga pada
kesempatan untuk penemuan dirinya. Kurangnya pemahaman diri mungkin
menjadi kenyataan dari ketidaktahuan, kurangnya kesempatan untuk
penemuan diri atau keinginan untuk melihat dirinya hanya sebagai ia ingin
menjadi, tidak seperti ia sebenarnya. Semakin baik seseorang memahami
dirinya sendiri, semakin baik ia bisa menerima dirinya sendiri. Begitu juga
sebaliknya, kurangnya pemahaman diri menyebabkan ia tidak bisa menerima
dirinya sendiri.
2. Harapan yang realistik
Harapan lebih cenderung bersikap realistik ketika individu dapat
merumuskannya sendiri daripada membiarkan individu lain
mempengaruhinya, serta mampu mengenali keterbatasan serta kekuatannya.
Ketika seseorang memiliki harapan untuk pencapaian yang realistik,
kemungkinan besar kinerjanya akan muncul untuk harapannya. Hal ini akan
memberikan kontribusi untuk kepuasan diri yang penting di dalam
penerimaan diri.
3. Bebas dari hambatan lingkungan
Bebas dari hambatan lingkungan adalah ketika individu dapat memiliki
kontrol dan orang-orang disekitar mendorongnya untuk mencapai
keberhasilan. Ketidakmampuan untuk mencapai tujuan yang realistik dapat
berasal dari hambatan lingkungan di mana orang tersebut tidak memiliki
kontrol, seperti diskriminasi berdasarkan ras, jenis kelamin, atau agama.
Ketika hambatan di jalannya dihapus dan kapan orang tua, guru, teman
sebaya atau perusahaan mendorong orang untuk mencapai keberhasilan dan
ia mampu, ia akan merasa puas dengan prestasi itu.
4. Sikap-sikap anggota masyarakat yang menyenangkan
Kondisi utama yang menyebabkan evaluasi sosial yang menguntungkan
adalah tidak adanya prasangka terhadap orang atau anggota keluarganya,
terutama wawasan sosial yang memungkinkan orang lain mengerti
bagaimana ia merasa, serta kesediaan untuk menerima adat-istiadat
kelompok dalam berpakaian, penampilan, ucapan, dan perilaku.
5. Tidak ada tekanan emosi yang berat
Tidak adanya stres emosional adalah ketika individu berusaha melakukan
yang terbaik dan berorientasi keluar diri, sehingga individu tersebut menjadi
santai dan tidak tegang, senang dan tidak marah, atau benci dan frustrasi.
Kondisi ini berkontribusi pada evaluasi sosial yang menguntungkan. Tekanan
emosi dapat menyebabkan gangguan dalam homeostasis fisik dan psikologis.
Tekanan emosi yang berkepanjangan dapat memunculkan perilaku yang
menyimpang dan orang lain dapat menolak individu tersebut. Selain itu,
gangguan dalam homeostasis fisik yang menyertai tekanan emosi membuat
orang yang bekerja menjadi kurang efisien dan merasa sangat lelah serta lesu
atau tegang, sehingga ia akan bereaksi negatif terhadap orang.
6. Pengaruh keberhasilan
Pengaruh keberhasilan adalah ketika individu memiliki cita-cita yang terlalu
keberhasilan tersebut bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Keberhasilan
sangat jauh lebih penting karena keberhasilan dapat menimbulkan
penerimaan diri dan sebaliknya kegagalan yang dialami dapat mengakibatkan
adanya penolakan diri.
7. Identifikasi dengan seseorang yang mempunyai penerimaan diri
Identifikasi dengan seseorang yang mempunyai penerimaan diri adalah ketika
individu melakukan indentifikasi dengan seseorang yang mempunyai
penerimaan diri yang baik, maka ia akan memiliki kecenderungan untuk
mengembangkan sikap-sikap positif terhadap kehidupan dan dapat
berperilaku dengan cara yang mengarah pada penilaian yang menguntungkan
dirinya.
Identifikasi dapat menjadi kuat di usia berapa pun, namun yang paling
banyak terjadi pada tahun-tahun awal ketika pandangan hidup sedang
dibentuk dan ketika dasar-dasar penyesuaian pribadi sedang diletakkan. Itu
sebabnya lingkungan rumah yang menyediakan anak dengan baik
disesuaikan dengan sumber identifikasi akan kontribusi untuk pengembangan
kepribadian yang sehat. Biasanya ibu yang paling sering dipilih sebagai
sumber identifikasi karena memiliki pengaruh kuat pada anak mengenai pola
kepribadian.
8. Perspektif diri
Perspektif diri adalah memperhatikan pandangan orang lain tentang dirinya,
dirinya seperti orang lain melihat dia memiliki pemahaman diri yang lebih
besar dari satu perspektif diri yang cenderung sempit dan terdistorsi. Sebuah
pencerahan perspektif diri dalam memfasilitasi penerimaan diri.
9. Pola asuh di masa kecil yang baik
Pola asuh di masa kecil yang baik adalah ketika individu mendapatkan
pelatihan yang baik, yang mengarah ke pola kepribadian yang sehat, yang di
dapat di masa kanak-kanak. Meskipun penyesuaian diri individu dapat
berubah secara radikal sebagaimana hidupnya berlangsung, tetapi inti dari
konsep diri yang menentukan apa yang sesuai untuk hidupnya, yang dimulai
di masa kanak-kanak. Itu sebabnya rumah dan pelatihan sekolah sangat
penting.
10. Konsep diri yang stabil
Sebuah konsep diri yang stabil yaitu ketika individu tersebut melihat dirinya
dengan cara yang sama hampir sepanjang waktu dan mampu memberikan
individu yang lain gambaran yang jelas tentang apa dia sebenarnya karena ia
tidak ambivalen tentang dirinya dikemudian hari. Konsep diri akan
menguntungkan individu yang menerima diri sendiri. Jika tidak
menguntungkan, secara alami akan mengakibatkan penolakan diri. Sebuah
konsep diri yang tidak stabil yaitu ketika individu melihat dirinya baik hanya
beberapa kali dan gagal untuk memberi orang gambaran yang jelas tentang
apa dia sebenarnya karena ia ambivalen tentang dirinya dikemudian hari. Jika
diri, maka ia harus melihat dirinya sesering mungkin agar dapat memperkuat
konsep dirinya, sehingga penerimaan diri menjadi kebiasaan.
2.2.4 Proses Terbentuknya Penerimaan Diri (Self Acceptance)
Supraptiknya (1995) mengemukakan bahwa proses terbentuknya penerimaan diri
berkaitan dengan hal-hal sebagai berikut:
a. Pembukaan diri
Jika seseorang dapat menerima diri dengan baik maka dapat dengan mudah
membuka diri. Demi penerimaan diri maka kita harus bersikap tulus dan jujur,
dalam membuka diri. Bila kita menyembunyikan sesuatu tentang diri kita,
penerimaan yang ditunjukkan oleh orang lain atas diri kita justru bisa
mengurangi penerimaan diri kita.
b. Kesehatan psikologis
Kesehatan psikologis berkaitan erat dengan kualitas perasaan kita terhadap
diri kita sendiri. Orang yang sehat secara psikologis memandang dirinya
disenangi, mampu, berharga, dan diterima oleh orang lain. Agar kita tumbuh
dan berkembang secara psikologis kita harus menerima diri kita.
c. Penerimaan terhadap orang lain
Seseorang yang menerima dirinya biasanya lebih bisa menerima orang lain.
Bila kita berpikir positif tentang diri kita, maka kita akan berpikir positif
2.2.5 Dampak dari Penerimaan Diri (Self Acceptance)
Hurlock (1974) membagi dampak dari penerimaan diri menjadi dua kategori
sebagai berikut:
1. Dalam penyesuaian diri
Orang yang memiliki penerimaan diri mampu mengenali kelebihan dan
kekurangannya. Ia biasanya memiliki keyakinan diri (self confidence) dan
harga diri (self esteem). Selain itu, mereka juga lebih dapat menerima kritik
demi perkembangan dirinya. Penerimaan diri yang disertai dengan adanya rasa
aman untuk mengembangkan diri ini memungkinkan seseorang untuk menilai
dirinya secara lebih realistik sehingga dapat menggunakan potensinya secara
efektif. Dengan penilaian yang realistik terhadap diri, seseorang akan bersikap
jujur dan tidak berpura-pura. Ia juga merasa puas dengan menjadi dirinya
sendiri tanpa ada keinginan untuk menjadi orang lain.
2. Dalam penyesuaian sosial
Penerimaan diri biasanya disertai dengan adanya penerimaan pada orang lain.
Orang yang memiliki penerimaan diri akan merasa aman untuk menerima
orang lain, memberikan perhatiannya pada orang lain, serta menaruh minat
terhadap orang lain, seperti menunjukan rasa empati dan simpati. Dengan
demikian orang yang memiliki penerimaan diri dapat melakukan penyesuaian
sosial yang lebih baik dibandingkan dengan orang yang merasa rendah diri,
sehingga mereka cenderung berorientasi pada dirinya sendiri (self oriented). Ia
dapat mengatasi keadaan emosionalnya tanpa mengganggu orang lain, serta
Penerimaan diri sangat berhubungan erat dengan konsep diri karena
penerimaan diri memiliki peranan yang penting dalam pembentukan konsep
diri dan kepribadian yang positif. Orang yang memiliki penerimaan diri yang
baik maka dapat dikatakan memiliki konsep diri yang baik pula, karena selalu
mengacu pada gambaran diri ideal, sehingga bisa menerima gambaran dirinya
yang sesuai dengan realitas.
2.2 Anak Berhadapan Hukum (ABH)
Anak adalah manusia yang belum matang, seperti yang didefinisikan dalam
hukum internasional bahwa mereka adalah anak yang berusia dibawah 18 tahun.
Masa kanak-kanak adalah suatu tahapan dalam siklus kehidupan sebelum mereka
mendapat peran dan bertanggung jawab penuh sebagai orang dewasa. Masa anak
adalah masa di mana ia memerlukan perhatian dan perlindungan khusus, seiring
persiapan menuju pada kehidupan menjadi dewasa.
Sebagian kecil anak tak dapat memahami secara utuh aturan hidup di
dalam masyarakat, baik disebabkan oleh kurangnya perhatian orang tua, kurang
kasih sayang, kurang kehangatan jiwa, adanya kekerasan di dalam keluarga dan
masyarakat yang membawa dampak pada terbentuknya sikap dan perilaku
menyimpang anak di masyarakat, yang dikenal dengan istilah kenakalan remaja.
Sebagian perilaku menyimpang tersebut akan bersentuhan dengan ketentuan
hukum. Anak-anak inilah yang disebut anak yang berhadapan dengan hukum
Standar Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Administrasi Peradilan Bagi
Remaja (Beijing Rules), dalam peraturan 2.2.
Pertama, seorang anak menurut sistem hukum masing-masing
diperlakukan atas suatu pelanggaran hukum dengan cara yang berbeda dari
perlakuan terhadap orang dewasa. Kedua, suatu pelanggaran hukum adalah
perilaku apapun (tindakan/kelalaian) yang dapat dihukum oleh hukum menurut
sistem-sistem hukum masing-masing. Ketiga, seorang pelanggar hukum berusia
remaja adalah seorang anak yang diduga melakukan/ditemukan telah melakukan
suatu pelanggaran hukum.
Senada dengan Pasal 1 butir 2 UU No.3 tahun 1997, menyebutkan
anak-anak nakal adalah : 1) Anak yang melakukan tindak pidana atau; 2) Anak yang
melakukan perbuatan yang dinyatakan terlarang bagi anak, baik menurut
peraturan perundang-undangan maupun menurut peraturan hukum lain.
Di Indonesia, batas umur anak yang dapat diajukan ke sidang anak antara
lain umur 8-18 tahun. Tetapi bagi anak yang melakukan tindak pidana pada usia
8-12 tahun tidak dapat dikenakan pidana. Jadi, batas usia untuk anak yang
melakukan tindak pidana dan dipertanggungjawabkan dalam hukum pidana dan
dijatuhi pidana adalah usia 12-18 tahun.
Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan sebelumnya, maka peneliti
memilih subjek dengan rentang usia 12-18 tahun. Dengan beberapa alasan sebagai
1. Sesuai dengan latar belakang pada penelitian ini yang mengkhususkan pada
remaja.
2. Subjek di Panti Sosial Marsudi Putra (PSMP) Handayani mengenai Anak
Berhadapan Hukum (ABH) lebih dominan remaja dan sudah di kelompokkan,
sehingga memudahkan peneliti. Sedangkan alasan peneliti mememilih Panti
Sosial Marsudi Putra (PSMP) Handayani adalah:
a. Tempatnya mudah dijangkau oleh peneliti.
b. Peneliti melakukan Kuliah Kerja Lapangan (KKL) di Panti tersebut,
sehingga memudahkan peneliti untuk berinteraksi lebih dengan subjek
yang sudah dikenal sebelumnya.
Untuk kondisi psikologis ABH dapat dikatakan kurang stabil, banyak
memendam konflik internal dan konflik dengan lingkungannya. Hal ini
dikarenakan interaksi yang sangat terbuka antara tahanan anak dengan tahanan
dewasa seringkali membawa efek negatif bagi tahanan anak. Beberapa efek lain
terjadi di dalam tahanan, seperti perkelahian antar tahanan anak atau pemalakan
yang dilakukan oleh beberapa tahanan yang menjadi kaki tangan tahanan dewasa,
sehingga tahanan anak seringkali menjadi korban eksploitasi para tahanan dewasa.
Bahkan setelah bebas, mereka masih harus dihadapkan dengan stigma buruk dari
masyarakat di sekitarnya. Kondisi yang seperti itu memungkinkan ABH dalam
kelanjutan hidupnya menemui kesulitan untuk menerima diri dalam keadaannya
2.3 Kerangka Berpikir
Berdasarkan faktor penerimaan diri yang telah ditentukan, maka
faktor-faktor yang dapat memberikan pengaruh terhadap penerimaan diri Anak
Berhadapan Hukum (ABH) meliputi pemahaman diri, harapan yang realistik,
bebas dari hambatan lingkungan, sikap-sikap anggota masyarakat yang
menyenangkan, tidak ada tekanan emosi yang berat, pengaruh keberhasilan,
identifikasi dengan seseorang yang mempunyai penerimaan diri, perspektif diri,
pola asuh di masa kecil yang baik, dan konsep diri yang stabil.
Faktor-faktor penerimaan diri tersebutlah yang akan membawa seseorang
ke karakteristik individu yang memiliki penerimaan diri yang baik. Karena jika
seseorang memiliki karakteristik penerimaan diri yang baik, maka individu
tersebut dapat dengan mudah membuka diri. Individu akan memandang dirinya
disenangi, mampu, berharga dan diterima oleh orang lain. Bila kita berpikir positif
tentang diri kita, maka kita akan berpikir positif tentang orang lain. Begitu juga
sebaliknya, bila kita menyembunyikan sesuatu tentang diri kita, penerimaan yang
ditunjukkan oleh orang lain atas diri kita justru bisa mengurangi penerimaan diri
kita.
Selanjutnya, karakteristik individu yang memiliki penerimaan diri rendah
cenderung tidak berani menghadapi cobaan dan senantiasa mencoba melarikan
diri dari masalah atau tanggung jawab karena individu tersebut takut menghadapi
kegagalan, sehingga individu tidak ingin melibatkan diri dalam berbagai aktivitas
dan akan mengasingkan diri dari orang lain. Individu senantiasa memikirkan
depannya, bahkan bertingkah laku buruk pada pendapat, pandangan ataupun
kritikan orang lain. Emosi dan mental individu menjadi mudah dipengaruhi oleh
unsur-unsur luar karena tidak mempunyai keyakinan, tidak berpendirian, dan
tidak tabah, sehingga individu tidak dapat membuat keputusan mengenai apa yang
baik dan apa yang buruk bagi dirinya. Selain itu, individu akan merasa ditolak
karena merasa dirinya lebih buruk dari teman-temannya.
Selanjutnya, jika diuraikan lebih satu-persatu dari faktor-faktor yang
mempengaruhi penerimaan diri, dimulai dari pemahaman diri, yaitu pemahaman
tentang diri sendiri. Hal ini dapat timbul dari kesempatan seseorang untuk
mengenali kemampuan dan ketidakmampuannya. Individu yang dapat memahami
dirinya sendiri tidak akan hanya tergantung dari kemampuan intelektualnya saja,
tetapi juga pada kesempatannya untuk penemuan diri sendiri. Oleh karena itu,
pemahaman diri dan penerimaan diri berjalan dengan berdampingan, maksudnya
semakin orang dapat memahami dirinya, maka semakin dapat menerima dirinya.
Yang kedua adalah adanya harapan yang realistik. Hal ini timbul jika
individu menentukan sendiri harapannya, yang disesuaikan dengan pemahaman
dengan kemampuannya, bukan diarahkan oleh orang lain dalam mencapai
tujuannya, sehinnga memungkinkan seseorang untuk menilai dirinya secara lebih
realistis sehingga dapat menggunakan potensinya secara efektif. Dengan penilaian
yang realistis terhadap diri, seseorang akan bersikap jujur dan tidak berpura-pura.
Selain itu ia juga merasa puas dengan menjadi dirinya sendiri tanpa ada keinginan
semakin besar kesempatan tercapainya harapan itu, dan hal ini akan menimbulkan
kepuasan diri, yang merupakan hal penting dalam penerimaan diri.
Yang ketiga adalah bebas dari hambatan lingkungan. Walaupun seseorang
sudah memiliki harapan yang realistik, tetapi bila lingkungan disekitarnya tidak
memberikan kesempatan atau bahkan menghalangi, maka harapan orang tersebut
tentu akan sulit tercapai. Oleh karena itu bebas dari hambatan libgkungan juga
merupakan faktor yang berperan penting dalam penerimaan diri seseorang.
Yang keempat adalah sikap-sikap anggota masyarakat yang
menyenangkan. Tidak adanya prasangka, karena adanya penghargaan terhadap
kemampuan sosial orang lain dan kesediaan individu untuk mengikuti kebiasaan
lingkungan. Apabila masyarakat dapat bersikap dengan baik pada individu yang
bersangkutan, hal tersebut akan membuat individu merasa dihargai, sehingga akan
memberikan dampak yang positif pada diri individu tersebut, yang akhirnya akan
mendukung kearah penerimaan diri yang baik.
Yang kelima adalah tidak ada tekanan emosi yang berat. Hal ini penting
dalam penerimaan diri seseorang, karena akan tercipta individu yang dapat
bekerja sebaik mungkin dan merasa bahagia. Orang yang tidak dapat menerima
emosi berarti tidak dapat menerima dirinya sendiri karena sering menyalahkan
orang lain atas kemarahan yang dirasakannya dan meyakinkan diri bahwa
kesedihan dan kecemasan itu memalukan, apabila tidak sepenuhnya menerima
emosi, kita akan kehilangan kebijaksanaan membuat keputusan yang tepat untuk
Yang keenam adalah pengaruh keberhasilan yang dialami, baik secara
kualitatif maupun kuantitatif. Keberhasilan yang dialami dapat menimbulkan
penerimaan diri dan sebaliknya kegagalan yang dialami dapat mengakibatkan
adanya penolakan diri. Oleh karena itu pengaruh keberhasilan sangat penting
dalam penerimaan diri seseorang karena rasa dapat menerima diri atas
keberhasilan yang didapatkan inilah yang akan menghindarkan kita dari jatuh
kepada rasa rendah diri (inferiority complex) atau hilangnya kepercayaan diri
sehingga akan mudah tersinggung dan mudah pula menyinggung perasaan orang
lain.
Yang ketujuh adalah identifikasi dengan seseorang yang mempunyai
penerimaan diri. Mengindentifikasi diri dengan orang yang well adjusted dapat
membangun sikap-sikap yang positif terhadap diri sendiri, dan bertingkah laku
dengan baik yang bisa menimbulkan penilaian diri yang baik dan penerimaan diri
yang baik.
Yang kedelapan adalah perspektif diri, yang dalam hal ini adalah
perspektif diri yang luas, yakni memperhatikan pandangan orang lain tentang diri.
Perspektif diri yang luas ini diperoleh melalui pengalaman dan belajar. Dalam hal
ini usia dan tingkat pendidikan memegang peranan penting bagi seseorang untuk
mengembangkan perspektif dirinya.
Yang kesembilan adalah pola asuh di masa kecil yang baik. Pola asuh di
masa kecil yang baik cenderung akan berkembang sebagai orang yang dapat
menghargai dirinya sendiri. Individu yang mempunyai penerimaan diri baik
Konsep diri yang stabil. Individu yang tidak memiliki konsep diri yang
stabil seperti kadang menyukai diri dan kadang tidak menyukai diri, akan sulit
menunjukan pada orang lain siapa ia sebenarnya, sebab ia sendiri ambivalen
terhadap dirinya. Oleh karena itu, individu yang memiliki penerimaan diri yang
baik dapat melihat dirinya dengan cara yang sama hampir sepanjang waktu dan
mampu memberikan individu yang lain gambaran yang jelas tentang apa dia
sebenarnya karena ia tidak ambivalen tentang dirinya dikemudian hari. Jika
individu tersebut mengembangkan kebiasaan untuk memiliki penerimaan diri,
maka ia harus melihat dirinya sesering mungkin agar dapat memperkuat konsep
dirinya, sehingga penerimaan diri menjadi kebiasaan. Konsep diri akan
menguntungkan individu yang menerima diri sendiri. Jika tidak menguntungkan,
secara alami akan mengakibatkan penolakan diri.
Dengan demikian, semakin tinggi faktor-faktor yang mempengaruhi
Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat digambarkan dalam bagan sebagai
berikut:
Pemahaman diri
Harapan yang realistik
Bebas dari hambatan lingkungan
Sikap-sikap anggota masyarakat yang
menyenangkan
Penerimaan diri (self acceptance) Tidak ada tekanan
emosi yang berat
Pengaruh keberhasilan
Identifikasi dengan seseorang yang
mempunyai penerimaan diri
Perspektif diri
Pola asuh di masa kecil yang baik
2.4. Hipotesis
Dengan mengacu pada bagan yang telah di jelaskan dalam kerangka berpikir,
maka hipotesis yang akan diuji secara empirik adalah:
Hipotesis Mayor:
Ada faktor-faktor signifikan yang mempengaruhi penerimaan diri dikalangan
Anak Berhadapan Hukum (ABH) di Panti Sosial Marsudi Putra (PSMP)
Handayani.
Hipotesis Minor:
1. Ada pengaruh yang signifikan antara pemahaman diri dengan penerimaan
diri dikalangan Anak Berhadapan Hukum (ABH) di Panti Sosial Marsudi
Putra (PSMP) Handayani.
2. Ada pengaruh yang signifikan antara harapan yang realistik dengan
penerimaan diri dikalangan Anak Berhadapan Hukum (ABH) di Panti Sosial
Marsudi Putra (PSMP) Handayani.
3. Ada pengaruh yang signifikan antara bebas dari hambatan lingkungan dengan
penerimaan diri dikalangan Anak Berhadapan Hukum (ABH) di Panti Sosial
Marsudi Putra (PSMP) Handayani.
4. Ada pengaruh yang signifikan antara sikap-sikap anggota masyarakat yang
menyenangkan dengan penerimaan diri dikalangan Anak Berhadapan Hukum
5. Ada pengaruh yang signifikan antara tidak adanya tekanan emosi yang berat
dengan penerimaan diri dikalangan Anak Berhadapan Hukum (ABH) di Panti
Sosial Marsudi Putra (PSMP) Handayani.
6. Ada pengaruh yang signifikan antara keberhasilan dengan penerimaan diri
dikalangan Anak Berhadapan Hukum (ABH) di Panti Sosial Marsudi Putra
(PSMP) Handayani.
7. Ada pengaruh yang signifikan antara identifikasi dengan seseorang yang
memiliki penerimaan diri dengan penerimaan diri dikalangan Anak
Berhadapan Hukum (ABH) di Panti Sosial Marsudi Putra (PSMP)
Handayani.
8. Ada pengaruh yang signifikan antara perspektif diri dengan penerimaan diri
dikalangan Anak Berhadapan Hukum (ABH) di Panti Sosial Marsudi Putra
(PSMP) Handayani.
9. Ada pengaruh yang signifikan antara pola asuh di masa kecil yang baik
dengan penerimaan diri dikalangan Anak Berhadapan Hukum (ABH) di Panti
Sosial Marsudi Putra (PSMP) Handayani.
10. Ada pengaruh yang signifikan antara konsep diri yang stabil dengan
penerimaan diri dikalangan Anak Berhadapan Hukum (ABH) di Panti Sosial
BAB 3
METODE PENELITIAN
Bab ini berisi tentang populasi dan sampel penelitian, variabel penelitian,
instrument pengumpulan data, prosedur penelitian, metode analisa data dan uji
validitas.
3.1 Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah Anak Berhadapan Hukum (ABH) yang
diasuh di Panti Sosial Marsudi Putra (PSMP) Handayani yang berjumlah + 150
anak. Karena keterbatasan waktu dan biaya, maka seluruh anak yang ada di PSMP
Handayani ini saja yang diteliti, dengan demikian teknik sampling bersifat non
probability sampling. Yang dalam hal ini sampelnya adalah semua anggota ABH,
yaitu ABH di PSMP Handayani. Selain itu, peneliti juga mendatangi ABH yang
sedang magang diluar Panti atau yang sudah keluar dari Panti, yang kini sudah
kembali ke keluarga dan masyarakat.
3.2 Variabel Penelitian
Adapun variabel penelitian ini adalah penerimaan diri (self acceptance),
pemahaman diri, harapan yang realistik, bebas dari hambatan lingkungan,
sikap-sikap anggota masyarakat yang menyenangkan, tidak ada tekanan emosi yang
penerimaan diri, perspektif diri, pola asuh di masa kecil yang baik, dan konsep
diri yang stabil.
Dalam rangka menjawab penelitian, maka yang menjadi DV adalah penerimaan
diri (self acceptance) dan yang menjadi IV adalah sebagai berikut:
a. IV 1 : Pemahaman diri
b. IV 2 : Harapan yang realistik
c. IV 3 : Bebas dari hambatan lingkungan
d. IV 4 : Sikap-sikap anggota masyarakat yang menyenangkan
e. IV 5 : Tidak ada tekanan emosi yang berat
f. IV 6 : Pengaruh keberhasilan
g. IV 7 : Identifikasi dengan seseorang yang mempunyai penerimaan diri
h. IV 8 : Perspektif diri
i. IV 9 : Pola asuh di masa kecil yang baik
j. IV 10 : Konsep diri yang stabil
Definisi operasional dari variabel penelitian, antara lain:
1. Penerimaan diri adalah kemampuan individu yang mencerminkan perasaan
menerima kelebihan dan kekurangan yang ada pada dirinya, serta dapat
mengelola potensi dan keterbatasan dirinya dengan baik, yang mencakup
perasaan sederajat, percaya kemampuan diri, bertanggung jawab, orientasi
keluar diri, berpendirian, menyadari keterbatasan, menerima sifat
2. Pemahaman diri adalah persepsi individu untuk mengenali kemampuan dan
ketidakmampuannya.
3. Harapan yang realistik adalah ketika individu dapat merumuskannya sendiri
daripada membiarkan individu lain mempengaruhinya, serta mampu
mengenali keterbatasan serta kekuatannya.
4. Bebas dari hambatan lingkungan adalah ketika individu mendapatkan
dorongan untuk mencapai keberhasilan dari orang-orang disekitarnya.
5. Sikap-sikap anggota masyarakat yang menyenangkan adalah ketika tidak
adanya prasangka terhadap orang atau anggota keluarganya, terutama
wawasan sosial yang memungkinkan orang lain dan mengerti bagaimana ia
merasa, serta kesediaan untuk menerima adat-istiadat kelompok dalam
berpakaian, penampilan, ucapan, dan perilaku.
6. Tidak ada tekanan emosi yang berat adalah ketika individu berusaha
melakukan yang terbaik dan berorientasi keluar diri, sehingga individu
tersebut menjadi santai dan tidak tegang, senang dan tidak marah, atau benci,
dan frustrasi.
7. Pengaruh keberhasilan adalah ketika individu mendapatkan keberhasilan baik
secara kualitatif maupun kuantitif, yang dapat menimbulkan penerimaan diri
jika keberhasilan yang didapatkan sesuai dengan cita-cita yang diharapkan
oleh individu yang bersangkutan.
8. Identifikasi dengan seseorang yang mempunyai penerimaan diri adalah ketika
individu melakukan proses pengenalan atau mengasosiasikan diri secara
9. Perspektif diri adalah ketika individu memiliki gambaran atau pandangan
orang lain tentang dirinya.
10. Pola asuh di masa kecil yang baik adalah ketika individu mendapatkan pola
asuh yang tepat, yang mengarah ke pola kepribadian yang sehat, yang didapat
di masa kanak-kanak.
11. Konsep diri yang stabil adalah ketika individu tersebut melihat dirinya
dengan cara yang sama hampir sepanjang waktu dan mampu memberikan
indivu yang lain gambaran yang jelas tentang apa dia sebenarnya, karena ia
tidak ambivalen tentang dirinya dikemudian hari.
3.3 Instrumen Pengumpulan Data
Untuk setiap variabel penelitian, digunakan alat ukur berupa skala Likert, di mana
subjek diminta untuk menyatakan setuju atau tidak setuju pada setiap itemnya.
Dalam hal ini, skalanya terdiri dari:
1 = Sangat Tidak Setuju (STS)
2 = Tidak Setuju (TS)
3 = Setuju (S)
4 = Sangat Setuju (TS)
Dalam skoring terhadap data nanti, maka pernyataan-pernyataan yang bersifat
unfavorable dibalik skornya. Secara keseluruhan terdapat 68 item pada penelitian
ini, dengan:
IV = 40 item, dengan pembagian sebagai berikut:
IV1 = 4 item
IV2 = 4 item
IV3 = 4 item
IV4 = 4 item
IV5 = 4 item
IV6 = 4 item
IV7 = 4 item
IV8 = 4 item
IV9 = 4 item
IV10 = 4 item
Dalam tabel-tabel tersebut, angka-angka di dalam tabel menunjukan nomor
itemnya. Adapun item-item atau butir-butir pernyataan yang disusun untuk
mengukur DV (penerimaan diri) dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 3.1
Blue Print Skala Penerimaan Diri
No. Aspek Item Jumlah
Favourable Unfavourable
1. Perasaan sederajat 15, 28 8, 42 4 2. Percaya kemampuan diri 22, 29 16, 41 4 3. Bertanggung jawab 2, 23 17, 54 4 4. Orientasi keluar diri 11, 35 4, 24 4 5. Berpendirian 21, 36 12, 25 4 6. Menyadari keterbatasan 6, 20 13, 26 4
7. Menerima sifat
Sedangkan IV dapat dilihat pada tabel-tabel sebagai berikut:
1. Pemahaman Diri
Tabel 3.2
Blue Print Skala Pemahaman Diri
No. Aspek Item Jumlah
Favourable Unfavourable
1. Mengakui fakta 55, 56 44, 45 4
Jumlah 2 2 4
2. Harapan yang Realistik
Tabel 3.3
Blue Print Skala Harapan yang Realistik
No. Aspek Item Jumlah
Favourable Unfavourable
1. Mampu merumuskan hidup
tanpa pengaruhi orang lain 48, 49 3, 53 4
Jumlah 2 2 4
3. Bebas dari Hambatan Lingkungan
Tabel 3.4
Blue Print Skala Bebas dari Hambatan Lingkungan
No. Aspek Item Jumlah
Favourable Unfavourable
1. Memiliki kontrol diri 59, 62 31, 32 4
4. Sikap-sikap Anggota Masyarakat yang Menyenangkan
Tabel 3.5
Blue Print Skala Sikap-sikap Anggota Masyarakat yang Menyenangkan
No. Aspek Item Jumlah
Favourable Unfavourable
1. Tidak ada prasangka 63, 64 65, 66 4
Jumlah 2 2 4
5. Tidak Ada Tekanan Emosi yang Berat
Tabel 3.6
Blue Print Skala Tidak Ada Tekanan Emosi yang Berat
No. Aspek Item Jumlah
Favourable Unfavourable
1. Santai atau tidak tegang 50, 60 43, 47 4
Jumlah 2 2 4
6. Pengaruh Keberhasilan
Tabel 3.7
Blue Print Skala Pengaruh Keberhasilan
No. Aspek Item Jumlah
Favourable Unfavourable
1. Hasil yang didapatkan 1, 67 57, 58 4
7. Identifikasi dengan Seseorang yang Mempunyai Penerimaan Diri
Tabel 3.8
Blue Print Skala Identifikasi dengan Seseorang yang Mempunyai
Penerimaan Diri
No. Aspek Item Jumlah
Favourable Unfavourable
1. Mengasosiakan diri
secara akrab 14, 18 46, 61 4
Jumlah 2 2 4
8. Perspektif Diri
Tabel 3.9
Blue Print Skala Perspektif Diri
No. Aspek Item Jumlah
Favourable Unfavourable
1. Pandangan orang 27, 30 51, 52 4
Jumlah 2 2 4
9. Pola Asuh di Masa Kecil yang Baik
Tabel 3.10
Blue Print Skala Pola Asuh di Masa Kecil yang Baik
No. Aspek Item Jumlah
Favourable Unfavourable
1. Lingkungan rumah atau
sekolah 33, 37 9, 19 4