• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Keterkaitan Kualitas Hidup Dengan Karakteristik Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 di Puskesmas Helvetia Kota Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Studi Keterkaitan Kualitas Hidup Dengan Karakteristik Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 di Puskesmas Helvetia Kota Medan"

Copied!
76
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

Lampiran 6. Kuesioner Penelitian

STUDI KETERKAITAN KUALITAS HIDUP DENGAN KARAKTERISTIK PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 DI PUSKESMAS HELVETIA

KOTA MEDAN

I. DATA UMUM

Nama Lengkap : ……….……….

Tempat / Tanggal Lahir : ………….……….

Pendidikan Terakhir : …….……….

Kadar glukosa sewaktu : ……….… mg/dl

III. RIWAYAT KESEHATAN

1. Berapa lama anda menderita diabetes? ………….tahun 2. Apakah ada penyakit penyerta?

a. Ya b. tidak

3. Jika ya (soal no.2), sebutkan penyakit penyerta!

……… 4. Apakah anda menggunakan obat anti diabetes?

a. ya b. tidak

5. Nama obat yang sedang atau pernah anda konsumsi seperti vitamin/suplemen/ obat tradisional?

1. ……… 2. ……… 3. ………

6. Apakah anda mengetahui cara penggunaan obat yang sedang dikonsumsi? a. ya b. tidak

IV. MOBILITAS

Saya tidak mempunyai masalah dalam berjalan Saya memiliki beberapa masalah dalam berjalan Saya terbatas pada tempat tidur

V. PERAWATAN DIRI

Saya tidak ada masalah dengan perawatan diri

(7)

VI. AKTIVITAS SEHARI-HARI (seperti bekerja, belajar, melakukan pekerjaan rumah dan aktivitas santai)

Saya tidak memiliki masalah dalam melakukan aktivitas sehari-hari saya Saya memiliki beberapa masalah dalam melakukan aktivitas sehari-hari saya Saya tidak bisa melakukan aktivitas sehari-hari saya

VII. RASA SAKIT Saya tidak merasa sakit Saya merasakan sedikit sakit Saya merasakan sakit yang berat VIII. KECEMASAN/DEPRESI

(8)

No Jenis kelamin Umur SewaktuKGD PendidikanTerakhir Pekerjaan MenderitaLama Komplikasi

1 Laki-laki 48 206 SD Tukang Becak 13 Hipertensi

2 Perempuan 72 218 SD IRT 10 Hipertensi

3 Perempuan 76 223 SD IRT 5 0

4 Perempuan 69 273 SD Pensiunan 2 Asam Urat

5 Perempuan 49 379 SD IRT 0,5 0

6 Perempuan 76 287 SD IRT 6 TB

7 Perempuan 67 283 SD IRT 17 Hipertensi, Hiperkolestrolemia

8 Perempuan 63 237 SD IRT 4 Hipertensi

9 Perempuan 65 364 SD IRT 10 Stroke dan Katarak

10 Perempuan 73 463 SD IRT 18 0

11 Perempuan 57 224 SD IRT 1 0

12 Perempuan 55 295 SD IRT 4 0

13 Laki-laki 75 327 SD Pensiunan 12 Hipertensi

14 Perempuan 70 232 SD IRT 10 Asam Urat dan Hiperkolestrolemia

15 Perempuan 62 230 SMP IRT 5 Asam Urat

16 Perempuan 58 399 SMP IRT 6 TB

17 Perempuan 52 478 SMP IRT 10 0

18 Perempuan 63 333 SMP IRT 10 Hiperkolestrolemia

19 Laki-laki 75 213 SMP Pegawai Harian 2 Hipertensi dan Hiperkolestrolemia

20 Perempuan 49 215 SMP IRT 7 0

(9)

21 Perempuan 61 369 SMP IRT 26 Hipertensi, Nefropathy&jantung

22 Perempuan 48 237 SMP Pemulung 12 Nefropathy

23 Perempuan 51 359 SMP IRT 1 Hipertensi

24 Laki-laki 64 211 SMP Jaga Mesjid 10 0

25 Laki-laki 73 235 SMP Pensiunan 15 Hipertensi

26 Perempuan 75 327 SPG Pensiunan 20 katarak dan Hiperkolestrolemia

27 Perempuan 48 284 SMA IRT 6 Asam Urat

28 Perempuan 36 290 SMA IRT 5 0

29 Perempuan 53 243 SMA IRT 5 0

30 Laki-laki 40 303 STM Wiraswasta 3 0

31 Perempuan 75 240 SMA Pensiunan 20 Asam Urat

32 Laki-laki 54 421 SMA Wiraswasta 8 katarak

33 Perempuan 62 345 SMA IRT 16 0

34 Laki-laki 58 338 SMA Wiraswasta 17 Hipertensi

35 Perempuan 66 229 SPG Pensiunan 15 Hipertensi

36 Laki-laki 72 387 SMA PNS 15 Hernia

37 Laki-laki 67 413 SMA Pensiunan 5 Hipertensi

38 Perempuan 56 497 SMA IRT 4 0

39 Laki-laki 47 299 SMA Polisi 10 HIperkolestrolemia

40 Perempuan 45 321 SMA IRT 5 0

(10)

41 Laki-laki 58 233 S-1 Pensiunan 3 0

42 Laki-laki 55 433 S-1 Wiraswasta 13 Stroke

43 Laki-laki 49 451 S-1 Guru 6 0

44 Laki-laki 57 249 S-1 PNS 10 0

45 Perempuan 57 272 S-1 Guru 12 HIperkolestrolemia

46 Perempuan 67 370 S-1 Pensiunan 4 0

47 Perempuan 51 243 S-1 PNS 1 Asam Urat dan Hiperkolestrolemia

48 Perempuan 65 309 S-1 Pensiunan 7 0

49 Laki-laki 57 379 S-1 Wiraswasta 10 0

50 Laki-laki 44 261 S-2 Guru 1 0

Lam

pir

an

7.

lanj

ut

an

(11)
(12)
(13)

41 Laki-laki 1 1 1 1 1 1,000

42 Laki-laki 2 2 2 2 3 0,082

43 Laki-laki 1 1 1 2 1 0,796

44 Laki-laki 1 1 1 1 1 1,000

45 Perempuan 1 1 1 2 1 0,796

46 Perempuan 1 1 1 2 2 0,725

47 Perempuan 1 1 1 2 2 0,725

48 Perempuan 1 1 1 2 1 0,796

49 Laki-laki 1 1 1 2 2 0,725

50 Laki-laki 1 1 1 1 1 1,000

Keterangan: 1= level 1 2= level 2 3= level 3 Rentang Skor = 0 sampai 1

Lam

pir

an

8.

lanj

ut

an

(14)

Lampiran 9. Perhitungan Kualitas Hidup Berdasarkan EQ5D Contoh No 2 halaman 15

Kualitas hidup berada pada level 11112

Kesehatan penuh = 1,000 Kecemasan (level 2) = - 0,071

(15)

Lampiran10.Data Statistika

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Umur

Value df Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 2.904a 3 0.407

Likelihood Ratio 2.753 3 0.431

Linear-by-Linear

Association 0.944 1 0.331

N of Valid Cases 50

a. 5 cells (62,5%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,08.

(16)

Lampiran10.Lanjutan

Case Processing Summary Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Jenis Kelamin * Kualitas Hidup

50 98.0% 1 2.0% 51 100.0%

Jenis Kelamin * Kualitas Hidup Crosstabulation Count

Kualitas Hidup Total

baik buruk

Jenis Kelamin Laki-lakiPerempuan 1633 10 1733

Total 49 1 50

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig.(2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided) Pearson

Chi-Square 1.981

a 1 .159

Continuity

Correctionb .116 1 .733

Likelihood Ratio 2.197 1 .138

Fisher's Exact

(17)

Lampiran 10.Lanjutan

Case Processing Summary Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Pekerjaan *

Kualitas Hidup 50 98.0% 1 2.0% 51 100.0%

Pekerjaan * Kualitas Hidup Crosstabulation Count

Ibu Rumah Tangga 24 0 24

Pensiunan 10 0 10

Total 49 1 50

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 4.649a 4 .325

Likelihood Ratio 3.525 4 .474

Linear-by-Linear

Association 3.531 1 .060

N of Valid Cases 50

(18)

Lampiran 10.Lanjutan

Case Processing Summary Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Lama Menderita DM * Kualitas

Hidup 50 98.0% 1 2.0% 51 100.0%

Lama Menderita DM * Kualitas Hidup Crosstabulation Count

Kualitas Hidup Total

baik buruk

Lama Menderita DM 0-1011-20 3414 01 3415

>20 1 0 1

Total 49 1 50

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 2.381a 2 .304

Likelihood Ratio 2.456 2 .293

Linear-by-Linear

Association 1.648 1 .199

N of Valid Cases 50

(19)

Lampiran 10.Lanjutan

Case Processing Summary Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Komplikasi * Kualitas

Hidup 50 98.0% 1 2.0% 51 100.0%

Komplikasi * Kualitas Hidup Crosstabulation Count

Kualitas Hidup Total

baik buruk

Komplikasi Tanpa KomplikasiAda Komplikasi 2128 01 2129

Total 49 1 50

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig.(2-sided) Exact Sig.(2-sided) Exact Sig.(1-sided)

Pearson Chi-Square .739a 1 .390

Continuity

Correctionb .000 1 1.000

Likelihood Ratio 1.104 1 .293

Fisher's Exact Test 1.000 .580

Linear-by-Linear

Association .724 1 .395

N of Valid Cases 50

a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,42.

(20)

Lampiran 10.Lanjutan

Case Processing Summary Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Pendidikan *

Kualitas Hidup 50 98.0% 1 2.0% 51 100.0%

Pendidikan * Kualitas Hidup Crosstabulation Count

Kualitas Hidup

Total

baik buruk

Pendidikan SD 14 0 14

SMP 11 0 11

SMA/Sederajat 15 0 15

Perguruan tinggi 9 1 10

Total 49 1 50

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 4,082a 3 .253

Likelihood Ratio 3.302 3 .347

Linear-by-Linear

Association 2.074 1 .150

N of Valid Cases 50

(21)

DAFTAR PUSTAKA

American Diabetes Association. ( 2004).Standards of Medical Care in Diabetes. Diabetesjournals.org. Diakses tanggal 25 September 2015.

American Diabetes Association. (2010).Position Statement : Standards ofmedical care in diabetes2010.Diabetes Care, 33 (Suppl.1).http://care.diabetesjournals.org. Halaman 11.

American Diabetes Association. (2015). Standards of Medical Care in Diabetes. Diabetesjournals.org. Diakses tanggal 25 September 2015

Adikusuma,W., Perwitasari, D.A., dan Supadmi W. (2014). Evaluasi Kualitas Hidup Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Rumah Sakit Umum PKU Muhammadiyah bantul.Faculty of Pharmacy Ahmad Dahlan University.Halaman 154-156.

Barber, P., dan Deborah, R. (2013).Intisari Farmakologi untuk Perawat.Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. Halaman 132.

Dalimartha, S. (2004). Ramuan Tradisional untuk Pengobatan Diabetes Melitus. Jakarta: Penebar Swadaya. Halaman 48.

Depkes RI. (2005). Pharmaceutical Care untuk Penyakit Diabetes Melitus. Direktorat Bina Farmasi Komunikasi dan Klinik, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan AlatKesehatan Depkes RI.

Depkes RI. (2007). Kondisi sosial ekonomi dan kesehatan lanjut Diabetes Mellitus.http://202.155-5-44/index.php. Diakses tanggal 10 pebruari 2015. Dipiro, J.T., Robert, L.T., Gary, C.Y., Gary, R.M., Barbara, G.W., dan L Michael

Posey. (2005). Pharmacotherapy : A Pathophysiologic Approach. Sixth Edition. USA: The Mc Graw Hill Company. Halaman 1333-1399.

Direktorat Jenderal Bina Farmasi dan Alkes. (2005).Pharmaceutical Care Untuk PenyakitDiabetes Mellitus.Jakarta. Halaman 13-47.

Drummond, M.F., Bernie J.O., Greg L.S., dan George W.T. (1997). Methods for the Economic Evaluation of Health Care Programmes. Second Edition. Newyork: Oxford University Press. Halaman 164.

Finkel, R., Michelle, A.C., Richard, A.H., Jose, A.R., dan Karen, W. (2013). Farmakologi Ulasan Bergambar(Lippincott’s Illustrated Reviews:Pharmacology).Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Halaman 335.

(22)

Hout, B.V., M.F. Jansen, You-shan, F., Thomas, K., Jan, B., Dominik, G., Andrew, L., Luciana, S., Paul, K., dan Simon, P. (2012). Interim scoring for the EQ5D-5L: Mapping the EQ5D-5L to EQ5D-3L Value Sets. Elsevier: Value in Health 15. Halaman 709.

Kemenkes RI. (2013). Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan. www.biofarmaka.ipb.ac.id. Diakses tanggal 25 september 2015.

Lukman dan Sorensen’s.(1993). Medical Surgical Nursing: A Psychophysiologic Approach. Philadelphia : W.B Saunders Company. Halaman 680.

Mandagi, A.M. (2010). Faktor yang Berhubungan dengan Status Kualitas Hidup Penderita Diabetes Melitus di Rumah Sakit Umum Daerah Cianjur. Vol.10. No. XVJJJ.

Ndraha, S. (2014). Diabetes Mellitus Tipe 2 dan Tatalaksana Terkini. Journal Medicinus27(2) : 9-11.

Ningtyas, D.W., Pudjo, W., dan Irma, P . (2013).Analisis Kualitas Hidup Pasien Diabetes Melitus Tipe II di RSUD Bangil Kabupaten Pasuruan.Jember: Fakultas Kesehatan Masyarakat. Halaman 4-6.

Nofitri, N. F. M. (2009).Gambaran Kualitas Hidup Penduduk Dewasa pada Lima Wilayah Di Jakarta.Depok: Fakultas Psikologi UI. Halaman 15.

Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan.. Jakarta : Rineka Cipta. Halaman 145-146.

Octantyanty, R. (2012). Kualitas Hidup (Quality of Life) Seorang Penderita Tuberkulosis (TB). Surabaya: Institut Agama Islam Negeri Sunan Ampel. Halaman 19.

Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. (2006). Kosensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia 2006. PB. Jakarta : Perkeni.http://www.pbpapdi.org/images/fileguidelines.pdf. Diakses tanggal 20 Pebruari 2016.

Perneger, T.V., Christophe, C., dan Delphine, S.C. (2010). General Population Reference Values for the French Version of the Euroqol EQ5D Health Utility Instrument.Vol 3. No 5. Switzerland: Value in Health.http://www.sciencedirect.com/article/pii. Halaman 631. Diakses tanggal 20 Pebruari 2016.

Rizkifani, S., Perwitasari, D.A., dan Supadmi, W. (2014). Pengukuran Kualitas Hidup Pasien Diabetes Melitus di RS PKU Muhammadiyah Bantul.

Yogyakarta:Farmasains. April. Vol 2. No

(23)

Silitonga, R. (2007). Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kualitas Hidup penderita Penyakit Parkinson di Poliklinik Saraf dr. Kariadi. Universitas Diponegoro.www.eprints.undip.ac.id. Diakses tanggal 25 September 2015. Steele, C., David, S., dan Colin, W. (2008). Diabetes and The Eye. Philadelphia:

Butterworth Heinemann Elsevier. Halaman 138.

Soegondo, S., Pradana, S., dan Imam, S. (1995). Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu. Jakarta: Balai Penerbit FK UI. Halaman 122.

Suherman, S. K. (2007). Insulin dan Antidiabetik Oral. Dalam Buku Farmakologidan Terapi. Edisi V. Jakarta : FK UI. Halaman 485.

Sukandar,E.Y., Andrajati,R., Sigit,J.I., dan Kusnandar.(2008). ISO Farmakoterapi. Jakarta: PT. ISFI Penerbitan. Halaman 26.

Sutiawati, M., Nurhaedar, J., dan Yustini.(2013). Pengaruh Edukasi Gizi Terhadap Pengetahuan, Pola Makan dan Kadar Glukosa Darah Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 RSUD Lanto’DG Pasewang Jeneponto. Makassar: portalgaruda.org/article.php.article-29748&val=2168. Diakses tanggal 07 pebruari 2015.

Tjay, T.H., dan Kirana, R. (2010).Obat-Obat Penting, Khasiat, Penggunaan dan Efek-Efek Sampingnya. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo. Halaman 738.

Wahyuni, S. (2010). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Penyakit Diabetes Melitus (DM) Daerah Perkotaan di Indonesia Tahun 2007 (Analisis Data Sekunder Riskesdas 2007). Jakarta : http://core.ac.uk/pdf/11735485.pdf. Diakses tanggal 07 Oktober 2015.

Yudianto, K., Hana, R., dan Ida, M. (2008). Kualitas Hidup Penderita Diabetes Melitus Di Rumah Sakit Umum Daerah Cianjur. Vol. 10. No. XVJJJ. Downloadportalgaruda.org/article. Halaman 77. Diakses tanggal 25 September 2015.

(24)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian non eksperimental atau observasional dan pengumpulan data dilakukan secara survey cross sectionalyaitu suatu penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor resiko dengan efek, dengan cara pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat(point time approach).Artinya, tiap subjek penelitian hanya diobservasi sekali saja dan pengukuran dilakukan terhadap status karakter atau variabel subjek pada saat pemeriksaan (Notoatmodjo, 2010).

3.2 Populasi dan Sampel 3.2.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien yang menderita penyakit DM tipe 2 yang berobat di Puskesmas Helvetia Medan pada bulan Juni-Juli 2015.

3.2.2 Sampel

(25)

Kriteria inklusi adalah :

a. Pasien DM yang berumur >18 tahun

b. Pasien yang tidak menunjukkan gangguan mental

c. Pasien bersedia mengikuti tahapan penelitian dengan menandatanganiinformed consent.

Kriteria eksklusi adalah :

a. Pasien yang tidak bersedia mengikuti tahapan penelitian dengan tidak mau menandatanganiinformed consent

b. Pasien DM yang telah mendapatkan terapi obat namun sulit untuk dimintai keterangan.

3.3 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.3.1 Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan di salah satu puskesmas di kota Medan yaitu Puskesmas Helvetia.

3.3.2 Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2015- Juli 2015. 3.4 Rancangan Penelitian

3.4.1 Pengumpulan Data

(26)

menunjukkan tidak ada masalah, level 2 menunjukkan ada sedikit masalah dan level 3 menunjukkan ada masalah berat dalam tiap dimensi. Perhitungan skor EQ5D dilakukan berdasarkan pengurangan koefisien tiap dimensi pada formula skor EuroQol yang tercantum dalam Lampiran 9 halaman 55. Rentang skor EQ5D adalah < 0 sampai 1. Kualitas hidup dibagi dalam 2 kategori yaitu kualitas hidup baik (skor > 0,5) dan kualitas hidup buruk (skor≤0,5).

Data yang diperoleh berdasarkan wawancara dan pengisian kuesioner adalah: a. data karakteristik pasien meliputi umur, jenis kelamin, pendidikan,

pekerjaan

b. data klinis pasien meliputi kadar gula darah pasien dan komplikasi. 3.4.2 Pengolahan Data

Adapun tahapan pengolahan data dalam penelitian ini adalah: a. mengelompokkan status pasien DM berdasarkan kriteria inklusi.

b. mengelompokkan data pasien DM meliputi nama inisial, jenis kelamin, umur, pendidikan dan pekerjaan.

c. Melakukan pengolahan data dengan program spss chi square 3.4.3 Analisis Data

Data yang diperoleh dari penelitian ini akan dianalisis secara deskriptif. Data kuantitatif disajikan dalam bentuk tabel sedangkan data kualitatif disajikan dalam bentuk uraian.

3.5 Definisi Operasional

(27)

b. Umur adalah masa hidup responden dalam tahun dengan pembulatan ke bawah atau umur pada waktu ulang tahun yang terakhir.

c. Pendidikan adalah tingkat pendidikan tertinggiresponden.

d. Pekerjaan adalah kegiatan yang paling banyak menyita waktu responden dan memberikan penghasilan.

e. Lama menderita adalah jangka waktu yang telah dialami pasien sejak mengalami penyakit DM.

f. Komplikasi adalah penyakit lain yang dialami pasien akibat penyakit DM yang dialami.

g. Kualitas hidup adalah persepsi atau pandangan subjektifindividu terhadap kehidupannya yang mempengaruhi aktivitas, mobilitas, perawatan diri, rasa sakit dan rasa gelisah.

3.6 Langkah-Langkah Penelitian

Langkah penelitian yang dilaksanakan:

a. meminta izin Dekan Fakultas Farmasi USU untuk mendapatkan izin penelitian diPuskesmas Helvetia Kota Medan.

b. meminta izin pihak Dinas kesehatan Kota Medan untuk melakukan penelitian di Puskesmas Helvetia dan mengurus ethical clearance

c. pasien dimintai kesediaannya untuk mengisi kusioner dan diwawancarai untuk keperluan penelitian

(28)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Subjek Penelitian

Pada penelitian ini, terdapat 50 subjek penelitianpasien DM tipe 2 di Puskesmas Helvetia pada bulan Juni-Juli 2015 yang memenuhi kriteria inklusi. Distribusi data demografi pasien DM tipe 2 di Puskesmas Helvetia Kota Medan dapat dilihat pada Tabel 4.1.

Tabel4.1Distribusi data demografi pasien DM tipe 2 di Puskesmas Helvetia Kota Medan

Karakteristik Frekuensi Persentase (%)

Usia (tahun) 36-45 4 8

46-55 14 28

56-65 16 32

>65 16 32

Jenis Kelamin Perempuan 33 66

Laki-laki 17 34

Ibu Rumah Tangga 24 48

Pensiunan 10 20

Lama menderita 0-10 tahun 35 70

11-20 tahun 14 28

>20 tahun 1 2

Komplikasi Tanpa Komplikasi 21 42

Ada Komplikasi 29 58

(29)

sebanyak 16 pasien dengan persentase 32% dan pasien yang berusia >65 tahun sebanyak 16 pasien dengan persentase 32%. Data tersebut sesuai dengan pernyataan dari American Diabetes Association, bahwa usia di atas 45 tahun merupakan salah satu faktor resiko terjadinya DM tipe 2 (ADA,2005).

Diabetes melitus tipe 2 merupakan jenis DM yang paling banyak jumlahnya yaitu sekitar 90-95 % dari seluruh penderita DM dan banyak dialami dewasa dengan umur 40 tahun atau lebih. Hal ini disebabkan resistensi insulin pada DM tipe 2 cenderung meningkat pada lansia (40-65 tahun), riwayat obesitas dan adanya faktor keturunan (Yusra, 2011).

Menurut Cantrill dan Wood, insidensi DM tipe 2 meningkat dengan seiring bertambahnya usia dan meningkatnya kejadian obesitas. Penuaan mempengaruhi banyak hormon yang mengatur metabolisme, reproduksi dan fungsi tubuh lain. Penuaan mempengaruhi sensitivitas sel β pankreas terhadap glukosa dan menunda mediasi glukosa oleh insulin (Adikusuma, dkk., 2014).

(30)

lanjut dengan obesitas, gangguan lebih banyak pada resistensi insulin di jaringan perifer seperti sel otot, sel hati dan sel lemak(Wahyuni,2010).

Pasien yang mengalami DM tipe 2 sebagian besar adalah perempuan sebanyak 33 pasien (66%) sedangkan pasien laki-laki sebanyak 17 pasien (34%). Menurut Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach prevalensi DM tipe 2 meningkat seiring bertambahnya usia dan lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan pria di Amerika Serikat. Penyebab meningkatnya prevalensi DM tipe 2 sebagian besar disebabkan oleh gaya hidup yang kurang beraktivitas (Dipiro,2005).

Menurut Damayanti, wanita lebih beresiko mengidap diabetes karena secara fisik wanita memiliki peluang peningkatan indeks massa tubuh yang lebih besar. Sindroma siklus bulanan (premenstrual syndrom), pasca menopause yang membuat distribusi lemak tubuh menjadi mudah terakumulasi akibat proses hormonal tersebut sehingga wanita beresiko menderita DM tipe 2. Proporsi DM lebih tinggi pada wanita sebesar 53,2% dibanding laki-laki sebesar 46,8% (Wahyuni,2010).

(31)

(20%). Pasien DM tipe 2 yang terlibat dalam penelitian ini mayoritas jenis kelamin perempuan yang bekerja sebagai ibu rumah tangga.

Lama menderita penyakit DM dibagi dalam tiga rentang waktu yaitu 0-10 tahun, 11-20 tahun dan >20 tahun. Lama menderita penyakit DM paling banyak dalam rentang waktu 0-10 tahun yaitu sebanyak 35 pasien (70%). Resiko terjadinya komplikasi pada penderita DM berhubungan dengan lamanya menderita DM. Faktor utama pencetus komplikasi pada pasien DM adalah lama menderita dan tingkat keparahan diabetes. Kualitas hidup yang baik sangat dimungkinkan dapat mencegah komplikasi jangka panjang (Rizkifani, dkk., 2014).Berdasarkan komplikasi yang dialami, subyek penelitian dibagi dalam 2 kelompok yaitu kelompok tanpa komplikasi (42%) dan kelompok ada komplikasi (58%).

4.2 Penggunaan Obat Antidiabetik

Frekuensi penggunaan obat antidiabetik pada pasien DM tipe 2 di Puskesmas Helvetia Kota Medan periode bulan Juni sampai Juli 2015 dapat dilihat pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Frekuensi penggunaan obat antidiabetik pada pasien DM tipe 2 di Puskesmas Helvetia periode Juni sampai Juli 2015

No Nama Obat Jumlah resep Persentase (%)

1 Glibenkamid 22 44

2 Glibenklamid & Metformin 9 18

3 Glimepirid 8 16

4 Metformin 6 12

5 Glimepirid & Metformin 3 6

6 Glimepirid & Glibenklamid 1 2

7 Prodiabet & Metformin 1 2

Total 50 100

(32)

dengan persentase 44%. Glibenklamid merupakan obat golongan Sulfonilurea yang mekanisme kerjanya dengan meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta pankreas sehingga mempunyai efek hipoglikemik. Obat golongan ini merupakan pilihan untuk pasien DM dewasa dengan berat badan normal dan tidak pernah mengalami ketoasidosis sebelumnya (Soegondo, dkk., 1995).

4.3 Kualitas Hidup Pasien DM Tipe 2 Berdasarkan Dimensi EQ-5D

Kualitas hidup pasien DM tipe 2 pada penelitian ini diukur dengan menggunakan kuesioner EQ-5D yang terdiri dari dimensi mobilitas, perawatan diri, kegiatan rutin, rasa sakit dan keluhan/depresi. Kuesioner EQ5D terdiri dari 3 level yaitu level 1 (tidak ada masalah), level 2 (ada sedikit masalah) dan level 3 (ada masalah yang cukup serius).Contoh perhitungan kualitas hidup dapat dilihat pada Lampiran 9. Kualitas hidup pasien DM tipe 2 dapat dilihat pada Tabel 4.3. Tabel4.3Kualitas hidup pasien DM tipe 2 berdasarkan dimensi EQ5D

No Mobilitas PerawatanDiri KegiatanRutin Sakit Kecemasan SkorRasa JumlahPasien Totalskor

1 1 1 1 1 1 1 8 8

(33)

berjumlah 1 orang. Kualitas hidup yang paling banyak berada pada dimensi 11121 dengan skor 0,796 yang berjumlah 18 pasien.

4.4 Analisis Hubungan Karakteristik Pasien dengan Kualitas Hidup Pasien DM Tipe 2

Analisis hubungan karakteristik pasien dengan kualitas hidup pasien DM tipe 2 dianalisis menggunakan program SPSS uji crosstabulation chi square. Analisis ini digunakan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan yang bermakna antara karakteristik pasien (variabel bebas) dengan kualitas hidup pasien (variabel terikat).

Kualitas hidup pasien DM tipe 2 berbeda dalam setiap tingkatan umur. Analisis hubungan umur dan kualitas hidup pasien DM tipe 2 tertera dalam Tabel 4.4.

Tabel4.4 Analisis umur dengan kualitas hidup responden di Puskesmas Helvetia bulan Juni-Juli 2015

kualitas hidup

Total nilai p Baik Buruk

Umur Pasien 36-45 4 0 4 0,407

46-55 12 1 13

56-65 15 0 15

>65 18 0 18

Total 49 1 50

Berdasarkan analisischi square, tidak terdapat hubungan antara umur (variabel bebas) dengan nilai kualitas hidup pasien DM tipe 2 (variabel terikat), nilai p= 0,407. Dengan demikian umur penderita DM tipe 2 tidak mempengaruhi kualitas hidup pasien.

(34)

pada hasil penelitian dapat disebabkan oleh sedikitnya jumlah responden (n=50), tingkat pengetahuan pasien mengenai penyakit DM berbeda serta komplikasi yang dialami pasien berbeda-beda. Menurut Ningtyas (2013) responden yang berusia≥ 50 tahun pada umumnya menerima kondisinya sebagai penderita DM dan lebih memiliki keinginan tinggi untuk mempertahankan kesehatan terutama kadar gula darahnya dibandingkan yang berusia ≤ 50 tahun. berdasarkan hal tersebut, usia tidak memiliki hubungan bermakna dengan kualitas hidup pasien DM tipe 2.

Kualitas hidup pasien DM tipe 2 tidak hanya berbeda dalam tingkatan umur tetapi juga dibedakan jenis kelamin. Analisis nilai kualitas hidup berdasarkan jenis kelamin tertera dalam Tabel 4.5.

Tabel4.5 Distribusi nilai kualitas hidup berdasarkan jenis kelamin responden di Puskesmas Helvetia Bulan Juni-Juli 2015

kualitas hidup

Total nilai p

Baik Buruk

Jenis

kelamin Laki-lakiPerempuan 1633 10 17 0,15933

Total 49 1 50

Berdasarkan hasil uji statistik dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara kualitas hidup laki-laki dan perempuan, nilai p= 0,159. Hasil yang sama juga diperoleh Adikusuma,dkk yang menyatakan bahwa tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara kualitas hidup laki-laki dan perempuan (Adikusuma, dkk., 2014).

(35)

mandiri dengan menggunakan kemampuan yang mereka miliki termasuk dalam penyakitnya. Sehingga berdasarkan hasil tersebut perbedaan jenis kelamin tidak menimbulkan perbedaan kualitas hidup (Yusra,2011).

Tingkat pendidikan dapat mempengaruhi wawasan pasien dalam memahami penyakitnya, perawatan diri dan pengaturan pola hidup. Kualitas hidup pasien DM tipe 2 berdasarkan tingkat pendidikan tertera pada Tabel 4.6. Tabel4.6 Distribusi nilai kualitas hidup berdasarkan tingkat pendidikan

responden di Puskesmas Helvetia Bulan Juni-Juli 2015

Kualitas Hidup

Total Nilai P

baik buruk

Pendidikan SD 14 0 14 0,253

SMP 11 0 11

SMA/Sederajat 15 0 15

Perguruan tinggi 9 1 10

Total 49 1 50

Kualitas hidup responden dilihat berdasarkan tingkat pendidikantidak terdapat perbedaan yang signifikan, nilai p = 0,253. Hasil tersebuttidak sesuai dengan penelitian Ningtyas,dkk (2013) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan dengan kualitas hiduppasien DM tipe 2, sehingga penderita DM tipe 2 yang memiliki tingkat pendidikan rendah mempunyai resiko 1,9 kali lebih besar untuk memiliki kualitas hidup yang rendah(tidak puas) daripada yang berpendidikan tinggi.

(36)

walaupun pasien memiliki pendidikan yang tinggi namun pasien tidak memiliki pengetahuan mengenai penyakit DM.

Kualitas hidup pasien DM tipe 2 dapat juga dipengaruhi oleh lingkungan sosial pasien seperti lingkungan pekerjaannya. Kualitas hidup pasien berdasarkan pekerjaan tertera pada Tabel 4.7.

Tabel4.7 Distribusi nilai kualitas hidup berdasarkan pekerjaan responden di Puskesmas Helvetia Bulan Juni-Juli 2015

kualitas hidup

Total Nilai p Baik Buruk

Pekerjaan Swasta/Wiraswasta 8 1 9 0,325

PNS/POLRI/TNI 1 0 4

Guru 6 0 3

Ibu Rumah Tangga 24 0 24

Pensiunan 10 0 10

Total 49 1 50

Berdasarkan Tabel4.7di atas diketahui bahwa tidak terdapat perbedaan kualitas hidup rata-rata yang signifikan diantara kelima jenis pekerjaan tersebut, nilai p= 0,325.Menurut Arikunto tahun 2000 pekerjaan adalah aktivitas yang dilakukan seseorang tiap hari dalam kehidupannya. Seseorang yang bekerja dapat mengalami suatu kesakitan misalnya dari situasi lingkungan dan juga dapat menimbulkan stress dalam bekerja sehingga kondisi pekerjaan pada umumnya diperlukan adanya hubungan sosial yang baik dengan orang lain, setiap orang harus dapat bergaul dengan teman sejawat (Wahyuni,2010).

(37)

Tabel4.8 Distribusi nilai kualitas hidup berdasarkan lama menderita DMpada responden di Puskesmas Helvetia Bulan Juni-Juli 2015

kualitas hidup

Total Nilai p Baik Buruk

Lama Menderita 0-10 tahun 34 0 34 0,304

11-20 tahun 14 1 15

>20 1 0 1

Total 49 1 50

Berdasarkan analisis pada Tabel4.8 di atas dapat diketahui bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara kelompok lama menderita DM dengan kualitas hidup pasien DM tipe 2, nilai p = 0,304. Dapat dinyatakan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara lama menderita DM dengan kualitas hidup pasien.

Berdasarkan penelitian Ningtyas,dkk (2013), terdapat hubungan yang signifikan antara lama menderita DM dengan kualitas hidup pasien DM tipe 2. Adanya perbedaan dalam penelitian ini disebabkan beberapa faktor yaitu jumlah responden yang sedikit (n=50), komplikasi yang dialami responden berbeda-beda. Hal ini juga dapat disebabkan karena pasien yang sudah lama menderita DM telah berpengalaman mengelola penyakitnya dan memiliki penanganan yang baik sehingga kualitas hidupnya lebih baik.

Tabel4.9 Distribusi nilai kualitas hidup responden berdasarkan komplikasi DM yang dialami

kualitas hidup

Total Nilai p Baik Buruk

Komplikasi Tanpa Komplikasi 21 0 21 0,390

ada komplikasi 28 1 29

Total 49 1 50

(38)

dengan tanpa komplikasi, nilai p= 0,390. Penelitian ini berlawanan dengan penelitian Yusra (2011) yang menyatakan bahwa komplikasi yang dialami pasien DM tipe 2 merupakan salah satu faktor yang menyebabkan rendahnya kualitas hidup. Komplikasi yang dialami mengakibatkan keterbatasan baik dari segi fisik, psikologis bahkan sosial. Gangguan fungsi dan perubahan tersebut akan berdampak terhadap kualitas pasien DM tipe 2.

(39)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1Kesimpulan

1. Kualitas hidup pasien DM tipe 2 tidak berkaitan dengan umur (nilai p = 0,407), jenis kelamin (nilai p = 0,159), pendidikan (nilai = 0,253), pekerjaan (nilai p = 0,325), komplikasi yang dialami (nilai p = 0,390) serta lama menderita DM (nilai p = 0,304).

5.2Saran

1. Penelitian selanjutnya sebaiknya melakukan pengambilan data di beberapa puskesmas.

(40)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Diabetes Melitus

2.1.1 Defenisi Diabetes Melitus

Diabetes melitus (DM) didefiniskan sebagai suatu penyakit atau gangguan metabolisme kronis dengan multi etiologi yang ditandai dengan tingginya kadar gula darah disertai dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lipid, protein sebagai akibat insufiensi fungsi insulin. Insufiensi fungsi insulin dapat disebabkan oleh gangguan atau defisiensi produksi insulin oleh sel-sel beta Langerhans kelenjar pankreas atau disebabkan oleh kurang responsifnya sel-sel tubuh terhadap insulin (Ditjen Bina Farmasi dan Alkes, 2005).

Defenisi DM lainnya menurut American Diabetes Association (ADA) 2014 adalah suatu kelompok penyakit metabolik yang ditandai dengan hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya.

2.1.2 Klasifikasi Diabetes Melitus

Menurut American Diabetes Association (ADA)2015diabetes dapat diklasifikasikan kedalam beberapa kategori berikut:

a. Diabetes melitus tipe 1

(41)

Rubella, CMVirus, Herpes, dan lain sebagainya. Ada beberapa tipe auto antibodi yang dihubungkan dengan DM tipe 1, antara lain ICCA (Islet Cell Cytoplasmic Antibodies), ICSA (Islet cell surface antibodies), dan antibodi terhadap GAD (glutamic acid decarboxylase) (Depkes, RI., 2005).

Diabetes mellitus tipe 1 paling sering mengenai individu dalam masa pubertas atau dewasa muda. Penyakit ini ditandai dengan defisiensi absolut insulin akibat nekrosis sel β yang parah. Umumnya, kehilangan fungsi sel β berasal dari proses yang diperantarai otoimun terhadap sel β, dan hal ini dapat dipicu oleh invasi virus atau kerja toksin kimiawi. Akibat penghancuran sel-sel ini, pankreas gagal merespon glukosa dan diabetes tipe 1 menunjukkan gejala-gejala klasik defisiensi insulin (polidipsia, polifagia, poliuria dan kehilangan berat badan). Diabetes tipe 1 memerlukan insulin eksogen untuk menghindari status katabolik yang ditandai oleh hiperglikemia dan ketoasidosis yang mengancam jiwa (Finkel, dkk., 2013).

b. Diabetes melitus tipe 2

Diabetes Tipe 2 merupakan tipe diabetes yang lebih umum, lebih banyak penderitanya dibandingkan dengan DM tipe 1. Penderita DM tipe 2 mencapai 90-95% dari keseluruhan populasi penderita diabetes, umumnya berusia di atas 45 tahun, tetapi akhir-akhir ini penderita DM tipe 2 di kalangan remaja dan anak-anak populasinya meningkat. Obesitas atau kegemukan merupakan salah satu faktor utama (Depkes, RI., 2005).

(42)

1 (misalnya, pasien DM tipe 2 tidak ketotik) tetapi dampak klinis jangka panjang dapat sangat merusak (misalnya, komplikasi vascular dan infeksi lanjutan dapat menyebabkan amputasi dan ekstremitas bawah) (Finkel, dkk., 2013).

Diabetes mellitus tipe 2 terjadi akibat resistensi insulin dan penurunan sekresi insulin. Resistensi insulin ditandai dengan peningkatan lipolisis dan produksi asam lemak bebas, peningkatan produksi glukosa hepatik dan penurunan pengambilan glukosa pada otot skelet (ADA, 2015).

c. Diabetes mellitus gestasional

Diabetes mellitus (DM) tipe ini terjadi pada masa kehamilan, dimana intoleransi glukosa didapati pertama kali pada masa kehamilan biasanya pada trisemester kedua dan ketiga dan bersifat sementara. Penderita DM gestasional memiliki risiko lebih besar untuk menderita diabetes lagi di masa depan. Kontrol metabolisme yang ketat dapat mengurangi risiko tersebut (ADA, 2010).

Diabetes dalam masa kehamilan, walaupun umumnya kelak dapat pulih sendiri beberapa saat setelah melahirkan, namun dapat berakibat buruk terhadap bayi yang dikandung. Akibat buruk yang dapat terjadi antara lain malformasi kongenital, peningkatan berat badan bayi ketika lahir dan meningkatnya risiko mortalitas perinatal. Disamping itu, wanita yang pernah menderita GDM akan lebih besar risikonya untuk menderita lagi diabetes di masa depan. Kontrol metabolisme yang ketat dapat mengurangi risiko-risiko tersebut (Depkes, RI., 2005).

d. Diabetes tipe lain

(43)

insulin, penyakit eksokrin pankreas, endokrinopati, diabetes melitus karena obat, diabetes melitus karena infeksi, diabetes melitus imunologi yang jarang dan sindrom genetik lain yang berkaitan dengan diabetes melitus (ADA, 2015).

2.1.3 Epidemiologi Diabetes Melitus

Insidensi diabetes meningkat dengan cepat di Amerika Serikat dan di seluruh dunia. Misalnya, diperkirakan bahwa lebih dari 180 juta orang di seluruh dunia terkena diabetes dan prevalensi tersebut diperkirakan akan menjadi dua kali lipat pada tahun 2030. Di Amerika Serikat, sekitar 21 juta orang diperkirakan menderita diabetes dan penyakit ini merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas (Finkel, dkk., 2013).

(44)

2.1.4 Faktor Resiko

Beberapa faktor risiko untuk penyakit DM terutama untuk DM tipe 2 dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1Faktor risiko DM tipe 2

1 Riwayat Diabetes dalam keluarga Diabetes Gestasional

Melahirkan bayi dengan berat badan > 4kg Kista ovarium

2 Obesitas >120 % berat badan ideal

3 Umur 20-59 tahun : 8,7%

>65 tahun : 18 % 4 Hipertensi >140/90 mmHg

5 Hiperlipidemia Kadar HDL rendah <35 mg/dL Kadar lipid darah tinggi > 250 mg/dL 6 Faktor lain Kurang olahariaga

Pola makan rendah serat

(Ditjen Bina Farmasi dan Alkes, 2005) 2.1.5 Gejala Klinik

Penyakit DM ditandai dengan gejala 3P, yaitu poliuri (banyak berkemih), polidpsi (banyak minum), dan polifagi (banyak makan). Di samping meningkatnya KGD, diabetes bercirikan adanya “gula” dalam kemih (glycosuria). Hal ini karena glukosa yang diekskresikan mengikat banyak air. Akibatnya timbul rasa haus, kehilangan energi, turunnya berat badan serta rasa letih (Tjay, 2010).

Selain itu sering pula muncul keluhan penglihatan kabur, koordinasi gerak anggota tubuh terganggu, kesemutan pada tangan atau kaki, timbul gatal-gatal yang seringkali dapat mengganggu (pruritus) dan berat badan menurun tanpa sebab yang jelas (Ditjen Bina Farmasi dan Alkes, 2005).

2.1.6 Diagnosis

(45)

yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya. Keluhan lain yang mungkin disampaikan penderita antara lain badan terasa lemah, sering kesemutan, gatal-gatal, mata kabur, disfungsi ereksi pada pria, dan pruritus vulvae pada wanita. Apabila ada keluhan khas, hasil pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu > 200 mg/dL sudah cukup untuk menegakkan diagnosis diabetes melitus. Hasil pemeriksaan kadar glukosa darah puasa > 126 mg/dL juga dapat digunakan sebagai patokan diagnosis diabetes melitus (Depkes, RI., 2005). Berikut ini adalah kriteria penegakan diagnosis diabetes melitus.

Tabel 2.2Kriteria Penegakan Diagnosis Diabetes Melitus

Glukosa Plasma Puasa Glukosa Plasma 2 jam setelah makan

Normal <100 mg/dL <140 mg/dL

Pra-diabetes 100-125 mg/dL

-IFG atu IGT - 140-199 mg/dL

Diabetes ≥126 mg/dL ≥200 mg/dL

Untuk kelompok tanpa keluhan khas, hasil pemeriksaan kadar glukosa darah abnormal tinggi (hiperglikemia) satu kali saja tidak cukup kuat untuk menegakkan diagnosis diabetes melitus. Diperlukan konfirmasi atau pemastian lebih lanjut dengan mendapatkan paling tidak satu kali lagi kadar gula darah sewaktu yang abnormal tinggi (>200 mg/dL) pada hari lain, kadar glukosa darah puasa yang abnormal tinggi(>126 mg/dL), atau dari hasil uji toleransi glukosa oral dengan pemberian 75 gram glukosa didapatkan kadar glukosa darah >200 mg/dL (Depkes, RI., 2005).

2.1.7 Komplikasi Penyakit Diabetes Mellitus

(46)

a. Komplikasi Metabolik Akut

Komplikasi metabolik diabetes disebabkan oleh perubahan yang relatif akut dari konsentrasi glukosa plasma.

1. Hipoglikemia

Hipoglikemia adalah kadar gula darah penderita yang sangat rendah, yakni kurang dari 50 mg/dL. Kadang-kadang gejala timbul pada kadar glukosa darah yang lebih tinggi bila penurunan kadar glukosa darah terjadi sangat cepat. Keadaan ini terjadi mendadak dan dapat dipastikan dengan mengukur kadar glukosa darah. Gejala dini hipoglikemia yaitu keringat dingin pada muka terutama hidung, gemetar, lemas, rasa lapar, mual, tekanan darah turun, gelisah, jantung berdebar, sakit kepala serta kesemutan dijari tangan dan bibir. Bila dibiarkan tanpa pertolongan maka penderita menjadi tidak sadar (koma) dengan atau tanpa kejang (Dalimartha, 2004).

Serangan hipoglikemia pada penderita diabetes umumnya terjadi apabila penderita:

a. Lupa atau sengaja meninggalkan makan (pagi, siang atau malam)

b. Makan terlalu sedikit, lebih sedikit dari yang disarankan oleh dokter atau ahli gizi

c. Berolah raga terlalu berat

d. Mengkonsumsi obat antidiabetes dalam dosis lebih besar e. Minum alkohol

f. Stress

(47)

2. Hiperglikemia

Hiperglikemia adalah keadaan dimana kadar gula darah (KGD) meningkat. Keadaan ini dapat disebabkan antara lain oleh stress, infeksi, dan konsumsi obat-obatan tertentu. Hiperglikemia ditandai dengan poliuria, poldipsia, polifagia, kelelahan yang parah (fatigue) dan pandangan kabur (Ditjen Bina Farmasi dan Alkes, 2005).

3. Ketoasidosis Diabetik

Ketoasidosis diabetik terjadi akibat tubuh sangat kekurangan insulin yang sifatnya mendadak (akut). Glukosa darah yang tinggi tidak dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan energi. Keadaan ini menyebabkan terjadinya perubahan metabolik di dalam tubuh. Untuk memenuhi kebutuhan energi, sel lemak dipecah dan menyebabkan terbentuknya keton yang dapat ditemukan pada urin. Bila keadaan ini terus berlanjut tanpa pengobatan maka keton yang terbentuk akan terakumulasi dan ini sangat membahayakan. Darah menjadi asam dan jaringan tubuh akan rusak. Gejalayang timbul antara lain merasa letih, sangat haus, mengeluarkan urin yang sangat banyak, mual, muntah, nyeri daerah perut, nafas cepat dan dalam serta berbau aseton, kebingungan mental dan kehilangan kesadaran (Dalimartha, 2004).

b. Komplikasi Kronis

Komplikasi jangka panjang DM dapat menyerang semua sistem organ dalam tubuh. Kategori komplikasi kronik DM yaitu:

1. Komplikasi Mikrovaskular

(48)

pada pembuluh darah yang diakibatkan oleh KGD yang tinggi. Hiperglikemia yang persisten dan pembentukan protein yang terglikasi (termasuk HbA1c) menyebabkan dinding pembuluh darah menjadi makin lemah dan rapuh (Ditjen Bina Farmasi dan Alkes, 2005).

2. Komplikasi Makrovaskular

Komplikasi makrovaskular yang umum berkembang pada penderita diabetes adalah penyakit jantung koroner, penyakit pembuluh darah otak dan penyakit pembuluh darah perifer. Komplikasi ini sering dirasakan pada penderita DMT2 yang umumnya menderita hipertensi, dislipidemia, atau kegemukan (Ditjen Bina Farmasi dan Alkes, 2005).

2.2 Penatalaksanaan Diabetes Melitus

(49)

1. Terapi Non Farmakologi a. Pengaturan Diet

Diet yang baik merupakan kunci keberhasilan penatalaksanaan diabetes. Diet yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang dalam hal karbohidrat, protein dan lemak, sesuai dengan kecukupan gizi baik sebagai berikut:

1. Karbohidrat : 60-70% 2. Protein : 10-15%

3. Lemak : 20-25% (Depkes, RI., 2005).

Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stres akut dan kegiatan fisik, yang pada dasarnya ditujukan untuk mencapai dan mempertahankan berat badan ideal (Depkes, RI., 2005).

Penurunan berat badan telah dibuktikan dapat mengurangi resistensi insulin dan memperbaiki respons sel-sel β terhadap stimulus glukosa. Dalam salah satu penelitian dilaporkan bahwa penurunan 5% berat badan dapat mengurangi kadar HbA1c sebanyak 0,6% (HbA1c adalah salah satu parameter status diabetes melitus), dan setiap kilogram penurunan berat badan dihubungkan dengan 3-4 bulan tambahan waktu harapan hidup (Depkes, RI., 2005).

b. Olahraga

(50)

aktivitas reseptor insulin dalam tubuh dan juga meningkatkan penggunaan glukosa ( Ditjen Bina Farmasi dan Alkes, 2005).

2. Terapi Farmakologi

Apabila penatalaksanaan terapi tanpa obat (pengaturan diet dan olah raga) belum berhasil mengendalikan kadar glukosa darah penderita, maka perlu dilakukan langkah berikutnya berupa penatalaksanaan terapi obat, baik dalam bentuk terapi obat hipoglikemik oral, terapi insulin, atau kombinasi keduanya (Depkes, RI., 2005).

a. Terapi Insulin

Terapi insulin merupakan satu keharusan bagi penderita DM Tipe 1. Pada DM Tipe I, sel-sel β Langerhans kelenjar pankreas penderita rusak, sehingga tidak lagi dapat memproduksi insulin. Sebagai penggantinya, maka penderita DM Tipe I harus mendapat insulin eksogen untuk membantu agar metabolisme karbohidrat di dalam tubuhnya dapat berjalan normal. Walaupun sebagian besar penderita diabetes melitus Tipe 2 tidak memerlukan terapi insulin, namun hampir 30% ternyata memerlukan terapi insulin disamping terapi hipoglikemik oral (Depkes, RI., 2005).

b. Golongan Sulfonilurea

Dikenal 2 generasi sulfonilurea, generasi 1 terdiri dari tolbutamid, tolazamid, asetoheksamid dan klorpropamid. Generasi 2 yang potensi hipoglikemiknya lebih besar adalah gliburid (glibenklamid), glipizid, glikazid dan glimepirid (Suherman, 2007).

(51)

sulfonilurea mempunyai sifat kinetik berbeda, tetapi absorbsi melalui saluran cerna cukup efektif. Makanan dan keadaan hiperglikemia dapat mengurangi absorsi. Untuk mencapai kadar optimal di plasma, sulfonilurea dengan masa paruh pendek akan lebih efektif apabila bila diminum 30 menit sebelum makan. Dalam plasma sekitar 90%-99% terikat protein plasma terutama albumin, ikatan ini paling kecil untuk klorpropamid dan paling besar untuk gliburid (Suherman, 2007).

c. Meglitinid

Repaglinid dan nateglinid merupakan golongan meglitinid, mekanisme kerjanya sama dengan sulfonilurea tetapi struktur kimianya sangat berbeda. Golongan ADO ini merangsang insulin dengan menutup kanal K ATP-independent di sel β pankreas (Suherman, 2007).

Pada pemberian oral absorbsinya cepat dan kadar puncaknya dicapai dalam waktu 1 jam. Masa paruhnya 1 jam, karenanya harus diberikan beberapa kali sehari, sebelum makan. Metabolism utamanya di hepar dan metabolitnya tidak aktif. Sekitar 10% dimetabolisme di ginjal. Pada pasien dengan gangguan fungsi hepar atau ginjal harus diberikan secara hati-hati. Efek samping utamanya hipoglikemia dan gangguan saluran cerna (Suherman, 2007).

d. Biguanid

(52)

tidak menyebabkan hipoglikemik. Metformin menurunkan produksi glukosa di hepar dan meningkatkan sensitivitas jaringan otot dan adiposa terhadap insulin. Metformin oral akan mengalami absorpsi di intestin, dalam darah tidak terikat protein plasma, ekskresinya melalui urin dalam keadaan utuh. Masa paruhnya sekitar 2 jam (Suherman, 2007).

e. Golongan Tiazolidinedion

Senyawa golongan tiazolidindion contohnya rosiglitazon, troglitazon dan pioglitazon bekerja meningkatkan kepekaan tubuh terhadap insulin dengan jalan berikatan dengan PPARγ (peroxisome proliferator activated receptor-gamma) di otot, jaringan lemak, dan hati untuk menurunkan resistensi insulin. Senyawa-senyawa TZD juga menurunkan kecepatan glikoneogenesis (Depkes, RI., 2005).

f. Penghambat Enzim α-Glikosidase

Obat golongan penghambat enzim α-glikosidase ini dapat memperlambat absorbsi polisakarida, dekstrin, dan disakarida di intestin. Dengan menghambat kerja enzim α-glikosidase di intestin, dapat mencegah peningkatan glukosa plasma pada orang normal dan pasien diabetes melitus. Karena kerjanya tidak mempengaruhi sekresi insulin, maka tidak akan menyebabkan efek samping hipoglikemia. Akarbose dapat digunakan sebagai monoterapi pada diabetes melitus usia lanjut atau diabetes melitus yang glukosa postprandialnya sangat tinggi (Suherman, 2007).

g. GLP-1 Agonis (Glucagon Like Peptide-1)

(53)

liraglutid, kedua obat ini tidak diabsorpsi di saluran cerna sehingga harus diberikan secara injeksi (Suherman, 2007).

h. Penghambat DPP-4

Obat ini menghambat kerja DPP-4 sehingga mencegah degradasi GLP-1. Efek berlangsung sekitar 12 jam dan menurunkan kadar glukosa darah puasa dan posprandial tapi tidak mempengaruhi kadar insulin plasma. Obat golongan ini tidak meningkatkan berat badan dan tidak ditemukan kejadian hipoglikemia, contohnya sitagliptin, vidagliptin dan saxagliptin (Suherman, 2007).

i. Penghambat SGLT2 (Sodium Glucose Co-transporter 2)

Merupakan suatu jenis antidiabetes dengan mekanisme kerja menghambat secara spesifik SGLT2, suatu sistem transpor predominan reabsorbsi glukosa dari filtrasi glomerulus sehingga penghambat SGLT2 menurunkan reabsorpsi glukosa dari urin dan selanjutnya akan menurunkan kadar glukosa pada pasien diabetes. Tidak terdapat kejadian hipoglikemik, menurunkan berat badan, menurunkan tekanan darah dan efektif untuk semua penderita diabetes melitus tipe 2, contoh obat golongan ini adalah canagliflozin, dapagliflozin dan empagliflozin (ADA, 2015).

2.3 Kualitas Hidup

2.3.1 Defenisi Kualitas Hidup

(54)

Secara umum terdapat 5 bidang (domain)yang dipakai untuk mengukur kualitas hidup berdasarkan kuesioner yang dikembangkanoleh WHO dalam Silitonga (2007), bidang tersebut adalah kesehatanfisik, kesehatan psikologik, keleluasaan aktifitas, hubungan sosial danlingkungan, sedangkan secara rinci bidang-bidang yang termasukkualitas hidup adalah sebagai berikut:

a. Kesehatan fisik (physical health): kesehatan umum, nyeri, energi danvitalitas, aktifitas seksual, tidur dan istirahat.

b. Kesehatan psikologis (psychological health): cara berpikir, belajar memori dan konsentrasi.

c. Tingkat aktifitas (level of independence): mobilitas, aktifitas sehari-hari, komunikasi, kemampuan kerja.

d. Hubungan sosial (sosial relationship): hubungan sosial, dukungansosial. e. Lingkungan (environment), keamanan, lingkungan rumah, kepuasankerja. 2.3.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kualitas Hidup

Menurut Raeburn dan Rootman mengemukakan bahwa terdapat delapan faktor yang mempengaruhi kualitas hidup seseorang, yaitu:

1. Kontrol, berkaitan pembatasan terhadap kegiatan untuk menjaga kondisi tubuh.

2. Kesempatan yang potensial, berkaitan dengan seberapa besar seseorang dapat melihat peluang yang dimilikinya.

(55)

4. Keterampilan, berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan keterampilan lain yang mengakibatkan ia dapat mengembangkan dirinya, seperti mengikuti suatu kegiatan atau kursus tertentu.

5. Kejadian dalam hidup, hal ini terkait dengan tugas perkembangan dan stress yang diakibatkan oleh tugas tersebut. kejadian dalam hidup sangat berhubungan erat dengan tugas perkembangan yang harus dijalani, dan terkadang kemampuan seseorang untuk menjalani tugas tersebut mengakibatkan tekanan tersendiri.

6. Sumber daya, terkait dengan kemampuan dan kondisi fisik seseorang. Sumber daya pada dasarnya adalah apa yang dimiliki oleh seseorang sebagai individu.

7. Perubahan lingkungan, berkaitan dengan perubahan yang terjadi pada lingkungan sekitar seperti rusaknya tempat tinggal akibat bencana.

8. Perubahan politik, berkaitan dengan masalah negara seperti krisis moneter sehingga menyebabkan orang kehilangan pekerjaan/ mata pencaharian (Octantyanty, 2012).

Beberapa penelitian mengenai kualitas hidup menemukan beberapa faktor –faktor yang mempengaruhi kualitas hidup. Berikut beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas hidup, yaitu:

1. Gender atau jenis kelamin 2. Usia

3. Pendidikan 4. Pekerjaan

(56)

6. Penghasilan

7. Hubungan dengan orang lain

8. Standard referensi, seperti harapan, aspirasi, perasaan mengenai persamaan antara diri individu dengan orang lain (Rofitri, 2009).

2.4 Kuesioner EQ5D

Kuesioner EQ5D sering digunakan untuk mengukur utilitas kesehatan dalam penelitian medis dan kesehatan masyarakat. Kuesioner ini terdiri dari lima dimensi (termasuk mobilitas, perawatan diri, aktivitas sehari-hari, rasa sakit dan kecemasan/ depresi) yang tiap dimensi terdiri dari 3 skala (tidak ada masalah, masalah tingkat sedang, masalah berat) (Perneger, dkk., 2010).

(57)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Banyak permasalahan yang terjadi dalam peningkatan taraf kesehatan masyarakat sehubungan gaya hidup yang kurang sehat (unhealthy lifestyle). Gaya hidup yang kurang sehat ini menyebabkan munculnya berbagai macam penyakit metabolik dan makin sulitnya penanganan penyakit-penyakit tersebut. Salah satu contoh penyakit metabolik dalam gaya hidup yang kurang sehat tersebut adalah DM. Hal ini berarti semakin berat beban yang menjadi tantangan sistem pelayanan kesehatan di negeri ini. Permasalahan rendahnya kualitas hidup sumber daya manusia dunia khususnya Indonesia mengakibatkan lebih banyak waktu yang hilang saat bekerja, kualitas waktu istirahat yang rendah, dan bahkan menyebabkan rendahnya angka harapan hidup (Sutiawati, dkk., 2013).

Diabetes melitus dikenali sebagai kelompok penyakit heterogen dengan gejala umum hiperglikemia dan intoleransi glukosa karena defisiensi insulin, cara kerja insulin yang kurang efektif atau karena keduanya. Penyebab dasar terjadinya hiperglikemia yaitu kekurangan hormon insulin baik secara absolut maupun relatif. Hal ini disebabkan karena pankreas tidak memproduksi insulin atau aksi insulin yang tidak cukup untuk memenuhi keperluan tubuh (Steele, dkk., 2008).

(58)

diperkirakan berkisar antara 1,5 sampai 2,5% kecuali di Manado 6%. Dengan jumlah penduduk sekitar 200 juta jiwa, berarti lebih kurang 3-5 juta penduduk Indonesia menderita diabetes. Tercatat pada tahun 1995, jumlah penderita diabetes di Indonesia mencapai 5 juta jiwa. Pada tahun 2005 diperkirakan akan mencapai 12 juta penderita (Depkes, RI.,2005).

Hasil Riset kesehatan dasar (Riskesdas) pada tahun 2007, diperoleh bahwaproporsi penyebab kematian akibat penyakit DM pada kelompok usia45-54 tahun di daerah perkotaan menduduki ranking ke-2 yaitu 14,7% dan daerah pedesaan, penyakit DM menduduki ranking ke-6 yaitu 5,8%. Darihasil tersebut, didapatkan juga prevalensi nasional penyakit DMberdasarkan pemeriksaaan darah pada penduduk usia > 15 tahun di perkotaanyaitu 5,7% (Depkes, RI., 2007).

Penatalaksanaan diabetes membutuhkan kerjasama yang erat dan terpadu dari penderita dan keluarga dengan para tenaga kesehatan antara lain dokter, apoteker dan ahli gizi. Sehubungan dengan hal tersebut, maka dapat dipahami bahwa dalam penatalaksanaan diabetes, farmasis tidak hanya terlibat dalam berbagai aspek farmakoterapi atau yang berhubungan dengan obat semata, tetapi lebih lagi dapat terlibat dalam berbagai tahap dan aspek pengelolaan diabetes, mulai dari skrining diabetes sampai dengan pencegahan dan penanganan komplikasi (Haeria, 2009).

(59)

sehinggasangat mempengaruhi terhadap penurunan kualitas hidup penderita bila tidak mendapatkan perawatan yang tepat (Yudianto, dkk., 2008).

Diabetes mellitus merupakan penyakit kronis yang membutuhkan intervensi obat-obatan seumur hidup terutama untuk mengelola penyakit dan mencegah komplikasi lebih lanjut. Meskipun usaha untuk mengontrol hiperglikemia merupakan hal yang penting, tetapi tujuan utama manajemen pasien DM adalah mengurangi dan mencegah terjadinya komplikasi dan memperbaiki harapan hidup serta kualitas hidup pasien (Dipiro, dkk., 2005).

Kualitas hidup penderita DM merupakan perasaan puas dan bahagia akan hidup secara umum khususnya dengan penyakit DM. Faktor- faktor yang berhubungan dengan kualitas hidup pada penderita DM tipe II diantaranya usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, status sosial-ekonomi, status pernikahan, lama menderita atau durasi dan komplikasi DM (Ningtyas, dkk., 2013).

Kualitas hidup telah menjadi suatu alat ukur yang relevan dalam uji klinisyang penggunaannya semakin meluas dan berkembang sebagai suatu indikator yang valid dan menguntungkan dalam sebuah penelitian medis. Kualitas hidup dapat dilihat dari suatu individu, kelompok dan populasi besar dari pasien (Adikusuma, dkk., 2014).

(60)

1.2 Kerangka Pikir Penelitian

Penelitian ini mengkaji tentang kualitas hidup pasien DM tipe 2 di Puskesmas Helvetia. Dalam penelitian ini variabel bebas (independent variable) adalah variabel yang mempengaruhi variabel lain seperti usia,jenis kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan, lama menderita serta ada tidaknya komplikasi pada pasien DM tipe 2. Variabel terikat (dependent variable)adalah variabel yang faktornya diamati dan diukur untuk menentukan pengaruh yang disebabkan oleh variabel bebas seperti kualitas hidup pasien DM tipe 2. Gambaran tentang kerangka penelitian ditunjukan pada Gambar 1.1.

Variabel Bebas Variabel Terikat

Gambar 1.1Skema Hubungan Variabel Bebas dan Variabel Terikat Usia

Jenis Kelamin

Pendidikan

Pekerjaan

Lama Menderita

Kualitas Hidup Pasien DM tipe 2

(61)

1.3 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dituliskan tersebut dapat dirumuskan suatu permasalahan yaitu bagaimanaketerkaitankarakteristik pasien terhadap kualitas hidup pasien DM?

1.4 Hipotesis

Berdasarkan perumusan masalah, adapun hipotesa dalam penelitian ini adalah karakteristik pasien mempunyai keterkaitan terhadap kualitas hidup pasien DM tipe 2.

1.5 Tujuan Penelitian

Berdasarkan hipotesis, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui keterkaitan karakteristik pasien terhadap kualitas hidup pasien DM tipe 2.

1.6 Manfaat Penelitian

Penelitian ini dilakukan guna memberikan manfaat sebagai berikut 1. Sebagai bahan pertimbangan untuk peneliti selanjutnya dan bahan

referensi bagi perpustakaan Farmasi USU Medan.

2. Sebagai sarana untuk menambah wawasan dan pengetahuan penulis serta pihak lain tentang kualitas hidup pasien DM

(62)

STUDI KETERKAITAN KUALITAS HIDUP DENGAN KARAKTERISTIK PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 DI

PUSKESMAS HELVETIA KOTA MEDAN

ABSTRAK

Penyakit diabetes melitus dapat menimbulkan komplikasi yang dapat membahayakan jiwa dan mempengaruhi kualitas hidup seseorang . Penyakit DM ini akan menyertai seumur hidup penderita sehingga sangat berpengaruh terhadap penurunan kualitas hidup penderita bila tidak mendapatkan perawatan yang tepat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keterkaitan karakteristik pasien dengankualitas hidupnya.

Penelitian ini dilakukan dengan metode cross sectional, dengan mengkaji data dari pengisian kuesioner oleh pasien diabetes melitus tipe 2( n = 50) yang berobat jalan di Puskesmas Helvetia Kota Medan bulan Juni-Juli 2015. Kriteria inklusi adalah pasien diabetes melitus yang berumur 18 tahun atau lebih, tidak menunjukkan gangguan mental, bersedia mengisiinformed consentdan kuesioner. Untuk mengukur kualitas hidup digunakan European Quality of Life- 5 Dimensions (EQ-5D) meliputi mobilitas, perawatan diri sendiri, kegiatan rutin, rasa sakit dan depresi. Hubungan antara karakteristik pasien dengan kualitas hidup dianalisis dengan chi square pada program SPSS.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas hidup pasien diabetes melitus tipe 2 termasuk kualitas hidup yang baik dimana jumlah pasien dengan skor>0,5 sebanyak 49 pasien. Kualitas hidup pasiendiabetes mellitus tipe 2 tidak berkaitan dengan umur (nilai p = 0,407), jenis kelamin (nilai p = 0,159),pendidikan (nilai p = 0,253), pekerjaan (nilai p =0,325), komplikasi (nilai p = 0,390) serta lama menderita diabetes melitus (nilai p = 0,304). Kesimpulan yang didapat dari penelitian ini adalah kualitas hidup pasien diabetes melitus tipe 2 tidak berkaitan dengan karakteristik pasien.

(63)

HEALTH RELATED RESEARCH QUALITY OF LIFE AND CHARACTERISTIC OF TYPE 2 DIABETES MELLITUS PATIENTS IN

HELVETIA PRIMARY HEALTH CENTER MEDAN

ABSTRACT

Diabetes mellitus can occured complication that threaten life and affect the quality oflife. Diabetes mellituswill accompany the surferer’s lifetimeand severely affects the quality of life decline if not handled properly.This study aimed to identify the assosiation of patients characteristic with quality of life.

This study applied descriptive cross sectional, examined data from questionnaires filled out by Type 2 diabetes mellitus patients (n = 50) admitted to Helvetia primary health center Medan period Juni-Juli 2015. The inclusion criteria was the type 2 diabetes mellituspatient admitted to this centreage 18 years or older, didn’t have mental disorders, any agreement of informed consent and filled up the questionnaire. To measure the quality of life a European Quality of Life- 5 Dimensions (EQ-5D) was used consists of mobility, self care, usual activity, pain/discomfort and anxiety/depression. Association among the patients characteristic and their quality of life were analyzed using chi square in SPSS program.

The result of the 50 patients analyzed, it was known that quality of life type 2 diabetes mellitus is a good quality of life where the number of patients with score > 0.5 is 49 patients. The quality of life type 2 diabetes mellitus was not related to age (p value = 0.407), gender (p value = 0.159), education (p value = 0.253), occupation (p value = 0.325), complications (p value = 0.390) and long suffering (p value = 0.304).The conclusionof this study was the quality of life type 2 diabetes mellitus not related to patients characteristic.

(64)

STUDI KETERKAITAN KUALITAS HIDUP DENGAN

KARAKTERISTIK PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2

DI PUSKESMAS HELVETIA KOTA MEDAN

SKRIPSI

STUDI KETERKAITAN KUALITAS HIDUP DENGAN

KARAKTERISTIK PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2

DI PUSKESMAS HELVETIA KOTA MEDAN

SKRIPSI

STUDI KETERKAITAN KUALITAS HIDUP DENGAN

KARAKTERISTIK PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2

DI PUSKESMAS HELVETIA KOTA MEDAN

(65)

STUDI KETERKAITAN KUALITAS HIDUP DENGAN

KARAKTERISTIK PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2

DI PUSKESMAS HELVETIA KOTA MEDAN

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

OLEH:

STUDI KETERKAITAN KUALITAS HIDUP DENGAN

KARAKTERISTIK PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2

DI PUSKESMAS HELVETIA KOTA MEDAN

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

OLEH:

STUDI KETERKAITAN KUALITAS HIDUP DENGAN

KARAKTERISTIK PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2

DI PUSKESMAS HELVETIA KOTA MEDAN

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

(66)

PENGESAHAN SKRIPSI

STUDI KETERKAITAN KUALITAS HIDUP DENGAN KARAKTERISTIK PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 DI

PUSKESMAS HELVETIA KOTA MEDAN OLEH :

RANY CAMELYA SIMBOLON NIM 111501109

Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Pada Tanggal : 25 Juli 2016

Pembimbing I, Panitia Penguji,

Prof. Dra. Azizah Nasution, M.Sc., Ph.D., Apt. Dr. Wiryanto, M.S., Apt.

NIP 195503121983032001 NIP 195110251980021001

Prof. Dra. Azizah Nasution, M.Sc.,

Pembimbing II, Ph.D., Apt.

NIP 195503121983032001

Hari Ronaldo Tanjung, S.Si., M.Sc., Apt. Khairunnisa, S.Si., M.Pharm.,

(67)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena limpahan rahmat, kasih, dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini.

Skripsi ini disusun untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, dengan judul “Studi Keterkaitan Kualitas Hidup dengan Karakteristik Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 di Puskesmas Helvetia Kota Medan”.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan hormat dan terima kasih kepada Ibu Dr. Masfria, M.S., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara dan Ibu Dr. Poppy Anjelisa Z., Hsb., S.Si., M.Si.,Apt., selaku Wakil Dekan I Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan fasilitas selama masa pendidikan dan penelitian.

Hormat dan terima kasih yang setulus-tulusnya penulis sampaikan kepada Ibu Prof. Dra. Azizah Nasution, M.Sc.,Ph.D., Apt., dan Bapak Hari Ronaldo Tanjung, S.Si., M.Sc., Apt., yang telah membimbing dan memberikan petunjuk serta saran-saran selama penelitian hingga selesainya skripsi ini. Bapak Dr. Wiryanto, M.S., Apt., Ibu Khairunnisa, S.Si., M.Pharm., Ph.D., Apt., dan Ibu Dr. Poppy Anjelisa Z., Hsb., S.Si., M.Si., Apt., selaku dosen penguji yang telah memberikan kritik, saran, dan arahan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Bapak dan Ibu staf pengajar Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara Medan yang telah mendidik selama perkuliahan.

(68)

Nainggolan, atas pengorbanan baik materi maupun motivasi serta doa yang tulus sehingga penulis terlindungi dalam setiap langkah hidup ini. Buat yang tersayang abang Thony L.J. Simbolon, S.E., kakak Citra D. Simbolon, S.T., abang Faber S. Simbolon, S.S.T., dan adek Veter H. Simbolon, A.Md., yang selalu memberi derai tawa, semangat dan motivasi kepada penulis. Terima kasih kepada teman-teman stambuk 2011 serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah banyak membantu hingga selesainya penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu dengan segala kerendahan hati, penulis menerima kritik dan saran demi kesempurnaan skripsi ini. Akhirnya, penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberi manfaat bagi kita semua.

Medan, September 2016 Penulis

(69)

SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama Mahasiswa : Rany Camelya Simbolon Nomor Induk Mahasiswa : 111501109

Program Studi : Sarjana Farmasi

Judul Skripsi :Studi Keterkaitan Kualitas Hidup dengan Karakteristik Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 Di Puskesmas Helvetia Kota Medan

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang saya buat adalah hasil karya saya sendiri, bukan plagiat dan kemudian apabila dikemudian hari diketahui skripsi saya ini plagiat karena kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia menerima sanksi yang diberikan oleh Program Studi Sarjana Farmasi Universitas Sumatera Utara. Saya tidak akan menuntut pihak manapun atas perbuatan saya tersebut. Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dalam keadaan sehat.

Medan, September 2016 Yang membuat surat pernyataan

(70)

STUDI KETERKAITAN KUALITAS HIDUP DENGAN KARAKTERISTIK PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 DI

PUSKESMAS HELVETIA KOTA MEDAN

ABSTRAK

Penyakit diabetes melitus dapat menimbulkan komplikasi yang dapat membahayakan jiwa dan mempengaruhi kualitas hidup seseorang . Penyakit DM ini akan menyertai seumur hidup penderita sehingga sangat berpengaruh terhadap penurunan kualitas hidup penderita bila tidak mendapatkan perawatan yang tepat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keterkaitan karakteristik pasien dengankualitas hidupnya.

Penelitian ini dilakukan dengan metode cross sectional, dengan mengkaji data dari pengisian kuesioner oleh pasien diabetes melitus tipe 2( n = 50) yang berobat jalan di Puskesmas Helvetia Kota Medan bulan Juni-Juli 2015. Kriteria inklusi adalah pasien diabetes melitus yang berumur 18 tahun atau lebih, tidak menunjukkan gangguan mental, bersedia mengisiinformed consentdan kuesioner. Untuk mengukur kualitas hidup digunakan European Quality of Life- 5 Dimensions (EQ-5D) meliputi mobilitas, perawatan diri sendiri, kegiatan rutin, rasa sakit dan depresi. Hubungan antara karakteristik pasien dengan kualitas hidup dianalisis dengan chi square pada program SPSS.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas hidup pasien diabetes melitus tipe 2 termasuk kualitas hidup yang baik dimana jumlah pasien dengan skor>0,5 sebanyak 49 pasien. Kualitas hidup pasiendiabetes mellitus tipe 2 tidak berkaitan dengan umur (nilai p = 0,407), jenis kelamin (nilai p = 0,159),pendidikan (nilai p = 0,253), pekerjaan (nilai p =0,325), komplikasi (nilai p = 0,390) serta lama menderita diabetes melitus (nilai p = 0,304). Kesimpulan yang didapat dari penelitian ini adalah kualitas hidup pasien diabetes melitus tipe 2 tidak berkaitan dengan karakteristik pasien.

Gambar

Tabel 4.2 Frekuensi penggunaan obat antidiabetik pada pasien DM tipe 2 diPuskesmas Helvetia periode Juni sampai Juli 2015
Tabel 2.1 Faktor risiko DM tipe 2
Tabel 2.2 Kriteria Penegakan Diagnosis Diabetes Melitus
Gambar 1.1 Skema Hubungan Variabel Bebas dan Variabel Terikat

Referensi

Dokumen terkait

Hubungan antara Dukungan Keluarga dengan Kualitas Hidup Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di Poliklinik Penyakit Dalam Rumah Sakit.. Umum Pusat Fatmawati

Tujuan penelitian adalah mengetahuai PENGARUH SENAM AEROBIK TERHADAP PADA PENINGKATAN KUALITAS HIDUP PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE

Alhamdulillah, penulis telah dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Kualitas Hidup Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Rawat Jalan Di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Madiun sebagai

Berdasarkan latar belakang di atas, maka perlu dilakukan penelitian tentang hubungan antara aktivitas fisik dan kualitas hidup pasien diabetes melitus tipe 2 di Puskesmas

Hubungan Antara Diabetes Melitus Tipe 2 dengan Kualitas Hidup di Posyandu Lansia wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Medan Amplas.

memperlihatkan adanya perubahan kualitas hidup yang signifikan pada penderita diabetes melitus tipe 2 di wilayah kerja Puskesmas 2 Baturraden setelah diberikan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas hidup pasien rawat jalan dengan diabetes melitus tipe 2 pada domain kesehatan fisik berada pada kategori kurang 54,2% dan berada pada

Meskipun memiliki kesamaan tema dalam meneliti kualitas hidup pasien diabetes mellitus tipe 2, namun perbedaan pada penelitian ini yaitu pada metode penelitian yang menggunakan desain