• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Kapasitas Asimilasi Perairan Marina Teluk Jakarta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian Kapasitas Asimilasi Perairan Marina Teluk Jakarta"

Copied!
210
0
0

Teks penuh

(1)

MEZUAN

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa tesis yang berjudul Kajian Kapasitas Asimilasi Perairan Marina Teluk Jakarta adalah karya saya sendiri dan belum pernah dipublikasikan oleh sumber manapun. Sumber informasi yang terdapat atau dikutip telah disebutkan dalam tesis dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Januari 2007

(3)

MEZUAN. Kajian Kapasitas Asimilasi di Perairan Marina Teluk Jakarta. Dibimbing oleh Dr. Ir. ETTY RIANI, M.S. dan Dr. Ir. SUPRIHATIN, Dipl.-Ing.

(4)
(5)

© Hak cipta milik Mezuan, tahun 2007

Hak cipta dilindungi

(6)

MEZUAN

Tesis

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains pada

Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(7)

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Etty Riani, M.S. Dr. Ir. Suprihatin, Dipl.-Ing.

Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan

Dr. Ir. Surjono H. Sutjahjo, M.S. Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, M.S.

(8)

rahmatNYA, sehingga tesis berjudul ” Kajian Kapasitas Asimilasi Perairan Marina Teluk Jakarta”, ini dapat diselesaikan. Tema pencemaran laut dalam karya ilmiah ini merupakan sumbangsih penulis sebagai bagian kepedulian kita selaku anak bangsa dalam merespon realita yang terjadi berupa kemunduran kualitas lingkungan yang kian memprihatinkan akhir-akhir ini.

Terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dalam penulisan proposal, pelaksanaan penelitian hingga tersusunnya tesis ini. Secara khusus penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1.Dr. Ir. Etty Riani, M.S. dan Dr. Ir. Suprihatin, Dipl.-Ing., selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Anggota Komisi Pembimbing, yang selama ini telah berkenan meluangkan waktunya untuk memberikan petunjuk, arahan, motivasi, ide, fasilitas dan bahan penelitian, koreksi dalam penulisan proposal dan penyusunan tesis.

2.Dr. Ir. Yusli, M. Sc. selaku Dosen Penguji yang telah banyak memberikan koreksi dan saran demi perbaikan tesis ini.

3.Dr. Ir. Surjono H. Sutjahjo, M.S., selaku Ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan.

4.Teman-teman yang tergabung dalam tim penelitian di kawasan Teluk Jakarta Pak Irwan, Dhona, Yeni, Uni Farida, Sunarwan atas segala bentuk kerjasama kita selama ini dalam memperlancar jalannya penelitian hingga penyusunan tesis.

5.Para sahabat, Alik, Kak Lora, Didi, Bu Linda, Tere dan rekan PSL secara keseluruhan khususnya angkatan 2004 yang begitu kompak selama ini, semoga kekuatan silaturahmi akan tetap terjalin meski hanya dalam doa, Amin.

Penulis berharap semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi kita semua, amin.

Bogor, Januari 2007

(9)

Bengkulu dari pasangan Bapak Zaharin (Alm.) dan Ibu Hj. Zikra sebagai anak bungsu dari 9 bersaudara.

(10)

Kupersembahkan tesis ini

Kepada semua yang telah memberi Arti dan warna dalam hidupku.

9 Kedua orang tuaku, atas doa dan motivasinya 9 Kakakkku atas dukungannya selama ini 9 Ponakan-ponakanku tersayang

9 Guru dan almamaterku 9 I.D, atas kesabarannya

(11)

MEZUAN

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa tesis yang berjudul Kajian Kapasitas Asimilasi Perairan Marina Teluk Jakarta adalah karya saya sendiri dan belum pernah dipublikasikan oleh sumber manapun. Sumber informasi yang terdapat atau dikutip telah disebutkan dalam tesis dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Januari 2007

(13)

MEZUAN. Kajian Kapasitas Asimilasi di Perairan Marina Teluk Jakarta. Dibimbing oleh Dr. Ir. ETTY RIANI, M.S. dan Dr. Ir. SUPRIHATIN, Dipl.-Ing.

(14)
(15)

© Hak cipta milik Mezuan, tahun 2007

Hak cipta dilindungi

(16)

MEZUAN

Tesis

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains pada

Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(17)

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Etty Riani, M.S. Dr. Ir. Suprihatin, Dipl.-Ing.

Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Alam dan Lingkungan

Dr. Ir. Surjono H. Sutjahjo, M.S. Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, M.S.

(18)

rahmatNYA, sehingga tesis berjudul ” Kajian Kapasitas Asimilasi Perairan Marina Teluk Jakarta”, ini dapat diselesaikan. Tema pencemaran laut dalam karya ilmiah ini merupakan sumbangsih penulis sebagai bagian kepedulian kita selaku anak bangsa dalam merespon realita yang terjadi berupa kemunduran kualitas lingkungan yang kian memprihatinkan akhir-akhir ini.

Terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dalam penulisan proposal, pelaksanaan penelitian hingga tersusunnya tesis ini. Secara khusus penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1.Dr. Ir. Etty Riani, M.S. dan Dr. Ir. Suprihatin, Dipl.-Ing., selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Anggota Komisi Pembimbing, yang selama ini telah berkenan meluangkan waktunya untuk memberikan petunjuk, arahan, motivasi, ide, fasilitas dan bahan penelitian, koreksi dalam penulisan proposal dan penyusunan tesis.

2.Dr. Ir. Yusli, M. Sc. selaku Dosen Penguji yang telah banyak memberikan koreksi dan saran demi perbaikan tesis ini.

3.Dr. Ir. Surjono H. Sutjahjo, M.S., selaku Ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan.

4.Teman-teman yang tergabung dalam tim penelitian di kawasan Teluk Jakarta Pak Irwan, Dhona, Yeni, Uni Farida, Sunarwan atas segala bentuk kerjasama kita selama ini dalam memperlancar jalannya penelitian hingga penyusunan tesis.

5.Para sahabat, Alik, Kak Lora, Didi, Bu Linda, Tere dan rekan PSL secara keseluruhan khususnya angkatan 2004 yang begitu kompak selama ini, semoga kekuatan silaturahmi akan tetap terjalin meski hanya dalam doa, Amin.

Penulis berharap semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi kita semua, amin.

Bogor, Januari 2007

(19)

Bengkulu dari pasangan Bapak Zaharin (Alm.) dan Ibu Hj. Zikra sebagai anak bungsu dari 9 bersaudara.

(20)

Kupersembahkan tesis ini

Kepada semua yang telah memberi Arti dan warna dalam hidupku.

9 Kedua orang tuaku, atas doa dan motivasinya 9 Kakakkku atas dukungannya selama ini 9 Ponakan-ponakanku tersayang

9 Guru dan almamaterku 9 I.D, atas kesabarannya

(21)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI... i

DAFTAR TABEL... iii

DAFTAR GAMBAR... iv

DAFTAR LAMPIRAN... v

I. PENDAHULUAN... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Kerangka Pemikiran... 3

1.3. Perumusan Masalah ... 4

1.4. Tujuan Penelitian ... 6

1.5. Manfaat Penelitian ... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA... 8

2.1. Pencemaran Air... 8

2.2. Pencemaran Laut... 9

2.3. Sumber Pencemaran Teluk Jakarta ... 11

2.4. Kualitas Air ... 13

2.5. Hidrodinamika Perairan Estuari... 13

2.6. Beban Pencemaran dan Kapasitas Asimilasi ... 14

III. METODE PENELITIAN... 16

3.1. Waktu dan Lokasi ... 16

3.2. Metode Pengumpulan Data ... 16

3.2.1. Rancangan Penelitian ... 16

3.2.2. Pelaksanaan Penelitian ... 16

3.2.3. Variabel yang diamati ... 18

3.3. Analisis Data ... 19

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN... 21

4.1. Keadaan Umum Lokasi penelitian ... 21

4.2. Gambaran Umum Hasil Penelitian ... 23

4.3. Kondisi Fisik Perairan Marina ... 23

4.3.1. Suhu Perairan ... 23

4.3.2. Kecerahan dan Kekeruhan ... 24

4.3.3. Total Padatan Tersuspensi... 26

4.4. Kualitas Kimia Perairan Marina... 28

4.4.1. pH dan Alkalinitas ... 28

4.4.2. Oksigen Terlarut (DO) ... 29

4.4.3. BOD5... 30

4.4.4. COD ... 31

4.4.5. NH3 dan NO3-... 31

4.4.6. PO43-... 32

4.4.7. Logam Pb dan Cd... 33

4.5. Kualitas Biologi Perairan Marina... 34

(22)

Halaman

(23)

DAFTAR TABEL

(24)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Bagan kerangka pemikiran kajian kapasitas asimilasi di Perairan Marina ... 4 Gambar 2. Hunian di pinggiran Sungai Ciliwung di kawasan Manggarai DKI Jakarta ... 6 Gambar 3. Grafik hubungan antara beban pencemar dan konsentrasi

polutan... 20 Gambar 4. Komposisi makrozoobenthos stasiun 1 Perairan Marina ... 34 Gambar 5. Komposisi makrozoobenthos stasiun 2 Perairan Marina ... 35 Gambar 6. Komposisi makrozoobenthos stasiun 3 Perairan Marina ... 35 Gambar 7. Kelimpahan fitoplankton stasiun 1 Perairan Marina... 37 Gambar 8. Kelimpahan fitoplankton stasiun 2 Perairan Marina... 37 Gambar 9. Kelimpahan fitoplankton stasiun 3 Perairan Marina... 37 Gambar 10. Analisis regresi antara beban pencemar TSS di muara sungai dengan konsentrasinya di Perairan Marina ... 46 Gambar 11. Analisis regresi antara beban pencemar BOD5 di muara

sungai dengan konsentrasinya di Perairan Marina... 47 Gambar 12. Analisis regresi antara beban pencemar COD di muara sungai dengan konsentrasinya di Perairan Marina ... 48 Gambar 13. Analisis regresi antara beban pencemar NH3 di muara sungai dengan konsentrasinya di Perairan Marina ... 49 Gambar 14. Analisis regresi antara beban pencemar NO3- di muara

Sungai dengan konsentrasinya di Perairan Marina ... 49 Gambar 15. Analisis regresi antara beban pencemar PO43- di muara

Sungai dengan konsentrasinya di Perairan Marina ... 50 Gambar 16. Analisis regresi antara beban pencemar Pb di muara sungai

dengan konsentrasinya di Perairan Marina ... 52 Gambar 17. Analisis regresi antara beban pencemar Cd di muara sungai

(25)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Peta Perairan Marina dan sekitarnya (Anonim, 2001). ... 60 Lampiran 2. Nilai parameter kualitas fisika dan kimia Perairan Marina ... 61 Lampiran 3. Data kualitas Perairan Marina per waktu pengamatan ... 62 Lampiran 4. Perhitungan beban pencemaran (BP) dari Sungai Ciliwung ... 64 Lampiran 5. Data komposisi dan kepadatan makrozoobenthos Perairan

Marina ... 66 Lampiran 6. Data kelimpahan fitoplankton Perairan Marina... 67 Lampiran 7. Gambar beberapa jenis makrozoobenthos yang terdapat

di Perairan Marina... 68 Lampiran 8. Gambar beberapa jenis fitoplankton yang terdapat

(26)

I. PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Indonesia dikenal sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dengan 17.508 pulau dan garis pantai sepanjang 81.000 km (Soekmadi, 2004). Suharsono (2005) menyebutkan bahwa sebagian besar ibukota propinsi di Indonesia terletak di tepi pantai dan biasanya merupakan tempat bermuaranya sungai besar, termasuk kota Jakarta yang dianggap sebagai salah satu kota pantai di dunia. Kondisi tersebut menjadikan kawasan pesisir Jakarta menempati posisi strategis bagi pengembangan kegiatan perekonomian masyarakat, pengusaha dan pemerintah. Hal ini ditandai dengan ekpresi fisik kawasan pesisir berupa berkembangnya pemukiman, transportasi, perikanan, industri dan pariwisata.

Kepentingan-kepentingan yang mencakup kegiatan perikanan, wisata, pertambangan/industri dan perhubungan secara integral menambah kompleksnya permasalahan yang timbul. Dampak dari fenomena tersebut akan merusak saat beban pencemaran telah melewati daya dukung kawasan teluk. Benturan antara dua kepentingan yaitu kepentingan pembangunan (ekonomi) dengan kepentingan usaha melestarikan kualitas lingkungan mesti mendapatkan porsi lebih dari perhatian yang tercurah saat ini. Pemikiran ini dilandasi fakta bahwa kawasan pesisir Jakarta (Teluk Jakarta) telah mengalami tekanan lingkungan berupa pencemaran, karena Teluk Jakarta selain merupakan pintu gerbang Jakarta dari arah laut, juga sebagai penampung limbah atau buangan berasal dari beragam aktivitas warga masyarakat yang berdomisili di Jakarta dan sekitarnya

Indikator yang menunjukkan bahwa kawasan Teluk Jakarta telah tercemar pernah dilaporkan oleh sejumlah peneliti diantaranya Mulyono (2000) yang menyatakan bahwa dari hasil kajiannya ditemukan jenis ikan seperti tongkol, kakap, bawal dan baronang mengandung timbal yang melebihi batas maksimum yang telah ditentukan. Suharsono (2005) menemukan kandungan logam Pb pada sedimen Teluk Jakarta mencapai 27.6 – 70 mg/kg. Bahkan Waluyo (2005) melaporkan indikasi terjadinya pencemaran di Teluk Jakarta dapat dilihat dari produksi ikan tangkap yang turun dari 28.526 ton pada tahun 1999, menjadi 17.829 ton pada tahun 2002.

(27)

Perairan Marina termasuk bagian dari Teluk Jakarta yang tidak lepas dari pengaruh faktor eksternal (di luar) kawasan pesisir, sehingga berbagai aktivitas di daratan baik langsung maupun tidak langsung dapat memberikan dampaknya terhadap perairan laut, terutama dalam kaitannya dengan tingkat pencemaran. Bukti terbaru adalah matinya ribuan ikan di pantai Marina/Ancol beberapa waktu lalu, tepatnya 13 April 2005. Bahkan sebelumnya kasus kematian ikan di Perairan Marina telah terjadi yakni pada bulan Mei dan Oktober 2004. Penyebab kematian hingga saat ini belum diketahui secara pasti.

Sejumlah kalangan menilai kematian tersebut disebabkan oleh penurunan oksigen akibat terjadinya pengadukan massa air. Sementara pihak lain menyebutkan bahwa kematian ikan massal tersebut disebabkan oleh fenomena

blooming. Apapun pendapat yang mengemuka, harus tetap berlandaskan pada

pemikiran bahwa telah terjadi ketidakseimbangan lingkungan di kawasan perairan khususnya Perairan Marina.

Kemungkinan lain yang semestinya juga diagendakan untuk dianalisis oleh para pakar/peneliti lingkungan adalah kemungkinan telah terlampauinya kemampuan perairan (Marina) dalam memulihkan diri terhadap beban pencemar (kapasitas asimilasi). Hal senada disampaikan oleh Suharsono (2005) yang menyatakan akibat pertumbuhan yang sangat pesat dari industri, pertambahan penduduk, perkembangan infrastruktur, aktivitas pelabuhan dan pesatnya perkembangan transportasi menjadikan lingkungan Teluk Jakarta tidak lagi dapat menanggung segala hasil buangan dari aktivitas tersebut. Ironisnya limbah yang masuk tidak hanya berasal dari kawasan Perairan Laut namun juga dari daratan melalui sungai yang bermuara ke perairan tersebut.

(28)

1.2.Kerangka Pemikiran

Aktivitas manusia dalam pembangunan berupa industri, domestik, pertanian, perikanan serta pariwisata selain mendatangkan keuntungan secara ekonomi, juga berdampak negatif yaitu sebagai penghasil limbah. Kenyataan ini diperparah dengan masih berkembangnya anggapan buang limbah ke badan perairan merupakan cara paling praktis dan murah. Sumber limbah di perairan laut secara umum berasal dari tiga sumber yaitu daratan, lautan itu sendiri dan udara. Limbah atau buangan yang bersumber dari daratan masuk melalui sungai. Sungai yang langsung masuk ke Perairan Marina adalah Sungai Ciliwung. Beban pencemaran yang masuk semakin tinggi dan kawasan konservasi di sepanjang daerah aliran sungai makin berkurang karena terjadi pemanfaatan lahan di sepanjang bantaran sungai khususnya untuk pemukiman yang terus mengalami peningkatan sejalan dengan pertambahan penduduk (Kusriyanto, 2002).

Kondisi pencemaran akibat buangan limbah bila berlangsung tak terkendali sampai pada taraf dimana beban pencemar lebih besar dari kapasitas asimilasi, maka akan berakibat fatal bagi sistem kehidupan. Kapasitas asimilasi berkaitan erat dengan mekanisme yang terjadi di perairan ketika suatu bahan pencemar memasuki badan perairan.

Nemerow (1991) memaparkan bahwa polutan yang masuk ke perairan laut akan mengalami dispersi/penyebaran, pengenceran dan pengendapan sebagai mekanisme alamiah dalam merespon bahan asing yang masuk atau memulihkan diri terhadap pencemar. Proses penyebaran, pengenceran atau pencampuran

(mixing) dan pengendapan dipengaruhi sejumlah faktor seperti angin, morfologi

perairan, arus, kandungan oksigen dan faktor lainnya. Namun bila beban pencemar yang masuk berlangsung dengan jumlah dan intensitas tinggi maka kapasitas asimilasi perairan akan terlampaui (Benoit, 1971). Indikator untuk mengetahui kondisi kapasitas asimilasi suatu perairan terhadap beban pencemar, apakah telah terlampaui atau masih berada pada tahap daya asimilasinya diperlukan data parameter kualitas perairan sebagai dasar untuk menilai tingkat daya asimilasi suatu perairan (Santika, 1984 dan Nemerow, 1991), untuk lebih jelasnya kerangka pemikiran ini dapat dilihat pada Gambar 1.

(29)

Keterangan: BP: Beban Pencemar BM: Baku mutu

Gambar 1. Bagan kerangka pemikiran kajian kapasitas asimilasi di Perairan Marina.

1.3. Perumusan Masalah

Perairan Teluk Jakarta merupakan ekosistem semi tertutup yang berada di utara kota Jakarta dan berbatasan dengan Laut Jawa. Teluk ini menerima bahan

Dinamika Perairan Marina

Beban Pencemar

Kualitas Perairan (Konsentrasi/Beban Pencemar)

Baku Mutu yang Berlaku

Kapasitas Asimilasi Perairan Marina

Status Pencemaran Perairan Marina

Penyusunan Strategi Pengelolaan Kualitas Perairan

Marina

Dampak yang Terjadi ƒEkologi

ƒEkonomi ƒSosial Sumber

Pencemar

Jenis Bahan Pencemar

Jumlah Bahan Pencemar

Morfologi Perairan Marina

BP>BM

ya

(30)

buangan yang berasal dari 13 sungai yang melewati kota Jakarta yang membawa limbahnya baik dari pembuangan sampah, industri maupun rumah tangga serta kegiatan lainnya. Badan pengendalian dampak lingkungan (BAPEDAL) menyatakan bahwa sekitar 50 % industri di Jabotabek masih membuang limbahnya secara langsung ke sungai (KLH, 2001). Khusus untuk limbah padat yang berasal dari DKI Jakarta saja, diperkirakan mencapai jumlah 24.500 m3/hari, dari jumlah tersebut sebanyak kurang lebih 1.400 m3/hari tidak tertangani dan terbuang masuk dalam aliran sungai dan akhirnya bermuara di perairan laut (Mulyono, 2000). Hasil penelitian yang dilakukan oleh tim Japan International

Cooperation Agency (JICA), sebagaimana dikutip Mulyono (2000) menyatakan

bahwa diperkirakan pada tahun 2010 jumlah limbah cair industri yang khusus berasal dari DKI Jakarta akan mencapai 256.631 m3/hari

Melihat perkembangan jumlah industri DKI Jakarta dan sekitarnya yang begitu pesat dan upaya untuk mengatasi pencemaran masih belum dilakukan secara efektif, maka dikhawatirkan dalam waktu mendatang akan terjadi pencemaran yang terus meningkat secara berlipat. Perubahan yang terjadi secara dinamis seperti perkembangan daerah pemukiman maupun industri yang membuang limbahnya ke sungai, akan sangat mempengaruhi kualitas air laut khususnya di kawasan Marina sebagai bagian dari perairan laut di Jakarta. Limbah atau buangan yang masuk ke Perairan Marina tidak hanya berasal dari kawasan pesisir namun juga dari bagian hulu sungai yang mengalir ke Muara Marina.

(31)

Sumber: www.flickr.com

Gambar 2. Hunian di pinggiran Sungai Ciliwung di kawasan Manggarai DKI Jakarta.

Perairan Marina secara visual tercemar oleh sampah plastik, kertas, kemasan makanan dan sampah anorganik lain yang mengapung. Selain itu kondisi bau perairan yang tidak sedap turut menyertai keadaan perairan yang semestinya mengundang keprihatinan dan kepedulian kita. Pemanfaatan daerah aliran sungai (DAS) melalui penggunaan lahan baik di hulu, tengah maupun hilir pada banyak kasus telah membawa dampak negatif yang nyata berupa gangguan keseimbangan dan kualitas sumber daya air. Berdasarkan uraian di atas maka pertanyaan utama yang muncul adalah bagaimanakah kondisi perairan Marina saat ini? Secara lebih detil pertanyaan dalam penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana kualitas Perairan Marina mencakup parameter fisik, kimia dan biologi?

2. Seberapa besar beban pencemaran yang masuk ke Perairan Marina? 3. Seberapa besar kapasitas asimilasi di Perairan Marina?

1.4. Tujuan Penelitian

Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mempeloreh gambaran kondisi Perairan Marina saat ini. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengkaji kondisi kualitas Perairan Marina mencakup parameter fisik, kimia dan biologi.

(32)

1.5. Manfaat Penelitian

(33)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pencemaran Air

Air merupakan materi yang paling berlimpah, sekitar 71 % komposisi bumi terdiri dari air, selain itu 50 % hingga 97 % dari seluruh berat tanaman dan hewan terdiri dari air, bahkan untuk tubuh kita manusia, air menempati sekitar 70 % dari berat tubuh (KLH, 2001). Air seperti halnya energi adalah elemen esensial bagi beragam kegiatan meliputi pertanian, industri dan rumah tangga serta kegiatan produktif lainnya, dengan kata lain air menjadi kebutuhan hampir semua sisi kehidupan terutama manusia. Pertanyaannya adalah apakah air akan hadir pada tempat yang sesuai sepanjang waktu dengan jumlah dan kualitas yang memadai? Gejala penurunan kualitas air perlu menjadi sentral perhatian demi menjamin kesinambungan kehidupan di muka bumi ini.

Permasalahan pencemaran air telah lama dibicarakan, sekitar sepuluh tahun lalu, tetapi masih terbatas dalam wacana kalangan tertentu, seperti perguruan tinggi dan jajaran pemerintah. Namun istilah pencemaran air cenderung semakin mengemuka saat ini dan tidak menutup kemungkinan meningkat dimasa mendatang, mengingat persoalan menurunnya kualitas air semakin jelas dan dirasakan pengaruhnya oleh masyarakat secara keseluruhan.

Pengertian ”pencemaran air” didefinisikan dalam Peraturan Pemerintah adalah ”masuknya atau dimasukkannya mahluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia sehingga kualitas air turun

sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak berfungsi lagi sesuai

dengan peruntukkannya” (Kep.Men.LH. No.51 tahun 2004)”.

Pencemaran air disebabkan oleh banyak faktor, yang secara umum dapat dikelompokkan ke dalam dua kategori yakni sumber langsung (direct contaminant

sources) dan sumber tak langsung (indirect contaminant sources). Sumber

langsung didefinisikan sebagai buangan (effluent) yang berasal dari sumber pencemarnya yaitu limbah hasil pabrik industri serta limbah domestik baik cair, tinja serta sampah. Pada pencemaran kategori ini, buangan langsung mengalir ke dalam badan air seperti sungai atau laut. Sedangkan yang dimaksud sumber tak langsung adalah kontaminan yang masuk melalui air tanah akibat adanya

(34)

pencemaran pada air permukaan baik dari limbah industri maupun sumber kegiatan lainnya (KLH, 2001).

Sumber pencemaran secara garis besar berasal dari 3 kegiatan utama yang menjadi sumber pencemaran yaitu rumah tangga (domestik), industri dan pertanian. Sumber domestik berasal dari perumahan, perdagangan, perkantoran, hotel, rumah sakit, rekreasi dan aktivitas lainnya. Limbah jenis ini sangat mempengaruhi tingkat kekeruhan, BOD5 dan COD. Penentuan BOD5 dan COD digunakan untuk menduga pencemaran yang disebabkan oleh limbah organik, untuk BOD5 diinkubasi selama 5 hari karena dianggap pada hari kelima dekomposisi bahan organik telah berlangsung 70 - 80 %. Limbah industri terutama akan mempengaruhi kandungan logam berat perairan, sedangkan limbah pertanian berasal dari sedimen akibat erosi lahan dan unsur kimia pestisida (KLH, 2001). Masalah akibat pencemaran air tidak hanya membahayakan makhluk hidup, namun terdapat masalah lain yang berkaitan dengan kualitas air yaitu terjadinya eutrofikasi seperti yang pernah terjadi di Teluk Jakarta. Menurut Mulyono (2000) eutrofikasi dapat terjadi karena adanya dua hal utama yaitu a) Beban (load) zat-zat pencemar dibawa oleh sungai-sungai yang langsung masuk ke perairan laut maupun melalui saluran-saluran pembuangan (outfall) dan b) Proses fisik, kimia dan biolois perairan.

2.2. Pencemaran Laut

Menurut Nybakken (1992) secara umum pencemar di Perairan Laut berupa minyak, bahan-bahan kimia, limbah dan sampah. Pencemaran oleh minyak akan melapisi permukaan laut yang dapat mengganggu kehidupan biota laut. Polutan dari bahan-bahan kimia meliputi logam-logam berat serta pestisida, kemudian limbah dan sampah umumnya berasal dari aktivitas domestik dan industri.

(35)

Pencemaran laut di kawasan DKI Jakarta telah menjadi berita yang sangat gencar akhir-akhir ini, bahkan pencemaran di Teluk Jakarta akibat limbah organik dan logam berat telah melampaui ambang batas sejak tahun 1972. Bukti terbaru adalah fenomena matinya ribuan ikan di Teluk Jakarta belum lama ini. Soekmadi (2004) memaparkan bahwa pencemaran laut yang berasal dari daratan sebagai akibat mengalirnya 13 sungai ke Teluk Jakarta, selain itu terbawa pula sedimen yang masuk Teluk Jakarta. Sungai-sungai dimaksud antara lain Sungai Citarum, Sungai Cikarang, Sungai Bekasi, Sungai Cakung, Sungai Sunter, Sungai Ciliwung, Sungai Angke, Sungai Krukut dan Sungai Cisadane. Sedangkan dalam lingkup lebih spesifik untuk Perairan Marina sungai yang langsung mengalir ke perairan tersebut adalah Sungai Ciliwung.

Bahan atau material yang masuk ke badan perairan laut bila ditinjau dari asalnya dibagi menjadi dua bagian (Sumadhiharga, 1995) yaitu pertama, berasal dari laut itu sendiri misalnya pembuangan sampah dari kapal-kapal, lumpur kegiatan pertambangan di laut dan tumpahan minyak kapal tanki serta dari transportasi laut. Kedua, berasal dari kegiatan-kegiatan di darat, bahkan pencemar dapat masuk melalui udara.

Pencemaran laut mulai mendapat perhatian sejak tahun 1953 tepatnya pada saat terjadi kasus Minamata yaitu pencemaran laut yang disebabkan oleh logam berat. Pada periode tahun 1953 hingga 1960 terjadi kasus Minamata di Jepang yang merenggut 146 orang nelayan meninggal dan cacat tubuh akibat mengkonsumsi ikan dan kerang-kerangan yang mengandung Hg. Hingga kini kasus pencemaran logam berat telah menyebar luas termasuk di Indonesia dan kasus di negeri ini yang paling banyak menyedot perhatian adalah kasus pencemaran di Teluk Buyat yang perairannya didominasi kandungan merkuri dan arsen.

(36)

kelestarian lingkungan. Kondisi yang terjadi di kawasan Marina mengarah pada gejala demikian.

3.3. Sumber Pencemaran Teluk Jakarta

Sumber pencemar secara umum dapat dikelompokkan ke dalam dua bagian besar. Pertama sumber pencemar tertentu (point source), kedua sumber pencemar tak tentu/tersebar (non point source). Sumber pencemar dari kelompok point source misalnya cerobong asap pabrik, saluran limbah industri, knalpot kendaraan dan contoh lainnya. Sedangkan pencemar dari kelompok non point source

merupakan gabungan dari point source, sebagai contoh daerah limpasan pertanian yang menggelontorkan nutrien melalui pupuk, limpasan daerah pemukiman dan sebagainya (Kennish, 1997). Dahuri (2005) memaparkan bahwa sumber pencemaran perairan Teluk Jakarta dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu 1) sumber dari darat (land-based pollution), 2) sumber dari kegiatan di laut ( marine-based pollution) dan 3) sumber dari udara (atmospheric deposition). Lebih lanjut disebutkan bahwa sumber pencemaran dari darat merupakan sumber pencemaran yang berasal dari kegiatan yang berlangsung di darat seperti kegiatan rumah tangga (domestik), kegiatan industri dan kegiatan pertanian. Kegiatan rumah tangga berasal dari perumahan, perkantoran, hotel, rumah sakit dan lainnya. Kegiatan-kegiatan tersebut menghasilkan limbah yang sangat mempengaruhi tingkat kekeruhan, kandungan oksigen serta kandungan bahan organik.

Menurut Aboejowono (2000) pencemaran di sepanjang Teluk Jakarta terutama diakibatkan oleh buruknya kualitas sungai yang bermuara di Teluk Jakarta, setidaknya terdapat 13 sungai yang bermuara ke Teluk Jakarta. Sungai-sungai tersebut adalah Sungai Kamal, Sungai Angke, Sungai Sekretaris, Sungai Grogol, Sungai Ciliwung, Sungai Ancol, Sungai Cakung, Sungai Blencong, Sungai Sunter, Sungai Baru, Sungai Bekasi, Sungai Kramat dan Sungai Citarum/Muara Gembong.

(37)

dari darat, limbah pertanian ini berasal dari sedimen akibat erosi lahan, unsur kimia limbah hewani atau pupuk (nitrogen dan fosfor) dan unsur kimia dari pestisida yang digunakan (Kennish, 1992).

Beragam kegiatan yang dilakukan di laut juga merupakan sumber pencemaran, salah satu kegiatan di laut yang merupakan sumber pencemaran di Teluk Jakarta adalah kegiatan transportasi laut. Kegiatan ini menyebabkan pencemaran minyak di perairan Teluk Jakarta, terlebih lagi di perairan Teluk Jakarta terdapat pelabuhan internasional dengan frekuensi lalu-lintas perhubungan laut yang tinggi.

Sumber pencemaran dari udara disebabkan asap hasil pembakaran kegiatan industri atau kendaraan bermotor. Polutan dari udara sangat berbahaya karena bersifat toksik, misalnya logam berat timbal yang berasal dari hasil pembakaran kendaraan bermotor. Contoh lainnya adalah peristiwa revolusi industri di Inggris yang menyebakan pencemaran bukan hanya dari limbah cair yang dihasilkan akan tetapi juga dari asap hasil pembakaran kegiatan industri. Hal ini mengakibatkan pencemaran pada sungai-sungai di Inggris. Sumber pencemaran dari laut antara lain dari kegiatan pertambangan (offshore), perikanan (terutama menggunakan bahan peledak), kegiatan perkapalan dan pembuangan limbah ke laut, sedangkan sumber dari udara akibat pencemaran udara yang mengakibatkan hujan asam (Aboejowono, 2000).

Beberapa fakta mengenai kondisi lingkungan perairan Teluk Jakarta telah dilaporkan Waluyo (2005), diantaranya:

ƒ Polutan dari limbah anorganik sudah berada pada tingkat yang tinggi khususnya Pb dan Cu.

ƒ Solid waste+/- 1400 m3/hari (2002) naik 2 kali dalam sepuluh tahun terakhir.

ƒ Kandungan hara naik 10 kali lipat (1982-2002), posfat dan nitrat tinggi pada perairan < 5 km.

ƒ Produksi ikan tangkap turun dalam lima tahun terakhir yaitu 28.526 ton pada tahun 1999, turun hingga 17.829 ton di tahun 2002.

(38)

ƒ Pencemaran/tumpahan minyak terjadi berulang yaitu pada Desember 2003 dan April/Mei/Oktober/ Nopember 2004.

2.4. Kualitas Air

Menurut Effendi (2003) kualitas air didefinisikan sebagai sifat air dan kandungan makhluk hidup, zat, energi atau komponen lain dalam air. Dahuri (2005) menyatakan kondisi kualitas air di suatu perairan dapat menggambarkan apakah perairan tersebut tercemar atau tidak, pengukuran konsentrasi berbagai bahan pencemar merupakan cara untuk mengetahui tingkat pencemaran yang terjadi. Kualitas air dinyatakan dengan beberapa parameter kualitas air yang meliputi parameter fisika seperti suhu, kekeruhan, kecerahan. Parameter kimia mencakup pH, DO, BOD5, COD, kadar logam-logam dan lainnya. Sedangkan parameter biologi meliputi keberadaan plankton, benthos atau bakteri.

Pemahaman yang baik tentang parameter-parameter kualitas air menjadi penting sebagai bagian dari pemantauan lingkungan perairan untuk melihat perubahan yang terjadi khususnya perairan laut. Pemantauan kualitas air itu sendiri dimaksudkan untuk 1) mengetahui nilai kualitas air dalam bentuk parameter fisika, kimia dan biologi, 2) membandingkan nilai kualitas air yang diperoleh dengan baku mutu yang berlaku sesuai peruntukannya, 3) menilai kelayakan sumber daya air untuk keperluan tertentu. Penanganan kualitas air memerlukan pemahaman mengenai karakteristik dasar dari badan air. Pemahaman tersebut akan memberikan gambaran mengenai akibat-akibat perlakuan manusia terhadap air (Siregar, 2005).

2.5. Hidrodinamika Perairan Estuari

(39)

menuju hilir. Hidrodinamika perairan secara umum berperan dalam proses-proses seperti pencampuran (mixing) penyebaran dan proses sedimentasi (Benoit, 1971). Pasang surut dapat menyebabkan terjadinya arus pasang surut yang menimbulkan turbulensi. Proses pengadukan akan semakin besar bila perairan tidak terlalu luas. Pencampuran akan terjadi ke semua arah dan lapisan. Interaksi air laut dan air tawar akan mempengaruhi sirkulasi massa air dan pencampuran yang dibangkitkan oleh perbedaan densitas. Pasang surut mempengaruhi proses pencampuran melalui gesekan (friction) ketika pasang surut mengalir melewati dasar perairan. Gesekan tersebut menimbulkan turbulensi yang pada akhirnya akan menimbulkan proses pencampuran. Menurut Nybakken (1992) kawasan estuari diliputi daratan pada tiga sisi. Hal ini berarti bahwa luas perairan yang di atasnya memungkinkan angin dapat bertiup untuk menciptakan ombak. Kedalaman estuari akan mempengaruhi terbentuknya ombak. Perairan estuari yang dangkal dengan mulut estuari yang sempit akan memperkecil atau menghilangkan ombak, sehingga estuari menjadi kawasan yang tenang.

2.5. Beban Pencemar dan Kapasitas Asimilasi

Beban pencemar didefinisikan sebagai jumlah total bahan pencemar yang masuk ke lingkungan dalam hal ini perairan baik langsung maupun tidak langsung, dalam kurun waktu tertentu. Beban pencemar berasal dari berbagai aktivitas manusia misalnya industri dan rumah tangga. Besarnya beban masukan limbah sangat tergantung dari aktivitas manusia di sekitar perairan dan di bagian hulu sungai yang mengalir ke arah laut (Suharsono, 2005).

(40)

diperoleh dengan mengalikan luas penampang aliran sungai dengan kecepatan aliran sungai.

Menurut Nemerow (1991) kapasitas asimilasi didefinisikan sebagai kemampuan air atau sumber air dalam menerima pencemaran limbah tanpa menyebabkan terjadinya penurunan kualitas air yang ditetapkan sesuai peruntukannya. Suatu bahan pencemar misalnya logam berat ketika memasuki perairan akan mengalami tiga macam fenomena, yaitu penyebaran, pengenceran dan pengendapan.

(41)

III. METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Lokasi

Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan September 2005 hingga Mei 2006 bertempat di Perairan Marina Jakarta Utara terutama untuk pengambilan sampel air, sedimen, fitoplankton dan makrozoobentos. Analisis sampel air, sedimen,

fitoplankton dan makrozoobentos dilakukan di Laboratorium Lingkungan

Budidaya Perairan, Institut Pertanian Bogor (IPB).

3.2. Metode Pengumpulan Data 3.2.1. Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode survey melalui pengambilan sampel di tiga titik (50 m, 500 m dan 1000 m) dari garis pantai (Lampiran 1). Pengambilan sampel dilakukan sebanyak tiga kali.

3.2.2. Pelaksanaan Penelitian

Pelaksanaan penelitian diawali dengan penentuan lokasi pengambilan sampel yang dilakukan dengan pertimbangan diperkirakan dapat mewakili kondisi Perairan Marina yaitu pada 50 m, 500 m, dan 1000 m dari daratan. Tahapan selanjutnya pengambilan data primer yang dimulai dengan pengambilan sampel air dan sedimen sebanyak tiga kali.

Data-data primer yang dilakukan secara in situ atau di lapangan meliputi parameter suhu air, kecerahan, pH dan oksigen terlarut. Nilai suhu air dilakukan dengan mencelupkan termometer Hg ke dalam perairan dan pencatatan suhu dilakukan saat posisi termometer masih tercelup dalam perairan. Pengukuran kecerahan dilakukan menggunakan secchi disc dengan cara menurunkannya sampai hampir tidak tampak, lalu mencatat kedalamannya, kemudian diturunkan kembali hingga tidak tampak, yang selanjutnya angkat secara perlahan, begitu tampak catat kedalamannya. Rata-rata pencatatan kedalaman tersebut merupakan nilai kecerahan, dinyatakan dalam satuan meter. Pengukuran pH menggunakan kertas lakmus dengan cara mencelupkan kertas pH, lalu mencocokkan warna kertas tercelup dengan daftar warna pada kotak lakmus. Penentuan oksigen

(42)

terlarut menggunakan DO-meter dengan cara memasukkan probe atau sensor dari alat yang dihubungkan dengan kabel ke dalam perairan dan kadar oksigen dalam mg/L dapat langsung terbaca pada skala meter alat atau layar tampilan digital alat. Prinsip pengukuran dengan DO-meter adalah tekanan oksigen dalam air akan ditangkap sensor alat berupa suatu elektroda, sehingga menghasilkan arus, selanjutnya alat akan mengkonversikan besar aliran arus tersebut pada tampilan atau digital berupa konsentrasi oksigen terlarut dalam mg/L.

Beberapa data pendukung juga dilakukan pada tahapan ini yaitu suhu udara, cuaca, kedalaman, waktu serta warna air. Pengukuran suhu udara menggunakan termometer, dengan mencatat suhu yang tertera pada termometer di setiap stasiun. Data kedalaman diperoleh dengan mencelupkan tali bersakala yang diberi pemberat hingga menyentuh dasar perairan dan mencatat kedalamannya. Pencatatan kedalaman ini akan menentukan titik kedalaman pengambilan sampel (permukaan, tengah dan dasar perairan). Penetapan warna perairan dilakukan secara visual.

Pengambilan contoh air dilakukan di setiap stasiun secara komposit yaitu percampuran dari contoh air yang berasal dari lapisan permukaan, tengah dan lapisan pada kedalaman 1 m dari permukaan sedimen. Contoh air diambil dengan menggunakan alat van dorn sampler bervolume 3 liter. Contoh air dimasukkan ke dalam botol contoh berukuran 250 ml dan diawetkan dengan menggunakan H2SO4 pekat 0.3 ml untuk analisa parameter COD, nitrat dan amoniak, HgCL sebanyak 0.2 ml untuk parameter PO43-, sedangkan untuk parameter logam berat diberi pengawet HNO3 sebanyak 0.3 ml. Tahap selanjutnya adalah pemberian label nama, kemudian sampel air dimasukkan ke dalam ice box bersuhu ± 4oC menggunkan batu es, untuk dibawa ke laboratorium guna keperluan analisis.

Contoh sedimen untuk penentuan kandungan logam Cd, Pb, tekstur sedimen dan makrozoobenthos diambil menggunakan petersen grab dengan luas bukaan 20 cm x 20 cm. pengambilan sedimen dilakukan di setiap stasiun sebanyak 3 kali. Pengambilan sedimen dengan cara menjatuhkan petersen grab

(43)

makrozoobenthos diawali dengan pemisahan atau pembersihan sedimen dari lumpur dan pasir menggunakan saringan yang memiliki meshsize ± 1 mm. makrozoobenthos yang terambil dari penyaringan disimpan dalam kantong plastik dan diawetkan dengan formalin 4%, selanjutmya dianalisis di laboratorium. Analisis pada makrozoobenthos adalah kepadatan yang dihitung menggunakan persamaan:

K= (10000 x a)/b Keterangan:

K = kepadatan makrozoobenthos (ind/m2) A = jumlah fitoplankton yang tercacah (ind)

B = luas bukaan mulut petersen grab (20 cm x 20 cm)

Contoh fitoplankton diperoleh dengan cara menyaring air sebanyak 100 liter dengan menggunakan plankton net berukuran pori-pori 45 µm. Contoh fitoplankton yang diperoleh kemudian disimpan dalam botol dan diawetkan dengan lugol 1%. Identifikasi plankton dilakukan menggunakan buku identifikasi

Illustration of the Marine Plankton of Japan (Yamaji, 1966). Kelimpahan

fitoplankton ditentukan dengan persamaan: N= (100 x n xV1) / (0.25π x VT)

Keterangan:

N = kelimpahan jenis fitoplankton (ind/L) N = jumlah fitoplankton yang tercacah (ind) V1 = volume air yang tersaring (liter)

VT = volume air yang disaring (100 liter)

π = 3.14

3.2.3. Variabel yang diamati

(44)

Tabel 1. Parameter-parameter kualitas air dan sedimen yang diukur.

No Parameter Satuan Peralatan Keterangan

1.

3.3. Analisis Data

Analisis data utama yang dilakukan adalah penentuan beban pencemar dan kapasitas asimilasi. Penentuan beban pencemar dihitung berdasarkan pengukuran langsung debit sungai dan konsentrasi parameter yang diukur, berdasarkan model berikut:

BP = Q x C x 3600 x 24 x 30 x 1 x 10-6 Keterangan:

BP = Beban pencemar yang masuk dari sungai (ton/bulan)

Q = Debit sungai (m3/detik) C = Konsentrasi limbah (mg/L).

(45)

Nilai kapasitas asimilasi ditentukan dengan cara membuat grafik hubungan antara konsentrasi parameter limbah dengan beban pencemar dan selanjutnya dianalisis dengan cara memotongkannya dengan garis baku mutu yang diperuntukkan bagi biota berdasarkan Kep.Men.LH No. 51/Men-KLH/2004 dan baku mutu dari UNESCO/WHO/UNEP (1992). Nilai kapasitas asimilasi didapat dari titik perpotongan dengan nilai baku mutu untuk parameter yang diuji (Gambar 3).

Gambar 3. Grafik hubungan antara beban pencemaran dan konsentrasi polutan.

Nilai kapasitas asimilasi didapat dari titik perpotongan dengan nilai baku mutu untuk parameter yang diuji. Selanjutnya dianalisis seberapa besar peran masing-masing parameter terhadap beban pencemarannya.

Kajian kapasitas asimilasi dalam penelitian ini secara tidak langsung memberikan informasi apakah terdapat pengaruh jarak lokasi pengambilan sampel terhadap parameter kimia, fisika dan biologi yang diukur. Secara umum persamaan regresi dinyatakan dengan rumus berikut:

Y = a + bx Keterangan:

a = koefisien yang mernyatakan nilai Y pada perpotongan antara garis linier dengan sumbu vertikal.

x = nilai variabel independent, yaitu beban pencemaran b = slope yang berhubungan dengan variabel x.

Y variabel tak bebas (dependent) yaitu konsentrasi polutan, sedangkan x variabel bebas (independent).

Baku Mutu

Ko

n

se

n

tra

si P

o

lu

ta

n

Beban Pencemaran

(46)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Keadaan Umum Lokasi Penelitian

Kondisi umum lokasi penelitian merupakan informasi yang penting untuk

dilaporkan demi membatasi lingkup spesifikasi data yang diperoleh. Data

mengenai kondisi umum kawasan penelitian ditampilkan pada Tabel 2 di bawah

ini.

Tabel 2. Data keadaan umum lokasi penelitian

Ulangan

Berdasarkan Tabel 2 di atas terlihat bahwa keadaan cuaca Perairan Marina

selama pengambilan sampel dan pengukuran dalam kondisi cerah yang ditandai

dengan pancaran sinar matahari optimal. Effendi (2003) menyatakan bahwa

jumlah radiasi yang mencapai permukaan perairan sangat dipengaruhi oleh awan,

ketinggian permukaan laut (altitute), letak geografis dan musim. Cahaya matahari

yang mencapai permukaan perairan sebagian diserap dan sebagian direfleksikan

kembali. Penetrasi cahaya ke dalam air sangat dipengaruhi oleh intensitas dan

sudut datang cahaya, kondisi permukaan air dan bahan-bahan yang terlarut dan

tersuspensi di dalam air (Boyd, 1998). Sudut datang tepat pada 90oC (terjadi pada

sekitar pukul 12.00 WIB) intensitas cahaya yang dipantulkan sekitar 1.5 - 2.0 %,

sementara saat penelitian ini berlangsung yaitu pada pukul 11.00 WIB, sehingga

(47)

penetrasi cahaya ke badan perairan relatif besar. Kondisi cuaca tersebut akan

mempengaruhi suhu udara di sekitarnya.

Suhu udara yang terdeteksi melalui termometer saat penelitian berlangsung

berada pada kisaran normal yaitu 30 - 32oC (Tabel 2). Suhu udara akan

menentukan suhu badan air. Perubahan suhu berpengaruh terhadap proses fisika

dan kimia perairan. Parameter berikutnya adalah warna air. Warna Perairan

Marina secara visual selama berlangsungnya penelitian, berwarna hijau gelap

tepatnya hijau kecoklatan hingga hijau kehitaman. Ekpresi warna Perairan Marina

diduga berasal dari limbah yang masuk terutama limbah organik. Kehadiran bahan

organik seperti tanin, lignin dan asam humus hasil dekomposisi makhluk hidup

yang telah mati dapat menimbulkan warna kecoklatan (Effendi, 2003). Warna

perairan berpengaruh pada terganggunya proses fotosintesis, karena dapat

menghambat penetrasi cahaya ke dalam air. Sejumlah logam seperti oksida besi,

mangan dan kadmium diketahui dapat menyebabkan air berwarna kecoklatan

hingga kehitaman (Effendi, 2003).

Parameter batimetri atau kedalaman Perairan Marina memiliki kedalaman

berkisar antara 3 - 7.5 m, dengan kecenderungan semakin jauh dari garis pantai

kedalaman semakin bertambah. Kedalaman Perairan Marina dipengaruhi oleh

pasokan sedimen dari daratan dan pola arus yang selalu bergerak sepanjang tahun,

sehingga menyebabkan perairan mengalami akresi atau pendangkalan. Menurut

Suharsono (2005) secara umum besaran pendangkalan di sepanjang Teluk Jakarta,

termasuk kawasan Marina dipengaruhi oleh musim yaitu musim barat dan musim

timur. Musim barat terjadi pada musim penghujan, sedangkan musim timur pada

saat musim kemarau. Musim barat ditandai dengan bergeraknya arus dari barat ke

timur disertai dengan curah hujan yang tinggi, diikuti sungai membawa banyak

sedimen, kemudian terbawa arus dan mengendap di pantai timur. Sedangkan pada

musim timur arus bergerak dari barat ke timur, yang terjadi saat musim kemarau,

sungai tidak banyak membawa sedimen, sehingga yang diendapkan di pantai barat

relatif sedikit daripada di pantai timur (Suharsono, 2005). Kedalaman suatu

perairan dapat mempengaruhi kepekatan bahan pencemar, semakin dalam

(48)

kemungkinan bahan pencemar mengalami proses pengenceran lebih besar

daripada perairan yang lebih dangkal.

4.2. Gambaran Umum Hasil Penelitian

Perairan Marina memainkan peranan sangat penting bagi penduduk di

sekitarnya dan masyarakat Jakarta umumnya, namun karena pertumbuhan yang

sangat pesat dari industri, pertambahan penduduk, perkembangan infrastruktur,

aktivitas pelabuhan dan perkembangan transportasi menjadikan lingkungan

Perairan Marina tidak lagi dapat menanggung segala hasil buangan dari

aktivitas-aktivitas tersebut. Tabel 3 berikut ini menampilkan kondisi terkini Perairan

Marina berdasarkan hasil pengukuran terhadap parameter fisika dan kimia.

Tabel 3. Nilai rata-rata parameter fisika dan kimia Perairan Marina

Stasiun

Keterangan: *; Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 51 tahun 2004 tentang baku mutu air laut untuk biota laut.

**;UNESCO/WHO/UNEP, (1992) tentang baku mutu air laut untuk organisme aquatik.

4.3. Kondisi Fisik Perairan Marina 4.3.1. Suhu Perairan

Suhu Perairan Marina selama penelitian di tiga titik pengamatan berkisar

antara 29 - 31oC (Lampiran 2), sedangkan pengelompokkan data berdasarkan

waktu pengambilan disajikan pada Lampiran 3. Kisaran suhu tersebut masih

(49)

2004 untuk biota laut yaitu antara 28 - 32oC, dengan kondisi bervariasi setiap saat

(siang, malam dan musim). Hal ini berarti bahwa suhu badan air masih

mendukung kehidupan organisme yang ada di dalamnya dan kisaran tersebut juga

memperlihatkan bahwa tidak ada lonjakan yang berarti dari suhu. Menurut

Effendi (2003) perubahan suhu berpengaruh terhadap proses fisika, kimia dan

biologi. Setiap organisme akuatik menginginkan kisaran suhu tertentu (batas atas

dan bawah) yang sesuai dengan pertumbuhannya. Aktivitas biologis – fisiologis di

dalam ekosistem perairan sangat dipengaruhi oleh suhu. Benoit (1971)

menyatakan kenaikan suhu akan meningkatkan laju metabolisme pada organisme.

Akibat meningkatnya laju metabolisme, akan menyebabkan konsumsi oksigen

meningkat dan selanjutnya akan menurunkan kelarutan oksigen perairan. Pola

temperatur ekosistem perairan dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti intensitas

cahaya matahari, pertukaran panas antara perairan dengan udara sekitarnya dan

ketinggian geografis (Wetzel, 1975). Selain itu pola temperatur perairan dapat

dipengaruhi oleh faktor antropogenik (faktor yang diakibatkan oleh aktivitas

manusia), seperti limbah panas yang berasal dari pendingin pabrik dan

penggundulan DAS, sehingga badan air terkena cahaya matahari secara langsung.

4.3.2. Kecerahan dan Kekeruhan

Hasil pengukuran di Perairan Marina memberikan indikasi kecerahan

rata-rata antar stasiun memiliki variasi relatif kecil yaitu pada stasiun 1, 2 dan 3

masing-masing sebesar 0.82 m, 2.32 m dan 2.25 m dengan status telah melampaui

baku mutu yang diperkenankan yaitu > 3 m. Kondisi ini berarti bahwa Perairan

Marina ditinjau dari parameter kecerahan telah tercemar hingga jarak 1000 m dari

garis pantai dan kawasan yang paling rendah nilai kecerahannya adalah pada

stasiun 1 yang mewakili muara. Hal ini disebabkan stasiun 1 adalah kawasan yang

paling besar menerima masukan limbah dari daratan dan merupakan muara tempat

bertemunya massa air laut dengan salinitas tinggi dengan air tawar sehingga

terjadi perbedaan densitas yang dapat mengakibatkan terjadinya turbulensi yang

menyebabkan partikel-partikel mengendap teraduk kembali, sehingga

menurunkan nilai kecerahan. Sedangkan pada stasiun 2 dan 3 karena jarak stasiun

(50)

mengalami proses penyebaran terangkut ke laut lepas dan terencerkan, sehingga

nilai kecerahan relatif lebih baik dari nilai kecerahan di stasiun 1. Terjadinya

penyebaran dan pengenceran di laut didominasi oleh faktor arus, angin dan pasang

surut khususnya pada lapisan permukaan (Benoit, 1971). Nilai kecerahan yang

rendah berbanding terbalik dengan nilai kekeruhan, hasil pengukuran

menunjukkan level relatif tinggi dengan status telah melampaui baku mutu,

khususnya di stasiun 1 dan 2 (Tabel 3). Baku mutu nilai kekeruhan yang

dipersyaratkan adalah < 5 NTU (Kep Men LH. No. 51 tahun 2004), sedangkan

nilai kekeruhan rata-rata pada stasiun 1 dan stasiun 2 sebesar 6.57 NTU dan 5.91

NTU. Fenomena ini diduga karena masuknya bahan-bahan tererosi berupa lumpur

dan hasil buangan masyarakat di bagian hulu Sungai Ciliwung yang mengalir

langsung ke Muara Marina.

Tingginya bahan-bahan yang masuk ke Perairan Marina melalui Sungai

Ciliwung karena dua hal utama. Pertama karena hunian di sepanjang bantaran

Sungai yang mencapai 71.56 % dari luas keseluruhan sepanjang sungai

(Kusriyanto, 2002). Peningkatan jumlah penduduk setiap tahun memerlukan

ruang untuk tempat tinggal dan usaha. Akibat keterbatasan lahan yang tersedia

menyebabkan masyarakat menempati wilayah bantaran sungai sehingga

mengakibatkan daerah aliran sungai yang berfungsi mengatur tata air menjadi

semakin sempit (Anonim, 2004). Frekuensi masuknya buangan juga diperparah

dengan tingginya erosi, hal ini tidak lepas dari karakteristik jenis tanah di

sepanjang Sungai Ciliwung yang bertipe peka terhadap erosi yaitu jenis litosol,

regosol dan andosol. Ketiga jenis tanah tersebut memiliki kestabilan agregat

rendah sehingga rentan tergerus aliran air dan hujan (Harijogjo, 2002).

Gambaran lain yang dapat ditangkap dari hasil pengukuran kekeruhan

adalah tingkat kekeruhan menurun dengan semakin jauhnya jarak perairan dari

garis pantai. Kecenderungan ini dapat disebabkan faktor volume pengencer dan

kedalaman yang semakin bertambah ke arah lepas pantai. Bertambahnya

kedalaman suatu perairan akan memberikan ruang relatif lebih besar bagi badan

perairan untuk mendispersikan dan mengencerkan bahan-bahan padatan

tersuspensi (Hamilton, 1994). Sedangkan pada perairan yang lebih dangkal, selain

(51)

(turbulensi) padatan tersuspensi di dasar perairan oleh gerakan air relatif lebih

tinggi, sehingga menyebabkan tingginya nilai kekeruhan (turbidity) (Benoit, 1971;

Triyanto, et al., 2005).

4.3.3. Total Padatan Tersuspensi

Nilai padatan tersuspensi pada setiap stasiun berkisar antara 5.30 - 25.00

mg/L (Lampiran 2). Nilai tersebut masih jauh berada di bawah standar maksimal

yang diperkenankan bila mengacu pada baku mutu Kep.Men.LH. No. 51 tahun

2004 yaitu 80 mg/L. Namun berdasarkan baku mutu badan dunia

UNESCO/WHO/UNEP (1992) nilai TSS yang diperbolehkan tidak boleh

melebihi 22 mg/L, dengan demikian kadar TSS di salah satu titik pengamatan

telah menyentuh garis baku mutu yang diperbolehkan (Lampiran 2). Total padatan

tersuspensi diduga berasal dari daratan berupa bahan-bahan yang terbawa oleh

sungai terutama Kali Ciliwung yang langsung menuju ke Perairan Marina.

Penduduk di daerah hulu sungai masih menganggap bahwa sungai merupakan

tempat pembuangan sampah terpanjang di dunia, sedangkan penduduk kota dan

wilayah pesisir Laut Marina menganggap laut sebagai tempat sampah terbesar di

dunia. Bahan-bahan buangan yang masuk ke sungai bersumber dari aktivitas

industri, domestik dan pertanian. Limbah yang berasal dari daerah bagian hulu

Sungai Ciliwung lebih didominasi oleh limbah pertanian, di bagian hilir

didominasi limbah domestik dan industri dan di daerah pesisir beban limbah

pelabuhan serta industri menjadi lebih dominan (Soeharsono, 2005). Kontribusi

limbah domestik saja diperkirakan mencapai 150.000 ton/hari (Anonim, 2004).

Akumulasi limbah industri, domestik dan pertanian inilah yang mempengaruhi

nilai total padatan tersuspensi Perairan Marina, bahkan diperkirakan >100.000

ton/tahun lumpur dari Sungai Ciliwung masuk ke Perairan Marina.

Perubahan fisik yang terjadi di bagian hulu Sungai Ciliwung berupa

bertambahnya kawasan pemukiman dan pertanian turut memicu besarnya

masukan limbah ke Perairan Marina (Fakhrudin dan Wibowo, 1998). Daerah

aliran sungai (DAS) Ciliwung di bagian hulu memiliki curah hujan sangat tinggi

berkisar antara 4000 - 4500 mm/tahun, sehingga bila terjadi hujan dengan

(52)

tererosi ke Perairan Marina makin besar, yang dikenal dengan banjir kiriman

(Bogor). Hal ini menunjukkan bahwa daerah hulu Sungai Ciliwung memiliki andil

cukup besar terhadap masuknya limbah ke Perairan Teluk Jakarta khususnya

Marina. Kondisi tersebut diperparah dengan tingginya tingkat erosi di bantaran

Sungai Ciliwung. Fakta mengenai erosi ini pernah dilaporkan oleh Fakhrudin dan

Wibowo (1998), yang menyebutkan bahwa daerah hulu Sungai Ciliwung

berdasarkan metode sediment yield dikategorikan sebagai kawasan dengan tingkat

erosi kerusakan cepat. Data klasifikasi lahan berdasarkan tingkat erosi

ditampilkan pada Tabel 4.

Tabel 4. Klasifikasi lahan berdasarkan erosi atau sediment yield

No. Kondisi Lahan Sediment yield (mm/tahun) Kerusakan sangat cepat

< 0.60 Sumber. Fakhrudin dan Wibowo, 1998.

Nilai parameter TSS rata-rata stasiun 1, 2 dan 3 masing-masing adalah

19.63 mg/L, 18.10 mg/L dan 11.16 mg/L. Data tersebut mengindikasikan

kecenderungan bahwa nilai TSS menurun dengan bertambahnya jarak dari garis

pantai (semakin ke arah laut). Hasil tersebut bermakna bahwa kandungan TSS

dipengaruhi oleh jarak, dengan stasiun 1 sebagai kawasan bernilai TSS tertinggi.

Stasiun 1 sebagai kawasan yang mewakili muara secara langsung sebagai tempat

penampungan bahan-bahan yang masuk melalui sungai, sehingga kandungannya

relatif lebih tinggi dibandingkan kawasan yang lebih jauh dari garis pantai. Hal ini

diduga karena pada stasiun 2 dan stasiun 3, jarak sumber limbahnya semakin jauh

serta berlangsungnya proses pencucian sehingga bahan pencemar segera

terdispersi dan mengalami pengenceran (Barnabe dan Quet, 1997). Menurut

Benoit (1971) proses dispersi di perairan laut terjadi karena adanya pengaruh

pergerakan angin. Penurunan kualitas air, terutama TSS dapat menghambat laju

fotosintesis tumbuhan air, sedangkan di dasar perairan akan mengakibatkan

(53)

menutupi karang dan dampak jangka panjang mempercepat terjadinya

pendangkalan.

4.4. Kualitas Kimia Perairan Marina 4.4.1. pH dan Alkalinitas

Perairan Marina memiliki nilai pH antara 7 - 8.57. Kisaran tersebut masih

berada pada kategori yang layak untuk kegiatan sektor perikanan. Berdasarkan

kriteria UNESCO/WHO/UNEP (1992) tentang parameter kualitas air untuk

menopang kehidupan organisme perairan, rentang pH yang diperbolehkan adalah

6.0 - 9.0, dengan demikian nilai pH Perairan Marina belum melampaui batas

toleransi yang dianjurkan. Hasil pengukuran pH yang relatif tidak bervariasi ini

kemungkinan disebabkan karena adanya sistem penyangga (buffering capacity)

yang tergambar dari nilai alkalinitas. Nilai alkalinitas pada penelitian ini berkisar

antara 144.710 - 130.781 mg/L (Lampiran 2). Hariyadi (2002) menyatakan bahwa

nilai alkalinitas >100 dikategorikan relatif tinggi. Nilai alkalinitas menunjukkan

daya atau kapasitas buffer perairan, yakni sifat perairan terhadap perubahan pH,

sehingga dapat dikatakan bahwa kapasitas penyangga Perairan Marina relatif

tinggi, yang berarti pH perairan tidak mudah berubah. Namun demikian bukan

berarti pH di perairan laut tidak dapat berubah secara drastis, karena apabila

terjadi pembebanan limbah perairan terus menerus baik berasal dari limbah

domestik maupun industri, maka akan terjadi perubahan pH secara signifikan.

Perubahan pH dengan rentang yang sangat jauh akan membahayakan

kelangsungan hidup organisme. Nilai pH yang sangat rendah akan menyebabkan

mobilitas berbagai senyawa logam berat terutama aluminium yang bersifat toksik

semakin tinggi. Kondisi tersebut akan membahayakan bagi kelangsungan hidup

biota air, sedangkan pH yang tinggi, akan menyebabkan keseimbangan antara

amonium dan amoniak dalam perairan akan terganggu (Wetzel, 1975). Kenaikan

pH di atas netral akan meningkatkan konsentrasi amoniak yang bersifat toksik

(54)

4.4.2. Oksigen Terlarut (DO)

Nilai rata-rata oksigen terlarut Perairan Marina pada stasiun 1, 2 dan 3,

masing-masing sebesar 5.04 mg/L, 5.30 mg/L dan 5.94 mg/L, sehingga dapat

disimpulkan nilai oksigen terlarut pada ketiga stasiun relatif merata dengan

kondisi belum melampaui baku mutu yang berlaku yaitu > 5 mg/L (Kep.Men.LH.

No. 51 tahun 2004). Menurut Kennish (1992) tetap terjaganya konsentrasi oksigen

terlarut perairan laut karena faktor angin dan arus. Lebih lanjut dinyatakan

kuatnya angin dan arus akan mempengaruhi kelarutan oksigen perairan, karena

salah satu sumber oksigen berasal dari atmosfer. Tiupan angin akan menekan

udara ke permukaan laut, sehingga difusi udara dari atmosfer ke permukaan laut

berlangsung maksimal dan pada gilirannya dapat meningkatkan kadar oksigen

terlarut terutama pada lapisan permukaan. Konsentrasi oksigen perairan berasal

dari dua sumber yaitu dari difusi udara dan proses fotosintesis tumbuhan air.

Proses fotosintesis selain menghasilkan karbohidrat juga memproduksi oksigen.

Meskipun demikian konsentrasi DO Perairan Marina tetap harus diwaspadai

karena nilai hasil pengamatan di atas telah berada pada level menghawatirkan,

dengan kata lain hampir mendekati baku mutu, bahkan bila mengacu kepada baku

mutu badan dunia UNESCO/WHO/UNEP (1992) yaitu 5.6 - 9.0 mg/L, maka DO

pada stasiun 1 dan 2 telah dikategorikan tercemar.

Kondisi tersebut menggambarkan minimnya kandungan oksigen terlarut di

Perairan Marina. Faktor yang mempengaruhi rendahnya konsentrasi oksigen

terlarut di Perairan Marina diduga ada kaitannya dengan melimpahnya limbah

organik, terutama yang berasal dari masukan Sungai Ciliwung. Dugaan ini sejalan

dengan temuan Michael, et al. (1993) yang melaporkan hasil penelitiannya bahwa

konsentrasi oksigen di Chesapeake Bay < 1 mg/L sebagai dampak tingginya

kandungan bahan organik perairan. Oksigen terlarut perairan dipengaruhi bahan

organik yang terdapat di dalamnya karena mikroorganisme pengurai

membutuhkan oksigen untuk perombakannya, sehingga ketersediaan oksigen

perairan menjadi rendah. Kandungan limbah organik di Perairan Marina berasal

dari aktivitas di sepanjang Kali Ciliwung, baik hulu maupun hilir sebagai sungai

yang langsung mengalir ke Muara Marina. Buangan tanpa pengolahan terlebih

(55)

buangan yang memerlukan oksigen. Hal ini menyebabkan terhambatnya

regenerasi oksigen karena terjadi konsumsi oksigen oleh mikroorganisme untuk

merombak bahan buangan yang memerlukan oksigen. Faktor lain yang diduga

menjadi penyebab rendahnya nilai oksigen terlarut adalah suhu rata-rata Perairan

Marina yang relatif tinggi yaitu pada stasiun 1, 2 dan 3 masing-masing sebesar

29.83oC, 33.50oC dan 30.50oC. Tingginya suhu di Perairan Marina, tidak lepas

dari pengaruh pemanasan global. Barnabe dan Quet (1997) menyatakan bahwa

telah terjadi peningkatan suhu rata-rata tahunan laut global sebesar 0.75oC/tahun

dengan peningkatan maksimum sebesar 2.2oC/tahun. Peningkatan tersebut

bersumber dari sejumlah aktivitas manusia yang menghasilkan emisi-emisi seperti

CO2 dengan peningkatan 30% dalam kurun waktu 10 tahun, chlorofluoro carbon

(CFC) 25%, bahkan methana mencapai 100%. Data-data tersebut dicatat pada

periode tahun 1983-1993.

4.4.3. BOD5

Nilai BOD5 rata-rata Perairan Marina di stasiun 1, 2 dan 3 masing-masing

sebesar 4.15 mg/L, 4.49 mg/L dan 4.65 mg/L, dengan demikian nilai BOD5 pada

Perairan Marina masih memenuhi kriteria baku mutu untuk kehidupan biota laut,

bahkan jauh di bawah ambang batas yang ditentukan yaitu 20 mg/L

(Kep.Men.LH. No. 51 tahun 2004). Meskipun demikian tetap harus diwaspadai

karena sesungguhnya nilai-nilai BOD5 yang diperoleh telah mendekati ambang

tercemar, bila mengacu pada baku mutu UNESCO/WHO/UNEP (1992) yaitu

tidak lebih dari 6.0 mg/L. Hasil ini juga dapat bermakna adanya kemungkinan

dominasi bahan-bahan pencemar toksik di Perairan Marina yang dapat

menghambat aktivitas mikroba perombak bahan organik. Menurut Effendi (2003)

pada perairan yang banyak mengandung bahan-bahan toksik dapat mengakibatkan

nilai BOD5 yang diperoleh kurang akurat karena bahan-bahan toksik yang

terdapat dalam sampel air dapat menghambat bahkan mematikan mikroorganisme

(56)

4.4.4. COD

Berdasarkan hasil pengukuran menunjukkan nilai COD rata-rata Perairan

Marina di stasiun 1, 2 dan 3 masing-masing sebesar 302.71 mg/L, 303.93 mg/L

dan 309.32 mg/L. Nilai-nilai tersebut tidak saja telah melampaui baku mutu yaitu

200 mg/L (UNESCO/WHO/UNEP, 1992), namun juga jauh lebih besar dari nilai

COD hasil pemantauan kualitas Perairan Teluk Jakarta secara umum yang

berkisar antara 28.88 - 38.46 mg/L (Aboejowono, 2000), kemudian pada tahun

2004 nilai COD Teluk Jakarta berkisar antara 60.19 - 114.56 mg/L, dan untuk

Marina sebesar 66.02 mg/L (BPLHD, 2004). Hasil ini memberikan gambaran

bahwa Perairan Marina telah tercemar khususnya oleh limbah organik dengan

kecenderungan mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Kondisi tersebut juga

mengindikasikan bahwa bahan pencemar di Perairan Marina diduga didominasi

oleh bahan organik yang sifatnya sulit terdegradasi seperti selulosa, fenol,

polisakarida, lignin, benzene dan bahan-bahan lainnya.

4.4.5. NH3 dan NO3

-Konsentrasi amoniak (NH3) di Perairan Marina berkisar antara 0.143 -

0.478 mg/L. Kisaran nilai tersebut pada beberapa titik pengamatan (Lampiran 2)

belum melampaui baku mutu bila mengacu kepada Kep.Men.LH No. 51 tahun

2004 yaitu 0.3 mg/L, namun tetap harus diwaspadai karena bila mengacu pada

ketentuan badan dunia UNESCO/WHO/UNEP, (1992) yaitu 0.005 - 0.025 mg/L,

maka nilai NH3 Perairan Marina telah jauh melampaui baku mutu. Kandungan

amoniak di Perairan Marina diduga berasal dari sejumlah aktivitas antropogenik

seperti industri, domestik serta kegiatan pertanian.

Goldman & Horne (1983) menyatakan bahwa sumber NH3 di perairan

berasal dari proses difusi udara atmosfer limbah industri, domestik dan pertanian

yang masuk ke badan perairan melalui erosi tanah. Sedangkan Kennish (1997)

menambahkan bahwa selain dari kegiatan domestik dan pertanian sumber

amoniak juga berasal dari pemecahan nitrogen organik (protein dan urea) dan

nitrogen anorganik yang terdapat di dalam tanah dan air hasil dekomposisi bahan

organik (tumbuhan dan biota air yang mati). Selain itu limbah aktivitas

(57)

(2004) menyebutkan bahwa kadar NH3 di sepanjang Teluk Jakarta berasal dari

daratan melalui pupuk limbah pertanian maupun berasal dari limbah domestik

berupa sampah organik yang mengalami proses pembusukan.

Kandungan nitrogen dalam bentuk nitrat (NO3-) pada stasiun 1, 2 dan 3

adalah 0.146 mg/L, 0.168 mg/L dan 0.211 mg/L. Hasil pengukuran di ketiga

stasiun tersebut telah melampaui baku mutu menurut Kep.Men.LH. No. 51 tahun

2004 yaitu 0.008 mg/L. Nilai konsentrasi nitrat pada penelitian ini juga relatif

lebih tinggi jika dibandingkan dengan hasil pemantauan BPLHD (2004) yaitu

kandungan nitrat di Muara Marina sebesar 0.100 mg/L. Hasil tersebut

menggambarkan bahwa Perairan Marina telah tercemar oleh nitrat, meskipun

nitrat merupakan bentuk utama nitrogen di perairan dan sebagai nutrien utama

bagi pertumbuhan tanaman dan alga, namun kadar nitrat yang tinggi (>0.2 mg/L)

berpotensi mengakibatkan terjadinya eutrofikasi (pengayaan) perairan (Effendi,

2003). Goldmen dan Horne (1983) menyatakan bahwa nitrat tidak bersifat toksik

terhadap organisme akuatik, namun konsumsi air yang mengandung kadar nitrat

yang tinggi akan menurunkan kapasitas darah untuk mengikat oksigen.

4.4.6. PO43-

Konsentrasi posfat rata-rata pada stasiun 1, 2 dan 3 Perairan Marina

masing-masing sebesar 0.202 mg/L, 0.098 mg/L dan 0.09 mg/L. Kadar PO43- pada

ketiga stasiun tersebut bila dibandingkan dengan baku mutu

UNESCO/WHO/UNEP (1992) yaitu 0.005 - 0.020 mg/L dan Kep.Men.LH. No.

51 tahun 2004 (≤ 0.015), maka kadar PO43- pada setiap titik pengamatan telah

melampaui batas toleransi untuk kehidupan biota laut, dengan kata lain Perairan

Marina telah tercemar fosfat. Keberadaan posfat di perairan biasanya relatif kecil,

bahkan lebih sedikit daripada kadar nitrogen, karena sumber posfat lebih sedikit

dibandingkan dengan sumber nitrogen di perairan (Effendi, 2003). Meskipun

demikian, kandungan posfat akan meningkat bila mendapatkan masukan dari luar

(antropogenik) (Kennish, 1992). Hal inilah yang diduga menjadi penyebab

tingginya kandungan posfor di Perairan Marina. Kennish (1992) melaporkan

bahwa sumber antropogenik Posfor berasal dari limbah industri dan domestik

(58)

pupuk saat terjadi erosi juga memberikan kontribusi cukup besar bagi keberadaan

posfor di perairan.

4.4.7. Logam Pb dan Cd

Kandungan logam berat dalam air laut secara alami umumnya kecil, tetapi

apabila dijumpai kadar logam yang tinggi, berarti telah terjadi pencemaran.

Pencemaran kadar logam berat di perairan pantai lebih banyak disebabkan oleh

kegiatan manusia di daratan sekitarnya dan biasanya berasal dari limbah industri.

Kandungan logam berat yang diamati pada Perairan Marina adalah timbal (Pb)

dan kadmium (Cd).

Nilai rata-rata konsentrasi timbal pada stasiun 1, 2 dan 3 berturut-turut

adalah 0.92 mg/L, 0.108 mg/L dan 0.129 mg/L. Nilai tersebut telah jauh

melampaui baku mutu yang diperkenankan. Batas maksimal kandungan logam Pb

untuk biota laut yang tertuang dalam Kep.Men.LH. No. 51 tahun 2004 yaitu 0.01

mg/L, dengan demikian Perairan Marina telah tercemar oleh timbal. Tingginya

konsentrasi Pb di Perairan Marina diduga kuat berasal dari air buangan industri.

Konsentrasi unsur Pb yang masuk ke perairan bersumber dari aktivitas manusia,

terutama dari limbah industri, perkotaan dan pertanian (Sumadhiharga, 1995).

Mulyono (2000) melaporkan hasil penelitiannya bahwa Pb merupakan logam

berat dengan konsentarsi paling tinggi yang terdapat pada ikan di Teluk Jakarta.

Hal ini terjadi karena Pb tidak hanya berasal dari daratan, namun juga dari udara

melalui hasil pembakaran kendaraan bermotor. Emisi Pb terutama berasal dari

buangan gas kendaraan bermotor.

Emisi tersebut merupakan hasil samping dari pembakaran yang terjadi

dalam mesin-mesin kendaraan. Timbal sebagai hasil samping dari pembakaran ini

berasal dari senyawa tetrametil-Pb dan tetraetil-Pb yang selalu ditambahkan

dalam bahan bakar kendaraan bermotor dan berfungsi sebagai anti ketuk

(anti-knock) pada mesin-mesin kendaraan. Timbal pada lapisan udara dalam bentuk

tetraetil-Pb akan terurai membentuk trietil-Pb, dietil-Pb dan monoetil-Pb. Semua

senyawa uraian dari tetraetil-Pb tersebut sulit larut dalam minyak, namun dapat

larut dengan baik dalam air dan Pb dari udara dapat masuk ke badan perairan

(59)

Logam berat kadmium (Cd) yang terdeteksi di Perairan Marina di stasiun

1, 2 dan 3 berturut-turut adalah 0.057 mg/L, 0.001 mg/L dan 0.017 mg/L, seperti

halnya logam timbal, maka konsentrasi kadmium juga telah melewati ambang

batas yang diperbolehkan untuk mendukung kehidupan biota laut yaitu antara

0.001 mg/L (Kep.Men.LH. No. 51 tahun 2004). Kondisi ini memperlihatkan

bahwa Perairan Marina telah tercemar oleh logam Cd, terutama pada muara yang

terindikasi dari nilai Cd di stasiun 1 tertinggi dibandingkan stasiun 2 dan 3. Hal

ini disebabkan muara merupakan pintu dari aliran sungai yang menuju ke laut

sebagai pembawa pencemar Cd. Sumber pencemar Cd ini diduga berasal dari

limbah domestik yang mengalir melalui sungai terutama Kali Ciliwung. Logam

Cd sangat banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari seperti sebagai bahan

pewarna dalam industri plastik, elektroplanting, fotografi dan penggunaan

lainnya.

4.5. Kualitas Biologi Perairan Marina

4.5.1. Komposisi Jenis dan Kepadatan Makrozoobenthos

Makrozoobenthos yang dapat dikumpulkan pada penelitian ini berjumlah

1638 individu dari 9 genus. Bila dilihat dari jumlah jenis pada setiap stasiun

pengamatan, maka genus Mactra sp. menduduki urutan tertinggi (Gambar 4, 5

dan 6).

Komposisi Makrozoobenthos di Pantai Marina Ancol Stasiun 1

98% 1%

1% 0%

Venerupis deccusata Chione undotella Tellina Mactra

Gambar

Gambar 2. Hunian di pinggiran Sungai Ciliwung di kawasan Manggarai DKI                    Jakarta
Tabel 1. Parameter-parameter kualitas air dan sedimen yang diukur.
Tabel 2. Data keadaan umum lokasi penelitian
Tabel 3. Nilai rata-rata parameter fisika dan kimia Perairan Marina
+7

Referensi

Dokumen terkait

Perencanaan Ulang Jalan Lingkar Luar Barat Kota Madiun ini meliputi analisa kapasitas jalan menggunakan Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) 1997 , perencanaan

Didalam penelitian ini QR code dimanfaatkan untuk pengelolahan data kunjung mahram santri dalam proses kunjungan di pesantren, private question merupakan salah satu fitur kode

Berdasarkan rumusan masalah tersebut maka tujuan serta manfaat penelitian ini ialah bertujuan untuk mengidentifikasi strategi yang dilakukan oleh kepala sekolah

Sama seperti pada siklus II, guru mitra dibantu peneliti menyiapkan bahan dan materi yang akan dibahas dengan menggunakan aplikasi dari model pembelajaran inkuiri

Sebagai pengguna jasa angkutan pengiriman barang, efisiensi satuan biaya kirim barang yang dapat dilakukan oleh perusahaan kontraktor adalah dengan melakukan

Dalam rangka mengamankan kepentingan bank selaku kreditur, pemberian jaminan oleh debitur tidak dilarang, hal tersebut mempunyai dasar hukum yang sangat kuat

Peningkatan pencapaian Matematik bagi kedua-dua kumpulan pelajar berisiko di dalam kelas Matematik berasaskan multimedia dan tradisional adalah munasabah, kerana

OA 5 Pendapat tidak wajar diberikan bila menurut pertimbangan auditor, laporan keuangan secara keseluruhan tidak disajikan secara wajar sesuai dengan prinsip