PROPINSI JAWA TIMUR
Oleh :
MARIA YUNITASARI
NRP A 14303015
DEPARTEMEN ILMU-ILMU SOSIAL EKONOMI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN
dengan Pembangunan Manusia Propinsi Jawa Timur. Di Bawah Bimbingan
HERMANTO SIREGAR.
Kebijakan pembangunan ekonomi pada pemerintahan orde baru yang berorientasi pada peranan uang (capital centered development), telah berhasil meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. Namun keberhasilan pada masa tersebut tidak berlangsung lama. Masa pemulihan perekonomian Indonesia akibat krisis lebih lambat dibandingkan dengan Korea, Jepang, dan Thailand. Peringkat Indonesia ke-111 dari 175 negara di dunia, menunjukkan rendahnya kualitas manusia Indonesia. Jika dibandingkan dengan negara- negara di ASEAN, rendahnya kualitas manusia Indonesia disebabkan oleh rendahnya perhatian dan kebijakan pengeluaran pemerintah terhadap pembangunan manusia. Kenyataan tersebut mendorong dilakukannya perubahan paradigma pembangunan, dimana pembangunan dilakukan dengan pendekatan ekonomi yang dihumaniskan (people center development) dengan menjadikan manusia sebagai tujuan akhir pembangunan, bukan sebagai alat pembangunan.
Pertumbuhan ekonomi yang tidak memperhatikan pembangunan manusia tidak akan bertahan lama (sustainable). Agar berjalan positif dan berkelanjutan harus ditunjang oleh kebijakan sosial yang pro pembangunan manusia. Selama ini, PDRB dipercaya sebagai ukuran utama yang digunakan untuk mengukur keberhasilan pembangunan ekonomi. Dengan adanya perubahan paradigma pembangunan, UNDP mengajukan IPM sebagai indikator yang dianggap lebih baik guna mengukur keberhasilan pembangunan. UNDP menunjukkan bahwa wilayah yang mempunyai PDRB tinggi, belum tentu memilki IPM yang tinggi pula. Namun, wilayah yang IPMnya rendah, belum tentu PDRBnya juga rendah. Propinsi Jawa Timur merupakan salah satu propinsi dengan PDRB yang tinggi namun IPM yang rendah. Pada tahun 1999, PDRB Propinsi Jawa Timur menduduki peringkat ke-3, namun pembangunan manusianya menduduki peringkat ke-22. Selain itu, Propinsi Jawa Timur juga tercatat sebagai propinsi dengan angka kemiskinan yang tinggi dan PDRB per kapita yang rendah.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pembangunan manusia Propinsi Jawa Timur dan melihat seberapa besar faktor tersebut mempengaruhi pembangunan manusia di Jawa Timur. Penelitian dilakukan dengan menggunakan data sekunder dari BPS dan situs-situs yang menyediakan data-data yang terkait dengan peneltian ini (Sistem Informasi Keuangan Daerah-Departemen Keuangan, UNDP, dan World Bank).
mengetahui model mana yang terbaik dalam mengestimasi model dan uji evaluasi model.
Analisis hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan pembangunan manusia Propinsi Jawa Timur diestimasi dengan menggunakan 6 (enam) variabel penjelas, yaitu variabel PDRB per kapita, kemiskinan, peran perempuan, pengeluaran pemerintah untuk sektor pendidikan, dan pengeluaran pemerintah untuk sektor kesehatan. Untuk menunjukkan adanya kebijakan desentralisasi politik, administratif, dan fiskal, dimasukkan dummy otonomi daerah ke dalam model.
Uji kesesusuaian model dari teknik estimasi data panel dilakukan dengan
Chow Test dan Hausman Test. Dari uji tersebut, dihasilkan bahwa model fixed effect lebih baik digunakan untuk melakukan analisis hubungan antara kinerja ekonomi dan pembangunan manusia di Propinsi Jawa Timur. Kemudian, setelah dibandingkan antara model fixed effect PLS (tanpa pembobotan) dengan model
fixed effect GLS (cross secton weighted), disimpulkan bahwa hasil estimasi dengan model fixed effect GLS menghasilkan lebih banyak variabel yang signifikan dibandingkan dengan model fixed effect PLS.
Hasil estimasi model dengan fixed effect GLS menghasilkan adjusted-R2
sebesar 0,9999, artinya 99,99 persen model dapat dijelaskan oleh variabel- variabel bebasnya. Pada taraf nyata 5 persen, variabel yang berpengaruh secara signifikan terhadap pembangunan manusia adalah variabel PDRB per kapita, kemiskinan, pengeluaran pemerintah untuk sektor pendidikan, pengeluaran pemerintah untuk sektor kesehatan, dan otonomi daerah. Sedangkan variabel yang berpengaruh secara tidak signifikan terhadap pembangunan manusia adalah peran perempuan.
PDRB per kapita mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap pembangunan manusia dengan nilai koefisien 0,008. Kemiskinan mempunyai pengaruh negatif dan signifikan terhadap pembangunan manusia dengan nilai koefisien sebesar -0,04. Pengeluaran pemerintah untuk sektor pendidikan mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap pembangunan manusia dengan nilai koefisien 0,019. Pengeluaran pemerintah untuk sektor kesehatan mempunyai pengaruh negatif dan signifikan terhadap pembangunan manusia dengan nilai koefisien sebesar -0,006. Kebijakan otonomi daerah mempunyai pengaruh positif dan signfikan terhadap pembangunan manusia dengan nilai koefisien 0,018. Sedangkan peran perempuan, yang dalam hal ini diwakili oleh indeks pemberdayaan jender (IDJ) mempunyai pengaruh positif namun tidak signifikan terhadap pembangunan manusia dengan nilai koefisien 0,005.
Pelaksanaan pembangunan seharusnya dilakukan dengan pendekatan secara sektoral dan regional. Pertumbuhan ekonomi Jawa Timur memberikan pengaruh yang sangat kecil terhadap pembangunan manusia nya. Oleh karena itu, diperlukan upaya pemberdayaan masyarakat miskin melalui kegiatan UMKM,
PROPINSI JAWA TIMUR
Oleh :
MARIA YUNITASARI A 14303015
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar SARJANA PERTANIAN
Pada
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN ILMU-ILMU SOSIAL EKONOMI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN
PROPINSI JAWA TIMUR Nama : Maria Yunitasari
NRP : A 14303015
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Hermanto Siregar, M.Ec. NIP. 131 803 656
Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr. NIP .131 124 019
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “ANALISIS HUBUNGAN ANTARA PERTUMBUHAN EKONOMI DENGAN PEMBANGUNAN MANUSIA PROPINSI JAWA TIMUR” BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA LAIN MANAPUN. UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH.
Bogor, Mei 2007
Penulis dilahirkan di Kabupaten Pacitan, Propinsi Jawa Timur pada tanggal 1 November 1984. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Mardjuki dan Ibu Siti Wahyuni.
Penulis mengikuti pendidikan Taman Kanak-Kanak di TK Pertiwi pada tahun 1992. Pendidikan Sekolah Dasar Penulis diselesaikan di SD Negeri Baleharjo II Pacitan pada tahun 1997. Kemudian Penulis melanjutkan pendidikan di SLTP Negeri 1 Pacitan pada tahun 1997-2000. Pendidikan tingkat atas dapat Penulis selesaikan di SMU Negeri 1 Pacitan tahun 2000-2003.
Puji dan syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang senantiasa memberikan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya, sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Hubungan Antara Pertumbuhan Ekonomi dengan Pembangunan Manusia Propinsi Jawa Timur” dapat diselesaikan.
Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini Penulis ucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Hermanto Siregar, M.Ec. selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan dalam penyelesaian penulisan skripsi. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini.
Penulis berusaha mengerjakan dan menyajikan skripsi ini dengan sebaik-baiknya. Namun demikian, Penulis menyadari bahwa masih terdapat keterbatasan dan kekurangan. Oleh karena itu, Penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk perbaikan penelitian selanjutnya. Penulis berharap semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.
Bogor, Mei 2007
Penulis menyadari dalam menyelesaikan skripsi ini, banyak pihak yang turut andil dan berkontribusi. Segala bentuk bimbingan, bantuan, dukungan, dan doa merupakan nikmat yang akan selalu Penulis syukuri. Untuk itu, sebagai salah satu bentuk rasa syukur kepada Allah SWT, Penulis ingin mengucapan terima kasih kepada :
1. Dr. Ir. Hermanto Siregar, M.Ec. selaku dosen pembimbing skripsi yang denga penuh kesabaran telah memberikan bimbingan, arahan, dan motivasi kepada Penulis selama penyusunan skripsi ini.
2. Bapak A. Faroby Falatehan, S.P., ME. selaku penguji utama dan Ibu Eva Anggraini, S.P., M.Si. selaku dosen penguji dari Komisi Pendidikan yang telah bersedia meluangkan waktu, pikiran, dan saran dalam penyempurnaan skripsi ini.
3. Bapak dan Ibu tercinta yang telah memberikan kasih sayang yang ikhlas, doa yang tulus, dorongan moril dan materiil, serta Mas Aan yang senantiasa mendoakan dan memberikan motivasi.
4. Pak Budi, Kak Ary, Kak Hendi, Mas Roni, atas segala bantuannya. 5. Mbak Pini yang selalu memberikan semangat dan keceriaan.
6. Evy Fachraini Winniasri dan Roy Syahputra Ginting yang terus bersama-sama berjuang dalam penelitian ini.
7. Teman-teman EPS ’40 yang ceria dan kompak.
8. Teman-teman Edelweiss yang selalu memberi keceriaan, kebersamaan, dan semangat.
9. Serta semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ...xi
DAFTAR GAMBAR ... xii
DAFTAR LAMPIRAN ...xiv
BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ...1
1.2 Perumusan Masalah ...4
1.3 Tujuan Penelitian ...8
1.4 Manfaat Penelitian ...8
1.5 Ruang Lingkup Penelitian ...9
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembangunan Manusia ...11
2.2 Pertumbuhan Ekonomi ...13
2.3 Pertumbuhan Ekonomi dan Pembangunan Manusia ...15
2.4 Hasil Penelitian Terdahulu ...18
III. KERANGKA BERPIKIR 3.1 Kerangka Konseptual ...25
3.1.1 Indeks Pembangunan Manusia ...25
3.1.2 Pendapatan Domestik Regional Bruto ...26
3.1.3 Kemiskinan ...26
3.1.4 Indeks Pemberdayaan Jender ...27
3.1.5 Pengeluaran Sosial Pemerintah ...28
3.1.6 Otonomi Daerah ...30
3.1.7 Analisis Panel Data ...31
3.2 Kerangka Operasional ...35
3.3 Hipotesis Penelitian ...38
IV. METODE PENELITIAN 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian ...40
4.3.2 Uji Kesesuaian Model ...44
4.3.3 Evaluasi Model ...47
4.4 Definisi Operasional ...49
V. GAMBARAN UMUM PROPINSI JAWA TIMUR 5.1 Kondisi Geografis ...51
5.2 Administrasi Pemerintah ...52
5.3 Kependudukan dan Sosial ...52
5.4 Perekonomian dan Sektor Lapangan Usaha ...53
5.5 Tipologi Kabupaten/Kota ...56
VI. PEMBANGUNAN MANUSIA, PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT KEMISKINAN, INDEKS PEMBERDAYAAN JENDER, DAN PENGELUARAN SOSIAL PEMERINTAH 6.1 Indeks Pembangunan Manusia ...60
6.2 Pendaptan Domestik Regional Bruto per Kapita ...64
6.3 Tingkat Kemiskinan ...66
6.4 Indeks Pemberdayaan Jender ...70
6.5 Pengeluaran Sosial Pemerintah ...73
VII. ANALISIS HUBUNGAN ANTARA KINERJA EKONOMI DENGAN PEMBANGUNAN MANUSIA PROPINSI JAWA TIMUR 7.1 Uji Kesesuaian Model ...78
7.2 Evaluasi Model ...78
7.3 Analisis Hubungan Antara Kinerja Ekonomi dengan Pembangunan Manusia ...82
7.3.1 Variabel yang Signifikan Mempengaruhi Pembangunan Manusia ...83
7.3.2 Variabel yang Tidak Signifikan Mempengaruhi Pembangunan Manusia ...91
VIII. KESIMPULAN DAN SARAN 8.1 Kesimpulan ...92
Tabel Teks Halaman 1. Pengeluaran untuk Sektor Kesehatan dan Pendidikan di
Beberapa Negara ASEAN ...2 2. Peringkat Propins i di Indonesia Berdasarkan PDRB dan PDRB
per Kapita (dalam ribu rupiah), serta IPM Tahun 1999 ...5 3. Jumlah Kabupaten/Kota Menurut Persentase Penduduk Miskin
Tahun 1996, 1999, dan 2002 ...69 4. Realisasi Pengeluaran Pembangunan Kabupaten/Kota
Gambar Teks Halaman 1. Alur Hubungan Antara Pertumbuhan Ekonomi dan
Pembangunan Manusia ...16 2. Bagan Kerangka Operasional ...38 3. Perkembangan IPM Menurut Kabupaten/Kota se-Jawa Timur
Tahun 1996, 1999, dan 2002 ...62 4. Perkembangan PDRB per Kapita ADHK 1993 Menurut
Kabupaten/Kota Tahun 1996, 1999, dan 2002...65 5. Perkembangan Jumlah Penduduk Miskin Menurut Kabupaten/Kota se- Jawa Timur Tahun 1996, 1999, dan 2002 ...68 6. Perkembangan Indeks Pemberdayaan Perempuan Menurut
Kabupaten/Kota Tahun 1996, 1999, dan 2002...72 7. Perkembangan Pengeluaran Pemerintah Untuk Sektor Pendidikan
Menurut Kabupaten/Kota se-Jawa Timur Tahun 1996, 1999,
dan 2002 ...75 8. Perkembangan Pengeluaran Pemerintah Untuk Sektor Kesehatan
Menurut Kabupaten/Kota se-Jawa Timur Tahun 1996, 1999,
Lampiran Teks Halaman 1. Komponen Indeks Pembangunan Manusia Propinsi Jawa
Timur Tahun 1996, 1999, dan 2002 ...99
2. Data Mentah Olahan Untuk Estimasi Data Panel ...101
3. Hasil Estimasi Dengan Menggunakan Pooled Least Square ...104
4. Hasil Estimasi Dengan Menggunakan Fixed Effect ...105
5. Hasil Estimasi Dengan Menggunakan Random Effect ...106
6. Uji Kesesuaian Model ...108
7. Hasil Estimasi Dengan Menggunakan Fixed Effect GLS ...110
1.1 Latar Belakang
Kebijakan pembangunan ekonomi yang ditempuh pada masa lalu
ditujukan untuk mempertinggi kesejahteraan dalam arti yang seluas-luasnya. Pada
masa pemerintahan orde baru, pembangunan berorientasi di bidang ekonomi
dengan menitikberatkan pada peranan uang (capital centered development). Kemajuan dalam kegiatan perekonomian pada masa itu telah berhasil
meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat.
Namun keberhasilan tersebut tidak berlangsung lama akibat terjadinya
krisis ekonomi. Pengalaman selama krisis menunjukkan bahwa negara- negara
yang mempunyai kualitas sumber daya manusia yang lebih baik lebih cepat
bangkit dari krisis yang melandanya. Hal ini dapat dilihat pada negara- negara
seperti Korea, Jepang, Thailand, dan negara-negara lainnya. Hal tersebut
menunjukkan bahwa secara langsung maupun tidak langsung, kualitas sumber
daya manusia mempunyai peran yang paling utama dan sangat menentukan dalam
pembangunan ekonomi.
Pada tahun 2003, Indonesia termasuk dalam kategori menengah dalam
pembangunan manusia dengan peringkat ke-111 dari 175 negara1. Indonesia berada satu peringkat di atas Vietnam namun jauh di bawah Singapura, Malaysia,
Thailand, dan Filipina. Peringkat Indonesia semakin menurun dari tahun ke tahun.
Hal ini diduga sebagai akibat dari rendahnya perhatian pemerintah pada aspek
pembangunan manusia.
1
Di antara negara-negara ASEAN, Indonesia tercatat sebagai negara dengan
alokasi anggaran untuk kesehatan dan pendidikan yang paling rendah. Jika dilihat
pada Tabel 1 di bawah ini, pengeluaran masyarakat dan pemerintah pada bidang
pendidikan dan kesehatan di Indonesia paling kecil di kawasan ASEAN. Padahal
potensi sumber daya manusia di Indonesia adalah paling besar di Asia Tenggara. Tabel 1. Pengeluaran untuk Sektor Kesehatan dan Pendidikan Beberapa Negara
ASEAN Tahun 2000
Negara
Persentase dari Pengeluaran Pemerintah
Persentase dari Pengeluaran Masyarakat (% dari PDB) Pendidikan Kesehatan Pendidikan Kesehatan
Indonesia 9 3 1,7 0,7
Malaysia 23 6 5,3 1,4
Singapura 20 3 2,2 1,3
Filipina 19 7 3 1,3
Thailand 22 9 4,2 1,4
Vietnam - - 7 1,1
Sumber : UNICEF dalam Remi (2006)
Berdasarkan Tabel 1, terlihat bahwa persentase pengeluaran pemerintah
dan masyarakat Indonesia untuk sektor pendidikan dan kesehatan, paling rendah jika dibandingkan dengan beberapa negara ASEAN lainnya. Dari data tersebut,
dapat dilihat target pemerintah untuk mengalokasikan anggaran untuk sektor
pendidikan sebesar 20 persen dari APBN/APBD di luar belanja rutin, juga belum
tercapai.
Menurut World Bank (2000), jika dibandingkan dengan rata-rata negara-negara di Asia Timur dan Pasifik, pembiayaan pemerintah Indonesia untuk sektor
kesehatan 20 persen lebih rendah dan manfaatnya cenderung dirasakan oleh
kelompok orang kaya. Sekitar 20 persen orang miskin hanya menggunakan
dinikmati oleh 20 persen orang kaya. Oleh karena itu, diperlukan political will
yang kuat dari pemerintah untuk meningkatkan anggaran pembangunan manusia.
Ketimpangan regional, krisis multidimensional, kemiskinan, dan ancaman
disintregasi nasional memaksa terjadinya perubahan paradigma pembangunan.
Pada orde reformasi, pembangunan dilakukan dengan pendekatan ekonomi yang dihumaniskan (people centered development) dengan memasukkan aspek sosial, kesejahteraan, dan lingkungan. Sehingga pertumbuhan ekonomi yang dicapai
akan menjadi “pelayan” bagi pemenuhan berbagai aspek kebutuhan masyarakat
secara berkeadilan (UNDP dalam Ilmalia, 2005).
Perubahan paradigma pembangunan pada dasarnya adalah menjadikan manusia sebagai tujuan akhir pembangunan, bukan sebagai alat pembangunan.
Pembangunan manusia menekankan terpenuhinya kehidupan yang layak bagi
manusia. Pertumbuhan ekonomi dapat menunjang pemenuhan hak dan kebebasan,
serta mempromosikan simbiosis antara pembangunan ekonomi dan keadilan
sosial; antara ekonomi yang maju dan politik yang sehat; serta antara kesejahteraan masyarakat dan individu.
Pembangunan yang menjamin keberlanjutan hidup manusia dan
berkeadailan sosial, merupakan kewajiban negara untuk memenuhi kewajibannya
terhadap hak atas pembangunan bagi seluruh rakyat. Oleh karena itu, program
pembangunan harus diarahkan untuk pemerataan dan pengurangan pemiskinan melalui komitmen visi pembangunan nasional, dan diimplementasikan melalui
Dengan demikian, keberadaan pembangunan manusia sebagai indikator
kesejahteraan dan sosial masyarakat, sangat penting bagi bangsa Indonesia karena
: (1) Pembangunan pada hakekatnya merupakan pembangunan manusia, (2)
Pembangunan manusia Indonesia masih sangat tertinggal bila dibandingkan
dengan negara- negara lain, dan (3) Pengeluaran pemerintah untuk pendidikan dan kesehatan, yang notabene berpengaruh pada kualitas SDM, masih sangat rendah.
1.2 Perumusan Masalah
Pertumbuhan ekonomi penting bagi pembangunan manusia. Pertumbuhan
ekonomi yang tidak memperhatikan pembangunan manusia tidak akan bertahan lama. Agar berjalan positif dan berkelanjutan harus ditunjang oleh kebijakan
sosial yang pro pembangunan manusia. Dengan kata lain, economic development is not and should not be defined as social development. Walaupun pembangunan ekonomi dan manusia berhubungan, hubungan itu masih memerlukan intervening
variable, yakni kebijakan sosial yang menopang beroperasinya hubungan itu2. Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) selama ini dipercaya
sebagai salah satu indikator utama yang digunakan untuk mengukur keberhasilan
pembangunan ekonomi. Kemudian UNDP mengajukan indikator lain yang
dianggap lebih baik guna mengukur keberhasilan pembangunan yaitu Indeks
Pembangunan Manusia (IPM). Untuk mengetahui sejauh mana keterkaitan IPM dan pembangunan ekonomi khususnya pembangunan ekonomi di daerah maka
dalam Tabel 2 diperlihatkan angka-angka PDRB, PDRB per kapita, dan IPM
menurut propinsi.
2
Tabel 2. Peringkat Propinsi Berdasarkan PDRB dan PDRB per Kapita (dalam ribu rupiah) serta IPM Tahun 1999
Propinsi PDRB Peringkat PDRB/kapita Peringkat IPM Peringkat
Aceh 11.463.291 9 2.906 5 70,1 12
Sumatera Utara 23.714.738 5 2.097 8 71,7 5
Sumatera Barat 7.609.545 11 1.733 14 69,6 15
Riau 19.808.076 6 4.882 3 71,6 6
Jambi 3.145.342 21 1.279 19 70,3 11
Sumatera Selatan 13.521.163 8 1.824 10 70,4 10
Bengkulu 1.693.619 25 1.157 21 70,7 9
Lampung 6.914.210 14 1.106 23 69,8 13
Jakarta 66.164.802 2 7.083 2 77,5 1
Jawa Barat 68.243.530 1 1.701 15 69,6 16
Jawa Tengah 41.862.204 4 1.401 16 69,8 14
Yogyakarta 5.111.563 17 1.754 13 74,0 2
Jawa Timur 61.752.469 3 1.810 11 65,8 22
Bali 7.141.773 12 2.442 6 71,0 7
NTT 3.195.295 20 0.862 25 58,9 26
NTB 2.685.357 23 0.738 26 62,1 24
Kalimantan Barat 6.714.068 15 1.799 12 64,7 23
Kalimantan Tengah 4.036.155 18 2.394 7 72,0 4
Kalimantan Selatan 5.956.571 16 2.012 9 68,0 19
Kalimantan Timur 19.792.193 7 8.147 1 71,0 8
Sulawesi Utara 3.574.698 19 1.331 18 73,3 3
Sulawesi Tengah 2.212.649 24 1.108 22 67,7 21
Sulawesi Selatan 9.485.863 10 1.233 20 67,8 20
Sulawesi Tenggara 1.561.002 26 0.950 24 68,9 18
Maluku 2.981.248 22 1.392 17 69,4 17
Papua 6.944.927 13 3.437 4 61,2 25
Sumber : UNDP dalam Remi (2006)
Dari Tabel 2 tersebut menunjukkan bahwa suatu propinsi yang tertinggi
PDRB-nya tidak selalu memperlihatkan IPM yang tertinggi pula, demikian pula
sebaliknya. Deskripsi tersebut menunjukkan terjadinya ketimpangan antara pembangunan ekonomi dan pembangunan manusia antar daerah di Indonesia yang
sangat berpengaruh pula terhadap kemiskinan.
Hingga saat ini, Indonesia masih dalam tahap pemulihan akibat krisis
ekonomi. Namun proses pemulihan melalui restrukturisasi di bidang ekonomi,
kesenjangan pendapatan masyarakat, kesenjangan ini juga terjadi dalam
pencapaian IPM antardaerah. Berdasarkan penghitungan terakhir yang dilakukan
oleh BPS, pencapaian 20 IPM terbaik tahun 2004 masih didominasi oleh
kota-kota besar, seperti Jakarta, Yogyakarta, Padang, dan Makasar.
Propinsi Jawa Timur merupakan salah satu propinsi yang berhasil mempertahankan laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi secara nasional. Hal
tersebut dapat dilihat berdasarkan pada informasi Tabel 1. Pada tahun 1999 PDRB
Propinsi Jawa Timur menduduki peringkat ke-3 setelah Propinsi Jawa Barat dan
Jakarta. Hal ini mengingat Kota Surabaya sebagai Ibukota Propinsi Jawa Timur,
merupakan kota industri dan metropolitan kedua setelah DKI Jakarta.
Namun, tingkat kesejahteraan manusia di Jawa Timur dalam hal
pendapatan, kecukupan pangan, kesehatan, pendidikan, kesempatan kerja, atau
perumahan (komponen kebutuhan dasar manusia yang diagregatkan ke dalam
ukuran IPM) masih menunjukkan kinerja yang kurang menggembirakan. Hal
tersebut diperkuat dengan kenyataan bahwa sebagian besar kabupaten/kota di Jawa Timur tergolong sebagai daerah dengan angka kemiskinan yang tinggi,
penerimaan fiskal per kapita yang rendah, dan PDRB per kapita yang rendah3. Pada tahun 1999 IPM Propinsi Jawa Timur menduduki peringkat ke-22
dari 26 propinsi di Indonesia. Akibat krisis ekono mi, pada tahun 1999 IPM Jawa
Timur menurun dari 65,5 pada 1996 menjadi 61,8 kemudian meningkat me njadi 62,64 pada tahun 2002. Meskipun mengalami peningkatan, IPM Jawa Timur
menurun ke posisi 25. Hal tersebut sangat kontradiktif dibandingkan dengan
perkembangan dari aspek ekonomi.
3
Sejak 1 Januari 2001 diberikan kewenangan dari pemerintah pusat kepada
pemerintah daerah otonom. Dengan kewenangan otonomi daerah, masing- masing
pemerintah daerah menyusun perencanaan pembangunan dan anggaran
keuangannya untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan
masyarakatnya. Oleh karena itu, selain untuk membiayai pembangunan sektor-sektor ekonomi, pemerintah daerah perlu merealokasi pembelanjaan publik untuk
sektor pendidikan dan kesehatan. Investasi dalam modal manusia (human capital), yaitu pendidikan, pelayanan kesehatan, dan kebijakan populasi, dapat secara
langsung memperbaiki kualitas hidup. Investasi itu juga dapat memperbaiki
insentif investasi melalui efek angkatan kerja yang lebih sehat dan lebih terdidik terhadap produktivitas modal. Hal itu akan menggeser tekanan lebih ke arah
modal manusia yang dapat mempromosikan pertumbuhan yang lebih pesat dalam
jangka panjang (World Bank, 2001).
Berdasarkan latar belakang dan kondisi di atas, maka dapat dirumuskan
beberapa permasalahan, antara lain :
1. Bagaimana gambaran pembangunan manusia, pertumbuhan ekonomi,
kemiskinan, peran perempuan, dan pengeluaran sosial pemerintah di Jawa
Timur ?
2. Apa saja faktor- faktor yang mempengaruhi pembangunan manusia Jawa
Timur ?
3. Berapa besar pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap pembangunan
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah diuraikan
sebelumnya, tujuan penelitian ini adalah :
1. Mendeskripsikan pembangunan manusia, pertumbuhan ekonomi,
kemiskinan, peran perempuan, dan pengeluaran sosial pemerintah di Jawa Timur.
2. Menganalisis faktor- faktor yang mempengaruhi pembangunan manusia
Jawa Timur.
3. Menganalisis besarnya pengaruh faktor- faktor yang mempengaruhi
pembangunan manusia Jawa Timur.
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam memberikan
arahan dan sebagai dasar pertimbangan, antara lain :
1. Sebagai masukan dan bahan pertimbangan bagi pemerintah dalam perumusan dan perencanaan kebijakan pembangunan daerah, baik
pembangunan ekonomi maupun pembangunan manusia.
2. Sebagai pedoman dalam penetapan kebijakan yang terkait dengan alokasi
dana pembangunan dari APBD sehingga dapat lebih efektif dan efisien,
sesuai dengan visi dan misi pembangunan wilayah suatu daerah.
3. Sebagai informasi bagi studi pustaka dan penelitian selanjutnya,
khususnya tentang kajian pembangunan wilayah, otonomi daerah, dan
1.5 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian
Pembahasan dalam penelitian ini adalah untuk melihat hubungan antara
pertumbuhan ekonomi dengan pembangunan manusia Propinsi Jawa Timur.
Pembangunan manusia dalam penelitian ini ditunjukkan oleh IPM, sedangkan
pertumbuhan ekonomi ditunjukkan oleh besarnya PDRB per kapita Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) tahun 1993. Hubungan tersebut juga ditunjukkan oleh
pengaruh dari faktor-faktor lain, seperti tingkat kemiskinan, peran perempuan, dan
kebijakan pengeluaran sosial pemerintah untuk sektor pendidikan dan kesehatan,
serta pengaruh dari adanya kebijakan otonomi daerah.
Kelengkapan data dari setiap kabupaten dan kota sebagai komponen cross section menjadi salah satu faktor dalam pemilihan lokasi penelitian. Selain itu, komponen time series yang digunakan hanya tahun 1996, 1999, dan 2002 karena data-data mengenai capaian pembangunan manusia dari BPS-Bappenas-UNDP
diterbitkan setiap 4 tahun sekali. Selain itu, keterbatasan data juga berlaku pada
variabel pengeluaran pemerintah untuk sektor pendidikan dan kesehatan. Setelah tahun 2002 format APBN/AP BD berubah menjadi anggaran berbasis kinerja
2.1 Konsep Pembangunan Manusia
Tujuan dasar pembangunan adalah untuk memperbesar spektrum pilihan
manusia. Pada dasarnya pilihan-pilihan tersebut tidak terbatas dan senantiasa terus
berubah. Manusia sering menghargai capaian-capaian yang tidak terlihat dalam
angka pendapatan dan pertumbuhan ekonomi seperti akses yang lebih besar
terhadap pendidikan, kesehatan, kehidupan yang lebih terjamin, jaminan yang
lebih besar bagi keamanan terhadap kriminalitas dan kekerasan, pemanfaatan
waktu senggang, kebebasan politik dan budaya, serta ikut serta dalam kegiatan
sosial masyarakat (Firdausy, 1998).
Konsep pembangunan manusia lebih luas, mencakup hampir seluruh aspek
kehidupan manusia, dari kebebasan mengungkapkan pendapat sampai dengan
kesetaraan jender, lapangan kerja, gizi anak, sampai angka melek huruf orang
dewasa (BPS-Bappenas-UNDP, 2001). Konsep pembangunan manusia lebih luas
dari teori konvensional dan konsep pembangunan ekonomi. Pada model
pertumbuhan ekonomi titik beratnya lebih menekankan pada peningkatan
pembangunan daripada perbaikan kualitas hidup manusia.
Pembangunan manusia mensyaratkan adanya kebebasan sebagai proses
untuk memperbesar pilihan yang dimiliki manusia (a process of enlarging people’s choices), kebebasan memilih apa yang mereka inginkan dan bagaimana mereka akan menjalani hidup. Manusia harus bebas untuk melakukan apa yang
menjadi pilihannya di dalam sistem pasar yang berfungsi dengan baik
Konsep pembangunan manusia yang direkomendasikan oleh UNDP pada
tahun 1991 mencakup 4 (empat) komponen, yaitu : Pertama, kesetaraan (equality)
yang merujuk pada kesamaan dalam memperoleh akses ke sumber daya ekonomi
dan politik yang menjadi hak dasar warga negara. Ini mensyaratkan sejumlah hal
yaitu : (i) Distribusi aset-aset ekonomi produktif secara adil; (ii) Distribusi pendapatan melalui perbaikan kebijakan fiskal; (iii) Menata sistem kredit
perbankan untuk memberi kesempatan bagi kelompok kecil dan menengah dalam
mengembangkan usaha; (iv) Menata sistem politik demokratis guna menjamin
hak dan kebebasan politik; dan (v) Menata sistem hukum guna menjamin
tegaknya keadilan.
Kedua, produktivitas (productivity) yang merujuk pada usaha-usaha sistematis yang bertujuan meningkatkan kegiatan ekonomi. Upaya ini
mensyaratkan investasi di bidang sumber daya manusia, infrastruktur, dan
finansial guna mendukung pertumbuhan ekonomi, yang berdampak terhadap
peningkatan kesejahteraan masyarakat. Agar kapasitas produksi maksimal, maka investasi lebih difokuskan pada upaya peningkatan mutu SDM, yang ditandai oleh
peningkatan pengetahuan dan keterampilan serta penguasaan teknologi. SDM
berkualitas memainkan peranan sentral dalam proses pembangunan suatu bangsa.
Ketiga, pemberdayaan (empowerment) yang merujuk pada setiap upaya membangun kapasitas masyarakat dengan cara melakukan transformasi potensi dan kemampuan, sehingga mereka memiliki kemandirian, otonomi, dan otoritas
dalam melaksanakan pekerjaan dan mengatasi permasalahan sosial. Dalam
konteks ini, pembangunan menempatkan manusia sebagai pusat segala perhatian
juga memperluas pilihan-pilihan publik (public choices) sehingga manusia mempunyai peluang mengembangkan segenap potensi yang dimiliki.
Keempat, berkelanjutan (sustainability) yang merujuk pada strategi dalam mengelola dan merawat modal pembangunan: fisik, manusia, finansial, dan
lingkungan agar bisa dimanfaatkan guna mencapai tujuan utama pembangunan, yaitu kesejahteraan rakyat. Untuk itu, penyegaran, pembaruan, dan pelestarian
modal pembangunan sangat penting dan perlu guna menjaga kesinambungan
proses pembangunan di masa depan.
Sebenarnya paradigma pembangunan manusia tidak berhenti sampai
disana. Pilihan-pilihan tambahan yang dibutuhkan dalam kehidupan masyarakat luas seperti kebebasan politik, ekonomi, sosial, sampai kepada kesempatan untuk
menjadi kreatif dan produktif, dan menikmati kehidupan yang sesuai dengan
harkat pribadi dan jaminan hak-hak asazi manusia merupakan bagian dari
paradigma tersebut.
Dengan demikian, paradigma pembangunan manusia memiliki dua sisi. Sisi pertama berupa formasi kapabilitas manusia seperti perbaikan taraf kesehatan,
pendidikan, dan ketrampilan. Sisi lainnya adalah pemanfaatan kapabilitas mereka
untuk kegiatan-kegiatan yang bersifat produktif, kultural, sosial, dan politik. Jika
kedua sisi itu tidak seimbang, maka hasilnya adalah frustasi masyarakat (UNDP
dalam Soebeno, 2005).
Konsep pembangunan manusia dalam pengertian di atas jauh lebih luas
dari pada teori-teori pembangunan ekonomi, pendekatan SDM, pendekatan
kesejahteraan, dan pendekatan kebutuhan dasar manusia. model pertumbuhan
Pembangunan SDM menempatkan manusia terutama sebagai input dari proses
produksi (sebagai suatu sarana, bukan tujuan). Pendekatan kesejahteraan melihat
manusia sebagai pemanfaat (beneficiaries) bukan sebagai agen perubahan dalam pembangunan. Pendekatan kebutuhan dasar memfokuskan pada penyediaan
barang dan jasa kebutuhan hidup.
Hal penting dari konsep pembangunan manusia antara lain : (i)
pembangunan bertujuan akhir meningkatkan harkat dan martabat manusia; (ii)
mengemban misi pemberantasan kemiskinan; (iii) mendorong peningkatan
produktivitas secara maksimal dan meningkatkan kontrol atas barang dan jasa;
(iv) memelihara konservasi alam (lingkungan) dan menjaga keseimbangan ekosistem; (v) memperkuat basis civil society dan institusi politik guna mengembangkan demokrasi; dan (vi) merawat stabilitas sosial politik yang
kondusif bagi implementasi pembangunan.
Oleh karena itu, paradigma pembangunan manusia kini menjadi tema
sentral dalam wacana perdebatan mengenai isu- isu pembangunan. Orientasi pembangunan pun bergeser dari sekadar mencapai tujuan makroekonomi seperti
peningkatan pendapatan nasional dan stabilitas fiskal, ke upaya memantapkan
pembangunan sosial (societal development).
2.2 Pertumbuhan Ekonomi
Menurut Todaro (1998), pertumbuhan ekonomi didefinisikan sebagai
suatu proses dimana kapasitas produksi dari suatu perekonomian meningkat
sepanjang waktu untuk menghasilkan tingkat pendapatan yang semakin besar.
dimana PDB riil per kapita meningkat secara terus menerus melalui kenaikan
produktivitas per kapita. Sasaran berapa kenaikan produksi riil per kapita dan taraf
hidup (pendapatan riil per kapita) merupakan tujuan utama yang perlu dicapai
melalui penyediaan dan pengarahan sumber-sumber produksi.
Kuznet mendefinisikan pertumbuhan ekonomi sebagai kenaikan jangka panjang dalam kemampuan suatu negara untuk menyediakan semakin banyak
jenis barang-barang ekonomi kepada penduduknya. Kemampuan ini tumbuh
sesuai dengan kemajuan teknologinya dan penyesuaian kelembagaan dan
ideologis negara yang bersangkutan (Jhingan, 1992).
Teori klasik juga membahas pertumbuhan ekonomi dengan penekanan pada akumulasi kapital yang dapat meningkatkan output. Asumsinya bahwa
fleksibilitas harga dan upah akan menciptakan kesempatan kerja penuh. Model
pertumbuhan klasik didasari oleh dua faktor utama, yaitu pertumbuhan output
total dan pertumbuhan penduduk. Adam Smith mengatakan bahwa peningkatan
output atau pertumbuhan ekonomi dapat dilakukan dengan tiga metode, yaitu peningkatan spesialisasi kerja, sistem pembagian kerja, dan penggunaan mesin
untuk meningkatkan produkivitas. Apabila ketiga metode tersebut dilakukan,
maka peningkatan akumulasi kapital akan terjadi.
Fungsi dasar dari semua kegiatan ekonomi pada hakekatnya adalah untuk
menyediakan sebanyak mungkin perangkat dan bekal guna menghindari segala kesengsaraan dan ketidakberdayaan yang diakibatkan oleh kekurangan pangan,
sandang, papan, kesehatan, dan keamanan. Atas dasar tersebut dapat dinyatakan
bahwa keberhasilan pembangunan ekonomi itu merupakan prasyarat bagi
2.3 Pertumbuhan Ekonomi dan Pembangunan Manusia
Modal manusia (human capital) merupakan salah satu faktor penting dalam pembangunan ekonomi. Dengan modal manusia yang berkualitas, kinerja
ekonomi diyakini juga akan lebih baik. Sehingga dapat dikatakan bahwa “social
development is economic development” (Mubyarto, 2004)1. Menurut Todaro (1997), sumber daya manusia dari suatu bangsa, bukan modal fisik atau sumber
daya material, merupakan faktor paling menent ukan karakter dan kecepatan
pembangunan sosial dan ekonomi suatu bangsa bersangkutan.
Laporan tahunan UNDP secara konsisten menunjukkan bahwa
pembangunan manusia mendorong pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan ekonomi yang tidak memperhatikan pembangunan manusia tidak akan bertahan
lama (sustainable). Agar berjalan positif dan berkelanjutan harus ditunjang oleh kebijakan sosial (social policy) pemerintah yang pro pembangunan manusia (sosial).
Hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan pembangunan manusia dapat dijelaskan melaui 2 (dua) jalur seperti yang tergambarkan pada Gambar 1. Jalur
pertama adalah melalui kebijakan dan pengeluaran pemerintah. Dalam hal ini,
faktor yang menentukan adalah pengeluaran pemerintah untuk subsektor sosial
yang meliputi prioritas dalam pendidikan dan kesehatan dasar. Besarnya
pengeluaran tersebut mengindikasikan besarnya komitmen pemerintah terhadap pembangunan manusia.
1
Gambar 1. Alur Hubungan Antara Pertumbuhan Ekonomi dengan Pembangunan Manusia
Jalur kedua adalah melalui kegiatan pengeluaran rumah tangga. Dalam hal
ini, faktor yang menentukan adalah besar dan komposisi pengeluaran rumah
tangga untuk kebutuhan dasar seperti pemenuhan nutrisi anggota keluarganya,
biaya pelayanan pendidikan dan kesehatan dasar, serta untuk kegiatan lain yang
serupa. Selain pengeluaran pemerintah dan pengeluaran rumah tangga, hubungan
antara kedua variabel itu berlangsung melalui penciptaan lapangan kerja. Aspek
ini sangat penting merupakan “jembatan” yang mengkaitkan antara keduanya
(UNDP dalam Soebeno, 2006).
Kecenderungan rumah tangga untuk membelanjakan pendapatan bersihnya
untuk barang-barang yang memiliki kontribusi langsung terhadap pembangunan
manusia, seperti makanan, air, pendidikan, dan kesehatan, terga ntung dari
sejumlah faktor seperti tingkat kemiskinan dan distribusi pendapatan antar rumah
tangga dan juga pada siapa yang berperan dalam kehidupan dan mengontrol
alokasi pengeluaran dalam rumah tangga.
Pertumbuhan ekonomi Kebijakan dan pengeluaran pemerintah Distribusi Pendapatan dan Tingkat Kemiskinan Pengeluaran rumah tangga untuk kebutuhan dasar Rasio tingkat pendidikan, pelayanan kesehatan, pelayanan air bersih, dan sanitasi Pembangunan Manusia Rasio Pengeluaran Sosial Pemerintah
Secara umum diketahui bahwa sebagian besar porsi pendapatan penduduk
miskin dihabiskan untuk konsumsi dibandingkan dengan penduduk kaya.
Sementara, perempuan cenderung memiliki andil yang tidak kecil dalam mendidik
anak, merawat keluarga, serta mengatur kebutuhan dan pengeluaran rumah
tangga. Semakin tinggi tingkat pendidikan perempuan, akan semakin positif bagi pembangunan manusia.
Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa pembangunan manusia ditentukan
bukan hanya oleh tingkat dan distribusi pendapatan. Melainkan juga oleh peran
perempuan dalam rumah tangga dan peran pemerintah dalam kebijakan
pengeluarannya. Alokasi sumber daya untuk pembangunan manusia dari sisi pemerintah tersebut merupakan fungsi dari tiga hal, yaitu total pengeluaran sektor
pemerintah, berapa banyak yang dialokasikan ke sektor-sektor pembangunan
manusia, dan bagaimana anggaran tersebut dialokasikan ke sektor sosial tersebut.
Dengan kata lain, pengaruh pembangunan manusia terhadap pertumbuhan
ekonomi akan lebih meyakinkan jika memang ada kebiasaan untuk mendukung pendidikan yang baik, yang mana tergantung pada tahapan pembangunan itu
sendiri. Selain itu, pengaruh positif juga jika terdapat tingkat investasi yang tinggi,
distribusi pendapatan yang lebih merata, dukungan untuk modal sosial yang lebih
baik, serta kebijakan ekonomi yang lebih memadai.
Akan tetapi, hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan pembangunan manusia secara empiris terbukti tidak bersifat otomatis. Banyak wilayah yang
mengalami pertumbuhan ekonomi yang cepat tanpa diikuti oleh pembangunan
manusia yang seimbang, begitu pula sebaliknya. Bukti tersebut tidak berarti
Hipotesa trickle down pada teori konvensional berpendapat bahwa pertumbuhan ekonomi yang cepat akan memberi sumbangan pada pembangunan
manusia. Sedangkan pertumbuhan endogenous memberi suatu kerangka alternatif yaitu dengan perbaikan dalam tingkat kematian bayi dan pencapaian pendidikan
dasar, akan berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi (BPS-Bappenas-UNDP, 2001).
Pertumbuhan ekonomi justru merupakan sarana utama bagi pembangunan
manusia, terutama pertumbuhan ekonomi yang merata secara sektoral dan
kondusif terhadap penciptaan lapangan kerja. Hubungan yang tidak otomatis ini
sesungguhnya merupakan tantangan bagi pelaksanaan pemerintah untuk merancang kebijakan yang mantap sehingga hubungan keduanya bersifat saling
memperkuat.
2.4 Hasil Penelitian Terdahulu
Aisyah (2004) melakukan penelitian tentang Keterkaitan Antara Indikator Pembangunan Ekonomi (PDRB) dan Indikator Pembangunan Manusia (IPM)
dalam Perekonomian Indonesia. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk : (1)
Melihat gambaran ketimpangan antarwilayah dari berbagai indikator
pembangunan ekonomi dan IPM, dan (2) Menganalisis keterkaitan antar indikator
pembangunan ekonomi dan IPM.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa daerah yang kaya akan sumber daya
alam dan daerah-daerah kantong-kantong industri, perdagangan, dan jasa
memiliki nilai PDRB per kapita yang lebih tinggi dibandingkan dengan daerah
pembangunan ekonominya tinggi cenderung sama dengan daerah lain yang
pembangunan ekonominya sedang. Hubungan pembangunan ekonomi dan
indikator IPM pada tahun penelitian mempunyai nilai yang positif dan signifikan.
Hubungan pembangunan ekonomi dan pengeluaran riil per kapita bernilai positif
dan signifikan. Sedangkan hubungan antara pembangunan ekonomi dan rata-rata lama bersekolah bernilai negatif dan tidak signifikan.
Penelitian ini menyarankan bahwa untuk meningkatkan kualitas manusia
Indonesia, maka kebijakan pemerataan yang diambil sebaiknya kebijakan yang
berorientasi pada pertumbuhan ekonomi dan perbaikan kualitas manusia secara
beriringan. Selain itu, kebijakan tersebut harus dapat memberikan suatu standar kesejahteraan minimal yang disepakati bersama sebagai komitmen nasional (a
minimum level of national standard of basic needs). Hal ini diperlukan untuk menjamin adanya kesempatan yang sama (equal opportunity) bagi semua warga negara Indonesia.
Rahmanta (2006) juga melakukan penelitian tentang Dampak Pengeluaran Pemerintah terhadap Pertumbuhan dan Distribusi Pendapatan di Sumatera Utara
dengan Pendekatan Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE). Tujuan dari
penelitian ini adalah menganalisis : (1) Dampak pengeluaran pemerintah terhadap
sektor produksi institusi rumah tangga, dan nilai tambah faktor produksi, (2)
Distribusi pendapatan antarrumah tangga, (3) Keterkaitan antarsektor, (4) Jalur struktural sektor pemerintahan, dan (5) Simulasi kebijakan.
Hasil analisis pengganda menunjukkan bahwa setelah desentralisasi fiskal
pengeluaran pemerintah memberikan dampak yang lebih besar terhadap sektor
desentralisasi fiskal. Distribusi pendapatan menunjukkan terjadinya pengurangan
ketimpangan pendapatan di antara golongan rumah tangga. Keterkaitan ke depan
sektor pemerintahan lebih besar dibandingkan keterkaitan ke belakang. Analisis
jaringan struktural pada sektor pemerintahan menunjukkan jalur melalui faktor
produksi tenaga kerja memperoleh dampak yang lebih besar terhadap golongan rumah tangga dibandingkan melalui jalur modal.
Hasil simulasi menujukkan bahwa pengeluaran rutin, pengeluaran
pembangunan, dan dana dekonsentrasi memberikan dampak positif terhadap
sektor produksi, institusi rumah tangga, dan nilai tambah faktor produksi. Artinya
peningkatan pegeluaran pemerintah diikuti peningkatan kinerja perekonomian daerah. Simulasi peningkatan pengeluaran pembangunan pemerintah dan investasi
swasta (investasi) untuk sektor tanaman bahan makanan memberikan dampak
terhadap pertumbuhan ekonomi dan sekaligus pemerataan pendapatan.
Simulasi peningkatan investasi untuk sektor perkebunan memberikan
dampak terhadap pertumbuhan ekonomi, tetapi belum memberikan pemerataan pendapatan antar rumah tangga. Sedangkan sektor perikanan memberikan dampak
terhadap pertumbuhan ekonomi yang rendah, dan belum mampu menjadikan
sektor ini sebagai salah satu tulang punggung perekonomian. Simulasi subsidi
langsung tunai ke rumah tangga miskin memberikan dampak peningkatan
pendapatan rumah tangga miskin dan pertumbuhan ekonomi (pro poor growth). Salah satu keterbatasan dalam penelitian ini adalah tidak menganalisis
aspek IPM dan kaitannya dengan pengelolaan pengeluaran pemerintah. Hal ini
perlu mendapat perhatian mengingat isu pembangunan manusia sekarang menjadi
memasukkan aspek IPM sehingga dampak pengeluaran pemerintah terhadap
variabel ekonomi dan non ekonomi dapat tergambar lebih jelas.
Ilmalia (2005) melakukan penelitian dengan judul Analisis Peranan Sektor
Pendidikan terhadap Perekonomian Indonesia. Tujuan dari penelitian ini adalah :
(1) Melihat peranan sektor pendidikan terutama jasa pendidikan pemerintah terhadap perekonomian Indonesia dari sisi output, pendapatan, dan penyerapan
tenaga kerja, dan (2) Menganalisis dampak kenaikan pengeluaran pemerintah di
sektor jasa pendidikan pemerintah terhadap pembentukan output, pendapatan, dan
penyerapan tenaga kerja.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pada tahun 2000, alokasi output sektor pendidikan terutama jasa, pengeluaran pemerintah lebih banyak
digunakan untuk keperluan konsumsi dibandingkan dengan keperluan produksi.
Sektor pendidikan memerlukan lebih banyak input dalam bentuk input primer
(upah dan gaji), daripada input antara dan input yang diimpor. Dilihat dari nilai
multipliernya, sektor jasa pengeluaran pemerintah cukup memiliki kemampuan untuk meningkatkan output, pendapatan, dan tenaga kerja sektor ekonomi lain.
Simulasi kenaikan anggaran di sektor jasa pendidikan pemerintah menunjukkan
bahwa sektor jasa pendidikan pemerintah ternyata mampu meningkatkan
pembentukan output, pendapatan, dan penyerapan tenaga kerja dalam
perekonomian Indonesia.
Hasil penelitian ini hanya mengkaji dampak kenaikan pengeluaran
pemerintah di sektor jasa pendidikan pemerintah terhadap perekonomian tahun
peningkatan kualitas sumber daya manusia serta kontribusinya bagi pertumbuhan
ekonomi dalam jangka panjang.
Riyanto (2003) melakukan penelitian dengan judul Analisis Dampak
Kebijakan Desentralisasi Fiskal terhadap Perekonomian Daerah dan Pemerataan
Pembangunan Wilayah di Indonesia. Aliran dana perimbangan dari pemerintah pusat secara signifikan meningkatkan APBD, tetapi tidak berdampak secara
signifikan dalam peningkatan perekonomian daerah. Hal ini disebabkan oleh
masih cukup besarnya belanja rutin dalam komponen APBD, kualitas SDM yang
rendah di daerah, dan tidak efisiennya birokrasi pemerintah, kelembagaan
pemerintah yang lemah, serta tidak efektifnya proses perencanaan pembangunan di daerah karena derajat partisipasi masyarakat masih rendah.
Hasil analisis simulasi menunjukkan bahwa dana perimbangan dapat
memperbaiki pemerataan pembangunan antarwilayah walaupun secara aktual
pemerataan pembangunan wilayah pada tahun 2001 belum membaik. Pemerataan
pembangunan wilayah tersebut akan lebih baik jika Dana Alokasi Umum (DAU) diterapkan secara konsisten dengan mengurangi peranan faktor penyeimbang
(faktor politik).
Salah satu rekomendasi atau saran dari penelitian ini adalah bahwa
pemerintah daerah seharusnya menciptakan iklim investasi yang kondusif sehinga
dapat menarik investor dan meningkatkan perekonomian yang pada gilirannya dapat menyerap tenaga lokal sebagai sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Diantaranya adalah dengan meningkatkan kualitas SDM lokal dengan
Penelitian di Propinsi Jawa Timur terkait dengan pembangunan manusia
pernah dilakukan oleh Soebeno (2005) dengan judul Analisis Pembangunan
Manusia dan Penentuan Prioritas Pembangunan Sosial di Jawa Timur. Tujuan dari
penelitian ini adalah (1) Mengkaji tingkat pembangunan manusia di wilayah Jawa
Timur dan menelaah implikasi pembangunan di wilayah Jawa Timur serta mengidentifikasi ketimpangan relatif antarwilayah terhadap pembangunan sosial;
(2) Mengkaji potensi sumberdaya wilayah (human, natural, man-made, dan social capital) di wilayah Jawa Timur terhadap pembangunan sosial; dan (3) Menentukan prioritas pembangunan sosial (manusia) berdasarkan hasil analisis
dengan memperhitungkan perkembangan, hierarki, dan potensi sumberdaya wilayah.
Periode 1996-1999, terjadi kemunduran pembangunan manusia di Jawa
Timur karena dalam pada tahun 1998 terjadi krisis ekonomi. Namun kemudian
mengalami peningkatan pada tahun 1999-2002. Pembangunan manusia
kabupaten/kota di Jawa Timur masih cukup rendah, karena status pembangunan manusia kabupaten/kota digo longkan pada tingkat mene ngah yang rendah.
Sedangkan potensi sumberdaya di sebelah pantai utara Provinsi Jawa Timur,
terutama wilayah Tapal Kuda yang relatif dekat dengan Kota Surabaya,
merupakan wilayah yang mempuyai tingkat pembangunan manusia yang
memprihatinkan dibandingkan dengan wilayah selatan.
Penelitian ini dilakukan dengan berdasarkan permasalahan, keterbatasan,
dan saran dari penelitian-penelitian sebelumnya. Propinsi Jawa Timur merupakan
salah satu propinsi dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi, namun
pembangunan manusia tersebut ditunjukkan oleh masih banyaknya penduduk
miskin dan wilayah tertinggal yang tersebar di kabupaten/kota di Jawa Timur.
Oleh karena itu, dalam penelitian yang berjudul Analisis Hubungan Antara
Pertumbuhan Ekonomi dengan Pembangunan Manusia Propinsi Jawa Timur ini,
akan dibahas hubungan dan besarnya pengaruh dari pertumbuhan ekonomi dan tingkat kemiskinan terhadap pencapaian pembangunan manusianya. Mengingat
peran penting dari perempuan dalam kehidupan rumah tangga, maka akan dilihat
hubungan dan besar pengaruhnya terhadap pembangunan manusia Jawa Timur.
Selain itu, berdasarkan saran dari penelitian terdahulu, akan dilihat pula
hubungan dan besarnya pengaruh dari pengeluaran sosial pemerintah terhadap pembangunan manusia Jawa Timur. Dalam hal ini adalah pengeluaran
pembangunan untuk sektor pendidikan dan kesehatan dari Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah (APBD) setiap kabupaten/kota di Jawa Timur. Serta dengan
adanya kebijakan otonomi daerah mulai 1 Januari 2001, akan dilihat hubungan
3.1 Kerangka Konseptual
3.1.1 Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Development Index
(HDI) mempunyai ruang lingkup yang lebih sempit, hanya mengukur sebagian
dari keadaan pembangunan manusia yang meliputi indeks pendidikan, indeks
kesehatan, dan indeks daya beli. Indikator tersebut dijadikan sebagai indikator
indikator yang paling layak untuk mengukur tingkat kemajuan pembangunan
jangka panjang (BPS-Bappenas-UNDP, 2001).
Pembangunan manusia cenderung untuk memperlakukan manusia sebagai
input bagi proses produksi yang didekati secara bersama-sama dari produksi dan
distribusi komoditas, serta peningkatan pemberdayaan manusia. Oleh karena itu,
IPM mempunyai korelasi yang lebih tinggi terhadap masing- masing indikator
sosial dan ekonomi secara individual daripada konsep-konsep lain yang telah digunakan sebelumnya (PDB/PDRB).
Apabila IPM hanya dilihat dari pendapatan per kapita saja, berarti hanya
melihat kemajuan atau status ekonomi negara berdasarkan pendapatan per tahun.
Sedangkan apabila melihat pada sisi sosial (pendidikan dan kesehatan), maka
akan dapat dilihat dimensi yang jauh lebih beragam berkenaan dengan kualitas hidup masyarakat. Secara tidak langsung, IPM yang tinggi selalu berkorelasi
3.1.2 Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB)
PDRB sebagai indikator pembangunan ekonomi disebut juga dengan
Pendapatan Regional. Lipsey (1995) menyatakan bahwa pendapatan suatu negara
atau wilayah dapat diukur melalui 3 (tiga) pendekatan yaitu pendekatan produksi,
pendapatan, dan pengeluaran. Manfaat PDRB adalah sebagai petunjuk atau indikator kemampuan sumber daya ekonomi, tingkat pendapatan penduduk, laju
pertumbuhan ekonomi, dan strukur perekonomian yang menggambarkan peranan
sektor ekonomi dalam suatu wilayah.
PDRB dihitung dengan 2 (dua) cara yaitu berdasar harga berlaku dan
berdasar harga konstan. PDRB atas dasar harga berlaku menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung dengan menggunakan harga pada setiap
tahun. Sedangkan PDRB atas dasar harga konstan menunjukkan nilai tambah dari
masing- masing sektor ekonomi dinilai atas dasar harga tetap pada tahun dasar.
Karena penggunaan harga tetap, maka perkembangan nilai tambah dari
tahun ke tahun semata- mata karena perkembangan produksi riil dan bukan karena kenaikan harga. Oleh karena itu, melalui PDRB per kapita dapat dilihat rata-rata
pendapatan yang diterima oleh setiap penduduk yang tinggal di suatu daerah
selama periode waktu tertentu. PDRB per kapita atas dasar harga konstan dapat
menunjukkan pertumbuhan ekonomi suatu wilayah yang sebenarnya.
3.1.3 Kemiskinan
Menurut Bappenas dalam Papalaya (2004), kemiskinan mencakup unsur-unsur: (a) ketidakmampuan dalam memenuhi kebutuhan dasar, kerentanan,
Penganggulangan Kemiskinan dalam Papalaya (2004), mendefinisikan cir i-ciri masyarakat miskin, yaitu tidak mempunyai daya/kemampuan untuk : (a)
memenuhi kebutuhan dasar kesehatan (basic need deprivation); (b) melakukan kegiatan usaha produktif; (c) menjangkau akses sumber daya sosial dan ekonomi
(inaccessibility); (d) menentukan nasibnya sendiri; dan (e) membebaskan diri dari mental dan budaya miskin serta senantiasa merasa memp unyai martabat dan
harga diri yang rendah.
Menurut Asian Development Bank dalam Papalaya (2004), kemiskinan adalah ketiadaan aset-aset dan kesempatan esensial yang menjadi hak setiap
manusia. Kemiskinan lebih baik diukur dengan ukuran seperti pendidikan dasar, rawatan kesehatan, gizi, air bersih, dan sanitasi; di samping pendapatan,
pekerjaan, dan upah. Ukuran ini digunakan untuk mewakili hal- hal yang tidak
berwujud, seperti rasa ketidakberdayaan dan ketiadaan kebebasan untuk
berpartisipasi. Sedangkan definisi kemiskinan menurut Bank Dunia (2004) adalah
tidak tercapainya kehidupan yang layak dengan pendapatan $ 1 perhari.
Pengurangan kemiskinan merupakan salah satu prioritas utama dalam
pembangunan di Indonesia. Pembangunan yang tidak dikaitkan dengan masalah
kemiskinan akan membuka peluang munculnya permasalahan-permasalahan
jangka pendek dan jangka panjang yang akan membahayakan proses dan
keberlanjutan pembangunan itu sendiri.
3.1.4 Indeks Pemberdayaan Jender (IDJ)
Pencapaian dalam IPM tidak memasukkan tingkat ketidakseimbangan
diperkenalkan konsep pembangunan dan pemberdayaan jender untuk meihat
ketidaksetaraan pencapaian antara laki- laki dan perempuan
(BPS-Bappenas-UNDP). Konsep tersebut memfokuskan pada peranan, hubungan dan tanggung
jawab sistem sosial ekonomi jender pada tingkat makro (nasional dan
internasional), tingkat intermediate (sektor), dan tingkat mikro (masyarakat atau keluarga /rumah tangga).
Upaya pengarusutamaan jender akan mempengaruhi IPM, dengan asumsi
bahwa perubahan intervensi pembangunan yang tidak bias jender akan
meningkatkan nilai kesejahteraan manusia secara keseluruhan. Dengan
pengukuran ini dapat dilihat peran dan tanggung jawab perempuan pada kualitas hidupnya sendiri karena beban dan perannya sebagai pemelihara kesehatan
keluarga, pengatur keuangan rumah tangga, kebebasan mengembangkan diri
karena dibebani tanggung jawab pengasuhan anak, serta rasa aman dari kekerasan
dalam rumah tangga.
Indeks pemberdayaan jender (IDJ) mengukur partisipasi perempuan di bidang ekonomi (perempuan dalam angkatan kerja dan rata-rata upah di sektor
non-pertanian), politik (perempuan di parlemen) dan pengambil keputusan
(perempuan pekerja profesional, pejabat tinggi, dan manajer). Adanya
ketimpangan IDJ memperlihatkan masih rendahnya partisipasi perempuan dalam
pengambilan keputusan di ranah publik.
3.1.5 Pengeluaran Sosial Pemerintah
Pengeluaran pemerintah merupakan salah satu kebijakan fiskal untuk
yang dinamis dan berkembang. Dalam tinjauan ekonomi publik, belanja publik
(public expenditure) merupakan instrumen untuk penyelenggaraan aktivitas pemerintahan dan pengadaan barang dan jasa publik. APBD merupakan belanja
publik yang berfungsi untuk mengatasi kegagalan pasar dalam penyediaan barang
dan jasa publik (Stiglitz dalam Riyanto, 2005).
Menurut Jhingan (2003), investasi pembangunan manusia pada overhead
sosial dapat dikategorikan sebagai pengeluaran sosial oleh pemerintah. Oleh
karena inti dari pembangunan manusia adalah pendidikan dan kesehatan, maka
alokasi pengeluaran pemerintah seharusnya difokuskan pada pembangunan sosial
kedua sektor tersebut.
Berdasarkan UUD 1945 dan UU 20/2003 tentang Sisdiknas, dana
pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan mendapat alokasi
minimal 20 persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan daerah
(APBN dan APBD). Sedangkan berdasar GBHN Tahun 2002, diamanatkan
bahwa alokasi anggaran untuk sektor kesehatan sebesar 15 persen dari APBN. Bahkan organisasi kesehatan dunia (WHO) menganjurkan besarnya alokasi
pengeluaran pemerintah untuk sektor kesehatan 5 persen dari Produk Domestik
Bruto4. Selain itu, dalam "Inisiatif 20:20" di Kopenhagen tahun 1995, mewajibkan semua negara kaya dan berkembang menggunakan 20 persen dari bantuan
pembangunan atau anggaran belanja negara bagi kebutuhan pendidikan dan kesehatan5.
Permasalahan dalam pengalokasian anggaran, selain tidak berimbangnya
alokasi antara bela nja rutin dan belanja pembangunan, juga ketidaktepatan dalam
4
www.kompas.com Pelayanan Kesehatan, Advokasi, dan Governance Reform (6 Mei 2007)
5
alokasi anggaran terhadap sektor-sektor yang seharusnya mendapatkan prioritas
dalam pembangunan. Dari sisi kepentingan publik, pengalokasian tersebut
dirasakan kurang adil dan kurang memihak pada kepentingan masyarakat. Hal
tersebut akan menyebabkan inefisiensi sehingga tujuan pembangunan yang
diharapkan tidak tercapai. Kebijakan pemerintah yang tepat dalam pengalokasian anggaran adalah lebih menitikberatkan pada belanja pembangunan (investasi)
publik yang dapat menciptakan nilai tambah di dalam perekonomian wilayah.
3.1.6 Otonomi Daerah
Otonomi daerah (kebijakan desentralisasi) mulai berlaku sejak 1 Januari 2001 dengan berdasarkan UU 22/1999 jo UU 32/2004 tentang Pemerintah Daerah
dan UU 25/1999 jo UU 33/ 2004 tentang Keuangan Pemerintahan Pusat dan
Daerah. Otonomi daerah memberikan kewenangan yang sangat luas bagi daerah
dalam seluruh bidang pemerintahan kecuali kewenangan dalam bidang politik luar
negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, dan bidang agama. Desentralisasi (politik, administratif dan fiskal) adalah penyerahan
kekuasaan, kewenangan, sumberdaya, keuangan dan tanggung jawab dari
pemerintah pusat ke pemerintah daerah. Pemerintah daerah mempunyai “hak” jika
berhadapan dengan pusat, sebaliknya ia mempunyai “tanggung jawab” mengurus
barang-barang publik untuk dan kepada rakyat. Secara teoretis tujuan antara desentralisasi adalah menciptakan pemerintahan yang efektif-efisien, membangun
demokrasi lokal dan menghargai keragaman lokal. Tujuan akhirnya adalah
Menurut Riyanto (2003), desentralisasi fiskal dapat mendorong
pertumbuhan dan pemerataan ekonomi daerah sehingga kesejahteraan masyarakat
meningkat dan lebih merata. Dalam konteks pembangunan, kinerja pemerintah
daerah ditentukan oleh kemampuan mendorong laju pertumbuhan ekonomi
daerah. Keberhasilannya akan berdampak pada pencapaian tujuan pembangunan daerah, seperti peningkatan kualitas kehidupan, penurunan angka kemiskinan,
peningkatkan daya beli masyarakat, tercapainya kemandirian perekonomian
daerah, pengoptimalan pelayanan masyarakat, serta dalam mengurangi
ketergantungan fiskal dan kesenjangan antarwilayah. Dengan berbagai macam
keterbatasan sumber pendapatan untuk melaksanakan pembangunan dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah maka perlu dikembangkan sistem
anggaran yang mengacu pada kepentingan publik.
3.1.7 Analisis Panel Data
Data panel (pooled data) atau yang disebut juga sebagai data longitudinal merupakan gabungan antara data cross section dan time series. Data cross section
adalah data yang dikumpulkan dalam satu waktu terhadap banyak individu.
Sedangkan data time series merupakan data yang dikumpulkan dari waktu ke waktu terhadap suatu individu. Metode data panel merupakan suatu metode yang
digunakan untuk melakukan analisis empirik yang tidak mungkin dilakukan jika hanya menggunakan data time series maupun cross section (Gujarati, 2003). Proses menggabungkan data cross section dan time series disebut dengan pooling.
Kelebihan penggunaan data panel (Baltagi, 2003) antara lain :
2. Dapat memberikan informasi yang lebih luas, mengurangi kolinearitas di
antara variabel, memperbesar derajat bebas, dan lebih efisien.
3. Panel data lebih baik untuk studi dynamics of adjustment.
4. Dapat lebih baik untuk mengidentifikasikan dan mengukur efek yang tidak
dapat dideteksi dalam model data cross section maupun time series.
5. Lebih sesuai untuk mempelajari dan menguji model perilaku (behavioral
models) yang kompleks dibandingkan dengan model data cross section
atau time series.
Terdapat tiga metode pada teknik estimasi model menggunakan data
panel, yaitu metode kuadrat terkecil (pooled least square), metode efek tetap
(fixed effect), dan metode efek random (random effect). 1. Metode PooledLeast Square
Pendekatan yang paling sederhana dalam pengolahan data panel adalah
dengan menggunakan metode kuadrat terkecil biasa yang diterapkan dalam data
yang berbentuk pool. Misalkan terdapat persamaan berikut ini (Baltagi, 2001) :
Yit = α +βj xjit + εit untuk i = 1, 2, . . . , N dan t = 1, 2, . . ., T
Dimana N adalah jumlah unit cross section (individu) dan T adalah jumlah periode waktunya. Dengan mengasumsikan komponen error dalam pengolahan kuadrat terkecil biasa, kita dapat melakukan proses estimasi secara terpisah untuk
setiap unit cross section. Untuk periode t = 1, akan diperoleh persamaan regresi
cross section sebagai berikut:
Yi1 = α + βj xjit + εi1 untuk i = 1, 2, . . . , N
yang akan berimplikasi diperolehnya persamaan sebanyak T persamaan yang
waktu (time series) sebanyak N persamaan untuk setiap T observasi. Namun,
untuk mendapatkan parameter α dan β yang konstan dan efisien, akan dapat
diperoleh dalam bentuk regresi yang lebih besar dengan melibatkan sebanyak NT
observasi.
2. Metode Efek Tetap (Fixed Effect)
Masalah terbesar dalam pendekatan metode pooled least square adalah asumsi intersep dan slope dari persamaan regresi yang dianggap konstan baik antar individu maupun antar waktu yang mungkin tidak beralasan. Generalisasi
secara umum sering dilakukan adalah dengan memasukkan variabel boneka
(dummy variable) untuk menghasilkan nilai parameter yang berbeda-beda baik lintas unit cross section maupun antar waktu (Baltagi, 2001).
Secara umum, pendekatan fixed effect dapat dituliskan dalam persaman sebagai berikut :
yit = αi +βj xjit + eit dimana :
yit = variabel terikat di waktu t untuk unit cross section i αi = intersep yang berubah- ubah antar cross section unit
xjit = variabel bebas j di waktu t untuk unit cross section i βj = parameter untuk variabel ke j
eit = komponen error di waktu t untuk unit cross section i
Dengan menggunakan pendekatan ini akan terjadi degree of freedom
sebesar sebesar NT-N-K. Keputusan memasukkan variabel boneka ini harus
degree of freedom yang pada akhirnya akan mempengaruhi keefisienan dari parameter yang diestimasi.
Pada metode fixed effect, estimasi dapat dilakukan dengan tanpa pembobot
(no weighted) atau Least Square Dummy Variable (LSDV) dan dengan pembobot
(cross section weight) atau General Least Square (GLS). Tujuan dilakukannya pembobotan adalah untuk mengurangi heterogenitas antar unit cross section.
3. Metode Efek Random (random effect)
Keputusan untuk memasukkan variabel boneka dalam model efek tetap tak
dapat dipungkiri akan dapat menimbulkan konsekuensi (trade off). Penambahan variabel boneka akan dapat mengurangi banyaknya derajat kebebasan (degree of freedom) yang pada akhirnya akan mengurangi efisiensi dari parameter yang diestimasi. Berkaitan dengan hal ini, dalam model data panel dikenal pendekatan
ketiga yaitu model efek acak (Baltagi, 2001).
Bentuk model efek acak ini dijelaskan pada persamaan berikut ini :
Yit = α1ι +βj xjit + uit
dimana α1ι diasumsikan sebagai variabel random dari rata-rata nilai intersep(α1).
Nilai intersep untuk masing- masing individu dapat dituliskan:
α1ι = α1+ειt ι=1,2...N
dimana α1 adalahrata-rata dari seluruh intersep, ει adalah random error (yang
tidak bisa diamati) yang mengukur perbedaan karakteristik masing- masing
individu.
Bentuk model efek acak ini kemudian dapat ditulis dengan rumus:
Yit = α1 +βj xjit +ειt + uit
dimana : ωιt=ειt + uit
Bentuk ωιt terdiri dari dua komponen error term yaitu εi sebagai komponen cross section error dan uit yang merupakan gabungan dari komponen
time series error dan komponen error kombinasi.
Bentuk model efek acak akhirnya dapat ditulis dengan rumus:
Yit = α1 +βj xjit +ωιtdengan ωit = εi + vt + w it
Dimana : εi∼N(0, δε2) = komponen cross section error vt∼N(0, δ v2) = komponen time series error
wit∼ N(0, δ w2) = komponen error kombinasi.
Asumsinya adalah bahwa error secara individua l tidak saling berkorelasi begitu juga dengan error kombinasinya.
Dengan menggunakan model efek acak, maka dapat menghemat
pemakaian derajat kebebasan dan tidak mengurangi jumlahnya seperti yang
dilakukan pada model efek tetap. Hal ini berimplikasi parameter yang merupakan
hasil estimasi akan menjadi semakin efisien.
3.2 Kerangka Operasional
Konsep pembangunan selama ini hanya menekankan pada pertumbuhan
ekonomi (economic growth). Padahal, pencapaian kesejahteraan masyarakat tidak cukup hanya dengan menekankan pada pembangunan ekonomi dan infrastruktur
fisik, melainkan juga dengan pembangunan manusia (human development).
Adanya pergeseran paradigma pembangunan memerlukan interaksi antara
keberhasilan pembangunan tidak hanya dilihat dari besarnya PDRB tetapi juga
ditunjukkan oleh capaian IPM.
Propinsi Jawa Timur merupakan propinsi dengan tingkat pertumbuhan
ekonomi dan PDRB yang tinggi. Namun keberhasilan dalam perekonomian di
Jawa Timur tidak diikuti dengan kemajuan dalam pembangunan manusia. Selain itu, rendahnya PDRB per kapita dan tingginya angka kemiskinan menunjukkan
belum berhasilnya kinerja pemerintah dalam mensinergiskan antara pembangunan
ekonomi dengan pembangunan manusia di Propinsi Jawa Timur.
Pelaksanakan pembangunan manusia harus ditangani melalui pendekatan
multidimensi, baik itu ekonomi, politik, sosial-budaya, kesehatan dan pendidikan. Hak dasar warga merupakan public goods dimana pemerintah wajib menyelenggarakannya. Dengan demikian, instrumen pembangunan manusia tidak
hanya terdiri atas instrumen keuangan, tetapi juga meliputi instrumen
kelembagaan, SDM, serta instrumen kebijakan dan perundangan.
Keberhasilan pembangunan ekonomi merupakan prasyarat bagi membaiknya kualitas kehidupan. Tanpa adanya kemajuan ekonomi secara
berkesinambungan (sustainable), maka realisasi potensi manusia tidak mungkin berlangsung. Dengan demikian, kenaikan pendapatan per kapita, pengentasan
kemiskinan absolut, penambahan lapangan kerja, dan pemerataan pendapatan,
merupakan hal-hal yang harus ada (necessary conditions) bagi pembangunan, tapi tidak akan memadai tanpa adanya faktor-faktor positif yang lainnya (not sufficient
conditions).
Dengan adanya perbaikan IPM, pembangunan ekonomi yang
berkurangnya angka kemiskinan. Menurut Yudhoyono (2004), angka kemiskinan
dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi, kebijakan fiskal, dan tingkat upah.
Walaupun tidak mempengaruhi secara langsung, I