• Tidak ada hasil yang ditemukan

3.1.1 Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Development Index

(HDI) mempunyai ruang lingkup yang lebih sempit, hanya mengukur sebagian dari keadaan pembangunan manusia yang meliputi indeks pendidikan, indeks kesehatan, dan indeks daya beli. Indikator tersebut dijadikan sebagai indikator indikator yang paling layak untuk mengukur tingkat kemajuan pembangunan jangka panjang (BPS-Bappenas-UNDP, 2001).

Pembangunan manusia cenderung untuk memperlakukan manusia sebagai input bagi proses produksi yang didekati secara bersama-sama dari produksi dan distribusi komoditas, serta peningkatan pemberdayaan manusia. Oleh karena itu, IPM mempunyai korelasi yang lebih tinggi terhadap masing- masing indikator sosial dan ekonomi secara individual daripada konsep-konsep lain yang telah digunakan sebelumnya (PDB/PDRB).

Apabila IPM hanya dilihat dari pendapatan per kapita saja, berarti hanya melihat kemajuan atau status ekonomi negara berdasarkan pendapatan per tahun. Sedangkan apabila melihat pada sisi sosial (pendidikan dan kesehatan), maka akan dapat dilihat dimensi yang jauh lebih beragam berkenaan dengan kualitas hidup masyarakat. Secara tidak langsung, IPM yang tinggi selalu berkorelasi dengan kesejahteraan dan kehidupan masyarakat yang lebih baik.

3.1.2 Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB)

PDRB sebagai indikator pembangunan ekonomi disebut juga dengan Pendapatan Regional. Lipsey (1995) menyatakan bahwa pendapatan suatu negara atau wilayah dapat diukur melalui 3 (tiga) pendekatan yaitu pendekatan produksi, pendapatan, dan pengeluaran. Manfaat PDRB adalah sebagai petunjuk atau indikator kemampuan sumber daya ekonomi, tingkat pendapatan penduduk, laju pertumbuhan ekonomi, dan strukur perekonomian yang menggambarkan peranan sektor ekonomi dalam suatu wilayah.

PDRB dihitung dengan 2 (dua) cara yaitu berdasar harga berlaku dan berdasar harga konstan. PDRB atas dasar harga berlaku menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung dengan menggunakan harga pada setiap tahun. Sedangkan PDRB atas dasar harga konstan menunjukkan nilai tambah dari masing- masing sektor ekonomi dinilai atas dasar harga tetap pada tahun dasar.

Karena penggunaan harga tetap, maka perkembangan nilai tambah dari tahun ke tahun semata- mata karena perkembangan produksi riil dan bukan karena kenaikan harga. Oleh karena itu, melalui PDRB per kapita dapat dilihat rata-rata pendapatan yang diterima oleh setiap penduduk yang tinggal di suatu daerah selama periode waktu tertentu. PDRB per kapita atas dasar harga konstan dapat menunjukkan pertumbuhan ekonomi suatu wilayah yang sebenarnya.

3.1.3 Kemiskinan

Menurut Bappenas dalam Papalaya (2004), kemiskinan mencakup unsur-unsur: (a) ketidakmampuan dalam memenuhi kebutuhan dasar, kerentanan, ketidakberdayaan, dan ketidakmampuan menyalurkan aspirasinya. Komite

Penganggulangan Kemiskinan dalam Papalaya (2004), mendefinisikan cir i-ciri masyarakat miskin, yaitu tidak mempunyai daya/kemampuan untuk : (a) memenuhi kebutuhan dasar kesehatan (basic need deprivation); (b) melakukan kegiatan usaha produktif; (c) menjangkau akses sumber daya sosial dan ekonomi (inaccessibility); (d) menentukan nasibnya sendiri; dan (e) membebaskan diri dari mental dan budaya miskin serta senantiasa merasa memp unyai martabat dan harga diri yang rendah.

Menurut Asian Development Bank dalam Papalaya (2004), kemiskinan adalah ketiadaan aset-aset dan kesempatan esensial yang menjadi hak setiap manusia. Kemiskinan lebih baik diukur dengan ukuran seperti pendidikan dasar, rawatan kesehatan, gizi, air bersih, dan sanitasi; di samping pendapatan, pekerjaan, dan upah. Ukuran ini digunakan untuk mewakili hal- hal yang tidak berwujud, seperti rasa ketidakberdayaan dan ketiadaan kebebasan untuk berpartisipasi. Sedangkan definisi kemiskinan menurut Bank Dunia (2004) adalah tidak tercapainya kehidupan yang layak dengan pendapatan $ 1 perhari.

Pengurangan kemiskinan merupakan salah satu prioritas utama dalam pembangunan di Indonesia. Pembangunan yang tidak dikaitkan dengan masalah kemiskinan akan membuka peluang munculnya permasalahan-permasalahan jangka pendek dan jangka panjang yang akan membahayakan proses dan keberlanjutan pembangunan itu sendiri.

3.1.4 Indeks Pemberdayaan Jender (IDJ)

Pencapaian dalam IPM tidak memasukkan tingkat ketidakseimbangan gender dalam pencapaian-pencapaian pembangunan manusia. Oleh karena itu,

diperkenalkan konsep pembangunan dan pemberdayaan jender untuk meihat ketidaksetaraan pencapaian antara laki- laki dan perempuan (BPS-Bappenas-UNDP). Konsep tersebut memfokuskan pada peranan, hubungan dan tanggung jawab sistem sosial ekonomi jender pada tingkat makro (nasional dan internasional), tingkat intermediate (sektor), dan tingkat mikro (masyarakat atau keluarga /rumah tangga).

Upaya pengarusutamaan jender akan mempengaruhi IPM, dengan asumsi bahwa perubahan intervensi pembangunan yang tidak bias jender akan meningkatkan nilai kesejahteraan manusia secara keseluruhan. Dengan pengukuran ini dapat dilihat peran dan tanggung jawab perempuan pada kualitas hidupnya sendiri karena beban dan perannya sebagai pemelihara kesehatan keluarga, pengatur keuangan rumah tangga, kebebasan mengembangkan diri karena dibebani tanggung jawab pengasuhan anak, serta rasa aman dari kekerasan dalam rumah tangga.

Indeks pemberdayaan jender (IDJ) mengukur partisipasi perempuan di bidang ekonomi (perempuan dalam angkatan kerja dan rata-rata upah di sektor non-pertanian), politik (perempuan di parlemen) dan pengambil keputusan (perempuan pekerja profesional, pejabat tinggi, dan manajer). Adanya ketimpangan IDJ memperlihatkan masih rendahnya partisipasi perempuan dalam pengambilan keputusan di ranah publik.

3.1.5 Pengeluaran Sosial Pemerintah

Pengeluaran pemerintah merupakan salah satu kebijakan fiskal untuk mencapai keseimbangan dan stabilitas dalam perekonomian negara secara makro

yang dinamis dan berkembang. Dalam tinjauan ekonomi publik, belanja publik

(public expenditure) merupakan instrumen untuk penyelenggaraan aktivitas pemerintahan dan pengadaan barang dan jasa publik. APBD merupakan belanja publik yang berfungsi untuk mengatasi kegagalan pasar dalam penyediaan barang dan jasa publik (Stiglitz dalam Riyanto, 2005).

Menurut Jhingan (2003), investasi pembangunan manusia pada overhead

sosial dapat dikategorikan sebagai pengeluaran sosial oleh pemerintah. Oleh karena inti dari pembangunan manusia adalah pendidikan dan kesehatan, maka alokasi pengeluaran pemerintah seharusnya difokuskan pada pembangunan sosial kedua sektor tersebut.

Berdasarkan UUD 1945 dan UU 20/2003 tentang Sisdiknas, dana pendidikan selain gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan mendapat alokasi minimal 20 persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan daerah (APBN dan APBD). Sedangkan berdasar GBHN Tahun 2002, diamanatkan bahwa alokasi anggaran untuk sektor kesehatan sebesar 15 persen dari APBN. Bahkan organisasi kesehatan dunia (WHO) menganjurkan besarnya alokasi pengeluaran pemerintah untuk sektor kesehatan 5 persen dari Produk Domestik Bruto4. Selain itu, dalam "Inisiatif 20:20" di Kopenhagen tahun 1995, mewajibkan semua negara kaya dan berkembang menggunakan 20 persen dari bantuan pembangunan atau anggaran belanja negara bagi kebutuhan pendidikan dan kesehatan5.

Permasalahan dalam pengalokasian anggaran, selain tidak berimbangnya alokasi antara bela nja rutin dan belanja pembangunan, juga ketidaktepatan dalam

4

www.kompas.com Pelayanan Kesehatan, Advokasi, dan Governance Reform (6 Mei 2007)

5

alokasi anggaran terhadap sektor-sektor yang seharusnya mendapatkan prioritas dalam pembangunan. Dari sisi kepentingan publik, pengalokasian tersebut dirasakan kurang adil dan kurang memihak pada kepentingan masyarakat. Hal tersebut akan menyebabkan inefisiensi sehingga tujuan pembangunan yang diharapkan tidak tercapai. Kebijakan pemerintah yang tepat dalam pengalokasian anggaran adalah lebih menitikberatkan pada belanja pembangunan (investasi) publik yang dapat menciptakan nilai tambah di dalam perekonomian wilayah.

3.1.6 Otonomi Daerah

Otonomi daerah (kebijakan desentralisasi) mulai berlaku sejak 1 Januari 2001 dengan berdasarkan UU 22/1999 jo UU 32/2004 tentang Pemerintah Daerah dan UU 25/1999 jo UU 33/ 2004 tentang Keuangan Pemerintahan Pusat dan Daerah. Otonomi daerah memberikan kewenangan yang sangat luas bagi daerah dalam seluruh bidang pemerintahan kecuali kewenangan dalam bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, dan bidang agama.

Desentralisasi (politik, administratif dan fiskal) adalah penyerahan kekuasaan, kewenangan, sumberdaya, keuangan dan tanggung jawab dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah. Pemerintah daerah mempunyai “hak” jika berhadapan dengan pusat, sebaliknya ia mempunyai “tanggung jawab” mengurus barang-barang publik untuk dan kepada rakyat. Secara teoretis tujuan antara desentralisasi adalah menciptakan pemerintahan yang efektif-efisien, membangun demokrasi lokal dan menghargai keragaman lokal. Tujuan akhirnya adalah menciptakan kesejahteraan rakyat.

Menurut Riyanto (2003), desentralisasi fiskal dapat mendorong pertumbuhan dan pemerataan ekonomi daerah sehingga kesejahteraan masyarakat meningkat dan lebih merata. Dalam konteks pembangunan, kinerja pemerintah daerah ditentukan oleh kemampuan mendorong laju pertumbuhan ekonomi daerah. Keberhasilannya akan berdampak pada pencapaian tujuan pembangunan daerah, seperti peningkatan kualitas kehidupan, penurunan angka kemiskinan, peningkatkan daya beli masyarakat, tercapainya kemandirian perekonomian daerah, pengoptimalan pelayanan masyarakat, serta dalam mengurangi ketergantungan fiskal dan kesenjangan antarwilayah. Dengan berbagai macam keterbatasan sumber pendapatan untuk melaksanakan pembangunan dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah maka perlu dikembangkan sistem anggaran yang mengacu pada kepentingan publik.

3.1.7 Analisis Panel Data

Data panel (pooled data) atau yang disebut juga sebagai data longitudinal merupakan gabungan antara data cross section dan time series. Data cross section

adalah data yang dikumpulkan dalam satu waktu terhadap banyak individu. Sedangkan data time series merupakan data yang dikumpulkan dari waktu ke waktu terhadap suatu individu. Metode data panel merupakan suatu metode yang digunakan untuk melakukan analisis empirik yang tidak mungkin dilakukan jika hanya menggunakan data time series maupun cross section (Gujarati, 2003). Proses menggabungkan data cross section dan time series disebut dengan pooling.

Kelebihan penggunaan data panel (Baltagi, 2003) antara lain : 1. Dapat mengendalikan keheterogenan individu atau unit cross section.

2. Dapat memberikan informasi yang lebih luas, mengurangi kolinearitas di antara variabel, memperbesar derajat bebas, dan lebih efisien.

3. Panel data lebih baik untuk studi dynamics of adjustment.

4. Dapat lebih baik untuk mengidentifikasikan dan mengukur efek yang tidak dapat dideteksi dalam model data cross section maupun time series.

5. Lebih sesuai untuk mempelajari dan menguji model perilaku (behavioral models) yang kompleks dibandingkan dengan model data cross section

atau time series.

Terdapat tiga metode pada teknik estimasi model menggunakan data panel, yaitu metode kuadrat terkecil (pooled least square), metode efek tetap

(fixed effect), dan metode efek random (random effect). 1. Metode PooledLeast Square

Pendekatan yang paling sederhana dalam pengolahan data panel adalah dengan menggunakan metode kuadrat terkecil biasa yang diterapkan dalam data yang berbentuk pool. Misalkan terdapat persamaan berikut ini (Baltagi, 2001) :

Yit = α +βj xjit + εit untuk i = 1, 2, . . . , N dan t = 1, 2, . . ., T

Dimana N adalah jumlah unit cross section (individu) dan T adalah jumlah periode waktunya. Dengan mengasumsikan komponen error dalam pengolahan kuadrat terkecil biasa, kita dapat melakukan proses estimasi secara terpisah untuk setiap unit cross section. Untuk periode t = 1, akan diperoleh persamaan regresi

cross section sebagai berikut:

Yi1 = α + βj xjit + εi1 untuk i = 1, 2, . . . , N

yang akan berimplikasi diperolehnya persamaan sebanyak T persamaan yang sama. Begitu juga sebaliknya, kita juga akan dapat memperoleh persamaan deret

waktu (time series) sebanyak N persamaan untuk setiap T observasi. Namun, untuk mendapatkan parameter α dan β yang konstan dan efisien, akan dapat diperoleh dalam bentuk regresi yang lebih besar dengan melibatkan sebanyak NT observasi.

Dokumen terkait