• Tidak ada hasil yang ditemukan

Isolasi dan Identifikasi Cendawan Mikoriza Arbuskula Asal Tanah Pertanian dan Perkebunan Jawa Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Isolasi dan Identifikasi Cendawan Mikoriza Arbuskula Asal Tanah Pertanian dan Perkebunan Jawa Barat"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI CENDAWAN MIKORIZA

ARBUSKULA ASAL TANAH PERTANIAN

DAN PERKEBUNAN JAWA BARAT

ARIEZA LENNY YOVITA

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI CENDAWAN

MIKORIZA ARBUSKULA ASAL TANAH PERTANIAN

DAN PERKEBUNAN JAWA BARAT

ARIEZA LENNY YOVITA

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada

Departemen Biologi

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(3)

ABSTRAK

ARIEZA LENNY YOVITA. Isolasi dan Identifikasi Cendawan Mikoriza Arbuskula Asal Tanah Pertanian dan Perkebunan Jawa Barat. Dibimbing oleh NAMPIAH SUKARNO dan KARTINI KRAMADIBRATA.

Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA) ialah cendawan tanah yang bersimbiosis mutualistik dengan akar tumbuhan yaitu sekitar 80% tumbuhan berpembuluh. CMA memiliki keragaman yang cukup tinggi dan berperan dalam mempertahankan keragaman tumbuhan dan pemeliharaan ekosistem, namun penelitian di Indonesia tentang keanekaragaman CMA masih terbatas. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi CMA asal tanah pertanian dan perkebunan di Jawa Barat, berdasarkan karakter morfologi spora. Contoh tanah berasal dari rizosfer Oryza sativa L. dari Majalengka (D1) dan Cianjur (D4), Arachis hypogaea L. dari Majalengka (D2 dan D9), Zea maysL. dari Majalengka (D3, D6 dan D8), Ipomoeae batatasL. dari Majalengka (D7), Hevea brasiliensis Mull. Arg. dari Bogor (D11) dan tanah pertanian dari Majalengka (D5 dan D10). Contoh tanah dan zeolit steril dibuat biakan pot untuk perbanyakan spora CMA dengan menggunakan Sorghum bicolor Benth. dan Centrosema pubescens Benth. sebagai tanaman inang. Spora diisolasi dari biakan pot dengan menggunakan metode tuang saring basah dilanjutkan dengan sentrifugasi. Spora CMA yang berhasil diisolasi dan diidentifikasi tergolong ke dalam dua genus yaituAcaulosporadanGlomus. AnggotaAcaulosporayang berhasil diidentifikasi terdiri atas A. delicata (D1), A. foveata (D7), dan A. tuberculata(D9) sedangkan Glomus terdiri atas G. diaphanum (D6), G. etunicatum (D3, D4, D5, D6, D8, D9 dan D11),G. geosporum (D1, D3, D6 dan D10), G. intraradices(D1 dan D2) danGlomussp.1 (D2, D5 dan D10).

ABSTRACT

ARIEZA LENNY YOVITA. Isolation and Identification Arbuscular Mycorrhizal Fungi from Agriculture land and Plantation of West Java. Supervised by NAMPIAH SUKARNO and KARTINI KRAMADIBRATA.

(4)

Asal Tanah Pertanian dan Perkebunan Jawa Barat

Nama

: Arieza Lenny Yovita

NIM

: G34103018

Menyetujui

Pembimbing I

Pembimbing II

Dr. Ir. Nampiah Sukarno

Dr. Kartini Kramadibrata

NIP. 131663017

NIP. 320022872

Mengetahui

Dekan Fakultas Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Institut Pertanian Bogor

Dr. Drh. Hasim, DEA

NIP. 131578806

(5)

PRAKATA

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala hidayah dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan dengan baik.

Karya ilmiah yang berjudul Isolasi dan Identifikasi Cendawan Mikoriza Arbuskula Asal Tanah Pertanian dan Perkebunan Jawa Barat merupakan hasil penelitian yang dilakukan dari bulan Januari 2007 sampai bulan November 2007 di Laboratorium Mikologi, Departeman Biologi, FMIPA, IPB dan Laboratorium tum

buhan rendah, Bidang Botani, Pusat Penelitian Biologi, LIPI Cibinong.

Terima kasih penulis ucapkan kepada berbagai pihak yang telah membantu penyelesaian karya ilmiah ini antara lain Ibu Dr. Ir. Nampiah Sukarno dan Ibu Dr. Kartini Kramadibrata selaku dosen pembimbing yang telah memberikan perhatian, saran dan bantuan yang sangat berarti selama penelitian hingga tersusunnya karya ilmiah ini. Tak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada ibu Dr. Ir. Tatik Chikmawati, M.Si selaku penguji yang telah memberikan saran-saran kepada penulis. Penghargaan juga diberikan pada Staf Laboratorium Mikologi, Departeman Biologi, FMIPA, IPB dan Laboratorium Tumbuhan Rendah, Bidang Botani, Pusat Penelitian Biologi, LIPI yang telah banyak membantu.

Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Ummi, Buya, dan adik-adikku tercinta yang senantiasa memberikan dukungan, kasih sayang dan doa yang tak ternilai. Kepada mbak Rida, mbak Awi, Yulia E, Yulia A, Nindya, mbak Dwi, terima kasih atas bantuan yang diberikan serta kepada Vivi Apria, Sister Fera, Kak Arkon, Irni M, Icha, Ifun, Ika S, Zahroh, Isyana, Indra, Eky R, Mbak Rina, Dewi Herlan, teman-teman IKAROHMA, teman-teman di Aleysha, dan BIO40 terima kasih atas doa, dukungan, semangat dan kebersamaannya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Januari 2008

(6)

Penulis dilahirkan di Menggala pada tanggal 29 April 1985 sebagai anak pertama dari lima bersaudara, putri dari pasangan H. Alham Apri dan Hj. Nurzanna. Pada tahun 2003 penulis lulus dari SMU N1 Menggala dan diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).

Selama mengikuti perkuliahan penulis pernah menjadi asisiten mata kuliah Biologi Dasar pada tahun ajaran 2005/2006 dan 2006/2007, Biologi Cendawan pada tahun ajaran 2006/2007. Penulis juga pernah aktif pada berbagai lembaga kemahasiswaan seperti Wahana Muslim HIMABIO dan BioWorld.

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR GAMBAR... vii

PENDAHULUAN... 1

BAHAN DAN METODE... 2

HASIL………. 2

1. Acaulospora delicata Walker, Pfeiffer & Bloss………... 3

2. Acaulospora foveata Trappe & Janos... 3

3. Acaulospora tuberculata Janos & Trappe... 4

4. Glomus diaphanumMorton & Walker... 4

5. Glomus etunicatumBecker & Gerdemann... 4

6. Glomus geosporum(Nicolson & Gerdemann) Walker... 5

7. Glomus intraradices Schenck & Smith... 5

8. Glomussp.1... 5

PEMBAHASAN... 6

SIMPULAN... 8

DAFTAR PUSTAKA... .. ... 8

(8)

Halaman

1. SporaAcaulospora delicatayang pecah……….….………. 3

2. SporaAcaulospora foveatayang pecah... 4

3. SporaAcaulospora tuberculatayang pecah... 4

4. Spora utuhGlomus diaphanum... 4

5. Spora utuhGlomus etunicatum... 5

6a. Sepasang sporaGlomus geosporumyang pecah... 5

6b. Spora Glomus geosporum dalam agregat……….. 5

7. Spora utuhGlomus intraradices………... 5

(9)

PENDAHULUAN

Cendawan mikoriza arbuskula (CMA) ialah cendawan tanah yang bersimbiosis mutualistik dengan akar tumbuhan yaitu sekitar 80% tumbuhan berpembuluh (Smithet al. 2003). Cendawan simbion menerima karbohidrat dari tumbuhan dan berperan sebagai bentuk perpanjangan sistem akar, sehingga meningkatkan penyerapan mineral (Redecker 2005). Dalam asosiasinya dengan tumbuhan, CMA membentuk organ pada bagian dalam dan bagian luar akar tumbuhan. Beberapa organ yang terbentuk di dalam akar yaitu hifa internal, vesikula, hifa gelung, arbuskula dan spora, sedangkan organ CMA yang terdapat pada bagian luar akar yaitu hifa eksternal dan spora (Abbot & Robson 1982).

CMA diketahui hanya membentuk struktur reproduksi aseksual yaitu berupa klamidospora dan azigospora yang dibentuk di luar atau terkadang di dalam akar dalam bentuk tunggal, agregat (kumpulan) atau sporokarp. Spora CMA berukuran antara 40 sampai 800 µm dengan dinding berlapis-lapis dan mengandung ratusan inti. Identifikasi CMA dengan menggunakan spora (Redecker 2005, Redecker & Raab 2006).

Secara tradisional, taksonomi CMA berdasarkan pada morfologi sporanya, yaitu pembentukan spora pada hifa. Hal ini untuk membatasi genus dan famili, sedangkan struktur lapisan dinding spora untuk membedakan spesies sebagaimana yang dijelaskan oleh Walker (1983) dan Morton (1988). Sejak metode molekuler filogenetik digunakan untuk menjelaskan hubungan diantara cendawan tersebut, maka klasifikasinya mengalami transisi (Redecker 2005). Walker dan Schuâler (2002) menjelaskan bahwa dengan analisis molekuler dapat memberikan informasi yang menerangkan beberapa spesies yang secara morfologi tidak bisa dibedakan. Secara umum filogeni molekuler menunjukkan bahwa keragaman cendawan tersebut lebih tinggi pada tingkat filum dan genus dibandingkan pada pengamatan mikroskopik morfologi spora. Namun hingga saat ini belum ada konsep molekuler spesies untuk cendawan tersebut (Redecker 2006).

Berdasarkan analisis ribosomal RNA CMA berkerabat dekat dengan Ascomycota dan Basidiomycota namun tidak monofiletik dengan filum Zygomycota karena tidak membentuk zigospora. Oleh karena itu, Schüâler et al. (2001) menunjuk ordo Glomales menjadi filum Glomeromycota dan

secara tata bahasa berdasarkan ketentuan International Code of Botanical Nomenclature, nama ordo Glomales berubah menjadi Glomerales (Schüâleret al.2001, Redecker & Raab 2006). CMA tergolong ke dalam filum Glomeromycota, kelas Glomeromycetes yang terdiri atas 4 ordo yaitu Glomerales, Paraglomales, Archaeosporales dan Diversiporales (Schüâleret al.2001).

Anggota ordo Glomerales yaitu famili Glomeraceae yang terdiri atas genus Glomus grup A dan B yang bersifat monofiletik. Anggota ordo Paraglomales yaitu famili Paraglomaceae terdiri atas Paraglomus. Anggota ordo Archaeosporales yaitu famili Geosiphonaceae terdiri atasGeosiphon, famili Archaeosporaceae terdiri atas Archaeospora (Redecker 2006) dan Intraspora (Sieverding & Oehl 2006), famili Appendicisporaceae terdiri atasAppendicispora(Spainet al.2006). Anggota ordo Diversiporales yaitu famili Gigasporaceae terdiri atas Gigaspora dan Scutellospora, famili Pacisporaceae terdiri atas Pacispora, famili Diversiporaceae memiliki anggota Glomus grup C dan Diversispora, famili Acaulosporaceae terdiri atas Acaulospora (Redecker & Raab 2006) dan Kuklospora, famili Entrophosporaceae terdiri atas Entrophospora (Sieverding & Oehl 2006).

CMA memiliki keragaman yang cukup tinggi dan berperan dalam mempertahankan keragaman tumbuhan serta pemeliharaan ekosistem, namun penelitian keragaman CMA di Indonesia masih terbatas. Inventarisasi CMA pada lahan pertanian di Indonesia telah dilakukan antara lain pada rizosfer alang-alang, jagung dan kakao (Widiastuti & Kramadibrata 1992), rizosfer kelapa sawit (Widiastuti & Kramadibrata 1993), pada tanaman kedelai (Kramadibrata et al. 1995), pada tanaman salak (Retnaningsih 1998), pada tanaman jagung, jamblang, kedelai, kesemek, mangga, pepaya, singkong, sirsak dan sungkai (Septyarini 1999), pada bambu (Setya 1995, Setya et al. 1995 dan Prasetyo 2004), pada rizosfer jagung manis (Haerida dan Kramadibrata 2002), pada berbagai rizosfer tumbuhan di hutan pantai (Puspitasari 2005), dan pada rizosfer manggis (Lucia 2005). Data morfologi CMA dari International Collection of Arbuscular and Vesicular-Arbuscular Mycorrhizal (INVAM) di Amerika Serikat digunakan sebagai acuan.

(10)

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat. Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Januari sampai November 2007 di Laboratorium Mikologi, Departeman Biologi, FMIPA IPB dan Laboratorium Tumbuhan Rendah, Bidang Botani, Pusat Penelitian Biologi, LIPI Cibinong.

Contoh Tanah. Bahan yang digunakan ialah 11 contoh tanah rizosfer tanaman pertanian dan perkebunan dari Jawa Barat yaitu rizosfer padi (Oryza sativa L.) dari Desa Jatiserang, Kec. Panyingkiran, Kab. Majalengka (D1) dan Desa Sukagalih, Kec. Cikalong, Kab. Cianjur (D4); rizosfer kacang tanah (Arachis hypogaea L.) dari Desa Jatiserang (D9) dan Dukuh Asem, Kec. Sindang Kasih, Kab. Majalengka (D2); rizosfer jagung (Zea mays L.) yang berasal dari Desa Jatiserang (D8), Dukuh Asem, Kec. Sindang Kasih, Kab. Majalengka (D3) dan (D6); rizosfer ubi jalar (Ipomoea batatasL.) dari Desa Colalisa, Kec. Sindang Kasih, Kab. Majalengka (D7); tanah dari Dukuh Asem, Kec. Sindang Kasih, Kab. Majalengka (D5 dan D10) serta rizosfer karet (Hevea brasiliensis Mull. Arg.) dari Jasinga, Kab. Bogor (D11). Huruf dan angka dalam tanda kurung menunjukkan nomor pot. Persiapan Inang. Benih (Sorghum bicolor Benth. dan Centrosema pubescens Benth.) direndam dalam alkohol 70% selama 1 menit dan dibilas dengan air steril sebanyak tiga kali. Selanjutnya direndam dalam larutan NaOCl 1% selama 5 menit dan dibilas dengan air steril sebanyak tiga kali, kemudian ditanam pada media zeolit steril di dalam nampan selama satu minggu.

Biakan Pot. Pot diisi media tanam zeolit steril dan contoh tanah kering udara disusun berlapis di dalam pot berukuran 200 g. Lapisan pertama adalah 50 g zeolit, di atasnya diberi 100 g contoh tanah, kemudian ditambahkan 50 g zeolit sebagai penutup. Selanjutnya inang berupa kecambahSorghum bicolor Benth. dan Centrosema pubescens Benth. yang berumur 1 minggu ditanam.

Biakan pot diletakkan di dalam rumah kaca dan dipelihara selama 3 bulan untuk memproduksi spora CMA. Pemeliharaan dilakukan dengan cara membersihkan

tanaman dari gulma dan kotoran, menyiram tanaman setiap hari, serta dipupuk setiap minggu dengan larutan Johnson 0,5 Fosfat (Lampiran 1). Spora CMA yang terbentuk di dalam biakan pot tersebut disaring kemudian diisolasi untuk selanjutnya diidentifikasi. Isolasi Spora. Isolasi spora dilakukan dengan menggunakan metode saring tuang basah dan dilanjutkan dengan metode sentrifugasi (Brundrettet al.1994). Media dari biakan pot sebanyak 100 g dicampur sampai homogen, kemudian disuspensikan dalam 1000 ml air, didiamkan selama beberapa detik, lalu disaring dengan menggunakan saringan bertingkat dengan pori berukuran 500, 250, 90, dan 63 µm. Hasil penyaringan tiap-tiap ukuran saringan disentrifus dengan kecepatan 2000 rpm selama 5 menit. Supernatan dibuang dan pelet diresuspensikan ke dalam 50% (b/v) sukrosa kemudian disentrifus selama 1 menit pada 2000 rpm. Supernatan dituangkan ke dalam saringan 63 µm dan sukrosa dibilas dengan air kemudian spora hasil penyaringan dikumpulkan dalam cawan petri untuk diamati dibawah mikroskop disekting dengan perbesaran 40 kali dan diidentifikasi.

Identifikasi spora. Identifikasi spora dilakukan dengan membuat preparat awetan menggunakan media Polyvinil Laktofenol Gliserol (PVLG). Identifikasi dilakukan berdasarkan pada bentuk spora, ukuran spora, warna, suspensor (bila ada), jumlah lapisan dan ornamentasi dinding spora serta sel pelengkap (Brundrettet al.1994). Identifikasi dilakukan dengan menggunakan mikroskop disekting dan mikroskop majemuk, buku panduan Schenck & Perez (1990), INVAM (2006) dan publikasi lainnya.

HASIL

(11)

3

Tabel 1. Spora CMA hasil biakan pot yang diisolasi dan diidentifikasi

Spesies CMA Asal rizosfer/

tanah

Lokasi pengambilan contoh tanah

Acaulospora delicata

Padi Desa Jatiserang, Kec. Panyingkiran, Kab. Majalengka (D1) Acaulospora

foveata

Ubi jalar Desa Colalisa, Kec. Sindang Kasih, Kab. Majalengka (D7) Acaulospora

tuberculata

Kacang tanah Desa Jatiserang, Kec. Panyingkiran, Kab. Majalengka (D9) Glomus

diaphanum

Jagung Dukuh Asem, Kec. Sindang Kasih, Kab. Majalengka (D6) Glomus

etunicatum

Jagung Dukuh Asem, Kec. Sindang Kasih, Kab. Majalengka (D3&D6)

Jagung Desa Jatiserang, Kec. Panyingkiran, Kab. Majalengka (D8) Padi Desa Sukagalih, Kec. Cikalong, Kab. Cianjur (D4)

Tanah pertanian

Dukuh Asem, Kec. Sindang Kasih, Kab. Majalengka (D5) Kacang tanah Desa Jatiserang, Kec. Panyingkiran, Kab. Majalengka (D9) Karet Jasinga, Kab. Bogor (D11)

Glomus geosporum

Padi Desa Jatiserang, Kec. Panyingkiran, Kab. Majalengka (D1) Jagung Dukuh Asem, Kec. Sindang Kasih, Kab. Majalengka

(D3&D6) Tanah

pertanian

Dukuh Asem, Kec. Sindang Kasih, Kab. Majalengka (D10) Glomus

intraradices

Padi Desa Jatiserang, Kec. Panyingkiran, Kab. Majalengka (D1) Kacang tanah Desa Jatiserang, Kec. Panyingkiran, Kab. Majalengka (D2) Glomussp.1 Kacang tanah Desa Jatiserang, Kec. Panyingkiran, Kab. Majalengka (D2)

Tanah pertanian

Dukuh Asem, Kec. Sindang Kasih, Kab. Majalengka (D5&10)

Keanekaragaman spora yang diperoleh dibedakan berdasarkan bentuk spora mulai agak bulat, bulat, lonjong, dan tak beraturan. Spora CMA yang diperoleh berwarna bening, kuning, cokelat sampai hitam. Bentuk, warna dan ukuran spora menggambarkan karakteristik dari masing – masing spora. Deskripsi dari masing – masing spesies CMA yang berhasil diisolasi sebagai berikut: 1. Acaulospora delicata Walker, Pfeiffer &

Bloss (Gambar 1)

Spora ditemukan tunggal, berbentuk bulat sampai agak bulat, hialin sampai kuning muda, berukuran 82-106 x 82-106 µm. Dinding spora terdiri atas 2 lapisan. Lapisan terluar tipis, hialin, tebal dinding ± 1 µm sebelum luruh dan berlanjut dengan dinding sel induk spora. Lapisan kedua menyatu dengan lapisan pertama, berwarna kuning muda, ketebalannya antara 2–3.5 µm. Tebal dinding keseluruhan antara 2.6–5.3 µm. Dinding perkecambahan terdapat dibagian terdalam dari dinding spora dan memisah dari dinding spora. Dinding perkecambahan berjumlah dua

lapis, hialin, fleksibel, dan tebalnya mencapai 1-2 µm. Sel induk spora hialin, berukuran 60 x 90 µm dan dijumpai dalam keadaan kempis. Spora berasal dari rizosfer padi dari Desa Jatiserang, Kec. Panyingkiran, Kab. Majalengka (D1). Preparat spora: ALY2; 6; 7; 8; 9; 10; 20; 21; 22; 23.

Gambar 1 SporaAcaulospora delicata yang pecah.

2. Acaulospora foveata Trappe & Janos (Gambar 2)

Spora ditemukan tunggal, berbentuk bulat sampai agak bulat, berwarna oranye sampai cokelat kemerahan, berukuran 467–495 x

(12)

467–495 µm. Dinding spora terdiri atas dua lapisan. Ketebalan dinding spora keseluruhan 6.6 µm. Lapisan pertama ialah lapisan terluar, berwarna oranye – cokelat, mempunyai perhiasan seperti kawah tersusun padat, rapat, dan berbentuk tidak beraturan. Diameter kawah 6.6-13.3 µm. Lapisan kedua tipis dan hialin. Spora yang ditemukan dalam keadaan kosong atau kempis dan tidak dijumpai adanya dinding perkecambahan. Sel induk spora tidak di temukan. Spora berasal dari rizosfer ubi jalar dari Desa Colalisa, Kec. Sindang kasih, Kab. Majalengka (D7). Preparat spora : ALY118.

Gambar 2 SporaAcaulospora foveatayang pecah.

3. Acaulospora tuberculata Janos & Trappe (Gambar 3)

Spora ditemukan tunggal, berbentuk bulat sampai agak bulat, berwarna kuning keemasan – cokelat, berukuran 126-165 x 130–165 µm. Dinding spora terdiri atas 3 lapisan. Lapisan pertama ialah dinding terluar yang berwarna kuning keemasan - cokelat kemerahan. Tebal dinding 4–6.6 µm, memiliki perhiasan berupa tonjolan halus, rapat dan seragam, tinggi tonjolan ±1 µm. Lapisan kedua ialah dinding unit, berwarna kuning, tebalnya 2-3.6 µm. Lapisan ketiga berupa membran yang hialin dan tipis, tebal ±1 µm. Sel induk spora tidak ditemukan. Dinding kecambah tidak ada. Spora berasal dari rizosfer kacang tanah dari Desa Jatiserang, Kec. Panyingkiran, Kab. Majalengka (D9). Preparat spora: ALY129; 131; 133; 136; 139; 140.

Gambar 3 Spora Acaulospora tuberculata yang pecah.

4. Glomus diaphanumMorton & Walker (Gambar 4)

Spora ditemukan tunggal, berbentuk bulat sampai agak bulat, berwarna putih kecokelatan, berukuran 66.5–93.1 x 93.1-106.4 µm. Dinding spora terdiri atas dua lapisan. Lapisan pertama hialin, rapuh dan hancur saat spora pecah. Lapisan kedua hialin, tipis seperti membran. Tebal dinding keseluruhan sekitar 2.6–6.6 µm. Dinding spora berlanjut dengan dinding ‘subtending’ hifa (hifa sporogen), mudah rapuh. ‘Subtending’ hifa hialin, berdiameter 5.3-13.3 µm. Spora berasal dari rizosfer jagung dari Dukuh Asem, Kec. Sindang kasih, Kab. Majalengka (D6). Preparat spora: ALY98; 100; 102; 103; 105; 113; 114; 117.

Gambar 4 Spora utuhGlomus diaphanum. 5. Glomus etunicatum Becker &

Gerdemann (Gambar 5)

Spora ditemukan tunggal, berbentuk bulat sampai agak bulat, kuning muda – cokelat, spora berukuran 106-165 x 113-165 µm. Permukaan dinding dikelilingi lemak atau dinding yang luruh. Dinding spora terdiri atas dua lapisan. Lapisan pertama hialin dan tipis. Lapisan kedua kuning – cokelat, ketebalannya antara 2–6 µm, menjadi lebih gelap saat spora dewasa. Ketebalan dinding keseluruhan 6.6 µm. Dinding ‘subtending’ hifa berlanjut dengan dinding spora. ‘Subtending hifa hialin – kuning muda, diameternya 2.6–6.6 µm. Spora berasal dari rizosfer jagung dari Dukuh Asem, Kec. Sindang kasih, Kab. Majalengka (D3 & D6), rizosfer padi dari Desa Sukagalih, kec. Cikalong, Kab. Cianjur (D4), tanah pertanian dari Dukuh Asem, Kec. Sindang kasih, Kab. Majalengka (D5), rizosfer jagung dari Desa Jatiserang, Kec Panyingkiran, Kab. Majalengka (D8), rizosfer kacang tanah dari Desa Jatiserang, Kec Panyingkiran, Kab. Majalengka (D9) dan rizosfer karet dari Jasinga, Kab. Bogor (D11). Preparat spora: D3:ALY43; 44; 45; 46; 49; 51; 52; 53; 54; 55; 56; D4:ALY 57; 58; 59; 60; 61; 62; 63; 64; 65; 66; 67; 68; 69; 70; 71 ; D5:ALY71; 72; 40 µm

20 µm

(13)

5

73; 74; 77; 78; 79; 80; 81; 82; 83; 84; 85; 86;

87; 89; 90; 91; 92; 93; 94; 95; 96; 97; D6:ALY101; 106; 107; 108; 109; 110; 111; 112; 115; 116; D8:ALY119; 120; 121; 122; 123; 124; 125; D9:ALY126; 127; 128; 130; 132; 134; 135; 137; D11:ALY145; 146; 147; 148; 149; 150.

Gambar 5 Spora utuhGlomus etunicatum 6. Glomus geosporum (Nicolson &

Gerdemann) Walker

Spora tunggal (Gambar 6a) atau dalam agregat (Gambar 6b), berbentuk bulat, agak bulat sampai lonjong, berwarna kuning -cokelat tua kemerahan, berukuran 59.8-106.4 x 66.5-165 µm. Permukaan dinding luar spora dikelilingi lemak atau dinding yang luruh. Dinding spora terdiri atas 3 lapisan yaitu dinding luar hialin kecokelatan, tebal dinding ±1 µm. Dinding kedua berwarna kuning -cokelat tua, ketebalan dinding mencapai 11 µm. Lapisan ketiga tipis (<1 µm) dan fleksibel. Dinding spora berlanjut dengan dinding ‘subtending’ hifa, ‘subtending’ hifa berwarna kuning - cokelat, lurus dan simpel. Diameter ‘subtending’ hifa berkisar antara 4–17 µm. Spora berasal dari rizosfer padi dari Desa Jatiserang, Kec Panyingkiran, Kab. Majalengka (D1), rizosfer jagung dari Dukuh Asem, Kec. Sindang kasih, Kab. Majalengka (D3 & D6) dan tanah pertanian dari Dukuh Asem, Kec. Sindang kasih, Kab. Majalengka (D10). Preparat spora: D1-ALY7; 11; 12; 13; 14; 18 ; D3:ALY47; 48; 50; D6:ALY 99; 101; 104; 107; 108; 109; 110; 111; 112; 115; 116; D10-ALY142; 143; 144.

Gambar 6a Sepasang sporaGlomus geosporum.

Gambar 6b SporaGlomus geosporum dalam agregat.

7. Glomus intraradices Schenck & Smith (Gambar 7)

Spora ditemukan tunggal, berbentuk bulat sampai agak bulat, kuning – cokelat, berukuran 83–192 x 93-192 µm. Permukaan dinding mulus dan transparan. Spora berisi lemak berwarna kuning hingga cokelat terang. Dinding spora terdiri atas dua lapisan. Lapisan pertama hialin, tebal 1-2 µm dan mudah luruh. Lapisan kedua berwarna kuning - cokelat. Tebal dinding keseluruhan 2.6–5.3 µm. Dinding ‘subtending’ hifa berlanjut dengan dinding spora, ‘subtending’ hifa hialin -kuning kecokelatan, diameter ‘subtending’ hifa 6.6 – 18.6 µm. Spora berasal dari rizosfer padi dari Desa Jatiserang, Kec. Panyingkiran, Kab. Majalengka (D1) dan rizosfer kacang tanah dari Desa Jatiserang, Kec. Panyingkiran, Kab. Majalengka (D2). Preparat spora: D1:ALY1; 3; 4; 5; 15; 16; 17;19 ; D2:ALY24; 25; 26; 27; 28; 29; 30; 33; 34; 35; 36; 37; 38; 39; 40; 41; 42.

Gambar 7 Spora utuhGlomus intraradices. 8 Glomussp.1(Gambar 8)

Spora ditemukan tunggal, berbentuk bulat sampai agak bulat, kuning – cokelat tua, berukuran 106–165 x 106-165 µm. Permukaan dinding spora dikelilingi lemak, dinding mulus, tampak berkilau, transparan, spora berisi lemak berwarna oranye membentuk granul yang akan bertambah saat tua. Tebal dinding keseluruhan 6.6–13 µm. Dinding terdiri atas 3 lapisan. Lapisan pertama yaitu dinding terluar yang tipis, hialin, dan meluruh saat dewasa. Lapisan kedua, 20 µm

20 µm

40 µm

(14)

berwarna kuning sampai cokelat kemerahan. Lapisan ketiga tipis berupa membran, berwarna kuning – cokelat. Dinding ‘subtending’ hifa berlanjut dengan dinding spora, ‘subtending’ hifa hialin – kuning kecokelatan, diameter ‘subtending’ hifa 6.6– 13.3 µm. Spora berasal dari rizosfer kacang tanah dari Desa Jatiserang, Kec. Panyingkiran, Kab. Majalengka (D2) dan tanah pertanian dari Dukuh Asem, Kec. Sindang kasih, Kab. Majalengka (D5 & D10). Preparat spora: D2:ALY24; 31; 32; D5:ALY75; 76; 88; D10:ALY141.

Gambar 8 Spora utuhGlomussp. 1. PEMBAHASAN

Spora Acaulospora delicata yang ditemukan berasal dari rizosfer padi (D1), memiliki kesamaan ciri dengan yang dipertelakan oleh Walker, Pfeiffer & Bloss (1986). Ukuran yang diperoleh relatif lebih kecil dibandingkan dengan ukuran yang telah dilaporkan Walker, Pfeiffer & Bloss (1986) yaitu 80-125(-150) x 80-110(-140) µm, INVAM (2006) melaporkan spesies ini berukuran 80-(86)-120 µm, sedangkan spora yang diperoleh berukuran 82-106 x 82-106 µm. Sel induk spora hialin, berukuran 60 x 90 µm. Hasil penelitian sebelumnya di Indonesia melaporkan bahwa sporaA. delicata pernah ditemukan pada tanah asam di Jawa barat berwarna kuning tua dan berukuran 110-130 x 100-120 µm (Widiastuti & Kramadibrata 1992), pada rizosfer kedelai sporanya berukuran 94-116 x 96-101µm, dan berwarna kuning (Kramadibrataet al.1995), serta pada rizosfer salak sporanya berwarna kuning pucat dan berukuran 106-110 µm (Retnaningsih 1998).

Sel induk spora atau kantung sporifora merupakan struktur awal dalam perkembangan spora dari genusAcaulospora dan Entrophospora, dimana spora dibentuk dari ‘subtending’ hifa yang menggembung. Spora tua akan terlepas dari kantung sporifora dan akan menjadi spora tunggal. Perbedaan antara Acaulosporadan Entrophospora yaitu spora Acaulospora dibentuk pada bagian

lateral ‘subtending’ hifa kantung sporifora, sedangkan spora Entrophospora dibentuk di dalam ‘subtending’ hifa kantung sporifora. Dinding spora Acaulospora dan Entrophospora berlanjut dan tidak membentuk pori sebagaimana pada ‘subtending’ hifaGlomus(INVAM 2006).

Spora A. foveata yang berhasil diisolasi dari rizosfer ubi jalar (D7) mempunyai kesamaan warna dan bentuk seperti yang dipertelakan pertama kali oleh Janos & Trappe (1982). Sel induk spora tidak ditemukan. Spora ditemukan dalam keadaan kempis. Ukuran spora yang diperoleh relatif lebih besar dibandingkan dengan ukuran yang telah dilaporkan Janos & Trappe (1982) yaitu 185-310(-410) x 215-350(-480) µm, INVAM (2006) melaporkan spesies ini berukuran 240-360 µm, sedangkan spora yang diperoleh berukuran 467–495 x 467– 495 µm.

Catatan sebaran A. foveata di Indonesia telah dilaporkan oleh Widiastuti dan Kramadibrata (1992) spora spesies ini berukuran 250-230 x 250-370 µm dan berwarna kuning tua dari rizosfer alang -alang, Widiastuti dan Kramadibrata (1993) melaporkan spora spesies ini berwarna cokelat muda dan berukuran 150-220 x 150-220 µm dari rizosfer kelapa sawit, Kramadibrataet al. (1995) melaporkan spora spesies ini berwarna kuning muda – kuning kehijauan, berukuran 200 x 200 µm, Setya (1995) melaporkan spora spesies ini berwarna kuning tua sampai cokelat, berukuran 324-324 x 325-325 µm dan Prastyo (2004) melaporkan sporaA. foveata berwarna kuning sampai cokelat, berukuran 115-288 x 115-288 µm. Menurut Setya (1995), Setyaet al.(1995) dan Prastyo (2004) spesies ini ditemukan pada rizosfer bambu (Dendrocalamus asper, Gigantochloa apus dan Schizostachyum zollingeri), Lucia (2005) menemukan spora berukuran 129-144 x 108-151 µm, berwarna cokelat pada rizosfer tanaman manggis (Garcinia mangostana L.). Sementara Puspitasari (2005) melaporkan bahwa spora A. foveata yang ditemukan berwarna kuning sampai cokelat dan berukuran 98-246 x 98-256 µm pada berbagai rizosfer tumbuhan di hutan pantai Ujung Genteng, Sukabumi antara lain rizosfer Bischofia javanica Bl., Bridelia insulana Hance, Buchanania arborescens (Bl.) F. Muell. danCerbera manghasL.

(15)

7

kecil dibandingkan dengan ukuran yang telah

dilaporkan Janos & Trappe (1982) yaitu berukuran 225-327 x 255-340 µm, INVAM (2006) melaporkan spesies ini berukuran 140-220 µm, sedangkan spora yang ditemukan berukuran 86-385 x 86-275 µm.

Hasil penelitian sebelumnya spesies A. tuberculata di Indonesia dilaporkan oleh Kramadibrata et al. (1995) sporanya berukuran 220-240 x 210-240 µm, berwarna kuning – cokelat sampai cokelat, Septyarini (1999) pada rizosfer jagung, kesemek, singkong dan sirsak sporanya berukuran 105.2-192 x 105.6-163 µm dan berwarna merah atau kecokelat-cokelatan, Prastyo (2004) melaporkan spora spesies ini berukuran 50-192 x 50-192 µm dan berwarna kuning muda pada rizosfer bambu (D. asper, G. apus, G. manggong dan S. zollingeri), Lucia (2005) pada rizosfer manggis, sporanya berukuran 131-172 x 129-181 µm, berwarna kuning kecokelatan. Sementara Puspitasari (2005) melaporkan bahwa spora A. foveata yang ditemukan berwarna kuning sampai kuning cokelat, berukuran 93-300 x 93-300 µm pada berbagai rizosfer tumbuhan di hutan pantai Ujung Genteng, Sukabumi antara lain rizosfer Bischofia javanica Bl., Buchanania arborescens (Bl.) F., Cinnamomum inners Reinw. ex. Bl., Dysoxylum parasiticum (Osb.) Kosterm., Erythrina orientalis (L.) Murr., Ficus septica Burm. f., F. variegata Bl., danGnetum latifoliumBl.

Spora Glomusdibentuk dari dinding yang sama dengan dinding ‘subtending’ hifa. Spora berasal dari bagian terminal atau interkalar ‘subtending’ hifa yang silindris dan mengembang membentuk spora. Spora Glomus hanya memiliki satu dinding yang berhubungan dangan ‘subtending’ hifa, terdiri atas 1 sampai 4 lapisan atau lebih (INVAM 2006).

Spora G. diaphanum yang berhasil diisolasi mempunyai kesamaan warna dan bentuk seperti yang dipertelakan Morton & Walker (1984). Ukuran spora yang diperoleh relatif lebih kecil dibandingkan dengan ukuran yang telah dilaporkan oleh Morton & Walker (1984) (39)–74-(121) µm, INVAM (2006) melaporkan spesies ini berukuran 60-120 µm, sedangkan spora yang ditemukan berukuran 66.5–93.1 x 93.1-106.4 µm. Spora spesies ini ditemukan pada rizosfer jagung (D6), sedangkan Morton & Walker (1984) memperoleh spesies ini dari biakan pot dengan menggunakan jagung sebagai tumbuhan inang.

Spora G. etunicatum yang berhasil diisolasi mempunyai kesamaan warna dan bentuk seperti yang dipertelakan Becker & Gerdemann (1977) dan INVAM (2006). Spora ditemukan di rizosfer jagung (D3 & D8), padi (D4), kacang tanah (D9), karet (D11) dan tanah pertanian dari Majalengka (D5). Becker & Gerdemann (1977) juga melaporkan adanya spesies ini pada rizosfer jagung dan memiliki kisaran ukuran 68-144(-162) µm, INVAM (2006) melaporkan spesies ini berukuran 60-160 µm, sedangkan spora yang ditemukan berukuran 109-165 x 113-165 µm. Redecker & Raab (2006) menyatakan bahwa G. etunicatum tergolong ke dalam Glomus grup B.

Hasil penelitian sebelumnya di Indonesia telah dilaporkan oleh Kramadibrata & Widiastuti (1992) yang menemukan spora G. etunicatumberukuran 100-106 x 90-130 µm, berwarna cokelat muda, Retnaningsih (1998) melaporkan spora spesies ini berukuran 143-159 x 90.1-106 µm, berwarna kuning kecokelatan sampai cokelat kemerahan, Haerida & Kramadibrata (2002) melaporkan spora spesies ini berukuran 86.4-129.6 x 81.6-129.6 µm dan berwarna kuning kecokelatan – cokelat tua, Prastyo (2004) melaporkan spora spesies ini berwarna kuning – cokelat, berukuran 48-77(-156) x 48-77(-156) µm pada rizosfer bambu (D. asper, G. apus, G. atraviolacea, Schizostachyum sp. dan Bambusa vulgaris), Lucia (2005) menemukan spora berukuran 47-107 x 43-99 µm, berwarna kuning sampai cokelat kemerahan pada rizosfer tanaman manggis. Sementara Puspitasari (2005) melaporkan bahwa spora spesies ini berwarna kuning sampai cokelat kemerahan, berukuran 61-149 x 68-170 (-207)µm ditemukan pada berbagai rizosfer tumbuhan di hutan pantai Ujung Genteng, Sukabumi antara lain pada rizosfer Buchanania arborescens (Bl.) F. Muell., Cinnamomum iners Reinw. ex Park., Diospyros maritimaBl. var. calycina K & V. danDysoxylum arborescenssMiq.

(16)

menyatakan bahwa G. geosporum tergolong ke dalamGlomusgrup A.

Hasil penelitian spora G. geosporum sebelumnya di Indonesia dilaporkan oleh Prastyo (2004) berwarna cokelat sampai merah, berukuran 48-77(-122) x 48-77(-122) µm pada rizosfer bambu (D. asperi dan G. apus), Lucia (2005) menemukan spora berukuran 99-124 x 92-107 µm, berwarna cokelat kemerahan pada rizosfer tanaman manggis. Sementara Puspitasari (2005) melaporkan bahwa sporaG. geosporumyang ditemukan berwarna kuning kecokelatan, cokelat tua sampai cokelat kemerahan, berukuran 97-219 x 97-219 µm pada berbagai rizosfer tumbuhan di hutan pantai Ujung Genteng, Sukabumi antara lain pada rizosfer Ardisia humilis Vahl., Averrhoa bilimbi L., Bischofia javanica Bl. , Bridelia insulanaHance dan Buchanania arborescens (Bl.) F. Muell.

Spora G. intraradices yang berhasil diisolasi mempunyai kesamaan warna dan bentuk seperti yang dipertelakan oleh Schenck & Smith (1982) dan INVAM (2006). Spesies ini ditemukan pada rizosfer padi (D1) dan rizosfer kacang tanah (D2). Ukuran spora yang diperoleh yaitu 83–192 x 93-192 µm yang relatif lebih besar dibandingkan dengan ukuran yang telah dilaporkan oleh Schenck & Smith (1982) yaitu (40.5-)98.5(-190) dan INVAM (2006) yaitu 40-140 µm. Redecker & Raab (2006) menyatakan bahwa Glomus intraradicestergolong ke dalamGlomusgrup A. Sedangkan spora Glomus sp.1 belum berhasil diidentifikasi hingga tingkat spesies karena tidak ditemui kemiripan karakter dengan yang dipertelakan dalam pustaka.

Dalam penelitian ini satu spesies CMA dapat menginfeksi lebih dari satu spesies tumbuhan inang. CMA yang penyebarannya paling luas ialah G. etunicatum (7 contoh tanah), sedangkan CMA yang penyebarannya paling sempit ialahA. delicata , A. foveata, A. tuberculata dan G. diaphanum (masing – masing 1 contoh tanah).

Demikian pula satu tanaman dapat bersimbiosis dengan lebih dari satu macam CMA. Keanekaragaman tertinggi di jumpai pada contoh tanah rizosfer jagung dari Dukuh Asem, Kec. Sindang Kasih, Kab. Majalengka (D6) dan rizosfer padi dari desa Jatiserang, Kec. Panyingkiran, Kab. Majalengka (D1). Satu jenis tanaman yang berasal dari daerah yang berbeda dapat bersimbiosis dengan CMA yang berbeda. Hayman (1975) menjelaskan bahwa simbiosis CMA dengan tanaman sangat dipengaruhi oleh jenis tanah,

spesies tanaman, spesies CMA dan interaksi ketiganya. Perbedaan tanaman inang dan kesuburan tanah juga mempengaruhi perbedaan populasi CMA di lapang. Selain itu, menurut Widiastuti dan Kramadibrata (1992), perbedaan lokasi dan rizosfer menyebabkan perbedaan keragaman spesies dan populasi CMA.

SIMPULAN

Cendawan mikoriza arbuskula yang berhasil diisolasi dan diidentifikasi dari 11 contoh tanah yang berasal dari rizosfer padi, jagung, ubi jalar, kacang tanah, karet dan tanah pertanian dari Jawa Barat yaitu genus Acaulospora dan Glomus. CMA yang ditemukan berjumlah 8 spesies terdiri atasA. delicata, A. foveata, A. tuberculata, G. diaphanum, G. etunicatum, G. geosporum, G. intraradicesdanGlomussp.

DAFTAR PUSTAKA

Abbott LK, Robson AD. 1982. The role of VA mycorrhizae fungi in agriculture and the selection of fungi for inoculation. Aust J Agric Res33:389-395.

Becker WN, Gedermann JW. 1997. Glomus etunicatussp. nov.Mycotaxon6:29-32. Brundrett M, Bougher N, Dell B, Groove T,

Malajczuk N. 1994. Working with mycorrhizas in forestry and agriculture. Wembley: CSI RO Centre for mediterranean Agriculture Research. Haerida I, Kramadibrata K. 2002. Identifikasi

jamur mikoriza arbuskula pada rizosfer tanaman jagung manis di Jawa. Floribunda2:33-37.

Hayman DS. 1975. The occurrrence of mycorrhizas in field crops as affected by soil fertility.InSanders FE, B Mosse dan PB Tinker (Eds.). Endomycorrhizas, p.495-509. New York and London Academic Pres.

[INVAM] International Collection of Arbuscular and Vesicular-Arbuscular Mycorrhizal. 2006. Classification.

[terhubung berkala].

(17)

9

Janos DP, Trappe JM. 1982. Two new

Acaulospora species from tropical America.Mycotaxon15:515-522. Kramadibrata K, Riyanti EI, Simanungkalit

RDM. 1995. Arbuscular mycorrhizal fungi from the rhizospheres of soybean crops in Lampung and West Java. Biotropia8:30-38.

Lucia Y. 2005. Cendawan mikoriza arbuskula pada rizosfer tanaman manggis dan peranannya terhadap pertumbuhan bibit manggis (Garcinia mangostanaL.) [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Morton JB, Walker C. 1984. Glomus diaphanum: A new species in the Endogonaceae common in West Virginia. Mycotaxon21:431-440.

Morton JB. 1988. Taxonomy of VA Mycorrhizal fungi: classification, nomenclature and identification. Mycotaxon32:267-342.

Prastyo H. 2004. Cendawan mikoriza arbuskula pada bambu [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Puspitasari RT. 2005. Keanekaragaman Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA) di hutan pantai Ujung Genteng, Sukabumi-Jawa Barat [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Redecker D. 2005. Glomeromycota.

Arbuscular mycorrhizal fungi and their relative(s). [terhubung berkala]. http://tolweb.org/Glomeromycota/28715/ 2005.07.01 in The Tree of Life Web Project, http://tolweb.org/ [20 Desember 2006].

Redecker D, Raab P. 2006. Phylogeny of the Glomeromycota (arbuscular mycorrhizal fungi): recent developments and new gene marker.Mycologia98(6):885-895. Retnaningsih E. 1998. Biodiversitas cendawan

mikoriza arbuskula pada rizosfer salak [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Schenck NC, Perez Y. 1990.Manual for The Identification of VA Mycorrhiza Fungi.

3rd Edition. Gain sville: Synergistic publication.

Schenck NC, Smith GS. 1982. Additional new and unreported species of mycorrhizal fungi (Endogonaceae) from Florida. Mycologia74:77-92.

Schüâler A, Schwarzott D, Walker C. 2001. A new fungal phylum, theGlomeromycota: phylogeny and evolution. Mycol Res 105:1413-1421.

Septyarini. 1999. Cendawan Mikoriza Arbuskula di Kebun Plasma Nutfah Puslit Bioteknologi – LIPI, Cibinong [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Setya AP. 1995. Mikoriza arbuskula pada rizosfer beberapa spesies bambu di Kebun Raya Bogor [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Setya AP, Gunawan AW, Kramadibrata K. 1995. Cendawan mikoriza arbuskula pada bambu di Kebun Raya Bogor. Hayati 2: 85-86.

Sieverding E, Oehl F. 2006. Revision of Entrophospora and description of Kuklospora and Intraspora, two new genera in the arbuscular mycorrhizal Glomeromycetes. J Appl Bot Food Quality80:69-81.

Smith SE, Smith FA, Jacobsen I. 2003. Mycorrhizal fungi can dominate phosphate supply to plants irrespective of growth responses. Plant Physiol 133:16-20.

Spain JL, Sieverding E, Oehl F. 2006. Appendicispora: a new genus in the arbuscular mycorrhiza forming Glomeromycetes, with a discussion of the genusArchaeospora.Mycotaxon 97:163-182.

Walker C. 1982. Species in the endogonaceae: a new species (Glomus occultum) and a new combination (Glomus geosporum). Mycotaxon15:40-61.

(18)

Walker C, Pfeiffer CM, Bloss HE. 1986. Acaulospora delicata sp. nov. an endomycorrhizal fungus from Arizona. Mycotaxon25:621-628.

Walker C, Schüâler A. 2002. Glomeromycota.

[terhubung berkala].

http://invam.caf.wvu.edu/fungi/ Glomeromycota. [20 Desember 2006]. Widiastuti H, Kramadibrata K. 1992. Jamur

mikoriza bervesikula-arbuskula di beberapa tanah masam dari Jawa Barat. Menara perkebunan60:9-19.

(19)

1

(20)

Lampiran 1 Komposisi larutan hara Johnson Hara makro Senyawa Berat

Molekul

Konsentrasi Larutan stok (M)

Konsentrasi Larutan stok

(g/l)

Volume larutan stok/l larutan

final (ml)

KNO3 101,10 1,00 101,10 6,00

Ca(NO3)2.4H2O 236,16 1,00 236,16 4,00

NH4H2PO4 115,08 1,00 115,08 2,00

MgSO4.7H2O 146,49 1,00 146,49 1,00

Hara mikro Senyawa Berat

Molekul

Konsentrasi Larutan stok

(M)

Konsentrasi Larutan stok

(g/l)

Volume larutan stok/l larutan final

(ml)

KCl 74,55 50,00 3,738

H2BO3 61,84 25,00 1,546

MnSO4.H2O 169,01 2,00 0,338

ZnSO4.7H2O 287,55 2,00 0,575 CuSO4.5H2O 249,71 0,50 0,125 H2MoO4(85%MoO3) 161,97 0,50 0,081

1,00

(21)

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI CENDAWAN MIKORIZA

ARBUSKULA ASAL TANAH PERTANIAN

DAN PERKEBUNAN JAWA BARAT

ARIEZA LENNY YOVITA

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(22)

ARIEZA LENNY YOVITA. Isolasi dan Identifikasi Cendawan Mikoriza Arbuskula Asal Tanah Pertanian dan Perkebunan Jawa Barat. Dibimbing oleh NAMPIAH SUKARNO dan KARTINI KRAMADIBRATA.

Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA) ialah cendawan tanah yang bersimbiosis mutualistik dengan akar tumbuhan yaitu sekitar 80% tumbuhan berpembuluh. CMA memiliki keragaman yang cukup tinggi dan berperan dalam mempertahankan keragaman tumbuhan dan pemeliharaan ekosistem, namun penelitian di Indonesia tentang keanekaragaman CMA masih terbatas. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi CMA asal tanah pertanian dan perkebunan di Jawa Barat, berdasarkan karakter morfologi spora. Contoh tanah berasal dari rizosfer Oryza sativa L. dari Majalengka (D1) dan Cianjur (D4), Arachis hypogaea L. dari Majalengka (D2 dan D9), Zea maysL. dari Majalengka (D3, D6 dan D8), Ipomoeae batatasL. dari Majalengka (D7), Hevea brasiliensis Mull. Arg. dari Bogor (D11) dan tanah pertanian dari Majalengka (D5 dan D10). Contoh tanah dan zeolit steril dibuat biakan pot untuk perbanyakan spora CMA dengan menggunakan Sorghum bicolor Benth. dan Centrosema pubescens Benth. sebagai tanaman inang. Spora diisolasi dari biakan pot dengan menggunakan metode tuang saring basah dilanjutkan dengan sentrifugasi. Spora CMA yang berhasil diisolasi dan diidentifikasi tergolong ke dalam dua genus yaituAcaulosporadanGlomus. AnggotaAcaulosporayang berhasil diidentifikasi terdiri atas A. delicata (D1), A. foveata (D7), dan A. tuberculata(D9) sedangkan Glomus terdiri atas G. diaphanum (D6), G. etunicatum (D3, D4, D5, D6, D8, D9 dan D11),G. geosporum (D1, D3, D6 dan D10), G. intraradices(D1 dan D2) danGlomussp.1 (D2, D5 dan D10).

ABSTRACT

ARIEZA LENNY YOVITA. Isolation and Identification Arbuscular Mycorrhizal Fungi from Agriculture land and Plantation of West Java. Supervised by NAMPIAH SUKARNO and KARTINI KRAMADIBRATA.

(23)

PENDAHULUAN

Cendawan mikoriza arbuskula (CMA) ialah cendawan tanah yang bersimbiosis mutualistik dengan akar tumbuhan yaitu sekitar 80% tumbuhan berpembuluh (Smithet al. 2003). Cendawan simbion menerima karbohidrat dari tumbuhan dan berperan sebagai bentuk perpanjangan sistem akar, sehingga meningkatkan penyerapan mineral (Redecker 2005). Dalam asosiasinya dengan tumbuhan, CMA membentuk organ pada bagian dalam dan bagian luar akar tumbuhan. Beberapa organ yang terbentuk di dalam akar yaitu hifa internal, vesikula, hifa gelung, arbuskula dan spora, sedangkan organ CMA yang terdapat pada bagian luar akar yaitu hifa eksternal dan spora (Abbot & Robson 1982).

CMA diketahui hanya membentuk struktur reproduksi aseksual yaitu berupa klamidospora dan azigospora yang dibentuk di luar atau terkadang di dalam akar dalam bentuk tunggal, agregat (kumpulan) atau sporokarp. Spora CMA berukuran antara 40 sampai 800 µm dengan dinding berlapis-lapis dan mengandung ratusan inti. Identifikasi CMA dengan menggunakan spora (Redecker 2005, Redecker & Raab 2006).

Secara tradisional, taksonomi CMA berdasarkan pada morfologi sporanya, yaitu pembentukan spora pada hifa. Hal ini untuk membatasi genus dan famili, sedangkan struktur lapisan dinding spora untuk membedakan spesies sebagaimana yang dijelaskan oleh Walker (1983) dan Morton (1988). Sejak metode molekuler filogenetik digunakan untuk menjelaskan hubungan diantara cendawan tersebut, maka klasifikasinya mengalami transisi (Redecker 2005). Walker dan Schuâler (2002) menjelaskan bahwa dengan analisis molekuler dapat memberikan informasi yang menerangkan beberapa spesies yang secara morfologi tidak bisa dibedakan. Secara umum filogeni molekuler menunjukkan bahwa keragaman cendawan tersebut lebih tinggi pada tingkat filum dan genus dibandingkan pada pengamatan mikroskopik morfologi spora. Namun hingga saat ini belum ada konsep molekuler spesies untuk cendawan tersebut (Redecker 2006).

Berdasarkan analisis ribosomal RNA CMA berkerabat dekat dengan Ascomycota dan Basidiomycota namun tidak monofiletik dengan filum Zygomycota karena tidak membentuk zigospora. Oleh karena itu, Schüâler et al. (2001) menunjuk ordo Glomales menjadi filum Glomeromycota dan

secara tata bahasa berdasarkan ketentuan International Code of Botanical Nomenclature, nama ordo Glomales berubah menjadi Glomerales (Schüâleret al.2001, Redecker & Raab 2006). CMA tergolong ke dalam filum Glomeromycota, kelas Glomeromycetes yang terdiri atas 4 ordo yaitu Glomerales, Paraglomales, Archaeosporales dan Diversiporales (Schüâleret al.2001).

Anggota ordo Glomerales yaitu famili Glomeraceae yang terdiri atas genus Glomus grup A dan B yang bersifat monofiletik. Anggota ordo Paraglomales yaitu famili Paraglomaceae terdiri atas Paraglomus. Anggota ordo Archaeosporales yaitu famili Geosiphonaceae terdiri atasGeosiphon, famili Archaeosporaceae terdiri atas Archaeospora (Redecker 2006) dan Intraspora (Sieverding & Oehl 2006), famili Appendicisporaceae terdiri atasAppendicispora(Spainet al.2006). Anggota ordo Diversiporales yaitu famili Gigasporaceae terdiri atas Gigaspora dan Scutellospora, famili Pacisporaceae terdiri atas Pacispora, famili Diversiporaceae memiliki anggota Glomus grup C dan Diversispora, famili Acaulosporaceae terdiri atas Acaulospora (Redecker & Raab 2006) dan Kuklospora, famili Entrophosporaceae terdiri atas Entrophospora (Sieverding & Oehl 2006).

CMA memiliki keragaman yang cukup tinggi dan berperan dalam mempertahankan keragaman tumbuhan serta pemeliharaan ekosistem, namun penelitian keragaman CMA di Indonesia masih terbatas. Inventarisasi CMA pada lahan pertanian di Indonesia telah dilakukan antara lain pada rizosfer alang-alang, jagung dan kakao (Widiastuti & Kramadibrata 1992), rizosfer kelapa sawit (Widiastuti & Kramadibrata 1993), pada tanaman kedelai (Kramadibrata et al. 1995), pada tanaman salak (Retnaningsih 1998), pada tanaman jagung, jamblang, kedelai, kesemek, mangga, pepaya, singkong, sirsak dan sungkai (Septyarini 1999), pada bambu (Setya 1995, Setya et al. 1995 dan Prasetyo 2004), pada rizosfer jagung manis (Haerida dan Kramadibrata 2002), pada berbagai rizosfer tumbuhan di hutan pantai (Puspitasari 2005), dan pada rizosfer manggis (Lucia 2005). Data morfologi CMA dari International Collection of Arbuscular and Vesicular-Arbuscular Mycorrhizal (INVAM) di Amerika Serikat digunakan sebagai acuan.

(24)

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat. Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Januari sampai November 2007 di Laboratorium Mikologi, Departeman Biologi, FMIPA IPB dan Laboratorium Tumbuhan Rendah, Bidang Botani, Pusat Penelitian Biologi, LIPI Cibinong.

Contoh Tanah. Bahan yang digunakan ialah 11 contoh tanah rizosfer tanaman pertanian dan perkebunan dari Jawa Barat yaitu rizosfer padi (Oryza sativa L.) dari Desa Jatiserang, Kec. Panyingkiran, Kab. Majalengka (D1) dan Desa Sukagalih, Kec. Cikalong, Kab. Cianjur (D4); rizosfer kacang tanah (Arachis hypogaea L.) dari Desa Jatiserang (D9) dan Dukuh Asem, Kec. Sindang Kasih, Kab. Majalengka (D2); rizosfer jagung (Zea mays L.) yang berasal dari Desa Jatiserang (D8), Dukuh Asem, Kec. Sindang Kasih, Kab. Majalengka (D3) dan (D6); rizosfer ubi jalar (Ipomoea batatasL.) dari Desa Colalisa, Kec. Sindang Kasih, Kab. Majalengka (D7); tanah dari Dukuh Asem, Kec. Sindang Kasih, Kab. Majalengka (D5 dan D10) serta rizosfer karet (Hevea brasiliensis Mull. Arg.) dari Jasinga, Kab. Bogor (D11). Huruf dan angka dalam tanda kurung menunjukkan nomor pot. Persiapan Inang. Benih (Sorghum bicolor Benth. dan Centrosema pubescens Benth.) direndam dalam alkohol 70% selama 1 menit dan dibilas dengan air steril sebanyak tiga kali. Selanjutnya direndam dalam larutan NaOCl 1% selama 5 menit dan dibilas dengan air steril sebanyak tiga kali, kemudian ditanam pada media zeolit steril di dalam nampan selama satu minggu.

Biakan Pot. Pot diisi media tanam zeolit steril dan contoh tanah kering udara disusun berlapis di dalam pot berukuran 200 g. Lapisan pertama adalah 50 g zeolit, di atasnya diberi 100 g contoh tanah, kemudian ditambahkan 50 g zeolit sebagai penutup. Selanjutnya inang berupa kecambahSorghum bicolor Benth. dan Centrosema pubescens Benth. yang berumur 1 minggu ditanam.

Biakan pot diletakkan di dalam rumah kaca dan dipelihara selama 3 bulan untuk memproduksi spora CMA. Pemeliharaan dilakukan dengan cara membersihkan

tanaman dari gulma dan kotoran, menyiram tanaman setiap hari, serta dipupuk setiap minggu dengan larutan Johnson 0,5 Fosfat (Lampiran 1). Spora CMA yang terbentuk di dalam biakan pot tersebut disaring kemudian diisolasi untuk selanjutnya diidentifikasi. Isolasi Spora. Isolasi spora dilakukan dengan menggunakan metode saring tuang basah dan dilanjutkan dengan metode sentrifugasi (Brundrettet al.1994). Media dari biakan pot sebanyak 100 g dicampur sampai homogen, kemudian disuspensikan dalam 1000 ml air, didiamkan selama beberapa detik, lalu disaring dengan menggunakan saringan bertingkat dengan pori berukuran 500, 250, 90, dan 63 µm. Hasil penyaringan tiap-tiap ukuran saringan disentrifus dengan kecepatan 2000 rpm selama 5 menit. Supernatan dibuang dan pelet diresuspensikan ke dalam 50% (b/v) sukrosa kemudian disentrifus selama 1 menit pada 2000 rpm. Supernatan dituangkan ke dalam saringan 63 µm dan sukrosa dibilas dengan air kemudian spora hasil penyaringan dikumpulkan dalam cawan petri untuk diamati dibawah mikroskop disekting dengan perbesaran 40 kali dan diidentifikasi.

Identifikasi spora. Identifikasi spora dilakukan dengan membuat preparat awetan menggunakan media Polyvinil Laktofenol Gliserol (PVLG). Identifikasi dilakukan berdasarkan pada bentuk spora, ukuran spora, warna, suspensor (bila ada), jumlah lapisan dan ornamentasi dinding spora serta sel pelengkap (Brundrettet al.1994). Identifikasi dilakukan dengan menggunakan mikroskop disekting dan mikroskop majemuk, buku panduan Schenck & Perez (1990), INVAM (2006) dan publikasi lainnya.

HASIL

(25)

2

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat. Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Januari sampai November 2007 di Laboratorium Mikologi, Departeman Biologi, FMIPA IPB dan Laboratorium Tumbuhan Rendah, Bidang Botani, Pusat Penelitian Biologi, LIPI Cibinong.

Contoh Tanah. Bahan yang digunakan ialah 11 contoh tanah rizosfer tanaman pertanian dan perkebunan dari Jawa Barat yaitu rizosfer padi (Oryza sativa L.) dari Desa Jatiserang, Kec. Panyingkiran, Kab. Majalengka (D1) dan Desa Sukagalih, Kec. Cikalong, Kab. Cianjur (D4); rizosfer kacang tanah (Arachis hypogaea L.) dari Desa Jatiserang (D9) dan Dukuh Asem, Kec. Sindang Kasih, Kab. Majalengka (D2); rizosfer jagung (Zea mays L.) yang berasal dari Desa Jatiserang (D8), Dukuh Asem, Kec. Sindang Kasih, Kab. Majalengka (D3) dan (D6); rizosfer ubi jalar (Ipomoea batatasL.) dari Desa Colalisa, Kec. Sindang Kasih, Kab. Majalengka (D7); tanah dari Dukuh Asem, Kec. Sindang Kasih, Kab. Majalengka (D5 dan D10) serta rizosfer karet (Hevea brasiliensis Mull. Arg.) dari Jasinga, Kab. Bogor (D11). Huruf dan angka dalam tanda kurung menunjukkan nomor pot. Persiapan Inang. Benih (Sorghum bicolor Benth. dan Centrosema pubescens Benth.) direndam dalam alkohol 70% selama 1 menit dan dibilas dengan air steril sebanyak tiga kali. Selanjutnya direndam dalam larutan NaOCl 1% selama 5 menit dan dibilas dengan air steril sebanyak tiga kali, kemudian ditanam pada media zeolit steril di dalam nampan selama satu minggu.

Biakan Pot. Pot diisi media tanam zeolit steril dan contoh tanah kering udara disusun berlapis di dalam pot berukuran 200 g. Lapisan pertama adalah 50 g zeolit, di atasnya diberi 100 g contoh tanah, kemudian ditambahkan 50 g zeolit sebagai penutup. Selanjutnya inang berupa kecambahSorghum bicolor Benth. dan Centrosema pubescens Benth. yang berumur 1 minggu ditanam.

Biakan pot diletakkan di dalam rumah kaca dan dipelihara selama 3 bulan untuk memproduksi spora CMA. Pemeliharaan dilakukan dengan cara membersihkan

tanaman dari gulma dan kotoran, menyiram tanaman setiap hari, serta dipupuk setiap minggu dengan larutan Johnson 0,5 Fosfat (Lampiran 1). Spora CMA yang terbentuk di dalam biakan pot tersebut disaring kemudian diisolasi untuk selanjutnya diidentifikasi. Isolasi Spora. Isolasi spora dilakukan dengan menggunakan metode saring tuang basah dan dilanjutkan dengan metode sentrifugasi (Brundrettet al.1994). Media dari biakan pot sebanyak 100 g dicampur sampai homogen, kemudian disuspensikan dalam 1000 ml air, didiamkan selama beberapa detik, lalu disaring dengan menggunakan saringan bertingkat dengan pori berukuran 500, 250, 90, dan 63 µm. Hasil penyaringan tiap-tiap ukuran saringan disentrifus dengan kecepatan 2000 rpm selama 5 menit. Supernatan dibuang dan pelet diresuspensikan ke dalam 50% (b/v) sukrosa kemudian disentrifus selama 1 menit pada 2000 rpm. Supernatan dituangkan ke dalam saringan 63 µm dan sukrosa dibilas dengan air kemudian spora hasil penyaringan dikumpulkan dalam cawan petri untuk diamati dibawah mikroskop disekting dengan perbesaran 40 kali dan diidentifikasi.

Identifikasi spora. Identifikasi spora dilakukan dengan membuat preparat awetan menggunakan media Polyvinil Laktofenol Gliserol (PVLG). Identifikasi dilakukan berdasarkan pada bentuk spora, ukuran spora, warna, suspensor (bila ada), jumlah lapisan dan ornamentasi dinding spora serta sel pelengkap (Brundrettet al.1994). Identifikasi dilakukan dengan menggunakan mikroskop disekting dan mikroskop majemuk, buku panduan Schenck & Perez (1990), INVAM (2006) dan publikasi lainnya.

HASIL

(26)

Tabel 1. Spora CMA hasil biakan pot yang diisolasi dan diidentifikasi Spesies CMA Asal

rizosfer/ tanah

Lokasi pengambilan contoh tanah

Acaulospora delicata

Padi Desa Jatiserang, Kec. Panyingkiran, Kab. Majalengka (D1) Acaulospora

foveata

Ubi jalar Desa Colalisa, Kec. Sindang Kasih, Kab. Majalengka (D7) Acaulospora

tuberculata

Kacang tanah Desa Jatiserang, Kec. Panyingkiran, Kab. Majalengka (D9) Glomus

diaphanum

Jagung Dukuh Asem, Kec. Sindang Kasih, Kab. Majalengka (D6) Glomus

etunicatum

Jagung Dukuh Asem, Kec. Sindang Kasih, Kab. Majalengka (D3&D6)

Jagung Desa Jatiserang, Kec. Panyingkiran, Kab. Majalengka (D8) Padi Desa Sukagalih, Kec. Cikalong, Kab. Cianjur (D4)

Tanah pertanian

Dukuh Asem, Kec. Sindang Kasih, Kab. Majalengka (D5) Kacang tanah Desa Jatiserang, Kec. Panyingkiran, Kab. Majalengka (D9) Karet Jasinga, Kab. Bogor (D11)

Glomus geosporum

Padi Desa Jatiserang, Kec. Panyingkiran, Kab. Majalengka (D1) Jagung Dukuh Asem, Kec. Sindang Kasih, Kab. Majalengka

(D3&D6) Tanah

pertanian

Dukuh Asem, Kec. Sindang Kasih, Kab. Majalengka (D10) Glomus

intraradices

Padi Desa Jatiserang, Kec. Panyingkiran, Kab. Majalengka (D1) Kacang tanah Desa Jatiserang, Kec. Panyingkiran, Kab. Majalengka (D2) Glomussp.1 Kacang tanah Desa Jatiserang, Kec. Panyingkiran, Kab. Majalengka (D2)

Tanah pertanian

Dukuh Asem, Kec. Sindang Kasih, Kab. Majalengka (D5&10)

Keanekaragaman spora yang diperoleh dibedakan berdasarkan bentuk spora mulai agak bulat, bulat, lonjong, dan tak beraturan. Spora CMA yang diperoleh berwarna bening, kuning, cokelat sampai hitam. Bentuk, warna dan ukuran spora menggambarkan karakteristik dari masing – masing spora. Deskripsi dari masing – masing spesies CMA yang berhasil diisolasi sebagai berikut: 1. Acaulospora delicata Walker, Pfeiffer &

Bloss (Gambar 1)

Spora ditemukan tunggal, berbentuk bulat sampai agak bulat, hialin sampai kuning muda, berukuran 82-106 x 82-106 µm. Dinding spora terdiri atas 2 lapisan. Lapisan terluar tipis, hialin, tebal dinding ± 1 µm sebelum luruh dan berlanjut dengan dinding sel induk spora. Lapisan kedua menyatu dengan lapisan pertama, berwarna kuning muda, ketebalannya antara 2–3.5 µm. Tebal dinding keseluruhan antara 2.6–5.3 µm. Dinding perkecambahan terdapat dibagian terdalam dari dinding spora dan memisah dari dinding spora. Dinding perkecambahan berjumlah dua

lapis, hialin, fleksibel, dan tebalnya mencapai 1-2 µm. Sel induk spora hialin, berukuran 60 x 90 µm dan dijumpai dalam keadaan kempis. Spora berasal dari rizosfer padi dari Desa Jatiserang, Kec. Panyingkiran, Kab. Majalengka (D1). Preparat spora: ALY2; 6; 7; 8; 9; 10; 20; 21; 22; 23.

Gambar 1 SporaAcaulospora delicata yang pecah.

2. Acaulospora foveata Trappe & Janos (Gambar 2)

Spora ditemukan tunggal, berbentuk bulat sampai agak bulat, berwarna oranye sampai cokelat kemerahan, berukuran 467–495 x

(27)

4

467–495 µm. Dinding spora terdiri atas dua

lapisan. Ketebalan dinding spora keseluruhan 6.6 µm. Lapisan pertama ialah lapisan terluar, berwarna oranye – cokelat, mempunyai perhiasan seperti kawah tersusun padat, rapat, dan berbentuk tidak beraturan. Diameter kawah 6.6-13.3 µm. Lapisan kedua tipis dan hialin. Spora yang ditemukan dalam keadaan kosong atau kempis dan tidak dijumpai adanya dinding perkecambahan. Sel induk spora tidak di temukan. Spora berasal dari rizosfer ubi jalar dari Desa Colalisa, Kec. Sindang kasih, Kab. Majalengka (D7). Preparat spora : ALY118.

Gambar 2 SporaAcaulospora foveatayang pecah.

3. Acaulospora tuberculata Janos & Trappe (Gambar 3)

Spora ditemukan tunggal, berbentuk bulat sampai agak bulat, berwarna kuning keemasan – cokelat, berukuran 126-165 x 130–165 µm. Dinding spora terdiri atas 3 lapisan. Lapisan pertama ialah dinding terluar yang berwarna kuning keemasan - cokelat kemerahan. Tebal dinding 4–6.6 µm, memiliki perhiasan berupa tonjolan halus, rapat dan seragam, tinggi tonjolan ±1 µm. Lapisan kedua ialah dinding unit, berwarna kuning, tebalnya 2-3.6 µm. Lapisan ketiga berupa membran yang hialin dan tipis, tebal ±1 µm. Sel induk spora tidak ditemukan. Dinding kecambah tidak ada. Spora berasal dari rizosfer kacang tanah dari Desa Jatiserang, Kec. Panyingkiran, Kab. Majalengka (D9). Preparat spora: ALY129; 131; 133; 136; 139; 140.

Gambar 3 Spora Acaulospora tuberculata yang pecah.

4. Glomus diaphanumMorton & Walker (Gambar 4)

Spora ditemukan tunggal, berbentuk bulat sampai agak bulat, berwarna putih kecokelatan, berukuran 66.5–93.1 x 93.1-106.4 µm. Dinding spora terdiri atas dua lapisan. Lapisan pertama hialin, rapuh dan hancur saat spora pecah. Lapisan kedua hialin, tipis seperti membran. Tebal dinding keseluruhan sekitar 2.6–6.6 µm. Dinding spora berlanjut dengan dinding ‘subtending’ hifa (hifa sporogen), mudah rapuh. ‘Subtending’ hifa hialin, berdiameter 5.3-13.3 µm. Spora berasal dari rizosfer jagung dari Dukuh Asem, Kec. Sindang kasih, Kab. Majalengka (D6). Preparat spora: ALY98; 100; 102; 103; 105; 113; 114; 117.

Gambar 4 Spora utuhGlomus diaphanum. 5. Glomus etunicatum Becker &

Gerdemann (Gambar 5)

Spora ditemukan tunggal, berbentuk bulat sampai agak bulat, kuning muda – cokelat, spora berukuran 106-165 x 113-165 µm. Permukaan dinding dikelilingi lemak atau dinding yang luruh. Dinding spora terdiri atas dua lapisan. Lapisan pertama hialin dan tipis. Lapisan kedua kuning – cokelat, ketebalannya antara 2–6 µm, menjadi lebih gelap saat spora dewasa. Ketebalan dinding keseluruhan 6.6 µm. Dinding ‘subtending’ hifa berlanjut dengan dinding spora. ‘Subtending hifa hialin – kuning muda, diameternya 2.6–6.6 µm. Spora berasal dari rizosfer jagung dari Dukuh Asem, Kec. Sindang kasih, Kab. Majalengka (D3 & D6), rizosfer padi dari Desa Sukagalih, kec. Cikalong, Kab. Cianjur (D4), tanah pertanian dari Dukuh Asem, Kec. Sindang kasih, Kab. Majalengka (D5), rizosfer jagung dari Desa Jatiserang, Kec Panyingkiran, Kab. Majalengka (D8), rizosfer kacang tanah dari Desa Jatiserang, Kec Panyingkiran, Kab. Majalengka (D9) dan rizosfer karet dari Jasinga, Kab. Bogor (D11). Preparat spora: D3:ALY43; 44; 45; 46; 49; 51; 52; 53; 54; 55; 56; D4:ALY 57; 58; 59; 60; 61; 62; 63; 64; 65; 66; 67; 68; 69; 70; 71 ; D5:ALY71; 72; 40 µm

20 µm

(28)

73; 74; 77; 78; 79; 80; 81; 82; 83; 84; 85; 86; 87; 89; 90; 91; 92; 93; 94; 95; 96; 97; D6:ALY101; 106; 107; 108; 109; 110; 111; 112; 115; 116; D8:ALY119; 120; 121; 122; 123; 124; 125; D9:ALY126; 127; 128; 130; 132; 134; 135; 137; D11:ALY145; 146; 147; 148; 149; 150.

Gambar 5 Spora utuhGlomus etunicatum 6. Glomus geosporum (Nicolson &

Gerdemann) Walker

Spora tunggal (Gambar 6a) atau dalam agregat (Gambar 6b), berbentuk bulat, agak bulat sampai lonjong, berwarna kuning -cokelat tua kemerahan, berukuran 59.8-106.4 x 66.5-165 µm. Permukaan dinding luar spora dikelilingi lemak atau dinding yang luruh. Dinding spora terdiri atas 3 lapisan yaitu dinding luar hialin kecokelatan, tebal dinding ±1 µm. Dinding kedua berwarna kuning -cokelat tua, ketebalan dinding mencapai 11 µm. Lapisan ketiga tipis (<1 µm) dan fleksibel. Dinding spora berlanjut dengan dinding ‘subtending’ hifa, ‘subtending’ hifa berwarna kuning - cokelat, lurus dan simpel. Diameter ‘subtending’ hifa berkisar antara 4–17 µm. Spora berasal dari rizosfer padi dari Desa Jatiserang, Kec Panyingkiran, Kab. Majalengka (D1), rizosfer jagung dari Dukuh Asem, Kec. Sindang kasih, Kab. Majalengka (D3 & D6) dan tanah pertanian dari Dukuh Asem, Kec. Sindang kasih, Kab. Majalengka (D10). Preparat spora: D1-ALY7; 11; 12; 13; 14; 18 ; D3:ALY47; 48; 50; D6:ALY 99; 101; 104; 107; 108; 109; 110; 111; 112; 115; 116; D10-ALY142; 143; 144.

Gambar 6a Sepasang sporaGlomus geosporum.

Gambar 6b SporaGlomus geosporum dalam agregat.

7. Glomus intraradices Schenck & Smith (Gambar 7)

Spora ditemukan tunggal, berbentuk bulat sampai agak bulat, kuning – cokelat, berukuran 83–192 x 93-192 µm. Permukaan dinding mulus dan transparan. Spora berisi lemak berwarna kuning hingga cokelat terang. Dinding spora terdiri atas dua lapisan. Lapisan pertama hialin, tebal 1-2 µm dan mudah luruh. Lapisan kedua berwarna kuning - cokelat. Tebal dinding keseluruhan 2.6–5.3 µm. Dinding ‘subtending’ hifa berlanjut dengan dinding spora, ‘subtending’ hifa hialin -kuning kecokelatan, diameter ‘subtending’ hifa 6.6 – 18.6 µm. Spora berasal dari rizosfer padi dari Desa Jatiserang, Kec. Panyingkiran, Kab. Majalengka (D1) dan rizosfer kacang tanah dari Desa Jatiserang, Kec. Panyingkiran, Kab. Majalengka (D2). Preparat spora: D1:ALY1; 3; 4; 5; 15; 16; 17;19 ; D2:ALY24; 25; 26; 27; 28; 29; 30; 33; 34; 35; 36; 37; 38; 39; 40; 41; 42.

Gambar 7 Spora utuhGlomus intraradices. 8 Glomussp.1(Gambar 8)

Spora ditemukan tunggal, berbentuk bulat sampai agak bulat, kuning – cokelat tua, berukuran 106–165 x 106-165 µm. Permukaan dinding spora dikelilingi lemak, dinding mulus, tampak berkilau, transparan, spora berisi lemak berwarna oranye membentuk granul yang akan bertambah saat tua. Tebal dinding keseluruhan 6.6–13 µm. Dinding terdiri atas 3 lapisan. Lapisan pertama yaitu dinding terluar yang tipis, hialin, dan meluruh saat dewasa. Lapisan kedua, 20 µm

20 µm

40 µm

(29)

6

berwarna kuning sampai cokelat kemerahan.

Lapisan ketiga tipis berupa membran, berwarna kuning – cokelat. Dinding ‘subtending’ hifa berlanjut dengan dinding spora, ‘subtending’ hifa hialin – kuning kecokelatan, diameter ‘subtending’ hifa 6.6– 13.3 µm. Spora berasal dari rizosfer kacang tanah dari Desa Jatiserang, Kec. Panyingkiran, Kab. Majalengka (D2) dan tanah pertanian dari Dukuh Asem, Kec. Sindang kasih, Kab. Majalengka (D5 & D10). Preparat spora: D2:ALY24; 31; 32; D5:ALY75; 76; 88; D10:ALY141.

Gambar 8 Spora utuhGlomussp. 1. PEMBAHASAN

Spora Acaulospora delicata yang ditemukan berasal dari rizosfer padi (D1), memiliki kesamaan ciri dengan yang dipertelakan oleh Walker, Pfeiffer & Bloss (1986). Ukuran yang diperoleh relatif lebih kecil dibandingkan dengan ukuran yang telah dilaporkan Walker, Pfeiffer & Bloss (1986) yaitu 80-125(-150) x 80-110(-140) µm, INVAM (2006) melaporkan spesies ini berukuran 80-(86)-120 µm, sedangkan spora yang diperoleh berukuran 82-106 x 82-106 µm. Sel induk spora hialin, berukuran 60 x 90 µm. Hasil penelitian sebelumnya di Indonesia melaporkan bahwa sporaA. delicata pernah ditemukan pada tanah asam di Jawa barat berwarna kuning tua dan berukuran 110-130 x 100-120 µm (Widiastuti & Kramadibrata 1992), pada rizosfer kedelai sporanya berukuran 94-116 x 96-101µm, dan berwarna kuning (Kramadibrataet al.1995), serta pada rizosfer salak sporanya berwarna kuning pucat dan berukuran 106-110 µm (Retnaningsih 1998).

Sel induk spora atau kantung sporifora merupakan struktur awal dalam perkembangan spora dari genusAcaulospora dan Entrophospora, dimana spora dibentuk dari ‘subtending’ hifa yang menggembung. Spora tua akan terlepas dari kantung sporifora dan akan menjadi spora tunggal. Perbedaan antara Acaulosporadan Entrophospora yaitu spora Acaulospora dibentuk pada bagian

lateral ‘subtending’ hifa kantung sporifora, sedangkan spora Entrophospora dibentuk di dalam ‘subtending’ hifa kantung sporifora. Dinding spora Acaulospora dan Entrophospora berlanjut dan tidak membentuk pori sebagaimana pada ‘subtending’ hifaGlomus(INVAM 2006).

Spora A. foveata yang berhasil diisolasi dari rizosfer ubi jalar (D7) mempunyai kesamaan warna dan bentuk seperti yang dipertelakan pertama kali oleh Janos & Trappe (1982). Sel induk spora tidak ditemukan. Spora ditemukan dalam keadaan kempis. Ukuran spora yang diperoleh relatif lebih besar dibandingkan dengan ukuran yang telah dilaporkan Janos & Trappe (1982) yaitu 185-310(-410) x 215-350(-480) µm, INVAM (2006) melaporkan spesies ini berukuran 240-360 µm, sedangkan spora yang diperoleh berukuran 467–495 x 467– 495 µm.

Catatan sebaran A. foveata di Indonesia telah dilaporkan oleh Widiastuti dan Kramadibrata (1992) spora spesies ini berukuran 250-230 x 250-370 µm dan berwarna kuning tua dari rizosfer alang -alang, Widiastuti dan Kramadibrata (1993) melaporkan spora spesies ini berwarna cokelat muda dan berukuran 150-220 x 150-220 µm dari rizosfer kelapa sawit, Kramadibrataet al. (1995) melaporkan spora spesies ini berwarna kuning muda – kuning kehijauan, berukuran 200 x 200 µm, Setya (1995) melaporkan spora spesies ini berwarna kuning tua sampai cokelat, berukuran 324-324 x 325-325 µm dan Prastyo (2004) melaporkan sporaA. foveata berwarna kuning sampai cokelat, berukuran 115-288 x 115-288 µm. Menurut Setya (1995), Setyaet al.(1995) dan Prastyo (2004) spesies ini ditemukan pada rizosfer bambu (Dendrocalamus asper, Gigantochloa apus dan Schizostachyum zollingeri), Lucia (2005) menemukan spora berukuran 129-144 x 108-151 µm, berwarna cokelat pada rizosfer tanaman manggis (Garcinia mangostana L.). Sementara Puspitasari (2005) melaporkan bahwa spora A. foveata yang ditemukan berwarna kuning sampai cokelat dan berukuran 98-246 x 98-256 µm pada berbagai rizosfer tumbuhan di hutan pantai Ujung Genteng, Sukabumi antara lain rizosfer Bischofia javanica Bl., Bridelia insulana Hance, Buchanania arborescens (Bl.) F. Muell. danCerbera manghasL.

(30)

berwarna kuning sampai cokelat kemerahan. Lapisan ketiga tipis berupa membran, berwarna kuning – cokelat. Dinding ‘subtending’ hifa berlanjut dengan dinding spora, ‘subtending’ hifa hialin – kuning kecokelatan, diameter ‘subtending’ hifa 6.6– 13.3 µm. Spora berasal dari rizosfer kacang tanah dari Desa Jatiserang, Kec. Panyingkiran, Kab. Majalengka (D2) dan tanah pertanian dari Dukuh Asem, Kec. Sindang kasih, Kab. Majalengka (D5 & D10). Preparat spora: D2:ALY24; 31; 32; D5:ALY75; 76; 88; D10:ALY141.

Gambar 8 Spora utuhGlomussp. 1. PEMBAHASAN

Spora Acaulospora delicata yang ditemukan berasal dari rizosfer padi (D1), memiliki kesamaan ciri dengan yang dipertelakan oleh Walker, Pfeiffer & Bloss (1986). Ukuran yang diperoleh relatif lebih kecil dibandingkan dengan ukuran yang telah dilaporkan Walker, Pfeiffer & Bloss (1986) yaitu 80-125(-150) x 80-110(-140) µm, INVAM (2006) melaporkan spesies ini berukuran 80-(86)-120 µm, sedangkan spora yang diperoleh berukuran 82-106 x 82-106 µm. Sel induk spora hialin, berukuran 60 x 90 µm. Hasil penelitian sebelumnya di Indonesia melaporkan bahwa sporaA. delicata pernah ditemukan pada tanah asam di Jawa barat berwarna kuning tua dan berukuran 110-130 x 100-120 µm (Widiastuti & Kramadibrata 1992), pada rizosfer kedelai sporanya berukuran 94-116 x 96-101µm, dan berwarna kuning (Kramadibrataet al.1995), serta pada rizosfer salak sporanya berwarna kuning pucat dan berukuran 106-110 µm (Retnaningsih 1998).

Sel induk spora atau kantung sporifora merupakan struktur awal dalam perkembangan spora dari genusAcaulospora dan Entrophospora, dimana spora dibentuk dari ‘subtending’ hifa yang menggembung. Spora tua akan terlepas dari kantung sporifora dan akan menjadi spora tunggal. Perbedaan antara Acaulosporadan Entrophospora yaitu spora Acaulospora dibentuk pada bagian

lateral ‘subtending’ hifa kantung sporifora, sedangkan spora Entrophospora dibentuk di dalam ‘subtending’ hifa kantung sporifora. Dinding spora Acaulospora dan Entrophospora berlanjut dan tidak membentuk pori sebagaimana pada ‘subtending’ hifaGlomus(INVAM 2006).

Spora A. foveata yang berhasil diisolasi dari rizosfer ubi jalar (D7) mempunyai kesamaan warna dan bentuk seperti yang dipertelakan pertama kali oleh Janos & Trappe (1982). Sel induk spora tidak ditemukan. Spora ditemukan dalam keadaan kempis. Ukuran spora yang diperoleh relatif lebih besar dibandingkan dengan ukuran yang telah dilaporkan Janos & Trappe (1982) yaitu 185-310(-410) x 215-350(-480) µm, INVAM (2006) melaporkan spesies ini berukuran 240-360 µm, sedangkan spora yang diperoleh berukuran 467–495 x 467– 495 µm.

Catatan sebaran A. foveata di Indonesia telah dilaporkan oleh Widiastuti dan Kramadibrata (1992) spora spesies ini berukuran 250-230 x 250-370 µm dan berwarna kuning tua dari rizosfer alang -alang, Widiastuti dan Kramadibrata (1993) melaporkan spora spesies ini berwarna cokelat muda dan berukuran 150-220 x 150-220 µm dari rizosfer kelapa sawit, Kramadibrataet al. (1995) melaporkan spora spesies ini berwarna kuning muda – kuning kehijauan, berukuran 200 x 200 µm, Setya (1995) melaporkan spora spesies ini berwarna kuning tua sampai cokelat, berukuran 324-324 x 325-325 µm dan Prastyo (2004) melaporkan sporaA. foveata berwarna kuning sampai cokelat, berukuran 115-288 x 115-288 µm. Menurut Setya (1995), Setyaet al.(1995) dan Prastyo (2004) spesies ini ditemukan pada rizosfer bambu (Dendrocalamus asper, Gigantochloa apus dan Schizostachyum zollingeri), Lucia (2005) menemukan spora berukuran 129-144 x 108-151 µm, berwarna cokelat pada rizosfer tanaman manggis (Garcinia mangostana L.). Sementara Puspitasari (2005) melaporkan bahwa spora A. foveata yang ditemukan berwarna kuning sampai cokelat dan berukuran 98-246 x 98-256 µm pada berbagai rizosfer tumbuhan di hutan pantai Ujung Genteng, Sukabumi antara lain rizosfer Bischofia javanica Bl., Bridelia insulana Hance, Buchanania arborescens (Bl.) F. Muell. danCerbera manghasL.

(31)

7

kecil dibandingkan dengan ukuran yang telah

dilaporkan Janos & Trappe (1982) yaitu berukuran 225-327 x 255-340 µm, INVAM (2006) melaporkan spesies ini berukuran 140-220 µm, sedangkan spora yang ditemukan berukuran 86-385 x 86-275 µm.

Hasil penelitian sebelumnya spesies A. tuberculata di Indonesia dilaporkan oleh Kramadibrata et al. (1995) sporanya berukuran 220-240 x 210-240 µm, berwarna kuning – cokelat sampai cokelat, Septyarini (1999) pada rizosfer jagung, kesemek, singkong dan sirsak sporanya berukuran 105.2-192 x 105.6-163 µm dan berwarna merah atau kecokelat-cokel

Gambar

Tabel 1. Spora CMA hasil biakan pot yang diisolasi dan diidentifikasi
Gambar 2 Spora Acaulospora foveata yang
Gambar 7 Spora utuh Glomus intraradices.
Gambar 1 Spora Acaulospora delicata yang
+3

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan observasi yang telah dilakukan di SMAN 9 Bandung dapat dilihat bahwa siswa lebih memilih untuk menghafalkan materi pembelajaran pada saat pembelajaran

pelaksanakan urusan pemerintahan dan pelayanan umum bidang bantuan dan jaminan sosial, pemberdayaan kesejahteraan sosial, rehabilitasi dan pelayanan kesejahteraan

Storytelling is a useful medium for language learning to enhance students’ language skills especially speaking skill. Storytelling motivates the students to speak actively in a

Berdasarkan Berita 55/ULPD/WII.5/BC.NUNUKAN/ oleh Kelompok Kerja (Pokja) tanggal 14 Juni 2016 melalui. Pelelangan Umum Pascakualifikasi Pembangunan Rumah

The teacher asks the students to make a descriptive text individually with the topic that have given in the previous meeting.. The students do the teachers’

Variabel ukuran perusahaan ( capital marketalization ) (X3) terhadap tingkat pengungkapan pada laporan tahunan perusahaan (Y) pada perusahaan real estat yang terdaftar

Generasi selanjutnya kemudian mengembangkan bentuk-bentuk mihrab sehingga agak berbeda dengan mihrab Nabi. Mihrab yang ada sekarang biasanya terdiri dari tempat berdirinya

APLIKASI BEBERAPA STRAIN Beauveria bassiana TERHADAP Helopeltis antonii Sign PADA BIBIT JAMBU METE.. Warsi Rahmat Atmaja 1) , Tri Eko Wahyono 1) , dan Azmi