TANAMAN DAN BIOKONTROL FUNGI PATOGEN AKAR
ASRI WIDYAWATI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul “Bacillus sp. Asal Rizosfer Kedelai yang Berpotensi sebagai Pemacu Pertumbuhan Tanaman dan
Biokontrol Fungi Patogen Akar” adalah benar hasil karya saya sendiri dan belum
diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Mei 2008
Asri Widyawati
Pemacu Pertumbuhan Tanaman dan Biokontrol Fungi Patogen Akar. Dibimbing oleh ARIS TRI WAHYUDI dan ABDJAD ASIH NAWANGSIH.
Rizosfer tanaman telah diketahui di dalamnya terdapat mikroorganisme yang bersimbiosis dengan akar. Adanya mikroorganisme tersebut dapat memberikan efek positif maupun negatif bagi perakaran tanaman. Berbagai jenis mikroorganisme seperti bakteri telah diketahui dapat dimanfaatkan sebagai agens hayati untuk meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman yang dikenal luas dengan istilah Plant Growth Promoting Rhizobacteria (PGPR) atau Rizobakteria Pemacu Pertumbuhan Tanaman. Bacillus sp. merupakan salah satu kelompok bakteri yang dapat diisolasi dari tanah dengan karakter Gram positif, berbentuk batang dan mempunyai kemampuan membentuk endospora pada kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan sehingga dapat toleran pada kondisi lingkungan kritis. Compant et al. (2005) melaporkan bahwa Bacillus sp. mempunyai banyak potensi yaitu mampu memproduksi IAA, melarutkan fosfat, mensekresi siderofor dan berperan sebagai agens biokontrol dengan menginduksi sistem kekebalan tanaman serta menghasilkan antibiotik.
Penelitian ini bertujuan menapis rizobakteria Bacillus sp. asal rizosfer tanaman kedelai secara in vitro yang dapat berperan sebagai pemacu pertumbuhan tanaman dan pengendali fungi patogen penyebab penyakit akar tanaman kedelai serta identifikasi molekulernya. Karakter yang yang diuji meliputi kemampuan isolat dalam memproduksi IAA, reaksi hipersensitivitas, pemacuan pertumbuhan, kemampuan melarutkan fosfat, kemampuan mengkelat besi (dengan memproduksi siderofor) serta kemampuan mengendalikan fungi patogen akar khususnya
Rhizoctonia solani dan Sclerotium rolfsii. Penelitian ini juga dimaksudkan untuk mengetahui identitas bakteri yang berpotensi sebagai PGPR berdasarkan sekuen gen yang menyandikan 16S rRNA.
Pada penelitian ini dilakukan isolasi dan karakterisasi Bacillus sp. yang berasal dari rizosfer kedelai asal Cirebon dengan metode pengenceran secara berseri menggunakan media Nutrient Agar (NA). Karakterisasi fisiologi secara parsial genus Bacillus mengikuti metode standar Bergey’s Manual of Determinative Bacteriology (Buchanan & Gibbon 1974) yang meliputi pewarnaan Gram, pewarnaan endospora dan uji katalase. Genus Bacillus memiliki karakter Gram positif, berbentuk batang, mampu membentuk endospora dan bersifat katalase positif. Dari hasil isolasi dan karakterisasi ini diperoleh sebanyak 60 isolat merupakan kelompok Bacillus sp.
fosfat yang terkandung dalam media Phikovkaya dengan kemampuan yang berbeda-beda ditunjukkan oleh zona bening yang terbentuk di sekeliling koloni bakteri. Adanya kemampuan melarutkan fosfat yang berbeda ini mungkin terkait dengan jenis asam organik yang disintesis oleh bakteri yang mungkin memiliki kecocokan ataupun efektifitas dalam memutuskan ikatan pada kompleks kation logam dengan anion fosfat.
Kemampuan isolat Bacillus sp. dalam memproduksi siderofor diuji dengan menumbuhkan isolat pada media Chrome Azurol Sulfonat (CAS) agar yang mengandung Fe dan diinkubasikan semalam. Hasil uji menunjukkan bahwa sebanyak 43 isolat memproduksi siderofor ditandai dengan terbentuknya zona berwarna kuning oranye jernih di sekeliling koloni bakteri. Menurut Compant et al. (2005) siderofor pada berbagai bakteri memiliki kemampuan berbeda dalam mengkelat besi, namun pada umumnya digunakan untuk menekan cendawan patogenik yang mempunyai afinitas siderofor rendah. Adanya pengambilan besi oleh bakteri PGPR ini dapat bertindak sebagai pesaing (competitor) bagi mikrob fitopatogen.
Seluruh isolat yang mampu memproduksi IAA sebelum ditelaah kemampuannya dalam pemacuan pertumbuhan diuji hipersensitivitas. Hasil uji hipersensitivitas menunjukkan bahwa seluruh isolat tidak memberikan reaksi hipersensitif terhadap tanaman tembakau. Hal ini menunjukkan bahwa seluruh isolat tidak bersifat sebagai patogen bagi tanaman.
penghambatan (Dikin et al. 2006). Sebanyak 28 isolat mempunyai kemampuan menghambat pertumbuhan R. solani dan sebanyak 2 isolat mempunyai kemampuan menghambat pertumbuhan radial S. rolfsii. Penghambatan pertumbuhan cendawan oleh biokontrol dapat terjadi melalui mikolisis yaitu hilangnya protoplasma pada struktur dinding sel fungi dan enzim tidak larut pada dinding sel fungi (Lim et al. 1991). Adanya sejumlah besar isolat yang mampu menghambat pertumbuhan cendawan kemungkinan karena genus Bacillus mampu mensintesis berbagai senyawa yang aktif melawan cendawan dan mampu memproduksi siderofor sehingga bertindak sebagai competitor bagi patogen akar tersebut. Menurut Compant et al. (2005) dinding sel cendawan S. rolfsii, R. solani dan Pythium ultimum dapat dihancurkan oleh enzim ß-1,3-glukanase yang dihasilkan oleh B. cepacea.
Hasil uji karakter PGPR pada isolat Bacillus sp. menunjukkan bahwa empat isolat diantara 6 isolat yang memacu pertumbuhan kecambah kedelai kultivar Slamet yaitu isolat Cr 64, Cr 66, Cr 68, dan Cr 71 memiliki karakter yang lengkap sebagai PGPR yaitu mampu memproduksi hormon IAA, mampu memacu pertumbuhan tanaman tanpa menyebabkan reaksi hipersensitif, mampu melarutkan fosfat, mampu memproduksi siderofor serta memiliki kemampuan sebagai biokontrol fungi patogen akar tanaman kedelai R. solani.
Keragaman 6 isolat Bacillus sp. yang telah diisolasi dan telah diuji kemampuannya sebagai PGPR yang memacu pertumbuhan tanaman dapat dianalisis menggunakan pendekatan molekuler berdasarkan sekuen gen 16S rRNA. DNA hasil isolasi diamplifikasi sebanyak 30 siklus menggunakan mesin PCR dengan primer 63f dan 1387r (Marchesi et al. 1998) diperoleh panjang basa nukleotida ± 1300 pb. Selanjutnya hasil identifikasi sekuen parsial gen 16S rRNA hasil amplifikasi menunjukkan bahwa isolat memiliki persentase homologi tertentu terhadap isolat yang terdapat pada GenBank. Hasil analisis sekuen parsial gen 16S rRNA dengan program BLAST-N menunjukkan bahwa Cr 64 memiliki persentase similaritas 92% dengan Bacillus sp. NRS-800, Cr 66 memiliki persentase similaritas 94% dengan B. cereus HNR10, Cr 67 memiliki persentase similaritas 94% dengan B. pumilus str M-1-9-1, Cr 68 memiliki persentase similaritas 93% dengan B. thuringiensis str FWAW, Cr 69 memiliki persentase similaritas 98% dengan B. cereus AD2, sedangkan Cr 71 memiliki persentase similaritas 99% dengan Bacillus shandongensis str SD.
Plant Growth Promoting Rhizobacteria and Biocontrol of Root Pathogenic Fungi. Under the direction of ARIS TRI WAHYUDI and ABDJAD ASIH NAWANGSIH.
Bacillus sp. is one of the rhizosphere bacteria that have important role as plant growth promoter, known as plant growth-promoting rhizobacteria (PGPR). Sixty isolates identified as Bacillus sp. were successfully isolated from rhizosphere soil of soybean plant of Plumbon, Cirebon, West Java, based on their morphologies and physiologies characters. 45 Bacillus sp. isolates grown in Nutrient Broth (NB) medium supplemented with tryptophan (0.2 mM) had ability to produce IAA. Bacillus sp. Cr 55 had ability to produce the highest IAA was about 44.66 ppm. Hypersensitivity test revealed that all of Bacillus sp. isolates were classified as non-pathogenic bacteria. Six Bacillus sp. isolates that have been characterized to produce IAA were able to induce elongation of primary root and stem, and numerous of lateral and sub lateral roots. Furthermore, 36 isolates of
Bacillus sp. had ability to solubilize phosphate as indicated by clear zone surrounding the colonies on Pikovskaya agar, 43 isolates of Bacillus sp. had ability to produce siderophore, 2 isolates were capable to produce antifungal compounds to inhibit of S. rolfsii and 28 isolates of them were capable to produce antifungal compounds to inhibit of R. solani. This study has demonstrated that 4 isolates of Bacillus sp. isolated from rhizosphere of soybean plant can be determined as potential isolates that can be used as inoculants to promote plant growth based on the specific characters. The result of identified use 16S rRNA partial sequence genes of 6 isolates that had ability as PGPR showed that all of them had similarity with Bacillus spp. from GenBank. Cr 64 had 92% similarity with Bacillus sp. NRS-800, Cr 66 had 94% similarity with B. cereus HNR10, Cr 67 had 94% similarity with B. pumilus str M1-9-1, Cr 68 had 93% similarity with
B. thuringiensis str FWAW, Cr 69 had 98% similarity with B. cereus AD2 and Cr 71 had 99% similarity with B. shandongensis str SD.
© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2008 Hak cipta dilindungi Undang-Undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber.
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah;
b. pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
TANAMAN DAN BIOKONTROL FUNGI PATOGEN AKAR
ASRI WIDYAWATI
Tesis
Sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Biologi
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Nama : Asri Widyawati NRP : G351060221 Program Studi : Biologi
Disetujui, Komisi Pembimbing
Dr. Aris Tri Wahyudi, M.Si. Dr. Ir. Abdjad Asih Nawangsih, M.Si.
Ketua Anggota
Diketahui,
Ketua Program Studi Biologi Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Dedy Duryadi S, DEA Prof. Dr Ir. Khairil Anwar Notodiputro, M.S.
Syukur alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat,
karunia serta ridlo-Nya sehingga tesis yang berjudul ”Bacillus sp. Asal Rizosfer Kedelai yang Berpotensi sebagai Pemacu Pertumbuhan Tanaman dan Biokontrol
Fungi Patogen Akar” ini dapat diselesaikan.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Aris Tri Wahyudi, M.Si dan
Dr. Ir. Abdjad Asih Nawangsih, M.Si. selaku dosen pembimbing yang selalu
memberikan bimbingan dan arahannya dalam penyusunan tesis ini. Di samping
itu penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada Departemen Agama
RI yang telah memberikan kesempatan sehingga penulis dapat mengikuti program
pendidikan pascasarjana. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Drs.
Komari Zaman selaku Kepala Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Godean, Sleman,
Yogyakarta atas dukungan dan kesempatan yang diberikan sehingga penulis dapat
mengikuti program pendidikan pascasarjana IPB.
Penelitian ini sebagian didanai oleh Program Insentif Penelitian Dasar
Kementrian Negara Riset dan Teknologi (KNRT) kepada Aris Tri Wahyudi dan
sebagian lagi didanai dari Departemen Agama RI melalui Kerjasama antara IPB
dengan Departemen Agama RI. Untuk itu kami mengucapkan terima kasih.
Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak, Kakak-kakak,
Adik dan keponakan atas segala doa, perhatian dan dukungan yang diberikan.
Demikian juga kepada Mbak Rina, Rika, Mbak Ari, teman-teman dan pengelola
Laboratorium Mikrobiologi, Departemen Biologi, FMIPA IPB atas kerjasamanya
selama penelitian ini dilaksanakan.
Semoga tesis ini memberikan manfaat.
Bogor, Mei 2008
Penulis dilahirkan di Sleman pada tanggal 22 Mei 1975 dari ayah Drs.
Asri dan ibu Sri Wijati (almh). Penulis merupakan anak keenam dari 7 bersaudara.
Tahun 2000 penulis menyelesaikan program Strata 1 pada Universitas
Negeri Yogyakarta mengambil jurusan Pendidikan Biologi. Selanjutnya penulis
mengajar pada sekolah menengah swasta dari tahun 1998 hingga tahun 2003.
Pada tahun 2004 penulis mengajar di MAN Godean, Sleman, Yogyakarta hingga
sekarang.
Pada bulan Juli 2006 penulis mendapatkan kesempatan mengikuti program
beasiswa pendidikan Pascasarjana dari Departemen Agama RI dan mengambil
Program Studi Biologi, Subprogram Studi Mikrobiologi pada Sekolah
DAFTAR ISI... xii Isolasi dan Karakterisasi Fisiologi secara Parsial Bacillus sp. ... 11
Uji Karakteristik Bacillus sp. sebagai PGPR Uji Produksi Indole Acetic Acid (IAA) ... 11
Uji Pelarutan Fosfat ... 12
Uji Produksi Siderofor ... 12
Uji Hipersensitivitas ... 13
Telaah Pemacuan Pertumbuhan Tanaman ... 13
Uji Antagonisme terhadap Fungi Patogen Akar ... 13
Identifikasi Berdasarkan Sekuen Gen 16S rRNA Isolasi DNA ... 14
Amplifikasi DNA ... 15
Analisis Sekuen Gen 16S rRNA ... 15
HASIL Isolasi dan Karakterisasi Fisiologi secara Parsial Bacillus sp. ... 16
Karakter Bacillus sp. sebagai PGPR Produksi Indole Acetic Acid (IAA) ... 16
Uji Pelarutan Fosfat ... 18
Uji Produksi Siderofor ... 18
Uji Hipersensitivitas ... 18
Telaah Pemacuan Pertumbuhan ... 21
Uji Antagonisme terhadap Fungi Patogen Akar ... 24
PEMBAHASAN
Isolasi dan Karakterisasi Fisiologi secara Parsial Bacillus sp. ... 29
Karakter Bacillus sp. sebagai PGPR ... 30
Analisis Sekuen Gen 16S rRNA ... 37
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan ... 39
Saran ... 39
DAFTAR PUSTAKA ... 40
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Hasil uji produksi IAA, pelarutan fosfat, uji siderofor dan uji anta- gonisme terhadap cendawan S. rolfsii dan R. solani pada 45 isolat
Bacillus sp. yang mampu memproduksi IAA ... 20
2 Rerata panjang akar, panjang batang dan jumlah akar lateral dan sub lateral pada kecambah kedelai kultivar Slamet yang diberi perlakuan dengan isolat Bacillus sp. dan diinkubasikan selama 7 hari pada
media agar – agar 1% beserta kontrol ... 23
3 Karakteristik isolat Bacillus sp. yang mampu memacu pertumbuhan kecambah kedelai kultivar Slamet secara signifikan ... 35
4 Karakteristik PGPR isolat Bacillus sp. dan hasil analisis sekuen gen
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Penampilan koloni isolat Bacillus sp. Cr 66 berumur 24 jam yang ditumbuhkan pada media cawan gorea Nutrient Agar (A); (B) penampilan sel Bacillus sp. yang dilakukan perwarnaan gram menunjukkan Gram positif berbentuk batang; (C) struktur endospora ditunjukkan dengan tanda anak panah diamati menggunakan
mikroskop cahaya perbesaran 1000 kali ... 17
2 Isolat Bacillus sp. Cr 90 yang ditumbuhkan pada media Phikovkaya dan diinkubasikan selama 3 hari pada suhu ruang mempunyai kemampuan melarutkan fosfat yang ditandai oleh terbentuknya zona bening di sekeliling koloni bakteri (A); (B) penampilan koloni
Bacillus sp. yang ditumbuhkan pada media agar-agar CAS dengan metode replika dan diinkubasikan semalam menampilkan zona berwarna oranye jernih di sekeliling koloni bakteri yang
menunjukkan dihasilkannya siderofor ... 19
3 Panjang akar dan jumlah akar kecambah kedelai kultivar Slamet berumur tujuh hari pada media agar-agar 1%, (A) kecambah
diinokulasi dengan Bacillus sp. Cr 69; (B) kontrol ... 22
4 Penampilan cendawan R. solani yang diinkubasikan selama 2 hari pada media PDA pertumbuhan radialnya dihambat oleh isolat
Bacillus sp. Cr 64 (A); penampilan cendawan S. rolfsii yang diinkubasikan selama 5 hari pada media PDA pertumbuhan
radialnya dihambat oleh isolat Bacillus sp. Cr55 ... 25
5 Elektroforesis gel Agarose 1% dari gen 16S rRNA hasil amplifikasi PCR sebanyak 30 siklus menggunakan primer 63f dan 1387r
memiliki panjang basa nukleotida sekitar 1.3 kb ... 27
6 Dendrogram pohon filogenetik yang mengindikasikan kekerabatan dari keenam isolat berdasarkan sekuen gen 16S rRNA hasil amplifikasi PCR dengan isolat dari GenBank (angka di atas garis cabang menunjukkan panjang percabangan yang mengindikasikan
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Sekuen parsial gen 16S rRNA 6 isolat pemacu pertumbuhan tanaman 44
2 Hasil analisis sekuen parsial gen 16S rRNA menggunakan program
BLAST-N ... 46
3 Komposisi media tumbuh (dalam liter) ... 47
4 Bahan – bahan untuk karakterisasi fisiologi secara parsial genus
Latar Belakang Masalah
Pertambahan jumlah penduduk yang sangat pesat menyebabkan kebutuhan
pangan juga meningkat. Berbagai langkah dilakukan masyarakat dan pemerintah
untuk menjaga tetap tersedianya pangan dunia. Langkah-langkah yang diambil
hingga menjelang abad 20 antara lain dengan intensifikasi melalui penggunaan
pupuk sintetis, pestisida dan bibit unggul. Langkah-langkah tersebut ternyata
memberikan efek samping pencemaran lingkungan. Hal ini mendorong
berkembangnya bioteknologi dengan menggunakan mikroorganisme sebagai
agens untuk meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman sekaligus sebagai
agens pengendali hayati terhadap patogen.
Salah satu kelompok organisme yang sering mengganggu tanaman kedelai
adalah cendawan, dua diantaranya adalah Rhizoctonia solani dan Sclerotium rolfsii. Keduanya merupakan jenis cendawan yang sering menyerang perakaran tanaman kedelai dan menyebabkan penyakit busuk akar. Hal ini memerlukan
penanganan lanjut yang lebih efektif.
Rizosfer tanaman telah diketahui di dalamnya terdapat mikroorganisme
yang bersimbiosis dengan akar. Rizosfer atau daerah sekitar perakaran tanaman
relatif kaya akan nutrisi yang berkaitan dengan keadaan di akar yaitu berupa
hilangnya 5 – 21 % hasil fotosintesis tanaman yang dilepaskan sebagai eksudat
akar (Marscher 1995). Sebagai akibatnya, keberadaan nutrisi pada akar ini
mendukung populasi mikrob aktif berkembang dan mampu memproduksi
senyawa yang mungkin menguntungkan, netral atau merugikan bagi tanaman di
atasnya. Adanya mikroorganisme tersebut dapat memberikan efek positif maupun
negatif bagi perakaran tanaman. Berbagai jenis mikroorganisme seperti bakteri
telah diketahui dapat dimanfaatkan sebagai agens hayati untuk meningkatkan
pertumbuhan dan produksi tanaman yang dikenal luas dengan istilah Plant Growth Promoting Rhizobacteria (PGPR) atau Rizobakteria Pemacu Pertumbuhan Tanaman. Bakteri ini secara aktif mengkolonisasi rizosfer dan
permukaan akar serta memberikan pengaruh positif untuk pemacuan pertumbuhan
tanaman melalui penyediaan nutrisi dan hormon bagi tanaman, serta dapat bersifat
Smith 2005). Adanya PGPR dapat memberikan keuntungan melalui berbagai
mekanisme antara lain produksi metabolit sekunder seperti antibiotik, kitinase, 1,3
- β-glukanase, sianida, substansi hormon, sebagai agens pengendali biologi melalui kompetisi, induksi sistem pertahanan terhadap patogen, produksi
siderofor, pelarut fosfat, dan fiksasi N2. (Glick 1995; Husen 2003). Bakteri
rizosfer yang telah diketahui dapat menghasilkan auksin antara lain Pseudomonas
sp., Azospirillum sp., Azotobacter sp., Bacillus sp., Lactobacillus sp.,
Paenibacillus polymyxa, Enterobacter sp., Serratia marcescens, Klebsiella sp.,
Algaligenes faecalis, dan sianobacteria (Torres-Rubio et al. 2000).
Adapun bakteri yang menjadi topik dalam kajian penelitian ini adalah
bakteri kelompok Bacillus sp. merupakan salah satu kelompok bakteri yang dapat diisolasi dari tanah dengan karakter Gram positif, berbentuk batang dan
mempunyai kemampuan membentuk endospora pada kondisi lingkungan yang
tidak menguntungkan sehingga dapat toleran pada kondisi lingkungan kritis.
Compant et al. (2005) melaporkan bahwa Bacillus sp. mempunyai banyak potensi yaitu mampu memproduksi IAA, melarutkan fosfat, mensekresi siderofor dan
berperan sebagai agens biokontrol dengan menginduksi sistem kekebalan tanaman
serta menghasilkan antibiotik.
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa sangat banyak jenis mikrob
khususnya bakteri di tanah termasuk Bacillus sp. dapat dimanfaatkan sebagai PGPR sekaligus dapat berperan untuk mengendalikan penyakit pada tanaman.
Pada genus Bacillus kemampuan biokontrolnya didukung oleh kemampuannya membentuk spora yang dapat bertahan dan tetap dapat melepaskan metabolit
aktifnya pada kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan sehingga
memungkinkan untuk membuat formulasi produk yang stabil (Kloepper et al.
1999).
Adanya bakteri yang diisolasi dari tanah perakaran kedelai yang berpotensi
sebagai pemacu pertumbuhan tanaman dan pengendali hayati patogen akar
tanaman kedelai diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai alternatif galur inokulan
yang dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman kedelai.
Berdasarkan latar belakang di atas maka perlu dilakukan penelitian untuk
pertumbuhan tanaman dan pengendali pertumbuhan fungi patogen akar.
Selanjutnya dilakukan identifikasi molekulernya untuk menentukan galur
inokulannya.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan menapis rizobakteria Bacillus sp. asal rizosfer tanaman kedelai secara in vitro yang dapat berperan sebagai pemacu pertumbuhan tanaman dan pengendali fungi patogen penyebab penyakit akar tanaman kedelai
Bacillus sp.
Bacillus sp. merupakan bakteri gram positif, berbentuk batang yang mempunyai kemampuan membentuk endospora pada kondisi yang kurang
menguntungkan. Bakteri ini dapat ditemukan dan dapat diisolasi dari tanah.
Bentuk endospora merupakan nilai lebih bagi bakteri yang sangat terkait secara
ekologi di dalam tanah. Kemampuannya membentuk endospora menyebabkan
bakteri ini relatif lebih tahan terhadap kondisi lingkungan yang kurang
menguntungkan dan kritis misalnya radiasi, panas, asam, desinfektan, kekeringan,
nutrisi yang terbatas dan dapat dorman dalam jangka waktu yang lama hingga
bertahun-tahun. Struktur spora tidak akan terjadi jika sel sedang berada pada fase
pembelahan secara eksponensial tetapi akan dibentuk terutama pada kondisi
nutrisi esensial misalnya karbon dan nitrogen terbatas. Pada Bacillus subtilis
sporulasi terjadi sekitar 8 jam dengan melibatkan hingga 200 gen (Madigan et al.
2000). Selain itu Bacillus sp. mempunyai sifat katalase positif sehingga mampu
menguraikan peroksida toksik menjadi air dan oksigen. Bacillus sp. termasuk kelompok PGPR yang memiliki banyak potensi karena mampu memproduksi
IAA, melarutkan fosfat, memsekresi siderofor dan berperan sebagai agens
biokontrol dengan menginduksi sistem kekebalan tanaman serta menghasilkan
antibiotik (Compant et al. 2005).
Karakter Bacillus sp. sebagai PGPR
Plant Growth Promoting Rhizobacteria (PGPR) pertama kali didefinisikan oleh Kloepper dan Schroth (1978) untuk mendeskripsikan bakteri tanah yang
berkumpul di akar setelah benih ditanam. PGPR dapat meningkatkan
pertumbuhan tanaman dengan berbagai mekanisme antara lain fiksasi nitrogen,
produksi siderofor, sebagai pengkelat besi dan sintesis fitohormon. Bakteri
tersebut dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman dengan meningkatkan sistem
perakaran tanaman. Menurut Enebak et al. 1998 (diacu dalam Mello et al. 2004) PGPR dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman melalui satu mekanisme atau
sitokinin, etilen, melarutkan fosfat dan oksidasi sulfur, meningkatkan ketersediaan
nitrat, produksi antibiotik ekstraseluler, enzim litik, asam hidrosianik,
meningkatkan permiabilitas akar dan kompetisi dalam nutrisi. Kemampuan
rizobakteria dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman sangat bergantung pada
karakter yang merupakan ciri khas dan spesifik gen yang dimilikinya (Nelson
2004).
Mikroorganisme mampu menghasilkan hormon tumbuhan seperti auksin,
sitokinin dan giberelin (Leveau & Lindow 2005). Asam indol asetat atau Indol acetic acid (IAA) merupakan hormon auksin pertama pada tumbuhan yang mengendalikan berbagai proses fisiologi penting meliputi pembelahan dan
perkembangan sel, diferensiasi jaringan serta respons terhadap cahaya dan
gravitasi (Salisbury & Ross 1992). Tumbuhan mungkin saja tidak mampu
mencukupi kebutuhan auksin untuk pertumbuhannya secara optimal sehingga
diperlukan tambahan hormon pemacu pertumbuhan dari luar. Menurut Patten dan
Glick (2002) respons tanaman terhadap IAA yang dihasilkan mikrob
berbeda-beda bergantung pada spesies tanaman dan konsentrasi IAA yang dihasilkan.
Menurut Leveau dan Lindow (2005) hormon IAA atau yang dikenal
sebagai auksin merupakan hormon pemacu pertumbuhan dan mengontrol berbagai
proses fisiologi seperti pembelahan sel, diferensiasi jaringan dan respons terhadap
cahaya dan gravitasi. Bakteri penghasil IAA mempunyai kemampuan membantu
berbagai proses tersebut dengan memasukkan IAA ke dalam pool auksin tanaman. Akar merupakan organ tanaman yang paling sensitif terhadap fluktuasi kadar IAA
dan responsnya pada peningkatan jumlah IAA eksogenous meluas dari
pemanjangan akar primer, pembentukan akar lateral dan akar liar, sampai
penghentian pertumbuhan.
Biosintesis IAA oleh mikrob ditingkatkan oleh prekursor fisiologi tertentu
yaitu L-Tryptophan (Husen 2003). Protein –TRAP (AT) yang diproduksi oleh
trpA pada Bacillus subtilis dapat mengikat dan menghambat aktifitas triptofan protein yang berikatan lemah antara Trp-RNA (TRAP). Pada Bacillus subtilis
diperlukan ekspresi dari tujuh gen untuk berlangsungnya biosintesis L-triptofan
dari asam korismat termasuk prekursor asam amino amoniak. Enam dari tujuh gen
Gen triptofan yang ketujuh trpG (pabA) terletak pada operan folat dan menghasilkan polipeptida yang berperan dalam biosintesis triptofan dan folat
(Wen & Charles 2005).
Manulis et al. (1998) mengemukakan bahwa beberapa lintasan sintesis IAA pada bakteri yang melibatkan senyawa intermediat indole-3-pyruvate (IpyA)
yaitu indole-3-acetamide (IAM), tryptamine (TAM) dan indole-3-acetonitrile
(IAN). Jalur utama yang ada pada bakteri yaitu lintasan IAM dan IPyA. Bakteri
yang memproduksi IAA menstimulasi pertumbuhan sistem perakaran inang.
Sel tumbuhan memproduksi IAA dari L-tripthofan melalui intermediet IAM, lintasannya melalui enzim triptofan 2-monooksenase yang mengkatalisis
konversi triptofan menjadi IAM dan enzim indoleacetamid hidrolase yang
mengkatalisis konversi IAM menjadi IAA (Mazzola & White 1993). Tien et al.
(1979) mengamati bahwa produksi IAA meningkat sesuai dengan peningkatan
konsentrasi triptofan dari 1 – 100 ug / ml. Konsentrasi IAA juga meningkat
seiring dengan umur kultur sampai bakteri mencapai fase stasioner. Pengocokan
lebih disukai untuk memproduksi IAA, terutama pada yang mengandung nitrogen
sedangkan fitohormon lainnya juga terdeteksi pada media kultur yaitu giberelin
dan senyawa serupa sitokinin.
Produksi IAA tidak berfungsi nyata sebagai hormon dalam sel bakteri,
dimungkinkan terdapat dalam sel bakteri karena hormon tersebut berperan penting
dalam interaksi antara bakteri dan tanaman. Pada penelitian yang dilakukan Patten
dan Glick (2002) diperoleh bahwa bakteri yang memproduksi IAA menstimulasi
pertumbuhan sistem perakaran inang. Keuntungan dari asosiasi tanaman dengan
bakteri adalah mensuplai sebanyak produk metabolit fiksasi karbon oleh
tumbuhan yang telah hilang ke rhizosfer sebagai eksudat (Martens et al. 1994, diacu dalam Patten & Glick 2002).
Reaksi awal pengubahan triptofan menjadi indol-3-piruvat dikatalisis oleh
aminotransferase aromatik, dimana empat enzim berhasil diidentifikasi pada
Azospirillum lipoferum. Enzim-enzim yang ditemukan ini spesifik terhadap berbagai asam amino aromatik dan tidak hanya pada triptofan, sehingga deteksi
pada protein-protein ini kurang membuktikan bahwa IAA disintesis melalui
Triptofan
Indole-acetamide typtamine Indole-3-pyruvic acid
Indole-3-acetic acid (IAA) Indole-3-acetic acid
Indole-3-acetaldehyde
Inndole-3-acetic acid
Gambar 1 Diagram alir lintasan biosintesis IAA pada Bakteri (Hartman et al. 1983; Brandl et al. 1996; Manulis et al. 1980). Gen-gen iaaM, iaaH
Fosfat merupakan salah satu unsur hara yang sangat diperlukan oleh
tanaman. Di dalam tanah hanya sebagian kecil saja fosfat yang dapat diserap oleh
tanaman karena masih terikat dengan kation logam misalnya Fe, Ca dan Al.
Adanya kemampuan bakteri dalam melarutkan fosfat berpotensi untuk
meningkatkan penyerapan unsur fosfat ke dalam tanaman apabila tersedia cukup
endapan fosfat dalam tanah. Bakteri pelarut fosfat dapat menyediakan fosfat
terikat menjadi fosfat yang dapat terlarut sehingga dapat diserap oleh tanaman.
Mekanisme utama pelarutan fosfat pada bakteri dengan memisahkan kation dari
senyawa asam menggunakan asam organik yang disintesisnya (Altomare et al.
1999). Bakteri pelarut fosfat melepaskan ikatan ion fosfat anorganik yang sukar
larut dengan mensekresikan sejumlah asam organik. Beberapa bakteri yang
dilaporkan mempunyai aktifitas fitase (enzim kelompok fosfomonoesterase) yang
mampu menghidrolisis polifosfat organik tak larut (fitat) menjadi rangkaian ester
fosfat dengan bobot molekul yang rendah dari myo-inositol dan fosfat yang
penting untuk prokariot dan eukariot. Bakteri yang mempunyai kemampuan
Siderofor merupakan molekul atau ligan pengkelat besi (Fe3+ ) yang
diproduksi oleh bakteri terutama pada tanah netral dan alkalin yang banyak diteliti
saat ini. Siderofor disekresikan oleh mikroorganisme dan tanaman dari famili
Gramineae sebagai respons terhadap defisiensi unsur besi (Crowley 2001, diacu
dalam Nawangsih 2006). Jenis agen pengkelat besi, siderofor, yang dihasilkan
oleh mikroorganisme antara lain berupa hydroxamate dan enterobactin (pada E. coli). Hidroxamate mengikat besi ferric (Fe3+) yang direduksi dan dilepaskan ke dalam sel bakteri sebagai besi ferro (Fe2+) (Madigan 2003). Menurut Nawangsih (2006) hasil deteksi pada beberapa galur Pseudomonas fluorescens, Bacillus subtilis, dan B. cereus positif menghasilkan senyawa siderofor. Adanya siderofor pada bakteri ini mendukung kemampuan bakteri sebagai PGPR karena dapat
bertindak dalam kompetisi dengan mikroorganisme patogen dalam menggunakan
Fe3+ yang konsentrasinya sangat terbatas dalam tanah. Namun pengambilan Fe3+
oleh mikroorganisme ini tidak mempengaruhi kebutuhan tanaman akan besi yang
sangat sedikit dibandingkan dengan mikroorganisme
Kemampuan Bacillus sp. sebagai pengendali penyakit tanaman antara lain karena kemampuannya memproduksi antibiotik yang diekskresikan saat kultur
memasuki fase stasioner (Madigan et al. 2000) dan produksi metabolit sekunder misalnya enzim kitinase, mycobacilin, basitrasin dan zwittermicin. Menurut
Benhamou et al. (1996) bakteri endofit Bacillus pumilus strain SE34 dapat
digunakan untuk menginduksi ketahanan secara sistemik pada buncis (Pisum sativum). Bakteri ini dapat merangsang penebalan dinding sel terutama pada
jaringan korteks dengan produksi kitin sehingga patogen tidak dapat melakukan
penetrasi. Patogen hanya terdistribusi pada jaringan epidermis dan tidak dapat
menyebar ke jaringan korteks. Bacillus subtilis diketahui menunjukkan aktifitas antagonis terhadap bakteri dan fungi fitopatogen. Sedangkan Bacillus cereus
Kemampuan Bacillus sebagai biokontrol juga dapat terjadi melalui mekanisme resistensi terinduksi oleh B. subtilis pada tanaman yang diserang cendawan A. niger (Sailaja et al. 1997).
Fungi Patogen Akar Kedelai
Penyakit-penyakit pada tumbuhan baik pada bagian akar, batang, daun dan
bunga ataupun biji sebagian besar disebabkan oleh fungi. Fungi masuk ke dalam
jaringan tanaman melalui struktur terbuka yang alami pada jaringan tanaman
misalnya stomata lentisel, dan hidatoda atau melalui jaringan tanaman yang
terluka. Beberapa fungi mengkolonisasi tanaman kedelai dan benih secara
asimtom. Beberapa fungi yang dikenal menyerang akar tanaman kedelai antara
lain Rhizoctonia solani penyebab penyakit busuk akar dan rebah kecambah (damping off) serta Sclerotium rolfsii penyebab penyakit busuk akar dan batang (Hartman et al. 2001) dan damping off pada benih (Agrios 2004). Kedua fungi ini menyebabkan penyakit yang cukup serius baik pada akar, batang dan
bagian-bagian tanaman lainnya.
Rhizoctonia solani merupakan fungi saprofit yang dapat bertahan walau tidak berada pada tanaman inang. R. solani memiliki sel multinukleat yang hifanya berwarna coklat dan mampu membentuk sklerotia berwarna coklat hingga
hitam. Fungi ini menginfeksi pada saat penanaman benih dan menginfasi
hipokotil selanjutnya menyebabkan damping off atau jika tidak akan menyebabkan busuk akar. Semua Rhizoctonia terdapat sebagai miselium steril dan kadang-kadang sebagai sklerotia kecil tanpa diferensiasi jaringan internal (Agrios
2004). Penggunaan Bacillus megaterium diketahui dapat menurunkan tingkat penyakit yang disebabkan fungi ini (Hartman et al. 2001).
Tanaman kedelai sangat rentan terhadap serangan S. rolfsii yang menyerang tanaman sejak pembenihan. S. rolfsii memiliki hifa hialin berseptat, tidak memproduksi spora aseksual, dan mampu membentuk struktur pertahanan
berupa sklerotia sperikel. Massa miselium yang menyerang jaringan memproduksi
sekret berupa asam oksalat, pektinolitik, selulolitik dan enzim-enzim yang dapat
Gen 16S rRNA
RNA di dalam sel dapat dikelompokkan menjadi 2 kelompok yaitu
kelompok RNA yang berhubungan dengan ekspresi gen yaitu mRNA, tRNA dan
kelompok rRNA yang tidak berhubungan dengan ekspresi gen. Ribosomal RNA
merupakan salah satu makromolekul yang menarik karena molekul ini bersifat
stabil, terdapat sekitar 83% dari keseluruhan RNA dalam sel dan merupakan
kerangka ribosom yang sangat berperan dalam mekanisme translasi. Semua rRNA
identik secara fungsional yakni terlibat dalam produksi protein, walaupun
demikian sekuen-sekuen di bagian tertentu terus berevolusi dan mengalami
perubahan pada level struktur primer sambil mempertahankan struktur sekunder
dan tersier yang homolog (Gutell et al. 1994).
Kemampuannya mewakili semua informasi filogenetik dan kepraktisannya
menyebabkan sekuen 16S rRNA lebih sesuai digunakan untuk identifikasi bakteri
daripada menggunakan 5S rRNA atau 23S rRNA. Menurut Bottger (1996)
aplikasi molekuler untuk menganalisis keragaman mikrob melalui analisis gen
16S rRNA sesuai untuk mengidentifikasi mikroorganisme karena gen ini terdapat
pada semua organisme prokariot. Molekul 16S rRNA memiliki daerah-daerah
berbeda berupa sekuen yang konservatif dan sekuen lain yang sangat variatif.
Terdapat lebih dari 4000 entri (sekuen yang terdaftar ) yang ada pada database
16S rRNA yang mencakup sekitar 1800 species yang terus bertambah jumlahnya.
Strategi yang sering digunakan untuk melihat keragaman mikrob meliputi
tahap-tahap isolasi DNA dari komunitas alami, amplifikasi gen 16S rRNA
menggunakan PCR, penapisan klon-klon untuk variabilitas genetik, pemilihan
klon unik untuk disekuen dan menentukan hubungan filogeniknya (Marchesi et al. 1998). Gen 16S rRNA bersifat relatif stabil dalam sel bakteri daripada rRNA yang
Isolasi dan Karakterisasi Fisiologi secara Parsial Bacillus sp.
Isolasi dilakukan dengan cara mengambil 0.5 gram sampel tanah yang
diperoleh dari rizosfer kedelai asal Cirebon dimasukkan ke dalam 4.5 ml akuades
steril yang sudah terlarut NaCl 0.85% di dalamnya. Sampel divortek dan
dipanaskan pada suhu 80 oC selama 10 menit, selanjutnya dilakukan pengenceran
secara berseri hingga pengenceran 10-6. Sebanyak 100 µl suspensi ditumbuhkan
dalam media Nutrient Agar (NA) dengan metode cawan sebar dengan komposisi 8 g NB, 15 g agar-agar bacto dalam 1 liter akuades. Cawan selanjutnya diinkubasi selama 24 jam. Koloni yang tumbuh dimurnikan dengan menggunakan media
yang sama. Selanjutnya koloni tunggal diamati karakter morfologinya dan
digoreskan pada media agar miring NA sebagai biakan stok.
Karakterisasi fisiologi isolat untuk menapis isolat meliputi perwarnaan
gram, pewarnaan endospora dan uji katalase mengikuti prosedur Bergey’s Manual of Determinative Bacteriology (Buchanan & Gibbon 1974) untuk menentukan
isolat tersebut termasuk ke dalam kelompok Bacillus sp. Pewarnaan Gram menggunakan pereaksi ungu kristal, iodium, etanol 95% dan safranin sebagai
pewarna tandingan. Pewarnaan endospora menggunakan pereaksi malakit hijau
dan safranin. Pengamatan meliputi bentuk sel dan warna sel menggunakan
mikroskop cahaya perbesaran 1000 kali. Uji katalase dilakukan dengan
menggunakan pereaksi hidrogen peroksida 3%.
Uji Karakteristik Bacillus sp. sebagai PGPR
Uji Produksi Indole Acetic Acid (IAA). Produksi IAA dilakukan dengan
menggunakan metode standar sesuai metode yang dilakukan oleh Dey et al. (2004). Satu lup penuh isolat Bacillus sp. yang dikulturkan pada 10 ml media
Nutrient Broth (NB) yang ditambahkan L-triptofan 0.2 mM diinkubasikan dan dikocok dengan kecepatan 150 rpm pada suhu ruang selama 24 jam dalam ruang
dari tiap perlakuan dimasukkan ke dalam 2 tabung ependorf kemudian
disentrifugasi dengan kecepatan 10.000 rpm selama 15 menit. Sebanyak 2 ml
filtrat yang diperoleh dimasukkan ke dalam tabung reaksi steril dan ditambahkan
2 ml reagen Salkowski (perbandingan filtrat: reagen = 1:1). Suspensi kemudian diinkubasikan selama 60 menit pada suhu ruang di dalam ruang gelap.
Selanjutnya dilakukan pengukuran serapan IAAnya dengan menggunakan
spektrofotometer (Spectronic 20) pada panjang gelombang 510 nm.
Uji Pelarutan Fosfat. Uji ini dilakukan dengan menggunakan metode
standar yaitu menggunakan media Pikovskaya (Subba Rao & Shinha 1962; Subba
Rao 1999), dengan komposisi glukosa 10 g, Ca3HPO4 5 g, (NH4)2SO4 0.5 g, KCL
0.2 g, MgSO4.7H2O 0.1 g, ekstrak khamir 0.5 g, MnSO4 25 mgdanFeSO4 25 mg,
serta agar-agar Bacto 20 g dalam 1l akuades. Suspensi isolat bakteri berumur 24 jam ditumbuhkan pada media Phikovkaya yang mengandung trikalsium fosfat
(Ca3PO4) dengan metode sebar, zona bening yang dihasilkan di sekitar koloni
setelah diinkubasi selama 3 hari menunjukkan adanya aktivitas bakteri dalam
melarutkan fosfat.
Uji Produksi Siderofor. Produksi siderofor oleh isolat Bacillus sp. diuji menggunakan media Chrome Azurol Sulfonat (CAS) agar dengan modifikasi larutan garam (Husen 2003). Larutan 1 (larutan indikator Fe-CAS) mengandung
10 ml (1mM FeCl3.6H2O didalam 10 mM HCL), 50 ml larutan CAS (1.21 mg ml
-1
), dan 40 ml larutan hexadecyl-trimetylammonium bromide (HDTMA) (1.82 mg ml-1). Larutan 2 merupakan larutan buffer, disiapkan dengan melarutkan 30.24 g
PIPES (peperazine-N,N’-bis[2-ethanesulfonic acid]) kedalam 750 ml larutan garam (3 gr KH2PO4, 5 g NaCl, 10 g NH4Cl, 20 mM MgSO4, 1 mM CaCl2).
Akuades ditambahkan untuk mencapai volume larutan 800 ml sebelum diukur pH
nya hingga 6.8 dengan 50% KOH, kemudian 20 g agar-agar bacto ditambahkan sebelum diautoklaf. Larutan 3 mengandung 2 g glukosa, 2 g manitol dan mikro
elemen ( 493 mg MgSO4.7H2O, 11 mg CaCl2, 1.17 mg MnSO4.H2O, 1.4 mg
H3BO3, 0.04 mg CuSO4.5H2O, 1.2 mg ZnSO4.7H2O dan 1.0 mg NaMoO4.2H2O)
didalam 70 ml akuades. Larutan 4 berupa 30 ml 10% (w/v) cassamino acid yang difilter dengan membran milipor 0.45 µm. Media ini dibuat dengan
ditambahkan larutan 3 dan larutan 1 secara perlahan-lahan dan dilakukan
homogenisasi dengan menggunakan stirer. Isolat yang telah diremajakan terlebih
dahulu, diuji menggunakan metode replika dengan cara ditotol atau digores pada
media agar CAS dengan dua ulangan. Isolat yang mampu memproduksi siderofor
akan menghasilkan zona berwarna oranye disekitar koloni setelah diinkubasi
semalam.
Uji Hipersensitivitas. Isolat berumur 24 jam dikulturkan pada media NB
cair dan dikocok dengan kecepatan 150 rpm selama 24 jam pada suhu ruang.
Isolat tersebut disuntikkan menggunakan syringe sebanyak 1 ml (diperkirakan > 106 CFU/ml) pada area intervena ruas daun tembakau (Lelliot & Stead 1987)
dengan masing-masing isolat 3 ulangan. Kontrol perlakuan pada uji ini
menggunakan E. coli dan akuades sebagai kontrol negatif serta Ralstonia solanacearum sebagai kontrol positif. Pengamatan dilakukan setelah 24 jam hingga 48 jam untuk mengetahui perubahan warna dan kondisi daun tembakau
setelah disuntikkan dengan isolat. Adanya bercak nekrosis kecoklatan dan
kekeringan pada jaringan daun menunjukkan adanya reaksi hipersensitif positif.
Telaah Pemacuan Pertumbuhan Tanaman. Inokulan dari isolat yang akan
diuji disiapkan dengan meresuspensikan sel berumur 24 jam dari cawan agar-agar
tersebut ke dalam NB. Sebanyak 9 kecambah steril yang berumur 24 jam
diletakkan di atas media agar-agar 1%. Masing-masing kecambah diinokulasikan
dengan 100 μl suspensi bakteri dengan konsentrasi sel kira-kira 1010 sel/ml. Masing-masing perlakuan dilakukan sebanyak 3 kali ulangan dan 1 perlakuan
kontrol. Pada perlakuan kontrol masing-masing kecambah ditambahkan NB saja.
Setelah 7 hari perlakuan, diamati dan diukur pertumbuhannya yang meliputi
panjang batang, panjang akar utama dan jumlah akar lateral dan sublateral
kemudian dibandingkan dengan kontrol (Dey at al. 2004). Hasil pengukuran dianalisis secara statistik dengan one-way Analysis of Variance (ANOVA) dan diuji lanjut dengan uji Duncan pada taraf kesalahan 5% menggunakan software
SAS.
Uji Antagonisme terhadap Fungi Patogen Akar. Uji antagonis dilakukan
secara kualitatif dan kuantitatif dengan menggunakan metode standar kultur
dalam cawan petri berdiameter 9 cm, berjarak 3 cm dari kultur cendawan
Sclerotium rolsfii dan Rhizoctonia solani yang ditumbuhkan di tengah-tengah cawan petri. Kultur dan biakan cendawan diinkubasikan selama 5 hari untuk S. rolfsii dan 2 hari untuk R. solani dan diamati pertumbuhannya. Adanya interaksi antagonis ditandai dengan terbentuknya zona penghambatan antara isolat Bacillus
sp. dengan cendawan. Uji kuantitatif dilakukan dengan metode oposisi langsung
untuk mengetahui besarnya persentase penghambatan pertumbuhan radial
cendawan oleh bakteri. Besarnya persentase penghambatan dihitung
menggunakan rumus 1-(a/b) x 100%, dimana a menunjukan jarak antara titik
pusat cendawan ke arah isolat Bacillus sp., b menunjukkan jarak antara titik pusat cendawan ke daerah kosong tanpa isolat Bacillus sp. (Dikin et al. 2006). Selanjutnya penentuan kategori kemampuan antagonisme terhadap R. solani dan
S. rolsfii dikelompokkan menjadi empat kategori berdasarkan besar persentase zona penghambatan yaitu kuat (> 40%) dengan simbol +++; sedang
(40%≤x≥30%) dengan simbol ++; lemah (<30%) dengan simbol + dan tidak memiliki kemampuan antagonisme (0%) dengan simbol -.
Identifikasi Berdasarkan Sekuen Gen 16S rRNA
Isolasi DNA. Isolasi DNA terhadap 6 isolat terseleksi mengikuti metode
seperti yang dipaparkan oleh Sambrook et al. (1989). Isolat bakteri berumur 24
jam dikulturkan pada media cair NB selama 24 jam. Sebanyak 1,5 – 3 μl kultur disentrifugasi pada kecepatan 12.000 rpm selama 4 menit dan peletnya
disuspensikan dalam 1 ml buffer STE dan diresuspensi dengan buffer STE
dilakukan berulang 3 kali. Supernatan ditambahkan 8 μl lisozim dan diinkubasikan selama 60 menit pada suhu ruang. Selanjutnya ditambahkan 200 μl buffer STE dan 40 μl SDS 10% dan digoyang-goyang perlahan selanjutnya diinkubasikan 30 menit pada suhu 65 0C. Setelah dingin (suhu ruang)
ditambahkan 4μl prot-K (10mg/ml) dan diinkubasikan selama lebih dari 3 – 4 jam pada suhu 370 C. Suspensi yang telah diinkubasi ditambahkan 200 - 400 μl buffer STE dan ditambahkan larutan P:C (perbandingan 3:5) sebanyak 250 μl disentrifugasi 12.000 rpm selama 10 menit. Langkah ini dilakukan sebanyak 4 – 5
10 menit. Langkah ini diulangi 2 kali. Supernatan yang terbentuk ditambahkan 1
ml EtOH 95% dan 50 μl NaOAc 3M digoyang-goyang perlahan dan diinkubasikan semalam. Selanjutnya disentrifugasi 12.000 rpm selama 10 menit,
dibuang supernatannya dan dikeringkan pada suhu ruang. Pelet yang kering
dilarutkan dalam 20 μl ddH2O dan diinkubasikan pada suhu 65 0C selama 10
menit selanjutnya DNA hasil isolasi disimpan pada suhu 4 0C.
Amplifikasi DNA. Amplifikasi terhadap DNA hasil isolasi menggunakan
mesin PCR dengan primer 63f ( 5’-CAG GCC TAA CAC ATG CAA GTC – 3’)
dan 1387r (5’- GGG CGG WTG GTA CAA GGC-3’) (Marchesi et al. 1998)
dengan total volume reaksi 50 μl. Sebanyak 50 μl volume reaksi dalam ependorf yang mengandung 0.25 μl Taq polimerase, 12.5 μl buffer GC, 4 μl dNTP, 5 μl DNA template, 1 μl primer forward, 1 μl primer reverse dan 1.25 μl ddH2O steril
dimasukkan ke dalam perangkat PCR. Amplifikasi dilakukan selama 45 menit
dengan 30 siklus dengan pengaturan kondisi denaturasi awal dengan suhu 94 oC
selama 2 menit dilanjutkan siklus amplifikasi yang terdiri atas denaturasi dengan
suhu 92 oC selama 30 detik, annealing dengan suhu 55 oC selama 30 detik,
ekstensi dengan suhu 75 oC selama 1 menit dan ekstensi akhir dengan suhu 75 oC
selama 5 menit. Hasil PCR dicek pada gel elektroforesis selama 45 menit yang
diwarnai dengan EtBr menggunakan UV Transluminator (Hoefer Scientific
Instrumens, San Fransisco).
Analisis Sekuen Gen 16S rRNA. DNA murni hasil amplifikasi dengan
mesin PCR dipurifikasi dan selanjutnya disekuen menggunakan mesin DNA
sequencer ABI 310 menggunakan jasa PT Charoen Pokphand. Hasil sekuen dicek urutan basa nukleotidanya menggunakan program BioEdit kemudian diolah
menggunakan program Basic Local Alligment Search Tool – Nucleotide (BLAST-N) melalui situs layanan National Centre for Biotechnology Information (NCBI).
Hal ini bertujuan mengetahui tingkat homologi isolat dengan Bacillus spp. dari data GenBank. Sekuen diurutkan menggunakan program ClustalX, selanjutnya
melalui DNADIST diperoleh matriks jarak untuk menyusun pohon filogenetik
Isolasi dan Karakterisasi Fisiologi secara Parsial Bacillus sp.
Rizobakteria diisolasi dari rizosfer tanaman kedelai asal Plumbon, Cirebon,
Jawa Barat dan dikarakterisasi secara fisiologi untuk menapis isolat yang
memiliki karakter Bacillus. Sebanyak 60 isolat Bacillus sp. telah berhasil diisolasi dan dikarakterisasi sifat-sifat fisiologi secara parsial untuk genus Bacillus mengikuti metode standar Bergey’s Manual of Determinative Bacteriology
(Buchanan & Gibbon 1974).
Koloni isolat - isolat Bacillus sp. bervariasi dalam bentuk, tepian, elevasi maupun warna koloni. Penampilan koloni isolat Bacillus sp. Cr 66 berumur 24 jam yang ditumbuhkan pada media cawan gores Nutrien agar ditunjukkan pada Gambar 1A. Karakteristik fisiologi parsial yang dimiliki isolat – isolat ini meliputi
Gram positif, bentuk sel batang dengan ukuran dan penataan yang berbeda-beda
(Gambar 1B), mampu membentuk endospora (Gambar 1C), serta bersifat katalase
positif.
Karakter Bacillus sp. sebagai PGPR
Produksi Indole Acetic Acid (IAA). Isolat yang akan digunakan untuk uji
produksi IAA ditumbuhkan pada media cair NB yang ditambahkan L-Trp.
Produksi IAA isolat Bacillus sp. ditunjukkan oleh adanya perubahan warna supernatan yang ditambah dengan reagen Salkowski dan diinkubasikan selama
satu jam pada suhu ruang dalam kondisi gelap. Perubahan warna terjadi dari
warna kuning menjadi warna merah muda hingga merah ungu jernih. Sebanyak 45
isolat Bacillus sp. memiliki kemampuan mensintesis IAA dengan konsentrasi yang bervariasi antara 0.06 ppm sampai dengan 44.66 ppm (Tabel 1). Sebanyak
32 isolat Bacillus sp. (71%) memproduksi IAA dengan konsentrasi kurang dari 10 ppm; sebanyak 8 isolat Bacillus sp. (18%) memproduksi IAA pada kisaran konsentrasi antara 10 ppm hingga 20 ppm. Sedangkan 5 isolat Bacillus sp. (11%) mampu memproduksi IAA lebih dari 20 ppm. Isolat Bacillus sp. Cr 55 diketahui mensintesis IAA dengan konsentrasi tertinggi yaitu 44.66 ppm sedangkan isolat
A
1μm 1μm
B C
Uji Pelarutan Fosfat. Isolat yang berumur 24 jam ditumbuhkan dengan
metode sebar pada media Phikovskaya yang mengandung trikalsium fosfat
(Ca3PO4). Kemampuan melarutkan fosfat ditandai dengan terbentuknya zona
bening di sekeliling koloni bakteri (Gambar 2A). Kemampuan isolat dalam
melarutkan fosfat yang terkandung pada media ditandai oleh luas zona bening
yang terbentuk di sekeliling koloni bakteri yang berbeda-beda. Dari 45 isolat yang
diuji sebanyak 36 isolat Bacillus sp. (80%) mampu melarutkan fosfat yang terkandung dalam media Phikovskaya. (Tabel 1).
Uji Produksi Siderofor. Isolat yang telah diremajakan ditumbuhkan pada
media agar-agar Chrome Azurol Sulfonat (CAS) yang mengandung FeCl3.6H2O,
dan indikator CAS yang berwarna hijau kebiruan untuk mencari isolat yang
mempunyai kemampuan mensekresi siderofor. Selanjutnya isolat diinkubasikan
semalam pada suhu ruang. Isolat positif memproduksi siderofor ditandai dengan
adanya zona berwarna kuning oranye jernih di sekitar koloni bakteri. Sebanyak 43
isolat Bacillus sp. (96%) mampu mengkelat besi dalam media CAS agar (Tabel 1). Kemampuan isolat dalam memproduksi senyawa pengkelat besi / siderofor
berbeda-beda. Hal ini dapat dilihat dari luas zona di sekitar koloni bakteri yang
mengalami perubahan warna menjadi oranye seperti diperlihatkan pada Gambar
2B. Kepekatan warna dan luas zona oranye yang terbentuk menunjukkan adanya
perbedaan afinitas isolat dalam mengkelat besi.
Uji Hipersensitivitas. Uji ini dilakukan untuk mencari isolat yang tidak
memberikan respons hipersensitif atau hipersensitif negatif pada tanaman yang
bukan inangnya. Daun yang disuntikkan dengan isolat bersifat hipersensitif positif
jika menunjukkan gejala kematian sel, kekeringan dan nekrosis pada area daun
yang disuntikkan dengan isolat. Dari 45 isolat yang memproduksi IAA yang diuji
seluruh isolat diketahui tidak memberikan reaksi hipersensitif pada daun tanaman
1 cm
Gambar 2 Isolat Bacillus sp. Cr 90 yang ditumbuhkan pada media Phikovskaya dan diinkubasikan selama 3 hari pada suhu ruang mempunyai kemampuan melarutkan fosfat yang ditandai dengan terbentuknya zona bening di sekeliling koloni bakteri (A); (B) penampilan koloni Bacillus sp. yang ditumbuhkan pada media agar-agar CAS dengan metode replika dan diinkubasikan semalam menampilkan zona berwarna oranye jernih di sekeliling koloni bakteri yang menunjukkan dihasilkannya siderofor.
Tabel 1 Hasil uji produksi IAA, uji pelarutan fosfat, uji siderofor, dan uji antagonisme terhadap cendawan S. rolfsii dan R. solani pada 45 isolat
Bacillus sp. yang mampu memproduksi IAA
Isolat Cr 67, Cr 68, Cr 69, dan Cr 71 berhasil memacu peningkatan
panjang akar primer; isolat Cr 64, Cr 66, Cr 67, Cr 68, dan Cr 71 mampu memacu
peningkatan panjang batang; isolat Cr 69 dan Cr 71 mampu memacu
pembentukan akar lateral dan sublateral (Tabel 2). Pada telaah ini pengaruh
inokulasi dengan isolat Cr 77, Cr 82, Cr 83, Cr 87, Cr 89, Cr 90, dan Cr 91
menyebabkan pertumbuhan panjang akar kecambah lebih pendek daripada
kontrol. Sedangkan panjang batang kecambah juga lebih pendek pada kecambah
yang diinokulasikan dengan isolat Cr 77 dan Cr 78. Jumlah akar lateral dan sub
lateral lebih sedikit daripada kontrol setelah diberi perlakuan dengan isolat Cr 77,
Cr 78, Cr 81, Cr 82, Cr 83, Cr 87, Cr 89, Cr 90, dan Cr 91.
sedang dan lemah/rendah. Pada uji antagonis fungi patogen akar penentuan kategori berdasarkan
besar persentase zona penghambatan : kuat (> 40%) dengan simbol +++; sedang (40%≤x≥30%) dengan simbol ++; lemah (<30%) simbol +; dan tidak bersifat antagonis (0%) dengan simbol -.
Telaah Pemacuan Pertumbuhan Tanaman. Empat puluh lima isolat
Bacillus sp. yang diketahui mensintesis IAA dan tidak memberikan reaksi hipersensitif pada tanaman, diuji kemampuannya dalam pemacuan pertumbuhan
tanaman menggunakan kecambah biji kedelai kultivar Slamet yang dibandingkan
dengan kontrol. Sebanyak 6 isolat (13.2%) memiliki kemampuan dalam pemacuan
pertumbuhan tanaman meliputi peningkatan panjang akar primer, panjang batang,
dan jumlah akar lateral dan sub lateral jika dibandingkan dengan kontrol
(kecambah kedelai yang tidak diinokulasi dengan bakteri) (Tabel 2). Kecambah
tanaman kedelai yang diinokulasi dengan Bacillus sp. Cr 69 secara signifikan memacu peningkatan panjang akar dan pertumbuhan jumlah akar lateral
Gambar 3 Panjang akar dan jumlah akar kecambah kedelai kultivar Slamet berumur 7 hari pada media agar-agar 1%; (A) kecambah diinokulasi dengan Bacillus sp Cr 69; (B) kontrol.
Tabel 2 Rerata panjang akar, panjang batang dan jumlah akar lateral dan sub lateral pada kecambah kedelai kultivar Slamet yang diberi perlakuan dengan isolat Bacillus sp. dan diinkubasikan selama 7 hari pada media agar-agar 1% beserta kontrol
Rerata No Isolat
Panjang akar (cm Panjang batang (cm) Jumlah akar
Uji Antagonisme terhadap Fungi Patogen Akar. Kemampuan isolat
sebagai antagonis terhadap cendawan Rhizoctonia solani dan Sclerotium rolsfii ini diukur secara kualitatif dan kuantitatif. Pada uji ini pertumbuhan cendawan
terhenti dan menebal saat mendekati isolat sehingga terbentuk area yang
memisahkan antara cendawan dengan bakteri. Pada uji antagonis terhadap R. solani diperoleh 28 isolat Bacillus sp. (62.2%) mampu menghambat pertumbuhan cendawan R. solani pada media PDA. Sebanyak 7 isolat (15.6%) memiliki persentase penghambatan termasuk sebagai kategori kuat, 7 isolat (15.6%)
termasuk kategori sedang, dan 14 isolat (31.1%) termasuk kategori lemah
(Tabel1). Sedangkan 2 isolat Bacillus sp. (4.4%) yaitu Cr 55 dan Cr 79 memiliki
kemampuan dalam menghambat cendawan S. rolsfii dengan kategori
berturut-turut kuat dan lemah. Penampilan cendawan R. solani dan S. rolfsii yang dihambat pertumbuhan radialnya oleh isolat bakteri ditunjukkan pada Gambar 4A dan 4B.
Rerata No Isolat
Panjang akar (cm Panjang batang (cm) Jumlah akar
44. Kontrol 13.44b 10.70c 65.14b
Gambar 4 Penampilan cendawan R. solani yang diinkubasikan selama 2 hari pada media PDA, pertumbuhannya dihambat oleh isolat Cr 64 (A); penampilan cendawan S. rolsfii yang diinkubasikan selama 5 hari pada media PDA, pertumbuhan radialnya dihambat oleh isolat Cr 55 (B).
2
2
Analisis Sekuen Gen 16S rRNA
Enam isolat yang memiliki karakter unggul memacu pertumbuhan
kecambah biji kedelai kultivar Slamet diisolasi DNA-nya dengan metode seperti
dikemukakan oleh Sambrook et al. (1989). Dari hasil amplifikasi gen 16S rRNA dengan teknik PCR telah diperoleh fragmen DNA dengan panjang masing-masing
± 1300 pb (Gambar 5).
Hasil analisis sekuen parsial gen 16S rRNA dengan program BLAST-N
menunjukkan bahwa Cr 64 memiliki persentase similaritas 92% dengan Bacillus
sp. NRS-800, Cr 66 memiliki persentase similaritas 94% dengan B. cereus
HNR10, Cr 67 memiliki persentase similaritas 94% dengan B. pumilus str M-1-9-1, Cr 68 memiliki persentase similaritas 93% dengan B. thuringiensis str FWAW, Cr 69 memiliki persentase similaritas 98% dengan B. cereus AD2, sedangkan Cr 71 memiliki persentase similaritas 99% dengan Bacillus shandongensis str SD. Setelah sekuen diurutkan menggunakan program ClustalX maka untuk
mengetahui kedekatan kekerabatan isolat satu dengan isolat lainnya digunakan
program Njplot. Selanjutnya tingkat kedekatan dan kekerabatan isolat-isolat
tersebut dicantumkan pada dendogram seperti terlihat pada Gambar 6.
Keenam isolat membentuk 3 kelompok yang berbeda. Cr 64 memisah
tersendiri, isolat Cr 66, Cr 68, dan Cr 69 membentuk kelompok sendiri yang
terpisah dengan Cr 67 dan Cr 71. Masing-masing isolat memiliki jarak evolusi
yang berbeda-beda dengan spesies Bacillus spp. yang ada pada GenBank. Keenam isolat memiliki diversitas cukup tinggi dengan masing - masing isolat memiliki
1
1
2
3
4
5
6
7
10.000 pb
5.000 pb
1.500 pb
1.300 pb
1.000 pb
750 pb
250 pb
Gambar 6 Dendrogram pohon filogenetik yang mengindikasikan kekerabatan dari 6 isolat berdasarkan sekuen parsial gen 16S rRNA
hasil amplifikasi PCR dengan isolat dari GenBank (angka di atas garis cabang menunjukkan panjang percabangan yang
Isolasi dan Karakterisasi Fisiologi Parsial Bacillus sp.
Bacillus merupakan kelompok bakteri yang banyak ditemukan pada habitat tanah. Kelompok bakteri ini diperkirakan terdapat sangat melimpah di tanah
sehingga isolasi dilakukan dengan metode pengenceran secara berseri hingga 10-6.
Isolasi Bacillus sp. sedikit berbeda dengan isolasi bakteri tanah lainnya di mana suspensi tanah dalam larutan garam 0.85% dipanaskan terlebih dahulu pada suhu
800C selama 10 menit. Hal ini bertujuan untuk menapis Bacillus sp. dari bakteri lain yang tidak membentuk endospora. Bakteri yang tidak membentuk endospora
umumnya tidak mampu bertahan pada suhu yang relatif tinggi tersebut.
Karakterisasi fisiologi parsial meliputi pewarnaan gram, pewarnaan endospora,
dan uji katalase menunjukkan bahwa isolat yang diperoleh merupakan bakteri
gram positif yang berbentuk batang, mampu membentuk endospora dan bersifat
katalase positif.
Bacillus merupakan bakteri yang termasuk kelompok gram positif, memiliki dinding sel yang mengandung 90% lapisan peptidoglikan dengan polisakarida
berupa asam tekoat yang tertanam di dalam dinding sel. Bacillus dapat membentuk endospora pada kondisi lingkungan yang kritis termasuk keterbatasan
nutrisi misalnya kekurangan karbon dan nitrogen tetapi tidak akan membentuk
endospora saat sel sedang membelah secara eksponensial. Untuk itu pewarnaan
endospora hanya dapat dilakukan paling tidak setelah isolat berumur lebih dari 48
jam. Struktur endospora dapat tetap bertahan terhadap radiasi, suhu, kekeringan,
asam, desinfektan serta dapat dorman dalam waktu yang lama.
Kemampuan Bacillus membentuk endospora sangat menguntungkan bagi bakteri tanah terkait dengan habitatnya atau kondisi lingkungan yang selalu
berubah dan tidak menguntungkan. Hal ini merupakan nilai tambah sehingga
bakteri ini dapat dimanfaatkan sebagai pupuk hayati ataupun sebagai agens
pengendali hayati yang stabil. Struktur spora dapat bertahan dan tetap dapat
melepaskan metabolit aktifnya pada kondisi lingkungan yang tidak
menguntungkan sehingga memungkinkan untuk membuat formulasi produk yang
selnya. Produk akhir sampingan dari metabolisme tersebut berupa hidrogen
peroksida yang bersifat toksik. Bacillus memiliki enzim katalase yang mampu mengubah peroksida menjadi air dan oksigen sehingga tidak bersifat toksik.
Karakter Bacillus sp. sebagai PGPR
Compant et al. (2005) melaporkan bahwa Bacillus sp mempunyai banyak potensi yaitu mampu memproduksi IAA, melarutkan fosfat, mensekresi siderofor
dan berperan sebagai agen biokontrol dengan menginduksi sistem kekebalan
tanaman serta menghasilkan antibiotik. Salah satu hormon yang sangat penting
bagi pertumbuhan tanaman adalah auksin atau indole acetic acid (IAA). Hormon ini memainkan peran penting pada mekanisme ekspansi sel yaitu pada saat inisiasi
akar, pembelahan, pemanjangan dan diferensiasi sel serta sebagai agen atau
pembawa sinyal dalam respons tumbuhan. Leveau dan Lindow (2005)
menyatakan bahwa IAA merupakan hormon auksin pertama yang mengontrol
berbagai proses fisiologis penting meliputi pertumbuhan, pembelahan sel,
diferensiasi jaringan dan respons terhadap cahaya dan gravitasi. Namun demikian
mungkin tumbuhan tidak dapat mensintesis IAA dalam jumlah yang cukup untuk
memenuhi kebutuhan pertumbuhannya yang optimal, sehingga adanya pemberian
auksin dapat memacu pemanjangan akar, meski hanya pada konsentrasi yang
sangat rendah (10-13 M hingga 10-7 M bergantung pada spesies dan umur tanaman)
(Salisbury & Ross 1992).
Secara umum ada tiga jalur pembentukan IAA yaitu jalur IPyA (Indole-3- Pyruvic Acid), jalur TAM (Tryptamine) dan jalur IAN (Indole-3-Acetonitril). Namun hanya dua jalur saja yang terdapat pada bakteri yaitu jalur TAM dan
IPyA. Jalur IPyA diketahui bersifat inducible oleh senyawa triptofan. Triptofan merupakan prekursor utama dalam biosintesis IAA. Adanya penambahan triptofan
diketahui dapat meningkatkan biosintesis IAA melalui jalur IPyA pada
Enterobacter, Rhizobium phaseoli, Bradyrhizobium japonicum, dan Azospirillum brasilense (Patten & Glick 2000). Produksi IAA akan meningkat sesuai dengan
peningkatan konsentrasi triptofan dari 1 – 100 μg / ml (Ahmad et al 2004). Pada penelitian ini uji kemampuan bakteri dalam memproduksi IAA ditambahkan
pertumbuhannya. Selanjutnya pada filtrat hasil sentrifugasi ditambahkan reagen
Salkowski dengan perbandingan filtrat dengan reagen adalah 1:1 dan
diinkubasikan pada ruang gelap. Inkubasi dilakukan di ruang gelap karena pada
produksi IAA saat pembentukan asam indol piruvat oleh bakteri peka terhadap
cahaya.
Sebanyak 45 isolat diketahui dapat memproduksi IAA dengan konsentrasi
yang berbeda-beda (Tabel 1). Isolat Cr 55 diketahui memproduksi IAA paling
tinggi yaitu 44.66 ppm sedangkan isolat Cr 72 memproduksi IAA pada
konsentrasi yang paling rendah yaitu 0.06 ppm. Adanya perbedaan konsentrasi
IAA yang diproduksi oleh isolat dimungkinkan karena perbedaan kemampuan
bakteri dalam memanfaatkan triptofan yang ada atau karena perbedaan jalur atau
mekanisme dalam memproduksi IAA. Adanya perbedaan dalam memproduksi
IAA oleh bakteri dimungkinkan karena pengaruh perbedaan aktifitas enzim
indolpiruvat dekarboksilase yang terkait dengan tingkat ekspresi gen ipcd yang menyandikan struktur protein tersebut. Konsentrasi IAA yang dihasilkan oleh
bakteri juga bergantung kepada aktifitas dan jumlah sel, ketersediaan nutrisi dan
substrat L-trp dalam media.
Fosfat di dalam tanah sebagian besar terdapat dalam bentuk terikat dengan
kation logam sehingga tidak dapat diambil oleh tanaman. Fosfat merupakan
nutrisi penting bagi tanaman di mana sejumlah besar fosfat yang diabsorbsi dari
tanah digunakan untuk menghasilkan ATP yang dibutuhkan untuk fiksasi nitrogen
(Dey et al. 2004). Kemampuan suatu isolat bakteri sebagai pemacu pertumbuhan tanaman juga dapat ditinjau dari kemampuannya melarutkan fosfat. Beberapa
cendawan dan bakteri termasuk Bacillus diketahui dapat melarutkan fosfat. Pelarutan fosfat oleh bakteri misalnya B. subtilis dan B. amyloliquifaciens terjadi karena aktifitas fosfatase dan fitase (enzim yang melarutkan fosfat organik yang
sukar larut/fitat). Menurut Premono (1998) peranan mikrob dalam melarutkan
fosfat terkait dengan produksi asam organik oleh aktifitas mikrob. Premono juga
menambahkan adanya beberapa teori yang terkait dengan pelarutan fosfat oleh
aktifitas antimikrob antara lain (i) pelepasan ortofosfat dari kompleks logam – P
melalui pembentukan kompleks logam organik, (ii) persaingan anion organik dan
perubahan muatan tapak jerapan oleh ligan organik. Selanjutnya fosfat yang telah
terlepas dari kationnya berupa ion ortofosfat HPO4- atau PO42- dapat diambil oleh
tanaman. Sebanyak 36 isolat mampu melarutkan fosfat dengan kemampuan yang
berbeda-beda terlihat dari luas zona bening yang terbentuk di sekeliling koloni
bakteri (Gambar 3). Isolat Cr 80 dan Cr 91 diketahui memiliki kemampuan
melarutkan fosfat yang paling tinggi. Adanya kemampuan melarutkan fosfat yang
berbeda ini mungkin terkait dengan jenis asam organik yang disintesis oleh
bakteri yang mungkin memiliki kecocokan ataupun efektifitas dalam memutuskan
ikatan pada kompleks kation logam dengan anion fosfat.
Karakter PGPR yang juga dimiliki oleh Bacillus adalah mampu memproduksi siderofor. Menurut Nawangsih (2006) hasil deteksi pada beberapa
galur Pseudomonas fluorescens, B. subtilis, dan B. cereus positif menghasilkan siderofor. Siderofor merupakan molekul atau ligan pengkelat besi ferric (Fe3+) yang diproduksi oleh bakteri saat kondisi konsentrasi besi di alam rendah pada
kondisi tanah netral dan alkalin. Sebanyak 43 isolat bakteri yang berhasil diisolasi
dalam penelitian ini memiliki kemampuan yang berbeda dalam memproduksi
siderofor. Adanya produksi siderofor diketahui dari terbentuknya zona berwarna
kuning oranye jernih di sekeliling koloni bakteri. Perubahan warna media
agar-agar CAS yang mengandung pewarna CAS, Fe3+ dan HDTMA menandakan
terbentuknya kompleks siderofor - Fe3+ dalam larutan CAS kemudian CAS bebas
dilepaskan ke media yang diperlihatkan dengan terjadinya perubahan warna hijau
kebiruan menjadi kuning oranye jernih.
Menurut Miethke et al. (2006) pada B. subtilis terdapat siderofor berupa chatecholate trilactone yang disekresi pada saat kondisi besi terbatas dan
bacilibactin (BB) untuk pengambilan sisa besi ferric di alam. Mekanisme pengambilan kompleks ferri-BB dimediatori oleh FeuABC transporter dan oleh
trilactone hidrolase. Kompleks tersebut akan dihidrolisis dan akan dilepaskan besi
ke dalam sitoplasma. Menurut Compant et al. (2005) siderofor pada berbagai bakteri memiliki kemampuan berbeda dalam mengkelat besi, namun pada
umumnya digunakan untuk menekan cendawan patogenik yang mempunyai
afinitas siderofor rendah. Adanya pengambilan besi oleh bakteri PGPR ini dapat