• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kelainan Mukosa Oral pada masyarakat penyirih di Desa Bandar Seribu Kecamatan Haranggaol Horison Kabupaten Simalungun Sumatera Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kelainan Mukosa Oral pada masyarakat penyirih di Desa Bandar Seribu Kecamatan Haranggaol Horison Kabupaten Simalungun Sumatera Utara"

Copied!
57
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR PUSTAKA

1. Tebai Y, Sukartini E, Hayati AT. Caries prevalence and dmft-t index of Papuan’s student with betel chewing habit. Padjajaran J Dent 2009; 21: 41-6.

2. Situmorang N, Lim E. Kebiasaan mengunyah sirih dan lesi yang dijumpai pada mukosa oral masyarakat batak karo. Dentica Dent J. 2007;12(2): 149-54.

3. Wowor VNS, Supit A, Marbun DR. Gambaran kebiasaan menyirih dan lesi mukosa mulut pada mahasiswa papua di Manado. www.ejournal.unstrat.ac.id/index.php/egigi/article/download/3204/2745

4. Guo SE, Huang TJ, Huang JC, Lin MS, Hong RM, Chang CH et al. Alcohol, betel-nut and cigarette comsupption are negatively associated with health promoting behavior in Taiwan: A cross sectional study. BMC Public health 2013; 13: 2-3

. (22 Desember 2014.

5. Gupta PC, Ray CS. Epidemiology of betel quid usage. Ann Acad Med Singapore 2004; 33(Suppl):31S-36S.

6. Hasibuan S. Lesi-lesi mukosa mulut yang dihubungkan dengan kebiasaan menyirih di kalangan penduduk Tanah Karo Sumatera Utara. Tesis. Jakarta: Bagian Ilmu Penyakit Mulut FKG UI, 2002: 5-37.

7. Sari RP, Carabelly AN, Apriasari ML. Prevalensi lesi praganas pada mukosa mulut wanita lanjt usia dengan menginang di kecamatan Lokpaikat kabupaten Tapin periode Mei-Oktober 2013. Jurnal PDGI, 2013;63: 30-5.

8. G Gandhi, R Kaur. Chewing pan masala and/or betel quid-fashionable attributes and/or cancer menaces. J Hum E col 2005;17(3):116-6.

9. Staples GW, Bevacqua RF. Areca catechu (betel nut palm). SPPIA 2006; 1-17 10. Trivedy CR, Craig G, Warna kulasuriya S. The oral health concequences of

(2)

11. Picwell SM, Schimelpfening S, Palinkas LA.’ Betelmania’-betel quid chewing by Cambodian women in the united states and it potensial health effects. West J Med 1994; 160: 326-30.

12. Mudita IW. Pinang (26 Juli 2012). www.tanamankampung.blogspot. com/2012/07/pinang.html

13. Datta A, Ghoshdastidar S, Singh M. Antrimicrobial Property of piper betel leaf against Clinical Isolated of Bacteria. IJPSR 2011; 104-9.

. (26 November 2014).

14. Amway Indonesia. Mengobati panas dalam dengan daun sirih. (12 Oktober 2012).

November 2014).

15. Maisuthisakul P. phenolic antioxidants from betel eaf (piper betel linn). Extract obtained with different solvent and extraction time. University of the Thai Chamber of commerce journal 2005; 1-13.

16. Rooney DF. Betel chewing tradition in South-East Asian. Oxford University Press, 1993: 12-30

17. Annonymous. Manfaat sirih untuk kecantikan kulit. (Mei 2008) 18. Gururaj HB, Giridhar P, Ravishankar GA, tradition in oral hygiene: chewing of

betel (piper betel l.) Leaves. Current science 2007; 92: 1-3.

19. Rooney DF. Betel chewing tradition in South-East Asian. Oxford University Press, 1993: 12-30

20. Tobacco Basics Handbook. Third Edition. Smokeless toba

21. International Agency for Research on Cancer. Betel Quid and areca-nut chewing and some areca-nut-derived nitrosamines. IARC Monographs 2004; 85: 81-156. 22. Annoymous. Gambir

2014).

(3)

24. Paulino YC, Novotny R, Miller MJ, Murphy SP. Areca (betel) nut chewing practices in Micronesian population. Hawaii J Pub Health 2007;3: 19-29.

25. Chang WZ, Chu HT, Yang CS, Chen CC. The factor of chronic kidney disease: diabetes, hypertention, smoking, drinking, betelnut chewing. JCM T 2008;75:8. 26. Dus G. Manfaat tembakau. (10 Apil 2013). www.garryberbagi.blogspot.

com/2013/04/manfaat-tembakau.html

27. Jain P, Arvind M. Mucosal changes resulting from betel quid and tobacco chewing. Int J Pharm Bio Sci 2014 July; 5(3): 612-7.

. (29 November 2014).

28. Warnakulasuriya S, Johnson NW, Waal I. Nomenclature and classification of potentially malignant disorders of the oral mucosa. J oral Pathol Med 2007; 36:575-80

29. Auluck A, RosinMP, Zhang L, et al. Oral submucous fibrosis, a clinically begin but potentially malignant disease: Report of 3 cases and review of the literature.Journal of the Canadian Dental Association 2008;74(8):735-40.

30. Sudiono J. Pemeriksaan patologi untuk diagnosis neoplasma mulut. Jakarta: EGC;2008.h.2-6

31. Tseng CH. Betel nut chewing and incidence of newly diagnosed type 2 diabetes mellitus in Taiwan. BMC Res Notes 2010;3:228.

32. Sugerman PB, Savaget NW. Oral lichen planus: Causes, diagnosis ang management. Australian Dental Journal 2002;47(4):290-7.)

33. Notoatmodjo S. Ilmu Perilaku kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. 2010:27-9. 34. Sastroasmoro S, Ismael S. Dasar-dasar metodologi penelitian klinis. Ed ke-4.

Jakarta: Sagung Seto., 2011:99,131,361.

35. Sahitha R. Effects of smokeless tobacco, betel quid and areca nut on oral mucosa. IOSR Journal of Dental and Medical Science 2014; 13:8-11.

36. Guha P. Betel Leaf: The neglected green gold of India. J.Hum.Ecol 2006;85:41-51,160-5

(4)

38. Khan S, Chatra L, Shenai KP, Veena KM, Rao PK. A study to analyze the different patterns of quid usage among subjects with chewer’s mucosa. J Indian Academy of Oral Medicine and Radiology 2012; 24 (4): 284–287. 39. Avon SL. Oral mucosal lesions associated with use of quid. J Can Dent

Assoc 2004; 70 (4): 244–8

40. Langlais RP, Miller CS. Color atlas of common oral diseases. 2nd ed. 84. 41. Chitroda PK, Shah JT, Katti G, Ghali S. A correlative study of smokeless

tobacco-induced lesion and smoke-induced leukoplakia in various aspects. J Indian Academy of Oral Medicine and Radiology 2011; 23 (2): 86–91. 42. Dang V, Nagpal M. Quid-induced lichenoid reactions: A prevalence study. J

Indian Academy of Oral Medicine and Radiology 2011; 23 (1): 39–41. 43. Scully C, Bagan JV, Hopper C, Epstein JB. Oral cancer: Current and future

diagnostic techniques. Am J Dent 2008; 21: 199–209. 44. Depkes RI, 2009. Profil Kesehatan Indonesia 2008

http://www.depkes.go.id.

45. Croucher R, Islam S. Socio-economic aspects of areca nut use. In: Adicction Biology. Biology, medical and socio-economic aspect of areca nut use proceedings of symposium 2002: 139-46.

46. Flora MS, Mascie-Taylor CGN, Rahman M. Betel quid chewing and its risk factor in Bangladeshi adults. WHO Shouth-East Asia Journal of Public Health 2012; 1(2):169-81.

47. Bhat SJS, Blank MD, Robert L, et al. Areca nut dependence among chewers in a Shouth Indian community who do not also use tobacco. Society for the study af addiction 2010; 105: 1303-10.

48. Solihin L. Tradisi ditelan zaman: kebiasaan bersirih pinang dalam kebudayaan Melayu. Jurnal kebudayaan 2012;7(1): 75-85.

(5)

50. Nair U, Bartsch H, Nair j. Alert for an epidemic of oral cancer due to use of the betel quid substitutes gutkha and pan masala: a review of agent and causative mechanisms. Mutagenesis 2004; 19(4): 251-62

51. World Health Organization Western Pacific Region. Review of areca (betel) nut and tobacco use in the Pacific: a thecnical report. Switzerland: WHO library cataloguing 2012:19-42.

(6)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian

Rancanganpenelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan menggunakan pendekatan cross sectional, yaitu melihat kelainan-kelainan mukosa oral pada penyirih di desa Bandar Seribu Kecamatan Haranggaol Horison Kabupaten Simalungun Sumatera Utara.Subyek penelitian hanya diobservasi sekali dan pengukuran dilakukan terhadapstatus karakter atau variabel subyek pada saat pemeriksaan dengan cara pendekatan dan pengumpulan data sekaligus pada waktu yang sudah ditentukan. Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara langsung dibantu oleh panduankuesioneryang diisi oleh peneliti dan melakukan pemeriksaan rongga mulut.33

3.2 Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilakukan di Desa Bandar Seribu Kecamatan Haranggaol Horison Kabupaten Simalungun Sumatera Utara pada bulan Agustus-September 2015. Di kecamatan ini terdapat kelompok masyarakat yang masih mempunyai kebiasaan menyirih.Penelitian dilakukan dengan melakukankunjungan dari rumah ke rumah masyarakat setempat.

3.3 Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi

Populasi penelitian ini adalah masyarakat Desa Bandar Seribu Kecamatan Haranggaol Horison Kabupaten Simalungun Sumatera Utara.

3.3.2 Sampel

(7)

kurang dari 100, sehingga seluruh populasi dijadikan sebagai sampel.33Dalam penelitian ini,jumlah sampel yang memiliki kebiasaan mengunyah sirih sebanyak 79 orang yang bermukim di Desa Bandar Seribu Kecamatan Haranggaol Horison Kabupaten Simalungun Sumatera utara.

3.4 Kriteria Inklusi dan Eksklusi

3.4.1 Kriteria Inklusi

1. Penyirih yang berdomisili di Desa Bandar Seribu Kecamatan Haranggaol Horison Sumatera Utara.

2. Memiliki kebiasaan menyirih lebih dari 2 tahun. 3. Tidak mempunyai kebiasaan merokok.

4. Tidak mengomsumsi minuman beralkohol.

5. Bersedia menjadi subjek penelitian dan menandatangani surat persetujuan.

3.4.2 Kriteria Eksklusi

-Tidak bersedia mengikuti seluruh prosedurpenelitian yang akan dilakukan.

3.5Variabel Penelitian

A.Variabel bebas: Kebiasaan menyirih

• Durasi menyirih

• Frekuensi menyirih

• Lama papar

• Komponen sirih

• Lokasi penempatan sirih

(8)

B. Variabel terikat:Kelainan-kelainan mukosa oral:

1. Kebiasaan menyirih:kebiasaan yang dilakukan seseorang dengan memadukan bahan-bahan komponen sirih menjadi satu sehingga dapat dikunyah. Kebiasaan menyirih dilihat berdasarkan:

- Durasi menyirih: lamanya seseorang melakukan kebiasaan ini dimulai dari waktu pertama kali sampai penelitian dilakukan (tahun). Lama kebiasaan menyirih diukur melalui wawancara dengan kuesioner.2,6

- Frekuensimenyirih: banyaknya kegiatan menyirih yang dilakukan oleh penyirih dalam sehari.2 Jumlah menyirih diukur melalui wawancara dengan kuesioner dan digunakan skala ukur numerik.

- Lama papar menunjukkan lamanya seseorang mengunyah sirih atau lama sirih berkontak dengan mukosa mulut untuk satu kali menyirih (menit).2,3 Lama papar menyirih diukur melalui wawancara dengan kuesioner.

- Komponen sirih: unsur-unsur dari bahan-bahan atau ramuan-ramuan yang digunakan untuk menyirih. Komposisi sirih terdiri atas pinang, daun sirih, kapur, dan gambir dan lain-lain.6,34-5 Komponen menyirih diukur melalui wawancara dengan kuesioner.

- Lokasi menyirih:lokasi dalam rongga mulut dimana sirih selalu ditempatkan diletakkan disebelah kiri dan kanan.34-6 Lokasi penempatan sirih diukur melalui wawancara dengan kuesioner.

(9)

- Alasan menyirih:dapat berasal dari kesenangan, ikut-ikut kawan, ketagihan, menjadi suatu kebiasaan, untuk menghilangkan rasa bosan, untuk menghilangkan sakit gigi. Alasan menyirih diukur melalui wawancara dengan kuesioner.

2. Kelainan mukosa oral merupakan adanya gambaran abnormal dari mukosa oral. Kelainan mukosa oral yang dapat ditemukan pada penyirih terdiri dari:

- Mukosa penyirih: adanya diskolorasi berwarna merah kecoklatan pada mukosa oral akibat kebiasaan menyirih, yang tidak dapat dihilangkan ataupun dihapus dengan mudah. Permukaan mukosa oral yang terlibat dapat terlihat irregular, kasar, mengalami maserasi dan menunjukkan epithelial tags.10,37 Selain itu, kadang-kadang dapat terlihat mukosa oral yang cenderung mengalami deskuamasi atau terkelupas, serta gambaran berkerut.37,38 Lesi dapat terlokaliser atau terdapat pada daerah mukosa yang berkontak dengan sirih, biasanya pada daerah bukal.10 Pengukuran dilakukan dengan melakukan pemeriksaan rongga mulut menggunakan kaca mulut dan akan dihasilkan data kategorik.

(10)

- Leukoplakia: adanya bercak atau plak putih pada mukosa oral yang tidak dapat dihapus dan secara klinis, tidak dapat digolongkan sebagai penyakit mukosa oral lainnya.10,40 Lokasi, ukuran dan gambaran klinis dapat ditemukan bervariasi. Lesi sering ditemukan pada tepi lateral dan ventral lidah, dasar mulut, mukosa alveolar, bibir, palatum lunak sampai tigonum retromolar dan perlekatan gingiva mandibular.4 Lesi dapat terlihat menunjukkan permukaan yang licin dan homogen, tipis dan mudah pecah (friable), berfisur, bergelombang, atau berupa veruka, nodular maupun

speckled.10,40,41 Warna lesi dapat ditemukan mulai dari putih sampai abu-abu atau

putih kecoklatan, bahkan juga dapat berwarna merah dan putih ataupun pink keabu-abuan.40,41 Pengukuran dilakukan dengan melakukan pemeriksaan rongga mulut menggunakan kaca mulut dan akan dihasilkan data kategorik.

- Kanker mulut: adanya gambaran klasik dari malignansi oral berupa lesi ulserasi, nodular, indurasi dan fiksasi, yang menetap selama lebih dari tiga minggu. Lesi dapat berwarna merah ataupun campuran merah dan putih, serta sering ditemukan pada daerah bibir, dasar mulut, vestibulum lingual dan tepi lidah.Pada kanker mulut tahap dini, lesi sering ditemukan asimtomatik dan tidak berbahaya. Sementara itu, pada tahapan lebih lanjut lesi dapat terlihat sebagai lesi ulserasi, indurasi, dengan tepi yang meninggi dan dapat berdarah, disertai limfadenopati servikal.42 Pengukuran dilakukan dengan melakukan pemeriksaan rongga mulut menggunakan kaca mulut dan akan dihasilkan data kategorik.

3.7 Alat dan Bahan Penelitian

3.7.1 Alat

(11)

3.7.2Bahan menyirih dilakukan dengan wawancara menggunakan kuisioner. Gambaran mengenai kelainan-kelainan mukosa oral diperiksa di rongga mulut dibantu dengan kaca mulut serta senter sebagai alat penerangan. Sebelumnya pasien diberikan segelas air untuk kumur-kumur agar mempermudah pemeriksaan, selanjutnya dilakukan penelusuran di seluruh rongga mulut untuk melihat ada atau tidaknya lesi pada daerah tersebut. Pengumpulan data dilakukan dengan mengunjungi subyek penelitian kerumah masing-masing.

3.8.2 Pengolahan dan Analisis Data

1. Distribusi dan Frekuensi subyek penelitian yang memiliki kebiasaan menyirih menurut jenis kelamin.

2. Distribusi dan Frekuensi subyek penelitian yang memiliki kebiasaan menyirih menurut usia.

3. Distribusi dan Frekuensi durasi menyirih pada subyek penelitian.

4. Distribusi dan Frekuensi jumlah menyirih dalam satu hari pada subyek penelitian.

5. Distribusi dan Frekuensi dari lama papar menyirih yang dilakukan dalam sehari pada subyek penelitian.

(12)

9. Distribusi dan Frekuensi dorongan menyirih pada subyek penelitian.

10. Distribusi dan Frekuensi masing-masing kelainan pada mukosa oral yang ditemukan pada subyek penelitian.

3.9 Etika Penelitian

Etika penelitian mencakup hal sebagai berikut : 1. Ethical Clearance

Peneliti mengajukan persetujuan pelaksanaan penelitian kepada komisi etik penelitian kesehatan berdasarkan ketentuan etika yang bersifat internasional maupun nasional.

2. Lembar persetujuan (Informed Consent)

Peneliti melakukan pendekatan dan memberikan lembar persetujuan kepada subyek penelitian kenudian menjelaskan terlebih dahulu tujuan penelitian, tindakan yang akan dilakukan serta menjelaskan manfaat yang diperoleh dan hal-hal lain yang berkaitan dengan penelitian. Bagi subyek penelitian yang setuju, diminta untuk menandatangani lembar persetujuan (informed consernt) agar dapat berpartisipasi dalam penelitian

3. Kerahasiaan (Confidentiality)

(13)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan kuesioner dan pemeriksaan langsung rongga mulut pada masyarakat Desa Bandar Seribu Kecamatan Haranggaol Horison Kabupaten Simalungun Sumatera Utara. Pada bab ini akan diuraikan hasil penelitian tentang kelainan-kelainan mukosa oral pada masyarakatnya yang memiliki kebiasaan menyirih.

4.1 Karakteristik Subyek Penelitian Menurut Jenis Kelamin

Pada penelitian ini subyek penelitian yang diperiksaberjumlah 79 orang penyirih, terdiri dari pria dan wanita. Pria memiliki kebiasaan menyirih sebanyak 19 orang (24,1%) dan wanita sebanyak 60 orang (75,9%) (Tabel 1).

Tabel 1. Distribusi dan frekuensi subyek penelitian yang memiliki kebiasaan menyirih menurut jenis kelamin

Jenis Kelamin Jumlah (orang) Presentase (%)

Pria 19 24,1

Wanita 60 75,9

TOTAL 79 100

4.2 Karakteristik Subyek Penelitian Menurut Usia

(14)

Tabel 2. Distribusi frekuensi subyek penelitian menurut umur yang memiliki kebiasaan menyirih

Usia Jumlah (orang) Presentase (%)

20-29 tahun 7 8,8

30-49 tahun 14 16,5

50-59 tahun 24 29,2

60-69 tahun 18 21,6

70-79 tahun 16 18,9

TOTAL 79 100

4.3 Durasi menyirih

Durasi menyirih yang dilakukan oleh subyek yang diteliti dalam melakukan kebiasaan menyirih bervariasi. Adapun durasi yang dapat dilihat pada subyek penelitian yaitu 2-5 tahun sebanyak 9 orang (11,4%), 6-9 sebanyak 27 orang (34,2%), dan 10-13tahun sebanyak 43 orang (54,4%) (Tabel 3).

Tabel 3. Distribusi dan frekuensi durasi menyirih pada subyek penelitian

Durasi Jumlah (orang) Presentase (%)

2-5 tahun 9 11,4

6-9 tahun 27 34,2

10-13 tahun 38 54,4

14-17 tahun 5 6,3

(15)

4.4 Frekuensimenyirih dalam satu hari

Frekuensikegiatan menyirih yang dilakukan oleh subyek penelitian dalam sehari bervariasi, mulai dari 1-5 kali dalam satu hari, 6-10 kali, dan ada juga 11-15 kali dalam sehari. Subyek penelitian yang menyirih sebanyak 1-5 kali sehari ditemukan 53 orang (67,1%), menyirih 6-10 kali sehari berjumlah 21 orang (26,6%), menyirih 11-15 kali sehari berjumlah 5 orang (6,3%) (Tabel 4) .

Tabel 4. Distribusi dan frekuensi menyirih dalam satu hari pada subjek penelitian

4.5 Lama papar menyirih

Pada penelitian ini, lama papar sirih dalam mulut sekitar 1 sampai 15 menit.Lama papar yang paling banyak ditemukan pada subyek penelitian adalah selama1-5 menit yaitu sebanyak 20 orang (25,3%), sebanyak 6-10 menit sebanyak33 orang (41,7%), yang melakukan kegiatan 11-15 menit sebanyak 26 orang (32,9%) (Tabel 5).

Table 5. Distribusi dan frekuensi dari lama papar menyirih yang dilakukan dalam sehari oleh subyek penelitian

Lama papar sirih (menit) Jumlah (orang) Presentase (%)

1-5menit 20 25,3

Jumlah (orang) Presentase (%)

1-5 kali 53 67,1

6-10 kali 21 26,6

11-15 kali 5 6,3

(16)

4.6Komponen Sirih

Pada penelitian ini, ditemukan bahwa subyek penelitian yang menyirih mengunakan komponen yang terdiri dari campuran daun sirih, pinang, gambir, kapur, dan tembakau berjumlah 65 subyek (82,3%). Selain itu, subyek penelitian yang ditemukan menggunakan komponen terdiri dari daun sirih, kapur, pinang, dan tembakau yaitusebanyak 12 orang (17,7%). (Tabel 6).

Tabel 6. Distribusi frekuensi komponen sirih pada subyek penelitian

4.7 Lokasi Menyirih

Dari 79subyek yang diteliti sebanyak 23 orang (29,2%) mengunyah sirih pada sisi sebelah kanan mulut, dan sebanyak 56 orang (70,8%) pada sisi kiri mulut. (Tabel 7).

Tabel 7. Distribusi frekuensi dari lokasi menyirih pada subjek penelitian

Lokasi Menyirih Jumlah (orang) Presentase (%)

Mengunyah pada sisi kanan mulut 23 29,2

Mengunyah pada sisi kiri mulut 56 70,8

TOTAL 79 100

Komponen sirih Jumlah (orang) Presentase (%)

Daun sirih+ pinang + gambir + kapur + tembakau

65 82.3

Daun sirih + kapur + pinang+tembakau

14 17,7

(17)

4.8 Distribusi cara menyirih

Cara menyirih yang dilakukan di desa Bandar Seribu, dengan membuang sisa ampas pada sirih sebanyak 71 orang (89,9%), dan ada juga memanfaatkan ampas dengan cara menyuntil sebanyak 8 orang (10,1%) (Tabel 8).

Tabel 8. Distribusi Frekuensi dari cara menyirih pada subjek penelitian

Cara Menyirih Jumlah (orang) Presentase (%)

Menyirih tidak dilanjutkan dengan

Alasan yang paling sering disebutkan para penyirih untuk memulai dan meneruskan menyirih antara lain adalah kebiasaan sebanyak 28 orang (35,3%), suatu kesenangan sebanyak 20 orang (25,3%) dan yang memberi pendapat mereka untuk tidak membuat rasa bosan paling rendah sebanyak 4 orang (5,6%) (tabel 9).

Tabel 9. Distribusi dan frekuensi dorongan menyirih pada subjek penelitian

Dorongan menyirih Jumlah (orang) Presentase (%)

(18)

4.10 Kelainan yang memiliki mukosa oral

Dari 79 orang subyek penelitian, ditemukan sebanyak 62 orang (78,48%) penyirih memiliki kelainan mukosa oral dan sebanyak 17 (21,52%) orang tidak memiliki kelainnan mukosa oral (Tabel 10).

Tabel 10. Distribusi dan frekuensi yang memiliki kelainan mukosa oral pada subyek penelitian

Memiliki kelainan mukosa oral Jumlah (orang) Presentase (%)

Ada 62 78,5

Tidak ada 17 21,5

Total 79 100

4.11 Kelainan Mukosa Oral

Dari 79 orang penyirih yang mempunyai satu jenis kelainan mukosa oral ditemukan lesi mukosa penyirih menunjukkan presentasi tertinggi yaitu sebanyak 24 kasus (28,9%), diikuti dengan oral submukus fibrosis sebanyak 18 kasus (24,0%), Leukoplakia sebanyak 3 kasus (3,7%). Ada juga ditemukan subyek penelitian yang memiliki 2 kelainan mukosa oral terdiri dari, mukosa penyirih disertai oral submukus fibrosis sebanyak 16 kasus (21,7%) dan mukosa penyirih disertai leukoplakia sebanyak 1 kasus (1,3%), tidak mempunyai kelainan ada sebanyak 17 kasus (20,4%) (Tabel 10).

Tabel 11. Distribusi frekuensi masing-masing kelainan pada mukosa oral yang ditemukan pada subjek penelitian

Kelainan mukosa oral Jumlah (orang) Presentase %

Mukosa penyirih 24 28,9

Oral submukus fibrosis 18 24,0

(19)

Kanker mulut 0 0 Mukosa penyirih + oral submukus

fibrosis

16 21,7

Mukosa penyirih + leukoplakia 1 1,3

Leukoplakia + oral submukus fibrosis 0 0

Tidak punya kelainan 17 20,4

(20)

BAB 5

PEMBAHASAN

Penelitian ini dilakukan untuk melihat kelainan-kelainan mukosa oral pada masyarakat yang memiliki kebiasaan menyirih di Desa Bandar Seribu Kecamatan Haranggaol Horison Kabupaten Simalungun. Istilah yang sering digunakan di desa ini untuk kebiasaan menyirih adalah ”mardemban” yang artinya menyirih. Kebiasaan menyirih dilakukan sehari-hari dan merupakan tradisi yang sudah berlangsung lama dan masih membudaya sampai saat ini. Pada acara-acara pertemuan keluarga, pesta perkawinan, pemakaman dan istirahat setelah bekerja akan memberikan waktu yang lebih lama lagi bagi para penyirih untuk bercakap-cakap sambil menyirih.

Kebiasaan mengunyah sirih pada penelitian ini lebih sering ditemukan pada wanita(75,9%) dibandingkan pria (24,1%). Kebiasaan menyirih lebih sering ditemukan pada wanita, karena wanita lebih banyak dalam melakukan kegiatan dirumah, sehingga mempunyai lebih banyak waktu luang untuk melakukan kegiatan menyirih setelah aktifitas dirumah selesai. Sedangkan pada kaum pria sendiri seringnya melakukan kegiatan merokok dibandingkan menyirih karena alasan yang paling sering disebutkan subyek karena lebih praktis dan juga penghilang stress pada saat melakukan aktifitas pekerjaan.Penelitian yang sama juga pernah dilakukan di Malaysia oleh Flora, dimana prevalensi menyirih juga lebih sering ditemukan oleh wanita (26,3%) terutama yang sudah lama berumah tangga dan usia lanjut daripada pria (10,8%).38Sementara itu, penelitian yang dilakukan Hasibuan, dkk di Tanah Karo menemukan penyirih hanya terbatas pada wanita saja terutama yang sudah berumah tangga.6

(21)

sudah banyak wanita yang berumah tangga dan melakukan pekerjaan seperti bertani.Pada kelompok20 sampai 29 tahun kebiasaan menyirih lebih sedikit ditemukan.Rendahnya jumlah subyek yang memulai kebiasaan menyirih di usia muda disebabkan karena banyaksubyek yang masih menjalani sekolah dan belum memasuki kehidupan rumah tangga. Menurut penelitian yang dilakukan di India oleh Gandhi, pada 235 subyek ditemukan bahwa sebagian besar penyirih mempunyai pekerjaan, dan berada pada ekonomi menengah kebawah, seperti pengemudi, penjaga toko, dan buruh. Subyek p+enyirih kebanyakan berada pada usia 22 sampai 44 tahunpada usia ini subyek dikatakan sebagai usia produktif. Kemudian ada yang berumur diantara 14-23 tahun.44 Penelitian yang sama juga dilakukan di masyarakat Batak Karo Kecamatan Pancur Batu, dimana pada usia 22 sampai 44 tahun paling banyak ditemukan penyirih dikarenakan seringnya melakukan aktifitas pekerjaan seperti bejualan dipasar, kemudian ada juga yang berada pada usia diatas 52 tahun.2

Sebanyak 43 orang (54,4%) penyirih pada penelitian ini mempunyai kebiasaan mengunyah sirih lebih dari 10 tahun. Penelitian seperti ini juga pernah dilakukan di India dimana sebanyak (57,6%)subyek mempunyai kebiasaan mengunyah sirih lebih dari 10 tahun.39 Berdasarkanfrekuensi menyirih sebanyak (67,1%) subyek pada penelitian ini melakukan kegiatan menyirih sebanyak 1 sampai 5kali sehari. Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian lainnya di India dimana di India ditemukan lebih banyak subyek mengunyah sirih sebanyak 1 sampai 3 kali sehari (51,9%).40Dari hal ini dapat dilihat bahwa menyirihbukan saja suatu aktifitas bagi penduduk di Desa Bandar Seribu akan tetapi sudah menjadi kebiasaan yang tidak bisa dipisahkan dalam kegiatan sehari-hari sama halnya dengan makan.40 Menurut penelitian Solihin, kebanyakan penyirih beranggapan bahwa menyirih secara terus-menerus memiliki khasiat utama terhadap kesehatan dan juga sebagai sejenis narkotik ringan yang berfungsi menenangkan pikiran atau penghilang rasa stres, sehingga dapat menimbulkan efek menentramkan hati dan pikiran.47

(22)

10menit(41,7%).Pada penelitian Hasibuan dkk lama subyek melakukan frekuensi mengunyah sirih sekitar 2 sampai 30 kali, rata-rata frekuensi adalah 11,0 kali. Waktu yang diperlukan unuk satu kali mengunyah berkisar dari 5 sampai 30 menit dengan rata-rata 10,9 menit. Lama kebiasaan dan lama kontak atau exposure time mulai dari 121,60 jam samapai 82.125 jam, rata-rata exposure time adalah 12.558,9 jam.6

Komponen sirih yang digunakan subyek penelitian bervariasi.Campuran yang paling sering digunakan yaitu daun sirih, pinang, kapur, gambir dan tembakau. Subyek yang melakukan hal tersebut sebanyak 65 orang (82,3%) pada penelitian ini, subyek penelitian juga ada yang hanya mencampurkan daun sirih, kapur, pinang lalu dikunyahsebanyak 14 orang (17,7%) setelah itu dilanjutkan dengan melakukan kegiatan menyuntil. Banyaknya masyarakat Desa Bandar seribu menyirih dikarenakan bahan campuran sirih di daerah tersebut begitu mudah didapat atau dibeli dipasar tradisional. Hal yang berbeda ditemukan pada penelitianWowor pada mahasiswa Papua yang berada di Manado hasil penelitian menunjukkan bahwa campuran sirih yang paling banyak digunakan yaitu terdiri dari daun sirih, pinang, dan kapur (90%). Hal ini terjadi dikarenakan kebiasaan menyirih hanya dilakukan jika bahan campuran menyirih tersedia. Di Manado sendiri bahan campuran sirih sulit diperoleh, sehingga bahan campuran untuk menyirih tidak terlalu bervariasi. Berbeda dengan di Papua, dimana bahan campuran sirih lebih mudah untuk didapat terutama pinang dan tembakau.3

(23)

Pada penelitian ini hampir semua subyek penelitian mengunyah campuran sirih tersebut sampai beberapa menit lalu membuang ampas sirih bila rasa sudah mulai hilang (89,9%), tetapi ada juga beberapa subyek penyirih dengan menyuntil atau menggosok-gosokkan tembakau pada sisi gigi (10,1%). Penelitian yang dilakukan oleh Hasibuan dkk ditemukan dimana ramuan sirih dikunyah atau ditumbuk, alat penumbuk sirih yang disebut dengan tuk-tuk bagi mereka yang tidak bergigi. Ramuan ini dikunyah dalam waktu yang bervariasi antara 5 sampai 30 menit, kemudian semua penyirih membersihan gigi geligi dan mulut bagian depan dengan gumpalan tembakau. Gumpalan tembakau ini digeser-geserkan dengan gerakan yang perlahan-lahan dan berulang-ulang tanpa membiarkan tembakau tersebut berada lama-lama didalam mulut.6

Menyirih telah menjadi bagian dalam kehidupan masyarakat suku batak Toba khusus nya di desa Bandar Seribu Kecamatan Haranggaol Horison, hal ini tampak dalam alasan menyirihsebagai suatu kebiasaan di desa tersebut. Alasan memulai dan meneruskan kebiasaan menyirih yang paling banyak dikatakan subyek penelitianyaitu karena menyirih sudah menjadi suatu kebiasaan yang dilakukan oleh masyarakat di desa tersebut dan menjadi sumber kesenangan bagi kalangan penyirih. Mengunyah bahan sirih tersebut dapat memberikan efek tenang dan euforia yang luar biasa dipikiran kalangan penyirih tersebut.Subyek penelitian juga ada yang mengatakan rasa sirih tersebut membuat rasa ketagihan pada saat mengonsumsinya.Penelitian di Malaysia memperlihatkan hal yang berbeda dimana teman merupakan alasan untuk meneruskan kebiasaan menyirih. Alasan lain dari penyirih untuk meneruskan kebiasaan ini adanya rasa senang setelah menyirih karena daun sirih dapat memberikan efek euforia ringan.41

(24)

kanker mulut.46-8Kandungan pinang salah satunya nitrosamine adalah alkaloids yang merupakan pemicu tumor pada manusia. Alkaloiddiantaranya adalah arecoline, arecadine, guvacine, dan guvacoline. Arecadine (alkaloid utama) terdiri dari N- Nitrosoguvacoline, N-Nitrosoguvacaine,(methylnitrosamino) propionitrile, dan 3-(methylnitrosamino) propionitrile jika dikomsumsi bersamaan dengan ekstrak dari kapur dapat menghasilkan radikal reaktif yang ddapat menyebabkan kerusakan DNA.49,50-1

Kapur yang digunakan untuk menyirih dapat meningkatkan PH menjadi 10. Hal tersebut dapat memicu pertumbuhan sel yang bersifat karsinogenik apabila dikomsumsi bersama komponen sirih lain nya.49,50-1 Daun sirih muda mengandung safrole yang tinggi bersifat karsinogenik. Eugenol, sebuah polifenol utama menyirih bersifat sitotoksik terhadap fibroblas mukosa bukal dengan menurunkan tingkat ATP selular dan peroksidasi lipid50-1.

Tembakau yang mengandung senyawa polycylic aromatic hydrocarbons, aldehydes, aromaticamines, dan nitrosamine yang juga bersifat karsinogenik. Senyawa-senyawa tersebut menyebabkan kerusakan DNA dan system perbaikan selanjutnya. Kerusakan DNA itu sendiri terjadi karena ketidakseimbangan antara aktivasi dan detoksifikasi karsinogen.8kebiasaan mengonsumsi komponen sirih dapat meningkatkan resiko munculnya lesi praganas seperti, mukosa penyirih, submukus fibrosis oral, dan leukoplakia yang merupakan lesi mukosa praganas yang berpotensi menjadi kanker mulut.51

Mukosa penyirih kondisi dimana mukosa mulut mengalami deskuamasi yang disebabkan oleh bahan-bahan menyirih atau efek traumatik pada saat menyirih atau kedua-duanya.20Lesi terlihat terlokalisir pada tempat sirih diletakkan dan memiliki satu atau lebih karakteristik seperti perubahan warna mukosa menjadi kuning atau coklat kemerahan, mukosa yang kasar, penebalan pada pinggir rongga mulut akibat menyirih dan menyuntil dari bahan sirih dan permukaan epitel yang berwarna putih keabuan yang tidak dapat dikerok.49,51

(25)

Submukus fibrosis juga dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu terutama akibat kebiasaan menyirih, penggunaan tembakau, dan defisiensi vitamin. Submukus fibrosis biasanya mengenai mukosa bukal, mukosa labial, palatum lunak.48Leukoplakia merupakan lesi putih yang tidak dapat dihilangkan dan dikerok dan tidak dapat didiagnosa sebagai suatu penyakit tertentu.Diduga berhubungan dengan kebiasaan mengonsumsi tembakau yang memicu perubahan genetik.Berupa bercak-bercak putih sampai merah pada mukosa mulut dengan permukaan rata, licin sampai agak menonjol,dan brbatas jelas.49

Kanker rongga mulut adalah neoplasmas ganas yang berasal dari mukosa yang melapisi rongga mulut.Lokasiyang sering terjadi kanker rongga mulut adalah mukosa labial, lidah, gingival, palatum keras, palatum lunak dasar mulut dan mukosa bukal.37 Kebiasaan mengunyah sirih sebagai penyebab kanker mulut telah dikenal beberapa penelitian. Guha (2006), menemukan hubungan yang kuat antara kanker mulut dan menyirih. Hal ini disebabkan karena saat menyirih sering digunakan daun sirih mentah yang mengandung kira-kira 1% safrole, dimana bahan ini diduga bersifat karsinogenik pada manusia. Penambahan tembakau pada sirih atau penggunaan tembakau setelah menyirih akan menambah efek karsinogenik.8

(26)
(27)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Kebiasaan menyirih dilakukan oleh sebagian besar wanita di Kecamatan Haranggaol Horison, Kabupaten Simalungun.Kebiasaan ini dilakukan setiap hari dan merupakan kebiasaan yang tidak dapat dipisahkan dalam kegiatan sehari-hari. Komposisi yang digunakan dalam kegiatan menyirih adalah daun sirih, pinang, kapur, gambir dan tembakau dan ada juga beberapa yang memberi campuran lain kedalam ramuan sirih seperti kemiri.

Kelainan mukosa oral yang ditemukan adalah lesi mukosa penyirih, leukoplakia, oral submukus fibrosis dan kanker mulut tidak ditemukan dalam penelitian ini. Prevalensi terjadinya kelainan rongga mulut akibat menyirih cukup tinggi dan apabila tidak mendapat perawatan kelainan ini dapat berkembang dan membahayakan kesehatan pada subjek yang diteliti.

6.2 Saran

Pada penelitian ini, peneliti hanya meneliti adanya kelainan mukosa pada pengguna sirih dengan menggunakan variabel ukur kuesioner dan pemeriksaan langsung pada rongga mulut.Kelainan mukosa bisa terjadi karena adanya pengaruh bahan sirih atau jenis sirih yang dimakan, seperti jenis daun sirih, jenis-jenis gambir dan lain sebagainya. Maka dari itu diharapkan pada penelitian selanjutnya agar dapat meneliti penyebab terjadinya kelainan mukosa oral yang disebabkan langsung oleh jenis-jenis bahan utama sirih seperti jenis-jenis daun sirih, kapur, pinang, gambir,tembakau.

(28)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Menyirih

Menyirih merupakan proses meramu campuran dari komponen-komponen yang telah terpilih dan dibungkus dalam daun sirih. Campuran ini kemudian ditempatkan didalam mulut dan dikunyah. Komponen utama dari sirih adalah biji pinang (Areca cathecu), daun sirih (Piper betle) dan kapur (kalsium hidroksid). Selain itu ditambahkan beberapa komponen tambahan seperti tembakau, gambir, cengkeh, kayu manis dan jahe.6

2.2 Sejarah Menyirih

Menurut sejarah, nenek moyang di Asia Selatan, Asia tenggara, dan Asia pasifik mengunyah sirih secara sosial diterima diseluruh lapisan mayarakat. Kebiasaan mengunyah sirih ini telah diketahui dari berbagai negara seperti Srilanka, Pakistan, Bangladesh, Thailand, Kamboja, Malaysia, Indonesia, Cina, Papua Nugini, beberapa pulau di Pasifik dan populasi yang bermigrasi ke tempat-tempat seperti Afrika Selatan, Afrika timur, Eropa, Amerika Utara dan Australia.1

(29)

2.3 Komposisi Menyirih

2.3.1 Pinang (Areca catechu)

Pinang (Areca catechu) adalah buah palem berbatang tunggal dan ramping yang dapat tumbuh sampai 30 m (gambar 1).Pinang dibudidayakan dari Afrika Timur dan Asia tenggara dan dari Indonesia pinang sering digunakan dalam ritual budaya atau sosial, dan dijumpai dalam upacara-upacara kebudayaan Asia dan Pasifik. Pinang dapat digunakan secara sendiri maupun bersama dengan komponen lain seperti tembakau, kapur, gambir, dan bahan rempah-rempah lainnya, yang dibungkus dalam daun sirih dan disebut sebagai campuran sirih.9

Di india produk olahan campuran sirih yang dikenal sebagai pan masala, produk ini terdiri atas pinang, gambir, kapur, dan juga tembakau.Kebiasaan mengunyah pinang telah diketahui berpotensi merusak kesehatan. Bukti-bukti bahwa mengomsumsi pinang tanpa menggunakan tembakau atau kapur, memiliki efek yang berpotensi berbahaya pada rongga mulut. efek ini dapat dibagi menjasi dua kategori yaitu efek yang mempengaruhi jaringan keras gigi, jaringan periodonsium, dan sendi temporomandibular dan efek yang mempengaruhi jaringan lunak, yaitu mukosa yang melapisi rongga mulut.10

Seperti yang diketahui air liur penyirih mengandung nitrosamin yang berasal dari alkaloid pinang.Alkaloid dalam pinang adalah arekolin, arekaidin, arekain, guvacin, arekolidin, guvakolin, isoguvakolin dan kolin. Arekolin yang toksik, bertindak sebagai nikotin ke dalam sistem saraf. Pinang juga dapat menyebabkan sawan yang berakhir dengan lumpuh.11

(30)

2.3.2 Daun Sirih

Daun sirih (Piper Betel Lim) pada umumnya disebut betel (Bahasa Inggris), paan (Bahasa India), phlu (Bahasa Thailand) dan sirih (Bahasa Indonesia).Daun sirih banyak digunakan sebagai penyegar mulut dan tumbuh secara ekstensif di India, Srilanka, Malaysia, Thailand, Taiwan, dan negara-negara Asia Tenggara. Daunnya dikunyah tersendiri atau bersama dengan bahan lain seperti pinang, cengkeh, kapulaga, pinang.13Daun sirih memiliki rasa pedas dan menghasilkan minyak esensial yang banyak digunakan sebagai obat (gambar 2). Penelitian lain menunjukkan bahwa minyak esensial dari daun sirih memiliki efek antijamur, dan antiseptik.14-5Daun sirih kaya akan karoten, asam askorbat, dan fenolat. Senyawa fenolik dari tanaman ini berkaitan dengan chavicol, chavibetol asetat, dan eugenol.16 Eugenol adalah zat aromatik yang mudah menguap dan tidak jenuh yang dapat merangsang sistem saraf pusat, dan merupakan sejenis alkaloid, yang terkenal memiliki sifat seperti kokain.17 Penelitian menunjukkan bahwa kebiasan mengunyah daun sirih dapat mencegah osteoporosis. Unsur utama daun sirih adalah minyak atsiri.18

Gambar 2. Daun Sirih19

2.3.3 Kapur

(31)

Di Indonesia kerang dihancurkan dengan tangan, setelah dikurangi menjadi bubuk halus, air, dan kadang-kadang sedikit minyak kelapa, ditambahkan untuk membentuk pasta.19Kapur yang merupakan bagian dari campuran sirih menghidrolisa arecoline menjadi arecaidine yang dapat merangsang sistem saraf pusat, dikombinasikan dengan minyak lada esensial (campuran fenol dan zat terpenlike) adanya sifat euphoria ketika diserap dari mukosa bukal. Pasta kapur melalui kontak langsung menyebabkan percepatan pergantian sel. Di daerah tertentu kapur ditambahkan langsung ke pinang, bukan dibungkus didalam daun sirih, kemudian diletakkan pada tempat tertentu di mulut (biasanya pipi kanan atau kiri) dimana cenderung terbentuk area ulserasi ganas.11 Pada perempuan penyirih suku Karo di Pancur Batu, bahan kapur yang digunakan umumnya adalah yang terbentuk pasta2 (gambar 3).

Gambar 3. Kapur20

2.3.4Tembakau

(32)

Orang yang kecanduan tembakau kering banyak yang telah menggunakan selama bertahun-tahun, hal ini dapat menyebabkan masalah kesehatan yang serius. Masalah yang ditimbulkan adalah kanker mulut dan tenggorokan, leukoplakia, penyakit pada gusi dan gigi.5Penelitian yang dilakukan The International Agency for Research on Cancer (IARC)2004, menyatakan terdapat bukti yang cukup bahwa campuran sirih dengan tembakau bersifat karsinogenik yang dapat menyebabkan kanker mulut dan kanker faring.20

Gambar 4. A. Tembakau keringdan B. Gumpalan Tembakau24

2.3.5Gambir

Gambir adalah bahan astringen berwarna coklat kemerahan yang sering digunakan dalam campuran bahan sirih.Terdapat dua jenis gambir berdasarkan pohon atau semak darimana gambir tersebut diekstrak, salah satunya dari rebusan dan ekstrak ini kayu Acacia catechu, Willd, yang berasal dari India dan Myanmar, kadang-kadang disebut gambir hitam. Kandungan utamanya adalah catechu-tannic

acid (25-35%), acacatechin (2-10%), quercetin, dan red catechu.25

Jenis gambir yang lain diperoleh dari air ekstrak daun dan tunas Uncaria Gambier yaitu sejenis semak merambat yang berasal dari Kepulauan Melayu, kadang-kadang disebut gambir pucat. Kandungan utamanya adalah catechin (7-33%),

(33)

Gambar 5. Gambir 26

2.4 Pengaruh Menyirih Terhadap Kesehatan

Menyirih memiliki efek positif dan negatif terhadap kesehatan umum maupun rongga mulut. Efek positif kebiasaan menyirih dan menyuntil terhadap kesehatan umum diantaranya dapatrelaksasi, meningkatkan konsentrasi,17 mengembalikan semangat bekerja, meningkatkan kapasitas kerja, kewaspadaan, menambah stamina,23dan menekan rasa lapar. Efek positif kebiasaan menyirih terhadap kesehatan rongga mulut adalah dapat menyegarkan nafas dan menghambat pertumbuhan bakteri penyebab karies gigi.24

(34)

2.5 Kelainan Mukosa Oral Terkait Menyirih

2.5.1 Mukosa penyirih

Mukosa penyirih adalah suatu kondisi di mana mukosa mulut mengalami deskuamasi yang disebabkan oleh bahan-bahan menyirih atau efek traumatik pada saat menyirih.Lesi terlihat terlokalisir pada tempat sirih diletakkan dan memiliki satu atau lebih karakteristik seperti,perubahan warna mukosa menjadi kuning/coklat kemerahan, mukosa yang kasar. Mukosa penyirih seringkali ditemukan pada lokasi dimana seseorang meletakkan sirih, biasanya pada mukosa pipi dan sulkus.6

Gambar 6. Mukosa penyirih.27

2.5.2 Oral Submukus Fibrosis

Submukus fibrosis merupakan lesi prakanker yang dapat terjadi pada mukosa mulut hingga faring, OSF juga terjadi akibat pinang yang digunakan untuk menyirih. Efek komponen alkaloid dari biji buah pinang terhadap kecepatan perkembangan fibroblast manusia. Menyirih yang dilakukan secara terus-menerus akan menghasilkan peningkatan pembentukan kolagen dan mengalami hialinisasi dan fibrosis. Lebih jelasnya dapat dikatakan bahwa patogenesis OSF terdiri dari stimulasi dan kandungan biji buah pinang khusunya alkaloid, yang menghasilkan perubahan fenotif dan juga peningkatan kolagenesis. Jumlah besar dari tannin dan catehcin flavonoid dalam biji buah pinang menghambat degradasi kolagen oleh kolagenase, yang menghasilkan akumulasi kolagen.

(35)

klinis bila ditemukan adanya penebalan yang berwarna abu-abu pada mukosa oral dan akan membatasi pergerakan mulut ataupun lidah.Mukosa bukal akan terlihat atrofi dengan adanya perubahanwarna mukosaakibat menyirih. Bagian palatum akan terlihat pucat dan uvula berkerut.Keadaan ini, akan menyebabkan kesulitan dalam membuka mulut dan makan, kesulitan menelan dan bicara, rasa terbakar.28

Gambar 7. Submukus Fibrosis Oral

2.5.3 Leukoplakia

Leukoplakia merupakan kelainan yang berhubungan dengan kebiasaan mengonsumsi tembakau yang memicu perubahan genetik dan lingkungan mukosa mulut.Penambahan tembakau pada campuran sirih akan menambah efek karsinogenik.Leukoplakia menunjukkan beberapagambaran klinis:

- Homogen terlihat sebagai plak berwarna putih sedikit meninggi dapat disertai fisur dan garis- garis yang ireguler.

- Leukoplakia nodular, terlihat sebagai plak berwarna putih atau merah dan putih opak disertai dengan fisur dengan tepi yang irregular poliferasi dan menimbul.

- Speckled leukoplakia, terlihat sebagai gambaran lesi berwarna merah dan putih, ulseratif, dan beludru dan berglanural.

(36)

Gambar 8. Leukoplakia32

2.5.4 Kanker Rongga Mulut

Kanker rongga mulut adalah neoplasma ganas yang berasal dari mukosa yang melapisi rongga mulut.Lokasi yang sering terjadi kanker rongga mulut adalah mukosa labial, lidah, tonsil, gingiva, palatum keras, palatum lunak dasar mulut dan mukosa bukal.Kebiasaan menyirih sebagai penyebab kanker rongga mulut telah dikenal selama beberapa penelitian.Guha (2006) menemukan hubungan yang bermakna antara kanker rongga mulut dan menyirih.Hal ini disebabkan karena saat menyirih sering digunakan daun sirih mentah yang mengandung kiria-kira 1% safrole, dimana bahan ini diduga bersifat karsinogenik pada manusia. Penambahan tembakau pada sirih atau penggunaan tembakau setelah menyirih akan menambah efek karsinogenik.8Resiko terjadinya kanker rongga mulut dapat disebabkan beberapa hal yaitu seringnya mengonsumsi tembakau, minum alkohol, kekurangan nutrisi seperti kekurangan vitamin, sering terkena sinar matahari yang dapat menyebabkan bibir kering.Adapun gambaran klinis dari rongga mulut adanya bercak merah pada bagian mukosa, adanya kombinasi bercak putih dan merah, adanya ulserasi atau erosi pada bercak putih.32 (gambar 9).

(37)

2.6 Kerangka Teori

Menyirih

Pinang Sirih

Kapur Gambir

Tembakau

Mukosa penyirih Oral submukus fibrosis Leukoplakia Kanker rongga mulut

Efek positif Efek negatif

Kelainan Rongga mulut Kesehatan umum Jaringan lunak

(38)

2.7 Kerangka Konsep

Kebiasaan menyirih : 1. Lama kebiasaan

menyirih

2. Komponen sirih 3. Frekuensi menyirih

Lokasi penempatan sirih

4. Cara menyirih

Kelainan Mukosa Oral : 1. Mukosa penyirih 2. Oral squamous

(39)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menyirih merupakan bagian yang melengkapi struktur kebudayaan suatu suku bangsa dan biasanya berkaitan dengan kebiasaan yang terdapat pada masyarakat daerah tertentu, termasuk Indonesia.Kebiasaan ini biasanya dilakukan pada saat upacara adat atau pada acara yang sifatnya ritual keagamaan.Usia masyarakat mulai menyirih tergantung pada tradisi setempat. Kebiasaan menyirih dapat dimulai pada masa anak-anak dan remaja, tetapi paling sering dijumpai pada kelompok orang dewasa, baik pria maupun wanita.Sebagian masyarakat ada yang mengunyah sirih setiap hari, sementara sebagian lainnya hanya sekali-kali.1,2Menyirih dilakukan untuk berbagai alasan kebutuhan yang dilakukan terus-menerus, dan akhirnya menjadi suatu kebiasaan.Menyirih juga dilakukan oleh orang-orang dari berbagai latar belakang pendidikan dan pekerjaan.Situmorang dan Lim (2007) menyatakan menyirih dapat ditemukan pada masyarakat dengan latar belakang pendidikan sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Pada penelitian tersebut menyirih dilakukan oleh masyarakat yang bertani, wirausaha, pegawai, maupun ibu rumah tangga.2

(40)

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Hasibuan dkk, dari 98 subjek penelitian yang tinggal di Tanah Karo yang menyirih, tidak memperlihatkan adanya lesi di dalam rongga mulut 35 subjek (35,7%) dan menunjukkan adanya lesi dalam rongga mulutnya63 subjek (64,3%), yaitusubmukus fibrosis oral, preleukloplakia dan leukoplakia, sedangkan kanker mulut tidak ditemukan.6

Hasil penelitian Vonny dkk mengenai gambaran lesi mukosa mulut pada mahasiswa Papua yang memiliki kebiasaan menyirih di kota Manado menunjukkan bahwa submukus fibrosis oral merupakan kelainan rongga mulut yang paling banyak ditemukan dalam rongga mulut, yakni sebanyak 90%, kemudian diikuti dengan mukosa penyirih sebanyak 6,66%. Sementara itu, lokasi lesi yang ditemukan didalam rongga mulut responden paling banyak pada mukosa bukal kemudian diikuti pada palatum, lidah dan mukosa bibir.3

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rima dkk dengan jumlah subyek penelitian sebanyak 30 orang dengan kebiasaan menyirih, ditemukan prevalensi kelainan mukosa oral sebanyak 13,3%.7

Menyirih dapat dilakukan dengan berbagai cara tergantung dari kebiasaan yang sering dilakukan, meskipun begitu sebagian besar komposisi menyirih terdiri dari daun sirih, biji buah pinang, dan kapur.Selain itu, daun sirih juga dapat ditambahkan tembakau, cengkeh, kayu manis, dan rempah.8

Cara pengolahan dalam menyirih juga berbeda di beberapa negara dan tempat.Di Indonesiamenyirih menggunakan daun sirih, kapur dan pinang, kemudian tembakau dimakan dengan tujuan untuk membersihkan gigi geligi dan gingiva.Sementara di India,menyirih dilakukan dengan biji buah pinang yang dihancurkan, kapur dan rempah lalu dibungkus dengan daun sirih. diThailand, kulit kayu merupakan bahan tambahan yang dicampurkan dalam daun sirih, di Malaysia mayoritas komunitas India menambahkan tembakau dalam daunsirih.9

(41)

melakukan penelitian mengenai kelainan-kelainan mukosa oral pada masyarakat penyirih. Penelitian mengenai kelainan mukosa oral pada masyarakat penyirih sudah pernah dilakukan khususnya di Indonesia pada masyarakat batak karo di daerah Pancur Batu Sumatera Utara, masyarakat di Desa Lopaikat Kalimantan. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk meneliti lebih lanjut tentang kelainan mukosa oral pada penyirih pada masyarakat suku batak toba di Desa Bandar Seribu Kecamatan Haranggaol Horison Kabupaten Simalungun Sumatera utara

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Masalah Umum

Berapakah prevalensi kelainan-kelainan mukosa oral yang ditemukan pada masyarakat yang memiliki kebiasaan menyirih di Desa Bandar Seribu Kecamatan Haranggaol Horison Kabupaten Simalungun.

1.2.2 Masalah Khusus

1.Berapakah persentase subyek penelitian yang memiliki kebiasaan menyirih menurut jenis kelamin.

2. Berapakah persentase subyek penelitian menurut umur yang memiliki kebiasaan menyirih.

3. Berapakah persentase dari durasi menyirih pada subyek penelitian. 4. Berapakah persentase dari jumlah menyirih pada subyek penelitian.

5. Berapakah persentase dari lama papar menyirih yang dilakukan dalam sehari pada subyek penelitian.

6. Berapakah persentase darikomponen sirih pada subyek penelitian. 7. Berapakah persentase dari lokasi menyirih pada subyek penelitian.

(42)

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan umum

Untuk mengetahui prevalensi kelainan-kelainan mukosa oral yang ditemukan pada masyarakat yang memiliki kebiasaan menyirih di Desa Bandar Seribu Kecamatan Haranggaol Horison Kabupaten Simalungun.

1.3.2 Tujuan khusus

1. Untuk mengetahui persentase jumlah penyirih menurut jenis kelamin pada subyek penelitian.

2. Untuk mengetahui persentase tingkat umur yang memilki kebiasaan menyirih pada subyek penelitian

3. Untuk mengetahui persentase dari durasi menyirih pada subyek penelitian 4. Untuk mengetahui persentase dari jumlah menyirih pada subyek penelitian 5. Untuk mengetahui persentase lama papar menyirih dalam pada subyek penelitian

6. Untuk mengetahui persentase komponen pada subyek penelitian

7. Untuk mengetahui persentase lokasi penempatan sirih subyek penelitian 8. Untuk mengetahui persentase setiap cara menyirih jumlah pada subyek penelitian

9. Untuk mengetahui persentase dari setiap alasan menyirih jumlah subyek penelitian

10. Untuk mengetahui persentase dari gambaran kelainan-kelainan pada mukosa oral terkait menyirih pada masyarakat Desa Bandar Seribu Kecamatan Haranggaol Horison Kabupaten Simalungun

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

(43)

2. Hasil penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi bagi pengembangan ilmu pengetahuan dalam segala aspek mengenai pola kebiasaan menyirih pada masyarakat Desa Bandar Seribu Kecamatan Haranggaol Horison Kabupaten Simalungun.

3. Hasil penelitian ini diharapakan dapat menjadi landasan untuk penelitian selanjutnya mengenai hubungan menyirih dengan kelainan mukosa mulut.

1.4.2 Manfaat Praktis

1. Sebagai informasi bagi masyarakat tentang risiko terjadinya kelainan mukosa mulut akibat menyirih.

2. Sebagai informasi tambahan bagi praktisi kesehatan tentang prevalensi dan kelainan mukosa mulut akibat menyirih.

(44)

Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Ilmu Penyakit Mulut

Tahun 2016

Letario Sidabutar

Kelainan Mukosa Oral pada masyarakat penyirih di Desa Bandar Seribu Kecamatan Haranggaol Horison Kabupaten Simalungun Sumatera Utara.

xi+52 halaman

(45)

sebanyak 17 orang (21,5%).Sebagai kesimpulan, penelitian ini menunjukkan bahwa menyirih dapat menyebabkan kelainan mukosa oral pada masayarakat Desa Bandar Seribu Kecamatan Haranggaol Horison Kabupaten Simalungun terdiri dari mukosa penyirih, oral submukus fibrosis dan leukoplakia.

(46)

KELAINAN MUKOSA ORAL PADA MASYARAKATPENYIRIH

DI DESA BANDAR SERIBU KECAMATAN HARANGGAOL

HORISON KABUPATEN SIMALUNGUN SUMATERA

UTARA

SKRIPSI

LETARIO SIDABUTAR NIM: 100600111

Pembimbing: Indri Lubis,drg

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(47)

Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Ilmu Penyakit Mulut

Tahun 2016

Letario Sidabutar

Kelainan Mukosa Oral pada masyarakat penyirih di Desa Bandar Seribu Kecamatan Haranggaol Horison Kabupaten Simalungun Sumatera Utara.

xi+52 halaman

(48)

sebanyak 17 orang (21,5%).Sebagai kesimpulan, penelitian ini menunjukkan bahwa menyirih dapat menyebabkan kelainan mukosa oral pada masayarakat Desa Bandar Seribu Kecamatan Haranggaol Horison Kabupaten Simalungun terdiri dari mukosa penyirih, oral submukus fibrosis dan leukoplakia.

(49)

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan Dihadapan tim penguji skripsi

Pembimbing: Medan,10 Februari 2016 Tanda tangan

(50)

TIM PENGUJISKRIPSI

Skripsi ini telah dipertahankan dihadapan tim penguji Pada tanggal 10 Februari 2016

TIM PENGUJI

KETUA : Indri Lubis, drg

(51)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas berkat dan perlindungan-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Nazaruddin, drg., C.Ort., Ph.D., Sp.Ort selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

2. Papa (Leonard B Sidabutar, Ir) dan Mami (M. Elda Silalahi, dr) yang telah memberikan doa, kasih sayang, perhatian, semangat, kesabaran, dan semua dukungan moral dan materil. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada adik-adik tersayang Lewinda Oletta Sidabutar,SH, Debby Rachel Sidabutar, Rio Winner Sidabutar buat semua kekompakan, dan dukungan. Kita selalu dalam berkat Tuhan, Amin.

3. Sayuti Hasibuan, drg, Sp.PM, selaku Ketua Departemen Penyakit mulut Fakultas Kedokteran Gigi Sumatera Utara.

4. Pitu Wulandari, drg, Sp.Perio selaku penasehat akademik yang telah memberikan perhatian dan bimbingan kepada penulis selama menjalani pendidikan di Fakultas Kedokteran Gigi Sumatera Utara.

5. Indri Lubis, drg, selaku pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan masukan dan bimbingan kepada penulis selama penulisan skripsi ini berjalan.

6. Sayuti Hasibuan, drg, Sp.PM dan Nurdiana, drg, Sp.PM selaku dosen penguji, atas keluangan waktu dan saran kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

(52)

SIP selaku staf pegawai yang telah memberikan bantuan, saran dalam penyelesaian skripsi ini.

8. Kepada Bapak kepala desa dan seluruh masyarakat Desa Bandar SeribuKecamatan Haranggaol Horison Kabupaten Simalungun yang telah bersedia meluangkan waktu dan turut serta dalam penelitian ini dan terima kasih atas doa yang diberikan kepada penulis, semoga berkat melimpah buat kita semua. Amin.

9. Teman-teman penulis yang telah memberikan bantuan dan semangat Rahmat Setiadi Nababan, SKG, Martin Surya Situmorang, SKG, Naftalia Paramita Barus, SKG, Anita Siregar, SKG, dan Dian MP Sitinjak, SKG semoga kita tetap saling mendukung satu sama lain.

Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat yang berguna bagi ilmu pengetahuan, khususnya bidang Kedokteran Gigi.

Medan, 10 Februari 2016 Penulis

(……….) Letario Sidabutar

(53)

DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN JUDUL ... HALAMAN PERSETUJUAN ...

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB IPENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.4 Manfaat Penelitian ... 5

BAB IITINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Menyirih ... 6

2.2 Sejarah Menyirih ... 7

2.3 Komposisi Menyirih ... 7

2.3.1 Pinang ... 7

2.3.2 Daun Sirih ... 8

2.3.3 Kapur ... 8

2.3.4 Tembakau ... 9

2.3.5 Gambir ... 9

2.4 Pengaruh Menyirih Terhadap Kesehatan ... 11

(54)

2.5.1 Mukosa Penyirih ... 12

3.6 Definisi Operasional……….... 19

3.7 Alat dan Bahan ... 21

3.8 Prosedur Penelitian... 22

3.9 Etika Penelitian ... 23

BAB IV HASIL HASIL PENELITIAN 4.1 Karakteristik subyek penelitian menurut jenis kelamin ... 24

4.2 Karakteristik subyek penelitian menurut usia ... 24

4.3 Durasi menyirih subyek penelitian berdasarkan tahun ... 25

4.4 Frekuensi menyirih subyek penelitian dalam satu hari ... 25

4.5 Lama papar menyirih subyek penelitian dalam menit ... 26

4.6 Komponen sirih subyek penelitian ... 27

4.7 Lokasi menyirih subyek penelitian ... 27

4.8 Distribusi cara menyirih subyek peelitian ... 28

4.9 Dorongan menyirih subyek penelitian ... 29

4.10 Memiliki kelainan mukosa oral subyek penelitian ... 30

(55)

BAB V PEMBAHASAN ... 31

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 38

6.1 Kesimpulan ... 38

6.2 Saran ... 38

(56)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1 Biji buah pinang ... 8

2 Daun sirih ... 8

3 Kapur ... 9

4 Tembakau ... 10

5 Gambir... 11

6 Mukosa penyirih………. 13

7 Oral submukus fibrosis ... 13

8 Leukoplakia ... 14

(57)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman 1. Distribusi dan Frekuensi subyek penelitian yang memiliki kebiasaan menyirih menurut jenis kelamin... …… 25

2.Distribusi dan Frekuensi subyek penelitian menurut usia yang memiliki kebiasaan menyirih………25 3.Distribusi dan Frekuensi durasi menyirih pada subyek penelitian……...26 4.Distribusi dan Frekuensi jumlah menyirih dalam satu hari padasubyek penelitian

……… 27 5.Distribusi dan Frekuensi dari lama papar menyirih yang dilakukan

dalamsehari oleh subyek penelitian ... ……… 27 6.Distribusi dan Frekuensi komponen sirih pada subyek penelitian………28 7. Distribusi dan Frekuensi dari lokasi menyirih pada subyek penelitian….28 8.Distribusi dan Frekuensi daricara menyirih pada subyek penelitian…….29 9.Distribusi dan Frekuensi dorongan menyirih pada subyek penelitian……29 10.Distribusi dan Frekuensi masing-masing kelainan pada mukosa oral

Gambar

Tabel 3. Distribusi dan frekuensi durasi menyirih pada subyek penelitian
Tabel 4. Distribusi dan frekuensi menyirih dalam satu hari pada subjek penelitian
Tabel 6. Distribusi frekuensi komponen sirih pada subyek penelitian
Tabel 8. Distribusi Frekuensi dari cara menyirih pada subjek penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait