• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh pH Tanah terhadap Antagonisme glioeladiu fimbriatum Gilm. & Abbott pada Pythium sp. Penyebab Rebah-Kecambah Ketimun (Cucumis sativus L.)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh pH Tanah terhadap Antagonisme glioeladiu fimbriatum Gilm. & Abbott pada Pythium sp. Penyebab Rebah-Kecambah Ketimun (Cucumis sativus L.)"

Copied!
87
0
0

Teks penuh

(1)

PENG ARUH pH TANAH TERHADAP ANTAGONISME

Gliocladium

Jimbriaturn

Gilm.

&

Abbott

PADA

T y t h i u m

SP.

PENYEBAB REBAH- KECAMBAH KETIMUN

( @ u c u m i s b a t i u u a

L.)

Oleh

WANWAN HERAWAN

A24.0756

J U R U S A N HAMA D A N PENYAKIT TUMBUHAN F A K U L T A S P E R T A N l A N

(2)

RINGKASAN

WANWAN HERAWAN. Pengaruh pH Tanah terhadap Antagonisme Gliocladium fimbriatum Gilm. & Abbott Pada Pythium sp. Penyebab Rebah-Kecambah Ketimun (Cucumis sativus

L)

(Di bawah bimbingan MEITY SURADJI SINAGA dan BONNY POERNOMO WAHYU SOEKARNO)

.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh

kemasaman (pH) media PDA dan PDB terhadap pertumbuhan cendawan Gliocladium fimbriatum dan Pythium sp., pengaruh

berbagai pH media PDA terhadap antagonisme G. fimbriatum pada Pythium sp., pengaruh filtrat G. fimbriatum yang ditumbuhkan pada berbagai pH media PDB terhadap pertumbuhan Pythium sp. dan pengaruh pH tanah terhadap efektifitas G. fimbriatum dalam menghambat perkembangan dan patogenisitas Pythium sp. pada tanaman ketimun.

Pertumbuhan Pythium sp. dan G. fimbriatum secara tunggal pada media PDA dan PDB dengan pH 4, 5, 6, 7, dan 8, pengujian interaksi G. fimbriatum dan Pythium sp. pada media PDA dengan pH 4, 5, 6, 7, dan 8, dan pengujian kemampuan filtrat G. fimbriatum terhadap penghambatan pertumbuhan Pythium sp dilakukan secara in vitro. Peubah yang diamati pada pengujian interaksi kedua cendawan ialah persentase

penghambatan koloni Pythium sp. Sedangkan untuk pengujian

9

(3)

dan berat kering cendawan. Data dianalisa secara statistik berdasarkan rancangan acak lengkap.

Pengujian in vivo di rumah kaca dilakukan dengan ranncangan faktorial dalam acak lengkap, dengan tiga faktor

perlakuan yaitu perlakuan dengan atau tanpa Pythium sp. (faktor A), perlakuan kemasaman tanah pH 4, 5, 6, 7, dan 8 (faktor B), dan perlakuan dengan atau tanpa G. fimbriatum.

Pengujian dilakukan pada baki semai dengan 25 benih ketimun setiap baki semai. Peubah yang diamati dalam uji ini ialah persentase gejala rebah-kecambah yang mungkin terjadi hingga

14 hari setelah tanam.

Hasil pengujian in vitro menunjukkan bahwa pada media PDA dan PDB pertumbuhan Pythium sp. yang terbaik terjadi pada pH 6, kemudian menurun pada pH 5, 7, 4, dan 8. Sedangkan G. fimbriatum memiliki tingkat pertumbuhan yang paling baik pada pH 5, kemudian menurun pada pH 6, 4, 7, dan

8. dari hasil uji filtrat dan uji interaksi diketahui bahwa G. fimbriatum mengeluarkan senyawa toksik yang dapat menghambat pertumbuhan dan mematikan Pythium sp. Pada media PDA persentase penghambatan tertinggi terjadi pada pH 4

(4)

dari PDB dengan pH 6, 4, 7, dan 8 yaitu 18.64 %, 8.68 %,

6.39 %, dan 5.87 %.

Pengujian in vivo menunjukkan bahwa ketiga faktor perlakuan yaitu Pythium sp. pH tanah, dan G. fimbriatum berpengaruh nyata terhadap persentase gejala yang timbul.

G. fimbriatum mampu menekan timbulnya gejala rebah-kecambah pada semua tingkat kernasaman tanah yang diujikan. Persentase penekanan G. fimbriatum pada pH 4 , 5, 6, 7, dan 8 berturut-turut ialah 100.00%, 80.00 %, 88.90 %, 87.82 %, dan

(5)

PENGARUH pH TANAH TERHADAP ANTAGONISME

Gliocladium fimbriatum Gilm. & Abbott PADA Pythium sp.

PENYEBAB REBAH-KECAMBAH KETIMUN (Cu-s sativus L.)

Skripsi

sebagai Salah satu syarat Untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Pertanian Pada Fakultas Pertanian

Institut Pertanian Bogor

oleh :

WANWAN HERAWAN

A24.0756

JURUSAN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)

Judul laporan : PENGARUH pH TANAH TERHADAP ANTAGONISME

Gliocladium.fimbriatum Gilm. & Abbott PADA

Pythium sp. PENYEBAB REBAH-KECAMBAH KETIMUN (cucumis sativus L.)

Nama Mahasiswa : WANWAN HERAWAN Nomor P0k0k : A24.0756

Menyetujui

Dosen ~embimbinq I Dosen Pembimbing I1

Dr. Ir. Meity S. kinaqa) (Ir. ~ o h n y Poernomo W-Soekarno) NIP. 130536665

1

NIP. 13180365

Menqetahui

-

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandung (Jawa Barat) pada tanggal

19 Nopember 1968, sebagai anak kedua dari empat bersaudara, dari Ayah Aan sugandi dan Ibu Yati Kusmiati

Pada Tahun 1987 penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 10 Bandung. Terdaftar sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor pada Tahun 1987 melalui jalur Penelusuran Minat Bakat dan Kemampuan (PMDK). Pada Tahun 1988 tercatat sebagai mahasiswa Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian,

(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan k e hadirat Allah SWT,

yang telah memberikan rahmat dan hidayahNya sehingga penulis

dapat menyelesaikan penelitian dan menyusun laporan masalah

khusus ini sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan

pendidikan di Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa

terimakasih kepada Dr. Ir. Meity Suradji Sinaga dan

Ir.

Bonny Poernomo Wahyu Soekarno selaku dosen pembimbing atas

segala saran dan bimbingannya selama penelitian dan penyu-

sunan laporan ini, serta kepada seluruh staf dan karyawan

Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan dan semua rekan mahasiswa

yang telah memberikan dorongan, saran, kritik dan

bimbingannya.

Rasa hormat dan terima kasih yang sedalam-dalamnya

penulis haturkan kepada Ayahanda dan Ibunda tercinta atas

segala bantuan dan dorongan baik moril maupun materil selama

ini.

Penulis harapkan semoga hasil laporan ini dapat

bermanfaat bagi mereka yang memerlukannya.

Bogor, Mei 1992

(9)

DAFTAR IS1

Halaman

PENDAHULUAN

...

1

Latar Belakang

...

1

Tujuan

...

3

TINJAUAN PUSTAKA

...

4

Penyakit Mati Benih-Kecambah

...

4

Pythium sp

...

5

Taksonomi dan Morfologi

...

5

Biologi dan Ekologi

...

6

Pengendalian Hayati

...

7

...

Gliocladium sp 8 Taksonomi dan Morfologi

...

8

Biologi dan Ekologi

...

9

BAHAN DAN METODE

...

12

Tempat dan Waktu Penelitian

...

12

Bahan dan Alat Penelitian

...

12

Metode Penelitian

...

13

Persiapan Media. Tanah dan Inokulum

...

13

a

.

Persiapan Media PDA. PDB dan Tanah pada Beberapa Nilai pH

...

13

b

.

persiapan Inokula dan Pembiakan Massal

...

13

Pengujian In vitro

...

15
(10)

b. Pengaruh pH Media t e r h a d a p

i n t e r a k s i Gliocladium s p . dengan

...

Pythium s p .

c. Pengaruh F i l t r a t Gliocladium s p . yang B e r a s a l d a r i Beberapa pH Media PDB t e r h a d a p Pertum-

...

buhan Pythium s p .

P e n g u j i a n I n v i v o

...

Pengaruh Antagonisme Gliocladium s p . t e r h a d a p Pythium s p . pada Tanah

dengan Kemasaman yang Berbeda

...

...

HASIL DAN PEMBAHASAN

...

KESIMPULAN

...

DAFTAR PUSTAKA
(11)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Diameter Koloni Pythium sp. pada Media PDA

dengan Berbagai pH

...

2 1

2. Berat Kering Pythium sp. yang Ditumbuhkan

...

pada PDB dengan Berbagai pH 22

3. Diameter Koloni G. fimbriatum pada Media PDA

dengan Berbagai pH

...

22

4. Berat Kering G. fimbriatum yang Ditumbuhkan pada Media PDB dengan Berbagai pH selama 7

Hari

...

23

5. Persentase Penghambatan G. fimbriatumk terha-

dap Pythium sp pada PDA dengan Berbagai pH.. 25 6. Diameter Koloni Pythium sp. pada Media PDA

dengan 20% Filtrat G. fimbriatum yang Berasal

dari Beberapa pH Media PDB

...

2 8

7. Berat Kering Pythium sp. yang Ditumbuhkan pada Media PDB dengan 20% Filtrat G. fimbriatum

...

yang Berasal dari Beberapa pH Media PDB 29

8. Persentase Kecambah yang Menunjukkan Gejala Rebah-kecambah karena Pengaruh Interaksi Per-

lakuan Pythium sp. (Faktor A), Perlakuan Per- bedaan Kemasaman (pH) Tanah (Faktor B) dan

...

Perlakuan G. fimbriatum (Faktor C) 3 2

9. Persentase Kecambah yang Menunjukkan Gejala Rebah-kecambah Karena Pengaruh Pythium sp.

(Faktor A) Secara Tunggal

...

34

10. Persentase Kecambah yang Menunjukkan Gejala Rebah-kecambah karena Pengaruh Perbedaan Kema-

saman (pH) Tanah (Faktor B) Secara Tunggal

...

34

11. Persentase Kecambah yang Menunjukkan Gejala Karena Pengaruh G. fimbriatum (Faktor C)

(12)

12. Persentase Kecambah yang Menunjukkan Geja- la Rebah-kecambah karena Pengaruh Interaksi Perlakuan Pythium sp. (Faktor A) dengan Perlakuan Perbedaan Kemasaman (pH) Tanah

(faktor B)

...

35

13. Persentase Kecambah yang Menunjukkan Gejala Rebah-kecambah karena Pengaruh Interaksi Per-

lakuan Pythium sp. (Faktor A) dengan Perla-

...

kuan G. fimbriatum (Faktor C) 35

14. Persentase Kecambah yang Menunjukkan Gejala Rebah-kecambah karena Pengaruh Interaksi Per- lakuan Perbedaan Kemasaman (pH) Tanah

(Faktor B) dengan Perlakuan G. fimbriatum

...

(Faktor C) 3 6

15. Tinggi Tanaman Ketimun Pada umur 8 Hari kare- na Pengaruh Interaksi Perlakuan Perbedaan Ke- masaman (pH) Tanah (Faktor B) dengan Perlaku-

an G. fimbriatum (Faktor C)

...

37

16. Tinggi Tanaman Ketimun pada Umur 8 Hari Karena Pengaruh Kemasaman (pH) Tanah

(Faktor B)

...

38

17. Tinggi Tanaman Ketimun pada Umur 8 Hari karena Pengaruh Perlakuan G. fimbriatum

(Faktor C)

...

3 9

Nomor Halaman

1. Diameter Koloni Pythium sp. pada Beberapa pH

Media PDA

...

4 6

2. Analisa Sidik Ragam Diameter Koloni Pythium

pada Beberapa pH Media PDA

...

4 6

3. Berat Kering Pythium sp. yang Ditumbuhkan pada

Beberapa pH Media PDB

...

47

4. Analisa Sidik Ragam Berat KeringPythi- urn sp. yang Ditumbuhkan pada Beberapa

(13)

Diameter Koloni Gliocladium fimbriatum pada Beberapa pH Media PDA

...

Analisa Sidik Ragam Ukuran Diameter Koloni G. fimbriatum pada Beberapa pH Media PDA

...

Berat Kering G. fimbriatum yang Ditumbuhkan pada Beberapa pH Media PDB

...

Analisa Sidik Ragam Berat Kering G. fimbria- tum yang Ditumbuhkan pada Beberapa pH Media

PDB

...

Hasil Pengamatan Uji Antagonis antara G. fim- briatum dengan Pythium sp. pada Beberapa pH

...

Media PDA

Persentase Penghambatan G. fimbriatum terha- dap Pythium sp. pada Beberapa pH Media PDA...

Analisa Sidik Ragam Persentase Penghambatan

G. fimbriatum terhadap Pythium sp. pada

...

Beberapa pH Media PDA

Diameter Koloni Cendawan Pythium sp. pada Me- dia PDA dengan 2 0 % Filtrat G. fimbriatum

....

yang Berasal dari Beberapa pH Media PDB

Analisa Sidik Ragam Diameter Koloni Pythium sp. yang Ditumbuhkan pada Media PDA dengan

2 0 % Filtrat G. fimbriatum yang Berasal da-

ri .Beberapa pH Media PDB

...

Berat Kering Pythium sp. yang Ditumbuhkan pa- da Media PDB dengan 2 0 % Filtrat G. fimbriatum

...

yang Berasal dari Beberapa pH Media PDB

Analisa Sidik Ragam Berat Kering Pythium sp. yang Ditumbuhkan pada Media PDB dengan 20% Filtrat G. fimbriatum yang Berasal dari Be-

...

berapa pH Media PDB

Persentase Kecambah Ketimun yang Menunjukkan

...

Gejala Rebah kecambah

(14)

19. Analisa Sidik Ragam Tinggi Tanaman Ketimun

pada Umur 8 Hari Setelah Tanam

...

5 8

20. Banyaknya HC1 (0.1 N) dan KOH (0.1 N) yang Ditambahkan pada 200 ml Media PDA untuk

...

Mendapatkan pH yang Diinginkan 5 8

21. Banyaknya HC1 (0.1 N) dan KOH (0.1 N) yang Ditambahkan pada 200 ml Media PDB untuk

Mendapatkan pH yang Diinginkan

...

5 8
(15)

DAFTAR GAMBAR

[image:15.547.94.503.60.631.2]

Nomor Ha laman

...

1. Struktur Kimia Gliotoxin 10

...

2. Struktur Kimia Viridin 11

3. Struktur Kimia senyawa metabolit Paraquinon. 11 4. Perturnbuhan Pythium sp. pada PDA dengan Ber-

bagai pH Pada Hari Kedua

.;...

2 0

5. Pertumbuhan G. fimbriatum pada PDA dengan

...

Berbagai pH Pada Hari Ketiga 2 3

6. Antagonisme G. fimbriatum terhadap Pythium sp. Pada Media PDA dengan berbagai pH Pada Hari keempat. Efek antibiosis dan lisis tampak berupa mengempisnya koloni aerial Pythium

sp...

...

2 6

7. Perbandingan antara Tanaman Sehat dengan Ta-

...

naman sakit Pada 6 Hari Setelah Tanam 3 1

1. Grafik Hubungan Jumlah Belerang yang Ditam-

...

bahkan dengan Penurunan pH Tanah 60

2. Grafik Hubungan Jumlah Kapur (CaC03) yang Di-

tambahkan dengan Kenaikan pH Tanah

...

61
(16)

PENDAHULUAN

Latar Belakanq

Pythium sp. merupakan patogen tular-tanah (soil-

borne) dan juga bersifat sebagai mikroorganisme penghuni

tanah (soil-inhabitant) yang banyak menimbulkan kerusakan

pada berbagai macam tanaman budidaya. Patogen ini dapat

menyebabkan penyakit busuk benih, busuk kecambah, rebah

kecambah, busuk akar, busuk batang, dan busuk lunak

(Walker, 1957; Agrios, 1978; dan Takahashi, 1981).

Pengendalian terhadap penyakit tersebut dapat dilaku-

kan dengan perlakuan benih, kultur teknik, biologi, atau

aplikasi fungisida (Agrios, 1978). Di lapang aplikasi

fungisida merupakan cara yang sering digunakan untuk

mengendalikan Pythium spp. Namun penggunaan fungisida

tidak selalu efektif, bahkan dapat menyebabkan peningkatan

resistensi patogen terhadap fungisida, meracuni tanaman

(fitotoksik), pencemaran lingkungan, dan dapat meracuni

organisme lain yang bukan sasaran. Oleh karena itu perlu

dicari alternatif pengendalian lain yang tidak banyak

berakibat negatif terhadap lingkungan biotik dan abiotik.

Pengendalian hayati dengan menggunakan antagonis merupakan

salahsatu alternatif pengendalian yang baik disamping

(17)

2

Penelitian mengenai pengendalian hayati, khususnya

mikroorganisme yang bersifat antagonis terhadap Pythium spp. memperlihatkan hasil yang dapat diharapkan. Sejumlah isolat bakteri dan actinomycetes yang belum diidentifi- kasi, telah dicoba dalam media agar dan memperlihatkan sifat antagonis terhadap Pythium spp. (Takahashi, 1981). Perlakuan benih kapas (seed-coating) dengan menggunakan

bakteri Pseudomonas flourescens Migula telah dapat

mengendalikan penyakit rebah-kecambah yang disebabkan oleh Pythium ultimum Trow (Howell dan Stipanovic, 1980 dalam Lifshitz, 1984). Pseudomonas putida Migula, bakteri yang masih termasuk dalam kelompok bakteri fluorescens, juqa telah diketahui dapat mengendalikan penyakit rebah- kecambah yang disebabkan oleh P. ultimum (Dupler dan

Baker, 1984 dalam Paulitz, 1991). Sivan, Elad, dan Chet (1984) mengemukakan bahwa Pythium aphanidermatum (Edson) Fitzpatrick dapat dikendalikan oleh Trichoderma sp. Selain pada P. aphanidermatum, Trichoderma sp. memberikan pengaruh antagonistik terhadap Pythium myriotilum

(18)

3

kapas yang disebabkan oleh P. ultimum dan Rhizoctonia solani Kuhn (Howell, 1982 dalam Papavizas, 1985).

Seringkali penggunaan antagonis di lapang dalam skala komersial tidak selalu memberikan hasil yang memuaskan. Hal ini mungkin disebabkan oleh beberapa faktor lingkungan biotik dan abiotik, seperti mikroflora tanah, ketersediaan

makanan, suhu, kelembaban, dan cahaya (Bell et dl., 1982). Selain itu Soepardi (1983), mengemukakan bahwa kegiatan

mikroorganisme tanah sangat dipengaruhi oleh reaksi kemasaman tanah (pH). Banyak faktor yang mempengaruhi berhasil atau tidaknya penggunaan antagonis, oleh karena itu perlu dilakukan penelitian terutama mengenai pengaruh pH tanah terhadap aktifitas antagonis yang diintroduksikan ke dalam tanah.

Tuiuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kemasaman (pH) media PDA dan PDB terhadap pertumbuhan cendawan Gliocladium fimbriatum dan Pythium sp., pengaruh

(19)

TINJAUAN PUSTAKA

Penvakit Mati Benih-Kecambah

Penyakit mati benih atau kecambah (damping-off) yang

disebabkan oleh Pythium sp. tersebar luas di seluruh

dunia. Gejala yang disebabkan oleh penyebab penyakit ini

tergantung pada umur dan tingkat perkembangan tanaman.

Benih-benih yang terinfeksi patogen akan gaga1 berkecam-

bah, menjadi busuk kemudian berubah warna menjadi kecok-

latan dan mengerut.

Jaringan kecambah yang dapat terserang meliputi

seluruh bagian kecambah. Infeksi awal ditandai dengan

perubahan warna menjadi gelap kecoklatan, kemudian bercak

kebasah-basahan (water-soaked spot). Bercak meluas dengan

cepat, jaringan menjadi rusak dan tertutup oleh cendawan,

akhirnya seluruh jaringan mati. Fase demikian disebut

mati benih atau kecambah sebelum timbul di atas permukaan

tanah (preemergence damping-off). Kecambah yang telah

muncul ke permukaan tanah umumnya terserang pada akarnya

dan kadang-kadang pada batang di bawah permukaan tanah.

Jaringan kecambah yang sukulen mudah dipenetrasi oleh

patogen. Bagian yang terserang menjadi kebasahan dan

berubah warna menjadi agak kecoklatan, kemudian pangkal

batang dekat permukaan tanah menggenting sehingga rebah

(20)

5

mati kecambah setelah muncul di atas permukaan tanah

(postemergence damping-off) (Agrios, 1978).

Pvthium su.

Taksonomi dan Morfoloqi

Pythium sp. termasuk ke dalam Divisi Mastigomycota,

Subdivisi Diplomastigomycotina, Kelas Oomycetes, Ordo

Peronosporales, Famili Pythiaceae (Alexopoulus dan Mims,

1979).

Di antara 14 genera yang termasuk Famili Pythiaceae, diketahui bahwa Pythium dan Phytophthora memiliki jumlah

spesies yang paling banyak. Umumnya spesies Pythium

merupakan mikroorganisme penghuni tanah (soil-inhabitant)

namun ada juga yang hidup di air. Middleton (1943 dalam

Bessey, 1952) mengemukakan bahwa Pythium mempunyai 66

spesies. Dari ke-66 spesies tersebut, 3 spesies adalah

saprofit dan 1 spesies parasitik pada hewan, 9 spesies

parasitik pada alga air tawar, dan 1 spesies saprofitik

pada rumput laut. Sekitar 9 spesies berhabitat dalam

tanah dan sisa tanaman serta tidak dikenal sebagai para-

sit, dan 40 spesies yang lainnya dikenal sebagai parasit

tanaman tingkat tinggi.

Miselium Pythium sp. berwarna putih, berbentuk ram-

ping, bercabang banyak, dan tumbuh cepat (Agrios, 1978).

Miselium biasanya tidak bersepta, dan akan bersepta jika

(21)

(Takahashi, 1981). Septa dibentuk untuk melepaskan an-

theridia, oogonia, zoosporangia, dan untuk memisahkan

bagian miselium yang telah tua (Bessey, 1952).

pythium sp. melakukan reproduksi secara seksual dan

aseksual. Reproduksi aseksual dilakukan melalui pemben-

tukan sporangium (zoosporangium) dan zoospora. Bentuk

sporangium bergantung pada spesiesnya, ada yang berbentuk

filamen, pipih dan sferikel sampai silindris. Zoospora

dibentuk dalam vesikel yang terletak di ujung

zoosporangium. Selain itu zoosporangium dapat langsung

berkecambah dengan membentuk tabung kecambah (Taka-

hashi, 1981)

.

Oogonium, antheridium, dan oospora adalah organ

seksual Pythium. oospora dibentuk dari hasil fertilisasi

antara oogonium dengan antheridium. Bentuk oogonium

umumnya sferikel, licin atau kadang-kadang berduri kasar.

Jumlah antheridia yang sampai ke oogonium bervariasi dari

1 sampai 25 atau lebih (Takahashi, 1981). Rongga oogonium

dapat terisi penuh (plerotic) atau terisi sebagian

(aplerotic) oleh oospora (Bessey, 1952).

Biolosi dan Ekolosi

Pertumbuhan Pythium sp. dipengaruhi oleh beberapa

faktor baik fisik maupun kimia dalam tanah, seperti suhu,

kelembaban, pH, tipe tanah, nutrisi, dan kedalaman tanah.

(22)

pH 4

-

9. Pythium graminicolum Braman. masih dapat hidup pada pH 3. Di dalam tanah, Pythium sp. tumbuh optimum pada pH 6

-

7, dan berkembang lebih cepat pada tanah gembur dibanding tanah liat. Suhu yang optimum untuk terjadinya infeksi tidak sama untuk setiap spesies.

Inf eksi P. aphanidermatum pada tanaman Famili Cucurbitaceae umumnya terjadi pada suhu di bawah 23O C. Patogenesitas Pythium sp. umumnya terjadi pada kedalaman

2.5

-

10 cm (Takahashi, 1981)

.

Penqendalian Havati

Menurut Baker dan Cook (1982), pengendalian hayati adalah pengurangan jumlah inokulum dalam keadaan aktif maupun dorman atau penurunan aktifitas patogen sebagai parasit oleh satu atau lebih organisme yang berlangsung secara alami atau melalui manipulasi lingkungan, inang atau antagonis, atau dengan introduksi secara massal satu atau lebih organisme antagonis.

Tujuan pengendalian hayati adalah menekan penyakit dengan cara sebagai berikut: (1) mengurangi inokulum pa-

togen dengan meningkatkan ketahanan tanaman; (2) mengu- rangi terjadinya infeksi patogen pada tanaman inang; (3) menurunkan daya serang patogen (Baker dan Cook, 1982).

(23)

antibiosis atau lisis, kompetisi, parasitisme, dan preda- si. Antibiosis adalah penghambatan suatu organisme mela- lui senyawa metabolik yang dihasilkan oleh organisme yang lainnya dan biasanya selain menghambat juga dapat memati- kan (Baker dan Cook, 1982). Lamanna dan Maletta (1965)

dalam Baker dan Cook (1982), mengemukakan bahwa lisis adalah istilah umum untuk penghancuran, disintegrasi, disolusi, atau dekomposisi materi biologi. Sedangkan kompetisi adalah persaingan dua organisme atau lebih untuk mendapatkan suplai substrat yang sama dalam bentuk dan keadaan tertentu, ketika suplai tersebut tidak mencukupi untuk kedua organisme (Clark, 1965 dalam Baker dan Snyder,

1965).

Gliocladium so.

Taksonomi dan Morfoloai

Gliocladium sp. termasuk ke dalam Divisi Amastigomy- cota, Subdivisi Deuteromycotina, Kelas Deuteromycetes, subkelas Hypomycetidae, Ordo Moniliales, Famili Moniliace- ae, Subfamili Gliosporae (Alexopoulus dan Mims, 1979).

(24)

hialin. Genus Gliocladium mirip Penicillium, akan tetapi percabangan yang menyangga massa spora berbeda, massa spora terikat oleh lendir dalam satu kepala konidia

(Domsch et al, 1980).

Biolosi dan Ekoloai

Suhu yang optimum untuk perkembangan cendawan ini berkisar antara 25

-

28O C, dapat tumbuh pada suhu 20

-

35O C dengan suhu minimum 4

-

6O C. Suhu yang dibutuhkan untuk perkembangan cendawan berbeda-beda' bergantung pada

spesiesnya. Gliocladium catenulatum Gilm. & Abbott membutuhkan suhu optimum antara 26

-

28' C, G. virens antara 25

-

32O C, dan G. roseum tumbuh optimum pada suhu 25

-

28O C, sedangkan Gliocladium viride Matr dapat tumbuh pada suhu 6

-

37O C dengan suhu optimum 25

-

35O C.

Sedangkan G. fimbriatum dan Gliocladium deliquescens Sopp,

pertumbuhannya terhambat pada suhu kurang dari 15O C dan lebih dari 35O C, denqan suhu optimum 25

-

30' C (Sinaga, 1986).

Pertumbuhan cendawan ini juga banyak dipengaruhi oleh kemasaman media tumbuhnya, dan setiap spesies mempunyai kisaran pH tersendiri. G. catenulatum mempunyai pH

optimum 5.6 untuk pertumbuhannya, sedangkan kisaran pH

(25)

kisaran pH 2

-

9 serta tumbuh optimum pada pH 5.7

-

6

(Domsch et al., 1980). G. fimpriatum dan G. deliquescens dapat tumbuh dan bersporulasi dengan baik pada kisaran pH 5-6 sedangkan pada pH 4 dan pH 8 pertumbuhannya terhambat

(Sinaga, 1986). Kelembaban tanah optimum untuk perkem- bangan cendawan ini berkisar antara 97

-

100%.

Gliocladium spp. telah banyak dilaporkan dapat

mengeluarkan senyawa yang bersifat toksik bagi mikroorga- nisme lain (Moreau, 1979). Weindling dan Emerson (1936 dalam Wolf dan Wolf, 1949) telah mengisolasi protein yang

bersifat toksik dari G. fimbriatum, dengan rumus empiris-

C14H16N2S204 Dutcher (1941) dalam Wolf dan Wolf (1949) menentukan kemudian bahwa rumus senyawa toksik tersebut

adalah C13H1404N2S2. Sedangkan Webster dan Lomas (1964) mengemukakan bahwa Gliocladium sp. dapat memproduksi gliotoxin (Gambar 1) dan viridin (Gambar 2) yang merupa- kan senyawa yang bersifat fungistatik. Menurut Moreau

(1979) selain kedua senyawa tersebut G. roseum seringkali mengeluarkan senyawa metabolit paraquinon (Gambar 3).

(26)
[image:26.523.44.455.68.561.2] [image:26.523.111.413.75.304.2]

Gambar 2. Struktur Kimia Viridin (Brian, 1949 d a l a m

Moreau, 1979)

(27)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Cendawan Patogen dan Rumah kaca Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, mulai bulan April 1991 sampai dengan Februari 1992.

Bahan dan Alat Penelitian

Bahan-bahan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah benih ketimun varitas lokal, isolat Pythium sp. Gliocladium fimbriatum, media Potato Dextrose Agar (PDA) dan Potato Dextrose Broth (PDB), KOH O.lN, HC1 0.1 N,

kapur (CaC03), belerang (S), serbuk gergaji, dedak, tanah

Latosol Baranangsiang, alkohol, aquades, kertas saring Whatman no 42, Seitz Filter, kantong plastik tahan panas, dan kapas.

Peralatan penelitian yang dipergunakan antara lain kotak isolasi, pipet volumetrik, cawan petri, labu erlenmeyer, autoklaf, baki semai plastik, jarum ose,

(28)

Metode Peneltian

Persiawan Media. Tanah dan Inokulum

a. Persiawan Media PDA. PDB. dan Tanah wada Beberawa Nilai

PE

Kemasaman media PDA dan PDB yang digunakan dalam pengujian adalah pH 4, 5, 6, 7, dan 8. Penurunan pH media dilakukan dengan menambahkan HC1 0.1 N dan untuk meningkatkan pH media digunakan KOH 0.1 N, banyaknya HCl

0.1 N atau KOH 0.1 N yang ditambahkan untuk mencapai kemasaman tertentu tertera pada Tabel Lampiran 20 dan 21. Pengukuran pH media dilakukan dengan pH meter dalam keadaan cair pada suhu 50° Celcius.

Tanah steril yang telah diayak ditambah kapur untuk meningkatkan kemasaman tanah dan ditambahkan belerang

untuk menurunkan kemasaman tanah, sehingga akan diperoleh

tanah dengan kisaran pH 4, 5, 6, 7 dan 8. Nilai pH tanah ditetapkan dengan pH H20 serta nisbah air dengan tanah

1 : 1. Jumlah kapur atau belerang yang perlu ditambahkan, diperoleh dari hasil uji pendahuluan (Gambar Lampiran 1

dan 2).

b. Persiawan Inokula dan Pembiakan Massal G. fimbriatum dan Pythium SD.

(29)

Institut Pertanian Bogor. Kedua cendawan dibiakkan dan diperbanyak pada medium PDA.

Pembiakan massal G. fimbriatum untuk introduksi pada

tanah dilakukan pada substrat campuran dedak-serbuk gergaji. Dedak dan serbuk gergaji direndam dalam air selama satu malam secara terpisah, kemudian diperas sampai kelembaban sekitar 45 %, dan dicampurkan dengan

perbandingan 1 : 1 dalam volume. Campuran tersebut sebanyak 0.25 kg dimasukkan ke dalam plastik tahan panas, ditutup dengan kapas dan disterilisasi. Sterilisasi dilakukan dengan autoklaf selama satu jam pada suhu 121° Celcius. Media dedak-serbuk gergaji steril diinokulasi dengan dua potong biakan G. fimbriatum yang berumur satu minggu berukuran diameter 1 cm, dan diinkubasikan selama

dua minggu pada suhu ruang.

Pembiakan massal Pythium sp. dilakukan pada corn-meal sand yang terdiri dari 98% pasir, 2% corn-meal (b/b) dan

20% ( v / b ) air (Quimio, 1978). Media tersebut

disterilisasi dengan autoklaf selama satu jam pada suhu 121° Celcius. Pada setiap 0.25 kg media diinokulasi

(30)

Penquiian In vitro.

a. Penqaruh DH Media PDA dan PDB terhada~ Pertumbuhan

G. fimbriatum dan Pvthium sp.

Pengujian dilakukan dengan membiakkan masing-masing cendawan pada media PDA dalam cawan petri dan pada 100 ml media PDB dalam erlenmeyer dengan dengan nilai pH 4, 5,

6, 7, dan 8. Potongan biakan murni yang digunakan berdiameter 0.5 cm, dan berasal dari biakan murni berumur satu minggu. Pengujian ini dilakukan sebanyak lima ulangan. Peubah yang diamati adalah diameter koloni tiap biakan untuk cendawan yang dibiakkan pada PDA, sedangkan

untuk cendawan yang dibiakkan pada media PDB yang diukur adalah berat kering cendawan berumur satu minggu setelah

.-,

dikeringkan di dalam oven selama tiga hari pada suhu 60° Celcius.

b. Penqaruh DH Media PDA terhadar, Interaksi G. fimbriatum denqan Pvthium sr,.

Pengujian dilakukan dengan metode uji berganda dalam media PDA dengan pH yang berbeda yaitu pH 4, 5, 6, 7, dan

8. Isolat G. fimbriatum ditempatkan pada sisi cawan petri yang berlawanan dengan isolat Pythium sp. dengan jarak kurang lebih tiga sentimeter. Isolat cendawan masing-masing berdiameter 0.5 cm, yang berasal dari biakan murni pada PDA berumur satu minggu. Pengamatan dilakukan

(31)

16

parasitisme). Persentase penghambatan Pythium sp. oleh G. fimbriatum ditentukan dengan rumus (Yeh, 1980):

rl : jarak terjauh dari pusat koloni Pythium sp. r2 : jarak terdekat dari pusat koloni Pythium sp.

Rancangan percobaan yang digunakan pada kedua pengujian in vitro di atas adalah rancangan acak lengkap dengan lima perlakuan dengan masing-masing lima ulangan. Model linier dari rancangan percobaan tersebut adalah :

Yij = nilai pengamatan satuan percobaan yang mendapat perlakuan ke-i dan ulangan ke-j i = 1, 2, 3, 4, 5 j = 1, 2, 3, 3, 4, 5

p = nilai tengah umum

Ai = pengaruh perlakuan pH 4, 5, 6, 7, dan 8

eij = pengaruh galat dari satuan percobaan yang mendapat perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

c.

Penqaruh Filtrat G. fimbriatum SP. vans Berasal dari Beberapa aH media PDB terhadap Pertumbuhan Pvthium SP.

Filtrat Gliocladium didapatkan dengan menumbuhkan G. fimbriatum pada media PDB dengan pH 4, 5, 6, 7, dan 8, selama dua minggu. Media PDB tersebut kemudian disaring dengan menggunakan corong Buchner dengan memakai kertas saring Whatman no. 42, kemudian disaring kembali dengan

(32)

vakum. Masing-masing filtrat yang berasal dari media PDB dengan pH yang berbeda dipisahkan, kemudian dicampurkan dengan media PDA atau PDB dengan konsentrasi filtrat

sebesar 20 %. Sebagai kontrol ditambahkan aquades steril k e dalam media dengan konsentrasi yang sama.

Pengujian filtrat dilakukan dengan menumbuhkan Pythi- um sp. berumur satu minggu dengan diameter inokulum 0.9 cm pada campuran media PDA-filtrat G. fimbriatum di dalam cawan petri dan pada 50 ml campuran media PDB-filtrat G. fimbriatum di dalam erlenmeyer. Peubah yang diamati untuk pengujian filtrat pada media PDA ialah diameter koloni Pythium sp. yang dilakukan dengan selang waktu 12 jam. Untuk pengujian Eiltrat pada media PDB peubah yang diamati adalah berat kering koloni Pythium sp. setelah berumur satu minggu. Berat kering diukur setelah pengeringan di

dalam oven selama tiga hari pada suhu 60° Celcius.

Pendekatan secara statistik dilakukan dengan ranca-

ngan acak lengkap yang terdiri dari enam perlakuan dengan tiga ulangan. Model linier dari rancangan tersebut adalah :

Yij = p

+

Ai

+

Eij

Yi j = nilai pengamatan satuan percobaan yang mendapat perlakuan ke-i dan ulangan ke- j

(33)

Ai = pengaruh perlakuan filtrat Gliocladium yang berasal dari media PDB dengam pH 4,- 5, 6,

7, 8 dan kontrol

' i

j = pengaruh galat dari satuan percobaan yang mendapat perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

Pensui ian In vivo

Penqaruh Antaaonisme G. fimbriatum terhadap Pythium sp. pada Tanah denqan Kemasaman vans Berbeda

Percobaan dilakukan dengan menggunakan baki semai plastik yang berisi tanah sebanyak 1.5 kg, yang terlebih dahulu diinfestasi biakan massal Pythium sp. dengan perbandingan antara biakan dengan tanah sebesar 1 : 40.

Tiga hari kemudian tanah yang telah terinfestasi tersebut diberi perlakuan penambahan kapur dan belerang untuk

memperoleh tanah dengan pH 4, 5, 6, 7, dan 8. Seminggu setelah perlakuan penambahan kapur dan belerang, diintroduksikan ke dalam tanah biakan G. fimbriatum

.

dengan perbandingan 1 : 6 antara biakan dengan tanah

(Sinaga, 1986).

Benih ketimun ditanam tiga hari setelah introduksi G.

fimbriatum, dengan kedalaman kurang lebih dua sentimeter sebanyak 25 benih setiap baki semai dengan perlakuan pH tanah yang berbeda.

Perlakuan kontrol ialah perlakuan Pythium sp. tanpa

(34)

p~ tanah yang berbeda. Pengamatan dilakukan sampai tanaman berumur dua minggu, dengan mengamati gejala rebah- kecambah (damping-off) yang timbul pada setiap baki semai. Percobaan ini disusun dengan rancangan faktorial

dalam acak lengkap berukuran 2

x

5

x

2 dengan tiga ulangan. Model linier dari rancangan tersebut adalah :

'ijkl = p+Ai+B.+C 7 k +A.B.+AiCk+B.C 1 3 ]k +A i j k B C +"ijkl Yijkl = nilai pengamatan percobaan yang mendapat

perlakuan faktor A taraf ke-i, faktor B taraf ke-j, faktor C taraf ke-k dan

ulangan ke-1

p = nilai tengah umum

A1 = pengaruh perlakuan tanpa Pythium sp A2 = pengaruh perlakuan dengan Pythium sp. B1 = pengaruh perlakuan pH 4, 5, 6, 7, dan 8 C1 = pengaruh perlakuan tanpa G. fimbriatum C2 = pengaruh perlakuan dengan G. fimbriatum

AiBj = pengaruh interaksi faktor A pada taraf ke-i dengan faktor B pada taraf ke-j

AiCk = pengaruh interaksi faktor A pada taraf ke-i dengan faktor C pada taraf ke-k

BjCk = pengaruh interaksi faktor B taraf ke-j dengan faktor C taraf ke-k

AiBjCk = pengaruh interaksi antara faktor A taraf ke-i, faktor B taraf ke-j, dan faktor C taraf ke-k

(35)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pythium sp. dan G. fimbriatum masing-masing dapat tumbuh pada pH 4 sampai dengan pH 8. Kemasaman media berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan kedua cendawan ini

(Tabel Lampiran 2, 4, 6, dan 8)

.

~ertumbuhan Pythium sp. yang terbaik terjadi pada PDA pH 6, yang nampak dari

ukuran diameter koloni terbesar. Diameter koloni pertumbuhan terkecil terjadi pada pH 8. Pada pH 5

cendawan ini tumbuh lebih baik daripada pada pH 4 dan 7

(Gambar 4, Tabel 1)

.

Gambar 4. Pertumbuhan Pythium sp. pada PDA dengan berbagai pH Pada Hari Kedua

[image:35.527.39.482.126.549.2]
(36)

Tabel 1. Diameter Koloni Pythium sp. pada Media PDA dengan Berbagai pH

Diameter Koloni (mm) PH

Hari ke

.

.

.

1 2

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% Uji Jarak Berganda Duncan

paling tinggi yaitu 0.1751 g, kemudian diikuti dengan berat kering cendawan yang lebih ringan pada pH 5, 4, 7,

beyturut-turut dengan berat kering 0.1614 g, 0.1535 g,

0.1492 g dan pada pH 8 dengan berat paling ringan yaitu

0.1465 g. Pada perlakuan pH 6

,

Pythium sp. memiliki be- rat kering yang tidak berbeda nyata dengan pH 5, tetapi berbeda nyata dengan berat kering pada perlakuan pH 4, 7,

dan pH 8

.

Secara statistik antara perlakuan pH 4, 5, 7,

dan 8 berat kering Pythium sp tidak memiliki perbedaan yang nyata (Tabel 2). Diameter koloni pertumbuhan G. fimbriatum terlihat berbeda pada media dengan pH yang

berlainan, perlakuan pH berpengaruh nyata terhadap diameter pertumbuhan (Tabel Lampiran 6). Pertumbuhan terbaik G. fimbriatum pada media PDA terjadi pada pH 5

dengan ukuran diameter koloni paling besar, kemudian pada pH 6, 7, 4 dan pertumbuhan yang paling rendah terjadi

[image:36.527.58.489.84.519.2]
(37)

Tabel 2. Berat Kering Pythium sp. yang Ditumbuhkan pada PDB dengan Berbagai pH selama 7 Hari

PH Berat kering (gram)

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nTata pada taraf 5 % Uji Jarak Berganda Duncan

Tabel 3. Diameter Koloni G. fimbriatum pada Media PDA dengan berbagai pH

Diameter Koloni (mm) PH

hari ke..

.

1 2 3

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% Uji Jarak Berganda Duncan

Pada media PDB berat kering G. fimbriatum tertinggi dicapai pada pH 5 kemudian diikuti oleh pH 6, 4, 7 dan 8. Pada perlakuan pH 4, 6 dan 7 tidak terdapat perbedaan berat yang nyata (Tabel 4).

[image:37.530.45.483.80.529.2]
(38)
[image:38.527.58.484.80.721.2]

Gambar 5. Pertumbuhan G. f i m b r i a t u m pada Media PDA d e n g a n B e r b a g a i pH Pada H a r i K e t i g a

T a b e l 4 . B e r a t K e r i n g G . f i m b r i a t u m yang Ditumbuhkan pada Media PDB dengan B e r b a g a i pH Selama 7 H a r i

PH B e r a t k e r i n g (gram)

Keterangan : Angka-angka yang d i i k u t i o l e h h u r u f yang sama t i d a k berbeda n y a t a pada t a r a f 5% U j i

J a r a k Berganda Duncan

bahwa G . f i m b r i a t u m d a p a t mencapai pertumbuhan d a n

s p o r u l a s i t e r b a i k pada pH 5.

H a s i l pengamatan u j i i n t e r a k s i a n t a r a G . f i m b r i a t u m

dengan Pythium sp. s e c a r a i n v i t r o menunjukkan bahwa

pada h a r i p e r t a m a cendawan Pythium s p . tumbuh l e b i h c e p a t

d a r i p a d a G. f i m b r i a t u m s e h i n g g a tampak G . f i m b r i a t u m

[image:38.527.87.448.94.291.2]
(39)

hari kedua ketika miselium Pythium sp. dan G. fimbriatum telah bertemu, terjadi penghambatan pertumbuhan miselium

aerial Pythium sp. Miselium Pythium yang berhadapan dengan G. fimbriatum tampak mengempis dan selanjutnya bagian yang mengempis ini mulai ditumbuhi oleh miselium G. fimbriatum. Hasil reisolasi dari bagian miselium yang mengempis menunjukkan miselium Pythium telah mati.

Pengamatan mikroskopis pada bagian yang mengempis

tersebut menunjukkan telah terjadi disintegrasi miselium

Pythium, sehingga menyebabkan kematian cendawan. Miselium Pythium yang mengalami disintegrasi diduga akibat senyawa toksik yang dikeluarkan oleh G. fimbriatum. Dugaan ini diperkuat dengan adanya senyawa berwarna kekuningan pada media PDA di sekitar biakan G. fimbriatum yang berdifusi k e arah Pythium sp., kemudian diikuti dengan mengempisnya koloni Pythium sp. Selain itu Pythium sp. tidak dapat tumbuh atau pertumbuhannya tertekan pada PDA dan PDB yang mengandung filtrat G. fimbriatum.

Perlakuan pH media PDA berpengaruh nyata terhadap antagonisme G. fimbriatum pada Pythium sp. (Tabel

Lampiran 11). Pada hari pertama persentase penghambatan terbesar terjadi pada pH 5, kemudian diikuti dengan pH 6,

4, 7 dan pH 8. Persentase penghambatan pada pH 5 dan 4

tidak berbeda nyata, demikian juga antara perlakuan pH 4,

(40)

kemungkinan karena kedua cendawan belum bertemu atau

difusi senyawa toksik G. fimbriatum belum mencapai miselium Pythium. Pada hari kedua dan ketiga persentase

penghambatan tertinggi terjadi pada pH 4, kemudian

diikuti dengan pH 5, 6, 7 dan pH 8 dengan persentase

penghambatan yang paling kecil. Penghambatan yang terjadi

pada pH 5 dan pH 6 secara statistik tidak berbeda nyata

(Gambar 6, Tabel 5).

Tabel 5. Persentase Penghambatan G. fimbriatum terhadap Pythium sp pada PDA dengan Berbagai pH

Besarnya penghambatan ( % ) PH

hari ke

. .

.

1 2 3

-- -

4 7.05 ab 61.34 a 95.32 a

5 11.87 a 51.33 ab 76.63 b

6 7.91 ab 42.00 bc 71.33 b

7 3.99 b 37.33 c 63.33 c 8 2.97 b 36.66 C 48.67 d

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% Uji

Jarak Berganda Duncan

Dari hasil uji antagonis di atas menunjukkan pada

umumnya tingkat penghambatan terhadap Pythium sp

berhubungan dengan kesesuaian pH untuk pertumbuhan G.

fimbriatum, namun dari hasil di atas terjadi penyimpangan

pada pH 4. Dari Tabel 3 dan 4 diketahui pada pH 4 G. fimbriatum menunjukkan pertumbuhan yang kurang baik,

tetapi pada uji antagonis mempunyai persentase

(41)

Gambar 6. Antagonisme G. fimbriatum terhadap Pythium sp. Pada Media PDA dengan berbagai pH Pada Hari keempat. Efek antibiosis dan lisis tampak berupa mengempisnya koloni aerial Pythium sp.

(lihat tanda panah)

tidak dapat membeku pada pH 4, menyebabkan senyawa toksik yang dihasilkan oleh G. fimbriatum lebih mudah untuk berdifusi pada media dan lebih cepat menghambat Pythium

sp., sedangkan pada pH t 5 media PDA berada dalam keadaan padat. Pendapat ini didukung oleh Barnett dan Lilly

(1962) yang ' melaporkan bahwa senyawa toksik yang

dihasilkan oleh G. roseum tidak aktif pada jarak yang jauh karena antibiotik yang dihasilkan tidak memiliki daya

difusi yang tinggi di dalam media padat.

Berdasarkan pengamatan pembiakan G. fimbriatum pada

media PDB, setelah beberapa hari inokulasi terjadi per-

ubahan warna media PDB. Pada awal pembiakan kultur, media

(42)

berubah menjadi kuning tua agak kecoklatan. Perubahan warna ini dimulai di sekitar biakan G. fimbriatum. Cairan yang berwarna kuning kecoklatan ini diduga merupakan senyawa toksik yang dikeluarkan oleh G. fimbriatum. Moreau (1979) mengemukakan bahwa G. virens mengeluarkan senyawa berpigmen kuning yang merupakan senyawa viridin dengan daya fungistatik yang sangat kuat.

Hasil uji filtrasi, selain membuktikan adanya

senyawa toksik yang dihasilkan G. fimbriatum, juga mem-

perlihatkan adanya pengaruh perbedaan pH media yang nyata terhadap banyaknya senyawa toksik yang dihasilkan (Tabel Lampiran 13 dan 14). Hal ini nampak dengan adanya perbedaan ukuran diameter koloni dan berat kering Pythium sp. pada media dengan perlakuan filtrat dibandingkan

dengan kontrol (tanpa filtrat). Pada perlakuan yang diberi filtrat G. fimbriatum, ukuran diameter koloni dan berat kering Pythium sp. lebih kecil daripada kontrol.

Pada Tabel 6. terlihat perlakuan filtrat berbeda nyata dengan kontrol. Ukuran diameter Pythium yang

terkecil terjadi pada biakan PDA dengan filtrat yang berasal dari media PDB dengan pH 5 dan 6, ha1 ini berarti persentase penghambatan yang terbesar, terjadi oleh filtrat yang berasal dari media dengan kedua pH ini yaitu

(43)

berturut-turut yaitu 8.68 %, 6.39 % dan 5.87 %. Diduga senyawa toksik yang dihasilkan pada filtrat dengan pH 4,

7 , dan 8 sangat rendah, karena ketiga pH tersebut merupakan kondisi kurang baik untuk pertumbuhan G.

fimbriatum (Tabel 3 dan 4).

Tabel 6. Diameter Koloni Pythium sp. pada Media PDA de- ngan 20% Filtrat G. fimbriatum yang Berasal dari Beberapa pH Media PDB

Diameter koloni (mm) pH media asal filtrat

pengamatan 12 jam ke

....

1 2 3 4

- --

4 20.8 a 43.2 b 71.5 b 90.0 a 5 11.5 d 35.3 d 60.0 d 76.0 c

6 10.7 c 37.7 c 63.7 c 81.2 b 7 18.7 b 43.5 b 73.3 b 90.0 a 8 18.3 b 43.8 b 73.7 b 90.0 a kontrol 22.0 a 47.3 a 78.3 a 90.0 a Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% Uji Jarak Berganda Duncan

Hasil pengujian filtrat Gliocladium sp. pada Pythium sp. yang dibiakkan pada media PDB dengan filtrat, menunjukkan perbedaan yang nyata antara perlakuan filtrat yang berasal dari berbagai pH media dengan berat kering

[image:43.530.55.480.87.509.2]
(44)

yang berasal dari media PDB dengan pH 8 menyebabkan per- sentase penghambatan Pythium yang paling rendah. Filtrat yang berasal dari PDB dengan pH 5 menyebabkan berat kering

Pythium sp. yang paling kecil, tetapi ha1 ini tidak

berbeda nyata dengan perlakuan filtrat yang berasal dari media dengan pH 6, 4 dan pH 7. Pada pengujian ini persen- tase penghambatan oleh filtrat G. fimbriatum yang berasal dari pH 5, 6, 4, 7, dan 8 secara berurutan adalah 78.37

%, 73.57 %, 69.10 %, 62.13 % dan 55.60 %.

Pada pengujian antagonisme G. fimbriatum terhadap

infeksi Pythium sp. pada tananaman ketimun, kecambah ketimun yang terserang sebelum muncul (pre mergence dam- ping-off) menunjukkan gejala busuknya benih dan kotiledon yang belum muncul di permukaan tanah dengan warna

kecoklat-coklatan. Hal ini terjadi pada tanaman yang berumur kurang dari 4 hari. Setelah kecambah muncul, gejala serangan mula-mula ditandai dengan bercak kebasah-

Tabel 7. Berat Kering Pythium sp. yang Ditumbuhkan pada Media PDB dengan 20% Filtrat G. fimbriatum yang Berasal dari Beberapa pH Media PDB

pH media asal filtrat Berat kering cendawan (gram)

4

5 6 7 8 kontrol

(45)

basahan pada pangkal kecambah yang berbatasan dengan tanah

dan seringkali pada bagian ini ditemukan miselium Pythium sp., bercak kebasah-basahan kemudian meluas ke atas dan akhirnya terjadi penggentingan sehingga kecambah terkulai (post emergence damping-off) (Gambar 7). Gejala terjadi

[image:45.530.61.482.90.584.2]

sejak tanaman berumur 3 hari sampai 8 hari setelah tanam. Setelah lebih dari 8 hari tidak ditemukan lagi gejala rebah-kecambah. Diduga karena batang kecambah mulai mengeras (tidak sukulen), sehingga lebih tahan terhadap penetrasi dan infeksi patogen.

Gambar 7. Perbandingan antara Tanaman Sehat dengan Tana- man Sakit Pada 6 Hari Setelah Tanam

~nalisa keragaman dari percobaan in vivo memper-

(46)

setiap faktor perlakuan mengakibatkan interaksi yang nyata

diantara faktor-faktor tersebut (Tabel Lampiran 17).

Hasil pengujian in vivo memperlihatkan pengaruh nyata

faktor Pythium sp. terhadap gejala rebah-kecambah yang

timbul, baik pengaruh secara tunggal maupun pengaruh

interaksi dengan faktor yang lain (Tabel 8, 9, 12, dan

13). Dari data Tabel 8 dan 9 menunjukkan bahwa benih

ketimun yang digunakan adalah benih sehat. Hal ini tampak

pada perlakuan tanpa Pythium sp., tidak menimbulkan gejala

rebah-kecambah.

Perlakuan perbedaan kemasaman tanah secara tunggal

memberikan pengaruh nyata terhadap perbedaan persentase

gejala yang timbul (Tabel 10). Demikian juga dengan

perlakuan penambahan G. fimbriatum memperlihatkan pengaruh

penekanan yang nyata terhadap timbulnya gejala rebah-

kecambah (Tabel 11).

Data pada Tabel 8 dan 12 memperlihatkan adanya inter-

aksi antara perlakuan perbedaan kemasaman tanah dengan

perlakuan Pythium sp. terhadap perbedaan persentase gejala

yang timbul. Pada perlakuan pH 6 yang diberi perlakuan

Pythium sp. mempunyai persentase rebah kecambah yang

paling tinggi kemudian diikuti dengan perlakuan pH 7, 5, 4

dan pH 8. Interaksi perlakuan Pythium dengan perlakuan pH

4 dan pH 8 memiliki persentase gejala terkecil dan kedua

(47)

Tabel 8. Persentase Kecambah yang Menunjukkan Gejala rebah-kecambah karena Pengaruh Interaksi Per-

lakuan Pythium sp. (Faktor A), Perlakuan Perbe daan Kemasaman (pH) Tanah (Faktor B) dan Perla- kuan G. fimbriatum (Faktor C)

perlakuan Persentase rebah kecambah ( % )

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% Uji Jarak Berganda Duncan

[image:47.527.53.483.75.557.2]
(48)

terganggunya sistem kerja enzim dan berkurangnya kemampuan untuk menyerap glukosa karena kekurangan unsur hara penunjang. Sedangkan pada kemasaman tanah yang tinggi cendawan akan mengalami kekurangan unsur-unsur logam yang diperlukan. Persentase gejala yang besar pada pH 6 dan 7 disebabkan kisaran pH ini merupakan kondisi yang optimum bagi pertumbuhan Pythium sp. (Takahashi, 1981). Menurut

Lumsden dan Ayers (1975), pada pH 6

-

7 oospora yang mengalami dorman menjadi lebih mudah berkecambah seperti halnya pada sporangia vegetatif, dengan demikian akan

meningkatkan gejala rebah-kecambah yang timbul.

G. fimbriatum mempunyai pengaruh penekanan yang baik terhadap timbulnya gejala serangan Pythium sp. Hal ini

. .

terlihat dari data Tabel 8, 11 dan 13 yang memperlihatkan Tabel 9. Persentase Kecambah yang Monunjukkan Gejala

Rebah-kecambah Karena Pengaruh Pythium sp. (Faktor A) Secara Tunggal

Perlakuan Persentase Rebah-kecambah ( % ) Tanpa Pythium (A1) 0.00 b

Dengan Pythium (A2) 18.80 a

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% Uji Jarak Berganda Duncan

perbedaan hasil yang cukup besar antara perlakuan Pythium tanpa G. fimbriatum, dengan perlakuan Pythium yang mendapat perlakuan G. fimbriatum. Berdasarkan selisih

(49)

fimbriatum dengan diberi G. fimbriatum, ternyata G. fimbriatum dapat nenekan timbulnya gejala rebah-kecambah

sebesar 89.83 % (Tabel 13).

Tabel 10. Persentase Kecambah yang Menunjukkan Gejala Rebah-kecambah Karena Pengaruh Perbedaan Kema

-

saman (pH) Tanah (Faktor B) Secara Tunggal

Perlakuan Persentase Rebah-kecambah ( % )

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% Uji Jarak Berganda Duncan

Tabel 11. Persentase Kecambah yang Menunjukkan Gejala Rebah-kecambah Karena Pengaruh G. fimbria-

tum (Faktor C) Secara Tunggal

Perlakuan persentase Rebah-kecambah ( % ) Tanpa G. fimbriatum (C1)

Dengan G. fimbriatum ( C 7 )

-- -- -

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% Uji Jarak Berganda Duncan

Interaksi antara faktor kemasaman tanah dengan faktor perlakuan G. fimbriatum memberikan penekanan yang lebih besar terhadap timbulnya gejala penyakit, dibandingkan

[image:49.527.43.501.48.661.2]
(50)

Tabel 12. Persentase Kecambah yang Menunjukkan Gejala Rebah-Kecambah karena Pengaruh Interaksi Perla kuan Pythium sp. (Faktor A) dengan Perlakuan Perbedaan Kemasaman (pH) Tanah (faktor B)

Perlakuan Persentase Rebah-kecambah ( % )

Tanpa Pythium) (A1)

x

pH 4 (B1) Tanpa Pythium (A1)

x

pH 5 (B2) Tanpa Pythium (A1)

x

pH 6 (B3) Tanpa Pythium (A1)

x

pH 7 (B4) Tanpa Pythium (A )

x

pH 8 (B5) Dengan Pythium) (A2)

x

pH 4 (B1) Dengan Pythium (A2)

x

pH 5 (B2) Dengan Pythium (A2)

x

pH 6 (B3) Dengan Pythium (A2)

x

pH 7 (B4) Dengan Pythium (A2)

x

pH 8 (B5)

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% Uji Jarak Berganda Duncan

Tabel 13. Persentase Kecambah yang Menunjukkan Gejala Re- bah-kecambah Karena Pengaruh Interaksi Perlaku- an Pythium sp. (Faktor A) dengan Perlakuan G. fimbriatum (Faktor C)

Perlakuan Persentase Rebah-kecambah ( % ) Tanpa Pythium (A1)

x

Tanpa G. fimbriatum (C ) 0 . 0 0 c

Tanpa Pythium (A )

x

Dengan G. fimbriatum (h2) 0 . 0 0 c

Dengan Pythium (A2)

x

Tanpa G. fimbriatum (C ) 34.13 a Dengan Pythium (A2) x Dengan G. fimbriatum ($2) 3.47 - b

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% Uji Jarak Berganda Duncan

[image:50.523.52.478.68.539.2]
(51)

secara stastistik nilai ini tidak berbeda nyata dengan nilai tanpa gejala (0 % ) . Berdasarkan selisih persentase

gejala yang timbul antara perlakuan tanpa G. fimbriatum dengan perlakuan pemberian G. fimbriatum, maka penekanan terhadap Pythium sp. yang terbesar terjadi pada pH 4 dan 8 yaitu sebesar 100 %. Hal ini dapat terjadi karena didukung oleh pH 4 dan 8 yang kurang cocok bagi penetrasi dan infeksi Pythium sp., sehingga gejala awal pada perlakuan tanpa G. fimbriatum dengan kedua pH tersebut jauh lebih rendah daripada pada pH yang lain (Tabel 12).

Tabel 14. Persentase Kecambah yang Menunjukkan gejala Rebah-kecambah karena Pengaruh Interaksi Perla kuan Perbedaan Kemasaman (pH) Tanah (Faktor B) dengan Perlakuan G. fimbriatum (Faktor C)

Perlakuan Persentase Rebah-kecambah(%)

pH 4 (B1)

x

Tanpa G. fimbriatum (Cl) 8 . 6 7 b pH 5 (B2)

x

Tanpa G. fimbriatum (C1) 10.00 b pH 6 (B3)

x

Tanpa G. fimbriatum (C1) 30.00 a pH 7 (B4)

x

Tanpa G. fimbriatum (C1) 27.33 a pH 8 (B5)

x

Tanpa G. fimbriatum (C ) 9.33 b pH 4 (B1)

x

Dengan G. fimbriatum

(e2)

0.00 c pH 5 (B2)

x

Dengan G. fimbriatum (C2) 2.00 c pH 6 (B3)

x

Dengan G. fimbriatum (C2j 3.33 c pH 7 (B4)

x

Dengan G. fimbriatum (C2) 3.33 c pH 8 (B5)

x

Dengan G. fimbriatum (C2) 0.00 c Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang

sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% Uji Jarak Berganda Duncan

Hasil pengujian in vivo ini menunjukkan bahwa Pythi- um dan G. fimbriatum memiliki kisaran pH optimum yang sama

[image:51.527.55.481.336.613.2]
(52)

tum masih mampu menekan dengan persentase penekanan yang

tinggi sebesar 88.90 dan 87.82 % (Tabel 14).

Faktor perlakuan pH tanah yang berbeda dan faktor G.

fimbriatum memberikan pengaruh yang nyata terhadap tinggi tanaman (Tabel Lampiran 19). Tanaman terlihat kerdil pada pH 4 dan 5, dan pada pH 8 tinggi tanaman

relatif lebih pendek daripada perlakuan pH 6 dan 7 (Tabel

Tabel 1 5 . Tinggi Tanaman Ketimun Pada umur 8 Hari karena Pengaruh Interaksi Perlakuan Perbedaan Kemasa man (pH) Tanah (Faktor B) dengan Perlakuan G. fimbriatum (Faktor C)

Perlakuan Tinggi Tanaman (nun)

--

pH 4 (B1)

x

Tanpa G. fimbriatum (C1) pH 5 (B2)

x

Tanpa G. fimbriatum (C1) pH 6 (Bj)

x

Tanpa G. fimbriatum (C1) pH 7 (B4)

x

Tanpa G. fimbriatum (C1) pH 8 (B5)

x

Tanpa G. fimbriatum (C ) pH 4 (B1)

x

Dengan G. fimbriatum

(EZ)

pH 5 (B2)

x

Dengan G. fimbriatum (C2) pH 6 (B3)

x

Dengan G. fimbriatum (C2) pH 7 (B4)

x

Dengan G. fimbriatum (C2) pH 8 (B5)

x

Dengan G. fimbriatum (C2)

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% Uji Jarak Berganda Duncan

15 dan 16). Selain itu pada pH 4 dan 5, ukuran kotiledon menjadi kecil dan berwarna kekuning-kuningan disertai dengan bercak-bercak kecoklatan. Hal ini dapat terjadi karena pada keadaan tanah yang masam terjadi perubahan komposisi kimia tanah seperti kandungan Fe, Zn, Al, dan

Mn yang tinggi sehingga dapat meracuni tanaman (Soepardi,

[image:52.533.60.488.267.658.2]
(53)

syarat tumbuh optimum ketimun, yaitu pada pH 5.7

-

7.0 (Shoemaker, 1956), maka pada pH 4, 5 dan 8 tidak dapat digunakan untuk membantu menekan gejala rebah-kecambah

pada ketimun yang disebabkan oleh Pythium sp.

Berdasarkan hasil pada Tabel 17 dan Tabel Lampiran 19 menunjukkan bahwa penambahan G. fimbriatum dengan media

dedak-serbuk gergaj i ke dalam tanah tidak menyebabkan

keracunan pada tanaman (Fitotoksik), bahkan berpengaruh

Tabel 16. Tinggi Tanaman Ketimun pada Umur 8 Hari Karena Pengaruh Kemasaman (pH) Tanah (Faktor B)

Perlakuan Tinggi Tanaman (mm)

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% Uji Jarak Berganda Duncan

positif terhadap tinggi tanaman. Hal ini disebabkan oleh kemampuan Gliocladium menguraikan bahan organik dan

(54)

Tabel 17. Tinggi Tanaman Ketimun pada Umur 8 Hari karena Pengaruh Perlakuan G. fimbriatum (Faktor C)

Per lakuan Tinggi Tanaman (mm) Tanpa G. fimbriatum (C1)

Dengan G. fimbriatum (C2)

[image:54.530.60.484.78.228.2]
(55)

KESIMPULAN

Secara i'n vitro kedua cendawan yaitu Pythium sp. dan G. fimbriatum dapat tumbuh pada semua pH media yang diujikan. Pertumbuhan Pythium paling baik terjadi pada pH 6, dan pertumbuhannya menurun pada pH 5, 4, 7, dan 8. Pertumbuhan G. fimbriatum yang paling baik terjadi pada pH

5, kemudian menurun pada pH 6, 7, 4 dan 8.

G. fimbriatum bersifat antagonistik terhadap Pythium sp. dengan mekanisme antagonis yang dilakukan ialah

antibiosis dan lisis. Berdasarkan persentase penghambatan koloni Pythium diketahui persentase penghambatan tertinggi terjadi pada pH 4, kemudian menurun pada pH 5, 6, 7 dan 8. Dari percobaan in vitro juga diketahui bahwa G. fimbriatum mengeluarkan senyawa yang bersifat toksik yang dapat

menghambat pertumbuhan Pythium sp. dan jumlah senyawa toksik yang dihasilkan berbeda dengan pH yang berbeda. Filtrat G. fimbriatum yang berasal dari media PDB dengan pH 5

(56)

41

Persentase penekanan gejala penyakit pada pH 4, 5, 6, 7

dan 8 secara berurutan adalah loo%, 80 %, 88.90 %, 87.82

%, dan 100 %. Introduksi G. fimbriatum tidak menimbulkan

(57)

DAFTAR PUSTAKA

Agrios, G. N. 1978. Plant Pathology. Academic Press. New York. 703p.

Alexopoulus, C. J. and C. W. Mims. 1979. Introductory Mycology. Third edition. John wiley and sons. New York. 631p.

Baker, K. F. and J. Cook. 1982. Biological control of Plant Pathogen. The American Phytopathological Society. St. Paul, Minnesota. 443p.

Baker, K. F. and W. C. Snyder. 1965. Soils-borne Plant Pathogens. Prelude to Biological control. Univ. Calif. Press. Berkeley. 571p.

Barnett, H. L. and V. G. Lillv. 1962. A destructive my&oparasite ~liocladium^ roseum. Mycologia

54 : 72-76.

Bell, D. K., H. D. Well and C. R. Markham. 1982. In vitro antagonism of Trichoderma spesies againts six fungal plant pathogens. Phytopathology 72: 379-482. Bessey, E. A. 1952. Morphology and Taxonomy of Fungi.

The Blakiston Company. Philadelphia

-

Toronto. 731p.

Bruehl, G. W. 1975. Biology and Control of Soil-borne Plant Pathogen. The American Phytopathological society. St Paul, Minnesota. 216p.

Cochrane, V. W. 1958. Physiology of Fungi. John wiley and sons. New York. 524p.

Domsch, K. W., W. Gams, and T. H. Anderson. 1980. Compendium of Soil Fungi Vol. 1. Academic Press. London-New York-Toronto-Sydney-San Fransisco. 859p. Hardjowigeno, S. 1987. Ilmu Tanah. PT MESAPER.

Jakarta. 220p.

Lumsden, R. D. and W. A. Ayers. 1975. Influnce of soil environtment on the germinability of constitutively dormant oospore of Pythium ultimum. Phytopathology 65 : 1105-1107.

(58)

papavizas, G. C. 1985. Trichoderma and Gliocladium: biology, ekology and potential for control. Annu. Rev. Phytopathology 23: 23-54.

Paulitz, T. C. 1991. Effect of Pseudomonas putida on strain off Pythium ultimum by seed volatiles of pea and soybean. Phytopatology 81 : 1282-1287.'

Pugh, G. J. I?. and C. H. Dickinson. 1965. Studies on fungi in costal soils. Trans. Br..Mycol. soc. 48(2): 279-285.

Quimio, T. H. 1978. Workbook in Tropical Mycology: Departement of Plant Pathology, University of The Phillippines at Los Banos. Los Banos. 87p.

Shoemaker, J. S. 1956. General Horticulture. J. B. Lippincott Co. Philadelphia. 464p.

Sinaga, Meity S. 1986. Biological Control of Some Soil- borne Fungal Pathogens of Soybean with Gliocladium spp. Ph.D desertation (unpublished). 162p.

Sivan, A. Y., Elad and

I.

Chet. 1984. Biological effect new isolat of Trichoderma harzianum on Pythium aphanidermatum. Phytopathology 74: 498-501.

Soepardi, Goeswono. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

591p.

Steel, G. D. dan J. H. Torrie. 1989. Prinsip dan Prosedur Statistika. Gramedia. Jakarta. 748p.

Takahashi, M. 1981. Taxonomy and ecology on Pythium as pathogenic soil fungi. Symposium on Pest Ecology and Pest Management, Nop.30-Dec.2. BIOTROP. Bogor- Indonesia. 79p.

Walker J. C. 1957. Palnt Pathology. Second Ed. Mc raw-Hill Book company. New York-Toronto-London. 707p.

Webster, J. and Lomas N. 1964. Does Trichoderma viride produce Gliotoxin and Viridin? Trans. Br. Mycol.

Soc. 47:535-540.

Wolf, F. A. and Frederick T. Wolf. 1949. The Fungi vol

(59)
(60)
(61)
[image:61.523.56.482.71.346.2]

Tabel Lampiran 1. Diameter Koloni Pythium sp. pada Beberapa pH Media PDA

Diameter Koloni (mm) P H

ulangan ke

...

1 2 3 4 5 rata-rata Hari pertama

4 2 9 . 0 2 8 . 5 2 9 . 0 27.5 29.0 2 8 . 6

5 3 2 . 5 3 5 . 0 3 3 . 0 3 2 . 5 3 2 . 0 3 3 . 0 6 3 5 . 5 3 6 . 0 35.5 3 6 . 0 3 5 . 0 3 5 . 6

7 2 9 . 0 3 0 . 0 29.5 3 0 . 0 28.5 2 9 . 4

8 2 5 . 0 26.0 2 4 . 0 2 6 . 0 25.5 25.4

Hari kedua

4 7 8 . 0 7 6 . 5 7 9 . 0 7 8 . 5 79.0 7 8 . 2

5 8 3 . 5 8 4 . 0 83.5 83.0 83.0 8 2 . 8

6 8 9 . 0 90.0 90.0 89.0 8 8 . 0 89.2

7 8 0 . 0 7 5 . 0 75.5 7 6 . 0 7 4 . 5 7 6 . 2 8 7 3 . 5 7 5 . 0 7 4 . 0 7 3 . 0 72.5 7 3 . 6

Tabel Lampiran 2. Sidik Ragam Diameter Koloni Pythium sp. pada Beberapa pH Media PDA

Hari Sumber db JK KT F Ftab

1 Perlakuan 4 3 1 5 . 1 9 9 7 8 . 8 0 0 1 3 9 . 4 5 9 * 2 . 8 7

Galat 2 0 1 1 . 3 0 1 0 . 5 6 5

Total 24 3 2 6 . 5 0 0 1 3 . 6 0 4

2 Perlakuan 4 7 7 3 . 8 4 4 1 9 3 . 4 6 1 1 2 5 . 6 3 7 * 2..87

Galat 2 0 30.797 1 . 5 4 0

(62)

Tabel Lampiran 3. Berat Kering P y t h i u m sp. yang Ditumbuh- kan pada Beberapa pH Media PDB

Berat kering cendawan (gram) PH

ulangan ke

...

1 2 3 4 5 rata-rata

Tabel Lampiran 4. Sidik Ragam Berat Kering P y t h i u m

sp. yang Ditumbuhkan pada Beberapa pH Media PDB

Sumber db JK KT F Ftab

Perlakuan 4 0.003 0.001 4.383* 2.87

Galat 2 0 0.003 0.000

Total 2 4 0.006 .O.OOO

*

= berbeda nyata pada taraf 5%

Tabel Lampiran 5. Diameter Koloni G l i o c l a d i u m f i m b r i a t u m

pada Beberapa pH Media PDA

Diameter Koloni (mm) PH

ulangan ke

...

1 2 3 4 5 rata-rata

Hari pertama

12.5 12.5 12.0 12.0 13.0 12.4 17.0 17.0 19.0 17.5 16.5 17.4 15.0 16.0 15.5 16.0 15.5 15.6 14.0 13.5 14.0 13.0 14.0 13.7 10.5 11.0 12.0 12.0 11.5 11.4

Hari kedua

(63)

T a b e l Lampiran 5 . L a n j u t a n

Diameter K o l o n i (mm)

PH

u l a n g a n k e

...

1 2 3 4 5 r a t a - r a t a

H a r i k e t i g a

4 68.5 7 0 . 5 7 0 . 0 7 0 . 0 7 1 . 0 7 0 . 0

5 87.5 8 7 . 0 8 6 . 5 85.0 8 7 . 0 8 3 . 0

6 8 3 . 0 8 4 . 0 8 2 . 5 81.5 8 4 . 0 8 3 . 0

7 7 5 . 0 7 9 . 0 7 5 . 0 73.5 7 4 . 0 7 5 . 3

8 59.5 6 4 . 0 6 1 . 5 6 3 . 0 6 1 . 0 61.8

T a b e l Lampiran 6. S i d i k Ragam Diameter k o l o n i G . fim- briatum pada Beberapa pH Media PDA

H a r i Sumber d b J K KT F F t a b

1 P e r l a k u a n 4 1 1 7 . 4 0 0 2 9 . 3 5 0 7 7 . 2 3 6 * 2 . 8 7 G a l a t 2 0 7.600 0 . 3 8 0

T o t a l 2 4 125.000 5 . 2 0 8

2 ' P e r l a k u a n 4 667.840 1 6 6 . 9 6 0 2 4 0 . 2 5 7 * 2 . 8 7

G a l a t 2 0 1 3 . 8 9 8 0 . 6 9 5 T o t a l 2 4 681.738 2 8 . 4 0 6

3 P e r l a k u a n 4 1 9 8 6 . 5 6 3 4 9 6 . 6 4 1 2 3 2 . 0 9 2 * 2 . 8 7 G a l a t 2 0 42 - 7 9 7 2 . 1 4 0

T o t a l 2 4 2029.359 8 4 . 5 5 7

*

= b e r b e d a n y a t a pada t a r a f 5%

T a b e l Lampiran 7. B e r a t Kering G. fimbriatum yang Ditum- buhkan pada Beberapa pH Media PDB

- - - -

B e r a t k e r i n g cendawan (gram) PH

u l a n g a n k e

...

[image:63.533.64.488.62.690.2]
(64)

Tabel Lampiran 8. Sidik Ragam Berat Kering G. fimbriatum yang Ditumbuhkan Pada Beberapa,pH Media PDB

Sumber db JK KT F Ftab

Perlakuan 4 0.015 0.004 7.194* 2.87

Galat 2 0 0.010 0.001

Total 24 0.025 0.001

*

= berbeda nyata pada taraf 5%

Tabel Lampiran 9. Hasil Pengamatan Uji Antagonis antara G. fimbriatum dengan Pythium sp. pada Beberapa pH Media PDA

Ukuran jari-jari (mm)

ulangan ke.

..

1 2 3 4

Hari pertama

13 15

13 14

15 18

14 15

17 18

15 17

15 14

14 14

13 13

Gambar

Grafik Hubungan Jumlah Belerang yang Ditam- ...........
Gambar 2. Struktur Kimia Viridin (Brian, 1949 Moreau, 1979)
Gambar 4. Pertumbuhan Pythium sp. pada PDA dengan berbagai pH Pada Hari Kedua
Tabel 1. Diameter Koloni Pythium sp. pada Media PDA
+7

Referensi

Dokumen terkait