• Tidak ada hasil yang ditemukan

Model silindris untuk pengkajian proses pengeringan-beku udang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Model silindris untuk pengkajian proses pengeringan-beku udang"

Copied!
161
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)

I. PENDAHULUAN A . LATAR BELAKANG PENELITIAN

Pengeringan-beku merupakan salah satu metode pengeringan yang memiliki kelebihan dibanding cara pengeringan lain, terutama karena dapat menghasillcan produk kering dengan kualitas yang sangat baik, yaitu penampakannya menarik,

dapat terus mempertahankan aroma waver) dari bahan segar, kemsakan akibat suhu tinggi pada proses pengeringan dapat dihindarkan dan bahkan beberapa jenis produk kering beku dapat dikembalikan keadaannya seperti keadaan sebelum dikeringkan setelah direhidrasi. Sebab itu metode ini sangat baik digunakan untuk

menghasilkan produk-produk makanan mudah disaji atau makanan instan (instant food) seperti kopi instan, juga sering digunakan unNc mengeringkan daging sapi,

udang dan produk pangan laimya.

Penerapan pengeringan-beku pada bahan makanan, sampai kini masih terbatas, karena disamping biaya investasi yang besar juga karena laju pengeringannya yang rendah yang mengakibatkan proses pengeringan membutuhkan waktu yang lama di mana akibat lebih lanjut ialah biaya operasional pengeringan menjadi tinggi. Sementara itu untuk produk yang bernilai ekonomis tinggi seperti produk farmasi, penggunaan metode pengeringan-beku tidak menemui banyak kendala.

Di Indonesia penggunaan proses pengeringan-beku untuk bahan makanan

(12)

Penelitian pengeringan-beku udang sendiri masih terbatas. Beberapa

diantaranya ialah seperti yang dilakukan Goldblith, et.aZ. ,(1963) yang mempelajari pengaruh variabel proses meliputi perbedaan suhu selama pengeringan-

heku, waktu dan suhu perebusan, suhu- pembekuan serta perbedaan suhu air rehidrasi terhadap kualitas udang kering-beku; Lusk, er.aZ., (1964), mempelajari perubahan pigmen astacene yang terjadi pada pengeringan-beku udang yang diikuti dengan penyimpanan; Moorjani dan Dani (1968), mempelajari sifat tekstur dan rekonstitusi udang kering beku, Boeh-Ocansey (1984) yang melihat pengaruh metode pengeringan- beku secara vakum dan dengan tekanan atmosfir terhadap h a l i t a s produk udang. Penelitian-penelitian ini penekanannya adalah pa& kualitas akhir produk, sedang penelitian yang mernberi penekanan pada proses pengeringan-beku udang yaitu yang dikerjakan Lusk, et.aC., (1965) yang mempelajari pengaruh suhu plat pemanas, suhu pembekuan dan tekanan ruang terhadap laju pengeringan-beku udang.

Lusk, et. aZ. ,(1965) mengatakan bahwa hambatan utama penerapan pengeringan- beku bahan pangan secara komersil adalah investasi modal yang tinggi. Karena itu perlu diperhatikan faktor-faktor yang &pat meminimumkan waktu pengeringan, sehingga output dari alat pengering &pat dioptimumkan. Lombrana e t - d . , (1996) mengemukakan bahwa satu masdah penting &lam penelitian pengeringan-beku adalah upaya meningkatkan efisiensi dari operasi. Dua cara untuk mencapai ha1 tersebut adalah; pertama dengan rancangan instalasi baru melalui penerapan berbagai inovasi, dan kedua dengan perbaikan kontrol dari proses dan strategi operasional untuk mengoptimumkan laju pengeringan dan mengoptimumkan halitas produk kering. yang dengan demikian memungkinkan sejumlah produk pangan &pat diproses secara

efisien dengan kuaIitas yang baik.

(13)

ditentukan oleh besar kecilnya tahanan terhadap pindah panas dan pindab massa dalam bahan selama berlangsungnya proses pengeringan-beku. Gaffney dan

Stephenson (1968), juga Sagara (1984) berpendapat bahwa karena laju pengeringan- beku dikendalikan oleh mekanisme pindah panas clan pindah massa pada lapisan kering bahan, maka konduktivitas panas dan permeabilitas terhadap uap air dari lapisan kering serta pengaruh faktor-faktor pengolahan merupakan hal-ha1 penting yang perlu diperhatikan.

Di Indonesia, penelitian pengeringan-beku, secara umum masih terbatas pa& penentuan sifat fisiko kimia dari produk kering beku seperti yang dilakukan di

IPB Bogor pada beberapa jenis jamur, buah-buahan, pure buah, teripaug dan daging sapi. Penelitian yang menelaah mekanisme

dari

proses pengeringm-beku pada udang ialah yang dikerjakan oleh Wenur (1989) yang mempelajari perilaku pengeringan- beku dan sifat transpor berupa konduktivitas panas clan permeabilitas uap air dari

daging udang yang telah digiling.

Penelitian-penelitian mekanisme dari proses pengeringan-beku yang a& selama ini umumnya didekati dengan model lempeng @at model) seperti yang &la- kukan Gaffney dan Stephenson (1968) pa& food model(pati jagung); Lusk el. al., (1964) pada ikan salmon; Massey dan Sunderland (1967) pada daging sapi; Sagara dan Hosokawa (1982) pada Iarutan kopi juga Wenur (1989) pada daging udang giling. Untuk bahan yang bersifat cair dan bahan yang biasanya dikeringkaa secara lempeng penggunaan model ini adalah tepat, tetapi dalam kenyataan banyak produk secara alami mempunyai geometri yang lebih menyerupai silinder atau bola namun d s i s dengan pendekatan model yang disebut t e e ini belum banyak dikembangkan.

(14)

B. TUJUAN PENELITIAN

1. Mempelajari p e r i l a h pengeringan-beku daging udang pa& beberapa kondisi operasi pengeringan-beku.

2. Menentukan nilai parameter pindab panas dan pindah massa berupa konduktivitas panas (h) dan permeabilitas uap air (b) dari udang kering-beku dengan

pendekatan model silindris.

3. Mempelajari pengaruh berbagai kondisi operasi berupa pengaturan suhu dan

te- terhadap lama pengeringan, kadar air dan rasio rehidrasi produk udang kering-beku.

4. Mengembangkan suatu model simulasi pengeringan-beku dan menemukan parameter kunci dari proses pengeringan-beku udang.

C. MANFAAT PENELITIAN

1 . Menyediakan data dasar yang banyak diperlukan

untuk

perhitungan-perhitungan proses pengeringan-beku ataupun untuk penelitian-penelitian lain.

2. Menyederhanakan pengamatan terhadap suatu proses pengeringan-beku, sehingga

(15)

11. TINJAUAN PUSTAKA

A. SITUASI PERDAGANGAN UDANG

Udang merupakan salah satu komoditas perikanan yang mempunyai prospek ekonomi bagi usaha sektor perikanan dimasa mendatang. Hal ini ditunjukkan oleh terus meningkatnya jumlah permintaan, terutama dikedua negara pengimpor utama yaitu Jepang dan Amerika Serikat dengan tingkat perkembangan permintaan masing-

masing 18.09 % dan 6.0 % per tahun (TECHNER, 1993). Untuk pasar Jepang, Indonesia m e r u m pemasok udang terbesar disusul Thailand dan India. Pada saat ini harga udang di pasar internasional cukup tinggi yaitu untuk ukuran 16/20 (25-30 g/ekor) &pat mencapai harga 17.5 dolar AS per kilogram.

Hasil survey yang pernah dilakukan oleh International Trade Centre (ITC) tahun 1983 menunjukkan bahwa perdagangan udang dunia didominasi oleh udang

beku

(block frozen) yaitu udang segar beku (suhu -20 "C), tanpa kepata dan masih berkulit dengan pasar utamanya Jepang dan Amerika Serikat. Ada juga dijumpai dalam jumlah k e i l perdagangan udang segar beku utuh atau udang rebus beku tanpa kepala dan telah dikuliti. Selain itu dijumpai pula perdagangan dalam bentuk

udang kaleng dan udang kering, namun untuk udang k e ~ g hanya Hongkong yang mengimpor &lam jumlah yang berarti. Beberapa pasar juga menjual udang kering beku tapi dengan harga yang tinggi (ITC UNCTADIGATT, 1983).

Indonesia sebagai satu dari negara penghasil udang utama dunia, dari tahun ke tahun terus memperlihatkan peningkatan baik dalam produksi (Gambar 2-1

dan

Lampiran 2-1) rnaupun dalam ekspor (Lampiran 2-2). Dalam kurun waktu lima tahun (1990-1994), walaupun volume ekspor udang hanya mengalami sedikit peningkatan

namun dari nilai ekspornya nampak ada peningkatan yang besar, sebagai akibat peningkatan harga.

(16)

Menurut data Statistik Indonesia 1994. di antara beberapa komoditas ekqmr pertanian, nilai ekspor udang menduduki posisi penting sebagai sumber devisa dan menempati posisi kedua sesudah karet seperti terlihat daiam Gambar 2-2.

Gambar 2- 1. Produksi beberapa jenis udang fndonesia 1984- 1994 (Ditjen Perikanan, 1996)

Seperti terlihat pada Lampiran 2-2, udang belcu ternyata juga mendominasi ekspor udang Indonesia. Perdagangan udang dalam bentuk udang beku, mutlak memerlukan tambahan biaya transpor

dan

biaya penggunaan energi untuk menjaga mutu produk. Seperti diketahui bahwa pa& udang beku (block frozen) lebih h a n g 35% [image:16.581.84.505.65.554.2]
(17)

T@m.wsa-!

....

0

1990 1981 1-2 1993 1 994

TAHUN

dengan suhu pada pusat udang harus dipertahankan lebih rendah dari -18 "C agar kualitas produk tetap baik.

i 250-

._I..

,..' ,,.

Ka.I.a: ,.,. - ..

rn

~/'-

Gambar 2-2. Nilai ekspor bebeberapa h i 1 pertanian 1990-1994 (Statistik Indonesia, 1994)

I

-

re

X

500-

U )

x W

-

2

250-

Disamping hal-ha1 tersebut di atas, dengan adanya fluktuasi harga disertai

melemahnya permintaan udang di pasar internasional seperti yang terjadi belakangan ini dan ditambah dengan besarnya biaya yang harus dipikul produsen atau eksportir udang beku baik untuk proses pembekuan maupun untuk transportasi, maka upaya untuk tidak semata-mata mengandalkan ekspor dalam bentuk udang beku dan mencarikan alternatif pengolahan lain seperti pengeringan-beku, merupakan tindakan yang bijaksana dan perlu digalakkan.

,f3

1..

[image:17.585.81.521.79.566.2]
(18)

8 B. MORFOLOGI UDANG

Di Indonesia a& lebih dari 83 jenis udang penaeid yang merupakan penunjang perikanan udang Indonesia. Jenis-jenis yang mempunyai arti penting sebagai penunjang ekspor adalah genera P e ~ e u s dan Mefapetmeus yang didominasi tiga kelompok yang terdiri dari sembilan spesies: Kelompok udang win& (Penueus monodon, P. semisuluuus, P. larisuLcarus), kelompok udang jrebung (Penaeus merguiensis.

P.indicus

dan P.on'entalis) serta kelompok udang dog01 ( M e t a p e ~ e ~ ~ ensis. M.lysianassa, dan M.elegans). Kesembilan spesies ini mempunyai

arti

ekonomi penting karena ukurannya yang relatif lebih besar dan terse* dalam

jumlah yang cukup melimpah (Naarnin, er.d., 1992).

Darmono (1991) mengatakan bahwa udang Peneaus adslah spesies hewan air yang termasuk &am phylum Invertebrata, klas Decapoda dan famiti Penaeidea. Semua spesies udang Penaeus mempunyai bentuk dasar tubuh yang hampir sama.

Mempunyd rostrum, sepasang mata, sepasang antena, sepasang antenula, tiga buafi maxiliped, lima pasang periopod, lima pasang pleopod, sepasang telson dan uropod. Tubuh udang sendiri dibagi menjadi tiga bagian yaitu bagian kepala yang tertutup

oleh carapace, lima ruas bagian perut yang masing-masing ruas mempunyai sepasang pleopod dan dua ruas terakhir terdiri dari bagian

ruas

p a t dan ruas telson

serta uropod (Gambar 2-3).

Warna udang dalam keadaan hidup berbeda-beda untuk setiap spesies, misalnya udang P.mguiensis b e r w m kuning mu& keputih-putihan sehingga disebut udang pisang atau udang putih. P.senaisuCcatu.s berwarna hijau gelap sampai coklat tua dan pa& kaki-kakjnya terdapat garis merah dan Iruning, sehingga

(19)

Karena ukurannya yang besar maka udang ini disebut juga udang harimau raksasa (Darmono, 199 1).

Udang jrebung (Penaeus merguensis de Man) disebut juga udang putih atau udang kelong yang &lam perdagangan diked dengan nama

hmma

prawn. Udang ini tubuhnya berwama kuning jemih berbintik coMat kemerahan dengan rostrum berbentuk hampir segitiga. Panjang tubuhnya &pat mencapai 20-24 cm (Naamin, et. al., 1992).

/

1

A -Kepala (carapace) -.LI

6 -Perut (abdomen) 4 -Mata

1 -Sungut 5 -Kaki jalan (periopod) 2 -Rostrum 6 -Kaki renang (pleopod) 3 -Gigi rostrum 7 -€kor Itelson)

Gambar 2-3. Skema bagian udang penaeid (Naamin,er.al., 1992)

Udang segar terdiri atas 54.48% bagian yang dapat dimakan dengan komposisi: Kadar air 75.19%(bb), Abu 1.6%, Protein 20.17% dan Lemak 0.48% (Sarnianto, et.al. , 1982). Pada umumnya otot atau daging yang enak dimakan pada

udang hanyalah otot bagian perut, sedang otot-otot bagian kepala hanya merupakan

(20)

yang terdiri dari lapisan kutikula clan lapisan epidermis. Lapisan kutikula sendiri terdiri atas lapisan epikutikula, exokutikula dan lapisan endokutikula (Gambar 24). Tebal tipisnya kutikula bervariasi tergantung pa& lokasinya; di daerah kepala tebalnya 75 rnikron dan daerah lunak di bagian pangkal kaki hanya 5 mikron. Lapisan kutikula ini terdiri dari 38.7% zat anorganik yang mengandung 98.5% kalsium ( D a m n o , 1991)

Exc

Enc

Ed Ji

Ec = Epikutikula, Exc = Eksokutikula, Enc = Endokutikula, Ed= Epidermis, Ji=Jaringan ikat

Gambar 2-4. Penampang lapisan kulit udang (Dannono, 1991)

C. MEKANISME PENGERINGAN-BEKU

Pengeringan-beku atau disebut juga dehidrasi sublimasi adalah suatu proses

di mana air dikeluarkan dari bahan dengan cara merubah air yang berada dalam bentuk padat (es) ke bentuk gas (uap air). Dari diagram pa& Gambar 2-5. dapat dilihat bahwa proses ini dapat terjadi bila tekanan uap dan suhu permukaan es di mana sublimasi berlangsung berada di bawah titik tripel ( t e a 4.58 Torr dan suhu 0 o C ) . Di bawah titik tripel ini terdapat hubungan antara tekanan uap

[image:20.581.60.513.72.577.2]
(21)

mengandung kristal es akan sama dengan tekanan uap dari es, b i h dicapai keadaan kesetimbangan (Karel, 1975).

I

0.0

[image:21.581.55.506.54.559.2]

SUHU (C)

Gambar 2-5. Diagram fase air (Karel, 1975)

Liapis dan Bruttini (1995) mengatakan bahwa proses pengeringan-beku melibatkan tiga tahap berikllt:

a. Tahap pembekuan; pa& tahap ini bahan pangan atau Larutan didinginkan hingga suhu di mana seluruh bahan menjadi beku.

(22)

c. Tahap pengeringan sekunder; tahap ini mencakup pengeluaran uap air hasil

sublimasi atau air terikat yang ada dilapisan kering. Tahap pengeringan sekunder dimulai segera setelah tahap pengeringan utarna herakhir.

Rothmayer (1975) mengemukakan hubungan tekanan uap es dengan suhunya sebagai :

Log P, = -2744.807/Tf

+

10.712 (2-1)

di mana, P, = Tekanan uap es, Torr T, = Suhu mutlak es, K.

Hubungan yang lebih teliti untuk te- uap d d a m kesetimbangan es mumi, telah

diberikan dalam International Critical Table (ICT) seperti yang digunakan oleh Sagara dan Hosokawa (1982) sebagai berikut:

[image:22.581.59.508.20.577.2]

Log P, = -2445.5646/T,

+

8.23 12 Log Tf - 0.01677006 Tf

+

1.20514 x Tf2 - 6.757169
(23)

Perpindahan uap air si

/ \

,'

Lapisan kering

'

Pindah panss

(Radiasi)

/'/

~nterface

.

,

-

Sumber panas

a. Bahan cair b. Sahan padat

Gambar 2-6. Gerakan lapisan beku dan lapisan kering

saat berlangsungnya pengeringan-beku (Sagara, 1985).

D. SIFAT-SIFAT TRANSPOR

Sifat-sifat transpor seperti konduktivitas panas dan permeabilitas uap air bahan kering-beku merupakan sifat pindah panas dan pindah massa yang penting,

karena peranannya dalam menentukan iaju pengeringan dari suatu proses pengeringan-beku.

1. Konduktivitas Panas

[image:23.581.66.508.72.544.2]
(24)

14

Harper dan Tappel (1957) mengatakan bahwa bila pengeringan beku

berlangsung dari permukaan di mana panas diberikan maka panas hams dapat dikonduksikan lewat lapisan bahan yang sudah kering. Laju aliran panas adalah herbanding lums dengan konduktivitas panas bahan kering serta perbedaan suhu antara permukaan terluar dan permukaan kku, dan berbanding terbalik dengan ketebalan lapisan keringnya. Karena konduktivitas panas sukar dikontrol maka

cam yang dapat ditempuh untuk meningkatkan laju a l i i panas adalah dengan menaikkan suhu permukaan bahan, namm ha1 ini terbatas hingga suhu maksimum yang dapat diterima tanpa menyebabkan kerusakan bahan.

Penelitian kemudian menyatakan bahwa konduktivitas panas dapat dikontrol

oleh beberapa faktor. Studi pada pengeringan beku &ging sapi yang dilakukan oleh Massey dan Sunderland (1967), menunjukkan bahwa daging sapi yang dikering belcukan pa& tekanan antara 0.2-3.0 Tom konduktivitas panasnya meningkat dengan meningkatnya tekanan. Seperti terlihat pada Gambar 2-7, peningkatan yang tajam

0.001 0.01 0.1 1 .o 10 100 lo00

TEKANAN. mm H g

(25)

ditemukan pa& tekanan di bawah 10 mmflg. Hasil yang sama didapat oleh Harper,

er al., (1962). Gaffney dan Stephenson (1968), rnemperkuat pendapat ini dengan penelitiannya pada larutan pati jagung, sedaog Sagara dan Hosokawa (1982)

menemukan bahwa konduktivitas panas larutan kopi rneningkat dengan bertambahnya

konsentrasi larutan.

Wenur (1 989), &lam penelitiannya terhadap pengeringan-beku daging udang giling yang dilakukan pada kisaran suhu 30-80°C dengan tekanan ruang 0.054. I 5 Torr (7.5-20 Pa) menemukan bahwa konduktivitas panas daging udang kering-beku meningkat dengan naiknya tekanan total (Gambar 2-8). Demikian pula didapat bahwa makin tinggi densitas bahan rnaka konduktivitas panas juga semakin tinggi (Gambar 2-9).

0-1

[image:25.581.58.504.54.566.2]

0.0 5.0 10.0 15.0 20.0 25.0

1

Talcanan t h l , P (Pa)
(26)

Gambar 2-9. Hubungan densitas bahan dengan konduktivitas panas daging udang k e g - b e k u (Wenur, 1989)

2. Penneabilitas Uap air

(27)

Quast clan Karel (1968), melaporkan tentang studi mereka pada permeabilitas lapisan kering dari kopi dan suatu model bahan pangan, di mana hasilnya menunjukkan bahwa permeabilitas lapisan kering nyata dipengaruhi oleh proses pembekuan sebelum berlangsungnya pengeringan beku. Pembekuan yang lambat menyebabkan permeabilitasnya beberapa kali lebih tinggi dari pada yang diperoleh pada pembekuan cepat. Pembekuan cepat memberikan permeabilitas yang tambat karena kristal-kristal es yang terbentuk sangat halus, yang dalarn proses pengeringan-belcu ha1 ini akan menyebabkan terbentuknya ruang pori yang sangat halus yang menghambat aliran massa uap air.

Mellor (1978) menunjukkan adanya hubungan antara permeabilitas dengan tekanan rata-rata dalarn produk kering-beku seperti terlihat pa& Gambar 2-10. Penelitian lain yang dilakukan oleh Sagara dan Hosokawa (1982) pada pengeringan beku larutan kopi, memperlihatkan bahwa permeabilitas menurun dengan meningkatnya konsentrasi larutan.

0.6

Dafo p r c o b n a n

0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 T .O

T9)tanan.F (kPa) . eu)

Gambar 2- 10. Hubungan tekanan dengan pemeabilitas %TAKbr+

(28)

A. MODEL SILINDRIS UNTUK PENENTUAN

SIFAT

TRANSPOR

Pada Gambar 3-1. dilukiskan model

dari

proses pengeringan-beku udang yang

didekati dengan geometri silindris. Model ini didasarkan pa& persamaan pindah

panas clan pindah massa yang tejadi dalam bahan dengan asumsi bahwa

:

I.

Bahan

berupa silinder tertentu dengan diameter maksimum.

2. Aliran panas bergerak seragam secara radial

dari

permukaan bahan ke permukaan

sublimasi, bersamaan dengan itu permukaan sublimasi juga bergerak seragam

secara radial

dari

permukaan bahan ke

pusat.

3. Panas yang dilalukan lewat lapisan kering dilepas kembali sebagai panas laten

sublimasi.

4.

Tekanan

uap pada permukaan bahan

sama

dengan

tekanan

total

ruang pengering,

sedang tekanan uap jenuh pada permukaan sublimasi merupakan fungsi

dari

suhu

mutlaknya.

5.

Pengeringan berlangsung pada

keadaan

mantap-semu (quasi-steady state).

Massey

dan

Sunderland

(1967),

juga Sagara

dan

Hosokawa (1982) menggunakan

suatu

persamaan

Iaju

a l i i panas

dari

permukaan

bahan ke permukaan sublimasi

bagi

benda

dengan geometri lempeng, yang secara sama dapat ditulis

untuk

benda

dengan gwmetri s i l i i s sebagai:

di mana,

Q

=

Laju

aliran panas, J/s

(29)

A = Konduktivitas panas, W/m.K

e,,

e,=

Suhu permukaan bahan clan suhu lapisan beku, C r,, r, = Jari-jari bahan dan jari-jari lapisan beku, m m, = Laju aliran massa, kg/s

CP = Panas jenis uap air, J1kg.K

Perrnukaan bahan Lapisan beku Lapisan kering

I I

-

rs

--+

Gambar 3- 1. Diagram Model Silindris untuk Analisis Pengeringan-beku Udang

Suku pertarna dari persitmaan (3-1) menunjukkan besar konduksi panas dari permukaan

bahan ke permukaan sublimasi (interface), sedang suku kedua menunjukkan besar panas yang diserap oleh uap air dan dibawa keluar bahan.

[image:29.585.78.491.45.567.2]
(30)

di mana, = Laju aliran massa, kgIm2.s h = Permahilitas lapisan kering, m2/s

M w = Berat molekul uap air, 1 . 8 0 2 ~ 1 0 - ~ kglmol R = Konstanta gas, 8.31434 m3.Pa/mol.K T, = Suhu mutlak lapisan beku, K

dpldx = Gradien tekanan, Pa/m.

Untuk benda berhentuk silinder, persamaan (3-2) dapat ditulis sebagai:

di mana, m, = Laju aliran massa, kgls

ps, p r = Tekanan parsial uap air di permukaan bahan dan permukaan es,Pa.

Tekanan uap kesetimbangan dari es merupakan fungsi dari suhu seperti yang diberikan oleh ICT pada Persamaan (2-2).

Karena panas yang diberikan lewat lapisan kering dapat dianggap dilepas kembali sebagai panas laten sublimasi, maka hubungan pindah panas dan pindah massa dapat ditulis sebagai (Liapis, 1987) :

disini, AH,, = Panas laten sublimasi dari es, Jlkg.

Hubungan laju aliran massa uap air, m dan laju pengeringan, dM/dt dapat dinyatakan dengan persamaan:

di mana

= V @,-p,)(-dM/dt)

...

(3-5)
(31)

di sini, p i , p d = Densitas hahan beku dan bahan kering, kg/m3

V = Volume sample, m3

M = Fraksi air yang tertinggal dalam bahan, -

W = Massa contoh pada waktu tertentu, kg

W,,W, = Massa contoh awal dan kering, kg 1 = waktu, s.

Volume lapisan beku, Vi dapat dihubungkan dengan fraksi air dalam hahan, M sebagai berikut

yang dapat diuraikan tebih lanjut untuk menentukan jari-jar= lapisan beku, di nrana di peroleh

Substitusi persarnaan (3-5) ke dalam persarnaan (34) diperoleh

Dengan memasukkan persamaan (3-7) dan persamaan (3-5) ke dalam -maan (3-1) dan kemudian mensubstitusinya dengan persamaan (3-8) di dapat

(32)

Persamaan (3-9) dan (3-10) dapat digunakan untuk menguji kebenaran model

pengeringan-beku udang yang diturunkan dari prinsip konservasi energi dan materi. Dengan mengahrr kembali persamaan (3-9) dan persamaan (3-lo), dapat ditentukan konduktivitas panas (A) dan pemeabilitas terhadap uap air (b) dari lapisan kering udang selama proses pengeringan-beku sebagai berikut:

dan

di mana,

1 s

k = rs2 In

(

.

s) (p,-pa)(-dM/dt)

...

(3- 13) rs M O

B. MODEL SILINDRIS UNTUK SIMULASI PROSES PENGERINGAN-BEKU

Dari volume kontrol pada Gambar 3-1, dapat ditulis bahwa: Energi panas yang masuk secara konduicsi pa& r+& adalah

Energi panas yang keluar secara konduksi pada r adalah

Energi panas yang masuk oleh aliran uap air pada r adalah

(33)

Energi panas yang keluar oIeh aliran uap air pada r+Ar adalah

Panas yang terakurnulasi pada Ar adalah

Dari persamaan (3- 14) sampai (3-1 8) diperoleh kesetimbangan energi panas dalam volume kontrol sebagai berikut:

{&

Cp., (e-eo)lr

. 2

. r AZ -

i

Cpv (e-e )

lr+hr

Bila persamaan di atas dibagi dengan 2n, A r dan A z di &pat:

(elr+Ar - e l r ) T + A T -

g i r l

-

m,

Cp, r + C ~ dPd = 0

Ar A T At

...

(3-20)

Selanjutnya dengan membiarkan A r dan At mendekati no1 diperoleh:

a ae ae

- (rq) - m, Cp, r -

+

Cpd pd r

-

= 0

...

(3-21)
(34)

atau

ae 1

a

ae ...

Cp, p d - = - - -(rq)

+

&

CP,

at r ar ar

ae

dengan memasukkan persarnaan kondulcsi panas q=-ha, ke dalam persamaan (3-22) didapat :

atau

di mana : Cpd, Cp, = Panas jenis udang kering clan uap air, J/kg.K

pd = Densitas udang kering, kglm3

& =

Laju aliran massa, kg/mZ.s r = Jari-jari, m

t = Waktu, s

Kondisi awal dan kondisi batas adalah sebagai berikut: Kondisi awal : 1. e, = f(P) = konstan, tc =O

2. r = X(t) = b , t=O kondisi batas : 1 . 9, = f(t)

,

r=b

aef

2. - - = O , r=O

ar

a e d ae

3. Ad -- - Af

2

=

&

AH,,

, r=X(t)

ar ar

(35)

q l , - q l f =

m~

AH,,

...

(3-26)

dengan memasukan persamaan konduksi panas diperoleh: ae,

A d - - &

>

=

&

AH, ar

sementara itu pergerakan permukaan sublimasi dapat juga dinyatakan dengan persamaan berikut (M~jumdar, Li and Jog, 1980) :

di mana : c = Rasio ruang pori, -

dX(t) = Perubahan permukaan sublirnasi, m

Untuk menentukan distribusi suhu di lapisan kering, persamaan (3-24) &pat ditulis kembali daiam bentuk persamaan beda hingga (finite difference) sebagd:

(36)

di mana,

Untuk menentukan g e e pemukaan sublimasi pada selang at, digunakan persamaan-persarnaan (3-28) dan (3-29) yang dapat ditulis sebagai:

...

( e , - e,) , i=O (3-33)

di mana :

AX

= Perubahan lapisan kering, m t = waktu. s

sedang untuk menentukan laju aliran massa uap air, digunakan persamaan (3-29) yang dapat ditulis kembali sebagai berikut :

(37)

bila pindah massa uap air pada lapisan kering diasumsikan ke arah radial rnaka berlaku persamaan :

di rnana : C = Konsentrasi uap air dalam bahan, mollm3

[image:37.561.46.473.19.554.2]

I) = Difusifitas uap air dari bahan, m2/s r = Jari-' ~ a r i , m

Gambar 3-2. memperlihatkan diagram untuk menggambarkan gerakan lapisan kering serta distribusi suhu clan konsentrasi uap air dalam bahan.

t

Pennukaan bakan

t

Interface Pusat bahan

f

Gambar 3-2. Diagram model untuk menentukan gerakan lapisan kering, distribusi suhu serta konsentrasi

(38)

Pada periode pengeringan utarna (primary drying) dari pegeringan-beku, lapisan yang sudah kering dapat dianggap menyerupai silinder berongga dengan jari-jari luar r, dan jari-jari dalam rf. Bila koefisien difusi konstan maka

persamaan untuk keadaan mantap a m a h :

Bila konsentrasi uap air pada permukaan sublimasi r=rf konstan pada C , d m di

permukaan bahan r=r, adalah C,, maka distribusi konsentrasi uap air di lapisan kering dapat ditulis sebagai (Crank, 1975) :

di mana : C , = Konsentrasi uap air pada r tertentu, mol/m3

C, = Konsentrasi uap air pada peimukaan sublimasi, moYm3 C, = Konsentrasi uap air pada permukaan bahan, mollrnz r = Jari-jari pada t tertentu, m

rf = Jari-jari dalam lapisan kering, m r, = Jari-jari luar lapisan kering, m

Konsentrasi uap air di pemukaan sublimasi C , d m di permukaan bahan C,, &pat ditentukan dalam hubungannya dengan tekanan uap air dengan menganggap di sini berlaku hukum gas ideal (Sears, 1959)

di rnana : p = Tekanan parsial uap air, Pa

(39)

jika volume spesifik gas (v) dinyatakan dalam bentuk densitas ( p ) maka persamaan (3-40) dapat ditulis sebagai (Sears, 1959) :

bila densitas p dapat dianggap sebagai pengambaran konsentrasi C, maka konsentrasi uap air di permukaan sublirnasi C, dan di perrnukaan bahan C , dapat ditentukan dengan persaman :

(40)

IV. BAHAN

D A N

METODE A. BAHAN PERCOBAAN

Bahan baku yang digunakan pada percobaan ini adalah udang Jrebung (Penaeus merguensis de Man) segar (Gambar 4-l), yang diperoleh dari pasar swalayan Hero di Bogor. Udang ini sebelum tiba dan di ecerkan, telah diperlakukan secara beku (block frozen) oleh industri pembeku udang' yang memasok.

Pemilihan udang Jrebung dalam percobaan ini didasarkan pada pertimbangan bahwa jenis udang ini produksinya cukup besar clan bernilai ekonomis di mana banyak berperan dalam ekspor udang beku serta selalu tersedia di pasar pengecer (retailer) setempat. Dalam percobaan, dipilih udang yang mempunyai bentuk dan

ukuran seragarn dengan bobot utuh antara 25-35 g per ekor (kondisi fisik udang contoh disajikan dalam Tabel 5-1).

Untuk analisis kadar air digunakan reagen KarI-Fischer larutan tunggal dan

larutan methanol standar yang mengandung 1.98 mg H,O per ml larutan.

B. PENGEFUNG-BEKU

1. Konstruksi J a t pengering-beku percobaan

Alat pengering beku yang digunakan ialah FREEZE DRYER RL-50 MBW(S) buatan Kyowa Vacuum Enginnering LTD. Pada Lampiran 4- 1 diberikan gambar teknik dari alat pengering-beku dimaksud* Alat ini merupakan suatu unit yang terdiri atas: Sistem vakum, sistem pendingin dan sistem pencatatan atau perolehan data.

Sistern vakum meliputi sebuah ruang pengering (drying chamber), sebuah perangkap uap (cold trap), sebuah pompa vakum (vacuum pump), dan pipa-pipa penghubung. Sedang sistem pendingin yang digunakan adalah unit pendingin SANYO UF-RH1130S yang terdii atas sebuah kompresor, sebuah kondensor, tiga buah

(41)

ini kemudian dihubungkan secara paralel dengan Sistim Perolehan Data (Data Acquisirion Sysrem

-

DAS) yang menggunakan perangkat komputer NEC-APC 111 dengan interface Green-Kit 88. Rangkaian alat pengering-beku percobaan yang digunakan dalam penelitian ini, secara skematik ditunjukkan pada Gambar 4-2 dan bentuk aktualnya dapat dilihat pa& Gambar 4-3.

a. Ruang pengering

Komponen ini berupa tabung silinder besi dengan diameter dalam 50 cm clan panjang 60 cm, yang dapat divakurnkaa sampai tekanan 0.001 Tom. Pintu ruang pengering terbuat dari kaca akrilik dengan ketebalan 6 cm, yang tembus pandang sehingga bahan dan bagian dalam ruang pengering dapat

di

amati selama berlangsungnya proses pengeringan-beh. Bagian l u a tabung diselubung dengan insulator glass wool, yang berguna untuk mengharnbat aliran panas ke luar atau masuk ke dalam ruang pengering.

Pada bagian atas-dalam dari ruang pengering ini ditempatkan sebuah pelat pembeku untuk membelcukan bahan sebelum muiai dikeringkaa, sedang pada bagian

bawah dalam dari ruang ini di tempatkan bagian sensor timbangan elekronik Libror EB-620s untuk pengamatan perubahan massa bahan selama proses pengeringan-beku. Di a n t . timbangan dan pelat pembelru terdapat pelat pemanas yang posisinya terhadap permukaan bahan &pat diatur sesuai keperluan. Pemanas yang & g u n a h adalah pemanas listrik tipe elemen yang dirangkai dengan pengontrol

otomatik Yokogawa UT40(B) yang dapat mengendalikan suhu bahan atau pelat pemanas

sesuai suhu yang dikehendaki. Pelat pemams ini ditempatkan pada jamk & 2 ccm

di

atas bahan yang dikeringkan.

Ruang pengering ini dihubungkan ke pompa valcum dengan pipa stainless dan

(42)

b. Perangkap uap

Perangkap uap (Cold trap) atau sering juga disebut kondenser merupakan

bagian evaporator dari sistim pendingin yang ada. Unit ini ditempatkan pada dua tempat yaitu di dalam ruang pengering ( i n r e d cold tmp) dan &lam ruang tabung khusus dibagian luar ruang pengering ( e r t e m a l cold cap). Perangkap uap ini diperlukan untuk mengembunkan dan kemudian membekukan uap air yang dilepas dari bahan yang dikeringkan, agar tidak bercampur dengan pelurnas dalam pornpa vakum yang jika ha1 itu w a d i akan mengganggu k e j a pompa yang alribat lebih lanjut ialah akan menggangu keadaan tekanan di ruang vakum. Disamping itu alat ini juga berfungsi membantu menciptakan te- vakum yang rendah.

c. Pompa vakum

Pompa vakum yang digunakan adalah DL.IVAC CPR-500 tipe rotary, dengan kapasitas pemompaan 500 Vmin dan &pat mencapai tekanan absolut 0.001 Torr. Alat pengering beku ini juga dilengkapi dengan sebuah pompa vakum tip difusi DZAVAC DPF3ZA, yang terutama diperlukan saat kalibrasi pengukur tekanan valcum, atau diaktifkan bila dikehendaki tekanan operasi yang sangat rendah.

2 . Sistem pencatatan dan perolehan data

Keluaran dari semua alat ukur baik suhu, tekanan dan massa, akan dicatat oleh pencatat Yokogawa HR-2400 yaitu pencatatan secara analog, juga dihubungkan kesebuah komputer NEC-APC 111 lewat sebuah interjiace ESD Green-Kir 88 sebagai pencatat digital (Gambar 4-4). Dengan demikian perolehan data

akan

secara serentak dicatat pa& dua alat dan khusus pencatat digital (komputer), waktu
(43)

upaya memeriksa suatu alat ukur dengan prosedw standar untuk meyakinkan adanya hubungan antara nilai yang terbaca dengan nilai ulcur sesungguhnya dengan demikian dapat mengurangi kesalahan dalam pengarnbilan data penelitian.

Prosedur kalibrasi dapat berupa pembandingan suatu instrumen tertentu

dengan alat standar primer seperti yang tersedia pada biro standarisasi, atau pembandingan dengan alat standar sekunder yaitu &at yang akurasiiya dilcetahui,

atau pembandingan dengan sumber input yang diketahui misalnya untuk pengukur suhu dengan titik

beku

dan titik didib air (Holman, 1971). Hubungan ini bktsanya dinyatakan dalam bentuk kurva yang disebut cafibration char?, di mana su* absis merupakan nilai yang terbaca pada alat d m sumbu ordinat sebagai niiai yang tepat (Hall, 1979).

Prosedur dan hasil kalibrasi alat yang digunakan &lam penelitian ini yaitu kalibrasi aht pengukur suhu, alat pengukur tekanan dan alat pengukur massa

disajikan dalam Lampiran 4-3, Lampiran 4-4 dan Lampiran 4-5.

C. PROSEDUR PERCOBAAN DAN PENGUKURAN

Percobaan d i l a k s u d a n di laboratorium Pindah Panas dan Pindah Massa dan laboratorium AP4 Fakultas Teknologi P e w a n IPB, sejak buhn Juli 1993 sampai bulan Desember 1995.

Urutan pekerjaan yang dilakukan meliputi kegiatan-kegiatan: Penyiapan udang contoh, pemgeringan beku dan pen- data pengeringan serta a m k i i

fisik produk k e g belcu. Secara skematis, urutan pekerjaau ditunjukkan dalam bentuk bagan alir pada Gambar 4-5. Selain itu dilakukan juga pengeringan-beku

(44)

UDANG UTUH SEGAR

-

1

- Dibuang kepola dun kulit

- Dicuci don diririrkan

ING UDANG BER t

- TinrbpIlg udmg contoh

- Ukur panjang dun diameter

- Ukur volume

- Pmang tennokopel

- Dibekukan hingga -30 C

(suhu 30-50 C,dengan tekanan 0.05-1.0 Torr)

-

Ukur data pengeringan (suhu, tehnan dun bobor)

-

Timbang contoh

- Tentukan M a r air

- Tentuhn raw rehidrasi

[image:44.558.137.411.107.538.2]

UK SlSA PENGU

(45)

I . Penyiapan udang contoh

Udang beku segar yang baru dicairkan, dibuang kepala dan kulitnya, kemudian dicuci dan ditiriskan. Dari daging udang bersih yang diperoleh, diambil satu ekor sebagai contoh. Udang contoh ini ditirnbang berat awalnya, rlan diukur panjang, diameter serta diukur volume totalnya dengan metode pencelupan dalam air (substitusi volume air). Pekerjaan berikut adalah menempatkan termokopel pada lima titik untuk mengamati suhu dalam daging, yaitu pada permukaan (atas dan

bawah), pada 0.5 r (atas clan bawah) dan pa& pusat seperti ditunjukkan pa& Gambar 4-6. Penempatan kawat termokopel ini dilakukan pada arah memanjang daging untuk menghindari terjadinya kesalahan pengukuran suhu akibat adanya konduksi panas melalui kawat.

Tahap ini diawali dengan pernbekuan udang contoh di atas plat pembeku dalam ruang pengering yang suhunya mencapai -40°C (Gambar 4-7). Menurut Clucas (1981), laju pembekuan &pat dibedakan atas: Pembekuan lambat di mana laju pembekuan 2-5 m d j a m , pembekuan cepat di mana taju pembekuan 5-50 mrn/jam, pembekuan sangat

cepat

di

mana laju pembekuan 50-100 m d j a m dan pembekuan ultra cepat dengan laju pembekuan 100-1000 mmljam. Dalam penelitian ini, laju pembekuan antar perlakuan dianggap sama di

mana

pembekuan dilakukan secara seragam hingga bagian dalam udang yang t e r p a ~ ~ telah mencapai suhu kurang dari -30 "C.
(46)

Perrnvkaan

EL

KE PENCATAT

Gambar 4-6. Letak titik-titik pengamatan suhu dalam daging udang contoh.

(47)

Serangkaian percobaan dilakukan dengan kombinasi perlakuan tekanan mang vakum dan suhu permukaan bahan sebagai berikut:

a. Tekanan ruang vakum :

POO

- Tekanan ruang 0.05 Torr P O 1 - T e k m ruang 0 . 1 T o n

PO5 - Tekanan ruang 0.5 Torr P I 0 - Tekanan ruang 1.0 Torr b. Suhu permukaan b&an :

e,30 - Suhu permukaan 30 "C e,40 - Suhu permukaan 40 "C

es50 - Suhu permukaan 50 "C

Selama berlangsungnya pengeringan-beh, data pengeringan berupa perubahan suhu bahan, perubahan massa b h a n , dan kondisi tekanan mang duekam dalam disket untuk kemudian dianalisis. Proses pengeringan-beku dianggap selesai bila tidak ada lagi perubahan massa dari udang contoh dan suhu dalam bahm juga telah konstan.

3. Penentuan kadar air dan rasio rehidrasi

Penentuan kadar air udang kering-beku, dilakukan dengan menggunakan alat Automatic Karl-Fischer moisture titrator model MK-AS (Gambar 4-8). Prosedur penentuan menumi petunjuk penggunaan alat seperti yang digunakan Wenur (1989)

(48)

Sama seperti pada daging udang utuh, ke dalam daging udang giling juga dimasukkan termokopel dengan lima titik pengamatan suhu yaitu pa& permukaan (atas dan bawah), pada 0.5 r (atas dan bawah) dan pada pusat bahan juga dengan arah memanjang. Bahan bersama cetakannya kemudian dibekukan di atas plat pembeku yang suhunya mencapai -4Q°C, hingga suhu bahan mencapai kurang dari -20°C. Cetakan alumunium sekanjutnya dilepas dan udang model beku kemudian dipindahkan ke atas pan timbangan untuk seterusnya dikering-bekukan.

Selama proses pengeringan, perubahan suhu dan perubahan massa bahan diamati setiap satu menit dan diakhir proses ditentukan kadar air dari bahan yang

D. ANALISIS DATA 1. Analisis sifat transpor

Data yang berhubungan dengan perilaku pengeringan-beku udang terdiri dari

p e ~ b a h a n massa udang contoh, laju pengeringan, sebaran suhu daiam udang contoh

dan perubahan M i air dapat diuapkan. Sifat transpor berupa konduktivitas panas ( A ) dan permeabilitas uap air (b) dari lapisan kering bahan ditentukan dengan cara memamkkan data pengeringan yang diperoleh selama proses pengeringan- beku ke dalam model persarnaan yang ditumdcan dari persamaan-persamaan pindah panas dan pindah massa s e w a simultan yaitu persamaan (3-11), persamaan (3-12) dan persam2an (3-13). Berdasarkan penamun-persamaan ini dan dengan menggunakan program komputer QUATTRO-PRO, ditentukan konduktivitas panas dan

(49)

Perangkat lunak komputer MICROSTAT digunakan untuk melihat hubungan antara kondisi operasi seperti suhu pemanasan bahan dan tekanan ruang terhadap konduktivitas panas dan permeabilitas uap air dari bahan kering, juga hubungannya dengan lama pengeringan, kadar air akhir dan rasio rehidrasi udang kering-beku.

2 . Proses simulasi

Berdasarkan model simulasi pengeringan-beku yang diturunkan dari permmaan pindah panas dan pindah massa untuk benda dengan geometri silindris yaitu persamaan (3-32) dan persamaan (3-39), dapat digambarkan distribusi suhu dan distribusi konsentrasi uap air dalam bahan selama proses pengeringan-beku. Dengan asumsi bahwa akhir proses pengeringan-beku dicapai bila beda suhu atur pada permukaan bahan dan suhu pada pusat bahan telafi kurang dari 5 O C , maka

dapatlah diduga lama suatu proses penge~gan-beku.

Dalam simulasi h i , di gunakan 12 skenario meliputi variasi masukan nilai konduktivitas panas, variasi suhu pemanasan permukaan bafian dan variasi pada tekanan ruang.

Pada Gambar 4-1 1 ditunjukkan bagan alir program simulasi pengeringan-beku udang, sedang program komputer lengkap yang ditulis dalam bahasa BASIC disajikan

(50)

MULAI

T

Waktu pengeringan

re-

(51)

V . HASIL DAN PEMBAHASAN

A. PROSES PEMBEKUAN UDANG

Proses pembekuan yang dilakukan mendahului proses pengeringan-beku, sangat

penting peranannya dan perlu diperhatikan karena &an menentukan ukuran dan

lokasi kristal es dalam bahan yang karena itu akan mempengaruhi struktur hahan dan lehih lanjut mempengaruhi konduktivitas panas serta permeabilitas uap air dari produk kering-beku. Akibat lain dari pembekuan ialah terjadinya pelikel yaitu semacam lapisan dipemukaan produk yang sukar ditembus uap air di rnana juga ikut mempengaruhi permeabilitas dari produk (Mellor, 1978).

Dalarn penelitian h i , proses pembekuan dari semua contoh dilakukan secara seragam agar diperoleh kondisi awal yang sama sebelum bahan dikering-bekukan. Pa& Gambar 5-1, diperlihatkan data pembekuan pada satu udang contoh berdiameter

15 mm dan panjang 68 mm yaitu contoh udang untuk proses pengeringan dengan suhu permukaan 40 "C dan tekanan mang pengering 0.5 Tom.

Dari gambaran distrihusi suhu pada proses, pembekuan udang contoh tersebut, terlihat bahwa arah aliran panas terjadi dari atas ke bawah sesuai dengan kedudukan plat pembeku. Bagian bawah bahan yang berkontak langsung dengan plat pembeku, suhunya tumn dengan cepat dan segera mencapai titik beku air yang kemudian diikuti oleh lapisan yang ada diatasnya. Pa& akhii proses pembekuan, tampak a& perbedaan suhu antara bagian bawah bahan yang berkontak langsung

dengan plat pembeku dan permukaan bahan bagian atas yang mencapai lebih dari

10 " C . Namun setelah bahan dipindahkan dari plat pembeku untuk dikeringkan, maka

dengan segera terjadi pemerataan suhu diseluruh bahan yakni beberapa saat sebelum pemanas dihidupkan.

(52)

0 5 10 15 20 25 Waktu pembekuan (Menlt)

Gambar 5-1. Data pembekuan &ging udang contoh, diameter 15 mm dan panjang 68 rnrn

Dalam pembekuan untuk udang ini, terlihat bahwa waktu yang diperlukan untuk membekukan udang contoh hingga mencapai suhu -30 "C sangat singkat yaitu antara 0.43-0.87 jam, bervariasi menurut diameter udang atau dengan laju pembekuan berkisat antara 19-40 &jam (Tabel 5-1). Berdasarkan kriteria Iaju pembekuan menurut Clucas (1981), proses pembekuan ini tergolong pa& pembekuan

cepat yaitu berada antara 5-50 mmljam.

(53)

kristal-kristaf yang halus menyebabkan pengeringannya lama sedang kristal yang besar lebih singkat. Ketiga, struktur kristalisasi yang hdus dapat meningkatkan konduksi panas ke permukaan sublimasi, akan tetapi menghambat efisiensi aliran massa. Keempat, kristal-kristal yang terlalu besar memberi pengaruh merusak pa&

struktur seluler dan sifat rekonstitusi bila air dikembalikan.

Heldman and Singh (1981), mengatakan bahwa bahan pangan &pat mengandung lebih dari satu bahan terlarut (solute) sehingga dalam proses pembekuan akan

ditemukan lebih dari satu tit& eutektik. Akan tetapi dalam proses pembekuan pa& percobaan ini, pola pembekuan yang menunjukkan adanya tit& beku awal dan titik eutektik sebagaimana ditemukan pada kurva pembekuan yang ideal (seperti terlihat pada Lampiran 5-1) tidak teramati. Hal ini antara lain disebabkan karena massa cairan dalam udang contoh hanya sedikit disamping diameter bahan yang relatif kecil serta laju pembekuannya cepat. Spicer (1969) mengatakan bahwa suhu eutektik biasanya ditemukan pada pembekuan bahan cairan di mana terjadi proses kristalisasi yang iengkap. Pa& bahan beku ini terkandung kristal es yang dikelilingi oleh campuran-campuran eutektik-padat.

B. PROSES PENGERINGAN-BEKU UDANG

(54)
[image:54.602.37.525.45.498.2]

Tabel 5-1. Kondisl fisik udang contoh yang digunakan dalam percobaan pengerlngan-beku

*) Diomer bahan &ah diamcter bagiaa paling besar

%

Laju Pembekuan (mmljam) 36.7 30.0 32.0 23.3 40.4 24.8 35.8 28.3 24.0 24.7 34.0 19.0 Lama Pembekuan (jam) 0.45 0.57 0.50 0.75 0.43 0.58 0.43 0.58 0.75 0.67 0.50 0.87 Perlakuan Suhu (C) 30 40

50

Massa Utuh (9) 29.0 31.4 28.2 35.5 31.03 36.1 18.8 22.5 28.7 26.53 37.5 29.6 28.9 32.8 32.20 Tekanan (Torr) 0.05 0.10 0.50 1.00 Rata-rate 0.05 0.10 0.50 1.00 Rata-rata 0.05 0.10 0.50 1.00 Rata-rata kulR Densitas (glcm3) 1.04 1.05 1.04 1.06 1.05 1.04 1.03 1.03 1.06 1.04 1.06 1.05 1.04 1.06 1.05 Massa (9) 16.7 18.1 14.6 20.0 17.35 18.8 10.4 13.2 16.3 14.68 20.8 17.4 16.5 18.9 18.40 K. Alr (56bb) 79.77 82.24 79.07 79.46 80.13 77.44 79.58 84.08 78.24 79.84 79.34 78.63 80.58 78.49 79.26 Udang Volume (cm3) 16.0 17.2 14.0 18.9 16.53 18.0 10.1 12.8 15.4

. 14.08

(55)

Dalam percobaan ini, kadar air akhir dari udang kering-beku ditentukan dengan metode titrasi menggunakan alat Karl-Fisher sementara itu kadar air awalnya ditentukan dengan menggunakan data pengeringan yaitu data perubahan massa b&an pada proses pengeringan-beku.

Tabel 5-2, memperlihatkan kondisi pengeringan-beku daging udang contoh yang dikeringkan pada suhu permukaan bahan ant- 30-50 "C dengan tekanan antma

0.05-1.0 Torr. Kondisi operasi ini merupakan kisaran kondisi operasi yang biasa digunakan pada alat pengering-beku komersil (Stuart and Closset, 1971). Dalam

analisis hasil percobaan, tekanan uap air pa& permukaan sublimasi @,) dihitung berdasarkan suhu lapisan beku (6,) yaitu dengan menggunakan Persamaan 2.

Nilai-nilai suhu bahan, tekanan uap, laju pengeringan serta nilai konduktivitas panas dan permeabilitas uap

air

yang tersaji dalam Tabel 5-2 ini,

merupakan nilai rata-rata pada keadaan mantap semu (quasi-steady state) yaitu

beberapa saat setelah suhu permukaan mencapai suhu kontrol dan sebelum seluruh lapisan es tersublimasi. Pada keadaan ini suhu permukaan bahan dan suhu permukaan sublimasi (interface) relatif konstan sehingga aliran panas

dari

permukam blthan ke perm- sublimasi juga relatif sama besar.

Gambar 5-2, memperlihatkan periiaku dari suatu proses pengeringan-beku, yang diperoleh dari pengeringan-beku udang berdiameter 15 mm, panjang 68 mm yang telah dibuang kulit clan kepalanya serta dikering-bekukan pa& suhu permukaan 40 "C dan tekanan 0.5 Torr. Sedang pa& Gambar 5-3, ditunjukkan foto udang contoh sebelum dan sesudah proses pengeringan-beku, juga setelah direhidrasi.

(56)

Tabel 5-2. Kondlsl pengeringan-beku udang contoh

Periakuan Suhu

(C)

'

30 40 50 Tekanan (Torr) 0.05 0.19 0.50 1.00 0.05 0.10 0.50 1.00 0.05 0.10 0.50 1.00 Laju Penge- ringan

(XIEOB kglm2.s)

0.089 0.095 0.143 0.141 0.072 0.079 0.184 0.113 0.090 0.119 0.150 0.133 Suhu 00 (C) 29.6 29.6 29.7 29.7 39.6 39.6 39.6 39.6 49.5 39.0 49.5 49.9 Lama pengeringan beku Massa kering (g) 3.5 3.4 3.2 4.3 4.4 2.2 2.2 3.7 4.4 3.8 3.3 4.2 bahan Bf (C) -19.3 -21.2 3.5 -8.4 -13.4 -10.5 -10.1 -10.8 -13.4 -7.6 -9.2 -7.5 Tekanan Ps (Torr) 0.06 0.11 0.51 1.01 0.05 0.12 0.51 0.99 0.05 0.10 0.50 0.99 (Jam) 8.9 7.8 6.2 6.0 7.3 4.7 6.2 5.9 8.0 6.1 6.7 8.4 Ratlo Rehidrasi

(-1

uap Pf (Torr) 0.83 1.61 3.48 2.24 1.44 1.87 1.95 1.83 1.45 2.42 2.10 2.18 (Jamlmm) 1.08 0.92 0.78 0.69 0.83 0.65 0.80 0.72 0.89 0.74 0.79 0.78 Dens1:as kerlng (glcrn3) 0.22 0.20 0.23 0.23 0.24 0.22 0.17 0.24 0.22 0.23 0.21 0.23 Kadar air (%bb) 3.49 5.45 4.49 4.45 3.61 3.47 4.50 4.14 2.34 2.18 2.91 3.21 Kondukti- vitaa panas (W1m.K) Permeam biiitas

(xi E-02 rn21s)

0.0730 0.0463 0.0310 0.0836 0.0569 0.0431 0.0596 0,1202 0.0679 0.0443 0.0650 0.0782 4.10 0.0381

(57)

0 0.0 ! 1.0 2.0 3.0 4.0 5:0 6:0 0

7k

Waktu (Jam)

Gambar 5-2. Perilaku pengeringan-beku udang contoh, diameter I 5 mm dan panjang 68 mm yang dikeringkan pada suhu

[image:57.551.82.425.127.557.2]
(58)

yang terlihat sebagai garis yang hampir mendatar. Hal ini berhubungan dengan

b l u m adanya pasokan panas yang diterima untuk sublimasi karena pemanas belum dihidupkan. Bersamaan dengan naiknya suhu plat pemanas, suhu permukaan bahan juga naik dengan cepat, kemudian bertahan pada keadaan tetap setelah mencapai suhu atur sesuai perlakuan. Pada titik pengainatan suhu yang lain, nampak bahwa suhu mencapai keadaan minimum dan setimbang dengan tekanan ruang, sebelum mulai

naik mendekati suhu permukaan yang menunjukkan adanya pergerakan daerah sublimasi. Dengan naiknya suhu permukaan bahan setelah pemanas dihidupkan, maka

penurunan massa bahan juga mulai terjadi dan mencapai penurunan tercepat pada

saat pemukaan bahan mencapai suhu atur. Dengan bertambahnya waktu, perubahan

massa bahan menjadi makin lambat dan menunjukkan keadaan tetap pada akhir proses pengeringan.

Pola yang sama ditemukan pada semua perlakuan dari percobaan, di mana ha1

ini menunjukkan bahwa setelah pemanas dihidupkan, t e a panas pa& perm- sublimasi (interface) sebagai panas laten sublimasi. Jumlah panas ini terns bertambah dengan meningkatnya suhu sampai tercapai suhu atur pada permukaan bahan, sementara itu sublimasi berlangsung seca-a bebas tanpa hambatan. Bersamaan dengan berlanjutnya proses pengeringan, akan terbentuk lapisan kering yang makin lama makin tebal disekeliling lapisan yang masih beku. Keadaan ini akan menyebabkan makin besarnya tahanan terhadap aliian panas dari permukaan bahan ke permukaan sublimasi serta tabanan terhadap aliran

m a s s

uap air dari
(59)

kesetimbangan yang ditandai dengan adanya sebaran suhu yang harnpir sama diseluruh bahan pa& akhir proses penge~gan-beku. Perilaku pengeringan-beku udang yang diperoleh pada penelitian ini serupa dengan yang didapat pada produk lain.

Sebagai pembanding, dalam penelitian

ini

dilakukan juga pengeringan-heku terhadap udang model yaitu daging udang yang telah digilimg kemudian diberi bentuk silinder dengan diameter 20 mm dan panjang 80 mm (Gambar 4-10). Hasil pengamatan seperti pada Lampiran 5-2, memperliitkan bahwa pola perubahan massa

bahan dan distribusi suhu pada udang model

ini

sama dengan yang ditemukan pa&

pegeringan-beku udang contoh. Sedikit perbedaao terlihat pa& suhu lapisan beku,

di mana pada udang model, sebelum terjadi sublimasi suhunya relatif konstan yang terliia: sebagai garis lurus clan sejajar dengan suhu permukaan bahan. Senentara itu pada udang contoh yang dikeringkan dengan kondisi pengeringan-beku yang sama, yaitu suhu permukaan 40 "C clan tekanan 0.5 Torr (Gambar 5-2), suhu lapisan yang masih beku yaitu sebelum terjadi sublimasi adalah tidak konstan dan membentuk garis meiengkung. Hal

ini

diduga karena bentuk udang contoh tidak benar-benar silinder di mana diameternya tidak s a m a pa& semua posisi, sehingga akibatnya aliran panas dalarn bahan juga menjadi tidak seragain.

Dari h a laju pengeringan yaitu suatu kurva yang menunjukkan laju aliran

massa uap air seperti dilukiskan pa& Gambar 5 4 terlihat bahwa laju pengeringan- beku udang contoh meningkat pa& awal proses pengeringan bersamaan dengan naiknya

suhu permukaan bahan, hingga suhu permukaan bahan mencapai suhu atur. Setelah mencapai nilai maksimum, laju pengeringan kemudian secara perlahan menurun kembali sampai akhir proses pengeringan-beku. Keadaan ini mengindikasikan adanya peningkatan pasokan panas, kemudian d i h t i dengan bertambah tebalnya lapisan

r.

(60)

diperlukan untuk sublimasi dan pindah massa uap air dari permukaan sublimasi keluar bahan. Bersamaan dengan tingginya laju pengeringan, terlihat bahwa penurunan fraksi air yaitu fraksi air dapat diuapkan yang ada dalam bahan juga besar seperti ditunjukkan oleh garis yang curam pa& Gambar 5-4. Penurunan fraksi air selanjumya semakin berkurang sampai akhir proses pengeringan-beku.

Keterangan :

*

0.8

-

F ai d

. ... . . ... .- ... Laiu pengeringan

[image:60.551.38.458.26.596.2]

Waktu (Jam)

Gambar 5 4 . Kurva fraksi air dan kurva laju pengeringan udang contoh, diameter 15 mm dan panjang 68 mrn yang dikeringkan pa& suhu 40 "C dan tekanan 0.5 Tom

Dalam percobaan pengeringan-beku terhadap daging udang giling yang dilakukan Wenur (1989) untuk selang suhu perm- bahan 30-80 "C dengan tekanan

(61)

dan kepala pa& percobaan ini, pengaruh perlalcuan suhu yang ada terhadap waktu pengeringan addah tidak jelas. Di sini penggunaan suhu yang lebih tinggi tidak

dimungkinkan karena dalam operasi pengeringan-beku, bahan dengan kondisi fisik yang a& tidak &pat dikeringkan pa& suhu lebih dari 50 "C. Dari pengamatan diketahui bahwa bila suhu kontrol pada permukaan bahan lebih dari 50 "C, maka suhu lapisan beku dengan cepat naik melampaui titik belm air dan menyebabkan pencairan es. Ini berarti pengeringan secara sublimasi tidak dapat terjadi.

C. SIFAT TRANSPOR UDANG KERING-BEKU

Konduktivitas panas clan permeabilitas terhadap aliran uap air dari produk kering-beh merupakan parameter transpor yang penting &lam proses pengeringan- beku. Hasil perhitungan konduktivitas panas dan permeabilitas uap

air

dari udang contoh yang diperoleh pa& keadaan mantap semu, disajikan dalam Tabel 5-2, sedang dalam Lampiran 5-3 diberikan keluaran komputer dari hasil perhitungan menggunakan program QUATTRO-PRO. Sementara itu sebagai pembanding diberikan juga keluaran komputer hasil perhitungan untuk udang model (Lampiran 54). Dalarn Tabel 5-3, disajikan beberapa nilai konduktivitas panas dan permeabilitas terhadap uap air produk lain dari beberapa peneliti sebelumnya.

Dengan menggunakan prosedur pengujian k e d a h a n dalarn penentuan nilai

konduktivitas panas dan penneabilitas uap air (Lampiran 5-5) atau dengan menghitung koefisien variasinya, diketahui bahwa tingkat kesalahan untuk

(62)

Tabel 5-3. Nilai kondukiivitas panas dan permeabiltas daging udang kering-beku serta produk kering-beku lainnya

~

Suhu Tekanan Konduktivitas Permeabilitas

Jenis Produk Bahan Ruang Panas Uap air Sumber

( C ) ( Ton ) ( W/m.K ( xi E M m2Is )

I I

Daging udang; 30-50 0.05-1.00 0.038-0.086 0.031 -0.120 Hesil peneliian ini -'I

Daging Udang-, 30-80 0.06-0.14 0.054-0.131 0.209-0.326 Kamaruddin dan Wenur (1994)

J J

Daging Udang 30-80 0.06-0.1 4 0.080-0.1 63 0.272-0.401 Wenur &.al.,(r089)

lkan Salmon 0.14-0.15 0.042-0.133 Lusk &.al.. (1964)

Daging Sapi 0.20-0.30 0.053-0.074 Massey and Sunderland (1967)

Daging Sap1 0.05-0.23 0.036-0.084 0.090-0.405 Sa~ara eta.. (j 062)

Larutan Kopi 0.07-0.71 0.0624.1 72 0.340-1.220 Sagara and Hosokawa (1982)

I ) U d a n g ranpa kulit d a n k c p a l a , M o d e l Silindris 2 ) Daging Udong Giling, Me&/ Silindris 3) U o g i n g ildang G d i n g . Model L e m p c n g .

Di sini terlihat bahwa nilai konduktivitas panas udang yang diperoleh dalam penelitian ini, berada dalam kisaran nilai konduktivitas panas hasil-hasil pengeringan-heku lain. Khusus untuk permeabilitas, nilai yang diperoleh nampak lebih kecil dibanding hasil penelitian sebeluutnya. Hal ini diduga erat kaitannya dengan struktur produk udang contoh yang digunakan, di mana lapisan epidermis yang rnasih tersisa yaitu

-

setelah lapisan kutikula (kulit luar yang keras) dilepas, adalah mempakan pen-g pindah massa atau penghalang keluarnya uap

air. Seperti diketahui bahwa kulit udang terdiri atas lapisan kutikula dan epidermis, di mana lapisan kutikula senditi &pat dibagi atas tiga lapisan yaitu

epikutikula, exokutikula dan endokutikula (Darmono, 1991).

[image:62.551.39.473.22.596.2]
(63)

di lapisan kering tidak memberi pengaruh yang berarti baik terhadap konduktivitas panas maupun ter- permeabilitas uap air dari udang kering beku, sementara itu perbedaan tekanan rata-rata di lapisan kering menunjukkan adanya hubungan yang berarti seperti terlihat pada Gambar 5-6 dan Gambar 5-7.

-

0.204

9 Keterangan :

C4 0.18-

E 0 Konduktivitas

CU 0.16- 1 Permdilitas

z

0.14-

7

a

0.12- L 1 U I

33

0.004 C0.00

4 6 8 10 12 1 4 1 6 1 8 20 22

[image:63.556.39.460.14.581.2]

Suhu,

a

(C)

Gambar 5-5. Hubungan suhu rata-rata lapisan kering dengan konduktivitas panas dan permeabilitas

uap air udang kering-beku

Pada kondisi pengeringan ini, tingkat t e k a ~ ~ ~ yang tinggi memberi nilai konduktivitas panas yang lebih besar khususnya pada tekanan lebih dari 1.0 Tom.

Hal

ini

berhubungan dengan adanya kontribusi konduldivitas panas

dari

molekul gas
(64)
[image:64.551.58.436.57.532.2]

Gambar 5-6. Hubungan tekanan rata-rata lapisan kering dengan

0.12

_

0.10-

E

g

0.08-

5

-

a 0.06-

.-

>

.-

k

3 0.04-

2-

0.02-

0.007

konduktivitas panas udang kering-beku

= 0.025 + 0.028 P R ~ = 0.70 CV = 6.5 %

0.004

0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2 1.4 1.6 1.8 2.0 : Tekanan,

P

(Torr)

0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 1.2 1.4

re

2:0

Tekanan,

P

(Torr)
(65)

Terhadap permeabilitas (Gambar 5-7), dapat dilihat bahwa pada kondisi tekanan yang ada nilainya makin kecil untuk tingkat tekanan yang lebih besar, namun kemudian cenderung naik kembali dengan bertambahnya tekanan. Kecenderungan ini diduga berhubungan dengan adanya perubahan pola aliran massa uap air di lapisan k e ~ g yang berhubungan dengan perubahan jarak lintas bebas rata-rata

(mean

free

path) dari molekul uap air sebagai akibat perbedaan tekman.

Pengaruh tekanan terhadap konduktivitas panas udang kering-beku yang didapat dalam penelitian ini adalah se

Gambar

Gambar 2- 1. Produksi beberapa jenis udang fndonesia 1984- 1994
Gambar 2-2. Nilai ekspor bebeberapa h i 1  pertanian 1990-1994
Gambar 2-4. Penampang lapisan kulit udang (Dannono, 1991)
Gambar 2-5. Diagram fase air (Karel, 1975)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Meskipun di Pasar Loak Dupak Rukun ini di dominasi oleh pedagang dari etnis Madura, namun tidak ada perbedaan perlakuan pedagang satu dengan yang lain.. Pedagang juga

pellita yang dihasilkan dari penelitian ini sebesar 0,89%(b/b) yang ditentukan dari nilai perbandingan antara berat minyak atsiri hasil penyulingan dengan berat

Port software scanning, dalam keadaan yang paling dasar, hanya mengirimkan permintaan untuk menghubungkan ke komputer target pada setiap port secara berurutan dan

Pada kasus abortus kompletus pengeluran hasil konsepsi terjadi pada usia kehamilan >20 minggu, dan jika seluruh hasil konsepsi sudah dikeluarkan rasa sakit yang

Jenis kelamin peserta didik disajikan dengan informasi bahwa jenis kelamin sesuai Dukcapil (jenis kelamin yang diisikan dipadankan dengan jenis kelamin pada data NIK database

Nelayan pemilik pada umumnya dalam mengoperasikan perahu motornya memperkerjakan tenaga kerja dari luar keluarga, walaupun ada dari anggota keluarga nelayan pemilik

Gaya hidup Hedonis menuntut seseorang untuk bermewah mewahan dan hanya memikirkan dunia saja karena mereka beranggapan standar kesuksesan sekarang di ukur dengan seberapa

Hasil: Prosedur restrain yang diakukan di UPIP sebagian besar kurang sesuai dengan SOP yang telah ditetapkan oleh rumah sakit, diikat dalam waktu lebih dari 4 jam, Pelaksanaan