• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAHASA Jurnalistik adalah gaya bahasa yang digunakan wartawan dalam menulis berita

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "BAHASA Jurnalistik adalah gaya bahasa yang digunakan wartawan dalam menulis berita"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

BAHASA

Jurnalistik adalah gaya bahasa yang digunakan wartawan

dalam menulis berita. Disebut juga Bahasa Komunikasi Massa

(

Language of Mass Communication

, disebut pula

Newspaper

Language

), yakni bahasa yang digunakan dalam komunikasi melalui

media massa, baik komunikasi lisan (tutur) di media elektronik (radio

dan TV) maupun komunikasi tertulis (media cetak dan online), dengan

ciri khas singkat, padat, dan mudah dipahami.

Bahasa Jurnalistik memiliki dua ciri utama : komunikatif dan spesifik.

Komunikatif artinya langsung menjamah materi atau langsung ke

pokok persoalan (

straight to the point

), bermakna tunggal, tidak

konotatif, tidak berbunga-bunga, tidak bertele-tele, dan tanpa

basa-basi. Spesifik artinya mempunyai gaya penulisan tersendiri, yakni

kalimatnya pendek-pendek, kata-katanya jelas, dan mudah dimengerti

orang awam.

Bahasa Jurnalistik hadir atau diperlukan oleh insan pers untuk

kebutuhan komunikasi efektif dengan pembaca (juga pendengar dan

penonton).

Apakah bahasa jurnalistik itu ada ? sebenarnya, bahasa jurnalistik adalah laras atau ragam dalam

bahasa Indonesia, seperti juga ada bahasa hukum atau bahasa niaga. Apakah bahasa jurnalistik

itu ?

Prof. F. Wojowasito: bahasa jurnalistik adalah bahasa komunikasi massa sebagai tampak dalam

harian-harian dan majalah-majalah

Rosihan Anwar : bahasa jurnalistik adalah satu ragam bahasa yang digunakan wartawan yang

memiliki sifat-sifat khas singkat, padat, sederhana, lancar, jelas, lugas dan menarik

M. Wonohito (bahasa surat kabar): bahasa jurnalistik adalah suatu jenis bahasa tertulis yang

memiliki sifat-sifatnya dengan bahasa sastra, bahasa ilmu atau bahasa buku pada umumnya.

Kurniawan Junaedhie (Ensiklopedi Pers Indonesia): bahasa jurnalistik adalah Bahasa yang

digunakan oleh penerbitan pers. Bahasa yang mengandung makna informatif, persuasif, dan yang

secara konsensus merupakan kata-kata yang bisa dimengerti secara umum, harus singkat tapi

jelas dan tidak bertele-tele.

Moh. Ngafeman (kamus jurnalistik AZ): bahasa jurnalistik adalah bahasa komunikasi massa

dengan pilihan kosakata yang sederhana agar dapat dipahami oleh segenap lapisan masyarakat.

Adinegoro: bahasa jurnalistik adalah tiap berita atau cerita harus padat karena itu disajikan

secara mudah difahamkan, terang dan tidak sulit membaca sehingga orang yang membaca tidak

usah berfikir panjang untuk mengetahui apa yang diberitakan itu. Oleh karena kita dapati dalam

kalimat-kalimat ringkas, kata-kata tepat dan ungkapan-ungkapan yang hidup.

Bahasa jurnalistik, berada di tengah antara bahasa ilmu dan bahasa sastra. Bahasa ilmu biasanya

penuh fakta, kering, dan tidak bergaya, sementara bahasa sastranya biasanya imaginatif dan

penuh gaya. Bahasa jurnalistik tetaplah harus bersandarkan pada fakta, tetapi harus ada gayanya.

Bahasa jurnalistik ditulis dengan mempertimbangkan ruang dan waktu, karena itu unsur

kehematan dan efektivitas sangat penting. Tidak mungkin kita menulis untuk media massa semau

kita dengan tidak memperhitungkan ruangan dan waktu yangtersedia (deadline) bahasa

jurnalistik juga perlu mempertimbangkan pasar (pembaca)

Definisi dan Fungsi Bahasa Jurnalistik

Definisi Bahasa Jurnalistik

Secara etimologis, jurnalistik berasal dari kata journ. Dalam bahasa perancis, journ berarti

catatan atau laporan harian. Secara sederhana jurnalistik diartikan sebagai kegiatan yang

berhubungan dengan pencatatan atau pelaporan setiap hari (Sumadiria, 2005:2). Dalam kamus

jurnalistik diartikan sebagai kegiatan untuk menyiapkan, mengedit dan menulis untuk surat

kabar, majalah atau berkala lainnya (assegaff, 1983:9). Dalam Leksikon Komunikasi

dirumuskan, jurnalistik adalah pekerjaan mengumpulkan, menulis, menyunting dan

menyebarkan berita dan karangan untuk surat kabar, majalah dan media massa lainnya seperti

radio dan televisi (Kridalaksana, 1977:44). Djen Amar menekankan, jurnalistik adalah kegiatan

mengumpulkan, mengolah dan menyebarkan berita kepada khalayak seluas-luasnya dengan

secepat-cepatnya (Amar, 1984:30).

(2)

wartawan, redaktur atau pengelola media massa dalam menyusun dan menyajikan, memuat,

menyiarkan dan menayangkan berita serta laporan peristiwa atau pernyataan yang benar, aktual,

penting dan atau menarik dengan tujuan agar mudah dipahami isinya dan cepat ditangkap

maknanya.

Fungsi Utama Bahasa

Menurut seorang pakar bahasa terkemuka, fungsi bahasa dapat diturunkan dari dasar dan motif

pertumbuhan bahasa yaitu : (1) sebagai alat untuk menyatakan ekspresi diri, (2) sebagai alat

komunikasi, (3) sebagai alat untuk mengadakan integrasi dan adaptasi sosial, dan (4) sebagai alat

untuk mengadakan kontrol sosial (Keraf, 2001 : 3-7).

Menurut para pakar bahasa Indonesia, bahasa baku mendukung empat fungsi, tiga di antaranya

bersifat perlambang atau simbolik, sedangkan yang satu lagi bersifat objektif: (1) fungsi

pemersatu, (2) fungsi pemberi kekhasan, (3) fungsi pembawa kewibawaan, dan (4) fungsi

sebagai kerangka acuan (Alwi, Dardjowidjojo, Lapoliwa, Moeliono, 2000 : 14-16).

Dalam pandangan Halliday seperti dikutip Aziez dan Alwasiah (2000:17), fungsi bahasa

mencakup tujuh hal. Pertama, fungsi instrumental yakni menggunakan bahasa untuk memperoleh

sesuatu. Kedua, fungsi regulatori yakni menggunakan bahasa untuk mengontrol perilaku orang

lain. Ketiga, fungsi interaksional yakni menggunakan bahasa untuk menciptakan interaksi

dengan orang lain. Keempat, fungsi personal yakni menggunakan bahasa untuk mengungkapkan

perasaan dan makna. Kelima, fungsi heuristik yakni menggunakan bahasa untuk belajar dan

menemukan makna. Keenam, fungsi imajinatif yakni kita menggunakan bahasa untuk

menciptakan dunia imajinasi. Ketujuh, fungsi representasional yakni menggunakan bahasa untuk

menyampaikan informasi.

Menurut pakar pendidikan, Slamet Imam Santoso, fungsi bahasa yang paling dasar adalah

menjelmakan pemikiran ke dalam alam kehidupan dan penjelmaan tersebut menjadi landasan

untuk suatu perbuatan.

Karakteristik Bahasa Jurnalistik

Secara spesifik, bahasa jurnalistik dapat dibedakan menurut bentuknya, yaitu bahasa jurnalistik

surat kabar, bahsa jurnalistik tabloid, bahasa jurnalistik majalah, bahasa jurnalistik radio siaran,

bahasa jurnalistik televisi, dan bahasa jurnalistik media on line internet.

Dalam buku yang lain terdapat 11 ciri utama bahasa jurnalistik yang berlaku untuk semua bentuk

media. Dalam buku Drs. AS Haris Sumadiria M.Si, ditambahkan 6 ciri utama lagi sehingga

semuanya menjadi 17, yakni sederhana, singkat, padat, lugas, jelas, jernih, menarik, demokratis,

populis, logis, gramatikal, menghindari kata tutur, menghindari kata dan istilah asing, pilihan

kata (diksi) yang tepat mengutamakan kalimat aktif, sejauh mungkin menghindari penggunaan

kata atau istilah-istilah teknis dan tunduk kepada kaidah etika (Sumadiria, 2005:53-61)

Pengertian dan definisi bahasa jurnalistik

Bahasa jurnalistik menurut pengertian merupakan sarana untuk menyampaikan informasi.

Pengguna bahasa yang baik dan benar sangat menentukan sampainya informasi itu kepada

khalayak (pembaca, pendengar, penonton) secara jelas. Karenanya, dunia pers atau jurnalistik

harus menggunakan bahasa yang baik dan benar agar khalayak dapat memahami informasi yang

disampaikan dengan mudah. Selain itu dunia jurnalistik juga memiliki kaidah-kaidah bahasa agar

bahasa yang digunakan lebih mudah dipahami dan tidak membosankan khalayak. Prinsipnya

bahasa jurnalistik itu harus jelas, padat, ringkas, dan lugas.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, secara Terminologi mengartikan bahasa sebagai sistem

lambang bunyi yang arbiter, yang digunakan oleh anggota suatu masyarakat untuk bekerjasama,

berinteraksi, dan mengindetifikasikan diri. Sedangkan Drs. AS Haris Sumadiria M.Si dalam

bukunya yang berjudul “Bahasa Jurnalistik panduan praktis penulis dan jurnalis” mendefinisikan

jurnalistik secara teknis, adalah kegiatan yang menyiapkan, mencari, mengumpulkan, mengolah,

menyajikan, dan menyebar luaskan berita melalui media massa berkala kepada khalayak

seluas-luasnya dengan secepat-cepatnya.

[1]

Nah jadi, bahasa jurnalistik menurut Drs. AS Haris Sumadiria M.Si dalam bukunya yang sama

adalah sebagai bahasa yang digunakan oleh para wartawan, redaktur, atau pengelola media massa

dalam menyusun dan menyajikan, memuat, menyiarkan dan menayangkan berita serta laporan

peristiwa atau pernyataan yang benar, aktual, penting dan atau menarik dengan tujuan agar

mudah dipahami isinya dan cepat ditangkap maknanya.

[2]

(3)

Menurut Suhaimi M.Si dan Rulli Nasrullah M.Si bahasa jurnalistik Bermula dari abad ke-19

setelah manusia melakukan revolusi industri, mereka menyempurnakan berbagai teknologi untuk

membantu kehidupan mereka. Antara pabrik dengan pertanian pun disambungkan. Manusia tidak

lagi hanya melakukan komunikasi antarpribadi dan kelompok. Teknologi komunikasi

mempertemukan manusia melalui industri telepon, surat kabar, majalah, fotografi, radio, film,

televisi, komputer dan satelit serta internet. Manusia kini berada dalam abad informasi.

Bahasa pers menjadi satu alat. Bahasa, di dalam kehidupan jurnalistik, tidak lagi sekedar sarana

penghantar pesan melainkan menjadi daya dorong lain. Dalam perkembangannya, memengaruhi

kegiatan pers sampai ke tingkat pengepingan realitas peristiwa berita. Tata nilai dan norma

bahasa jurnalistik menjadi kelembagaan bahasa yang unik, dan bila dipolakan, menginduksi

wacana masyarakat ketika menempatkan perspektif atas realitas.

Bahasa jurnalistik sebagai salah satu variasi Bahasa Indonesia tampak jelas kegunaanya bagi

masyarakat yang mendengarkan informasi dari radio setiap hari, membaca berita koran, tabloid

dan majalah setiap jam, menyaksikan tayangan televisi yang melaporkan berbagai peristiwa yang

terjadi di berbagai belahan bumi. Semua berita dan laporan itu disajikan dalam bahasa yang

mudah dipahami oleh khalayak, mereka seolah-olah diajak untuk menyaksikan berbagai

peristiwa secara langsung. Dengan demikian bahasa jurnalistik itu menjadi bagian tak

terpisahkan dalam karya jurnalistik.

Dan akhirnya, Sepanjang tahun 1960-an di Amerika Serikat muncul para perintis jurnalisme baru

yang merasa bosan dengan tatakerja jurnalisme lama yang dianggap kaku dan membatasi gerak

wartawan pada tekhnik penulisan dan bentuk laporan berita. Mereka melakukan inovasi dalam

penyajian dan peliputan berita yang lebih dalam dan menyeluruh. Pada era jurnalisme baru saat

ini para wartawan dapat berfungsi menciptakan opini public dan meredam konflik yang terjadi di

tengah masyarakat.

[3]

C. Fungsi utama Bahasa Jurnalistik

Menurut seorang pakar bahasa terkemuka, fungsi bahasa dapat diturunkan dari dasar dan motif

pertumbuhan bahasa itu sendiri. Diantaranya adalah:

[4]

1. Alat untuk menyatakan ekspresi diri

Unsur-unsur yang mendorong ekspresi : agar menarik perhatian orang lain terhadap kita,

keinginan untuk membebaskan diri kita dari semua tekanan emosi.

2. Alat komunikasi

Komunikasi merupakan akibat lebih jauh dari ekspresi diri. Sebagai alaat komunikasi, bahasa

merupakan saluran perumusan maksud kita, melahirkan perasaan kita dan memungkinkan kita

menciptakan kerja sama dengan warga.

3. Alat mengadakan integerasi dan adaptasi sosial

Melalui bahasa, setiap anggota masyarakat perlahan-lahan belajar mengenal segala adat-istiadat,

tingkah laku, dan tata krama masyarakatnya. Ia mencoba menyesuaikan diri (adaptasi) dengan

semuanyaa melalui bahasa.

4. Alat menagadakan kontrol sosial

Kontrol sosial adalah usaha untuk mempengaruhi tingkah laku dan tindak-tanduk orang lain.

Tingkah laku itu ada yang bersifat terbukaa (overt: tingkah laku yang diamati atau observasi) dan

bersifat tertutup (covert: tingkah laku yang tidak dapat diobservasi). Semua kegiatan sosial akan

berjalan dengan baik karena dapat diatur dengan bahasa yang baik.

Marshall McLuhan sebagai penggagas teori “Medium is the message” menyatakan bahwa setiap

media mempunyai tatabahasanya sendiri yakni seperangkat peraturan yang erat kaitannya dengan

berbagai alat indra dalam hubungannya dengan penggunaan media. Setiap tata bahasa media

memiliki kecenderungan (bias) pada alat indra tertentu. Oleh karenanya media mempunyai

pengaruh yang berbeda pada perilaku manusia yang menggunakannya (Rakhmat, 1996: 248).

Secara lebih seksama bahasa jurnalistik dapat dibedakan pula berdasarkan bentuknya menurut

media menjadi bahasa jurnalistik media cetak, bahasa jurnalistik radio, bahasa jurnalistik televisi

dan bahasa jurnalistik media online internet. Bahasa jurnalistik media cetak, misalnya, kecuali

harus mematuhi kaidah umum bahasa jurnalistik, juga memiliki ciri-ciri yang sangat khusus yang

membedakannya dari bahasa jurnalistik radio, bahasa jurnalistik TV, dan bahasa jurnalistik

media online internet.

(4)

gramatikal, menghindari kata tutur, menghindari kata dan istilah asing, pilihan kata. (diksi) yang

tepat, mengutamakan kalimat aktif, sejauh mungkin menghindari pengunaan kata atau

istilah-istilah teknis, dan tunduk kepada kaidah etika (Sumadiria, 2005:53-61). Berikut perincian

penjelasannya.

1. Sederhana

Sederhana berarti selalu mengutamakan dan memilih kata atau. kalimat yang paling banyak

diketahui maknanya oleh khalayak pembaca yang sangat heterogen, baik dilihat dari tingkat

intelektualitasnya maupun karakteristik demografis dan psikografisnya. Kata-kata dan kalimat

yang rumit, yang hanya dipahami maknanya oleh segelintir orang, tabu digunakan dalam bahasa

jurnalistik.

2. Singkat

Singkat berarti langsung kepada pokok masalah (to the point), tidak bertele-tele, tidak

berputar-putar, tidak memboroskan waktu pembaca yang sangat berharga. Ruangan atau kapling yang

tersedia pada kolom-¬kolom halaman surat kabar, tabloid, atau majalah sangat terbatas,

sementara isinya banyak dan beraneka ragam. Konsekwensinya apa pun pesan yang akan

disampaikan tidak boleh bertentangan dengan filosofi, fungsi, dan karakteristik pers.

3. Padat

Menurut. PatmonoSK, redaktur senior Sinar Harapan dalam buku Teknik Jurnalislik (1996: 45),

padat dalam bahasa jurnalistik berarti sarat informasi. Setiap kalimat dan paragrap yang ditulis

memuat banyak informasi penting dan menarik untuk khalayak pembaca. Ini berarti terdapat

perbedaan yang tegas antara kalimat singkat dan kalimat padat. Kalinat yang singkat tidak berarti

memuat banyak informasi. Sedangkan kaliamat yang padat, kecuali singkat juga mengandung

lebih banyak informasi.

4. Lugas

Lugas berarti tegas, tidak ambigu, sekaligus menghindari eufemisme atau penghalusan kata dan

kalimat yang bisa membingunglian khalayak pembaca sehingga terjadi perbedaan persepsi dan

kesalahan konklusi. Kata yang lugas selalu menekankan pada satu arti serta menghindari

kemungkinan adanya penafsiran lain terhadap arti dan makna kata tersebut.

5. Jelas

Jelas berarti mudah ditangkap maksudnya, tidak baur dan kabur. Sebagai contoh, hitam adalah

wara yang jelas. Putih adalah warna yang jelas. Ketika kedua warna itu disandingkan, maka

terdapat perbedaan yang tegas mana disebut hitam, mana pula yang disebut putih. Pada. Kedua

warna itu sama sekali tidak ditemukan nuansa warna abu-abu. Perbedaan warna hitam dan putih

melahirkan kesan kontras. Jelas di sini mengandung tiga arti: jelas artinya, jelas susunan kata

atau kalimatnya sesuai dengan kaidah subjek-objek-predikat- keterangan (SPOK), jelas sasaran

atau maksudnya.

6.Jernih

Jernih berarti bening, tembus pandang, transparan, jujur, tulus, tidak menyembunyikan sesuatu

yang lain yang bersifat negatif seperti prasangka atau fitnah. Sebagai bahan bandingan, kita

hanya dapat menikmati keindahan ikan hias arwana atau oscar hanya pada akuarium dengan air

yang jernih bening. Oscar dan arwana tidak akan melahirkan pesona yang luar biasa apabila

dimasukkan ke dalam kolam besar di persawahan yang berair keruh.

Dalam pendekatan analisis wacana, kata dan kalimat yang jernih berarti kata dan kalimat yang

tidak memiliki agenda tersembunyi di balik pemuatan suatu berita atau laporan kecuali fakta,

kebenaran, kepentingan public. Dalam bahasa kiai, jermh berarti bersikap berprasangka baik

(husnudzon) dan sejauh mungkin menghindari prasangka buruk (suudzon). Menurut orang

komunikasi, jernih berarti senantiasa mengembangkan pola piker positif (positive thinking) dan

menolak pola pikir negative (negative thinking). Hanya dengan pola pikir positif kita akan dapat

melihat semua fenomena dan persoalan yang terdapat dalam masyarakat dan pemerintah dengan

kepala dingin, hati jernih dan dada lapang.

(5)

7. Menarik

Bahasa jurnalistik harus menarik. Menarik artinya mampu membangkitkan minat dan perhatian

khalayak pembaca, memicu selera baca, serta membuat orang yang sedang tertidur, terjaga

seketika. Bahasa jurnalistik berpijak pada prinsip: menarik, benar, dan baku.

Bahasa ilmiah merujuk pada pedoman: benar dan baku saja. Inilah yang menyebabkan

karya-karya ilmiah lebih cepat melahirkan rasa kantuk ketika dibaca daripada memunculkan semangat

dan rasa penasaran untuk disimak lebih lama. Bahasa jurnalistik hasil karya wartawan, sementara

karya ilmiah hasil karya ilmuwan. Wartawan sering juga disebut seniman.

Bahasa jurnalistik menyapa khalayak pembaca dengan senyuman atau bahkan cubitan sayang,

bukan dengan mimik muka tegang atau kepalan tangan dengan pedang. Karena itulah, sekeras

apa pun bahasa jurnalistik, ia tidak akan dan tidak boleh membangkitkan kebencian serta

permusuhan dari pembaca dan pihak mana pun. Bahasa jurnalistik memang harus provokatif

tetapi tetap merujuk kepada pendekatan dan kaidah normatif. Tidak semena-mena, tidak pula

bersikap durjana. Perlu ditegaskan salah satu fungsi pers adalah edukatif. Nilai dan nuansa

edukatif itu, juga harus tampak pada bahasa jurnalistik pers.

8. Demokratis

Salah satu ciri yang paling menonjol dari bahasa jurnalistik adalah demokratis. Demokratis

berarti bahasa jurnalistik tidak mengenal tingkatan, pangkat, kasta, atau perbedaan dari pihak

yang menyapa dan pihak yang disapa sebagaimana di jumpai dalam gramatika bahasa Sunda dan

bahasa Jawa. Bahasa jurnalistik menekankan aspek fungsional dan komunal, sehingga

samasekali tidak dikenal pendekatan feudal sebagaimana dijumpai pada masyarakat dalam

lingkungan priyayi dan kraton.

Bahasa jurnalistik memperlakukan siapa pun apakah presiden atau tukang becak, bahkan

pengemis dan pemulung secara sama.Kalau dalam berita disebutkan presiden mengatakan, maka

kata mengatakan tidak bisa atau harus diganti dengan kata bersabda. Presiden dan pengemis

keduanya tetap harus ditulis mengatakan. Bahasa jurnalistik menolak pendekatan diskriminatif

dalam penulisan berita, laporan, gambar, karikatur, atau teks foto.

Secara ideologis, bahasa jurnalistik melihat setiap individu memiliki kedudukan yang sama di

depan hukum schingga orang itu tidak boleh diberi pandangan serta perlakuan yang berbeda.

Semuanya sejajar dan sederajat. Hanya menurut perspektif nilai berita (news value) yang

membedakan diantara keduanya. Salah satu penyebab utama mengapa bahasa Indonesia dipilih

dan ditetapkan sebagai bahasa negara, bahasa pengikat persatuan dan kesatuan bangsa, karena.

bahasa Melayu sebagai cikal bakal bahasa Indonesia memang sangat demokratis. Sebagai

contoh, prisiden makan, saya makan, pengemis makan, kambing makan.

9. Populis

Populis berarti setiap kata, istilah, atau kalimat apa pun yang terdapat dalam karya-karya

jurnalistik harus akrab di telinga, di mata, dan di benak pikiran khalayak pembaca, pendengar,

atau. pemirsa. Bahasa jurnalistik harus merakyat, artinya diterima dan diakrabi oleh semua

lapisan masyarakat. Mulai dari pengamen sampai seorang presiden, para pembantu rumah tangga

sampai ibu-ibu pejabat dharma wanita. Kebalikan dari populis adalah elitis. Bahasa yang elitis

adalah bahasa yang hanya dimengerti dan dipahami segelintir kecil orang saja, terutama mereka

yang berpendidikan dan berkedudukan tinggi.

10. Logis

Logis berarti apa pun yang terdapat dalam kata, istilah, kalimat, atau paragraph jurnalistik harus

dapat diterima dan tidak bertentangan dengan akal sehat (common sense). Bahasa jurnalistik

harus dapat diterima dan sekaligus mencerminkan nalar. Di sini berlaku hokum logis. Sebagai

contoh, apakah logis kalau dalam berita dikatakan: jumlah korban tewas dalam musibah longsor

dan banjir banding itu 225 orang namun sampai berita ini diturunkan belum juga melapor..

Jawabannya tentu saja sangat tidak logis, karena mana mungkin korban yang sudah tewas, bisa

melapor?

Menurut salah seorang wartawan senior Kompas dalam bukunya yang mengupas masalah

kalimat jumalistik, dengan berbekal kemampuan menggunakan logika (silogisme), seorang

wartawan akan lebih jeli menangkap suatu keadaan, fakta, persoalan, ataupun pernyataan

seorang sumber berita. Ia akan lebih kritis, tidak mudah terkecoh oleh sumber berita yang

mengemukakan peryataan atau keterangan dengan motif-mo¬tif tertentu (Dewabrata, 2004:76).

11. Gramatikal

(6)

dengan ketentuan tata bahasa serta pedoman ejaan yang disempurnakan berikut pedoman

pembentukan istilah yang menyertainya. Bahasa baku adalah bahasa yang paling besar

pengaruhnya dan paling tinggi wibawanya pada suatu bangsa atau kelompok masyarakat. Contoh

berikut adalah bahasa jurnalistik nonbaku atau tidak gramatikal: Ia bilang, presiden menyetujui

anggaran pendidikan dinaikkan menjadi 15 persen dari total APBN dalam tiga tahun ke depan.

Contoh bahasa jumalistik baku atau gramatikal: Ia mengatakan, presiden menyetujui anggaran

pendidikan dinaikkan menjadi 25 persen dari total APBN dalam lima tahun ke depan.

12. Menghindari kata tutur

Kata tutur ialah kata yang biasa digunakan dalam percakapan sehari-hari secara informal. Kata

tutur ialah kata-kata yang digunakan dalam percakapan di warung kopi, terminal, bus kota, atau

di pasar. Setiap orang bebas untuk menggunakan kata atau istilah apa saja sejauh pihak yang

diajak bicara memahami maksud dan maknanya. Kata tutur ialah kata yang hanya menekankan

pada pengertian, sama sekali tidak memperhatikan masalah struktur dan tata bahasa. Contoh

kata-kata tutur: bilang, dilangin, bikin, diksih tahu, mangkanya, sopir, jontor, kelar, semangkin.

13. Menghindari kata dan istilah asing

Berita ditulis untuk dibaca atau didengar. Pembaca atau pendengar harus tahu arti dan makna

setiap kata yang dibaca dan didengarnya. Berita atau laporan yang banyak diselipi kata-kata

asing, selain tidak informatif dan komunikatif juga membingungkan.

Menurut teori komunikasi, khalayak media massa anonym dan heterogen. tidak saling mengenal

dan benar-benar majemuk, terdiri atas berbagai suku bangsa, latar belakang sosial-ekonomi,

pendidikan, pekerjaan, profesi dan tempat tinggal. Dalam perspektif teori jurnalistik,

memasukkan kata atau istilah asing pada berita yang kita tulis, kita udarakan atau kita tayangkan,

sama saja dengan sengaja menyebar banyak duri di tengah jalan. Kecuali menyiksa diri sendiri,

juga mencelakakan orang lain.

14. Pilihan kata (diksi) yang tepat

Bahasa jurnalistik sangat menekankan efektivitas. Setiap kalimat yang disusun tidak hanya harus

produktif tetapi juga tidak boleh keluar dari asas efektifitas. Artinya setiap kata yang dipilih,

memang tepat dan akurat sesuai dengan tujuan pesan pokok yang ingin disampaikan kepada

khlayak. Pilihan kata atau diksi, dalam bahasa jurnalistik, tidak sekadar hadir sebagai varian

dalam gaya, tetapi juga sebagai suatu keputusan yang didasarkan kepada pertimbangan matang

untuk mencapai efek optimal terhadap khalayak.

Pilihan kata atau diksi yang tidak tepat dalam setiap kata jurnalistik, bisa menimbulkan akibat

fatal. Seperti ditegaskan seorang pakar bahasa terkemuka, pengertian pilihan kata atau diksi jauh

lebih luas dari apa yang dipantulkan oleh jalinan kata itu. Istilah ini bukan saja digunakan untuk

menyatakan kata-kata mana yang dipakai untuk mengungkapkan suatu ide atau gagasan, tetapi

juga meliputi persoalan fraseologi, gaya bahasa, dan ungkapan. Fraseologi mencakup persoalan

kata-kata dalam pengelompokan atau susunannya, atau yang menyangkut cara-cara yang khusus

berbentuk ungkapan-ungkapan. Gaya bahasa sebagai bagian dari diksi bertalian dengan

ungkapan-ungkapan yang individual atau karakteristik, atau yang memiliki nilai arstistik yang

tinggi (Keraf, 2004:22-23).

15. Mengutamakan kalimat aktif

Kalimat akiff lebih mudah dipahami dan lebih disukai oleh khalayak pembaca daripada kalimat

pasif. Sebagai contoh presiden mengatakan, bukan dikatakan oleh presided.Contoh lain, pencuri

mengambil perhiasan dari dalam almari pakaian, dan bukan diambilnya perhiasan itu dari dalam

almari pakaian oleh pencuri. Bahasa jurnalistik harus.jelas susunan katanya, dan kuat maknanya

(clear and strong). Kalimat aktif lebih memudahkan pengertian dan memperjelas pemahaman.

Kalimat pasif sering menyesatkan pengertian dan mengaburkan pemahaman.

16. Menghindari kata atau istilah teknis

Karena ditujukan untuk umum, maka bahasa jurnalistik harus sederhana, mudah dipahami,

ringan dibaca, tidak membuat kening berkerut apalagi sampai membuat kepala berdenyut. Salah

satu cara untuk itu ialah dengan menghindari penggunaan kata atau istilah-istilah teknis.

Bagaimanapun kata atau istilah teknis hanya berlaku untuk kelompok atau komunitas tertentu

yang relatif homogen. Realitas yang homogen, menurut perspektif filsafat bahasa tidak boleh

dibawa ke dalam realitas yang heterogen. Kecuali tidak efelitf, juga mengandung unsur

pemerkosaan.

(7)

dipaksakan untuk dimuat dalam berita, laporan, atau tulisan pers. Supaya mudah dicerna dan

mudah dipahami maksudnya, maka istilah-istilah teknis itu harus diganti dengan istilah yang bisa

dipahami oleh masyarakat umum. Kalaupun tak terhindarkan, maka istilah teknis itu harus

disertai penjelasan dan ditempatkan dalam tanda kerung.

Surat kabar, tabloid, atau majalah yang lebih banyak memuat kata atau istilah teknis,

mencerminkan media itu : (1) kurang melakukaii pembinaan dan pelatihan terhadap

wartawannya yang malas, (2) tidak memiliki editor bahasa, (3) tidak memiliki buku panduan

peliputan dan penulisan berita serta laporan, atau (4) tidak memiliki sikap profesional. dalam

mengelola penerbitan pers yang berkualitas.

17. Tunduk kepada kaidah etika

Salah satu fungsi utama pers adalah edukasi, mendidik (to educated), Fungsi ini bukan saja

harus, tercermin pada materi isi berita, laporan, gambar, dan artikel-aritikelnya, melainkan juga

harus tampak pada bahasanya. Pada bahasa tersimpul etika. Bahasa tidak saja mencerminkan

pikiran tapi sekaligus juga menunjukkan etika orang itu.

Dalam menjalankan fungsinya mendidik khalayak, pers wajib menggunakan serta tunduk kepada

kaidah dan etika bahasa baku. Bahasa pers harus baku, benar, dan baik. Dalam etika berbahasa,

pers tidak boleh menuliskan kata-kata yang tidak sopan, vulgar, sumpah serapah, hujatan dan

makian yang sangat jauh dari norma sosial budaya agama. Pers juga tidak boleh menggunakan

kata-kata porno dan berselera rendah lainnya dengan maksud untuk membangkitkan asosiasi

serta fantasi seksual khalayak pembaca.

Referensi

Dokumen terkait

• Harga Satuan Bangunan Gedung Negara (HSBGN) adalah standar harga satuan tertinggi untuk biaya pelaksanaan kontruksi fisik per-m 2   pembangunan. bangunan gedung negara

Dengan dua slot kartu SIM, X710 Anda dapat menggunakan dua kartu SIM, atau dua nomor telepon pada satu ponsel. Anda dapat mengakses, atau memilih untuk mengirim panggilan dan pesan

hal ini disebabkan o-leh beban yang diterima spesimen saat pengujian impak berlawanan dengan arah serat (tranverse stress) sehingga patahan yang terjadi hanya pada bagian

Metode perancangan dalam skripsi ini adalah berupa penjelasan dari Proses merancang, yang disertai dengan data-data yang di dapat dari studi literatur mau pun studi

Hasil penelitian menunjukan bahwa tablet Parasetamol generik dan non generik dengan parameter keragaman bobot, kekerasan, friabilitas, dan waktu hancur

Biaya perolehan aset tetap lainnya menggambarkan seluruh biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh aset tersebut sampai siap pakai. Biaya perolehan aset tetap lainnya yang

Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LKjIP) tahun 2020 ini disusun dengan tujuan untuk mengevaluasi kegiatan yang telah dilaksanakan dalam satu tahun sebagai perumusan

Konsep ini diimplementasikan dalam berbagai aktivitas, meliputi pemenuhan regulasi dan menghilangkan komplain (zero complaint), meminimalkan resiko kerusakan