• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisa Volume, pH dan Kadar Ion Kalsium Saliva Yang Distimulasi Pada Pecandu Ganja di Pusat Rehabilitasi Insyaf Medan Tahun 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisa Volume, pH dan Kadar Ion Kalsium Saliva Yang Distimulasi Pada Pecandu Ganja di Pusat Rehabilitasi Insyaf Medan Tahun 2014"

Copied!
142
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISA VOLUME, pH DAN KADAR ION KALSIUM

SALIVA YANG DISTIMULASI PADA PECANDU

GANJA DI PUSAT REHABILITASI INSYAF

MEDAN TAHUN 2014

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh :

BEACTRIS LAMRIA NIM. 100600060

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

Fakultas Kedokteran Gigi Bagian Biologi Oral Tahun 2014

Beactris Lamria

Analisa Volume, pH dan Kadar Ion Kalsium Saliva Yang Distimulasi Pada Pecandu Ganja di Pusat Rehabilitasi Insyaf Medan Tahun 2014

xii + 68 halaman

Ganja adalah tanaman Cannabis sativa yang dikeringkan dan mengandung

Delta-9-tetrahydrocannabinol (THC) yang bersifat psikoaktif. Penyalahgunaan ganja di Sumatera Utara tahun 2011 mencapai 846 kasus. Penyalahgunaan ganja mengakibatkan masalah kesehatan rongga mulut, salah satunya akibat perubahan sekresi

saliva pada pecandu ganja. Ganja dapat menyebabkan defisit fungsi fisiologis bahkan setelah berhenti mengonsumsi ganja. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan mengonsumsi ganja dengan volume, pH dan kadar ion kalsium saliva yang distimulasi pada mantan pecandu ganja di pusat rehabilitasi Insyaf Medan tahun 2014. Jenis penelitian yang digunakan adalah observasional analitik dengan rancangan cross sectional. Subjek yang diteliti adalah sebanyak 40 orang yang terdiri dari 30 orang mantan pecandu ganja dan 10 orang tanpa riwayat konsumsi ganja sebagai kelompok kontrol. Hasil penelitian ini menunjukkan terjadinya penurunan volume dan kadar ion kalsium saliva yang distimulasi pada pecandu ganja dibandingkan dengan kelompok kontrol. Kesimpulan dari penelitian ini menunjukkan adanya hubungan mengonsumsi ganja dengan penurunan volume dan kadar ion kalsium saliva yang distimulasi antara kelompok mantan pecandu ganja dibandingkan dengan kelompok kontrol dan hal ini dipengaruhi oleh frekuensi, durasi dan lamanya berhenti mengonsumsi ganja. Tidak adanya hubungan mengonsumsi ganja pH saliva yang distimulasi antara kelompok mantan pecandu ganja dibandingkan dengan kelompok kontrol dan hal ini tidak dipengaruhi oleh frekuensi, durasi dan lamanya berhenti mengonsumsi ganja.

(3)

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujuai untuk dipertahankan dihadapan tim penguji skripsi

Medan, 16 Mei 2014

Pembimbing: Tanda tangan,

(4)

TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji Pada tanggal 16 Mei 2014

TIM PENGUJI

KETUA : Rehulina Ginting, drg., MSi ANGGOTA : 1. Lisna Unita R., drg., M.Kes

(5)

iv

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran Gigi di Fakultas Kedokteran Gigi Sumatera Utara.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada Rehulina Ginting, drg., Msi., selaku Ketua Departemen Biologi Oral Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara, juga selaku dosen pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan masukan, bimbingan, arahan, saran dan waktu yang sangat berguna dalam meningkatkan semangat dan motivasi penulis untuk penyelesaian skripsi ini. Pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof.Nazruddin , drg., Sp. Ort, Ph.D selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

2. Seluruh staf pengajar Departemen Biologi Oral Fakultas Kedokeran Gigi USU yang telah memberikan saran, masukan dan semangat dalam penyelesaian skripsi.

3. Staf Departemen Biologi Oral, khususnya Kak Ngaisah dan Kak Dani yang telah membantu dalam hal administrasi penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

4. Eddy Anwar Ketaren, drg., Sp.BM selaku Dosen Pembimbing Akademis yang telah membimbing dan mengarahkan penulis selama menjalani pendidikan di Fakultas Kedokteran Gigi USU.

5. Seluruh Staf Pengajar Fakultas Kedokteran Gigi USU atas bimbingan yang telah diberikan selama penulis menjalankan kuliah.

(6)

v

7. Mantan pecandu ganja di Panti Sosial Parmadi Putra (PSPP) Insyaf Medan yang telah bersedia menyediakan waktu untuk menjadi sampel penelitian.

8. Bu Maya Fitria yang telah memberikan waktu dan bimbingan dalam rancangan penelitian dan pengolahan data.

9. Teristimewa kepada kedua orang tua penulis tercinta yaitu S. Simanjuntak dan D. Siagian serta kakak dan adik penulis yaitu Barlyra Angelia S., A.R. Deborasari S. dan Martin Wirajati S. yang selalu mendoakan, memberikan dukungan moril, semangat maupun materil selama ini.

10. Sahabat-sahabat terbaik penulis yaitu Uli, Jheny, Ajeng, Haifa, Winda, Titin, Emal, Dani, Jessica, Yohanes, Ricardo, Faber, Sondi yang telah bersedia meluangkan waktu dalam membantu penelitian. Serta senior dan teman-teman stambuk 2010 lainnya terutama yang membuat skripsi di Departemen Biologi Oral yaitu Kak Femy, Kak Anita, Kak Tellia, Kak Sri, Bang Wanda, Bang Aulia, Eka, Elin, Swee Fan, Ervi, Cindy, May, Michelle, Aryani, Joseph, Josua yang telah memberi semangat tiada henti kepada penulis.

Akhir kata, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan sumbangan pikiran yang berguna bagi fakultas, pengembangan ilmu dan bermanfaat bagi masyarakat. Akhirnya tiada lagi yang dapat penulis ucapkan selain ucapan syukur sedalam-dalamnya kepda Tuhan Yang Maha Esa.

Medan, 16 Mei 2014

Penulis,

\

(...) Beactris Lamria Simanjuntak

(7)

vi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

(8)

vii

2.5.3 Pengaruh Ganja Terhadap ion kalsium dalam saliva ... 23

2.6 Kerangka Teori ... 25

2.7 Kerangka Konsep ... 26

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 27

3.7.6 Pengukuran Kadar Ion Kalsium Saliva Yang Distimulasi ... 34

3.7.6.1 Penentuan Linearitas Kurva Kalibrasi Larutan Baku Kalsium ... 34

3.7.6.2 Pengukuran Kadar Ion Kalsium Sampel ... 35

3.8 Pengolahan Dan Analisis Data ... 37

3.9 Kerangka Penelitian ... 38

(9)

viii

BAB 5 PEMBAHASAN ... 50 BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 63

DAFTAR PUSTAKA ... 64

(10)

ix

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1 Persentase Distribusi Frekuensi Karakteristik

Umum Subjek Yang Diteliti ... 39 2 Hubungan Mengonsumsi Ganja Dengan Volume, pH

dan Kadar Ion Kalsium Saliva Yang Distimulasi Antara Kelompok Mantan Pecandu Ganja

dan Kelompok Kontrol ... 42 3 Hubungan Frekuensi Mengonsumsi Ganja Dengan Volume,

pH dan Kadar Ion Kalsium Saliva Yang Distimulasi Antara Kelompok Mantan Pecandu Ganja

dan Kelompok Kontrol ... 44 4 Hubungan Durasi Mengonsumsi Ganja Dengan Volume,

pH dan Kadar Ion Kalsium Saliva Yang Distimulasi Antara Kelompok Mantan Pecandu Ganja

dan Kelompok Kontrol ... 46 5 Hubungan Lamanya Berhenti Mengonsumsi Ganja Dengan Volume,

pH dan Kadar Ion Kalsium Saliva Yang Distimulasi Antara Kelompok Mantan Pecandu Ganja

(11)

x

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1 Tanaman Cannabis sativa dan sediaan ganja ... 9

2 Struktur kimia Delta-9-tetrahydrocannabinol (THC) ... 9

3 Konsumsi ganja dengan cara dilinting ... 10

4 Pipa air atau bong ... 11

5 Lokasi reseptor cannabinoid di otak ... 13

6 Pengaruh ganja terhadap kesehatan sistemik ... 15

7 Gambaran karies pada pecandu ganja ... 16

8 Lesi leukoplakia pada lateral lidah pecandu ganja ... 18

9 Letak anatomi kelenjar saliva mayor ... 19

10 Pengumpulan saliva yang distimulasi ... 33

11 Pengukuran volume saliva yang distimulasi ... 34

12 Pengukuran pH saliva yang distimulasi ... 34

(12)

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1. Skema Alur Pikir 2. Kuesioner Penelitian

3. Lembar Penjelasan Kepada Subjek Penelitian 4. Surat Persetujuan Komisi Etik Penelitian 5. Surat Keterangan Selesai Penelitian 6. Lembar Hasil Penelitian

(13)

Fakultas Kedokteran Gigi Bagian Biologi Oral Tahun 2014

Beactris Lamria

Analisa Volume, pH dan Kadar Ion Kalsium Saliva Yang Distimulasi Pada Pecandu Ganja di Pusat Rehabilitasi Insyaf Medan Tahun 2014

xii + 68 halaman

Ganja adalah tanaman Cannabis sativa yang dikeringkan dan mengandung

Delta-9-tetrahydrocannabinol (THC) yang bersifat psikoaktif. Penyalahgunaan ganja di Sumatera Utara tahun 2011 mencapai 846 kasus. Penyalahgunaan ganja mengakibatkan masalah kesehatan rongga mulut, salah satunya akibat perubahan sekresi

saliva pada pecandu ganja. Ganja dapat menyebabkan defisit fungsi fisiologis bahkan setelah berhenti mengonsumsi ganja. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan mengonsumsi ganja dengan volume, pH dan kadar ion kalsium saliva yang distimulasi pada mantan pecandu ganja di pusat rehabilitasi Insyaf Medan tahun 2014. Jenis penelitian yang digunakan adalah observasional analitik dengan rancangan cross sectional. Subjek yang diteliti adalah sebanyak 40 orang yang terdiri dari 30 orang mantan pecandu ganja dan 10 orang tanpa riwayat konsumsi ganja sebagai kelompok kontrol. Hasil penelitian ini menunjukkan terjadinya penurunan volume dan kadar ion kalsium saliva yang distimulasi pada pecandu ganja dibandingkan dengan kelompok kontrol. Kesimpulan dari penelitian ini menunjukkan adanya hubungan mengonsumsi ganja dengan penurunan volume dan kadar ion kalsium saliva yang distimulasi antara kelompok mantan pecandu ganja dibandingkan dengan kelompok kontrol dan hal ini dipengaruhi oleh frekuensi, durasi dan lamanya berhenti mengonsumsi ganja. Tidak adanya hubungan mengonsumsi ganja pH saliva yang distimulasi antara kelompok mantan pecandu ganja dibandingkan dengan kelompok kontrol dan hal ini tidak dipengaruhi oleh frekuensi, durasi dan lamanya berhenti mengonsumsi ganja.

(14)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ganja adalah tanaman Cannabis sativa yang diolah dengan cara mengeringkan dan mengompres bagian tangkai, daun, biji dan bunganya yang mengandung banyak resin.1 Ganja juga dikenal dengan nama lain yaitu cannabis, herb, mariyuana, weed, ataupun grass.2 Ganja termasuk salah satu narkotika golongan I yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi rasa nyeri dan dapat menimbulkan efek ketergantungan.3 Ganja telah menjadi narkotika yang paling banyak diproduksi, diperdagangkan dan dikonsumsi di seluruh dunia selama beberapa dekade terakhir. Produksi ganja di dunia mencapai 13.300 hingga 66.100 ton per tahun. Indonesia merupakan produsen ganja kedua terbesar di dunia setelah India dengan luas lahan ganja sekitar 422 hektar. Ganja dikonsumsi oleh 75% pecandu narkotika di dunia dengan jumlah pecandu sekitar 119 hingga 224 juta orang.4 Di Indonesia, jumlah pecandu ganja pada tahun 2007 mencapai 9000 orang atau setara dengan 25% dari total pecandu narkotika dan menurut Badan Narkotika Nasional untuk kawasan Sumatera Utara, penyalahgunaan ganja mencapai 846 kasus pada tahun 2011.5-6 PSPP Insyaf Medan merupakan pusat rehabilitasi sosial khusus laki-laki dan memiliki program masa rehabilitasi selama sembilan bulan. Menurut Badan Kesehatan Dunia, dengan mengonsumsi ganja secara teratur maka seseorang akan mengalami ketergantungan dan disebut sebagai pecandu, sehingga dapat dikatakan bahwa mantan pecandu ganja merupakan orang yang sudah tidak mengonsumsi ganja secara teratur dan tidak menunjukkan tanda-tanda ketergantungan.1

(15)

paling populer dan paling sering digunakan karena lebih praktis serta dapat menimbulkan efek lebih cepat.7 Di dalam ganja terdapat 400 substansi aktif atau semi aktif, diantaranya adalah lebih dari 60 substansi bahan kimia aktif yang disebut dengan cannabinoid. Delta-9-tetrahydrocannabinol (THC) merupakan salah satu cannabinoid yang paling penting dan memiliki sifat psikoaktif. Tanaman Cannabis sativa pada umumnya mengandung 150 mg THC.8-10 Kandungan THC juga bervariasi sesuai dengan cara pengolahannya, di dalam ganja terdapat sekitar 4–8 % THC dari total cannabinoid.1 Efek THC dalam tubuh bergantung pada dosis yang diterima seseorang, dosis penggunaan THC yaitu 5–25 mg.9 Ganja yang disalahgunakan dan dikonsumsi lebih dari dosisnya akan menimbulkan masalah kesehatan dan mempengaruhi struktur dan fungsi otak, sistem kardiovaskular, sistem pernafasan, serta sistem reproduksi.2,7,8,9,11 Ganja mempengaruhi sistem tubuh manusia melalui ikatan THC dengan reseptor cannabinoid (CB).7 Reseptor cannabinoid memiliki konsentrasi yang tinggi pada otak sehingga efek akut dari mengonsumsi ganja adalah terjadinya perubahan emosional seseorang seperti halusinasi, euforia dan relaksasi.10,11-13 Bahkan setelah berhenti mengonsumsi ganja, para mantan pecandu ganja masih mengalami defisit fungsi fisiologis dan psikologis yang keparahannya bergantung pada usia ketika mengonsumsi ganja, lamanya mengonsumsi ganja, dan jumlah ganja yang digunakan.14

(16)

sistem saraf tersebut dapat terjadi melalui dua mekanisme, baik melalui aktivasi langsung pada reseptor kelenjar saliva maupun aktivasi melalui mekanisme otak.21 Perubahan pada sekresi saliva dapat disebabkan oleh paparan radiasi, konsumsi obat-obatan terlarang dan merokok tembakau atau ganja.22

Reseptor cannabinoid juga ditemukan pada kelenjar saliva submandibula mamalia, yaitu pada sistem saluran kelenjar saliva (ductal system) dan pada sel asini. Aktivasi langsung reseptor cannabinoid pada kelenjar saliva submandibula saat mengonsumsi ganja dapat menginhibisi sekresi saliva pecandu ganja. Penelitian in vivo pada tikus yang dilakukan oleh Prestifilipo., dkk. (2006) ditemukan bahwa THC menurunkan aliran saliva dari kelenjar submandibula.21 Selain melalui aktivasi langsung, THC yang terakumulasi di sel saraf dapat menginhibisi kerja sistem saraf parasimpatis sehingga mengurangi sekresi saliva.11,23 Dalam penelitian Katterbach, dkk. (2009) 84% dari pecandu ganja mengalami mulut kering dan 91% merasa haus

setelah mengonsumsi ganja.24 Selain itu, merokok ganja dapat mereduksi oksigen rongga mulut, meningkatkan koloni bakteri anaerob dan meningkatkan keasaman rongga mulut.25 Pada saat menghisap ganja, asap pembakaran ganja yang terdiri dari karbondioksida juga dapat menurunkan pH saliva dengan cara berikatan dengan kandungan air pada saliva, mengeluarkan ion hidrogen dan membentuk asam.26 Hidroksiapatit gigi yang berkontak dengan saliva yang bersifat asam dapat menyebabkan lepasnya ion kalsium dari dalam gigi dan larut ke dalam saliva sehingga ion kalsium dalam saliva akan meningkat saat mengonsumsi ganja.27,28 Penelitian in vivo Kopach O., dkk. (2011) juga menunjukkan bahwa terjadi peningkatan konsentrasi kalsium dalam saliva tikus secara signifikan setelah 20 menit pemberian agonis THC dan bertahan selama 30 menit.29

(17)

1.2 Rumusan Masalah

Dari uraian latar belakang di atas dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Apakah ada hubungan antara konsumsi ganja dengan penurunan volume saliva yang distimulasi pada mantan pecandu ganja di pusat rehabilitasi Insyaf Medan tahun 2014?

2. Apakah rerata volume saliva yang distimulasi pada mantan pecandu ganja dipengaruhi oleh frekuensi, durasi dan lamanya berhenti mengonsumsi ganja?

3. Apakah ada hubungan antara konsumsi ganja dengan penurunan pH saliva yang distimulasi pada mantan pecandu ganja di pusat rehabilitasi Insyaf Medan tahun 2014?

4. Apakah rerata pH saliva yang distimulasi pada mantan pecandu ganja dipengaruhi oleh frekuensi, durasi dan lamanya berhenti mengonsumsi ganja?

5. Apakah ada hubungan antara konsumsi ganja dengan penurunan kadar ion kalsium saliva yang distimulasi pada mantan pecandu ganja di pusat rehabilitasi Insyaf Medan tahun 2014?

6. Apakah rerata kadar ion kalsium saliva yang distimulasi pada mantan pecandu ganja dipengaruhi oleh frekuensi, durasi dan lamanya berhenti mengonsumsi ganja?

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan konsumsi ganja dengan volume, pH dan kadar ion kalsium dalam saliva terstimulasi mantan pecandu ganja di pusat rehabilitasi Insyaf Medan tahun 2014.

1.3.2 Tujuan khusus

(18)

2. Untuk mengetahui pengaruh frekuensi, durasi dan lamanya berhenti mengonsumsi ganja terhadap rerata pH saliva yang distimulasi pada mantan pecandu ganja.

3. Untuk mengetahui pengaruh frekuensi, durasi dan lamanya berhenti mengonsumsi ganja terhadap rerata kadar ion kalsium saliva yang distimulasi pada mantan pecandu ganja.

1.4 Hipotesis Penelitian

Hipotesis pada penelitian ini adalah:

1. Ada hubungan antara konsumsi ganja dengan penurunan volume saliva yang distimulasi pada mantan pecandu ganja di pusat rehabilitasi Insyaf Medan tahun 2014.

2. Rerata volume saliva yang distimulasi pada mantan pecandu ganja dipengaruhi oleh frekuensi, durasi dan lamanya berhenti mengonsumsi ganja.

3. Ada hubungan antara konsumsi ganja dengan nilai penurunan pH saliva yang distimulasi pada mantan pecandu ganja di pusat rehabilitasi Insyaf Medan tahun 2014.

4. Rerata pH saliva yang distimulasi pada mantan pecandu ganja dipengaruhi oleh frekuensi, durasi dan lamanya berhenti mengonsumsi ganja.

5. Ada hubungan antara konsumsi ganja dengan penurunan kadar ion kalsium saliva yang distimulasi pada mantan pecandu ganja di pusat rehabilitasi Insyaf Medan tahun 2014.

6. Rerata kadar ion kalsium saliva yang distimulasi pada mantan pecandu ganja dipengaruhi oleh frekuensi, durasi dan lamanya berhenti mengonsumsi ganja

1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Manfaat Teoritis

(19)

1.5.2 Manfaat Praktis

(20)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pecandu Ganja

Pecandu narkotika adalah orang yang menggunakan atau menyalahgunakan narkotika dan dalam keadaan ketergantungan pada narkotika, baik secara fisik maupun psikis seperti yang tertulis dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1997.3 Ganja rata-rata dikonsumsi sebanyak 150–200 mg atau 5–7 linting ganja per hari. Pola konsumsi ganja secara teratur dapat meningkatkan kecenderungan seseorang untuk mengalami ketergantungan. Seseorang dikatakan ketergantungan dengan ganja atau zat tertentu apabila telah memiliki minimal tiga kriteria Diagnostic and Statical Manual of Mental Disorder-IV (DSM-IV) yang dikeluarkan oleh

AmericanPsychiatric Association pada tahun 1994, yaitu:

1. Toleransi, yaitu terjadi peningkatan kebutuhan dosis dari ganja yang dikonsumsi agar mendapatkan efek yang diinginkan atau akan terjadi penurunan efek ganja apabila digunakan terus-menerus dengan dosis yang sama.

2. Ketagihan, yaitu terjadi sindrom ketagihan pada ganja dan dengan penarikan ganja dapat mengurangi simtom-simtom ketagihan pada seseorang.

3. Ganja biasanya dikonsumsi dengan jumlah yang lebih banyak dalam jangka waktu yang lebih lama.

4. Terdapat keinginan yang persisten untuk mendapatkan ganja atau gagalnya upaya untuk mengurangi dan berhenti mengonsumsi ganja.

5. Dibutuhkan waktu yang cukup lama untuk mendapatkan ganja, menggunakan ganja dan berhenti mengonsumsi ganja.

(21)

7. Tetap mengonsumsi ganja walaupun telah mengetahui efek samping ganja terhadap kesehatan fisik dan psikologisnya dan kemungkinan terjadinya eksaserbasi dalam mengonsumsi ganja.1,30

Salah satu cara agar pecandu ganja berhenti mengonsumsi ganja yaitu dengan proses rehabilitasi. Menurut UURI No. 35 tahun 2009, terdapat dua jenis rehabilitasi, yaitu rehabilitasi medis, yang merupakan suatu proses kegiatan pengobatan secara terpadu untuk membebaskan pecandu dari ketergantungan Narkotika dan rehabilitasi sosial, yang merupakan suatu proses kegiatan pemulihan secara terpadu, baik fisik, mental maupun sosial, agar bekas pecandu ganja dapat kembali melaksanakan fungsi sosial dalam kehidupan masyarakat.3 Dapat dikatakan bahwa pecandu ganja yang menjalani masa rehabilitasi merupakan orang yang telah berhenti mengonsumsi ganja dan tidak menunjukkan tanda-tanda ketergantungan.1 Akan tetapi, pecandu ganja yang telah berhenti mengonsumsi ganja masih dapat mengalami defisit fungsi fisiologis dan psikologis akibat riwayat konsumsi ganja sebelumnya. Keparahan defisit fungsi fisiologis dan psikologis bergantung pada usia ketika mengonsumsi ganja, lamanya mengonsumsi ganja, dan jumlah ganja yang digunakan.14

2.2 Ganja

Ganja berasal dari tanaman Cannabis sativa yang ditemukan oleh Linaeus pada tahun 1735. Tanaman ini diolah dengan cara mengeringkan dan mengompres bagian tangkai, daun, biji dan bunganya yang mengandung banyak resin sehingga meghasilkan produk baru yang disebut dengan ganja. Ganja merupakan salah satu narkotika yang paling banyak beredar karena proses budidaya dan pengolahannya yang cukup mudah.1,2

Tanaman Cannabis sativa mengadung lebih dari 400 bahan kimia, termasuk 60 bahan kimia aktif yang disebut dengan cannabinoid. Cannabinoid yang terdapat pada tanaman Cannabis sativa antara lain Delta-9-tetrahydrocannabinol, Delta-8-tetrahydrocannabinol, cannabinol, dan cannabidiol. Delta-9-tetrahydrocannabinol

(22)

ganja mengandung 4–8% THC. Dewasa ini kekuatan ganja meningkat 15 kali dibanding pada tahun 1960 atau 1970 dan ganja yang berasal dari Afrika, Brazil, Meksiko dan Asia Tenggara memiliki kandungan THC sepuluh kali lebih banyak. Hal ini merupakan akibat dari manipulasi genetik dan kondisi pertumbuhan yang dilakukan pada saat budidaya ganja. 1,8-10

Gambar 1. Tanaman Cannabis sativa dan sediaan ganja.30

Gambar 2. Struktur kimia Delta-9-tetrahydrocannabinol

(THC).9

2.2.1 Cara Mengonsumsi Ganja

(23)

ganja. Namun secara umum, ganja dapat dikonsumsi dengan cara dihisap atau dihirup dan dimakan atau diminum.1,16,31

96% dari pecandu ganja mengonsumsi ganja dengan cara dihisap atau dihirup. Cara ini merupakan yang paling efisien dalam mengonsumsi ganja dan memiliki efek yang cepat pada otak sehingga pecandu ganja akan cepat merasakan euforia, halusinasi dan relaksasi. 70% ganja dihisap atau dihirup melalui lintingan ganja, 16% melaui pipa air atau bong dan 5% dengan mencampurkan ganja dengan rokok tembakau. Masyarakat Barat sering menggunakan ganja dalam bentuk lintingan ganja atau rokok ganja. Lintingan ganja terdiri dari sejumlah ganja yang dilinting dalam kertas beras silinder baik dengan cara manual atau menggunakan mesin penggulung. Lintingan ganja biasanya berisi 0,5–1 gram ganja dengan atau tanpa tambahan tembakau.1 Ganja juga dapat dihisap atau dihirup menggunakan berbagai jenis pipa. Pipa tembakau sederhana juga dapat digunakan untuk mengonsumsi ganja, namun biasanya pipa untuk ganja terbuat dari bahan tahan panas seperti batu, kaca, gading dan logam. Pipa yang paling sering digunakan untuk mengonsumsi ganja adalah pipa air yang disebut dengan bong. Bong memiliki berbagai varian bentuk namun pada prinsipnya memiliki cara kerja yang sama. Ketika menggunakan bong, asap pembakaran ganja akan terhisap melalui lapisan air yang dingin. Bong merupakan alat yang cukup kompleks dan tidak mudah dibawa.1,31

(24)

Gambar 4. Pipa air atau bong .33

Kandungan THC dalam ganja merupakan molekul yang mudah larut dalam lemak dan alkohol sehingga ganja dapat dicampur ke dalam berbagai bahan makanan dan minuman untuk dikonsumsi. Cara mengonsumsi ganja seperti ini membuat efek dari ganja akan lebih lama muncul karena penyerapannya terjadi lebih lambat. Biasanya ganja dipanaskan dengan minyak goreng atau mentega sampai getah ganja keluar dari daunnya, getah ini kemudian digunakan untuk membuat kue dan biskuit. THC dapat juga diekstrak dengan alkohol sehingga menghasilkan larutan yang dapat diencerkan dengan limun atau minuman lainnya. Di Amerika Serikat dan Inggris, larutan ganja tersebut biasanya dicampurkan dengan air dan diminum untuk penggunaan medis. Di India, ganja biasanya dikonsumsi dengan melinting ganja menjadi bulatan kecil kemudian langsung dimakan atau dicampurkan dengan air mendidih dan diminum.1,8

2.2.2 Farmakologi Ganja

(25)

25% melalui urin dan 65% ke dalam usus untuk di reabsorbsi sehingga efek samping dari THC dapat bertahan lebih lama.9

Reseptor cannabinoid berdasarkan afinitasnya dibagi menjadi reseptor CB1 dan reseptor CB2. Reseptor CB1 dapat ditemukan di hipokampus, ganglia basal, serebelum, sistem saraf dan juga ditemukan di saluran kelenjar saliva submandibula (ductal system). Reseptor CB2 ditemukan di makrofag pada limpa, sel-sel imun, dan sel-sel asini kelenjar saliva submandibula.1,10,21,29 Ketika menghisap ganja, THC akan masuk melalui paru-paru sebanyak 50% kemudian diabsorbsi ke aliran darah dan mencapai otak dalam beberapa menit.7 Aktivasi reseptor cannabinoid pada otak yaitu di bagian hipokampus, ganglia basal dan serebelum yang mempengaruhi perasaan senang, ingatan, pemikiran, konsentrasi, pergerakan, koordinasi dan persepsi waktu serta sensoris. Hipokampus terdapat pada lobus temporal dan berperan untuk ingatan jangka pendek. Apabila THC berikatan dengan reseptor cannabinoid di hipokampus maka akan terjadi pengumpulan kembali ingatan-ingatan yang baru terjadi. Ganglia basal berperan dalam pergerakan spontan, perencanaan dan inisiasi. Serebelum merupakan pusat kontrol motorik dan koordinasi, hal ini yang dapat menyebabkan kerusakan pada sistem koordinasi motorik pada pecandu ganja. THC yang masuk ke dalam otak dapat menstimulasi sel-sel otak di nucleus accumbens dan prefrontal cortex untuk mengeluarkan neurotransmiter dopamin yang berperan dalam pengaturan emosi dan sikap, sehingga dapat menyebabkan munculnya rasa senang dan santai pada seseorang. Dosis rendah THC dapat menstimulasi terjadinya sedasi, sedangkan dosis tinggi THC dapat menyebabkan terjadinya halusinasi.1,8,13,34

(26)

ganja dengan dosis yang tepat dapat mengobati inflamasi membran mukosa, lepra, demam, obesitas, asma, infeksi saluran urin dan batuk. Manfaat terapi dari cannabinoid yaitu sebagai analgesik, relaksasi otot, anti alergi, bronkodilator, neuroproteksi, bahan sedatif, antiemesis, serta menurunkan tekanan intraokular. Pada tahun 1980 terdapat banyak penelitian mengenai manfaat medis ganja, namun karena konsumsi ganja secara teratur dan dalam jangka waktu yang panjang dapat mempengaruhi kesehatan sistemik dan status mentalmaka penggunaan ganja sebagai bahan medikasi dilarang di beberapa negara termasuk di Indonesia. 1,8,10

Gambar 5. Lokasi reseptor cannabinoid di otak.12

2.8 Pengaruh Ganja Terhadap Kesehatan

THC yang bersifat psikoaktif dapat mempengaruhi hampir seluruh sistem dalam tubuh dengan cara berikatan dengan reseptor cannabinoid. Ketika pecandu mengalami ketergantungan pada ganja dan mengonsumsi ganja terus-menerus dengan dosis yang berlebihan dalam jangka panjang maka hal ini dapat mengganggu kesehatan pada pecandu.1,7

2.8.1 Kesehatan Sistemik

(27)

Paru-paru dilapisi oleh jutaan alveoli yaitu kantung tempat terjadinya pertukaran gas. Alveoli memiliki luas permukaan 90 kali lebih besar dari kulit sehingga THC dapat dengan mudah menembus alveoli kemudian masuk ke dalam aliran darah. Setelah masuk ke dalam aliran darah, THC akan menuju jantung dan kemudian dipompakan ke seluruh tubuh melalui arteri. THC sangat mudah berpenetrasi ke dalam otak karena terdapat banyak reseptor cannabinoid dengan konsentrasi tinggi di dalam otak sehingga THC lebih banyak terakumulasi di otak dan kemudian memulai efeknya ke beberapa bagian tubuh.1,8

Pada paru-paru pecandu ganja, terdapat banyak makrofag yang rusak. Makrofag merupakan sel darah putih besar yang memiliki fungsi sebagai pembunuh bakteri dan jamur, serta membuang jaringan yang rusak Dengan turunnya fungsi makrofag maka paru-paru rentan terhadap serangan bakteri, jamur dan sel-sel kanker. Hal ini menyebabkan sering terjadi infeksi paru-paru atau bronchitis pada pecandu ganja dengan simtom seperti batuk, peningkatan produksi sputum, serta emfisema. Kandungan tar dalam ganja juga dapat menyebabkan mutasi dari sel-sel di paru-paru sehingga meningkatkan risiko terjadinya kanker paru-paru pada pecandu ganja.1,7,8

Di dalam jantung, THC dapat mengakibatkan meningkatnya beban jantung. Hal ini mengakibatkan kekuatan jantung dalam memompa darah semakin besar diikuti dengan terjadinya vasodilatasi pada arteri. Secara klinis, dapat dilihat terjadinya peningkatan denyut nadi pada para pecandu ganja yang disebut dengan takikardi dan peningkatan detak jantung sebagai efek akut dari konsumsi ganja. Ketika terjadi peningkatan beban jantung maka kebutuhan terhadap oksigen dalam jantung juga meningkat, apabila oksigen kurang banyak untuk membantu kerja jantung maka dapat terjadi kardiak iskemik pada pecandu ganja.8

(28)

paranoid, halusinasi, euforia, serta emosi yang berubah-ubah.8,9,34 Konsumsi ganja jangka panjang juga dapat memepengaruhi fungsi otak dengan cara mengurangi aliran darah otak sehingga dapat menurunkan metabolisme otak dan fungsi serebelum.8

Konsumsi 2,5 mg THC per kilogram massa tubuh atau 7 batang rokok ganja per hari dapat menurunkan hormon sentral pada menstruasi, termasuk hormon follicle-stimulating, hormon luteinizing dan hormon progesteron. Gangguan pada hormon-hormon tersebut dapat mengakibatkan terjadinya infertilitas pada perempuan Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Mueller, dkk. bahwa 61% dari perempuan infertil memiliki riwayat mengonsumsi ganja. Pada pria, ganja dapat mempengaruhi produksi sperma yaitu berkurangnya jumlah dan motilitas sperma. Menurut Hembree, dkk. pecandu ganja yang mengonsumsi 8 linting ganja per hari selama satu bulan mengalami penurunan jumlah dan motilitas sperma yang signifikan.8,32

Gambar 6. Pengaruh ganja terhadap kesehatan sistemik.12

2.8.2 Kesehatan Rongga Mulut

(29)

dapat menyebabkan terjadinya masalah-masalah kesehatan rongga mulut pecandu ganja.1,35-38

Pada pecandu ganja terjadi keadaan mulut kering atau xerostomia. Akibat mulut yang kering para pecandu sering mengonsumsi minuman ringan dan makanan manis sehingga pH saliva menjadi asam.23,24 Selain itu, asap pembakaran dari ganja dapat mereduksi oksigen dalam rongga mulut dan meningkatkan koloni bakteri anaerob sehingga membuat pH saliva semakin turun. Semakin turun pH saliva maka akan memicu terjadinya demineralisasi gigi sehingga meningkatkan kejadian karies pada pecandu ganja.13,25 Hal ini sesuai dengan penelitian Ditmyer, dkk. (2014) memberitahukan bahwa terjadi peningkatan prevalensi dan keparahan karies pada pecandu ganja dimana pecandu ganja memiliki jumlah DMFT (decay, missing, filling teeth)dua kali lebih tinggi dibanding perokok biasa.36

Gambar 7. Gambaran karies pada pecandu ganja.24

Konsumsi ganja dapat mengakibatkan terjadinya pembesaran gingiva terutama di daerah interdental papila dan marginal gingiva. Ciri ini serupa dengan efek dari obat anticonvulsive yaitu phenytoin. Hal ini dihubungkan dengan kandungan

(30)

menjaga kesehatan rongga mulut. Sehingga pada pecandu ganja terjadi peningkatan jumlah bakteri dan jamur pada rongga mulut, termasuk bakteri anaerob dan Candida albicans. Pembentukan plak gingiva dan meningkatnya koloni bakteri anaerob dapat meningkatkan terjadinya gingivitis pada pecandu ganja.25,35 Kurangnya kesadaran pecandu ganja dalam menjaga kebersihan mulutnya menyebabkan gingivitis tersebut berkembang menjadi periodontitis diikuti dengan kehilangan tulang alveolar.11,35,37 Densitas dari Candida albicans semakin meningkat disebabkan oleh hidrokarbon pada ganja yang menjadi sumber energi bagi spesies kandida tertentu termasuk Candida albicans. Hal ini mengakibatkatkan terjadinya candidiasis pada pecandu ganja. Ketika diteliti menggunakan teknik kultur imprint terlihat terjadinya peningkatan densitas

Candida albicans pada rongga mulut pecandu ganja. Faktor lain yang dapat mempengaruhi candidiasis pada pecandu ganja adalah kebersihan mulut yang buruk dan faktor nutrisi yang tidak terpenuhi.7,35

Ganja memiliki konsentrasi zat karsinogen aromatic hydrocarbon seperti

benzopyrene yang lebih banyak dibandingkan tembakau.39 Ketika menghisap ganja, rongga mulut terpapar oleh asap pembakaran yang panas, paparan yang terjadi secara kronis menyebabkan zat-zat karsinogen mempengaruhi epitel rongga mulut. Sehingga terjadi perubahan-perubahan pada sel epitel rongga mulut yang disebut dengan

(31)

mulut dalam kurun waktu 5 tahun. Kanker rongga mulut yang sering ditemukan pada pecandu ganja adalah tipe squamous cell carcinoma. 7,13,39,40 Hubungan antara kanker rongga mulut dan pemakaian ganja lebih signifikan pada pasien usia di bawah 50 tahun.35

Gambar 8. Lesi leukoplakia pada lateral lidah pecandu ganja.32

2.4 Saliva

Saliva merupakan cairan yang disekresikan oleh kelenjar saliva yang menjaga kelembaban rongga mulut. Saliva terdiri dari 99% air dan 1 % komponen organik serta anorganik. Komponen organik saliva yaitu mucin, laktoferin, kallekriene, lisozim, peroksidase, tiosianat, ptialin atau amilase, maltase, lipase. Komponen anorganik saliva yaitu sodium, chloride, potasium, kalsium, bikarbonat, fosfat, amonia, magnesium, flour, yodium.15 93% saliva disekresikan oleh kelenjar saliva mayor yaitu kelenjar parotid, submandibular dan sublingual sedangkan 7% lainnya oleh beberapa kelenjar saliva minor yang tersebar di mukosa rongga mulut.18,41

Sekresi saliva bersifat spontan dan kontinu disebabkan oleh stimulasi konstan

ujung saraf parasimpatis yang berakhir di kelenjar saliva. Selain sekresi yang bersifat

konstan, sekresi saliva dapatditingkatkan melalui dua jenis refleks saliva yang berbeda

yaitu refleks saliva sederhana dan refleks saliva didapat. Refleks saliva sederhana

terjadi ketika kormoreseptor di dalam rongga mulut dirangsang oleh adanya makanan.

(32)

informasi ke pusat saliva di medula batang otak. Pusat saliva kemudian mengirim

impuls melalui saraf otonom ekstrinsik ke kelenjar saliva untuk meningkatkan sekresi

saliva. Pada refleks saliva didapat, sekresi saliva terjadi tanpa rangsangan melainkan

hanya melalui berpikir, melihat, atau menghirup aroma makanan. Stimulus tersebut

bekerja melalui korteks serebrum untuk merangsang pusat saliva di medula.19,42

Gambar 9. Letak anatomi kelenjar saliva mayor. A, kelenjar saliva parotid. B, kelenjar saliva submandibula. C, kelenjar saliva sublingual.20

Kelenjar saliva dipersarafi oleh saraf otonom yaitu saraf simpatis dan

parasimpatis yang bekerja beriringan. Asetilkolin merupakan postganglionic

transmitter saraf parasimpatis dan noradrenalin adalah postganglionic transmitter saraf

simpatis yang bekerja pada kelenjar saliva. Noradrenalin bekerja pada α1

-adrenoceptors dan β1-adrenoceptors, sedangkan asetilkolin bekerja pada reseptor muskarinik M1 dan M3. Baik saraf parasimpatis maupun simpatis, keduanya meningkatkan sekresi dari saliva. Rangsangan saraf simpatis mensekresi saliva dengan

volume yang lebih sedikit, kental dan mengandung lebih banyak musin. Sedangkan

rangsangan saraf parasimpatis menyebabkan vasodilatasi dan berperan dominan dalam

sekresi saliva yang cair dan kaya enzim. Saraf parasimpatis menyebabkan vasodilatasi

sehingga aliran darah untuk kelenjar saliva meningkat dan mengakibatkan peningkatan

volume saliva.19,42

Komponen organik saliva disintesis oleh sel sekretori dari kelenjar saliva yang

memperoleh nutrisi dari pembuluh darah. Ketika sel-sel sekretori distimulasi, saliva

(33)

sirkulasi darah. Ketika saraf distimulasi, ion klorida dipindahkan ke dalam sel. Hal ini

meningkatkan reaksi elektrolit yang menyebabkan influks dari ion sodium. Peningkatan

ion sodium dan klorida pada sel menghasilkan tekanan osmotik sehingga cairan masuk

ke dalam sel dan sel mengalami pembengkakan. Tekanan pada sel meyebabkan

rupturnya sel dan mengeluarkan cairan serta elektrolit, sehingga saliva yang hipotonik

dapat disekresikan ke dalam rongga mulut. Perbedaan jalur sekresi saliva

mengakibatkan perbedaan komposisi saliva. Mobilisasi dari Ca2+ dan adenosine 3’, 5’ –

cyclic monophosphate (cAMP ) dapat menghasilkan interaksi yang sinergis sehingga dapat mensekresikan saliva dengan jumlah protein dan cairan yang seimbang.13,19

2.5 Pengaruh Ganja Terhadap Saliva

Ganja mempengaruhi saliva melalui dua mekanisme utama, yaitu secara sistemik dan secara lokal. Secara sistemik, ganja bekerja melalui ikatan THC dengan reseptor cannabinoid yang ditemukan pada kelenjar saliva submandibula mamalia, yaitu pada sistem saluran kelenjar saliva (ductal system) dan pada sel asini, serta ikatan THC dengan reseptornya pada saraf yang memiliki efek parasimpatolisis. Secara lokal, ganja mempengaruhi saliva melalui asap pembakaran ganja yang langsung mempengaruhi saliva sesaat setelah menghisap ganja.21,23,25,29

2.5.1 Pengaruh Ganja Terhadap Volume Saliva

Volume dan komponen saliva sangat mempengaruhi kesehatan rongga mulut.

Kekurangan saliva akan mempengaruhi kualitas hidup seseorang karena dapat

menyebabkan kesulitan berbicara, makan, menelan dan mengecap rasa.20,37 Pada orang

dewasa yang sehat, jumlah volume saliva baik dengan stimulasi ataupun tanpa stimulasi

berkisar antara 500 sampai 1500 ml/hari. Rata-rata saliva istirahat yang berada pada

rongga mulut adalah 1 ml.15 Volume saliva dengan stimulasi yang normal berkisar

lebih dari 5,0 ml/5 menit, rendah 3,5–5,0 ml/5 menit dan hiposalivasi kurang dari 3,5

ml/5 menit.43 Penurunan volume saliva dapat dipengaruhi oleh beberapa keadaan,

seperti proses menua, menopause, latihan fisik berlebihan, radioterapi, kemoterapi,

(34)

antikolinergik diantaranya antidepresan, antipsikosis, antihipertensi, serta antihistamin,

kebiasaan merokok dan menghisap ganja.20,23 Pada penelitian Woyceichoski IEC., dkk

(2011) diketahui bahwa volume saliva pada pecandu kokain dalam masa rehabilitasi yaitu 1,39 ml/menit dengan standar deviasi 0,678.19 Sedangkan menurut penelitian Ravenel MC., dkk (2012) diketahui bahwa pada pecandu methamphetamine yang telah berhenti kurang dari 12 bulan, volume saliva terstimulasinya lebih dari 5 ml/5 menit sebanyak 8 sampel, 3,5-5 ml/5 menit sebanyak 5 sampel, dan kurang dari 3,5 ml/ 5 menit sebanyak 1 sampel.43

Ganja mempengaruhi volume saliva akibat kandungan THC dalam ganja yang memiliki sifat parasimpatolitik.23 Reseptor cannabinoid secara umum berpasangan dengan protein G yang berada pada membran sel saraf parasimpatik. Hal ini dapat menyebabkan THC yang masuk ke dalam tubuh akan berikatan dengan protein G dan reseptor cannabinoid, menginhibisi saluran ion kalsium dan mengaktivasi saluran potasium. Masuknya ion kalsium ke dalam sel di ujung sinaps diperlukan untuk proses eksositosis neurotransmitter dan aktivasi saluran potasium menyebabkan hiperpolarisasi sel sehingga sel-sel pada saraf parasimpatik akan mengalami hambatan pada proses eksositosis.44 Dengan demikian, fungsi saraf parasimpatis terinhibisi dan saraf parasimpatis tidak dapat merangsang kelenjar saliva untuk mensekresikan saliva. Sekresi saliva hanya didapat melalui sistem saraf simpatis yang menyebabkan

terjadinya vasokonstriksi dan menurunkan aliran darah ke kelenjar saliva, sehingga

sel-sel asini mengalami atropi dan menghasilkan saliva dengan volume yang lebih sedikit,

kental dan mengandung lebih banyak musin.20,42

Selain itu, pada penelitian Prestifilipo, dkk (2006) menemukan bahwa selain

terdapat pada sistem saraf, otak dan sel imun, reseptor cannabinoid dapat juga ditemukan di kelenjar saliva yaitu pada sistem saluran kelenjar saliva (ductal system)

dan pada sel asini. THC pada ganja akan bereaksi apabila berikatan dengan reseptornya sehingga ketika THC berikatan dengan reseptornya yang berada pada kelenjar

submandibula selama stimulasi elektrik maka dapat terjadi penurunan pengeluaran asetilkolin yang merupakan postganglionic transmitter saraf parasimpatis sehingga

(35)

menyatakan bahwa 84% dari pecandu ganja mengalami mulut kering dan 91% merasa

haus setelah mengonsumsi ganja. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi hiposalivasi pada pecandu ganja.21,24 Pada pecandu ganja yang telah berhenti mengonsumsi ganja, kerusakan sistem saraf yang diakibatkan oleh kebiasaan mengonsumsi ganja sebelumnya akan bertahan selama lebih dari satu tahun setelah pecandu berhenti mengonsumsi ganja.9,14

2.5.2 Pengaruh Ganja Terhadap pH Saliva

pH saliva merupakan derajat keasaman saliva yang penting dalam menjaga

integritas gigi karena mempengaruhi proses demineralisasi hidroksiapatit. Saliva

normal berkisar dari 6–7 namun dapat dipengaruhi oleh jumlah aliran saliva dari 5,3

sampai 7,8. pH saliva dengan stimulasi dapat dikatakann sehat apabila bernilai 6,8-7,8,

asam 6-6,6 dan sangat asam 5,0-5,8.43 pH saliva dapat dipengaruhi oleh irama

cyrcadian dan diet. pH akan sangat rendah ketika tidur dan sesaat setelah bangun tidur dan kemudian akan meningkat ketika beraktivitas. Setelah mengonsumsi diet kaya

karbohidrat, pH saliva juga akan mengalami penurunan namun akan kembali normal

beberapa saat kemudian. Namun apabila terjadi penurunan pH terus menerus sehingga

mencapai titik kritis yaitu 5,5–5,0 maka rongga mulut akan menjadi asam dan

meningkatkan koloni mikroorganisme kariogenik seperti Streptococcus mutans

sehingga menyebabkan terjadinya karies. pH saliva dapat meningkat ketika terjadi

peningkatan konsentrasi ion bikarbonat dalam saliva apabila terjadi peningkatan aliran

sekresi saliva yang distimulasi.25,27 Berdasarkan penelitian Ravenel MC., dkk (2012)

diketahui bahwa penggunaan obat-obatan terlarang dapat mempengaruhi pH saliva. Pada pecandu methamphetamine yang telah berhenti kurang dari 12 bulan terjadi penurunan pH dengan nilai sekitar 6,0-6,6 sebanyak 2 sampel dan 6,8-7,8 sebanyak 12 sampel.43 Sedangkan pada penelitian Woyceichoski IEC., dkk (2011) diketahui bahwa pH pada pecandu kokain dalam masa rehabilitasi yaitu 7,11 dengan standar deviasi 0,212.19

Pada pecandu ganja, dapat terjadi penurunan pH saliva akibat asap hasil

(36)

rongga mulut dan meningkatkan koloni bakteri anaerob sehingga membuat rongga mulut pecandu menjadi asam.25,26 Berkurangnya volume saliva mengakibatkan terjadi gangguan pada saliva dalam menjalankan fungsinya, salah satunya dalam menjaga kelembaban rongga mulut dan menyediakan sensasi rasa seseorang. Dengan

berkurangnya kelembaban rongga mulut dan sensasi rasa menyebabkan para pecandu

ganja sering mengonsumsi minuman ringan setelah mengonsumsi ganja untuk

mengatasi mulut yang kering sehingga pH saliva semakin menurun.15,23,24 Asap pembakaran rokok atau ganja yang terdiri dari karbondioksida juga dapat menurunkan pH saliva dengan cara berikatan dengan kandungan air pada saliva, mengeluarkan ion hidrogen dan membentuk asam, seperti formula di bawah ini.25,26

2.5.3 Pengaruh Ganja Terhadap Ion Kalsium dalam Saliva

Di dalam saliva juga terdapat kandungan penting yaitu ion anorganik seperti ion kalsium yang merupakan buffer yang paling efisien dalam menjaga keseimbangan pH rongga mulut. Ion kalsium dalam saliva juga berguna dalam proses remineralisasi, mencegah larutnya enamel gigi, dan mineralisasi plak. Ion kalsium berperan sangat penting dalam menjaga gigi agar tetap sehat. Kalsium memproteksi gigi secara tidak langsung dengan cara menguatkan tulang rahang, menguatkan pertautan gigi dan tulang, mencegah terjadinya celah dimana bakteri dapat terinvasi ke dalam gigi, mencegah terjadinya inflamasi dan pendarahan. Konsumsi kalsium yang cukup diperlukan untuk pertumbuhan struktur gigi yang baik. 17,27 Konsentrasi kalsium pada saliva dari kelenjar submandibular yaitu 3,7 mmol/l lebih tinggi dibanding pada plasma darah yaitu 2,5 mmol/l.16 Dalam saliva utuh kadar ion kalsium normal yaitu 1- 2 mmol/l.17

Kadar ion kalsium dalam saliva dapat dipengaruhi oleh banyak faktor, yaitu:17,28,41

1. Jenis kelenjar, sekresi kalsium terbesar dihasilkan oleh kelenjar submandibularis.

(37)

-2. Ritme biologis, kadar ion kalsium saliva akan menurun pada pagi dini hari. 3. Stimulus, dalam keadaan tanpa stimulasi sebagian besar saliva utuh berasal dari kelenjar submandibularis, sedangkan dalam keadaan distimulasi sebagian besar

saliva utuh berasal dari kelenjar parotis.

4. Curah saliva, merupakan faktor penting terhadap kadar komponen saliva.

Konsentrasi kalsium akan menurun ketika curah saliva meningkat.

5. Penyakit-penyakit sistemik, seperti cystic fibrosis dan hiperparatiroidisme.

Gigi pecandu ganja yang berkontak dengan saliva yang bersifat asam dapat menyebabkan lepasnya ion kalsium dari dalam gigi dan larut ke dalam saliva sehingga jumlah kadar ion kalsium dalam saliva meningkat, sesuai dengan formula berikut. 26,27

Cannabinoid dapat menyebabkan peningkatan jumlah kandungan protein serta konsentrasi kalsium tanpa mempengaruhi jumlah elektrolit lain pada sekresi saliva akhir. Ketika reseptor cannabinoidteraktivasi, terjadi peningkatan signal Ca2+ cytosolic

sehingga meningkatkan kadar kalsium pada saliva akhir. Reseptor cannabinoid yang terdapat pada sistem saluran kelenjar saliva (ductal system) meningkatkan mobilisasi intraseluler Ca2+ dari retikulum endoplasma dan reseptor cannabinoid yang terdapat pada sel asinimeningkatkan pengeluaran Ca2+ dengan aktivasi SOCE (Store Operated

Ca2+Entry).21,29

Ca10(PO4)6(OH)2 10Ca2+ + 6PO43– + 2OH–

(38)

2.6 Kerangka Teori

Asap pembakaran ganja dihisap

CO2

Aktivasi reseptor cannaboid

sel saraf kelenjar saliva

submandibula

(39)

2.7 Kerangka Konsep

Delta-9-tetrahydrocanna binol (THC)

Asap pembakaran ganja dihisap

CO2

Inhibisi sistem saraf parasimpatis

Volume saliva

Sekresi saliva

Pengeluaran asetilkolin

signal Ca2+

cytosolic

pH saliva

CO2+H2O H2CO3 H++HCO3

-Ca10(PO4)6(OH) 2

10Ca2+ + 6PO4 3–

+ 2OH–

Demineraliasi gigi

Akumulasi di RM

Ion kalsium saliva

Aktivasi reseptor cannaboid

sel saraf kelenjar saliva

submandibula

kerja saraf parasimpatis

Ganja

(40)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah observasional analitik dengan rancangan penelitian cross sectional.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di:

1. Panti Sosial Parmadi Putra (PSPP) Insyaf Medan

2. Laboratorium Penelitian Farmasi USU

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dimulai dari bulan Januari 2014 sampai Mei 2014 yang mencakup pengumpulan sampel, penelitian, pengolahan data dan hasil penelitian.

3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi

Populasi penelitian ini adalah pecandu ganja yang sedang menjalani proses rehabilitasi di PSPP Insyaf Medan tahun 2014.

3.3.2 Sampel

(41)

dalam penelitian dalam kurun waktu tertentu, sehingga jumlah sampel minimum yang diinginkan dapat terpenuhi.

3.3.2.1 Besar sampel

Besar sampel pada penelitian ini adalah 40 orang yang terdiri dari 30 orang mantan pecandu ganja yang sedang menjalani proses rehabilitasi di PSPP Insyaf dan 10 mahasiswa FKG USU tanpa riwayat mengonsumsi ganja sebagai kelompok kontrol. Pertimbangan penentuan besar sampel minimum berdasarkan rumus: 45

n = {1,64 + 0,842 }2

(0,2)2 n = 36,35

Keterangan :

n = Jumlah sampel minimal

α = level of significant, penelitian ini menggunakan α = 10%, sehingga

Zα = 1,64

β = power of test, penelitian ini menggunakan β = 20% , sehingga Zβ = 0,842 Po = proporsi awal penelitian, pada penelitian ini digunakan Po = 50%

= proporsi yang diinginkan dari penelitian, pada penelitian ini digunakan = 70%

– Po = 20%

3.4 Kriteria Inklusi dan Ekslusi 3.4.1 Kriteria Inklusi

1. Laki-laki berusia 16-49 tahun

2. Konsumsi ganja terakhir kurang dari satu tahun sebelum penelitian dilakukan

n = {Zα + Zβ }2

(42)

3. Sedang menjalani masa rehabilitasi di PSPP Insyaf Medan 4. Bersedia untuk berpartisipasi dalam penelitian

3.4.2 Kriteria Ekslusi

1. Memiliki masalah kesehatan (dalam masa medical outing) 2. Memiliki gangguan kesehatan mental

3.5 Variabel dan Definisi Operasional 3.5.1 Variabel

3.5.1.1 Variabel Bebas

Variabel bebas pada penelitian ini adalah mantan pecandu ganja

3.5.1.2 Variabel Tergantung

Variabel tergantung pada penelitian ini adalah saliva pecandu ganja, yaitu: 1. Volume saliva yang distimulasi

2. pH saliva yang distimulasi

3. Kadar ion kalsium saliva yang distimulasi

3.5.1.3 Variabel Terkendali 1. Laki-laki berusia 16-49 tahun

2. Konsumsi ganja terakhir kurang dari satu tahun sebelum penelitian dilakukan

3. Dalam masa rehabilitasi

3.5.1.4 Variabel Tidak Terkendali

1. Keadaan rongga mulut

3.5.1.5Variabel Kontrol

(43)

Variabel Tergantung: Saliva pecandu ganja:

1. Volume saliva yang distimulasi 2. pH saliva yang distimulasi 3. Kadar ion kalsium saliva yang

distimulasi Variabel Terkendali:

1. Laki-laki berusia 16 – 49 tahun 2. Konsumsi ganja terakhir kurang dari

satu tahun sebelum penelitian dilakukan 3. Dalam masa rehabilitasi

Variabel Bebas: Mantan Pecandu ganja

Variabel Tidak Terkendali: 1. Keadaan rongga mulut

Variabel Kontrol:

1. Mahasiswa laki-laki FKG USU tanpa riwayat mengonsumsi ganja 2. Usia 20 – 24 tahun

3.5.2 Definisi Operasional

Ganja adalah salah satu jenis narkotika yang terdiri dari daun, tangkai, biji dan bunga dari tumbuhan Cannabis sativa yang telah dikeringkan dan berwarna abu-abu kehijauan.

Mantan Pecandu ganja adalah orang yang memiliki riwayat menggunakan atau menyalahgunakan ganja dan pernah mengalami ketergantungan pada ganja, baik secara fisik maupun psikis.

Durasi mengonsumsi ganja adalah kondisi yang menunjukkan lamanya pecandu ganja telah mengonsumsi ganja dumulai dari waktu pertama kali mengonsumsi ganja hingga berhenti mengonsumsi ganja.

Frekuensi mengonsumsi ganja adalah kondisi yang menunjukkan berapa kali pecandu ganja mengonsumsi ganja dalam satu minggu.

(44)

Pusat Rehabilitasi adalah tempat yang didalamnya terdapat suatu proses kegiatan pemulihan secara terpadu baik fisik, mental maupun sosial agar bekas pecandu narkotika dapat kembali melaksanakan fungsi sosial dalam kehidupan masyarakat.

Gangguan kesehatan mental adalah ketidakmampuan individu dalam berpikir, merasa dan bertindak ketika dihadapkan dengan stres, hubungan dengan orang lain dan pengambilan keputusan.

Teknik pengumpulan saliva yang distimulasi merupakan cara untuk mengumpulkan saliva utuh distimulasi menggunakan ortho wax dengan metode spitting

dimana subjek membiarkan saliva tergenang dalam mulutnya tanpa ditelan dan subjek

harus meludahkan saliva yang terkumpul didalam mulut secara berkala ke dalam tabung

selama lima menit.

Waktu pengumpulan saliva yang distimulasi adalah waktu dilakukannya pengumpulan sampel saliva yaitu pada pagi hari, dua jam setelah subjek mendapatkan

sarapan pagi.

Volume saliva yang distimulasi adalah jumlah saliva yang dihasilkan dengan

rangsangan mekanis yaitu menggunakan ortho wax dan diketahui dengan cara

menampung saliva dalam pot saliva kemudian ditimbang dengan timbangan digital

dalam satuan ml/5 menit.

pH saliva yang distimulasi adalah nilai derajat keasaman saliva yang diukur

menggunakan pH meter.

Kadar ion kalsium saliva yang distimulasi adalah jumlah kadar ion kalsium

yang terdapat pada saliva dan didapatkan dengan menggunakan alat Spektrofotometer

Serapan Atom dengan panjang gelombang 422,7 nm dalam satuan mmol/l.

3.6 Alat dan Bahan Penelitian 3.6.1 Alat Penelitian

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Spektrofotometer Serapan Atom (SSA)

(45)

4. Label wadah sampel 5. pH meter

6. Termos tempat sampel 7. Labu ukur 10 ml dan 25 ml 8. Corong

9. Kertas saring 10. Spuit 5 cc

11. Beaker glass 250 ml dan 500 ml 12. Pipet tetes

3.6.2 Bahan Penelitian

Bahan penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah : 1. Sampel saliva

2. Ortho wax 3. Dry ice

4. Larutan aquabidest 5. Larutan baku kalsium

3.7 Pelaksanaan Penelitian 3.7.1 Pengisian Kuesioner

Pemilihan subjek penelitian dilakukan dengan wawancara langsung mengenai

identitas subjek dan riwayat pemakaian ganja dengan bantuan kuesioner terhadap para

pecandu di PSPP Insyaf Medan. Subjek yang terpilih diberi penjelasan terlebih dahulu

mengenai tujuan, manfaat dan prosedur penelitian yang akan dilakukan dan apabila

subjek bersedia untuk berpartisipasi dalam penelitian maka subjek diminta

(46)

3.7.2 Pengumpulan Saliva Yang Distimulasi

Pengumpulan saliva dilakukan pada pagi hari, dua jam setelah sarapan pagi. Subjek diminta untuk tidak mengonsumsi apapun selain air putih selama dua jam sebelum pengambilan saliva. Subjek diminta untuk mengunyah ortho wax dan mengumpulkan saliva dengan metode spitting selama lima menit secara berkala di dalam pot saliva yang kemudian diberi label.

Gambar 10. Pengumpulan saliva yang distimulasi.47

3.7.3 Persiapan Sampel Saliva Yang Distimulasi

Pot saliva yang dukumpulkan kedua yang yang berisi minimal 1 ml saliva yang telah dikumpulkan dan diberi label harus ditutup dengan rapat kemudian disusun di dalam termos yang berisi dry ice dan dibawa ke Laboratorium Penelitian Farmasi USU untuk melakukan pengukuran volume, pH, dan kadar ion kalsium dalam saliva terstimulasi.

3.7.4 Pengukuran Volume Saliva Yang Distimulasi

Pengukuran volume saliva dilakukan dengan cara menyalakan timbangan digital dan timbangan menunjukkan angka 0. Berat pot saliva ditimbang terlebih dahulu.

(47)

timbangan pot saliva kemudian hasil yang diperoleh dinyatakan dalam ml karena berat

jenis untuk saliva adalah 1,0 maka 1 gr saliva sama dengan 1 ml saliva.46

Gambar 11. Pengukuran volume saliva yang distimulasi.47

3.7.5 Pengukuran pH Saliva Yang Distimulasi

Pengukuran pH saliva dilakukan dengan cara mencelupkan pH meter yang telah dikalibrasi sebelumnya ke dalam pot saliva kemudian catat hasil pH saliva yang ditunjukkan pada alat.

Gambar 12. Pengukuran pH saliva yang distimulasi. 47

(48)

hingga garis tanda. Larutan tersebut (10 μg/ml) dipipet masing-masing 0,5 ml, 2,5 ml, 5 ml, 10 ml, 15 ml dan dimasukkan kedalam labu takar 50 ml kemudian lakukan pengenceran dengan larutan aquabidest sampai garis tanda sehingga diperoleh larutan berkonsentrasi 0,1; 0,5; 1; 2; 3 μg/ml. Lakukan pengukuran larutan tersebut dengan SSA pada panjang gelombang absorbansi maksimum 422,7 nm dan dibuat kurva kalibrasi untuk larutan standar kalsium.

3.7.6.2 Pengukuran Kadar Ion Kalsium Sampel

Sampel saliva sebanyak 1 ml dimasukkan ke dalam labu takar 25 ml dengan menggunakan spuit. Larutan sampel saliva diencerkan dengan aquabidest sampai garis tanda dan dihomogenkan. Larutan sampel disaring dengan kertas saring ke dalam labu takar 10 ml dan dihomogenkan kembali. Lakukan pengukuran kadar kalsium pada larutan sampel dengan menggunakan SSA pada panjang gelombang absorbansi maksimum 422,7 nm.

Perhitungan kadar ion kalsium pada penelitian ini menggunakan rumus molaritas agar didapatkan hasil dalam satuan mmol/l, yaitu:

Dengan keterangan, sebagai berikut:

1. M yaitu nilai molaritas dengan satuan mmol/l 2. c yaitu konsentrasi kalsium dengan satuan ppm 3. v yaitu volume pengenceran dengan satuan ml

(49)

Gambar 13. Pengukuran Kadar Ion Kalsium Sampel.47

Pemipetan 1 ml saliva ke labu ukur 25 ml

Pengenceran sampel saliva

Larutan dihomogenkan

Larutan disaring

(50)

3.8 Pengolahan dan Analisis Data

Data yang telah diperoleh diolah dengan menggunakan sistem komputerisasi yang meliputi gambaran statistik volume saliva, nilai pH saliva dan kadar ion kalsium dalam saliva yang distimulasi berdasarkan frekuensi, durasi dan lamanya berhenti mengonsumsi ganja. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan uji T tidak berpasangan untuk mengetahui hubungan antara konsumsi ganja dengan volume, pH dan kadar ion kalsium saliva yang distimulasi antara kelompok mantan pecandu ganja dengan kelompok tanpa riwayat mengonsumsi ganja (kontrol) dan uji Oneway Anova

(51)

3.9 Kerangka Penelitian

Pengumpulan saliva yang distimulasi dengan metode

spitting dalam pot saliva

Pemeriksaan saliva

Volume saliva yang distimulasi

Kadar ion kalsium saliva yang distimulasi pH saliva yang

distimulasi

Menggunakan pH meter

Pengukuran kadar ion kalsium menggunakan Spektrofotometer

saliva dalam wadah dimasukkan ke dalam termos

berisi dry ice

Mantan Pecandu ganja laki-laki berusia 16-49 tahun

(52)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

Penelitian ini telah dilakukan pada mantan pecandu ganja yang sedang menjalani masa rehabilitasi di Panti Rehabilitasi PSPP Insyaf Medan dengan jumlah sampel 40 orang yang terdiri dari 30 orang mantan pecandu ganja laki-laki yang berusia 16-49 tahun, konsumsi ganja terakhir kurang dari satu tahun sebelum penelitian dilakukan dan 10 orang mahasiswa laki-laki FKG USU berusia 20-24 tahun yang tidak pernah mengonsumsi ganja sebagai kelompok kontrol. Penelitian ini dilaksanakan pada Januari sampai Februari 2014.

4.1 Karakteristik Umum Subjek Yang Diteliti

Berdasarkan penelitian yang dilakukan maka didapatkan beberapa karakteristik umum subjek yang diteliti (tabel 1).

Tabel 1. Persentase Distribusi Frekuensi Karakteristik Umum Subjek Yang Diteliti

Karakteristik Kelompok Dengan Frekuensi Terbanyak

Kelompok Dengan Frekuensi Tersedikit

Jenis Kelamin Laki-laki

(100%)

Perempuan (0%)

Umur (tahun) 20 – 24

(27,5%)

>30 (15%) Pendidikan terakhir SMA

(66,7%)

(53)

Karakteristik Kelompok Dengan Frekuensi Terbanyak

Kelompok Dengan Frekuensi Tersedikit Cara mengonsumsi ganja Dihisap seperti rokok

(93,3%)

Berkumur atau minum air putih

(36,7%)

Menyikat gigi (3,3%)

Jenis minuman yang sering dikonsumsi saat direhabilitasi Banyaknya air putih yang

dikonsumsi (gelas/hari) saat Waktu menyikat gigi saat

direhabilitasi

Pagi dan sore (56,7%)

Pagi (3,3%)

(54)

Subjek yang diteliti mengonsumsi ganja paling sering dengan cara dihisap seperti rokok (93,3%) dan yang jarang dengan cara dihisap melalui bong (6,7%). Sebelum menjalankan masa rehabilitasi, diketahui 90% subjek merasakan mulut kering setelah mengonsumsi ganja. Karena itu, banyak subjek yang melaksanan beberapa aktivitas untuk menetralkan perasaan mulut kering setelah mengonsumsi ganja. Aktivitas yang paling sering dilakukan adalah berkumur atau minum air putih sebanyak 11 orang (36,7%) dan minum alkohol sebanyak 11 orang (36,7%), sedangkan yang paling sedikit adalah menyikat gigi sebanyak 1 orang (3,3%).

(55)

4.2 Mengonsumsi Ganja Dengan Volume, pH dan Kadar Ion Kalsium Saliva Yang Distimulasi

Tabel 2. Hubungan Mengonsumsi Ganja Dengan Volume, pH dan Kadar Ion Kalsium Saliva Yang Distimulasi Antara Kelompok Mantan Pecandu Ganja dan Kelompok Kontrol

Uji T tidak berpasangan, signifikan p<0,05

Hasil penelitian ini menunjukkan hubungan mengonsumsi ganja dengan volume, pH dan kadar ion kalsium saliva yang distimulasi antara kelompok mantan pecandu ganja dan kelompok kontrol (tabel 2). Kelompok tanpa riwayat mengonsumsi ganja (kontrol) memiliki volume saliva (stimulasi) lebih tinggi yaitu 10,1500 ml/5 menit dengan standar deviasi (SD) 2,35816 dibandingkan dengan kelompok mantan pecandu ganja yaitu 7,7623 ml/5 menit dengan standar deviasi (SD) 3,16361. Berdasarkan hasil uji T tidak berpasangan didapatkan bahwa ada perbedaan yang signifikan (p<0,05) antara volume saliva (stimulasi) pada kelompok mantan pecandu ganja dengan kelompok kontrol. Ini berarti hipotesis penelitian diterima, artinya ada hubungan antara mengonsumsi ganja dengan penurunan volume saliva yang distimulasi.

(56)

pecandu ganja yaitu 7,400 dengan standar deviasi (SD) 0,3107. Berdasarkan hasil uji T tidak berpasangan didapatkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan (p>0,05) antara pH saliva (stimulasi) pada kelompok mantan pecandu ganja dengan kelompok kontrol. Ini berarti hipotesis penelitian ditolak, artinya tidak ada hubungan antara mengonsumsi ganja dengan penurunan pH saliva yang distimulasi dan pada mantan pecandu ganja sudah tidak terjadi penurunan pH saliva (stimulasi).

(57)

4.3 Frekuensi Mengonsumsi Ganja Dengan Volume, pH dan Kadar Ion Kalsium Saliva Yang Distimulasi

Tabel 3. Hubungan Frekuensi Mengonsumsi Ganja Dengan Volume, pH dan Kadar Ion Kalsium Yang Distimulasi

Uji Oneway Anova, signifikan p<0,05

Hasil yang diperoleh (tabel 3) menunjukkan terjadi penurunan volume saliva (stimulasi) pada kelompok mantan pecandu ganja apabila dibandingkan dengan kelompok tanpa riwayat mengonsumsi ganja (kontrol), semakin sering seseorang mengonsumsi ganja maka semakin rendah pula volume saliva (stimulasi). Kelompok mantan pecandu ganja yang memiliki riwayat mengonsumsi ganja 1-4 kali per minggu menunjukkan tidak adanya perbedaan yang signifikan (p>0,05) pada volume saliva (stimulasi) apabila dibandingkan dengan kelompok tanpa riwayat mengonsumsi ganja

(58)

(kontrol). Sedangkan kelompok mantan pecandu ganja yang memiliki riwayat mengonsumsi ganja 5–8 kali per minggu, 9–12 kali per minggu, 13–16 kali per minggu dan lebih dari 16 kali per minggu menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan (p<0,05) pada volume saliva (stimulasi) apabila dibandingkan dengan kelompok tanpa riwayat mengonsumsi ganja (kontrol). Ini berarti terjadi penurunan volume saliva (stimulasi) yang signifikan pada mantan pecandu ganja dengan riwayat mengonsumsi ganja lebih dari 5 kali per minggu dan semakin sering seseorang mengonsumsi ganja semakin memiliki perbedaan volume saliva (stimulasi) dengan kelompok tanpa riwayat mengonsumsi ganja (kontrol). Ini berarti hipotesis penelitian diterima, artinya rerata volume saliva yang distimulasi pada mantan pecandu ganja dipengaruhi oleh frekuensi mengonsumsi ganja.

Hasil yang diperoleh dari uji Oneway Anova (tabel 3) menunjukkan tidak adanya perbedaan yang signifikan (p>0,05) antara kelompok mantan pecandu ganja yang mengonsumsi ganja sebanyak 1-4 kali per minggu, 5-8 kali per minggu, 9-12 kali per minggu, 13-16 kali per minggu, dan lebih dari 16 kali per minggu dengan pH saliva (stimulasi) bila dibandingkan dengan kelompok tanpa riwayat mengonsumsi ganja (kontrol). Ini berarti hipotesis penelitian ditolak, artinya rerata pH saliva yang distimulasi pada mantan pecandu ganja tidak dipengaruhi oleh frekuensi mengonsumsi ganja.

(59)

4.4 Durasi Mengonsumsi Ganja Dengan Volume, pH dan Kadar Ion Kalsium Saliva Yang Distimulasi

Tabel 4. Hubungan Durasi Mengonsumsi Ganja Dengan Volume, pH dan Kadar Ion Kalsium Saliva Yang Distimulasi

Uji Oneway Anova, signifikan p<0,05

(60)

pada volume saliva (stimulasi) apabila dibandingkan dengan kelompok tanpa riwayat mengonsumsi ganja (kontrol). Kelompok mantan pecandu ganja yang memiliki riwayat mengonsumsi ganja selama 8-10 tahun dan lebih dari 10 tahun menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan pada volume saliva (stimulasi) apabila dibandingkan dengan kelompok tanpa riwayat mengonsumsi ganja (kontrol) Ini berarti terjadi penurunan volume saliva (stimulasi) yang signifikan pada mantan pecandu ganja dengan riwayat mengonsumsi ganja selama lebih dari 8 tahun dan semakin lama seseorang mengonsumsi ganja semakin memiliki perbedaan volume saliva (stimulasi) dengan kelompok tanpa riwayat mengonsumsi ganja (kontrol). Ini berarti hipotesis penelitian diterima, artinya rerata volume saliva yang distimulasi pada mantan pecandu ganja dipengaruhi oleh durasi mengonsumsi ganja.

Hasil yang diperoleh dari uji Oneway Anova (tabel 4) menunjukkan tidak adanya perbedaan yang signifikan (p>0,05) antara kelompok mantan pecandu ganja yang mengonsumsi ganja selama 0-4 tahun, 5-8 tahun, 8-10 tahun dan lebih dari 10 tahun dengan pH saliva (stimulasi) bila dibandingkan dengan kelompok tanpa riwayat mengonsumsi ganja (kontrol). Ini berarti hipotesis penelitian ditolak, artinya rerata pH saliva yang distimulasi pada mantan pecandu ganja tidak dipengaruhi oleh durasi mengonsumsi ganja.

(61)

4.5 Lamanya Berhenti Mengonsumsi Ganja Dengan Volume, pH dan Kadar Ion Kalsium Saliva Yang Distimulasi

Tabel 5. Hubungan Lamanya Berhenti Mengonsumsi Ganja Dengan Volume, pH dan Kadar Ion Kalsium Saliva Yang Distimulasi

Uji Oneway Anova, signifikan p<0,05

(62)

nilai p yaitu 0,038. Ini berarti hipotesis penelitian diterima, artinya rerata volume saliva yang distimulasi pada mantan pecandu ganja dipengaruhi oleh lamanya berhenti mengonsumsi ganja. Hal ini menunjukkan semakin lama seseorang berhenti mengonsumsi ganja maka efek yang menyebabkan penurunan volume saliva (stimulasi) akan semakin berkurang.

Hasil uji Oneway Anova (tabel 5) mengenai pH saliva (stimulasi) antara kelompok mantan pecandu ganja dengan kelompok kontrol berdasarkan lamanya berhenti mengonsumsi ganja. Hasil yang diperoleh dari uji ini menunjukkan tidak adanya perbedaan yang signifikan (p>0,05) antara kelompok manatan pecandu ganja yang telah berhenti mengonsumsi ganja selama 0-4 bulan dan 5-9 bulan dengan pH saliva (stimulasi) bila dibandingkan dengan kelompok tanpa riwayat mengonsumsi ganja (kontrol) dengan nilai p yaitu 0,233; 0,438. Ini berarti hipotesis penelitian ditolak, artinya rerata pH saliva yang distimulasi pada mantan pecandu ganja tidak dipengaruhi oleh lamanya berhenti mengonsumsi ganja.

(63)

BAB 5

PEMBAHASAN

Penelitian ini dilakukan pada 40 orang yang terdiri dari 30 orang pecandu ganja dan 10 orang yang tidak pernah mengonsumsi ganja sebagai kelompok kontrol. Setiap subjek yang diteliti diberikan pertanyaan sesuai dengan isi kuesioner terlebih dahulu dan subjek harus memenuhi beberapa kriteria inklusi, yaitu laki-laki berusia 16 – 49 tahun, konsumsi ganja terakhir kurang dari satu tahun sebelum penelitian dilakukan, sedang menjalani masa rehabilitasi di PSPP Insyaf Medan dan bersedia untuk berpartisipasi dalam penelitian. Kelompok kontrol pada penelitian ini merupakan mahasiswa laki-laki FKG USU berusia 20-24 tahun tanpa riwayat mengonsumsi ganja.

Berdasarkan data dari Badan Narkotika Nasional (BNN) jumlah pecandu ganja di Indonesia pada tahun 2007 mencapai 9000 orang dan untuk kawasan Sumatera Utara, penyalahgunaan ganja mencapai 846 kasus pada tahun 2011.5-6 Penyalahgunaan ganja dapat mengakibatkan masalah kesehatan, baik sistemik maupun lokal pada

rongga mulut. Menurut Cho CM, dkk, (2005) pada pecandu ganja sering terjadi

masalah kesehatan gigi dan mulut seperti penyakit periodontal, karies, candidiasis serta perubahan pada epitel rongga mulut.7 Hal ini dapat terjadi karena ganja dapat

meyebabkan perubahan pada sekresi saliva, dimana saliva merupakan cairan yang

(64)

dalam saliva terstimulasi mantan pecandu ganja di pusat rehabilitasi Insyaf Medan tahun 2014 dan pengaruh frekuensi, durasi dan lamanya berhenti mengonsumsi ganja, terhadap rerata volume, pH dan kadar ion kalsium saliva yang distimulasi. Pengumpulan volume saliva dilakukan dengan metode distimulasi karena metode ini lebih sering digunakan disebabkan oleh prosedurnya yang cukup mudah dilakukan dan umumnya dilakukan pada pasien dengan keluhan mulut kering. Seperti penelitian Ravenel MC., dkk (2012) di Amerika dilakukan pengumpulan saliva distimulasi pada subjek pecandu metamfetamin.16,42 Jenis penelitian yang digunakan adalah observasional analitik dengan rancangan penelitian cross sectional. Dilakukan uji T tidak berpasangan untuk mengetahui hubungan antara konsumsi ganja dengan volume, pH dan kadar ion kalsium saliva yang distimulasi antara kelompok mantan pecandu ganja dengan kelompok tanpa riwayat mengonsumsi ganja (kontrol) dan uji Oneway Anova untuk mendapatkan hubungan frekuensi, durasi dan lamanya berhenti mengonsumsi ganja dengan volume saliva yang distimulasi, pH saliva yang distimulasi dan kadar ion kalsium saliva yang distimulasi antara kelompok mantan pecandu ganja dengan kelompok tanpa riwayat mengonsumsi ganja (kontrol). Dimana untuk semua uji statistik yang dilakukan, tingkat signifikan yang diinginkan adalah p<0,05.

5.1 Karakteristik Umum Subjek Yang Diteliti

Gambar

Gambar 2.
Gambar 3. Konsumsi ganja dengan cara  dilinting.32
Gambar 4. Pipa air atau bong .33
Gambar 5. Lokasi reseptor cannabinoid di otak.12
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Adanya izin/persetujuan yang benar dilakukan sesuai.. dan kebutuhan

[r]

bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 49 sampai dengan Pasal 53 Peraturan Bupati Bandung Barat Nomor 13 Tahun 2015 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa,

Capaian Pembelajaran (Komp Mata Kuliah) : Setelah mengikuti kuliah mahasiswa diharapkan mampu memahami tentang ruang lingkup studi geomorfologi; pembentukan permukaan

Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorang atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang

Deskripsi Mata Kuliah : Geologi Dasar bagi mahasiswa semester I Jurusan Pendidikan Geografi bertujuan untuk memberi dasar pengetahuan tentang bumi bagian dalam, mulai dari

[r]