• Tidak ada hasil yang ditemukan

Septikemia pada Itik Alabio yang Diinfeksi Pasteurella multocida Melalui Berbagai Rute

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Septikemia pada Itik Alabio yang Diinfeksi Pasteurella multocida Melalui Berbagai Rute"

Copied!
4
0
0

Teks penuh

(1)

SEPTIKEMIA PADA ITIK ALABIO YANG

Pasteurella multocida

BERBAGAI RUTE

HEMORRHAGIC SEPTICAEMIA IN ALABIO DUCKS INFECTED WITH

Pasteurella BY VARIOUS ROUTES

Wiwin Hernomoadi Bibiana Widiyati

Patologi Bagian Parasitologi dan Patologi Pertanian 3 16151 INDONESIA, 62-251-329539

Bagian dan Veteriner Pertanian 3 16151 INDONESIA

JI. RE. 30 INDONESIA

ABSTRAK

Media Veteriner. 2000. 17-20.

Seratus ekor itik Alabio yang berumur lima rninggu dibagi menjadi kelompok berdasarkan rute infeksi yaitu intravena intramuskular intratrakhea dan kontrol (K). Kelompok perlakuan diinfeksi dengan bakteri P. multocida yang diisolasi dari itik dengan dosis Semua itik dinekropsi satu, tiga, 12 dan 24 jam infeksi. Itik-itik dari Kelompok menunjukkan septikemia hemorhagika, sedang itik dari lompok dan menunjukkan kerusakan yang

ga jam Semakin lama waktu pengamatan, semakin proses kerusakannya. Pada Kelompok Kontrol tidak ditemukan kerusakan

Kata-kata kunci: Pasteurella multocida, septikemia itik Alabio, rute infeksi

ABSTRACT

Media Veteriner. 2000. 17-20.

A hundred heads of five weeks old Alabio ducks were divided into four groups based on route of infection, intravenous intramuscular intratracheal and uninfected control (K). The treatment group were infected by Pasteurella multocida that isolated from duck with dose of The ducks were necropsied at one, three, six, 12 and 24 hours after infection Ducks of given group experienced hemorrhagic septicemia one hour whereas those of and groups showed the same alterations at three hours The more observation time, the more severity was the alterations process groups. No alteration was found in control

Key words: Pasteurella multocida, hemorrhagic mia Alabio ducks, route of infection

PENDAHULUAN

Masalah pengelolaan dan kesehatan merupakan dala dalam perkembangan peternakan itik. Tingkat an pada ternak itik masih cukup tinggi dengan rataan

dengan kisaran 5-50% (Sinurat et al., 1992). kolera yang disebabkan oleh bakteri Pasteurella multocida merupakan yang sering dilaporkan menyerang itik. Secara ekonomi ini merugikan karena mengakibatkan kematian yang tinggi, biaya pengobatan dan biaya tatalaksana yang relatif besar (Carpenter et al., 1988). Secara alami infeksi bakteri P. multocida dapat terjadi melalui saluran pernafasan, naan dan mukosa atau luka dan Glisson, 1997).

kolera pada itik biasanya bersifat akut dai dengan kematian dan septikemia (Rhoades dan 1989; dan Glisson, 1997). Itik biasanya terserang pada umur minggu keatas. Kematian pada itik akibat kolera adalah bahkan pada itik muda dapat mencapai 100%. Itik dan kalkun dapat dalam waktu 24-48 jam infeksi tergantung pada galur bakteri (Hunter dan Wobeser, 1980; Prantner et al., 1990).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perubahan patologi pada organ itik yang diienfeksi P. multocida

melalui berbagai rute infeksi dalam infeksi.

BAHAN DAN percobaan

(2)

feksi secara intravena Kelompok yang diinfeksi

ra dan Kelompok yang diinfeksi

lui trakhea Pakan dan air minum diberikan secara ad

libitum.

Infeksi P.

Isolat multocida diperoleh dari Winarsih et al. diisolasi dari darah jantung dan tulang. pada media agar darah dan pada suhu 37 selama 18-24 jam dan

kan uji untuk bakteri berupa

gunaan glukosa, sorbitol, galaktosa,

nitol, produksi indol, oksidase dan

urease.

Itik percobaan diinfeksi pada saat berumur Iima gu dengan dosis C N pada vena brachialis

yang ada di sayap otot dan langsung sikan ke trakhea menggunakan alat suntik (1

Selama penelitian gejala klinis yang muncul pada itik percobaan diamati. Pada satu, tiga, enarn, 12 dan 24 jam

pada lima ekor itik dari setiap lompok dan dilakukan penilaian terhadap perubahan logik yang terjadi. Septikemia dengan pendarahan pada jantung, selaput serosa dan jaringan lemak;

dan pembengkakan organ dan Iimpa; serta peremi dan pendarahan pada mukosa (Jones et al.,

1997; Hunter dan Wobeser, 1980). diberi skor 0-4 berdasarkan perkembangan lesi yaitu tidak ada lesi, titik perdarahan pada epikardium jantung,

pada epikardium jantung, jaringan lemak dan serosa,

bendungan pada

jantung, jaringan lemak, serosa, mukosa dan ti, limpa dan membengkak, itik masih dan pendarahan pada jantung, jaringan lemak, serosa, mukosa

dan limpa dan membengkak, itik

HASIL

DAN PEMBAHASAN

Gejala klinis infeksi

Kelompok itik yang diinfeksi menunjukan gejala klinis yang tergantung pada rute infeksi. Pada

pok gejala klinis mulai terlihat pada 6 jam berupa itik terlihat lemah, dan malas bergerak. Kemudian itik mengalami diare yang encer pada 12 jam Pada 24 jam itik mengalami diare encer berdarah serta keluar darah dari mulut dan Kematian itik mulai terjadi pada 12 jam Ditemukan satu ekor itik 12 jam dan tiga ekor pada 24 jam

Kelompok mulai menunjukkan gejala klinis pada delapan jam berupa lemah dan malas untuk bergerak. Diare yang encer terjadi pada 12 jam Pada 12 jam ditemukan satu ekor dan tiga ekor pada 24 jam

Kelompok mulai menunjukan gejala klinis pada jam klinis yang tampak adalah lesu dan sesak nafas. Pada 12 jam terdengar ngorok dan pada 24 jam satu ekor itik Kelompok ini juga memperlihatkan gangguan pernafasan berupa sesak nafas

ngorok.

Pemeriksaan makroskopik memperlihatkan bahwa da kelompok dan ditemukan adanya infeksi yang bersifat lokal pada infeksi. Sedangkan pada pok tidak ditemukan infeksi yang bersifat lokal. Pada kelompok ditemukan lesi pada otot udem pada 1 jam dan pendarahan pada 3 jam terjadi kolonisasi dan perbanyakan bakteri. Selanjutnya diikuti dengan invasi di organ-organ tubuh lainnya, tikemia dan kematian pada inang.

Septikemia

Septikemia merupakan perubahan patologik utarna da kolera akut dan perakut. Septikemia merupakan salah satu tanda bahwa telah terjadi bakterimia pada inang ades dan 1990). Kolera yang akut merupakan

pada sistem sirkulasi dan organ-organ yang dengan sistem (Snipes et al., 1987). Pada pemeriksaan rnakroskopik septikemia terjadi da semua kelompok itik yang diinfeksi. Septikemia pada kelompok terjadi paling cepat dibandingkan dengan kelompok dan 1). Pada kelompok tanda septikemia telah teramati 1 jam berupa titik perdarahan di epikardium jantung. Pendarahan kemudian meluas ke selaput serosa, jaringan lemak, dan

da jam pengamatan berikutnya. Sedangkan pada kelompok dan septikemia mulai terjadi pada 3 jam dan

pada 6, 12, dan 24 jam

Tsuji dan Matsumoto P. multocida

dapat pembuluh darah dan beredar ma darah untuk menimbulkan septikemia yang biasanya bersifat fatal. Di dalam darah bakteri ini dapat

sistem pertahanan tubuh inang supaya tetap Kemudian melalui aliran darah bakteri ini akan sampai di organ lainnya membentuk koloni dan berkembang

hingga menimbulkan kerusakan pada organ tersebut. Infeksi bakteri P. multocida melalui jalan nafas dapat menimbulkan perubahan septikemia melalui rapa tahapan proses infeksi. Tahap terjadi

pada sel-sel epitel pernafasan inang dan ikuti dengan pembentukan koloni secara lokal.

(3)

1. Bobot lesi septikemi pada itik Alabio yang

jam terjadi bakteremi dan melalui darah P. multocida

ke limpa dan organ lainnya menimbulkan septikemia (Matsumoto et al., 1991; Rhoades dan Rimler, 1993).

KESIMPULAN

Infeksi intravena, intramuskular dan khea pada itik Alabio dapat menimbulkan septikemia

pendarahan pada organ-organ jeroan. Pada kelompok septikemia terjadi paling cepat dan Sedangkan pada kelompok dan terjadi infeksi lebih

sifat lokal pada inokulasi.

DAFTAR

Carpenter, T. E., K. P. Snipes. D. Wallis and R. H. 1988. Epidemiology and financial impact of fowl cholera in turkeys: a retrospective analysis. Avian Dis., 32: 16-23.

Hunter, B. and G. Wobeser. 1980. Pathology of experi- mental avian cholera in Mallard ducks. Avian Dis., 24: 403-414.

Jones, T. C., D. Hunt and N.W. King. 1997. Veterinary Pathology. Williams and Baltimore. 1392 pp.

Lee, M. D., R. E. and J. R. Glisson. 1994. Invasi- on of epithelial cell monolayers by turkey strains of

Pasteurella multocida. Avian Dis., 38: 72-77.

Matsumoto, M., J. G. Strain and H. N. 1991. The fate of Pasteurella multocida after intratracheal inocu- lation into turkeys. Poultry Sci., 70:

Mendes, S., K.P. J.C. Nunnally, J.R. Glisson, I-Hsing Cheng and B.G. Harmon. 1994. Lesions re- sulting from attempted Schwartzman reaction in turkey poults inoculated with Pasteurella multocida

lysaccharide. Avian Dis., 38: 790-796.

Prantner, M. M., B. G. Harmon, J. R. Glisson and E. A. Mahaffey. 1990. The pathogenesis of Pasteurella

multocida infection in turkeys: A

comparison of two vaccine strains and a field isolate.

Avian Dis., 34: 260-266.

Rhoades, K.R. and R. B. Rimler. 1989. Fowl cholera. In

C. and J. M. Rutter (eds) : Pasteurella and teurellosis. Academic Press, Harcout Brace novich, Publisher. London. pp: 95-1 13.

Rhoades, K. R. and R. B. Rimler. 1990. Pasteurella tocida colonization and invasion in experimentally exposed turkey poults. Avian Dis., 34: 381-383.

.

1993.

tocida virulence factors : selection of fowl cholera in- ducing and noninducing strains. Avian Dis. 37: 1073. itik jantan lokal untuk produksi daging.

Prosiding Penelitian Komoditas Studi

Departemen Pertanian dan Direktorat deral Pendidikan Tinggi-Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

(4)

Tsuji, M. and M. 1989. Pathogenesis of fowl Winarsih, W., S. Hastowo dan B. W. Lay. 1997. Kasus cholera: influence of encapsulation on the fate of kolera pada itik. Media Veteriner, 35-40.

Referensi

Dokumen terkait

(1) Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya Kepala Dinas, Sekretaris, Kepala Bidang, Kepala Sub Bagian, Kepala Seksi dan Kelompok Jabatan Fungsional wajib menerapkan

Keadaan tersebut berbeda dengan yang terjadi pada ekstrak hasil maserasi, yaitu karena tidak terjadi sirkulasi secara otomatis setiap jamnya sehingga tidak ada

Nur Khayyu Latifah (131111081) Rehabilitasi Mental Spiritual di Pondok Pesantren Jiwa Mustajab bagi Pecandu Narkoba (Analisis Bimbingan dan Konseling

Terkait penelitian ini diharapkan dapat menemukan konsep dan model koordinasi yang dapat menjadi bahan masukan bagi pemerintah Kecamatan Kiaracondong kota Bandung

Selain itu, kandungan antinyamuk lain dalam bunga kamboja yaitu minyak atsiri, minyak atsiri merupakan bahan aktif yang mempunyai kemampuan daya tolak terhadap gigitan

Tujuan dari dana pensiun bagi perusahan adalah sebagai kewajiban moral untuk memberikan rasa aman kepada karyawan, jaminan yang diberikan

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui penggunaan metode Jibril dapat meningkatkan hasil belajar Pendidikan Agama Islam materi membaca

Hasil yang ingin dicapai terhadap rancangan tampilan berbasiskan multimedia ini agar dapat membantu semua pihak yang berkepentingan dengan ITC Kuningan, baik itu pihak