• Tidak ada hasil yang ditemukan

Potensi Kartografis Data Landsat-7 Untuk Pemetaan Penutup/Penggunaan Lahan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Potensi Kartografis Data Landsat-7 Untuk Pemetaan Penutup/Penggunaan Lahan"

Copied!
228
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
(12)
(13)
(14)
(15)
(16)
(17)
(18)
(19)
(20)
(21)
(22)
(23)
(24)
(25)
(26)
(27)
(28)
(29)
(30)
(31)
(32)
(33)
(34)
(35)
(36)
(37)
(38)
(39)
(40)
(41)
(42)
(43)
(44)
(45)
(46)
(47)
(48)
(49)
(50)
(51)
(52)
(53)
(54)
(55)
(56)
(57)
(58)
(59)
(60)
(61)
(62)
(63)
(64)
(65)
(66)
(67)
(68)
(69)
(70)
(71)
(72)
(73)
(74)
(75)
(76)
(77)
(78)
(79)
(80)
(81)
(82)
(83)
(84)
(85)
(86)
(87)
(88)
(89)
(90)
(91)
(92)
(93)
(94)
(95)
(96)
(97)
(98)
(99)
(100)
(101)
(102)
(103)
(104)
(105)
(106)
(107)
(108)
(109)
(110)
(111)
(112)
(113)
(114)
(115)
(116)
(117)
(118)
(119)
(120)

POTENSI KARTOGRAFIS DATA LANDSAT-7

UNTUK PEMETAAN PENUTUP

I PENGGUNAAN LAHAN

OLEH:

SURLAN

PROGRAM PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(121)

ABSTRAK

SURLAN. Potensi Kartografis Data Landsat-7 untuk pemetaan penutuplpenggunaan lahan. Di bawah bimbingan U.S. WIRADISASTRA, sebagai Ketua, dan MUHAMAD ARDIANSYAH sebagai anggota komisi pembimbing.

Tujuan penelitian ini adalah menemukan keakuratan geometri citra Landsat-7, menemukan tingkat ketelitian hirarki klasifikasi penutuplpenggunaan lahan, dan menemukan tingkat kedetilan informasi citra Landsat-7 untuk peta penutuplpenggunaan lahan. Penelitian dilaksanakan dengan metode pengolahan citra dan survey di sekitar Jakarta, Bogor dan Bekasi. Ketelitian geometris citra Landsat-7 diuji dengan menggunakan sejumlah titik kontrol 4 titik, 9 titik dan 25 titik yang sebarannya diatur sedemikian rupa. Titik-titik kontrol diperoleh dari citra rupa bumi skala 1 : 25 000 dan citra IKONOS. Model matematik yang digunakan adalah model polinomial derajat satu dan dua. Potensi kandungan informasi citra Landsat-7 untuk pemetaan penutuplpenggunaan lahan dilakukan berbagai proses pengolahan digital pada citra Landsat-7 untuk meningkatkan kemampuan interpretasi obyek, seperti : enhanment, filter, fusi, dan klasifikasi. Selanjutnya dilakukan interpretasi visual pada citra Lndsat-7 RGBI = 5,4,2,8 yang hasilnya kemudian dibandingkan dengan peta rupa bumi skala 1 : 25 000 atau citra Ikonos. Pengecekan lapangan dilakukan untuk membandingkan, membetulkan atau menambahkan informasi terhadap citra hasil interpretasi. Obyek-obyek yang diamati disesuaikan dengan rekomendasi klasifikasi penutuplpenggunaan lahan untuk pemetaan tematik dasar (BAKOSURTANAL, 2000), yaitu : permukiman, perdagangan, jasa dan industri, kelembagaan, transportasi, tubuh air (sungai, kanal, situ dll), obyek lainnya (bandara, stadion olah raga, obyek wisata dll), serta lahan bervegetasi.

Dengan memperhitungkan semua faktor kesalahan yang berpengaruh terhadap ketelitian geometrik citra dimana satu sama lain merupakan variabel stokastik yang independen maka diperoleh ketelitian geometrik untuk citra pankromatik dengan titik kontrol peta rupa bumi dan titik kontrol menggunakan citra IKONOS masing-masing untuk 4 titik kontrol mp(rupa bumi) = 23.99 meter dan mp(lKONOS) = 15 meter , 9 titik kontrol mp(rupa bumi)

=

20.40 meter dan mp(lKONOS)

=

12.39 meter , dan 25 titik kontrol m,(rupabumi)

=

16.69 meter dan mp(lKONOS) = 12.14 meter. Sedangkan untuk kanal multispektral diperoleh ketelitian berturut-turut 4 titik kontrol mM(rupa bumi) = 39.35 meter dan mM(lKONOS)

=

28.72 meter, 9 titik kontrol mM(rupa bumi)

=

36.94 meter dan mM(IKONOS) = 24.8 meter, dan 25 titik kontrol mM(rupa bumi) = 31.37 meter dan mM(IKONOS)

=

23.66 meter.

Registrasi citra Lansat-7 dengan menggunakan titik kontrol citra IKONOS yang memiliki kesalahan geometrik 5 m (produk ReferenceslOrtho) dan 12 m (produk Geo) memberikan kesalahan posisi berturut-turut antara 2 12 -13 m untuk citra pankromatik dan

2

23

-

26 m untuk citra multispektral dan antara

+

16

-17

m untuk citra pankromatik dan 2 26

-

28 m untuk citra multispektral. -

Hal ini berarti citra pan kromatik memenu hi persyaratan geometrik untuk peta skala 1 : 25 000, sedangkan untuk citra multispektral memenuhi persyaratan geometrik untuk peta skala 1 : 50 000.

(122)

Hal ini berarti citra pankromatik memenuhi persyaratan geometrik untuk peta skala 1 : 50 000, sedangkan citra multispektral hanya memenuhi persyaratan untuk peta skala 1 : 100 000.

Hasil analisis interpretasi visual terhadap citra Landsat-7 RGBI = 5,4,2,8 di daerah perkotaan menunjukkan bahwa citra tersebut mampu memberikan informasi penutuplpenggunaan lahan sampai tingkat klasifikasi orde Ill. Sedangkan pada daerah perdesaan umumnya hanya sampai tingkat klasifikasi orde 11.

Permukiman perkotaan maupun permukiman perdesaan dapat diidentifikasi berdasarkan warna, pola dan asosiasi. Baik secara visual maupun digital kedua wilayah ini dapat didelimitasi hanya saja batasnya agak sulit dideliniasi.

Obyek industri sebagian besar dapat diidentifikasi berdasarkan warna, bentuk bangunan dan asosiasi. Secara visual obyek industri ini mudah didelimitasi dan dapat dideliniasi baik berdasarkan bentuk bangunan maupun batas areal wilayahnya. Obyek jasa dan perdagangan umumnya dapat diidentifikasi dan didelimitasi, sedangkan yang terletak di tengah permukiman baik warna maupun bentuknya mirip dengan permukiman.

Obyek kelembagaan (perkantoran) tidak secara langsung dapat diidentifikasi. Obyek tersebut mirip dengan obyek permukiman dan obyek jasa dan industri.

Jalan dengan berbagai kategori pada peta rupa bumi skala 1 : 25 000 sebagian besar dapat diidetifikasi dan dideliniasi. Kecuali pada daerah permukiman padat atau bervegetasi nampak terputus-putus atau tidak nampak sama sekali. Namun demikian pola jalan masih bisa dikenali dan dapat dipetakan dengan dukungan survei lapang.

Vegetasi umumnya dapat diidentifikasi berdasarkan warna, sedangkan jenisnya dapat dibedakan berdasarkan warna, pola, tekstur, dan asosiasi. Namun demikian untuk dapat mengidentifikasi jenis vegetasi dan mendeliniasi batasnya dengan benar diperlukan dukungan hasil pengecekan lapang.

Tubuh air secara umum mudah diidentifikasi berdasarkan warna, pola dan bentuk, serta dapat dideliniasi.

(123)

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul :

Potensi Kkartografis Data LANDSAT-7 Untuk Pemetaan Penutupl PenggunaanLahan

Adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum pernah dipublikasikan.

Semua sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas

dan dapat diperiksa kebenarannya.

(124)

POTENSI KARTOGRAFIS DATA LANDSAT-7

UNTUK PEMETAAN PENUTUP

1

PENGGUNAAN LAHAN

SURLAN

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar MAGISTER SAlNS

pada

Program Studi llmu Tanah

PROGRAM PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(125)
(126)

Penulis dilahirkan pada tanggal 7 Maret 1958 di Kuningan, Jawa Barat. Anak ke 7 dari 8 bersaudara dari ayahanda Taslim Kartawinata (alm) dan ibunda Asih (almh).

Penulis menamatkan Sekolah Dasar Negeri 1 pada tahun 1970, Sekolah

Menengah Pertama Negeri 1 tahun 1973 dan Sekolah Menengah Atas Negeri pada tahun 1976 di Kabupaten Kuningan. Pada tahun 1977 penulis memasuki jurusan Matematika Fakultas Matematika dan llmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Gadjah Mada (UGM) dan lulus pada tahun 1982 dengan gelar sarjana Matematika.

Sejak tahun 1982 diangkat sebagai pegawai negeri sipil pada Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) sampai sekarang.

(127)

vii

PRAKATA

Puji syukur ke Hadirat Allah Yang Maha Kuasa atas izin-Nya penulis

dapat menyelesaikan Tesis ini sebagai salah satu syarat dalam memperoleh

gelar Magister Sains (S2) pada Program Pascasarjana lnstitut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih

kepada terutama komisi pembimbing yaitu : Bapak Dr. Ir. U.S. Wiradisastra, M.Sc

selaku Ketua, Dr. Ing. Muhamad Ardiansyah selaku anggota, atas bimbingan,

kesabaran dan saran atas tesis ini.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Ketua LAPAN, Bapak

Ir. Mahdi Kartasasmita, Phd, Deputi Wakil Ketua Bidang Penginderaan Jauh,

Bapak Drs. Bambang T. Sukmana, Dipl.lng, Bapak Dr. Ir. Uup. S. Wiradisastra, M. Sc, Bapak Dr. Ing. Muhamad Ardiansyah, Ibu Dr. Ir. Astiana Sastiono, M. Sc

Ketua Jurusan llmu Tanah Fakultas Pertanian IPB, dan Bapak Prof. Dr.

Sudarsono, M. Sc Ketua Program Studi llmu Tanah Program Pascasarjana IPB,

serta semua dosen Pascasarjana yang telah mendukung terlaksananya program

kerjasama LAPAN-IPB sehingga penulis dapat mengikuti pendidikan S2.

Kepada rekan mahasiswa Pascasarjana penulis mengucapkan terima

kasih atas kerjasamanya selama ini sehingga penulis merasakan masa

pendidikan ini indah dan mengesankan.

Akhir kata terima kasih tak terhingga diucapkan kepada istriku tercinta

Sri Gustiningsih dan anak-anakku Putri Gustimimiti, Citra Dwiputra dan Gumbira

Dri Putra atas dukungan dan kesetiannya baik dalam suka maupun duka selama mengikuti program pendidikan ini. Semoga tulisan ini bermanfaat adanya.

Bogor, Agustus 2002

(128)

DAFTAR IS1

Halaman

...

DAFTAR TABEL xi

DAFTAR GAMBAR ... xi i PENDAHULUAN

...

Latar Belakang 1

Tujuan penelitian ... 3

...

Hipotesis 3

TINJAUAN PUSTAKA

Sistem Klasifikasi Pemetaan PenutuplPenggunaan Lahan

...

4

Satelit Penginderaan Jauh Untuk Pemetaan ... 7

Sistem Landsat-7 ... 10

Sisten Satelit Resolusi Tinggi lkonos ... 14

Pengolahan Citra Digital ... 17

Klasifikasi Digital ... 26

BAHAN DAN METODE

Lokasi dan Waktu Penelitian ... 34

Bahan dan Alat ... 34

Metode Penelitian ... 35

HASlL DAN PEMBAHASAN

... Analisis Geometri Citra Lansat-7

Rektifikasi Dengan Menggunakan Peta Rupa Bumi

...

skala 1 : 25 000

Rektifikasi Dengan Menggunakan Citra Ikonos ...

... Sumber dan Analisis Kesalahan

Kandungan lnformasi Data Landsat.7 ... ...

(129)

...

Aspek kartografis Citra Landsat-7 KESIMPULAN DAN SARAN

... Kesimpulan

(130)

DAFTAR TABEL

Halaman Nomor

1 . Rekomendasi Klasifikasi PenutupIPenggunaan Lahan untuk

Pemetaan Tematik Dasar di Indonesia ... Persyaratan Ketelitian Geometri pada Peta Topografi ...

Persyaratan Ketelitian Geometri pada Peta Topografi di Negara Berkembang ... Analisis Ketelitian Geometri untuk Data Landsat ... Perbandingan Karakteristik Landsat-5 dan Landsat.7 ... Karakteristik Sensor Satelit IKONOS ... Karakteristik Parameter Satelit IKONOS ...

... Confusion Matrix

... Data satelit yang digunakan

Simpangan Baku Rektifikasi Kanal Multispektral Terhadap Peta ... Rupa Bumi skala 1 : 25 000

Simpangan Baku Rektifikasi Kanal Pankromatik Terhadap Peta Rupa Bumi skala 1 : 25 000 ...

Simpangan Baku Rektifikasi Kanal Multispektral Terhadap Citra I konos ... Simpangan Baku Rektifikasi Kanal Pankromatik Terhadap Citra I konos ... Rata-rata kesalahan untuk citra Pankromatik dan Multispektral ... Hasil Analisis Citra Visual Citra Landsat-7 Daerah Cikarang ... Perbandingan Obyek dari Citra Landsat-7 RGBI = 5.4.2. 8 dengan

... Citra Ikonos

Hasil Analisis Visual Citra Landsat-7 Wilayah Senayan ...

(131)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

13 13 13 37 44 ... Konfigurasi Teknik Landsat-7 dan

... Mekanisme Optical ETM+

... Geometri CCD-Sensor..

Model Pengambilan Jumlah dan Sebaran Titik Kontrol ... ... Jumlah dan Sebaran Titik Kontrol

Beberapa Contoh Citra Landsat-7 Warna Gabungan Kanal

... Merah (R), Hijau (G), dan Biru (B)

Beberapa Contoh Citra Landsat-7 Kanal Pankromatik Sebelum dan ... Sesudah Transformasi

Beberapa Contoh Perbandingan Citra Landsat-7 RGB dengan RGBl ... Daerah Cikarang dan Sekitarnya

Beberapa Contoh Perbandingan Citra Landsat-7 RGB dengan RGBI ... Daerah Senayan-Monas dan Sekitarnya

Citra Landsat-7 RGBl =5,4,2,8 Wilayah Cikarang-Bekasi.. ... Citra Landsat-7 RGBl =5,4,2,8 Sekitar Stadion Senayan.. ...

Citra Landsat-7 RGBl =5,4,2,8 Monas dan Sekitarnya ... Peta PenutupIPenggunaan Lahan dari Citra Landsat-7 Wilayah

... Cikarang dan Sekitarnya..

Peta Rupa Bumi skala 1 : 25 000 Wilayah Cikarang-Bekasi ...

Peta PenutupIPenggunaan Lahan dari Citra Landsat-7 Wilayah ... Senayan dan Sekitarnya..

(132)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Peta yang akurat, terkini dan mutakhir merupakan media inventarisasi

dan informasi mengenai sumber kekayaan alam, maupun sebagai sarana yang

mutlak diperlukan bagi perencanaan dan pelaksanaan pembangunan nasional

serta sebagai alat bantu untuk keperluan monitoring dan evaluasi.

Sebagai negara berkembang yang berpenduduk padat dan bertumpu

pada pengelolaan sumber daya alam pertanian dalam pemenuhan kebutuhan

pokok masyarakatnya akan berakibat pada peru bahan penutuplpenggunaan

lahan yang cepat. Hal ini menyebabkan lemahnya persyaratan peta yang terkini,

terutama bagi peta penutuplpenggunaan lahan yang akan cepat usang dan

harus selalu diaktualkan.

Ketersediaan peta tematik di lndonesia khususnya peta

penutuplpenggunaan lahan, masih mengalami berbagai kendala. Selain adanya

berbagai macam versi karena berbagai tuntutan kebutuhan yang berbeda, ha1

lain yang tak kalah pentingnya adalah keaktualan informasi yang seringkali

sudah tidak sesuai lagi dengan kenyataan.

Teknologi satelit inderaja dalam membantu pemetaan tematik telah

dimulai sejak mulai beroperasinya satelit Landsat pada tahun 1972. Sejak saat

itu teknologi penginderaan jauh berkembang sangat cepat baik dari sisi teknologi

sensor, maupun hardware dan softwarenya. Dengan meningkatnya resolusi

spasial dan juga teknologi opt0 elektronik, sistem satelit hampir dapat

menggantikan peran foto udara. Dari sisi ini hampir tidak ada lagi perbedaan

(133)

satelit penginderaan jauh untuk pemetaan belum dapat dilaksanakan secara

tepat guna dan optimal, terutama belum adanya panduan yang baku secara

nasional untuk penyusunan peta-peta tematik.

Beberapa penelitian yang terkait dengan penyediaan peta

penutuplpenggunaan lahan dengan menggunakan data satelit inderaja telah

banyak dilakukan. lgbokwe (1992) menggunakan data Landsat-TM untuk

memetakan perubahan penutuplpenggunaan lahan di daerah Sahel Afrika untuk

skala 1 : 100 000. Ajayi (1992) menggunakan data spot pankromatik untuk

pemetaan topografi di daerah Bandung. Beberapa penelitian yang terkait

dengan teknik pengolahan data satelit telah dilakukan oleh Kushardono (1997),

Schumaher ( I 990), Moeller (1 991) dengan menggunakan data Landsat-TM dan

SPOT untuk klasifikasi penutuplpenggunaan lahan. Klasifikasi penutupl

penggunaan lahan pada penelitian tersebut dilakukan dengan proses otomatis

secara digital dengan menggunakan kanal multispektral atau pankromatik saja.

Pada penelitian ini digunakan data kanal multispektral dan pankromatik dimana

untuk mengklasifikasikan penutuplpenggunaan lahan dilakukan secara visual

dan digital.

Dengan dioperasionalkannya satelit Landsat-7, terutama dengan sistem

sensor ETM dan adanya kanal pankromatik dengan resolusi spasial 15 m, diharapkan dapat meningkatkan kontribusi peranan data satelit dalam menuju

penyusunan panduan nasional penggunaan data satelit untuk pemetaan tematik.

Untuk itu perlu dikaji secara komprehensip tentang kemampuan data Landsat-7

tersebut untuk pemetaan tematik, terutama untuk meningkatkan ketelitian

geometri dan kualitas serta kuantitas isi informasi dari skala 1 : 100 000 menjadi

(134)

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan suatu metode dalam

mengoptimalkan pemanfaatan data Landsat-7 untuk pemetaan

penutuplpenggunaan lahan, dengan cara:

a) menemukan keakuratan geometri citra Landsat-7

b) menemukan tingkat ketelitian hirarki klasifikasi penutuplpenggunaan

lahan

c) menemukan tingkat kedetilan informasi citra Landsat-7 untuk peta

penutupl penggunaan lahan

Hipotesis

a) Jumlah dan sebaran titik kontrol mempengaruhi keakuratan geometri

b) Citra Landsat-7 dapat digunakan untuk merevisi peta

penutuplpenggunaan lahan sampai dengan skala 1 : 25 000 dan dapat

dijadikan dasar pembuatan peta penutuplpenggunaan lahan sampai

(135)

TINJAUAN PUSTAKA

Sistem Klasifikasi Pemetaan PenutupIPenggunaan Lahan

Satu faktor penting yang menentukan keberhasilan pemetaan

penggunaan lahan dan penutup lahan terletak pada pemilihan sistem klasifikasi

yang tepat, yang dirancang untuk suatu tujuan dimaksud. Klasifikasi

penutuplpenggunaan lahan adalah upaya pengelompokan penutuplpenggunaan

lahan dalam penyajian data spasial yang akan dijadikan pedoman atau acuan

dalam proses interpretasi .

Klasifikasi penutup dan penggunaan lahan yang digunakan di Indonesia

umumnya disesuaikan dengan tujuan masing-masing pengguna baik individu

maupun organisasi pemerintah yang bertanggung jawab dalam pemetaan lahan.

Beberapa klasifikasi penutuplpenggunaan lahan yang telah diusulkanl

digunakan diuraikan di bawah ini.

a) Klasifikasi penggunaan lahan menurut Kardono Darmoyuwono (1971)

merupakan sistem klasifikasi tunggal, yang dilengkapi dengan simbul area

untuk penggambaran pada peta, ditekankan untuk wilayah pedesaan

dengan skala kecil.

b) Sistem klasifikasi penutup lahanlpenggunaan lahan menurut Badan

Pertanahan Nasional (1977), membagi wilayah pedesaan dan perkotaan

sebagai dasar klasifikasi penggunaan lahan. Klasifikasi penutup

lahanlpenggunaan lahan pedesaan disajikan dalam berbagai skala, yakni

(136)

1 : 5 000 sld 1 : 12 500. Masing-masing klasifikasi disajikan secara terpisah, yakni bukan merupakan klasifikasi penggunaan lahan yang berjenjang.

c) Sistem klasifikasi penutup lahan dan penggunaan lahan untuk Indonesia

menurut Malingreau (1 981), didasarkan pada kombinasi sistem physiognomik

dan sistem fungsional. Cara penyajian masing-masing klasifikasi dilakukan

secara bertingkat, dengan 4 tingkat klasifikasi, yaitu jenjang I hingga

jenjang IV. Klasifikasi penggunaan lahan jenjang berikutnya merupakan

rincian dari jenjang sebelumnya.

d) Sistem klasifikasi penutup lahan dan penggunaan lahan menurut United

States Geologi Sunley (USGS), dikembangkan berdasar penggunaan citra

penginderaan jauh sebagai sumber data dalam pemetaannya. Sistem

klasifikasinya merupakan sistem klasifikasi berjenjang, yaitu dari tingkat I

(umum) hingga tingkat IV (rinci).

e) Klasifikasi penutuplpenggunaan lahan menurut Regional Physical Planning

Programme for Transmigration (RePPPRoT) (1983-1990) dibangun dengan

menggunakan data penginderaan jauh sebagai sumber utama datanya. Peta

penutuplpenggunaan lahan disajikan pada skala 1 : 250 000, ditujukan untuk

evaluasi lahan, dimana peta penutuplpenggunaan lahan sebagai salah satu

masukan datanya.

f) Klasifikasi penggunaan lahan menurut neraca sumber daya alam spasial

daerah merupakan klasifikasi penggunaan lahan yang diarahkan untuk

pengelolaan sumber daya alam, yang ditekankan pada kategori penggunaan

lahan yang terkait dengan sumber daya alam (NSSAD, 1998). Klasifikasi

disajikan secara berjenjang dalam kelas dan sub-kelas.

Berbagai macam sistem klasifikasi di atas menunjukkan betapa sulitnya

(137)

Fakultas Geografi UGM bekerjasama dengan BAKOSURTANAL dalarn kegiatan

pembakuan spek metodologi kontrol kualitas pemetaan tematik dasar dalam

mendukung perencanaan tata ruang (2000), merekomendasikan sistem

klasifikasi penutuplpenggunaan lahan yang sedapat mungkin

[image:137.616.78.557.255.675.2]

mengakomodasikan berbagai kebutuhan pengguna (Tabel 2.1 ).

Tabel 2.1. Rekomendasi Klasifikasi PenutupIPenggunaan Lahan untuk Pemetaan Tematik Dasar di Indonesia

Tingkat I

1. Daerah perkotaan dan terbangun

2. Daerah Perdesaan

Sumber : Bakosurtanal

Tingkat II Permukiman perkotaan Perdagangan, jasa, industri Transportasi, komunikasi,

I

Permukiman perdesaan

I

Perrnukiman perdesaan Tingkat Ill Permukiman perkotaan Perdagangan, jasa, industri Transportasi, komunikasi, utilitis

Lahan terbangun lainnya Bukan lahan terbangun

utilitis

Lahan terbangun lainnya Bukan lahan terbangun

Lahan bervegetasi diusahakan

Sawah irigasi Sawah tadah huian

Lahan bervegetasi tidak diusahakan

(lahan kosong)

Sawah pasang surut Tegalan

Perkebunan Hutan lahan kering Hutan lahan basah Belukar

Lahan tidak bervegetasi

Semak Rumput Lahan terbuka

/

Waduk Tubuh perairan

Tambak Rawa

Gumuk pasir Danau

I

Sunaai

I

(138)

Satelit Penginderaan Jauh untuk Pemetaan

Menurut kemungkinan penggunaannya satelit penginderaan jauh dapat

dibedakan dalam 3 kelompok (Konecny, 1990), yaitu sistem satelit untuk

meteorologi dan oceanografi, sistem satelit untuk inventarisasi dan pemantauan

sumber daya alam, sistem satelit untuk penyediaan peta tematik dan topografi.

Kelompok pertama merupakan satelit-satelit yang memiliki resolusi spasial

rendah (1-5 km), tetapi dengan waktu periode ulang yang pendek

(sehari sekali atau lebih). Kelompok kedua merupakan satelit-satelit yang

memiliki resolusi spasial menengah

(2

20 m), minimal memiliki 3 kanal spektral

dengan periode ulang sekitar 1 bulan. Sedangkan kelompok ketiga harus

memiliki resolusi spasial tinggi ( 5 1 5 m), dengan spektral rendah (1-3 kanal) dan

periode ulang juga rendah

(2

1 tahun).

Hal penting yang harus diperhatikan dalam penggunaan data

penginderaan jauh untuk pemetaan, yakni persyaratan untuk memperoleh

kualitas peta yang benar. Ada 3 persyaratan yang harus dipenuhi, yakni

ketelitian planimetris, ketelitian elevasi, detectability.

Batasan ketelitian posisi, tinggi dan kedetilan kandungan peta pada saat

ini tidak ada standarisasi yang tegas. Di Kanada misalnya, untuk peta topografi

skala 1 : 250 000 dan 1 : 50 000 menggunakan standar Nato-Kelas-A. Untuk itu

90 % titik-titik yang teridentifikasi secara nyata pada peta harus memenuhi

ketelitian planimetri

5

0.5 mm (Gauthier 1988). Di USA NMAS (National Map Accuracy Standards) menentukan 63 % titik-titik yang teridentifikasi secara nyata

pada peta skala 1 : 24 000 tidak boleh melebihi 0.3 mm (Welch et al. 1985). Di

Australia 90 % titik-titik yang teridentifikasi secara nyata pada peta skala

(139)

Ketelitian planimetris yang disyaratkan umumnya mempunyai standar

baku 0.2 mm pada masing-masing skala, sedangkan untuk ketelitian elevasi,

jika suatu titik memiliki standar baku

2

oh maka interval kontur harus 5oh

(Konecny, 1990). Tuntutan persyaratan ketelitian yang harus dipenuhi untuk peta

topografi misalnya, ditunjukkan dalam Tabel 2.2 dan Tabel 2.3.

Tabel 2.2. Persyaratan Ketelitian Geometris pada Peta Topografi (Konecny, 1990).

Tabel 2.3. Persyaratan Ketelitian Geometris pada Peta Topografi di Negara Berkembang (Konecny, 1989).

(140)

Penelitian mengenai kajian analisis geometris untuk data Landsat, dirangkumkan

pada Tabel 2.4.

Tabel 2.4. Analisis Ketelitian Geometri untuk Data Landsat

Jumlah titik

I I I I I

Dilakukan dengan menggunakan data Landsat MSS (resolusi = 79m)

I I

I

Colvocoresses

1

I

I

I

I

I

O X

Kontrol

O X

banding ow

& McEwen,

1973

Baehr & Schur,

Forrest , 1974

/

Penyelesaian parameter 1974

Derouchie &

Affine

Transformasi affine

Polinomial derajat 4

Polinomial derajat 2

Baehr, 1975 Derouchi, 1976 16 15 Nasu & Anderson, 1976

Steiner & Kirby

Polinomial derajat 3

Filter-prediksi

Penyelesaian parameter

(steifen dengan 11 scene)

I I I I 1 1

1

Mohamad. 1980

1

Polinomian deajat 2

g

6

6

1

47

1

1

18

Penyelesaian parameter

Transformasi affine

Welch & Lo,

I

Polinomial derajat 2 untuk koreksi

I

9 1977

Dowman &

I

1

Kolinearitas

I

I

66

I

67

I

I

192 183 66 31 356 25 32 21 ketinggian Transformasi affine 10

1

411

I I I I I

Dilakukan dengan menggunakan data Landsat -TM (resolusi = 30m)

Walker u.a ,

73

9

Sawada u.a ,

1981

Schur, 1982

1

1984

1

Affine 1 1 6 5

1

I

3 1

1

1

46

57

65

Model analitik dengan

Sumber : Wu (1 984)

36 58 67 I 140 66

menggunakan parameter lintasan

satelit

Kollinearitas

83 124

66

3

83

(blh=

0.10)

20 35 35

[image:140.612.74.554.171.694.2]
(141)

Sistem LANDSAT-7

Landsat-7 merupakan program lanjutan dari seri Landsat sebelumnya,

yang diluncurkan ke orbit pada tanggal 15 April 1999. Landsat-7 mengelilingi

bumi pada ketinggian sekitar 705 km dengan sudut inklinasi 98 derajat dan

waktu lintas khatulistiwa jam 10 a.m. Orbit satellit diprogram dengan siklus

pengulangan 16 hari sesuai Landsat Worldwide Reference System. Landsat-7

mempunyai 8 kanal yang terdiri dari 6 kanal dengan resolusi spasial 30 m, satu

kanal pankromatik dengan resolusi spasial 15 m dan satu kanal termal dengan

resolusi spasial 60 m (NASA, 2000).

Landsat-7 membawa instrumen Enhanced Thematik Mapper Plus

(ETM +). Instrumen ETM

+

merupakan multispektral scanning radiometer yang dapat mendeteksi radiasi terfilter spektral pada daerah tampak mata, infra merah

dekat, dan infra merah termal. ETM+ menyajikan suatu nadir viewing dengan

delapan kanal multispektral scanning radiometer, yang dirancang untuk

menerima, memfilter dan mendeteksi radiasi bumi dengan lebar cakupan 185 km

melalui gerakan cross-track scanning sepanjang lintasan satelit. Perbandingan

karakteristik Landsat-5 dengan Landsat-7 disajikan pada Tabel 2.5.

Mekanisme sistem ETM+ ditunjukkan pada Gambar 2.1. Scan mirror

menyapu dengan arah barat-timur dan timur-barat memotong arah lintasan,

sementara satelit bergerak arah utara-selatan. Sebuah teleskop ditempatkan

untuk memfokuskan energi ke sepasang cermin (scan line corrector) yang

kembali diarah kan ke focal plane. Scan line correcfor diperlu kan untuk

mengoreksi overlap dan underlap diantara dua baris yang berurutan yang

diakibatkan gerakan orbit along-track dan cross-track scanning. Energi yang

(142)

untuk kanal 1-4 dan 8 (pankromatik) diletakkan. Sebagian energi diarahkan dari

PFP oleh Relay Optik ke Cold Focal Plane, dimana detektor untuk kanal 5 7 , dan

6 diletakkan.

Dengan intrumen ETM+ ini, Landsat 7 mempunyai program utama untuk meningkatkan kualitas data radiometrik, yang memenuhi persyaratan kalibrasi

(143)
[image:143.612.72.564.134.621.2]

Tabel 2.5. Perbandingan Karakteristik Landsat-5 dan Landsat-7 Sistem Landsat- 5 Kecepatan transmisi (Mbps) Masa Operasi

Pan : 0,5-0,9 1984-1 999

15 Sensor

Sumber : U.S.Department of the interior, U.S. Geological survey (1999). MSS

Kana1 (p,)

4: 0,5-0,6 5: 0,6-0,7

(144)

l:lh'i+ SCAhWIZR ASSEhU3LY

ULL APERTURE

WDIA TOR

D o o n

(cI,osE!,)

CTATlC IZhYT73

A!!M

70- A L C

-

so:,m

/&.!PA y

13,2'pj:iR'ip Siiij:!,!P~

r'ft?%O!l!j Al-l'M-fi G I I & < ~ I ~ , ~ ~ I ) X-13AAQ

[image:144.612.141.476.75.404.2]

1 ~ 1 7 - r ~ ~ ~

-

AhTENA (GYLfi-j)

Gambar 2.1. Konfigurasi Teknik Landsat-7 dan Sumber : Landsat-7 Sciene Data Users Handbook ( NASA, 2000)

S a n mirrors

Cold I'rirne f m 1 plane ( i s o n s p c s c c c n d )

\

'!

\

, ,I *

- <.4J

I

!?adlator to

S C ~ i i n c

'

: R :

(:cc'!) 5 ; ) 2 U

tor, cclian ~'C!CXCO!X ':; a d

!

7C15

. ...

Itcia\. oplic '! ;at '. I ,!

/

Y

./

[image:144.612.93.479.81.705.2]

\

/'

Gambar 2.2. Mekanisme Optical ETM+

(145)

Sistem Satelit Resolusi Tinggi IKONOS

Satelit IKONOS-2 diluncurkan pada bulan September 1999 dan datanya

mulai dipasarkan oleh Space lmageng secara komersial pada awal 2000.

IKONOS merupakan salah satu satelit generasi lanjutan yang memiliki resolusi

spasial sangat tinggi dan mempunyai kemampuan untuk menghasilkan citra

stereo. Satelit ini mempunyai kemampuan hampir menyamai foto udara dan

dapat menghasilkan citra di mana saja di seluruh dunia.

Sensor, Parameter-parameter Satelit lkonos dan Prinsip Kerjanya

IKONOS memiliki sensor yang terdiri dari 5 kanal, yaitu 4 kanal

multispektral dengan resolusi spasial masing-masing 4 meter dan 1 kanal

pankromatik dengan resolusi spasial 1 meter. Karakteristik sensor dan

[image:145.612.71.527.508.685.2]

parameter satelit lkonos disajikan pada Tabel 2.6 dan tabel 2.7.

Tabel 2.6. Karakteristik Sensor Satelit lkonos

Nama Kanal

Kanal-5

1

Pankromatik

/

0.45

-

0.90

1

1 Kanal-1 (Biru)

Kanal-2 (Hijau) Kanal-3 (Merah)

Kanal-4 (I mfra Merah Dekat)

I 1 I

Resolusi Radiometrik : Data direkam dengan 11 bitlpixel (2048 tingkat keabuan) Sumber : Space Imaging, 2001.

Jenis Kanal Multispektral Multispektral Multispektral Multispektral Panjang Gelom bang (Mikrometer) Resolusi Spasial (Meter)

0.45

-

0.53 0.52

-

0.61 0.64

-

0.72 0.77

-

0.88

4

4

4

(146)
[image:146.612.137.498.95.346.2]

Tabel 2.7. Karakteristik Parameter Satelit lkonos

Parameter Satelit

I

Tinggi Lintasan dan Period

1

680 km & 98 menit Karakteristik Fokus

I

Skala Citra Nominal

I

1 : 68 000 10 m

1

Field of view

1

0.930

-1

I

I

Resolusi Kanal pankromatik (nadir)

1

0.82 m, resampling ke l m Panjang barisan & ukuran pixel

I I

1

Resolusi Kanal multispektral (nadir)

1

3.30 m, resampling ke 4m 13.816 & 12 pm

I

Ukuran scene nominal 1 1 x 1 1 km

Stereo imaging

/

Along-track, juga cross-track

I

Image collection rate

1

6000 barisldetik Revisit dan repeat-cycle times

Sumber : Space Imaging, 2001.

1-3 & 14 hari

Seperti satelit-satelit resolusi tinggi pada umumnya, satelit lkonos juga

menggunakan sensor barisan scanner linier opt0 elektronik, yakni suatu sensor

yang terdiri dari suatu barisan foto diode yang kokoh dengan resolusi tinggi,

mengambil barisan permukaan bumi tegak lurus dengan arahljalur terbang

(Gambar 2.3). Transformasi citra ke obyek dapat dibentuk sebagai berikut :

(x,y)

=

f (X,Y,Z), dengan x adalah banyaknya baris yang merupakan
(147)

-

-

-

-

-

-

-

-

CCD-Sensor Panjang Focus

t

---

Ketinggian Terbang

!

!

i

\

\

j.

\ 'i

\

& 4 = v . at [image:147.612.142.467.107.353.2]

\

'

\

\

\!

Gambar 2.3. Geometri CCD-Sensor

Pergerakan ke arah depan dari pembawa sensor (satelit) membentuk

sederetan barisan citra dalam arah lintasan. Prinsip kerja dari barisan penyiam

didasarkan pada bahwa suatu barisan sensor yang sangat sensitif terhadap

fotodiode yang terdiri dari sejumlah besar deretan detektor diskrit dikenai oleh

cahaya melalui sebuah obyektif yang selalu terbuka.

Dalam satu barisan sensor terjadi muatan listrik yang dependen secara

linier terhadap cahayalsinar yang jatuh dalam interval penyinaran. Ini akan

diteruskan dalam register kaca yang dinamis dalam interval waktu tertentu

secara paralel dan selanjutnya dibaca secara serial melalui penguat arus yang

telah disediakan. Selanjutnya signal-signal digital disimpan pada alat penyimpan

yang disediakan misalnya HDDT. Metode perolehan data barisan scanner ini

(148)

Pergerakan bagian mekanik dari barisan scanner dengan cermin yang

bergerak atau prisma yang berputar tidak lagi diperlukan. Dalam ha1 ini

terbentuk sebuah sistem alat yang kompak dengan kebutuhan energi listrik

yang rendah (sedikit).

Dalam bidang scanner terbentuk suatu barisan sensor linier dengan proyeksi

sentral perspektif, dan efek panorama dalam ha1 ini tidak terjadi.

Barisan sensor diskrit dan perekaman perolehan data spektralnya

memberikan langsung nomor kolom dan masing-masing nilai keabuan dari

masing-masing piksel. Interval spektral dari CCD-sensor terbentang dari sinar

tampak sampai inframerah dekat.

Pengolahan Citra Digital

Di dalam proses citra digital operasi-operasi geometri bukan merupakan

operasi utama. Namun di sisi lain ia tidak dapat dihindarkan, terutama jika citra

akan digunakan untuk dihubungkan dengan data spasial yang lain, yang dalam

prakteknya sering ditemui dalam penerapan sistem informasi geografis (SIG).

lstilah geocoded, yakni menegaskan bahwa referensi geometri citra

harus sesuai dengan permukaan bumi. Dalam geocoded tidak hanya diperlukan

bidang referensi, tetapi juga : pengembangan model geometri, pengukuran titik

kontrol dan analisisnya, perhitungan perataan, perhitungan ketelitian, dan

analisis ekonomi dari metode yang dipergunakan. Model geometri ditentukan

oleh dua hal, yakni sistem perolehan data dan perencanaan penggunaan data.

Data citra yang dihasilkan oleh sensor memiliki penyimpangan geometri

yang secara mendasar disebabkan oleh kesalahan orientasi maupun kesalahan

(149)

obyek itu sendiri, seperti rotasi bumi, kelengkungan bumi dan topografi akan

menambah kesalahan ini.

Suatu koreksi dari penyimpangan geometri ini harus terlebih dahulu

diselesaikan. Itu secara mendasar terdiri dari dua kemungkinan, pertama dapat

dihitung langsung dari citra, dimana ia dirubah secara geometri dan radiometri

melalui suatu transformasi pada proyeksi peta yang diberikan sebelumnya.

Metode ini dapat ditemukan pada pembuatan peta dari citra. Cara lainnya

penyimpangan tidak dikoreksi secara langsung, melainkan ia direkontruksi dalam

suatu alat pemrosesan fotogrametri untuk dapat dihitung. Hasilnya adalah

informasi garis, yang menggambarkan informasi topografi secara ortofoto. Citra

yang asli tetap tidak berubah. Ini adalah cara untuk membuat peta garis. Tidak

tergantung terhadap hasil akhir dari analisis geometri, koreksi terjadi melalui

model matematik yang sesuai, yang menghubungkan antara sistem koordinat

dari citra ke suatu sistem koordinat tanah.

Model matematik untuk analisis geometri citra didasarkan pada model

umum dari sistem opto-mekanik scanner dan opto-elektronik scanner. Dalam

prakteknya dikenal dua model matematik dalam koreksi geometrik dari citra

satelit, yakni model dengan menggunakan parameter dan model tanpa

menggunakan parameter. Pada model dengan parameter posisi sensor pada

saat pengambilan gambar yang dikenal sebagai parameter orientasi dijadikan

dasar untuk analisis. Dengan bantuan parameter ini titik pada citra dihubungkan

secara geometri dengan titik pada obyek. Model tanpa parameter adalah

(150)

Penyelesaian dengan Parameter

Parameter orientasi ditentukan dengan bantuan garis dalam ruang yang

menghubungkan sistem koordinat obyek tiga dimensi (X,Y,Z) dan sistem

koordinat citra dua dimensi (x,y). Dengan ini penyebab penyimpangan akan

dieliminir dan dapat dihitung. Cara ini dapat dibedakan dari cara tanpa parameter

adalah dari kemungkinan untuk analisis 3 dimensi dengan menggunakan

peralatan fotogrametri yang biasa dipergunakan dalam pembuatan peta grafis.

Analisis dapat dilakukan baik secara digital maupun analog. Model matematik

yang digunakan pada cara ini biasanya menggunakan persamaan kolinier, yaitu

suatu persamaan garis lurus dalam ruang yang menghubungkan titik (x,y) pada

citra dengan titik obyek (X,Y,Z). Model ini digunakan terutama untuk sistim

sensor barisan linier yang juga dapat merekam data secara stereoskopis, seperti

SPOT, MOMS, JERS-OPS, IKONOS dll.

Penyelesaian tan pa Parameter

Penyelesaian tanpa parameter menggambarkan hubungan antara

koordinat citra (x,y) dengan koordinat obyek (X,Y) dengan bantuan fungsi

interpolasi. Metode ini tidak dibangun berdasarkan suatu parameter perekaman

yang mengakibatkan berbagai variasi penyimpangan. Citra ditransformasikan

melalui bantuan fungsi matematik untuk dicowkan dengan jaringan titik kontrol.

Dalam penerapannya model ini hanya diterapkan untuk data digital saja.

Berbagai model fungsi matematik telah dikembangkan (Baker & Mikhai1,1975).

Dalam prakteknya fungsi polinomial banyak digunakan sebagai model

(151)

Dengan memasukan titik-titk yang mempunyai koordinat citra (x,y) dan

koordinat obyek (X,Y) kedalam persamaan diatas maka koefisien am , aI0 , . . .

, a,, , bm , bqO , . . . , b,, dapat dihitung. Untuk memudahkan dalam penyelesaian

persamaan dengan derajat polinomial n

=

1,2,3,4,5 membutuhkan 3,6,10,15,21

titik kontrol.

Pemrosesan Citra Digital untuk Optimalisasi lnterpretasi Citra

Keberhasilan dari suatu interpretasi dan analisis citra, selain tergantung

terhadap pengalaman dan pengetahuan interpreter juga tergantung terhadap

kualitas gambar itu sendiri. Manipulasi radiometris dan geometris yang

diharapkan pada suatu citra seringkali diperlukan untuk memperbaiki kualitas

citra, terutama untuk memperoleh hasil interpretasi yang lebih baik.

Suatu proses manipulasi terhadap citra melalui komputer ditunjukan

sebagai analisis citra digital (Ehlers, 1984). Persyaratan untuk penerapan

analisis citra digital, yakni bahwa citra yang akan dikerjakan ditempatkan dalam

bentuk digital. Bagi data dalam bentuk analog tentu saja harus dirubah terlebih

dahulu kedalam bentuk digital, misal melalui scanner.

Sebuah citra digital merupakan suatu fungsi berdimensi dua F(x,y) dari

suatu intensitas, dimana x dan y adalah koordinat titik dari bidang gambar, dan

harga F meningkat secara proporsional terhadap kecerahan pada titik-titk yang

berbeda. Pemrosesan citra digital dalam ha1 ini adalah perubahan terhadap

harga fungsi F atau koordinat (x dan y).

Perbaikan kontras

Perbaikan kontras adalah suatu cara untuk memudahkan interpretasi citra

(152)

Sifat kekontrasan dari citra satelit terutama dipengaruhi oleh sensitifitas dari

sensor dan efek atmosfir. Faktor-faktor diatas seringkali mengakibatkan proses

kuantisasi pada citra terjadi tidak optimal. Perubahan kontras seringkali dicapai

melalui fungsi linier dari citra orisinal S. Hal ini mempengaruhi suatu transformasi

dari distribusi nilai keabuan. Citra yang dihasilkan S' dihitung sebagai berikut :

Konstanta a berpengaruh terhadap perubahan kontras, sedangkan b mengubah

kecerahan citra. Dalam ha1 ini berlaku :

1

a

1

> 1 gambar yang dihasilkan lebih kontras

I

a

I

< 1 3 gambar yang dihasilkan kurang kontras

b > 0 a gambar yang dihasilkan akan lebih terang

b <

0

gambar yang dihasilkan akan lebih gelap

Pemilihan parameter diatas mudah dilakukan secara interaktif pada layar

monitor dengan memperhatikan citra yang dihasilkan. Dalam praktek

perhitungannya harga tingkat keabuan dari citra yang diperoleh adalah sebagai

berikut :

0

, jika a*(S(x,y) + b)

(0

,

S(X,Y)

=

255, jika a*(S(x,y) + b) 255,
(153)

Selain dengan cara diatas perubahan kontras dapat juga dicapai melalui

perubahan histogram (Ehlers, 1984).

Operasi perbaikan kontras selain dapat dilakukan titik demi titik, juga

dapat dilakukan untuk suatu ketetanggaan tertentu. Cara seperti itu

diperkenalkan oleh Gonzales & Wintz (1987), dengan nilai keabuan S'(x,y)

tergantung terhadap penyimpangan baku o dan mean p dari sekitar pixel-pixel

dengan ukuran baris dan kolom tertentu dari S(x,y), dan dihitung sebagai

berikut:

S'(~,Y)

=

A(x,y)*[S(x,y)

-

p(x,y)l + POCY)

M adalah harga mean dari keseluruhan S(x,y)

Citra Rasio

Rasio citra umumnya dilakukan untuk mendapatkan informasi yang lebih

optimal dari perbedaan antar kanal, dan dalam penonjolan beberapa

kenampakan obyek tertentu. Kombinasi beberapa kanal untuk mendapatkan

komposit warna sering memanfaatkan hasil rasio antar kanal, yang dikenal

dengan citra rasio kolektif. Citra rasio kolektif dari Landsat-TM, misal: (kanal

merah

=

715, kanal hijau = 513, kanal biru = 311) dapat mempertegas perbedaan

obyek-obyek di daerah urban (Schumacher, 1991).

Transformasi Warna

Citra berwarna dalam penginderaan jauh mempunyai peranan yang

penting terutama untuk interpretasi visual. Dalam penayangannya pada layar

(154)

masing kanal ditampilkan dengan warna dasar merah, hijau, dan biru (RGB)

pada layar monitor atau warna laser pada pencetak film.

Selain dalam sistem di atas, citra berwarna dapat diuraikan berdasar

intensity, hue, dan saturation (IHS). lntensitas (intensity) merupakan

pengukur dari terangnya tiap pixel, corak (hue) merupakan pengukur dari warna,

dan kejenuhan (saturation) merupakan indikator dari kedalaman atau kemurnian

warna. Pada umumnya sistem pemrosesan citra mempunyai kemampuan untuk

mengkonversi dari RGB ke IHS.

Transformasi IHS biasanya digunakan sebagai alternatif dari perentangan

korelasi (decorelation stretching) dan untuk mengkombinasikan data yang

mempunyai resolusi spasial dan temporal yang berbeda. Transformasi warna

dari data Landsat-7, misalnya dapat dilakukan dengan mengisi kanal merah

dengan kanal 5, kanal hijau dengan kanal 4, kanal biru dengan kanal 2 dan

setelah ditransformasikan ke dalam sistem IHS kemudian intensitas diisi dengan

kanal pankromatik. Selanjutnya kanal-kanal IHS yang baru ditransformasikan

kembali kedalam sistem RGB , maka akan diperoleh citra berwarna dengan

resolusi spasial mengikuti resolusi spasial kanal pankromatik ( 1 5m x 15m). Hasil

ini diharapkan dapat memperbaiki tingkat kedetilan extraksi informasi.

Analisis Citra Visual

Analisis citra visual atau interpretasi citra dapat didefinisikan sebagai

aktivitas visual untuk mengkaji citra yang menunjukkan gambaran permukaan

bumi yang tergambar di dalam citra tersebut untuk tujuan identifikasi obyek dan

menilai maknanya. Analisis visual menunjuk pada kemampuan pandangan

(155)

interpretasi sangat dipengaruhi oleh kemampuan dan pengalaman

interpreternya.

lnterpretasi visual merupakan suatu kegiatan pemecahan masalah yang

meliputi deteksi dan identifikasi obyek di muka bumi pada citra, dengan

mengenali obyek-obyek tersebut melalui unsur-unsur utama spektral dan spasial,

serta melalui kondisi temporalnya. Howard (1991) mengutip dari Estes dan

Simonett (1975) menunjukkan enam buah unsur pengenalan citra yang penting,

yakni rona atau warna, ukuran, bentuk, tekstur, bayangan dan pola.

I . Rona : Rona menunjukan adanya tingkatan keabuan yang teramati pada

citra hitam putih dan dapat diwujudkan dengan nilai densitas secara

logaritmik antara hitam dan putih. Permukaan basah misalnya akan nampak

lebih gelap pada citra pankromatik dengan pantulan kurang lebih 2,7 lebih

kecil dari pada permukaan kering (Krinov, 1947). Lapisan tanah bawah yang

terkelupas nampak cerah pada foto udara pankromatik bila dibandingkan

dengan liputan vegetasi disekitarnya. Rumput kering, salju, dan pasir nampak

cerah.

2. Warna : Warna dapat dipresentasikan dengan tiga unsur (sebagai contoh

hue, value, dan chroma). Perbedaan warna pada kertas cetakan atau pada

layar monitor lebih mudah dikenali oleh mata manusia daripada perbedaan

rona pada citra hitam putih.

3. Pola : Pola merupakan sebuah karakteristik makro yang digunakan untuk

mendeskripsi tata ruang pada citra, termasuk di dalamnya pengulangan

kenampakan-kenampakan alami. Pola sering dapat diasosiasikan dengan

geologi, topografi, tanah, iklim dan komunitas tanaman. Pemahan terhadap

pola sangat membantu di dalam analisis geomorfologi. Pola aliran dan

(156)

dapat digunakan misalnya untuk mengetahui morfogenesis suatu

lahantertentu.

4. Bentuk : Bentuk dan ukuran sering berasosiasi sangat erat. Bentuk

menunjukan pada konfigurasi umum suatu obyek sebagaimana terekam

pada citra penginderaan jauh. Bentuk lembah sering memberikan petunjuk

penting terhadap proses pelapukan dan usia lembah tersebut, dan dapat

merupakan indikasi terhadap jenis batuan penyusunnya.

5. Tekstur : Perbedaan tekstur dapat dikenali pada semua skala foto udara dan

citra satelit. Tekstur sangat penting dalam menunjang pengolahan spektral

secara digital baik untuk citra optik dan lebih-lebih citra radar. Tekstur

merupakan hasil dari rona, ukuran, bentuk, pola, bayangan, dan kualitas

pantulan obyek; dan tekstur bervariasi menurut skala citra. Jika skala

diperkecil tekstur menjadi lebih halus.

6. Ukuran : Seringkali tiga unsur interpretasi (bentuk, ukuran, dan letak)

digabungkan menjadi satu ke dalam istilah informasi kontextual. Ukuran

dapat menyajikan luas suatu daerah yang merupakan kelompok tertentu

yang homogen. Dalam analisis data stereo, ukuran dipakai misalnya untuk

mengetahui kemiringan dan panjang suatu lereng.

7. Bayangan :Bayangan sering sangat membantu didalam identifikasi pada foto

udara atau citra yang bersekala besar, yang berpengaruh pada tekstur dan

rona citra misalnya pada daerah berbukit. Bayangan sering menjadi faktor

penghambat pada analisis citra secara otomatik.

8. Delineasi batas : Didalam proses mengkaji unsur diagnostik citra, delineasi

batas pada citra yang memisahkan kelas-kelas yang berbeda dapat

(157)

Klasifikasi Digital

Pada prinsipnya teknik klasifikasi adalah menggunakan informasi spektral

atau informasi spasial dari suatu citra dalam rangka membagi citra menjadi

beberapa kelas yang berbeda dan mempunya arti terhadap obyeknya

(Dewanti, 1998).

Mueler (1 983), dalam meningkatkan ketelitian klasifikasi dengan metode

Maksimum Likelihood, menekankan pada cara pengambilan training area yang

memenuhi 4 syarat :

I. Ukuran dari training area : harus memenuhi syarat utama yakni agar

kovarian matrik tidak singular, haruslah pixel-pixel suatu training area saling

independen linier. Jadi pada n kelas obyek minimal n + l pixel pada tiap-tiap

kelasnya. Untuk mencapai hasil yang lebih baik, disarankan 10 kali dari

jumlah pixel minimum diatas.

2. Kehomogenan training area : untuk ha1 ini dharapkan hanya pixel-pixel dari

kelas itu saja yang berada pada training area dan distribusinya harus sedapat

mungkin berdistribusi normal. Hal ini dapat dilakukan dengan melihat

histogramnya pada tiap-tiap kana1 dan definisikan interval harga tingkat

keabuan yang terrnasuk pada training area tersebut, harga tingkat keabuan

yang ada di luar interval tersebut harus dikeluarkan. Dalam banyak ha1

adalah seringkali sangat susah membuat training area untuk memisahkan

pixel-pixel dari dua kelas yang berbeda, seperti terjadi pada obyek jalan atau

sungai. Seringkali tercampur pixel-pixel dari dua kelas, misal jalan dengan

hutan. Dalam ha1 ini adalah membantu jika sebelumnya dilakukan klasifikasi

unsuvervised.

3. Refresentatif - kelas : suatu persyaratan penting untuk dapat menerapkan

(158)

normal. Pada kenyataannya persyaratan ini seringkali tidak terpenuhi, karena

tidak terpenuhinya simetrisasi dari kelas-kelas obyek pada ruang spektral.

Pada penentuan kelas dapat dilakukan dengan menandai training area,

sedemikian sehingga seluruh pixel dapat terkelompokan.

4. Keterpisahan kelas : untuk menajamkan keterpisahan kelas biasanya

dilakukan tranformasi divergensi dan Jeffreys-Matusita Distance.

Schumacher (1991) mengembangkan berbagai metode klasifikasi

terbimbing menggunakan data penginderaan jauh Landsat-TM, yakni klasifikasi

berbasis pixel (maximum likelihood), klasifikasi konteks, klasifikasi fuzzy dan

klasifikasi multitemporal. Pada klasifikasi terakhir dituntut adanya ketelitian

geometri yang sangat tinggi.

Metode Klasifikasi Maximum Likelihood

Maximum likelihood merupakan suatu metode klasifikasi yang banyak

dikenal dalam penginderaan jauh, dimana suatu pixel yang mempunyai

kemiripan maksimum (maximum likelihood) di klasifikasikan dalam kelas tertentu.

Lk didefinisikan sebagai probabilitas posterior dari pixel yang termasuk kelas k.

dimana

Lk = P(WX)

=

P(k) * P(Xlk)lCP(i)*P(X/i)

P(k) : probabilitas prior dari kelas k

P(Xlk) : probabilitas bersyarat untuk kejadian X dari kelas k atau fungsi probabilitas densiti

Seringkali P(k) diasumsikan sama untuk satu sama lainnya dan CP(i)* P(X/i)

(159)

Untuk alasan matematik, suatu distribusi normal multivariat digunakan

sebagai fungsi probabilitas densiti. Dalam kasus distribusi normal, Lk dapat

diexpresikan sebagai berikut :

Dimana : n : banyaknya kanal

X : citra dari n kanal

Lk(X) : kemungkinan dari X masuk ke kelas k

pk : vektor rataan dari kelas k

Ck : matrik varian-kovarian dari kelas k

1 Ck 1 : determinan dari Ck

Dalam kasus dimana matrik varian-kovarian simetris, Lk sama seperti jarak

euclidian, sedangkan jika deterrninan sama satu dengan lainnya, Lk menjadi

sama dengan jarak Mahalanobis.

Analisis Tekstur

Tekstur adalah suatu kombinasi dari pola pengulangan dengan frekuensi

teratur. Dalam interpretasi visual mempunyai beberapa type, sebagai contoh,

halus, agak halus, kasar dan seterusnya. Analisis teksture didefinisikan sebagai

klasifikasi atau segmentasi dari ciri-ciri tektural yang berkaitan dengan bentuk

(160)

Dalam pemrosesan citra digital adalah sulit untuk memformulasikan

tekstur secara matematik, sebab tekstur tidak dapat distandarkan secara

kuantitatif, selain itu volume datanya biasanya juga besar.

Teknik ekstraksi tekstur secara umum dibedakan menjadi lima kategori

yaitu Struktural, Statistik, Spektral, Stokastik dan Morfologi (Chen, 1995).

Pendekatan statistik yang dikombinasikan dengan data spektral dapat digunakan

untuk perbaikan klasifikasi penutup lahan.

Pendekatan statistik menekankan pada perbandingan rona antara suatu

piksel yang diamati dengan rona-rona yang dimiliki tetangganya, yang

selanjutnya diadakan pengujian kemiripan (similarity) dengan piksel yang sedang

diamati. Satu unit ketetanggaan piksel merupakan unit pembangun (unit analisis)

tekstur yang diberi nama unit Texel (Texture Element).

Salah satu algoritma yang digunakan dalam analisis tekstur berbasis

statistik adalah Grey-Tone Spasial Dependence Matrix (GTSDM). Pada

algoriitma ini pengaturan piksel dalam suatu texel ditentukan oleh jarak spasial

tertentu dan sekaligus tergantung juga pada posisi piksel yang bertetanggaan.

Posisi relatif terhadap piksel pusat dinyatakan dalam suatu sudut yang besarnya

ditentukan berlawanan dengan arah putaran jarum jam. Dalam ruang

ketetanggaan, kemiripan antara piksel pusat dengan piksel tetangga dihitung

pada sudut-sudut tertentu, misalnya : oO, 45O, go0, 135', dan seterusnya, dan

dihitung dengan rumus-rumus sbb :

P(i,j, d, @ )

=

#{((k, I), (m, n)) 4 L y x Lx )

x ( L , x L J ~ ~ - ~ = o , 11-n

/

= d , l(k,l) = i, l(m, n) = j}

p(i,j, d, 4 9 )

=

#i((k, I), (m, n)) 4 L y x L, )
(161)

Or (k-m

=

-d, I-n

=

d),

l(k,l)

=

i, l(m,n) = jJ

p(i,j, d,

9@

) = #i((k, I), (m, n))

4,

x Lx )

x ( ~ , x ~ $ I k - m = d , 11-n

I

= 0 ,

I(k,l)

=

i, I(m,n)

=

jJ

P(;,j, d,

7350

) = #i((k, 11, (m, n)) 4 L y x Lx )

x ( ~ , x ~ ~ ) / k - m = d , / I - n

I

=d)

or (k -m =-d, I-n =-d),

l(k,l) = ;, l(m,n)

=

j}

Dimana # menyatakan jumlah elemen dalam himpunan.

Data kemiripan dalam seluruh citra dapat digunakan untuk membentuk

sebuah matriks yang biasa disebut Matriks Ketergantungan (Dependence

Matrix), yang ukurannya ditentukan oleh tingkat keabuan yang digunakan pada

citra digital, misalnya untuk tingkat keabuan 256 maka ukuran matriksnya adalah

256 baris x 256 kolom.

Ketelitian klasifikasi

Transformasi Divergensi

Keterpisahan statistik (statistical separability) merupakan suatu analisis

yang digunakan untuk menguji performansi dari sebuah pengklasifikasi.

Pengklasifikasi yang baik memiliki kemungkinan kesalahan paling kecil di dalam

membedakan antara kelas yang satu dengan yang lainnya. Suatu ukuran untuk

menunjukkan keterpisahan statistik antar kelas dari training sample ialah harga

(162)

Forrnulasinya diberikan sebagai berikut :

Dij

=

%[Tr{(Z,

-

Zj)( Zil

-

z,-')} + T~{(z;' + Zj-')( pi

-

pj)( pi

-

Ltj)T}]

TD,

=

2000 * {I

-

exp(-D,,/8))

Keterangan :

i , ~

=

pasangan kelaslsignature ke i dan j

D = nilai divergensi

C

=

matriks kovarian kelas berukuran NxN (N=jumlah kanal kombinasi)

P

=

matriks rataan kelas ukuran N x l

Tr, -1, T = operasi trace, invers, dan transpose matrik

TD

=

Transformasi Divergensi

Divergensi tertransformasi memiliki nilai maksimum atau nilai saturasi

sebesar 2000 dimana diperoleh kemungkinan kesalahan 0 %. Melalui harga TD

ini dapat ditentukan apakah sebuah pasangan kelas memiliki keterpisahan yang

baik atau kurang baik, yaitu :

a. Jika TD,, G 2000, keterpisahan kelas I dan j baik

b. Jika TDij << 2000, keterpisahan kelas I dan j kurang baik.

Jika seluruh kombinasi pasangan kelas mempunyai harga TD,

z

2000,

maka diperolah sebuah pengklasifikasi dengan kemungkinan kebenaran yang

tinggi. Harga TD,,, dari seluruh kombinasi pasangan kelas, dapat dijadikan

(163)

Confusion Matrix

Keakuratan hasil klasifikasi dapat dihitung dengan cara membandingkan

citra hasil klasifikasi dengan data referensi. Data referensi yang dimaksud dapat

berupa :

-

Data cek lapangan yang diambil secara acak pada areal yang dicakup citra satelit untuk masing-masing kelas

-

Areal data latih digital (training site) yang sudah dibuat sebelumnya dari hasil interpretasi secara visual diatas citra satelit dengan bantuan

monitor komputer

-

Peta penutup lahan digital, yang merupakan data digital dengan ukuran data, resolusi spasial dan waktu pembuatannya mendekati

tanggal perolehan data satelit yang akan dikelaskan

Keakuratan hasil klasifikasi biasanya ditunjukkan dalam bentu k confusion

matrix yang menggambarkan hubungan antara data referensi dengan hasil

klasifikasi dalam persen dan dari confusion matrix dapat dihitung keakuratan

rata-rata hasil klasifikasi.

Ketelitian pemetaan dapat dihitung dengan rumus :

"

crpr.w/

MA = ( Short, 1982)

X c r P'X" + X ~ p l . r t . / + X c ~ p L r e /

Ket : MA = Ketelitian pemetaan (mapping accurary)

&,

=

jumlah kelas x yang terkoreksi

XO

=

jumlah kelas x yang masuk ke kelas lain (omisi)

Xco

=

jumlah kelas x tambahan dari kelas lain (komisi)

Hasil perhitungan kemudian diekspresikan dalam bentuk tabel yang

(164)
[image:164.612.94.543.90.209.2]

Tabel 2.8. Confusion Matrix

Kelas-kelas hasil

Persentase yang terdapat dalam tabel merepresentasikan proporsi dari klasifikasi A

B C Jumlah pixel hasil pengecekan lapang

pixel-pixel pengecekan lapangan dalam masing-masing kelas yang ditandai oleh

pengklasifikasi yang termasuk benar dan yang salah. Ketelitian klasifikasi Total Kelas pengecekkan lapangan

35 (70%) 10 (20%) 5 (10%)

5 0

seringkali dihitung dari rata-rata seluruh persentasi yang benar.

C

A

2 (5%) 37 (93%) 1 (2%)

40 B

(4%) (7%) 41 (89%)

46

(165)

Gambar

Tabel 2.1.
Tabel 2.4. Analisis Ketelitian Geometri untuk Data Landsat
Tabel 2.5. Perbandingan Karakteristik Landsat-5 dan Landsat-7
Gambar 2.1. Konfigurasi Teknik Landsat-7 dan
+7

Referensi

Dokumen terkait

The first study was imply that flashcard media is an effective media in vocabulary teaching, and the second study imply that English vocabulary learning using

Meski sempat menuai kritik dari sebagian mahasiswa UI, akhirnya dengan bangga pada tanggal 13 Mei 2011, diadakan peluncuran awal Perpustakaan UI yang baru saja rampung

Hasil analisis regresi berganda menunjukkan faktor manajemen peternak yang memengaruhi CR adalah jenis hijauan yang diberikan ke ternak dengan besar faktor 0,199

yang positif pada siswa maka akan membentuk perilaku positif pada siswa, sebaliknyarendahnya pemberian punishment positif pada siswa maka pembentukan perilaku pada

Alhamdulillahhirobbil’alamin selalu penulis panjatkan atas nikmat dan berkah yang senantiasa allah swt limpahkan, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami istri, atau suami istri dan anaknya atau ayah dengan anaknya, atau ibu dengan anaknya, (Loka, 2012). Tetapi

1) Dokumen RKU PHHK/ RPKH &amp; lam-pirannya yang disusun berdasar- kan IHMB/risalah hutan dan dilaksa-nakan oleh Ganis PHPL Timber Cruising dan/atau Canhut. 2) Dokumen RKT/

Hasil refleksi menunjukkan bahwa tindakan siklus II yang dilakukan dengan pembelajaran menggunakan metode inquiry telah mendapat perhatian dari siswa terbukti hampir semua