DINAMIKA HASIL TANGKAPAN IKAN PELAGIS
KECIL DI PERAIRAN PANTAI BARAT
SULAWESI SELATAN
ALFA FILEP PETRUS NELWAN
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi yang berjudul Dinamika Hasil Tangkapan Ikan Pelagis Kecil di Perairan Pantai Barat Sulawesi Selatan adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing, dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal, atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Bogor, Agustus 2010
ABSTRACT
ALFA FILEP PETRUS NELWAN. Fish Production Dynamic of Small Pelagic Fish in Off West Coast of South Sulawesi. Under supervised of M FEDI A SONDITA, DANIEL R MONINTJA, DOMU SIMBOLON.
Coastal waters of western part of South Sulawesi Province has various ecological features that may affect dynamics of fish production which in turn may determine distribution and abundance of several small fish pelagic species that are common targets of local fishermen. Fisheries managers usually requires some information to identify some management strategies, but there are some concerns on the scales of spatial and temporal units and statistical parameters in analysing ecological and fisheries data to generate information useful to predict fish abundance and distribution. This study was designed to evaluate the dynamics of production of small fish pelagic species and correlate the fish production with amount of fishing effort and ecological data (i.e. sea surface temperature and chlorophyll contents). This study used fishing effort data for 8 types traditional one-day fishing units and fish production of 6 pelagic species. Annual fishing effort and CPUE over a periode of 30 years (1977-2006) were calculated after a standardization considering variability in capture capacity and fisheries development. The study area was divided into three regions, i.e. around Spermonde Islands (zone A), off
Polmas and Pinrang District (zone B) and off Majene and Mamuju District (zone C). Ecological data were derived from an internet situs, i.e.
http://reason.gsfc.nasa.gov/giovanni. The correlation analysis used 2002-2006 quarterly data published by districts along the study area. The sea suface temperature (SST) and chlorofill contents from the internet were processed into quarterly data. Seven statistical parameters of the two factors were calculated, i.e. mean, median, modus, deviation standard, range, minimum, and maximum. In general, small pelagic fisheries in zone A were the most dynamic compared to the two other fishing sub-areas (zone B and zone C). Fish abundance in zone A was coincident with low chlorophyl content, regardless of SST level. Modus appeared to be a suitable statistical parameter that reflects stronger relationship between fish productivity) and ecological data (SST and chlorophyll) when analysis was carried out using quarterly seasonal data.
ALFA FILEP PETRUS NELWAN.Dinamika Hasil Tangkapan Ikan Pelagis Kecil di Perairan Pantai Barat Sulawesi Selatan. Dibimbing oleh M FEDI A SONDITA, DANIEL R MONINTJA, dan DOMU SIMBOLON.
Kemampuan produksi sumberdaya ikan pelagis kecil menentukan ketersediaan stok untuk perikanan. Terdapat faktor internal dan faktor eksternal yang saling berinteraksi mempengaruhi daya dukung sumberdaya ikan. Faktor internal adalah proses biologi dan ekologi, sedangkan faktor eksternal adalah lingkungan laut dan kegiatan penangkapan ikan. Faktor ektsternal dapat diidentifikasi melalui perubahan upaya penangkapan dan kondisi oseanografi terhadap produksi ikan. Perairan pantai barat Sulawesi Selatan memiliki tipikal ekosistim pantai yang berbeda dari utara ke selatan. Pada bagian utara adalah perairan Majene dan Mamuju memiliki tipikal perairan pantai terbuka dan relatif dalam, bagian tengah adalah perairan Polmas, Pinrang, dan Pare-Pare yang memiliki tipikal perairan teluk, dan bagian selatan adalah perairan Takalar, Makassar, Maros, Pangkep, dan Barru, yang memiliki tipikal periran kepulauan dan terumbu karang.
Data yang digunakan untuk penelitian ini adalah statistik produksi (V) dan upaya penangkapan ikan tahunan (U) yang dipublikasikan Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Sulawesi Selatan untuk kurun waktu 30 tahun (t), sejak tahun
1977 hingga 2006. Dalam penelitian ada 8 jenis unit penangkapan ikan (k), yaitu
perahu atau kapal yang mengoperasikan: (1) payang, (2) pukat pantai, (3) pukat cincin, (4) jaring insang hanyut, (5) jaring lingkar, (6) jaring insang tetap, (7) bagan perahu, dan (8) bagan tancap, serta 6 jenis ikan (i) yaitu: (1) kembung
(Rastrelliger sp), (2) tembang (Sardinella fimbriata), (3) layang (Decapterus sp),
(4) teri (Stolephorus spp), (5) lemuru (Sardinella longiceps), dan (6) selar
(Selaroides spp). Kawasan perairan pantai barat Sulawesi Selatan dibagi menjadi
3 kawasan (z), yaitu zona A di selatan yang mencakup Kabupaten Takalar, Kota
Makassar, Kabupaten Maros, Kabupaten Pangkep dan Kabupaten Barru, zona B di tengah yang mencakup Kota Pare-Pare, Kabupaten Pinrang dan Kabupaten Polmas, dan zona C di utara yang mencakup Kabupaten Majene dan Kabupaten Mamuju. Data produksi dan upaya penangkapan dikelompokkan berdasarkan ciri umum dalam 4 periode kebijakan pembangunan perikanan (p), berturut-turut
adalah: 1) motorisasi (1977-1982), 2) penyertaan modal pemerintah dan pengembangan golongan ekonomi lemah (1983-1990), 3) diversifikasi usaha pengembangan usaha perikanan (1991-1997), dan 4) era reformasi, desentralisasi pengelolaan perikanan, serta pemberdayaan ekonomi nelayan (1997-2006). Perhitungan standardisasi upaya penangkapan dilakukan dalam 2 tahap. Tahap pertama pada masing-masing unit penangkapan di setiap zona, sedangkan tahap kedua standardisasi dilakukan berdasarkan total upaya penangkapan untuk menghitung CPUE di setiap zona.
Dinamika penangkapan ikan pelagis kecil di setiap zona dianalisis secara deskriptif menggunakan grafik dan mengidentifikasi trend linier yang diperoleh dengan meregresikan produksi (Pt) terhadap tahun (t) dan meregresikan CPUE
sejauhmana perubahan tahunan upaya penangkapan dan produksi atau status perikanan pelagis kecil dilakukan secara deskriptif dengan memetakan menggunakan kurva produksi lestari. Pembentukan kurva produksi lestari dilakukan dengan meregresikan antara total upaya penangkapan dengan produksi total dari 8 jenis alat tangkap untuk zona A dan B, serta 5 unit alat tangkap untuk zona C. Model regresi yang digunakan adalah model surplus produksi.
Perubahan upaya penangkapan untuk kurun waktu 30 tahun di zona A, menunjukkan signifikan meningkat secara eksponensial sebesar 0,04 unit/tahun, di zona B meningkat eksponensial sebesar 0,05 unit/tahun, dan di zona C meningkat eksponensial sebesar 0,09 unit/tahun. Perubahan produksi penangkapan untuk kurun waktu tahun 1977-2006 menunjukkan produksi ikan di zona A meningkat signifikan secara eksponensial sebesar 0,02 ton/tahun, di zona B meningkat signifikan secara eksponensial sebesar 0,02 ton/tahun dan di zona C meningkat signifikan secara eksponensial 0,04 ton/tahun. Trend CPUE menunjukkan menurun signifikan untuk setiap tahun, di zona A secara eksponensial sebesar 0,02 ton/upaya, zona B secara eksponensial sebesar 0,04 ton/upaya dan zona C secara linier sebesar 1,6 ton/upaya. Dinamika penangkapan berdasarkan pemetaan menggunakan kurva surplus produksi menunjukkan zona A dan B telah mencapai titik optimum dibandingkan zona C.
Analisis dalam kajian ini dilakukan menggunakan data dalam bentuk kuartalan. Untuk data penangkapan menggunakan produksi ikan, produktivitas dan densitas. Produksi ikan adalah jumlah produksi dari 8 jenis alat tangkap, produktivitas ikan adalah produksi ikan dari setiap upaya penangkapan dan densitas ikan adalah produksi ikan dalam luasan lokasi penangkapan ikan. Data upaya penangkapan yang digunakan adalah data yang telah distandardisasi. Data suhu permukaan laut (SPL) dan klorofil tersedia dalam bentuk bulanan, sedangkan data produksi ikan dalam bentuk kuartalan. Untuk kebutuhan analisis hubungan SPL dan klorofil terhadap produksi ikan, maka data SPL dan klorofil dihitung menjadi data kuartalan. Perhitungan data bulanan SPL dan klorofil menjadi data kuartalan dilakukan dengan 2 kategori, yaitu kategori kalender dan kategori musim.
Data produksi ikan kuartalan bersumber dari data statistik perikanan tangkap Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Sulawesi Selatan untuk kurun waktu 5 tahun (2002-2006). Data produksi kuartal tangkapan ikan berdasarkan 6 jenis ikan pelagis kecil, yaitu: (1) kembung (Rastrelliger sp); (2) layang
(Decapterus sp); (3) lemuru (Sardinella sp); (4) selar (Selaroides spp);
(5) tembang (Sardinella fimbriata); (6) teri (Stolephorus spp). Data SPL dan
klorofil diperoleh dari Ocean Color Time-Series Online Visualization hasil citra
satelit MODIS (Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer) Aqua untuk
data klorofil, sedangkan data SPL hasil citra satelit MODIS-Terra yang dikeluarkan oleh NASA (National Aeronautics and Space Administration). Data
citra satelit yang digunakan adalah data bulanan yang telah dianalisis berdasarkan
GES-DISC Interactive Online Visualization and Analysis Infrastructure
Analisis hubungan SPL dan klorofil dengan produksi, produktivitas, dan densitas ikan menggunakan tipologi hubungan dan parsial korelasi. Tipologi hubungan ditentukan berdasarkan 11 tipe melalui grafik biplot, sedangkan korelasi parsial ditentukan berdasarkan signifikansi pada nilai p<0.05.
Perubahan kuartalan produksi ikan menunjukkan jenis ikan kembung dominan di zona A, jenis ikan layang dan tembang di zona B dan jenis ikan layang di zona C. Rata-rata perubahan kuartalan menunjukkan SPL dalam kurun waktu tahun 2002-2006 tinggi pada kuartal 2 dan 4 di setiap zona. Rata-rata perubahan kuartalan klorofil menunjukan tinggi pada kuartal 1 dan 3. Perubahan kuartalan SPL menunjukkan kecenderungan lebih tinggi di zona C dan konsentrasi klorofil tinggi di zona A untuk kurun waktu tahun 2002-2006.
Tipologi hubungan SPL dan klorofil dengan produktivitas menunjukkan di zona A dan C cenderung tipe 10 pada skala kuartal musim, sedangkan zona B cenderung tipe 3 dengan produktivitas pada skala waktu kuatal kalender. Densitas cenderung tipe 11 pada skala waktu kategori kalender maupun musim pada setiap zona. Tipe 10 adalah keberadaan ikan tersebar di perairan dengan SPL rendah sampai tinggi pada klorofil rendah. Tipe 11 keberadaan ikan tersebar pada semua kondisi SPL dan klorofil. Hasil analisis parsial korelasi menunjukkan di zona A, pada kategori kalender, SPL berdasarkan parameter statistik ukuran pemusatan data singnifikan dengan produktivitas ikan. Pada kategori musim di zona A, SPL dan klorofil signifikan dengan produktivitas berdasarkan parameter statistik modus. Di zona B, baik kategori kalender maupun musim, klorofil signifikan dengan produksi, produktivitas, dan densitas. Pada zona C korelasi signifikan tidak dapat didefinisikan.
Pendekatan spasial dan temporal dengan menggunakan parameter statistik ukuran pemusatan data dapat dijadikan rujukan untuk mendefinisikan perubahan kondisi oseanografi pada ekosistem yang berbeda hubungannya dengan sebaran ikan. Dengan demikian sepatutnya tindakan pengelolaan perikanan tangkap menggunakan pendekatan ekosistem sebagai konsekuensi dari keunikan setiap wilayah perairan.
@ Hak Cipta milik IPB, tahun 2010
Hak cipta dilindungi Undang-Undang
DINAMIKA HASIL TANGKAPAN IKAN PELAGIS KECIL
DI PERAIRAN PANTAI BARAT
SULAWESI SELATAN
ALFA FILEP PETRUS NELWAN
Disertasi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada
Program Studi Teknologi Kelautan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Penguji pada Ujian Tertutup: 1. Dr. Ir. Anwar Bey Pane, DEA 2. Dr. Ir. Budy Wiryawan, M.Sc
Penguji pada Ujian Terbuka : 1. Dr. Bidawi Hasyim, M.Si 2. Dr. Ali Suman
Pantai Barat Sulawesi Selatan N a m a : Alfa Filep Petrus Nelwan
N I M : C561040031
Program Studi : Teknologi Kelautan (TKL)
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Ir. M. Fedi A. Sondita, M.Sc Ketua
Prof .Dr. Ir. Daniel R. Monintja Dr. Ir. Domu Simbolon, M.Si Anggota Anggota
Diketahui,
Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Teknologi Kelautan
Prof. Dr. Ir. John Haluan, M.Sc Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS
Puji syukur bagiMu, Tuhan Yang Maha Kuasa dan Pengasih, karena kuasa, berkat, dan karuniaMu sajalah sehingga penulisan disertasi ini dapat diselesaikan. Disertasi ini mengambil topik ikan pelagis kecil dengan judul “Dinamika Hasil Tangkapan Ikan Pelagis Kecil di Perairan Pantai Barat Sulawesi Selatan.” Kajian ini dibutuhkan untuk memberikan informasi tentang perubahan produksi ikan pelagis kecil di perairan pantai barat Sulawesi Selatan dengan kondisi ekosistim yang berbeda berdasarkan faktor upaya penangkapan dan kondisi oseanografi. Faktor upaya penangkapan menggunakan data untuk kurun waktu tahun 1977-2006, sedangkan faktor oseanografi menggunakan variabel suhu permukaan laut dan klorofil untuk kurun waktu tahun 2002-2006.
Disertasi in dapat diselesaikan berkat bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis sampaikan terima kasih dan penghargaan kepada: Dr. Ir. M Fedi A. Sondita, M.Sc, Prof. Dr. Ir. Daniel R. Monintja, dan Dr.Ir. Domu Simbolon, M.Si selaku komisi pembimbing. Ketua Program Studi dan seluruh staf pengajar program studi Teknologi Kelautan (TKL), Departemen PSP-IPB. Staf sekretariat Progran studi TKL-IPB. Ir. Ignatius Eko Susetiyo, MM, Ir. Satirah Syam beserta seluruh staf bagian statistik Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Sulawesi Selatan. Dr. Ir. Johson Lumban Gaol, M.Si, Dr. Bidawi Hasyim, M.Si, dan Dr. Ir. Julius Masrikat, M.Si atas informasi dan data citra satelit. Ir. Mahfud Palo, M. Si, Safruddin, S.Pi, MP, Muh. Faisal S.Pi, Muh. Nur Ihsan, S.Pi, dan Zulkifli Kasman, S.Pi atas bantuan pengambilan data di lapangan dan pembuatan peta. H.Arif dan H Samsuddin di Barru; H Kahil dan H Samsul di Polmas; dan H. Maruf di Majene atas bantuan data penangkapan. Kepada Prof. Dr. Najamuddin, M.Sc, Prof. Dr. Metusalach, M.Sc, Prof.Dr.Ir. Jasmal A. Syamsu, M.Si, Ir. Arfandi Idris, SH, Dr. Ir. St. Aisjah Farhum, M.Si, Dr. Ir. Syahrir Akil, Ir. Bachrianto Bachtiar, M.Si, Dr. Ir. Joeharnani Tresnati, DEA, Ir. Abd. Rasjid J, M.Si, Dr.Ir. Muh. Hatta, M.Si dan keluarga, Dr. T. Ersti Yulika Sari, S.Pi, M.Si, Dr. Ir. Muh. Yahya, M.Si, A. Tenriware, S.Pi, M.Si, Dr. Deslina Kaleka, M.Si, Ir. Yarifai Mappeati, Johny Taufik, SH, LLM, Erwin Undap, SH, Andi Zulkarnain Mallarangeng, Wanti Siregar, Irma A. Adjaradji, Richard Tupanalay, dan Bertho Wattimena, serta teman-teman kuliah di Program Studi Teknologi Kelautan IPB, khususnya angkatan tahun 2004 atas bantuan moril dan materi untuk penyelesaian studi. Kepada seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas perhatian, bantuan dan kerjasama yang diberikan selama proses penyelesaian studi. Terima kasih yang tak terhingga untuk seluruh keluarga Nelwan-Bororing dan Kambey-Tumilantow, secara khusus kepada kedua orang tua penulis, Jusuf Gabriel Nelwan dan Nelly Margaretha Bororing, serta istri dan anak tersayang, Bertha Fifi Kambey dan Naya Catherine Megi Nelwan.
Semoga disertasi ini dapat bermanfaat sebagai sumber informasi untuk pengembangan perikanan tangkap, baik penelitian maupun tindakan pengelolaan.
Penulis dilahirkan di Makassar pada tanggal 15 Januari 1966 sebagai anak sulung dari pasangan Jusuf G. Nelwan (almarhum) dan Nelly M Bororing (almarhumah). Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Peternakan UNHAS, lulus pada tahun 1991. Pada tahun 1998, penulis diterima di Program Studi Teknologi Kelautan pada Program Pascasarjana IPB dan menamatkannya pada tahun 2002. Kesempatan untuk melanjutkan ke program doktor pada program studi dan pada perguruan tinggi yang sama diperoleh pada tahun 2004. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia. Selain itu penulis juga mendapat dana bantuan penelitian dari Yayasan Anging Mammiri-Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan (KKSS), Yayasan Damandiri, COREMAP II, Pemda Provinsi Sulawesi Selatan, Program Hibah Penelitian Doktor DIKTI-IPB.
Penulis bekerja sebagai staf pengajar pada Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin, Makassar sejak tahun 1995. Penulis ditempatkan di Laboratorium Teknologi Penangkapan Ikan, Jurusan Perikanan.
Karya ilmiah berjudul Variabilitas Upaya Penangkapan Ikan Pelagis Kecil di Selat Makassar, Perairan Pantai Barat Sulawesi Selatan telah disajikan pada Seminar Nasional Peran IPTEK Pengembangan Kelautan dan Perikanan di Bogor pada bulan Oktober 2008, Use of Internet-Published Marine Environment Data in
Studies on Pattern of Fish Distribution: A Case for Spermonde Islands telah
disajikan pada Simposium Internasional Coral Reef Management di Jakarta bulan
Oktober 2009. Dua artikel, masing-masing berjudul Analisis Upaya Penangkapan Ikan Pelagis Kecil di Selat Makassar, Perairan Pantai Barat Sulawesi Selatan dan Evaluasi Produksi Perikanan Tangkap Pelagis Kecil di Perairan Pantai Barat Sulawesi Selatan diterbitkan pada jurnal Maritek Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB. Karya-karya ilmiah tersebut merupakan bagian dari program S3 penulis.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... xiv
DAFTAR GAMBAR ... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ... xxii
1 PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 5
1.3 Tujuan Penelitian ... 8
1.4 Hipotesis ... 8
1.5 Kerangka Pemikiran ... 9
2 TINJAUAN PUSTAKA ... 12
2.1 Ikan Pelagis Kecil ... 12
2.2 Produksi Ikan Pelagis Kecil ... 16
2.3 Ketersediaan Makanan ... 17
2.4 Aliran Massa Air Selat Makassar ... 18
2.5 Ikan Pelagis Kecil Hubungannya dengan Kondisi Oseanografi . 21 2.6 Dinamika Armada Penangkapan Ikan ... 24
3 METODOLOGI UMUM ... 30
3.1 Lokasi Penelitian ... 30
3.2 Struktur Kajian Penelitian ... 30
3.3 Jenis dan Sumber Data ... 32
3.4 Analisis Data ... 33
4 HASIL TANGKAPAN IKAN PELAGIS KECIL DI PERAIRAN PANTAI BARAT SULAWESI SELATAN ... 34
4.1 Pendahuluan ... 34
4.2 Tujuan ... 35
4.3 Metodologi ... 35
4.3.1 Lokasi pengamatan ………... 35
4.3.2 Analisis data ………. 36
4.4 Hasil ... 36
4.4.1 Spesifikasi alat tangkap ... 36
4.4.2 Metode pengoperasian, lokasi penangkapan dan produksi ... 41
4.5 Pembahasan ... 50
PELAGIS KECIL DI PERAIRAN PANTAI BARAT
SULAWESI SELATAN ... 55
5.1 Pendahuluan ... 55
5.2 Tujuan ... 57
5.3 Metodologi ……… 57
5.3.1 Sumber dan jenis data ... 58
5.3.2 Analisis data ... 58
5.4 Hasil ... 64
5.4.1 Dinamika hasil tangkapan pada setiap unit penangkapan secara spasial ... 64
5.4.2 Dinamika hasil tangkapan pada perikanan pelagis kecil secara spasial ….... ... 94
5.5 Pembahasan ... 102
5.5.1 Dinamika upaya penangkapan, produksi, dan produktivitas dari setiap unit penangkapan ikan di perairan pantai barat Sulawesi Selatan ... 102
5.5.2 Dinamika perikanan pelagis kecil di perairan pantai barat Sulawesi Selatan ... 108
5.6 Kesimpulan ... 112
6 HUBUNGAN SUHU PERMUKAAN LAUT DAN KLOROFIL DENGAN PRODUKSI IKAN PELAGIS KECIL DI PERAIRAN PANTAI BARAT SULAWESI SELATAN ... 114
6.1 Pendahuluan ... 114
6.2 Tujuan ... 116
6.3 Metodologi ... 116
6.3.1 Sumber data ... 117
6.3.2 Analisis data ... 118
6.4 Hasil ... 124
6.4.1 Perubahan kuartalan produksi ikan ... 124
6.4.2 Kondisi oseanografi ... 130
6.4.3 Pola distribusi ikan ... 144
6.4.4 Pola kelimpahan ikan ... 157
6.5 Pembahasan ... 162
6.5.1 Deskripsi fluktuasi SPL, klorofil dan produksi ikan ... 162
6.5.2 Pengaruh fluktuasi SPL dan klorofil terhadap keberadaan ikan ... 168
6.6 Kesimpulan ... 172
7 PEMBAHASAN UMUM ... 174
7.1 Dinamika Hasil Tangkapan Ikan Pelagis Kecil ... 174
7.2 Pola Distribusi dan Kelimpahan Ikan ... 180
8 KESIMPULAN DAN SARAN ... 186
8.1 Kesimpulan ... 186
DAFTAR PUSTAKA ... 189
DAFTAR TABEL
Halaman 1 Estimasi potensi, produksi, dan tingkat pemanfaatan sumberdaya
ikan di setiap wilayah pengelolaan (WPP) ... 16
2 Status stok perikanan Indonesia berdasarkan wilayah pengelolaan
perikanan ... 16
3 Deskripsi umum kondisi 3 zona penelitian di perairan pantai barat
Sulawesi Selatan ………. 31
4 Ciri umum dalam 4 periode kebijakan umum pembangunan perikanan sebaga dasar untuk standardisasi upaya
penangkapan ………. ... 58
5 Indeks daya tangkap relatif (DTR) dari 8 unit penangkapan ikan berdasarkan 4 periode kebijakan pembangunan perikanan
di zona A ……… 66
6 Indeks daya tangkap relatif (DTR) dari 8 unit penangkapan ikan berdasarkan 4 periode kebijakan pembangunan perikanan
di zona B ……… 67
7 Indeks daya tangkap relatif (DTR) dari 5 unit penangkapan ikan berdasarkan 4 periode kebijakan pembangunan perikanan
di zona C ……… 67
8 Persamaan garis trend upaya penangkapan setelah distandardisasi dari 8 unit penangkapan ikan di zona A, B, dan C dalam kurun
waktu tahun 1977-2006 ……….. 71
9 Hasil uji Kruskal-Wallis pada upaya penangkapan 8 unit
penangkapan di zona A, B, dan C ……….. ... 73
10 Persamaan garis trend produksi ikan dari 8 unit penangkapan ikan
di zona A, B, dan C dalam kurun waktu tahun 1977-2006 . ... 79
11 Hasil uji Kruskal-Wallis pada produksi dari 8 unit
penangkapan di zona A, B, dan C ... 81
12 Persamaan garis trend produktivitas penangkapan dari 8 unit penangkapan ikan di zona A, B, dan C dalam kurun waktu
tahun 1977-2006 ………. 87
di zona A, B, dan C ... 89 14 Persamaan garis trend hubungan produktivitas dengan upaya
penangkapan yang telah distandardisasi dari 8 unit penangkapan
ikan di zona A, B, dan C dalam kurun waktu tahun 1977-2006 .... 93
15 Fishing power index (FPI) dari setiap unit penangkapan di zona
A, B, dan C ... 96
16 Kategori waktu yang digunakan dalam perhitungan data SPL dan
klorofil dari bulanan menjadi kuartalan ... 121
17 Tipologi umum SPL dan klorofil kategori kalender dengan produksi
ikan ... 146
18 Tipologi umum SPL dan klorofil kategori musim dengan produksi
ikan ... 148
19 Tipologi umum SPL dan klorofil kategori kalender dengan
produktivitas ikan ... 150
20 Tipologi umum SPL dan klorofil kategori musim dengan
produktivitas ikan ... 152
21 Tipologi umum SPL dan klorofil kategori kalender dengan
densitas ikan ... 154
22 Tipologi umum SPL dan klorofil kategori musim dengan
densitas ikan ... 156
23 Signifikansi korelasi parsial parameter statistik SPL dan klorofil
pada kategori kalender di zona A ... 159
24 Signifikansi korelasi parsial parameter statistik SPL dan klorofil
pada kategori musim di zona A ... 160
25 Signifikansi korelasi parsial parameter statistik SPL dan klorofil
pada kategori kalender di zona B ... 160
26 Signifikansi korelasi parsial parameter statistik SPL dan klorofil
pada kategori musim di zona B ... 161
27 Signifikansi korelasi parsial parameter statistik SPL dan klorofil
pada kategori kalender di zona C ... 161
28 Signifikansi korelasi parsial parameter statistik SPL dan klorofil
Halaman
1 Karakteristik perairan pantai barat Sulawesi Selatan ... 7
2 Kerangka pikir penelitian ... 11
3 Beberapa jenis ikan pelagis kecil ... 15
4 Aliran massa air Arlindo ... 20
5 Perubahan kondisi oseanografi pada lapisan permukaan di perairan Indonesia akibat pengaruh munson ……… 21
6 Hubungan antara jumlah upaya penangkapan dan hasil tangkapan dari suatu stok ikan dalam keadaan ekuilibrium ... 27
7 Lokasi penelitian dan pembagian zona di perairan pantai barat Sulawesi Selatan ... 32
8 Lokasi daerah penangkapan ikan armada payang yang beroperasi dan berpangkalan di Majene ... 46
9 Produksi dan jumlah hari operasi payang yang beroperasi dan berpangkalan di Majene ... 46
10 Lokasi daerah penangkapan ikan armada bagan rambo dan pukat cincin yang beroperasi dan berpangkalan di Barru ... 47
11 Produksi dan jumlah hari operasi pukat cincin yang beroperasi dan berpangkalan di Barru ... 47
12 Produksi dan jumlah hari operasi bagan rambo yang beroperasi dan berpangkalan di Barru ... 48
13 Lokasi daerah penangkapan ikan armada bagan perahu dan pukat cincin yang beroperasi dan berpangkalan di Polewali Mandar ... 48
14 Produksi dan jumlah hari operasi pukat cincin yang beroperasi dan berpangkalan di Polewali Mandar ... 49
16 Trend tahunan upaya penangkapan setelah distandardisasi dari 8 unit penangkapan ikan berdasarkan 6 jenis ikan pelagis kecil
di zona A ... 68
17 Trend tahunan upaya penangkapan setelah distandardisasi dari 8 unit penangkapan ikan berdasarkan 6 jenis ikan pelagis kecil
di zona B ... 69
18 Trend tahunan upaya penangkapan setela distandardisasi dari 5 unit penangkapan ikan berdasarkan 6 jenis ikan pelagis kecil
di zona C ... 70
19 Konfigurasi upaya penangkapan setelah distandardisasi dari
8 unit penangkapan ikan di zona A ... 72
20 Konfigurasi upaya penangkapan setelah distandardisasi dari
8 unit penangkapan ikan di zona B ... 72
21 Konfigurasi upaya penangkapan setelah distandardisasi dari
5 unit penangkapan ikan di zona C ... 72
22 Trend tahunan produksi ikan dari 8 unit penangkapan ikan
di zona A ... 76
23 Trend tahunan produksi ikan dari 8 unit penangkapan ikan
di zona B ... 77
24 Trend tahunan produksi ikan dari 5 unit penangkapan ikan
di zona C ... 78
25 Konfigurasi produksi ikan dari 8 unit penangkapan ikan
di zona A ... 80
26 Konfigurasi produksi ikan dari 8 unit penangkapan ikan
di zona B ... 80
27 Konfigurasi produksi ikan dari 5 unit penangkapan ikan
di zona C ... 80
28 Trend tahunan produktivitas penangkapan dari 8 unit
penangkapan ikan di zona A ... 84
29 Trend tahunan produktivitas penangkapan dari 8 unit
penangkapan ikan di zona B ... 85
30 Trend tahunan produktivitas penangkapan dari 5 unit
penangkapan ikan di zona A ... 88
32 Konfigurasi produktivitas penangkapan dari 8 unit
penangkapan ikan di zona B ... 88
33 Konfigurasi produktivitas penangkapan dari 5 unit
penangkapan ikan di zona C ... 88
34 Trend hubungan produktivitas dengan upaya penangkapan yang
telah distandardisasidi dari 8 unit penangkapan di zona A ... 90
35 Trend hubungan produktivitas dengan upaya penangkapan yang
telah distandardisasidi dari 8 unit penangkapan di zona B ... 91
36 Trend hubungan produktivitas dengan upaya penangkapan yang
telah distandardisasidi dari 5 unit penangkapan di zona C ... 92
37 Trend upaya penangkapan armada perikanan pelagis kecil
di zona A ... 97
38 Trend upaya penangkapan armada perikanan pelagis kecil
di zona B ... 97
39 Trend upaya penangkapan armada perikanan pelagis kecil
di zona C ... 97
40 Trend produksi ikan armada perikanan pelagis kecil di zona A ... 98
41 Trend produksi ikan armada perikanan pelagis kecil di zona B ... 98
42 Trend produksi ikan armada perikanan pelagis kecil di zona C .... 98
43 Trend CPUE tahunan armada perikanan pelagis kecil di zona A
dengan satuan upaya standar bagan tancap ... 99
44 Trend CPUE tahunan armada perikanan pelagis kecil di zona B
dengan satuan upaya standar pukat pantai ... 99
45 Trend CPUE tahunan armada perikanan pelagis kecil di zona C
dengan satuan upaya standar bagan perahu ... 99
46 Trend hubungan CPUE dengan upaya penangkapan yang telah
distandardisasi ulang di zona A ... 100
47 Trend hubungan CPUE dengan upaya penangkapan yang telah
48 Trend hubungan CPUE dengan upaya penangkapan yang telah
distandardisasi ulang di zona C ... 100
49 Kurva surplus produksi perikanan pelagis kecil di zona A
perairan pantai barat Sulawesi Selatan ... 101
50 Kurva surplus produksi perikanan pelagis kecil di zona B
perairan pantai barat Sulawesi Selatan ... 101
51 Kurva surplus produksi perikanan pelagis kecil di zona C
perairan pantai barat Sulawesi Selatan ... 101
52 Tipologi hubungan suhu permukaan laut dan klorofil terhadap
produksi, produktivitas, dan densitas ikan ... 123
53 Fluktuasi kuartalan produksi 6 jenis ikan untuk kurun waktu
tahun 2002-2006 di zona A ... 125
54 Fluktuasi kuartalan produksi 6 jenis ikan untuk kurun waktu
tahun 2002-2006 di zona B ... 126
55 Fluktuasi kuartalan produksi 6 jenis ikan untuk kurun waktu
tahun 2002-2006 di zona C ... 126
56 Fluktuasi kuartalan produktivitas 6 jenis ikan untuk kurun waktu
tahun 2002-2006 di zona A ... 127
57 Fluktuasi kuartalan produktivitas 6 jenis ikan untuk kurun waktu
tahun 2002-2006 di zona B ... 127
58 Fluktuasi kuartalan produktivitas 6 jenis ikan untuk kurun waktu
tahun 2002-2006 di zona C ... 128
59 Fluktuasi kuartalan densitas 6 jenis ikan untuk kurun waktu
tahun 2002-2006 di zona A ... 128
60 Fluktuasi kuartalan densitas 6 jenis ikan untuk kurun waktu
tahun 2002-2006 di zona B ... 129
61 Fluktuasi kuartalan densitas 6 jenis ikan untuk kurun waktu
tahun 2002-2006 di zona C ... 129
62 Perubahan bulanan SPL untuk kurun waktu tahun 2002-2006
di zona A,B, dan C ... 133
63 Fluktuasi mean SPL (0C) pada setiap kuatal di zona A, B,
dan C ... 134
65 Fluktuasi modus SPL (0C) pada setiap kuatal di zona A, B,
dan C ... 134
66 Fluktuasi standar deviasi SPL (0C) pada setiap kuatal di zona A,
B, dan C ... 135
67 Fluktuasi range SPL (0C) pada setiap kuatal di zona A, B,
dan C ... 135
68 Fluktuasi minimum SPL (0C) pada setiap kuatal di zona A, B,
dan C ... 136
69 Fluktuasi maksimum SPL (0C) pada setiap kuatal di zona A, B,
dan C ... 136
70 Fluktuasi bulanan klorofil (mg/m3) untuk kurun waktu tahun
2002-2006 di zona A,B, dan C ... 140
71 Fluktuasi mean klorofil (mg/m3) pada setiap kuatal di zona A, B,
dan C ... 140
72 Fluktuasi median klorofil (mg/m3) pada setiap kuatal di zona A, B,
dan C ... 141
73 Fluktuasi modus klorofil (mg/m3) pada setiap kuatal di zona A, B,
dan C ... 141
74 Fluktuasi standar deviasi klorofil (mg/m3) pada setiap kuatal di
zona A, B, dan C ... 142
75 Fluktuasi range klorofil (mg/m3) pada setiap kuatal di zona A, B,
dan C ... 142
76 Fluktuasi minimum klorofil (mg/m3) pada setiap kuatal di zona
A, B, dan C ... 143
77 Fluktuasi maksimum klorofil (mg/m3) pada setiap kuatal di
di zona A, B, dan C ... 143
78 Tipologi umum SPL dan klorofil kategori kalender dengan
produksi ikan di zona A ... 145
79 Tipologi umum SPL dan klorofil kategori kalender dengan
80 Tipologi umum SPL dan klorofil kategori kalender dengan
produksi ikan di zona C ... 146
81 Tipologi umum SPL dan klorofil kategori musim dengan
produksi ikan di zona A ... 147
82 Tipologi umum SPL dan klorofil kategori musim dengan
produksi ikan di zona B ... 147
83 Tipologi umum SPL dan klorofil kategori musim dengan
produksi ikan di zona C ... 148
84 Tipologi umum SPL dan klorofil kategori kalender dengan
produktivitas ikan di zona A ... 149
85 Tipologi umum SPL dan klorofil kategori kalender dengan
produktivitas ikan di zona B ... 149
86 Tipologi umum SPL dan klorofil kategori kalender dengan
produktivitas ikan di zona C ... 150
87 Tipologi umum SPL dan klorofil kategori musim dengan
produktivitas ikan di zona A ... 151
88 Tipologi umum SPL dan klorofil kategori musim dengan
produktivitas ikan di zona B ... 151
89 Tipologi umum SPL dan klorofil kategori musim dengan
produktivitas ikan di zona C ... 152
90 Tipologi umum SPL dan klorofil kategori kalender dengan
densitas ikan di zona A ... 153
91 Tipologi umum SPL dan klorofil kategori kalender dengan
densitas ikan di zona B ... 153
92 Tipologi umum SPL dan klorofil kategori kalender dengan
densitas ikan di zona C ... 154
93 Tipologi umum SPL dan klorofil kategori musim dengan
densitas ikan di zona A ... 155
94 Tipologi umum SPL dan klorofil kategori musim dengan
densitas ikan di zona B ... 155
95 Tipologi umum SPL dan klorofil kategori musim dengan
Halaman 15 Foto kapal ikan yang dioperasikan pada perairan pantai barat
Sulawesi Selatan………….. ... 203
16 Sketsa jaring payang dan pukat cincin yang dioperasikan di perairan
pantai barat Sulawesi Selatan ... 205
17 Produksi ikan dari 8 unit penangkapan ikan berdasarkan 6 jenis ikan
di setiap zona ... 207
18 Upaya penangkapan ikan setelah distandardisasi di setiap zona .... 210
5 Produktivitas 8 unit penangkapan ikan di setiap zona ... 213
6 Hasil analisis moving average pada produksi di setiap zona …… . 216
7 Hasil analisis moving average pada upaya penangkapan setelah
distandardisasi di setiap zona ……… . 219
8 Hasil analisis moving average pada produktivitas ……. ... 221
9 Total upaya, total produksi, dan CPUE di zona A, B, dan C ... 224
10 Produksi ikan kuartalan 6 jenis ikan tahun 2002-2006 di setiap
zona ... 225
11 Produktivitas kuartalan 6 jenis ikan tahun 2002-2006 di setiap
zona ... 227
12 Densitas kuartalan 6 jenis ikan tahun 2002-2006 di setiap
zona ... 229
13 Contoh citra SPL hasil deteksi satelit yang telah diolah dengan
GIOVANNI ………... . 231
14 Sebaran SPL (0C) dari citra satelit MODIS-Terra yang telah
dianalisis GIOVANNI di perairan pantai barat Sulawesi Selatan
pada posisi 2.00– 6.00LS dan 118.40-119.80BT tahun 2002-2006 . . 232
15 Sebaran klorofil (mg/m3) dari citra satelit MODIS-Aqua yang telah dianalisis dengan GIOVANNI di perairan pantai barat Sulawesi Selatan pada posisi 2.00– 6.00LS dan 118.40-119.80BT tahun
16 Sebaran SPL ( C) kuartalan berdasarkan 7 jenis parameter
statistik pada kategori kalender di setiap zona ... 242
17 Sebaran SPL (0C) kuartalan berdasarkan 7 jenis parameter
statistik pada kategori musim di setiap zona ... 245
18 Sebaran klorofil (mg/m3) kuartalan berdasarkan 7 jenis parameter
statistik pada kategori kalender di setiap zona ... 248
19 Sebaran klorofil (mg/m3) kuartalan berdasarkan 7 jenis parameter
statistik pada kategori musim di setiap zona ... 251
20 Grafik biplot berdasarkan 7 parameter statistik pada kategori
kalender di zona A ... 254
21 Grafik biplot berdasarkan 7 parameter statistik pada kategori
kalender di zona B ... 257
22 Grafik biplot berdasarkan 7 parameter statistik pada kategori
kalender di zona C ... 260
23 Grafik biplot berdasarkan 7 parameter statistik pada kategori
musim di zona A ... 263
24 Grafik biplot berdasarkan 7 parameter statistik pada kategori
musim di zona B ... 266
25 Grafik biplot berdasarkan 7 parameter statistik pada kategori
musim di zona C ... 269
26 Hasil analisis korelasi parsial SPL dan klorofil dengan produksi
di setiap zona ……… ... 272
27 Hasil analisis korelasi parsial SPL dan klorofil dengan produktivitas
di setiap zona ……… ... 274
28 Hasil analisis korelasi parsial SPL dan klorofil dengan densitas ikan
1.1 Latar Belakang
Kegiatan penangkapan ikan merupakan aktivitas yang dilakukan untuk mendapatkan sejumlah hasil tangkapan, yaitu berbagai jenis ikan untuk memenuhi permintaan sebagai sumber makanan dengan menggunakan berbagai jenis alat tangkap. Adanya permintaan menyebabkan terjadi siklus ekonomi dimana akan terjadi keuntungan dan kerugian, sehingga aktivitas penangkapan akan dilakukan dengan meningkatkan produksi untuk meraih keuntungan yang sebesar-sebesarnya oleh pelaku usaha penangkapan ikan. Namun untuk meningkatkan produksi ikan dari kegiatan penangkapan sangat bergantung pada keadaan lokasi penangkapan, dimana lokasi penangkapan juga dipengaruhi oleh berbagai faktor yang saling berinteraksi. Interaksi dalam proses produksi ikan dari kegiatan penangkapan ikan dapat di dibedakan menjadi 3 faktor utama, yaitu 1) faktor biologi, 2) faktor teknis, dan 3) faktor interaksi alat tangkap dengan sumberdaya ikan (Kenchington 1996).
Faktor biologi menyangkut karakter biologis sumberdaya ikan, yaitu distribusi, makanan, dan reproduksi. Dengan demikian karakter biologi berkaitan dengan kemampuan produksi ikan yaitu tumbuh dan berkembang menjadi stok untuk perikanan. Distribusi ikan sehubungan dengan kemampuan produksi yaitu ketersediaan ikan pada lokasi penangkapan. Ketersediaan ikan pada suatu wilayah perairan berhubungan dengan struktur biotik ekosistem, yaitu setiap spesies yang menyusun masing-masing komunitas dan ekosistem berbeda sesuai dengan daerah geografiknya. Dimana tiap tingkatan yang menyusun komunitas dan ekosistem dapat saja lebih banyak atau sedikit di bandingkan daerah lainnya, hal ini menunjukkan bahwa spesies yang ekuivalen secara ekologi, secara geografik dapat saling mengganti yang menyebabkan adanya variasi dalam suatu komunitas dan ekosistem (Nybakken 1992; Bakun 1996).
Penggunaan istilah stok perikanan digunakan dalam manajemen perikanan dimana model-model produksi perikanan (yield) akan dapat diterapkan bila
2
karakteristik produksi yang dikaitkan dengan berbagai model produksi, yaitu 1) jumlah yang dilahirkan dalam suatu tahun tertentu; 2) laju pertumbuhan; 3) laju
kematian alami; dan 4) laju kematian penangkapan. Suatu stok mungkin saja merupakan suatu bagian dari suatu populasi (Widodo dan Suadi 2006) yang mempunyai parameter pertumbuhan dan mortalitas yang sama dan menghuni suatu wilayah geografis tertentu. Populasi merupakan unit atau satuan pemijahan dari suatu spesies, dimana dalam suatu kisaran geografi tertentu suatu spesies cenderung membentuk beberapa cluster dari individu-individu dengan aliran gen diantara
mereka. Dengan demikian ukuran stok perikanan berkaitan dengan jumlah produksi dari suatu lokasi penangkapan dalam suatu wilayah geografis tertentu.
Kemampuan produksi ikan juga berkaitan dengan pemindahan energi dalam rantai makanan dimana ketersediaan makanan berkaitan dengan produktivitas primer. Produktivitas primer berbeda berdasarkan letak geografik, sehingga pada daerah yang produktivitas primer meningkat juga akan menyebabkan kemampuan produksi ikan meningkat. Produktivitas primer juga akan berbeda berdasarkan kedalaman, dimana pada bagian laut dalam produksi ikan lebih rendah dibandingkan perairan yang dangkal (Jennings et al. 2001).
Faktor teknis dalam kegiatan penangkapan ikan berkaitan dengan tindakan atau keputusan untuk melakukan aktivitas penangkapan yang menguntungkan. Tindakan atau keputusan dalam melakukan aktivitas akan menyebabkan adanya efisiensi teknis yang berkaitan dengan dimensi alat, upaya penangkapan ikan dan penggunaan teknologi penangkapan ikan. Keputusan untuk melakukan efisiensi teknis dipengaruhi oleh 3 komponen yang menyebabkan dinamika armada penangkapan ikan, yaitu 1) investasi, 2) alokasi upaya penangkapan; 3) efisiensi produksi (Hilborn 1985).
Sedangkan tindakan dalam efisiensi produksi adalah berkaitan dengan jumlah ABK, biaya operasional penangkapan, dan hubungan upaya penangkapan dengan jumlah tangkapan. Namun demikian dalam efisiensi teknis tindakan nelayan untuk masuk atau keluar dalam suatu perikanan adalah untuk memaksimumkan keuntungan sehingga mencapai batas keuntungan ekonomi dari stok perikanan (maximum
economic yield) (Panayotou 1982; Puga et al. 2005).
Efisiensi teknis untuk memaksimumkan keuntungan selain faktor internal yang berkaitan dengan dinamika armada penangkapan ikan juga dipengaruhi faktor eksternal, yaitu regulasi atau kebijakan dalam kegiatan penangkapan ikan. Kebijakan yang dibuat pemerintah adalah untuk mengontrol produksi dan upaya penangkapan agar status perikanan pada semua wilayah pengelolaan tetap berkelanjutan. Namun pada umumnya kebijakan pembangunan perikanan di negara berkembang lebih menekankan pada peningkatan produksi yang kemudian berdampak terhadap peningkatan efisiensi teknis, investasi, dan produktivitas. Akibatnya semakin meningkat efektivitas upaya penangkapan dan kapasitas penangkapan yang kemudian menekan sumberdaya ikan sehingga mengarah pada gejala lebih tangkap sebagai dampak dari berkurangnya stok perikanan (Susilowaty et al. 2005).
Interaksi alat tangkap dengan ikan yang menjadi tujuan penangkapan merupakan proses produksi ikan yang ditentukan oleh upaya penangkapan dan faktor lingkungan. Upaya penangkapan merupakan tindakan efisiensi teknis yang dilakukan pelaku kegiatan penangkapan ikan, dimana upaya penangkapan adalah ukuran dari jumlah alat tangkap yang beroperasi untuk mendapatkan sejumlah hasil tangkapan atau lama alat tangkap beroperasi oleh berbagai unit penangkapan ikan. Faktor lingkungan adalah kondisi oseanografi yang berpengaruh terhadap aktivitas ikan sehubungan dengan fungsi ekologi dan fisiologi.
Upaya penangkapan dalam perspektif ekologi adalah proses pemangsaan dimana hewan akan memaksimalkan kapasitas untuk tumbuh, mempertahankan diri, dan reproduksi, sehingga dengan makanan akan diperoleh energi untuk proses tersebut, termasuk energi yang dibutuhkan mencari dan seleksi makanan (Jennings et
4
menunjukkan bahwa armada penangkapan akan terdistribusi pada berbagai lokasi penangkapan mengikuti ketersediaan stok perikanan untuk mendapatkan keuntungan ekonomi yang diharapkan. Dengan demikian tindakan efisiensi teknis juga bertujuan untuk memperbesar peluang terjadinya interaksi dengan stok ikan yang menjadi tujuan penangkapan.
Respon sumberdaya ikan terhadap perubahan lingkungan terjadi karena setiap spesies memiliki kebutuhan minimum terhadap berbagai unsur. Apabila terdapat unsur lingkungan yang berkurang, misalnya suhu di bawah kebutuhan spesies, maka spesies akan menghilang (Nybakken 1992). Sumberdaya ikan ekonomis penting tidak akan selalu berada pada keseluruhan wilayah laut walaupun suhu dan faktor lainnya sesuai dengan kebutuhan. Dugaannya adalah mencari lokasi dimana terdapat konsentrasi makanan yang bergantung pada lokasi dan musim, karena pada perairan yang produktivitas primer rendah atau tersebar di kolom perairan akan menyebabkan efisiensi pemindahan dalam tingkatan trofik juga rendah. Konsekuensinya adalah ukuran individu atau spesies akan dengan cepat juga berkurang (Bakun 1996).
Produktivitas dan ketersediaan ikan untuk perikanan bervariasi dari tahun ke tahun dengan perubahan kondisi lingkungan laut dan kondisi ini tidak dapat dihindarkan sehingga menjadikan perikanan tangkap sebagai suatu yang sulit diprediksi atau bersifat ketidakpastian. Upaya penangkapan yang tidak terkontrol karena meningkat seiring dengan pertumbuhan ekonomi, maka perikanan tangkap akan mengalami penurunan produktivitas (Smith 1981; Panayotou 1982; Garcia et al.
1999).
1.2 Perumusan masalah
Perairan pantai barat Sulawesi Selatan memanjang dari utara ke selatan dengan 3 tipikal perairan pantai yang berbeda, yaitu: 1) bagian utara adalah perairan pantai terbuka dan relatif dalam; 2) bagian tengah adalah perairan pantai yang berbentuk teluk, 3) bagian selatan adalah perairan pantai yang dangkal dengan gugusan pulau dan terumbu karang (Gambar 1). Perubahan kondisi lingkungan perairan pantai, dominan ditentukan topografi dan garis pantai serta pengaruh daratan (Birowo 1982). Perbedaan kondisi lingkungan perairan pantai akan berpengaruh terhadap ikan pelagis kecil yang hidup di bagian permukaan atau dekat permukaan, karena komposisi dan jumlah spesies yang menyusun dalam suatu ekosistem akan berbeda sesuai dengan daerah geografik (Nybakken 1982).
Selain faktor lingkungan kegiatan penangkapan ikan juga dapat berdampak terhadap jumlah ketersediaan ikan pada suatu perairan (Rounsefell 1975). Beberapa hasil penelitian tentang perikanan pelagis kecil di perairan pantai barat Sulawesi Selatan menyimpulkan tingkat pengusahaan ikan pelagis telah mencapai optimum untuk wilayah perairan Sulawesi Selatan. Misalnya penelitian Dwiponggo (1983), Gafa et al. (1993) menggunakan data produksi dan upaya penangkapan tahun
1984-1988 yang mencakup Selat Makassar dan Laut Flores, menyimpulkan tingkat pemanfaatan untuk kurun waktu tahun 1984-1988 belum melewati maximum
sustainable yield (MSY). Hasil kajian stok DKP-LIPI (2001) menyatakan tingkat
pemanfaatan ikan pelagis kecil di Selat Makassar-Laut Flores sebesar 55,06%. Nurhakim et al. (2007), menyatakan status perikanan pelagis kecil di wilayah
pengelolaan perikanan (WPP) Selat Makassar-Laut Flores berada pada status
moderate. Status moderate adalah keadaan perikanan dimana upaya penangkapan
6
trend menurun dan lainnya meningkat. Demikian juga upaya penangkapan, berdasarkan jenis unit penangkapan menunjukkan trend berbeda.
Beberapa hasil penelitian tersebut di atas menunjukkan pemanfaatan ikan pelagis kecil di Selat Makassar telah optimum, sehingga perlu prinsip kehati-hatian untuk meningkatkan pemanfaatan ikan pelagis kecil. Namun penelitian yang dilakukan pada lokasi yang spesifik, Kepulauan Spermonde, menunjukkan terdapat perbedaan trend produksi berdasarkan jenis ikan maupun trend upaya penangkapan dari berbagai unit penangkapan. Dengan demikian evaluasi pada kawasan perikanan yang berbeda ekosistem dapat secara spesifik mengklarifikasi kondisi perikanan, karena tekanan terhadap sumberdaya ikan akibat kegiatan penangkapan ditentukan ukuran dari area alat tangkap dalam satuan unit upaya, serta proporsi ikan dalam suatu area yang dapat ditahan alat tangkap (Widodo 2001a). Selain itu setiap kawasan perikanan memiliki keunikan sebagaimana perairan pantai barat Sulawesi Selatan. Keunikan perairan dengan ekosistem yang berbeda menyebabkan kondisi biofisik perairan juga berbeda dan berdampak terhadap distribusi ikan.
Perubahan kelimpahan ikan di suatu kawasan perairan sebagai akibat dari respons ikan terhadap perubahan kondisi lingkungan laut (Laevastu dan Hayes 1981; Sundermeyer et al. 2005; Amri et al. 2006; Brander 2007). Respons ikan terhadap
perubahan lingkungan menyebabkan ikan tidak berada dalam suatu kawasan yang sempit tapi tersebar luas secara terbatas di setiap kawasan perairan. Kegiatan penangkapan ikan membutuhkan informasi distribusi ikan untuk mengefisienkan waktu operasi penangkapan ikan. Namun distribusi ikan hanya dapat diklarifikasi dengan perubahan lingkungan laut. Perubahan lingkungan laut berkaitan dengan iklim, misalnya untuk perairan Indonesia yang secara tetap dalam setahun bergantian pengaruh munson.
input untuk identifikasi pengelolaan perikanan tangkap. Data yang dibutuhkan untuk melakukan evaluasi, baik perikanan tangkap maupun oseanografi, saat ini banyak tersedia yang dikeluarkan oleh pemerintah. Namun data yang tersedia masih kurang dimanfaatkan, khususnya untuk mengevaluasi perikanan tangkap di perairan pantai barat Sulawesi Selatan.
[image:32.612.110.465.202.709.2]Keterangan: Bagian utara, perairan pantai terbuka (garis merah); bagian tengah, perairan teluk (garis ungu); dan bagian selatan, perairan dangkal dengan gugusan pulau (garis hijau).
8
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi dinamika hasil tangkapan ikan pelagis kecil di perairan pantai barat Sulawesi Selatan dalam hubungannya dengan faktor lingkungan dan upaya penangkapan. Tujuan umum ini akan dijawab melalui tujuan khusus penelitian dengan,
(1) Mengkaji pola upaya penangkapan ikan pelagis kecil dengan memperhatikan kebijakan perikanan pada ekosistem yang berbeda. (2) Mengkaji pola produksi ikan pelagis kecil pada ekosistem yang
berbeda.
(3) Menentukan pola distribusi dan kelimpahan ikan pelagis kecil melalui analisis produksi, produktivitas, dan densitas ikan dengan memperhatikan suhu permukaan laut dan klorofil.
(4) Menentukan parameter statistik yang sesuai berdasarkan korelasi antara suhu permukaan laut dan klorofil dengan produksi, produktivitas, dan densitas ikan dengan memperhatikan skala waktu. Manfaat dari penelitian ini, sebagai berikut:
(1) Sebagai acuan untuk mengidentifikasi dan tindakan pengelolaan perikanan tangkap berdasarkan perbedaan ekosistem di perairan pantai barat Sulawesi Selatan.
(2) Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk mengevaluasi distribusi ikan pelagis kecil guna menentukan daerah potensi penangkapan ikan oleh berbagai pihak yang berkepentingan.
(3) Sebagai acuan pengembangan ilmu dan teknologi perikanan tangkap.
1.4 Hipotesis
Dinamika hasil tangkapan ikan pelagis kecil di perairan pantai barat Sulawesi Selatan dipengaruhi oleh 2 faktor utama, yaitu: 1) perubahan upaya penangkapan dan 2) perubahan kondisi oseanografi. Dengan demikian hipotesis dalam penelitian ini, sebagai berikut:
(2) Produksi dan produktivitas penangkapan berbeda pada kondisi ekosistem yang berbeda dan menentukan status perikanan pelagis kecil di perairan pantai barat Sulawesi Selatan.
(3) Perbedaan skala waktu menentukan keberadaan dan kelimpahan ikan pada ekosistem yang berbeda dengan memperhatikan suhu permukaan laut dan klorofil.
(4)Tidak semua parameter statistik memiliki korelasi yang signifikan dengan produksi, produktivitas, dan densitas ikan.
1.5 Kerangka Pemikiran
Sebagai salah satu perikanan utama di perairan pantai barat Sulawesi Selatan, perikanan pelagis kecil merupakan sumber mata pencaharian dan pendapatan bagi pelaku usaha perikanan tangkap. Namun ikan pelagis kecil akan mengalami kemunduran kemampuan produksi jika tidak terjadi keseimbangan antara upaya penangkapan dengan kemampuan untuk pulih (resilience) dari sumberdaya ikan
pelagis kecil. Kemunduran kemampuan produksi ikan pelagis kecil dapat menyebabkan ketersediaan untuk perikanan berkurang. Ketersediaan ikan untuk perikanan merupakan komponen utama dalam kegiatan perikanan tangkap, sehingga berkurangnya ketersediaan ikan akibat kegiatan perikanan tangkap perlu diketahui untuk menunjang tindakan pengelolaan perikanan tangkap.
10
perkembangan atau pertumbuhan perikanan tangkap tergantung pada permintaan dan keuntungan secara ekonomi yang diperoleh pelaku kegiatan perikanan tangkap. Dengan demikian perubahan dalam kegiatan perikanan tangkap dapat diketahui dari data runut waktu yang relatif panjang agar dapat diklarifikasi dengan perubahan upaya penangkapan, produksi dan produktivitas . Demikian juga dengan perubahan kondisi oseanografi (Gambar 2).
Perubahan kondisi oseanografi terjadi karena perubahan iklim dan musim akibat interaksi atmosfir dan lautan. Perairan Indonesia dipengaruhi angin munson yang bertiup berbeda arah secara tetap sepanjang tahun (Nontji 1987; Birowo 1992). Perubahan angin munson berdampak terhadap sirkulasi massa air yang menyebabkan perubahan kondisi oseanografi di perairan pantai barat Sulawesi Selatan, selain aliran utama Selat Makassar yang mengalir dari utara ke selatan. Ketergantungan terhadap kondisi lingkungan, maka keberadaan ikan pelagis kecil dapat diketahui dengan mengklarifikasi perubahan kondisi oseanografi terhadap aspek perikanan (produksi, produktivitas, dan densitas ikan) menggunakan korelasi spasial.
Analisis perubahan upaya penangkapan dan kondisi oseanografi terhadap ketersediaan ikan di perairan pantai barat Sulawesi Selatan dilakukan dengan mempertimbangkan perbedaan ekosisitim yang ada. Hal ini penting karena perbedaan ekosistem juga berdampak terhadap ketersediaan dalam struktur komunitas sebagai fungsi ekologi ikan pelagis kecil. Selain itu analisis berdasarkan perbedaan ekosistem akan menjelaskan perbedaan status perikanan tangkap.
Informasi aspek perikanan pelagis kecil dan kondisi oseanografi,
perairan pantai barat Sulawesi Selatan
Evaluasi
Data statistik perikanan tangkap
Data kondisi oseanografi Perbedaan ekosistim di perairan
pantai barat Sulawesi Selatan
Produksi ikan pelagis kecil
Upaya penangkapan
ikan pelagis kecil
Suhu permukaan laut (SPL)
Konsentrasi klorofil
Pola upaya penangkapan ikan
pelagis kecil
Pola produksi ikan pelagis kecil
Pola distribusi ikan pelagis kecil berdasarkan SPL dan klorofil melalui analisis produksi, produktivitas, dan densitas ikan.
Dinamika hasil tangkapan ikan pelagis kecil di perairan pantai barat
Sulawesi Selatan Analisis
[image:36.612.97.530.85.583.2]Pola kelimpahan ikan pelagis kecil berdasarkan SPL dan klorofil melalui analisis produksi, produktivitas, dan densitas ikan.
2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ikan Pelagis Kecil
Ikan pelagis kecil adalah kelompok besar ikan yang membentuk schooling
di dalam kehidupannya dan mempunyai sifat berenang bebas dengan melakukan
migrasi secara vertikal maupun horizontal mendekati permukaan dengan ukuran
tubuh relatif kecil (Widodo et al. 1994; Fréon et al. 2005). Beberapa contoh ikan
pelagis kecil antara lain layang (Decapterus spp), kembung (Rastrelliger sp), siro
(Amblygaster sirm), selar (Selaroides sp), tembang (Sardinella fimbriata), dan teri (Stolephorus spp) (Gafa et al. 1993; Widodo et al.1994 ; Pet-Soede et al. 1999) (Gambar 3). Kelompok ikan pelagis kecil umumnya bertubuh pipih memanjang
dengan warna tuhuh yang relatif terang (Widodo et al. 1994; Fréon et al. 2005)
dan melakukan aktivitas keseharian yang sangat bergantung pada kondisi
lingkungan (Laevastu dan Hayes 1982; Widodo et al. 1994; Agbesi 2002;
Hendiarti et al. 2005;Palomera et al. 2007).
Daur hidup ikan pelagis kecil pada umumnya berlangsung seluruhnya di
laut, yang dimulai dari telur, kemudian larva, dewasa, memijah dan sampai
akhirnya mati. Larva dan juvenil ikan pelagis kecil bersifat planktonis, sehingga
larva biasanya akan bergerak sesuai dengan arah dan arus. Larva-larva ikan
pelagis kecil umumnya berada di perairan dekat pantai. Pada tahap dewasa ikan
pelagis kecil sudah memasuki perikanan, dimana telah mencapai ukuran 6 cm dan
telah mampu melakukan ruaya sendiri (Widodo et al. 1994; Fréon et al. 2005).
Ikan pelagis umumnya senang bergerombol, baik dengan kelompoknya maupun
dengan jenis ikan lainnya. Ikan pelagis kecil bersifat fototaksis positif (tertarik
pada cahaya) dan tertarik benda-benda yang terapung. Ikan pelagis kecil
cenderung bergerombol berdasarkan kelompok ukuran. Kebiasaan makan ikan
pelagis umumnya waktu matahari terbit dan saat matahari terbenam dan termasuk
pemakan plankton, baik plankton nabati maupun plankton hewani. Ikan pelagis
kecil merupakan elemen yang penting dalam ekosistem laut karena biomassa yang
signifikan pada level menengah dari jaring makanan, sehingga memegang peranan
penting menghubungkan tingkatan trofik atas dan bawah dalam struktur trofik
Ikan pelagis kecil dapat ditangkap dengan alat tangkap yang dilingkarkan,
pancing, dan yang menghadang arah renang ikan (Subani dan Barus 1988;
Zarohman et al. 1996). Dari hasil penelitian ikan pelagis kecil efektif ditangkap
dengan alat tangkap pukat cincin (Amin dan Suwarso 1990; Sadhatomo 1991;
Widodo et al. 1994; Hariati 2006). Penangkapan ikan pelagis di perairan Selat
Makassar dan Laut Flores dapat dilakukan sepanjang tahun, namun puncak musim
penangkapan terjadi dua kali yaitu pada bulan November dan Februari.
Berdasarkan CPUE sebagai patokan kelimpahan relatif stok ikan, ikan pelagis
melimpah selama 6 bulan dari November sampai April, sedangkan 6 bulan
lainnya kelimpahan stok relatif rendah dengan titik terendah pada bulan Juli.
Puncak musim ikan pelagis kecil pada bulan Maret dengan musim penangkapan
yang baik berlangsung bulan Januari hingga Maret dan paceklik terjadi pada bulan
Juni (Gafa et al. 1993). Ikan terbang di perairan pantai barat Sulawesi Selatan
terdapat pada dua lokasi yang berbeda musim, yaitu pada saat musim timur di
perairan Kabupaten Takalar dan Barru, sedangkan peralihan musim timur ke barat
di perairan Kabupaten Pinrang, Polmas dan Majene (Yahya et al. 2001). Ikan
layang musim puncak penangkapan di perairan pantai barat Sulawesi Selatan
cenderung terjadi pada bulan yang sama, yaitu Agustus hingga November. Musim
biasa pada bulan Februari sampai Agustus, sedangkan di perairan Majene terjadi
pada bulan November hingga bulan April. Musim paceklik pada bulan November
sampai Maret, sedangkan di perairan Majene pada bulan Mei hingga Juli
Gambar 3
Sumber :
-Kembung p Short-bodie
Selar kunin Yellowstrip
Lemuru (Sa
Indonesian
Bentong (Se
Big eyes sca
Malalugis (D
Round scad
Beberapa
- Widodo et
- http://ww
D=1034& erempuan (Ras
ed mackerel
ng (Selaroides l
ped trevally ardinella lemuru oil sardine elar crumenoph ad Decapteruskurr d
a jenis ikan p
t al. (1994). ww.fishbase. &what=spec strelliger branc leptolepis) u) hthalmus) roides) pelagis keci . .org/photos/ cies&TotRe hysoma) I B il. /PicturesSum ec=3 (gamba Kembung lela Striped macke
Tembang (Sa
Frimgescale
Layang, beng Scad macker
Siro (Amblyg
Spotted sard
Ikan terbang (C
Bony flyingfish
mmary.php ar ikan terba aki, banyar (Ras
erel
ardinella fimbri
sardine
ggol (Decapteru
el
gaster sirm) dinella Cypselurus oxyc h p?StartRow= ang). strelligerkanag iata)
us ruselli)
cephalus)
=1&I
2.2 Produksi Ikan Pelagis Kecil
Hasil survei MCMA (Marine Coastal Management Area) di pantai barat
Provinsi Sulawesi Selatan menunjukkan produksi ikan pelagis selama tahun
1984-1993, menunjukkan peningkatan setiap tahun. Produksi pada tahun 1993
mencapai 22 243 ton dengan rata-rata kenaikan sebesar 4,1% dalam kurun waktu
10 tahun. (Sudrajat et al. 1995). Hasil kajian stok ikan di perairan Indonesia pada
tahun 1998 di Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) Selat Makassar dan Laut
Flores menyimpulkan stok ikan pelagis kecil terdiri dari layang (16,6%), selar
(13,6%), belanak (2,8%), tembang (15,1%), dan kembung (29,0%, dengan potensi
sebesar 468 000 ton/tahun dan tingkat pemanfaatan sebesar 54,05% (Merta et al.
1998). Hasil pengkajian stok ikan tahun 2001 di perairan Indonesia, estimasi
potensi, produksi, dan tingkat pemanfaatan ikan pelagis kecil di WPP Selat
Makassar dan Laut Flores telah mengalami pemanfaatan sebesar 55,06%
(Tabel 1). Hasil kajian terakhir menyimpulkan bahwa status tingkat eksploitasi
sumberdaya ikan pelagis kecil di WPP Selat Makassar dan Laut Flores adalah
moderate (Nurhakim et al. 2007) (Tabel 2). Status moderate adalah pemanfaatan
sumberdaya ikan pelagis kecil tetap dapat ditingkatkan namun perlu dilakukan
dengan prinsip kehati-hatian sesuai dengan kemampuan produksi ikan pelagis
kecil. Membandingkan data pada Tabel 1 dan Tabel 2 untuk jenis ikan pelagis
kecil dapat dikatakan bahwa untuk kurun waktu 6 tahun tingkat pemanfaatan
sumberdaya ikan pelagis kecil di WPP Selat Makassar-Laut Flores tidak terdapat
perubahan yang signifikan, jika diasumsikan bahwa tingkat pemanfaatan sebesar
50% adalah kategori stok moderate sesuai kategori stok tahun 2007.
Hasil kajian stok sumberdaya ikan mengindikasikan ikan pelagis kecil
memiliki potensi dan produksi yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan jenis
ikan lainnya di perairan Selat Makassar dan Laut Flores. Tetapi tingkat
pemanfaatan ikan pelagis kecil lebih relatif rendah dibandingkan sumberdaya ikan
lainnya. Jika merujuk pada data tingkat pemanfaatan, maka peluang untuk
mengembangkan penangkapan ikan pelagis kecil masih terbuka atau masih dapat
ditingkatkan untuk perairan Selat Makassar dan Laut Flores, namun tetap harus
dilakukan dengan pendekatan ekologi dan biologi agar pemanfaatan dilakukan
Tabel 1 Estimasi potensi, produksi dan tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan di setiap wilayah pengelolaan perikanan (WPP)
Kelompok Sumber Daya
Wilayah Pengelolaan Perikanan Perairan Indonesia
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Ikan Pelagis Besar
Potensi (103
ton/tahun) 27,67 66,08 55,00 193,60 104,12 106,51 175,26 50,86 386,26 1 165,36 JTB 22,14 52,86 44,00 154,88 83,30 85,21 140,21 40,69 293,01 916,30 Produksi (103
ton/tahun) 35,27 35,16 137,82 85,10 29,10 37,46 153,43 34,55 188,28 736,17 Pemanfaatan (%) >100 53,21 >100 43,96 27,95 35,17 87,54 67,93 48,74 63,17
Ikan Pelagis Kecil Potensi (103
ton/tahun) 147,30 621,50 340,00 605,44 132,00 379,44 384,75 468,66 526,57 3 605,66 JTB 117,84 497,20 272,00 484,35 105,60 303,55 307,80 374,93 421,26 2 884,53 Produksi (103
ton/tahun) 132,70 205,53 507,53 333,35 146,47 119,43 62,45 12,31 264,56 1 784,33 Pemanfaatan (%) 90,15 33,07 >100 55,06 >100 31,48 16,23 2,63 50,21 49,49 Ikan Demersal
Potensi (103
ton/tahun) 82,40 334,80 375,20 87,20 9,32 83,84 54,86 202,34 135,13 1 365,09 JTB 65,92 267,84 300,16 69,76 7,46 71,07 43,89 161,87 108,10 1 096,07 Produksi (103
ton/tahun) 146,23 54,69 334,92 167,38 43,20 32,14 15,31 156,80 134,83 1 085,50 Pemanfaatan (%) >100 16,34 89,26 >100 >100 38,33 27,91 77,49 99,78 79,52
Ikan Karang Konsumsi Potensi (103
ton/tahun) 5,00 21,57 9,50 34,10 32,10 12,50 14,50 3,10 12,88 145,25 JTB 4,00 17,26 7,60 27,28 25,68 10,00 11,60 2,48 10,30 116,20 Produksi (103
ton/tahun) 21,60 7,88 48,24 24,11 6,22 4,63 2,21 22,58 19,42 156,89 Pemanfaatan (%) >100 36.53 >100 70.70 19.38 37.04 15.24 >100 >100 >100
Sumber: DKP-LIPI (2001)
Keterangan:
[image:41.595.109.500.106.452.2]1= Selat Malaka, 2= Laut Cina Selatan, 3= Laut Jawa, 4= Selat Makassar dan Laut Flores, 5= Laut Banda, 6= Laut Seram dan Teluk Tomini, 7= Laut Sulawesi dan Samudera Pasifik, 8= Laut Arafura, dan 9= Samudera Hindia, JTB = Jumlah tangkapan yang diperbolehkan.
Tabel 2 Status stok perikanan di perairan Indonesia berdasarkan wilayah pengelolaan perikanan
Wilayah Pengelolaan Status Stok
Demersal Udang Pelagis kecil Pelagis besar
Selat Malaka O O F UN
Laut Cina Selatan F M O UN
Laut Jawa F F O UN
Laut Flores-Selat Makassar F O M UN
Laut Banda U/UN UN M M
Laut Arafura O O M UN
Teluk Tomini-Laut Maluku M M - F
Samudera Pasifik-Laut Sulawesi UN - UN O
Samudera Hindia A (barat Sumatera) F F M F
Samudera Hindia B (selatan Jawa-Nusa
Tenggara) F F F F
Sumber: Nurhakim et al. 2007
2.3 Ketersediaan Makanan
Makanan yang pertama kali datang dari luar untuk semua ikan dalam
mengawali hidupnya umumnya adalah plankton yang bersel tunggal dan
berukuran kecil. Jika untuk pertama kali ikan dapat menemukan makanan tepat
dengan ukuran mulutnya, diperkirakan akan dapat meneruskan hidupnya,
sebaliknya dalam waktu yang relatif singkat ikan tidak dapat menemukan
makanan yang cocok dengan ukuran mulutnya akan terjadi kelaparan dan
kehabisan tenaga yang mengakibatkan kematian (Effendie 1997).
Kebiasaan makan ikan pelagis umumnya waktu matahari terbit dan saat
matahari terbenam. Kebanyakan ikan pelagis termasuk pemakan plankton, baik
plankton nabati maupun plankton hewani (Widodo et al. 1994; Fréon et al. 2005).
Komposisi makanan pada ikan layang (Decapterus spp) adalah copepoda (39%),
crustacea lainnya (31%), organisme lainnya (30%). Makanan ikan kembung
(Rastrelliger sp) terdiri atas diatomae (31%), organisme lainnya (9%), jasad tidak
teridentifikasi (60%). Makanan ikan lemuru (Sardinella lemuru) terdiri atas
copepoda (90%), zooplankton lainnya (3%), dan diatomae (7%). Makanan ikan
tembang (Sardinella fimbriata) terdiri atas phytoplankton (17%), copepoda
(47%), crustacea lainnya (17%), dan organisme lainnya (19%).
Kebiasaan makan ikan tersebut menyebabkan ikan pelagis kecil berkumpul
atau terkonsentrasi di perairan yang memiliki produktivitas primer tinggi atau
kandungan nutrien tinggi (Laevastu dan Hayes 1981; Longhurst dan Pauly 1987;
Mann dan Lazier 1991; Cury et al. 2000; Yahya et al. 2001; Fréon et al. 2005;
Almuas dan Indra Jaya 2006; Suwarso dan Hariati 2003; Najamuddin 2004;
Palomera et al. 2007). Ketersediaan makanan akan menentukan distribusi ikan
dan selanjutnya akan mempengaruhi pertumbuhan ikan. Lokasi dan waktu
kelimpahan makanan dan sumberdaya ikan tidak selalu bersamaan. Misalnya,
ikan herring tidak selalu ditemukan di kawasan melimpah zooplankton tetapi juga
terdapat di kawasan dengan konsentrasi zooplankton yang sedikit (Laevastu dan
Hayes 1981). Dengan demikian ikan pelagis kecil dalam aliran trofik di
kendalikan oleh zooplankton dan dalam ekosistem laut ikan pelagis kecil
besar, mamalia laut dan burung laut (Grahame 1987; Cury et al. 2000; Smith dan link 2005).
Dalam rantai makanan, fitoplankton dimangsa oleh hewan herbivora.
Produsen sekunder ini umumnya merupakan zooplankton kemudian dimangsa
pula oleh hewan karnivora yang lebih besar, demikian seterusnya. Jadi jelas
bahwa fitoplankton adalah pangkal rantai makanan yang mendukung kehidupan
seluruh biota laut (Jones 1982; Grahame 1987; Smith dan Link 2005).
Ketersediaan makanan untuk sumberdaya ikan akan mempengaruhi daya dukung
sumberdaya ikan pada suatu perairan dan keadaan ini berbeda pada setiap wilayah
lautan, karena ketersediaan makanan dalam rantai makanan ditentukan seberapa
besar produktivitas primer di setiap wilayah laut.
Produktivitas primer adalah laju pembentukan senyawa-senyawa organik
yang kaya energi dari senyawa-senyawa anorganik. Jadi produktivitas primer
dianggap sebagai padanan fotosintesa (Nybakken 1992). Tumbuhan merupakan
produser primer yang menunjang kehidupan di laut. Tumbuhan laut dapat
digolongkan bentos dan fitoplankton. Bentos hanya terdapat di pesisir pantai,
sedangkan fitoplankton berada di lautan, sehingga fitoplankton memegang
peranan penting dalam sistim energi di laut. Produktivitas primer yang tinggi
umumnya terdapat di perairan dangkal, karena produktivitas primer di laut
ditentukan oleh cahaya, nutrien dan suhu (Nontji et al.