• Tidak ada hasil yang ditemukan

Modal Sosial Pada Serikat Tolong-Menolong (STM) (Studi Kasus Pada STM Dos Roha Lingkungan Pasar II Tanjung Sari Medan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Modal Sosial Pada Serikat Tolong-Menolong (STM) (Studi Kasus Pada STM Dos Roha Lingkungan Pasar II Tanjung Sari Medan)"

Copied!
102
0
0

Teks penuh

(1)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

MODAL SOSIAL PADA SERIKAT TOLONG-MENOLONG

(STM)

(Studi Kasus Pada STM Dos Roha Lingkungan Pasar II Tanjung Sari

Medan)

Diajukan Oleh:

Mona Hutagalung

020901042

Guna Memenuhi Salah Satu Syarat

Untuk Memperoleh Gelar Sarjana

Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik

Universitas Sumatera Utara

(2)

TUGAS KEBIJAKAN PUBLIK

D

I

S

U

S

U

N

OLEH :

(3)

5.

SARAH URSULA V.S (050903072)

DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI NEGARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(4)

ABSTRAKSI

Kehidupan kota yang semakin hari semakin kompleks, mobilitas yang tinggi, sifat manusia yang lebih individual dan sarat dengan hubungan sosial yang rendah. Namun masih bisa dilihat eksisnya beberapa kelompok sosial yang salah satunya adalah Serikat Tolong Menolong (STM). Hakikat manusia disatu sisi adalah sebagai individu dan disisi lain merupakan mahluk sosial yang membutuhkan orang lain untuk dapat berinteraksi dengan sesama, melakukan kegiatan – kegiatan bersama dalam berbagai kelompok atau organisasi sebagai upaya meningkatkan kualitas ikatan sosial. Adanya rasa percaya merupakan dasar keinginan sesama suku Batak yang bergama Kristen yang berada pada wilayah tempat tinggal yang sama membentuk STM sebagai wadah meciptakan jaringan sosial dengan besosialisasi dan saling membantu. Intensitas pertemuan dan interaksi yang semakin erat dalam jangka waktu yang lama akan memperkuat ikatan kekerabatan diantara anggota. Dari sini akan memunculkan nilai-nilai dan norma yang mengatur hak dan kwajiban anggota serta sebagai pedoman berjalannya organisasi STM yang merupakan salah satu potensi modal sosial.

Jenis penelitian adalah pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus (case study) yang bersifat deskriftif karena mengacu pada objek studi yang diamati situasi dan perilakunya. Dalam hal ini, data dikumpulkan dengan teknik pengumpulan data berupa wawancara mendalam, pengamatan tidak berstruktur, didukung dengan pencatatan dokumen yang berasal dari jurnal dan surat kabar. Studi kasus adalah jenis penelitian yang dilakukan secara mendalam. Penelitian ini dilakukan pada STM Dos Roha yang lokasinya berada di Kelurahan Tanjung Sari Lingkungan Pasar II. Adapun yang menjadi Informan penelitian ini terdiri atas informan kunci yakni: para pengurus STM dan informan tambahan yakni: anggota STM.

(5)

DAFTAR ISI

Halaman

Abstraksi ... ... i

Kata Pengantar ... ... ... ii

Daftar Isi ... .... ... vi

Daftar Tabel ... ... . viii

Dafrta Skema... viii

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah... ... . .. ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... ... ... 6

1.3. Tujuan Penelitian ... ... ... 6

1.4. Manfaat Penelitian ... ... ... 6

1.5. Defenisi Konsep ... ... ... 7

BAB II. KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kelompok Sosial ... ... ... .. 9

2.2. Modal Sosial... ... ... 10

2.2.1. Trust ... ... ... 13

2.2.2. Jaringan Sosial ... ... ... 15

2.2.3. Nilai dan Norma ... ... ... 16

2.3. Social Capital Bonding………... ... 19

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian ... ... ... ... 22

3.2. Lokasi Penelitian ... ... ... 22

3.3. Unit Analisis Dan Informan Penelitian ... ... ... 23

3.4. Teknik Pengumpulan Data ... ... ... 24

3.5. Interpretasi Data ... . ... ... 25

(6)

3.7. Keterbatasan Penelitian ... ... 26

BAB IV. DESKRIPSI DAN INTERPRETASI DATA 4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian……… 28

4.1.1. Masyarakat Kota Medan……… 28

4.2 Gambaran Umum Kelurahan Tanjung Sari………. 33

4.3. Profil Informan Penelitian ... ... ... .... ... 39

4.4 Serikat Tolong Menolong (STM) Dos Roha Sebagai Sebuah Organisasi………. 42

4.4.1. Keterkaitan Antara Budaya Batak Dalam Berbagai Kegiatan Dalam STM Dos Roha……… 44

4.4.2 Tujuan Keanggotaan dan Struktur Organisasi (STM) Dos Roha……….. 47

4.4.3 Sistem kepengurusan (STM) Dos Roha………. 52

4.4.4 Kebijakan Serta Program Serikat Tolong Menolong (STM) Dos Roha………….. 53

4.5. Modal Sosial Dalam STM Dos Roha………. 56

4.5.1. Kepercayaan Dalam Membangun Solidaritas Pada STM Dos Roha………. 59

4.5.2. Membangun Jaringan Dalam STM Dos Roha... 67

4.5.3. Nilai dan Norma Sebagai Perekat Hubungan Sosial……….. 70

BAB V. PENUTUP 5.1. Kesimpulan ... ... ... 83

5.2. Saran... 85

(7)

DAFTAR TABEL

Hal

Tabel 1. Komposisi Suku Bangsa di Kota Medan, 2000 ... ... 30

Tabel 2. Jumlah Penduduk Menurut Pendidikan……….. 34

Tabel 3. Prasarana Pendidikan……….. 34

Tabel 4. Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian……… 35

Tabel 5. Jumlah Penduduk Menurut Agama………..37

Tabel 6. Prasarana Ibadah……….. 36

Tabel 7. Jumlah Penduduk Menurut Suku Bangsa………37

Tabel 8. Organisasi Yang Ada Di Kelurahan Tanjung Sari………..37.

DAFTAR SKEMA Skema 1.Hubungan antar elemen modal social………..12

(8)

ABSTRAKSI

Kehidupan kota yang semakin hari semakin kompleks, mobilitas yang tinggi, sifat manusia yang lebih individual dan sarat dengan hubungan sosial yang rendah. Namun masih bisa dilihat eksisnya beberapa kelompok sosial yang salah satunya adalah Serikat Tolong Menolong (STM). Hakikat manusia disatu sisi adalah sebagai individu dan disisi lain merupakan mahluk sosial yang membutuhkan orang lain untuk dapat berinteraksi dengan sesama, melakukan kegiatan – kegiatan bersama dalam berbagai kelompok atau organisasi sebagai upaya meningkatkan kualitas ikatan sosial. Adanya rasa percaya merupakan dasar keinginan sesama suku Batak yang bergama Kristen yang berada pada wilayah tempat tinggal yang sama membentuk STM sebagai wadah meciptakan jaringan sosial dengan besosialisasi dan saling membantu. Intensitas pertemuan dan interaksi yang semakin erat dalam jangka waktu yang lama akan memperkuat ikatan kekerabatan diantara anggota. Dari sini akan memunculkan nilai-nilai dan norma yang mengatur hak dan kwajiban anggota serta sebagai pedoman berjalannya organisasi STM yang merupakan salah satu potensi modal sosial.

Jenis penelitian adalah pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus (case study) yang bersifat deskriftif karena mengacu pada objek studi yang diamati situasi dan perilakunya. Dalam hal ini, data dikumpulkan dengan teknik pengumpulan data berupa wawancara mendalam, pengamatan tidak berstruktur, didukung dengan pencatatan dokumen yang berasal dari jurnal dan surat kabar. Studi kasus adalah jenis penelitian yang dilakukan secara mendalam. Penelitian ini dilakukan pada STM Dos Roha yang lokasinya berada di Kelurahan Tanjung Sari Lingkungan Pasar II. Adapun yang menjadi Informan penelitian ini terdiri atas informan kunci yakni: para pengurus STM dan informan tambahan yakni: anggota STM.

(9)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Manusia pada dasarnya memiliki dua kedudukan dalam hidup yaitu sebagai

seorang individu dan mahluk sosial. Sebagai seorang individu manusia mempunyai

beberapa tujuan, kebutuhan dan cita-cita yang ingin dicapai, dimana masing-masing

individu memiliki tujuan dan kebutuhan yang berbeda dengan individu lainnya.

Sedangkan sebagai mahluk sosial, individu selalu ingin berinteraksi dan hidup

dinamis bersama orang lain. Secara alamiah, manusia memang memiliki naluri untuk

hidup bersama-sama dengan manusia lainnya. Dorongan mendasar yang melahirkan

naluri untuk hidup bersama-sama itu adalah manusia harus memenuhi sebagian besar

kebutuhan hidupnya yang sangat tidak mungkin akan dipenuhi ketika manusia tidak

hidup berkelompok.

Kelompok sosial yang ada di kota saat ini memiliki struktur sosial yang

kompleks dengan gajala-gejala :

a. Heterogenitas sosial

Kepadatan penduduk mendorong terjadinya persaingan dalam

pemanfaatan ruang. Orang-orang dalam bertindak memlih mana yang

paling menguntungkan baginya, sehinga akhirnya terjadi spesialisasi.

b. Hubungan sekunder

Jika hubungan penduduk di desa disebut primer, di kota disebut sekunder.

(10)

Ini disebabkan antara lain karena tempat orang cukup terpencar dan saling

mengenalnya hanya menurut perhatian antar pihak.

c. Kontrol (pengawasan sekunder)

Di kota orang tidak memperdulikan prilaku pribadi sesamanya. Meski ada

kontrol sosial tetapi ini sifatnya non pribadi; asal tidak merugikan orang

lain, umum, tindakan dapat ditoleransi.

d. Toleransi sosial

Orang-orang kota secara fisik berdekatan, tetapi secara sosial berjauhan.

e. Mobilitas sosial

Dalam kehidupa kota segalanya diprofesionalkan. Selain usaha dan

perjuangan peribadi untuk berhasil, secara kelompok seprofesi juga ada

solidaritas kelas. Terjadi lah perkumpulan-perkumpiulan orang seprofesi :

guru, dokter, wartawan, pedagang, tukang becak, dsb.

f. Ikatan sukarela (voluntary association)

Secara suka rela orang mengabungkan diri ke dalam perkumpulan yang

disukainya, seperti sport, aneka group musik, klub filateli, perkumpulan

filantropi (Naldjoeni, 1997;51).

Berdasarkan ciri kehidupan masyarakat kota di atas dapat digambarkan bahwa

masyarakat kota cenderung lebih individualistik. Pada kenyataannya ciri individual

tidak mutlak karena didalam masyarakat kota yang heterogen, kompleks serta

kehidupan keagamaan yang terlihat semakin berkurang, dijumpai juga

(11)

Salah satu kelompok sosial yang nyata ada disekitar kita adalah Serikat

Tolong Menolong (STM). Serikat tolong Menolong merupakan suatu pranata yang

lahir dari adanya saling percaya antar sesama warga dengan tujuan untuk

mengggalang kerjasama dan kebersamaan dalam menghadapi kesulitan-kesulitan

yang sewaktu-waktu menimpa warga yang diwujudkan dalam wadah pranata STM.

Serikat Tolong Menolong merupakan suatu pranata yang berfungsi ekonomi dan juga

berungsi sosial, dalam hal ritual keagamaan (khususnya yang berhubungan dengan

masalah kematian), dan juga kegiatan-kegiatan sosial lainnya. Fungsi ekonomi dari

pranata STM ini dapat dilihat dari sejumlah uang yang terkumpul baik sacara

sukarela maupun secara wajib yang akan disumbangkan/ diberikan kepada anggota

masyarakat yang terkena musibah kematian atau dalam bentuk peralatan yang

dibutuhkan untuk suatu acara pesta. Fungsi sosial dari pranata STM ini dapat dilihat

dalam wujud solidaritas dari sesama warga mayarakat yang merasa senasib dan

sepenanggungan untuk bekerja secara bersama-sama (gotong-royong) dalam

melaksanakan dan mengerjakan sesuatu (Badaruddin, 2005;41).

Penelitian ini mengangkat tentang STM yang terbentuk atas dasar kesamaan

suku dan agama yang berada pada wilayah yang sama, dalam hal ini adalah sesama

suku Batak dan beragama Kristen Protestan. Terkait dengan keberadaan suku batak

yang merupakan pendatang di kota medan yang memiliki suku asli adalah suku

melayu. Maka aspek budaya yang menuntut mereka untuk mencari/ berkumpul

dengan sesama suku batak selain hekekat manusia sebagai mahluk sosial. Sebagai

pendatang dikota Medan mereka terdesak oleh situasi lingkungan yang baru. Agar

(12)

STM. Dengan harapan sesma anggota dapat hidup saling kenal, saling menolong dan

hidup harmonis.

Adapun bentuk kepercayaan diatas dapat diartikan sebagai bentuk saling

percaya antara anggota kelompok yang didasari dengan pengharapan melalui

interaksi sosial dimana antara anggota STM tersebut akan saling menguntungkan

dalam hal ini baik moril maupun materil. Harapan yang dimaksud menunjuk pada

sesuatu yang akan terjadi dimasa yang akan datang melalui tindakan resiprositas yang

dilakukan oleh setiap anggota terhadap anggota yang lain yang sedang membutuhkan

pertolongan, sehingga hal ini akan memperkuat rasa saling percaya antara nggota

STM.

Jaringan sosial dalam STM yang didasari oleh hubungan sosial antar individu

karena adanya kesamaan agama serta diikat oleh rasa kepercayaan yang kuat mampu

membentuk kerja sama dan rasa senasib sepenanggungan diantara anggotanya.

Melalui jaringan social setiap anggota saling mengingatkan, saling

menginformasikan, saling membantu dalam melaksanakan atau mengatasi suatu

masalah yang akan lebih mudah diselesaikan bersama-sama dengan anggota yang lain

dari pada bekerja sendiri.

Di dalam bukunya, Social Capital (Routledge, 2005), Jhon Field

menyebutkan, organisasi masyarakat modern diatur melalui seperangkat aturan yang

menata prosedur untuk mengambil keputusan dan tanggung jawab. Tetapi ketika

ingin membuat sesuatu terjadi, banyak yang mengabaikan prosedur formal itu dan

memilih berbicara dengan orang yang mereka kenal. Misalnya ketika memutuskan

(13)

sekolah untuk anak, bahkan untuk hal-hal “sederhana” seperti memilih restoran.

Karena itu jejaring sosial menentukan dan melalui jejaring itu terbentuk social

capital. Salah satu bentuk social capital adalah bertukar informasi (Kompas, 22

Oktober 2006).

Nilai dan norma tidak dapat dipisahkan dari jaringan dan kepercayaan. Nilai

merupakan suatu ide yang telah turun temurun dan dipatuhi serta dianggap penting

untuk dilaksanakan oleh kelompok masyarakat. Pada STM norma dan nilai yang

menyangkut hak dan kewajiban setiap anggota STM.

Melihat elemen-elemen yang mendasari lahirnya STM, yaitu adanya

kepercayaan, jaringan sosial, dan nilai-nilai/ norma maka STM dapat dikatakan

sebagai salah satu potensi modal sosial, dimana kita dapat melihat modal sosial

bekerja secara efektif. Elemen-elemen modal sosial yang bekerja dengan baik akan

melahirkan bentuk-bentuk modal sosial. Dari beberapa kajian modal sosial melihat

bahwa: (1) saling percaya (trust), yang meliputi adanya kejujuran (honesty),

kewajaran (fairness), sikap egaliter (egaliterianisme), toleransi (tolerance) dan

kemurahan hati (generosity); (2) jaringan sosial (network), yang meliputi adanya

partisipasi (participation), pertukaran timbal-balik (reciprocity), solidaritas

(solidarity), kerjasama (collaboration/cooperation), dan keadilan (equity); (3) pranata

(institutions), yang meliputi nilai-nilai yang dimiliki bersama (shared value),

norma-norma dan sanksi-sanksi (norms and sanctions), dan aturan-aturan (rules).

Elemen-elemen pokok modal sosial tersebut bukanlah sesuatu yang tumbuh dan berkembang

dengan sendirinya melainkan harus dikreasikan dan ditransmisikan melalui

(14)

komunitas, asosiasi sekarela, Negara dan sebagainya (Arif, Badaruddin, Subhilhar,

2005;31).

1.2. Perumusan Masalah

Sesuai dengan latar belakang masalah diatas maka peneliti membuat

perumusan masalah sebagai berikut: Bagaimana modal social bekerja pada Serikat

Tolong Menolong (STM), Dos Roha?

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah: untuk mengetahui

bentuk modal sosial yang terdapat pada Serikat Tolong Menolong (STM), Dos Roha.

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah

1. Manfaat teoritis, hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan

kajian sosiologis terhadap keberadaan modal sosial bagi akademis dan

masyarakat yang mengkaji tentang modal sosial pada STM.

2. Manfaat praktis, hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai

bahan rujukan untuk penelitian selanjutnya serta dapat dijadikan

sebagai informasi bagi anggota masyarakat pada umumnya dan

(15)

1.5. Defenisi Konsep

Untuk lebih memahami kajian dalam penelitian ini maka perlu pembatasan

konsep dengan mendefenisikannya secara operasional :

1. Anggota STM adalah keluarga yang beragama Kristen dan berdomisili dalam batas wilayah yang telah ditetapkan serta terdaftar dalam anggota

STM, yang aktif dan mematuhi segala aturan yang berlaku dalam STM,

baik itu aturan untuk aktif menghadiri setiap pertemuan yang dilakukan

setiap bulannya, kegiatan-kegiatan yang ada dilaksanakan STM, maupun

kepatuhan membayar iuran setiap bulannya sebesar yang sudah disepakati

bersama.

2. Modal Sosial adalah merupakan potensi atau sumber daya dari serangkaian kepercayaan, jaringan sosial, nilai dan norma yang dimiliki

oleh seseorang atau sekelompok orang dalam sebuah organisasi untuk

mencapai tujuan bersama. Elemen-elemen pokok modal sosial adalah

sebagai berikut:

• Kepercayaan adalah sikap saling mempercayai diantara anggota STM,

anggota dengan pengurus STM yang mengandung harapan bahwa

akan ada tindakan resiprositas diantara anggota untuk saling

tolong-menolong yang tercipta melalui proses interaksi dalam waktu lama..

• Jaringan Sosial adalah keterikatan individu dalam hal ini adalah antar

anggota STM. Hubungan keterikatan tersebut tidak hanya sebatas

(16)

• Nilai dan Norma adalah seperangkat peraturan yang telah disepkati

oleh anggota dan wajib untuk dipatuhi oleh anggota yang tertuang

dalam bentuk Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga

(AD/ART) STM.

4. Pengurus STM adalah anggota STM yang dipilih dan disahkan oleh rapat anggota dengan cara musyawarah dan mufakat serta dipercayakan untk

mengemban tugas dan tangung jawab yang lebih tinggi dalam mengatur

keberlangsungan STM.

5. Serikat Tolong Menolong Dos Roha adalah pranata yang didasari ingin saling mengenal, tolong menolong dalam suka dan duka serta adanya rasa

senasib sepenanggungan sesama anggota STM. Dengan tujuan

mempererat hubungan kekeluargaan sesama anggota TSM dengan

kegiatan pertemuan rutin serta berperan aktif dalam kegiatan sosial dan

budaya serta memberi bantuan sebagai perwujutan rasa dan sifat sosial

kepada sesama anggota yang mendapat suka cita atau pesta baik itu

dengan bantuan moral maupu materil.

6. Tolong menolong adalah suatu pola tindakan dalam kelompok yang didasari oleh rasa kepercayaan dalam rangka mewujudkan kebersamaan

untuk menghadapi setiap peristiwa yang terjadi di antara anggota, baik itu

(17)

BAB II Kajian Pustaka

2.1.Kelompok Sosial

Kelompok sosial atau “social group” adalah himpunan atau kesatuan-kesatuan

manusia yang hidup bersama, oleh karena adanya hubungan antara mereka.

Hubungan tersebut antara lain menyangkut hubungan timbal balik yang saling

mempengaruhi dan juga suatu kesadaran untuk saling menolong.

Adapun beberapa persayaratan kelompok sosial adalah :

1. Setiap anggota kelompok tersebut harus sadar bahwa dia merupakan

sebagian dari kelompok yang bersangkutan.

2. Ada hubungan timbal-balik antara anggota yang satu dengan anggota

yang lainnya.

3. Terdapat suatu faktor yang dimiliki bersama oleh anggota-anggota

kelompok itu, sehingga hubungan antara mereka bertambah erat.

Faktor tadi dapat merupakan nasib yang sama, kepentingan yang sama,

idiologi politik yang sama, dan lain-lain. (Soekanto, 2002;166)

Menurut Smelser (dalam Wafa 2003), kelompok sekunder adalah suatu

kelompok dimana anggotanya memiliki sedikit ikatan emosional dan bertujuan untuk

mencapai tujuan tertentu. Didalam kelompok sekunder fungsi seorang individu

menjadi lebih penting dari pada individunya sendiri. Oleh sebab itu keberadaan

individu dalam suatu kelompok dapat digantikan oleh individu yang lain yang

(18)

2.2. Modal Sosial

Modal sosial awalnya dipahami sebagai suatu bentuk di mana masyarakat

menaruh kepercayaan terhadap komunitas dan individu sebagai bagian didalamnya.

Mereka membuat aturan kesepakatan bersama sebagai suatu nilai dalam

komunitasnya. Sebagai salah satu elemen yang terkandung dalam masyarakat sipil,

modal sosial menunjuk pada nilai dan norma yang dipercayai dan dijalankan oleh

sebagian besar anggota masyarakat dalam kehidupan sehari-hari, yang secara

langsung maupun tidak langsung mempengaruhi kualitas hidup individu dan

keberlangsungan komunitas masyarakat.

Konsep modal sosial pertama sekali dijabarkan oleh Max Weber, dimana

Weber melihat sekte babtis pada agama Kristen, memperlihatkan kualitas moral

dalam mengawali sebuah bisnis serta untuk mendapatkan pinjaman modal.

Unsur-unsur modal sosial yang dijabarkan oleh Weber yakni:

1. adanya jaringan hubungan non-ekonomi.

2. adanya fungsi jaringan sosial yang memungkinkan terjadinya

perputaran informasi.

3. Informasi dan kepercayaan digunakan untuk mendapatkan sumber

daya ekonomi (Trigilia,2001).

Robert Pudnam mendefenisikan modal sosial sebagai suatu nilai mutual trust

(keprecayaan) antara anggota masyarakat dan masyarakat terhadap pemimpinnya.

Modal sosial didefinisikannya sebagai institusi sosial yang melibatkan jaringan

(19)

mendorong pada sebuah kolaborasi sosial untuk kepentingan bersama

(www.ireyogya.com).

Pierre Bourdieu, juga menegaskan tentang modal sosial sebagai sesuatu yang

berhubungan satu dengan yang lain, baik ekonomi, budaya, maupun bentuk-bentuk

social capital (modal sosial) berupa institusi lokal maupun kekayaan Sumber Daya

Alamnya. Pendapatnya menegaskan tentang modal sosial mengacu pada keuntungan

dan kesempatan yang didapatkan seseorang di dalam masyarakat melalui

keanggotaannya dalam entitas sosial tertentu (paguyuban, kelompok arisan, asosiasi

tertentu).

Sedangkan Francsi fukuyama (2002), mendefinisikan modal sosial sbagai

serangkaian nilai atau norma-norma formal yang dimiliki bersama di antara para

anggota suatu kelompok yang memingkinkan terjalinnya kerjasama antara mereka.

Nilai dan norma informal tertentu yang dimiliki oleh kelompok-kelompok sosial yang

di masyarakat sebagai dasar yang mendorong mereka menjalin kerjasama. Dimana

diharapkan dari kerjasama tersebut akan mendatanglan keuntungan dalam

bidang-bidang tertentu dalam kehidupan sosial seperti sosial, budaya, atau ekonomi.

Konsep kunci modal sosial adalah bagaimana orang dengan mudah dapat

bekerjasama. Berdasarkan pengertian modal sosial yang sudah dikemukakan diatas,

maka didapatkan pengertian modal sosial yang lebih luas yaitu berupa jaringan sosial

atau sekelompok orang yang dihubungkan oleh perasaan simpati dan kewajiban serta

oleh norma.

Dari beberapa sarjana yang mendefinisikan modal sosial, Lubis (2006)

(20)

(a) Kepercayaan/Trust (kejujuran, kewajaran, sikap egliter, toleransi, dan kemurahan

hati), (b) Jaringan sosial/Social Networks (partisipasi, resprositas, solidaritas,

kerjasama), (c) Pranata/Institution. Aspek-aspek elemen modal social tersebut saling

berhubungan satu sama lain yang diperlihatkan skema berikut.

Skema 1.Hubungan antar elemen modal sosial PRANATA

* nilai-nilai bersama * norma & sanksi * aturan-aturan

Kemurahan hati* * Keadilan

Toleransi * * Kolaborasi/Kerjasama Sikap egaliter * * Solidaritas

Kewajaran * * Resiprositas Kejujuran * * Partisipasi

KEPERCAYAAN JARINGAN SOSIAL Menurut Linda Ibrahim (dalam jurnal masyarakat, 2002) mengatakan bahwa,

modal sosial ditingkat komunitas ketetanggaan diperkotaan sebagai kehidupan

berorganisasi antar warga merefleksikan dinamika tindakan kolektif warga dalam

mengatasi masalah bersama termasuk peningkaan pendapatan warga dengan

dinamika kehidupan sosiabilitas merupakan sumber modal sosial. Kehidupan

sosiabilitas mencakup nilai kepedulian sosial (prilaku), kepercayaan sosial antar

anggota dan solidaritas sosial sebagai inti kehidupan sosial. Hasil penelitiannya

menemukan bahwa lemahnya kehidupan sosiabilitas dan cenderung semu dalam

(21)

tingkat kepercayaan yang tinggi dan juga kuat untuk dapat dimanfaatkan dalam

memecahkan masalah bersama dalam kehidupan berorganisasi dan bermasyarakat.

Skema kerangka pemikiran modal sosial dalam kehidupan berorganisasi

menurut Linda Ibarahim (2002):

2.2.1 Kepercayaan

Trust atau rasa saling mempercayai adalah suatu bentuk keinginan untuk

mengabil resiko dalam hubungan-hubungan sosial yang didasari oleh perasaan yakin

bahwa yang lain akan melakukan sesuatu seperti yang diharapkan dan akan

senantiasa bertindak dalam suatu pola tindakan yang saling mendukung. (Hasbullah,

2006,11)

Fukkuyama (dalam badaruddin, 2005:31) berpendapat bahwa unsur terpenting

dalam modal sosial ini adalah kepercayaan (trust) yang merupakan perekat bagi

langggengnya kerjasama dalam kelompok msayarakat. Dengan kepercayaan (trust)

orang-orang aka bisa bekerja sama dengan efektif. Menurut Pretty dan Ward sikap

saling percaya merupakan unsur pelumas yang sangat penting untuk kerja sama, yang

oleh Putnam dipercaya sebagai melicinkan kehidupan sosial. Tentang pentingnya

kepercayaan didalam modal sosial ini Fukuyama berpendapat : Social Capital adalah Kehidupan Sosiabilitas

Nilai Kepedulian

Kepercayaan Sosial

Solidaritas Sosial

(22)

kapabilitas yang muncul dari kepercayaan umum didalam sebuah masyarakat atau

bagian-bagian tertentu darinya. Ia bisa dilembagakan dalam kelompok sosial yang

paling kecil dan mendasar demikian juga kelompok-kelompok sosial masyarakat

yang paling besar sepert Negara dan dalam seluruh kelompok lain yang ada

diantaranya. Social Capital berbeda dengan bentuk-bentuk human capital lain sejauh

ia bisa diciptakan dan ditransmisikan melaui mekanisme kultural seperti agama,

tradisi, atau kebiasaan sejarah (Badaruddin, 2005;37). Fukuyama mendefenisikan

trust adalah sikap saling mempercayai dalam masyarakat yang memungkinkan

mayarakat tersebut saling besatu dengan yang lain dan memberikan kontribusi pada

peningkatan modal sosial. Sama halnya dengan yang diungkapkan oleh Qianhong Fu

yang membagi tingkatan trust pada tingkatan individual, tingkatan relasi sosial dan

pada tingkatan sistem sosial. Disini yang akan dibahas adalah tingkatan relasi sosial.

Pada tingkatan relasi sumber trust menurut Nahapit dan Ghosal berasal dari adanya

nilai-nilai yang bersumber dari kepercayaan agama yang dianut, kompetensi

seseorang dan keterbukaan yang telah menjadi norma dimasyarakat. Pada tingkat

institusi sosial, trust merupakan atribut kolektif untuk mencapai tujuan-tujuan

kelompok (Hasbullah, 2006;12).

Saling percaya akan kemauan baik dan kesedian untuk saling membantu

antara satu dengan yang lainnya, merupakan modal sosial. Dalam bukunya Rusdi

Syahra dkk,(2000) menyatakan bahwa, modal sosial dapat dilihat dan diukur dari :

1. Kepercayaan, atau sifat amanah (Trust) adalah : kecendrungan untuk

menepati sesuatu yang telah dikatakan baik secara lisan maupun tulisan.

(23)

seseorang untuk menyerahkan sesuatu kepada orang lain, dengan

keyakinan bahwa yang bersangkutan akan menepati janji atau memenuhi

kewajiban.

2. Solidaritas, kesediaan untuk secara suka rela ikut menanggung suatu

konsekuensi sebagai wujud adanya rasa kebersamaan dalam menghadpai

suatu masalah.

3. Toleransi, kesediaan untuk memberikan konsesi atau kelonggaran, baik

dalam bentuk materi maupun non-materi sepanjang tidak berkenaan

dengan hal-hal yang bersifat prinsipil (Kristina, 2003).

Penelitian yang dilakukan oleh Badaruddin tentang potensi modal sosial

dalam komunitas nelayan menemukan adanya beberapa potensi modal sosial, yaitu

patron klien, koperasi, serikat tolong menolong dan arisan. Dalam keempat potensi

modal sosial yang ditemukannya tersebut diketahui bahwa (trust) adalah unsur utama

yang membentuk potensi-potensi tersebut. Menurut Badaruddin adanya sikap saling

percaya dalam komunitas nelayan merupakan faktor pendorong bagi munculnya

keinginan adanya suatu bentuk jaringan sosial yang dimapankan dalam wujud pranata

sosial, dan pranata sosial itu dikenal dengan patron klien (Badaruddin, 2005;36). .

2.2.2. Jaringan Sosial.

Salah satu kunci membangun modal sosial terletak pada kemampuan

sekelompok orang dalam suatu asosiasi atau perkumpulan dalam melibatkan diri

dalam suatu jaringan sosial. Masyarakat selalu berhubungan sosial dengan

(24)

dan dilakukan atas prinsip kesukarelaan (voluntary), kesamaan (equality), kebebasan

(freedom) dan keadaban (civility). Kemampuan anggota-anggota kelompok/

mayarakat untuk selalu menyatukan diri dalam suatu pola hubungan yang sinergetis

akan sangat besar pengaruhnya dalam menentukan kuat tidakya modal sosial suatu

kelompok. Jaringan sosial biasanya terbentuk atas dasar kesamaan garis keturunan,

pengalaman-pengalaman sosial turun-temurun dan kesamaan kepercayaan pada

dimensi ketuhanan (religius beliefs) yang cenderung memiliki keterikatan yang

tinggi.

Jaringan dalam penelitian ini dibentuk berdasarkan atas kesamaan

kepercayaan agama. Jaringan sosial bedasarkan kepercayaan agama ini

diorganisasikan menjadi sebuah institusi yaitu STM yang bermanfaat terhadap

anggotanya untuk mendapatkan modal sosial dari jaringan tersebut. Didalam STM ini

mekanisme modal sosial dilihat dalam bentuk kerjasama, kerjasama tersebut

merupakan upaya menciptakan relasi sosial yang saling menguntungkan bagi setiap

anggota kelompok.

2.2.3 Nilai dan Norma

Norma sosial tumbuh dan berkembang dalam STM yang memiliki peran

dalam mengatur dan mengontrol bentuk-bentuk prilaku anggota dalam STM.

Menurut Jousairi Hasbullah, norma didefinisikannya sebagai sekumpulan aturan yang

diharapkan dipatuhi dan diikuti oleh anggota masyarakat pada suatu entitas sosial

tertentu. Norma-norma sosial ini biasanya terinstitusionalisasi dan mengandung

(25)

kebiasaan yang berlaku dimasyarakatnya. Jika didalam suatu komunitas, asosiasi,

kelompok atau group, norma tersebut tumbuh, dipertahankan, kuat maka hal ini akan

memperkuat hubungan sosial (Hasbullah, 2006;13) .

Francis Fukuyama (dalam Hasbullah, 2006;108) berargumentasi bahwa

agama merupakan salah satu sumber utama Modal Sosial. Perkumpulan-perkumpulan

keagamaan sangat potensial untuk menghadirkan dan membangun suatu bentuk dan

ciri tertentu dari Modal sosial. Ajaran agama merupakan salah satu sumber nilai dan

norma yang menuntut prilaku masyarakat. Agama lah yang menjadi sumber utama

inspirasi, energi sosial serta yang memberikan ruang bagi terciptanya orientasi hidup

penganutnya. Tradisi yang telah berkembang secara turun temurun juga sebagai

sumber terciptanya norma-norma dan nilai, hubungan-hubungan rasional. Tatanan

yang terbangun merupakan produk kebiasaan yang turun temurun, dan kemudian

membenyuk kualitas modal sosial

Modal sosial (social capital) merupakan isu menarik yang banyak dibicarakan

dan dikaji belakangan ini. Dalam laporan tahunannya yang berjudul Entering the 21st

Century, misalnya, Bank Dunia mengungkapkan bahwa tingkat modal sosial

memiliki dampak yang signifikan terhadap proses-proses pembangunan. Sehingga

diharapkan Kajian modal sosial banyak membawa manfaat. Menurut Lesser (2000),

modal sosial sangat penting bagi komunitas karena ia: (1) mempermudah akses

informasi bagi angota komunitas; (2) menjadi media power sharing atau pembagian

kekuasaan dalam komunitas; (3) mengembangkan solidaritas; (4) memungkinkan

mobilisasi sumber daya komunitas; (5) memungkinkan pencapaian bersama; dan (6)

(26)

Wafa, dalam penelitiannya (2003), melihat bagaimana modal sosial

bermanfaat bagi kelompok tani “mardi Utomo”. Hal ini dapat dilihat dari, (1) adanya

trust yang menyebabkan mudahnya dibina kerjasama yang saling menguntungkan

(mutual benefit) diantara anggota sehingga mendorong timbuknya hubungan

resiprokal. Hubungan yang bersifat resiprokal akan menyebabkan social capital

semakin kuat dan bertahan lama karena hubungan timbal balik yang menguntungkan

dan memenuhi unsur keadilan (fairness); (2) adanya mekanisme kontrol, dimana

sanksi diberlakukan kepada anggota yang melanggar ketentuan yang menjadi

konsensus bersama berupa sanksi moral stigma dicap sebagai wong males dan sanksi

non-moral berupa tindakan resiprokal; (3) pekerjaan petani membuat mobilitas yang

rendah sehingga memungkinkan mereka untuk bertemu dengan intensitas yang tinggi;

(4) tujuan kelompok sosial yang bersifat realistis yaitu langsung menyentuh kepada

anggota dengan menjadikam social capital dalam kelompok tani dapat berjalan.

Sehingga modal sosial bermanfaan dalam mencapai tujuan kelompok tani “Mardi

Utomo” yaitu memenuhi kebutuhan rumah dan pengolahan sawah bagi anggotanya.

Pudnam melihat bahwa modal sosial bermanfaat dalam menguatkan

demokrasi. Bentuk manfaat lain dapat dilihat pada arisan sebagai salah satu potensi

modal sosial yang memiliki kekuatan trust dan jaringan yang kuat. Manfaat modal

sosial pada kelompok ini berupa pertukaran informasi antara anggotanya,

keberagaman latar belakang anggota, memuat informasi yang mereka pertukarkan

sangat beragam dan menambah wawasan (Kompas, 22 Oktober 2006).

Hakikat dari modal sosial adalah hubungan sosial yang terjalin dalam

(27)

interaksi sosial dalam waktu yang relatif lama sehingga menghasilkan jaringan pola

kerjasama, pertukaran sosial, saling percaya, termasuk nilai dan norma yang

mendasari hubungan sosial tersebut. Sebagai mahluk sosial tidak ada individu yang

hidup sendiri tanpa berinteraksi dengan orang lain. Oleh sebab itu tidak ada satu

masyarakat atau bentuk komunitas yang tidak memiliki modal sosial. Pola hubungan

sosial ini lah yang mendasari kegiatan bersama atau kegiatan kolektif antar warga

masyarakat. Dengan demikian, masyarakat tersebut mampu mengatasi masalah

mereka bersama-sama (partisipasi aktif). (Ibrahim, 2006)

2.3. Social Capital Bonding

Pengertian Social capital Bonding adalah, tipe modal sosial dengan

karakteristik adanya ikatan yang kuat (adanya perekat sosial) dalam suatu sistem

kemasyarakatan. Misalnya, kebanyakan anggota keluarga mempunyai hubungan

kekerabatan dengan keluarga yang lain. Yang mungkin masih berada dalan satu etnis.

Disini masih berlaku adanya sistem kekerabatan dengan system klen. Dibanyak

daerah klen masih berlaku. Hubungan kekerabatan ini bisa menyebabkan adanya rasa

empati. Kebersamaan. Bisa juga mewujudkan sara simpati, rasa berkewajiban, rasa

percaya, resiprositas, pengakuan timbal-balik dan nilai budaya yang meraka percaya.

Rule of low/ aturan main merupakan aturan atau kesepakatan bersama dalam

masyarakat, bentuk aturan ini bisa formal seperti aturan undang-undang. Namun ada

juga sanksi non formal yang akan diberikan masyarakat kepada anggota masyarakat

berupa pengucilan, rasa tidak hormat, bahkan dianggap tidak ada dalam lingkungan

(28)

melaksanakan bagian dari masyarakat. Dalam kehidupan sehari-hari, norma-norma

itu tercermin dalam kehidupan sehari-hari. Tradisi atau adat istiadat (custom)

merupakan tata kelakuan yang kekal serta integrasi yang kuat dengan pola-pola

prilaku masyarakat yang mempunyai kekuatan untuk mengikat dengan beban sanksi

bagi pelanggar

Dari hasil penelitian yang dilakuakn oleh Robert Pudnam dimana ia membagi

tipologi modal sosial berdasarkan pola-pola interelasi sehingga menghasilka Social

capital Bonding/ eksklusif, dimana nuansa hubungan yang terbentuk mengarah pada

inward looking. Modal sosial terikat (Bonding Social Capital) cenderung bersifat

eksklusif dimana terdapat ciri khas yaitu baik kelompok maupun anggota kelompok,

dalam konteks ide relasi dan perhatian lebih berorientasi ke adalam (inward looking).

Ragam masyarakat atau individu yang menjadi anggota kelompok ini umumnya

homogen, bisa karena dipengaruhi oleh latar belakang suku yang sama dan agama

yangs sama serta memiliki kemampuan untuk mempertahankan nilai-nilai yang turun

temurun telah dijalankan dan diakui sebagai bagian dari tata perilaku dan perilaku

moral dari kelompok yang homogen tersebut. Kelompok yang homogen tersebut

cenderung bersifat konservatif dan lebih mengutakan diri dan kelompok sesuai

dengan tuntutan nilai-nilai dan norma masyarakat yang lebih terbuka.

Ciri-ciri Sosial Capital Bonding meurut Robert Pudnam adalah:

a. Terikat/ ketat, jaringan yang eksklusif

b. Pembedaan yang kuat antara “orang kami” dan orang luar

c. Hanya ada satu alternative jawaban

(29)

e. Kurang akomodatif terhadap pihak luar

(30)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dipergunakan adalah metode kualitatif dengan

pendekatan studi kasus. Dimana studi kasus merupakan suatu analisa fenomena sosial

yang mengacu pada objek studi, seperti individu, kelompok, komunitas masyarakat

dan insitusi. Studi kasus adalah tipe pendekatan dalam penelitian yang penelaahannya

terhadap suatu kasus dilakukan secara mendalam, mendetail dan komprehensif

(Faisal, 1999:22). Tujuan dari studi kasus adalah, untuk melihat bagaimana tindakan

dan prilaku seseorang, sekelompok orang atau komunitas yang berkembang pada

periode waktu tertentu. Studi kasus tepat digunakan bila pokok pertanyaan suatu

penelitian berkenaan dengan “how’ atau “why” (Yin,1997;1) .

Peneliti menggunakan pendekatan ini dengan tujuan ingin melihat dan

mengetahui bagaimana bentuk fenomena modal sosial dalam Serikat Tolong

Menolong (STM) Dos Roha secara kualitatif serta bagaimana modal sosial

bermanfaat bagi anggota serikat tolong menolong tersebut, sehingga diperoleh kajian

yang lebih maksimal secara mendalam dan spesifik.

3.2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di STM Dos Roha yang berada di Keluruhan

Tanjung Sari Psr II Kecamatan Medan Selayang Medan. Pada daerah penelitian ini

(31)

dan mampu bertahan sampai saat ini. Salah satunya Adalah Serikat Tolong Menolong

(STM) Dos Roha. Sehinga membuat peneliti tertarik untuk melakukan penelitian di

daerah ini. Selain itu karena peneliti berdomisili pada daerah ini sehingga akan lebih

memudahkan dalan melakukan proses pengumpulan data.

3.3. Unit Analisis dan Informan

Unit Analisis

Unit analisis merupakan salah satu karakteristik dari penlitian sosial dimana

objek penelitian meliput jumlah yang cukup luas, Adapun yang menjadi unit analisis

pada penelitian ini di bagi atas :

1. Informan kunci :

Pengurus STM yang dianggap mengetahui benar keseluruahan tetang STM

karena selain sebagai pengurus secara otomatis pengurus juga adalah bagian

dari anggota STM

2. Informan utama :

Informan utama dalam penelitian ini adalah anggota STM dengan

karakteristik sebagai berikut :

- Terdafta sebagai anggota STM

- Aktif mengahadiri berbagai kegiatan STM Dos Roha

(32)

3.4. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data yang akurat peneliti menggunakan teknik

pengumpulan data yang dibagi dalam data primer dan data skunder.

1. Data Primer

Data sekunder merupakan data yang langsung diperoleh dari sumber informan

yang ditemukan dilapangan. Adapun langkah-langkah dalam pengumpulan data

primer ini adalah dengan cara:

1. Wawancara

Wawancara merupakan salah satu elemen penting dalam proses penelitian.

Wawancara dimaksudkan untuk mendapatkan informasi (data),

memperoleh keterangan, pendirian, pendapat secara lisan dari responden

dengan berbicara langsung dengan orang tersebut.

Aspek-aspek yang diwawancarai dalam penelitian ini berkaitan dengan

bentuk elemen-elemen pokok modal sosial seperti kepercayaan (trust),

jaringan sosial (social network), pranata/institusi (institution) yang

terdapat dalam STM Dos Roha, serta bagaimana bentuk modal sosial

tersebut bermanfaat terhadap anggota STM dan lingkungan sekitarnya.

Hal ini dilakukan untuk menggali informasi guna memperoleh data

primer/ data pokok.

2. Observasi

Observasi langsung adalah pengamatan yang dilakukan secara langsung

pada objek yang diobservasi, dalam arti bahwa pengamatan tidak

(33)

ini berkaitan dengan pengamatan secara langsung ke lapangan untuk

mendapatkan data yang mendukung hasil dari wawancara. Observasi yang

dilakukan dalam penelitian ini berhubungan dengan objek penelitian yaitu

anggota STM Dos Roha serta elemen-elemen pokok modal sosial yang

mereka miliki.

2. Data Skunder

Data sekunder merupakan data yang diperoleh ecara tidak langsung

dari objek penelitian atau sumber data lain. Pencatatan dokumen diperoleh

dengan mengumpulkan dari berbagai sumber data sekunder yakni studi

kepustakaan, peneliti berusaha mendapatkan suatu landasan teori yang kuat

dari berbagai literatur seperti buku-buku, jurnal serta dokumen lainnya yang

berhubungan langsung dengan penelitian.

3.5. Interpretasi Data

Interpretasi data dilakukan sejak peneliti mulai melakukan observasi

kemudian wawancara yang didukung dengan interview guide sampai kepada

dokumentasi lapangan. Setelah semua data selesai dikumpulkan dengan lengkap dari

lapangan tahap berikutnya yang dilakukan adalah tahap analisa data. Dimana pada

tahap ini data diintepretasikan dan dianalisis berdasarkan dukungan teori dalam

tinjauan pustaka yang tidak lepas kaitannya dengan hasil-hasil penelitian sebelumnya.

Dalam hal ini peneliti menggunakan analisa kualitatif, yakni proses pengolahan data

dimulia dari tahap mengedit data sesuai dengan pokok permasalahan yang diteliti

(34)

3.6. Jadwal Kegiatan

Jadwal Kegiatan dan Laporan Penelitian Kegiatan Bulan

Pengajuan judul X

Penyusunan

3.7. Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan dalam penelitian terutama disebabkan karena terbatasnya

kemampuan dan pengalaman yang dimiliki oleh peneliti untuk melakukan kegiatan

penelitian ilmiah. Keterbatasan lain terkait dengan metode penelitian kualitatif yang

saya gunakan, dimana dibutuhkan wawancara mendalam. Dalam mendapatkan

informasi dipengaruhi oleh situasi dan kondisi pada saat melakukan wawancara.

Selain itu keterbatasan waktu karena wawancara baru dapat dilakukan pada waktu

sore atau malam hari setelah informan pulang dari pekerjaan mereka. Walaupun

sebagian adalah ibu rumah tangga namun tetap saja kesibukan sebagai ibu rumah

(35)

Walaupun demikian, peneliti tetap berusaha untuk melakukan rangkaian

kegiatan penelitian sebaik mungkin agar hasil yang diperoleh dapat

(36)

BAB IV

DESKRIPSI LOKASI DAN INTERPRETASI DATA PENELITIAN

4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian 4.1.1. Masyarakat Kota Medan

Pada zaman dahulu Kota Medan ini dikenal dengan nama Tanah Deli dan

keadaan tanahnya berawa-rawa kurang lebih seluas 4000 Ha. Perkembangan Kota

Medan tidak terlepas dari dimensi historis, ekonomi dan karakteristik Kota Medan itu

sendiri, yakni sebagai kota yang mengemban fungsi yang luas dan besar (metro),

serta sebagai salah satu dari 3 (tiga) kota metropolitan terbesar di Indonesia. Sejak

awal Kota Medan telah memiliki keragaman suku (etnis), dan agama. Oleh

karenanya, budaya masyarakat yang ada juga sangat pluralis yang berdampak

beragamnya nilai-nilai budaya tersebut tentunya sangat menguntungkan, sebab

diyakini tidak satupun kebudayaan yang berciri menghambat kemajuan

(modernisasi), dan sangat diyakini pula, hidup dan berkembangnya nilai-nilai budaya

yang heterogen, dapat menjadi potensi besar dalam mencapai kemajuan. Keragaman

suku, tarian daerah, alat musik, nyanyian, makanan, bangunan fisik, dan sebagainya,

justru memberikan kontribusi besar bagi upaya pengembangan industri pariwisata di

Kota Medan.

Ciri penting lainnya dari penduduk Kota Medan adalah kemajemukan agama,

adat istiadat, seni budaya dan suku yang sangat heterogen. Oleh karenanya, salah satu

ciri utama masyarakat Kota Medan adalah terbuka. Pluralisme kependudukan ini juga

(37)

kesan Miniatur Indonesia di Kota Medan, ditambah dengan “Melting Potnya

Kebudayaan Bangsa”. Kota Medan merupakan kota yang dihuni oleh bermacam

etnis yaitu suku melayu, suku batak (batak toba, karo, simalungun, pakpak,

mandailing), suku nias, suku tionghoa. Pada awalnya semua suku-suku tetrsebeut

merupakan pendatang yang bermigrasi ke medan. Kecendrungan manusia sebagai

seorang indivu dan mahkluk sosial harus memenuhi kebutuan akan berinteraksi dan

besosialisasi. Sehingga para pendatang tersebut akan mencari/ berkumpul dengan

orang-orang yang sama dengan mereka. Persamaan itu bisa agama, suku, asal daerah,

wilayah tempat tinggal, pekerjaan.

Sehingga muncullah kelompok-kelompok masyarakat, seperti kelompok

perempuan, kepemudaan, keagamaan (majelis taklim), PKK, LKMD. Kota medan

seiring waktu berkembang menjadi salah satu kota terbesar di Indonesia. Dengan

masyarakatnya yang semakin kompleks dan sarat akan kehidupm yang metropolis.

Kehidupan kota yang erat dengan sifat-sifat individualis, mobilitas dan tuntutan

hidupan yang tinggi sehingga intensitas untuk berinteraksi dengan lingkungan sekitar

semakin hari semakin sedikit. Namun masih dijumpai banyak organisasi

kemasyarakatan yang berjalan dengan baik dan mampu menjalankan perannya serta

memberi manfaat yang banyak bagi masyarakat umum dan anggota organisasi itu

(38)

Tabel 1

Komposisi Suku Bangsa di Kota Medan No Suku – Bangsa Jumlah

Batak Toba, Batak Tapanuli Cina

Dari tabel dapat dilihat bahwa komposisi penduduk kota medan didominasi

oleh suku jawa. Suku batak merupakan penduduk terbanyak kedua yang menghuni

kota medan. Walaupun suku batak merupakan suku pendatang namun tak jarang

orang mengaitkan kota medan dengan suku bataknya serta budaya batak itu sendiri.

Hampir semua manusia pada awalnya merupakan anggota kelompok sosial

yang dinamakan keluarga. Namun kebutuhan manusia untuk terus berinteraksi

dengan yang lain yang merupakan syarat utama aktivitas-aktivitas sosial. Sehingga

setiap manusia akan mencari kelompok sosial lainnya. Kelompok sosial adalah

kumpulan orang yang memiliki kesadaran bersama akan keanggotaan dan saling

berinteraksi. Kelompok diciptakan oleh

mempengaruhi perilaku para anggotanya.

Disamping sebagai individu-pribadi, manusia adalah mahluk sosial, sehingga

(39)

Hubungan seseorang individu dengan manusia lain membentuk jaringan yang

berlapis dan tumpang tindih. Seseorang merupakan bagian dari keluarga inti (nuclear

familiy). Anggota keluarga besar (extendet familiy), kelompok marga, klub olahraga,

asosiasi profesi, warga kampung, kelompok hobi, pelanggan listrik, anggota partai

politik, pemirsa televisi, anak medan, warga Sumatera Utara, bangsa Indonesia,

bagian dari Negara berkembang.

Paguyuban adalah bentuk kahidupan di mana anggota-nggotanya diikat

hubungan batin murni dan bersifat alamih serta bersifat kekal. Dasar hubungan

tersebut aadalah rasa cinta dan rasa kesatuan batin yang memang telah dikodratkan.

Kehidupan tersebut dinamakan juga bersifat nyata. Bentuk paguyuban terutama akan

dapat dijumpai dalam keluarga, kelompok kerabatan, rukun tetangga dan lain

sebagainya. Menurut Tonnies, di dalam setiap masyarakat selalu dapat dijumpai salah

satu diantaranya adalah : paguyuban karena tempat (gemeinschaft of place), yaitu

suatu paguyuban yang terdiri dari orang-orang yang berdekatan tempat tinggal

sehingga dapat saling tolong-menolong, contoh : Rukun tetangga, Rukun warga,

Arisan (Soekanto, 2002, 132). Menurut Pelly (1994), ikatan kekerabatan yang muncul

di kota Medan merupakan salah satu strategi adaptasi etnik agar dapat bertahan

(survive), khususnya bagi pendatang baru. Ini menunjukkan bahwa studi yang

menyatakan bahwa hubungan antar kerabat akan melemah pada masyarakat

perkotaan tidak sepenuhnya berlaku, khususnya di Kota Medan

Kgiatan berorganisasi adalah sebagai refleksi hubungan aktif antara warga

yang justru merupakan modal sosial masyarakat di perkotaan. Bagaimana kehidupan

(40)

kepentingan kelompk (agama, etnis, usia, gender, dan sebagainya) dalam masyarakat

disalurkan melalui kegiatan bersama dalam organisasi guna menghadapi masalah

bersama.

Dalam kehidupan berorgansiasi, tercermin kerjasama antar anggota yang

saling menguntungkan dan modal sosial akan memperkuat modal-modal lain yang

ada di masyarakat. Jelas bahwa individu hanya akan memiliki modal manusia, bukan

modal sosial, apabila individu tidak menjalin hubungan individu lainnya di dalam

masyarakat. Hubungan sosial adalah cerminan dari kerjasama dan koordinasi antar

warga yang didasari oleh ikatan sosial yang aktif dan bersifat resiprokal.

Suku batak yang memiliki sisitem kekerabatan yang kuat dan memegang

teguh akan adat istiadatnya yang dipersatukan oleh marga. Nilai kekerabatan atau

keakraban berada di tempat paling utama dari tujuh nilai inti budaya utama

masyarakat batak. Nilai inti kekerabatan masyarakat batak utamanya terwujud dalam

pelaksanaan adat Dalihan Na Tolu. Hubungan kekerabatan dalam hal ini terlihat pada

tutur sapa baik karena pertautan darah ataupun pertalian perkawinan. Orang batak

yang semarga merasa bersaudara kandung sekalipun mereka tidak seibu-sebapak.

Mereka saling menjaga, saling melindungi, dan saling tolong-menolong. Sekalipun di

rantau suku Batak selalu peduli dengan identitas sukunya, seperti berusaha

mendirikan perhimpunan semarga atau sekampung dengan tujuan untuk

menghidupkan ide-ide adat budayanya. Mereka mengadakan pertemuan secara

berkala dalam bentuk adat ataupun silaturahmi. Dari sini lah dijumpai

perkumpulan-perkumpulan marga serta Serikat Tolong Menolong (STM) atas dasar kesamaan suku

(41)

4.2 Gambaran Umum Kelurahan Tanjung Sari

Komponen kependudukan umumnya menggambarkan berbagai dinamika

sosial yang terjadi di masyarakat, baik secara sosial maupun kultural.Ditinjau secara

geografis maka letak wilayah berbatasan dengan:

- Sebelah Utara :Berbatasan dengan Kelurahan Tanjung Rejo Medan

Sunggal

- Sebelah Selatan :Berbatasan dengan Kelurahan Simpang Selayang Medan

Tuntungan

- Sebelah Timur :Berbatasan dengan Kelurahan Padang Bulan Selayang I,

Kelurahan Padang Bulan Selayang II, dan Kelurahan

Sempakata

- Sebelah barat :Berbatasan dengan Kelurahan Asam Kumbang dan

Kelurahan Tanjung Selamat

Penduduk Kelurahan Tanjung Sari umumnya memiliki tingkat pendidikan

walaupun sebagian besar adalah tamatan SLTA sebanyak 70,04%. Pendidikan

merupakan pendukung peningkatan sumber daya manusia (SDM). Hal ini bisa dilihat

dari sarana pendidikan yang tersedia mulai tingkat Taman Kanak-Kanak (TK),

Sekolah dasar (SD), SLTP, SLTA, Lembaga Pendidikan Agama, Tempat Kurus,

(42)

Tabel 2

Jumlah Penduduk Menurut Pendidikan No Jenis Pendidikan Jumlah Sumber: Profil Kelurahan Tanjung Sari, 2006

Sumber: Profil Kelurahan Tanjung Sari, 2006

Mata pencaharian merupakan sumber penghidupan penduduk yang juga

dapat dijadikan indikator tingkat kesejahteraan penduduk. Penduduk Kelurahan

Tanjung Sari memiliki mata pencaharian yang beragam. Mulai dari yang didominasi

oleh buruh/ swasta, pegawai negri, pedagang sampai pengemudi becak. Hal ini tidak

lepas dari tingkat pendidikan penduduk yang pada umumnya adalah tamatan SLTA.

Keadaan ini diperkuat dengan situasi pemukiman yang sepanjang jalan merupakan

(43)

Table 4

Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian No. Jenis mata

Sumber: Profil Kelurahan Tanjung Sari, 2006

Masyarakat yang tinggal di Kelurahan Tanjung Sari menganut kepercayaan

yang berbeda. Mayoritas adalah pemeluk agama muslim sebanyak 18152 jiwa

(66,10%), agama Kristen Protestan sebanyak 7366 jiwa (26,95%), agama Kristen

Katholik sebanyak 1199 jiwa (4,39%), agama Hindu sebanyak 373 jiwa (1,36%),

agama Budha sebanyak 247 jiwa (0,90%). Namun penduduk setempat hidup

berdampingan dan dapat rukun. Masing-masing pemeluk agama dapat menjalanka

ibadahnya dengan baik. Kalau umat Islam bebas beribadah ke Mesjid, serta

kegiatan-kegiatan keagamaan lain seperti perwiritan, begitu juga umat Keristiani bebas pergi

ke gereja setiap minggunya dan kegiatan-kegiatan ibadah lain seperti partamiangan

(44)

Tebel 5

Jumlah Penduduk Menurut Agama

No Jenis Agama Jumlah (jiwa) Persentase %

Sumber: Profil Kelurahan Tanjung Sari, 2006

Kerukunan agama yang terjalin di Kelurahan Tanjung Sari tidak lepas dari prasarana ibadah yang memadai. Dapat dilihat dari jumlah tempat ibadah yang cukup banyak dan dengan jarak yang bisa dikatakan berdekatan. Namun antar pemeluk agama dapat saling bertoleransi. Hal ini tergambar pada tabel 6 dibawah ini.

Tabel 6 Sumber: Profil Kelurahan Tanjung Sari, 2006

Penduduk kelurahan Tanjung Sari selain memiliki keragaman agama

mereka juga terdiri atas beragam suku. Suku yang terbanyak adalah suku Jawa

sebanyak 15405 jiwa (56,35%), suku Batak Toba sebanyak 5717 jiwa (20,91%), suku

Batak Karo sebanyak 3502 jiwa (12,81%), suku Simalungun sebanyak 701 jiwa

(2,56%), suku Melayu sebanyak 1920 jiwa (7,02%), dan lain-lain sebnyak 91 jiwa

(45)

Tabel 7

Jumlah Penduduk Menurut Suku Bangsa No Jenis Etnis Jumlah (jiwa) Persentase % Sumber: Profil Kelurahan Tanjung Sari, 2006

Ada beberapa organisasi yang terbentuk di Kelurahan tanjung Sari yang

terdiri dari 1 organisasi PKK yang jumlah angotanya ssebanyak 27 orang, 11 Majelis

Taklim yang jumlah anggotanya sebanyak 550 orang, 6 Organisasi bapak-bapak yang

jumlah anggotanya sebanyak 1288, dan 1 Organisasi LKMD yang jumlah

anggotanya sebanyak 26 orang.

Tabel 8

Organisasi Yang Ada Di Kelurahan Tanjung Sari No Jenis Lembaga LKMD atau sebutan lain

1

Sumber: Profil Kelurahan Tanjung Sari, 2006

Berjalannya pemerintahan Kelurahan Tanjung Sari tidak terlepas dari struktur

kepemerintahan yang dipimpin oleh Kepala Kelurahan (Lurah), yang mempunyai

tugas menjalankan urusan rumah tangga sendiri, urusan pemerintahan, pembangunan

dan kemasyarakatan. Sekretaris lurah bertugas menjalankan administrasi

(46)

administrasi kepada Lurah. Sedangkan Kepala Seksi bertugas menjalankan kegiatan

sekretariat kelurahan sesuai bidang tugasnya.

Sumber: Profil Kelurahan Tanjung Sari, 2006

SEKSI

PEMERINTAHAN

YANISO. III / b

L U R A H

H. ACHYARUDDIN.S.sos.

SEKRETARIS LURAH

HULMA PANJAITAN

III / b

KELOMPOK JABATAN

FUNGSIONAL

SEKSI

KETENTRAMAN DAN

KETERTIBAN

MARJUPRI. II / a

SEKSI

PEMBANGUNAN

DRISMAN

SIMARMATA

SEKSI

KESEJAHTERAAN

MASYARAKAT

SEKSI

UMUM

JHON LINAR

(47)

4. 3. Profil Informan Penelitian

Adapun yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah

1. Ir. A. Panggabean

Bapak Ir. A. panggabean pensiunan Pegawai Negri Sipil (PNS) berusia 58,

berdomisili di gg Rapi. Saat ini menjabat sebagai ketua STM Dos Roha.

Sudah menjadi anggota STM selama 11 tahun. Sosoknya yang merupakan

salah satu yang dituakan dan memiliki jiwa kepemimpinan membuat dia

dipercaya untuk memimpin STM saat ini. Dikarenakan statusnya yang sudah

pensiun saat ini menjadi salah satu alasan kesediannya menjadi ketua,

sehingga dapat meluangkan waktunya lebih banyak dalam kepengurusan

STM. Sampai saat ini kepemimpinanya masih berjalan dengan baik.

2. Erwin Hutagalung

Bapak Erwin Hutagalung dan istri Br Simanjuntak, berdomisili di gg Karya

no 9. Saat ini berusia 57 tahun yang juga sudah menjadi pensiunan pertamina.

Erwin Hutagalung menjadi salah satu dari kepengurusan STM Dos Roha.

Keangggotaanya dalam STM selama 12 tahun. Keterlibatannya yang cukup

lama membuatnya cukup mengatahui tentang seluk beluk STM. Sosoknya

yang aktif dan membuat dia dipercaya menjadi salah satu pengurus.

3. Ir. J.H.P. Sipayung

Ir. J.H.P. Sipayung bertempat tinggal di Psr II no 34, istrinya Br napitupulu

dan memiliki 4 orang anak yang saat ini semua sedang studi di pulau jawa.

Beliau merupakan pensiunan PNS berusia 59 dan sudah 15 tahun menjadi

(48)

karena sudah menjadi yang dituakan, beliau juga salah satu anggota yang aktif

dengan memberikan sumbangan baik itu materi maupun berupa barang seperti

piring dan gelas yang merupakan inventaris STM. Situasi keluarga dimana

anak-anaknya berada diluar kota membuat dia merasa sangat bermanfaat

dengan aktif di STM untuk saling membantu dan sebagai pengisi waktu.

4. Ny. Rumah Horbo Br Silalahi

Ibu rumah tangga ini sudah cukup lama menjadi anggota STM yaitu selama

14 tahun, bertempat tinggal di gg Danau Toba no 3. Ny. Rumah Horbo/ Br

Silalahi berusia 52 tahun dan berprofesi sebagai wiraswasta. Kesibukannya

dalam berwiraswasta tidak membutnya tidak aktif dalam STM, dan hal ini

juga tidak membuat hubungannya dengan anggota yang lain menjadi

renggang. Karena walaupun dia tudak sering untuk berinteraksi dengan

mengunjungi rumah anggota yang lain namun diacara adat diluar STM atau

bertemu di Gereja dengan anggota yang lain masih terjalin dengan baik.

5. R. Siahaan

R. Siahaan bertempat tinggal di gg RPL Tobing no 1 dan bekerja

sebagai wiraswasta. Beliau merupakan salah satu anggota yang

berusia muda yaitu 35 tahun. Kenggotaannya dalam STM juga

baru 2 tahun. Samapai saat ini beliau masih berusaha unruk

mempererat lagi hubungan dengan anggota yang lain. Walaupun

dia merasa sudah diterima dengan baik. Walau masih muda namun

sudah ada keinginan untuk menjalin kekerabatan dengan sama

(49)

6. Uli Simbolon

Uli Simbolon bertempat tinggal Psr dua no 40, berusia 40 dan bekerja sebagai

wiraswasta. Keanggotaanya dalam STM selama 9 tahun. Sejak kecil sudah

tinggal di PSr II, saat sudah menikah beliau masuk menjadi anggota STM.

Jadi beliau cukup mengenal bagaimana kehidupan sosial daerah ini.

Sebelumnya orang tua uli simbolon juga merupakan anggota dari STM

sehingga sudah banyak mengenal anggota STM lainnya.

7. Ny Sipayung Br Damanik

Beliau sudah lama menjadi anggota STM yaitu selama 14 tahun, ibu ini

berprofesi sebagai ibu rumah tangga yang juga berwiraswasta membuka

warung dirumahnya. Beliau mempunyai 3 orang anak, diantara ibu-ibu

anggota STM lainnya beliau bisa dikatakan cukup aktif. Hal ini terlihat pada

saat perayaan keagamaan seperti Natal atau Paskah yang diadakan STM

beliau sering ambil bagian dalam kepanitiaan.

8. Soaloon Hutagalung

Beliau bertempat tinggal di PSr II no 44, berusia 60 tahun dan sudah 12 tahun

menjadi anggota STM. Saat ini sudah pensiun dan banyak menghabiskan

waktu pada perkumpulan-perkumpulan seperti marga, gereja STM, dan aktif

menghadiri acara-acara adat. Selama ini sudah beberapa kali menjadi

pengurus dalam kumpulan marga sehingga juga dipercaya menjadi pengurus

(50)

4.4 Serikat Tolong Menolong (STM) Dos Roha Sebagai Sebuah Organisasi

Serikat Tolong Menolong (STM) Dos Roha adalah bentuk persatuan yang

merupakan serikat dari sejumlah warga yang di dasari ingin saling mengenal, tolong

menolong dalam suka dan duka, serta adanya rasa senasib dan sepenanggungan

sesama anggota STM. Serikat ini diberi nama : Serikat Tolong Menolong (STM) Dos

Roha. Serikat Tolong Menolong Dos Roha muncul dari keinginan orang-orang batak

yang berada di Kelurahan Tanjung Sari khususnya Lingkungan Pasar II pada tahun

1985 untuk berkumpul bersama sesama orang batak dimana STM Dos Roha

dijadikan sebagai wadah bersosialisasi dan menjalin komunikasi, sehingga

menciptakan sistem kekerabatan yang semakin erat.

Homogenitas STM terbentuk atas dasar kesamaan suku dan agama yang

berada pada wilayah yang sama, dalam hal ini adalah sesama suku Batak dan umat

Kristen. Maka aspek budaya yang menuntut mereka untuk mencari berkumpul

dengan sesama suku batak selain hekekat manusia sebagai mahluk sosial. Sebagai

pendatang di Kota Medan, mereka terdesak oleh situasi lingkungan yang baru. Agar

dapat survive mereka harus menyatukan diri dalam satu wadah dalam hal ini adalah

STM. Dengan harapan sesama anggota dapat hidup saling kenal, saling menolong

dan hidup harmonis. STM Dos Roha yang berada di Kelurahan Tanjung Sari pada

mulanya terbentuk dari beberapa kepala rumah tangga, yang mana diperoleh

informasinya dari salah seorang anggota STM Dos Roha Bapak G. Pakpahan yang

(51)

“….dulu STM ini hanya beberapa kepala rumah tangga saja, karena jumlahnya yang sedikit itulah yang membuat orang batak disini merasa perlu untuk berkumpul dan saling membantu satu sama lain. Lama kelamaan karena bertambahnya penduduk disini dan orang batak pun sudah bertambah jumlahnya jadi STM ini semakin berkembang seiring dengan bertambahnya jumlah anggotanya….”

Dari hasil wawancara diperoleh bahwa ide untuk membentuk STM ini

didasari adanya keinginan untuk membentuk kelompok sebagai wadah

kegiatan-kegiatan sosial yang sifatnya tolong menolong dengan tujuan bahwa setiap anggota

yang terlibat didalamnya berperan secara aktif dalam berbagai kegiatan sosial yang

mampu merekatkan kehidupan sosiabilitas khususnya bagi mereka yang memiliki

kesamaan budaya dan agama.

STM (Serikat Tolong Menolong) merupakan sebuah potensi modal sosial

yang memiliki pengaruh kuat pada kehidupan berorganisasi di masyarakat. Kelompok

atau organisasi yang terbentuk itulah merupakan modal sosial bagi masyarakat batak

yang ada di perantauan khususnya yang datang dan bermukim di kelurahan Tanjyng

Sari Psr II. Adapun keuntungan yang diperoleh dari keikutsertaan dalam sebuah

organisasi dalam hal ini adalah untuk meningkatkan dan mempertahankan nilai-nilai

budaya khususnya nilai budaya batak meskipun mereka sudah menetap di Kota

Medan. Hal ini berkaitan dengan adanya relasi-relasi yang dibangun karena kesamaan

etnisitas dan agama sehingga meciptakan modal sosial. Keanggotaan STM yang

sifatnya homogen akan memiliki acuan bertindak yang sama dan secara

bersama-sama pula dalam mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan berbersama-sama. Dalam hal

ini kemampuan organisasi STM dalam memanfaatkan modal sosial yang kuat akan

(52)

nilai-nilai budaya batak dan agama serta aturan yang telah ditetapkan secara

bersama-sama. Sehingga anggota STM diharapkan akan terbiasa dengan segala nilai dan

aturan tersebut.

4.4.1. Keterkaitan Antara Budaya Batak Dalam Berbagai Kegiatan Dalam STM Dos Roha

Keterkaitan antara struktur sosial batak dengan social capital pada serikat

tolong menolong Dos Roha, merupakan suatu sumber daya yang dapat digunakan

oleh setiap anggota yang terlibat didalamnya untuk mencapai tujuan yang diharapkan.

Hal ini menunjukkan bahwa struktur sosial mampu menciptakan social capital pada

suatu kelompok sosial yang ada dan social capital itu sendiri haruslah embedded1

Bentuk yang paling nyata berperannya aspek budaya pada berbagai kegiatan

dalam STM Dos Roha ini adalah hubungan kekerabatan. Menurut Sihombing (1986 :

71), struktur sosial kekerabatan/ kekeluargaan pada suku batak atau yang sering

disebut dengan Dalihan Natolu dengan struktur sosial tersebut.

2

1. Dongan sabutuha (teman semarga) Yaitu keluarga yang posisinya sejajar/

setingkat seperti saudara semarga sehingga disebut manat mardongan tubu

yang berarti hati-hati menjaga persaudaraan agar terhindar dari perseteruan. , adalah suatu ungkapan yang menyatakan kesatuan

hubungan kekeluargaan terdiri atas tiga unsur hubungan yaitu:

1

Embedded, merupakan derajat kerekatan yang tinggi yang akan berpeluang menciptakan organisasi-organisasi modern dan memiliki integritas yang tinggi pula.

2

(53)

2. Hulahula (keluarga dari pihak istri) Yaitu keluarga laki-laki pihak istri atau

yang semarga dengan istri. Merupakan posisi terhormat dalam sistem

kekerabatan sehingga disebut somba marhula-hula yang berarti harus hormat

kepada keluarga pihak istri agar memperoleh keselamatan dan kesejahteraan.

Bahkan anak kita kelak sangat hormat kepada saudara laki-laki istri,

melebihi hormat kepada orang tuanya. Dalam setiap kesalah pahaman,

Hula-hula berada dalam posisi menang terlepas dari benar atau salah.

3. Boru (keluarga dari pihak menantu laki-laki kita) Terdiri dari saudara

perempuan dan pihak marga suaminya dan keluarga perempuan dari pihak

ayah. Merupakan tingkat paling rendah dalam sistem kekerabatan. Dalam

kehidupan sehari-hari disebut elek marboru artinya agar selalu saling

mengasihi supaya mendapat berkah. Kita bahkan harus lebih mengasihi anak

dari saudara perempuan kita melebihi anak kita sendiri.

Hubungan kekeluargaan diantara unsur dalihan natolu diatas haruslah saling

menjaga dan memelihara agar ketiga hubungan tersebut dapat berjalan dengan baik

Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Coleman dalam (Jurnal Masyarakat,

2002), bahwa struktur sosial merupakan suatu sumberdaya yang dapat digunakan

oleh aktor untuk mencapai suatu tujuan yang diharapkan. Disini menunjukkan bahwa

struktur sosial mampu menciptakan social capital pada suatu kelompok sosial yang

ada. Ini menunjukkan social capital itu sendiri haruslah embedded dengan struktur

sosial.

Konsep modal sosial yang dikembangkan oleh Linda Ibrahim dalam (Jurnal

(54)

pada masyarakat perkotaan merefleksikan tindakan kolektif setiap anggota dalam

kelompok dalam mengatasi setiap permasalahan secara bersama. Termasuk dalam hal

ini yang mengkaji tentang hubungan sosial antar anggota STM Dos Roha di

Kelurahan Tanjung Sari ini yang menunjukkan bahwa masih adanya kehidupan

sosiabilitas, dengan ikatan kekeluargaan dan sikap saling tolong menolong serta

dibarengi dengan berbagai kegiatan sosial.

Adapun berbagai kegiatan yang dilakukan tidak hanya mencakup kegiatan

sosial namun juga meliputi kegiatan ekonomi. Secara umum kegiatan sosial STM

yang rutin dilakukan adalah seperti membantu setiap acara-acara keluarga yang

sifatnya hajatan untuk pesta perkawinan dan membantu setiap anggota yang

mendapat musibah seperti meningggal dunia. Polanya, baik kaum ibu ataupun bapak

mendatangi tempat setiap rumah anggota yang memiliki hajatan atau anggota yng

ditimpa musibah dengan menyumbangkan tenaga secara sukarela. Tenaga sukarela

tersebut disamping dipandang sebagai satu kewajiban anggota kelompok, juga

merupakan investasi langsung karena mereka yang membantu tersebut dijamin akan

mendapat perlakuan (bantuan) yang sama ketika mereka menyelengarakan hajatan

ataupun ketika mereka ditimpa musibah yang serupa. Biasanya mereka datang secara

sepontan bila mendengar informasi tanpa harus diundang secara resmi.

Dari hasil temuan lapangan mengenai kehidupan berorganisasi STM Dos

Roha dapat dideskripsikan bahwa keseluruhan informan terlibat secarta aktif dalam

berbagai kegiatan STM dimana keaktifan dalam kehidupan berorganisasi, setiap

anggota mengakui bahwa dalam satu bulan mereka menghadiri minimal satu kali

Gambar

Tabel 1 Komposisi Suku Bangsa di Kota Medan
Tabel 3 Prasarana Pendidikan
Table 4 Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian
Tabel 6 Prasarana Ibadah
+5

Referensi

Dokumen terkait