• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Kadar Debu, Karateristik, Pengetahuan dan Sikap Nelayan terhadap Penyakit TBC di Pulau Buluh Kota Batam Tahun 2012

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Kadar Debu, Karateristik, Pengetahuan dan Sikap Nelayan terhadap Penyakit TBC di Pulau Buluh Kota Batam Tahun 2012"

Copied!
106
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH KADAR DEBU, KARAKTERISTIK, PENGETAHUAN DAN SIKAP NELAYAN TERHADAP KEJADIAN PENYAKIT TBC

DI PULAU BULUH KOTA BATAM TAHUN 2012

TESIS

Oleh

RENCANA TARIGAN 097032158/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

THE INFLUENCE OF DUST DEGREE, CHARACTERISTIC, KNOWLEDGE AND ATTITUDE OF FISHERMEN ON THE

INCIDENT OF TUBERCULOSIS IN PULAU BULUH, THE CITY OF BATAM

IN 2012

THESIS

By

RENCANA TARIGAN 097032158/IKM

MAGISTER OF PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM FACULTY OF PUBLIC HEALTH

UNIVERSITY OF SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

PENGARUH KADAR DEBU, KARAKTERISTIK, PENGETAHUAN DAN SIKAP NELAYAN TERHADAP KEJADIAN PENYAKIT TBC

DI PULAU BULUH KOTA BATAM TAHUN 2012

T E S I S

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Manajemen Kesehatan Lingkungan Industri

pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Oleh

RENCANA TARIGAN 097032158/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(4)

Judul Tesis : PENGARUH KADAR DEBU, KARAKTERISTIK, PENGETAHUAN DAN SIKAP NELAYAN TERHADAP KEJADIAN PENYAKIT TBC

DI PULAU BULUH KOTA BATAM

TAHUN 2012

Nama Mahasiswa : Rencana Tarigan Nomor Induk Mahasiwa : 097032158

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi : Manajemen Kesehatan Lingkungan Industri

Menyetujui Komisi Pembimbing

Ketua

(Dr. dr. Wirsal Hasan, M.P.H)

Anggota (Ir. Kalsum, M.Kes)

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)

(5)

Telah diuji

Pada Tanggal : 29 Agustus 2012

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. dr. Wirsal Hasan, M.P.H Anggota : 1. Ir. Kalsum, M.Kes

(6)

PERNYATAAN

PENGARUH KADAR DEBU, KARAKTERISTIK, PENGETAHUAN DAN SIKAP NELAYAN TERHADAP KEJADIAN PENYAKIT TBC

DI PULAU BULUH KOTA BATAM TAHUN 2012

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.

Medan, September 2012

(7)

ABSTRAK

Penyakit TBC merupakan penyakit menular langsung yang disebabkan langsung bakteri Mycobacterium tuberculosis yang banyak menyerang organ paru-paru manusia yang biasa disebut TB Paru. Penyakit TBC masih merupakan penyakit infeksi yang utama penyebab kematian. Salah satu daerah Industri Shipyard yang ada di Pulau Batam adalah daerah Tanjung Uncang disekitar Pulau Buluh Kota Batam. Dampak negatif terhadap kesehatan masyarakat di sekitar kawasan industri tersebut terutama nelayan.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis Pengaruh Kadar Debu, Karakteristik, Pengetahuan dan Sikap Nelayan terhadap Kejadian Penyakit TBC di Pulau Buluh Kota Batam. Penelitian ini bersifat analitik dengan desain Cross sectional. Populasi adalah penduduk yang berdomisili di Kelurahan Pulau Buluh sebanyak 2.698 orang. Sampel adalah kepala keluarga yang berprofesi sebagai nelayan berjumlah 80 KK, dan di peroleh dengan cara simple random sampling.

Pengumpulan data melalui wawancara dan observasi yang berpedoman pada kuesioner.

Analisis data secara univariat dengan melihat distribusi frekuensi, analisis bivariat dilakukan dengan menggunakan uji chi square, dan analisis multivariat dengan menggunakan uji regresi logistik dengan tingkat kepercayaan 95%.

Hasil penelitian menunjukan bahwa ada pengaruh yang signifikan antara kadar debu, umur, pendidikan, pendapatan, pengetahuan dan sikap nelayan terhadap kejadian Penyakit TBC. Pengaruh tertinggi dari enam variabel adalah sikap dengan Exp (B)= 9,096 dan pengaruh terkecil adalah umur dengan Exp (B) = 6,206.

Hasil uji chi square menunjukkan variabel kadar debu p= 0,002, RP =2,154, umur

p= 0,000 RP = 2,215, pendidikan p= 0,003 RP= 2,100 pendapatan p = 0,001 RP=2,468, pengetahuan p= 0,001 RP = 1,976, sikap p= 0,001 RP = 1,987.

Kepada masyarakat yang tinggal di Pulau .Buluh sekitar perusahaan diharapkan memelihara kebersihan diri, rumah dan lingkungan, makan makanan yang bergizi, dan menghindari kontak dari sumber penularan Penyakit TBC. Masyarakat Pulau Buluh pada umumnya diharapkan dapat memahami karakteristik penyakit TBC, kepada Pemko Batam agar selalu memperhatikan kesehatan masyarakat yang tinggal di Pulau Buluh dengan upaya-upaya yang bersifat pencegahan dan pengobatan. Kepada pihak perusahaan kiranya lebih peduli terhadap lingkungan dengan mengurangi sumber pemaparan.

(8)

ABSTRACT

Tuberculosis (TBC) is a directly infectious disease at once resulted by Mycobacterium tuberculosis bacteria, recognized mostly affected one’s lungs organ at present well known as lungs TB. TBC disease is categorized an infectious disease highly causes to death. The shipyard industrial area found at Tanjung Uncang, around Pulau Buluh, Batam city, a lots of cases was found affected already to those local community health, mainly to those fishermen.

The objective of this study is to analyze the influence of dust exposure, the characteristics, their knowledge and attitude as fishermen to the incidence of TBC disease at Pulau Buluh. This study adopted an analytical research with cross sectional design. The population to this research is the local community domiciling at Kelurahan Pulau Buluh involved 2,698 respondents. The sample are the heads of household with profession as fisherman totally 80 families, taken them in simple random sampling. In collecting the data, was by interview and observation based on questionnaire.

The data analysis was in uni-variant in considering distribution of frequency, whereas analysis in bi-variant was done by using chi square test, still analysis in multi-variant by taking a logistics regression test with its reliable rate 95%.

The result of research showed that it is noted a significant influence between the rate of dust, age, education, income, knowledge and attitude of fishermen against the incidence of TBC disease. The highest influence by six variables such as attitude with Exp (B)=9.096 and the lowest rate of influence is noted as age with Exp (B) = 6.206. The result of chi square test showed the variable rate of dust p=0.002, RP = 2.100, income with p = 0.001 RP=2.468, and knowledge is p = 0.001 RP = 1.976, attitude p = 0.001 RP = 1.987.

It is encouraged to the local community who live around Pulau Buluh where many factories operating, should be actively take part to practice a healthy living, keep cleaning self, house and environment, taking meal with nutrition, and keep contact sources of infectious TBC disease away. Local community is encouraged to know more the characteristics of TBC disease, and also to the Authority is urged to pay attention more on public health and surrounding, provide the efforts with preventively and curatively. It is also encouraged to the management of company to care more on the environmental surrounding keep cleanness of natural and minimize the source of exposure out.

(9)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, berkat rahmat dan karuniaNya penulis telah dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Pengaruh Kadar Debu, Karateristik, Pengetahuan dan Sikap Nelayan terhadap Penyakit TBC di Pulau Buluh Kota Batam Tahun 2012”.

Dalam menyusun tesis ini, penulis mendapat bantuan, dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak.Untuk itu ada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada:

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

3. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si selaku Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

4 Dr. dr. Wirsal Hasan, M.P.H. selaku ketua komisi pembimbing yang telah banyak membantu, mengarahkan serta meluangkan waktu dan pikiran dalam pembimbingan penulis guna penyusunan tesis ini.

(10)

6 Terima kasih kepada Pemko, Dinas Kesehatan, Camat Bulang, dan Lurah Pulau Buluh Kota Batam yang telah memberikan bahan sebagai referensi dan izin untuk melakukan penelitian.

7 Terima kasih tak terhingga kepada ibu S br Ginting dan Mertua R br Pelawi yang telah memberikan dukungan doa restu serta memberikan dorongan baik secara moril maupun materi kepada penulis serta doa yang tak terbatas.

8 Terima kasih kepada istri tercinta dan tersayang yang bernama Diana Prita br Purba, Amd dan anak saya yang bernama Rendy Brema Tgn telah memberikan motivasi dan doa kepada penulis. Semoga Tuhan membalas kebaikan meraka. 9 Terima kasih kepada saudari-saudaraku staf BTKL PP Batam yang telah

memberikan motivasi,dan membantu dalam penelitian kepada penulis. Semoga Tuhan membalas kebaikan mereka.

10 Kepada rekan-rekan mahasiswa seangkatan, senior maupun junior yang telah membantu penulis dan masih bersedia untuk dapat berkonsultasi dalam penyusunan tesis ini dan semua pihak yang telah membantu proses penyusunan tesis ini hingga selesai

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih terdapat banyak kekurangan dan kelemahan, untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini.

Medan, September 2012 Penulis

(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Rencana Tarigan Sibero yang dilahirkan di Pancurbatu (SUMUT) pada tanggal 23 Januari 1973, anak dari pasangan Alm U. Tarigan dan S br Manik, penulis berdomisili di Kota Batam Propinsi Kepulauan Riau dengan alamat Perumahan Sagulung Baru Kecamatan Sagulung No. 17 Kota Batam.

Penulis menamatkan Sekolah Dasar di SDN 101819 Pancurbatu Kabupaten Deli Serdang Tahun 1983, selanjutnya Tahun 1986 penulis menamatkan Sekolah Menengah Pertama di SLTPN 1 Pancurbatu, kemudian Tahun 1989 penulis menamatkan Sekolah Menengah Atas di SMUN 1 Pancurbatu dan pada Tahun 1999 penulis menamatkan Sarjana Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan (FMIPA-UNRI) di Universitas Riau Pekanbaru dan pada Tahun 2001 sampai sekarang bekerja di Kemenkes Balai Teknik Kesehatan Lingkungan Pengendalian Penyakit (BTKL-PP) Kelas I Batam sebagai Kepala Seksi sampai sekarang.

(12)

DAFTAR ISI

(13)

2.4. Sikap ... 37

3.5. Variabel dan Definisi Operasional ... 46

3.5.1. Variabel Bebas danVariabel Terikat ... 46

3.5.2. Definisi Operasional ... 47

3.6. Metode Pengukuran ... 47

3.6.1.Metode Pengukuran Kadar Debu………. 47

3.6.2.Metode Pemeriksaan Dahak………. 49

3.6.3.Variabel Bebas dan Variabel Terikat ... 50

3.7. MetodeAnalisis Data ... 51

3.7.1. Analisis Univariat ... 51

3.7.2. Analisis Bivariat ... 51

3.7.3. Analisis Multivariat ... 51

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... …… 52

4.2.2. Karateristik Responden ... 57

4.2.2.1. Umur ... 56

(14)

4.3.2. Hubungan Umur dengan Kejadian Penyakit TBC ... 61

4.3.3. Hubungan Pendidikan dengan Kejadian Penyakit TBC ... 62

4.3.4. Hubungan Pendapatan dengan Kejadian Penyakit TBC... 62

4.3.5. Hubungan Pengetahuan dengan Kejadian Penyakit TBC ... 63

4.3.6. Hubungan Sikap dengan Kejadian Penyakit TBC ... 64

4.4. Analisis Multivariat ... 64

BAB 5. PEMBAHASAN ... …. 67

5.1. Hubungan Kadar Debu dengan Penyakit TBC ... 67

5.2. Hubungan Karateristik dengan Kejadian Penyakit TBC ... 72

5.2.1. Hubungan Umur dengan Kejadian TBC pada Nelayan di Pulau Buluh Kota Batam ... 72

5.2.2. Hubungan Pendidikan dengan Kejadian TBC pada Nelayan di Pulau Buluh Kota Batam ... 73

5.2.3 Hubungan Pendapatan dengan Kejadian TBC pada Nelayan di Pulau Buluh Kota Batam ... 75

5.3. Hubungan Pengetahuan dengan Kejadian Penyakit TBC pada Nelayan di Pulau Buluh Kota Batam ... 77

5.4. Hubungan Sikap dengan Kejadian Penyakit TBC pada Nelayan di Pulau Buluh Kota Batam ... 80

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 83

6.1. Kesimpulan ... 83

6.2. Saran ... 84

DAFTAR PUSTAKA ... 85

(15)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

3.1. Aspek Pengukuran ... 50 4.1. Distribusi Penduduk Menurut Kelompok Umur di Pulau Buluh Kota

Batam ... 53 4.2. DistribusiPenduduk Menurut Mata Pencaharian di Pulau Buluh Kota

Batam ... 53 4.3. Distribusi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan di Bulau Buluh Kota

Batam ... 54 4.4. Distribusi Frekuensi Kadar Debu/Kualitas Udara Ambient terhadap

Kejadian TBC di Puluh Buluh Kota Batam Tahun 2012 ... 55 4.5. Distribusi Umur Responden di Bulau Buluh Kota Batam Tahun 2012 ... 56 4.6. Distribusi Tingkat Pendidikan Responden di Bulau Buluh Kota Batam

Tahun 2012 ... 56 4.7. Distribusi Tingkat Pendapatan Responden di Bulau Buluh Kota Batam

Tahun 2012 ... 57 4.8. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden di Kelurahan Pulau Buluh

Kota Batam Tahun 2012 ... 58 4.9. Distribusi Sikap Responden di Kelurahan Pulau Buluh Kota Batam Tahun

2012 ... 59 4.10 Distribusi Kejadian TBC di Kelurahan Pulau Buluh Kota Batam Tahun

2012 ... 60 4.11. Hubungan Kadar Debu dengan Kejadian Penyakit TBC Pulau Buluh

Kota Batam Tahun 2012 ... 61 4.12. Hubungan Umur dengan Kejadian Penyakit TBC Pulau Buluh

Kota Batam Tahun 2012 ... 61 4.13. Hubungan Pendidikan dengan Kejadian Penyakit TBC Pulau Buluh

(16)

4.14. Hubungan Pendapatan dengan Kejadian Penyakit TBC Pulau Buluh

Kota Batam Tahun 2012 ... 63 4.15. Hubungan Pengetahuan dengan Kejadian Penyakit TBC Pulau Buluh

Kota Batam Tahun 2012 ... 63 4.16. Hubungan Sikap dengan Kejadian Penyakit TBC Pulau Buluh

Kota Batam Tahun 2012 ... 64 4.17. Hasil Uji Regresi Logistik untuk Identifikasi Variabel Karakteristik,

Pengetahuan dan Sikap yang Akan Masuk dalam Model dengan

(17)

DAFTAR GAMBAR

(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Kuesioner Penelitian ... 88

2. Distribusi Jawaban Responden ... 92

3. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... 97

4. Hasil Pengolahan Data Penelitian ... 103

5. Master Data ... 118

6. Dokumentasi Penelitian ... 120

7. Hasil Pemeriksaan Dahak ... 128

8. Hasil Kadar Debu Ambient ... 131

9. Surat Keterangan Hasil Penelitian dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara... 132

10. Surat Rekomendasi dari Pemerintahan Kota Batam ... 133

11. Surat Penyampaian Izin Penelitian dari Pemerintah Kota Batam... 134

12 Surat Keterangan Selesai Melakukan Penelitian Dari Camat Puluh Bulang Kota Batam ... 135

(19)

ABSTRAK

Penyakit TBC merupakan penyakit menular langsung yang disebabkan langsung bakteri Mycobacterium tuberculosis yang banyak menyerang organ paru-paru manusia yang biasa disebut TB Paru. Penyakit TBC masih merupakan penyakit infeksi yang utama penyebab kematian. Salah satu daerah Industri Shipyard yang ada di Pulau Batam adalah daerah Tanjung Uncang disekitar Pulau Buluh Kota Batam. Dampak negatif terhadap kesehatan masyarakat di sekitar kawasan industri tersebut terutama nelayan.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis Pengaruh Kadar Debu, Karakteristik, Pengetahuan dan Sikap Nelayan terhadap Kejadian Penyakit TBC di Pulau Buluh Kota Batam. Penelitian ini bersifat analitik dengan desain Cross sectional. Populasi adalah penduduk yang berdomisili di Kelurahan Pulau Buluh sebanyak 2.698 orang. Sampel adalah kepala keluarga yang berprofesi sebagai nelayan berjumlah 80 KK, dan di peroleh dengan cara simple random sampling.

Pengumpulan data melalui wawancara dan observasi yang berpedoman pada kuesioner.

Analisis data secara univariat dengan melihat distribusi frekuensi, analisis bivariat dilakukan dengan menggunakan uji chi square, dan analisis multivariat dengan menggunakan uji regresi logistik dengan tingkat kepercayaan 95%.

Hasil penelitian menunjukan bahwa ada pengaruh yang signifikan antara kadar debu, umur, pendidikan, pendapatan, pengetahuan dan sikap nelayan terhadap kejadian Penyakit TBC. Pengaruh tertinggi dari enam variabel adalah sikap dengan Exp (B)= 9,096 dan pengaruh terkecil adalah umur dengan Exp (B) = 6,206.

Hasil uji chi square menunjukkan variabel kadar debu p= 0,002, RP =2,154, umur

p= 0,000 RP = 2,215, pendidikan p= 0,003 RP= 2,100 pendapatan p = 0,001 RP=2,468, pengetahuan p= 0,001 RP = 1,976, sikap p= 0,001 RP = 1,987.

Kepada masyarakat yang tinggal di Pulau .Buluh sekitar perusahaan diharapkan memelihara kebersihan diri, rumah dan lingkungan, makan makanan yang bergizi, dan menghindari kontak dari sumber penularan Penyakit TBC. Masyarakat Pulau Buluh pada umumnya diharapkan dapat memahami karakteristik penyakit TBC, kepada Pemko Batam agar selalu memperhatikan kesehatan masyarakat yang tinggal di Pulau Buluh dengan upaya-upaya yang bersifat pencegahan dan pengobatan. Kepada pihak perusahaan kiranya lebih peduli terhadap lingkungan dengan mengurangi sumber pemaparan.

(20)

ABSTRACT

Tuberculosis (TBC) is a directly infectious disease at once resulted by Mycobacterium tuberculosis bacteria, recognized mostly affected one’s lungs organ at present well known as lungs TB. TBC disease is categorized an infectious disease highly causes to death. The shipyard industrial area found at Tanjung Uncang, around Pulau Buluh, Batam city, a lots of cases was found affected already to those local community health, mainly to those fishermen.

The objective of this study is to analyze the influence of dust exposure, the characteristics, their knowledge and attitude as fishermen to the incidence of TBC disease at Pulau Buluh. This study adopted an analytical research with cross sectional design. The population to this research is the local community domiciling at Kelurahan Pulau Buluh involved 2,698 respondents. The sample are the heads of household with profession as fisherman totally 80 families, taken them in simple random sampling. In collecting the data, was by interview and observation based on questionnaire.

The data analysis was in uni-variant in considering distribution of frequency, whereas analysis in bi-variant was done by using chi square test, still analysis in multi-variant by taking a logistics regression test with its reliable rate 95%.

The result of research showed that it is noted a significant influence between the rate of dust, age, education, income, knowledge and attitude of fishermen against the incidence of TBC disease. The highest influence by six variables such as attitude with Exp (B)=9.096 and the lowest rate of influence is noted as age with Exp (B) = 6.206. The result of chi square test showed the variable rate of dust p=0.002, RP = 2.100, income with p = 0.001 RP=2.468, and knowledge is p = 0.001 RP = 1.976, attitude p = 0.001 RP = 1.987.

It is encouraged to the local community who live around Pulau Buluh where many factories operating, should be actively take part to practice a healthy living, keep cleaning self, house and environment, taking meal with nutrition, and keep contact sources of infectious TBC disease away. Local community is encouraged to know more the characteristics of TBC disease, and also to the Authority is urged to pay attention more on public health and surrounding, provide the efforts with preventively and curatively. It is also encouraged to the management of company to care more on the environmental surrounding keep cleanness of natural and minimize the source of exposure out.

(21)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sebagai negara berkembang Penyakit Infeksi masih merupakan salah satu penyebab kematian di Indonesia dan Penyakit TBC masih merupakan penyakit infeksi yang utama penyebab kematian tersebut. Penyakit TBC merupakan penyakit menular langsung yang di sebabkan langsung bakteri Mycobackterium tuberculosis

yang banyak menyerang organ paru-paru manusia yang biasa disebut TB Paru. Penyakit ini merupakan salah satu Penyakit Infeksi Kronis menular yang menjadi masalah kesehatan. Penyakit yang sudah cukup lama ada ini merupakan masalah global di dunia dan diperkirakan sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi oleh bakteri ini. Hal –hal yang menjadi penyebab semakin meningkatnya penyakit TBC di dunia antara lain karena kemiskinan, meningkatnya penduduk dunia dan perubahan struktur umur manusia yang hidup (Amin,2006).

(22)

Di Asia Tenggara menanggung bagian yang terberat dari beban TB Paru global yakni sekitar 38% dari kasus TBC dunia (Depkes RI, 2005). WHO memperkirakan di abad 20, 1 milliar orang akan terinfeksi oleh kuman TBC dan 70 juta orang akan mati karena penyakit ini.

Indonesia menduduki peringkat ke 5 penyumbang TB Paru yang sebelumnya peringkat ke 3. Target keberhasilan pengobatan (Succes Rate) mencapai 89,6% melebihi target yang di tetapkan yaitu 85%. Target case detection rate (penemuan kasus baru) untuk pulau Sumatera 160/100.000 penduduk, sedangkan untuk pulau Jawa dan Bali sebesar 200/100.000 penduduk. Berdasarkan WHO tahun 2010 prevalensi TBC di Indonesia 285/100.000 penduduk melebihi dari target yang ditetapkan, sedangkan angka kematian menurun menjadi 27/100.000 penduduk (Kemenkes RI, 2011).

Kemajuan dalam bidang Industri di Indonesia memberikan berbagai dampak positif yaitu terbukanya lapangan kerja, membaiknya sarana transportasi dan komunikasi serta meningkatnya taraf sosial ekonomi masyarakat. Suatu kenyataan dapat disimpulkan bahwa perkembangan kegiatan Industri secara umum juga merupakan sektor yang potensial sebagai sumber pencemaran yang akan merugikan bagi kesehatan dan lingkungan (Khumaidah, 2009).

(23)

karena masuknya polutan dari hasil kegiatan Industri, kendaraan bermotor, pembakaran hutan, letusan gunung berapi dan pembangkit tenaga listrik (Fardiaz, 1992).

Polutan-polutan hasil kegiatan Industri dapat berupa gas dan debu yang berisiko terhadap kesehatan manusia. Efek terhadap kesehatan dipengaruhi oleh

intensitas dan lamanya keterpajanan, selain itu juga dipengaruhi oleh status kesehatan penduduk yang terpajan (Kusnoputranto, 2000).

Perhatian atas dampak pajanan bahan-bahan berbahaya di tempat kerja dan lingkungan terhadap kesehatan sejak beberapa dekade terakhir tampak makin meningkat karena peranannya terhadap gangguan saluran pernafasan. Pajanan bahan berbahaya di tempat kerja dapat menyebabkan atau memperburuk penyakit seperti asma, kanker, Dermatitis dan Tuberculosis. Diperkirakan jumlah kasus baru penyakit akibat kerja di Amerika Serikat 125.000 sampai 350.000 kasus pertahun dan terjadi 5,3 juta kecelakaan kerja pertahun. Sedangkan penyakit saluran pernafasan merupakan penyakit yang sering dijumpai di negara berkembang, prevalensinya bervariasi antara 2 – 20 % (Wahyuningsih, 2003).

Ratusan juta tenaga kerja di seluruh dunia saat ini bekerja pada kondisi yang tidak aman dan dapat menyebabkan gangguan kesehatan. Menurut International Labor Organization (ILO), setiap hari terjadi 1.1 juta kematian yang disebakan oleh karena penyakit atau kecelakaan akibat hubungan pekerjaan.

(24)

Salah satu daerah Industri Shipyard yang ada di Pulau Batam adalah daerah Tanjung Uncang disekitar Pulau Buluh, Kota Batam. Meskipun perkembangan Industri

Shipyard ini meningkatkan taraf hidup masyarakat, tetapi berbagai dampak negatif juga terjadi pada masyarakat di sekitar kawasan Industri Shipyard tersebut. Salah satu dampak negatif adalah terhadap kesehatan masyarakat di sekitar kawasan Industri tersebut terutama nelayan. Hal ini disebabkan oleh pencemaran udara yang ditimbulkan akibat dari proses produksi.

Dalam operasionalnya semua perusahaan Shipyard disekitar Pulau Buluh melakukan proses sandblasting yang menggunakan pasir sebagai bahan bakunya. Hal ini menyebabkan konsentrasi debu di udara cukup tinggi sebesar 211,3 µg/m3 dan 161,3 µg/m3

Pada tahun 2010 dan 2011 banyak kasus sesak napas yang diderita oleh masyarakat Pulau Buluh yang dicurigai akibat debu Industri yang berasal dari aktifitas sandblasting oleh perusahaan-perusahaan Shipyard disekitar pulau tersebut yang sudah diekspos oleh media masa seperti harian nasional Kompas tanggal 31 Desember 2010 dan Koran lokal Batam Pos tanggal 31 Januari 2011.

(sumber dari lab BTKL PP Batam Tahun 2010). Paparan debu yang dialami masyarakat disekitar kawasan Industri dapat menyebabkan Penyakit TBC.

(25)

bertambahnya perusahaan Shipyard disekitar Pulau Buluh. Sebagian gejala-gejala mereka adalah batuk-batuk yang lama (lebih dari 1 bulan), batuk kering tidak berdahak, tetapi kemudian berdahak, sesak napas terutama pada aktifitas sehingga mengurangi kemampuan kerja sehari-hari. Berdasarkan keluhan gangguan kesehatan yang dialami masyarakat Kelurahan Pulau Buluh mengarah kepada TB Paru.

Peneliti yang sebelumnya mengobservasi ke lapangan, perusahaan– perusahaan Shipyard yang beroperasi disekitar Pulau Buluh semuanya melakukan pekerjaan sandblasting yang menurut warga kebanyakan dilaksanakan pada malam hari dan berlanjut sampai hampir pagi, frekuensinya juga sangat sering yaitu hampir setiap malam.

(26)

Kota Batam kususnya daerah Pulau Buluh memiliki risiko yang cukup besar terhadap angka kejadian TBC. Data dari RSU Daerah dr Embung Fatimah Kota Batam pada tahun 2011 kasus TBC sebanyak 1285 yang terus mengalami peningkatan setiap bulannya. Menurut Sianturi dokter spsialis paru RS Otorita Batam, penyebeb TBC karena daya tahan tubuh kurang, kurang gizi, rumah liar yang kurang ventilasi, rumah susun, dan masyarakat pekerja yang tinggal dekat Industri yang banyak sumber debunya.

Sekitar Pulau Buluh banyak terdapat perusahaan-perusahaan Shipyard yang melakukan proses sandblasting. Industri Shipyard ini terus berkembang dengan pesat disekitar Pulau Buluh yang akan semakin memperbanyak polusi udara khususnya debu Industri di udara. Oleh karena hal tersebut penulis menganggap perlu dilakukannya penelitian mengenai Pengaruh Kadar Debu, Karakteristik, Pengetahuan dan Sikap Nelayan terhadap Kejadian Penyakit TBC di Pulau Buluh Kota Batam.

1.2. Permasalahan

(27)

Industri Galangan Kapal adalah pencetus terjadinya penyakit TBC. Berdasarkan uraian tersebut penulis merumuskan masalah dalam penelitian ini adalah Pengaruh Kadar Debu, Karakkteristik, Pengetahuan dan Sikap Nelayan terhadap Kejadian Penyakit TBC di Pulau Buluh Kota Batam.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis Pengaruh Kadar Debu, Karakkteristik, Pengetahuan dan Sikap Nelayan terhadap Kejadian Penyakit TBC di Pulau Buluh, Kota Batam.

1.4. Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah berdasarkan variabel penelitian yang dilakukan, maka hipotesis pada penelitian ini yaitu: “ Kadar Debu, Karakteristik, Pengetahuan dan Sikap Nelayan Berpengaruh terhadap Kejadian Penyakit TBC di Pulau Buluh Kota Batam”.

1.5. Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan masukan bagi Pemerintah Kota Batam tentang gambaran kesehatan lingkungan dan kadar debu di pulau buluh dengan kejadian Penyakit TBC

(28)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tuberkulosis Paru (TBC Paru) 2.1.1. Pengertian Tuberkulosis

Tuberklulosis adalah penyakit menular yang umumnya disebabakan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Meskipun dapat menyerang hampir semua organ tubuh, namun bakteri TBC lebih sering menyerang organ paru (Depkes,2008).

Penyakit TB Paru merupakan penyakit menahun, bahkan seumur hidup. Penderita yang sakit tanpa pengobatan setelah 5 tahun, 50% penderita TB Paru akan mati, 25% sehat dengan pertahanan tubuh yang baik dan 25% lagi menjadi kronik dan infeksius (Jusuf, 2010).

Bakteri TB Paru disebut Mycobacterium tuberculosis berbentuk batang berukuran panjang 1-4 mikron dan tebal 0,3-0,6 mikron, tahan terhadap pewarnaan yang asam atau Bakteri Tahan Asam (BTA). Bila dijumpai BTA dalam dahak orang yang sering batuk-batuk maka orang tersebut di diagnosis sebagai penderita TB Paru aktif dan sangat berbahaya karena memiliki potensi yang amat berbahaya (Achmadi, 2011). Bakteri TBC akan cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat gelap dan lembab (Achmadi, 2008).

2.1.2. Bahaya dan Gejala TB Paru

(29)

jangka panjang bagi kesehatan manusia. Gejala TB Paru dapat di jelaskan sebagai berikut (Crofton, 2002).

1. Permulaan sakit atau influenza

Pertumbuhan TB Paru sifatnya menahun, berangsur-angsur memburuk secara teratur, tetapi terjadi secara melompat-lompat. Serangan pertama menyerupai influenza. Serangan kedua bisa terjadi setelah 3 bulan, 6 bulan, 9 bulan dan seterusnya. Serangan ke 2 akan bertahan lebih lama dari yang pertama sebelum orang sakit sembuh kembali. Sebaliknya masa tidak sakit menjadi lebih pendek dari masa antara serangan pertama dan kedua.

Masa aktif influenza makin lama makin panjang, sedangkan masa bebas influenza makin pendek. Salah satu keluhan pertama penderita TBC adalah sering mendapatkan serangan influenza.

2. Malaise

Peradangan ini bersifat sangat kronik akan diikuti tanda-tanda malaise seperti: anoreksia, badan makin kurus, sakit kepala, badan pegal-pegal, demam yang diikuti berkeringat malam dan sebagainya.

3. Batuk

(30)

4. Batuk darah

Batuk darah akan terjadi bila ada pembuluh darah yang terkena dan kemudian pecah. Tergantung dari besarnya pembuluh darah yang pecah makan akan terjadi batuk darah ringan, sedang dan berat tergantung dari berbagai faktor. Batuk darah juga terjadi pada berbagai penyakit paru lain seperti penyakit yang namanya

bronkiektesi, kanker paru.

5. Sakit/nyeri dada, keringat malam, demam, sesak napas

Kerusakan di paru-paru bisa mengenai jantung dan menyebabkan gagal jantung yang bisa berakibat fatal, jika terpapar oleh organisme penyebab Tuberkulosis (Mycobacterium tuberculosis). Gejala tambahaan yang mungkin ditemukan, adalah penurunan berat badan, dan gangguan pernapasan yang berat.

Komplikasi pada penderita TBC pada stadium lanjut yaitu: Hemoptis berat (pendarahan dari saluran napas bawah) yang dapat mengakibatkan kematian karena syok atau tersumbatnya jalan napas, kolaps dari lobus akibat retraksi bronchial, bronkiaktasis (pelabaran bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru, peneumothorak (adanya udara di dalam rongga pleura) spontan, kolap spontan karena kerusakan jaringan, penyebaran infeksi ke organ lain seperti: otak, tulang, persendian, ginjal dsbnya (Depkes, 2002).

(31)

sebagai Suspec Tuberkulosis atau tersangka penderita TB Paru dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung (Aditama, 2002).

Terdapat laporan penelitian yang menyatakan bahwa kejadian infeksi TBC meningkat pada penderita yang menghirup debu. Selain gejala di atas, akibat penumpukan debu dalam tubuh ini dan berkaitan dengan sistem imun tubuh, akan muncul juga penyakit rematik (Rheumatoid arthritis). Gangguan ini lebih banyak ditemukan pada laki-laki. Belum diketahui secara pasti mengapa jumlahnya lebih banyak pada laki-laki. Penyakit TBC ini tentunya lebih berbahaya pada bayi, balita, dan anak-anak. Salah satunya karena fungsi dan kerja organ-organ sistem pernapasan belum berkembang sempurna seperti orang dewasa. Sel-sel rambut dan rambut-rambut di dalam lubang hidung kita memainkan peranan sebagai pertahanan mekanik lini pertama terhadap partikel-partikel yang dihirup. Secara medis, belum ada obat-obatan pencegah yang efektif. Kalaupun ada, hanya bersifat meningkatkan pertahanan imun tubuh melalui pemberian multivitamin.

2.1.3. Faktor Risiko Penyebab TBC

Beberapa faktor risiko yang dapat menyebabkan penyakit TB Paru antara lain: 1. Umur

(32)

Indonesia diperkirakan 75% penderiat TB Paru usia produktif, yakni usia 15-50 tahun (Depkes RI, 2007).

Umur berkaitan erat dengan tingkat kedewasaan atau martunitas karyawan. Kedewasaan terdiri dari kedewasaan teknis dalam melaksanakan tugas-tugas maupun kedewasaan psikologis. Umumnya kinerja personel akan meningkat sejalan dengan peningkatan usia. Semakin lanjut usia seseorang akan meningkat kedewasaan teknis demikian juga psikologis serta menunjukan kematangan jiwa. Mengendalikan emosi dan toleransi terhadap pandangan orang lain sehingga berpengaruh terhadap peningkatan motivasi (Siagian, 2000).

2. Tingkat pendidikan

Sebagian penderita TB Paru usia produktif dengan tingkat pendidikan yang rendah, sehingga pengetahuan tentang TB Paru dan kesadaran untuk menjalani pengobatan secara teratur pun rendah. Pendidikan merupakan salah satu faktor terjadinya risiko penularan penyakit TB Paru. Tingkat pendidikan yang rendah akan mempengaruhi terhadap pengetahuan seseorang mengenai rumah sehat dan perilaku hidup bersih dan sehat (Suarni, 2009).

(33)

Menurut Satropoetro (1998), mengatakan bahwa pendidikan yang dimikili oleh seseorang akan mencerminkan cara berpikir orang tersebut, dan semakin tinggi tingkat pendidikan masyarakat maka pola masyarakat tersebut akan lebih baik.

3. Penghasilan (Pendapatan) keluarga

Penyebab utama berkembangnya bakteri-bakteri Mycobacterium tuberculosis

di Indonesia disebabkan karena masih rendahnya pendapatan masyarakat. Pada umumnya yang terserang penyakit TB Paru adalah golongan masyarakat yang berpenghasilan rendah. Seorang dengan tingkat penghasilan rendah kurang memanfaatkan pelayanan kesehatan, mungkin karena tidak mempunyai cukup biaya untuk membeli obat. Rendahnya jumlah penghasilan keluarga memicu peningkatan angka kurang gizi di kalangan masyarakat miskin yang akan berdampak terhadap daya tahan tubuh terhadap penyakit TB Paru. Penyebab terbesar menurunnya penyakit TB Paru adalah meningkatnya sosial ekonomi keluarga (Tjiptoherijanto, 2008).

Penelitian oleh Ongko (1998) dalam Tukiman, (2001) tentang demand masyarakat ke balai kesehatan masyarakat salah satunya dipengaruhi oleh faktor harga. Individu akan lebih muda memanfaatkan pelayanan kesehatan apabila pelayanan yang diberikan bebas biaya.

(34)

kemudian ditambah dengan penghasilan tambahan lainnya. Hal ini diukur dan disesuaikan dengan pengeluaran seseorang atau keluarga tersebut.

Ada asumsi yang mengatakan bahwa semangkin tinggi tingkat pendidikan, maka pendapatan setiap bulannya yang mereka terima akan menjadi lebih baik. Partisipasi dapat diwujudkan dalam bentuk sumbangan spontan berupa uang dan barang. Bantuan yang diberikan masyarakat berupa sumbangan materi yang bersifat sukarela biasa disebut dengan istilah swadaya masyarakat (Sutiyanti, 1999).

4. Sanitasi lingkungan rumah

Sanitasi lingkungan adalah status kesehatan suatu lingkungan yang mencakup perumahan, pembuangan kotoran, penyediaan air bersih dan sebagainya. Lingkungan rumah terdiri dari lingkungan fisik yaitu: ventilasi, suhu, kelembaban, lantai, dinding serta lingkungan sosial yaitu: kepadatan penghuni. Penularan-penularan penyakit pernapasan seperti TB Paru akan mudah terjadi diantara penghuni rumah (Notoadmodjo, 2003).

Lingkungan rumah yang kurang baik merupakan salah satu tempat yang baik dalam menularkan penyakit seperti TB Paru. Faktor lingkungan rumah erat kaitannya dalam penularan penyakit seperti lingkungan fisik, biologi, ekonomi, sosial dan budaya (Soemirat, 2009).

5. Perilaku

(35)

berpengaruh dalam menularkan penyakit menular, sehingga lingkungan dapat berubah sedemikian rupa menjadi tempat yang ideal sebagai tempat penularan penyakit. Perilaku penderita yang tidur bersama-sama dalam suatu tempat tidur dengan anak dan istri dan anggota keluarga lainnya dapat menularkan Penyakit TB Paru 68% (Supriyono, 2002). Kebiasaan berperilaku kurang sehat terhadap lingkungan dan diri sendiri dapat menyebabkan tertular dan juga menjadi sumber penularan bagi keluarga maupun lingkungan sekitarnya (Notoatmodjo, 2007).

2.1.4. Pemeriksaan Dahak Mikroskopis

Menurut Aditama (2006), pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi penularan. Pemeriksaan dahak untuk penegakan diagnosis dilakukan dengan mengumpulkan 3 spesimen dahak yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan berurutan berupa Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS), yaitu sebagai berikut :

1 S (sewaktu) dahak dikumpulkan pada saat suspek TB paru datang berkunjung pertama kali. Pada saat pulang, suspek membawa pot dahak untuk mengumpulkan dahak pagi pada hari kedua.

2 P (pagi) dahak di kumpulkan dirumah pada hari kedua, segera setelah bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di UPK.

(36)

2.1.5 Diagnosis TB Paru pada Orang Dewasa

Diagnosis TB Paru pada orang dewasa yakni dengan pemeriksaan dahak secara mikroskopis. Hasil pemeriksaan dinyatakan positif apabila dua dari tiga spesimen SPS BTA hasilnya positif. Apabila hanya satu spesimen yang positif maka perlu dilanjutkan dengan rontgen dada atau pemeriksaan SPS diulang. Jika hasil rontgen menunjukan TBC, maka penderita didiagnosis sebagai penderita Paru BTA positif. Dan jika hasil rontgen tidak mendukung TB Paru, maka pemeriksaan dahak SPS diulang (Depkes, 2005).

Pemeriksaan lainnya seperti foto toraks dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan indikasinya. Tidak dibenarkan mendiagnosis TB Paru hanya berdasarkan pemeriksaan foto toraks. Foto toraks tidak selalu memberi gambaran yang khas pada TB Paru, sehingga sering terjadi over diagnosis. Gambaran Kelainan radiologik Paru tidak selalu menunjukan aktifitas penyakit TB Paru (Chin, 2000).

2.1.6. Klasifikasi Penyakit dan Tipe Penderita TB Paru

Menurut Depkes (2006), ada beberapa klasifikasi penyakit dan tipe penderita TBC yaitu:

1. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis a. Tuberkulosis BTA positif

(37)

positif dan biakan bakteri TB Paru positif dan 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.

b. Tuberkulosis BTA negatif

Pemeriksaan 3 spesimen dahak hasilnya BTA negatif dan foto rontgen dada menunjukan gambaran TB Paru yang aktif. TB Paru BTA negatif, rontgen positif dibagi berdasarkan tingkat keparahan penyakit, yaitu bentuk berat dan ringan. Bentuk berat bila gambaran foto rontgen dada memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang luas.

2.1.7. Cara Penularan Tuberkulosis

Penyakit Tuberkulosis Paru disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis

yang daya tahannya luar biasa, dan bahwa infeksi terjadi melalui penderita TB Paru yang menular adalah penderita dengan basil-basil tuberkulosis di dalam dahaknya, dan bila mengadakan ekspirasi paksa berupa batuk-batuk, bersin, ketawa keras akan menghembus keluar percikan-percikan dahak halus yang berukuran kurang dari 5 mikron dan yang akan melayang–layang di udara. Hal ini akan mengandung basil TB, Bila mana hinggap disaluran pernapasan yang agak besar, misalnya trakea dan

(38)

akan mendapat kesempatan untuk berkembang biak setempat, maka berhasil suatu infeksi Tuberkulosis Paru (Danusantoso, 2000).

Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak. Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman. Percikan dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan lembab. Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat kepositipan hasil pemeriksaan dahak, makin menular pasien tersebut. Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut (Depkes RI, 2008).

(39)

Kuman mulai membelah diri dan terjadi infeksi. Orang yang serumah dengan penderita TB BTA positif adalah orang yang besar kemungkinannya terpapar kuman Tuberkulosis (Notoatmodjo, 2003).

Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi transmisi ini. Pertama-tama ialah jumlah basil dan virulensinya. Dapat dimegerti bahwa makin banyak basil di dalam dahak seorang penderita makin besar bahaya penularannya. Faktor lain ialah cahaya matahari dan ventilasi. Karena basil TB tidak tahan cahaya matahari, kemungkinan penularan di bawah terik matahari sangat kecil. Juga mudah dimengerti bahwa ventilasi yang baik, dengan adanya pertukaran udara dari dalam rumah dengan udara segar dari luar, akan dapat juga mengurangi bahaya penularan bagi penghuni-penghuni lain yang serumah. Dengan demikian, bahaya penularan tersebut terdapat di perumahan-perumahan yang berpenghunian padat dengan ventilasi jelek serta cahaya matahari yang tidak dapat masuk (Danusantoso, 2000).

(40)

2.1.8 Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Tuberkulosis Paru

Pada prinsipnya pencegahan dan pemberantasan Tuberkulosis Paru dijalankan dengan usaha-usaha: (Depkes RI, 2001)

1. Pendidikan kesehatan kepada masyarakat tentang penyakit Tuberkulosis Paru, bahaya-bahaya, cara penularannya, serta usaha-usaha pencegahan antara lain. a. Memelihara kebersihan diri, rumah dan lingkungan yaitu : mandi minimal 2 kali

sehari, gosok gigi, cuci tangan, membuang sampah, air limbah, kotoran pada tempatnya, membuka jendela pada siang hari.

b. Makan makanan yang sehat yaitu: makanan yang bersih, bebas dari kuman penyakit, cukup kualitas, dan bagi penderita TB Paru untuk tidak makan dengan piring dan gelas yang sama dengan anggota keluarga yang lain.

c. Cara hidup sehat dan teratur yaitu: Makan, tidur, bekerja dan istirahat secara teratur, penderita tidak tidur sekamar dengan anggota keluarga lainnya.

d. Meningkatkan daya tahan tubuh yaitu: dengan makan makanan yang bergizi dan selalu menjaga kesehatan badan supaya sistem immun senantiasa terjaga dan kuat, menghindari kontak dengan sumber penularan penyakit, menghindari pergaulan yang tidak baik, membiasakan diri untuk mematuhi aturan-aturan kesehatan, tidur dan istirahat yang cukup dan tidak begadang, tidak merokok dan minuman yang beralkohol, segera periksa bila timbul batuk lebih dari 3 minggu. 2. Pencegahan dengan:

(41)

b. Chemoprophylactic dengan I.N.H. pada keluarga penderita atau orang-orang yang pernah kontak dengan penderita.

3. Menghilangkan sumber penularan dengan mencari dan mengobati semua penderita dalam masyarakat.

4. Kesadaran berobat si penderita

Kadang-kadang walupun penyakitnya agak berat sipenderita tidak merasa sakit, sehingga tidak mencari pengobatan.

5. Penyuluhan penderita tuberkulosis

Tujuan penyuluhan adalah meningkatkan kesadaran, kemauan dan peran serta masyarakat dalam penanggulangan Tuberkulosis. Petugas memberikan penyuluhan kepada penderita dan keluarganya pada waktu kunjungan rumah dan memberi saran untuk terciptanya rumah sehat, sebagai upaya mengurangi penyebaran penyakit.

Memberikan penyuluhan perorangan secara khusus kepada penderita agar penderita mau berobat rajin teratur untuk mencegah penyebaran penyakit kepada orang lain. Menganjurkan, perubahan sikap hidup masyarakat dan perbaikan lingkungan demi tercapainya masyarakat yang sehat. Menganjurkan masyarakat untuk melapor apabila di antara warganya ada yang mempunyai gejala-gejala Penyakit Tuberkulosis Paru.

(42)

menjadi suatu penyakit yang berbahaya, tapi dapat disembuhkan. Dalam penyuluhan langsung perorangan, unsur yang terpenting yang harus diperhatikan adalah membina hubungan yang baik antara petugas kesehatan dengan penderita. Supaya komunikasi berhasil baik, petugas kesehatan harus melayani penderita secara ramah dan bersahabat, penuh hormat dan simpati, mendengar keluhan-keluhan mereka serta tunjukan perhatian terhadap kesejahteraan dan kesembuhan mereka. Dengan demikian, penderita mau bertanya tentang hal-hal yang masih belum dimengerti (Depkes, RI. 2001).

Makin rendahnya pengetahuan penderita tentang bahaya penyakit TB untuk dirinya, keluarga dan masyarakat di sekitarnya, makin besar pula bahaya sipenderita sebagai sumber penularan, baik di rumah maupun di tempat pekerjaannya. Untuk keluarga dan orang-orang di sekitarnya. Sebaliknya pengetahuan yang baik tentang penyakit ini akan menolong masyarakat dalam menghindarinya (Entjang, 2000).

Untuk mencegah semakin memburuknya penyakit, sangat penting untuk menghilangkan sumber pemaparan. Terapi suportif terdiri dari obat penekan batuk, bronkodilator dan oksigen. Jika terjadi infeksi, bisa diberikan antibiotik.

(43)

Manajemen penyakit mestinya tidak hanya dilakukan pada manusia atau sejumlah penduduk yang mengalami suatu penyakit. Manajemen demikian tidak akan menyelesaikan problem penyakit tersebut, karena hanya berupa pendekatan kuratif, yaitu penanganan pada tingkat hilir (Achmadi, 2008). Seharusnya dalam penanganan suatu penyakit, termasuk penyakit TBC yang disebabkan oleh udara yang tercemar oleh debu. Manajemen penyakit yang paling tepat digunakan adalah manejemen berbasis lingkungan.

Manajemen berbasis lingkungan untuk penanggulangan penyakit dimulai dari tingkat hulu menuju hilir. Perhatian utama pada faktor penyebab, media transmisi, dengan memperhatikan faktor penduduk sebagai objek yang terjangkit dan terpajan, sebelum melakukan penanganan pada manusia yang menderita penyakit. Dalam proses kejadian penyakit yang berpotensi ditimbulkan oleh debu diudara pada hakikatnya dapat diuraikan dalam empat simpul (Achmadi, 2008):

1. Simpul A merupakan simpul paling hulu, yaitu sumber penyakit dalam hal ini adalah debu yang diakibatkan oleh proses sandblasting oleh perusahan Shipyard.

2. Simpul B, merupakan komponen lingkungan yang merupakan media transmisi penyakit tersebut dalam hal ini udara.

3. Simpul C adalah masyarakat yang berisiko terpapar suatu penyakit

4. Simpul D atau simpul paling hilir yaitu nelayan dalam keadaan sakit atau

(44)

2.1.9. Pengobatan Tuberkulosis Paru

Mengobati pasien Tuberkulosis Paru juga cukup mudah, kerana penyebab Tuberkulosis sudah jelas yaitu kuman Mycobacterium tuberculosis. Kuman ini dapat hidup dengan kombinasi beberapa obat yang sudah jelas manfaatnya. Kombinasi obat untuk membunuh kuman Tuberkulosis Paru terdiri dari rifampisin, INH, prazinamid, etambutol, streptomisin. Bila seseorang penderita Tuberkulosis Paru, baik Tuberkulosis Paru ataupun Tuberkulosis lainnya minum obat tersebut secara teratur menurut petunjuk dokter selama minimal 6-8 bulan. Pada umumnya pengobatan penyakit Tuberkulosis Paru akan selesai dalam jangka 6 bulan, yaitu 2 bulan pertama setiap hari dilanjutkan 3 kali dalam seminggu selama 4 bulan.

2.2. Debu

2.2.1. Pengertian Debu

Debu yaitu partikel zat padat, yang disebabkan oleh kekuatan-kekuatan alamiah atau mekanis seperti pengolahan, penghancuran, pelembutan, pengepakan yang cepat, peledakan dan lain-lain dari bahan-bahan, baik organik maupun anorganik, misalnya batu, kayu, biji logam, arang batu, butir-butir zat dan sebagainya (Suma’mur, 1996).

(45)

(suspended particulate metter/SPM) dengan ukuran 1 mikron sampai dengan 500 mikron. Polutan merupakan bahan-bahan yang ada di udara yang dapat membahayakan kehidupan manusia (Amin, 1996).

Dalam kasus pencemaran udara baik dalam maupun di luar gedung (indoor and out door pollution) debu merupakan campuran dari berbagai bahan dengan ukuran dan bentuk yang relatif berbeda-beda dan sering dijadikan salah satu indikator pencemaran yang digunakan untuk menunjukkan tingkat bahaya, baik terhadap lingkungan maupun terhadap kesehatan dan keselamatan (Pudjiastuti, 2002).

2.2.2. Konsentrasi Debu di Lingkungan (Udara Ambient)

Konsentrasi debu pada udara ambient di Indonesia diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1405/MENKES/SK/XI/2002 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri. Sesuai dengan Surat Keputusan tersebut, nilai baku mutu konsentrasi debu maksimal ditetapkan 10 mg/m3 untuk waktu pengukuran rata-rata 8 jam. Secara internasional konsentrasi total suspended solid (TSP) ditetapkan dalam National Ambient Air Quality (NAAQ) EPA sebesar 230 µg/m3 untuk waktu pengukuran 24 jam dan 75 µg/m3 untuk waktu pengukuran 1 tahun. Sedangkan PM 10 ditetapkan sebesar 150 µg/m3 untuk waktu pengukuran 24 jam dan 50 µg/m3

2.2.3. Pencemaran Udara oleh Partikulat (Debu)

untuk waktu pengukuran 1 tahun (US.EPA, 2004 dalam Putranto, 2007).

(46)

yang tersebar dari sumber-sumber antropogenik dan sumber alam.Partikel di atmosfer dalam bentuk suspense, yang terdiri atas partikel-partikel padat dan cair. Ukuran partikel dari 100 mikron hingga kurang daari 0,01 mikron. Terdapat hubungan antara partikel polutan dengan sumbernya (Fardiaz 1992).

Dampak kesehatan utama dari pemajanan debu adalah penyakit Asma dan penyakit Saluran Pernapasan lainnya, batuk dan naiknya mortalitas tergantung kepada konsentrasi dari sifat fisik debu itu sendiri. Polutan debu masuk ke dalam tubuh manusia terutama melalui sistem pernapasan,oleh karena itu pengaruh yang merugikan langsung terutama terjadi pada system saluran pernapasan. Faktor yang paling berpengaruh adalah ukuran partikel, karena ukuran ini menentukan seberapa jauh penetrasi ke dalam system pernapasan (Fardiaz, 1992).

Partikel-partikel yang masuk dan tertinggal di dalam paru-paru mungkin berbahaya bagi kesehatan karena tiga hal penting yaitu: partikel tersebut mungkin beracun karena sifat kimia dan fisiknya, partikel tersebut mungkin inert tetapi mengganggu pembersihan bahan-bahan lain yang berbahaya dan partikel tersebut mungkin dapat membawa gas-gas berbahaya.

(47)

pernapasan lainnya. Kasus penyakit yang banyak dilaporkan dan berhubungan dengan debu adalah bronchitis kronis dan emphysema.

Partikel debu akan berada di udara dalam waktu yang relatif lama dalam keadaan melayang-layang di udara, kemudian masuk ke dalam tubuh manusia melalui pernafasan. Menurut Pudjiastuti (2002), selain dapat membahayakan terhadap kesehatan juga dapat menyebabkan gangguan aestetik dan fisik seperti terganggunya pemandangan dan pelunturan warna bangunan dan pengotoran.

2.2.4. Efek Debu terhadap Kesehatan

Bahaya debu bagi kesehatan bahwa debu merupakan bahan partikel apabila masuk ke dalam organ pernafasan manusia maka dapat menimbulkan penyakit khususnya berupa gangguan sistem pernafasan yang ditandai dengan pengeluaran lendir secara berlebihan yang menimbulkan gejala utama yang sering terjadi adalah batuk, sesak nafas dan kelelahan umum.

Pekerja yang terpapar debu secara kontinu pada usia 15 sampai dengan 25 tahun akan terjadi penurunan kemampuan kerja, usia 25 sampai dengan 35 tahun timbul batuk produktif, usia 45 sampai dengan 55 tahun terjadi sesak hipoksemia, usia 55 sampai dengan 65 tahun terjadi cor pulmonal sampai kegagalan pernafasan dan kematian (Triatmo, 2006).

(48)

1-3 μ disebut respirabel, merupakan ukuran yang paling bahaya, karena akan tertahan dan tertimbun mulai dari bronchiolus terminalis sampai hinggap di permukaan

alveoli/selaput lendir sehingga menyebabkan fibrosis paru. Sedangkan debu yang berukuran 0,1-1 μ melayang di permukaan alveoli (Pudjiastuti, 2002).

Menurut Pope (2003), mekanisme pengendapan partikel debu di paru berlangsung dengan berbagai cara:

1. Gravitation, sedimentasi partikel yang masuk saluran nafas karena gaya gravitasi.

2. Impaction yaitu terbenturnya di percabangan bronkus dan jatuh pada percabangan yang kecil.

3. Brown difusionyang mengendapnya partikel yang diameter lebih besar dari dua micron yang disebabkan oleh terjadinya gerakan keliling (gerakan Brown) dari partikel oleh energi kinetik.

4. Elektrostatic terjadi karena saluran nafas dilapisi mukus, yang merupakan konduktor yang baik secara elektrostatik.

5. Interception yaitu pengendapan yang berhubungan dengan sifat fisik partikel berupa ukuran panjang/besar partikel hal ini penting untuk mengetahui dimana terjadi pengendapan.

(49)

2.2.5. Jenis Debu

Jenis debu terkait daya larut sifat kimianya. Adanya perbedaan daya larut dan sifat kimiawi ini, maka kemampuan mengendapnya juga akan berbeda pula. Demikian juga tingkat kerusakan yang ditimbulkannya juga akan berbeda pula. Suma’mur(1996) mengelompokkan partikel debu menjadi dua yaitu debu organik

dan anorganik.

Tidak semua partikel dalam udara yang terinhalasi akan mencapai paru. Partikel yang berukuran besar pada umumnya telah tersaring di hidung. Partikel dengan diameter 0,5-0,1 μ yang disebut partikel terhisap yang dapat mencapai

alveoli. Partikel berdiameter 0,5-0,1 μ dapat mengendap di alveoli dan menyebabkan terjadinya pneumokoniosis (Malaka, 1996).Partikel debu yang berdiameter > 10 μ

yang disebut coarse particle merupakan indikator yang baik tentang adanya kelainan saluran pernafasan, karena adanya hubungan yang kuat antara gejala penyakit saluran pernafasan dengan kadar partikel debu di udara (pope, 2003).

2.2.6. Konsentrasi Partikel Debu dan Lama Paparan

Semakin tinggi konsentrasi partikel debu dalam udara dan semakin lama paparan berlangsung, jumlah partikel yang mengendap di paru juga semakin banyak. Setiap inhalasi 500 partikel per millimeter kubik udara, setiap alveoli paling sedikit menerima 1 partikel dan apabila konsentrasi mencapai 1000 partikel per millimeter kubik, maka 10% dari jumlah tersebut akan tertimbun di paru. Konsentrasi yang melebihi 5000 partikel per millimeter kubik sering dihubungkan dengan terjadinya

(50)

2.2.7. Mekanisme Timbulnya Debu dalam Paru-Paru

a. Mekanisme timbulnya debu dalam paru, menurut Putranto (2007): 1) Kelembaban dari debu yang bergerak (inertia)

Pada waktu udara membelok ketika jalan pernafasan yang tidak lurus, partikel-partikel debu yang bermasa cukup besar tidak dapat membelok mengikuti aliran udara, tetapi terus lurus dan akhirnya menumpuk selaput lendir dan hinggap di paru-paru.

2) Pengendapan (Sedimentasi)

Pada bronchioli kecepatan udara pernafasan sangat kurang, kira-kira 1 cm per detik sehingga gaya tarik bumi dapat bekerja terhadap partikel debu dan mengendapnya.

3) Gerak Brown terutama partikel berukuran sekitar 0,1 μ, partikel-partikel tersebut membentuk permukaan alveoli dan tertimbun di paru-paru.

b. Jalan masuk dalam tubuh, menurut Putranto (2007):

1) Inhalation adalah jalan masuk(rute) yang paling signifikan di mana substansi yang berbahaya masuk dalam tubuh melalui pernafasan dan dapat menyebabkan penyakit baik akut maupun kronis.

2) Absorbtion adalah paparan debu masuk ke dalam tubuh melalui absorbsi kulit dimana ada yang tidak menyebabkan perubahan berat pada kulit, tetapi menyebabkan kerusakan serius pada kulit.

(51)

2.2.8. Jarak Industri dengan Pemukiman

Berkembangnya suatu Kawasan Industri tidak terlepas dari pemilihan lokasi kawasan industri yang dikembangkan, karena sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor/variabel diwilayah lokasi kawasan. Selain itu dikembangkannya suatu Kawasan Industri juga akan memberikan dampak terhadap beberapa fungsi di sekitar lokasi kawasan. Oleh sebab itu, beberapa kriteria menjadi pertimbangan di dalam pemilihan lokasi Kawasan Industri, salah satu diantaranya adalah jarak terhadap Pemukiman.

Pertimbangan jarak terhadap pemukiman bagi pemilihan lokasi kegiatan industri, pada prinsipnya memiliki dua tujuan pokok, yaitu:

1. Berdampak positif dalam rangka pemenuhan kebutuhan tenaga kerja dan aspek pemasaran produk. Dalam hal ini juga perlu dipertimbangkannya adanya kebutuhan tambahan akan perumahan sebagai akibat dari pembangunan kawasan industri. Dalam kaitannya dengan jarak terhadap pemukiman disini harus mempertimbangkan masalah pertumbuhan perumahan, dimana sering terjadi areal tanah disekitar lokasi industry menjadi kumuh dan tidak ada lagi jarak antara perumahan dengan kegiatan industri.

2. Berdampak negatif karena kegiatan industri menghasilkan polutan dan limbah yang dapat membahayakan bagi kesehatan masyarakat.

(52)

2.3. Pengetahuan

Pengetahuan (knowledge) adalah hasil tahu dari manusia, yang sekedar menjawab pertanyaan ”apa” (what). Pengetahuan merupakan hasil tahu dan hal ini terjadi setelah orang yang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu (Notoatmodjo, 2003).

Menurut Rogers (1974) dalam Notoatmodjo (2003) tingkat pengetahuan dibagi menjadi enam tingkatan, yaitu:

1. Mengetahui

Mengetahui artinya dapat mengingat suatu materi yang dipelajari sebelumnya. Mengetahui merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Seseorang dikatakan tahu apabila ia dapat menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan dan menyatakan materi tersebut.

2. Memahami

Memahami artinya kemampuan untuk menjelaskan dengan benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Seseorang yang paham haruslah dapat menjelaskan, menyebut contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.

3. Aplikasi

(53)

4. Analisis

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam struktur organisasi tersebut dan kaitannya satu sama lain.

5. Sintesis

Menunjukkan pada suatu kemampuan meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Seseorang dapat merencanakan, meringkaskan, menyesuaikan dan sebagainya terhadap suatu teori. 6. Evaluasi

Evaluasi yaitu kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu objek. Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi (penilaian) terhadap suatu objek materi atau objek penilaian berdasarkan kriteria yang ditentukan sendiri atau responden.

2.3.1. Perilaku Sehat

(54)

Menurut Notoatmodjo (2007), ada 4 pokok unsur perilaku kesehatan yaitu : 1. Perilaku seseorang terhadap sakit dan penyakit, yaitu bagaimana manusia

berespon, baik secara pasif (mengetahui, bersikap, mempersepsi penyakit dan rasa sakit yang ada pada dirinya dan di luar dirinya), maupun aktif (tindakan) yang dilakukan sehubungan dengan penyakit dan sakit tersebut. Perilaku terhadap sakit dan penyakit ini dengan sendirinya sesuai dengan tingkat-tingkat pencegahan penyakit yaitu:

a. Perilaku sehubungan dengan pemeliharaan kesehatan, seperti: makan makanan yang bergizi, olahraga.

b. Perilaku pencegahan penyakit, seperti: perilaku untuk tidak menularkan penyakit kepada orang lain.

c. Perilaku sehubungan dengan pencarian pengobatan seperti: berusaha mengobati sendiri penyakitnya, mencari pengobatan ke fasilitas kesehatan baik yang modren maupun tradisional.

d. Perilaku sehubungan dengan pemulihan kesehatan, yaitu usaha-usaha pemulihan kesehatan setelah sembuh dari suatu penyakit.

2. Perilaku sistem pelayanan kesehatan, adalah respon seseorang terhadap sistem pelayanan kesehatan, baik sistem pelayanan kesehatan modern maupun tradisional.

(55)

4. Perilaku terhadap lingkungan kesehatan adalah respon seseorang terhadap lingkungan sebagai determinan kesehatan manusia.

2.3.2. Faktor yang Memengaruhi Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2003) ada beberapa faktor yang memengaruhi pengetahuan yaitu:

a. Pendidikan

Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup. Pendidikan memengaruhi proses belajar, makin tinggi pendidikan seseorang maka makin mudah orang tersebut untuk menerima informasi. Dengan pendidikan tinggi maka seseorang akan cenderung untuk mendapatkan informasi baik dari orang lain maupun media massa. Semakin banyak informasi yang masuk maka semakin pula pengetahuan yang di dapat tentang kesehatan. Namun perlu ditekankan bahwa seseorang yang berpendidikan rendah tidak berarti mutlak berpengetahuan rendah pula.

Peningkatan pengetahuan tidak mutlak diperoleh dipendidikan formal, akan tetapi juga dapat diperoleh pada pendidikan non formal. Pengetahuan seseorang tentang sesuatu obyek juga mengandung dua aspek positif dan negatif.

b. Informasi

(56)

mengarahkan opini seseorang. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya pengetahuan terhadap hal tersebut.

c. Budaya dan Ekonomi

Kebiasaan dan tradisi yang dilakukan orang-orang tanpa melalui penalaran apakah yang dilakukan baik atau buruk. Dengan demikian seseorang akan bertambah pengetahuannya walaupun tidak melakukan. Status ekonomi seseorang juga akan menentukan lingkungan.

d. Lingkungan

Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar individu, baik lingkungan fisik, biologis maupun sosial. Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar individu, baik lingkungan fisik, biologis maupun sosial. Lingkungan berpengaruh terhadap proses masuknya pengetahuan ke dalam individu yang berada dalam lingkungan tersebut.

e. Pengalaman

(57)

dari keterpaduan menalar secara ilmiah dan etik yang bertolak dari masalah nyata dalam bidang kerjanya.

f. Usia

Usia memengaruhi terhadap daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya, sehungga pengetahuan yang diperolehnya semakin membaik. Kemampuan intelektual, pemecahan masalah, dan kemampuan verbal dilaporkan hampir tidak ada penurunan pada usia ini. Dua sikap tradisional mengenai jalannya perkembangan selama hidup, semakin tua semakin bijaksana, semakin banyak informasi yang dijumpai dan semakin banyak hal yang dikerjakan sehingga menambah pengetahuannya.

2.4. Sikap

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek (Notoatmodjo, 2003).

Sikap belum berbentuk tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek (Notoatmodjo, 2003).

Menurut Allport (1954) seperti yang dikutip dalam Notoatmodjo (2005), sikap mempunyai tiga komponen pokok, yakni:

(58)

2. Kepercayaan dan ide terhadap suatu objek 3. Kecenderungan untuk bersikap

Seperti halnya dengan pengetahuan, Rogers(1974) dalam Notoatmodjo (2003), juga membagi sikap dalam beberapa tingkatan, yaitu:

1. Menerima

Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).

2. Merespon

Suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas dari pekerjaan itu benar atau salah.

3. Menghargai

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah. 4. Bertanggung Jawab

Bertanggung jawab atas segala sesutu yang telah dipilihnya dengan segala resiko. Sikap orang yang positif belum tentu terwujud dalam tindakan positif, begitu pula sebaliknya. Menurut Brecter dan Wiggins dalam Azwar (2007) sikap seseorang akan berpengaruh langsung terhadap perilaku sangat tergantung dari kondisi apa, waktu bagaimana dan situasi.

2.4.1. Fungsi Sikap

(59)

Katz sebagai dasar motivasional merupakan fungsi sikap bagi individu yang bersangkutan. Fungsi sikap manusia telah dirumuskan menjadi empat macam yaitu: a. Fungsi instrumental, fungsi penyesuaian, fungsi manfaat

Fungsi ini menyatakan bahwa individu dengan sikapnya berusaha untuk mamaksimalkan hal-hal yang diinginkan dan meminimalkan hal-hal yang tidak diinginkan. Dengan demikian individu akan membentuk sikap positif terhadap hal-hal yang dirasaknnya akan mendatangkan keuntungan dan membentuk sikap negatif terhadap hal-hal yang dirasakan akan merugikan dirinya.

b. Fungsi pertahanan ego

Sewaktu individu mengalami hal yang tidak menyenangkan dan diarasa akan mengancam egonya atau sewaktu ia mengetahui bahwa fakta dan kebenaran yang tidak mengenakkan bagi dirinya maka sifatnya dapat berfungsi sebagai mekanisme pertahanan ego yang akan melindungi dirinya dari kepahitan kenyataan tersebut. Sikap dalam hal ini merefleksikan problem kepribadian yang tidak terselesaikan. c. Fungsi pertahanan nilai

(60)

menyebabkan orang sering lupa diri sewaktu berada dalam situasi masa seidologi atau sama nilai.

d. Fungsi pengetahuan

Menurut fungsi ini manusia mempunyai dorongan dasar untuk ingin tahu, untuk mencapai penalaran dan untuk mengorganisasikan pengalamannya. Adanya unsur-unsur pengalaman yang semula tidak konsisten dengan apa yang diketahui oleh individu akan disusun, ditata kembali atau diubah sedemikian rupa sehingga tercapai suatu konsistensi. Jadi sikap berfungsi sebagai suatu skema yaitu suatu cara strukturisasi agar dunia di sekitar tampak logis dan masuk akal. Sikap digunakan untuk melakukan evaluasi terhadap fenomena luar yang ada dan mengorganisasikannya.

2.5. Landasan Teori

Landasan teori dalam penelitian ini mengacu pada simpul determinan penyakit. Gangguan kesehatan disebabkan oleh multifaktor dan dalam manajemen kesehatan lingkungan dikenal dengan teori simpul. Ada empat simpul terhadap terjadinya suatu gangguan kesehatan terdiri dari simpul satu yang disebut sumber penyakit, simpul dua yaitu media transmisi penyakit, simpul tiga perilaku pemajanan dan simpul empat kejadian penyakit. Simpul-simpul dalam penelitian ini berhubungan dengan manajemen penyakit saluran pernapasan.

(61)

Simpul kedua yaitu media transmisi penyakit adalah komponen-komponen yang berperan memindahkan komponen penyakit ke dalam tubuh manusia, Ada lima media transmisi agen penyakit yang lazim yaitu udara, air, tanah/pangan, binatang/serangga dan manusia langsung.

Simpul ketiga yaitu perilaku pemajanan adalh jumlah kontak antara manusia dengan komponen lingkungan yang memiliki potensi bahaya penyakitdan dalam konteks status kesehatan dalam penelitian ini agen penyakit masuk kedalam tubuh manusia melalui system pernapasan.

Simpul ke empat yaitu kejadian penyakit atau gangguan adalah hasil hubungan interaktif manusia dengan lingkungan yang memiliki potensi bahaya gangguan kesehatan.

Simpul 1 Simpul 2 Simpul 3 Simpul 4

(62)

2.6. Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen (Variabel Bebas) (Variabel Terikat)

Gambar 2.2. Kerangka Konsep Karakteristik

- Umur

- Tingkat Pendidikan - Pendapatan

- Pengetahuan - Sikap

Kejadian Penyakit TBC

(63)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini bersifat survei analitik dengan rancangan penelitian cross sectional yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh antara variabel bebas dengan variabel terikat melalui pengujian hipotesis (Soekidjo Notoadmodjo, 2005).

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian adalah di Pulau Buluh Kota Batam, dilaksanakan pada bulan April 2012 sampai Agustus 2012.

3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi

Populasi adalah penduduk yang bermukim di Pulau Buluh Kota Batam yang keseluruhan berjumlah 2.698 jiwa. Dalam hal ini adalah kepala keluarga yang berjumlah 783 KK.

3.3.2. Sampel

(64)

) P = Proporsi dari populasi di tetapkan p=0,5 G = Galat pendugaan n= 0,1

N = Besar populasi n = Besar sampel

Dari rumus di atas, maka sampel penduduk dalam penelitian ini berjumlah 80 orang/nelayan.

3.4.Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data pada penelitian ini diperoleh dengan menggunakan data primer dan data sekunder.

3.4.1. Data Primer

a. Diperoleh melalui wawancara langsung dengan responden, dengan berpedoman pada kuesioner penelitian untuk variabel independen

b. Diperoleh dengan pemeriksaan dahak responden untuk variabel dependen 3.4.2. Data Sekunder

Gambar

Gambar 2.1. Landasan Teori
Gambar 2.2. Kerangka Konsep
Tabel 3.1. Aspek Pengukuran
Tabel 4.3. Distribusi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan di Kelurahan Pulau Buluh Tahun 2011
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada umumnya FTTZ di gunakan pada daerah perumahan yang jauh dari sentral atau bila infrastruktur duct pada arah tersebut sudah tidak memungkinkan lagi untuk

Berdasarkan hasil dan pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa jumlah karbon tersimpan dalam biomassa di atas permukaan tanah hutan rakyat jamblang di

Function tersebut berguna untuk mengambil data, menampilkan data yang telah diambil dan membandingkan produk yang telah dipilih oleh user.. Function Product

Adapun hasil penelitian ini jika ditinjau dengan hukum Islam tentang pelaksanaan lompek paga terhadap Peraturan Nagari Situjuah Gadang Nomor 5 Tahun 2017 uraian

Penelitian oleh Darnon, Buchs & Desbar (2012) menemukan bahwa metode pembelajaran yang efektif untuk meningkatkan efikasi diri akademik siswa adalah metode pembelajaran

Proses-proses tahapan rencana pembangunan waduk Logung di Desa Kandangmas Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus sesuai dengan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional

Desain protokol kriptografi untuk pengamanan dokumen pada lelang elektronik ini memenuhi keseluruhan sifat dari lelang elektronik yaitu, kerahasiaan dokumen