• Tidak ada hasil yang ditemukan

Metafora Dalam Pribahasa Bahasa Melayu Dialek Batubara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Metafora Dalam Pribahasa Bahasa Melayu Dialek Batubara"

Copied!
74
0
0

Teks penuh

(1)

METAFORA DALAM PERIBAHASA BAHASA MELAYU

DIALEK BATUBARA

SKRIPSI SARJANA

Dikerjakan

O

L

E

H

NAMA

: DEDY RAHMAD SITINJAK

NIM

: 070702003

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU BUDAYA

DEPARTEMEN SASTRA DAERAH

PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA MELAYU

MEDAN

(2)

METAFORA DALAM PERIBAHASA BAHASA MELAYU

DIALEK BATUBARA

SKRIPSI SARJANA

Dikerjakan

O

L

E

H

NAMA : DEDY RAHMAD SITINJAK

NIM : 070702003

Diketahui Oleh :

Pembimbing I Pembimbing II

Dra.Rozanna Mulyani, MA Dra.Asriaty R. Purba, M.Hum Nip.196006091986122001 Nip.196211221987031002

Skripsi ini diajukan kepada panitia ujian Fakultas Ilmu Budaya USU Medan untuk melengkapai salah satu syarat ujian Sarjana Sastra dalam bidang Ilmu Bahasa dan Sastra Melayu.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA

DEPARTEMEN SASTRA DAERAH

(3)

PENGESAHAN

Diterima oleh :

Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara untuk melengkapi salah satu syarat ujian Sarjana Sastra dalam bidang Ilmu Bahasa dan Sastra pada Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan

Pada : Tanggal :

Hari :

Fakultas Ilmu Budaya USU Dekan

Dr. Syahron Lubis, M. A Nip :195110131976031001

Panitia Ujian :

No Nama Tanda Tangan

1. ……….. ………

2. ……….. ………

3. ……….. ………

4. ……….. ………

(4)

Disetujui Oleh :

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2011

Departemen Bahasa dan Sastra Daerah Ketua

(5)

KATA PENGANTAR

Dengan kerendahan hati yang mendalam penulis mengucapkan Alhamdullilahi Rabbil Alamin ke hadirat Allah SWT, karena atas segala karunia dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Shalawat dan salam juga penulis sampaikan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, seorang tokoh revolusioner dunia yang memiliki akhlak Al-Qur’an sehingga menjadi teladan bagi seluruh umat manusia.

Skripsi ini berjudul “Metafora Dalam Pribahasa Bahasa Melayu Dialek Batubara

Kendatipun demikian hal terbesar yang menginspirasi penulis menganggkat “

”. Penulis sengaja mengangkat judul ini sebagai judul skripsi penulis, karena belum ada yang menulisnya, dan juga dilatarbelakangi terhadap penutur bahasa daerah terutama generasi muda yang hampir meninggalkan bahasa daerahnya atau bahasa ibunya. Penulis juga menulis skripsi ini sebagai tugas akhir di Fakultas Ilmu Budaya USU dalam Bidang Ilmu Bahasa Daerah.

Metafora Dalam Pribahasa Bahasa Melayu Dialek Batubara

Penulis membagi skripsi ini menjadi lima bab. Bab I merupakan pendahuluan yang terdiri atas latar belakang , rumusan masalah, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian. Bab II merupakan kajian pustaka yang terdiri atas kepustakaan yang relevan dan teori yang digunakan, Bab III terdiri atas metode penelitian yang mencakup metode dasar, lokasi penelitian, jenis dan sumber data, instrumen penelitian, metode dan teknik pengumpulan data, dan metode analisis data, Bab IV merupakan pembahasan tentang masalah yang ada pada perumusan masalah, dan Bab V merupakan kesimpulan dan saran.

” sebagai judul skripsi ini adalah agar takkan

hilang Melayu di bumi sebagai wujud kecintaan penulis terhadap budaya daerah sebagai warisan

(6)

Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi pengembangan dan pengkajian bahasa khususnya bahasa daerah yang dapat dijadikan acuan yang baik bagi generasi muda yang bergerak dalam bidang linguistik, serta tertarik untuk mendalami skripsi ini.

Medan, Desember 2011

(7)

ABSTRAKSI

Masyarakat Melayu yang selalu menjaga kelestarian budayanya seperti adat istiadat bahkan kebiasaan berbahasanya yang terkesan lembut menjadikan masyarakat Melayu memiliki ciri tersendiri. Kebiasaan berbahasa ini sering dilakukan masyarakat Melayu melalui peribahasanya.

Kebiasaan masyarakat Melayu berperibahasa yang selalu memiliki makna, fungsi, serta tujuan tersendiri menjadikan bahasanya mengandung metafora, begitu juga dengan masyarakat Melayu di Kabupaten Batubara yang mana kebiasaan berperibahasa masih sering dijumpai pada masyarakat setempat.

(8)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberi karunia kesehatan, kesempatan, kekuatan dan kasih sayang sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang setulus- tulusnya atas bantuan tenaga dan pikiran, serta bimbingan yang telah diberikan dalam menyelesaikan skripsi ini, kepada yang terhormat:

1. Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A. sebagai Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan, beserta Pembantu Dekan I Dr. M. Husnan Lubis, M.A, Pembantu Dekan II Drs. Samsul Tarigan, dan Pembantu Dekan III Drs. Yuddi Adrian Muliadi, M.A. berkat bantuan dan fasilitas yang penulis peroleh di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan, maka penulis dapat menyelesaikan studi pada waktu yang tepat. 2. Bapak Drs Warisman Sinaga M. Hum. sebagai Ketua Departemen Bahasa dan Sastra

Daerah Fakultas Ilmu Budaya USU, dan sekaligus dosen pembimbing akademik yang senantiasa membimbing dan juga mengarahkan penulis selama studi di Departemen Sastra Daerah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan.

3. Ibu Dra Herlina Ginting, M.Hum. sebagai Sekretaris Departemen Sastra Daerah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan yang selalu memberi saran serta petunjuk kepada penulis hingga selesai skripsi ini.

4. Ibu Dra. Rozanna Mulyani, M.A. sebagai dosen pembimbing I dan Ibu Dra.Asriaty. R. Purba, M.Hum. sebagai dosen pembimbing II yang memberikan perhatian dan senantiasa ramah dan bermurah hati membimbing penulis selama belajar di Departeman Sastra Daerah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan.

(9)

urusan administrasi selama kuliah di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan.

6. Rekan-rekan aktivis se kawasan Fakultas Ilmu Budaya USU (Hasan Basri Hasibuan selaku Ketua HMI Kom’s FIB, Krisman selaku Ketua GMKI, Joko Syahputra selaku Ketua TO, dan Ketua HMD sekawasan Fakultas Ilmu Budaya dll…), sekawasan USU (Aulia FMIPA, Zulkadri Habibi FKG, Mahdi Fauzi FP, Trisnal FT, Bin Arts FH, Amalia Akitahara FKM, dll… ), sekawasan medan (Azhar, Sayuti, Adelwis IAIN, Habibi UMA, Tengku Putri UISU, Heri Dinata UMSU, dll…), yang selalu memberi motivasi dan memberi waktu untuk berdiskusi dan berjuang tentang akademis.

7. Rekan-rekan di IMSAD (Karo, Zoefri, Rina, HDS Group, Elisabeth, Bobers, Girson, Ardiani, Anke, F4 Group, Cuya, Bee M Zein, Taqim, Nadila, Fadhlan, Kibo, Amoy, Cii Wiwik, Cherly, Panji, Hanafi, Fanny, Hendra, Nuari dll…), yang telah menemani dan memberi dorongan dalam perkulihan.

8. Kepada kedua orang tua penulis ISKANDAR SITINJAK selaku ayah dan ZUBAIDAH SINAGA selaku ibu yang telah susah payah untuk membesarkan, mendidik, membiayai dan selalu menyayangi hingga penulis dapat menyelesaikan dengan mudah masa perkuliahan. Serta kakak , adik dan seluruh keluarga yang selalu memberikan motivasi dan semangat.

9. Keluarga besar Hijau Hitam Fak Ilmu Budaya (MPKPK FIB, Bg Eko, Bg Daru, Bg Zulfan, Bg Izala, Bg Palit, Golden Generation 06, Power Generation 07 And 08 Forever, dll…. ) yang selalu mewarnai dinamika saat penulis kuliah di Fakultas Ilmu Budata Universitas Sumatera Utara Medan sehingga mendapat banyak pelajaran yang menambah kedewasaan untuk penulis.

(10)

ucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu menyelesaikan skripsi ini.

Skripsi ini tidak luput dari kekurangan maupun kesilapan karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini.

Medan, , 2011 Penulis

(11)

DAFTAR ISI

halaman

KATA PENGANTAR……….…… i

UCAPAN TERIMAKASI……….. iii

DAFTAR ISI……….………...…... vi

BAB I PENDAHULUAN………... 1

1.1 Latar Belakang……… 1

1.2 Rumusan Masalah……….. 8

1.3 Tujuan Penelitian………... 9

1.4 Manfaat Penelitian……….. 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA……… 10

2.1 Kepustakaan Yang Relevan………. 10

2.2 Teori Yang Digunakan..……….. 14

BAB III METODE PENELITIAN ………...……. 18

3.1 Metode Dasar………... 18

3.2 Lokasi Penelitian…...…….………... 18

3.3 Jenis dan Sumber Data...………. 19

3.4 Instrumen Penelitian ………... 19

(12)

3.6 Metode Analisis Data... 20

BAB IV PEMBAHASAN ... 21

4.1. Metafora Dalam Peribahasa Bahasa Melayu Dialek Batubara... 21

4.1.1. Metafora Bercitrakan Antromorfik... 21

4.1.2. Metafora Bercitrakan Hewan... 29

4.1.3. Metafora Bercitrakan Abstrak Ke Kongkrit... 37

4.1.4. Metafora Bercitrakan Sinestesia... 49

4.2. Fungsi Pribahasa Dalam Bahasa Melayu Dialek Batubara...…... 55

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 57

5.1. Kesimpulan ... 57

5.2. Saran... 58

DAFTAR PUSTAKA... 59

LAMPIRAN

1. Data Informan.

(13)

ABSTRAKSI

Masyarakat Melayu yang selalu menjaga kelestarian budayanya seperti adat istiadat bahkan kebiasaan berbahasanya yang terkesan lembut menjadikan masyarakat Melayu memiliki ciri tersendiri. Kebiasaan berbahasa ini sering dilakukan masyarakat Melayu melalui peribahasanya.

Kebiasaan masyarakat Melayu berperibahasa yang selalu memiliki makna, fungsi, serta tujuan tersendiri menjadikan bahasanya mengandung metafora, begitu juga dengan masyarakat Melayu di Kabupaten Batubara yang mana kebiasaan berperibahasa masih sering dijumpai pada masyarakat setempat.

(14)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Setiap manusia pasti menggunakan bahasa, baik bahasa lisan maupun

tulisan. sebab bahasa merupakan kegiatan rutin manusia yang alami sebagai

mana layaknya manusia bernafas. Bahasa merupakan alat komunikasi yang

berupa isyarat-isyarat vokal atau simbol yang dipakai oleh manusia untuk

menyampaikan pesan, gagasan, dan isi pikiran terhadap lawan bicara baik

bahasa lisan maupun tulisan.

Menurut rumusan linguistik (Ridwan,1995 : 15) bahasa adalah

isyarat-isyarat vokal yang arbiter (mana suka) yang digunakan oleh anggota

masyarakat (kelompok sosial) yang bermanfaat bagi kerjasama, saling

memahami, untuk mengenal dan memahami pribadi-pribadi, atau keperluan

harapan keinginan dan cita-cita. Menurut Chaer dan Agustina (1995 : 15) bahwa

bahasa adalah sebuah sistem artinya, bahasa itu dibentuk oleh sejumlah

kelompok yang berpola secara tetap dan dapat dikaidahkan.

Bahasa tidak bisa lepas dari kehidupan manusia sebagai mahluk sosial,

sebab fungsi bahasa sangat urgen (penting) bagi kehidupan manusia seperti apa

yang telah dinyatakan oleh Ritonga dan Mascahaya (2007 : 2) dalam bukunya

yang berjudul “Bahasa Indonesia untuk Mahasiswa” bahwa secara umum

(15)

fungsi umum itu diperinci maka dapat dikatakan bahasa itu mempunyai fungsi

untuk :

a. tujuan praktis yaitu untuk mengadakan antar hubungan (interaksi) dalam

pergaulan sehari-hari.

b. tujuan artistik yaitu manusia mengolah dan mengungkapkan bahasa itu

dengan seindah-indahnya guna pemuasan rasa estetis manusia.

c. menjadi kunci pembelajaran pengetahuan-pengetahuan lain dan,

d. tujuan filologis yaitu mempelajari naskah-naskah tua untuk menyelidiki

latar belakang sejarah manusia, sejarah kebudayaan, sejarah adat, serta

perkembangan bahasa itu sendiri.

Jika dilihat dari penjelasan fungsi bahasa di atas, berarti bahasa sangat erat

kaitannya dengan segala aktivitas manusia yang ada di muka bumi ini, dapat

dikatakan bahwa fungsi bahasa sangat mempengaruhi tindak-tanduk

masyarakat.

Masyarakat Melayu merupakan masyarakat yang terkenal dengan seni

berbahasanya yaitu dengan pantun, peribahasa, dan ungkapan ini adalah budaya

yang tercermin dari masyarakat Melayu. Bahasa merupakan bagian dari

kebudayaan bahkan disebut pula faktor dominasi dari kebudayaan

(Ridwan,dalam Ritonga dan Mascahaya, 2007 : 9)

Siregar (dalam Harahap dan Anuar, 2000 : 178) mengatakan bahwa

masyarakat Melayu Sumatera Timur menggunakan bahasa Melayu untuk

(16)

sehari-ungkapan. ini berhubungan pula dengan agama, keyakinan, pendidikan, ilmu

pengetahuaan, nilai hukum kekuasaan, pandangan masa depan, pandangan dan

sikap manusia. Pernyataan ini senada dengan apa dinyatakan oleh Alisyahbana

(dalam Harahap dan Anuar, 2000 : 48) bahwa pikiran dalam arti yang

seluas-luasnya, semata-mata berlaku dengan bahasa. Beliau juga menyatakan bahwa

bahasa itu adalah penjelmaan budi manusia yang paling jelas, terutama sekali

hubungan dengan kesanggupan untuk berpikir yang diberikan kepada manusia,

hubungan antara berpikir dengan bahasa adalah hubungan yang bersifat

dialektis. Tiap–tiap kemampuan berpikir membentuk konsep yang baru yang

menghendaki kata yang baru, contohnya, dalam pembentukan istilah–istilah

baru memberikan pijakan kepada pikiran yang terus memberi konsep baru yang

menghendaki kata yang baru pula.

Masyarakat Melayu seringkali dalam penyampaian sesuatu maksud tertentu

(berbahasa) menggunakan secara tidak langsung dan bersifat kiasan (methafora).

Banyak pertimbangan yang menyebabkan penyampaian maksud secara tidak

langsung, di antaranya menghindari ketersinggungan seseorang, dengan adanya

ujaran tertentu metafora ini sering digunakan untuk pengaburan arti bahasa.

Kecenderungan pemakaian metafora pada masyarakat Melayu yang sering

tampak antara lain, pada sastra lisan maupun tulisan, sebab masyarakat Melayu

terkenal dengan seni berbahasanya dan yang sering kita pahami dengan

peribahasa, pantun, gurindam, ungkapan, dan masih banyak lagi. Dan skripsi ini

penulis hanya membahas peribahasa yang ada pada masyarakat Melayu

(17)

dalam peribahasa bahasa Melayu dialek Batubara, yang digunakan oleh

masyarakat Melayu yang berada di wilayah kabupaten Batubara.

Jika mengkaji tentang peribahasa maka diketahui bahwa setiap bangsa

memiliki peribahasa dan kehadiran peribahasa dalam suatu bangsa sangat

dipengaruhi oleh pikiran, budaya, serta pengalaman yang ada pada suatu bangsa.

Masyarakat Melayu terkenal dengan sopan santun serta kecenderungan

berbasa basi. Bahasa Melayu pun mengikuti pula pola tingkah orang Melayu yang

cenderung menggunakan ungkapan yang tidak langsung dan bermakna

mendalam, contohnya adalah peribahasa, yang merupakan salah satu alat untuk

menyampaikan maksud secara tidak langsung dalam bahasa Melayu.

Dalam KBBI 1995 peribahasa adalah :

1. Kelompok kata atau kalimat yang tetap susunannya dan biasanya

mengiaskan maksut tertentu (dalam peribahasa termasuk bidal, ungkapan,

perumpamaan)

2. Ungkapan atau kalimat ringkasan padat yang berisi perbandingan,

perumpamaan, nasihat, prinsip hidup atau tingkah laku.

Kusmayadi (2008 : 78-79) mengatakan bahwa peribahasa itu adalah kalimat

atau kelompok perkataan yang tetap susunannya dan biasanya mengiaskan

tertentu. Dan Kusmayadi membagi peribahasa menjadi tiga bagian yaitu pepatah,

(18)

Peribahasa adalah ungkapan atau kalimat yang ringkas yang berisi

perbandingan, perumpamaan, nasehat, prinsip hidup, atau aturan aturan tingkah

laku. Peribahasa tidak sekedar hiburan semata, tetapi selalu ada pesan - pesan

moral yang dikemas dengan sangat cantik dan menarik sehingga pendengar atau

pembacanya memperoleh kearifan dari bentuk-bentuk peribahasa tersebut

(Sulisyo dan Sulisyo : 2007) dan Trianto (2006:52) menyatakn bahwa peribahasa

itu berisi perbandingan, perumpamaan, nasihat, prinsip hidup, atau tingkah laku

dan sumber peribahasa dapat berasal dari penghayatan masyarakat terhadap

kehidupan sehari-hari, ajaran agama, dan juga karya sastra.

Poerwadarminta (dalam Tarigan 1986:156) mengatakan peribahasa adalah

kalimat atau kelompok perkataan yang tetap susunannya. dan biasanya

mengiaskan suatu maksud tertentu. Pateda (2000:230) juga mengatakan bahwa

peribahasa itu adalah kelompok kata atau kalimat yang tetap susunannya dan

biasanya mengiaskan maksud tertentu dan juga menyatakan bahwa di dalam

peribahasa termasuk juga bidal, perumpamaan, dan ungkapan.

Sudaryat (2009:89) mengatakan bahwa peribahasa adalah salah satu bentuk

idiom berupa kalimat yang susunannya tetap dan menunjukkan perlambang

kehidupan dan peribahasa itu meliputi pepatah, perumpamaan, dan pameo.

Akan tetapi Pratama (2008) menyatakan bahwa peribahasa itu meliputi

(19)

Untuk lebih jelas lagi maka penulis akan memaparkan jenis-jenis dari

peribahasa dan pengertiannya menurut para pakar.

- Pepatah

Menurut Pratama (2008) Pepatah adalah kiasan yang diungkapkan dengan

kalimat. Yang dikiaskan dengan keadaan atau prilaku seseorang, contoh : Rajin

pangkal kaya. Trianto(2006) Nababan (2008) dan Kusmayadi (2008) mengatakan

pepatah adalah peribahasa yang mengandung nasihat atau ajaran.

- Ungkapan

Menurut Trianto (2006) ungkapan adalah kelompok kata atau gabungan kata

yang menyatakan makna khusus maka kata pada ungkapan tidak dapat diartikan

kata perkata, Nababan (2008) mengatakan bahwa ungkapan adalah gabungan kata

atau prasa yang maknanya sudah menyatu dan tidak dapat ditafsirkan dengan

makna unsur yang membentuknya. Ungkapan adalah kiasan tentang keadaan atau

prilaku seseorang yang dituangkan dengan sepatah kata dan ungkapan tersebut

adalah bagian dari kalimat, contoh : Anak itu panjang tangan (suka mencuri)

Pratama (2008)

- Perumpamaan

Menurut Nababan (2008) dan Trianto (2006) perumpamaan adalah peribahasa

yang berisi perbandingan, biasanya menggunakan kata seperti bagai, bak, laksana,

dan lain-lain. Perumpamaan adalah kalimat yang mengungkapkan keadaan atau

(20)

Contoh : Bungkuk sehasta tidak terkedam (orang yang keras kepala dan susah

diatur) Pratama (2008).

- Ibarat atau Tamsil

Menurut Pratama (2008) Ibarat adalah perumpamaan, namun di dalam nya

terdapat penjelasan. Contoh : bagai kerakap diatas batu, hidup segan mati tak

mau. Tamsil yaitu peribahasa yang menggunakan pengandaiaan dalam

menjelaskan sesuatu tamsil digunakan untuk menyindir atau menasehati dengan

sedikit mengkritik contohnya tua-tua keladi makin tua makin menjadi, ibarat tebu

habis manis sepah dibuang (Sembobo 2009).

- Pameo

Menurut Djamaris (2001:33) pameo adalah kalimat (ungkapan) yang artinya

bertentangan atau tidak mungkin terjadi. Pameo adalah peribahasa yang dijadikan

semboyan contohnya Esah hilang dua terbilang, buruk muka cermin dibelah

(Darmayati dan Hidayani 2006:57) (Kusmayadi 2006:79). Menurut pratama

(2008) Pameo adalah kata-kata atau selogan yang menjadi populer karena sifatnya

memotivasi (memberikan semangat) atau sifatnya mengajak. Contoh :

memasyarakatkan olahraga dan mengolahragakan masyarakat. Dan sekali

merdeka tetap merdeka.

Penulis mengangkat peribahasa sebagai suatu kajian linguistik melalui

metafora, akan tetapi karena cakupan peribahasa yang terlalu luas maka penulis

hanya membahas tentang peribahasa yang meliputi pepatah, ungkapan,

(21)

Melayu dialek Batubara yang cenderung selalu memakai bahasa yang tidak

secara langsung mengacu pada objeknya. Masyarakat Melayu tidak dapat

menghindarkan diri dari pemakaian bahasa dari pemakaian bahasa kias yang

dinamakan metafora.

1.2Rumusan Masalah

Setiap pembahasan memiliki masalah pokok yang akan dikaji, masalah

tersebut dapat kita artikan sebagai suatu hambatan dalam mencapai tujuan.

Peribahasa adalah merupakan gabungan dua kata atau lebih yang memiliki

hubungan yang erat dan membentuk satu kesatuan dan juga menunjukkan arti

khusus. Dalam mempelajari makna peribahasa, maka si penutur harus

memahami kaitan unsur budaya yang terkandung dalam makna peribahasa

tersebut. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis membuat rumusan

masalah sebagai berikut :

1. Metafora apa saja yang terdapat dalam peribahasa bahasa Melayu dialek

Batubara ?

2. Apa fungsi metafora dalam peribahasa bahasa Melayu dialek Batubara ?

3. Apa makna metafora dalam peribahasa bahasa Melayu dialek

(22)

1.3Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menggali salah satu bentuk

wacana budaya Melayu, yang sampai saat ini masih dipertahankan. Kajian ini

diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam usaha mempertahankan budaya

daerah yang merupakan bagian dari kebudayaan Nasional.

Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk menjawab permasalahan di

atas, yaitu :

1. Untuk mengetahui metafora apa saja digunakan dalam bahasa Melayu

dialek Batubara.

2. Untuk mengetahui fungsi metafora dalam bahasa Melayu dialek

Batubara.

3. Untuk mengetahui makna metafora dalam peribahasa bahasa Melayu

dialek Batubara.

1.4Manfaat Penelitian

Penelitian yang dilakukan memiliki kegunaan yang sangat banyak. Adapun

yang menjadi manfaat penelitian ini adalah :

1. Untuk dapan dijadikan sebagai sumber penelitian bagi ilmu yang lainnya.

2. Untuk menambah khazanah kepustakaan pada bidang linguistik.

3. Untuk memberikan wawasan baru mengenai metafora dalam peribahasa

bahasa Melayu dialek Batubara.

4. Untuk menambah pengetahuan dalam pelajaran muatan lokal pada sekolah SD

(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Kepustakaan yang Relevan

Penulisan suatu karya ilmiah merupakan suatu rangkaian yang semuanya

selalu berkaitan dengan menggunakan referensi yang berhubungan, ini tidak

terlepas dari buku-buku pendukung yang relevan dengan judul skripsi ini. Agar

penulisan karya ilmiah lebih objektif, digunakan sumber-sumber yang berkaitan

dengan masalah yang dibahas, baik berupa buku-buku maupun pemahaman

teoritis dan pemaparan dari fakta-fakta yang diperoleh dari lapangan.

Penelitian terhadap bahasa Melayu dialek Batubara masih jarang dilakukan,

terutama bahasa yang mengandung makna kias (metafora) sehingga menyulitkan

peneliti untuk mencari referensi tetang bahasa Melayu dialek Batubara, tapi ini

tidak menyurutkan semangat peneliti untuk mengkaji bahasa Melayu dialek

Batubara tersebut.

Untuk mempertanggung jawabkan suatu karya ilmiah bukanlah pekerjaan

mudah, karena itulah disertakan data-data yang kuat yang ada hubungannya

dengan objek yang diteliti. Ada beberapa buku yang penulis gunakan dalam

memahami dan mendukung penelitian ini antara lain buku kumpulan kertas kerja

kolokium bahasa dan pemikiran Melayu / Indonesia oleh Darwis Harahap dan

Abdul Jalil HJ. Anuar (2000) digunakan untuk mengetahui bagaimana pemikiran

(24)

dalam berkomunikasi, khususnya Kabupaten Batubara. Sosiolinguistik suatu

pengantar karangan Abdul Chaer dan Lionie Agustina (1995) untuk mengetahui

peranan, hubungan, serta pengaruh bahasa pada budaya dan masyarakat Melayu

khususnya. Teori Semantik Edisi kedua karangan J.D Parera (2004) untuk

mengetahui tentang metafora dan teori analisis metafora.

Penulis juga menggunakan tesis magister sebagai referensi yang diperoleh

dari program pasca sarjana Universitas Sumatera Utara, yakni tesis Siti Aisyah

(2002) yang berjudul metafora leksikal dalam novel larung karya ayu utami suatu

kajian linguistik fungsional sistemik dan tesis Rahma (2002) yang berjudul

Metafora dalam surat keputusan.

Berkaitan dengan judul proposal skripsi yang penulis bicarakan, terlebih

dahulu penulis mengungkapkan beberapa defenisi metafora.

Kata metafora berasal dari meta- yang berarti setengah atau tidak

sepenuhnya seperti pada metafisika (setengah fisik setengah badaniah. Atau tidak

sepenuhnya badaniah) dan fora yang berarti mengacu atau merujuk. Dengan

demikian, metafora mencakup dua pandangan mengenai suatu masalah. Metafora

dapat dikatakan sebagai menginterpretasikan dan memproduksi sesuatu arti dari

dua sisi, artinya setengah-setengah atau tidak penuh lagi (Aisyah, 2002:9).

Lohprin (2007:23) mengatakan bahwa metafora adalah istilah konkrit yang

(25)

Jhonson (dalam Dilstone, 2002:92) menyatakan bahwa metafora adalah

sesuatu yang terjadi ketika gagasan-gagasan yang sangat heterogen dipertemukan

dengan paksa.

Metafora harusnya merupakan suatu susunan (struktur) di samping daya

kekuatannya untuk menyenangkan telinga serta mata dan struktur ini di

defenisikan sebagai proporsionalitas jenis (Aristoteles dalam Dillstone, 2002:93).

Defenisi metafora menurut Beckman dan Callow (1974:127) adalah suatu

perbandingan inplisit salah satu unsur yang dibandingkan yaitu citra memiliki

sebuah komponen makna dan biasanya, hanya satu dari komponen makna

tersebut yang relevan dan juga dimiliki oleh unsur kedua yaitu topik.

Menurut Keraf (1981:85) bahwa metafora adalah perubahan makna karena

persamaan sifat antar dua objek. Ia merupakan pengalihan semantik berdasarkan

kemiripan persepsi makna.

Laksana (2006:139-141) menyatakan secara umum metafora adalah

penerapan sebuah kata atau fase untuk seorang atau sesuatu tidak dalam

pengertian harfiah, melainkan sebagai perbandingan contohnya, mengatakan

bahwa seorang adalah ular, ia juga mengklasifikasikan beberapa kemungkinan

yang bisa dijangkau dengan metafora.

- Metafora menghidupkan bahasa.

(26)

- Metafora lebih efesien dan ekonomis dari pada bahasa sehari-hari, ia

memberi pengertian yang maksimum dengan menggunakan kata yang

minimum.

- Metafora membangun makna baru memudahkan anda menulis perasaan,

pemikiran, suatau pengalaman, dan sebagainya yang tidak mudah

dikatakan.

- Metafora mengisayaratkan kecemerlangan berfikir.

Dari hasil penelitian sebelumnya ditemukan suatu fenomena mengapa

orang-orang menggunakan metafora untuk menggambarkan dirinya, sering bukan

karena mereka telah kehabisan analogi struktural tetapi merasa fikirannya harus

digambarkan dengan cara itu (Baeden dalam Aisyah, 2000:1).

Metafora adalah pemakaian kata-kata bukan arti yang sebenarnya, melainkan

sebagai lukisan yang berdasarkan persamaan atau perbandingan

(Poermadarminta dalam Tarigan, 1986:121).

Sudaryat (2008:102) menyatakan bahwa metafora adalah majas yang

membandingkan dua hal secara langsung dalam bentuk singkat misalnya

(27)

2.2 Teori yang Digunakan

Untuk mengumpulkan data yang akurat dan memiliki landasan yang kuat

maka dipandang perlu menggunakan teori yang nantinya akan digunakan dalam

meneliti di lapangan. Yang menjadi masalah sekarang ialah bagaimana kita

menganalisis sebuah ujaran yang berupa fase atau kalimat yang mempunyai

makna metafora.

Beecman dan Callow menjelaskan bahwa metafora itu terdiri atas :

a. Topik benda atau hal yang dibicarakan.

b. Citra bagai metaforis dari majas tersebut yang digunakan untuk

mendeskripsikan topik dalam rangka perbandingan.

c. Titik kemiripan bagian yang memperlihatkan persamaan antar topik dan

citra.

Neomark (dalam Parera 2004:133) mengusulkan beberapa konsep di bawah

ini untuk menganalisis metafora.

1. Objek

Objek adalah butir makna yang dilukiskan dengan metafora. Callaw dan

Beakman menyebutnya dengan topik. Topik adalah apa yang dibicarakan

dalam fase dan kalimat. Objek tampak dalam struktur luar dan dapat pula

tidak tampak. Ini berarti dalam analisis makna metafora diperlukan struktur

(28)

2. Citra

Dalam bahasa Inggris citra dipandang sebagi image dan oleh Ricards

dipadankan dengan vehicle. Citra adalah kejadian, proses, hal yang hendak

dipakai sebagi bandingan. Citra merupakan keterangan kepada objek atau

topik. Dikatakan pula bahwa citra dapat menjadi topik kedua.

3. Sense (titik kemiripan)

Antar objek dan citra terdapat aspek-aspek khusus yang mempunyai

kemiripan. Titik kemiripan itulah yang menjadi komentar topik /objek.

Dari tiga pilihan teori analisis yang dikemukakan oleh Neomark maka

penulis memakai teori citra, sebab penulis mengaggap menganalisis metafora

dengan teori citra adalah cara yang paling mudah dipahami untuk pemecahan

masalah yang mana telah tertulis pada bab II yaitu tujuan penelitian yang

mana bertujuan untuk menganalisa makna apa yang terkandung pada

peribahasa Melayu Batubara untuk mengetahui makna apa yang terkandung

dalam peribahasa Melayu Batubara maka teori citra merupakan teori yang

cocok untuk menganalisis masalah ini.

Parera (2004:199) menyatakan berdasarkan pilihan citra metafora dapat di

bedakan atas empat kelompok yaitu :

1. Metafora bercitrakan antromorfik.

Metafora bercitrakan antromorfik merupakan suatu gejala semesta. Para

pemakai bahasa ingin membandingkan kemiripan pengalaman dengan apa

(29)

dalam banyak bahasa dapat dicontohkan dengan mulut botol, jantung kota,

bahu jalan dan lain-lain.

2. Metafora bercitrakan hewan.

Metafora bercitrakan hewan, biasanya digunakan pemakai bahasa untuk

menggambarkan suatu kondisi atau kenyataan di alam sesuai pengalaman

pemakai bahasa. Metafora dengan unsur binatang cenderung dikenakan pada

tanaman, misalnya lidah buaya, kuping gajah.

Metafora dengan unsur hewan juga di kenakan pada manusia dengan

citra humor, ironi, penyoratif, atau citra konotasi yang luar biasa, misalnya

fabel politik oleh Profesor Priono dengan judul Fabel MMM (Misi Mencari

Manfaat) dalam fabel MMM terdapat nama-nama seperti Mr. Badak bin

badak, profesor ada dalhak binuntu sahibul zahwi bukan profesor unta,

doktor harimau bin keledai, dan terdapat pula Majelis Pemerintah Rimba

(MPR) dan lain lain.

Dalam metafora bercitra hewan diungkapkan oleh Parera (2004:120)

bahwa manusia disamakan dengan sejumlah binatang misalnya dengan

anjing, babi, kerbau, singa, buaya, burung, dan lain-lain sehingga dalam

bahasa Indonesia kita mengenal peribahasa seperti kerbau dicocok

hidungnya, ungkapan buaya darat dan ungkapan makian anjing lu dan

(30)

3. Metafora bercitrakan abstarak ke konkrit.

Metafora bercitrakan abstrak ke konkrit adalah mengalihkan

ungkapan-ungkapan yang abstrak ke ungkapan-ungkapan yang lebih konkrit. Sering kali

pengalihan ungkapan itu masih bersifat tarnsparan tetapi dalam beberapa

kasus penelusuran leksikal perlu dipertimbangkan untuk memenuhi

metafora tertentu. Contohnya secepat kilat, suatau kecepatan yang luar

biasa, moncong senjata, ujung senjata dan lain lain.

4. Metafora bercitrakan sinestesia.

Metafora bercitrakan sinestesia merupakan salah satu tipe metafora

berdasarkan penglihatan indra, pengalihan dari satu indra ke indra lain,

dalam ungkapan sehari-hari orang sering mendengar ungkapan enak

didengar untuk musik walau pun kata enak selalu dikatakan dengan indra

rasa, sedap dipandang mata merupakan pengalihan dari indra rasa keindra

(31)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Dasar

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif, yang oleh Nawawi (1987 : 63)

diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan

menggambarkan atau melukiskan keadaan objek atau subjek penelitian

(seseorang, lembaga, masyarakat, dan lain-lain) pada saat sekarang berdasarkan

fakta yang tampak atau sebagaimana adanya.

Dengan demikian dalam penelitian ini penulis hanya mendeskripsikan

data-data fakta yang terdapat di lapangan.

3.2 Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Kabupaten Batubara namun peneliti memfokuskan

penelitian pada dua kecamatan yaitu Kecamatan Medang Deras dan Kecamatan

Air Putih kemudian peneliti menentukan dua lokasi desa sebagai lokasi

(32)

3.3Jenis Sumber Data

Jenis data dalam penelitian ini adalah data lisan yang diambil langsung ke

lapangan dengan menunjuk beberapa informan yang dianggap dapat

menggunakan peribahasa ketika berkomunikasi dalam bahasa Melayu.

3.4 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini berupa buku

catatan, dan alat rekam, yang digunakan untuk merekam data dari informan.

3.5 Metode dan teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data dan informasi yang diperlukan maka digunakan

metode mengumpulkan data dengan metode simak yang dilanjutkan dengan

tenik lanjutan catat. Menurut Sudaryanto ( dalam Rahma, 2002 : 30) metode ini

dapat disejajarkan dengan metode pengamatan atau observasi dalam ilmu sosial.

Karena metode penelitian ini memakai metode lapangan maka peneliti juga

memakai metode wawancara yaitu cara mengumpulkan data dengan

mengajukan pertanyaan langsung kepada informan atau seseorang yang

berwenang dalam suatu masalah.

(33)

a. Tenik rekam, yaitu dengan menggunakan tape recorder

b. Tenik catat, yaitu mencatat semua keterangan-keterangan yang

diperoleh dari informan.

3.6 Metode Analisis Data

Dalam penelitian ini, karena metode penelitian yang digunakan adalah

kualitatif maka peneliti bersikap netral sehingga tidak mempengaruhi data.

Metode analisis data merupakan suatu langkah kritis dalam penelitian, karena

tahap dalam menyelesaikan masalah adalah dengan menganalisis data yang

telah dikumpul.

Untuk menganalisis data dilakukan prosedur sebagai berikut :

1. Menulis data yang diperoleh dari lapangan.

2. Data yang diperoleh akan diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia.

3. Setelah diterjemahkan kemudian diklasifikasikan sesuai objek

pengkajian.

4. Setelah di klasifikasikan, data-data dianalisis sesuai dengan kajian yang

telah ditetapkan yaitu metafora. dan

5. Menginterpretasikan hasil analisis dalam bentuk tulisan yang sitematis

sehingga semua data dipaparkan dengan baik.

(34)

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1METAFORA DALAM PERIBAHASA BAHASA MELAYU DIALEK

BATUBARA

Metafora dalam peribahasa Melayu dialek Batubara jika dianalisa melalui

salah satu teorinya Neomark yaitu teori citra dalam bentuk peribahasa yang

penulis fokus kan pada ungkapan, pepatah, perumpamaan. maka uraiannya

adalah sebagai berikut.

4.1.1 Metafora Bercitrakan Antromorfik

Metafora bercitrakan antromorfik adalah suatu peribahasa yang

menggunakan apa yang terdapat pada diri manusia atau tubuh manusia sebagai

pencitraan keadaan yang terjadi pada tatanan sosial bermasyarakat, berikut

penulis akan menguraikan contoh metafora yang mencitrakan antromorfik sebagai

pencitraan pada peribahasa bahasa Melayu dialek Batubara.

4.1.1.1Metafora Bercitrakan Antromorfik Pada Ungkapan

Metafora Bercitrakan Antromorfik Pada Ungkapan

No Dialek

Batubara

(35)

1 Ondah hati Rendah hati Tidak angkuh

2 Koas kapalo Keras kepala Tidak bisa

dinasehati

3 Katokuk lutut Bertekuk lutut Duduk

bersilah

4 Muko kusut Muka (wajah, paras)

kusut

Sedang susah/

ditimpa

masalah

5 Gigit jai Gigit jari Tidak

mendapat

hasil dari

pekerjaan

6 Ae mato banyak Air mata banyak Mudah

menangis/

penangis

7 Podeh ati Pedih hati Perasaan yang

sedih

1. Ondah hati ‘Rendah hati’

(36)

‘Rendah’ secara leksikal memiliki arti sebagai kata keterangan yang menerangkan

posisi yaitu di bawah dan disandingkan dengan kata Hati ‘hati’ yang secara leksikal

memiliki arti kata sebagai penamaan suatu benda maka jika diartikan secara

leksikal maka ungkapan Ondah Hati memiliki arti kata hati yang di bawah, jika

diartikan secara peribahasa ungkapan Ondah hati mengandung makna metafora

yaitu merupakan suatu pencitraan dari sifat yang tidak sombong atau tidak

angkuh sebab uangkapan ondah hati mencitrakan sifat manusia dalam bertingkah

laku yang cendrung memancarkan sifat yang sederhana dan sifat yang tidak mau

menyombongkan diri, contoh kalimatnya ondah hati botullah budah tu, elok botul

sifatnya “rendah hati betullah anak itu, baik sekali sifatnya”.

2. Koas Kapalo ‘keras kepala’

Konsep metafora bercitrakan antromorfik yang memakai kata Koas ‘keras’

secara leksikal memiliki arti kata sebagai kata sifat yang disandingkan dengan kata

Kapalo ‘kepala’ yang secara leksikal memiliki arti kata penamaan benda yaitu

kepala, maka jika diartikan ungkapan koas kapalo secara leksikal memiliki arti

kepala yang keras sedangkan jika diartikan menurut peribahasa maka ungkapan

koas kapalo mengandung makna metafora yang mana mengandung arti tidak bisa

dinasehati atau seseorang yang memiliki karakter yang susah untuk dirubah

ungkapan koas kopalo ini mencitrakan sifat manusia yang ingin menang sendiri

dan tidak mau mendengarkan kata orang lain walau pun itu kata orang tuanya,

(37)

kepala anak itu, bala yang dia dapat”.

3. Katokuk lutut ‘menekuk lutut’

Konsep metafora bercitrakan antromorfik yang memakai kata katokuk

‘bertekuk’ secara leksikal memiliki arti kata kerja yaitu menekukkan sesuatu yang

disandingkan dengan kata lutut ‘lutut’ secara leksikal memiliki arti kata penamaan

benda yaitu lutut, maka jika diartikan ungkapan katokuk lutut secara leksikal

memiliki arti menekuk lutut sedangkan jika diartikan menurut peribahasa ungkapan

katokuk lutut mengandung makna metafora yang mana mengandung arti duduk

bersilah ungkapan katokuk lutut ini mencitrakan suatu pekerjaan cara duduk dengan

sopan menurut adat istiadat Melayu, contoh kalimatnya katokuk lututlah kau duduk

nya “bertekuk lututlah kau duduk nya”

4. Muko kusut ‘muka kusut’

Konsep metafora bercitrakan antromorfik yang memakai kata muko ‘muka

atau wajah’ secara leksikal memiliki arti kata penamaan benda yaitu wajah atau

paras seseorang yang disandingkan dengan kata kusut ‘kusut’ secara leksikal

memiliki arti kata keterangan yang menerangkan kusut atau acak acakan, maka jika

diartikan ungkapan Muko kusut secara leksikal memiliki arti muka yang kusut atau

acak acakan sedangkan jika diartikan menurut peribahasa ungkapan muko kusut

mengandung makna metafora yang mana mengandung arti sedang mendapat

(38)

seseorang yang sedang kena masalah sebab orang-orang yang kena masalah atau

tertimpa musibah cendrung menunjukkan muka yang berkerut seperti kerutan

jeruk purut, contoh kalimatnya bamuko kusut budak tu sahabis manaimo apot

“bermuka kusut anak itu setelah menerima rapor”.

5. Gigit jai ‘gigit jari’

Konsep metafora bercitrakan antromorfik yang memakai kata gigit

‘menggigit’ secara leksikal memiliki arti kata kerja yaitu melalukan pekerja dengan

menggunakan mulut dan gigi yang disandingkan dengan kata jai ‘jari’ secara

leksikal memiliki arti kata penamaan benda yaitu jari, maka jika diartikan

ungkapan gigit jai secara leksikal memiliki arti menggigit jari sedangkan jika

diartikan menurut peribahasa ungkapan gigit jai mengandung makna metafora

yang mencitrakan keadaan yang tidak mendapat penghasilan dari pekerjaan

ungkapan gigit jai mencitrakan sifat yang sering dilakukan seseorang ketika

mendapat kesialan dalam hal pekerjaan, orang bekerja bertujuan untuk mendapat

hasil ketika seseorang bekerja dan setelah bekerja tidak mendapatkan hasil maka

itulah yang dimaksud dengan kesialan, sehingga setelah lelah bekerja dan ternyata

belum mendapatkan hasil maka yang dilakukan hanya bisa gigit jari saja, contoh

kalimatnya manggigit jai uwak nun bagitu tuun dai kapal “ menggigit jari uwak

itu setelah turun dari kapal”.

6. Ae mato banyak ‘air mata banyak’

(39)

mata’ secara leksikal memiliki arti kata benda yaitu air yang berasal dari mata

yang disandingkan dengan kata banyak ‘banyak’ secara leksikal memiliki arti kata

keterangan sifat yaitu keterangan yang menerangkan sesuatu yang banyak, maka

jika diartikan ungkapan ae mato banyak secara leksikal memiliki arti air mata

yang banyak sedangkan jika diartikan menurut peribahasa ungkapan ae mato

banyak mengandung makna metafora yang mana mencitrakan orang yang mudah

menagis ungkapan ae mato banyak mencitrakan sifat orang yang dianggap cengeng

sehingga karena cengengnya di namai dan di ungkapkan dengan uangkapan airmata

banyak sebab orang yang cengeng selalu mengeluarkan air mata saat menangis,

contoh kalimatnya be ae mato banyak omaknya habis anaknyo maninggal “berair

mata banyak ibunya setelah anaknya meninggal”.

7. Podeh ati ‘Pedih Hati’

Konsep metafora bercitrakan antromorfik yang memakai kata Podeh ati

‘Pedih Hati’ secara leksikal memiliki arti perasaan yang sedih. Dan jika diartikan

secara peribahasa memiliki arti perasaan yang sedih. Ungkapan podeh ati

mencitrakan seseorang perasaannya sedih diakibatkan sesuatu yang menyentuh

perasaannya, bisa karenakan ditimpa suatu persoalan dalam hidupnya ataupun

merasa iba melihat penderitaan orang lain, contoh kalimatnya podeh hati odan

manengok nasip badan ni “pedih hati saya melihat nasip badan ini”

(40)

4.1.1.2Metafora Bercitrakan Antromorfik Pada Pepatah

Metafora Bercitrakan Antromorfik Pada Pepatah

No Dialek

orang yang tahu tata

karma

1. Tibo Nampak muko,balek Nampak punggung.

‘datang kelihatan muka, pulang kelihatan pungungnya’

Konsep metafora bercitrakan antromorfik yang memakai kalimat Tibo

Nampak muko, ‘datang Nampak muka’ secara leksikal memiliki arti keterangan

yaitu menerangkan seseorang yang datang dengan menampakkan

(41)

wajah yang disandingkan dengan kalimat Balek Nampak Punggung ‘pulang

Nampak punggung’ secara leksikal memiliki arti keterangan yaitu menerangkan

seseorang yang pergi dengan posisi membelakangi yang di tinggalkannya maka

yang tampak posisi belakang atau punggung dari orang yang pergi tersebut maka

jika diartikan pepatah datang Nampak muka, pulang Nampak punggung secara

leksika memiliki arti seseorang yang datang dengan menampakan wajah nya dan

seseorang yang pergi dengan menampakkan punggungnya. sedangkan jika

diartikan menurut peribahasa pepatah Tibo Nampak muko, Balek Nampak

punggung mengandung makna metafora yang mencitrakan suatu sifat kesopanan

yaitu datang dengan baik-baik dan pulang dengan baik-baik pula pepatah Tibo

Nampak muko, Balek Nampak punggung mencitrakan suatu pertemuan atau

kunjungan yang diawali dengan cara baik-baik yaitu dengan permisi kepada orang

yang tinggal di daerah yang dituju dan kemudian saat pulang atau pergi untuk

meninggalkan daerah yang dituju tadi tetap pergi dengan cara baik-baik yaitu

dengan permisi pula.

2. Nampak bosa kapalonyo balek Nampak muko kusut

‘lihat besar kepalanya pulang lihat muka kusut’

Konsep metafora bercitrakan antromorfik yang memakai kalimat Nampak

bosa kapolonya balek Nampak muko kusut, ‘Lihat besar kepalanya pulang lihat

muka kusut’ secara leksikal memiliki arti keterangan yaitu lihat besar kepalanya

(42)

yang mencitrakan Setiap orang sombong suatu saat akan tertimpa masalah.

Pepatah Nampak bosa kapolonya balek Nampak muko kusut mencitrakan suatu

sifat manusia yang terlalu sombong yang dirinya yang sudah dianggapnya orang

besar yang mampu untuk menyanggupi hidupnya sendiri tanpa bahtuan orang lain,

tanpa ia menyadari bahwa selayaknya manusia adalah makhluk sosial yang harus

hidup bermasyarakat dan saling tolong menolong karena sebaik-baiknya manusia

adalah bermanfaat bagi orang lain, namun pada akhirnya dia sadari bahwa tak akan

ada manusia yang mampu hidup tanpa bantuan orang lain dan disebabkan oleh

kesombongannya maka akan datang silih berganti masalah dalam hidupnya.

4.1.1.3Metafora Bercitrakan Antromorfik Pada Perumpamaan

Metafora Bercitrakan Antromorfik Pada Perumpamaan

No Dialek

Batubara

Bahasa Indonesia Makna

1 Mocam mulut

leba.

Seperti mulut lebar. Tidak Bisa

Menjaga

rahasia.

1. Mocam mulut leba. ‘seperti mulut lebar’

Konsep metafora bercitrakan antromorfik yang memakai kalimat mocam

mulut leba ‘seperti mulut lebar’ secara leksikal memiliki arti keterangan yaitu

(43)

jika diartikan menurut peribahasa perumpamaan mocam mulut leba mengandung

makna metafora yang mencitrakan seseorang yang tidak dapat menyimpan rahasia.

3.1.2. Metafora Bercitrakan Hewan

Metafora bercitrakan hewan adalah suatu peribahasa yang menggunakan

hewan sebagai pencitraannya dan biasanya digunakan pemakai bahasa untuk

menggambarkan suatu kondisi atau kenyataan di alam sesuai pengalaman

pemakai bahasa.

4.1.2.1. Metafora Bercitrakan Hewan Pada Ungkapan

Metafora bercitrakan hewan pada ungkapan

No Dialek

Batubara

Bahasa

Indonesia

Makna

1 Mangula Mengular Berwatak licik dan

cendrung sering

berbohong demi

mendapatkan yang

diinginkannya

2. Kuping gajah Telingah gajah Seseorang yang

(44)

mendengarkan

pembicaraan orang

lain.

3. Utak kelinci Otak kelinci Orang yang selau

berpikiran jorok

Konsep metafora bercitrakan hewan yang memakai kata mangula

‘mengular’ secara leksikal memiliki arti kata kerja yaitu melakukan pekerjaan

yang bersentuhan dengan ular secara langsung jika diartikan menurut peribahasa

ungkapan mangula mengandung makna metafora yang mencitrakan seseorang

yang berwatak licik dan cendrung sering berbohong demi mendapatkan yang

(45)

dan mencitrakan cara berjalannya yang dengan merayap dan berkelok-kelok

yang mana mencitrakan ketidak lurusan cara berpikir seseorang, contoh

kalimatnya pande botul agen tu mangula ku tengok “pintar sekali agen itu

mengular ku lihat”.

2. Kuping gajah ‘telinga gajah’

Konsep metafora bercitrakan hewan yang memakai kata kuping ‘telinga’

secara leksikal memiliki arti kata benda yaitu sala satu bahagian tubuh yang

berfungsi sebai alat pendegaran yang disandingkan dengan kata gajah

‘gajah’secara leksikal mengandung arti kata benda yaitu penamaan terhadap

nama binatang jika diartikan menurut peribahasa ungkapan kuping gajah

mengandung makna metafora yang mencitrakan Seseorang yang suka

mendengarkan pembicaraan orang lain. ungkapan kuping gajah mencitrakan

sifat seseorang yang sanagt hobi mendengarkan cerita yang membahas tentang

aib orang, kuping mencitrakan pendengaran sedangkan gajah mencitrakan

cakupan wilayah begitu luas, sehingga semua cerita tentang orang di sekitar nya

ia ketahui, contoh kalimatnya memang botul lah kau budak kuping gajah

“memang benarlah kau anak kuping gajah”.

3. Utak Kelinci ‘Otak Kelinci’

Konsep metafora bercitrakan hewan yang memakai kata utak ‘otak’

secara leksikal memiliki arti kata benda yaitu benda putih yg lunak terdapat di

(46)

kata kelinci (kelinci) secara leksikal mengandung arti kata benda yaitu

penamaan terhadap nama binatang, jika kata utak kelinci diartikan secara

leksikal maka artinya adalah otak yang berasal dari kepala kelinci. Jika diartikan

menurut peribahasa ungkapan utak kelinci mengandung makna metafora yang

mencitrakan Orang yang selau berpikiran jorok terhadap setiap permasalahan

dan sipat seperti ini cendrung hanya kepada duniawi saja. Ungkapan utak

kelinci mencitrakan sifat kelinci yang sangat berhasrat sewaktu musim kawin

sehingga oaring yang disebut otak kelinci cendrung kepada halyang bersifat sex,

contoh kalimatnya botul lah kau budak otak kelinci “betullah kamu anak otak

kelinci”.

4. Tuntung kapo ‘Nama ikan (tuntung) kapur sirih’

Konsep metafora bercitrakan hewan yang memakai kalimat Tuntung

kapo ‘Nama ikan (tuntung) kapur sirih’ secara leksikal memiliki arti Setiap

memiliki barang tidak terawat. jika diartikan menurut peribahasa pepatah

Tuntung Kapo mengandung makna metafora yang mana mengandung arti

orang yang setiap memiliki barang tidak mampu menjaga barang yang

dimilikinya dan berakhir pada kerusakan untuk barang tersebut. Pepatah

Tuntung Kapo ini mencitrakan manusia yang selama hidupnya selalu

menyepelekan barang yang dimilikinya sehingga berujung pada kerusakan

barangnya tersebut, sejatinya setiap insan manusia tidak akan mampu menilai

betapa berharganya segala sesuatu yang telah dimilikinya sebelum sesuatu

(47)

budak tuntung kapo kau, manyosal aku maminjamkan jadinya “anak tuntung

kapur kau, menyesal aku meminjamkan jadinya”.

4.1.2.2. Metafora Bercitrakan Hewan Pada Pepatah

Metafora Bercitrakan Hewan Pada Pepatah

No Dialek

Batubara

Bahasa Indonesia Makna

1 Ado ae ado ikan Ada air ada ikan ada negara

ada rakyatnya

2 Ado bangke ado

hering

Ada bankai ada hering Setiap ada

perempuan

jahat niscaya

aka ada lelaki

jahat pula

yang

mengunjungin

ya

(48)

Konsep metafora bercitrakan hewan yang memakai kata ado ae ‘ada air’

secara leksikal memiliki arti kata keterangan yaitu kata yang menerangkan

keberadaan air bahwasanya ada air yang disandingkan dengan kata ado ikan

(ada ikan) secara leksikal memiliki arti kata keterangan yaitu kata yang

menerangkan keberadaan ikan bahwasaanya ada ikan, jika diartikan menurut

peribahasa pepatah ado ae, ado ikan mengandung makna metafora yang

mencitrakan ada negara ada rakyatnya pepatah ado ae, ado ikan. mencitrakan

suatau wilayah yang setiap wilayah itu pasti memiliki penghuninya baik dia

penghuninya mahluk halus maupun manusia.

2. Ado Bangke, ado hering ‘Ada Bangkai Ada Hering’

Konsep metafora bercitrakan hewan yang memakai kata ado bangke

‘ada banhkai’ secara leksikal memiliki arti kata keterangan yaitu kata yang

menerangkan keberadaan bangkai yang disandingkan dengan kata ado hering

(ada hering) secara leksikal memiliki arti kata keterangan yaitu kata yang

menerangkan keberadaan hering atau burung pemakan bangkai jika diartikan

menurut peribahasa pepatah ado bangke, ado hering mengandung makna

metafora yang mencitrakan Setiap ada perempuan jahat niscaya aka ada lelaki

jahat pula yang mengunjunginya pepatah ado bangke, ado hering mencitrakan

kebusukan sifat manusia yang yang merendahkan harga dirinya yaitu pelacur

dan sebusuk-busuk sifat pelacur pasti ada juga yang mengunjunginya.

(49)

Metafora Bercitrakan Hewan Pada Perumpamaan

No Dialek

Batubara

Bahasa Indonesia Makna

1 Mocam

Seperti lembu yang di

tusuk hidungnya

5. Mocam membolo anak haimau ‘seperti memelihara anak harimau’

Konsep metafora bercitrakan hewan yang memakai kalimat mocam

mambolo anak haimau ‘seperti memelihara anak harimau’ secara leksikal

memiliki arti keterangan yaitu menerangkan sesuatu dengan pekerjaan

memelihara anak harimau jika diartikan menurut peribahasa pepatah mocam

membolo anak haimau mengandung makna metafora yang mana mengandung

(50)

sifat harimau yang biasanya buas dalam arti kata suka memakan daging mentah

dan bersifat agresif, hidupnya di hutan dan juga sering disebut raja hutan sebab

sifat nya yang selalu ingin merajai sehinggak tidak layak untuk di pelihara

karena kalau dipelihara akan merajai atau memangsa yang memeliharanya.

6. Mocam lombu dicucuk idung ‘seperti lembu di tusuk hidungnya’

Konsep metafora bercitrakan hewan yang memakai kalimat macom

lombu dicucuk idung ‘seperti lembu ditusuk hidungnya’ secara leksikal

memiliki arti keterangan yaitu menerangkan sesuatu yang mirip seperti lembu

yang ditusuk hidung nya, jika diartikan menurut peribahasa pepatah mocam

lombu dicucuk idung mengandung makna metafora yang mana mengandung

arti orang yang selalu menuruti kemauan orang lain pepatah mocam lombu

dicucuk idung ini mencitrakan sifat lembu yang biasanya selalu menurut kepada

orang yang menarik tali lembu diikat pada hidung lembu, kemana diarahkan

tali tersebut maka lembu tersebut akan mengikut saja kanpa ada perlawanan

yang berarti.

7. Mocam Malopas Anjing Tajopit ‘seperti melepas anjing terjepit’

Konsep metafora bercitrakan hewan yang memakai kalimat mocam

malopas anjing tajopit ‘seperti melepas anjing terjepit’ secara leksikal memiliki

arti keterangan yaitu menerangkan sesuatu dengan pekerjaan melepaskan

anjing yang terjepit jika diartikan menurut peribahasa pepatah mocam malopas

(51)

tau balas budi pepatah mocam malopas anjing tajopit ini mencitrakan sifat

anjing yang ketika terjepit dan dilepaskan dari jepitan tersebut maka sianjing

akan langsung lari tanpa permisi.

4.1.3. Metafora Bercitrakan Abstrak Ke Kongkrit

Metafora abstrak ke kongkrit adalah mengalihkan ungkapan-ungkapan

yang abstrak ke ungkapan yang lebih konkrit sehingga mengandung arti

tertentu.

4.1.3.1. Metafora bercitrakan abstrak ke kongkrit pada ungkapan

Metafora bercitrakan abstrak kekongkrit pada ungkapan

No Dialek

Batubara

Bahasa Indonesia Makna

1 Intan payong Intan payung Anak

kesayangan

2 Umah tango Rumah tangga Keluarga

3 Timbang aso Timbang asa Memikirkan

kembali

(52)

5 Anak gampang Anak yang mudah Anak yang

lahir tanpa

ada status

hubungan

pernikahan

dari orang tua

si anak

6 Kojo koas Kerja keras Rajin dan

gigih dalam

bekerja

7 Anak haam

jadah

Anak haram jadah Anak yang

lahir yang

tidak

diketahui

siapa ayah

nya

sedangkan

orangtuanya

sudah lama

bercerai.

(53)

1. Intan Payong ‘intan payung’

Konsep metafora bercitrakan abstrak kekongkrit yang memakai kata intan

‘intan’ secara leksikal memiliki arti kata benda yaitu suatu perhiasan dari batu

berharga yang disandingkan dengan kata payung ‘payung’ secara leksikal

memiliki arti kata penamaan benda yaitu payung alat pengaman untuk

melindungi dari hujan maka jika diartikan ungkapan intan payung secara

leksikal memiliki arti payung yang memiliki intan sedangkan jika diartikan

menurut peribahasa ungkapan intan payong mengandung makna metafora

yang mencitrakan anak kesayangan ungkapan intan payong mencitrakan harga

intan yang berharga mahal sehingga harus disimpan dengan baik sebab jika

tidak disimpan dengan baik akan menjadi masalah yang besar karna banyak

orang yang mengincarnya dan payung yang bersipat menjaga atau melindungi

dari tetesan hujan atau cahaya terik matahari, contoh kalimatnya budak intan

payong “anak intan payung”

2. Umah Tanggo ‘rumah tangga’

Konsep metafora bercitrakan abstrak kekongkret yang memakai kata

umah ‘rumah’ secara leksikal memiliki artikata benda yaitu bagunan untuk

tempat tinggal atau tempat berteduh yang disandingkan dengan kata tanggo

‘tangga’ secara leksikal memiliki arti kata penamaan benda yaitu alat bantu

untuk naik dan turun pada suatu tempat, maka jika diartikan ungkapan umah

tanggo secara leksikal memiliki arti tangga yang dijadikan rumah sedangkan

jika diartikan menurut peribahasa ungkapan umah tanggo mengandung makna

(54)

mencitrakan sekelompok orang yang membuat komunitas baru yang legal

dimata agama dan dimata adat kemudian akan menempuh perjalanan hidup

bersama baik suka maupun duka, contoh kalimatnya semoga kelen dapat

mambina umah tango yang sakinah, mawaddah, warohmah “semoga kalian

dapat membina keluarga yang sakinah, mawaddah, warohmah”.

3. Timbang Aso ‘timbang rasa’

Konsep metafora bercitrakan abstrak kekongkret yang memakai kata

timbang ‘timbang’ secara leksikal memiliki arti kata sifat yaitu tidak berat

sebelah atau sama berat yang disandingkan dengan kata aso ‘asa’ secara leksikal

memiliki arti pengharapan atau keinginan, maka jika diartikan ungkapan

timbang aso secara leksikal memiliki arti menimbang harapan sedangkan jika

diartikan menurut peribahasa ungkapan timbang aso mengandung makna

metafora yang mana mengandung arti memikirkan kembali ungkapan timbang

aso ini mencitrakan suatu tindakan yang bersifat pengambilan keputusan secara

matang tanpa dengan memikirkan segala konsekuensi dari hasil pemikiran

tersebut, contoh kalimatnya sudah selayaknyo kita timbang asokan kepado

bapak bupati yang bau tepilih ni “sudah selayaknya kita timbang asakan kepada

bapak bupati yang baru terpilih ini”

4. Angkat Bicao ‘Angkat Bicara’

Konsep metafora bercitrakan abstrak kekongkret yang memakai kata

angkat ‘angkat’ secara leksikal memiliki arti kata kerja yaitu meninggikan atau

(55)

memiliki arti kata kerja yaitu interaksi dengan menggunakan suara, maka jika

diartikan ungkapan angkat bicao secara leksikal memiliki arti menaikkan

bicara atau menaikkan interaksi melalui suara jika diartikan menurut peribahasa

ungkapan angkat bicao mengandung makna metafora yang mana mengandung

arti ikut bicara ungkapan angkat bicao ini mencitrakan seseorang yang ikut serta

berbicara dalam sebuah permasalahan, contoh kalimatnya kalo menuut kelen

salah, sudah sudah sepatutnya lah kita ni angkat bicao “kalau menurut kalian

salah, sudah sepatutnya kita ini angkat bicara”.

5. Budak Gampang ‘Anak Mudah’

Konsep metafora bercitrakan abstrak kekongkret yang memakai kata

anak ‘anak’ secara leksikal memiliki arti kata benda yaitu keturunan yang masih

kecil baik dia itu hewan, manusia, atau tumbuhan yang disandingkan dengan

kata gampang ‘mudah’ secara leksikal memiliki arti kata mudah, tidak sukar

maka jika diartikan ungkapan anak gampang secara leksikal memiliki arti anak

yang mudah sedangkan jika diartikan menurut peribahasa ungkapan anak

gampang mengandung makna metafora yang mana mengandung arti Anak yang

lahir tanpa ada status hubungan pernikahan dari kedua orang tua si anak

ungkapan anak gampang ini mencitrakan anak hasil hubungan badan sepasang

manusia tanpa ada status pernikahan terlebih dahulu, contoh kalimatnya malang

botul nasip budah gampang nun “malang sekali nasip anak mudah itu”.

(56)

Konsep metafora bercitrakan abstrak kekongkret yang memakai kata

kojo ‘kerja’ secara leksikal memiliki arti kata kegiatan melakukan sesuatu yang

disandingkan dengan kata koas ‘keras’ secara leksikal memiliki arti kata padat

kuat dan tidak mudah berubah bentuknya atau tidak mudah pecah, maka jika

diartikan ungkapan kojo koas secara leksikal memiliki arti suatu tindakan atau

kegiatan yang padat sedangkan jika diartikan menurut peribahasa ungkapan kojo

koas mengandung makna metafora yang mana mengandung arti Rajin dan gigih

dalam bekerja ungkapan kojo koas ini mencitrakan tindakan seseorang dalam

melakukan pekerjaan untuk mencapai cita-cita nya, contoh kalimatnya bakoja

koas budak tu untu mancai makan adek-adek nyo kaona ayah omaknya udah

meninggal “bekerja keras anak itu untuk mencari makan adik-adiknya karena

ayah ibunya sudah meninggal dunia ”

7. Anak Haam Jadah ‘Anak Haram Jadah’

Konsep metafora bercitrakan abstrak kekongkret yang memakai kata

anak ‘anak’ secara leksikal memiliki arti kata benda yaitu keturunan yang masih

kecil baik dia itu hewan, manusia, atau tumbuhan yang disandingkan dengan

kata haam jadah ‘haram jadah’ secara leksikal memiliki arti kata sifat yang

tidak baik, maka jika diartikan ungkapan anak haam jadah secara leksikal

memiliki arti anak yang tidak baik sedangkan jika diartikan menurut peribahasa

ungkapan anak haam jadah mengandung makna metafora yang mana

mengandung arti Anak yang lahir yang tidak diketahui siapa ayahnya sedangkan

orang tuanya sudah lama bercerai ungkapan anak haam jadah ini mencitrakan

(57)

orang tanpa ada ikatan resmi sedangkan ia sudah lama bercerai sehingga tidak

diketahui siapa ayah yang sesungguhnya, contoh kalimatnya ibolah hati

manengok budak haam jadah tu “sedih hati melihat anak haram jadah itu”

8. Budak Sampan ‘Anak Perahu’

Konsep metafora bercitrakan abstrak ke kongkrit yang memakai kalimat

budak sampan ‘anak perahu’ secara leksikal memiliki arti perahu yang memiliki

anak, jika diartikan menurut peribahasa ungkapan Budak sampan mengandung

makna metafora yang mana mengandung arti nelayan, Pepatah budak sampan

ini mencitrakan manusia atau orang orang yang beraktivitas di dilaut dengan

sampan, ini mencitrakan kebiasaan masyarakat Melayu yang mayoritas mata

pencahariannya adalah dengan mengambil ikan ke laut sehingga masyarakat

Melayu menyebut nelayan sebagai budak sampan sebab keseharian dan

aktivitasnya selalu bersama sampan, contoh kalimatnya budak sampan tu tonga

mandapat banyak ikan “ anak sampan itu sedang mendapat banyak ikan”.

4.1.3.2. Metafora Bercitrakan Abstrak Ke Kongkrit Pada Pepatah

Metafora bercitrakan abstrak kekongkrit pada Pepatah

(58)

o Batubara

anak batu gilingan,

jadilah anak pohon

Ada Angin Ada Pohon

Nya

Segala

sesuatu pasti

ada asal

(59)

4

1. Jangan Peonah Jadi Budak Batu Giling, Jadilah Budak Pokok Pisang

‘Jangan pernah menjadi anak batu gilingan, jadilah anak pohon pisang’

Konsep metafora bercitrakan abstrak kekongkret yang memakai kalimat

Jangan peonah jadi budak batu giling ‘Jangan pernah menjadi anak batu

gilingan’ secara leksikal memiliki arti anjuran yaitu agar tidak menjadi anak

batu gilingan yang disandingkan dengan kata jadilah budak pokok pisang

‘jadilah anak pohon pisang’ secara leksikal memiliki arti menganjurkan agar

menjadi anak pohon pisang maka jika diartikan pepatah Jangan peonah jadi

budak batu giling, jadilah budak pokok pisang secara leksikal memiliki arti

suatu anjuran untuk tidak menjadi anak batu gilingan dan dianjurkan menjadi

anak pohon pisang sedangkan jika diartikan menurut peribahasa ungkapan

Jangan peonah jadi budak batu giling, jadilah budak pokok pisang mengandung

(60)

jadilah anak yang dapat melindungi orang tua pepatah Jangan peonah jadi

budak batu giling, jadilah budak pokok pisang ini mencitrakan sifat anak

gilingan yang selalu menekan dan menginjak induknya saat ia melakukan

aktivitasnya sedangkan pohon pisang mencitrakan anak yang baik sebab ia

melindungi orangtuanya yaitu dengan melanjutkan atau menggantikan

orangtuanya saat orang tuanya telah mati.

2. Kalok Takot Lambong Beombak, Jangan Beumah Ditopi Pante

‘Kalau Takut Lambung Berombak, Jangan Berumah Di Tepi Pantai’

Konsep metafora bercitrakan abstrak kekongkret yang memakai kalimat

Kalok takot lambong beombak ‘Kalau takut lambung berombak,’ secara leksikal

memiliki arti yang membingungkan yaitu pemakaian kata lambung berombak

secara leksikal diartikan lambung yang ada ombaknya yang disandingkan

dengan kata jangan beumah ditopi pante ‘jangan berumah ditepi pantai’ secara

leksikal memiliki arti larangan agar membuat tempat rumah ditepi pantai jika

diartikan pepatah Kalok takot lambong beombak, jangan beumah ditopi pante

secara leksikal memiliki arti suatu anjuran peringatan untuk tidak tinggal di

daerah pantai kalau tidak mau lambungnya bergelombang. sedangkan jika

diartikan menurut peribahasa ungkapan Kalok takot lambong beombak, jangan

beumah ditopi pante mengandung makna metafora yang mana mengandung arti

Kalau takut berhadapan dengaan penderitaan lebih baik jangan melakukan

sesuatu yang susah pepatah Kalok takot lambong beombak, jangan beumah

ditopi pante ini mencitrakan sesuatu anjuran yangmana lambung berombak

(61)

kebanyakan masyarakat Melayu yang tinggal di tepi pantai kebanyakan nelayan

dan dilaut akan kita jumpai berbagai macam masalah yang tak diduga jadi kalau

tidak mau dapat masalah makan dicitrakan dengan kalimat janagan tinggal di

topi pantai.

3. Ado Angin, Ado Pokoknya ‘Ada Angin Ada Pohonnya’

Konsep metafora bercitrakan abstrak kekongkret yang memakai kalimat

Ado angin ado pokoknya ‘ada angin ada pohonnya’ secara leksikal memiliki arti

keberadaan angin yang memiliki pohon sedangkan jika diartikan menurut

peribahasa ungkapan Ado angin, ado pokoknya mengandung makna metafora

yang mana mengandung arti Segala sesuatu pasti ada asal usulnya pepatah Ado

angin, ado pokoknya mencitrakan sesutu permasalahan apapun itu pasti ada

penyebabnya, dan setiap orang itu pasti ada sejarah hidupnya.

4. Bara Yang Digonggam Bisa Jadi Api ‘Barang Yang Digenggam Bisa Jadi Api’

Konsep metafora bercitrakan abstrak kekongkret yang memakai kalimat

Bara Yang Digonggam Bisa Jadi Api ‘barang yang digengggam’ secara leksikal

memiliki arti keteranagan yaitu menerangkan suatu barang bisa jadi api jika

digenggam sedangkan jika diartikan menurut peribahasa pepatah Bara Yang

Digonggam Bisa Jadi Api mengandung makna metafora yang mana

mengandung arti Segala sesuatu yang dikerjakan jika dikerjakan

bersungguh-sungguh maka akan mencapai kejayaan. pepatah Bara Yang Digonggam Bisa

Jadi Api mencitrakan sesuatau pekerjaan yang jika dikerjakan secara sungguh

Referensi

Dokumen terkait

Mengobati Benjolan Wasir Luar Yang Bengkak Mengobati Benjolan Wasir Luar Yang Bengkak, Selamat datang di web Klinik Wasir D-24 dengan Hotline: 085646457211 yang akan memberikan

Grover Fugate, executive director, Coastal Resources Management Council (Providence Journal, October 9, 2017).. Point Judith Pond, Narragansett.. • Because the coastline is a

Daftar Perusahaan yang memenuhi kriteria sample.. No Nama Perusahaan

Flora normal biasanya ditemukan di bagian-bagian tubuh manusia yang kontak langsung dengan lingkungan misalnya kulit, hidung, mulut, usus + saluran urogenital

Berdasarkan gagasan di atas, penulisan ilmiah ini membahas tentang pembuatan sistem pakar yang digunakan untuk mendiagnosa suatu penyakit dengan gejala awal berupa bintik dan bercak

Adapun tujuan dari penyusunan Renstra Dinas Komunikasi dan Informatika Kabupaten Pesisir Selatan ini adalah sebagai pedoman dalam menyusun program kegiatan tahunan

Masalah yang timbul dalam penyusunan rute terpendek dari suatu pengiriman barang adalah menentukan jalur terpendek yang akan dilalui untuk menuju ke suatu

Seluruh data yang diperoleh dari hasil wawancara dengan karyawan dan nasabah, pengamatan langsung kepada nasabah, serta laporan keuangan yang dikeluarkan oleh BPRS Bhakti