S E K
O L A
H
P A
S C
A S A R JA
N
A
ANALISIS PENGARUH PENGELUARAN DAN JUMLAH PENDUDUK TERHADAP PENDAPATAN DOMESTIK REGIONAL BRUTO PROPINSI
ACEH
TESIS
Oleh
S A R D I NIM 107018004/EP
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ANALISIS PENGARUH PENGELUARAN DAN JUMLAH PENDUDUK TERHADAP PENDAPATAN DOMESTIK REGIONAL BRUTO PROPINSI
ACEH
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Ekonomi Pembangunan pada Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara
Oleh
S A R D I NIM 107018004/EP
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Tesis : ANALISIS PENGARUH PENGELUARAN DAN JUMLAH PENDUDUK TERHADAP PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO PROPINSI ACEH
Nama Mahasiswa : S a r d i
Nomor Pokok : 107018004
Program Studi : Ekonomi Pembangunan
Menyetujui : Komisi Pembimbing,
(Prof. Dr. Sya’ad Afifuddin SE., M.Ec) (Dr. H.B. Tarmidzi, SE., SU Ketua
) Anggota
Ketua Program Studi, Direktur,
Tanggal lulus : 04 April 2012 Telah diuji pada
Tanggal : 04 April 2012
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. Sya’ad Afifuddin, SE., M.Ec
Anggota : 1. Dr. H. B. Tarmidzi, SE., SU
2. Dr. Ir. Rahmanta Ginting, M.Si
3. Dr. Rujiman, SE., M.Si
SURAT PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : S a r d i
NIM : 107018004
Program : Magister Ekonomi Pembangunan
Dengan ini Saya menyatakan Tesis yang berjudul “Analisis Pengaruh Pengeluaran
dan Jumlah Penduduk terhadap Produk Domestik Regional Bruto Propinsi Aceh”,
adalah benar hasil kerja Saya sendiri dan belum dipublikasikan oleh siapapun
sebelumnya. Sumber-sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan
secara benar dan jelas.
Medan, Maret 2012 Yang membuat pernyataan,
ANALISIS PENGARUH PENGELUARAN DAN JUMLAH PENDUDUK TERHADAP PENDAPATAN DOMESTIK REGIONAL BRUTO PROPINSI
ACEH
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh pengeluaran dan jumlah penduduk terhadap PDRB Propinsi Aceh. Dimana faktor yang diamati dalam penelitian ini adalah PDRB, DAU, DBH Pajak, DBH SDA, PAD, Pengeluaran Daerah dan Jumlah Penduduk.
Untuk tujuan analisis, penelitian ini menggunakan data time series tahunan dari 2000 sampai 2010 yang akan diinterpolasi menjadi data kuartalan. Model yang digunakan pada penelitian ini adalah dengan menggunakan model ekonometrik. Teknik analisis akan menggunakan regresi linier berganda.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel perubahan DAU, perubahan DBH Pajak dan perubahan PAD signifikan mempengaruhi Pengeluaran Daerah. Variabel Pengeluaran Daerah dan Jumlah Penduduk signifikan mempengaruhi PDRB.
ABSTRACT
This research aim to analysis the influence of expenditure and population to PDRB
Aceh. Where the factors to determine are DAU, DBH Pajak, DBH SDA, PAD, expenditure goverment, population and PDRB.
For the purpose of analysis, this research used data of time series anuall of year
2000-2010. Econometric’s model is used in this research, where the method used is
ordinary least square (OLS).
The results show that DAU, DBH Pajak and PAD was effect to goverment
expenditure fungtion. Goverment expenditure and population was effect to PDRB
fungtion.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT dan Nabi Muhammad
SAW yang telah memberikan taufik dan hidayah-Nya kepada penulis, sehingga dapat
menyelesaikan tesis ini. Penulis menyelesaikan tesis ini guna untuk memperoleh gelar
Magister Ekonomi Pembangunan (S2) pada Sekolah Pascasarjana Program Magister
Ilmu-Ilmu Ekonomi Universitas Sumatera Utara Medan. Tesis ini berisikan hasil
penelitian penulis yang berjudul “Analisis pengaruh pengeluaran dan jumlah
penduduk terhadap Produk Domestik Regional Bruto Propinsi Aceh”.
Segala usaha yang penulis lakukan dalam menyelesaikan tesis ini tidak
terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh sebab itu, penulis mengucapkan terima
kasih yang tak terhingga terutama kepada Ayahanda Alm. M. Kadin dan Ibunda Almh.
Siti Bariyah yang sangat penulis sayangi dan hormati yang telah membesarkan,
mendidik, mendukung dan mendengarkan keluh-kesah penulis selama ini. Serta
kepada istri Nelpa Afrianti dan anak-anakku tercinta Devy Surya Mawaddah, M.
Irfan Asy’ari Sardi dan M. Rafif Julian Sardi yang selalu memberikan semangat dan
membuat hidup penulis semakin berwarna.
Pada kesempatan ini penulis juga menyertakan ucapan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A (K).,
2. Bapak Prof. Dr. Ir. Rahim Matondang, MSIE., selaku Direktur Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara (USU).
3. Bapak Prof. Dr. Sya’ad Afifuddin Sembiring, SE., M.Ec., selaku Ketua
Program Studi Magister Ekonomi Pembangunan Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara dan juga sebagai Ketua Komisi Pembimbing yang
telah membimbing dan memberikan arahan kepada penulis sehingga tesis ini
semakin lebih baik.
4. Bapak Prof. Dr. Ramli, SE., M.S., selaku Sekretaris Program Studi Magister
Ekonomi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
5. Bapak Dr. H.B. Tarmidzi, SE., SU., selaku Anggota Komisi Pembimbing
yang telah membimbing dan memberikan arahan kepada penulis sehingga
tesis ini semakin lebih baik.
6. Bapak Dr. Ir. Rahmanta Ginting, M.Si., Bapak Dr. Rujiman, SE., M.Si. dan
Bapak Rahmad Sumanjaya SE., M.Si., selaku Komisi Pembanding yang telah
banyak memberikan masukan dan saran di dalam penyempurnaan tesis ini.
7. Bapak Kepala Pusat Pendidikan dan Latihan BPS Pusat, Bapak Kepala BPS
Aceh, Bapak Bupati Simeulue serta Bapak Kepala BPS Kabupaten Simeulue
yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menempuh
Pendidikan pada Program Pascasarjana di Universitas Sumetera Utara.
8. Bapak dan Ibu Dosen-Dosen Magister Ekonomi Pembangunan Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan berbagai
9. Bapak dan Ibu Staf Administrasi Magiser Ekonomi Pembangunan Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
10.Kedua Mertuaku Bapak H.Muhctarjuddin dan Ibu Hj.Rafizah yang telah ikut
mendukung serta mendo’akan penulis sehingga berhasil dan sukses
11.Seluruh keluarga besarku yang telah memberikan semangat dan dukungan
moril kepada penulis untuk dapat terus menimba ilmu setinggi-tingginya.
12.Seluruh rekan–rekan Angkatan XIX Program Studi Pascasarjana Ekonomi
Pembangunan Universitas Sumatera Utara, terimah kasih atas segala
dukungan,bantuan dan kerjasama selama penulis menyelesaikan tesis ini.
Akhir kata penulis berharap semoga tesis ini dapat berguna dan bermanfaat
bagi semua pihak.
Medan, Maret 2012
Penulis,
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Sardi
Agama : Islam
Tempat/Tanggal Lahir : Busung, 19 Agustus 1975
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Warga Negara : Indonesia
Alamat : Jl. Pahlawan Lr. Merpati No. 86 Desa Suka Karya
Sinabang
No. Handphone : 081370929099
Pekerjaan : PNS BPS Kabupaten Simelue
Nama Orang Tua Laki-laki : Alm. M. Kadin
Nama Orang Tua Perempuan : Almh. Siti Bariyah
Nama Istri : Nelpa Afrianti
Nama Anak : 1. Devy Surya Mawaddah
2. M. Irfan Asy’ari Sardi
3. M. Rafif Julian Sardi
Riwayat Pendidikan Formal
1. SD Inpres Busung
Lulus tahun 1987
2. SMP Negeri 4
Simelue Timur Lulus tahun 1990
3. SMA Negeri 1
Simelue Timur Lulus tahun 1993
4. S1 STIM Banda
5. S2 Ilmu Ekonomi
2.3 Jumlah Penduduk ... 19
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 38
4.1 Gambaran Umum Propinsi Aceh ... 38
4.2 Gambaran Umum Variabel Penelitian ... 40
4.2.1 Perkembangan Dana Alokasi Umum ... 40
4.2.2 Perkembangan Dana Bagi Hasil Pajak ... 42
4.2.3 Perkembangan Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam ... 44
4.2.5 Perkembangan Pengeluaran Daerah ... 48
4.2.6 Perkembangan Jumlah Penduduk ... 50
4.2.7 Perkembangan Produk Domestik Regional Bruto ... 53
4.3 Hasil Analisis ... 55
4.3.1 Persamaan Pengeluaran Daerah ... 55
4.3.2 Persamaan Produk Domestik Regional Bruto ... 57
4.3.3 Pengujian Kesesuaian Model ... 58
4.3.4 Pengujian Asumsi Klasik ... 60
4.4 Pembahasan ... 65
4.4.1 Persamaan Pengeluaran Daerah ... 65
4.4.2 Persamaan Produk Domestik Regional Bruto ... 67
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 69
5.1 Kesimpulan ... 69
5.2 Saran ... 69
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
1.1 Nilai dan Pertumbuhan PDRB Aceh atas Dasar Harga Berlaku
Dan Konstan 2000-2010 ... 5
4.1 Perkembangan Dana Alokasi Umum Tahun 2000-2010 ... 41
4.2 Perkembangan Dana Bagi Hasil Pajak Tahun 2000-2010 ... 44
4.3 Perkembangan Dana Bagi Hasil SDA Tahun 2000-2010 ... 45
4.4 Perkembangan Pendapatan Asli Daerah Tahun 2000-2010 ... 47
4.5 Perkembangan Pengeluaran Daerah Tahun 2000-2010 ... 49
4.6 Perkembangan Jumlah Penduduk Tahun 2000-2010 ... 51
4.7 Perkembangan PDRB Tahun 2000-2010 ... 53
4.8 Koefisien Persamaan Pengeluaran Daerah ... 55
4.9 Koefisien Persamaan Produk Domestik Regional Bruto ... 57
4.10 Hasil Pengujian Normalitas Persamaan Pengeluaran Daerah ... 60
4.11 Hasil Pengujian Multikolinieritas Persamaan Pengeluaran Daerah 60 4.12 Hasil Pengujian Autokorelasi Persamaan Pengeluaran Daerah ... 62
4.13 Hasil Pengujian Normalitas Persamaan PDRB ... 62
4.14 Hasil Pengujian Multikolinieritas Persamaan PDRB ... 63
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
1.1 Perkembangan PDRB Propinsi Aceh Atas Harga Berlaku
Dan Konstan Tahun 2000-2010 ... 6
2.1 Kurva Perkembangan Pengeluaran Pemerintah ... 25
2.2 Kerangka Konseptual Analisis Pengaruh Penerimaan dan Pengeluaran Daerah Terhadap PDRB Propinsi Aceh ... 27
4.1 Perkembangan Dana Alokasi Umum Tahun 2000-2010 ... 42
4.2 Perkembangan Dana Bagi Hasil Pajak Tahun 2000-2010 ... 44
4.3 Perkembangan Dana Bagi Hasil SDA Tahun 2000-2010 ... 46
4.4 Perkembangan Pendapatan Asli Daerah Tahun 2000-2010 ... 48
4.5 Perkembangan Pengeluaran Daerah Tahun 2000-2010 ... 50
4.6 Perkembangan Jumlah Penduduk Tahun 2000-2010 ... 52
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
1. Data Penelitian ... 73
2. Data Penelitian Hasil Interpolasi ... 74
3. Hasil Estimasi Persamaan Pengeluaran Daerah ... 76
4. Hasil Estimasi Persamaan Produk Domestik Regional Bruto .. 77
5. Pengujian Normalitas ... 78
6. Pengujian Multikolinieritas ... 79
ANALISIS PENGARUH PENGELUARAN DAN JUMLAH PENDUDUK TERHADAP PENDAPATAN DOMESTIK REGIONAL BRUTO PROPINSI
ACEH
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh pengeluaran dan jumlah penduduk terhadap PDRB Propinsi Aceh. Dimana faktor yang diamati dalam penelitian ini adalah PDRB, DAU, DBH Pajak, DBH SDA, PAD, Pengeluaran Daerah dan Jumlah Penduduk.
Untuk tujuan analisis, penelitian ini menggunakan data time series tahunan dari 2000 sampai 2010 yang akan diinterpolasi menjadi data kuartalan. Model yang digunakan pada penelitian ini adalah dengan menggunakan model ekonometrik. Teknik analisis akan menggunakan regresi linier berganda.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel perubahan DAU, perubahan DBH Pajak dan perubahan PAD signifikan mempengaruhi Pengeluaran Daerah. Variabel Pengeluaran Daerah dan Jumlah Penduduk signifikan mempengaruhi PDRB.
ABSTRACT
This research aim to analysis the influence of expenditure and population to PDRB
Aceh. Where the factors to determine are DAU, DBH Pajak, DBH SDA, PAD, expenditure goverment, population and PDRB.
For the purpose of analysis, this research used data of time series anuall of year
2000-2010. Econometric’s model is used in this research, where the method used is
ordinary least square (OLS).
The results show that DAU, DBH Pajak and PAD was effect to goverment
expenditure fungtion. Goverment expenditure and population was effect to PDRB
fungtion.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang Masalah
Pelaksanaan otonomi yang seluas-luasnya, dalam arti daerah diberikan
kewenangan untuk mengurus dan mengatur urusan pemerintahan sesuai dengan
Undang-undang yang berlaku. Dimana kewenangan tersebut ditujukan untuk
memberikan pelayanan, peningkatan peran serta, prakarsa dan pemberdayaan
masyarakat demi peningkatan kesejahteraan yang merupakan bagian utama dari
tujuan nasional. Perlu diingat bahwa penyelenggaraan fungsi pemerintahan daerah
akan terlaksana secara optimal apabila diikuti dengan berbagai sumber penerimaan
yang cukup bagi daerah tersebut.
Era reformasi merupakan titik tolak perubahan kebijakan desentralisasi di
Indonesia ke arah yang nyata. Reformasi juga memberikan hikmah yang sangat besar
kepada daerah-daerah untuk menikmati otonomi daerah. Otonomi daerah merupakan
kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat
setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan
peraturan perundang-undangan. Pemerintah telah mengeluarkan satu paket kebijakan
tentang otonomi daerah, yaitu:
1. UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagai pengganti UU
2. UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintahan
Pusat dan Daerah sebagai pengganti UU No. 25 Tahun 1999 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
Konsekuensi dari pelaksanaan kedua Undang-Undang tersebut adalah bahwa
daerah harus mampu mengembangkan otonomi daerah secara luas, nyata, dan
bertanggung jawab. Daerah diberikan kewenangan dari pemerintah pusat yang lebih
besar untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Tujuannya antara lain
adalah untuk lebih mendekatkan pelayanan pemerintah kepada masyarakat,
memudahkan masyarakat untuk memantau dan mengontrol penggunaan dana yang
bersumber dari APBD, selain untuk menciptakan persaingan yang sehat antar daerah
dan mendorong timbulnya inovasi (Setiaji dan Adi, 2007).
Selain itu, dengan adanya otonomi diharapkan daerah akan lebih mandiri
dalam menentukan seluruh kegiatannya, dan pemerintah pusat tidak terlalu aktif
mengatur daerah. Dalam penciptaan kemandirian daerah, pemerintah daerah
diharapkan mampu menganalisis peluang yang ada untuk memajukan daerah dengan
melakukan identifikasi sumber-sumber penerimaan, dan juga harus beradaptasi dan
berupaya meningkatkan mutu pelayanan publik dan perbaikan dalam berbagai sektor
yang kemudian dikembangkan menjadi sumber pendapatan daerah.
Namun pada kenyataannya masing-masing daerah memiliki karakteristik yang
berbeda-beda. Ada daerah yang memiliki potensi kekayaan alam yang melimpah, ada
juga yang tidak. Ada daerah yang tata perekonomiannya sudah baik, ada juga yang
kebutuhan pendanaan daerah yang cukup besar, pemerintah pusat memberikan dana
perimbangan yang ditetapkan setiap tahun dalam APBN. Dana perimbangan ini
terdiri dari Bagian Daerah, yaitu Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak, Dana Alokasi
Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK).
Dimana Dana Bagi Hasil bersumber dari berbagai pungutan pajak daerah
maupun pusat serta iuran-iuran hasil berbagai sumber daya alam di setiap wilayah.
Sedangkan Dana Alokasi Umum ditetapkan sekurang-kurangnya 26% dari
pendapatan bersih dalam negeri yang sudah ditetapkan dalam APBN dimana Dana
Alokasi Khusus juga ditetapkan di dalam APBN dengan berbagai kriteria yang telah
ditentukan terlebih dahulu. Kekuatan dan bobot keuangan pemerintahan daerah
merupakan perpaduan antara alokasi tanggung jawab dengan berbagai sumber dana di
setiap daerah. Dengan demikian, pemerintah daerah mempunyai kebebasan untuk
menentukan penggunaan hasil pendapatn daerah tersebut.
Besaran dana perimbangan berbeda-beda di setiap daerah, tergantung pada
potensi sumber-sumber dan kekayaan alam ataupun jumlah penduduk yang terdapat
di daerah tersebut. Pada umumnya daerah yang PAD-nya masih rendah, lebih
mengandalkan pada penerimaan dari dana perimbangan. Hal ini menunjukkan masih
tingginya ketergantungan pemerintah daerah terhadap pasokan dana dari pemerintah
pusat. Sebenarnya bantuan dari pemerintah pusat diharapkan dapat memberikan
rangsangan bagi daerah untuk lebih meningkatkan PAD, yang merupakan salah satu
dikurangi secara gradual, baik melalui penciptaan sistem perpajakan baru sesuai
dengan kebutuhan daerah, maupun melalui pertumbuhan ekonomi.
Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan salah satu unsur yang menentukan
dalam pembangunan di daerah. Hal ini disebabkan karena PAD merupakan sumber
penerimaan yang dikelola dan diperoleh melalui usaha-usaha sendiri oleh Pemerintah
Kabupaten dengan memanfaatkan segala potensi yang ada di daerah tersebut.
Upaya-upaya untuk meningkatkan PAD ini tidak terlepas dari mekanisme sistem pemerintah
daerah, yaitu kerjasama antara Kepala Daerah dan Dewan Perwakilan Daerah, dengan
cara pendekatan terpadu dengan tidak menghilangkan identitas, baik tugas dan fungsi
masing-masing.
Selain dana perimbangan dan PAD, keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah
juga tergantung pada Sumber Daya Manusia (SDM) yang dimiliki daerah. Sumber
Daya Manusia berperan penting dalam pelaksanaan otonomi daerah di samping
hal-hal yang menyangkut prasarana, sarana, dan wahana yang diperlukan. Terpusatnya
SDM berkualitas di Kota-kota besar dapat didistribusikan ke daerah seiring dengan
pelaksanaan otonomi daerah. Untuk menciptakan kelembagaan pemerintah daerah
otonom yang mampu, perlulah diisi oleh SDM yang berkualitas.
Namun ada kecenderungan pemerintah daerah hanya tertarik pada jenis
pendekatan pembangunan fisik yang memerlukan biaya tinggi dengan melakukan
alokasi anggaran, sedangkan untuk meningkatkan SDM relatif rendah. Ditambah lagi
dengan masalah jumlah penduduk di Indonesia yang besar. Tidak semua penduduk di
pengangguran juga masih belum teratasi. Sehingga di Indonesia masih banyak
terdapat penduduk dengan kualitas yang rendah.
Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator untuk melihat hasil
pembangunan yang telah dilakukan dan juga berguna untuk menentukan arah
pembangunan di masa yang akan datang. Untuk mengetahui apakah suatu
perekonomian mengalami pertumbuhan, perlu ditentukan perubahan yang sebenarnya
terjadi dalam kegiatan-kegiatan ekonomi dari tahun ke tahun, yaitu dengan
menghitung Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku.
Apabila PDRB suatu daerah mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya, maka
pertumbuhan ekonomi daerah tersebut dapat dikatakan meningkat pula yang otomatis
memperkuat PAD daerah itu. Dan sebaliknya apabila PDRB suatu daerah mengalami
penurunan, maka pertumbuhan ekonomi daerah tersebut dikatakan menurun, yang
dapat dilihat dari berbagai sektor.
Tabel 1.1. Nilai dan Pertumbuhan PDRB Aceh Atas Dasar Harga Berlaku dan
Konstan 2000 - 2010
Tahun
Nilai (Juta Rupiah) Pertumbuhan
ADHB ADHK (%)
2000 39,50 39,50 -
2001 37,65 35,26 -10,73
2002 43,71 42,34 20,08
2004 50,36 40,37 -9,65
2005 56,95 36,29 -10,11
2006 69,35 36,85 1,54
2007 71,09 35,98 -2,36
2008 73,53 34,09 -5,25
2009 71,69 32,22 -5,49
2010 77,51 33,07 2,64
Sumber : BPS Propinsi Aceh (Data diolah).
Dari tabel di atas menunjukkan perkembangan Pendapatan Domestik
Regional Bruto (PDRB) Propinsi Aceh berdasarkan harga berlaku dan konstan dari
tahun 2000 sampai tahun 2010. Dimana berdasarkan harga berlaku PDRB propinsi
Aceh menunjukkan trend peningkatan dari tahun ke tahun kecuali pada periode 2009
yang sedikit mengalami koreksi. Tetapi untuk melihat pertumbuhan ekonomi, PDRB
harga berlaku tidak bisa dijadikan patokan, sehingga diperlukan acuan lain dengan
menggunakan PDRB harga konstan. Dimana jika dilihat perkembangan PDRB harga
konstan Propinsi Aceh menunjukkan pergerakan dinamis yang cenderung mengalami
penurunan pertumbuhan dari tahun ke tahun. Walaupun pada periode 2002 Propinsi
Aceh mengalami pertumbuhan yang signifikan tetapi hal ini tidak bisa memacu
Gambar 1.1. Perkembangan PDRB Propinsi Aceh Atas Dasar Harga Konstan
dan Berlaku Tahun 2000-2010
Pada dasarnya, implikasi dari otonomi daerah ini menuntut daerah untuk
melaksanakan pembangunan di segala bidang. Pembangunan tersebut diharapkan
dapat dilaksanakan secara mandiri oleh setiap daerah, sehingga dapat memberikan
manfaat bagi daerah dan kesejahteraan masyarakat pun meningkat. Peran pemerintah
sebagai mobilisator pembangunan sangat penting dalam mendukung peningkatan
kesejahteraan masyarakat serta pertumbuhan ekonomi masing-masing daerah.
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk membuat penelitian
dengan judul : “Analisis Pengaruh Pengeluaran Dan Jumlah Penduduk
Terhadap Pendapatan Domestik Regional Bruto Propinsi Aceh”.
1.2.Perumusan Masalah
1. Bagaimana pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Bagi Hasil (DBH)
Pajak dan Sumber Daya Alam serta Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap
Pengeluaran Daerah Propinsi Aceh ?
2. Bagaimana pengaruh Pengeluaran Daerah dan Jumlah Penduduk terhadap
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Propinsi Aceh ?
1.3.Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk menganalisis pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Bagi Hasil
(DBH) Pajak dan Sumber Daya Alam serta Pendapatan Asli Daerah (PAD)
terhadap Pengeluaran Daerah Propinsi Aceh.
2. Untuk menganalisis pengaruh Pengeluaran Daerah dan Jumlah Penduduk
terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Propinsi Aceh.
1.4Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang akan diperoleh melalui penulisan tesis ini adalah
sebagai berikut :
1. Untuk menambah wawasan dan pemantapan teori dan ilmu yang penulis
peroleh selama kuliah di Magister Ekonomi Pembangunan Universitas
2. Sebagai bahan masukan bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan sumber
referensi bagi peneliti yang berminat dengan pembahasan yang sejenis di
masa mendatang.
3. Sebagai bahan masukan untuk para pengambil kebijakan ekonomi daerah
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Dana Perimbangan
2.1.1. Pengertian Dana Perimbangan
Dana Perimbangan merupakan sumber pendapatan daerah yang berasal dari
APBN untuk mendukung pelaksanaan kewenangan pemerintah daerah dalam
mencapai tujuan pemberian otonomi kepada daerah, yaitu terutama peningkatan
pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik (Widjaja, 2002).
Menurut Elmi (2002), secara umum tujuan pemerintah pusat melakukan
transfer dana kepada pemerintah daerah adalah:
1. Sebagai tindakan nyata untuk mengurangi ketimpangan pembagian
"kue nasional", baik vertikal maupun horisontal.
2. Suatu upaya untuk meningkatkan efisiensi pengeluaran pemerintah
dengan menyerahkan sebagian kewenangan dibidang pengelolaan
keuangan negara dan agar manfaat yang dihasilkan dapat dinikmati
oleh rakyat di daerah yang bersangkutan.
Namun selama ini sumber dana pembangunan daerah di Indonesia
mencerminkan ketergantungan terhadap sumbangan dan bantuan dari pemerintah
pusat (Sumiyarti dan Imamy, 2005). Sejalan dengan itu, Elmi (2002) juga
menyatakan bahwa ketidakseimbangan fiskal (fiscal inbalance) yang terjadi antara
pemerintah daerah kepada bantuan dari pemerintah pusat yang mencapai lebih dari 70
persen kecuali Propinsi DKI Jakarta.
Padahal sebenarnya bantuan dana dari pemerintah pusat tersebut hanyalah
untuk rangsangan bagi daerah agar lebih meningkatkan sumber penerimaan
pendapatan asli daerahnya, yang merupakan bagian penting dari sumber penerimaan
daerah, bukan menjadikannya sebagai prioritas utama dalam penerimaan daerah.
2.1.2. Pembagian Dana Perimbangan
1. Bagian Daerah, yaitu Bagi Hasil Pajak dan Bagi Hasil Bukan Pajak (SDA)
Sumber-sumber penerimaan perpajakan yang dibagihasilkan meliputi Pajak
Penghasilan (PPh) pasal 21 dan pasal 25/29 orang pribadi, Pajak Bumi dan Bangunan
(PBB), serta Bagian Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Sementara
itu, sumber-sumber penerimaan SDA yang dibagihasilkan adalah minyak bumi, gas
alam, pertambangan umum, kehutanan, dan perikanan.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 115 Tahun 2000, bagian daerah
dari PPh, baik PPh pasal 21 maupun PPh pasal 25/29 orang pribadi, ditetapkan
masing-masing sebesar 20 persen dari penerimaannya. Dua puluh persen bagian
daerah tersebut terdiri dari 8 persen bagian Propinsi dan 12 persen bagian
Kabupaten/Kota. Pengalokasian bagian penerimaan pemerintah daerah kepada
masing-masing daerah Kabupaten/Kota diatur berdasarkan usulan gubernur dengan
mempertimbangkan faktor-faktor seperti jumlah penduduk, luas wilayah, serta faktor
Sementara itu, sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2000,
bagian daerah dari PBB ditetapkan 90 persen, sedangkan sisanya sebesar 10 persen
yang merupakan bagian pemerintah pusat, juga seluruhnya sudah dikembalikan
kepada daerah. Dari bagian daerah sebesar 90 persen tersebut, 10 persennya
merupakan upah pungut, yang sebagian merupakan bagian pemerintah pusat.
Sementara itu, bagian daerah dari penerimaan BPHTB berdasarkan UU No. 33 Tahun
2004 ditetapkan sebesar 80 persen, sedangkan sisanya 20 persen merupakan bagian
pemerintah pusat. Dalam UU tersebut juga diatur mengenai besarnya bagian daerah
dari penerimaan SDA minyak bumi dan gas alam (migas), yang masing-masing
ditetapkan 15 persen dan 30 persen. Sementara itu, penerimaan SDA pertambangan
umum, kehutanan, dan perikanan, ditetapkan masing-masing sebesar 80 persen.
2. Dana Alokasi Umum (DAU)
Menurut UU No. 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara
pemerintah pusat dan daerah, yang dimaksud dengan dana alokasi umum yaitu dana
yang berasal dari APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan
keuangan antar daerah untuk membiayai kebutuhan pengeluarannya dalam rangka
pelaksanaan desentralisasi.
Pada Pasal 7 UU No. 33 Tahun 2004, besarnya DAU ditetapkan
sekurang-kurangnya 25 persen dari penerimaan dalam negeri yang ditetapkan dalam APBN.
DAU untuk daerah Propinsi dan untuk daerah kabupaten/kota ditetapkan
3. Dana Alokasi Khusus (DAK)
Pengertian dana alokasi khusus menurut UU No. 33 Tahun 2004 adalah dana
yang berasal dari APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk membantu
membiayai kebutuhan khusus, termasuklah yang berasal dari dana reboisasi.
Kebutuhan khusus yang dimaksud yaitu:
1. Kebutuhan yang tidak dapat diperkirakan dengan menggunakan rumus
alokasi umum, dan/atau
2. Kebutuhan yang merupakan komitmen atau prioritas nasional.
Penerimaan negara yang berasal dari dana reboisasi sebesar 40 persen disediakan
kepada daerah penghasil sebagai DAK.
2.2. Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Pendapatan asli daerah adalah penerimaan daerah dari berbagai usaha
pemerintah daerah untuk mengumpulkan dana guna keperluan daerah yang
bersangkutan dalam membiayai kegiatan rutin maupun pembangunannya, yang terdiri
atas pajak daerah, retribusi daerah, bagian laba usaha milik daerah, dan lain-lain
penerimaan asli daerah yang sah (NN, 2003). Pendapatan asli daerah diartikan
sebagai pendapatan daerah yang tergantung keadaan perekonomian pada umumnya
dan potensi dari sumber-sumber pendapatan asli daerah itu sendiri. Sutrisno (1984:
200).
Pendapatan asli daerah adalah suatu pendapatan yang menunjukkan
kemampuan suatu daerah untuk menghimpun sumber-sumber dana untuk membiayai
kegiatan daerah. Jadi pengertian pendapatan asli daerah dapat dikatakan sebagai
pendapatan rutin dari usaha-usaha pemerintah daerah dalam memanfaatkan
potensi-potensi sumber-sumber keuangan untuk membiayai tugas-tugas dan
tanggungjawabnya. Menurut pasal 6 Undang-undang No. 32 tahun 2004 pendapatan
asli daerah berasal dari :
1. Hasil pajak daerah
2. Hasil retribusi daerah
3. Hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang
dipisahkan
4. Penerimaan dari dinas dan lain-lain pendapatan daerah yang sah.
Pasal 6 Undang-undang tahun 2004 tentang pendapatan asli daerah tersebut
dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Pajak Daerah
Pajak merupakan iuran yang dapat dipaksakan kepada wajib pajak oleh
pemerintah dengan balas jasa yang tidak langsung dapat ditunjuk. Pada pokoknya
pajak memiliki dua peranan utama yaitu sebagai sumber penerimaan negara (fungsi
budget) dan sebagai alat untuk mengatur (fungsi regulator) (Suparmoko, 2002).
Mardiasmo (1997) mendefinisikan pajak daerah adalah pajak yang dipungut daerah
berdasarkan peraturan pajak yang ditetapkan oleh daerah untuk kepentingan
Menurut Undang-undang No. 34 tahun 2000 pajak daerah yang selanjutnya
disebut pajak yaitu iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepala
daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai
penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah.
Terdapat banyak batasan tentang pajak yang dikemukakan para ahli, tetapi
pada dasarnya isinya hampir sama yaitu pajak adalah pembayaran iuran oleh rakyat
kepada pemerintah yang dapat dipaksakan dengan tanpa imbalan jasa yang secara
langsung dapat ditunjuk (Suparmoko, 1997). Dari batasan atau definisi diatas dapat
ditarik kesimpulan bahwa unsur-unsur pajak adalah :
1. Iuran masyarakat kepada negara
2. Berdasarkan undang-undang
3. Tanpa balas jasa secara langsung
4. Untuk membiayai pengeluaran pemerintah
Berdasarkan kewenangan memungutnya pajak digolongkan menjadi dua yaitu
pajak negara dan pajak daerah. Pengertian pajak daerah adalah sama dengan pajak
negara, perbedaannya terletak pada :
a. Pajak negara ditetapkan dan dikelola oleh pemerintah pusat (dalam hal ini
Direktorat Jendral Pajak)
b. Pajak daerah adalah pajak yang ditetapkan dengan peraturan daerah atau pajak
negara yang pengelolaan dan penggunaannya diserahkan kepada daerah
Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa pajak daerah adalah pajak
negara yang diserahkan kepada daerah untuk dipungut berdasarkan peraturan
perundangan yang dipergunakan untuk membiayai pengeluaran daerah sebagai badan
hukum publik.
2. Retribusi Daerah
Retribusi daerah adalah pungutan yang dilakukan oleh pemerintah pusat
karena seseorang atau badan hukum menggunakan jasa dan barang pemerintah yang
langsung dapat ditunjuk (Sutrisno, 1984). Peraturan pemerintah No. 66 tahun 2002
tentang retribusi daerah pasal satu menyebutkan bahwa retribusi adalah pungutan
daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian ijin tertentu yang khusus
disediakan oleh pemerintah daerah dengan menganut prinsip komersial karena pada
dasarnya dapat pula disediakan oleh sektor swasta. Menurut Undang-undang No. 34
tahun 2000 retribusi daerah yang selanjutnya disebut retribusi yaitu pungutan daerah
sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian ijin tertentu yang khusus disediakan dan
atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan pribadi atau badan.
Pada dasarnya retribusi adalah pajak, tetapi merupakan jenis pajak khusus,
karena ciri-ciri dan atau syarat-syarat tertentu masih dapat dipenuhi (Sutrisno, 1984).
Syarat-syarat tertentu tersebut antara lain : berdasarkan undang-undang atau peraturan
yang sederajat harus disetor ke kas negara atau daerah dan tidak dapat dipaksakan.
Batasan pengertian retribusi ini sendiri merupakan pungutan yang dilakukan
pemerintah yang langsung dapat ditunjuk. Dari definisi di atas terlihat bahwa ciri-ciri
mendasar dari retribusi daerah adalah :
a. Retribusi dipungut oleh daerah
b. Dalam pungutan retribusi terdapat prestasi yang diberikan daerah yang
langsung dapat di tunjuk
c. Retribusi dikenakan kepada siapa saja yang memanfaatkan barang atau jasa
yang disediakan oleh daerah
Lapangan retribusi daerah adalah seluruh lapangan pungutan yang diadakan
untuk keperluan keuangan daerah sebagai pengganti jasa yang diberikan oleh daerah.
3. Bagian Laba Perusahaan Daerah
Perusahaan daerah merupakan salah satu komponen yang diharapkan dalam
memberikan kontribusinya bagi pendapatan daerah, tapi sifat utama dari perusahaan
daerah bukanlah berorientasi pada keuntungan, akan tetapi justru dalam memberikan
jasa dan menyelenggarakan kemanfaatan umum, atau dengan perkataan lain
perusahaan daerah menjalankan fungsi ganda yang harus terjamin keseimbangannya
yaitu fungsi ekonomi (Kaho, 1998). Pemerintah daerah mendirikan perusahaan
daerah atas dasar berbagai pertimbangan : menjalankan ideologi yang dianutnya
bahwa sarana produksi milik masyarakat; untuk melindungi konsumen dalam hal ada
monopoli alami, seperti angkutan umum atau telepon; dalam rangka mengambil alih
perusahaan asing; untuk menciptakan lapangan kerja atau mendorong pembangunan
masyarakat, dan/atau menebus biaya, serta untuk menghasilkan penerimaan untuk
pemerintah daerah (Devas, 1989).
Sumber pendapatan asli daerah yang ketiga yaitu adalah laba dari perusahaan
daerah. Karena berbentuk perusahaan maka prinsip pengelolaannya berdasarkan atas
asas-asas ekonomi perusahaan. Dengan demikian perusahaan harus mencari
keuntungan dan selanjutnya sebagian dari keuntungan tersebut diserahkan ke kas
daerah. Fungsi pokok dari perusahaan daerah adalah :
1. Sebagai dinamisator perekonomian daerah, yang berarti perusahaan daerah
harus mampu memberikan rangsangan bagi berkembangnya perekonomian
daerah.
2. Sebagai penghasil pendapatan daerah yang berarti harus mampu memberikan
manfaat ekonomis sehingga terjadi keuntungan yang dapat diserahkan ke kas
daerah.
Berdasarkan uraian di atas, maka perusahaan daerah merupakan salah satu
komponen yang diharapkan mampu memberikan kontribusinya bagi pendapatan
daerah. Sifat utama perusahaan daerah berorientasi pada keuntungan, dapat
memberikan jasa dan menyelenggarakan kemanfaatan umum atau dengan kata lain
perusahaan daerah menjalankan fungsi ganda yang harus terjamin keseimbangannya
yaitu fungsi sosial dan fungsi ekonomi. Artinya pemenuhan fungsi sosial perusahaan
daerah dapat berjalan seiring dengan pemenuhan fungsi ekonomi sebagai badan
daerah adalah sebagian dari perusahaan daerah yang bergerak di bidang produksi jasa
dan perdagangan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
4. Penerimaan Dinas-dinas dan Pendapatan Lain-lain yang disahkan
Penerimaan dinas merupakan penerimaan yang berasal dari usaha
dinas-dinas daerah yang bersangkutan yang bukan merupakan penerimaan pajak, retribusi
ataupun laba perusahaan daerah. Fungsi pokok dari penerimaan dinas-dinas daerah
(kecuali dinas pendapatan daerah) pada umumnya adalah bukan mencari pendapatan
daerah, tetapi melaksanakan sebagian urusan pemerintah daerah yang bersifat
pembinaan atau bimbingan kepada masyarakat. Penerimaan lain-lain, di lain pihak
adalah penerimaan pemerintah daerah di luar penerimaan-penerimaan dinas, pajak,
retribusi dan bagian laba perusahaan daerah. Penerimaan ini antara lain berasal dari
sewa rumah dinas milik daerah, hasil penjualan barang-barang (bekas) milik daerah,
penerimaan sewa kios milik daerah dan penerimaan uang langganan majalah daerah
(Hirawan, 1987).
Fungsi utama dari dinas-dinas daerah adalah memberikan pelayanan umum
kepada masyarakat tanpa terlalu memperhitungkan untung dan ruginya, tetapi dalam
batas-batas tertentu dapat didayagunakan untuk bertindak sebagai organisasi ekonomi
yang memberikan pelayanan dengan imbalan jasa.
Penerimaan lain-lain membuka kemungkinan bagi pemerintah daerah untuk
melakukan berbagai kegiatan yang menghasilkan baik yang berupa materi dalam hal
menyediakan, melapangkan atau memantapkan suatu kebijakan pemerintah daerah
dalam suatu bidang tertentu.
Jadi di satu pihak dapat menghimpun dana sebagai salah satu sumber
penerimaan daerah dan tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, di lain pihak lebih mengarah kepada publik service dan
bersifat penyuluhan yaitu tidak mengambil keuntungan, melainkan hanya sekedar
untuk menutup resiko biaya administrasi yang dikeluarkan.
2.3. Jumlah Penduduk
Penduduk merupakan bagian penting dalam kegiatan ekonomi dan dalam
usaha untuk membangun suatu perekonomian. Karena penduduk sebagai Sumber
Daya Manusia dapat menyediakan tenaga kerja atau tenaga ahli dalam menciptakan
kegiatan perekonomian.
Salah satu masalah besar dalam pembangunan ekonomi di LDCs (Less
Development Countries) adalah gejala pertumbuhan penduduk yang tinggi (Hakim,
2004). Pertambahan penduduk yang sangat cepat nampaknya makin menambah
kerumitan dalam usaha-usaha pembangunan di negara-negara yang sedang
berkembang. Karena disatu pihak perkembangan penduduk yang cepat akan
menambah jumlah tenaga kerja yang sama cepatnya, dilain pihak negara-negara yang
sedang berkembang mempunyai kemampuan yang sangat terbatas untuk menciptakan
kesempatan kerja baru. Akibatnya timbul lah pengangguran yang sangat serius baik
Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang juga memiliki
problematika yang sama, yaitu memiliki jumlah penduduk yang besar yang tersebar
disetiap daerahnya. Sedangkan lapangan usaha masih sangat terbatas yang
menimbulkan tingginya tingkat pengangguran. Selain itu, masalah pendidikan juga
belum teratasi. Tidak semua penduduk di masing-masing daerah di Indonesia
mendapatkan kesempatan pendidikan yang baik dikarenakan kurangnya biaya.
Sehingga masih banyak terdapat penduduk dengan kualitas yang rendah. Sebagai
akibatnya adalah dapat menghambat kegiatan pembangunan yang pada akhirnya
dapat menurunkan tingkat pertumbuhan ekonomi.
Seperti studi yang dilakukan oleh Siregar (2007), bahwa kurangnya kualitas
pertumbuhan ekonomi di Indonesia diindikasikan oleh laju pengangguran yang masih
relatif tinggi dan sulit/lambat penurunannya (persistent), dan juga oleh angka
kemiskinan (terutama kemiskinan di kawasan pedesaan) yang juga relatif persistent.
2.4. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
PDRB merupakan penjumlahan dari semua harga dan jasa akhir atau semua
nilai tambah yang dihasilkan oleh daerah dalam periode waktu tertentu (1 tahun).
Untuk menghitung nilai seluruh produksi yang dihasilkan suatu perekonomian dalam
suatu tahun tertentu dapat digunakan 3 cara penghitungan. Ketiga cara tersebut adalah
1. Cara Pengeluaran.
Dengan cara ini pendapatan nasional dihitung dengan menjumlah pengeluaran
ke atas barang-barang dan jasa yang diproduksikan dalam negara tersebut.
Menurut cara ini pendapatan nasional adalah jumlah nilai pengeluaran rumah
tangga konsumsi, rumah tangga produksi dan pengeluaran pemerintah serta
pendapatan ekspor dikurangi dengan pengeluaran untuk barang-barang impor.
2. Cara Produksi atau cara produk netto.
Dengan cara ini pendapatan nasional dihitung dengan menjumlahkan nilai
produksi barang atau jasa yang diwujudkan oleh berbagai sektor (lapangan
usaha) dalam perekonomian. Dalam menghitung pendapatan nasional dengan
cara produksi yang dijumlahkan hanyalah nilai produksi tambahan atau value
added yang diciptakan.
3. Cara Pendapatan.
Dalam penghitungan ini pendapatan nasional diperoleh dengan cara
menjumlahkan pendapatan yang diterima oleh faktor-faktor produksi yang
digunakan untuk mewujudkan pendapatan nasional. (Sukirno, 1994).
Adapun manfaat penghitungan nilai PDRB adalah :
1. Mengetahui dan menelaah struktur atau susunan perekonomian. Dari
perhitungan PDRB dapat diketahui apakah suatu daerah termasuk daerah
industri, pertanian atau jasa dan berapakah besar sumbangan masing-masing
2. Membandingkan perekonomian dari waktu ke waktu. Oleh karena nilai PDRB
dicatat tiap tahun, maka akan di dapat catatan angka dari tahun ke tahun.
Dengan demikian diharapkan dapat diperoleh keterangan kenaikan atau
penurunan apaka ada perubahan atau pengurangan kemakmuran material atau
tidak.
2.5. Pengeluaran Pemerintah
Pengeluaran pemerintah mencerminkan kebijakan pemerintah. Apabila
pemerintah telah menetapkan suatu kebijakan untuk membeli barang dan jasa,
pengeluaran pemerintah mencerminkan biaya yang harus dikeluarkan oleh
pemerintah untuk melaksanakan kebijakan tersebut. Dalam teori makro mengenai
perkembangan pemerintah dikemukakan oleh para ahli ekonomi dan dapat
digolongkan ke dalam tiga golongan, yaitu :
1 Teori Rostow dan Musgrev
Model ini dikembangkan oleh Rostow dan Musgrave yang
menghubungkan perkembangan pengeluaran pemerintah dengan tahap-tahap
pembangunan ekonomi yang dibedakan antara tahap awal, tahap menengah dan
tahap lanjut. Pada tahap awal perkembangan ekonomi, presentase investasi
pemerintah terhadap total investasi besar sebab pada tahap ini pemerintah harus
menyediakan prasarana. Pada tahap menengah pembangunan ekonomi, investasi
pemerintah tetap diperlukan untuk meingkatkan pertumbuhan ekonomi agar dapat
bahwa pembangunan ekonomi, aktivitas pemerintah beralih dari penyediaan
prasarana ke pengeluaran-pengeluaran untuk aktivitas social seperti halnya,
program kesejahteraan hari tua, program pelayanan kesehatan masyarakat, dan
sebagainya.
Dalam model pembangunan tentang perkembangan pengeluaran
pe-merintah yang dikembangkan oleh Rostow dan Musgrave bahwa pada tahap awal
perkembangan ekonomi, persentase investasi pemerintah terhadap total investasi
sangat besar. Hal ini disebabkan oleh karena pada tahap ini pemerintah harus
menyediakan prasarana. Peranan pemerintah tetap besar pada tahap menengah
oleh karena peranan swasta yang semakin besar ini banyak menimbulkan
kegagalan pasar.
2. Teori Wagner
Wagner mengemukakan suatu teori mengenai perkembangan pengeluaran
pemerintah yang semakin besar dalam pendapatan per kapita meningkat, secara
relatif pengeluaran pemerintah pun akan meningkat. Dengan bertumbuhnya
perekonomian, peranan pemerintah menjadi semakin besar karena pemerintah
harus mengatur hubungan yang timbul dalam masyarakat. Wagner menerangkan
mengapa peran pemerintah menjadi semakin besar, yang terutama disebabkan
karena pemerintah harus mengatur hubungan yang timbul dalam masyarakat,
Wagner mendasarkan pandangannya dengan suatu teori yang disebut teori
organis mengenai pemerintah (organic theory of the state) yang menganggap
pemrintah sebagai individu yang bebas bertindak, terlepas dari anggota
masyarakat lainnya. Formulasi hukum Wagner ialah sebagai berikut :
n
PPK = Pendapatan per kapita, yaitu GDP atau jumlah penduduk PP = Pengeluaran pemerintah per kapita
1, 2, ..., n = Jangka waktu (tahun)
3. Teori Peacock dan Wiseman
Teori mereka didasarkan pada suatu pandangan bahwa pemerintah
senantiasa berusaha memperbesar pengeluaran, sedangkan masyarakat tidak suka
membayar pajak yang semakin besar untuk membiayai pengeluaran pemerintah
yang semakin besar tersebut. Peacock dan Wiseman menyebutkan bahwa
perkembangan ekonomi menyebabkan pemungutan pajak yang semakin
meningkat walaupun tarif pajak tidak berobah, dan meningkatnya penerimaan
pajak menyebabkan pengeluaran pemrintah semakin meningkat pula.
Oleh karena itu, dalam keadaan normal, meningkatnya GNP menyebabkan
penerimaan pemerintah yang semakin besar, begitu juga dengan pengeluaran
perkembangan pengeluaran pemerintah tidak berbentuk garis tetapi berbentuk
seperti tangga seperti ditunjukkan oleh gambar di bawah ini:
Pengeluaran
Pemerintah
Wagner, Solow, Musgrev
Peacook – Wiseman
0 Tahun
Gambar 2.1. Kurva Perkembangan Pengeluaran Pemerintah
Dari ketiga teori diatas dapat diambil kesimpulan bahwa pengeluaran
tersebut. Dengan kata lain, peningkatan pengeluaran pemerintah akan ikut
meningkatkan pendapatan asli daerah itu sendiri.
2.6. Penelitian Terdahulu
1. Jan Waner Saragih (2006), menganalisis pengaruh keuangan daerah terhadap
pertumbuhan ekonomi Kabupaten Simalungun. Dengan teknik analisis
menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS) mengemukakan bahwa
variabel PAD, DBH dan DAU berpengaruh signifikan terhadap PDRB Kabupaten
Simalungun.
2. Hidayat dkk (2007), menganalisis penelitian yang berjudul Analysis Of Financial
Performance Of Newly Created Regencies/Cities In North Sumatera, yang
bertujuan untuk menganalisis kinerja keuangan Kabupaten/Kota di Sumatera
Utara hasil pemekaran. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagaian besar
Kabupaten/kota hasil pemekaran memiliki ketergantungan yang bersar terhadap
dana perimbangan khususnya DAU dan DAK.
3. Lia Nazliana Nasution (2008), menganalisis pengaruh dana perimbangan dan PAD
terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten/Kota Sumatera Utara di era otonomi
daerah. Dengan teknik analisis menggunakan metode data panel mengemukakan
bahwa variabel dana perimbangan berpengaruh positif tetapi tidak signifikan
mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, sedangkan variabel PAD dan jumlah
penduduk berpengaruh positif dan signifikan mempengaruhi pertumbuhan
4. Marjudin (2011), menganalisis kemampuan keuangan daerah terhadap
pertumbuhan ekonomi Kabupaten Simelue dalam rangka otonomi khusus Propinsi
Nanggroe Aceh Darussalam. Kemampuan keuangan daerah Kabupaten Simelue
masuk kategori sangat kurang, dimana penerapan otonomi khusus telah
meningkatkan kemampuan keuangan daerah untuk mendorong pertumbuhan
daerah Kabupaten Simelue.
2.7 Kerangka Konseptual
Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan sumber
pembiayaan berbagai kegiatan Pemerintah Daerah untuk dapat tumbuh dan
berkembang. Dimana pembiayaan tersebut diperoleh dari berbagai penerimaan daerah
baik yang diperoleh dari daerah itu sendiri maupun bantuan dari pemerintah pusat.
Sedangkan berbagai sumber penerimaan tersebut akan digunakan untuk pembiayaan
berbagai kegiatan pemerintah daerah baik yang bersifat langsung maupun tidak
Berdasarkan uraian singkat diatas, dapat digambarkan kerangka konseptual
dari penelitian ini sebagai berikut :
Gambar 2.1. Kerangka Konseptual Analisis Pengaruh Pengeluaran dan Jumlah
Penduduk Terhadap PDRB Propinsi Aceh
2.8 Hipotesis Penelitian
3. Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Bagi Hasil (DBH) Pajak dan Sumber
Daya Alam serta Pendapatan Asli Daerah (PAD) berpengaruh positif terhadap
Pengeluaran Daerah Propinsi Aceh, ceteris paribus.
4. Pengeluaran Daerah dan Jumlah Penduduk berpengaruh positif terhadap
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Propinsi Aceh, ceteris paribus. D A U
DBH Pajak
DBH SDA
PAD
Jumlah Penduduk Pengeluaran Daerah
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini memfokuskan masalah mengenai pengaruh pengeluaran dan jumlah
penduduk terhadap PDRB Propinsi Aceh. Dengan variabel penelitiannya adalah
Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB), Pengeluaran Daerah, Dana Alokasi
Umum (DAU), Dana Bagi Hasil (DBH) Pajak dan Sumber Daya Alam, Pendapatan
Asli Daerah (PAD) serta jumlah penduduk.
3.2. Jenis Dan Sumber Data
Data yang digunakan adalah data sekunder dengan jenis data runtun waktu tahunan
mulai dari tahun 2000 sampai tahun 2010 dengan jumlah data sebanyak 11 observasi
yang akan diinterpolasi menjadi data kuartalan sehingga akan menghasilkan data
sebanyak 40 observasi, yang bersumber dari Badan Pusat Statistik, Departemen
Keuangan dan data pendukung lainnya yang diperoleh dari jurnal, buku dan
penelitian sebelumnya.
3.3. Pengolahan Data
Penulis menggunakan program komputer SPSS 19 dalam mengolah dan menganalisis
3.4. Model Analisis
Untuk memperoleh jumlah data yang lebih banyak, maka penulis akan
mempergunakan metode interpolasi linier sebagai berikut : (Insukindro, 1993)
Q1 = 1/4 {Yt - 4,5/12 (Yt – Yt-1
1 adalah data triwulan 1, dan seterusnya; Yt adalah data tahun yang
berlaku dan Yt-1
PD = f (DAU, DBH-P, DBH-SDA dan PAD) ... (1)
adalah data satu tahun sebelumnya. Model analisis yang akan
digunakan merupakan model ekonometrik dengan menggunakan teknik analisis
regresi berganda. Adapun model persamaan penelitian ini dapat difungsikan sebagai
berikut :
PDRB = f (PD dan JP) ... (2)
Adapun model persamaannya adalah sebagai berikut :
PDt = β0 + β1DAUt + β2DBHPt+ β3DBHSDAt+ β5PADt + εt
PD = Total pengeluaran daerah Propinsi Aceh (Milyar Rupiah)
PDRB = PDRB harga berlaku Propinsi Aceh (Triliun Rupiah)
DAU = Dana Alokasi Umum Propinsi Aceh (Milyar Rupiah)
DBHSDA = Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam Propinsi Aceh (Milyar Rupiah)
PAD = Pendapatan Asli Daerah Propinsi Aceh (Milyar Rupiah)
JP = Jumlah Penduduk Propinsi Aceh (Juta Jiwa)
β0
ε = Kesalahan pengganggu
3.5. Uji Kesesuaian Model
3.5.1. Koefisien Determinan (R Square)
Koefisien determinan dilakukan untuk melihat seberapa besar variabel-variabel bebas
memberikan penjelasan mengenai variabel terikat. Dimana jika R2 = 0, artinya
variabel-variabel bebas tidak dapat menerangkan hubungan terhadap variabel terikat.
Sedangkan jika R2
3.5.2. Uji t
= 1, artinya variabel-variabel bebas mampu menerangkan
hubungan terhadap variabel terikat.
Merupakan suatu pengujian untuk mengetahui apakah masing-masing koefisien
regresi signifikan atau tidak terhadap variabel dependen dengan menganggap variabel
independen lainnya konstan. Pengaruh variabel independen yaitu DAU, DBH Pajak
dan SDA serta PAD terhadap belanja rutin dan pembangunan kemudian belanja rutin
dan pembangunan serta jumlah penduduk terhadap PDRB dilakukan pada tingkat
(
)
Berdasarkan Uji t, maka dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut : = Simpangan baku dari variabel bebas ke 1
Ho: βi
H
= 0
a : βi
Dengan kriteria sebagai berikut : ≠ 0
Ho diterima jika t hitung < t
Artinya ada variabel bebas (PAD, DAU, DBH Pajak, DBH SDA, belanja rutin,
belanja pembangunan dan jumlah penduduk) yang tidak secara nyata mempengaruhi
variabel terikat (belanja rutin, belanja pembangunan dan PDRB). tabel
Ho ditolak jika t hitung > t
Artinya ada variabel bebas (PAD, DAU, DBH Pajak, DBH SDA, belanja rutin,
belanja pembangunan dan jumlah penduduk) yang secara nyata mempengaruhi
variabel terikat (belanja rutin, belanja pembangunan dan PDRB). tabel
Merupakan pengujian untuk melihat seberapa besar variabel independen secara
bersama-sama mempengaruhi variabel dependen. Pengujian ini juga dilakukan pada
tingkat kepercayaan 95 %. Nilai F hitung
(
)
dapat diperoleh melalui rumus berikut ini :
dimana :
R2
k = Jumlah variabel bebas = Koefisien determinan
n = Jumlah sampel
Untuk pengujian ini digunakan hipotesa sebagai berikut :
Ho: β1 = β2= β3= β4
H
= 0
a : β1 = β2 = β3 = β4
Dengan kriteria sebagai berikut :
≠ 0 (paling sedikit satu variabel)
Ho diterima jika F hitung≤ F
Artinya seluruh variabel bebas (PAD, DAU, DBH Pajak, DBH SDA, belanja rutin,
belanja pembangunan dan jumlah penduduk) tidak secara nyata mempengaruhi
variabel terikat (belanja rutin, belanja pembangunan dan PDRB). tabel
Ho ditolak jika F hitung > F
Artinya seluruh variabel bebas (PAD, DAU, DBH Pajak, DBH SDA, belanja rutin,
belanja pembangunan dan jumlah penduduk) secara nyata mempengaruhi variabel
3.6. Uji Asumsi Klasik
3.6.1. Uji Normalitas
Pendugaan persamaan dengan menggunakan metode OLS harus memenuhi sifat
kenormalan, karena jika tidak normal dapat menyebabkan varians infinitif (ragam
tidak hingga atau ragam yang sangat besar). Hasil pendugaan yang memiliki varians
infinitif menyebabkan pendugaan dengan metode OLS akan menghasilkan nilai
dugaan yang not meaningful (tidak berarti). Hal ini mengindikasikan bahwa uji F dan
t terhadap parameter pendugaan tidak mempunyai nilai. Hasil Penelitian yang
memiliki ragam yang besar membuat hasil pendugaan tidak efektif, namun hasil uji F
dan t terhadap parameter penduga masih memiliki nilai (Verbeek et. al, 2000 dan
Thomas, 1997).
Salah satu metode yang banyak digunakan untuk menguji Normalitas adalah
Kolmogorov-Smirnovtest. Untuk pengujian ini digunakan hipotesa sebagai berikut :
H0
H
: ρ = 0, data berdistribusi normal
a : ρ≠ 0, data tidak berdistribusi normal
Jika hasil Kolmogorov-Smirnov test lebih besar dari nilai α = 5 persen, maka terima
hipotesis nul yang berarti data berdistribusi normal. Jika hasil Kolmogorov-Smirnov
test lebih kecil dari nilai α = 5 persen, maka tolak hipotesis nul yang berarti erro term
3.6.2. Uji Multikolinieritas
Merupakan pengujian untuk mengetahui apakah adanya hubungan linier yang kuat
diantara beberapa atau semua variabel bebas dari model regresi. Multikolinieritas
akan mempengaruhi interpretasi hasil regresi model yang diuji. Salah satu cara untuk
mendeteksi multikolinier adalah dengan cara membandingkan nilai koefisien
kovarian apakah lebih besar atau lebih kecil daripada 0,75. Dimana jika lebih besar
dari 0,75 maka terdapat gejala multikolionieritas dan sebaliknya jika lebih rendah dari
0,75 maka terbebas dari gejala multikolinieritas.
Selain itu, ada juga teknik pendektesian yang lain, yaitu dengan cara membandingkan
nilai tolerence dan VIF. Dimana jika nilai tolerence lebih besar dari 1 dan VIF lebih
besar dari 10 maka terdapat gejala multikolinieritas, dan sebaliknya jika nilai
tolerence lebih kecil dari 1 dan VIF lebih kecil dari 10 maka terbebas dari gejala
multikolinieritas.
3.6.3. Uji Autokorelasi
Autokorelasi merupakan hubungan yang terjadi antara variabel-variabel dari
serangkaian pengamatan yang tersusun dalam rangkaian waktu. Dengan kata lain,
autokorelasi akan menunjukkan hubungan antara nilai-nilai yang berurutan dari
variabel-variabel yang sama. Autokorelasi dapat terjadi apabila kesalahan
pengganggu suatu periode korelasi dengan kesalahan pengganggu periode
sebelumnya. Adapun alat penguji yang digunakan untuk mendeteksi ada atau
tidaknya autokorelasi adalah :
DW test dapat dirumuskan sebagai berikut :
Di dalam pengujian autokorelasi ini, maka terlebih dahulu harus ditentukan besarnya
nilai kritis dari dU dan dL
Untuk pengujian ini digunakan hipotesa sebagai berikut :
berdasarkan jumlah pengamatan dan variabel bebasnya.
H0
H
: ρ = 0, tidak ada gejala autokorelasi
a : ρ
Dengan kriteria sebagai berikut : ≠ 0, ada gejala autokorelasi
H0 diterima jika (dU < d < 4 – dU
Artinya data pengamatan tidak terdapat gejala autokorelasi. ),
H0 ditolak jika (d < dL) atau (d > 4 – dL
Artinya data pengamatan memiliki gejala autokorelasi. ),
Tidak ada kesimpulan jika (dL ≤ d ≤ dU) atau (4 – dU≤ d ≤ 4 – dL
Artinya Uji Durbin-Watson tidak dapat memberikan kesimpulan yang pasti terhadap
ada atau tidaknya gejala autokorelasi pada data pengamatan.
),
3.7. Definisi Operasional
1. PDRB merupakan pendapatan domestik regional bruto Propinsi Aceh
2. Dana alokasi umum (DAU) merupakan dana yang diterima Propinsi Aceh
yang merupakan transfer pemerintah pusat kepada daerah yang akan
dipergunakan untuk kegiatan operasional dalam satuan milyar Rupiah.
3. Dana bagi hasil pajak (DBH Pajak) merupakan dana yang diterima Propinsi
Aceh yang merupakan hasil pembagian berbagai pungutan pajak pemerintah
pusat yang dipungut disetiap daerah dalam satuan milyar Rupiah.
4. Dana bagi hasil sumber daya alam (DBH SDA) merupakan dana yang
diterima Propinsi Aceh yang merupakan hasil pembagian berbagai pungutan
terhadap hasil alam daerah yang dilakukan oleh pemerintah pusat dalam
satuan milyar Rupiah.
5. Pendapatan asli daerah (PAD) merupakan keseluruhan penerimaan Propinsi
Aceh yang berhasil direalisasikan melalui berbagai pungutan pajak, retribusi
maupun pendapatan lainnya yang sah dalam satuan milyar Rupiah.
6. Pengeluaran Daerah merupakan jumlah pengeluaran daerah Propinsi Aceh
melalui belanja langsung dan tidak langsung dalam satuan milyar Rupiah.
7. Jumlah penduduk merupakan jumlah keseluruhan penduduk yang terdaftar di
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum Propinsi Aceh
Aceh yang sebelumnya pernah disebut dengan nama Daerah Istimewa
Aceh (1959-2001) dan Nanggroe Aceh Darussalam (2001-2009) adalah propinsi
paling barat di Indonesia. Aceh memiliki otonomi yang diatur tersendiri, berbeda
dengan kebanyakan propinsi lain di Indonesia, karena alasan sejarah.
Banda Aceh adalah ibukota dari propinsi ini. Pelabuhannya adalah
Malahayati-Krueng Raya, Ulee Lheue, Sabang, Lhokseumawe dan Langsa. Aceh
merupakan kawasan yang paling buruk dilanda gempa dan tsunami 26 Desember
2004. Beberapa tempat di pesisir pantai musnah sama sekali. Yang terberat adalah
Banda Aceh, Aceh Besar, Aceh Jaya, Aceh Barat, Singkil dan Simeulue.
Daerah ini
berbatasan dengan Teluk Benggala di sebelah utara, Samudra Hindia di sebelah barat,
Selat Malaka di sebelah timur, dan Sumatera Utara di sebelah tenggara dan selatan.
Aceh mempunyai kekayaan sumber alam seperti minyak bumi dan gas alam.
Sumber alam itu terletak di Aceh Utara dan Aceh Timur. Aceh juga terkenal dengan
sumber hutannya, yang terletak di sepanjang jajaran Bukit Barisan, dari Kutacane,
Aceh Tenggara, Seulawah, Aceh Besar, sampai Ulu Masen di Aceh Jaya. Sebuah
taman nasional, yaitu Taman Nasional Gunung Lauser (TNGL) juga terdapat di Aceh
Propinsi dengan wilayah 5.736.557 Ha terdiri dari 23 kabupaten/kota yang
dibagi kedalam 276 kecamatan, dan kecamatan tersebut mempunyai 6.123 desa.
Tingkat pemerintahan yang paling rendah adalah desa, umumnya dikenal dengan
“Gampong”. Setiap gampong memiliki kepala disebut “Keuchik”. Keuchik dibantu
oleh Tuha Peut dan sangat dihormati. Masyarakat diwakili oleh seorang “Teungku
Meunasah” atau “Teungku Imum” sebagai tokoh agama disetiap gampong. Di
gampong terdapat satu bangunan yang disebut “Meunasah” yang difungsikan sebagai
pusat administrasi gampong, tempat pendidikan agama, pusat musyawarah dan
tempat pertemuan untuk berbagai kegiatan bagi masyarakat.
Menurut sejarah nenek moyang orang Aceh berasal dari Vietnam Selatan,
Koching China dan Combodia. Kemudian datang Melayu muda membawa budaya
baru. Orang Aceh dahulu bertolak ke gunung dan sekarang menjadi dua kelompok
yaitu Gayo dan Alas. Aceh terletak pada posisi strategis di Barat laut ujung Sumatra
antara Timur dan Barat Aceh merupakan daerah transit rempah-rempah dari Maluku
champor dari Barus dan Lada, Aceh juga menjadi pintu masuk Agama Islam dari
pedagang Arab, Persia, Turki dan India. Walaupun Jawa sudah mengenal dunia
Islam, Aceh daerah pertama sekali masuknya Islam ke Indonesia, pada akhir abad ke
13, kerajaan Islam tumbuh di Pasai, bukan hanya menjadi pusat perdagangan tetapi
juga menjadi pusat pendidikan Agama.
Tanggal 17 Agustus 1945 Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya.
Aceh mendukung perjuang melawan Belanda dengan menyediakan pesawat udara
pertama Garuda Indonesia Airline dan sekarang menjadi monument di Taman Mini
Jakarta dan replikanya di Banda Aceh.
4.2. Gambaran Umum Variabel Penelitian
Berikut ini akan dipaparkan perkembangan dan pertumbuhan seluruh variabel
yang digunakan di dalam penelitian ini. Dimana pemaparan tersebut akan didukung
dengan tabel dan grafik untuk memudahkan penjelasan dan pemahaman
perkembangan dan pertumbuhan variabel-variabel tersebut.
4.2.1. Perkembangan Dana Alokasi Umum
Perkembangan Dana Alokasi Umum Propinsi Aceh dari tahun 2000 sampai
tahun 2010 secara umum dan nominal menunjukkan pertumbuhan yang positif,
dimana dapat terlihat dari peningkatan nilai nominal dari tahun ke tahun. Walaupun
pada tahun 2001, 2002 dan 2009 sedikit mengalami penurunan nilai nominal dimana
hal ini kemungkinan disebabkan karena adanya perubahan peraturan dari Pemerintah
Pusat di dalam pendistribusian alokasi dana ke Daerah atau bisa juga karena dampak
krisis keuangan dunia yang merembet ke Indonesia sehingga menggerogoti
keseimbangan keuangan Pemerintah Pusat.
Dari tabel di bawah terlihat bahwa Dana Alokasi Umum Propinsi Aceh
mencapai titik tertinggi pada tahun 2010, dimana hal hal ini disebabkan secara
nominal kebutuhan secara nominal akan terus meningkat akibat adanya inflasi.
Sedangkan pada tahun 2002, Dana Alokasi Umum Pemerintah Aceh berada pada titik
Adapun perkembangan Dana Alokasi Umum Propinsi Aceh selama kurun
waktu penelitian dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 4.1. Perkembangan Dana Alokasi Umum Tahun 2000-2010
Tahun
Dana Alokasi Umum
Milyar Rupiah %
2000 165,34 -
2001 163,40 -1,17
2002 150,56 -7,86
2003 211,50 40,48
2004 248,68 17,58
2005 284,90 14,56
2006 456,00 60,06
2007 528,27 15,85
2008 576,20 9,07
2009 509,69 -11,54
2010 621,07 21,85
Sumber : BPS Propinsi Aceh, 2001-2012.
Dari grafik di bawah dapat dilihat bahwa pertumbuhan tertinggi Dana Alokasi
Umum terjadi pada tahun 2006 yaitu sebesar 60,06% yang kemungkinan besar
disebabkan karena adanya peningkatan yang signifikan di dalam kebutuhan untuk
pembiayaan apartur daerah. Sedangkan pertumbuhan terendah terjadi pada tahun
pemerintah pusat untuk mengantisipasi dampak terburuk dari krisis keuangan dunia
yang melanda beberapa negara Eropa dan Amerika.
Adapun trend pergerakan Dana Alokasi Umum Propinsi Aceh selama kurun
waktu penelitian dapat dilihat pada gambar berikut ini :
Gambar 4.1. Perkembangan Dana Alokasi Umum Tahun 2000-2010
Pergerakan pertumbuhan Dana Alokasi Umum Propinsi Aceh selama periode
penelitian menunjukkan pergerakan yang fluktuatif, dimana pada periode 2000-2002
menunjukkan trend negatif tetapi pada periode 2002-2003 memiliki trend yang
positif. Pergerakan ini terus terjadi hinga saat ini, dimana pada periode 2003-2005
dan periode 2006-2009 kembali memiliki trend negatif serta pada periode 2005-2006
dan 2009-2010 memiliki pergerakan trend yang positif.
Perkembangan Dana Bagi Hasil Pajak Propinsi Aceh dari tahun 2000 sampai
tahun 2010 secara umum dan nominal menunjukkan pertumbuhan yang positif,
dimana dapat terlihat dari peningkatan nilai nominal dari tahun ke tahun. Walaupun
pada tahun 2007, 2009 dan 2010 sedikit mengalami penurunan nilai nominal dimana
hal ini kemungkinan disebabkan karena adanya perubahan peraturan dari Pemerintah
Pusat di dalam pendistribusian alokasi dana ke Daerah atau bisa juga karena dampak
krisis keuangan dunia yang merembet ke Indonesia sehingga menggerogoti
keseimbangan keuangan Pemerintah Pusat.
Dari tabel di bawah terlihat bahwa Dana Bagi Hasil Pajak Propinsi Aceh
mencapai titik tertinggi pada tahun 2008. Sedangkan pada tahun 2000, Dana Bagi
Hasil Pajak Pemerintah Aceh berada pada titik terendah. Adapun perkembangan
Dana Bagi Hasil Pajak Propinsi Aceh selama kurun waktu penelitian dapat dilihat
pada tabel berikut ini :
Tabel 4.2. Perkembangan Dana Bagi Hasil Pajak Tahun 2000-2010
Tahun
Dana Bagi Hasil Pajak
Milyar Rupiah %
2000 18,21 -
2001 39,21 115,32
2002 41,81 6,63
2003 243,77 483,04
2004 316,00 29,63
2006 527,76 31,10
2007 518,15 -1,82
2008 655,04 26,42
2009 650,00 -0,77
2010 201,97 -68,93
Sumber : BPS Propinsi Aceh, 2001-2012.
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa pertumbuhan tertinggi Dana Bagi Hasil
Pajak terjadi pada tahun 2003 yaitu sebesar 483,04%. Sedangkan pertumbuhan
terendah terjadi pada tahun 2010 yaitu sebesar -68,93%. Adapun trend pergerakan
Dana Bagi Hasil Pajak Propinsi Aceh selama kurun waktu penelitian dapat dilihat
pada gambar berikut ini :
Gambar 4.2. Perkembangan Dana Bagi Hasil Pajak Tahun 2000-2010
Pergerakan pertumbuhan Dana Bagi Hasil Pajak Propinsi Aceh selama