• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ecological Condition and Ecotourism Potency at Timbulun Waterfall area, Sungai Nanam Village, Solok District, West Sumatera

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Ecological Condition and Ecotourism Potency at Timbulun Waterfall area, Sungai Nanam Village, Solok District, West Sumatera"

Copied!
63
0
0

Teks penuh

(1)

KONDISI EKOLOGI DAN POTENSI EKOWISATA DI

KAWASAN AIR TERJUN TIMBULUN, NAGARI SUNGAI

NANAM, KABUPATEN SOLOK, SUMATERA BARAT

RIRI ENGGRAINI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Kondisi Ekologi dan Potensi Ekowisata di Kawasan Air Terjun Timbulun, Nagari Sungai Nanam, Kabupaten Solok, Sumatera Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, April 2013

(4)

Terjun Timbulun, Nagari Sungai Nanam, Kecamatan Lembah Gumanti, Kabupaten Solok, Sumatera Barat. Dibimbing oleh FREDINAN YULIANDA

dan MAJARIANA KRISANTI.

Kawasan Air Terjun Timbulun adalah kawasan yang indah dengan aliran sungainya merupakan sebagai salah satu sumberdaya perairan di Nagari Sungai Nanam. Sumberdaya ini memiliki nilai yang sangat penting bagi masyarakat di sekitar kawasan, seperti untuk air minum dan kawasan wisata air. Adanya aktivitas manusia di sekitar kawasan, seperti aktivitas pertanian, dan kegiatan wisata yang tidak terkendali dikhawatirkan dapat mengakibatkan degradasi terhadap lingkungan kawasan Air Terjun Timbulun. Wisata sebagai salah satu aktivitas perekonomian yang berkembang dengan cepat, menyebabkan adanya perkembangan sektor lain sebagai pendukung kegiatan, yang kemudian dapat berdampak negatif terhadap kawasan, seperti transportasi dan penginapan, sehingga perlu adanya pengelolaan. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kondisi ekologi sumberdaya perairan berdasarkan parameter fisik, kimia, dan biologi perairan serta menentukan potensi ekowisata kawasan Air Terjun Timbulun. Pengamatan dan pengukuran parameter lingkungan dilakukan di 3 stasiun dari Februari 2013 hingga Maret 2013. Analisis utama yang dilakukan adalah analisis ekologi kawasan Air Terjun Timbulun dan pembuatan matriks potensi ekowisata kawasan Air Terjun Timbulun.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kawasan Air Terjun Timbulun memiliki kondisi ekologi lingkungan perairan yang masih sangat alami dan belum mendapat gangguan dan pencemaran dari aktivitas manusia. Berdasarkan hasil kajian ekologi yang dilakukan maka diperoleh 11 komponen lingkungan yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai objek dalam aktivitas ekowisata di kawasan Air Terjun Timbulun yaitu ketinggian air terjun, luas kolam air terjun, pemandangan alam, keberadaan burung dan ikan, luas hamparan daratan, tutupan vegetasi, arus dan warna air. Nilai potensi ekowisata kawasan Air Terjun Timbulun adalah 77,77% atau berpotensi untuk pengembangan kawasan ekowisata. Dalam pengembangan potensi ekowisata di dalam kawasan harus memperhatikan kondisi ekologis terutama beberapa parameter kunci dalam ekosistem seperti suhu, DO dan BOD sehingga pengelolaan dan pemanfaatan potensi kawasan, khususnya untuk aktivitas ekowisata dapat lestari dan berkelanjutan.

(5)

SUMMARY

RIRI ENGGRAINI. Ecological Condition and Ecotourism Potency at Timbulun Waterfall area, Sungai Nanam Village, Solok District, West Sumatera. Supervised by FREDINAN YULIANDA and MAJARIANA KRISANTI.

Timbulun Waterfall area is a beautiful place with the stream current as one aquatic resource at Sungai Nanam Village. These resources have an important value for community in area, such as drinking water and tourism. However, human activities around the area, such as agriculture and tourism activities are not control will effect for degradation in Timbulun Waterfall area. Tourism is one the economic activities that increase fast. This condition causes development of other sector that gives negative effect at area, such as transportation development and home stay. Therefore, management is a must. This study was carried out to asses the resources quality condition based on variable of physic, chemical, and biochemical aquatic. Observation of environmental variable came from 3 stations during February 2013 to March 2013. The Analysis was done mainly ecological analysis in Timbulun Waterfall area and potential matrix of ecotourism area in Timbulun Waterfall.

This result of study shows that Timbulun Waterfall area has ecological aquatic environmental condition is very natural and not yet disturbance and pollution from human activities. Based on ecological analysis shows that there are 11 potential of environmental component to development as object in ecotourism activities in Timbulun Waterfall area, such as waterfall height, waterfall pool, natural scenery, bird and fish existance, topography, vegetation coverage, current and water color. Potential value of ecotourism in Timbulun Waterfall area is 77.77% or has potential for ecotourism development. Development potential of ecotourism area must be based ecological condition, especially to key parameter in ecosystem, such as temperature, oxygen demand, and biochemical oxygen demand. Therefore, management and utilization potential area, especially for ecotourism activities can be continuing.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Perairan

KONDISI EKOLOGI DAN POTENSI EKOWISATA DI

KAWASAN AIR TERJUN TIMBULUN, NAGARI SUNGAI

NANAM, KABUPATEN SOLOK, SUMATERA BARAT

RIRI ENGGRAINI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)
(10)

NIM : C251110261

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Fredinan Yulianda, M.Sc Ketua

Dr. Majariana Krisanti, S.Pi, M.Si Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi

Pengelolaan Sumberdaya Perairan

Dr. Ir. Enan M. Adiwilaga

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc, Agr

(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2013 ini ialah Kondisi Ekologi dan Potensi Ekowisata di Kawasan Air Terjun Timbulun, Nagari Sungai Nanam, Sumatera Barat.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Fredinan Yulianda, M.Sc dan Ibu Dr. Majariana Krisanti, S.Pi, M.Si selaku pembimbing dan Bapak Dr. Ir. Sigid Hariyadi, M.Sc selaku penguji tamu. Disamping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada seluruh teman-teman yang telah membantu terlaksananya penelitian ini selama di lapang dan teman-teman SDP 2011 yang telah memberikan semangat dan dukungannya hingga penelitian ini dapat terlaksana. Serta Ibu Siti, Ibu Anna, dan Ibu Wulan yang telah membantu selama analisis laboratorium. Terima kasih banyak juga penulis sampaikan kepada tim yang membantu aktifitas pengambilan data di lapangan penelitian (Suriya, Rici, Ayin, Angga, Hendro dan Buya). Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, dan adik-adikku tercinta, serta seluruh keluarga atas doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, April 2013

(12)

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... v

1 PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Perumusan Masalah ... 1

Tujuan Penelitian ... 3

Manfaat Penelitian ... 2

2 TINJAUAN PUSTAKA ... 3

Ekosistem Sungai dan Air Terjun... 3

Parameter Fisik Perairan ... 4

Parameter Kimia Perairan ... 5

Parameter Biologi Perairan ... 6

Ekowisata Perairan ... 8

Pengelolaan Berkelanjutan ... 9

3 METODE PENELITIAN ... 9

Waktu dan Lokasi Penelitian ... 9

Rancangan Penelitian ... 10

Prosedur Pengamatan ... 11

Pengambilan sampel parameter lingkungan perairan ... 11

Analisis Data ... 14

Analisis kondisi ekologis kawasan Air Terjun Timbulun .... 14

Analisis potensi kawasan untuk ekowisata ... 15

4 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 16

Kondisi Umum Kawasan Penelitian ... 16

Analisis Ekologi Kawasan Air Terjun Timbulun ... 18

Parameter fisika ... 18

Parameter kimia ... 22

Parameter biologi ... 23

Analisis Ekowisata Kawasan Air Terjun Timbulun ... 29

Strategi Pengelolaan Kawasan Air Terjun Timbulun ... 34

5 KESIMPULAN DAN SARAN ... 39

Kesimpulan ... 39

Saran ... 39

DAFTAR PUSTAKA ... 40

(13)

DAFTAR TABEL

1 Parameter fisik perairan ... 11

2 Parameter kimia perairan ... 12

3 Parameter biologi perairan ... 14

4 Posisi georafis stasiun penelitian ... 17

5 Nilai rata-rata parameter fisika kawasan Air Terjun Timbulun ... 18

6 Nilai rata-rata parameter kimia kawasan Air Terjun Timbulun ... 22

7 Kelimpahan perifiton di kawasan Air Terjun Timbulun ... 24

8 Indeks Keanekaragaman (H) dan Keseragaman (E) perifiton ... 25

9 Kepadatan serangga air di kawasan Air Terjun Timbulun ... 26

10 Potensi kawasan yang dapat dikembangkan untuk aktivitas wisata di kawasan Air Terjun Timbulun ... 29

11 Matriks potensi ekowisata Air Terjun Timbulun ... 30

DAFTAR GAMBAR

1 Skema perumusan masalah parameter dan potensi kawasan sumberdaya Air Terjun Timbulun untuk pengembangan ekowisata ... 2

2 Peta lokasi penelitian ... 9

3 Kondisi stasiun penelitian kawasan Air Terjun Timbulun ... 17

4 Perbedaan kondisi Air Terjun Timbulun pada kondisi hujan dan kondisi setelah 2 minggu tidak hujan ... 20

5 Persen (%) Kepadatan serangga air ... 27

6 Jenis-jenis ikan yang ditemukan di kawasan Air Terjun Timbulun ... 28

7 Kondisi vegetasi di sepanjang aliran sungai ... 32

8 Substrat batuan besar dan kerikil di perairan sungai dan air terjun ... 33

(14)

2 dan 3 ... 38

DAFTAR LAMPIRAN

(15)
(16)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kawasan Air Terjun Timbulun merupakan salah satu sumberdaya perairan di Nagari Sungai Nanam, Kecamatan Lembah Gumanti, Kabupaten Solok, Sumatera Barat, yang memiliki potensi sebagai kawasan ekowisata baik dari segi sumberdaya alam maupun sumberdaya manusianya. Kawasan ini memiliki karakteristik yang sangat potensial untuk dikembangkan sebagai kawasan ekowisata, karena kondisi perairan dan lingkungan sekitar masih sangat alami. Selain itu panorama pedesaan dan jalan lingkar bukit menuju kawasan air terjun yang cocok untuk pejalan kaki menambah keeksotisan kawasan ini. Secara ekologi, kawasan Air Terjun Timbulun merupakan habitat bagi berbagai flora dan fauna, dan berperan dalam menjaga keseimbangan ekosistem.

Akan tetapi, berkembangnya kegiatan masyarakat di sekitar kawasan Air Terjun Timbulun berupa kegiatan pertanian dan aktivitas wisata mengakibatkan adanya degradasi lingkungan di sekitar kawasan air terjun. Kegiatan tersebut seperti adanya penggundulan hutan untuk dijadikan sebagai lahan pertanian dan aktivitas para pengunjung yang berpengaruh negatif terhadap kealamiahan kawasan air terjun dan lingkungannya. Apabila tidak dilakukan pengelolaan terhadap perkembangan kegiatan-kegiatan tersebut maka akan terjadi permasalahan yang serius terhadap kawasan Air Terjun Timbulun dan lingkungannya, yaitu hilangnya potensi sumberdaya perairan yang seharusnya dapat memberikan manfaat bagi masyarakat sekitar, salah satunya yaitu potensi ekowisata. Ekowisata merupakan suatu kegiatan yang biasanya digunakan untuk mempelajari tentang biodiversitas, konservasi, dan ekologi (Zambrano et al. 2010). Ekowisata adalah salah satu strategi yang ideal untuk mencapai keseimbangan pengelolaan antara ekologi dan ekonomi di suatu kawasan (Bookbinder et al. 1998).

Informasi terkait kondisi ekologi kawasan serta potensi ekowisata dari kawasan Air Terjun Timbulun masih sangat minim. Hal ini menyebabkan kurangnya pemahaman masyarakat dan para pemangku kepentingan dalam pengelolaan dan pengembangan kawasan secara bijaksana berdasarkan prinsip-prinsip ekologi, sehingga pemanfaatan potensi kawasan dapat lestari dan berkelanjutan. Berdasarkan kenyataan tersebut, maka diperlukan adanya suatu kegiatan penelitian tentang kondisi ekologi lingkungan perairan kawasan Air Terjun Timbulun, yang kemudian digunakan untuk mengkaji potensi ekowisata kawasan, sehingga pengelolaan aktivitas wisata yang dilakukan tetap memperhatikan keseimbangan kondisi ekologi kawasannya.

Perumusan Masalah

(17)

2

berpengaruh terhadap kemampuan pulih diri suatu lingkungan akibat adanya pengaruh dari luar, seperti adanya pencemaran karena adanya aktivitas antropogenik, sehingga akan berpengaruh kepada daya dukung ekowisata kawasan tersebut dalam menerima jumlah pengunjung dan menjadi pembatas bagi kegiatan pengunjung di sekitar kawasan wisata.

Faktor biofisik yang mempengaruhi daya dukung lingkungan bukan hanya faktor alamiah, melainkan juga faktor yang berasal dari kegiatan manusia atau aktivitas antropogenik. Suatu kawasan ekowisata sangat rentan terhadap penurunan kualitas lingkungan karena adanya campur tangan manusia, baik sebagai pengunjung maupun sebagai pengelola. Untuk itu, dibutuhkan kelengkapan data-data parameter lingkungan sehingga dapat dianalisis potensi kawasan Air Terjun Timbulun sebagai kawasan ekowisata. Selanjutnya dapat disusun strategi pengelolaan kawasan Air Terjun Timbulun (Gambar 1).

Gambar 1 Skema perumusan masalah parameter dan potensi kawsan sumberdaya Air Terjun Timbulun untuk pengembangan ekowisata

Tujuan Penelitian

(18)

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang potensi sumberdaya perairan Air Terjun Timbulun, serta dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam penyusunan strategi pengembangan dan pengelolaan sumberdaya perairan Air Terjun Timbulun untuk kegiatan ekowisata di Nagari Sungai Nanam, Kecamatan Lembah Gumanti, Kabupaten Solok, Sumatera Barat.

.

2

TINJAUAN PUSTAKA

Ekosistem Sungai dan Air Terjun

Sungai merupakan perairan sistem terbuka, dengan tipologi perairan yang mengikuti mekanisme aliran berdasarkan prinsip gravitasi yaitu alian satu arah (unidirectional). Massa air mengalir ke satu arah tertentu (Pratiwi et al. 2009). Ekosistem sungai merupakan interaksi secara alami berupa proses-proses ekologis antara materi sungai (air, ikan, dan kehidupan liar lainnya) dan jasa (transportasi, kekuatan air, kesuburan perairan) yang diperlukan oleh manusia. Air terjun adalah bagian yang curam dari batuan sungai dengan kemiringan antara 4 hingga 25%. Umumnya terdapat kolam dan aliran air yang jatuh, serta bebatuan di sekitarnya (Hauer dan Lamberti 2007).

Air terjun dapat dibagi menjadi dua yaitu air terjun alami dan buatan. Air terjun alami biasanya terbentuk di daerah pegunungan karena memiliki tingkat erosi yang cepat. Proses terbentuknya membutuhkan waktu yang sangat lama. Setelah bertahun-tahun tebing lereng pegunungan berangsur-angsur terkikis dan akan membentuk jurang. Tebing lereng yang terkikis akan ikut terjatuh bersama aliran air, sehingga di bawah air terjun banyak ditemukan bebatuan kecil maupun besar. Jatuhnya bebatuan bersama aliran air ini juga yang mengakibatkan terbentuknya kolam di bawah air terjun karena adanya tubrukan antara batu-batu yang jatuh. Lingkungan air tawar yang mengalir dinamakan lotik, dengan tipe aliran unidirectional (satu arah), dimana perpindahan air terjadi karena adanya perbedaan ketinggian (kemiringan) dan adanya gravitasi. Erosi memindahkan sejumlah besar bahan terlarut dan tersuspensi dari daratan ke lautan. Sungai-sungai kecil beberapa mengalir ke danau, dan terkadang masuk melalui Sungai-sungai yang lebih besar. Kondisi hidrologi, kimia, dan karakteristik biologi sungai dipengaruhi oleh iklim, geologi, dan tutupan vegetasi di sepanjang perairan. Panas perairan/suhu perairan juga dipengaruhi oleh input, badan air, dan output. Input panas berasal dari radiasi cahaya matahari, presipitasi, dan dari air tanah. Selain itu volume air juga akan berpengaruh terhadap suhu perairan (Wetzel 2001).

(19)

4

sangat rentan terhadap pengaruh perubahan fisik, kimia dan bakteri. Perubahan-perubahan ini penting dalam perencanaan kawasan yang berpengaruh kepada kesehatan manusia yang bertempat tinggal di sekitar atau sepanjang sungai (Niewolak 1999). Fragmentasi habitat, perubahan kondisi ekologis, dan hilangnya biodiversitas atau keanekaragaman hayati merupakan permasalahan lingkungan yang umum terjadi saat ini (Dale dan Bayeler 2001). Monitoring kualitas air sungai penting dalam perencanaan kawasan untuk suatu pemanfaatan atau perbaikan lingkungan perairan. Permasalahan di sekitar sungai di antaranya erosi yang disebabkan oleh adanya kegiatan pertanian, pengambilan kayu, kebakaran hutan, dan sebagainya (Abdul et al. 2009). Kesehatan suatu perairan adalah gambaran dari integritas parameter fisika, kimia, dan biologi perairan tersebut (Butcher et al. 2003).

Parameter Fisik Perairan

Parameter fisika yang biasa digunakan untuk menentukan kualitas air pada perairan mengalir adalah suhu, arus, debit, kedalaman, substrat, lebar sungai, dan lebar badan sungai. Kawasan sungai sangat rentan adanya erosi lahan, yang diakibatkan oleh: jumlah dan pola air terjun, kemiringan lahan, tingkat pengurangan vegetasi, tipe tanah, dan pengaruh perubahan iklim (Bartram dan Ballance 1996).

Suhu merupakan variabel lingkungan yang sangat penting, tidak hanya musiman, tetapi juga fluktuasi harian, karena pada perairan tipikal dangkal suhu mudah dipengaruhi oleh radiasi sinar matahari dan pendinginan pada malam hari, serta karena pengaruh angin (Williams 2006). Suhu badan perairan dipengaruhi oleh musim, lintang, ketinggian dari permukaan laut, sirkulasi udara, penutupan awan, dan aliran serta kedalaman air. Perubahan suhu berpengaruh terhadap proses fisika, kimia, dan biologi badan air (Effendi 2003). Selain itu suhu juga mempengaruhi perpindahan molekul, dinamika air, saturasi oksigen terlarut, laju metabolisme organisme, dan beberapa faktor lain yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi kehidupan di perairan (Hauer dan Lamberti 2007).

Kecepatan aliran sungai tidak tetap, kecepatan aliran bergantung pada kemiringan lahan dan pasokan airnya. Pada musim hujan aliran air lebih cepat daripada musim kemarau. Kecepatan aliran bervariasi antara 0-800 cm/detik, pada umumnya kecepatan aliran adalah kurang dari 300 cm/detik). Karena tingkat kecepatan aliran air sungai tidak tetap, substrat dasar sungai akan bervariasi, mulai dari berbatu hingga berlumpur (Pratiwi et al. 2009). Secara umum keberadaan vertikal mixing di dalam sungai mengakibatkan terjadinya arus dan percampuran air (Chapman 1996). Kecepatan arus suatu badan air sangat berpengaruh terhadap kemampuan badan air tersebut untuk mengasimilasi atau mengangkut bahan pencemar.

(20)

maka kadar bahan-bahan alam yang terlarut ke suatu badan air akibat erosi meningkat secara eksponensial (Effendi 2003). Pada perairan mengalir ukuran dan tipe dari partikel substrat dasar, menjadi tempat perlindungan bagi biota-biota pada saat musim basah dan musim panas (Boulton 1989 in Williams 2006 ).

Parameter Kimia Perairan

Parameter kimia yang dianalisis untuk menilai kondisi perairan di hulu sungai adalah oksigen terlarut (DO), BOD, dan pH. Keberadaan oksigen (DO) terlarut di perairan berkaitan dengan variabel lingkungan lain seperti intensitas cahaya matahari, suhu air, angin, dan arus (Lee dan Joseph 1995). Kadar oksigen terlarut di perairan mungkin berfluktuasi karena adanya aktivitas fotosintesis dan respirasi (Williams 2006). Whitney (1942) in Williams (2006) menemukan bahwa kadar oksigen terlarut mencapai maksimum menjelang atau sebelum gelap, dan ketika aktivitas fotosintesis berhenti kemudian digantikan oleh respirasi. Menurut Eriksen (1966), kekeruhan (turbidity) bisa menyebabkan stratifikasi beberapa parameter perairan, material yang tersuspensi akan membatasi kedalaman penetrasi cahaya matahari, ini akan membatasi aktivitas fotosintesis.

Kebutuhan Oksigen Biokimiawi (Biochemical Oxygen Demand/BOD) merupakan gambaran secara tidak langsung kadar bahan organik menjadi karbondioksida dan air, dan diukur pada suhu 20 0C selama 5 hari dalam keadaan tanpa cahaya. Kualitas suatu perairan secara kimia dipengaruhi oleh kondisi ekologi setempat, iklim, dan jarak dari laut (Chapman 1996).

pH merupakan parameter yang penting di perairan, pada saat aktivitas fitoplankton di perairan meningkat, maka pH akan meningkat dan jumlah ion H+ berkurang (Ueda et al. 2000). Sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan pH dan menyukai nilai pH sekitar 7-8,5. Nilai pH sangat mempengaruhi proses biokimiawi perairan. Perairan tawar alami memiliki nilai pH sekitar 7-8 (Effendi 2003). Nilai pH untuk air minum yang tidak akan memberikan pengaruh adalah 6-9 (WRC 2003 in Abdul 2009). Nilai pH tidak berpengaruh pada estetika atau nilai keindahan, tapi apabila untuk air minum akan berpengaruh kepada kesehatan manusia (Abdul 2009).

(21)

6

Amonia bebas (NH3) yang tidak terionisasi bersifat toksik terhadap organisme

akuatik. Toksisitas amonia terhadap organisme akuatik akan meningkat jika terjadi penurunan kadar oksigen terlarut (Effendi 2003).

Nitrit (NO2) biasanya ditemukan dalam jumlah yang sangat sedikit, lebih

sedikit daripada nitrat, karena bersifat tidak stabil dengan keberadaan oksigen. Nitrit merupakan bentuk peralihan antara amonia dan nitrat, dan antara nitrat dengan gas nitrogen. Sumber nitrit dapat berupa limbah industri dan domestik. Kadar nitrit di perairan relatif kecil karena segera dioksidasi menjadi nitrat. Nitrat (NO3) merupakan bentuk utama nitrogen di perairan alami dan merupakan nutrien

utama bagi pertumbuhan tanaman dan algae. Nitrat nitrogen sangat mudah larut dalam air dan bersifat stabil. Senyawa ini dihasilkan dari proses oksidasi sempurna senyawa nitrogen di perairan (Effendi 2003).

Parameter Biologi Perairan

Kondisi dinamika fisik perairan sungai mempengaruhi kondisi komunitas biologis biota sungai (Vannote et al. 1980 in Kohler et al. 2002). Komunitas biotik di gradien yang berbeda digunakan untuk melihat variabel lingkungan perairan terutama kimia air, komunitas biologi juga digunakan untuk melihat perbedaan tipe air. Monitoring secara biologi sangat berguna karena terdapat intergrasi langsung dengan alam (Soininen 2002). Alga hijau (green algae) biasanya banyak terdapat di daerah sungai yang dangkal, sedangkan di sungai yang lebih dalam didominasi oleh diatom (Kohler et al. 2002). Perifiton secara umum terdapat di semua permukaan sungai baik di hulu maupun di hilir, keberadaan perifiton sangat penting dalam proses produktivitas sistem perairan

mengalir (Allan 1995 in Pizarro dan Vinocur 2000). Kedalaman sungai dan

intensitas cahaya matahari yang masuk ke kolom air akan mempengaruhi laju

pertumbuhan fitoplankton selain keberadaan nutrien perairan (Reynolds et al.

1991 in Kohler et al. 2002). Perkembangan biomassa fitoplankton di sungai

rendah karena adanya faktor pembatas yaitu arus air (Bellinger 2010).

Selain fitoplankton, indikator biologis yang banyak digunakan di perairan

sungai adalah makroavertebrata, ikan, alga, dan makrofita (Growns et al. 1995 in

Burns dan Ryder 2001). Makrofita memiliki peran penting dalam stuktur dan fungsi ekosistem air tawar (Baattrup-Pedersen dan Riis 1999). Sebagai produsen primer makrofita berperan dalam siklus dan transfor mineral, menunjukkan hubungan antara sedimen, air, dan juga atmosfer (Cronin et al. 2006 in Vymazal 2008). Alga memiliki respon terhadap bahan pencemar dan beberapa digunakan sebagai sistem peringatan awal, karena alga memiliki kemampuan monitoring biologi berdasarkan informasi struktural dan fungsional (Burns dan Ryder 2001). Beberapa jenis vegetasi di tepian perairan juga mempengaruhi struktur komunitas avertebrata di sungai intermitten (Williams 2006).

(22)

air untuk setiap spesies, karena setiap spesies memiliki toleransi atau rentang suhu tertentu untuk dapat hidup. Hal ini juga dikarenakan perbedaan fisiologis biota baik pernafasan maupun metabolisme (Thani dan Phalaraksh 2008).

Ikan merupakan sumberdaya perairan yang sangat penting baik secara ekologi, maupun secara ekonomi. Perubahan lingkungan perairan dikarenakan adanya pengaruh dari luar akan mempengaruhi kondisi dan kelimpahan ikan. Sehingga proses dan mekanisme hubungan antara komponen biotik dan abiotik sangat penting untuk diketahui (Val 2006). Eksploitasi yang dilakukan secara intensif oleh manusia, seperti aktivitas pertanian, urbanisasi, pengalihan sungai, pembendungan dan penangkapan ikan, akan mempengaruhi morfologi sungai, pencemaran dan perubahan aliran air, perubahan habitat, fragmentasi hidrologi, hubungan biotik, dan erosi (Melcher et al. 2012).

Bakteri bisa digunakan sebagai indikator suatu kondisi ekologi perairan (Kefalas et al. 2003). Jumlah bakteri coliform menjadi indikator untuk kriteria kualitas air kegiatan wisata, seperti untuk kegiatan berenang (Hakanson dan Bryhn 2008). Menurut data dari the European Commission untuk kualitas air pemanfaatan rekreasi, jumlah total coliform dan jumlah fecal coliform di dalam air yang berada di luar ruangan tidak boleh melebihi 500 dan 100 MPN/100 ml. Keberadaan jumlah total coliform dan jumlah fecal coliform di perairan alami dipengaruhi oleh perbedaan karakteristik fisika-kimia (radiasi UV, sinar matahari, keberadaan alga toxic) dan biologi (konsumsi oleh protozoa dan zooplankton, aktivitas bakteriopage) (Niewolak 1999).

Ekowisata Perairan

Ekowisata merupakan suatu bagian dari pariwisata yang berkaitan dengan perjalanan mengunjungi suatu kawasan yang secara relatif masih belum terganggu, dengan tujuan untuk mengagumi, meneliti, dan menikmati pemandangan alam yang indah, tumbuh-tumbuhan serta binatang liar maupun kebudayaan yang terdapat di wilayah tersebut (Ceballos dan Lascurian 1991 in Yulianda 2007). Menurut Hetzer (1965) in Bjork (2000) ekowisata merupakan wisata yang berdasarkan prinsip perlindungan alam dan sumberdaya archeologi seperti burung, dan beberapa hewan liar, dan lahan basah. Ekowisata pertama kali dikenalkan pada tahun 1990 oleh organisasi The Ecotourism Society, sebagai perjalanan ke daerah-daerah yang masih alami yang dapat mengkonversi lingkungan dan memelihara kesejahteraan masyarakat setempat (Blangi 1993 in Linberg 1993). Ekowisata merupakan suatu kegiatan yang biasanya digunakan untuk mempelajari tentang biodiversity, konservasi, dan ekologi (Zambrano et al. 2010).

(23)

8

Ekowisata merupakan salah satu strategi yang ideal untuk mencapai keseimbangan pengelolaan antara ekologi dan ekonomi di suatu kawasan (Bookbinder et al. 1998). Wallace dan Pierce (1996) in Fennell (2001) memberikan beberapa pandangan tentang struktur penting ekowisata, yang menyatakan bahwa ekowisata: meminimalkan pengaruh, meningkatkan kesadaran, memberikan kontribusi terhadap konservasi, keuntungan langsung untuk masyarakat lokal, dan memberikan kesempatan kepada masyarakat lokal untuk menikmati kawasan alami. Masyarakat lokal bisa mendapatkan penghasilan dari apresiasi pengunjung terhadap sumberdaya alam, selain itu juga sebagai pemasukan bagi pengelolaan kawasan (Goodwin dan Roe 2001). Fungsi utama dari ekowisata adalah perlindungan kawasan alami, pengalaman wisata yang berkualitas, meransang pertumbuhan ekonomi lokal, pendidikan lingkungan, dan partisipasi masyarakat (Ross dan Wall 1999).

Pada hakekatnya ekowisata yang melestarikan dan memanfaatkan alam dan budaya masyarakat, jauh lebih ketat dibanding dengan hanya keberlanjutan. Pembangunan ekowisata berwawasan lingkungan jauh lebih terjamin hasilnya dalam melestarikan alam dibanding dengan keberlanjutan pembangunan, karena ekowisata tidak melakukan eksploitasi alam, tetapi hanya menggunakan jasa alam dan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pengetahuan, fisik dan psikologis wisatawan (Fandeli 2000).

Pengelolaan Berkelanjutan

Badan perairan memiliki batas daya dukung terhadap masukan beban pencemar, yang berasal dari aktivitas antropogenik, dan penurunan kualitas air akan berakibat kepada kelangkaan air (UN-Water 2006), sehingga perlu adanya strategi pengelolaan perairan yang berkelanjutan. Pengelolaan sumberdaya air perairan darat merupakan upaya untuk merencanakan, melaksanakan, memantau, dan mengevaluasi yang meliputi: konservasi, pendayagunaan, dan mitigasi bencana. Jadi, pengelolaan tidak hanya aspek pemanfaatan dalam jangka pendek tapi pemanfaatan tersebut sampai tidak terbatas (berkelanjutan). Kebijakan dan pelaksanaan pengelolaan yang tepat sasaran memerlukan data dan informasi yang akurat dan lengkap (Fakhrudin et al. 2004).

(24)

konsentrasi bakteri (Hakanson dan Bryhn 2008). Untuk mendapatkan suatu gambaran kondisi lingkungan serta pengelolaan yang benar, maka perlu adanya gabungan dari ilmu lingkungan dengan ilmu sosial, gabungan dari dua pengelolaan ini akan menghasilkan pengelolaan sumberdaya yang lebih baik (Dale dan Bayeler 2001).

3

METODE PENELITIAN

Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan di kawasan Air Terjun Timbulun, Nagari Sungai Nanam, Kecamatan Lembah Gumanti, Kabupaten Solok Wilayah penelitian mencakup kawasan Air Terjun Timbulun dan lingkungan sekitar yang masih memberikan pengaruh kepada kawasan Air Terjun Timbulun baik secara ekologi maupun antropologi. Kawasan Air Terjun Timbulun secara geografis berada pada koordinat 100’50” - 100’58” Lintang Selatan dan 100047’19” - 100048’49” Bujur Timur (Gambar 2).

Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Februari-Maret 2013. Pelaksanaan penelitian terdiri atas: penelitian pendahuluan, pengambilan data dan analisis data. Penelitian pendahuluan dilaksanakan pada bulan Februari hingga Agustus 2012 untuk mengetahui kondisi awal daerah penelitian dan mempersiapkan perlengkapan untuk pengambilan data.

(25)

10

Berdasarkan hasil penelitian pendahuluan untuk mengetahui kondisi umum kawasan penelitian, maka ditetapkan tiga stasiun utama pengamatan paramater lingkungan Air Terjun Timbulun yang diharapkan dapat mewakili keseluruhan kawasan Air Terjun Timbulun. Adapun karakteristik dari masing-masing stasiun yang diamati adalah sebagai berikut (Gambar3):

Stasiun 1 adalah mencakup perairan sungai di atas air terjun atau bagian sungai sebelum air terjun. Pada kawasan ini terlihat kondisi arus yang lebih tenang, lahan yang lebih landai, substrat lebih halus dibanding lokasi lainnya, serta tutupan kanopi yang lebih padat. Stasiun 2 Mencakup sekitar Air Terjun Timbulun, mulai dari batas air turun (terjun) hingga kolam air. Pada kawasan ini menjadi daya tarik utama karena kondisi kecuraman lahan, arus yang lebih deras, serta substrat berupa batuan besar. Selain itu tutupan kanopi pada lokasi air terjun lebih sedikit terbuka dibanding stasiun 1. Stasiun 3 Mencakup bagian hilir air terjun, mulai dari sungai sesudah kolam air terjun hingga batas perbukitan terluar yang menjadi batas kawasan Air Terjun Timbulun. Pada kawasan ini yang menjadi daya tarik utama adalah kondisi medan yang cukup menantang yang harus dilalui untuk mencapai kawasan air terjun. Terdapat beberapa air terjun berukuran kecil, serta kondisi substrat batuan yang sedikit lebih kecil dibanding stasiun 2. Sedangkan kondisi tutupan kanopi mulai terbuka.

Rancangan Penelitian

Penelitian yang dilakukan berupa penentuan potensi sumberdaya Air Terjun Timbulun untuk kegiatan wisata berdasarkan data-data parameter lingkungan (fisika, kimia, dan biologi). Data-data parameter lingkungan di analisis secara mendalam untuk memperoleh parameter-parameter utama yang berperan dalam ekosistem air terjun secara ekologis, sehingga dapat digambarkan kondisi ekosistem Air Terjun Timbulun secara utuh. Selain itu, dilakukan pula kajian literatur dan pendapat pada ahli (responden) untuk menilai parameter utama dan parameter pendukung kegiatan ekowisata air terjun, sehingga hasil kajian parameter baik secara primer maupun sekunder dapat dikombinasikan untuk mendapatkan kesimpulan yang valid. Responden yang digunakan adalah orang-orang yang terlibat dengan kegiatan wisata baik secara langsung maupun tidak langsung, seperti tim ahli, teknisi, akademisi, pembuat kebijakan, wisatawan, dan masyarakat sekitar.

(26)

Data yang digunakan adalah data primer dan data sekuder. Data primer adalah data parameter lingkungan perairan yang diambil langsung di lokasi penelitian. Sedangkan data sekunder adalah data-data yang didapatkan dari literatur. Setiap nilai parameter yang didapatkan akan dikaji secara mendalam sehingga diketahui peran tiap paramater lingkungan yang diamati dalam aktivitas wisata maupun dalam ekosistem, kemudian dilakukan pembuatan matriks potensi ekowisata untuk menilai potensi ekowisata kawasan Air Terjun Timbulun berdasarkan komponen lingkungan perairan yang telah diamati dan dianalisis.

Prosedur Pengamatan

Pengambilan sampel parameter lingkungan Perairan

Parameter fisik

Parameter fisik perairan yang diukur adalah suhu air, warna air, bau air, debit sungai dan air terjun, lebar sungai, lebar badan sungai, luas kolam air terjun, ketinggian air terjun, kemiringan lahan, substrat, hamparan daratan, kedalaman, arus sungai, dan kekeruhan (Tabel 1). Suhu merupakan parameter fisik yang sangat mempengaruhi aktivitas wisata, pengukuran suhu dilakukan pada air dan udara menggunakan thermometer. Debit aliran adalah laju air (dalam bentuk volume air ) yang melewati suatu penampang melintang sungai per satuan waktu. Warna perairan yang diukur adalah warna tampak (apparent color) yaitu warna yang ditentukan langsung pada air yang tidak mengalami perlakuan, sehingga warna air tersebut disebabkan oleh semua bahan yang terlarut dan tersuspensi. Untuk pengukuran bau adalah kontak langsung dengan air sampel (receptor cell). Prinsip analisis sampel berdasarkan APHA 2012.

Tabel 1 Parameter fisik perairan

Parameter Satuan Alat Analisis

FISIK Debit sungai m3/detik Tali, pemberat, stopwacth In situ

Tinggi air terjun m Meteran In situ

Lebar sungai m Meteran In situ

Kemiringan lahan % Busur derajat In situ

Hamparan daratan m2 Meteran In situ

Kedalaman cm Tongkat berskala In situ

Arus cm/detik Tali, pemberat, stopwacth In situ

Kekeruhan ntu Turbidity meter Eks Situ

Luas kolam air terjun m2 Meteran In situ

(27)

12

Pengukuran nilai kekeruhan menggunakan alat turbidity meter yang dilakukan di Laboratorium Produktivitas Lingkungan Perairan, Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Kemiringan lahan dinyatakan dalam derajat atau persen. Selain dari memperbesar jumlah aliran permukaan, makin curamnya lereng juga memperbesar kecepatan aliran permukaan yang dengan demikian memperbesar energi angkut air.

Parameter kimia

Parameter kimia perairan yang dianalisis yaitu oksigen terlarut (DO), BOD, pH, total nitrogen, dan total fosfat (Tabel 2). Pengukuran parameter kimia dilakukan secara in situ, yaitu pengukuran nilai parameter langsung dilakukan di lokasi pengamatan. Oksigen terlarut (DO) merupakan jumlah mg/l gas yang terlarut di dalam air, berasal dari proses fotensintesa oleh fitoplankton atau tanaman air, dan difusi dari udara. Pengukuran kadar oksigen terlarut dalam air dilakukan menggunakan metode titrasi winkler. BOD (Biochemical Oxygen Demand) dapat menggambarkan suatu proses oksidasi bahan organik oleh mikroorganisme yang terjadi di perairan. Penentuan BOD ini dilakukan dengan cara menghitung kadar oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk mendekomposisi bahan organik yang terlarut di perairan dalam waktu 5 hari yang merupakan selisih kadar oksigen pada hari pertama dan hari kelima. Metoda ini menggunakan botol gelap dan botol terang. Botol terang langsung ditentukan kadar oksigen terlarutnya, sedangkan botol gelap disimpan dalam BOD inkubator pada suhu 20 oC selama 5 hari. Temperatur 20oC dan waktu 5 hari merupakan temperatur dan waktu yang standar dalam penentuan BOD karena dianggap pada temperatur tersebut proses dekomposisi berjalan optimum dan sekitar 75% bahan organik telah terdekomposisi.

Pengukuran nilai pH dilakukan menggunakan pH indikator. Pengukuran pH penting untuk dilakukan karena penurunan atau kenaikan pH karena adanya masukan zat dari luar perairan akan mengakibatkan tekanan (stress) pada organisme perairan (Glen dan Suter 2001). Pengukuran total fosfat dan total nitrogen dilakukan untuk mengetahui kandungan nutrien utama di perairan sebagai sumber hara bagi produsen primer. Prinsip analisis sampel berdasarkan APHA 2012.

Tabel 2 Parameter kimia perairan

Parameter Satuan Alat Analisis

KIMIA

DO mg/l Botol BOD, bahan titrasi

winkler Winkler /In situ

BOD mg/l Botol terang/gelap In situ

pH - pH indikator In situ

Total fosfat mg/l spektrofometer Ascorbic acid /Eks situ

Total

(28)

Parameter biologi

Parameter biologi berguna sebagai data pendukung dalam penilaian kondisi kawasan secara ekologi. Selain itu dapat juga dijadikan sebagai indikator untuk menilai keindahan dan kelayakan kawasan untuk kegiatan wisata. Parameter biologi utama yang diamati sebagai indikator perairan dan objek wisata adalah perifiton sebagai produsen utama di perairan sungai, tumbuhan air, serangga air yang menjadi indikator kualitas air di perairan hulu, serta fecal coliform sebagai indikator perairan tercemar untuk kegiatan ekowisata (Tabel 3).

Perifiton diambil dengan metode kerikan menggunakan sikat dan penggaris. Batu atau substrat diambil dari dalam air, kemudian dikerik dan ditambahkan aquades hingga 100 ml, kemudian dilakukan pengawetan dengan lugol sebelum diamati kelimpahannya. Kelimpahan perifiton dihitung dengan rumus:

Keterangan: K= Kelimpahan perifiton (ind/cm2), N = Jumlah perifiton yang diamati, As= Luas substrat yang dikerik (a cm2) untuk penghitungan perifiton, At = Luas penampang permukaan cover glass (mm2), Acg = Luas amatan (mm2), Vt=Volume konsentrasi pada botol contoh (10 ml) untuk penghitungan perifiton , Vs=Volume konsentrasi dalam cover glass (ml).

Serangga air diambil menggunakan surber. Surber ditaruh di perairan dengan posisi menentang arus air, kemudian substrat di dalam bingkai diganggu sekitar 15 menit, hingga diperoleh serangga air di dalam surber. Perhitungan nilai kepadatan serangga dihitung menggunakan rumus (Brower dan Zar 1992) :

Keterangan: K= Kepadatan serangga (individu/m2), a = Jumlah serangga yang ditemukan (individu), b = Luas bukaan surber (30 cm x 30 cm), 10000 = Konversi dari cm2 ke m2.

Analisis data yang digunakan yaitu dengan melakukan analisis keanekaragaman dan keseragaman untuk perifiton dan serangga. Indeks Shannon yang biasa digunakan untuk menghitung keanekaragaman, dan keseragaman spesies yaitu (Shannon 1949; Shannon dan Weaver 1963 in Hossain et al. 2012):

Dan

(29)

14

Pengumpulan data tumbuhan air dilakukan secara visual, kemudian dilakukan identifikasi untuk setiap jenis vegetasi yang ditemukan. Pengukuran kandungan fecal coliform dilakukan dengan menggunakan metode MPN (Most Probable Number) atau jumlah perkiraan terdekat menggunakan 5 seri tabung (APHA 2012). Pengambilan ikan dilakukan menggunakan peralatan bubu (perangkap), ikan yang didapat kemudian akan diidentifikasi secara meristik dan morfometrik.

Tabel 3 Parameter biologi perairan

Parameter Satuan Alat Analisis

BIOLOGI

Fecal coliform ind/100 ml Botol steril MPN/Eks situ

Serangga air Ind/m2 Surber Eks situ

Analisis Data

Analisis kondisi ekologi kawasan Air Terjun Timbulun

Parameter-parameter yang digunakan sebagai parameter pendukung aktivitas ekowisata, baik itu fisik, kimia, dan biologi kemudian diberi penilaian berdasarkan peranannya. Parameter tersebut dibagi atas dua peranan, yaitu sebagai objek atau fungsi. Penilaian peranan parameter dinilai berdasarkan studi literatur dan pendapat responden. Responden yang dipilih merupakan masyarakat sekitar, kepala jorong (desa) dan ahli ekowisata. Hasil dari penilaian ini akan menggambarkan kepentingan suatu parameter dalam kegiatan ekowisata air terjun, baik kepentingannya sebagai objek maupun fungsi, serta dapat diketahui parameter utama yang harus dipenuhi untuk ekowisata air terjun. Penilaian dilakukan dengan memberikan ranking untuk setiap parameter. Perangkingan dilakukan berdasarkan nilai baku mutu dan penilaian melalui literatur.

(30)

Analisis potensi kawasan untuk ekowisata

Potensi ekowisata kawasan diketahui melalui perhitungan matriks potensi ekowisata kawasan Air Terjun Timbulun. Matriks disusun berdasarkan hasil kajian ekologi yang telah dilakukan sehingga diperoleh komponen-komponen lingkungan yang berpotensi dikembangkan sebagai objek dalam aktivitas ekowisata. Urutan matriks dibuat berdasarkan tingkat peranan parameter yang sudah diketahui. Nilai matriks potensi ekowisata kawasan dibuat menggunakan skoring. Skor 3 untuk kategori sangat sesuai, skor 2 untuk kategori sesuai, dan skor 1 untuk kategori tidak sesuai. Nilai masing-masing kategori untuk parameter diperoleh melalui studi literatur.

Setelah didapatkan matriks kesesuaian parameter untuk ekowisata air terjun, maka nilai pengukuran parameter di Air Terjun Timbulun disesuaikan dengan matriks. Nilai skor masing-masing parameter akan dijadikan masukan dalam perhitungan potensi kawasan untuk ekowisata. Perhitungan potensi kawasan kemudian dilakukan menggunakan teori perhitungan indeks. Sama halnya dengan perhitungan Indeks Kawasan Wisata (IKW) dalam ekowisata bahari dan danau (Yulianda 2007). Komponen ekowisata merupakan bagian dari masing-masing parameter ekologi yang memiliki peranan penting dalam aktivitas wisata baik sebagai objek maupun fungsi dalam kegiatan ekowisata. Liuab et al. (2012) menyatakan bahwa, untuk perhitungan nilai paramater berdasarkan hasil matriks ekowisata dihitung menggunakan hubungan antara faktor yang dipilih yang ditandai dengan skor dan bobot parameter. Formula matematika yang digunakan dalam perhitungan nilai parameter yaitu

Keterangan: f(x) = Nilai parameter ke-x, W = Bobot, F= Skor

Kemudian untuk menentukan potensi kawasan digunakan rumus sebagai berikut:

Potensi Kawasan Wisata =

Keterangan: f(x) = Nilai parameter ke-x dan f(x) maksimum = Nilai maksimum perkalian bobot dan skor adalah 117.

Berdasarkan Yulianda (2007) kriteria nilai atau kisaran potensi kawasan ekowisata berdasarkan perhitungan bobot dan skor yang sudah dimodifikasi adalah sebagai berikut:

(31)

16

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Kawasan Penelitian

Air Terjun Timbulun berlokasi di bukit Air Muro bagian utara Sungai Nanam, dengan posisi geografis 1001’02”LS -100046’46” dan BT 1001’05” LS - 100047’16” BT. Nagari Sungai Nanam secara umum terletak di dataran tinggi dalam jajaran bukit barisan yang membentang dari utara ke selatan sepanjang 8,25 Km, dimulai dari Batang Tantak (Bukit Rampuang) tapal batas dengan Kecamatan Payung Sekaki, bagian selatan dengan Lasuang Lakek Kenagarian Alahan Panjang Kecamatan Lembah Gumanti, melebar dari timur ke barat dimulai dari Bukit Janjang tapal batas dengan Kecamatan Hiliran Gumanti dan Tigo Lurah, sebelah barat dengan Bukit Cambai tapal batas dengan Kecamatan Danau Kembar dan Lembang Jaya sepanjang 4,5 Km (Pemerintah Sungai Nanam 2003). Suhu rata-rata Nagari Sungai Nanam berkisar antara 15-320C, dengan ketinggian rata-rata 1500 m di atas permukaan laut.

Kawasan Air Terjun Timbulun secara geografis terletak di daerah tropis, sehingga mengalami dua musim yaitu musim hujan dan musim kemarau. Kawasan ini terdiri atas sungai yang terbentang dari utara ke selatan sepanjang ±600 m, yang memiliki 4 air terjun dengan 1 air terjun utama dengan ketinggian ±10 m. Kawasan ini dikelilingi oleh 3 perbukitan yang secara kepemilikan merupakan kepunyaan dari 3 suku di Nagari Sungai Nanam, yaitu Suku Panai, Suku Caniago dan Suku Kutianyia. Kondisi kawasan Air Terjun Timbulun masih sangat alami, dengan tutupan bermacam-macam vegetasi tropis dan kualitas perairan yang masih baik. Selain itu, perbukitan yang mengelilingi kawasan Air Terjun Timbulun memiliki potensi sebagai kawasan wisata karena memiliki pemandangan yang sangat menarik, berupa pemandangan perkampungan Nagari Sungai Nanam dengan suasana kawasan pertaniannya. Kawasan Air Terjun Timbulun juga merupakan kawasan yang strategis karena sudah dapat ditempuh menggunakan kendaraan bermotor. Terdapat 2 akses utama menuju kawasan, yaitu melalui jalan Sawah Liek Jorong Koto Sungai Nanam, atau melalui jalan lingkar bukit dari Jorong Lekok.

Kawasan Air Terjun Timbulun berada di Nagari Sungai Nanam dengan jarak ± 78 Km dari Kota padang atau ± 68 Km dari Kota Solok. Aksesibilitas menuju kawasan Danau Diatas dapat dijangkau melalui tiga jalur, dimana jalur ini merupakan paket wisata yang ditawarkan Propinsi Sumatera Barat antara lain : (a) Padang – Kebun Teh Kayu Aro – Alahan Panjang (Danau Diatas, Panorama Danau Kembar, Wisata Terpadu, Kawasan Air Terjun Timbulun dan Agro Wisata) – Danau Singkarak –Tanah Datar/Bukittinggi, (b) Mandeh – Alahan Panjang (Danau Diatas, Panorama Danau Kembar, Wisata Terpadu, Kawasan Air Terjun Timbulun dan Agro Wisata) - Danau Singkarak – Tanah Datar/Bukittinggi, (c) Bukittinggi/Tanah Datar – Danau Singkarak - Alahan Panjang (Danau Diatas, Panorama Danau Kembar, Wisata Terpadu, Kawasan Air Terjun Timbulun dan Agro Wisata) – Mandeh – Padang.

(32)

Tabel 4 Posisi georafis stasiun penelitian

No Stasiun Koordinat

Lintang Selatan Bujur Timur

1 Stasiun 1 100’58” 100047’19”

2 Stasiun 2 100’42” 100047’45”

3 Stasiun 3 100’10” 100047’42”

Keseluruhan kawasan Air Terjun Timbulun yang memiliki potensi sebagai kawasan wisata yaitu ±18 ha. Secara ekologi kawasan ini memiliki fungsi yang sangat penting bagi masyarakat Nagari Sungai Nanam. Saat ini masyarakat sekitar kawasan dan hampir 30% dari masyarakat Sungai Nanam memanfaatkan sumber mata air Air Terjun Timbulun sebagai sumber air minum, sehingga pengelolaan kawasan ini perlu dilakukan, selain sebagai wisata alternatif bagi masyarakat juga dalam rangka melindungi sumber air masyarakat. Hal ini perlu dilakukan karena saat ini banyak terjadi konversi hutan di sekitar kawasan Air Terjun Timbulun untuk dikonversi menjadi lahan pertanian, sehingga dikhawatirkan akan merusak kawasan tersebut.

Stasiun 1 Stasiun 2

Stasiun 3

(33)

18

Substrat dasar dari ke-3 stasiun memiliki perbedaan, hal ini diduga dikarenakan kemiringan lahan dari ke-3 stasiun berbeda. Stasiun 1 memiliki kemiringan lahan yang lebih landai dari kawasan yang lainnya yaitu sekitar 0-30% memiliki substrat batuan sungai yang lebih halus. Stasiun 2 adalah kawasan air terjun dengan tingkat kemiringan lahan hampir 80%, substrat berupa batuan besar dengan rata-rata diameter 1 m. Sedangkan stasiun 3 memiliki tingkat kemiringan yang lebih beragam dari yang landai hingga terdapat air terjun dengan ketinggian 2-3 m serta memiliki substrat batuan yang lebih beragam, mulai dari yang berupa kerikil hingga batuan besar dengan diameter mencapai 2 m. Selain daya tarik air terjun, pemandangan, dan kesejukan kawasan, keberadaan batuan-batuan besar juga menjadi daya tarik para wisatawan yang berkunjung ke kawasan ini.

Analisis Ekologi Kawasan Air Terjun Timbulun

Parameter fisika

Hasil pengukuran parameter fisika lingkungan perairan kawasan Air Terjun Timbulun memperlihatkan kondisi kawasan yang masih sangat alami dan belum mengalami pencemaran dari aktivitas manusia (Tabel 5).

Tabel 5 Nilai rata-rata parameter fisika kawasan Air Terjun Timbulun

(34)

penelitian adalah sekitar 150C pada saat hujan dan 160C saat kondisi panas, sehingga dapat dikatakan tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada perubahan suhu air. Hal ini diduga dikarenakan pengaruh iklim mikro dari tutupan vegetasi di sekitar perairan yang menyebabkan sinar matahari tidak langsung mengenai perairan. Tentunya hal ini juga baik bagi kehidupan organisme di perairan, karena dapat menjadi shading bagi kenyamanan organisme di perairan. Kondisi suhu udara dan air merupakan elemen kunci proses ekowisata, karena terkait dengan kenyamanan bagi pengunjung dalam beraktivitas di kawasan. Gambaran kehidupan organisme memperlihatkan bahwa pertama kalinya mereka harus bisa beradaptasi dengan suhu lingkungan, kemudian sumberdaya air yang tersedia di lingkungan tersebut (Al-Sayed dan Al-langawi 2003).

Suhu kawasan dapat menjadi daya tarik tertentu untuk peruntukan aktivitas wisata. Terutama bagi masyarakat yang biasa hidup di dataran rendah dengan suhu yang tinggi, mereka akan lebih tertarik untuk menikmati aktivitas wisata pada kawasan dengan suhu yang lebih dingin dan sejuk. Keberadaan suhu yang dingin dan sejuk umumnya terdapat di dataran tinggi dengan pegunungan yang masih memiliki hutan. Menurut Al-Sayed dan Al-langawi (2003) kondisi lingkungan juga dapat mempengaruhi keberadaan sumberdaya air, yaitu tidak adanya hujan pada musim kemarau panjang, atau tingginya tingkat penguapan pada suhu yang tidak normal (lebih tinggi). Tentunya kondisi seperti ini akan mempengaruhi keberadaan dan nilai keindahan dari Air Terjun Timbulun yang sebagian besar sumber air berasal dari air hujan. Kawasan Air Terjun Timbulun mengalami pengurangan debit karena tidak adanya air masuk dari air hujan pada musim panas, kondisi ini mulai terlihat pada saat dibandingkan antara kondisi hujan dan sesudah 2 minggu tidak hujan (Gambar 40).

(35)

20

Kondisi Hujan Kondisi setelah 2 minggu tidak hujan

Ganbar 4 Perbedaan kondisi Air Terjun Timbulun pada kondisi hujan dan kondisi setelah 2 minggu tidak hujan

Kawasan Air Terjun Timbulun merupakan daerah hulu dari sungai-sungai besar yang mengalir menuju Samudera Hindia. Rata-rata daerah hulu adalah sungai-sungai yang mengalir dari sumber air berupa mata air, yang kemudian berkumpul menjadi sungai yang lebih besar. Sungai-sungai kecil ini merupakan sumber air bagi sungai-sungai yang lebih besar, sehingga menjadi point utama dalam pengelolaan suatu daerah aliran sungai (DAS). Kondisi fisik suatu kawasan perairan harus menjadi pertimbangan dalam pengelolaan suatu kawasan untuk peruntukan tertentu seperti konservasi alam, khususnya untuk perencanaan kawasan oleh ahli (Jessel dan Jacobs 2005).

(36)

45 %. Kondisi kemiringan lahan yang berbeda kemudian mempengaruhi kondisi substrat, arus dan debit masing-masing perairannya.

Keberadaan arus dan debit sungai dan air terjun di kawasan wisata merupakan salah satu daya tarik bagi aktivitas wisata. Rendahnya tingkat hujan rata-rata pertahun juga mempengaruhi arus aliran sungai (Judova´ dan Jansky´ 2005). Arus sungai pada stasiun penelitian berkisar antara 26,7-33,3 cm/detik, sedangkan arus arus terjun berkisar antara 63-150 cm/detik. Pada kawasan Air Terjun Timbulun tidak terdapat gangguan dari aktivitas manusia, sehingga arus dan debit perairan merupakan arus dan debit alami perairan tersebut. Kondisi ini bisa menjadi rona awal lingkungan, sehingga dapat dijadikan sebagai indikator adanya perubahan arus dan debit jika terdapat aktivitas manusia di sekitar kawasan. Meskipun demikian, perubahan juga mungkin dikarenakan adanya pengaruh dari faktor-faktor alamiah, seperti perubahan iklim. Fieseler dan Wolter (2006) menyatakan bahwa, sungai-sungai kecil sangat dipengaruhi oleh variabel-variabel fisik seperti iklim, suhu, morfologi, sumber air, arus, dan gangguan-gangguan yang disebabkan oleh aktivitas manusia, seperti pembendungan dan pencemaran. Arus juga merupakan salah satu faktor utama yang mempengaruhi perubahan kondisi geomorfologi dari badan perairan (Burneo dan Gunkel 2003). Kondisi dan perubahan arus sungai tidak hanya dipengaruhi oleh iklim, seperti musim hujan dan musim panas, tapi juga dipengaruhi oleh faktor gradien lingkungan.

Isaac dan Hubert (2001) in Burneo dan Gunkel (2003) menyatakan bahwa, hubungan antara sungai di pegunungan dengan lingkungannya sangat erat, terutama kondisi geomorfologi karena adanya perubahan arus dan gradien sungai. Pengamatan kualitas air dilakukan pada bulan Februari dan Maret. Bberdasarkan time series curah hujan bulanan dari tahun 2007 hingga 2011 terlihat bahwa pada bulan Februari curah hujan rendah, sedangkan pada bulan Maret curah hujan cenderung lebih tinggi. Kondisi curah hujan juga dapat dijadikan sebagai dasar dalam penentuan kebijakan dalam pengelolaan, terkait dengan pengaruhnya terhadap kondisi kawasan, terutama kondisi geomorfologi kawasan sebagai objek utama aktivitas wisata.

Dubicki (2000) in Dubicki et al. (2005) menyatakan bahwa topografi kawasan memainkan peranan penting dalam proses presipitasi, massa udara lembab yang bertiup ke arah lereng pegunungan mempercepat jumlah pengembungan dan meningkatkan jumlah hujan. Kawasan Air Terjun Timbulun yang terdapat pada ketinggian 1500 dpl maka frekuensi hujan akan lebih tinggi. Yu et al. (2010) menyatakan bahwa, suhu dan curah hujan dipengaruhi oleh ketinggian kawasan, sedangkan aliran permukaan bisa diamati dalam kaitannya dengan musim hujan dan musim kemarau. Kondisi hidrologi dan kualitas air sangat sensitif terhadap perubahan iklim, termasuk perubahan kondisi suhu dan presipitasi (Wu et al. 2012).

(37)

22

berpotensi menimbulkan kekeruhan adalah pertambangan, aktivitas wisata, pertanian, dan aktivitas berburu. Rata-rata kondisi warna perairan selama penelitian adalah tidak berwarna dan tidak mengalami kekeruhan, hal ini dikarenakan pengambilan sampel dilakukan pada pagi hari saat belum ada aktivitas masyarakat di sekitar kawasan, sehingga nilai kecerahan perairan mencapai 100% atau terlihat dasar perairan. Nilai kekeruhan berkisar antara 0,22-0,88 NTU, nilai ini masih dapat dikategorikan perairan jernih, karena maksimal baku mutu perairan untuk air yang jernih adalah 5 NTU (UU No 82 Tahun 2001), sehingga dapat dikatakan nilai kekeruhan Air Terjun Timbulun masih tergolong rendah. Kekeruhan di kawasan Air Terjun Timbulun lebih banyak disebabkan oleh hujan, sehingga partikel-partikel dasar terangkat ke permukaan dan menyebabkan perairan keruh.

Parameter kimia

Kondisi perairan kawasan Air Terjun Timbulun secara kimia, melalui pengamatan oksigen terlarut, BOD, pH, total nitrogen dan total fosfat terlihat masih normal dan tidak mengalami pencemaran (Tabel 6).

Tabel 6 Nilai rata-rata parameter kimia kawasan Air Terjun Timbulun

Oksigen terlarut di kawasan Air Terjun Timbulun berkisar antara 6,2-7,2 mg/l dengan rata-rata 6,85 mg/l. Pengukuran oksigen terlarut dilakukan sebagai parameter pendukung yang dapat mencerminkan kondisi biota dan kesuburan perairan, karena oksigen terlarut merupakan senyawa kimia kimia utama yang dibutuhkan oleh biota-biota air. Konsentrasi oksigen terlarut pada perairan menjadi faktor kritis untuk kebanyakan organisme (Burneo dan Gunkel 2003). Selain itu, sebagai indikator kesuburan, oksigen terlarut dapat mencerminkan kondisi dari organisme penghasil oksigen, seperti perifiton dan tanaman air, serta dinamika air seperti arus. Perbedaan habitat organisme untuk hidup umumnya dipengaruhi oleh perbedaan ciri-ciri ekologis spesies, seperti kebiasaan makan dan kebutuhan oksigen terlarut, serta interaksi biotik (Sagnes et al. 2008). pH perairan yang diamati di setiap stasiun rata-rata sama yaitu 6,5. Kondisi pH masih termasuk normal yaitu pada kisaran 6-9. pH pada kisaran ini adalah pH yang ideal bagi kehidupan organisme atau biota perairan (Effendi 2003).

(38)

perairan yang berbatu, sehingga diduga penghasil utama oksigen terlarut di perairan berasal dari orgnisme perifiton dan difusi melalui arus air. Oksigen merupakan senyawa yang sangat penting bagi biota-biota di perairan, terutama bagi ikan dan serangga air yang umum ditemukan di kawasan ini, serta menjadi indikator bagi lingkungan perairan kawasan Air Terjun Timbulun. Dalam melakukan pengelolaan terhadap kawasan perairan ini hendaknya tetap dilakukan monitoring kondisi oksigen terlarut, karena dapat menggambarkan adanya perubahan kondisi perairan, serta masukan bahan pencemar.

Hasil pengkuran Biochemical Oxygen Demand (BOD) perairan Air Terjun Timbulun rata-rata 1,85 mg/l. Kebutuhan BOD merupakan gambaran secara tidak langsung kadar bahan organik menjadi karbondioksida dan air (Chapman 1996). Kondisi BOD dapat menggambarkan kondisi bahan organik dan pencemaran di perairan. Berdasarkan pengamatan, di kawasan Air Terjun Timbulun tidak terdapat pencemaran yang berasal dari aktivitas manusia, rata-rata bahan organik yaitu berasal dari serasah-serasah daun pepohonan yang jatuh ke air. Keberadaan serasah ini menjadi penyumbang nutrien bagi perairan, serta sebagai makanan bagi biota-biota dasar pemakan detritus, seperti beberapa jenis serangga air. Selain bermanfaat sebagai sumber makanan bagi biota-biota dasar perairan, keberadaan serasah juga mempengaruhi struktur dari substrat perairan.

Di kawasan perairan Air Terjun Timbulun terlihat bahwa stasiun 3 memiliki komposisi substrat serasah yang lebih banyak daripada stasiun lainnya. Komposisi serasah banyak ditemukan pada perairan dengan tutupan vegetasi yang rapat serta arus yang agak lambat, sehingga daun-daun yang jatuh ke perairan dapat menetap tanpa terbawa oleh arus. Pada kawasan-kawasan dengan karakteristik tersebut yaitu arus yang lambat dan memiliki komposisi substrat serasah yang lebih banyak, memperlihatkan nilai BOD yang lebih tinggi daripada daerah dengan arus kencang dan substrat yang di dominasi oleh kerikil.

Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan di ke-3 stasiun pengamatan dapat dilihat bahwa konsentrasi total fosfat perairan berkisar antara 0,039 mg/l hingga 0,048 mg/l. Nilai tertinggi adalah terdapat pada stasiun 1, hal ini diduga karena stasiun 1 memiliki tutupan vegetasi yang lebih padat daripada stasiun 2 dan 3, serta arus yang lebih tenang, sehingga pengurairan bahan organik menjadi nutrien lebih efektif. Nilai konsentrasi total nitrogen (TN) yang terukur berkisar antara 0,281 mg/l hingga 0,299 mg/l. Kondisi total nitrogen di keseluruhan stasiun terlihat hampir seragam, diduga karena tidak adanya masukan bahan organik dari aktivitas manusia, sehingga kondisi nutrien perairan masih merupakan jumlah normal yang dihasilkan perairan secara alami. Produktivitas perairan tawar secara umum dibatasi oleh keberadaan unsur P (fosfor), peningkatan unsur P diperairan berasal dari sumber internal dan eksternal. Sumber internal berasal dari hasil dekomposisi bahan organik oleh mikroorganisme, dan sumber eksternal berasal dari luar perairan. Penurunan kadar P terjadi karena dimanfaatkan oleh fitoplankton dan organisme autotrof lainnya untuk tumbuh (Kopacek et al. 2000). Keberhasilan pertumbuhan fitoplankton dipengaruhi oleh ketersediaan cahaya, suhu yang mendukung, serta nutrien, salah satunya adalah keberadaan unsur P.

Parameter biologi

(39)

24

keberadaan ikan dan burung di sekitar kawasan. Secara ekologi, organisme-organisme yang diamati merupakan bagian yang sangat penting dalam mendukung keseimbangan ekosistem kawasan Air Terjun Timbulun, terutama dalam rantai makanan dan produktivitas perairan. Pengamatan perifiton dilakukan pada substrat batuan di dasar sungai, batuan yang dikerik adalah batuan yang terendam air, tetapi masih mendapat paparan cahaya matahari (Tabel 7).

Tabel 7 Kelimpahan perifiton di kawasan Air Terjun Timbulun

NO Organisme Kelimpahan (ind/cm2)

Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3

Perifiton merupakan organisme autotrof yang menempel pada substrat yang beradaptasi terhadap kondisi perairan yang berarus. Perifiton merupakan salah satu penghasil oksigen di perairan sungai, terutama daerah hulu yang memiliki karakteristik fisik khusus yaitu dangkal dan berarus deras. Jenis-jenis perifiton yang banyak ditemukan pada ke-3 stasiun pengamatan rata-rata didominasi oleh fitoplankton yaitu dari kelas Bacillariophyceae dan Chlorophyceae. Karrasch et al. (2001) menyatakan bahwa, struktur dan proses ekologi dari kolom perairan baik autotrof maupun heterotrof dapat digambarkan oleh organisme plankton, terutama fitoplankton untuk perairan eutrofik.

(40)

bioindikator yang digunakan untuk ekosistem sungai, karena sangat sensitif terhadap perubahan kondisi lingkungan, selain itu perifiton juga merupakan dasar dari rantai makanan di ekosistem sungai (Li et al. 2010).

Nilai indeks keanekaragaman (H) dan indeks keseragaman (E) di setiap stasiun baik berkisar antara 0,5-0,8 (Tabel 8). Kondisi ini hampir sama pada setiap stasiun. Kondisi keanekaragaman dan keseragaman jenis yang rendah akan sangat sensitif terhadap adanya gangguan terhadap lingkungannya, sehingga kondisi perairan dan komposisi dari komunitas perifiton dapat berubah-ubah, hal ini mengindikasikan kondisi perairan menjadi labil atau stabilitasnya rendah.

Tabel 8 Indeks Keanekaragaman (H) dan Keseragaman (E) perifiton

Stasiun Spesies H maks H E

1 8 0,9031 0,7484 0,8287

2 9 0,9542 0,5812 0,609

3 8 0,9031 0,6205 0,6871

Berdasarkan hasil pengamatan di lokasi penelitian terlihat bahwa kestabilan perairan sangat mudah dipengaruhi oleh perubahan lingkungan dan aktivitas manusia, seperti mudah menjadi keruh. Kondisi cuaca yang berubah-ubah seperti ada tidaknya hujan mengakibatkan perairan cepat menjadi banjir pada saat hujan, dan cepat menjadi kering pada saat panas. Perubahan kondisi ini dapat dilihat sesudah 2 minggu tidak hujan. Hal ini diduga disebabkan oleh morfologi badan perairan, dengan lebar sungai kecil dan dangkal. Perifiton merupakan organisme yang hidup di substrat yang masih dipengaruhi oleh keberadaan air dan cahaya matahari, sehingga perubahan kondisi perairan akan terlihat pula pada keberadaan perifitonnya.

(41)

26

Tabel 9 Kepadatan serangga air di kawasan Air Terjun Timbulun

(42)

nutrien (serasah, ganggang, dan detritus) dengan level trofik yang lebih tinggi (Li et al. 2010).

Perifiton umumnya memiliki laju reproduksi yang cepat dan siklus hidup yang pendek. Perifiton biasanya terdapat pada substrat dan secara langsung dapat merespon perubahan faktor lingkungan, seperti bermacam-macam perubahan fisik, kimia, dan biologi yang terjadi di sungai, termasuk suhu, perubahan level nutrien, perubahan arus dan grazing (Li et al. 2010). Patrick (1973) in Kumar dan Oommen (2009) menyatakan bahwa, berdasarkan penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa diatom (Bacillariophyceae) dapat hidup dengan baik pada kisaran pH 7,0-8,0. Faktor-faktor lain seperti hidrokimia dan biologi juga berpengaruh terhadap kelimpahan perifiton. Kondisi kawasan Air Terjun Timbulun saat ini masih dipengaruhi oleh perubahan faktor-faktor alami. Oleh karena itu, dalam pengelolaannya hendaknya harus tetap mempertahankan kondisi alaminya. Sebagai suatu habitat alami, perairan (sungai dan air terjun) sangat penting dalam mendukung kelimpahan spesies dan mempunyai nilai ekosistem yang kompleks (Dar dan Dar 2009). Perifiton merupakan sumber makanan bagi mikro dan makroavertebrata di sungai, sedangkan perifiton memperoleh nutrien dari bahan-bahan organik yang terurai di air, yang pada umumnya berasal dari serasah-serasah yang jatuh ke air (Artmann et al. 2003).

Gambar 5 Persen (%) Kepadatan serangga air

(43)

28

salah satu jenis serangga air yang sangat sensitif dan merespon adanya degradasi morfologi habitat sungai. Larva dan pupa dari diptera umumnya ditemukan pada kondisi sungai yang memiliki aliran dan substrat dasar tertentu, sehingga biasa dikategorikan sebagai indikator perairan sungai yang baik (Lautenschla¨ger dan Kiel 2005). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Lautenschla¨ger dan Kiel (2005) diptera umumnya terdapat pada sungai-sungai dengan orde rendah yang berada pada dataran tinggi, biasanya famili ini tidak toleran terhadap suhu tinggi. Diptera biasanya tersebar pada kawasan perairan dengan suhu rendah yang dilingkupi oleh pepohonan dan tanaman sepanjang aliran sungai. Masih terdapatnya kelompok-kelompok organisme ini di kawasan Air Terjun Timbulun mengindikasikan kalau kawasan ini masih belum mengalami kerusakan dan gangguan dari aktivitas manusia.

Pengamatan juga dilakukan terhadap sumberdaya perikanan di sekitar perairan. Hasil tangkapan ikan di kawasan Air Terjun Timbulun, ditemukan 2 jenis ikan yang dominan yaitu ikan Bada Tanah (Rasbora sumatrana) dan ikan Salarian (Homaloptera gymongaster) (Gambar 6). Berdasarkan hasil wawancara dengan masyarakat diketahui bahwa sering juga ditemukan beberapa jenis kepiting sungai dan beberapa jenis burung yaitu Marabah, Balan, Kudai, dan Ruak-ruak. Burung dan ikan merupakan biota utama yang menjadi daya tarik wisata alam.

(Homaloptera gymongaster) (Rasbora sumatrana)

(44)

adalah ≤ 1000 koloni/100 ml. Sedangkan Niewolak (1999) menyatakan bahwa jumlah total coliform yang diperbolehkan untuk peruntukan wisata yang adanya kontak langsung dengan air adalah kurang dari 500 MPN/100ml.

Analisis Ekowisata Kawasan Air Terjun Timbulun

Berdasarkan hasil pengamatan kondisi ekologi kawasan Air Terjun Timbulun, serta studi literatur dan responden, maka dapat disusun suatu komponen-komponen ekologi lingkungan perairan yang dapat dikembangkan untuk aktivitas ekowisata di kawasan Air Terjun Timbulun (Tabel 10). Komponen ekologi yang diambil merupakan hasil pengamatan parameter lingkungan yaitu mencakup paramater fisika, kimia, dan biologi yang menjadi objek utama dalam aktivitas wisata, serta berperan penting dalam mendukung suatu kegiatan wisata di kawasan Air Terjun Timbulun.

Tabel 10 Potensi kawasan yang dapat dikembangkan untuk aktivitas wisata di kawasan Air Terjun Timbulun

No Komponen Lingkungan Satuan Nilai

1. Ketinggian air terjun m 10

(45)

30

digunakan untuk menentukan target pengelolaan yang tepat pada masing-masing komponen lingkungan dalam kawasan, sehingga aktivitas ekowisata dapat dilaksanakan dengan konsep yang benar, yaitu mempertimbangkan kondisi kawasan ekologi.

Tabel 11 Matriks potensi ekowisata Air Terjun Timbulun

No Komponen

Lingkungan Bobot Satuan Nilai Skor

Gambar

Gambar 1 Skema perumusan masalah parameter dan potensi kawsan sumberdaya
Gambar 2  Peta lokasi penelitian
Tabel 1 Parameter fisik perairan
Tabel 4 Posisi georafis stasiun penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Terapi Gizi Medis : adalah pelayanan gizi khusus untuk peyembuhan penyakit baik akut maupun kronis atau kondisi luka- luka, serta merupakan suatu penilaian terhadap kondisi

Observasi yang ditemukan pada klien dengan perilaku menarik diri akan ditemukan (data objektif), yaitu apatis, ekspresi sedih, afeks tumpul, menghindari dari orang

Hasil penelitian menunjukkan Pemanfaatan pelayanan kesehatan gigi dan mulut di puskesmas kapoiala masih kurang dimanfatkan, akses tempat tinggal responden terhadap

Kerato Desa Lape Kec. Imam

Pengelompokan sampah yang paling sering dilakukan yaitu berdasarkan komposisi sampah, misalnya dinyatakan sebagai % berat atau % volume dari kertas, kayu,

Penelitian deskriptif lebih mengarah pada pengungkapan suatu masalah atau keadaan sebagaimana adanya dan mengungkap fakta-fakta yang ada, walaupun kadang-kadang

• Terdiri dari perusahan independen pada tingkat produksi dan distribusi yang berbeda bergabung bersama melalui kontrak untuk memperoleh dampak yang lebih ekonomis atau

Sensor cahaya adalah suatu komponen yang digunakan dalam bidang elektronika, komponen ini berfungsi untuk mengubah besaran cahaya menjadi besaran listrik.. Komponen