• Tidak ada hasil yang ditemukan

Screening of Significant Medium Components for Biosurfactant Production by Potential Bacteria of DSW17 using Plackett- Burman Experimental Design and Its Application as Food Preservative Agent

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Screening of Significant Medium Components for Biosurfactant Production by Potential Bacteria of DSW17 using Plackett- Burman Experimental Design and Its Application as Food Preservative Agent"

Copied!
48
0
0

Teks penuh

(1)

PENENTUAN KOMPONEN MEDIA SIGNIFIKAN UNTUK

PRODUKSI BIOSURFAKTAN DARI BAKTERI DSW17

MENGGUNAKAN DESAIN EKSPERIMEN

PLACKETT-BURMAN DAN APLIKASINYA SEBAGAI BAHAN

PENGAWET MAKANAN

SWASTIKA PRAHARYAWAN

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis yang berjudul Penentuan Komponen Media Signifikan untuk Produksi Biosurfaktan dari Bakteri DSW17 Menggunakan Desain Eksperimen Plackett-Burman dan Aplikasinya sebagai Bahan Pengawet Makanan adalah karya saya dengan arahan dari Komisi Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Oktober 2013

(3)

RINGKASAN

SWASTIKA PRAHARYAWAN. Penentuan Komponen Media Signifikan untuk Produksi Biosurfaktan dari Bakteri DSW17 Menggunakan Desain Eksperimen Plackett-Burman dan Aplikasinya sebagai Bahan Pengawet Makanan. Dibimbing oleh KHASWAR SYAMSU dan DWI SUSILANINGSIH.

Biosurfaktan atau mikrobial surfaktan yang dihasilkan oleh berbagai mikroorganisme mampu menurunkan tegangan permukaan dan antarmuka, serta memiliki aplikasi yang luas, baik untuk industri maupun lingkungan. Mikroorganisme potensial penghasil biosurfaktan berhasil diisolasi dari bakteri kontaminan di Laboratorium Bioenergi dan Bioproses, Pusat Penelitian Bioteknologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Berdasarkan analisa sekuens 16S rRNA dan pohon filogenetik, bakteri DSW17 termasuk ke dalam genus Bacillus dan memiliki kemiripan sebesar 97% dengan Bacillus altitudinis

TAZ1-5 HQ236061.

Pada penelitian ini, penapisan komponen media signifikan untuk produksi biosurfaktan oleh bakteri DSW17 dilakukan menggunakan desain eksperimen Plackett-Burman. Sembilan dari sebelas komponen media yang diuji diketahui signifikan dalam memengaruhi proses produksi biosurfaktan oleh isolat DSW17. FeSO4.7H2O, NaNO3, minyak jelantah, CaCl2.2H2O, K2HPO4 dan sukrosa adalah

komponen media signifikan yang besar konsentrasinya di dalam media berkorelasi positif dengan proses produksi biosurfaktan, sementara ZnSO4.7H2O,

KH2PO4 and MgSO4.7H2 merupakan komponen media signifikan yang besar

konsentrasinya di dalam media berkorelasi negatif dengan proses produksi biosurfaktan pada rentang konsentrasi yang digunakan.

Beberapa media modifikasi diformulasi berdasarkan hasil eksperimen Plackett-Burman dengan tujuan utuk memvalidasi komposisi media optimum yang didapat. Proses produksi menggunakan media modifikasi 1 (MM1) sebagai media optimum (2.13 g/L) berhasil meningkatkan produksi biosurfaktan sebesar 124% bila dibandingkan dengan media yang belum dioptimasi (0.95 g/L) atau media modifikasi 6 (MM6). Media optimum terbukti memiliki keunggulan dari sisi performa produksi biosurfaktan dan juga sisi ekonomi dibandingkan dengan kelima media modifikasi yang lain.

Biosurfaktan yang diproduksi oleh Bacillus sp. DSW17 memiliki aktivitas dalam menghambat pertumbuhan bakteri. Karakter tersebut menjadi dasar dalam aplikasi biosurfaktan sebagai bahan pengawet makanan. Aplikasi biosurfaktan yang diproduksi menggunakan media optimum sebagai bahan pengawet pada bahan pangan tahu, jus stroberi dan jus tomat menunjukkan bahwa biosurfaktan mampu memperpanjang umur simpan dari bahan makanan tersebut selama 4, 2 dan 1 jam, secara berturut-urut. Namun, biosurfaktan tidak mampu memperpanjang umur simpan dari daging sapi dan daging ayam.

(4)

SUMMARY

SWASTIKA PRAHARYAWAN. Screening of Significant Medium Components for Biosurfactant Production by Potential Bacteria of DSW17 using Plackett-Burman Experimental Design and Its Application as Food Preservative Agent. Supervised by KHASWAR SYAMSU dan DWI SUSILANINGSIH.

Biosurfactant or microbial surfactants produced by variety of microbes are capable of reducing surface and interfacial tension and have a wide range of industrial and environmental applications. Potential biosurfactant-producing microbe was successfully isolated from the Laboratory of Bioenergy and Bioprocess, Research Center for Biotechnology, LIPI. Based on the analysis of 16S rRNA sequence and phylogenetic tree, microorganisms DSW17 was 97% identical to Bacillus altitudinis TAZ1-5 HQ236061.

In the present research, statistical screening of media components for biosurfactant production by microorganism DSW17 was carried out using Plackett-Burman experimental design. Nine out of eleven factors of the production medium were found to be significantly affecting the production process of biosurfactant. FeSO4.7H2O, NaNO3, waste vegetable oil, CaCl2.2H2O,

K2HPO4 and sucrose were directly proportional to the biosurfactant production

while ZnSO4.7H2O, KH2PO4 and MgSO4.7H2 showed inversely proportional

correlation with the biosurfactant production in the selected experimental range. Several modified mediums were formulated based on the statistical Plackett-Burman screening result in order to validate the optimum media composition in producing biosurfactant. Modified medium combination 1 (MM1) as an optimized medium (2.13 g/L) showed 124% increase in biosurfactant production over the unoptimized medium or MM6 (0.95 g/L). From the validation result obtained, it was known that the optimized medium was proven to show better performance in the biosurfactant production, while it was also economically applicable compared to the other modification media.

The biosurfactant produced by Bacillus sp. DSW17 in optimized medium showed antimicrobial activity against spoilage microorganisms. Based on the antimicrobial properties of the biosurfactant, it was then applied as a preservative agent in foods (tofu, beef and chicken meat) and also beverages (strawberry and tomato juice). Biosurfactant from Bacillus sp. DSW17showed the ability to extend the shelf life of tofu, strawberry juice and tomato juice for 4 hours, 2 hours and 1 hour, respectively. While in beef and chicken meat, biosurfactant were not able to extend its shelf-life.

(5)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2013

Hak Cipta dilindungi Undang-undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan

atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,

penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau

tinjauan suatu masalah; pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang

wajar IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya Tulis

(6)

PENENTUAN KOMPONEN MEDIA SIGNIFIKAN UNTUK

PRODUKSI BIOSURFAKTAN DARI BAKTERI DSW17

MENGGUNAKAN DESAIN EKSPERIMEN

PLACKETT-BURMAN DAN APLIKASINYA SEBAGAI BAHAN

PENGAWET MAKANAN

SWASTIKA PRAHARYAWAN

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Bioteknologi

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(7)
(8)
(9)

Judul Penelitian : Penentuan Komponen Media Signifikan untuk Produksi Biosurfaktan dari Bakteri DSW17 Menggunakan Desain Eksperimen Plackett-Burman dan Aplikasinya sebagai Bahan Pengawet Makanan

Nama : Swastika Praharyawan NIM : P051100061

Disetujui oleh

Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir Khaswar Syamsu, MS Dr Dwi Susilaningsih, M.Pharm Ketua Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Bioteknologi

Prof Dr Ir Suharsono, DEA Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(10)

PRAKATA

Puji serta syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT karena berkat Rahmat dan Hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian dengan judul “Penentuan Komponen Media Signifikan untuk Produksi Biosurfaktan dari Bakteri DSW17 Menggunakan Desain Eksperimen Plackett-Burman dan Aplikasinya sebagai Bahan Pengawet Makanan”.

Ucapan teimakasih penulis sampaikan kepada:

1. Prof Dr Ir Khaswar Syamsu, MS sebagai ketua komisi pembimbing, serta Dr Dwi Susilaningsih, M.Pharm sebagai anggota komisi pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan dan ilmunya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan baik.

2. Dr Mulyorini Rahayuningsih, MSi selaku dosen penguji luar komisi yang telah memberikan saran dan masukan yang sangat berguna demi kesempurnaan tesis ini.

3. Kementrian Riset dan Teknologi Republik Indonesia yang telah memberikan beasiswa pendidikan, sehingga penulis bisa menyelesaikan studi pada program Pascasarjana Bioteknologi IPB.

4. Kedua orangtua yang telah mendoakan dan memberikan banyak perhatian serta dukungan kepada penulis.

5. Istri tercinta dan anak-anak tersayang atas doa, pengertian, perhatian dan dukungannya kepada penulis.

6. Keluarga besar Laboratorium Bioenergi dan Bioproses, Pusat Penelitian Bioteknologi, LIPI yang telah banyak memberikan dukungan dan bantuan atas kelancaran penelitian ini.

7. Segenap rekan mahasiswa S2 Bioteknologi IPB angkatan 2010 yang telah memberikan motivasi dan bantuan. Terimakasih atas kebersamaannya selama ini.

8. Segenap karyawan serta staf administrasi Program Studi Bioteknologi IPB, yang telah banyak membantu penulis dalam kelancaran proses administrasi.

Serta semua pihak yang telah banyak memberikan motivasi dan dukungannya, serta menjadi inspirasi bagi penulis.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Oktober 2013

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI x

DAFTAR TABEL xi

DAFTAR GAMBAR xi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan 2

Hipotesis 2

TINJAUAN PUSTAKA 3

Pendahuluan 3

Keunggulan dan Keterbatasan Biosurfaktan 3

Optimasi Produksi Biosurfaktan 4

Aplikasi Biosurfaktan dalam Industri Pangan 7

Penutup 7

METODE PENELITIAN 8

Waktu dan Tempat 8

Bahan 8

Isolasi Bakteri Potensial Penghasil Biosurfaktan 8

Isolasi DNA Bakteri DSW17 8

Identifikasi Bakteri DSW17 dengan Analisa Sekuens 16S rRNA 9

Persiapan Bibit Kultur 9

Persiapan Media Uji 9

Produksi Biosurfaktan 9

Seleksi Komponen Media Signifikan menggunakan Desain Plackett-Burman 10

Verifikasi Hasil Penentuan Komponen Media Signifikan 11

Analisa Biosurfaktan 11

Oil Displacement Assay 11

Indeks Emulsifikasi (E24) 12

Pengukuran Tegangan Permukaan 12

Pengaruh Temperatur dan pH terhadap Indeks Emulsifikasi 12

Pengukuran Aktivitas Penghambatan Pertumbuhan Mikroba 12

Uji Biosurfaktan sebagai Pengawet pada Bahan Pangan 13

HASIL DAN PEMBAHASAN 14

Isolasi dan Identifikasi Bakteri Potensial Penghasil Biosurfaktan 14

Isolasi Bakteri Potensial Penghasil Biosurfaktan 14

(12)

Halaman

Komponen Media untuk Produksi Biosurfaktan 16

Produksi Biosurfaktan oleh Bakteri DSW17 16

Penentuan Komponen Media Signifikan untuk Produksi Biosurfaktan menggunakan desain eksperimen Plackett-burman 17

Komponen media yang signifikan dalam proses produksi biosurfaktan 19

Komponen media yang tidak signifikan dalam proses produksi biosurfaktan 22

Verifikasi Hasil Penentuan Komponen Media Signifikan 22

Karakterisasi Biosurfaktan yang Dihasilkan Oleh Bacillus sp. DSW17 24

Pengukuran Indeks Emulsifikasi (E24) 25

Pengaruh Temperatur dan pH pada aktivitas Emulsifikasi Biosurfaktan 25

Uji Penghambatan Pertumbuhan Mikroba oleh Biosurfaktan 26

Aplikasi Biosurfaktan sebagai Bahan Pengawet Makanan 27

SIMPULAN DAN SARAN 31

Simpulan 31

Saran 31

DAFTAR PUSTAKA 32

(13)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Peningkatan yield produksi biosurfaktan (surfaktin) pada setiap tahap

optimasi yang menggunakan pendekatan statistik 6 2 Desain eksperimen Plackett-Burman untuk 11 faktor 10 3 Komponen media uji dan konsentrasinya pada tingkat bawah (-1) dan atas

(+1) 11

4 Hasil optimasi desain eksperimen Plackett-Burman untuk 11 faktor dan respon tegangan permukaan (dyne.cm-1) 18 5 Analisis statistik (ANOVA) untuk mengevaluasi signifikansi komponen

media 19

6 Rancangan percobaan verifikasi hasil penentuan komponen media

signifikan 23

7 Hasil verifikasi hasil penentuan komponen media signifikan 24 8 Indeks emulsifikasi (%) biosurfaktan pada berbagai fase non-polar 25 9 Aktivitas penghambatan pertumbuhan mikroba oleh biosurfaktan 27

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Media NA+minyak mentah yang terkontaminasi mikroorganisme

terindikasi penghasil biosurfaktan 14 2 Potensi bakteri DSW17 dalam menghasilkan biosurfaktan. (A) Bakteri

DSW17 pada permukaan media NA+minyak mentah; (B) Bakteri DSW17 Pada permukaan media NA+minyak mentah setelah 24 jam; (C) Zona bening larutan biosurfaktan yang diprodksi oleh bakteri DSW17 dari uji Oil

Displacement 15

3 Pohon filogenetik bakteri DSW17 berdasarkan sekuens 16S rRNA 15 4 Pengaruh pH dan temperatur terhadap Indeks Emulsifikasi (%)

biosurfaktan 26

5 Performa uji biosurfaktan sebagai bahan pengawet pada tahu 28 6 Performa uji biosurfaktan sebagai bahan pengawet pada (A) Daging sapi

dan (B) Daging ayam 29 7 Kemampuan biosurfaktan 0.2% dalam menghambat pertumbuhan Serratia

marcescens pada sampel daging ayam 29 8 Performa uji biosurfaktan sebagai bahan pengawet pada (A) Jus Stroberi

(14)

1

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Nilai biosurfaktan di pasar dunia pada tahun 2018 diperkirakan akan mencapai US$ 2.21 miliar, meningkat dari US$ 1.735 miliar di tahun 2011 (Focus on surfactants 2012). Hal tersebut didorong oleh keinginan manusia untuk menggantikan penggunaan surfaktan berbasis kimia dengan surfaktan yang berasal dari agen hayati atau disebut biosurfaktan. Biosurfaktan, salah satunya mikrobial surfaktan, memiliki keunggulan tersendiri bila dibandingkan dengan surfaktan berbasis kimia, yaitu memiliki sifat dapat didegradasi oleh mahluk hidup (biodegradabel), kompatibilitas yang tinggi terhadap lingkungan, toksisitas yang rendah, kemampuan membentuk busa yang lebih baik, serta aktivitasnya stabil pada lingkungan dengan salinitas, temperatur dan pH yang ekstrim (Mukherjee et al. 2008). Hal tersebut membuat biosurfaktan memiliki potensi yang besar dalam aplikasinya di berbagai bidang, seperti kesehatan, lingkungan, industri pangan ataupun industri farmasi. Kendala aplikasi biosurfaktan disebabkan karena ketersediaannya yang masih sangat terbatas mengingat kemampuan mikroorganisme dalam memproduksi metabolit sekunder ini masih rendah (Mukherjee et al. 2006). Oleh karena itu, usaha dalam rangka mencari mikroorganisme potensial penghasil biosurfaktan dan optimasi produksinya perlu dilakukan.

Berdasarkan proses penapisan dan pengujian dengan menggunakan teknik

oil-spreading assay (Morikawa et al. 2000), isolat DSW17 diketahui memiliki aktivitas yang tinggi dalam memproduksi biosurfaktan. Dalam penelitian ini, optimasi produksi biosurfaktan dari isolat DSW17 akan dilakukan. Salah satu strategi awal yang dilakukan dalam rangka optimasi produksi biosurfakan adalah optimasi komponen media pertumbuhan mikroba potensial penghasil biosurfaktan (Mukherjee et al. 2008). Formulasi media optimum melibatkan pemilihan nutrisi yang tepat sehingga dapat mendukung produksi biosurfaktan oleh isolat potensial DSW17. Untuk keperluan tersebut, desain eksperimen Plackett-Burman dapat digunakan dan telah terbukti dapat menghasilkan komposisi media yang optimum dalam meningkatkan produksibiosurfaktan (Mukherjee et al. 2008: Nawawi et al. 2010). Optimisasi produksi metabolit dengan menggunakan metode statistik dapat meminimalisir jumlah eksperimen yang harus dilakukan sehingga bisa menghemat biaya, waktu dan tenaga (Mukherjee et al. 2008). Desain eksperimen Plackett-Burman merupakan rancangan percobaan dengan jumlah eksperimen sebanyak N (kelipatan 4) untuk menapis sejumlah N-1 faktor dengan menggunakan matriks orthogonal (Plackett dan Burman 1946). Desain Plackett-Burman dapat digunakan dalam optimasi komposisi media produksi biosurfaktan. Dalam hal ini, metode tersebut ditujukan untuk menemukan komponen media yang berpengaruh secara signifikan dalam produksi biosurfaktan. Desain eksperimen Plackett-Burman dengan 11 faktor dan 12 percobaan akan digunakan

(15)

berasal dari alam, maka biosurfaktan berpotensi untuk dikembangkan sebagai bahan pengawet mengingat biosurfaktan memiliki aktivitas dalam menghambat pertumbuhan mikroba (Rufino et al. 2011), sekaligus lebih tidak toksik dibandingkan dengan bahan pengawet berbasis kimia yang secara ilegal banyak digunakan, seperti formalin ataupun boraks. Aplikasi biosurfaktan sebagai bahan pengawet makanan hingga saat ini belum pernah dilaporkan.

Tujuan

1. Penentuan komponen media signifikan untuk produksi biosurfaktan dari isolate DSW17 menggunakan desain eksperimen Plackett-Burman.

2. Uji efikasi biosurfaktan dan aplikasinya sebagai bahan pengawet makanan pada berbagai bahan pangan, yaitu tahu, daging sapi, daging ayam, jus stroberi dan jus tomat.

Hipotesis

1. Desain eksperimen Plackett-Burman dapat dmenentukan ketepatan komponen media yang dibutuhkan oleh mikroorganisme DSW17 dalam produksi metabolit spesifiknya (biosurfaktan).

(16)

2 TINJAUAN PUSTAKA

Pendahuluan

Produksi surfaktan di dunia pada saat ini telah mencapai angka 15.5 M ton per tahun atau setara dengan US $34.72 Miliar. Jumlah produksi surfaktan tersebut diperkirakan akan terus bertambah sebanyak 500000 ton setiap tahunnya. Surfaktan yang diproduksi sekitar 60% digunakan untuk keperluan detergen rumah tangga, 30% digunakan untuk kegiatan teknik di industri, 7% untuk bahan pembersih di industri dan institusi-institusi, dan 6% digunakan dalam produk-produk perawatan diri (Edser, 2006). Sebagian besar surfaktan yang diproduk-produksi merupakan surfaktan berbasis kimia. Walaupun produksi surfaktan berbasis kimia efisien dan tidak mahal, namun penggunaannya memiliki dampak negatif terutama bagi kelestarian lingkungan karena sifatnya yang sulit didegradasi. Mengingat perhatian manusia yang semakin meningkat terhadap lingkungan, maka penggunaan surfaktan berbasis kimia harus dikurangi dan diganti dengan komponen lain yang juga memiliki fungsi yang sama namun dalam penggunaaannya lebih ramah terhadap lingkungan. Senyawa tersebut adalah biosurfaktan yang juga memiliki aktivitas yang sama dengan surfaktan dalam menurunkan tegangan permukaan dan antar-muka yang dapat menggantikan peran surfaktan berbasis kimia, sekaligus memiliki sifat yang biodegradable atau ramah terhadap lingkungan.

Biosurfaktan adalah metabolit sekunder yang dihasilkan oleh berbagai spesies mikroorganisme yang memiliki aktivitas dalam menurunkan tegangan permukaan dan tegangan antar-muka. Berdasarkan atas komposisi kimia dan atas mikroorganisme yang menghasilkannya, biosurfaktan dapat diklasifikasikan menjadi 5 kelompok besar, yaitu glikolipida, lipopeptida, biosurfaktan asam lemak, biosurfaktan polimer, dan biosurfaktan partikulat. Mikroorganisme penghasil biosurfaktan tersebar mulai dari genus Pseudomonas, Bacillus, Mycobacterium, Acinetobacter, Torulopsis, Candida, dan lain sebagainya.

Keunggulan dan Keterbatasan Biosurfaktan

(17)

Meskipun begitu, aplikasi biosurfaktan masih sangat terbatas, sehingga belum dapat menggantikan posisi surfaktan berbasis kimia yang hingga saat ini sudah dimanfaatkan secara luas di berbagai bidang. Keterbatasan tersebut terutama disebabkan oleh ketidakmampuan mikroorganisme penghasil biosurfaktan dalam memproduksi biosurfaktan pada skala komersial.

Untuk keperluan aplikasi biosurfaktan yang lebih luas ke depannya, maka biosurfaktan harus sudah dapat diproduksi secara komersial. Namun, saat ini kemampuan mikroorganisme yang terbatas dalam memproduksi biosurfaktan masih menjadi penghalang untuk aplikasi biosurfaktan dalam menggantikan surfaktan berbasis kimia. Oleh karena itu, upaya optimasi produksi biosurfaktan oleh mikroorganisme potensial harus dilakukan. Penggunaan metode statistik dalam suatu rancangan penelitian optimasi produksi biosurfaktan telah terbukti mampu untuk meningkatkan yield produksi beberapa kali lipat (Khire, 2010). Terdapat beberapa jenis metode statistik yang dapat digunakan dalam proses optimasi produksi biosurfaktan, diantaranya adalah desain eksperimen Plackett-Burman, Taguchi, Box-Behnken, Central Composite Design (CCD) dan lain-lain.

Optimasi Produksi Biosurfaktan

Produksi biosurfaktan sendiri dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti komponen media, temperatur, pH dan adanya inducer. Namun, tidak semua faktor memiliki pengaruh yang signifikan terhadap proses produksi biosurfaktan. Oleh karena itu, tahap awal proses optimasi produksi biosurfaktan ditujukan untuk menapis berbagai faktor yang secara nyata berdampak signifikan terhadap hasil produksi biosurfaktan. Untuk keperluan tersebut, desain eksperimen Plackett-Burman dapat digunakan. Desain eksperimen Plackett-Plackett-Burman merupakan desain percobaan yang sesuai untuk digunakan dalam proses penapisan sejumlah faktor yang diketahui berpengaruh dalam suatu proses. Desain Plackett-Burman biasa digunakan pada saat awal penelitian.

Desain eksperimen Plackett-Burman dapat diaplikasikan pada proses perancangan suatu media yang digunakan dalam proses produksi suatu senyawa. Berbagai komponen yang terdapat dalam suatu media memiliki pengaruh yang tidak sama terhadap keluaran proses produksi. Beberapa komponen memberikan pengaruh signifikan secara positif terhadap proses produksi, artinya peningkatan kadar komponen tersebut dalam komposisi media akan meningkatkan yield

produksi, dan sebaliknya. Sementara komponen yang lain memberikan pengaruh signifikan secara negatif terhadap proses produksi, artinya peningkatan kadar komponen tersebut dalam komposisi media akan menurunkan yield produksi, dan sebaliknya. Ada juga komponen yang tidak berpengaruh secara signifikan terhadap proses produksi, artinya komponen tersebut tidak perlu digunakan dalam komposisi media produksi. Pada akhirnya, media produksi hanya mengandung komponen-komponen yang memberikan pengaruh signifikan terhadap peningkatan yield produksi, baik itu pengaruh secara positif ataupun secara negatif.

(18)

Hasil penelitian mereka menunjukkan adanya peningkatan yield produksi biosurfaktan sebanyak 84.7% bila dibandingkan dengan menggunakan media dengan komposisi nutrisi yang belum dioptimasi. Beberapa komponen nutrisi dalam media yang digunakan, yaitu Glukosa, NH4NO3, FeSO4.7H2O, K2HPO4,

KH2PO4 dan MgSO4.7H2O, diketahui memberikan pengaruh signifikan terhadap

produksi biosurfaktan berdasarkan perhitungan secara statistik dengan menggunakan Analysis of Variance (ANOVA). Mukherjee et al. membandingkan produksi biosurfaktan dengan menggunakan beberapa medium termodifikasi yang didasarkan atas hasil yang didapat dengan menggunakan desain eksperimen Plackett-Burman. Medium termodifikasi terdiri atas 5 macam, yang pertama adalah MM-1 yaitu medium mengandung komponen nutrisi kritis dengan komposisi +1 (level atas) untuk komponen yang pengaruhnya positif dan -1 (level bawah) untuk komponen yang pengaruhnya negatif. Medium termodifikasi yang kedua adalah MM-2, yaitu medium mengandung komponen nutrisi kritis dengan komposisi -1 (level atas) untuk komponen yang pengaruhnya positif dan +1 (level bawah) untuk komponen yang pengaruhnya negatif. Medium termodifikasi yang ketiga adalah MM-3, yaitu medium mengandung semua komponen nutrisi kritis dengan komposisi 0 (level dasar). Sedangkan MM-4 mengandung semua komponen nutrisi kritis dengan komposisi +1 (level atas) dan MM-5 mengandung semua komponen nutrisi kritis dengan komposisi -1 (level bawah). Pembuktian tersebut menunjukkan bahwa medium yang mengandung komponen nutrisi kritis dengan komposisi berdasarkan atas hasil yang didapat dengan desain eksperimen Plackett-Burman, yaitu MM-1, menghasilkan produksi biosurfaktan yang lebih tinggi dibandingkan dengan medium termodifikasi lain.

Dengan menggunakan desain eksperimen Plackett-Burman, Mukherjee et al. (2008) dalam penelitiannya berhasil memperoleh komposisi medium yang hanya mengandung komponen nutrisi kritis yang diperlukan untuk produksi biosurfaktan oleh bakteri laut. Hasil tersebut semakin diperkuat oleh percobaan selanjutnya yang membandingkan produksi biosurfaktan dengan menggunakan 5 medium termodifikasi yang berbeda. Medium termodifikasi dengan komposisi nutrisi kritis berdasarkan atas hasil yang didapat dengan menggunakan desain eksperimen Plackett-Burman terbukti mampu memproduksi biosurfaktan lebih tinggi dibandingkan dengan medium termodifikasi lain. Hal tersebut menunjukkan bahwa desain eksperimen Plackett-Burman tidak hanya mampu menentukan jenis nutrisi kritis, tetapi juga mampu menentukan pengaruh yang diberikan terhadap keluaran proses, apakah itu positif atau negatif pada rentang kadar yang digunakan dalam percobaan.

Penelitian yang dilakukan oleh Nawawi et al. (2010) juga menunjukkan bahwa dengan menggunakan desain eksperimen Plackett-Burman, komponen-komponen yang secara signifikan mempengaruhi produksi biosurfaktan mikroba potensial dapat diketahui. Pada percobaan yang mereka lakukan, KH2PO4, FeSO4,

NaNO3, MgSO4, glukosa dan sukrosa diketahui sebagai komponen nutrisi kritis

yang mempengaruhi produksi biosurfaktan oleh mikroba S02. Dari keenam komponen tersebut, hanya KH2PO4 saja yang memberikan pengaruh signifikan

secara positif, sementara FeSO4, NaNO3, MgSO4, glukosa dan sukrosa

(19)

eksperimen Plackett-Burman terbukti mampu untuk menapis sejumlah faktor yang signifikan terhadap peningkatan produksi biosurfaktan.

Pada tabel di bawah ini dapat dilihat perbandingan proses produksi surfaktin (biosurfaktan yang dihasilkan oleh Bacillus subtilis) sebelum dan sesudah proses optimasi dilakukan, baik itu optimasi medium dan kondisi lingkungan produksi. Metode Response Surface digunakan dalam meningkatkan

yield produksi surfaktin.

Tabel 1 Peningkatan yield produksi biosurfaktan (surfaktin) pada setiap tahap optimasi yang menggunakan pendekatan statistik

 Media dan kondisi tidak teroptimasi 36 -

 Media teroptimasi 45 25 untuk mengoptimasi proses produksi biosurfaktan melalui berbagai tahap hingga mencapai yield yang tinggi apabila dibandingkan dengan yield produksi tanpa optimasi. Desain eksperimen Plackett-Burman umumnya digunakan dalam tahap awal proses optimasi, yaitu untuk mengetahui faktor apa saja yang memberikan pengaruh secara signifikan pada yield produksi biosurfaktan. Faktor yang signifikan tersebut mencakup komponen nutrisi kritis serta kondisi lingkungan dan kondisi inokulum.

Selain biosurfaktan, desain eksperimen Plackett-Burmann juga digunakan dalam proses optimasi produksi metabolit yang lain, seperti asam laktat (Chauhan

(20)

Plackett-Burman, beberapa penelitian telah dilaporkan berhasil meningkatkan keluaran proses, di antaranya adalah Pujari dan Chandra (2000) berhasil meningkatkan produksi riboflavin sebanyak 35% oleh mutan Eremothecium ashbyii, Rao et al. (2000) berhasil meningkatkan produksi hirudin oleh rekombinan Saccharomyces cerevisae sebanyak 35%, Liul et al. (2003) berhasil meningkatkan produksi nicin dan lain sebagainya.

Aplikasi Biosurfaktan dalam Industri Pangan

Proses optimasi proses produksi biosurfaktan memungkinkan aplikasinya di berbagai bidang dapat terealisasi. Aplikasi biosurfaktan tersebut di antaranya adalah pada proses recovery minyak bumi (enhanced oil recovery), bioremediasi lingkungan, pemrosesan bahan pangan dan farmasetikal. Di industri pangan, biosurfaktan dapat digunakan sebagai bahan pengemulsi, bahan penstabil (stabilizer), bahan peningkat konsistensi dan tekstur, bahan pembentuk busa (foaming agent), bahan pembasah (wetting agent), bahan antilekat (anti tacky agent), dan lain-lain, seperti halnya surfaktan berbasis kimia yang sudah lebih dulu banyak digunakan dalam industri pangan. Potensi biosurfaktan untuk digunakan dalam industri pangan terkait dengan karakteristik yang dimilikinya, yaitu kemampuannya dalam menurunkan tegangan permukaan dan antar-muka; toleransinya terhadap pH, suhu dan kekuatan ion; toksisitasnya yang rendah; kemampuan emulsifikasi dan demulsifikasinya; serta aktivitas antimikroba (Nitschke dan Costa, 2007).

Atas dasar karakteristik yang dimilikinya, seperti yang tersebut di atas, maka biosurfaktan berpotensi untuk dapat dimanfaatkan sebagai bahan tambahan pangan (food additive). Salah satu bahan tambahan pangan yang banyak mendapat perhatian adalah bahan pengawet mengingat tingginya tingkat penyalahgunaan zat-zat berbahaya yang ditambahkan ke dalam produk pangan dengan maksud untuk memperpanjang umur simpan produk pangan tersebut. Zat-zat berbahaya yang banyak ditambahkan ke dalam produk pangan antara lain formalin, tawas ataupun boraks. Di Indonesia sendiri, penggunaan zat-zat berbahaya tersebut pada proses preparasi atau produksi pangan masih tinggi.

Berbagai produk pangan yang kerap kali ditambahkan zat-zat berbahaya, seperti formalin, dengan maksud untuk memperpanjang umur simpannya adalah tahu, daging sapi, daging ayam, produk minuman jus, seperti jus tomat dan jus stroberi. Hal tersebut disebabkan karena produk dan bahan pangan tersebut memiliki karakteristik yang kondusif bagi pertumbuhan mikroorganisme yang dapat menyebabkan terjadinya proses pembusukan sehingga tidak layak lagi untuk dikonsumsi. Atas dasar hal itu, maka tahu, daging sapi, daging ayam, jus tomat dan jus stroberi dijadikan sebagai model bahan pangan dalam menguji efikasi biosurfaktan sebagai bahan pengawet makanan.

(21)

3 METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Penelitian dilakukan mulai Januari 2012 – Mei 2013 di Laboratorium Bioenergi dan Bioproses, Pusat Penelitian Bioteknologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Cibinong, Bogor.

Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah isolat bakteri DSW17 sebagai penghasil biosurfaktan yang diisolasi dari lingkungan Cibinong Science Center, bahan pangan uji, yaitu tahu, daging sapi, daging ayam, jus tomat dan jus stroberi.

Isolasi Bakteri Potensial Penghasil Biosurfaktan

Isolasi bakteri penghasil biosurfaktan dilakukan dengan menggunakan metode “Pick up Colony” pada media 1/5 Nutrient Agar yang dilapisi minyak mentah pada permukaan agar yang terkontaminasi oleh bakteri yang memiliki kemampuan dalam membentuk zona bening pada permukaan media (indikator penghasil biosurfaktan). Metode kuadran digunakan dalam mengisolasi koloni tunggal setiap bakteri dan kemudian kode diberikan pada setiap bakteri. Pada setiap bakteri yang berhasil diisolasi, penapisan kemampuan bakteri dalam menghasilkan zona bening pada permukaan crude oil di media agar dilakukan kembali. Bakteri yang mampu menghasilkan zona bening pada permukaan agar dianggap sebagai isolat potensial penghasil biosurfaktan. Salah satu isolat potensial dipilih sebagai objek penelitian (DSW17).

Isolasi DNA Bakteri DSW17

DNA bakteri DSW17 diisolasi untuk keperluan identifikasi isolat dengan menggunakan teknik analisis 16S rRNA. DNA bakteri DSW17 diisolasi dengan menggunakan kit Prep ManTM Ultra. 100 µl Reagen Prep ManTM Ultra diambil kemudian dimasukkan ke dalam tabung microsentifuge. 1 loop penuh koloni isolat DSW17 diambil dari kultur agar cawan petri, kemudian koloni dimasukkan ke

dalam 100 µl Reagen Prep ManTM

Ultra pada tabung microsentifuge. Tabung

microsentifuge ditutup, lalu divortex selama 20 detik. Larutan kultur kemudian dipanaskan pada temperatur 95-100oC selama 10 menit dengan menggunakan Dri-Block®DB-2D. Setelah pemanasan selesai, larutan kultur didinginkan pada suhu ruang. Setelah itu, larutan kultur disentrifugasi pada kecepatan 11000 rpm selama

(22)

Identifikasi Bakteri DSW17 dengan Analisis Sekuens 16S rRNA

DNA isolat DSW17 yang berhasil diisolasi direaksikan dengan primer 9F (5'-GAGTTTGATCCTGGCTCAG-3') dan 1510R (5’GGCTACCTTGTTACGA-3') dengan menggunakan metode Reaksi Polimerisasi Berantai (PCR). Kondisi reaksi yang digunakan adalah 94oC selama 20 detik, 35oC selama 40 detik dan 72oC selama 2 menit, ketiganya dilakukan selama 40 siklus, lalu suhu 72oC selama 7 menit. Produk PCR kemudian dielektroforesis untuk memverifikasi hasil reaksi DNA dengan primer 9F dan 1510R pada kondisi tegangan 50 V selama 50 menit. Jika hasil verifikasi positif, maka selanjutnya produk PCR disekuens untuk mendapatkan urutan basa 16S rRNA dari bakteri DSW17. Hasil sekuens kemudian dianalisa secara online dengan menggunakan Ribosomal Database Project, kemudian analisa pohon filogenetik dilakukan dengan menggunakan

software MEGA5 untuk mengetahui hubungan kekerabatan bakteri DSW17 dengan mikroorganisme lain hasil analisa sebelumnya.

Persiapan Bibit Kultur

Satu loop penuh koloni bakteri uji yang sebelumnya dipelihara di media Nutrient Agar diambil dan dipindahkan ke 10 ml media Nutrient Broth. Kultur tersebut ditumbuhkan dengan menggunakan alat rotary shaker pada suhu ruang selama 8 jam. Inokulum tersebut akan ditransfer ke media uji setelah mencapai nilai serapan 1.700 pada panjang gelombang 600 nm yang menandakan bahwa mikroba telah berada pada akhir fase eksponensial dalam pertumbuhannya.

Persiapan Media Uji

Media uji yang digunakan diformulasi berdasarkan informasi yang diperoleh dari penelitian terdahulu (Makkar dan Cameotra 1998; Mukherjee et al. 2008; Nawawi et al. 2010) dan memiliki komposisi sebagai berikut (g/l): Minyak Jelantah (1% v/v), sukrosa (10), NH4NO3 (3.3), NaNO3 (0.5), K2HPO4 (2.2),

KH2PO4 (0.14), MgSO4.7H2O (0.6), FeSO4.7H2O (0.2), CaCl2.2H2O (0.04),

ZnSO4.7H2O (0.00185), dan MnSO4.4H2O (0.00139). Media disterilisasi pada

suhu 121oC selama 15 menit. Inkubasi dilakukan di dalam labu Erlenmeyer 250 ml dengan volume kerja sebanyak 100 ml. Sebelum inokulum bakteri dipindahkan ke media uji, terlebih dahulu media uji didinginkan hingga mencapai suhu kamar. Kultur selanjutnya diinkubasi pada rotary shaker di suhu kamar selama 72 jam. Semua percobaan dilakukan triplo.

Produksi Biosurfaktan

(23)

media uji (berdasarkan desain eksperimen Plackett-Burman). Kultur uji diinkubasi selama 72 jam. Selanjutnya, kultur dibebas-selkan dengan cara disentrifugasi pada kecepatan 6000 rpm selama 15 menit. Supernatan yang didapat selanjutnya diasamkan dengan menggunakan HCl 6 N hingga mencapai pH 2 agar terjadi pengendapan biosurfaktan (Joshi et al. 2008). Larutan kemudian disimpan di dalam suhu 4oC selama 24 jam. Setelah 24 jam, larutan kemudian disaring, presipitat yang didapat dilarutkan dalam larutan NaOH pH 8 sehingga akan terbentuk emulsi. Emulsi yang didapat kemudian dientrifugasi kembali pada kecepatan 6000 rpm selama 15 menit untuk memisahkan fase minyak. Fase air diambil kemudian pengendapan menggunakan HCl 6 N hingga mencapai pH 2 dilakukan. Endapan yang diperoleh merupakan ekstrak kasar biosurfaktan yang akan digunakan pada pengujian selanjutnya. Ekstrak kasar biosurfaktan kemudian dilarutkan di dalam buffer fosfat pH 7 dan disebut sebagai larutan biosurfaktan.

Seleksi Komponen Media Signifikan Menggunakan Desain Plackett-Burman

Desain statistik Plackett-Burman (Plackett dan Burman 1946) digunakan untuk menapis pengaruh sejumlah besar parameter dalam suatu percobaan, sehingga parameter penentu yang memiliki kontribusi signifikan dalam suatu proses dapat ditentukan. Dalam penelitian ini, sejumlah komponen di dalam media uji memiliki pengaruh yang berbeda terhadap produksi biosurfaktan. Oleh karena itu, dengan desain Plackett-Burman diharapkan dapat diketahui komponen media uji yang memberikan pengaruh signifikan dalam produksi biosurfaktan oleh isolat DSW17. Dalam penelitian ini, desain Plackett-Burman digunakan untuk menapis 11 komponen dalam media uji dengan melakukan 12 eksperimen sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 2. Analisa hasil penapisan dengan metode Plackett-Burman dilakukan dengan menggunakan software trial Design-Expert® versi 8.0.7.1 dari Stat-Ease.

Tabel 2 Desain eksperimen Plackett-Burman untuk 11 faktor

Faktor (Kode)

Eksperimen A B C D E F G H I J K

1 +1 +1 -1 +1 +1 +1 -1 -1 -1 +1 -1

2 -1 +1 +1 -1 +1 +1 +1 -1 -1 -1 +1

3 +1 -1 +1 +1 -1 +1 +1 +1 -1 -1 -1

4 -1 +1 -1 +1 +1 -1 +1 +1 +1 -1 -1

5 -1 -1 +1 -1 +1 +1 -1 +1 +1 +1 -1

6 -1 -1 -1 +1 -1 +1 +1 -1 +1 +1 +1

7 +1 -1 -1 -1 +1 -1 +1 +1 -1 +1 +1

8 +1 +1 -1 -1 -1 +1 -1 +1 +1 -1 +1

9 +1 +1 +1 -1 -1 -1 +1 -1 +1 +1 -1

10 -1 +1 +1 +1 -1 -1 -1 +1 -1 +1 +1

(24)

Tabel 3 Komponen media uji dan konsentrasinya pada tingkat bawah (-1) dan atas

Komponen media signifikan hasil optimasi menggunakan desain eksperimen Plackett-Burman diverifikasi dengan cara dibandingkan dengan beberapa media termodifikasi dan media standar. Media modifikasi 1 (MM1) adalah media optimum yang mengandung komponen signifikan pada tingkat optimum. Media modifikasi 2 (MM2) adalah media yang mengandung komponen signifikan pada tingkat yang berlawanan dengan tingkat optimum. Media modifikasi 3 (MM3) adalah media yang mengandung komponen signifikan pada tingkat atas (+1). Media modifikasi 4 (MM4) adalah media yang mengandung komponen signifikan pada tingkat bawah (-1). Media modifikasi 5 (MM5) adalah media yang mengandung komponen signifikan pada tingkat dasar (0) dan media modifikasi 6 (MM6) adalah media yang mengandung semua komponen media standar pada tingkat dasar (0). Parameter yang digunakan adalah tegangan permukaan larutan biosurfaktan, bobot biosurfaktan yang dihasilkan, diameter zona bening pada pengujian Oil Displacement Assay dan biomassa sel.

Analisa Biosurfaktan

Oil Displacement Assay

(25)

Indeks Emulsifikasi (E24)

Pengukuran Indeks Emulsifikasi (E24) dilakukan menggunakan metode Cooper dan Goldenberg (1987) yang dimodifikasi. 2 ml hidrokarbon dicampurkan dengan 2 ml larutan biosurfaktan di dalam tabung reaksi, kemudian dicampur selama 2 menit dengan menggunakan vortex, lalu didiamkan pada keadaan tegak selama 24 jam. Indeks emulsifikasi atau E24 dinyatakan dalam persentase tinggi lapisan emulsi dibagi dengan tinggi total kolom cairan. Larutan Tween 20 dan Triton X-100 pada konsentrasi 1% digunakan sebagai kontrol positif.

Pengukuran Tegangan Permukaan

Pengukuran tegangan permukaan dilakukan dengan menggunakan alat tensiometer dengan prinsip metode cincin Du Nuoy. 30 mL larutan biosurfaktan dimasukkan ke dalam wadah pengukuran, kemudian diletakkan di platform tensiometer. Cincin tensiometer dicelupkan ke dalam larutan biosurfaktan dan secara perlahan ditarik keluar larutan untuk mengukur tegangan permukaan dalam satuan mN/m. Di antara pengukuran sampel, cincin tensiometer dibilas dengan air dan dipanaskan dengan api untuk selanjutnya dibiarkan mengering. Kalibrasi alat dilakukan dengan menggunakan akuades (Tegangan Permukaan=71.5 mN/m ± 0.5).

Pengaruh Temperatur dan pH terhadap Indeks Emulsifikasi

Pengaruh temperatur dan pH terhadap aktivitas permukaan biosurfaktan diukur dengan menggunakan Indeks Emulsifikasi sebagai parameternya. Aktivitas emulsifikasi larutan biosurfaktan diukur pada kisaran temperatur antara 40 sampai 100oC. Sebelum indeks emulsifikasi diukur, larutan biosurfaktan diletakkan pada temperatur 40-100oC selama 30 menit. Sementara untuk melihat pengaruh pH, ekstrak kasar biosurfaktan dilarutkan pada larutan buffer dengan kisaran nilai pH antara 6 sampai 12.

Pengukuran Aktivitas Penghambatan Pertumbuhan Mikroba

Pengukuran aktivitas penghambatan pertumbuhan mikroba oleh biosurfaktan dilakukan dengan menggunakan metode mikrodilusi di dalam mikroplate plastik 96 sumur yang mengacu pada Rufino et al. (2011) pada konsentrasi biosurfaktan 1.5625 mg/mL; 3.125 mg/mL; 12.5 mg/mL dan 25 mg/mL. Bakteri uji yang digunakan adalah Listeria monocytogenes BTCC,

Bacillus subtilis BTCC, Staphylococcus aureus BTCC, Escherichia coli BTCC dan Serratia marcescens. Turbiditas dari masing-masing sumur diukur pada panjang gelombang 600 nm menggunakan varioscan (Thermostar) setelah diinkubasi selama 48 jam. Persentase penghambatan pertumbuhan pada tiap-tiap konsentrasi biosurfaktan dihitung dengan menggunakan formula sebagai berikut:

% Penghambatan pertumbuhan = 1− 100

(26)

Uji Biosurfaktan Sebagai Pengawet pada Bahan Pangan

(27)

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Isolasi dan Identifikasi Bakteri Potensial Penghasil Biosurfaktan

Isolasi bakteri potensial penghasil biosurfaktan

Penelitian ini bermula dari kontaminasi yang terjadi pada media Nutrient Agar (NA) yang permukaannya dilapisi minyak mentah (crude oil). Mikroorganisme kontaminan yang tumbuh pada media NA+minyak mentah terindikasi dapat memproduksi biosurfaktan. Hal tersebut ditandai oleh terbentuknya zona bening pada permukaan media yang dilapisi minyak mentah, seperti terlihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Media NA+minyak mentah yang terkontaminasi mikroorganisme terindikasi penghasil biosurfaktan

Proses isolasi mikroorganisme dari kontaminan dilakukan dengan menggunakan metode kuadran (Benson 2001). Dari proses isolasi yang dilakukan, 5 isolat potensial penghasil biosurfaktan didapat. Dari kelima isolat potensial tersebut, proses seleksi dilakukan dengan cara membandingkan kelima isolat dalam menghasilkan biosurfaktan dimana hasil uji Oil Displacement dari kelima isolat digunakan sebagai penentu dalam memilih isolat yang akan digunakan pada penelitian ini. Isolat dengan kode DSW17 terpilih sebagai mikroorganisme uji untuk tahap selanjutnya. Kemampuan isolat DSW17 dalam menghasilkan biosurfaktan dapat dilihat pada Gambar 2.

Identifikasi Bakteri DSW17

(28)

mikroorganisme terpilih diperoleh dari GenBank dan kemudian disusun dengan menggunakan perangkat BioEdit bersama dengan sekuens 16S rRNA isolat DSW17. Dari sekuens-sekuens yang telah disusun tersebut kemudian dibuat pohon filogenetik menggunakan metode neighbor-joining dan pohon filogenetik seperti pada Gambar 3 diperoleh.

Gambar 2 Potensi bakteri DSW17 dalam menghasilkan biosurfaktan. (A) Bakteri DSW17 pada permukaan media NA+minyak mentah; (B) Bakteri DSW17 pada permukaan media NA+minyak mentah setelah 24 jam; (C) Zona bening larutan biosurfaktan yang diprodksi oleh bakteri DSW17 dari uji Oil Displacement

Dari hasil analisa tersebut diketahui bahwa bakteri DSW17 memiliki kesamaan identitas paling dekat dengan Bacillus altitudinis TAZ1-5 HQ236061. Dari analisa kesamaan identitas antara bakteri DSW17 dengan Bacillus altitudinis

TAZ1-5 HQ236061 yang dilakukan menggunakan perangkat lunak BioEdit diketahui bahwa kedua bakteri itu memiliki 97% kesamaan identitas berdasarkan perbandingan sekuens 16S rRNA. Atas hasil tersebut dapat diketahui bahwa bakteri DSW17 masuk ke dalam genus Bacillus dan berbeda spesie dengan

Bacillus altitudinis. Bakteri yang termasuk ke dalam genus Bacillus biasanya memproduksi biosurfaktan yang termasuk ke dalam golongan lipopeptida, seperti surfaktin, iturin atau kurstakin (Jacques 2011). Bacillus subtilis dikenal sebagai penghasil surfaktin yang merupakan biosurfaktan yang telah banyak diteliti dan diketahui memiliki aktivitas antimikroba (Sullivan 1998).

Gambar 3 Pohon filogenetik bakteri DSW17 berdasarkan sekuens 16S rRNA

(29)

Komponen Media untuk Produksi Biosurfaktan

Komposisi media standar yang digunakan dalam proses optimasi produksi biosurfaktan diformulasi berdasarkan informasi yang diperoleh dari penelitian terdahulu (Makkar & Cameotra 1998; Mukherjee et al. 2008; Nawawi et al. 2010) dan memiliki komposisi sebagai berikut (g/l): minyak jelantah 1% v/v, sukrosa 1%, NH4NO3 0.33%, NaNO3 0.05%, K2HPO4 0.22%, KH2PO4 0.014%,

MgSO4.7H2O 0.06%, FeSO4.7H2O 0.02%, CaCl2.2H2O 0.004%, ZnSO4.7H2O

9.25 x 10-5% dan MnSO4.4H2O 6.95 x 10-5%.

Di dalam formulasi media, minyak jelantah berperan sebagai penginduksi proses produksi biosurfaktan bagi Bacillus sp. DSW17. Tanpa adanya minyak jelantah, biosurfaktan tidak dapat dihasilkan oleh Bacillus sp.DSW17. Minyak jelantah merupakan komponen hidrofobik dalam media yang dapat menstimulasi

Bacillus sp.DSW17 untuk memproduksi biosurfaktan. Dalam hal ini, adanya komponen hidrofobik di dalam media produksi akan menstimulasi mikroorganisme untuk mengambilnya dengan tujuan untuk memanfaatkan komponen hidrofobik tersebut sebagai nutrisi dalam pertumbuhannya. Mekanisme tersebut juga diaplikasikan dalam proses degradasi polutan, seperti tumpahan minyak, oleh agen hayati atau yang disebut bioremediasi, sehingga jumlah polutan yang mencemari lingkungan dapat berkurang akibat proses penguraian oleh mikroorganisme penghasil biosurfaktan. Bisurfaktan meningkatkan aksesibilitas mikroorganisme terhadap substrat hidrofobik agar bisa dimanfaatkan (Mukherjee dan Das 2010). Dalam penelitian ini, penggunaan minyak jelantah dapat digantikan oleh komponen hidrofobik yang lain, seperti minyak jagung, minyak zaitun atau minyak nabati lainnya. Minyak jelantah dipilih dengan tujuan untuk memanfaatkan limbah rumah tangga agar lebih bernilai guna.

Sukrosa dalam komposisi media berperan sebagai sumber karbon bagi pertumbuhan isolat uji. Sementara NH4NO3 dan NaNO3 berperan sebagai sumber

nitrogen, NaNO3 di dalam media juga berperan sebagai sumber natrium bagi Bacillus sp.DSW17. Dua garam fosfat, yaitu K2HPO4 dan KH2PO4, berperan

sebagai sumber fosfat serta sebagai komponen buffer di dalam formulasi media. Sedangkan komponen yang lain, yaitu MgSO4.7H2O, FeSO4.7H2O, CaCl2.2H2O,

ZnSO4.7H2O dan MnSO4.4H2O masing-masing berperan sebagai sumber

magnesium, besi, kalsium, zinc dan mangan, secara berturut-turut.

Produksi Biosurfaktan oleh Bakteri DSW17

Sebelum produksi biosurfaktan dilakukan, terlebih dahulu bibit kultur

Bacillus sp.DSW17 disiapkan. Bacillus sp.DSW17 dikultur dalam media Nutrient Broth selama 24 jam. 1 mL kultur bibit tersebut selanjutnya ditranfer ke dalam 9 mL Nutrient Broth dan diinkubasi selama 8 jam untuk selanjutnya dipindahkan ke media uji. Inkubasi kultur bakteri DSW17 selama 8 jam dilakukan dengan maksud agar proses produksi biosurfaktan terjadi pada saat pertumbuhan Bacillus sp.

(30)

jumlahnya terus bertambah dengan kecepatan yang konstan hingga mencapai puncak dan akhirnya memasuki fase stasioner. Pada saat mencapai puncak di fase logaritmik dan dipindahkan ke media uji diharapkan Bacillus sp. DSW17 tidak mengalami kesulitan dalam beradaptasi di lingkungan yang baru, yaitu di media uji, sehingga fase lag dalam pertumbuhannya dapat dipercepat.

Setelah proses kultur selesai, maka selanjutnya proses isolasi biosurfaktan dilakukan dengan menggunakan metode Joshi et al. (2008) yang telah dimodifikasi. Biomassa Bacillus sp. DSW17 dipisahkan dari media kultur dengan cara pemusingan (sentrifugasi) pada kecepatan 6000 rpm selama 15 menit. Supernatan yang didapat selanjutnya diasamkan dengan menggunakan larutan HCl 6 N. Penambahan HCl 6 N bertujuan untuk membuat supernatan memiliki pH 2, sehingga biosurfaktan yang terdapat dalam supernatan akan mengendap. Proses pengendapan harus terjadi sempurna, oleh karena itu setelah pH supernatant mencapai 2 maka selanjutnya larutan supernatan disimpan di dalam lemari es pada suhu 8-15oC selama 24 jam. Proses pendinginan pada suhu rendah selama 24 jam akan membuat biosurfaktan mengendap secara sempurna, karena pada suhu dingin gerak molekul di dalam larutan, termasuk molekul biosurfaktan, akan menjadi lebih lambat sehingga akan mudah untuk mengendap. Selanjutnya, supernatan tersebut disaring dengan menggunakan kertas saring dengan tujuan untuk mendapatkan endapan biosurfaktan yang kemudian dilarutkan dalam larutan basa NaOH pH 8. Larutan biosurfaktan tersebut selanjutnya kembali dipusing pada kecepatan 6000 rpm selama 15 menit dengan tujuan untuk memisahkan sisa minyak dari larutan biosurfaktan. Setelah fase minyak dipisahkan, maka proses pengendapan biosurfaktan dengan menggunakan HCl 6 N hingga mencapai pH 2 kembali dilakukan. Setelah didiamkan selama 24 jam, selanjutnya larutan biosurfaktan dipusing pada kecepatan 6000 rpm selama 15 menit. Endapan biosurfaktan diperoleh dan kemudian dilarutkan dalam buffer fosfat pH 7. Larutan yang didapat selanjutnya disebut sebagai larutan biosurfaktan.

Penentuan Komponen Media Signifikan untuk Produksi Biosurfaktan Menggunakan Desain Eksperimen Plackett-Burman

(31)

tegangan permukaan suatu larutan, maka semakin tinggi konsentrasi biosurfaktan di dalam larutan tersebut. Respon tegangan permukaan dari masing-masing media dianalisa dengan menggunakan bantuan perangkat lunak statistik Design Expert v.8.0.7.1 versi trial.

Analisis variasi (ANOVA) dilakukan menggunakan perangkat lunak Design Expert sehingga efek dan kontribusi dari masing-masing komponen media dapat diketahui. Nilai p-value digunakan untuk menentukan signifikansi dari setiap komponen media. Komponen media dengan nilai p-value kurang dari 0.05 merupakan komponen yang signifikan dengan tingkat kepercayaan di atas 95% dalam mempengaruhi produksi biosurfaktan atau dalam menurunkan tegangan permukaan larutan biosurfaktan. Efek dari masing-masing komponen media dalam menurunkan tegangan permukaan larutan biosurfaktan seperti yang terdapat pada Tabel dihitung dengan menggunakan formula berikut ini:

= 2 [∑ ( )− ∑ ( )]

Dimana R(H) adalah nilai respon yang dihasilkan oleh media dimana konsentrasi komponen media berada pada tingkat atas (+1), sedangkan R(L) adalah nilai respon yang dihasilkan oleh media dimana konsentrasi komponen media berada pada tingkat bawah (-1), dan N adalah banyaknya percobaan yang dilakukan, yaitu 12.

Dari Tabel 5 dapat dilihat bahwa komponen media yang paling berpengaruh dalam menurunkan tegangan permukaan larutan biosurfaktan adalah ZnSO4.7H2O dengan nilai efek sebesar -4.3. Komponen media lainnya yang

berpengaruh dalam penurunan tegangan permukaan larutan biosurfaktan setelah ZnSO4.7H2O adalah FeSO4.7H2O dengan nilai efek sebesar 4.2, diikuti oleh

NaNO3 (3.93), minyak jelantah (3.43), KH2PO4 (-2.6), MgSO4.7H2O (-2.33),

(32)

mutlak dari nilai efek suatu komponen media, maka semakin signifikan komponen tersebut dalam proses produksi biosurfaktan.

Tabel 5 Analisis statistik (ANOVA) untuk mengevaluasi signifikansi komponen media

a Sum of square

b p-value < 0.05 dianggap signifikan

Tanda negatif pada nilai efek komponen media menunjukkan bahwa konsentrasi optimum dari komponen media tersebut bagi Bacillus sp. DSW17 dalam menghasilkan biosurfaktan adalah kurang dari konsentrasi tingkat bawah (-1) yang digunakan dalam percobaan Plackett-Burman, sebagai contoh konsentrasi optimum ZnSO4.7H2O yang dibutuhkan oleh Bacillus sp. DSW17 dalam

memproduksi biosurfaktan adalah kurang dari 9.25 x 10-4 g/L. Sebaliknya, jika efek suatu komponen media bernilai positif, maka konsentrasi optimum dari komponen media tersebut adalah lebih dari konsentrasi tingkat atas yang digunakan dalam percobaan Plackett-Burman. Hal tersebut dapat menjadi dasar dalam proses optimasi selanjutnya, yaitu dalam menentukan konsentrasi optimum dari setiap komponen media yang diperlukan oleh bakteri DSW17 dalam menghasilkan biosurfaktan.

Komponen Media yang Signifikan dalam Proses Produksi Biosurfaktan

Dari Tabel 5, dapat diketahui bahwa ZnSO4.7H2O, FeSO4.7H2O, NaNO3,

minyak jelantah, KH2PO4, MgSO4.7H2O, CaCl2.2H2O, K2HPO4 dan sukrosa

merupakan sembilan dari sebelas komponen yang memiliki peran signifikan dalam penurunan tegangan permukaan larutan biosurfaktan sekaligus dalam proses produksi biosurfaktan oleh Bacillus sp. DSW17. Dalam proses penapisan komponen signifikan yang mempengaruhi kemampuan produksi biosurfaktan oleh bakteri DSW17 menggunakan desain Plackett-Burman ini, ZnSO4.7H2O diketahui

sebagai komponen media yang paling signifikan dalam menurunkan tegangan permukaan larutan biosurfaktan yang dihasilkan oleh Bacillus sp. DSW17. Hingga kini, ZnSO4.7H2O belum dilaporkan sebagai nutrisi yang signifikan dalam

produksi biosurfaktan oleh mikroorganisme yang termasuk ke dalam genus Bacillus. Dalam penelitian ini, ZnSO4.7H2O mungkin berperan dalam mendukung

proses pertumbuhan Bacillus sp. DSW17. Mineral Zn2+ merupakan mineral yang

(33)

memiliki peran penting dalam mikroorganisme, yaitu sebagai mikronutrisi yang mendukung pembentukan struktur protein dan pigmen, proses terjadinya reaksi reduksi-oksidasi, pengaturan tekanan osmotik, memelihara keseimbangan ion dan sebagai komponen enzim di dalam sel (Bong et al. 2010). Konsentrasi optimum ion zinc yang mendukung pertumbuhan optimum bakteri secara in vitro berkisar antara 10-5 – 10-7 M ((Atmaca et al. 1998). Oleh karena itu, pada penelitian ini, optimasi dengan desain eksperimen Plackett-Burman menghasilkan kisaran konsentrasi optimum unuk ion zinc kurang dari konsentrasi tingkat bawah yang digunakan, yaitu kurang dari 1.4 x 10-5 M (9.25 x 10-4 g/L). Menurut Bong et al. (2010), pada konsentrasi ion zinc yang tinggi di dalam media, sebagian besar pertumbuhan bakteri akan terhambat. Hasil yang didapat pada penelitian ini menunjukkan bahwa metabolit skunder, yaitu biosurfaktan, yang dihasilkan oleh

Bacillus sp. DSW17 tergantung dari pertumbuhan bakteri di dalam media.

Komponen media selanjutnya yang signifikan untuk produksi biosurfaktan adalah FeSO4.7H2O. FeSO4.7H2O di dalam komposisi media merupakan sumber

ion Fe2+ bagi Bacillus sp. DSW17. Ion Fe2+ menunjukkan peran signifikan bagi

Bacillus sp DSW17 dalam proses produksi biosurfaktan dengan nilai kontribusi sebesar 21.84% bagi produksi biosurfaktan. Nilai F- dan p-value untuk FeSO4.7H2O secara berturut-turut adalah sebesar 6350.4 dan 0.0002. Hal tersebut

menunjukkan signifikansi yang tinggi dari komponen tersebut dalam proses produksi biosurfaktan. Ion Fe2+ dilaporkan sebagai mineral yang vital dalam proses sintesis surfaktin, suatu biosurfaktan lipopeptida, yang dihasilkan oleh

Bacillus subtilis (Wei dan Chu 1998; Wei et al. 2004). Meski begitu, berlebihnya konsentrasi Fe2+ di dalam media akan menyebabkan terjadinya pengasaman media yang berujung pada mengendapnya biosurfaktan dan sel-sel bakteri akan kehilangan kemampuannya untuk tumbuh dengan baik (Wei et al. 2004). Pada penelitian ini, hasil penapisan menggunakan desain Plackett-Burman menunjukkan bahwa semakin meningkatnya konsentrasi ion Fe2+ yang melebihi konsentrasi tingkat atas yang digunakan akan semakin meningkatkan produksi biosurfaktan oleh Bacillus sp. DSW17. Peningkatan konsentrasi ion Fe2+ akan terus terjadi hingga mencapai konsentrasi optimumnya. Penelusuran konsentrasi optimum ion Fe2+ dapat dilakukan pada percobaan optimasi selanjutnya dengan menggunakan pendekatan statistik lainnya, seperti metode permukaan respon atau

Response Surface Method (RSM).

Komponen media signifikan lainnya adalah NaNO3 yang berperan sebagai

sumber nitrogen di dalam media. Kontribusi NaNO3 dalam proses produksi

biosurfaktan oleh Bacillus sp. DSW17 adalah sebesar 19.16%. Selain mendukung pertumbuhan, nitrogen juga berperan penting dalam pembentukan struktur biosurfaktan lipopeptida (Nawawi et al. 2010) yang umumnya dihasilkan oleh bakteri dari genus Bacillus (Jacques 2011). Biosurfaktan yang dihasilkan oleh

Bacillus sp. DSW17 mengandung protein dalam struktur molekulnya (data tidak ditunjukkan). Oleh karena itu, hasil yang didapat dari desain eksperimen Plackett-Burman menunjukkan bahwa NaNO3 memiliki peran yang signifikan dalam

proses produksi biosurfaktan.

(34)

Bacillus sp. DSW17 diketahui tidak dapat menghasilkan biosurfaktan tanpa adanya penginduksi nonpolar yang terkandung di dalam media. Selain itu, minyak jelantah juga dapat berperan sebagai sumber karbon bagi pertumbuhan Bacillus sp. DSW17. Menurut Makkar et al. (2011), produksi biosurfaktan menggunakan limbah, seperti minyak jelantah, memberikan dua keuntungan, yaitu mengurangi polutan yang berpotensi mencemari lingkungan sekaligus menghasilkan produk yang berguna. Makkar et al. (2011) juga menyebutkan dalam ulasannya bahwa pemanfaatan minyak jelantah dengan tujuan untuk memproduksi biosurfaktan oleh mikroorganisme potensial telah dilakukan oleh beberapa peneliti, seperti Fleurackers (2006) dan Shah et al. (2007).

Dua garam fosfat yang digunakan dalam formulasi media, yaitu KH2PO4

and K2HPO4, juga menunjukkan efek signifikan dalam proses produksi

biosurfaktan oleh Bacillus sp. DSW17. KH2PO4 memiliki efek negatif terhadap

proses produksi biosurfaktan yang berarti bahwa konsentrasi optimumnya kurang dari tingkat bawah seperti yang digunakan dalam desain Plackett-Burman. Sebaliknya, K2HPO4 memiliki efek positif dalam proses produksi biosurfaktan.

Kontribusi terhadap proses produksi biosurfaktan sebesar 8.37% dan 1.16%secara berturut-turut untuk KH2PO4 and K2HPO4. Di dalam formulasi media, kedua

garam tersebut merupakan sumber kalium dan fosfat serta memiliki peran sebagai larutan dapar di dalam media. Efek berlawanan dari KH2PO4 dan K2HPO4

terhadap proses produksi biosurfaktan mengindikasikan bahwa Bacillus sp.

DSW17 cenderung untuk tumbuh lebih baik dalam lingkungan asam. Kombinasi dari KH2PO4 dan K2HPO4 pada konsentrasi optimumnya akan menghasilkan

sistem dapar dengan pH asam.

Sumber magnesium yang terdapat dalam media, yaitu MgSO4, juga

menunjukkan signifikansi dalam mempengaruhi produksi biosurfaktan oleh

Bacillus sp. DSW17 dengan presentase kontribusi sebesar 6.74%. Berdasarkan atas hasil eksperimen Plackett-Burman, MgSO4 memberikan efek negatif yang

berarti bahwa konsentrasi optimum MgSO4 yang digunakan untuk meningkatkan

produksi biosurfaktan kurang dari tingkat bawah konsentrasi MgSO4 yang

digunakan dalam desain Plackett-Burman, yaitu kurang dari 0.3 g/L. Hasil serupa juga dilaporkan oleh Mukherjee et al. (2008) dan Nawawi et al. (2010) dalam penelitiannya yang menapis sejumlah komponen untuk mengetahui komponen signifikan yang mempengaruhi produksi biosurfaktan. Ion Mg2+ merupakan kofaktor bagi protein Sfp yang dimiliki oleh Bacillus subtilis yang berfungsi dalam mengaktivasi enzim surfactin sintetase (Reuter et al. 2009). Surfactin merupakan biosurfaktan lipopeptida yang dihasilkan oleh Bacillus subtilis.

Selain ion Mg2+, ion Ca2+ juga memiliki peran signifikan dalam proses produksi biosurfaktan oleh Bacillus sp. DSW17. CaCl2 yang berperan sebagai

sumber ion kalsium memberikan kontribusi sebesar 4.32% dalam produksi biosurfaktan oleh Bacillus sp. DSW17. Signifikansi ion Ca2+ pada penelitian ini bertolak belakang dengan hasil penapisan yang dilaporkan oleh Mukherjee et al. (2008) and Nawawi et al. (2010) yang menemukan bahwa CaCl2 tidak signifikan

(35)

mengubah konformasi membran Bacillus sp, sehingga bakteri tersebut dapat mengekskresikan metabolit yang dihasilkannya ke lingkungan. Hal yang sama mungkin dapat terjadi pada membran sel Bacillus sp. DSW17, sehingga biosurfaktan yang dihasilkan dapat lebih banyak diekskresikan ke lingkungan dengan tujuan untuk mengemulsifikasi komponen non-polar yang ada di dalam media.

Komponen media terakhir yang menunjukkan peran signifikan dalam proses produksi biosurfaktan oleh Bacillus sp. DSW17 adalah sukrosa. Di dalam media, sukrosa berperan sebagai sumber karbon bagi mikroorganisme. Sukrosa dibutuhkan oleh Bacillus sp. DSW17 untuk pertumbuhannya di dalam media. Hasil ini semakin menegaskan bahwa produksi biosurfaktan oleh Bacillus sp.

DSW17 terkait dengan pertumbuhan Bacillus sp. DSW17 di dalam media, atau dengan kata lain biosurfaktan yang dihasilkan oleh Bacillus sp. DSW17 merupakan produk terkait pertumbuhan (growth associated product). Semua faktor pendukung pertumbuhan (Zn2+, minyak jelantah dan sukrosa) yang ada dalam formulasi media memiliki peran signifikan dalam proses produksi biosurfaktan oleh Bacillus sp. DSW17. Hal tersebut juga dilaporkan oleh Abouseoud et al. (2008) yang menyatakan bahwa produksi biosurfaktan oleh

Pseudomonas fluorescens terkait dengan pertumbuhannya di dalam media pada berbagai sumber karbon dan nitrogen.

Komponen Media yang Tidak Signifikan dalam Proses Produksi Biosurfaktan

NH4NO3 dan MnSO4.4H2O merupakan dua komponen media yang secara

statistik tidak signifikan untuk proses produksi biosurfaktan oleh Bacillus sp.

DSW17. Oleh karena itu, kedua komponen tersebut tidak dimasukkan ke dalam komposisi media optimum untuk produksi biosurfaktan. Dalam formulasi media, NH4NO3 bersama dengan NaNO3 berperan sebagai sumber nitrogen bagi Bacillus sp. DSW17. Namun, berdasarkan atas eksperimen Plackett-Burman diketahui bahwa Bacillus sp. DSW17 lebih cenderung memanfaatkan NaNO3 dibandingkan

dengan NH4NO3 sebagai sumber nitrogen mereka dalam menghasilkan

biosurfaktan. MnSO4.4H2O di dalam media berperan dalam menyediakan ion

Mn2+. Menurut Wei dan Chu (2002), ion Mn2+ dapat meningkatkan produksi surfaktin, namun dalam penelitian ini hal tersebut tidak ditemukan. Itu berarti bahwa efek individu dari MnSO4.4H2O dapat diabakan jika dibandingkan dengan

komponen signifikan lainnya di dalam formulasi media.

Verifikasi Hasil Penentuan Komponen Media Signifikan

Hasil optimasi media yang didapat dari percobaan Plackett-Burman perlu diverifikasi dengan tujuan untuk membuktikan bahwa komposisi media optimum mampu memberikan hasil yang terbaik dalam proses produksi biosurfaktan serta dalam menurunkan tegangan permukaan larutan biosurfaktan yang dihasilkan. Oleh karena itu, untuk keperluan tersebut beberapa media modifikasi disusun seperti yang terlihat pada Tabel 6.

(36)

media optimum. Sementara media MM3 atau Positif (+1) diformulasi sedemikian rupa sehingga mengandung komponen signifikan pada tingkat atas atau +1. Media modifikasi yang keempat (MM4) diformulasi sedemikian rupa sehingga mengandung komponen signifikan pada tingkat dasar atau 0. Media modifikasi selanjutnya adalah MM5 yang diformulasi sedemikian rupa sehingga mengandung komponen signifikan pada tingkat bawah atau -1. Media modifikasi terakhir adalah MM6 yang diformulasi sedemikian rupa sehingga mengandung semua komponen, baik itu komponen signifikan ataupun non-signifikan, pada tingkat dasar atau 0. Dari proses verifikasi media optimum tersebut diharapkan mampu membuktikan bahwa komposisi media yang hanya mengandung komponen signifikan pada tingkat optimum dapat mendukung Bacillus sp. DSW17 dalam memproduksi biosufaktan secara optimal bila dibandingkan dengan media modifikasi yang lain (MM2-MM5) serta media standar (MM6).

(37)

konsentrasinya lebih banyak. Oleh karena itu, apabila digunakan untuk skala besar, maka media MM1 lebih layak dibandingkan dengan media MM3.

Keunggulan performa media optimum dalam mendukung Bacillus sp.

DSW17 memproduksi biosurfaktan mungkin disebabkan oleh komposisinya yang paling baik dalam mendukung pertumbuhan Bacillus sp. DSW17. Hal tersebut bisa dilihat dari parameter biomassa sel yang dihasilkan pada media optimum. Seperti diketahui pada pembahasan sebelumnya bahwa biosurfaktan yang diproduksi oleh Bacillus sp. DSW17 mungkin merupakan produk terkait pertumbuhan atau growth associated product.

Tabel 7 Hasil verifikasi hasil penentuan komponen media signifikan

Media

Secara umum, produksi biosurfaktan menggunakan media optimum (MM1) terbukti lebih baik dibandingkan dengan kelima media modifikasi yang lain. Produksi biosurfaktan parsial meningkat 1.24 kali lipat pada media optimum (MM1) dibandingkan dengan pada media standar (MM6) yang belum dioptimasi. Hal itu menunjukkan bahwa desain eksperimental Plackett-Burman terbukti mampu menghasilkan media optimum yang dapat mendukung Bacillus sp DSW17 dalam meningkatkan produksi biosurfaktan sebesar 124% bila dibandingkan dengan media yang tidak teroptimasi. Peningkatan produksi biosurfaktan oleh mikroorganisme potensial penghasil biosurfaktan juga dilaporkan oleh Nawawi et al. (2010) serta Mukherjee et al. (2008) yang berhasil meningkatkan produksi biosurfaktan dari mikroorganisme laut sebesar 84.7%.

Karakterisasi Biosurfaktan yang Dihasilkan Oleh Bacillus sp. DSW17

(38)

Pengukuran Indeks Emulsifikasi (E24)

Metode penentuan indeks emulsifikasi dikembangkan oleh Cooper dan Goldenberg (1987). Besarnya indeks emulsifikasi berhubungan dengan konsentrasi biosurfaktan yang digunakan pada saat pengujian (Walter et al. 2010). Kecilnya indeks emulsifikasi mengindikasikan bahwa biosurfaktan yang dihasilkan tidak mampu membentuk tetesan-tetesan mikroskopik fase teremulsi dalam fase pengemulsi (Luna et al. 2013). Besarnya indeks emulsifikasi (E24) biosurfaktan terhadap suatu fase non-polar mengindikasikan bahwa fase non-polar tersebut merupakan penginduksi ataupun substrat yang cocok untuk digunakan dalam proses produksi biosurfaktan oleh Bacillus sp. DSW17 (Shavandi et al. 2011). Dalam hal ini, di antara keempat fase non-polar yang digunakan dalam pengukuran E24, minyak zaitun terindikasi sebagai penginduksi atau substrat yang paling cocok bagi Bacillus sp. DSW17.

Tabel 8 Indeks emulsifikasi (%) biosurfaktan pada berbagai fase non-polar

Fase Non-Polar Biosurfaktan Tween 20 (1%) Triton X100 (1%)

Minyak Jagung 60 56.67 60 Minyak Zaitun 66.67 50 53.33 Minyak Tanah 53.33 60.71 46.67 Minyak Jelantah 55.39 53.33 50

Dalam penelitian ini, pengukuran indeks emulsifikasi biosurfaktan dibandingkan dengan surfaktan berbasis kimia yang telah banyak digunakan, yaitu Tween dan Triton dalam bentuk larutan 1%. Larutan 1% dipilih karena pada konsentrasi 1% diameter zona bening yang terbentuk pada uji Oil Displacement

sama besar dengan larutan biosurfaktan yang digunakan dalam pengujian indeks emulsifikasi. Indeks emulsifikasi biosurfaktan relatif lebih baik dibandingkan dengan 2 surfaktan pembanding lainnya. Hal tersebut menunjukkan bahwa kemampuan biosurfaktan dalam mengemulsi fase non-polar, yaitu dalam membentuk tetesan-tetesan mikroskopik fase non-polar di dalam air, lebih baik dibandingkan Tween dan Triton, kecuali untuk minyak tanah dimana Tween 20 lebih baik dibandingkan yang lainnya.

Pengaruh Temperatur dan pH pada Aktivitas Emulsifikasi Biosurfaktan.

Gambar dan menunjukkan pengaruh temperatur dan pH pada aktivitas emulsifikasi (E24) biosurfaktan pada suatu fase non-polar. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa aktivitas emulsifikasi stabil pada rentang temperatur antara 40-100oC, sementara pengukuran E24 pada berbagai pH menunjukkan bahwa kemampuan biosurfaktan dalam membentuk tetesan-tetesan mikroskopik fase teremulsi di dalam pengemulsi efektif dalam rentang pH 10-12. Hasil tersebut memberikan informasi bahwa biosurfaktan yang diproduksi oleh Bacillus sp.

Gambar

Tabel 1 Peningkatan yield produksi biosurfaktan (surfaktin) pada setiap tahap optimasi yang menggunakan pendekatan statistik Yield Crude %
Tabel 3 Komponen media uji dan konsentrasinya pada tingkat bawah (-1) dan atas (+1)
Gambar 1 Media NA+minyak mentah
Gambar 3 Pohon filogenetik bakteri DSW17 berdasarkan sekuens 16S rRNA
+7

Referensi

Dokumen terkait

Terhadap peserta lelang yang berkeberatan atas pegumuman daftar pendek (short list) diberikan kesempatan untuk mengajukan sanggahan Kepada Panitia, Sesuai dengan Jadwal yang

[r]

Hypnoteaching dalam Meningkatkan Respon Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran SKI Kelas XI di MA NU Hasyim Asy’ari 3 Kudus Tahun.

[r]

Kusuma, Satria Candra. Peningkatan Keterampilan Berbicara Mengomentari Persoalan Faktual dengan Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share pada Siswa Kelas V SD

[r]

Meskipun dokumen ini telah dipersiapkan dengan s eksama, PT Manulife Aset Manajemen Indonesia tidak bertanggung jawab atas segala konsekuensi hukum dan keuangan yang timbul, baik

dan revaskularisasi jantung dengan depresi menjadi faktor yang paling berpengaruh terhadap kualitas hidup pasien PJK dibanding kedua faktor yang lain.. Lebih jauh hasil