• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Proses Pemotongan Sapi Secara Halal dan Produktivitas RPH di Beberapa Daerah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian Proses Pemotongan Sapi Secara Halal dan Produktivitas RPH di Beberapa Daerah"

Copied!
45
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN PROSES PEMOTONGAN SAPI SECARA HALAL

DAN PRODUKTIVITAS RPH DI BEBERAPA DAERAH

AYUB RIZAL

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Kajian Proses Pemotongan Sapi Secara Halal Dan Produktivitas RPH di Beberapa Daerah adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, November 2014

Ayub Rizal

(4)

RINGKASAN

AYUB RIZAL. Kajian Proses Pemotongan Sapi Secara Halal Dan Produktivitas RPH di Beberapa Daerah. Dibimbing oleh HENNY NURAINI, RUDY PRIYANTO dan MULADNO.

Proses penyembelihan halal dan teknik pemotongan sapi di RPH diduga dapat mempengaruhi evaluasi produktivitas ternak guna mendapatkan produk ASUH (aman, sehat, halal, utuh) dari RPH. Permasalahan pokok yang terjadi di RPH adalah sangat beragamnya kondisi penyembelihan, teknik penanganan, dan pemotongan karkas, terutama banyak terjadi pada RPH tingkat daerah.

Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi, mendeskripsikan, menganalisa kondisi penyembelihan halal, keragaman teknik penanganan, dan pemotongan karkas di beberapa RPH serta pengaruhnya terhadap produksi karkas dan daging. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi, sosialisasi kepada masyarakat dan pelaku usaha, serta pemerintah guna membantu penyusunan kebijakan tentang proses penyembelihan halal dan standarisasi teknik pemotongan sapi yang tepat. Penelitian menggunakan 72 sapi silangan lokal jantan yang berasal dari tujuh RPH dan tiga propinsi di Indonesia dengan metode pemilihan sampel RPH secara purposive random sampling. Penelitian ini menggunakan analisa deskriptif, sedangkan untuk mengitung produktivitas ternak berupa bobot karkas, persentase karkas, dan persentase non karkas dianalisa menggunakan analisa kovarian (ANCOVA).

Teknik pengambilan data yang digunakan ialah pengamatan rumpun, bobot potong sapi dan lebar leher; penyembelihan sapi dan teknik pemotongan karkas yang dilakukan secara berurutan, sedangkan wawancara lapang berupa form aplikasi penyembelihan halal dilakukan terhadap pelaku usaha di RPH, meliputi pengelola, juru sembelih halal, pemilik sapi/jagal, dan pekerja.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan penyembelihan halal sebagai bagian dari komponen sistem jaminan halal (SJH) di beberapa RPH provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat telah sesuai dengan ketentuan

Syari’at Islam dan persyaratan LPPOM-MUI. Akan tetapi, perlu adanya perbaikan

pada sumber daya manusia, alat penyembelihan, penanganan pra penyembelihan, aktivitas penyembelihan, dan pasca penyembelihan sesuai standardisasi LPPOM-MUI.

Terdapat beragam teknik penanganan dan pemotongan sapi yang tejadi di RPH Provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah dan Jawa Barat, meliputi proses merebahkan dan penyembelihan sapi, pemisahan kulit, pemisahan ekor, proses

evicerasi, potongan karkas, dan trimming lemak sub kutan. Dampak perbedaan teknik penanganan karkas berpotensi terjadinya kelebihan maupun kekurangan produksi karkas dan non karkas dari RPH.

(5)

SUMMARY

AYUB RIZAL. Study of Halal Slaughtering Process And Produktivity Slaughterhouse in the Distric’s. Supervised by HENNY NURAINI, RUDY PRIYANTO and MULADNO.

Cattle’s technic dressing and halal slaughtering process in slaughterhouse

could be expected to affect of catlle productivity evaluation to get ASUH product from slaughterhouse. The main problem happened in slaughterhouse the slaughtering condition , carcass dressing, and hadling technic was very variation, mainly very happened on level local abatoirs.

The objectives of this study were to identification, to describe, to analyze variation of slaughtering condition, handling and dressing technic of cattle in abattoirs, and their effects to the meat yielded. The result are expeted to give information and sosialitation to public and business also government to help strategic policy about halal slaughtering process and the right cattle dressing technic standaritation. A total of 72 local-cross cattle which is collected from 7 slaughterhouse in three provinces of Indonesia were used, with slaughterhose sample choosen method by purposive ramdom sampling. This study used description analized, while to catlle productivity calculate such as weight carcass, carcass percentage and non carcass percentage were analized by analysis of covariance/ANCOVA.

Data collection technic used varietas observation, catlle dressing weight and neck wide , catlle slaughtering, and carcass dressing technic done step by step. While interview of halal slaughtering application technic this done to abatoir business such as managers, slaughtermen, catlle owner/jagal, and worker.

The result showed that halal slaughtering application as part of component halal assurance sistem (HAS) at East Java abattoir, Central Java abattoir, West

Java abattoir have been right with syari’a principle and LPPOM-MUI guidance.

But, human resources, slaughtering tool, pra slaughtering handling, slaughtering activity, and post slaughtering are still need improvement according to LPPOM-MUI standaritation

Cattle slaughtering and handling technic in abattoir at province East Java, Central Java, West Java are varied technically, such as knocking down process and catlle slaughtering, skinning, cutting of oxtail, evisceration process, carcass splitting, trimming of subcutaneous fat. The affect of different carcass handling technic has potentially occurrence over or under carcass and non carcass production from slaugterhouse.

(6)
(7)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(8)
(9)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

KAJIAN PROSES PEMOTONGAN SAPI SECARA HALAL

DAN PRODUKTIVITAS RPH DI BEBERAPA DAERAH

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2014

(10)
(11)

Judul Tesis : Kajian Proses Pemotongan Sapi Secara Halal dan Produktivitas RPH di Beberapa Daerah

Nama : Ayub Rizal NIM : D151110121

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr Ir Henny Nuraini, MSi Ketua

Dr Ir Rudy Priyanto Anggota

Prof Dr Ir Muladno, MSA Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi

Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

Dr Ir Salundik, MSi

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 18 Agustus 2014 Tanggal Lulus:

(12)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2012 adalah kajian teknik pemotongan sapi dengan judul Kajian Proses Pemotongan Sapi Secara Halal di Beberapa RPH.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Henny Nuraini, MSi, Bapak Dr Ir Rudy Priyanto dan Bapak Prof Dr Ir Muladno, MSA selaku pembimbing, serta Ibu Dr Ir Niken Ulupi, MS yang telah banyak memberi saran. Penghargaan penulis sampaikan kepada Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan yang telah membantu pendanaan penelitian serta rekan-rekan Tim Survey Karkas Tahun 2012 yang telah membantu pengumpulan data.

Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayahanda Arifien Kartono, ibunda Endang Susilo Murti, istriku Aniska Novita Sari, SSi, kedua anakku

Hannaan Rijalul ‘Ubadah dan Hanin Muthmainnah, serta seluruh keluarga besar Arifien Kartono dan H Kargiyanto, SPd atas segala doa dan perhatian yang diberikan kepada penulis. Tak lupa terima kasih penulis sampaikan kepada seluruh dosen ITP atas ilmu dan pengalaman yang telah diberikan, rekan-rekan Pasca ITP angkatan 2011 dan 2012, staf Laboratorium Ruminansia Besar, dan staf administrasi Pasca ITP atas dukungan dan kerja samanya selama penulis menyelesaikan studi. Tak terlupakan juga penulis ucapkan terima kasih kepada sahabatku Muhammad Ismail, SPt MSi dan Wike Andre Septian, SPt MSi atas segala support, bantuan dan motivasi selama menyelesaikan study di IPB. Semoga kelak ilmu yang telah diperoleh berguna untuk generasi berikutnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, November 2014

(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

Ruang Lingkup Penelitian 2

2 TINJAUAN PUSTAKA 2

Rumah Potong Hewan (RPH) 2

Proses Penyembelihan Halal 3

Good Slaughtering Practise (GSP) 4

Karkas dan Non Karkas 5

Produktivitas 6

3 METODE 7 Waktu dan Tempat 7 Bahan dan Alat 7

Prosedur Penelitian 7 Analisis Data 9 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 9 Kondisi Umum Lokasi Penelitian 9 Teknik Penanganan dan Pemotongan Karkas 9 Proses Penyembelihan Halal 14 Produktivitas Karkas dan Non Karkas 19

5 SIMPULAN DAN SARAN 22

Simpulan 22

Saran 22

DAFTAR PUSTAKA 23

LAMPIRAN 26

(14)

DAFTAR TABEL

1 Gambaran umum lokasi penelitian 10

2 Kondisi proses pemotongan di lokasi penelitian 11 3 Rekapitulasi pembobotan proses penyembelihan halal di RPH 15 4 Produktivitas komponen karkas sapi potong silangan lokal di RPH 19 5 Produktivitas komponen non karkas sapi potong silangan lokal di RPH 20

DAFTAR GAMBAR

1 Kondisi proses merebahkan dan penyembelihan di RPH 12 2 Kondisi proses pemisahan kulit dan pengeluaran jeroan di RPH 12

3 Kondisi proses pemisahan ekor di RPH 13

4 Kondisi proses pemisahan lemak sub kutan (trimming) 13

5 Kondisi proses pemotongan karkas di RPH 14

6 Kondisi penyembelihan di RPH 16

7 Kondisi alat penyembelih di RPH 17

8 Kondisi model penyembelihan di RPH 18

9 Kondisi pasca penyembelihan di RPH 19

DAFTAR LAMPIRAN

1 ANOVA bobot potong 27

2 ANCOVA bobot karkas 27

3 ANCOVA persentase karkas 27

4 ANCOVA bobot kulit 27

5 ANCOVA bobot ofal merah 27

6 ANCOVA bobot ofal hijau kosong 27

7 ANCOVA bobot lemak 28

8 ANCOVA bobot kaki 28

9 ANCOVA bobot kepala 28

10 ANCOVA bobot ekor 28

11 ANCOVA persentase kulit 28

12 ANCOVA persentase ofal merah 28

13 ANCOVA persentase ofal hijau kosong 29

14 ANCOVA persentase lemak 29

15 ANCOVA persentase kaki 29

16 ANCOVA persentase kepala 29

17 ANCOVA persentase ekor 29

(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Permintaan daging sapi dan produk olahannya senantiasa mengalami peningkatan dari waktu ke waktu. Menurut Ditjen Peternakan Kesehatan Hewan (2012) konsumsi daging sapi antara tahun 2009, 2010, dan 2011 sebanyak 313, 365, dan 417 g kapita-1 tahun-1. Angka tersebut menunjukkan adanya peningkatan dari tahun sebelumnya sebesar 52 g. Peningkatan konsumsi daging sapi domestik menurut Khasrad dan Ningrat (2010) dipengaruhi oleh pertambahan populasi penduduk, peningkatan pendapatan, kesadaran masyarakat akan gizi, dan keberadaan masyarakat luar negeri.

Laju peningkatan konsumsi daging domestik merupakan peluang untuk memproduksi daging sapi yang memenuhi persyaratan aman, sehat, utuh, dan halal (ASUH). Hal ini merupakan suatu peluang dan tantangan besar bagi Indonesia yang sudah membuka keran lebar-lebar kesepakatan AFTA berupa era globalisasi tentang perdagangan bebas 2015. Pemenuhan daging ASUH dapat dilakukan melalui optimalisasi peran rumah pemotongan hewan (RPH). Upaya peningkatan produksi daging dapat dilakukan selama proses penyembelihan hingga menghasilkan karkas di rumah potong hewan (RPH), salah satunya dengan penerapan teknik penyembelihan dan pemotongan karkas secara benar dan tepat, sehingga dapat dihasilkan produk yg ASUH.

Peraturan Menteri Pertanian RI (2010) menjelaskan pemotongan hewan potong adalah kegiatan untuk menghasilkan daging yang terdiri dari pemeriksaan ante mortem, penyembelihan, penyelesaian penyembelihan dan pemeriksaan post mortem, sedangkan daging adalah bagian-bagian hewan potong yang disembelih termasuk isi rongga perut dan dada yang lazim dimakan manusia.

Kualitas dan kuantitas karkas yang dihasilkan dari seekor ternak selain dipengaruhi faktor on farm juga dipengaruhi oleh faktor off farm meliputi penanganan ternak pasca panen dari kandang hingga di RPH. Penanganan ternak pasca panen yang tidak baik berpotensi menyebabkan cekaman bagi ternak, sehingga dapat menurunkan kualitas dan kuantitas karkas yang dihasilkan (Priyanto dan Hafid 2005). Contoh penanganan yang tidak baik adalah ternak diperlakukan secara kasar pada saat pra pemotongan sampai pada proses pemotongan.

Efisiensi produksi pada teknik pemotongan sapi tercermin dari hasil bobot dan persentase karkas, jumlah dan kualitas daging yang dihasilkan, serta potongan karkas yang dapat dijual (Soeparno 2005). Pada proses penanganan ternak di RPH terdapat tahap yang kritis ditinjau dari segi kehalalan yaitu proses penyembelihan hewan, sehingga untuk menghasilkan karkas/daging ASUH membutuhkan proses yang sesuai dengan syari’at Islam. Tahap yang kritis ini adalah tahapan ketika ternak dapat dinyatakan halal atau tidak halal berawal dari proses penyembelihannya.

(16)

2

setempat. Dampak teknik pemotongan yang berbeda akan menghasilkan persentase karkas yang beragam.

Kurangnya informasi tentang teknik penyembelihan halal dan pemotongan karkas yang baik, beragamnya pemahaman pelaku usaha tentang definisi karkas, dan belum banyak RPH yang memenuhi syarat standarisasi pelaksanaan pemotongan di RPH menjadi permasalahan tersendiri dalam menghasilkan daging sapi yang ASUH. Berdasarkan uraian tersebut, maka dilakukan penelitian tentang kajian proses pemotongan sapi secara halal di beberapa RPH dengan tujuan melakukan identifikasi kondisi penyembelihan halal dan penanganan pemotongan di RPH. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi dan sosialisasi kepada masyarakat, pelaku usaha, serta pemerintah guna membantu sosialisasi kebijakan tentang proses penyembelihan halal dan standarisasi teknik pemotongan sapi yang tepat.

Perumusan Masalah

Adanya suatu fenomena di lapangan yaitu beragamnya teknik penanganan dan pemotongan karkas. Hal ini dikarenakan aktivitas pemotongan sapi lokal dilakukan tim petugas yang dibawa langsung pemilik sapi maupun adanya kebiasaan setempat terkait potongan karkas, sehingga dapat mempengaruhi hasil produk yang di hasilkan dari RPH.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk melakukan identifikasi kondisi pemotongan sapi di RPH meliputi proses penyembelihan halal dan teknik pemotongan karkas di RPH.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan sosialisasi kepada masyarakat, pelaku usaha, serta pemerintah guna membantu sosialisai tentang proses penyembelihan halal dan standarisasi teknik pemotongan karkas yang tepat.

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini yaitu melakukan pengamatan proses penyembelihan halal dan teknik pemotongan karkas dari beberapa rumah potong hewan (RPH) di tiga Provinsi di Indonesia. Pengelompokkan penilaian proses penyembelihan halal mengacu pada sistem jaminan halal (SJH) LPPOM-MUI 2012. Pengelompokkan teknik pemotongan karkas didasarkan pada kesamaan teknik pemotongan di RPH. Peubah penelitian yang diamati adalah persyaratan penyembelihan halal serta produktivitas hasil karkas dan non karkas yang dihasilkan.

2 TINJAUAN PUSTAKA

Rumah Potong Hewan (RPH)

(17)

3 hewan bagi konsumsi masyarakat umum. Pemotongan hewan merupakan kegiatan untuk menghasilkan daging hewan yang terdiri atas pemeriksaan ante-mortem, penyembelihan, penyelesaian penyembelihan dan pemeriksaan post-mortem

(Peraturan Menteri Pertanian Nomor 13/Permentan/OT.140/1/2010). Berdasarkan SNI 01-6159-1999 disebutkan bahwa RPH adalah kompleks bangunan dengan desain khusus yang memenuhi persyaratan teknis dan higien tertentu serta digunakan sebagai tempat memotong hewan potong selain unggas bagi konsumsi masyarakat.

Berdasarkan Keputusan Kementerian Pertanian Nomor 13/Permentan/OT. 140/1/2010 tentang persyaratan rumah potong hewan ruminansia dan unit penanganan daging (meat cutting plant) telah ditetapkan persyaratan teknis RPH. RPH merupakan unit pelayanan masyarakat dalam penyediaan daging yang aman, sehat, utuh dan halal serta berfungsi sebagai sarana untuk melaksanakan :

1. Pemotongan hewan secara benar (sesuai dengan persyaratan kesehatan masyarakat veteriner, kesejahteraan hewan, dan syariat agama);

2. Tempat melaksanakan pemeriksaan hewan sebelum dipotong (ante-mortem inspection), pemeriksaan karkas dan jeroan (post-mortem inspection) untuk mencegah penularan penyakit zoonosa ke manusia;

3. Tempat pemantauan dan surveilans penyakit hewan dan zoonosis yang ditemukan pada pemeriksaan ante-mortem dan post-mortem guna pencegahan; pengendalian; dan pemberantasan penyakit hewan menular dan zoonosis di daerah asal hewan. Selain itu, rumah potong hewan harus memenuhi beberapa syarat seperti :

a. Berlokasi di daerah yang tidak menimbulkan gangguan atau pencemaran lingkungan serta mudah dicapai oleh kendaraan;

b. Komplek RPH harus dipagar yang berfungsi untuk memudahkan penjagaan keamanan;

c. Memiliki ruangan yang digunakan sebagai tempat penyembelihan; dinding dan lantai kedap air; ventilasi yang cukup;

d. Mempunyai perlengkapan yang memadai;

e. Pekerja berpengalaman dalam bidang kesehatan masyarakat veteriner; dan f. Bangunan utama RPH, kandang dan tempat penyimpanan alat-alat untuk

pemotongan babi harus terpisah dengan alat dan tempat pemotongan sapi, kerbau dan kambing.

Berdasarkan luasan peredaran daging yang dihasilkan oleh usaha pemotongan hewan, RPH terdiri atas empat kelas yaitu: kelas A untuk penyediaan daging kebutuhan ekspor, kelas B menyediakan kebutuhan daging antar Provinsi Daerah Tingkat I, kelas C untuk penyediaan daging antar Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II dalam satu provinsi, dan kelas D untuk penyediaan kebutuhan daging di wilayah Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II.

Proses Penyembelihan Halal

Permasalahan halal dan haram dalam Agama Islam diatur dalam

Al-Qur’an dan Hadits. Halal dan haram dalam proses penyembelihan ternak telah

(18)

4

sembelihannya, alat-alat yang digunakan untuk sembelih, serta tata cara pelaksanaan penyembelihan agar hasil penyembelihan tersebut halal dan baik. Allah SWT berfirman dalam Surat Al-Maidah Ayat 3 yang artinya : “Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk dan yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan diharamkan bagimu yang disembelih untuk berhala”. Selain itu, Allah SWT juga berfirman dalam Surat Al-Baqarah Ayat 173 yang artinya “Sesunguhnya

Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi barang siapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang ia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.

Upaya untuk menghasilkan produk pangan asal hewan tidak terlepas dari adanya tahapan yang dilakukan untuk menghasilkannya. Tahapan tersebut sangat berpengaruh dalam menentukan halal atau tidaknya produk pangan asal hewan. Karkas, daging dan/atau jeroan adalah jenis pangan segar asal hewan yang dapat bersifat halal atau haram, sehingga dalam upaya untuk memenuhi persyaratan kehalalan pada karkas, daging, dan jeroan tersebut perlu adanya tahapan/proses. Tahapan yang dilalui untuk menghasilkannya harus berasal dari hewan yang halal, disembelih, dan diproses sesuai syariat Islam; serta dalam proses produksi, pengemasan, dan pengangkutannya tidak mengandung/terkontaminasi/tercampur dengan produk pangan asal hewan yang diragukan kehalalannya.

Konsep kehalalan daging hewan tidak hanya dilihat dari proses penyembelihannya, akan tetapi meliputi semua aspek mulai dari pakan, perlakuan terhadap ternak sebelum disembelih yang mengacu kepada kaidah kesejahteraan hewan, saat penyembelihan, penanganan karkas/daging, peralatan yang digunakan bebas dari bahan yang najis, bahkan diidentifikasi sampai pada manajemen penjualan karkas/daging. Untuk memproduksi karkas/daging yang halal, maka perusahaan atau RPH harus memiliki komitmen dalam menghasilkan hasil sembelihan yang halal. Selain itu, diperlukan pengawasan secara kontinu di RPH oleh LPPOM-MUI terhadap seluruh tahapan proses yang dilakukan, mulai dari pemilihan hewan, penyembelihan sampai pengiriman produk kepada konsumen sesuai dengan aturan halal yang telah ditetapkan.

Good Slaughtering Practices (GSP)

Good Slaughtering Practices (GSP) merupakan seluruh praktik di RPH yang berkaitan dengan kondisi dan tindakan yang dibutuhkan untuk menjamin keamanan dan kelayakan pangan pada seluruh tahapan dalam rantai pangan (CAC 2004). Persyaratan untuk memperoleh hasil pemotongan ternak yang baik yaitu: (1) ternak harus tidak diperlakukan secara kasar, (2) ternak tidak mengalami stres, (3) penyembelihan dan pengeluaran darah harus secepat dan sesempurna mungkin, (4) kerusakan karkas harus minimal, (5) cara pemotongan harus higienis, (6) ekonomis, dan (7) aman bagi para pekerja abatoar (Swatland 1984).

(19)

5 produk akhir. Selain itu, tahapan GSP juga ditinjau dari kebersihan fasilitas produksi, air yang digunakan selama proses, pelaksanaan program sanitasi, dan proses validasi.

Soeparno (2005) menyatakan bahwa terdapat dua teknik pemotongan ternak yaitu (a) teknik pemotongan ternak secara langsung dan (b) secara tidak langsung. Pemotongan ternak secara langsung dilakukan setelah ternak dinyatakan sehat dan dapat disembelih pada bagian leher dengan memutuskan arteri karotis, vena jugularis, dan esofagus. Pemotongan ternak secara tidak langsung adalah dengan perlakuan pemingsanan terlebih dahulu yang bertujuan untuk memudahkan penyembelihan ternak, agar ternak tidak stres, agar kualitas kulit, dan karkas lebih baik.

Karkas dan Non Karkas

Karkas menurut BSN (1995) didefinsikan sebagai tubuh sapi sehat yang telah disembelih, utuh atau dibelah membujur sepanjang tulang belakangnya; setelah dikuliti; isi perut dikeluarkan tanpa kepala; kaki bagian bawah; dan alat kelamin pada sapi jantan atau ambing pada sapi betina yang telah melahirkan dipisahkan dengan atau tanpa ekor. Kepala dipotong diantara tulang occipital (os occipitale) dengan tulang tengkuk pertama (atlas). Kaki depan dipotong diantara

carpus dan metacarpus; kaki belakang dipotong diantara tarpus dan metatarpus. Jika diperlukan untuk memisahkan ekor, maka paling banyak dua ruas tulang belakang coccygeal (caudalis) terikut karkas.

Menurut BSN (2008) karkas didefinisikan sebagai bagian dari tubuh sapi yang sehat yang telah disembelih secara halal sesuai dengan CAC/GL 24-2007, telah dikuliti, dikeluarkan jeroan, dipisahkan kepala, dan kaki; mulai dari tarsus dan karpus kebawah; organ reproduksi dan ambing; ekor serta lemak yang berlebihan.

Komponen utama dari karkas adalah tulang, daging, dan lemak (Aberle et al.

2001; Field dan Taylor 2008). Proporsi jaringan tulang, daging, dan lemak akan dipengaruhi umur, bangsa, bobot tubuh, jenis kelamin, dan pakan (Berg dan Butterfield 1976). Pertumbuhan yang lebih cepat biasanya terjadi saat ternak masih muda. Pertumbuhan akan menurun sampai suatu saat tidak terjadi lagi pertumbuhan tulang ataupun daging dan selanjutnya pertambahan bobot badan hanya merupakan pertumbuhan dan penumpukan jaringan lemak (Preston dan Wilis 1974).

Proporsi daging mengalami peningkatan sejalan dengan peningkatan bobot badan. Menurut Berg dan Butterfield (1976) selama masa pertumbuhan, laju pertumbuhan otot berlangsung relative cepat dan proporsi daging terbesar terjadi saat sapi tersebut berumur muda. Kemudian setelah mencapai masa pubertas proporsinya mulai mengalami penurunan. Laju pertumbuhan lemak berbanding terbalik dengan laju pertumbuhan otot dan tulang. Menurut Cunningham et al. (2005) saat sapi berusia muda proporsi lemak relative lebih sedikit. Proporsi tersebut mengalami peningkatan setelah sapi mencapai fase pubertas. Setelah masa pubertas, sapi yang telah dewasa umumnya memiliki proporsi lemak yang tinggi, sedangkan proporsi otot dan tulang mengalami penurunan.

(20)

6

Persentase karkas dapat ditentukan berdasarkan bobot karkas panas atau layu. Persentase karkas sapi berkisar dari 50 sampai 60% (Soeparno 2005). Karkas kategori superior menurut Field dan Taylor (2008) memiliki karakteristik yaitu proporsi tulang yang sedikit, proporsi daging (lean) yang tinggi, dan proporsi lemak dalam jumlah yang optimal sesuai permintaan pasar.

Karkas sapi umumnya berukuran besar dan berat, sehingga untuk mengangkut ke lokasi pemasaran dan pengolahan (processing) menjadi tidak praktis. Oleh karena itu, karkas dibelah menjadi dua bagian; dan setiap belahan karkas dipotong lagi menjadi seperempat bagian depan (forequarter); dan seperempat bagian belakang (hindquarter). Empat bagian ini dapat dipotong lagi menjadi potongan utama/potongan komersial (primal atau Wholesale Cut) dan potongan subprimal (Retail Cut), misalnya bahu, rusuk, dada, paha depan dan belakang, termasuk sirloin (Forrest et al. 1975; Suparno 1994).

Komponen non karkas menurut Forrest et al. (1975) adalah semua hasil pemotongan ternak karkas, sehingga bagian-bagian non karkas meliputi : (a) bagian yang layak dimakan (edible offal), yaitu kepala (otak, lidah, dan otot-otot kepala), darah trachea, paru-paru, jantung, hati, limpa, pankreas, kulit, keempat kaki mulai dari persendian carpal dan tarpal ke bawah, serta saluran pencernaan; (b) bagian yang tidak layak dimakan (inedible offal) yaitu tanduk, kuku, tulang, dan kepala (tulang tengkorak). Komponen non karkas dipengaruhi pakan dan berat potong (Forrest et al. 1975), bangsa, dan jenis kelamin (Soeparno 1994), pengaruh bangsa dan jenis kelamin terfokus pada kepala dan usus kecil.

Menurut Forrest et al. (1975) mengklasifikasikan bagian-bagian non karkas seperti kepala (otak, lidah, dan otot-otot kepala), darah, trakea, paru-paru, jantung, hati, limpa, pancreas, kulit, keempat kaki mulai dari persendian carpal

dan tarpal ke bawah, serta saluran pencernaan sebagai bagian yang layak dimakan; sedangkan bagian-bagian non karkas seperti tanduk, kuku, tulang, dan kepala (tulang tengkorak) sebagai bagian yang tidak layak dimakan.

Menurut Liu dan Ockerman (2001) memaparkan bahwa klasifikasi non karkas secara komersial di Inggris yaitu offal merah (meliputi jantung, hati, paru-paru, kepala, lidah, dan ekor) dan lemak, saluran pencernaan dan kantung/kelenjar; babat (tripe) dan keempat bagian kaki; serta bagian trimming

lemak.

Produktivitas

Produktivitas dalam usaha pemeliharaan ternak sapi adalah produksi yang dihasilkan selama proses pemeliharaan berlangsung yang ditunjukkan dengan pertambahan bobot badan yang dihasilkan selama periode tersebut (Sobang 1996). Produktivitas ternak ditentukan oleh berbagai faktor, yaitu pakan, tata laksana, pemuliabiakan, dan pemasaran

(21)

7 Kempster et al. (1982) mengemukakan bahwa nilai dari karkas tergantung pada ukuran, struktur, dan komposisi. Struktur dan karakteristik karkas dapat ditentukan oleh proporsi jaringan (otot, tulang, dan lemak), distribusi jaringan pada karkas, ketebalan otot, komposisi kimia, sifat fisik dari jaringan, dan kualitas daging. Swatland (1984) mengemukakan bahwa produktivitas dapat ditentukan dengan indikator-indikator kualitas karkas yang meliputi bobot karkas, ketebalan lemak sub kutan, luas urat daging mata rusuk, dan lemak penyelubung dari organ ginjal, pelvis, dan jantung.

3 METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan selama lima bulan, yang terdiri atas dua tahap, yaitu tahap I (Juni-Agustus 2012) dan tahap II (April-Mei 2013). Tahap 1: Pengumpulan data produktivitas karkas dan non karkas. Tahap II: Pengambilan data teknik pemotongan dan aplikasi penyembelihan halal. Penelitian dilakukan di 7 unit rumah potong hewan (RPH) yang berada di 3 Provinsi (Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat) dengan metode pemilihan sampel RPH yaitu purposive random sampling.

Bahan dan Alat Penelitian

Sapi jantan dewasa dari rumpun sapi silangan lokal. Jumlah sapi yang digunakan sebanyak 72 ekor. Peralatan yang digunakan yaitu peralatan rumah potong hewan, timbangan digital untuk menimbang (bobot potong, bobot karkas, dan bobot non karkas), caliper, kamera digital, dan borang isian.

Prosedur Penelitian

Pengamatan Rumpun Sapi, Bobot Potong, dan Lebar Leher

Penelitian dimulai dengan pengamatan rumpun, umur, pengukuran lebar leher dan penimbangan bobot potong sapi. Rumpun sapi yang digunakan merupakan sapi silangan lokal jantan dengan mengklasifikasikan umur ternak antara I0 hingga I4

dengan ketentuan (Torell et al. 2003) yaitu I0 (umur sapi < 24 bulan), I1 (umur

sapi 24-30 bulan), I2 (umur sapi 30-42 bulan), I3 (umur sapi 42-54 bulan), dan I4

(umur sapi > 60 bulan), kemudian dicatat dalam bentuk I0, I1, I2, I3 dan I4. Lebar

leher adalah ukuran melintang leher yang diukur pada bagian tengah menggunakan caliper (Prabowo et al. 2012).

Penyembelihan dan Teknik Pemotongan Karkas

Penyembelihan dilakukan secara halal dengan memotong bagian leher dekat tulang rahang bawah, sehingga oesophagus, vena jugularis, arteri carotis,

dan trachea dapat terpotong sempurna dan proses pendarahan berlangsung maksimal. Setelah sapi dipastikan telah mati, proses pemotongan yang akan menghasilkan karkas mengacu kepada standar nasional (BSN 2008).

Tahap pemotongan diawali dengan pemotongan kepala yang dilakukan diantara tulang occipitalis dengan tulang atlas, dilanjutkan dengan penimbangan bobot kepala. Pemotongan keempat kaki dilakukan diantara tulang carpus dan

(22)

8

Pengulitan dilakukan dengan membuat irisan dari anus hingga leher melewati bagian perut dan dada, kemudian dari arah kaki belakang dan kaki depan menuju irisan sebelumnya, kemudian kulit dilepas dan ditimbang sebagai bobot kulit basah. Pemisahan ekor dilakukan paling banyak dua ruas tulang belakang

coccygeal terikut pada karkas, kemudian ditimbang sebagai bobot ekor.

Tahap selanjutnya adalah pengeluaran jeroan (offal). Pengeluaran offal

dilakukan dengan pembelahan tulang pubis, dilanjutkan dengan pembelahan abdomen, dan tulang sternum sehingga offal dapat dikeluarkan dengan mudah tanpa mengalami kerusakan atau robek. Offal merah meliputi jantung, trakea, paru-paru, ginjal, limpa, dan hati dipisahkan dan ditimbang sebagai bobot offal

merah. Saluran pencernaan, meliputi lambung (rumen, retikulum, omasum, dan abomasum), usus, dan lemak yang menyelimuti organ dalam dipisahkan dan ditimbang sebagai bobot offal hijau isi. Pekerjaan selanjutnya yaitu pembersihan saluran pencernaan kemudian ditimbang sebagai bobot offal hijau kosong. Tahap terakhir yaitu pembelahan karkas dilakukan dengan membelah bagian tubuh sapi menjadi dua atau empat bagian yang simetris kemudian karkas ditimbang.

Teknik Pengkarkasan

Teknik pengkarkasan dikelompokan berdasarkan tipe pemotongan karkas yang serupa diantara ketujuh RPH lokasi penelitian. Terdapat empat teknik pemotongan karkas dari ketujuh RPH, yaitu (A) potongan karkas sesuai SNI dengan proses trimming lemak subkutan seperlunya, (B) ekor dipotong hingga bagian bonggol/pelvis dengan proses trimming lemak subkutan seperlunya, (C) ekor dipotong hingga bagian bonggol/pelvis dengan proses trimming lemak subkutan dihabiskan/lean, dan (D) ekor tidak dipotong dan masuk kedalam bagian karkas dengan tidak dilakukan proses trimming lemak subkutan dan/atau minimum dilakukan.

Proses Penyembelihan Halal

Pengambilan data proses penyembelihan halal dilakukan dengan wawancara lapang berupa aplikasi penyembelihan halal dilakukan terhadap pelaku usaha di RPH, meliputi pengelola, juru sembelih halal, pemilik sapi/jagal, dan pekerja. Borang isian yang digunakan mengacu pada LPPOM-MUI (2012) tentang pedoman pengelolaan rumah potong hewan halal. Pembobotan kriteria aplikasi penyembelihan halal mengacu pada Kuntoro (2012).

Untuk pembobotan proses penyembelihan halal (Tabel 3) dilakukan dengan cara membandingkan dan menilai antara kondisi riil di RPH dengan kondisi yang seharusnya mengacu pada form aplikasi penyembelihan halal. Keterangan kondisi

(23)

9 Analisis Data

Analisis yang digunakan untuk mengevaluasi proses penerapan penyembelihan halal dan teknik pemotongan secara deskriptif. Data produktivitas ternak berupa bobot potong dianalisis dengan menggunakan analisa ragam (analysis of variance/ANOVA), sedangkan bobot dan persentase karkas serta bobot dan persentase komponen non karkas dianalisis dengan menggunakan analisis kovarian (analysis of covariance/ANCOVA) (Steel & Torrie 1991). Apabila terdapat pengaruh nyata terhadap peubah yang diamati dilanjutkan dengan menggunakan uji Least Square Means (SAS 1985).

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Lokasi Penelitian

Rumah pemotongan hewan (RPH) di lokasi penelitian diklasifikasikan menjadi tiga bentuk usaha, yaitu RPH milik pemerintah dalam bentuk Unit Pelayanan Teknis Daerah (UPTD); RPH yang modal penyertaan berasal dari pemerintah dalam bentuk Badan Usaha Milik Daerah (BUMD); dan RPH yang dikelola pihak swasta yang berbentuk Perseroan Terbatas (PT), perusahaan komanditer (CV), maupun unit dagang (UD). Masing-masing bentuk usaha memiliki karakteristik yang berbeda. Hasil pengamatan di lapangan terdapat beberapa faktor pembeda, meliputi tugas, pokok, dan fungsi (tupoksi); struktur organisasi; proses pemotongan; bentuk pelayanan yang dihasilkan; dan model pembiayaan. Rekapitulasi dari kondisi masing-masing RPH dapat dilihat pada Tabel 1.

Perbedaan karakteristik antar RPH tampak pada struktur organisasi, proses pemotongan ternak, bentuk pelayanan, dan aspek pembiayaan. Selain itu, perbedaan karakteristik masing-masing RPH berdampak terhadap proses penyembelihan halal, teknik pemotongan karkas, dan produktivitas karkas.

Teknik Penanganan dan Pemotongan Karkas

Teknik penanganan dan pemotongan karkas merupakan faktor utama yang dapat mempengaruhi karkas baik secara kuantitas maupun kualitas (Priyanto dan Hafid 2005). Pada penelitian ini terdapat enam aspek kritis yang dapat mempengaruhi kuantitas maupun kualitas karkas, yaitu proses merebahkan dan penyembelihan sapi, pemisahan kulit, pemisahan ekor; proses pengeluaran jeroan

(eviscerasi); pemisahan lemak subkutan (trimming); dan pemotongan karkas. Proses merebahkan dan penyembelihan sapi dilakukan melalui tiga cara yaitu menggunakan tali, ruang pembatas (restraining box), dan pemingsanan

(stunning). Proses merebahkan dan penyembelihan sapi erat kaitannya dengan kualitas mutu daging yang akan dihasilkan. Penggunaan restraining box dan

(24)

10 RPH BUMD

RPH A RPH B RPH C RPH D RPH E RPH F RPH G

1 Status perusahaan BUMD Swasta Swasta UPTD UPTD UPTD UPTD

2 Struktur organisasi (Kepala RPH) Direktur

umum Manajer Manajer

b. Teknik pengeluaran darah Digantung Ditusuk dengan pisau

(25)

11

2 Pemisahan Kulit di cradel &

digantung digantung digantung dilantai digantung digantung

4 Proses Eviserasi Digantung Digantung Digantung Dilantai Digantung Digantung Digantung

5 Potongan Karkas

6 Trimming Lemak Subkutan Dilakukan Dilakukan Dilakukan Tidak

dilakukan Dilakukan

(26)

12

Hasil Tabel 2 menunjukkan bahwa di lokasi penelitian mulai memperhatikan aspek kesejahteraan hewan (animal welfare). Tercatat tujuh dari sebelas aktivitas merubuhkan sapi (63.64%) menggunakan restraining box dan

stunning. Adapun proses merebahkan dan penyembelihan di RPH terlihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Kondisi proses merebahkan dan penyembelihan sapi di RPH Proses pemisahan kulit dan pengeluaran jeroan merupakan teknik penanganan karkas yang erat kaitannya dengan higienitas bahan pangan. Narváez-Bravo et al. (2013) melaporkan keragaman prevalensi keberadaan Salmonella

pada bagian kulit dan karkas. Pada kulit prevalensi Salmonella mencapai 36.25%. Keberadaan Salmonella di bagian flank, rump, dan brisket terjadi peningkatan prevalensi sebelum dan sesudah eviscerasi sebesar 1.68% dari 5.49 menjadi 7.17%. Hasil Tabel 2 menunjukkan hampir seluruh RPH di tujuh lokasi penelitian memperhatikan aspek higienitas dengan langsung menggantung sapi yang telah disembelih. Pada proses pengulitan empat dari tujuh RPH di lokasi penelitian sebesar 57.14% telah sesuai prosedur, sedangkan pada proses pengeluaran jeroan enam dari tujuh RPH dilokasi penelitian sebesar 85.71% telah sesuai prosedur. Adapun kondisi proses pemisahan kulit dan pengeluaran jeroan di RPH terlihat pada Gambar 2.

(27)

13 Proses pemisahan ekor, pemisahan lemak subkutan (trimming), dan pemotongan karkas merupakan teknik penanganan karkas yang erat kaitannya dengan kuantitas karkas dan efisiensi produksi. McKiernan et al. (2007) memaparkan teknik pemotongan yang termasuk rangkaian prosedur kerja merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi persentase karkas. Pada Tabel 2 tampak adanya keragaman proses pemotongan ekor, trimming, dan pemotongan karkas. Alasan terjadinya keragaman erat kaitannya dengan permintaan konsumen yang telah lama terbentuk dan secara tidak langsung menjadi suatu kebiasaan atau budaya kearifan lokal. Adapun kondisi proses pemisahan ekor, pemisahan lemak subkutan (trimming) dan pemotongan karkas di RPH terlihat pada Gambar 3, Gambar 4, dan Gambar 5.

Gambar 3 Kondisi proses pemisahan ekor di RPH

(28)

14

Gambar 5 Kondisi proses pemotongan karkas di RPH Proses Penyembelihan Halal

Proses penyembelihan ternak secara halal menurut Nakyinsige et al. (2013) meliputi pengendalian ternak, pemingsanan (jika diperlukan), dan pemotongan tiga saluran yaitu trakea, esofagus, arteri carotid serta vena jugularis. Penyembelihan menjadi faktor penting karena merupakan bagian dari rantai penyediaan daging yang harus terjaga kehalalannya dari bahan baku, fasilitas, maupun proses yang dilarang dalam hukum Islam (van der Spiegel et al. 2012;

Ceranić dan Božinović 2009). Bahkan Apriyantono (2001); Riaz dan Chaudry (2004a) memaparkan lima dari sebelas komponen titik kritis kehalalan produk

(Halal Critical Control Points/HaCCP) pada rantai penyediaan daging terjadi di proses penyembelihan. Lima titik kritis meliputi (1) petugas penyembelih dan supervisor halal, (2) pisau penyembelih, (3) aktivitas pra penyembelihan, (4) aktivitas penyembelihan, dan (5) aktivitas pasca penyembelihan

Sistem jaminan halal (SJH) didefinisikan sebagai suatu sistem yang mengelaborasikan, menghubungkan, mengakomodasikan, dan mengintegrasikan konsep-konsep syari’at Islam khususnya terkait dengan halal haram; etika usaha dan manajemen keseluruhan; prosedur dan mekanisme perencanaan; implementasi dan evaluasinya pada suatu rangkaian produksi bahan yang akan dikonsumsi umat Islam (BKP 2010). Proses penyembelihan halal merupakan bagian dari komponen SJH yang meliputi sumber daya manusia, alat penyembelihan, aktivitas pra penyembelihan, aktivitas penyembelihan, dan aktivitas pasca penyembelihan.

(29)

15

JUMLAH %

YA TIDAK YA TIDAK YA TIDAK YA TIDAK YA TIDAK YA TIDAK YA TIDAK YA TIDAK YA+TIDAK YA

1 Sumber Daya Manusia 19.16 4.17 22.5 0.83 20 3.33 20.27 3.06 20 3.33 10.83 12.5 16.67 6.66 18.49 4.84 23.33 79.25 a. Umum 3.33 0.83 3.33 0.83 3.33 0.83 3.33 0.83 3.33 0.83 0.83 3.33 3.33 0.83

b. Petugas Penyembelih 8.33 1.67 10 0 9.17 0.83 9.44 0.56 9.17 0.83 5 5 6.67 3.33 c. Supervisor Halal 7.5 1.67 9.17 0 7.5 1.67 7.5 1.67 7.5 1.67 5 4.17 6.67 2.5

2 Alat Penyembelihan 2.08 0.42 2.08 0.42 2.08 0.42 2.08 0.42 2.08 0.42 2.08 0.42 2.08 0.42 2.08 0.42 2.5 83.2

3 Pra-Penyembelihan 13.08 16.51 27.92 1.67 27.92 1.67 13.08 16.51 27.92 1.67 13.08 16.51 20.5 9.09 20.5 9.09 29.59 69.28 a. Umum 4.17 1.67 4.17 1.67 4.17 1.67 4.17 1.67 4.17 1.67 4.17 1.67 4.17 1.67

b. Perlakuan tanpa pemingsanan 8.91 14.84 8.91 14.84 8.91 14.84 16.33 7.42 c. Perlakuan dengan Pemingsanan 23.75 0 23.75 0 23.75 0

4 Proses Penyembelihan 26.67 1.67 28.33 0 26.67 1.67 26.67 1.67 26.67 1.67 24.17 4.17 26.67 1.67 26.55 1.79 28.34 93.69

5 Pasca-Penyembelihan 8.75 7.5 11.25 5 12.92 3.33 11.25 5 8.75 7.5 8.75 7.5 8.75 7.5 10.06 6.19 16.25 61.91

Total Penilaian 69.74 30.27 92.08 7.92 89.59 10.42 73.35 26.66 85.42 14.59 58.91 41.1 74.67 25.34 77.68 22.33 100

Sumber: Hasil perhitungan

RPH G RATA-RATA

Tabel 3 Rekapitulasi Pembobotan Proses Penyembelihan Halal di RPH

(30)

16

Tabel 3 menunjukkan bahwa secara umum proporsi kesesuaian kaidah aplikasi halal, yaitu 78.23 dari 100 point (78.23%). Terkait proporsi kesesuaian dari masing-masing aspek memiliki nilai yang bervariasi. Aspek sumberdaya manusia memiliki nilai 18.49 dari 23.33 point (79.25%), alat penyembelihan memiliki nilai 2.08 dari 2.5 point (83.20%), aktivitas pra penyembelihan memiliki nilai 20.5 dari 29.56 point (69.28%), aktivitas penyembelihan memiliki nilai 26.55 dari 28.34 point (93.69%), dan aktivitas pasca penyembelihan memiliki nilai 10.06 dari 16.25 point (61.91%).

Aspek sumberdaya manusia yaitu petugas penyembelih dan supervisor halal merupakan komponen evaluasi kehalalan produk. Apriyantono (2001); Riaz dan Chaudry (2004a) menjadikan sumberdaya manusia sebagai titik control kelima dalam kaidah HaCCP produk daging. Hasil penelitian menunjukkan aspek sumberdaya manusia termasuk dalam katagori baik (79.25%). Adapun kondisi penyembelihan di RPH terlihat pada Gambar 6.

Gambar 6 Kondisi penyembelihan di RPH

Kondisi yang berkontribusi tidak maksimalnya proporsi kesesuaian kaidah, yaitu (a) kurangnya kontrol atau supervisi secara berkala dari LPPOM MUI atau Lembaga Sertifikasi Halal yang diakui terhadap pelaku penyembelihan halal, (b) lulus pelatihan dan kepemilikan kartu identitas penyembelih halal, (c) kesesuaian jumlah petugas penyembelih halal (modin) dengan ternak yang disembelih per hari, (d) tidak adanya petugas yang ditugaskan khusus sebagai supervisor halal karena umumnya tugas supervisi halal dibebankan kepada keurmaster maupun dokter hewan, dan (e) kesesuaian jumlah petugas supervisor halal dengan ternak yang disembelih per hari.

(31)

17 yang digunakan harus sangat tajam dan memiliki ukuran dua kali (2x) lebar leher ternak. Hal ini menunjukkan bahwa ukuran panjang pisau yang digunakan para penyembelih di RPH lokasi penelitian belum sesuai standar karena berdasarkan data pengamatan seharusnya ukuran panjang pisau rata-rata yang digunakan adalah 33 cm. Namun, secara keseluruhan aspek alat penyembelih dikatagorikan sangat baik (83.20%). Proporsi kesesuaian alat penyembelihan belum mencapai 100% karena ukuran pisau penyembelih kurang sesuai dengan standar. Adapun kondisi alat penyembelihan di RPH terlihat pada Gambar 7.

Gambar 7 Kondisi alat penyembelih di RPH

Lebar leher sapi silangan berdasarkan hasil penelitian ini maupun Prabowo

et al. (2012) memiliki kisaran antara 17.50 ± 3.55 cm dan 25.15 ± 3.93 cm, sehingga panjang bagian tajam dari pisau yang digunakan yaitu antara 35 cm dan 50 cm. Bourguet et al. (2011) dan Velarde et al. (2014) melaporkan pisau yang digunakan pada metode penyembelihan halal memiliki panjang bagian tajam yaitu 33 cm dan 29.6 cm.

Hasil pengukuran panjang pisau yang digunakan di lokasi RPH berkisaran dari 23 sampai 28 cm. Angka ini masih dibawah standar minimal, sehingga perlu adanya perbaikan standarisasi panjang bagian tajam. Terkait alat penyembelihan yang harus tajam, bukan berasal dari kuku, gigi/taring, atau tulang, dan tidak mengasah alat di depan hewan yang akan disembelih. Hasil penelitian mengindikasikan seluruh petugas penyembelih telah mengetahui dan menerapkan kaidah dengan baik.

Aspek aktivitas pra penyembelihan berdasarkan Apriyantono (2001); Riaz dan Chaudry (2004a) meliputi penanganan ternak (HaCCP 2) dan pemingsanan (HaCCP 3). Secara umum penilaian aspek akivitas pra penyembelihan termasuk katagori baik (69.28%). Tabel 2 menunjukkan bahwa RPH yang menerapkan aktivitas pemingsanan seluruhnya telah memenuhi kaidah kehalalan proses penyembelihan.

Kondisi yang berkontribusi belum optimalnya aktivitas pra penyembelihan halal yaitu (a) tidak adanya rekaman (recording) sapi yang mati sebelum sempat disembelih, (b) pengendalian sapi yang kurang memperhatikan kesejahteraan hewan, dan (c) tidak dioperasionalkan sarana pengendalian (restraining box)

(32)

18

humanis dalam penerapan kesejahteraan hewan pada penyembelihan halal. Penanganan sapi yang kurang memperhatikan kesejahteraan hewan berpotensi menghasilkan daging dengan sifat warna daging gelap, tekstur keras, kering, dan timbulnya bercak darah (Warris 1990; Daszkiewicz et al. 2009; Adzitey 2011).

Aspek aktivitas penyembelihan berdasarkan Apriyantono (2001); Riaz dan Chaudry (2004a) meliputi metode penyembelihan (HaCCP 6). Gregory et al.

(2012) melaporkan tiga metode penyembelihan halal yaitu (a) membuka potongan pada kulit leher dengan pemotongan reciprocating yang diperluas ke dasar jaringan lunak termasuk arteri carotid, (b) dengan menggunakan ujung pisau untuk menembus kulit di sisi leher dan kemudian pisau digunakan sekali tebas (sembelih) melalui kulit dan jaringan lunak termasuk arteri karotis, dan (c) menggunakan pisau untuk membuka potongan kulit dengan tindakan sekali memotong. Hal ini diikuti oleh reciprocating pemotongan lateral memutuskan jaringan lunak termasuk arteri carotid. Adapun kondisi model penyembelihan di RPH terlihat pada Gambar 8.

Gambar 8 Kondisi model penyembelihan di RPH

Hasil penelitian menunjukkan bahwa aktivitas penyembelihan di seluruh RPH termasuk katagori sangat baik (93.69%). Tidak tercapainya proporsi kesesuaian hingga mencapai 100% dikarenakan tidak adanya supervisor halal yang bertugas secara khusus untuk memastikan terpotongnya tiga saluran, darah hewan berwarna merah, dan mengalir deras saat disembelih. Umumnya yang bertugas sebagai supervisor halal yaitu keurmaster dan/atau dokter hewan (Velarde et al. 2014)

(33)

19

Gambar 9 Kondisi pasca penyembelihan di RPH

Kondisi di lokasi penelitian yang berkontribusi belum optimalnya aktivitas pasca penyembelihan halal yaitu (a) tidak adanya ruangan atau mekanisme pemisahan karkas dan jeroan yang berasal dari penyembelihan tidak memenuhi kaidah halal, (b) tidak adanya rekaman (recording) untuk karkas dan jeroan yang tidak memenuhi persyaratan, dan (c) beberapa RPH sampel tidak dilakukan pemeriksaan post-mortem. Hal tersebut penting dilakukan agar konsumen dapat terjamin bahwa produk daging yang dihasilkan aman, sehat, berkualitas, dan halal (Bonne dan Verbeke 2008).

Produktivitas Karkas dan Non Karkas

Produktivitas karkas berdasarkan Wiyatna (2007) dinyatakan dalam bentuk bobot karkas, persentase karkas, dan/atau indeks perdagingan, sedangkan produktivitas non karkas dapat dinyatakan dalam bentuk bobot dan/atau persentase baik masing-masing komponen maupun total non karkas (Ismail 2013). Produktivitas karkas dan non karkas penelitian ini disajikan pada Tabel 4 dan 5.

Tabel 4 Produktivitas komponen karkas sapi potong silangan lokal di RPH

Peubah Pengamatan Teknik Pemotongan

A (n=6) B (n=30) C (n=9) D (n=27)

Bobot Potong (kg)ns 346.58 ± 34.19 386.30 ± 0.22 376.22 ± 85.78 359.80 ± 79.93

Bobot Karkas (kg)* 201.88 ± 4.18a 198.75 ± 1.87a 190.56 ± 3.39b 197.68 ± 1.97ab

Persentase Karkas ( %)* 54.47 ± 1.11a 53.43 ± 0.50a 50.57 ± 0.90b 52.87 ± 0.52a

Keterangan :

A = potongan karkas sesuai SNI dengan proses trimming lemak subkutan dilakukan seperlunya B = ekor dipotong hingga bagian pelvis dengan proses trimming lemak subkutan seperlunya C = B dengan proses trimming lemak subkutan dihabiskan/lean

D = ekor tidak dipotong dan masuk kedalam bagian karkas dengan tidak dilakukan proses trimming lemak subkutan dan/atau minimum dilakukan

* Data dikoreksi dengan rataan bobot potong sebesar 391.79 ± 73.92 kg sebagai kovariabel a

(34)

20 ns

Angka-angka pada baris yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%

Tabel 5 Produktivitas komponen non karkas sapi potong silangan lokal di RPH

Peubah Pengamatan Teknik Pemotongan

A = potongan karkas sesuai SNI dengan proses trimming lemak subkutan dilakukan seperlunya B = ekor dipotong hingga bagian pelvis dengan proses trimming lemak subkutan seperlunya C = B dengan proses trimming lemak subkutan dihabiskan/lean

D = ekor tidak dipotong dan masuk kedalam bagian karkas dengan tidak dilakukan proses trimming lemak subkutan dan/atau minimum dilakukan

* Data dikoreksi dengan rataan bobot potong sebesar 368.45 ± 72.37 kg sebagai kovariabel a

Angka-angka pada baris yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%

ns

Angka-angka pada baris yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5%

Tabel 4 menunjukkan bahwa rataan bobot potong dan bobot karkas masing-masing teknik pemotongan karkas berkisaran dari 346.58 sampai 386.30 kg dan 190.56 sampai 201.88 kg. Nilai tersebut lebih rendah dibandingkan rataan bobot potong dan bobot karkas yang dilaporkan Carvalho et al. (2010) dan Prabowo et al. (2012), yaitu 442.83 dan 224.1 kg serta 486.12 dan 247.51 kg. Perbedaan tersebut dikarenakan kondisi tubuh sapi yang dipotong di lokasi penelitian. Pada penelitian ini, kondisi tubuh sapi didominasi dari kurus sampai sedang, sedangkan pada penelitian Carvalho et al. (2010) dan Prabowo et al. (2012) didominasi kondisi dari sedang sampai gemuk. Persentase karkas penelitian berada dikisaran nilai 50.57 sampai 54.47%. Nilai tersebut berada dikisaran persentase karkas sapi silangan yang dilaporkan Carvalho et al. (2010) dan Prabowo et al. (2012), yaitu dari 47.78 sampai 56.16%. Hasil ini menguatkan potensi sapi silangan lokal sebagai sapi tipe pedaging.

Tabel 4 menunjukkan bahwa teknik pemotongan karkas secara nyata mempengaruhi besaran persentase karkas. Kombinasi pemotongan ekor dibagian bonggol/pelvis dengan proses trimming lemak subkutan dihabiskan (teknik C) mengakibatkan persentase karkas yang dihasilkan paling rendah (p<0.05) dibandingkan ketiga teknik pemotongan karkas lainnya (A,B,D). Hal ini dikuatkan oleh McKiernan et al. (2007) yang menyatakan bahwa prosedur kerja merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi persentase karkas.

(35)

21 sampai 33 kg atau setara dengan 15.43 sampai 18.38% dari bobot karkas. Teknik pemotongan tidak berpengaruh secara nyata terhadap bobot maupun persentase kulit. Hal ini mengindikasikan bahwa proses pelepasan kulit (skinning) di setiap lokasi penelitian telah sama.

Kondisi tubuh sapi gemuk yang diindikasikan dengan bobot potong yang tinggi memerlukan organ-organ metabolis (offal merah), organ-organ pencernaan (offal hijau), keempat kaki bagian bawah, dan kepala yang besar. Peningkatan ukuran dan volume sel akan menghasilkan perubahan bobot dan persentase masing-masing komponen non karkas tersebut. Tabel 5 menunjukkan bahwa walaupun angka pada teknik pemotongan karkas menunjukkan perbedaan yang nyata, perbedaan tersebut diduga juga diakibatkan terdapat keragaman bobot potong di setiap lokasi penelitian.

Mayoritas masyarakat Indonesia memiliki kecenderungan mengkonsumsi daging dengan lemak yang minimal (lean meat). Kebiasaan ini mempengaruhi teknik penanganan karkas. Hal ini terlihat dari beragamnya persentase trimm

lemak subkutan di setiap RPH dengan kisaran persentase dari 0.25 sampai 8.60%. Namun demikian, karkas yang dihasilkan masih dalam ambang batas penerimaan konsumen di pasar tradisional, mengingat bobot karkas yang dihasilkan paling tinggi yaitu 201.88 kg. Nilai ini masih dibawah bobot karkas untuk pasar khusus yaitu 275.55 kg (Halomoan et al. 2001).

(36)

22

SIMPULAN DAN SARAN

SIMPULAN

P roses penyembelihan halal di beberapa RPH Provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat telah sesuai dengan ketentuan syariat Islam dan persyaratan LPPOM-MUI. Perbaikan sumber daya manusia, alat penyembelihan, penanganan pra penyembelihan, aktivitas penyembelihan, dan pasca penyembelihan perlu diupayakan untuk pemenuhan persyaratan sesuai standardisasi LPPOM-MUI (2012).

Terdapat beragam teknik penanganan dan pemotongan sapi yang tejadi di RPH Provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah dan Jawa Barat, meliputi proses merebahkan dan penyembelihan sapi, pemisahan kulit, pemisahan ekor, proses

evicerasi, potongan karkas, dan trimming lemak subkutan. Dampak perbedaan teknik penanganan karkas berpotensi terjadinya kelebihan maupun kekurangan produksi karkas dan non karkas dari RPH.

SARAN

(37)

23

DAFTAR PUSTAKA

Aberle ED, Forrest JC, Gerrard DE, Mills EW. 2001. Principles of Meat Science. Fourth Edition. Iowa: Kendall/Hunt Publishing Company.

Adzitey F. 2011. Mini Review: Effect of pre-slaughter animal handling on carcass and meat quality. International Food Research Journal 18 : 485-491. Apriyantono A. 2001. Halal assurance system. Retrieved 17.11.10, from.

http://halal-hub.org/white_papers.php.

Bogg D. L. & R. A. Merkel. 1984. Live Animal Carcass Evaluation and Selection Manual. 2nd ed. Iowa: Kendall/Hunt.

Berg RT, Butterfield BT. 1976. New Concepts of Cattle Growth. Sydney: Sydney University Press.

[BKP] Badan Karantina Pertanian. 2010. Pedoman Pengawasan Kehalalan Karkas, Daging dan/atau Jeroan dari Luar Negeri. Jakarta (ID): Badan Karantina Pertanian.

Bonne K dan Verbeke W. 2008. Religious values informing halal meat production and the control and delivery of halal credence quality. Agriculture and Human Values 25:35–47.

Bourguet C, Deiss V, Tannugi CC, dan Terlouw EMC. 2011. Behavioural and physiological reactions of cattle in a commercial abattoir: Relationships with organizational aspects of the abattoir and animal characteristics. Meat Science 88:158-168.

[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 1995. [SNI] Standarisasi Nasional Indonesia Nomor 01-3932-1995 tentang Karkas Sapi. Jakarta (ID).

[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 1999. [SNI] Standar Nasional Indonesia Nomor 01-6159-1999. Tentang Rumah Pemotongan Hewan. Jakarta (ID). [BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2008. [SNI] Standar Nasional Indonesia

Nomor 3932:2008. Tentang Mutu Karkas dan Daging Sapi. Jakarta (ID). [CAC] Codex Alimentarius Commission. 2004. Join FAO/WHO Food Standard

Programe. Report of the Tenth Session of the Codex Committee on Meat Hygiene. Geneva.

Ceranić S dan Božinović N. 2009. Possibilities and significance of HAS

implementation (halal assurance system) in existing quality system in food industry. Journal Biotechnology in Animal Husbandry 25:261-266.

Carvalho, M.C, Soeparno, & N. Ngadiyono. 2010. Pertumbuhan dan produksi karkas sapi Peranakan Ongole dan Simmental Peranakan Ongole jantan yang dipelihara secara feedlot. Bul Peternakan 34:38-46.

Cunningham M, Latour MA, Acker D. 2005. Animal Science an Industri. Edisi ke-7. New Jersey (US): Pearson Prentice Hall.

Daszkiewicz, T., S. Wajda, D. Kubiak and J. Krasowska. 2009. Quality of meat from young bulls in relation to its ultimate pH value. Animal Science Papers and Reports 27:293-302.

[Ditjen PKH] Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. 2012. Statistik Peternakan dan Kesehatan Hewan 2012. Jakarta (ID): Ditjen PKH Kementan.

(38)

24

Field TG, Taylor RE.2008. Scientific Farm Animal Production. Edisi ke-9. New Jersey (US): Pearson Prentice Hall.

Forrest JC, Aberle ED, Hedrick HB, Judge MD, Merkel RA. 1975. Principle of Meat Science. San Fransisco: W.H. Freeman and Company.

Grandin T. 2010. Review: Auditing animal welfare at slaughter plans. Meat Science 86:56-65.

Gregory NG, Schuster P, Mirabito L, Kolesar R, dan McManus T. 2012. Arrested blood flow during false aneurysm formation in the carotid arteries of cattle slaughtered with and without stunning. Meat Science 90:368–372.

Halomoan F, Priyanto R, & Nuraini H. 2001. Karakteristik ternak dan karkas sapi untuk kebutuhan pasar tradisional dan pasar khusus. Media Petern 24:12-17.

Harris KB, Jeff WS. 2003. Best Practices for Beef Slaughter. Departemen of

Animal Science. Texas A&M University. National Cattlemen’s Beef

Association.

Ismail M. 2013. Produktivitas Karkas dan Non Karkas Sapi Potong Lokal Berdasarkan Tingkat Perlemakan Tubuh. [Tesis]. IPB Bogor (ID).

Khasrad & R. W. S. Ningrat, 2010. Improving carcass quality of indigenous cattle of West Sumatera fed local feed resources. Pakistan Journal of Nutrition

9:822-826.

Kuntoro B. 2012. Evaluasi Penerapan Sanitasi, Sistem Pemotongan, Sistem Jaminan Halal dan Keamanan Daging Sapi Di RPH Kota Pekanbaru. [Tesis] IPB Bogor (ID).

Kempster T, Cuthberson A, Harrungton G. 1982. Carcass Evaluation in Livestock Breeding, Production, and Marketing. London : Prentice Hall, Inc.

[LPPOM-MUI] Lembaga Pengkajian Pangan Obat-Obatan dan Kosmetik– Majelis Ulama Indonesia. 2012. Pedoman Pengelolaan Rumah Potong Hewan Halal. Jakarta (ID): Majelis Ulama Indonesia.

Liu DC, Ockerman HW. 2001. Meat Co-Products. Didalam : Hui YH, Nip WK, Rogers RW, Young OA, editor. Meat Science and Applications. New York (US) : Marcel Dekker.

McKiernan B, Gaden B, Sundstrom B. 2007. Dressing percentages for cattle [internet]. [diacu 3 April 2014]. Tersedia pada : http://www.dpi.nsw.gov.au/ _data/assets/ pdf_file/0006/103992/dressing-percentages-for-cattle.pdf. Narváez-Bravo C A, Rodas-González, Fuenmayor Y, Flores-Rondon C, Carruyo

G, Moreno M, Perozo-Mena A, & Hoet AE. 2013. Salmonella on feces, hides and carcasses in beef slaughter facilities in Venezuela. International Journal of Food Microbiology 166:226–230.

Nakyinsige K, Che Man YB, Aghwan ZA, Zulkifli I, Goh YM, Abu Bakar F, Al-Kahtani HA, dan Sazili AQ. 2013. Review: Stunning and animal welfare from Islamic and scientific perspectives. Meat Science 95:352-361.

Peraturan Menteri Pertanian RI. 2010. Persyaratan Rumah Potong Hewan Ruminansia danUnit Penanganan Daging (Meat Cutting Plant). Jakarta (ID): Kementerian Pertanian RI.

Prabowo S, Rusman, Panjono. 2012. Variabel penduga bobotkarkas sapi simmental peranakan ongole jantan hidup. Bul Peternakan 36:95-102. Preston TR, Wilis MB. 1974. Intensif Beef Production. The Second Ed. New

(39)

25 Priyanto R & H Hafid. 2005. Identifikasi sifatsifat karkas yang dapat digunakan untuk menduga komposisi karkas sapi. Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Peternakan

8:1-9.

Riaz MN & Chaudry, MM. (2004a). Halal food production. Boca Raton: CRC Press LCC.

Riaz MN, & Chaudry MM. (2004b). The value of halal food production. International News on Fats, Oils and Related Materials, 15(11):698-700. SAS .1985. SAS User’s Guide: Statistics. Version 5 ed. Cary (US): SAS Institute Steel RGD & Torrie JH. 1991. Prinsip dan Prosedur Statistika. Edisi ke-2.

Terjemahan: B. Sumantri. PT Gramedia, Jakarta.

Soeparno.1994. Ilmu dan Teknologi Daging. Cetakan kedua. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.

Soeparno. 2005. . Ilmu dan Teknologi Daging. Cetakan kelima. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press.

Sridadi B. 2009. Pemodelan dan Simulasi Sistem: Teori, Aplikasi, dan Contoh Program dalam Bahasa Computer. Bandung: Informatika.

Sobang YUL. 1996. Karakteristik sistem penggemukan pola tradisional menurut zona agrokli-mat dan dampaknya terhadap pendapatan petani di Kabupaten Kupang Nusa Tenggara Timur. [Tesis]. Bogor: Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Swatland HJ. 1984. Structure and Development of Meat Animals. New Jersey: Prentice Hall, Inc, Englewood Cliffs.

Torell R, Bruce B, & Kvansnicka B. 2003. Methods of Determining Age of Cattle. Tersedia pada: http://www.avc-beef.org/Aging Griffin/ Aging Cattle-CL712.pdf [19 April 2014].

van der Spiegel M, van der Fels-Klerx HJ, Sterrenburg P, van Ruth SM, Scholtens-Toma IMJ, and Kok EJ. 2012. Halal assurance in food supply chains: Verification of halal certificates and laboratory analysis. Trends in Food Science and Technology 27:109-119.

Velarde A, Rodriguez P, Dalmau A, Fuentes C, Llonch P, von Holleben KV, Anil MH, Lamboij JB, Pleiter H, Yesildere T, dan Cenci-Goga BT. 2014. Religious slaughter: Evaluation of current practices in selected countries.

Meat Science 96:278-287.

Warriss PD. 1990. The handling of cattle pre-slaughter and its effects on carcass and meat quality. Applied Animal Behaviour Science 28:171-186

(40)

26

LAMPIRAN

Dependent Variable : BPOT

SK db JK KT Nilai F Nilai p

Pemotongan 3 14189.1815 4729.7272 0.86 0.4660

Galat 68 373817.1935 5497.3117

Total 71 388006.3750

Dependent Variable : BKAR

SK db JK KT Nilai F Nilai p

Pemotongan 3 595.8784 198.6261 1.92 0.1353

Bobot Potong 1 118882.2682 118882.2682 1147.03 <.0001

Galat 67 6944.1156 103.6435

Total 71 130424.8074

Dependent Variable : PCKAR

SK db JK KT Nilai F Nilai p

Pemotongan 3 71.95579077 23.98526359 3.27 0.0264 Bobot Potong 1 69.13653184 69.13653184 9.43 0.0031

Galat 67 491.2126497 7.3315321 Total 71 632.5007656

Dependent Variable : BKULIT

SK db JK KT Nilai F Nilai p

Pemotongan 3 52.597714 17.532571 0.80 0.4961

Bobot Potong 1 2084.709892 2084.709892 95.67 <.0001 Galat 61 1329.171541 21.789697

Total 65 3578.187153

Dependent Variable : BOFALM

SK db JK KT Nilai F Nilai p

Pemotongan 3 539.478511 179.826170 7.98 0.0001 Bobot Potong 1 1617.286884 1617.286884 71.77 <.0001

Galat 61 1374.581504 22.534123 Total 65 3402.333662

Dependent Variable : BOFALHK

SK db JK KT Nilai F Nilai p

Pemotongan 3 611.718033 203.906011 10.56 <.0001 Bobot Potong 1 1118.850043 1118.850043 57.95 <.0001

(41)

27 Total 65 3462.235703

Dependent Variable : BLEMAK

SK db JK KT Nilai F Nilai p

Pemotongan 3 734.7843421 244.9281140 72.77 <.0001 Bobot Potong 1 1.6143325 1.6143325 0.48 0.4912

Galat 61 205.3084605 3.3657125 Total 65 940.2161167

Dependent Variable : BKAKI

SK db JK KT Nilai F Nilai p

Pemotongan 3 27.1741997 9.0580666 5.20 0.0029 Bobot Potong 1 138.5892838 138.5892838 79.50 <.0001

Galat 61 106.3346129 1.7431904 Total 65 263.7854121

Dependent Variable : BKEPALA

SK db JK KT Nilai F Nilai p

Pemotongan 3 57.7715097 19.2571699 9.32 <.0001 Bobot Potong 1 534.1588420 534.1588420 258.56 <.0001

Galat 61 126.0193880 2.0658916 Total 65 692.2663939

Dependent Variable : BEKOR

SK db JK KT Nilai F Nilai p

Pemotongan 3 47.28119025 15.76039675 457.47 <.0001 Bobot Potong 1 0.90862751 0.90862751 26.37 <.0001

Galat 61 2.10151916 0.03445113 Total 65 52.38006667

Dependent Variable : PCKULIT

SK db JK KT Nilai F Nilai p

Pemotongan 3 26.72817032 8.90939011 1.61 0.1957 Bobot Potong 1 1.85276824 1.85276824 0.34 0.5647

Galat 61 337.0631483 5.5256254 Total 65 368.8958567

Dependent Variable : PCOFALM

SK db JK KT Nilai F Nilai p

Pemotongan 3 109.1085579 36.3695193 8.61 <.0001 Bobot Potong 1 66.1402121 66.1402121 15.66 0.0002

(42)

28

Dependent Variable : PCOFALHK

SK db JK KT Nilai F Nilai p

Pemotongan 3 165.8059596 55.2686532 10.22 <.0001 Bobot Potong 1 0.8923258 0.8923258 0.17 0.6860

Galat 61 329.8564266 5.4074824 Total 65 500.2502514

Dependent Variable : PCLEMAK

SK db JK KT Nilai F Nilai p

Pemotongan 3 245.2698610 81.7566203 103.19 <.0001 Bobot Potong 1 7.4624341 7.4624341 9.42 0.0032

Galat 61 48.3311317 0.7923136 Total 65 302.4046108

Dependent Variable : PCKAKI

SK db JK KT Nilai F Nilai p

Pemotongan 3 5.93303167 1.97767722 3.63 0.0178 Bobot Potong 1 2.13100308 2.13100308 3.91 0.0526

Galat 61 33.26319842 0.54529833 Total 65 43.08987107

Dependent Variable : PCKEPALA

SK db JK KT Nilai F Nilai p

Pemotongan 3 19.30371669 6.43457223 5.64 0.0018 Bobot Potong 1 26.10909224 26.10909224 22.90 <.0001

Galat 61 69.5490418 1.1401482 Total 65 128.5097998

Dependent Variable : PCEKOR

SK db JK KT Nilai F Nilai p

Pemotongan 3 13.18501658 4.39500553 917.06 <.0001 Bobot Potong 1 0.01326163 0.01326163 2.77 0.1013

Gambar

Tabel 1  Gambaran umum lokasi penelitian
Tabel 2  Kondisi proses pemotongan di lokasi penelitian
Gambar 1  Kondisi proses merebahkan dan penyembelihan sapi di RPH   penanganan karkas yang erat kaitannya dengan higienitas bahan pangan
Tabel 2 tampak adanya keragaman proses pemotongan ekor, trimming, dan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Prinsip dasarnya adalah arus yang mengalir pada suatu penghantar akan menginduksi inti besi yang telah dililitkan kumparan sekunder sehingga akan memunculkan nilai

Kesimpulan dari percobaan ini adalah kadar air yang diperoleh pada sampel buah semangka (Citrullus vulgaris) dengan cara destilasi adalah

Dalam hal terdapat perbedaan data antara DIPA Petikan dengan database RKA-K/L-DIPA Kementerian Keuangan maka yang berlaku adalah data yang terdapat di dalam database

Sedangkan pada tahun 2009 masih didominasi oleh Dana Perimbangan sebesar 97,5 % mengalami kenaikan yang sangat signifikan dibandingkan dengan tahun 2008 hal ini

Gambar 46. Sinkronisasi tipe 2 dengan arus terapan AC.. mulai terkopel dengan kekuatan yang berbeda, propagasi kedua saraf tidak sama. Saat nilai ε bernilai sama dan

Puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat dan Karunia-Nya untuk menyelesaikan penyusunan Skripsi ini sehingga akhirnya Skripsi

Parameter : peta pola ruang terbagi habis antara kawasan lindung dan budidaya, klasifikasi mengacu pada Permen PU tentang RDTR dan PZ. Peta jaringan prasarana, atribut data

kepengurusan saja sehingga tidak memenuhi syarat dukungan yang diakui hanya dari GERINDRA Putusan Panwas nomor 001/PS/PSWL.PS B.08.15/VIII/2015 tanggal 15 Agustus 2015