• Tidak ada hasil yang ditemukan

Produktivitas Hasil Tangkapan Bubu pada Terumbu Karang di Pulau Pramuka Kepulauan Seribu DKI Jakarta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Produktivitas Hasil Tangkapan Bubu pada Terumbu Karang di Pulau Pramuka Kepulauan Seribu DKI Jakarta"

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)

PRODUKTIVITAS HASIL TANGKAPAN BUBU PADA TERUMBU

KARANG BUATAN DI PULAU PRAMUKA KEPULAUAN SERIBU

DKI JAKARTA

NUR LINA MARATANA NABIU

DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Produktivitas Hasil Tangkapan Bubu pada Terumbu Karang Buatan di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, April 2014

(4)
(5)

ABSTRAK

NUR LINA MARATANA NABIU. Produktivitas Hasil Tangkapan Bubu pada Terumbu Karang Buatan di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. Dibimbing oleh MULYONO S BASKORO dan ROZA YUSFIANDAYANI. Terumbu karang buatan yang terbuat dari tempurung kelapa merupakan habitat buatan yang menyerupai karakteristik terumbu karang alami yang dapat menjadi alternatif untuk memperbaiki degradasi terumbu karang alami. Peluang pemanfaatan terumbu karang buatan diteliti melalui penelitian lapang dan penelitian laboratorium. Penelitian lapang digunakan untuk melakukan proses penangkapan ikan di sekitar terumbu karang buatan. Penelitian dilakukan pada bulan Agustus 2013. Penelitian laboratorium dilakukan pada bulan September 2013 dengan meneliti sampel usus ikan untuk mendapatkan data kelimpahan plankton yang ada dalam perut ikan. Hasil penelitian lapang menunjukkan Ikan yang tertangkap dengan bubu selama penelitian di terumbu karang buatan sebanyak 64 ekor dengan 12 spesies. Spesies yang paling mendominasi adalah ikan Nori Merah (Cheilinus fasciatus) dari famili Labridae. Komposisi plankton yang terdapat pada isi perut ikan hasil tangkapan di tiga terumbu didominasi oleh Genus Rhizosolenia dan Leptocylindricus yang merupakan indikasi baik dari suatu kondisi perairan. Nilai

indeks keanekaragaman (H’), nilai keseragaman (E) dan indeks dominansi (C) pada hasil tangkapan terumbu karang buatan secara berturut adalah 0,52-0,66, 0,17-0,21 dan 0,27-0,45

Kata kunci: bubu, terumbu karang alami, terumbu karang buatan, plankton

ABSTRACT

NUR LINA MARATANA NABIU. Productivity of Trap Catches in Artificial Reef on the Pramuka Island, Seribu Island, DKI Jakarta. Supervised by MULYONO S BASKORO and ROZA YUSFIANDAYANI.

Artificial reef made of coconut shell is an artificial habitat which is created to resemble the characteristics of natural reefs and become the alternative to improve the natural coral reefs that have been damaged. The opportunity of artificial reef utilization was researched by using experimental fishing and laboratory observe methods. The use of experimental fishing is to do the catching proses around the artificial reefs. The research was done in August 2013. Laboratory observe was done in September 2013 by observe the sample of fish intestines to get the data of abundance plankton from the inside of fish stomach. The results showed that 64 fishes was catches by bubu consist of 12 species. Red Breast Wrasse (Cheilinus fasciatus) from family Labridae is the dominant species. The plankton composition from the laboratory observe showed that Rhizosolenia and Leptocylindricus are the dominant plankton which indicate that the water is on good condition. Artificial diversity index ranged between 0,52-0,66; the uniformity index ranged between 0,17-0,21 and dominance index-0,45.

(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan

pada

Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan

PRODUKTIVITAS HASIL TANGKAPAN BUBU PADA TERUMBU

KARANG BUATAN DI PULAU PRAMUKA KEPULAUAN SERIBU

DKI JAKARTA

NUR LINA MARATANA NABIU

DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)

Judul Skripsi : Produktivitas Hasil Tangkapan Bubu pada Terumbu Karang di Pulau Pramuka Kepulauan Seribu DKI Jakarta

Nama : Nur Lina Maratana Nabiu

NIM : C44080061

Program Studi : Teknologi dan Manajenemen Perikanan Tangkap

Disetujui oleh

Prof Dr Ir Mulyono S. Baskoro, MSc Pembimbing I

Dr Roza Yusfiandayani, SPi Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Budy Wiryawan, MSc Ketua Departemen

(10)
(11)
(12)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Karya tulis yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2013 sampai November 2013 ini mengambil judul Produktivitas Hasil Tangkapan Bubu pada Terumbu Karang Buatan di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. Karya tulis ini diharapkan dapat membantu mewujudkan perikanan tangkap yang efektif dan efisien.

Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada:

1. Prof Dr Ir Mulyono S. Baskoro, MSc dan Dr Roza Yusfiandayani, SPi sebagai komisi pembimbing atas segala saran dan bimbingannya;

2. Dr Ir Iin Solihin, MSi dan Dr Yopi Novita SPi MSi sebagai Komisi Pendidikan Departemen PSP dan;

3. Pak Maemudin dan keluarga yang sudah membantu saat penulis berada di Pulau Pramuka;

4. Orang tua penulis Musriyadi Nabiu dan Sapta Suryaningsih serta adik penulis Dinaino Nabiu dan Nadya Fitriasih Nabiu yang selalu memberikan doa dan semangat;

5. Sahabat-sahabat yang senantiasa membantu dan mengingatkan saya (Fristi, Arif Nugraha, Rheka, Ani, Udin, Uwox, Tejo), PSP 45, teman satu bimbingan (Lutfi, Cahra dan Doni Periyanto), PSP 46, PSP 47;

6. Keluarga Wisma Fahmeda (Dini, Arin, Nurul, Mbak Arda);

7. Angkatan 45 D’Amora (Adith, Fauzan, Vita, Emir, Melly, Verlin, Morina), angkatan 46 (Esa, Nadia, Kresna, Adit Sapto, Yovitha, Stefy), Tim Teknis

dan keluarga besar PSM IPB Agria Swara yang sudah menjadi “rumah”

kedua selama penulis di Bogor;

8. Teman-teman seperjuangan SMA, TPB dan keluarga besar IMBR; 9. Pihak terkait yang tidak bisa disebutkan satu per satu.

Semoga karya tulis ini bermanfaat bagi para pembaca.

(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 1

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

METODE 4

Waktu dan Tempat Penelitian 4

Bahan dan Alat 4

Analisis Data 5

HASIL DAN PEMBAHASAN 10

KESIMPULAN DAN SARAN 16

Kesimpulan 16

Saran 16

DAFTAR PUSTAKA 17

LAMPIRAN 18

(14)

DAFTAR TABEL

1 Komposisi plankton pada isi usus ikan 14

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka pemikiran pendekatan penelitian 3

2 Lokasi penelitian 4

3 Konstruksi bubu tambun 5

4 Ilustrasi pemasangan bubu 6

5 Konstruksi terumbu buatan 6

6 Komposisi hasil tangkapan bubu berdasarkan spesies 11

7 Jumlah hasil tangkapan bubu per stasiun bubu 12

8 Nilai kelimpahan plankton pada usus ikan 13

9 Perbandingan plankton hasil pengamatan usus berdasarkan genus 13 10 Nilai kelimpahan plankton per spesies ikan hasil tangkapan 14 11 Indeks Keanekaragaman (H'), Indeks Keseragaman (E) dan Indeks

Dominansi (C) pada ikan hasil tangkapan terumbu karang buatan 15

DAFTAR LAMPIRAN

1 Data hasil tangkapan ikan dan kelimpahan plankton 18

2 Alat dan bahan penelitian 24

3 Perbandingan kondisi terumbu karang buatan 25

(15)
(16)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia memiliki hamparan terumbu karang yang mencakup areal sekitar 50.000 km2. Perairan Kepulauan Seribu merupakan salah satu kawasan terumbu karang yang terdapat di Indonesia yang memiliki potensi sumberdaya hayati laut yang cukup besar. Namun dengan peningkatan suhu bumi dan banyaknya penangkapan ikan dengan menggunakan alat peledak mengakibatkan banyaknya terumbu karang mengalami kerusakan. Kementerian Kelautan dan Perikanan (2009) menyebutkan bahwa sebagai “etalase” terumbu karang dunia, Indonesia memiliki 82% dan 590 spesies karang keras yang tersebar pada 74.748 km2 atau setara dengan 18% dari luasan terumbu karang dunia. Namun demikian, keberadaan terumbu karang juga mengalami peningkatan kerusakan dan ancaman yang tinggi setiap tahunnya. Kementerian Kelautan dan Perikanan (2009) juga menyebutkan dari sampling di 985 lokasi sebesar 31,98 persen terumbu karang berada dalam kondisi kurang baik.

Permasalahan yang muncul tersebut diusahakan untuk dicari solusinya. Salah satunya adalah dengan membuat terumbu karang buatan (artificial reef). Berbagai macam konstruksi dan material dapat digunakan dalam pembuatan terumbu karang tersebut dengan meniru beberapa karakteristik terumbu karang alam sehingga dapat memikat jenis-jenis organisme laut untuk hidup dan menetap serta meningkatkan produksi perikanan. Menurut Soedharma (1995) yang diacu dalam Pardede (2012) terumbu buatan bisa dibuat dari barang bekas (mobil, kapal, ban bekas dan bahan-bahan buatan lainnya).

Salah satu material yang pernah digunakan untuk membuat terumbu karang adalah tempurung kelapa. Metode tersebut disebut dengan metode Bioreeftek yang sudah diterapkan oleh E. Elvan Ampou, MSi di Karimun Jawa sejak tahun 2008. Modifikasi bioreeftek sudah dipasang di perairan Pulau Pramuka sejak Maret 2012 melalui penelitian yang dilakukan oleh Pardede dengan judul “Efektivitas Terumbu Buatan Berbahan Dasar Tempurung Kelapa sebagai Fish Aggregating Device di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu”. Sejak pemasangannya, terumbu karang tersebut dinilai memiliki peluang untuk tumbuh karang yang nantinya dapat menjadi perbaikan ekosistem terumbu karang alami. Namun dalam perkembangannya, terumbu karang tersebut perlu diteliti lebih lanjut mengenai hasil tangkapannya dan peluang penggunaan keberlanjutan dari terumbu karang buatan tersebut.

Perumusan Masalah

Kondisi terumbu karang di beberapa daerah sudah banyak mengalami kerusakan dan hal tersebut mengancam ekosistem ikan-ikan karang. Pembuatan dan pemasangan terumbu karang buatan berbahan dasar tempurung kelapa yang dilakukan sejak tahun 2012 perlu dilihat lebih jauh mengenai produksi hasil tangkapannya dengan alat tangkap bubu, sehingga bisa dianalisis terumbu karang buatan tersebut efektif atau tidak (Gambar 1).

(17)

2

Pemasangan terumbu karang buatan berbahan dasar tempurung kelapa tersebut perlu juga diteliti mengenai ikan-ikan yang bersimbiosis di terumbu karang tersebut.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1) Mengidentifikasi komposisi serta jumlah ikan yang berkumpul di sekitar terumbu karang buatan;

2) Menganalisis isi perut ikan, indeks keanekaragaman, indeks keseragaman dan indeks dominansi hasil tangkapan;

3) Mengidentifikasi peluang pemanfaatan terumbu karang buatan tersebut untuk kegiatan penangkapan ikan.

Manfaat Penelitian

(18)

3

Gambar 1 Kerangka pemikiran pendekatan penelitian Terumbu Karang

Habitat Biota Laut

Natural stock

Penunjang Sumberdaya Perikanan

Terumbu karang buatan dengan bahan tempurung kelapa

Latar belakang

Terumbu karang alami Terumbu karang buatan

Efektivitas penggunaan terumbu karang buatan dengan bahan tempurung

kelapa

Produksi hasil tangkapan dengan menggunakan bubu

Permasalahan

Indikator biologis

Input

Analisis plankton dari terumbu karang buatan

Analisis isi perut ikan

Proses

Potensi untuk penangkapan ikan

Tingkat keanekaragaman, keseragaman dan dominansi ikan

Output

Komposisi hasil tangkapan, indeks keanekaragaman, indeks keseragaman dan indeks dominansi ikan

Peluang pemanfaatan terumbu buatan untuk penangkapan ikan

(19)

4

METODE

Penelitian ini menggunakan metode experimental fishing, dimana peneliti melakukan eksperimen langsung di lapangan. Data yang dikumpulkan adalah data primer. Data primer yang dikumpulkan antara lain:

1) Jenis spesies ikan karang di sekitar terumbu karang buatan; 2) Komposisi dan kelimpahan plankton di sekitar terumbu karang; 3) Isi perut dari ikan-ikan karang yang tertangkap;

Tahap penelitian untuk pengambilan data primer ini terdiri dari penempatan alat tangkap bubu tambun yang akan digunakan untuk menangkap ikan di sekitar terumbu karang buatan dan pengambilan sampel plankton.

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian lapang dilaksanakan pada bulan Agustus 2013 di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, Propinsi DKI Jakarta (Gambar 2). Penelitian laboratorium dilaksanakan pada bulan September 2013 di Laboratorium Ekobiologi dan Konservasi Sumberdaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Gambar 2 lokasi penelitian Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah 64 sampel usus ikan yang diambil dari ikan hasil tangkapan terumbu karang buatan, formalin 15%. Alat yang digunakan dalam melakukan penelitian, yaitu 3 buah alat tangkap bubu tambun alat tulis, kamera, alat bedah, botol film, kertas label, kompresor dan underwater camera.

(20)

5 Analisis Data

Metodologi

Pengambilan sampel ikan di sekitar terumbu karang buatan dilakukan dengan menggunakan bubu tambun yang terbuat dari bambu dengan ukuran panjang 70 cm, lebar 60 cm, bukaan mulut 20 cm dan panjang mulut 43 cm (Gambar 3). Bubu tersebut dipasang di dekat terumbu karang buatan dengan jarak 3 meter, agar bubu yang dipasang tidak berpindah atau hilang karena arus, bubu ditimbun dengan menggunakan karang mati.

Gambar 3 Konstruksi bubu tambun Sumber: Ramadan (2011)

(21)

6

Gambar 4 Ilustrasi Pemasangan Bubu

Terumbu karang buatan yang sudah ditanam di dasar perairan sejak satu tahun sebelumnya terletak di dekat terumbu karang alami. Konstruksi dari terumbu buatan tersebut merupakan adaptasi dari terumbu karang buatan yang dibuat oleh E.Elvan Ampou, MSi yang sudah menerapkan metode Bioreeftek di Karimun Jawa sejak 2008. Perbedaan antara bioreeftek dengan terumbu buatan yang dipasang di Pulau Pramuka terdapat pada ketebalan beton yang digunakan sebagai pemberat dan pengunci di bagian atas tempurung kelapa. Masing-masing terumbu karang buatan dipasang dengan jarak 5 meter. Bubu dipasang di depan terumbu karang buatan dengan jarak 3 meter. Selama proses penelitian, bubu dioperasikan selama tiga hari. Pemasangan bubu dilaksanakan pada pagi hari dan diangkat pada pagi hari keesokan harinya.

Gambar 5 Konstruksi terumbu buatan

(22)

7 Analisis Ikan Hasil Tangkapan

Analisis terhadap hasil tangkapan melalui identifikasi kelompok ikan bertujuan untuk melihat apakah terumbu karang buatan yang dipasang sudah bisa dikatakan sebagai terumbu karang ataukah hanya sebagai fish aggregating device. Marasabessy (2010) menjelaskan bahwa ikan dibedakan atas tiga kelompok besar, yakni kelompok ikan indikator (indicator species), kelompok ikan-ikan target (target species) dan kelompok ikan-ikan-ikan-ikan lain (major group species). Ikan yang dikelompokkan ke dalam indicator species adalah jenis-jenis ikan yang dianggap berasosiasi paling kuat dengan karang. Secara umum kelompok ini terdiri dari beberapa marga (Chaetodon spp., Heniochus spp., Forcipiger spp., dan Hemitaurichthys sp.) yang masuk dalam suku Chaetodontidae. Di alam, ikan marmut umumnya hidup sendiri-sendiri atau berpasang-pasangan dan selalu dijumpai dalam kelompok-kelompok kecil. Biasanya berenang di antara bongkahan dan koloni-koloni karang, memangsa polip pembentuk karang. Kebiasaan hidup sendiri (solitaire) memungkinkan kelompok ikan tersebut sangat mudah dihitung satu demi satu atau sepasang demi sepasang (actual account).

Kelompok ikan target (target species) meliputi ikan-ikan konsumsi dan ekonomis penting yang berasosiasi dengan karang, termasuk di antaranya adalah kakap (Lutjanus sp) dari suku Lutjanidae, kerapu (Epinephelus sp) dari suku Serranidae, baronang (Siganus sp) dari suku Siganidae, serta beberapa jenis yang selalu diburu nelayan dengan menggunakan berbagai jenis alat tangkap. Umumnya ikan-ikan target hidup secara soliter sehingga mudah dihitung satu demi satu. Ada beberapa jenis ikan target yang dijumpai dalam kelompok besar misalnya ikan ekor kuning (Caesio sp.) suku Caesionidae. Ikan-ikan target yang dijumpai dalam kelompok besar biasanya dihitung dengan menaksir jumlah ikan seperti yang dilakukan terhadap ikan-ikan major group. Jenis-jenis ikan yang dikelompokkan sebagai major group meliputi semua ikan yang tidak termasuk dalam kedua kelompok di atas. Umumnya hidup dalam kelompok besar (schooling fish), misalnya ikan Betok (Chromis ternatensis), C. margaritifer dan Dascillus reticulatus (Pomacentridae), beberapa jenis dari suku Pomacanthidae, Serranidae, Acanthuridae dan Labridae. Ikan-ikan yang tergabung dalam kelompok major fish umumnya berukuran kecil-kecil dan hanya sebagian kecil berpotensi sebagai ikan hias.

Analisis Isi Usus Ikan

Ikan-ikan yang tertangkap diidentifikasi dengan mengacu buku identifikasi: Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan Jilid 1 dan Jilid 2 (Saanin, 1984), kemudian ikan dibedah dengan cara menggunting bagian perut ikan dimulai dari anus hingga ke tutup insang, kemudian ususnya diambil secara perlahan. Usus dan lambung ikan dimasukkan ke dalam botol sampel dan diawetkan dengan menggunakan formalin 15% untuk perhitungan analisis makanan yang dilakukan di laboratorium. Botol diberi label yang ditempelkan di dinding luar botol sampel. Label tersebut dituliskan: nomor stasiun, tanggal dan waktu pengambilan serta nama ikan.

(23)

8

suatu wilayah. Satu tetes pengenceran diambil kemudian diamati menggunakan mikroskop binokuler dengan perbesaran 10x10 dan pengambilan lima lapang pandang dalam satu kali pengamatan. Pengamatan diulang sebanyak tiga kali sehingga akan didapatkan data dari 15 lapang pandang. Apabila jenis organisme yang didapat adalah plankton, maka dapat diidentifikasi dengan mengacu pada buku identifikasi: Illustration of the Marine Plankton of Japan (Yamaji, 1976). Kelimpahan Plankton

Kelimpahan plankton digunakan untuk mengetahui jumlah kemungkinan plankton yang terdapat dalam usus ikan yang sudah diamati. isi usus dipisahkan dari daging usus dengan cara menekan daging usus sampai semua isinya keluar, diencerkan dengan aquades sebanyak 3 ml dan diaduk-aduk sehingga tidak terjadi penumpukan isi usus di suatu wilayah. Satu tetes pengenceran diambil kemudian diamati menggunakan mikroskop binokuler dengan perbesaran 10x10 dan pengambilan lima lapang pandang dalam satu kali pengamatan. Pengamatan diulang sebanyak tiga kali sehingga akan didapatkan data dari 15 lapang pandang. Apabila jenis organisme yang didapat adalah plankton, maka dapat diidentifikasi dengan mengacu pada buku identifikasi: Illustration of the Marine Plankton of Japan (Yamaji, 1976). Metode menghitung jumlah kelimpahannya dengan rumus berikut ini :

� = �

�� �

Keterangan : N = jumlah kelimpahan organisme dalam usus ikan Vb = volume pengeceran

Vi = volume satu tetes contoh

n = banyaknya organisme dalam satu tetes contoh Trofik Level Hasil Tangkapan

Trofik level adalah posisi suatu organisme dalam jaring makanan (Froese dan Pauly (2000). Stergiou et al. (2007) menyebutkan bahwa trofik level menunjukkan keberadaan ikan dan organisme lainnya yang masing-masig berperan dalam jaring makanan. Trofik level suatu jenis ikan ditentukan berdasarkan komposisi makanan dan trofik level masing-masing fraksi makanannya (food items) yang diperoleh dari hasil analisis aisi perut (Froese dan Pauly 2000). Deskripsi kebiasaan makan dilakukan untuk mengestimasi trofik level yang meliputi tiga kasus, yaitu sebagai berikut:

1. Kasus 1: semua makanan adalah tumbuhan atau detritus, maka trofik levelnya =2 dan kuadrat frekuensi kejadiannya = 0;

2. Kasus 2: hanya ada satu makanan dan tidak ada satupun tumbuhan atau detritus, maka trofik levelnya = 1+ trofik level makanan dan kuadrat frekuensi kejadiannya = kuadrat frekuensi kejadian makanan;

3. Kasus 3: terdapat beberapa macam makanan dan paling sedikit bukan tumbuhan atau detritus, maka trofik levelnya ditentukan dengan persamaan:

� � �

= �=1���� � �

��

(24)

9 Trofik level : Rata-rata trofik level

Pi : fraksi makanan ke-i Trofiki : Trofik level makanan ke-i

Ristiani (2012) menjelaskan bahwa trofik level ini mengacu pada konvensi Internasional Program Biologi pada tahun 60-an yang menyepakati produser primer (fitoplankton) dan detritus (termasuk bakteri) dikategorikan dalam trofik level satu (TL 1), sementara zooplankton dalam trofik level dua (TL 2).

Indeks Keanekaragaman (H’)

Indeks keanekaragaman (H’) adalah ukuran kekayaan jenis komunitas ikan karang dilihat dari jumlah spesies dalam suatu kawasan berikut jumlah individu dalam setiap spesiesnya. Tingginya keanekaragaman menunjukkan suatu ekosistem yang seimbang dan memberikan peranan yang besar untuk menjaga keseimbangan terhadap kejadian yang merusak ekosistem dan suatu spesies dibandingkan dengan spesies lain. Nilai indeks keanekaragaman (H’) menunjukkan distribusi individu-individu antar spesies ikan karang dalam komunitasnya. Semakin tinggi nilai indeks keanekaragaman, menunjukkan keseimbangan makin baik. Kreb (1985) menjelaskan bahwa untuk menghitung indeks keanekaragaman digunakan indeks Shanon-Wiener:

�′ =( ln pi)

�=1 Keterangan:

H’ : Indeks keanekaragaman Shanon-Wiener; s : jumlah spesies ikan karang;

pi : proporsi jumlah ikan karang spesies ke-i terhadap jumlah total ikan karang pada stasiun pengamatan.

Kisaran indeks keanekaragaman diklasifikasikan untuk ikan karang adalah: H’ ≤ 3,2 : Keanekaragaman kecil, tekanan lingkungan kuat;

3,2 < H’≤ 9,9 : Keanekaragaman sedang, tekanan lingkungan sedang; dan H’ > 9,9 : Keanekaragaman tinggi, terjadi keseimbangan ekosistem.

Indeks Keseragaman (E)

Untuk mengukur keseimbangan komunitas digunakan indeks keseragaman (E), yaitu ukuran kesamaan jumlah individu antar spesies dalam komunitas (Kreb, 1985).

� = �

Keterangan:

E : Indeks keseragaman;

H’max : Indeks keanekaragaman maksimum: ln s; dan

(25)

10

Nilai indeks keseragaman antara 0-1 dengan kriteria sebagai berikut. 0 < E ≤ 0,5 : Keseragaman kecil, komunitas tekanan;

0,5 < E ≤ 0,75 : Keseragaman sedang, komunitas labil; dan 0,75 < E ≤ 1 : Keseragaman tinggi, komunitas stabil.

Dari kisaran nilai ini terlihat semakin kecil indeks keseragaman (E), semakin kecil pula keseragaman populasi yang berarti penyebaran jumlah individu setiap jenis tidak sama dan ada kecenderungan populasi didominasi oleh jenis organisme tertentu. Begitu pula sebaliknya, semakin besar nilai E maka populasi tersebut menunjukkan keseragaman yang tinggi, yaitu jumlah individu setiap jenis dapat dikatakan sama atau tidak jauh berbeda.

Indeks Dominansi (C)

Apabila indeks dominansi suatu komunitas tinggi maka komunitas tersebut cenderung labil. Rumus yang digunakan sebagai berikut (Kreb, 1985 diacu dalam Yusfiandayani, 2004):

pi : proporsi jumlah ikan karang spesies ke-i terhadap jumlah total ikan karang pada stasiun pengamatan.

Indeks dominansi berkisar antara 0-1, apabila nilai mendekati 1 maka ada kecenderungan satu individu mendominasi yang lainnya. Kisaran indeks diklasifikasikan sebagai berikut:

0 < C ≤ 0,5 : Dominansi rendah; 0,5 < C ≤ 0,75 : Dominansi sedang; dan 0,75 < E ≤ 1 : Dominansi tinggi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pemasangan Bubu Tambun

Proses awal dari penelitian ini adalah pemasangan bubu tambun sebanyak tiga buah bubu yang digunakan untuk menangkap ikan di sekitar terumbu karang buatan. Penelitian ini merupakan kegiatan monitoring dari penelitian sebelumnya. Terumbu karang buatan yang terbuat dari tempurung kelapa tersebut sudah dipasang di lokasi sejak Maret 2012 melalui penelitian yang dilakukan oleh

(26)

11 baik bahkan karang-karang sudah mulai tumbuh di beberapa substrat tempurung kelapa. Letak lokasi terumbu karang yaitu 05045045,50 LS; 1060360380 BT dengan kedalaman 23 meter dan memiliki dasar berpasir.

Pemasangan tiga bubu tambun dimulai pagi hari pada tanggal 27 Agustus 2013 dengan kondisi arus dan gelombang yang cukup baik. Sebelum bubu dipasang, bubu telah direndam selama satu minggu di dekat lokasi terumbu. Pemasangan bubu tambun dilakukan oleh dua orang nelayan. Satu orang berada di bawah kapal dan satu orang lagi berada di atas kapal. Jarak pemasangan bubu tambun dari terumbu buatan sekitar 3 meter. Pemasangan bubu ini dilakukan rutin selama tiga hari dengan waktu pemasangan yang hampir sama dengan waktu pemasangan di hari sebelumnya.

Hasil Tangkapan Bubu Tambun

Hasil tangkapan ikan di terumbu karang buatan dengan menggunakan tiga alat tangkap bubu selama penelitian sebanyak 64 ekor dengan 12 spesies. Spesies yang paling mendominasi adalah ikan Nori Merah (Cheilinus fasciatus) dari famili Labridae sebanyak 23% dari hasil tangkapan yaitu 15 ekor ikan. Spesies kedua yang mendominasi hasil tangkapan adalah Sersan Mayor (Abudefduf bengalensi) dari famili Pomacentridae sebanyak 10 ekor ikan dan Betok Susu (Dischitodus perspicillatus) dari famili Anabantidae yang merupakan spesies dominan ketiga dari hasil tangkapan juga sebanyak 10 ekor ikan (Gambar 6).

Gambar 6 Komposisi hasil tangkapan bubu tambun berdasarkan spesies

(27)

12

tangkapan merupakan ikan yang menjadi target species, sementara mayoritas ikan yang tertangkap merupakan ikan yang masuk ke dalam kategori major species, seperti ikan betok dan ikan nori merah. Hal ini menunjukkan bahwa terumbu karang buatan yang terpasang sudah mulai menjadi tempat asosiasi bagi ikan-ikan di sekitarnya sehingga terumbu karang buatan tersebut diperkirakan sudah menyerupai habitat terumbu karang alami.

Hasil tangkapan bubu mengalami fluktuasi di setiap tripnya. Hal tersebut dikarenakan cuaca yang berubah-ubah sehingga hampir tidak mendukung proses penangkapan seperti yang terjadi pada trip di hari pertama, dimana gelombang dan arus tergolong cukup kuat.

Jumlah dan komposisi ikan terbanyak didapat saat penangkapan di hari kedua. Namun variasi spesies pada penangkapan hari ketiga lebih banyak jika dibandingkan hari sebelumnya, seperti kerapu lumpur yang memiliki nilai ekonomis cukup tinggi. Jumlah hasil tangkapan setiap bubu pada setiap penangkapan disajikan pada Gambar 7.

Gambar 7 Jumlah hasil tangkapan bubu per stasiun terumbu

Hasil tangkapan bubu yang dipasang di terumbu pertama lebih mendominasi dalam setiap proses penangkapan, diduga karena posisi terumbu karang yang lebih dekat dengan terumbu karang alami. Pada hari pertama, hasil tangkapan tidak sebanyak dua hari berikutnya. Hal itu kemungkinan disebabkan oleh cuaca di hari pertama yang kurang mendukung untuk melakukan proses penangkapan.

Analisis Kelimpahan Plankton pada Usus Ikan

Analisis plankton pada usus ikan dimulai pada bulan September selama dua minggu. Analisis tersebut digunakan untuk melihat kelimpahan plankton yang ada di dalam usus ikan. Berdasarkan hasil pengamatan, kelimpahan plankton tertinggi pada hasil tangkapan bubu pertama saat penangkapan di hari kedua sebanyak 5.640 plankton/ml (Gambar 8). Plankton terbanyak yang terlihat adalah plankton dari genus Rhizosolenia. Genus lain yang ditemukan adalah genus Leptocylindricus, Coscinodiscus, Pleurosigma, Sagitta. Sementara kelimpahan

(28)

13 plankton terkecil terdapat pada hasil tangkapan bubu kedua saat penangkapan hari pertama dengan kelimpahan plankton sebanyak 1860 plankton/ml.

Gambar 8 Nilai kelimpahan plankton pada usus ikan

Plankton genus Rhizosolenia merupakan jenis plankton yang bisa ditemukan di perairan laut dan payau, terutama di perairan yang memiliki suhu hangat (Microbewiki, 2010). Hasil pengamatan dari usus, plankton Rhizosolenia juga ditemukan hampir di semua pengamatan. Perbandingan plankton hasil pengamatan usus ikan dapat dilihat pada Gambar 9.

(29)

14

Gambar 10 Nilai kelimpahan plankton per spesies ikan hasil tangkapan Plankton Rhizosolenia mendominasi hasil pengamatan dengan persentase lebih dari 50 persen, sementara Leptocylindricus sp. menjadi plankton yang mendominasi kedua dengan persentase sebesar 5 persen. Menurut Microbewiki (2010) dan red-tide (1999), Rhizosolenia dan Leptocylindricus bisa menjadi salah satu indikasi kondisi perairan. Semakin banyak Rhizosolenia dan Leptocylindricus yang ditemukan, maka semakin baik suatu perairan, contohnya Leptocylindricus akan menjadi racun apabila kondisi oksigen di sekitarnya menurun.

Tabel 1 Komposisi plankton pada isi perut ikan

Spesies ikan tertangkap semuanya ditemukan plankton genus Rhizosolenia. Genus Leptocylindricus hanya ditemukan pada spesies Nori Merah, Sersan Mayor dan Betok. Genus Sagitta ditemukan pada spesies Sersan Mayor, Betok Susu dan Betok. Spesies Nori Merah, Sersan Mayor dan Betok Susu ditemukan memiliki genus Pleurosigma di dalam ususnya

(30)

15 Trofik Level Hasil Tangkapan

Hasil dari analisis isi usus ikan menunjukkan bahwa sebagian besar isi dalam usus ikan ditemukan Rhizolenia yang merupakan salah satu jenis fitoplankton. Leptocylindricus, Coscinodiscus, Pleurosigma juga merupakan jenis fitoplankton yang ditemukan pada isi usus ikan. Menurut Ristiani (2012) yang mengacu pada konvensi Internasional Program Biologi pada tahun 60-an, fitoplankton merupakan produser primer yang dikategorikan dalam trofik level satu (TL 1).

Ristiani (2012) juga mengatakan bahwa ikan yang berada di trofik level harus lebih sedikit tertangkap daripada ikan pada trofik level di atasnya. Hal tersebut berbanding lurus dengan analisis isi usus ikan hasil tangkapan yang menunjukkan ikan yang berada pada trofik level satu lebih banyak dibanding trofik level diatasnya. Banyaknya hasil tangkapan ikan yang tertangkap pada trofik level satu menyebabkan trofik level hasil tangkapan seimbang. Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan penangkapan ikan tidak berpotensi merusak keseimbangan ekosistem pada habitat terumbu karang buatan di perairan Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu.

Indeks Keanekaragaman (H’), Keseragaman (E) dan Dominansi Ikan Hasil

Tangkapan pada Terumbu Karang buatan

Hasil tangkapan ikan dengan jumlah trip tiga kali memiliki indeks keanekaragaman berkisar antara 0,52-0,66. Indeks tersebut menunjukkan asumsi bahwa keanekaragaman kecil, tekanan lingkungan kuat. Sementara indeks keseragaman berkisar antara 0,17-0,21, ini berarti keseragaman ikan di sekitar terumbu karang kecil dengan penyebaran jumlah individu setiap jenis tidak sama. Indeks dominansi berkisar 0,27-0,45. Hal tersebut menunjukkan bahwa dominansi ikan hasil tangkapan di sekitar terumbu karang buatan rendah. Perbandingan indeks tersebut dapat dilihat pada Gambar 11.

Gambar 11 Indeks keanekaragaman (H’), keseragaman (E) dan dominan (C) pada

ikan hasil tangkapan terumbu karang buatan

Apabila dilihat dari hasil perhitungan, ketiga indeks tersebut menunjukkan keanekaragaman, keseragaman dan dominansi yang rendah. Tingkat keanekaragaman yang rendah menunjukkan tingkat keseimbangan populasi yang

0

Terumbu A Terumbu B Terumbu C

(31)

16

rendah, tingkat keseragaman dan dominansi yang rendah menunjukkan kesamaan jumlah individu antar spesies dalam komunitas rendah, ini berarti dalam hasil tangkapan tidak ada spesies ikan yang tertangkap dalam jumlah yang dominan, setiap spesies tertangkap memiliki jumlah yang hampir sama. Hal tersebut kemungkinan disebabkan oleh kondisi perairan yang kurang mendukung pada saat melakukan proses pemasangan dan penangkapan.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini sebagai berikut ini:

1. Ikan yang tertangkap dengan bubu selama penelitian di terumbu karang buatan sebanyak 64 ekor dengan 12 spesies. Spesies yang paling mendominasi adalah ikan Nori Merah (Cheilinus fasciatus) dari famili Labridae.

2. Komposisi plankton yang terdapat pada isi perut ikan hasil tangkapan di tiga terumbu didominasi oleh Genus Rhizosolenia dan Leptocylindricus yang merupakan indikasi kondisi perairan. Nilai indeks keanekaragaman (H’), nilai keseragaman (E) dan indeks dominansi (C) pada hasil tangkapan terumbu karang buatan secara berturut adalah 0,52-0,66, 0,17-0,21 dan 0,27-0,45. 3. Terumbu buatan yang digunakan dalam penelitian memiliki tingkat efisien

sebagai fish aggreating device yang cukup baik dan memiliki peluang positif untuk dapat menjadi salah satu alternatif terumbu karang yang sudah mengalami degradasi.

Saran

1. Perlu diadakan penelitian lebih lanjut dengan penggunaan unit terumbu karang buatan yang lebih banyak dan penentuan lokasi yang lebih baik serta kedalaman yang berbeda sehingga dapat menjadi penguat bukti bahwa terumbu karang buatan dapat menjadi alternatif terumbu karang alami.

2. Diperlukannya penelitian lebih lanjut tentang komposisi plankton dan perifiton yang terdapat pada terumbu karang buatan.

(32)

17

DAFTAR PUSTAKA

Froese R dan Pauly D, Editors. 2000. FishBase 2000: Concepts, Design and Data Sources. Philippines (PHL): International Center for Living Aquatic Resources Management.

Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2009. Pengelolaan Terumbu Karang Perlu Dukung Semua Pihak. [internet]. [diunduh 2014 Jan 5]. Tersedia pada: http://www.kkp.go.id/index.php/mobile/arsip/c/1736.

Krebs, C. J. 1985. Experimental Analysis of Distribution of Abundance. Third Edition. Harper & Row Publisher. New York.

Marabessy MD. 2010. Keanekaragaman Jenis Ikan Karang di Perairan Pesisir Biak Timur Papua. Jakarta (ID): Pusat Penelitian Oseanografi LIPI.

Microbewiki. 2010. Rhizosolenia. [Internet]. [diunduh 2013 Okt 26]. Tersedia pada: http// microbewiki.com.

Pardede FM. 2012. Efektivitas Terumbu Buatan Berbahan Dasar Tempurung Kelapa Sebagai Fish Aggregating Device Di Pulau Pramuka Kepulauan Seribu. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Ramadan ANS. 2011. Uji Coba Tutupan Ijuk dan Goni pada Pengoperasian Bubu Tambun di Perairan Kepulauan Seribu. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Red-tide. 1999. Leptocylindricus. [Internet]. [diunduh 2013 Okt 27]. Tersedia pada http// red-tide.org.

Ristiani. 2012. Dampak Penangkapan Ikan Terhadap Keseimbangan Trofik Level pada Habitat Lamun di Kepulauan Seribu, Provinsi DKI Jakarta. [Skripsi]. Bogor (ID); Institut Pertanian Bogor.

Saanin H. 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan Jilid 1 dan Jilid 2. Bogor (ID): Penerbit Djambatan.

Soedharma D. 1995. Studi Komunitas Perifiton dan Komunitas Ikan pada Terumbu Ban dan Bambu di Teluk Lampung, Prosiding Seminar Hasil Penelitian Ilmu Kelautan. IPB. Hal 99-113.

Stergiou KI, Moutopulus DK, Casal HJA dan Erzini K. 2007. Trophic Signatures of Small-Scale Fishing Gears: Implications for Conservation and Management. Marine Ecology Progress Series. No. 33:117-128.

Yamaji I. 1976. Illustrations of The Marine Plankton of Japan. Osaka (JPN): Hoikusha Publishing. Co. LTD.

(33)

18

Lampiran 1 Data Hasil Tangkapan Ikan dan Kelimpahan Plankton Terumbu A

3 Sersan Mayor Abudeduf bengalensis Rhizosolenia sp 9 480 4 Sersan Mayor Abudeduf bengalensis Rhizosolenia sp 6 360

5 Sersan Mayor Abudeduf bengalensis Rhizosolenia sp 14 840 6 Sersan Mayor Abudeduf bengalensis Rhizosolenia sp 4 240

Leptocylindricus sp 4 240

pseudochrysopoecilus Rhizosolenia sp 12 720

2 Betok

Dischitodus

pseudochrysopoecilus Rhizosolenia sp 5 300

3 Betok

Dischitodus

pseudochrysopoecilus Rhizosolenia sp 2 120

4 Lencam Lethrinus obsoletus Rhizosolenia sp 1 60 5 Nori Merah Cheilinus fasciatus Rhizosolenia sp 13 780

6 Nori Merah Cheilinus fasciatus Rhizosolenia sp 4 240

Leptocylindricus sp 2 120

7 Kerapu Merah Plectropomus leopardus Rhizosolenia sp 12 720

Chaetoceros sp 1 60

Melosira sp 1 60

8 Serak Scolopsis lineate Rhizosolenia sp 7 420

9 Serak Scolopsis lineate Rhizosolenia sp 10 600

Coscinodiscus sp 1 60

10 Sersan Mayor Abudeduf bengalensis Rhizosolenia sp 22 1320

Phalacroma sp 1 60

Jumlah

(34)

19 Pemasangan hari ketiga

Tanggal : 30 Agustus 2013

No Nama Umum Nama Latin

Organisme Plankton

Rata-rata

Kelimpahan (individu/ml)

1 Betok Dischitodus pseudochrysopoecilus Rhizosolenia sp 8 480

Leptocylindricus sp 1 60

2 Kakak Tua Scarus niger Rhizosolenia sp 7 420 3 Kea-kea Siganus sp Rhizosolenia sp 8 480

Leptocylindricus sp 1 60

4 Nori Merah Cheilinus fasciatus Rhizosolenia sp 6 360

Pleurosigma sp 1 60

5 Nori Merah Cheilinus fasciatus Leptocylindricus sp 10 600

Rhizosolenia sp 3 180

Jumlah

(35)

20

4 Sersan Mayor Abudeduf bengalensis Rhizosolenia sp 5 300

Pleurosigma sp 1 60

5 Sersan Mayor Abudeduf bengalensis Rhizosolenia sp 5 300 6 Sersan Mayor Abudeduf bengalensis Rhizosolenia sp 1 60

Jumlah

1 Betok Susu Dischitodus perspicillatus Rhizosolenia sp 6 360 2 Betok Susu Dischitodus perspicillatus Rhizosolenia sp 1 60 3 Betok Susu Dischitodus perspicillatus Rhizosolenia sp 7 420 4 Betok Susu Dischitodus perspicillatus Rhizosolenia sp 5 300

Pleurosigma sp 1 60

5 Betok Susu Dischitodus perspicillatus Rhizosolenia sp 10 600 6 Kerapu Merah Plectropomus leopardus Rhizosolenia sp 4 240 7 Kerapu Merah Plectropomus leopardus Rhizosolenia sp 7 420 8 Nori Merah Cheilinus fasciatus Rhizosolenia sp 3 180 9 Nori Merah Cheilinus fasciatus Rhizosolenia sp 1 60 10 Nori Merah Cheilinus fasciatus Rhizosolenia sp 4 240

Jumlah

(36)

21

Pemasangan hari ketiga Tanggal : 30 Agustus 2013

No Nama Umum Nama Latin

Organisme Plankton

Rata-rata

Kelimpahan (individu/ml)

1 Betok

Dischitodus

pseudochrysopoecilus Rhizosolenia sp 7 420

Paralia sp 2 120

Sagitta sp 8 480

2 Betok Susu Dischitodus perspicillatus Rhizosolenia sp 5 300

Thalassiosira 1 60

3 Betok Susu Dischitodus perspicillatus Rhizosolenia sp 6 360

Pleurosigma sp 1 60

Strombilidium sp 1 60

4 Kea-kea Siganus sp Rhizosolenia sp 4 240

Nitzchia sp 1 60

5 Kea-kea Siganus sp Leptocylindricus 4 240

Rhizosolenia sp 1 60

6 Kerapu Lumpur Epinephelus tauvina Leptocylindricus 2 120

Rhizosolenia sp 2 120

7 Kerapu Lumpur Epinephelus tauvina Rhizosolenia sp 9 540

Lithodesmium 1 60

8 Nori Merah Cheilinus fasciatus Rhizosolenia sp 4 240

Gymnodinium sp 2 120

Dinophysis sp 1 60

9 Nori Merah Cheilinus fasciatus Gymnodinium sp 1 60 10 Nori Merah Cheilinus fasciatus Rhizosolenia sp 5 300

Jumlah

(37)

22 4 Nori Merah Cheilinus fasciatus Rhizosolenia sp 5 300 5 Sersan Mayor Abudeduf bengalensis Pleurosigma sp 1 60

Leptocylindricus sp 2 120

Rhizosolenia sp 4 240

1 Betok Susu Dischitodus perspicillatus Sagitta sp 6 360

Cerianthus sp 1 60

Nitzschia sp 1 60

2 Betok Susu Dischitodus perspicillatus Rhizosolenia sp 2 120 3 Nori Merah Cheilinus fasciatus Rhizosolenia sp 9 540

Coscinodiscus sp 1 60

4 Marmut Chaetodontoplus mesoleucus Rhizosolenia sp 8 480

Sagitta sp 3 180

1 Betok Dischitodus pseudochrysopoecilus Rhizosolenia sp 5 300

Coscinodiscus sp 1 60

2 Betok Susu Dischitodus perspicillatus Rhizosolenia sp 7 420 3 Kakak Tua Scarus niger Rhizosolenia sp 3 180

Leptocylindricus sp 1 60

4 Marmut Chaetodontoplus mesoleucus Pleurosigma sp 2 120

Rhizosolenia sp 7 420

(38)

23

Pennale diatom 1 60

6 Nori Merah Cheilinus fasciatus Leptocylindricus sp 2 120

Rhizosolenia sp 2 120

7 Nori Merah Cheilinus fasciatus Rhizosolenia sp 6 420 8 Triger Rhinecanthus aculeatus Rhizosolenia sp 12 720

Jumlah

(39)

24

Lampiran 2 Alat dan bahan penelitian

Bubu Tambun Botol Film

Alat Bedah Mikroskop Binokuler

Formalin 15%

(40)

25 Lampiran 3 Perbandingan kondisi terumbu karang buatan

Dokumentasi 2012 Sumber : Pardede (2012)

Dokumentasi 2013 Sumber : Doni Periyanto

Terumbu buatan sebelum diletakkan di perairan

(41)

26

Lampiran 4 Hasil tangkapan ikan dominan pada bubu tambun

Kerapu Lumpur (Epinephelus tauvina)

Kakak Tua Scarus niger

Betok Susu Dischitodus perspicillatus

Kerapu Merah Plectropomus leopardus

(42)

27

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bengkulu pada tanggal 18 Maret 1990 dari ayah Musriyadi Nabiu dan ibu Sapta Suryaningsih. Penulis adalah putri pertama dari tiga bersaudara. Tahun 2008 penulis lulus dari SMA Negeri 2 Kota Bengkulu dan pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) dan diterima di Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.

Selama mengikuti kegiatan perkuliahan, penulis bergabung di organisasi kemahasiswaan HIMAFARIN (Himpunan Mahasiswa Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan) dan aktif di UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa) Paduan Suara Mahasiswa Institut Pertanian Bogor Agria Swara. Selama di UKM tersebut, penulis aktif mengikuti berbagai kegiatan internal dan eksternal kampus. Penulis juga aktif mengikuti lomba paduan suara yang diadakan pada tingkat nasional. Dua tahun berturut-turut, penulis sebagai salah satu anggota tim paduan suara ikut mengantarkan timnya menjadi Juara II pada Lomba Lagu Perjuangan yang dilaksanakan di Universitas Tarumanegara di tahun 2010 dan 2011. Tahun 2012 penulis juga menjadi satu dari 40 delegasi Institut Pertanian Bogor dan Indonesia dalam kompetisi paduan suara internasional The 4th International Harald Andersen Chamber Choir Competition yang dilaksanakan di Helsinki, Finlandia.

Dalam rangka menyelesaikan studinya, penulis melakukan penelitian dan

menyusun skripsi dengan judul “Uji Coba Penangkapan Bubu pada Terumbu

Karang Buatan di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta” dibawah

Gambar

Gambar 1 Kerangka pemikiran pendekatan penelitian
Gambar 2 lokasi penelitian
Gambar 3 Konstruksi bubu tambun
Gambar 5 Konstruksi terumbu buatan
+5

Referensi

Dokumen terkait

 Rencana Strategik Tahun 2016-2021 BAB VIII PENUTUP Rencana Strategis Renstra Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Bengkalis Tahun 2016-2021 ini merupakan

PERBEDAAN ANTARA AUDIT DAN AKUNTANSI (LANJUTAN) Transaksi Yang Mempunyai Nilai Uang Bukti Pembukuan Special Journal Trial Balance General Ledger Subsidiary Ledger Laporan

Metode BATIK (baca, tulis dan karya) dapat meningkatkan minat siswa dan mahasiswa untuk belajar bahasa Indonesia, dengan menggunakan dan mengenalkan budaya masayarakat

Dari tabel IV.C.26 dapat dilihat bahwa pola produksi yang paling baik digunakan oleh PT.Batik Danar Hadi Solo untuk batik tulis pada tahun 2006 adalah pola produksi bergelombang

Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa Yang Bersumber Dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014

Hasil dari penelitian menyimpulkan bahwa pola aktivitas pengayuh becak dengan menggunakan kekuatan otot kaki, disertai dengan semakin lamanya bekerja dan beban berat yang

Sekolah- sekolah Muhammadiyah eksis sejak ibu kota provinsi hingga ke desa-desa dan ini memberikan peran luar biasa dalam memberikan kesempatan pendidikan kepada

Kandungan asam lemak tak jenuh khususnya omega-3 seperti EPA dan DHA didalam minyak ikan 6 menjadikan minyak tersebut memiliki nilai jual tinggi, disebabkan karena