• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembuatan Pelapis Bionanokomposit Dari Tapioka, Nanopartikel Zno, Asam Stearat Serta Aplikasinya Pada Mangga Terolah Minimal

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pembuatan Pelapis Bionanokomposit Dari Tapioka, Nanopartikel Zno, Asam Stearat Serta Aplikasinya Pada Mangga Terolah Minimal"

Copied!
63
0
0

Teks penuh

(1)

PEMBUATAN PELAPIS BIONANOKOMPOSIT DARI TAPIOKA,

NANOPARTIKEL

ZnO DAN ASAM STEARAT SERTA

APLIKASINYA PADA MANGGA TEROLAH MINIMAL

ATA ADITYA WARDANA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pembuatan Pelapis Bionanokomposit dari Tapioka, Nanopartikel ZnO dan Asam Stearat serta Aplikasinya pada Mangga Terolah Minimal adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, April 2016

Ata Aditya Wardana

F251130361

(4)

RINGKASAN

ATA ADITYA WARDANA. Pembuatan Pelapis Bionanokomposit dari Tapioka, Nanopartikel ZnO, Asam Stearat serta Aplikasinya pada Mangga Terolah Minimal. Dibimbing oleh NUGRAHA EDHI SUYATMA, TIEN R. MUCHTADI dan SRI YULIANI.

Pelapis edibel merupakan salah satu bahan pelapis untuk menekan penurunan mutu pangan. Pati merupakan polimer alami yang potensial untuk pembuatan pelapis edibel karena renewable, ramah lingkungan, melimpah dan murah. Pemanfaatan lemak atau lipida seperti asam stearat pada pelapis edibel dapat memperbaiki sifat barrier terhadap uap air. Akhir-akhir ini, penelitian di bidang pelapis edibel telah berkembang dengan menggunakan bionanokomposit. Nanopartikel ZnO (NP-ZnO) sebagai filler banyak digunakan di bidang pangan karena aman, sumber suplemen Zn dan fortifikasi serta memiliki kemampuan antimikroba. Mangga terolah minimal memiliki potensi tinggi untuk dipasarkan karena banyaknya permintaan konsumen terhadap makanan segar dan siap santap. Namun pengolahan minimal tersebut menyebabkan penurunan mutu buah semakin cepat karena peningkatan respirasi, kehilangan air dan aktivitas mikroba. Oleh karena itu tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji karakteristik pelapis bionanokomposit dari tapioka, NP-ZnO dan asam stearat, serta mengkaji pengaruh aplikasi pelapis bionanokomposit terpilih terhadap mutu mangga terolah minimal selama penyimpanan.

Penelitian dilakukan dalam dua tahap yaitu pembuatan film bionanokomposit dan aplikasi pelapisan bionanokomposit formulasi terpilih pada mangga terolah minimal dimana masing-masing menggunakan rancangan acak lengkap faktorial (NP-ZnO: 0, 1, 2% dan asam stearat: 0, 30% (b/btapioka) dan rancangan acak kelompok lengkap. Data dianalisis dengan analisis sidik ragam (α= 5%) dan dilanjutkan dengan uji DMRT (Duncan Multiple Range Test).

Penambahan NP-ZnO dan asam stearat dapat memperbaiki beberapa karakteristik film bionanokomposit. Keberadaan NP-ZnO tidak terlihat dengan jelas dan struktur permukaan film dengan penambahan asam stearat terlihat lebih halus. Struktur kristalinitas dengan XRD menunjukkan peningkatan pada film yang terbuat dari tapioka (28%) serta tapioka + asam stearat + NP-ZnO 2% (24.35%). Tiga formulasi yang terpilih digunakan untuk aplikasi pelapisan pada mangga terolah minimal. Pelapisan bionanokomposit mampu menekan perubahan susut bobot, browning index, kekerasan, total asam, total padatan terlarut, laju produksi CO2 dan total mikroba dibandingkan kontrol. Penghambatan penurunan mutu terbaik dimiliki oleh mangga terolah minimal dengan pelapisan tapioka + asam stearat + NP-ZnO 2%. Selain itu pada hari ke-6 mangga dengan perlakuan tapioka + NP-ZnO 2% dan tapioka + asam stearat + NP-ZnO 2% (4.84 ± 0.02 dan 4.80 ± 0.07 log cfu/g) memiliki cemaran mikroba yang masih di bawah ambang batas aman cemaran mikroba. Sedangkan pada sampel kontrol dan pelapisan tapioka (5.38 ± 0.04 dan 5.41 ± 0.04 log cfu/g) hampir mencapai ambang batas cemaran mikroba.

(5)

SUMMARY

ATA ADITYA WARDANA. Fabrication of Edible Coating Bionanocomposites from Tapioca, ZnO Nanoparticles and Stearic Acid and Its Application on Minimally Processed Mango. Supervised by NUGRAHA EDHI SUYATMA, TIEN R. MUCHTADI and SRI YULIANI.

Edible coating is a material that can help to maintain food quality. Starch is a potential natural polymer for manufacturing edible coating because of renewable, ecofriendly, abundant and low cost. Utilization of fatty acid such as stearic acid can improve the water vapor barrier properties. Recently, research on edible coatings have evolved into the development of bionanocomposites. ZnO nanoparticles (NP-ZnO) as a polymer filler agent has been interesting material in the food field because ZnO is a safe chemical substance and has been used as a source for Zn supplement and fortification and has antimicrobial activities. Minimally processed mango has a rapidly growing sector in the market because of increased consumer demand for fresh ready to eat. However, minimal processing causes a faster decrease in fruit quality due to increase of respiration, loss of water and microbial activities. Therefore, the aims of this research were to study the characteristic of bionanocomposite films made from tapioca, ZnO nanoparticles and stearic acid; and to study the effect of selected edible coating application on minimally processed mango during storage.

The study was conducted in two stages: fabrication of bionanocomposite films using completely randomized factorial design (NP-ZnO: 0, 1, 2% and stearic acid: 0, 30% by weight of tapioca), and application of selected edible coatings on minimally processed mango using completely randomized block design. Data were

analyzed by analysis of variance (α = 5%) and continued with DMRT (Duncan

Multiple Range Test).

The addition of NP-ZnO and stearic acid could improve some characteristics of the bionanocomposite films. The presence of NP-ZnO by using SEM was not observed clearly and the film surface structure with the addition of stearic acid was relatively smooth. The intensity of crystalline structure by using XRD showed an increase in the both cassava starch (28%) and cassava starch + stearic acid films + NP-ZnO 2% (24.3%). Three formulations were selected for coating on minimally processed mango. Bionanocomposite coatings were able to maintain a change in weight loss, browning index, hardness, total acidity, total soluble solids, CO2 production and microbial counts compared to the control. The best treatment was a minimally processed mango with cassava starch + stearic acid films + NP-ZnO 2%. Moreover on the sixth day, the mango coated with both cassava starch + NP-ZnO 2% and cassava starch + stearic acid films + NP-ZnO 2% (4.84 ± 0.02 and 4.80 ± 0.07 log cfu/g) have microbial counts below the threshold microbial contamination (5.70 log cfu/g). While, both control and cassava starch coating (5.38 ± 0.04 and 5.41 ± 0.04 log cfu/g) almost reached the threshold for microbial contamination.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Pangan

PEMBUATAN PELAPIS BIONANOKOMPOSIT DARI

TAPIOKA, NANOPARTIKEL

ZnO DAN ASAM STEARAT

SERTA APLIKASINYA PADA MANGGA TEROLAH MINIMAL

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2016

(8)
(9)

Judul Tesis : Pembuatan Pelapis Bionanokomposit dari Tapioka, Nanopartikel ZnO dan Asam Stearat serta Aplikasinya pada Mangga Terolah Minimal

Nama : Ata Aditya Wardana NIM : F251130361

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr Nugraha Edhi Suyatma, STP, DEA Ketua

Prof Dr Ir Tien R. Muchtadi, MS Anggota

Dr Sri Yuliani, MT Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Ilmu Pangan

Prof Dr Ir Ratih Dewanti-Hariyadi, MSc

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(10)
(11)

PRAKATA

Segala pujian terbaik dan syukur hanya bagi Allah SWT, shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada nabi Muhammad SAW. Tema yang dipilih pada penelitian ini yaitu teknologi pengemasan, dengan judul Pembuatan Pelapis Bionanokomposit dari Tapioka, Nanopartikel ZnO dan Asam Stearat serta Aplikasinya pada Mangga Terolah Minimal.

Terimakasih penulis ucapkan kepada Dr Nugraha Edhi Suyatma, STP, DEA, Prof Dr Ir Tien R. Muchtadi, MS dan Dr Sri Yuliani, MT atas bimbingan dan saran membangun yang telah diberikan. Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada Balai Besar Litbang Pascapanen yang telah memfasilitasi serta membiayai penelitian ini melalui program Konsorsium Agro - Nanoteknologi Indonesia 2014/2015. Ungkapan terimakasih setinggi - tingginya juga disampaikan kepada kedua orang tua Drs H Sumantri dan Hj Umi Mar’ah, Spd, adik Ita Dwi Wulandari, guru - guru saya Ajengan Hj Sumirat Afandi Qudsi, Prof Dr Kyai H Achmad Mudlor, SH, Kyai H Syuyuti Syakuri serta semua dosen ilmu pangan IPB atas bimbingan, kesabaran, doa, dukungan dan nasihatnya. Selain itu, penghargaan penulis sampaikan kepada teman - teman mahasiswa ilmu pangan, teknisi laboratorium nanoteknologi balitbang pasca panen dan rekayasa ilmu dan teknologi pangan IPB, serta semua yang telah membantu penelitian ini.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, April 2016

(12)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

Hipotesis Penelitian 2

2 TINJAUAN PUSTAKA 3

Mangga Terolah minimal 3

Pelapis Bionanokomposit Edibel 4

Hasil-hasil Penelitian Mangga Terolah Minimal 8 Potensi Pelapis Bionanokomposit pada Mangga Terolah Minimal 11

3 METODE PENELITIAN 13

Waktu dan Lokasi 13

Bahan dan Peralatan 13

Metode 13

Diagram Alir Penelitian 14

Prosedur Analisis 16

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 19

Pembuatan Film Bionanokomposit 19

Aplikasi Pelapis Bionanokomposit pada Mangga Terolah Minimal 23

5 SIMPULAN DAN SARAN 31

DAFTAR PUSTAKA 33

LAMPIRAN 38

(13)

DAFTAR TABEL

1 Kandungan kimia daging buah mangga arumanis 3 2 Hasil penelitian edible coating pada buah terolah minimal 4 3 Aplikasi nanokomposit dan nanopertikel sebagai antimikroba 5 4 Aplikasi edible coating dengan memanfaatkan inkorporasi

NP-ZnO 11

5 Karakteristik fisik film bionanokomposit 19

6 Penilaian pelapis bionanokomposit terbaik 23 7 Nilai L* a* b* mangga terolah minimal selama penyimpanan 8oC 24 8 Total mikroba mangga terolah minimal selama penyimpanan 8oC 29

DAFTAR GAMBAR

1 Ilustrasi perbaikan barrier bionanokomposit 5 2 Variasi mekanisme antimikroba oleh material nano 7 3 Diagram alir pembuatan film bionanokomposit 14 4 Diagram alir pembuatan mangga terolah minimal

dan pelapisan bionanokomposit 15

5 Film bionanokomposit 19

6 Karakteristik mekanis film bionanokomposit 21

7 Morfologi film bionanokomposit 22

8 Susut bobot mangga terolah minimal selama penyimpanan 8oC 23 9 Browning index mangga terolah minimal selama

penyimpanan 8oC 25

10 Kekerasan mangga terolah minimal selama penyimpanan 8oC 26 11 Total asam mangga terolah minimal selama penyimpanan 8oC 27 12 TPT mangga terolah minimal selama penyimpanan 8oC 27 13 Laju produksi CO2 buah mangga terolah minimal selama

penyimpanan 8oC 28

14 Penampakan visual mangga terolah minimal pada hari ke-0 dan

hari ke-12 30

DAFTAR LAMPIRAN

1 Analisis statistik film bionanokomposit 39

2 Analisis statistik pelapisan bionanokomposit pada mangga

terolah minimal 43

(14)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pelapisan edibel merupakan salah satu alternatif metode untuk menekan penurunan mutu pangan. Kelebihan yang dimiliki pelapis edibel yaitu layak dikonsumsi dan permukaan produk terjaga dari pencemaran luar. Bahan dasar pembuatan pelapis edibel digolongkan menjadi tiga kelompok yaitu hidrokoloid (protein dan polisakarida), lipida (asam lemak dan wax) dan komposit. Pati merupakan polimer alami yang potensial untuk pembuatan pelapis edibel karena

renewable, ramah lingkungan, melimpah dan murah. Karbohidrat dan turunannya memiliki barrier (ketahanan) terhadap gas O2 dan CO2, sifat fisik yang baik, namun lemah terhadap ketahanan transfer uap air karena bersifat hidrofilik (suka air). Pemanfaatan lemak atau lipida seperti asam stearat pada pelapis edibel dapat digunakan untuk memperbaiki sifat barrier terhadap uap air.

Beberapa penelitian aplikasi pelapis edibel pada buah terolah minimal diantaranya Nongtaudum dan Jangchud (2009) dengan bahan kitosan 0.8% dapat mempertahankan mutu mangga terolah minimal hingga 7 hari. Peneliti lain juga melaporkan bahwa pelapisan edibel dari tapioka 1% dan nanopartikel ZnO (NP-ZnO) 1% mampu mempertahankan mutu salak pondoh terolah minimal selama penyimpanan 14 hari serta memiliki aktivitas antimikroba terhadap Escherichia coli

dan Staphylococcus aureus (Marpaung et al. 2015).

Penelitian - penelitian di bidang pelapis edibel telah berkembang dengan aplikasi teknologi nano. Bionanokomposit merupakan generasi baru dari nanokomposit yang memanfaatkan bahan polimer alami dan bahan pengisi (filler)

nanopartikel baik organik atau anorganik (Darder et al. 2007; Ma et al. 2009). Pengisi berskala nano menunjukkan perbaikan sifat fisik dan mekanik (Sorrentino

et al. 2007; Shi dan Gunasekaran 2008; Avella 2009). Pemanfaatan NP-ZnO banyak digunakan di bidang pangan karena aman, sumber suplemen Zn dan memiliki kemampuan antimikroba (Shi dan Gunasekaran 2008; Suyatma et al.

2014).

Tuntutan pekerjaan serta kesadaran masyarakat terhadap pentingnya konsumsi buah-buahan menyebabkan bergesernya gaya hidup. Gaya hidup masyarakat terhadap konsumsi buah-buahan yang sedang berkembang saat ini adalah menginginkan buah - buahan yang cepat saji, segar, praktis dan berkualitas. Untuk memenuhi keinginan tersebut maka dikembangkan produk - produk buah terolah minimal. Buah terolah minimal merupakan buah yang mengalami serangkaian perlakuan untuk menghilangkan bagian yang tidak dikonsumsi dan ukurannya diperkecil (Lee et al. 2003).

Mangga terolah minimal memiliki potensi tinggi untuk dipasarkan karena banyaknya permintaan konsumen terhadap makanan segar dan siap santap (Souza

(15)

2009). Oleh karena itu dengan kelebihan yang dimiliki pelapis bionanokomposit membuka peluang aplikasinya pada manga terolah minimal.

Perumusan Masalah

Pelapis bionanokomposit merupakan komposit yang tersusun dari matriks polimer alami dan pengisi berupa materi dalam ukuran nanometer. Pada penelitian ini, pelapis bionanokomposit terbuat dari tapioka, NP-ZnO dan asam stearat. Tapioka memiliki barrier terhadap gas dan sifat fisik yang baik, namun lemah terhadap ketahanan transfer uap air. Penambahan asam stearat diharapkan mampu memperbaiki sifat barrier terhadap uap air tersebut karena cenderung bersifat hidrofobik. Selain itu, pada penelitian ini juga ditambahkan NP-ZnO untuk memperbaiki sifat fungsional pelapis bionanokomposit. Penelitian - penelitian terdahulu telah membuktikan bahwa NP-ZnO memiliki aktivitas antimikroba. Dengan perbaikan sifat fungsional yang dimiliki bionanokomposit membuka peluang pemanfaatannya sebagai pelapis mangga terolah minimal. Hal ini dikarenakan gaya hidup masyarakat terhadap konsumsi buah yang sedang berkembang saat ini cenderung menginginkan buah yang cepat saji, segar dan praktis. Namun, penurunan mutu mangga terolah minimal lebih cepat jika dibandingkan mangga utuh karena adanya peningkatan reaksi fisiologis, biokimia serta mikrobiologis akibat proses perlukaan. Oleh karena itu aplikasi pelapis bionanokomposit pada penelitian ini diharapkan mampu menghambat penurunan mutu tersebut.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji karakteristik fisik, mekanis dan struktur film bionanokomposit dari tapioka, NP-ZnO dan asam stearat, serta mengkaji pengaruh aplikasi pelapis bionanokomposit terpilih terhadap mutu mangga terolah minimal selama penyimpanan.

Manfaat Penelitian

Penggunaan tapioka, NP-ZnO dan asam stearat diharapkan mampu memperbaiki karakteristik pelapis bionanokomposit yang dihasilkan serta mampu menghambat penurunan mutu mangga arumanis terolah minimal sebagai produk siap konsumsi.

Hipotesis Penelitian

(16)

2 TINJAUAN PUSTAKA

Mangga Terolah Minimal

Dalam bahasa botani, mangga disebut Mangifera indica L., yang berarti tanaman mangga berasal dari India (Pracaya 2011). Sebagian besar masyarakat dunia menjuluki buah manga sebagai king of the fruits. Di Indonesia varietas mangga yang ideal untuk diekspor adalah Arumanis karena memiliki daging buah yang tebal dengan biji tipis, berserta, rasa, aroma, tekstur yang disukai konsumen, serta daya simpan yang baik (Rebin et al. 2012). Berdasarkan proyeksi data dari Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian (2014), produksi mangga di Indonesia selama tahun 2014 - 2019 mengalami peningkatan hingga 2.8 juta ton per tahun. Sentra produksi utama mangga di Indonesia yaitu Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Sulawesi Selatan. Kandungan kimia daging buah mangga arumanis per 100 g dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Kandungan kimia daging buah mangga arumanis

Komponen Jumlah Komponen Jumlah

Karbohidrat

Sumber: Direktorat Bina Produksi Hortikultura (1989) Mangga terolah minimal

Saat ini banyak dikembangkan produk mangga terolah minimal karena banyaknya permintaan konsumen terhadap makanan segar dan siap santap (Souza

et al. 2006). Proses pengolahannya dilaksanakan secara minimal seperti pengupasan (trimming), pemotongan (cutting), dan perendaman (dipping) untuk berbagai keperluan seperti aplikasi disinfektan, karbonasi, edible coating, serta pengemasan menggunakan sistem modifikasi atmosfir.

Pengupasan dan pemotongan mengakibatkan terjadinya perubahan yang tidak diinginkan karena keutuhan sel produk berkurang, peningkatan laju respirasi, laju produksi etilen, degradasi membran lipid, reaksi pencoklatan, laju penguapan air dan aktivitas mikroba (Laurila dan Ahvenainen 2002; Rojas et al.

(17)

penting lainnya adalah lipooksidase yang mengkatalisis peroksidasi menyebabkan pembentukan komponen aldehid dan keton yang baunya tidak enak (Sugiar dan Ayustaningwarno 2012). Selain itu, ketersediaan gula yang banyak dan permukaan buah yang dipotong merupakan media yang baik bagi perkembangan mikroorganisme yang membahayakan kesehatan. Corbo et al. (2010) menyatakan bahwa mikroflora yang berpotensi terdapat pada buah potong diantaranya bakteri (seperti Pseudomonas, Erwinia, Enterobacter, Lactobacillus spp.), fungi

(Rhizopus, Aspergillus, Penicillium, Eurotium, Wallemia), yeast (Saccharomyces, Zygosaccharomyces, Hanseniaspora, Candida, Debaryomyces, Pichia), virus dan parasit.

Pelapis Bionanokomposit Edibel

Pelapis edibel adalah lapisan tipis yang dapat dimakan yang digunakan pada makanan. Pelapis edibel berfungsi sebagai barrier terhadap transfer massa,

carrier bahan makanan dan aditif, serta untuk memudahkan penanganan makanan. Dapat diaplikasikan dengan berbagai cara seperti pencelupan, penyemprotan, penetesan, dan pembuihan. Bahan dasar pembuatan pelapis edibel dapat digolongkan menjadi tiga kelompok yaitu hidrokoloid (protein dan polisakarida), lipida (asam lemak dan wax) dan komposit. Selain itu untuk memperbaiki sifat mekanik juga digunakan bahan tambahan seperti pemlastis dan emulsifier. Menurut Baldwin (1994) polisakarida lebih unggul dalam menahan perpindahan gas O2 dan CO2, meningkatkan kekuatan fisik, namun ketahanan terhadap uap air sangat rendah akibat sifat hidrofiliknya.

Tabel 2. Hasil penelitian edible coating pada buah terolah minimal

Jenis buah Perlakuan Suhu Lama

protein isolate and organo - clay nanocomposite

5oC 12 hari Cortez-Vega et

al. (2014)

Pepaya Bacteriocin - incorporated alginate coating

(18)

penggunaan bahan aktif dan penggunaan edible coating. Edible coating sangat membantu kelancaran pemasaran buah dan sayuran segar terolah minimal.

Sumber Bionanokomposit

Komposit memiliki dua komponen yaitu reinforcement atau filler dan matriks. Reinforcement berfungsi sebagai penguat atau pengeras material dari suatu komposit sedangkan matriks berfungsi untuk menjaga bahan penguat agar tetap pada tempatnya di dalam struktur (Harper 1996; Saputra 2011). Bionanokomposit merupakan komposit yang tersusun dari matriks polimer alami dan pengisi berupa materi dalam skala nanometer.

Tabel 3. Aplikasi nanokomposit dan nanopertikel sebagai antimikroba Material Jenis Mikroba Diameter zona

hambat (mm)

(19)

konvensional lainnya. Selain itu pengisi nanopartikel yang terbuat dari oksida logam dengan ukuran kurang dari 100 nm menunjukkan aktivitas antimikroba (Marpaung et al. 2015). Beberapa peneliti telah melaporkan bahwa nanopartikel seperti NP-ZnO, NP-Ag, NP-Au, NP-TiO2 memiliki kemampuan antimikroba (Tabel 3).

Tapioka dan asam stearat sebagai polimer bionanokomposit

Pati sampai saat ini merupakan polimer alami yang paling dipromosikan dalam pembuatan pelapis edibel maupun dalam pembuatan material biodegradabel karena sumbernya dapat diperbarui terus menerus (renewable),

ramah lingkungan, ketersediaannya yang sangat melimpah, murah (Yu et al.

2009) dan memiliki sifat mekanik yang bagus. Selain itu pati dapat berfungsi sebagai penghalang uap air, gas, dan zat terlarut lainnya dengan baik. Pada komposit pati juga dapat berperan sebagai pembawa bahan fungsional seperti agen antimikroba sehingga meningkatkan kualitas dan memperpanjang umur simpan buah-buahan dan sayuran segar terolah minimal (Marpaung et al. 2015).

Tapioka mempunyai amilopektin tinggi, tidak mudah menggumpal, daya lekatnya tinggi, tidak mudah pecah, atau rusak dan mempunyai suhu gelatinasasi relatif rendah. Tapioka memiliki kadar amilosa 11.6% dan amilopektin 76.2% (Zulfa 2011). Pendapat lain menyebutkan bahwa tapioka mengandung 83% amilopektin yang mengakibatkan pasta yang terbentuk menjadi bening dan kecil kemungkinan untuk terjadi retrogradasi (Chan 1983).

Beberapa hasil penelitian pemanfaatan tapioka sebagai matriks komposit diantaranya Chiumarelli et al. (2012) melaporkan bahwa optimasi terbaik yang didapat yaitu 3 g tapioka / 100 g larutan, 1.5 g gliserol / 100 g larutan, carnauba wax: asam lemak stearat dengan rasio 0.2 : 0.8 g / 100 g larutan. Hasil dari penelitian Zhong et al. (2008) menunjukkan bahwa pelapis edibel dari kitosan, tapioka (50, 100, 150 g / 100 g kitosan), gelatin (0, 25, 50 g / 100 g kitosan) dan gliserol (21, 42, 63 g/100 g kitosan) memiliki interaksi dan molecular miscibility

antar komponen, serta menghambat pertumbuhan pitopatogen.

Asam stearat atau asam oktadekanoat adalah asam lemak jenuh dengan rumus kimia CH3(CH2)16COOH dan berwujud padat pada suhu ruang. Asam stearat diproses dengan memperlakukan lemak hewan dengan air pada suhu dan tekanan tinggi juga dari hidrogenasi minyak nabati.

Fungsi utama lipid adalah untuk sebagai barrier kelembaban karena kepolaritasannya yang rendah. Namun, karakteristik hidrofobik dari lipid dapat membentuk lapisan film yang lebih tebal dan lebih rapuh, menyebabkan kondisi anaerob pada suhu penyimpanan yang lebih tinggi dan tidak menempel pada permukaan hidrofilik. Lipid yang umum digunakan dalam pembuatan coating

untuk produk terolah minimal adalah asam stearat, asam palmitat dan beberapa minyak nabati, seperti kedelai dan bunga matahari (Chiumarelli et al. 2012)

(20)

Nanopartikel ZnO sebagai filler bionanokomposit

Pengisi yang berskala nano sangat mempengaruhi sifat-sifat komposit yang dihasilkan dan menunjukkan perbaikan pada sifat fisik dan mekanik jika dibandingkan dengan material konvensional lainnya (Avella 2009). Aktivitas antimikroba dari nanopartikel berhubungan dengan beberapa mekanisme. Nanopartikel dapat secara langsung berinteraksi dengan sel-sel mikroba, misalnya mengganggu transmembran transfer elektron, mengganggu/menembus membran sel, atau oksidasi komponen sel, atau menghasilkan produk sekunder (misalnya

reactive oxygen species (ROS) atau ion-ion logam berat terlarut yang menyebabkan kerusakan (Li et al. 2008).

Dalam bidang pangan, material nano yang paling sering digunakan untuk adalah NP-ZnO dikarenakan senyawa kimia yang aman, sebagai sumber suplemen Zn atau fortifikasi pada industri pangan dan memiliki kemampuan antimikroba. Penelitian yang memanfaatkan nanopartikel ZnO sebagai filler dalam pembuatan nanokomposit diantaranya Liu et al. (2009) yang melaporkan bahwa NP-ZnO pada konsentrasi yang lebih tinggi dari 3 mmol/l secara signifikan dapat menghambat pertumbuhan E. coli, dibandingkan dengan kontrol, Nafchi et al.

(2012) menggunakan pati sagu - NP-ZnO (1-5%) dapat menghambat pertumbuhan

S. aureus, Kanmani dan Rhim (2014) menggunakan agar, karagenan, CMC - NP-ZnO dapat menghambat pertumbuhan E. coli dan L. monocytogenes.

Hasil-Hasil Penelitian Mangga Terolah Minimal

Pengaruh perlakuan proses persiapan (pretreatment)

Ngarmsak et al. (2005) melaporkan bahwa pencucian mangga utuh Chok Anun di air hangat (50oC) atau dingin (12oC) chlorin (100 ppm) selama 5 menit secara signifikan dapat mengurangi jumlah populasi mikroba pada kulit dan batang mangga. Populasi mikroba pada irisan mangga dari buah yang tanpa dicuci secara signifikan lebih tinggi daripada yang dicuci setelah 7 hari di 5oC.

(21)

fenol oksidase. Selain itu, kekakuan (rigid) kemasan penting untuk mengurangi kehilangan air dan kerusakan mekanis selama distribusi. Chantanawarangoon (2000) menemukan bahwa mangga kupas memiliki tingkat respirasi dan produksi etilen tertinggi kemudian diikuti oleh mangga utuh dan irisan mangga (cube)

masing-masing. Mangga utuh yang dikupas memiliki respirasi yang lebih rendah dan tingkat produksi etilen yang mirip dibandingkan dengan cube mangga. Tingkat produksi C2H4 dan CO2 dari mangga utuh sekitar 1.5 - 2 kali lebih tinggi dibandingkan mangga utuh yang dikupas. Hasil ini menunjukkan bahwa mangga kupas merupakan kontributor utama produksi C2H4 dan CO2 buah mangga. Tingkat produksi CO2 cube mangga adalah sekitar 1.5 kali lebih tinggi dibandingkan mangga utuh kupas, yang menunjukkan bahwa pemotongan menyebabkan respirasi mangga menjadi meningkat. Namun, tingkat produksi CO2 dan C2H4 dari mangga utuh sekitar 1.5 kali lebih tinggi daripada cube mangga. Ini berarti bahwa langkah-langkah persiapan cube mangga, termasuk pengupasan dan pemotongan, mengakibatkan pengurangan tingkat produksi CO2 dan C2H4. Gil et

al (2006) merekomendasikan pengupasan kulit mangga seluruhnya dengan pisau atau pengupas yang sangat tajam untuk menghindari perubahan warna coklat dari jaringan kulit yang tersisa, yang muncul lebih cepat dibandingkan perubahan coklat jaringan daging mangga.

Pengaruh perlakuan kalsium untuk retensi kekerasan tekstur mangga

Pada 5°C, umur simpan cube mangga yang diberi perlakuan air suling (kontrol), 0.5% CaCl2 dan 1% CaCl2 adalah masing-masing sekitar 5, 7 dan 9 hari (Chantanawarangoon 2000). Kubus mangga yang diberi perlakuan 1% CaCl2 memiliki ketegasan daging dan kandungan kalsium yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan 0.5% CaCl2 atau air (kontrol). Kekerasan kubus mangga di semua perlakuan menurun selama penyimpanan. Namun, kekerasan kubus mangga yang diberi perlakuan dengan 1% CaCl2 secara signifikan lebih tinggi daripada 0.5% CaCl2 atau air (kontrol). Kekerasan pada hari 9 dari kubus mangga dengan 1% CaCl2 menurun sekitar 25% dari kekerasan awal.

Trindade et al. (2003) menyimpulkan bahwa kondisi yang paling cocok untuk mempertahankan kualitas mangga potong Tommy Atkins adalah dengan perendaman dalam larutan kalsium klorida 3.5% pada 35oC selama 20 menit dan dekemas dengan active modified atmosphere (5% oksigen + 5% karbon dioksida). Dengan kondisi tersebut, mutu mangga potong dapat dipertahankan selama 5 hari di 5oC. Umur simpan yang relatif singkat mungkin dikarenakan jangka waktu antara panen di Brazil dan pengolahan di Portugal yang panjang.

Pengaruh suhu penyimpanan dan kelembaban relatif

Menjaga keutuhan dan kesegaran buah potong pada rentang suhu dan kelembaban relatif yang optimal adalah faktor yang paling penting dalam menjaga kualitas dan meminimalkan kerugian pascapanen. Setiap peningkatan suhu 10°C mempercepat kerusakan dan tingkat kehilangan mutu gizi sebanyak 2 - 3 kali lipat. Penundaan antara waktu panen dan pendinginan atau pengolahan dapat mengakibatkan kerugian kuantitatif (akibat kehilangan air dan pembusukan) dan kerugian kualitatif (kerugian dalam rasa dan kualitas gizi) (Kader 2008).

(22)

disimpan pada 0oC adalah sekitar 2.5 kali lebih tinggi daripada 5oC dan 2oC. Umumnya, semakin rendah suhu maka produksi CO2 dan C2H4 juga lebih rendah. Namun, pada suhu dingin banyak buah-buahan dan sayuran yang sensitif dingin menunjukkan peningkatan tingkat produksi respirasi dan etilen. Oleh karena itu, semakin tinggi produksi C2H4 potongan kubus mangga yang disimpan pada 0oC bisa menjadi tanda chilling injury. Gejala chilling injury dengan jelas teramati pada hari 13 dengan adanya warna gelap permukaan.Tak satu pun dari potongan kubus mangga yang disimpan pada 0, 2 atau 5°C memiliki juice leakage selama 13 hari penyimpanan. Kualitas visual secara keseluruhan potongan kubus mangga yang disimpan pada 2°C sedikit lebih baik daripada mangga yang disimpan pada suhu 5°C atau 0°C. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 2°C sampai 5°C adalah kisaran suhu optimal untuk penyimpanan mangga potong sedangkan penyimpanan pada 0°C selama lebih dari 10 hari dapat menyebabkan chilling injury.

Maciel et al. (2004) mengamati bahwa karakteristik sensorik dari mangga

Espada terolah minimal secara signifikan berubah selama penyimpanan dengan waktu penyimpanan 4 hari di 7oC dan kelembaban relatif 61%.

Dea et al. (2008) menemukan bahwa umur simpan mangga potong Kent

adalah 3 sampai 4 hari di 12oC dan 5 sampai 6 hari di 5oC. Masih belum jelas apakah masa penyimpanan di 5oC ini menyebabkan chilling injury pada mangga potong karena tidak ada gejala chilling injury yang terlihat. Namun, berkurangnya kandungan asam askorbat dan meningkatnya pelunakan pada 5oC diduga karena mangga potong mengalami chilling stress.

Pengaruh perlakuan anti browning

Reaksi pencoklatan (browning) terjadi akibat oksigen yang berhubungan langsung dengan poliphenol dan dikatalisa oleh enzim poliphenol oksidase

membentuk senyawa melanin berwarna cokelat. Oksigen dapat berhubungan dengan poliphenol bila terdapat sel atau jaringan yang terbuka akibat luka. Chantanawarangoon (2000) melaporkan bahwa selama penyimpanan pada suhu 5°C, potongan kubus mangga tanpa perlakuan pencelupan dan pencelupan ke dalam air memiliki skor kualitas visual yang secara signifikan lebih rendah dibandingkan mangga yang diberi perlakuan dengan berbagai larutan kimia Pada hari 12 penyimpanan, potongan kubus mangga yang diberi perlakuan dengan 1% CaCl2 + 1% asam askorbat + 0.5% L-sistein, 1% CaCl2 + 1% asam sitrat + 0.5% N-asetilsistein atau 1% CaCl2 + 1% asam askorbat memiliki skor kualitas visual yang lebih tinggi daripada yang dicelupkan ke dalam air. Tidak ada perbedaan yang signifikan dalam kekerasan kubus mangga yang diberi perlakuan dengan semua larutan kimia yang memiliki 1% CaCl2. Kekerasan potongan kubus mangga yang tanpa dicelupkan dan dicelupkan ke dalam air secara signifikan lebih rendah dibandingkan dengan mangga yang diberi perlakuan berbagai solusi kimia yang mengandung 1% CaCl2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1% CaCl2 sangat penting untuk menjaga keteguhan mangga potong.

(23)

N-asetilsistein, harus diterapkan disamping 1% CaCl2 untuk menunda kecoklatan. Dalam hal biaya dan ketersediaan bahan kimia yang foodgrade, asam askorbat sebanding dengan sitrat. Namun, L-sistein lebih murah dan lebih tersedia daripada N-asetilsistein. Oleh karenanya, campuran asam askorbat dan L-sistein dengan penambahan 1% CaCl2 mungkin menjadi pilihan yang lebih baik untuk menjaga kualitas batu mangga potong (Chantanawarangoon 2000).

Plotto et al. (2004) membandingkan pengaruh aplikasi edible coating

untuk menjaga kualitas mangga potong Tommy Atkins yang disimpan di 5oC atau 10oC. Potongan mangga yang dicelupkan selama 30 detik di 5ppm klorin dioksida, 2% kalsium askorbat dan 0.5% N-asetil-L-sistein (antioksidan) atau dilapisi dengan 1% karboksimetilselulosa (CMC) dan 0.5% maltodekstrin (CMM). Potongan mangga yang dilapisi dan mangga yang diberi perlakuan antioksidan dapat mempertahankan kualitas visual yang baik hingga 21 hari di 5oC atau 14 hari di 10oC. Penelitian ini menegaskan perlunya untuk memperlakukan mangga potong dengan antioksidan untuk mencegah warna gelap. Suhu penyimpanan 5oC dapat mempertahankan kualitas visual mangga potong, tapi secara keseluruhan senyawa volatil mengalami penurunan. Karboksimetilselulosa saja atau dalam kombinasi dengan maltodekstrin dapat memperbaiki mangga potong.

Kehilangan nutrisi pada mangga terolah minimal

Gil et al. (2006) melaporkan bahwa potongan kubus mangga Ataulfo dapat mempertahankan kualitas visual yang baik dan tidak ada perubahan yang signifikan pada parameter total padatan terlarut, total asam tertitrasi, dan pH hingga 9 hari, 5oC. Kandungan vitamin C awal adalah 80 mg / 100 g berat basah dan berkurang sekitar 10% pada hari ke-9, 5oC. Penurunan total konten karotenoid hingga hari ke-9 ketika adalah sekitar 25%. Ada sedikit penurunan total fenolik setelah 3 hari di 5oC, tetapi pada hari berikutnya hingga hari ke-9 tidak ditemukan penurunan. Secara umum, visual mangga potong rusak sebelum hilangnya nutrisi yang signifikan.

Gonzalez-Aguilar et al. (2007) melaporkan bahwa iradiasi ultraviolet C (UV-C) selama 10 menit menjadi teknik yang baik untuk meningkatkan total kapasitas antioksidan oleh peningkatan kandungan fenolik dan flavonoid mangga

Tommy Atkins terolah minimal yang disimpan selama 15 hari di 5oC. Namun, perlakuan tersebut dapat menurunkan kandungan vitamin C dan karotenoid.

Mikroba pada mangga terolah minimal

Umumnya, terdapat korelasi positif antara semakin lamanya masa simpan buah terolah minimal dan angka lempeng total, khususnya yeast dan kapang. Oleh karena itu, sangat penting untuk menghindari sumber kontaminasi mikroba dan mencuci buah sebelum pemotongan.

Narciso dan Plotto (2005) menunjukkan bahwa metode sanitasi buah utuh berperan dalam menentukan kebersihan buah. Penggunaan asam peroksiasetat (100 ppm) untuk membersihkan mangga Keitt utuh diikuti oleh 30 detik perendaman pada asam peroksiasetat (50 ppm) atau natrium hipoklorit (200 ppm) secara efektif mengurangi pertumbuhan mikroba dan menjaga jumlah mikroba tetap rendah pada permukaan potongan buah selama 21 hari.

(24)

termasuk buah-buahan segar dan terolah minimal, sayuran, dan telah menunjukkan kemampuan yang kuat untuk mengendalikan patogen. Dea et al.

(2008) mengkorelasikan kemampuan antibrowningsodium chlorite (3 mM) dalam menginaktivasi polifenol oksidase secara langsung dan mendegradasi oksidatif substansi fenolik.

Potensi Pelapis Bionanokomposit pada Mangga Terolah Minimal

Dari penejelasan di atas dapat diketahui bahwa tapioka memiliki kemampuan sebagai penghalang uap air, gas, dan zat terlarut lainnya dengan baik sebagai bahan dasar pembuatan nanokomposit. Marpaung et al. (2015) melaporkan bahwa nanokomposit dari tapioka 1% + NP-ZnO 1% mampu mempertahankan mutu salak pondoh terolah minimal selama penyimpanan 14 hari,serta memiliki aktivitas antimikroba terhadap Escherichia coli dan

Staphylococcus aureus. Namun bagaimanapun juga, sifat material yang hanya berbasis pati hasilnya kurang memuaskan dibandingkan dengan komposit dari berbagai bahan.

Tabel 4. Aplikasi edible coating dengan memanfaatkan inkorporasi NP-ZnO

Jenis buah Perlakuan Hasil Referensi

Fresh-Cut terhadap Escherichia coli,

Staphylococcus aureus dan dapat memperpanjang umur simpan hingga 6 hari dibandingkan kontrol

Secara nyata mampu mengurangi susut bobot dan menghambat pertumbuhan mikroba.

Sabarisman

et al. (2015)

Penambahan bahan lipida komposit dapat memeperbaiki kekurangan yang dimiliki pati yaitu berfungsi sebagai penghambat transfer uap air. Salah satu lipida yang paling efektif untuk diinkorporasikan dalam pembuatan edible coating

adalah asam stearat. Sabarisman et al. (2015) telah melakukan studi terhadap larutan nanocoating dari NP-ZnO (2% b/b pektin) dan asam stearat (1% b/b pektin) ke dalam larutan pektin (1% b/v aquades) dan mampu menekan susut bobot, menghambat pertumbuhan mikroba buah salak.

Mekanisme aktivitas antimikroba ZnO telah dilaporkan oleh Yousef et al.

(2012), ketika ZnO diaktifkan oleh UV dan cahaya tampak, maka akan dihasilkan e- + h+. Kemudian memecah molekul H2O (dari suspensi ZnO) menjadi OH- dan H+. Molekul oksigen terlarut diubah menjadi anion superoksida radikal (•O

(25)
(26)

3 METODE PENELITIAN

Waktu dan Lokasi

Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari 2015 - Desember 2015 di Laboratorium Pengolahan Pangan Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan FATETA IPB dan Laboratorium Nanoteknologi Balitbang Pertanian, Bogor.

Bahan dan Peralatan

Bahan yang digunakan yaitu mangga cv. Arumanis diperoleh dari kelompok tani buah (desa Munjul, kecamatan Astanajapura, Cirebon) yang berumur sekitar 90 hari setelah berbunga, NP-ZnO ukuran partikel 20 ± 5 nm dari Wako Pure Chemical Industries Ltd (Jepang), tapioka diperoleh dari sentra industri kecil tapioka (desa Ciluar, kecamatan Bogor Utara, Bogor), NaCl diperoleh dari Fisher Scientific, asam stearat, gliserol, CaCl2, media PCA dan tween 80 diperoleh dari Merck. Peralatan yang digunakan yaitu stirring hot plate dari Fisher Scientific,

ultraturrax digital IKA T-25, hand-held refractometer Atago N1, chromameter

Minolta CR-300, oven, micrometer digital Kincrome, microcomputer controlled universal testing machine model WDW 5E, X-ray diffractometer (XRD) 7000 Shimadzu, scanning electron microscopy (SEM) Zeiss EVO MA 10, analytical balance Sartorius model BSA 224, textur analyzer CT V1.2Brookfield,CO2 meter Lutron GCH dan beberapa alat pendukung analisis.

Metode

Penelitian dilakukan dalam dua tahap yaitu pembuatan film bionanokomposit edibel dan aplikasi pelapisan bionanokomposit pada mangga terolah minimal. Pembuatan film bionanokomposit edibel dilakukan dengan menambahkan NP-ZnO sebanyak 0, 1 dan 2% (b/btapioka) ke dalam aquades (500 ml) dan didispersikan dengan ultraturrax 15000 rpm selama 10 menit. Sebanyak 10 g tapioka + asam stearat 0 dan 30% (b/btapioka) ditambahkan sedikit demi sedikit dan diaduk dengan magnetic stirrer. Gliserol 30% (b/btapioka) dan tween 80 75% (b/b tapioka) masing-masing ditambahkan sebagai pemlastis dan pengemulsi. Larutan dipanaskan dan tetap diaduk hingga berwarna jernih dengan suhu sekitar 90oC selama 10 menit atau telah tergelatinisasi. Untuk mendapatkan film bionanokomposit, sebanyak 30 ml larutan dilakukan pencetakan pada cawan petri plastik diameter 80 mm dan dikeringkan pada oven dengan suhu 50oC (14 - 15 jam). Karakteristik yang diamati meliputi sifat fisik, struktur dan mekanis film bionanokomposit. Tiga formulasi terbaik dipilih untuk diaplikasikan pada manga terolah minimal.

(27)

terolah minimal tersebut dikemas dalam PET plastic tray ukuran 11 x 8 cm. Untuk meminimalisir terjadinya kontaminasi, mangga terolah minimal dimasukkan dalam

box plastik dan disimpan pada ruangan pendingin yang bersuhu 8oC. Pengamatan dilakukan setiap 3 hari hingga hari ke-12.

Diagram Alir Penelitian

Pencetakan menggunakan cawan diameter 80 mm

Pengeringan menggunakan oven 50oC, 14 - 15 jam

Pendinginan suhu ruang 5 menit

Film bionanokomposit

Pengukuran karakteristik fisik, struktur dan mekanis

Gambar 3 Diagram alir pembuatan film bionanokomposit Akuades (500 mL)

Penambahan NP-ZnO (0%, 1%, 2% (b/btapioka)

Pemanasan dan pengadukan (90oC selama 10 menit) Homogenisasi dengan ultraturrax 15000 rpm 10 menit

Penambahan tapioka 10 g, gliserol 30% (b/btapioka)

Penambahan tween 80 75% (b/btapioka),

(28)

Penirisan dan dikeringanginkan Pemotongan 1.5 - 2 cm3

Perendaman dalam larutan CaCl2 1% selama 5 menit

Pencelupan ke dalam larutan bionanokomposit selama 30 detik

Gambar 4 Diagram alir pembuatan mangga terolah minimal dan pelapisan bionanokomposit

Penirisan

Pengemasan dalam PET plastic tray

ukuran 11 cm x 8 cm

Penyimpanan pada cold room 8oC

Pengamatan hari ke-0, ke-3, ke-6, ke-9, ke-12

Buah mangga

Pencucian

Pengupasan

-Susut bobot -Kekerasan

-TPT -Total asam

(29)

Prosedur Analisis

Pengukuran karakteristik fisik film bionanokomposit

Ketebalan film diukur dengan menggunakan micrometer digital dengan akurasi 0.01 mm. Pengukuran dilakukan 5 kali pada tempat yang berbeda.

Karakteristik warna diuji menggunakan chromameter untuk menentukan perbedaan warna (ΔE) dengan sistem CIE (Kanmani dan Rhim 2014). Instrumen dikalibrasi dengan standar putih L*= 100.00, a*= -0.23 dan b*= 0.34. Pengukuran dilakukan pada 3 titik.

ΔE= (ΔL*2+ Δa*2+ Δb*2)1/2

Laju transmisi uap air film atau water vapor transmission rate (WVTR) diukur menggunakan metode ASTM D1249-90 (1993). Film dikondisikan dalam ruangan dengan RH 75% selama 24 jam. Bahan penyerap uap air sebanyak ± 8 g ditempatkan dalam cawan dan ditutup dengan sampel sedemikian rupa sehingga film tersebut tidak terdapat celah pada tepinya. Cawan disimpan dalam wadah (RH 75%) dan ditimbang tiap periode dengan ketelitian 0.0001 g.

WVTR=

Axt

Keterangan: W= perubahan berat, A= luas area film (m2), t= waktu (24 jam).

Pengukuran sifat mekanis film bionanokomposit

Sifat mekanis film diukur berdasarkan metode uji standar ASTM D 638-99 (1999). Kuat tarik dan elongasi diuji menggunakan microcomputer controlled universal testing machine. Kuat tarik dihitung berdasarkan beban maksimum saat film putus sedangkan elongasi berdasarkan selisih perpanjangan film awal dan saat putus.

Kuat tarik= F/A , % Elongasi= − x 100%

Keterangan: F= gaya kuat tarik (N), A= luas penampang bidang gaya (mm2), a= panjang awal (m), b= panjang akhir (m).

Pengukuran karakteristik struktur film bionanokomposit

Struktur kristalinitas film dianalisis menggunakan instrumen X-ray diffractometer. Film dengan ukuran 2.5 cm2 ditempatkan pada obyek gelas dan spektra dicatat menggunakan radiasi Cu-Kα dengan tegangan 40 kV. Scanning dilakukan pada 2θ= 3 - 60o.

Pengamatan struktur morfologi film bionanokomposit dilakukan dengan menggunakan SEM. Dioperasikan dengan tegangan 10 kV. Sampel dipasang pada penampang visualisasi perunggu dengan menggunakan double-side tape.

Permukaan sampel dilapisi dengan lapisan emas tipis. Sampel dimasukkan ke dalam alat SEM dan diamati permukaannya.

Penentuan formulasi film bionanokomposit terbaik

Formulasi terbaik ditentukan metode multiple attribute (Zeleny 1982). Prosedur penilaian pemilihan perlakuan terbaik yaitu:

(30)

2. Menghitung derajat kerapatan (dk). Derajat kerapatan dihitung berdasarkan nilai ideal dari masing-masing parameter.

Bila nilai ideal adalah nilai minimal, maka: dk = � �� �����

� �� � �

Bila nilai ideal adalah nilai maksimal, maka: dk = � �� � �

� �� �����

3. Menghitung jarak kerapatan (Lp). Dengan asumsi bahwa semua parameter penting, jarak kerapatan (λ) dihitung berdasarkan jumlah parameter pada

Sampel mangga ditimbang selama penyimpanan pada hari ke 0, 3, 6, 9 dan 12.

W (%)= �− �

� � %

Keterangan: mi = massa awal, mt = massa pada waktu tertentu.

Analisis kekerasan

Kekerasan mangga diukur menggunakan instrument texture analyzer

dengan probe tipe TA 39, load cell 4500 g mengkompresi pada 2 cm3. Kekerasan sampel diperoleh dari nilai maksimum yang tercatat selama dilakukan kompresi.

Total padatan terlarut (TPT)

Sampel mangga dihancurkan dan sari mangga diteteskan pada alat hand-held refractometer Atago N1. Total padatan terlarut ditentukan menggunakan dengan pembacaan langsung dalam skala oBrix.

Total asam

Total asam tertitrasi ditentukan dan dihitung dari jumlah volume NaOH 0.1 N yang dibutuhkan untuk mentitrasi 10 gr sampel mangga terlarut dan dihomogenisasi dalam 100 ml aquades (AOAC 1984). Indikator yang digunakan adalah fenolftalein. Total asam dihitung dengan rumus:

Total Asam= � �� � %

Keterangan: V= volume titrasi (ml NaOH), N= Normalisasi NaOH, Fp= Faktor pengencer, W= berat sampel.

Analisis browning index

Karakteristik warna diuji menggunakan chromameter untuk menentukan nilai L* (kecerahan), a* (kemerahan) dan b* (kekuningan) dengan sistem CIE. Parameter warna mangga terolah minimal diukur sebagai indeks pencoklatan atau

browning index (BI) (Ergunes dan Tarhan 2006).

BI = x− ,

, dimana x =

(31)

Pengukuran laju produksi CO2

Laju respirasi dihitung berdasarkan gas CO2 yang dihasilkan menggunakan CO2 meter secara closed system (Putra 2011). Sebanyak 500 g dimasukkan dalam wadah volume 3310 ml dan ditutup sedimikian rupa untuk mencegah kebocoran gas.

R= dx

dt�

Keterangan: R= laju respirasi (ml CO2/kg.jam), x= konsentrasi gas CO2 (%), t= waktu (jam), V= volume bebas (mL), W= berat sampel (kg).

Analisis total mikroba

Jumlah total mikroba ditentukan dengan menggunakan metode pour plate

(Harrigan dan McCance 1976). Sebanyak 10 g sampel dihomogenisasi dengan 90 ml NaCl 0.8% dan diencerkan secara bertahap hingga 10 kali pengenceran. Sebanyak 1 ml sampel dimasukkan ke dalam cawan petri steril berisi media PCA kemudian diinkubasi pada 37oC selama 48 jam. Jumlah mikroba dihitung sebagai log cfu/gr.

Analisis Statistik

(32)

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Pembuatan Film Bionanokomposit

Karakteristik fisik

Film bionanokomposit yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 6. Penambahan baik NP-ZnO dan asam stearat mempengaruhi sifat fisik film. Analisis sidik ragam menunjukkan bahwa asam stearat memberikan pengaruh nyata terhadap ketebalan film, ΔE dan WVTR (Tabel 5). Sedangkan penambahan NP-ZnO hanya berpengaruh nyata terhadap ΔE. Tidak terdapat pengaruh interaksi antara asam stearat dan NP-ZnO terhadap semua karakteristik fisik film.

Gambar 5 Film bionanokomposit

Tabel 5. Karakteristik fisik film bionanokomposit Sampel Asam

stearat (%)

NP-ZnO

(%)

Ketebalan

( m) ΔE (g/mWVTR 2.24jam)

L0Z0 0 0 80.00 ± 5.77 Ab 3.06 ± 1.01 Cb 43.28 ± 0.82 Aa L0Z1 0 1 82.22 ± 7.70 Ab 5.36 ± 1.06 Bb 41.18 ± 2.53 Aa L0Z2 0 2 83.33 ± 16.67 Ab 7.47 ± 1.88 Ab 40.72 ± 2.56 Aa L1Z0 30 0 206.67 ± 32.15 Aa 8.24 ± 0.56 Ca 36.33 ± 1.46 Ab L1Z1 30 1 210.00 ± 45.83 Aa 10.24 ± 1.37 Ba 35.47 ± 1.29 Ab L1Z2 30 2 213.33 ± 50.33 Aa 11.72 ± 0.67 Aa 35.23 ± 1.69 Ab

Keterangan: Perbedaan huruf (kecil: konsentrasi asam stearat yang berbeda, kapital: konsentrasi NP-ZnO yang berbeda) menunjukkan berbeda nyata pada taraf uji 5% (DMRT).

(33)

masing-masing terbuat dari metil selulosa dan gelatin. Layuk et al. (2002) juga telah melaporkan bahwa penambahan lipid (asam palmitat) dalam larutan komposit berbahan dasar pektin daging buah pala (Myristica fragrans Houtt) dan tapioka dapat meningkatkan ketebalan film. Asam stearat diduga dapat teresterifikasi pada gugus hidroksil dalam unit monomer-monomer amilosa maupun amilopektin. Ketebalan mempengaruhi sifat mekanis dan permeabilitas film dimana semakin tebal film maka permeabilitas terhadap air maupun gas dapat menurun.

Selain itu, penambahan NP-ZnO dan asam stearat dapat meningkatkan ΔE. Hal ini disebabkan oleh warna asal NP-ZnO dan asam stearat yang cenderung keruh. Muscat et al. (2013) melaporkan penambahan lipid (waxes) dan NP-ZnO dapat meningkatan nilai ΔE film yang terbuat dari pati. NP-ZnO dan asam stearat memiliki kemampuan penghalang sinar yang menembus film sehingga menjadi terhambur. Nilai ΔE dapat digunakan sebagai pertimbangan sebelum pengaplikasian pada produk. Semakin rendah nilai ΔE bionanokomposit maka penampakan visual produk tidak banyak berubah.

Laju transmisi uap air menunjukkkan banyaknya uap air yang mampu menembus film pada luas dan waktu tertentu. NP-ZnO dan asam stearat yang ditambahkan dapat menurunkan WVTR film yang dihasilkan. Sifat lipid yang cenderung hidrofobik mampu menjadi barrier yang kuat untuk uap air. Hasil tersebut sesuai dengan hasil penelitian Sabarisman et al. (2015) bahwa film bionanokomposit dari pektin + NP-ZnO + asam stearat 1% dapat menurunkan WVTR dari 103.20 menjadi 57.40 g/m2.24jam. Selain itu, NP-ZnO juga berkontribusi sebagai barrier fisik bagi uap air. Adanya pengisi dalam skala nanometer pada matriks polimer menyebabkan perpindahan uap air menjadi semakin sulit akibat adanya mekanisme jalur yang berliku dan semakin panjang. Hal tersebut didukung oleh pendapat Torabi dan Nafchi (2013) bahwa nanopartikel mengisi struktur makromolekul atau polimer yang dapat mengurangi permeabilitas uap air.

Karakteristik mekanis

Penambahan NP-ZnO mampu meningkatkan kuat tarik dan menurunkan elongasi film. Sedangkan asam stearat menurunkan kuat tarik dan elongasi (Gambar 6). Uji sidik ragam menunjukkan bahwa asam stearat dan NP-ZnO memberikan pengaruh signifikan terhadap kuat tarik dan elongasi. Tidak terdapat pengaruh interaksi antara asam stearat dan NP-ZnO terhadap sifat mekanis film. Asam stearat diduga dapat mengganggu proses retrogradasi dan keterpaduan antar bahan yang menyebabkan integritas film menjadi menurun. Lipid juga tidak memiliki kelarutan yang baik terhadap air (non polar) sehingga ikatan yang terjadi tidak terbentuk dengan baik dan menurunkan kuat tarik maupun elongasi. Pendapat lain menyatakan bahwa asam lemak memiliki sifat sebagai anti plasticizing pada film (Gontard dan Guilbert 1993). Hal serupa dikemukakan oleh Layuk et al. (2002) bahwa penurunan elongasi disebabkan adanya pembentukan kompleks poligalakturonat - asam lemak yang menambah tingkat kepaduan polimer dan bersifat anti plasticizing.

(34)

menurunkan nilai elongasinya dari 42.2 - 20.4%. Namun jika penambahan filler

penguat berlebihan dan melampaui titik kritisnya maka nilai kuat tarik menjadi semakin menurun dan elongasi semakin meningkat. Hal ini dibuktikan oleh Zulfa (2011) bahwa penambahan konsentrasi NP-ZnO 6% dapat menurunkan kuat tarik dan meningkatkan elongasi, namun tidak untuk konsentrasi NP-ZnO 1 - 3%. Perubahan sifat mekanik ini berhubungan dengan interaksi interfasial atau kontak area antara NP-ZnO dengan matriks (Ma et al. 2009; Yu et al. 2009; Rhim dan Wang 2013). Jika terjadi adesi yang sempurna antara matriks dan filler maka beban tekan akan dialihkan ke NP-ZnO (Yu et al. 2009). Pendapat lain menyatakan NP-ZnO berperan sebagai agen penguat karena dapat menurunkan mekanisme plastisasi dari matriks pati (Marbun. 2012). Torabi dan Nafchi (2013) menambahkan bahwa adanya nanopartikel menyebabkan kontak air dan matriks terganggu sehingga elongasi menurun.

Gambar 6 Karakteristik mekanis film bionanokomposit. Perbedaan huruf (kecil: konsentrasi asam stearat yang berbeda, kapital: konsentrasi NP-ZnO yang berbeda) menunjukkan berbeda nyata pada taraf uji 5% (DMRT).

Karakteristik struktur

Pengamatan SEM (perbesaran 5000) bertujuan untuk melihat struktur mikroskopis permukaan film. Pada Gambar 7 terlihat struktur permukaan film tanpa

(35)

penambahan asam sterat dan NP-ZnO cenderung halus dan kompak tanpa ada retakan. Sedangkan struktur permukaan film dengan penambahan NP-ZnO terlihat cenderung kasar dan terdapat retakan. Diduga terdapat NP-ZnO yang teragregasi sehingga mengganggu kekompakan dan kehalusan permukaan film. Penyimpanan sampel NP-ZnO yang lama dan pendispersian NP-ZnO yang kurang maksimal saat pembuatan larutan bionanokomposit memungkinkan terjadinya agregasi antar sesama partikel ZnO. Alasan tersebut didukung oleh Shi dan Gunasekaran (2008) yang menyatakan bahwa secara alami NP-ZnO sangat mudah mengalami aglomerasi. Untuk film dengan penambahan asam stearat dan atau tanpa NP-ZnO terlihat relatif lebih halus dan kompak. Namun demikian, keberadaan NP-ZnO tidak terlihat dengan jelas. Diduga NP-ZnO terjerat dan tesalut dengan baik oleh matriks polimer baik tapioka, asam lemak maupun emulsi keduanya. Hal tersebut didukung pada hasil uji fisik film yang menunjukkan bahwa penambahan NP-ZnO berkontribusi terhadap perbaikan sifat barrier seperti WVTR.

Gambar 7 Morfologi film bionanokomposit

Pemilihan film bionanokomposit terbaik

(36)

penelitian masih dapat digunakan karena diaplikasikan sebagai edible coating pada mangga terolah minimal.

Tabel 6. Penilaian pelapis bionanokomposit terbaik

Parameter Alternatif

Aplikasi Pelapis Bionanokomposit pada Mangga Terolah Minimal

Susut bobot

Susut bobot mangga terolah minimal cenderung meningkat selama penyimpanan (Gambar 10). Pelapisan bionanokomposit mampu menghambat terjadinya susut bobot. Lin dan Zhao (2007) berpendapat bahwa pemberian edible coating pada buah dan sayur dapat menghambat pertukaran gas yang pada akhirnya dapat menghambat susut bobot. Uji sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan pelapis bionanokomposit memberikan pengaruh nyata terhadap susut bobot. Uji lanjut DMRT menunjukkan perlakuan L1Z2 menghasilkan nilai susut bobot paling kecil dan berbeda nyata dibandingkan semua perlakuan.

Gambar 8 Susut bobot mangga terolah minimal selama penyimpanan 8oC Asam stearat memiliki sifat yang hidrofobik sehingga mampu menjadi

barrier yang kuat untuk uap air hasil transpirasi dan respirasi. Selain itu, keberadaan

(37)

filler NP-ZnO dapat berperan sebagai barrier fisik bagi uap air dan gas. Proses respirasi sangat mempengaruhi susut bobot karena menyumbang hilangnya air melalui proses perombakan senyawa kompleks menjadi senyawa yang lebih sederhana yaitu CO2 dan H2O. Penambahan nanopartikel akan meningkatkan karakteristik seperti kekuatan, antimikroba, dan memperbaiki sifat barrier

(Alexandra dan Dubois 2000). Marpaung et al. (2015) juga mendapatkan hasil yang serupa yaitu pelapisan nanokomposit pati 1% + NP-ZnO 1% pada salak terolah minimal mampu menekan perubahan susut bobot dibandingkan kontrol akibat laju penguapan air, respirasi dan penguraian senyawa-senyawa kompleks yang terhambat.

Browning index

Pengamatan perubahan warna pada mangga terolah minimal dihitung dengan menentukan nilai L* (kecerahan), a* (kemerahan) dan b* (kekuningan) dengan sistem CIE yang kemudian nilai tersebut dikonversi sebagai browning index. Selama penyimpanan semua perlakuan mangga terolah minimal mengalami rekasi browning (Gambar 11). Browning enzimatis disebabkan oleh oksidasi polifenol yang dikatalisa oleh enzim polifenol oksidase sehingga terbentuk senyawa melanin yang berwarna cokelat. Pengupasan dan pemotongan pada mangga dapat memperluas kontak buah dengan oksigen, sehingga aktifitas enzim fenolase semakin meningkat.

Tabel 7. Nilai L* a* b* mangga terolah minimal selama penyimpanan 8oC Perlakuan Lama penyimpanan (hari)

0 3 6 9 12

Pelapisan bionanokomposit mampu menghambat terjadinya peningkatan nilai index browning selama penyimpanan. Soliva-fortuny dan Martín-belloso (2003) berpendapat bahwa aplikasi coating berbasis polisakarida dapat mencegah dehidrasi, oksidasi lemak, pencoklatan dan mengurangi laju respirasi dengan mengontrol komposisi gas CO2 dan O2 dalam atmosfer internal. Uji sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan pelapis bionanokomposit memberikan pengaruh nyata terhadap browning index. Uji lanjut DMRT menunjukkan semua perlakuan L1Z2 menghasilkan peningkatan browning index paling kecil dan berbeda nyata dibandingkan L0Z0 dan kontrol. Penambahan asam setarat berfungsi sebagai

(38)

sehingga menghambat terjadinya reaksi browning enzimatis. Li et al. (2011) menemukan hal yang serupa pada sampel apel fuji terolah minimal bahwa penyimpanan dalam kemasan yang mengandung NP-ZnO secara signifikan mengurangi aktivitas polifenol oksidase dan menghasilkan browning index yang lebih rendah dibandingkan dengan kontrol. Selain faktor-faktor di atas terdapat beberapa hal yang dapat mempengaruhi perubahan browning index diantaranya aktivitas mikroba. Mikroba terutama jamur/kapang seperti Aspergillus Niger dapat berkontribusi dalam reaksi browning. Soesanto (2006) menyatakan bahwa jamur

Aspergillus sp. merupakan salah satu jamur kontaminan yang umum dijumpai di dalam ruang penyimpanan produk pascapanen. Umumnya ditandai dengan bercak yang berukuran besar sehingga warna buah menjadi cokelat sampai kehitaman.

Gambar 9 Browning index mangga terolah minimal selama penyimpanan 8oC Kekerasan

Kekerasan mangga terolah minimal cenderung menurun selama penyimpanan (Gambar 12). Rata-rata kekerasan yaitu 0.16 hingga 0.27 N. Hasil tersebut sesuai dengan hasil penelitian Sothornvit dan Rodsamran (2008) yaitu kekerasan mangga terolah minimal dengan perlakuan wrap film mangga dan pengemas atmosfer termodifikasi selama 6 hari adalah 0.10 - 0.35 N. Uji sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan pelapis bionanokomposit tidak memberikan pengaruh nyata. Diduga pengaruh penghambatan pelunakan mangga oleh pelapisan bionanokomposit belum bisa mengimbangi proses pelunakan yang disebabkan oleh banyak faktor. Chatanawarangoon (2000) berpendapat bahwa berkurangnya kekerasan pada mangga potong (fresh cut) disebabkan karena adanya pelepasan air. Kandungan air mangga terolah minimal yang semakin berkurang menyebabkan penurunan tekanan turgor, tingkat ketegaran dan kekerasan buah. Selain itu dilaporkan oleh beberapa peneliti bahwa berkurangnya kekerasan dipengaruhi oleh enzim - enzim pelunak seperti poligakalakturonas, galaktosidase, pektin

(39)

(Muchtadi et al. 2010). Selain itu, adanya akitivitas mikroba juga menyebabkan mangga menjadi lunak dan berair. Enzim protopektinase yang disekresikan bakteri dapat mempercepat perombakan protopektin menjadi pektin sehingga jaringan menjadi lunak. Nilai kekerasan juga merupakan indikator kesegaran buah, walaupun begitu tidak bisa diartikan buah yang keras selalu baik. Kekerasan buah yang tinggi bisa disebabkan karena tekstur buahnya yang sudah layu atau berkerut, begitu juga sebaliknya nilai kekerasan yang rendah bisa disebabkan buah yang telah busuk.

Gambar 10 Kekerasan mangga terolah minimal selama penyimpanan 8oC Total Asam

Total asam mangga terolah minimal cenderung menurun selama penyimpanan (Gambar 13). Peristiwa tersebut sesuai dengan Setiasih (1999) bahwa asam-asam organik pada salak pondoh berpelapis pektin digunakan dalam siklus asam trikarboksilat atau siklus kreb. Asam organik yang terdapat dalam buah diantaranya asam format, asetat, fumarat, malat, sitrat, oksalat, suksinat, tartarat, oksaloasetat dimana jumlahnya akan berkurang selama penyimpanan seiring dengan proses penuaan akibat aktivitas respirasi. Hal ini dikarenakan asam-asam organik merupakan cadangan energi bagi buah dan menurun seiring dengan proses pematangan (Wills et al. 1989). Perubahan total asam juga dipengaruhi oleh aktivitas mikroba yang dapat merombak komponen buah menjadi produk hasil fermentasi seperti asam laktat, etanol, CO2 dan asam-asam organik lainnya (Rahayu dan Nurwitri 2012). Uji sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan pelapis bionanokomposit memberikan pengaruh nyata. Uji DMRT menghasilkan semua perlakuan pelapis bionanokomposit memberikan pengaruh nyata dibandingkan kontrol. Penurunan total asam terendah terdapat pada mangga terolah minimal dengan perlakuan L1Z2. Diduga adanya penambahan NP-ZnO dan lipid pada pelapis tersebut menghasilkan sifat barrier yang semakin baik. Walaupun asam stearat memiliki kemampuan barrier terhadap gas yang lebih rendah dari polisakarida, namun keberadaannya tetap berkontribusi dalam memperbaiki sifat

(40)

barrier komposit yang digunakan. Penambahan nanopartikel juga dapat meningkatkan karakteristik seperti kekuatan, antimikroba, dan memperbaiki sifat

barrier (Alexandra dan Dubois 2000).

Gambar 11 Total asam mangga terolah minimal selama penyimpanan 8oC

Total Padatan Terlarut

Total padatan terlarut menggambarkan total gula dan asam organik yang terkandung dalam bahan sehingga dapat digunakan untuk menilai kemanisan buah. Kandungan total padatan terlarut mangga terolah minimal cenderung meningkat selama penyimpanan (Gambar 14). Pelapisan bionanokomposit mampu menghambat terjadinya perubahan kandungan total padatan terlarut selama penyimpanan.

(41)

Uji sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan pelapis bionanokomposit memberikan pengaruh nyata terhadap TPT. Uji lanjut DMRT menunjukkan perlakuan L1Z2 menghasilkan peningkatan TPT terendah dan berbeda nyata dibandingkan semua perlakuan. Kandungan total padatan terlarut cenderung meningkat karena selama penyimpanan respirasi tetap berlangsung. Senyawa-senyawa kompleks seperti pati dirombak menjadi gula-gula sederhana selama penyimpanan sehingga rasa buah menjadi semakin manis. Total padatan terendah terdapat pada mangga terolah minimal dengan pelapis L1Z2. Hal ini dikarenakan sampel tersebut terdapat penambahan NP-ZnO dan asam stearat yang mampu memperbaiki sifat barrier. Velickova et al. (2013) menemukan hal yang sama yaitu pada buah strawberry yang terlapisi komposit kitosan dan beeswax menghasilkan total padatan terlarut lebih rendah dibandingkan buah tanpa coating.

Laju produksi CO2

Pada penelitian ini laju respirasi diamati dengan perubahan laju produksi CO2 (Gambar 15). Uji sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan pelapis bionanokomposit memberikan pengaruh nyata terhadap laju produksi CO2. Uji lanjut DMRT menunjukkan bahwa semua perlakuan pelapisan bionanokomposit menghasilkan laju produksi CO2 yang berbeda nyata dibandingkan kontrol.

Gambar 13 Laju produksi CO2 mangga terolah minimal selama penyimpanan 8oC Pelapisan bionanokomposit mampu menghambat transmisi gas dengan mencegah kontak langsung antara permukaan buah dengan udara. Pelapis yang terbuat dari polisakarida umumnya memiliki barrier perpindahan gas yang baik sehingga efektif untuk mencegah laju respirasi. NP-ZnO dan asam stearat memperbaiki sifat barrier gas bionanokomposit. Dea et al. (2008) menyatakan bahwa pelapis yang terbuat dari polisakarida umumnya memiliki barrier perpindahan gas yang baik sehingga efektif untuk mencegah laju respirasi. Pengisi NP-ZnO pada matriks polimer menyebabkan transmisi gas menjadi semakin sulit akibat adanya mekanisme jalur yang berliku dan semakin panjang (Duncan 2011).

(42)

Beberapa faktor lain yang dapat mempengaruhi produksi CO2 diantaranya ketebalan lapisan, viskositas larutan pelapis serta aktivitas mikroba. Semakin kental larutan umumnya akan membentuk lapisan yang semakin tebal. Adanya mikroba akan berpengaruh terhadap pengukuran peningkatan laju produksi CO2 akibat dari hasil respirasi.

Total Mikroba

Batas cemaran mikroba pada buah-buahan yaitu sebesar 5.70 log cfu/g (BPOM 2009). Pada pengamatan hari ke-6 perlakuan L0Z2 dan L1Z2 memiliki cemaran mikroba yang masih di bawah ambang batas aman dikonsumsi (Tabel 9). Sedangkan pada sampel kontrol dan L0Z0 hampir mencapai ambang batas cemaran mikroba. Uji sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan pelapis bionanokomposit memberikan pengaruh nyata terhadap total mikroba. Uji lanjut DMRT menunjukkan bahwa L0Z2 dan L1Z2 berbeda nyata dibandingkan kontrol dan L0Z0. Asam stearat diduga dapat menutup permukaan buah sehingga jalan masuk bagi mikroba semakin sulit.

Tabel 8. Total mikroba mangga terolah minimal selama penyimpanan 8oC

Perlakuan Lama penyimpanan (hari)

0 3 6 9 12

Kontrol 3.03 ± 0.16 4.20 ± 0.06 5.38 ± 0.04 8.37 ± 0.13 11.03 ± 0.04 L0Z0 3.02 ± 0.15 4.12 ± 0.06 5.41 ± 0.04 8.38 ± 0.11 11.06 ± 0.05 L0Z2 3.02 ± 0.16 3.73 ± 0.11 4.84 ± 0.02 7.77 ± 0.17 10.56 ± 0.02 L1Z2 3.02 ± 0.16 3.76 ± 0.04 4.80 ± 0.07 7.74 ± 0.17 10.56 ± 0.03

Adanya serangan mikroba pada buah dapat mengakibatkan buah rusak atau busuk. Mikroba dapat menyerang buah melewati bagian yang luka, memar, atau pori-pori kulit dengan memanfaatkan nutrisi yang terkandung dalam buah. Perlakuan pelapisan dapat berfungsi untuk menekan pertumbuhan mikroba patogen (Putra 2011). Partikel ZnO berukuran nano memiliki aktivitas antimikroba lebih baik daripada partikel besar, karena ukuran kecil (kurang dari 100 nm) dan luas permukaan nanopartikel memungkinkan interaksi yang lebih baik dengan bakteri. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Liu et al. (2009) yang memanfaatkan nanopartikel ZnO sebagai filler dalam pembuatan nanokomposit bahwa NP-ZnO pada konsentrasi yang lebih tinggi dari 3 mmol/l secara signifikan dapat menghambat pertumbuhan E. coli dibanding kontrol, Nafchi et al. (2012) menggunakan pati sagu - NP-ZnO (1 - 5%) dapat menghambat pertumbuhan

S.aureus, Kanmani dan Rhim (2014) menggunakan agar, karagenan, CMC - NP-ZnO dapat menghambat pertumbuhan E. coli dan L. monocytogenes.

Selain itu NP-ZnO memiliki aktivitas antimikroba. Beberapa mekanisme aktivitas antimikroba NP-ZnO yang telah dilaporkan Yousef dan Danial (2012) diantaranya dengan akumulasi NP-ZnO dalam intraseluler, merusak membran sel bakteri dan dengan produksi H2O2. (Fanny dan Silvia 2012) mengemukakan adanya interaksi NP-ZnO dengan gugus fosfor dalam DNA menyebabkan penghambatan fungsi enzim pada bakteri. Namun demikian terdapat batas asupan maksimal atau

(43)

Gambar

Tabel 1. Kandungan kimia daging buah mangga arumanis
Tabel 2. Hasil penelitian edible coating pada buah terolah minimal
Tabel 3. Aplikasi nanokomposit dan nanopertikel sebagai antimikroba
Gambar 2 Variasi mekanisme antimikroba oleh material nano (Emamifar
+7

Referensi

Dokumen terkait