• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aplikasi Pelapis Nanokomposit Berbasis Pati Dan Pektin Dengan Nanopartikel Zno Untuk Mempertahankan Mutu Salak Pondoh Terolah Minimal.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Aplikasi Pelapis Nanokomposit Berbasis Pati Dan Pektin Dengan Nanopartikel Zno Untuk Mempertahankan Mutu Salak Pondoh Terolah Minimal."

Copied!
74
0
0

Teks penuh

(1)

APLIKASI PELAPIS NANOKOMPOSIT BERBASIS PATI DAN

PEKTIN DENGAN NANOPARTIKEL ZnO UNTUK

MEMPERTAHANKAN MUTU SALAK PONDOH TEROLAH

MINIMAL

MONIKA MARPAUNG

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis yang berjudul Aplikasi Pelapis Nanokomposit Berbasis Pati dan Pektin dengan Nanopartikel ZnO untuk Mempertahankan Mutu Salak Pondoh Terolah Minimal adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

RINGKASAN

MONIKA MARPAUNG. Aplikasi Pelapis Nanokomposit Berbasis Pati dan Pektin dengan Nanopartikel ZnO untuk Mempertahankan Mutu Salak Pondoh Terolah Minimal. Dibimbing oleh USMAN AHMAD dan NUGRAHA EDHI S.

Buah salak pondoh merupakan salah satu jenis buah unggulan Indonesia yang banyak digemari konsumen karena mempunyai rasa yang manis, renyah dan sebagai salah satu sumber vitamin C yang baik. Masalah utama dalam mengonsumsi buah salak segar adalah ketidaknyamanan dalam mengupasnya karena kulit salak bersisik dan tajam. Hal ini menyebabkan peluang pengolahan salak menjadi buah terolah minimal menjadi penting. Buah terolah minimal lebih cepat rusak dan umur simpannya pendek. Salah satu metode yang dapat memperpanjang masa simpan buah terolah minimal adalah penggunaan pelapis edible. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji efektifitas antimikroba pelapis nanokomposit dari pati dan pektin dengan NP-ZnO sebagai filler dan mengkaji penurunan mutu salak pondoh terolah minimal selama penyimpanan yang diaplikasikan pelapis nanokomposit dari pati ubi kayu, pektin dan NP-ZnO.

Penelitian ini terdiri dari beberapa tahap yaitu penyiapan larutan pelapis, penyiapan salak pondoh terolah minimal dan penyimpanan di dalam lemari pendingan (cool storage) dengan suhu 10±2 oC. Parameter yang diamati adalah laju respirasi, susut bobot, browning index, kekerasan, total padatan terlarut (TPT), totas asam dan uji organoleptik. Data dianalisis menggunakan analisis sidik ragam dan uji Duncan pada taraf (α<0.05).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelapis nanokomposit memiliki aktivitas antimikroba terhadap Escherichia coli dan Staphylococcus aureus. Aplikasi pelapis nanokomposit pati dan pektin dengan NP-ZnO pada salak pondoh terolah minimal memperlihatkan pengaruh nyata pada susut bobot browning index, kekerasan, total padatan terlarut dan uji organoleptik, serta dapat mempertahankan mutu salak pondoh terolah minimal selama penyimpanan. Salak pondoh terolah minimal dengan pelapis nanokomposit berbasis pati dan pektin dengan NP-ZnO dapat memperpanjang umur simpan dan mempertahankan kualitas hingga hari ke-14, sedangkan salak pondoh terolah minimal tanpa pelapis hanya dapat bertahan hingga hari ke-8.

(5)

SUMMARY

MONIKA MARPAUNG. Application Nanocomposites Coating Based on Starch and Pectin with ZnO Nanoparticle to Maintain Quality of Minimally-Processed Snake Fruit. Supervised by USMAN AHMAD and NUGRAHA EDHI S.

Snake fruit is an exotic fruit from Indonesia, a popular fruit with sweet taste, crispy texture and a good source of vitamin C. Peeling of snake fruit is disfavored because of sharp and scaly skin, thus minimally-processed fruit or fresh-cut snake fruit become necessary. Unfortunately minimally-processed snake fruit is a perishable product with a very short shelf-life. Edible coating might be a good alternative technology to prolong the shelf-life of minimally-processed fruit. The research aimed to examine antimicrobial activity of edible nanocomposites coating based on starch and pectin with ZnO nanoparticle and the influence of edible nanocomposites coating in prolonging the shelf-life of minimally-processed snake fruit was also studied.

The research was conducted in several steps: preparation of edible coating, processing of minimally-processed snake fruit, and storage in low temperature (10±2 oC). The measured quality parameters of snake fruits were respiration rate, weight loss, browning index, hardness, total soluble solid, total acid and sensory evaluation. Data was analyzed using analysis of varians and duncan test at the level of (α<0.05).

The use of nanocomposites coating based on starch and pectin with NP-ZnO could maintain quality in terms of weight loss, browning index, hardness, total soluble solid, and sensory evaluation, better than that without treatment. The result of antimicrobial test revealed that edible nanocomposites coating had a good antibacterial activity againts Escherichia coli and Staphylococcus aureus. Moreover, the results of edible nanocomposites coating application showed that edible nanocomposites coating could extend the shelf-life of minimally-processed snake fruit until 14 days while the uncoated ones only had 8 days of shelf-life.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Teknologi Pascapanen

APLIKASI PELAPIS NANOKOMPOSIT BERBASIS PATI DAN

PEKTIN DENGAN NANOPARTIKEL ZnO UNTUK

MEMPERTAHANKAN MUTU SALAK PONDOH TEROLAH

MINIMAL

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2015

(8)
(9)
(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian ini adalah Aplikasi Pelapis Nanokomposit Berbasis Pati dan Pektin dengan Nanopartikel ZnO untuk Mempertahankan Mutu Salak Pondoh Terolah Minimal. Penulis mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian karya ilmiah ini. Ucapan terima kasih disampaikan kepada :

1. Dr Ir Usman Ahmad, M.Agr dan Dr Nugraha Edhi Suyatma, S.TP, DEA, selaku komisi pembimbing atas arahan, ilmu dan motivasi yang diberikan kepada penulis,

2. Dr Ir Emmy Darmawati, M.Si, selaku dosen penguji atas masukan dan saran demi sempurnanya karya ilmiah ini,

3. Sulyaden dan Baskara, selaku teknisi di Laboratorium TPPHP yang telah membantu dan memberikan masukannya selama penelitian,

4. Arianti, selaku teknisi di Laboratorium Mikrobiologi PAU yang telah membantu dan memberikan masukannya selama penelitian,

5. Orang tua penulis Jatil Marpaung dan Rosmawati Hutagalung, Adik-adik penulis Santri mei Marpaung, Katelino Marpaung, dan Marcelino Marpaung, serta seluruh keluarga besar tercinta terima kasih atas doa, dukungan dan kasih sayangnya selama dalam proses studi,

6. Teman-teman Teknologi Pascapanen 2012, Khoirul, Iman, Rozana, Endiyani, Mutia, Fitri, Fivi, Leni, Dini, Feru, Yusuf, Tutur, Enung, dan Sandro yang telah memberikan kritik, bantuan, saran, dan semangat kepada penulis.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2015

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xi

DAFTAR GAMBAR xii

DAFTAR LAMPIRAN xiii

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 3

Tujuan Penelitian 4

Hipotesa 4

2 TINJAUAN PUSTAKA 5

Salak Pondoh 5

Edible Coating 7

Nanopartikel ZnO (Zinc oxide) 8

Nanokomposit 10

3 METODE 11

Waktu dan Tempat 11

Bahan dan Alat 11

Rancangan Percobaan 11

Prosedur Penelitian 12

Parameter Pengamatan 13

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 17

Aktivitas Antimikroba 17

Laju Respirasi 18

Susut Bobot 19

Browning Index (Indeks Kecokelatan) 21

Kekerasan 23

Total Padatan Terlarut 24

Total Asam 25

Uji Organoleptik 27

5 SIMPULAN DAN SARAN 34

Simpulan 34

Saran 34

DAFTAR PUSTAKA 35

LAMPIRAN 38

(12)

DAFTAR TABEL

1 Komposisi Kimia Daging Buah Salak (setiap 100 g Daging Buah) 6 2 Hasil Uji Aktivitas Antimikroba Pelapis Nanokomposit 17

DAFTAR GAMBAR

1 Salak Pondoh 5

2 Nanopartikel ZnO (Zinc oxide) 9

3 Aplikasi Pelapisan pada Salak Pondoh Terolah Minimal: (A) Pelapisan; (B) dikeringanginkan; (C) Pengemasan; dan (D) Penyimpanan 13

4 Diagram Alir Prosedur Penelitian 16

5 Pengaruh Pelapisan terhadap Laju Produksi CO2 Salak Pondoh Terolah Minimal. (A) Nanokomposit pati; (B) Nanokomposit pektin 18 6 Pengaruh Pelapisan terhadap Susut Bobot Salak Pondoh Terolah

Minimal. (A) Nanokomposit pati; (B) Nanokomposit pektin 20 7 Pengaruh Pelapisan terhadap Browning Index Salak Pondoh Terolah

Minimal. (A) Nanokomposit pati; (B) Nanokomposit pektin 21 8 Pengaruh Pelapisan terhadap Kekerasan Salak Pondoh Terolah Minimal.

(A) Nanokomposit pati; (B) Nanokomposit pektin 23 9 Pengaruh Pelapisan terhadap Total Padatan Terlarut Salak Pondoh

Terolah Minimal. (A) Nanokomposit pati; (B) Nanokomposit pektin 25 10 Pengaruh Pelapisan terhadap Total Asam Salak Pondoh Terolah

Minimal. (A) Nanokomposit pati; (B) Nanokomposit pektin 26 11 Pengaruh Pelapisan terhadap nilai Kesukaan Panelis terhadap Warna

Salak Pondoh Terolah Minimal. (A) Nanokomposit pati; (B)

Nanokomposit pektin 27

12 Pengaruh Pelapisan terhadap Nilai Kesukaan Panelis terhadap Aroma Salak Pondoh Terolah Minimal. (A) Nanokomposit pati; (B)

Nanokomposit pektin 29

13 Pengaruh Pelapisan terhadap Nilai Kesukaan Panelis terhadap Tekstur Salak Pondoh Terolah Minimal. (A) Nanokomposit pati; (B)

Nanokomposit pektin 30

14 Pengaruh Pelapisan terhadap Nilai Kesukaan Panelis terhadap Rasa Salak Pondoh Terolah Minimal. (A) Nanokomposit pati; (B)

Nanokomposit pektin 31

15 Pengaruh Pelapisan terhadap Nilai Kesukaan Panelis terhadap Penerimaan Keseluruhan Salak Pondoh Terolah Minimal. (A)

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Perubahan Salak Pondok Terolah Minimal selama Penyimpanan 38 2 Analisis Sidik Ragam terhadap Laju Produksi CO2 39

3 Analisis Sidik Ragam terhadap Susut Bobot 40

4 Analisis Sidik Ragam terhadap Browning Index 42

5 Analisis Sidik Ragam terhadap Kekerasan 44

6 Analisis Sidik Ragam terhadap Total Padatan Terlarut 46

7 Analisis Sidik Ragam terhadap Total Asam 48

8 Analisis Sidik Ragam terhadap Organoleptik Warna 50 9 Analisis Sidik Ragam terhadap Organoleptik Aroma 52 10 Analisis Sidik Ragam terhadap Organoleptik Tekstur 54 11 Analisis Sidik Ragam terhadap Organoleptik Rasa 56 12 Analisis Sidik Ragam terhadap Organoleptik Keseluruhan 58

(14)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Buah salak pondoh merupakan salah satu jenis buah unggulan Indonesia yang terkenal dari daerah Sleman, Yogyakarta. Salak pondoh ini banyak digemari konsumen termasuk dari luar negeri karena mempunyai rasa yang manis, renyah dan sebagai salah satu sumber vitamin C yang baik. Salak mengandung kadar vitamin C dan kapasitas antioksidan yang sebanding dengan kiwi (Gorinstein 2009). Oleh karena itu, buah salak pondoh memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Daerah penghasil salak pondoh tersebar pada tiga kecamatan, yaitu Turi, Tempel dan Pakem. Kabupaten Sleman, Magelang, dan Banjarnegara menjadi daerah produsen salak terbesar, sekitar 60–70% buah salak yang ada di pasar–pasar Jakarta merupakan pasokan yang berasal dari kabupaten tersebut (Dimyati et al. 2008). Produksi buah-buahan segar pun meningkat setiap tahunnya. Produksi salak di Indonesia untuk tahun 2014 adalah sebesar 1 035 902 ton (BPS 2015).

Untuk memenuhi kebutuhan gizi, konsumsi buah-buahan segar dalam menu makanan sehari-hari sangat diperlukan. Meningkatnya kesibukan kerja menyebabkan waktu yang tersisa untuk kegiatan lain semakin berkurang, diiringi dengan peningkatan pendapatan dan standar hidup sehingga masyarakat cenderung beralih pilihan pada buah-buahan segar siap makan atau buah-buahan segar terolah minimal (minimally processed) yang terkesan lebih praktis karena bagian yang tidak dimakan telah dihilangkan. Masalah utama dalam mengonsumsi buah salak segar adalah ketidaknyamanan dalam mengupasnya karena kulit salak bersisik dan tajam. Hal ini menyebabkan peluang pengolahan salak menjadi buah terolah minimal menjadi penting. Disamping itu buah terolah minimal lebih menawarkan jaminan mutu dibandingkan buah dalam kondisi utuh karena konsumen dapat langsung melihat kondisi buahnya, sehingga konsumen terbebas dari resiko membeli buah salak yang busuk.

(15)

2

Teknik pelapisan menggunakan edible coating dapat menyelimuti dinding-dinding sel yang terbuka sehingga terhindar dari pengaruh oksigen dan mikroorganisme, integritas sel dapat dipertahankan, perubahan fisiologis dan proses penguapan air dapat dikendalikan sehingga kesegaran buah dapat terjaga dan buah tetap dapat melakukan respirasi. Edible coating dapat membentuk suatu pelindung pada bahan pangan karena berperan sebagai barrier terhadap uap air, gas, dan zat terlarut lainnya dan juga sebagai pembawa bahan fungsional seperti agen antimikroba dan antioksidan (Lin dan Zhao 2007).

Pektin dan pati merupakan bahan dasar pembuatan edible coating berbasis polisakarida yang efektif sebagai penahan gas dan akan melekat sempurna pada permukaan buah dan sayuran yang dikupas atau diiris namun sangat lemah sebagai penahan uap air. Hal ini didukung oleh penelitian Ferrari et al. (2013) yang menyebutkan bahwa pemberian pelapis pektin pada fresh-cut melon dapat menghambat penurunan berat dan mempertahankan warna buah selama penyimpanan. Pektin adalah polisakarida yang menyusun sepertiga bagian dinding sel tanaman, terletak pada bagian tengah lamella dinding sel. Pektin berperan dalam meningkatkan ikatan antar sel dan menguatkan dinding sel. Pektin sering digunakan sebagai bahan baku karena banyak terdapat pada bahan limbah pertanian yang tidak termanfaatkan lagi, misalnya pada kulit buah. Sifat terpenting dari pektin adalah kemampuannya untuk membentuk gel dan sebagai bahan pengental. Pati merupakan salah satu jenis polisakarida yang tersedia melimpah di alam, bersifat mudah terurai (bio-degradable), mudah diperoleh, dan murah. Sifat-sifat pati juga sesuai untuk bahan edible coating/film karena dapat membentuk film yang cukup kuat. Namun, edible film berbasis pati mempunyai kelemahan, yaitu resistensinya terhadap air rendah dan sifat penghalang terhadap uap air juga rendah (Garcia et al. 2011). Perlakuan coating berbasis pati sagu pada paprika dapat menghambat pertumbuhan mikroba dan memperpanjang umur simpan (Miskiyah et al. 2011).

Komposit disusun dari dua komponen yaitu matrik atau resin dan penguat atau filler. Filler dapat berupa struktur, partikel atau serat yang berfungsi sebagai penguat. Nanokomposit merupakan material yang dibuat dengan menambahkan nanopartikel sebagai filler dalam sebuah matriks. Nanopartikel memiliki luas permukaan yang berlipat ganda, biasanya dengan meningkatkan luas permukaan berarti memiliki peluang akan peningkatan terjadinya reaksi kimia yang lebih banyak. Demikian juga aktivitas biologi dan sifat karakteristik lainnya apabila dibandingkan dengan material yang berukuran besar, meskipun keduanya berasal dari bahan yang sama.

(16)

3 untuk bahan pengawet. Penggunaan kemasan yang mengandung NP-ZnO dapat mempertahankan kualitas apel fuji terolah minimal selama penyimpanan (Li et al. 2011).

Seng (Zn) merupakan salah satu mikromineral esensial yang diperlukan oleh tubuh. Zn berperan dalam berbagai aktivitas metabolisme antara lain: sintesis dan degradasi karbohidrat, protein, lipida dan asam nukleat, sintesis DNA dan RNA. Defisiensi gizi mikro seperti defisiensi Zn merupakan masalah kesehatan masyarakat di banyak negara berkembang termasuk di Indonesia. Hotz dan Brown (2004) mengungkapkan bahwa resiko defisiensi seng yang terjadi di negara berkembang sekitar 15%. Survey nasional tahun 2003 pada skala kecil yang dilakukan di Nusa Tenggara Timur dan Pulau Jawa melaporkan bahwa prevalensi defisiensi zinc sekitar 6-39% (Atmarita 2005). Zink Oksida (ZnO) merupakan salah satu senyawa yang digunakan sebagai suplemen nutrisi zink (Zn), termasuk kategori generally recognized as safe (GRAS) dan dinyatakan aman oleh FDA di Amerika (Saghaie et al. 2006).

Perumusan Masalah

Meningkatnya kesibukan kerja menyebabkan waktu yang tersisa untuk kegiatan lain semakin berkurang, diiringi dengan peningkatan pendapatan dan standar hidup sehingga masyarakat cenderung beralih pilihan pada buah-buahan segar siap makan atau buah-buahan segar terolah minimal (minimally processed) yang terkesan lebih praktis. Masalah utama dalam mengkonsumsi buah salak segar adalah ketidaknyamanan dalam mengupasnya karena kulit salak bersisik dan tajam. Hal ini menyebabkan peluang pengolahan salak menjadi buah terolah minimal menjadi penting. Kegiatan pencucian, pengupasan, pemotongan dan pengirisan pada buah terolah minimal akan menyebabkan sebagian besar sel-sel di bagian permukaan buah terolah minimal terluka sehingga integritas sel rusak. Dalam keadaan demikian sel menjadi rentan terhadap pengaruh oksigen dan mikroorganisme yang akan mengakibatkan buah semakin cepat rusak baik selama penanganan maupun selama penyimpanan.

(17)

4

Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mengkaji efektifitas antimikroba pelapis nanokomposit dari pati ubi kayu dan pektin dengan NP-ZnO sebagai filler.

2. Mengkaji penurunan mutu salak pondoh terolah minimal selama penyimpanan yang diaplikasikan pelapis nanokomposit dari pati ubi kayu, pektin dan NP-ZnO.

Hipotesis

(18)

5

2

TINJAUAN PUSTAKA

Salak Pondoh

Salak pondoh (Salacca edulis Reinw.) termasuk suku pinang-pinangan (palmae), family Palmaceae, ordo Spadiceflorae dan genus Salacca. Salak ini merupakan tanaman asli Indonesia yang banyak diusahakan oleh petani di pedesaan dengan berbagai jenis varietas. Di Indonesia terdapat beragam jenis salak umumnya dikenal dengan nama masing-masing daerah tempat salak ditanam seperti salak bali, salak condet, salak madura, salak padang sidempuan, dan salak pondoh. Diantara berbagai jenis salak, salak pondoh mempunyai prospek yang cerah dan bernilai komersial yang tinggi karena banyak disukai konsumen. Salak pondoh merupakan jenis salak yang paling terkenal di daerah Sleman, Yogyakarta. Daerah penghasil salak pondoh tersebar pada tiga kecamatan, yaitu Tempel, Turi dan Pakem. Keunggulan jenis salak ini dibandingkan dengan salak lain adalah buahnya manis meskipun masih muda dan gurih tanpa rasa sepat. Hal ini dipengaruhi oleh komposisi kimianya, yaitu kandungan taninnya yang relatif kecil 0.08% dan kandungan gulanya yang relatif tinggi 23.30% dengan kandungan total asam yang kecil 0.32% (Putra 2011).

Komposisi kimia daging buah salak berubah dengan makin meningkatnya umur buah dan bervariasi menurut varietasnya. Salak dipanen saat berumur 5–6 bulan setelah penyerbukan. Salak pondoh mempunyai kandungan kimiawi yang relatif konstan pada umur 5 bulan sesudah penyerbukan. Pada saat tersebut kadar gulanya mencapai nilai tertinggi, sedangkan kadar asam dan taninnya adalah terendah. Oleh sebab itu, umur 5 bulan merupakan saat petik yang baik untuk konsumsi, karena pada saat itu buah rasanya manis dan rasa asamnya hampir tidak ada. Buah salak mengandung kadar air yang cukup tinggi yaitu sebesar 78%, kandungan karbohidrat sebesar 20.9% dan kandungan kalori 77%. Ukuran berat dibagi atas ukuran besar untuk salak yang berbobot 61 g atau lebih per buah, ukuran sedang berbobot 33–60 g per buah, dan ukuran kecil berbobot 32 g atau kurang per buah.

(19)

6

Tabel 1 Komposisi kimia daging buah salak (setiap 100 g daging buah)

Komponen Kandungan gizi

Kebutuhan suhu untuk penyimpanan dingin produk hortikultura setelah dipanen bervariasi menurut jenis produk. Produk hortikultura yang dibudidayakan di daerah tropis memerlukan suhu berkisar antara 7-13 oC (Ahmad 2013). Busuk buah merupakan masalah serius di dalam penanganan dan proses pascapanen. Kondisi ruang simpan sangat menentukan daya simpan buah dan terhindarnya dari pembusukan. Kondisi ruang simpan yang baik dan sesuai akan memperkecil tingkat pembusukan buah. Perlakuan pascapanen sangat menentukan daya tahan buah terhadap patogen. Buah atau sayur yang telah dipanen yang tidak diperlakukan dengan perlakuan tertentu, akan memperpendek umur simpan produk tersebut (Soesanto 2006).

Mikroba patogen mudah ditemukan, baik selama buah berada di tanaman maupun di dalam ruang simpan. Pertumbuhan mikroba patogen pascapanen sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, khususnya suhu, pH, nutrisi, dan kandungan air yang harus tersedia. Suhu sangat berperanan dalam pertumbuhan dan perkembangan jamur patogen pascapanen (Soesanto 2006). Jenis kerusakan yang terjadi pada saat penyimpanan berupa kerusakan fisiologis seperti pencoklatan serta kerusakan mikrobiologis berupa busuk dan pertumbuhan jamur. Salak dikatakan rusak selama penyimpanan bila telah terdapat sátu atau lebih dari tanda-tanda salak yang rusak berikut ini, yaitu (1) terbentuknya warna coklat pada daging buah salak, (2) terbentuknya aroma salak yang menyimpang atau berbau alkohol, (3) terdapat pertumbuhan jamur pada kulit buah serta (4) daging buah menjadi lunak dan berair (Putra 2011).

(20)

7 Edible Coating

Edible coating adalah suatu lapisan tipis yang rata, dibuat dari bahan yang dapat dimakan, dibentuk di atas komponen makanan (coating) atau diletakkan di antara komponen makanan (film). Edible coating dapat berfungsi sebagai penahan (barrier) perpindahan massa (seperti kelembaban, oksigen, zat terlarut) dan atau sebagai pembawa (carrier) bahan tambahan makanan seperti bahan pengawet untuk meningkatkan kualitas dan umur simpan makanan. Secara umum, ada tiga kelompok bahan yang dapat digunakan untuk pembuatan edible coating yaitu hidrokoloid, lipid, dan komposit. Hidrokoloid terbagi atas karbohidrat dan protein. Karbohidrat terdiri dari tepung (starch), gum tumbuhan (alginat, pektin, gum arab), pati termodifikasi dan polisakarida lainnya. Golongan lipid antara lain lilin (waxes) dan asam lemak, sedangkan komposit merupakan gabungan lipid dengan hidrokoloid. Masing-masing jenis pelapis tersebut memiliki keunggulan dan kelemahan sehingga harus dikombinasikan dengan bahan lain. Coating yang terbuat dari bahan hidrokoloid sangat baik sebagai barrier terhadap O2 dan CO2 sedangkan coating dari lipid baik untuk mempertahankan kehilangan uap air (Dea et al. 2011). Di bidang farmasi pelapis edible digunakan untuk melapisi obat-obatan dan di bidang pangan untuk melapisi manisan, buah-buahan, sayur-sayuran dan beberapa produk daging. Pada umumnya pelapis edible dari polisakarida mempunyai sifat penghambatan terhadap gas yang lebih baik daripada terhadap uap air (Soliva-Fortuny et al. 2011).

Metode untuk aplikasi coating pada buah dan sayuran terdiri dari metode dipping (pencelupan), spraying (penyemprotan), dan casting (penuangan). Metode pencelupan merupakan metode yang paling banyak digunakan terutama untuk sayuran dan buah. Pada metode pencelupan, produk akan dicelupkan kedalam larutan yang digunakan sebagai bahan coating. Lama waktu pencelupan bukan hal yang penting, tetapi yang terpenting adalah kesempurnaan pelapisan permukaan komoditas dengan ketebalan yang rata. Edible coating dapat menjadi pelindung buah terolah minimal dari kerusakan mekanis, membantu mempertahankan integritas struktur sel dan mencegah kehilangan senyawa-senyawa volatil (Dea et al. 2011). Golongan polisakarida yang banyak digunakan sebagai bahan pembuatan edible coating adalah pati dan turunannya, selulosa dan turunannya (metil selulosa, karboksil metil selulosa, hidroksi propil metil selulosa), pektin (ekstrak ganggang laut, alginat, karagenan, agar), gum (gum arab, gum karaya), xanthan, dan kitosan. Aplikasi polisakarida biasanya dikombinasikan dengan beberapa pangan fungsional seperti plasticizers, surfaktan, dan emulsifier yang memiliki fungsi memberikan permukaan yang halus dan mencegah kehilangan uap air (Soliva-Fortuny et al. 2011).

(21)

8

hidrokoloid, yang memiliki permeabilitas terhadap uap air relatif tinggi (Nieto, 2009).

Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan α-glikosidik. Berbagai macam pati tidak sama sifatnya, tergantung dari panjang rantai C-nya, serta apakah lurus atau bercabang rantai molekulnya. Pati terdiri dari dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas. Fraksi terlarut disebut amilosa dan fraksi tidak larut disebut amilopektin. Pati tersusun dari dua macam karbohidrat yaitu amilosa dan amilopektin, dalam komposisi yang berbeda-beda. Dibandingkan amilopektin, amilosa lebih berperan dalam pembentukan edible coating. Amilosa diperlukan untuk pembentukan film dan pembentukan gel yang kuat (Soliva-Fortuny et al. 2011). Pati merupakan salah satu jenis polisakarida yang tersedia melimpah di alam, bersifat mudah terurai (bio-degradable), mudah diperoleh, dan murah. Sifat-sifat pati juga sesuai untuk bahan edible coating/film karena dapat membentuk film yang cukup kuat. Namun, edible film berbasis pati mempunyai kelemahan, yaitu sifat penghalang terhadap uap air juga rendah karena sifat hidrofilik pati (Garcia et al. 2011).

Edible coating/film yang dibuat dari polisakarida (karbohidrat), protein, dan lipid memiliki banyak keunggulan seperti biodegradable, dapat dimakan, dan kemampuannya sebagai penghalang (barrier) terhadap oksigen dan tekanan fisik selama transportasi dan penyimpanan. Edible coating/film berbahan dasar polisakarida berperan sebagai membran permeabel yang selektif terhadap pertukaran gas O2 dan CO2 sehingga dapat menurunkan tingkat respirasi pada buah dan sayuran. Aplikasi coating polisakarida dapat mencegah dehidrasi, oksidasi lemak, dan pencoklatan pada permukaan serta mengurangi laju respirasi. Keuntungan lain coating berbahan dasar polisakarida adalah dapat memperbaiki flavor, tekstur, dan warna, memperbaiki penampilan, dan mengurangi tingkat kebusukan (Dea et al. 2011)

Nanopartikel ZnO (Zinc oxide)

Seng oksida (zinc oxide) adalah suatu senyawa inorganik dengan rumus kimia ZnO, merupakan semi konduktor dengan struktur wurtzite yang stabil. ZnO terdapat dikulit bumi dan telah diteliti secara luas serta digunakan dalam berbagai aplikasi teknologi saat ini. Senyawa ini mempunyai densitas 5.61 g/cm3, dan titik leleh 1975 oC. Tampilannya berupa serbuk berwarna putih yang hampir tidak larut dalam air. Serbuk ini digunakan secara luas sebagai bahan tambahan kedalam berbagai material, plastik. keramik, pigmen, karet (ban mobil), makanan (sumber nutrisi Zn), dan pakan. ZnO yang digunakan secara komersial pada umumnya diproduksi secara sintesis dari berbagai sumber seng, di antaranya seng sulfat (ZnSO4), seng klorida (ZnCl), seng asetat [Zn(CH3COO)2], dan seng nitrat [Zn(NO3)2].

(22)

9 memiliki luas permukaan yang berlipat ganda, biasanya dengan meningkatkan luas permukaan berarti memiliki peluang akan peningkatan terjadinya reaksi kimia yang lebih banyak. Semakin kecil ukuran materi (terutama yang memiliki ukuran nano), maka akan semakin mengalami perubahan sifat dibanding dengan ukuran materi yang besar (Winarno dan Elizabeth 2010).

Gambar 2 Nanopartikel ZnO (Zinc oxide)

Nanopartikel (NP) yang terbuat dari oksida logam dengan ukuran kurang dari 100 nm menunjukkan aktifitas antimikroba. Studi terbaru menunjukkan bahwa beberapa NP terbuat dari oksida logam seperti ZnO-NP, memiliki toksisitas selektif terhadap bakteri (Brayner et al. 2006). Efek antimikroba dari nanopartikel ZnO disebabkan oleh beberapa mekanisme antara lain: (1) Terjadinya oksidasi protein, lipid, DNA yang dapat meyebabkan degradasi struktur membran sel yang menyebabkan kematian, (2) Kerusakan struktur membran karena akumulasi nanopartikel ZnO dalam membran bakteri, (3) Pelepasan ion Zn dari permukaan nanopartikel menyebabkan kematian bakteri karena mengikat membran sel (Gajjar et al. 2009).

Nanopartikel ZnO pada konsentrasi antara 3 dan 10 mmol/l menyebabkan penghambatan 100% dari pertumbuhan bakteri sebagai akibat dari akumulasi intraseluler nanopartikel (Brayner et al. 2006). Liu et al. (2009) melaporkan bahwa nanopartikel ZnO pada konsentrasi yang lebih tinggi dari 3 mmol/l secara signifikan dapat menghambat pertumbuhan E. coli, dibandingkan dengan kontrol. Nanopartikel ZnO menunjukkan sifat antibakteri terhadap E. coli dan efek penghambatan meningkat jika konsentrasi nanopartikel ZnO meningkat. Nanopartikel ZnO mampu mendistorsi membran sel bakteri, menyebabkan hilangnya komponen intraseluler, dan akhirnya kematian sel.

(23)

10

Nanokomposit

Kata komposit (composite) merupakan kata sifat yang berarti susunan atau gabungan. Komposit berasal dari kata kerja to compose yang berarti menyusun atau menggabung. Material komposit didefinisikan sebagai kombinasi antara bentuknya, komposisi kimianya, dan tidak saling melarutkan dimana material yang satu berperan sebagai penguat dan yang lainnya sebagai pengikat sehingga akan terbentuk material baru yang lebih baik. Komposit disusun dari dua komponen yaitu matrik atau resin dan penguat atau filler. Filler dapat berupa struktur, partikel atau serat yang berfungsi sebagai penguat. Pembagian komposit berdasarkan matrik digolongkan dalam tiga kelompok yaitu: (1) Komposit Matrik Logam (KML), (2) Komposit Matrik Polimer (KMP), dan (3) Komposit Matrik Keramik (KMK). Adapun pembagian komposit berdasarkan penguatnya dapat di klasifikasikan menjadi 3 macam yaitu : (1) Fibrous Composites Materials, penguatnya berbentuk serat, (2) Structural Composites Materials, penggabungan material komposit, dan (3) Particulate Composites Materials, penguatnya berbentuk partikel (Hull dan John 2006).

Material komposit partikel merupakan komposit yang menggunakan partikel atau serbuk sebagai penguatnya dan terdistribusi secara merata dalam matriknya. Komposit partikel bersifat isotropis, merupakan produk yang dihasilkan dengan menempatkan partikel-partikel dan sekaligus mengikatnya dengan suatu matrik bersama dengan satu atau lebih unsur-unsur penyusunnya. Komposit dengan penguatan serat dan partikel adalah jenis komposit yang paling sering dipakai dalam aplikasi. Hal ini karena komposit jenis ini memiliki keunggulan terhadap sifat kekuatan tarik dan kekakuan. Aspek penting yang menunjukkan karakteristik dari komposit tersebut adalah optimasi dari ikatan antara filler dan matrik, dimana antara keduanya tidak terjadi reaksi kimia dan tidak larut satu sama lain (Hull dan John 2006).

(24)

11

3

METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada Juni 2014 sampai dengan Januari 2015 di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP) dan Laboratorium Mikrobiologi PAU, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah salak pondoh yang diperoleh dari petani salak di Turi, Sleman, dengan umur panen ±5 bulan setelah penyerbukan, pektin yang diperoleh dari Nacalai Tesque Inc (Jepang), pati ubi kayu yang diperoleh dari PT. Budi Starch & Sweetener Tbk (Indonesia), nanopartikel ZnO/NP-ZnO (Ø 20 nm) yang diperoleh dari Wako Pure Chemical Industries (Jepang), gliserol, aquades, Media Potato Dextrose Agar (PDA), Nutrient Agar (NA), Nutrient Broth (NB), dan Potato Dextrose Broth (PDB) yang diperoleh dari OXOID (Inggris), kultur uji yaitu Escherichia coli (ATCC 25922), Staphylococcus aureus (ATCC 25923), Saccharomyces cerevisiae (ATCC 9763), Aspergillus niger (ATCC 16404), Fusarium oxysporum, dan Penicillium digitatum yang diperoleh dari koleksi laboratorium Mikrobiologi PAU, Fateta, IPB.

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan digital, rheometer, chromameter, homogenizer, styrofoam, plastik wrapping, hot plate dan magnetic stirrer, lemari pendingin, termometer dan alat-alat lain yang dibutuhkan dalam proses pembuatan larutan pelapis nanokomposit, pengujian aktivitas antimikroba, dan proses pencelupan serta yang digunakan dalam analisa mutu salak pondoh terolah minimal.

Rancangan Percobaan

Penelitian dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL) dengan tiga kali ulangan. Perlakuannya yaitu NP-ZnO dengan dua taraf: 0% dan 1%. Kelompoknya yaitu jenis polimer terdiri dari pati dan pektin. Penyimpanan dilakukan dalam lemari pendingan (cool storage) dengan suhu 10±2 oC dan dilakukan pengamatan setiap dua hari.

Model persamaan matematik yang digunakan adalah: Yij = µ + τi + βj+ εij Dimana :

Yij = Nilai pengamatan dari perlakuan ke-i dalam kelompok ke-j µ = Nilai rata-rata sebenarnya

(25)

12

βj = Pengaruh kelompok (polimer) taraf ke-j εij = Pengaruh galat percobaan

Data dianalisis menggunakan analisis sidik ragam dengan taraf nyata 5%, dan bila diperlukan maka dilanjutkan uji lanjut DMRT (Duncan Multiple Range Test).

Prosedur Penelitian

Pembuatan Larutan Pelapis Nanokomposit Pati + NP-ZnO (Marvizadeh et al. 2014)

Pelapis nanokomposit pati + NP-ZnO dibuat dengan melarutkan (0 dan 100 mg) NP-ZnO dalam 1000 mL aquades. Kemudian larutan dihomogenisasi menggunakan homogenizer selama 3 menit dengan kecepatan maksimum. Setelah itu ditambahkan pati 10 g (1%) sambil diaduk menggunakan magnetic stirrer kecepatan tinggi di atas hot plate. Pelarutan pati dalam larutan NP-ZnO dilakukan sedikit demi sedikit sambil dipanaskan dan diaduk perlahan agar terbentuk gel campuran pati + NP-ZnO yang larut secara sempurna. Setelah itu baru ditambahkan gliserol sebanyak 20% dari berat pati. Larutan dipanaskan sampai berwarna jernih dengan suhu berkisar 90 ºC atau dikatakan telah terjadi proses gelatinisasi sehingga diperoleh larutan nanokomposit dengan konsentrasi pati + NP-ZnO 0% dan 1% (b/b pati).

Pembuatan Larutan Pelapis Nanokomposit Pektin + NP-ZnO (Suyatma et al. 2013)

Pelapis nanokomposit pektin + NP-ZnO dibuat dengan melarutkan (0 dan 100 mg) NP-ZnO dalam 1000 mL aquades. Kemudian larutan dihomogenisasi menggunakan homogenizer selama 3 menit dengan kecepatan maksimum. Kemudian dilakukan pencampuran dengan pektin sebanyak 10 g (1%) menggunakan magnetic stirrer dan gliserol sebanyak 10% dari berat pektin sehingga diperoleh larutan nanokomposit dengan konsentrasi pektin + NP-ZnO 0% dan 1% (b/b pektin).

Pengujian Aktivitas Antimikroba Larutan Pelapis Nanokomposit

(26)

13

Aplikasi Pelapis Nanokomposit pada Buah Salak Pondoh Terolah Minimal Buah salak yang telah dipanen lalu disortasi, kemudian dilakukan pengupasan kulit dan kulit ari. Buah yang telah dikupas kemudian dicelupkan ke dalam larutan pelapis nanokomposit selama 30 detik dan dikeringanginkan. Setelah kering buah salak pondoh terolah minimal tersebut dikemas dalam Styrofoam dan plastik wrapping. Selanjutnya dilakukan penyimpanan pada suhu 10±2 oC. Pengamatan dilakukan setiap dua hari hingga buah rusak atau tidak dapat diterima oleh panelis dengan parameter yang diamati adalah laju respirasi, susut bobot, browning index, kekerasan, total padatan terlarut (TPT), total asam, dan uji organoleptik.

(A) (B)

(C) (D)

Gambar 3 Aplikasi pelapisan pada salak pondoh terolah minimal. (A) pelapisan; (B) dikeringanginkan; (C) pengemasan; (D) penyimpanan

Parameter Pengamatan Laju Respirasi

(27)

14

Perhitungan Laju Respirasi:

Dimana : R = laju respirasi (ml CO2/kg.jam) x = konsentrasi gas CO2 (%) t = waktu (jam)

V = volume bebas (ml) W = berat bahan (kg) Susut Bobot

Pengukuran susut bobot dilakukan berdasarkan persentase penurunan bobot (berat basah) bahan sejak awal penyimpanan sampai akhir penyimpanan selama periode pengamatan. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan timbangan digital Mettler scale PM-4800. Persamaan yang digunakan untuk menghitung susut bobot adalah sebagai berikut:

Dimana : W = bobot bahan pada awal penyimpanan (g) Wa = bobot bahan pada akhir penyimpanan (g) Kekerasan

Kekerasan diukur menggunakan Rheometer tipe CR -300 DX, dengan kecepatan tekanan 30 mm/menit, beban maksimum 10 kg dan kedalaman tusukan 10 mm. Pengujian dilakukan pada bagian pangkal salak pondoh terolah minimal. Nilai hasil pengukuran diperoleh dalam satuan kilogram-force (kgf).

Browning index (BI)

Pengukuran browning index dilakukan dengan menggunakan Chromameter Minolta CR-200. Pada chromameter ini digunakan sistem warna L, a dan b. Nilai L* menunjukkan kecerahan, nilai a* dan b* adalah koordinat kromasitas yang digunakan untuk mengetahui nilai hue angle dan saturation index. Nilai a negatif untuk warna hijau dan positif untuk warna merah, sedangkan nilai b negatif untuk warna biru dan positif untuk warna kuning.

Untuk melihat perubahan warna salak terolah minimal akibat peristiwa browning enzimatis, maka dilakukan perhitungan indeks browning dengan persamaan sebagai berikut (Li et al. 2011):

(28)

15 Total Padatan Terlarut (TPT)

Pengukuran total padatan terlarut dilakukan menggunakan Refraktometer model N-1 Atago. Sari buah diambil dengan menghancurkan buah salak pondoh dan diteteskan di atas permukaan kaca refraktometer. Skala yang tertera pada alat akan terbaca dengan satuan oBrix.

Total asam

Sampel (daging buah salak terolah minimal) ditimbang sebanyak 25 gram, kemudian ditambahkan akuades secukupnya dan dihaluskan dengan blender. Hancuran buah kemudian dipindahkan secara kuantitatif ke dalam gelas piala dan dipanaskan selama 60 menit. Setelah didinginkan, hancuran buah kemudian dipindahkan ke dalam labu takar 250 ml dan ditepatkan sampai tanda tera dengan menggunakan aquades. Larutan dihomogenkan lalu disaring dengan kertas saring. Penetapan sampel dilakukan dengan mengambil 25 ml filtrat tadi dan dititrasi dengan NaOH 0.1 N. Indikator yang digunakan adalah fenolftalein. Hasil pengukuran dinyatakan sebagai ml NaOH 0.1 N/100 g bahan.

Uji Organoleptik

(29)

16

Gambar 4 Diagram alir prosedur penelitian Penyimpanan suhu 10±2 oC

Homogenisasi

Aplikasi coating/pelapis pada salak pondoh terolah

minimal Mixing (pati/pektin)

Pengemasan dengan Styrofoam dan wrapping

plastic Sortasi,

pengupasan kulit dan kulit ari

Aquades

Pengamatan : Laju respirasi, Susut bobot, Browning index, Kekerasan, TPT, Total asam, Uji organoleptik

Uji aktivitas antimikroba Larutan pelapis nanokomposit

(NP-ZnO 0%, 1%) (b/b pati dan pektin)

Kontrol Buah salak

pondoh

(30)

17

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Aktivitas antimikroba

Aktivitas antimikroba pelapis nanokomposit terhadap bakteri, khamir, dan jamur ditunjukkan pada Tabel 1. Berdasarkan hasil diameter zona hambat yang diperoleh menunjukkan bahwa pelapis nanokomposit mempunyai potensi aktivitas antimikroba terhadap bakteri. Pelapis nanokomposit dengan penambahan NP-ZnO 1% mempunyai penghambatan terhadap pertumbuhan E. coli dan S. aureus, tetapi tidak memiliki aktivitas penghambatan terhadap pertumbuhan khamir S. cerevisiae dan jamur A. niger, F. oxysporum, dan P. digitatum. Hal ini menunjukkan bahwa bakteri E. coli dan S. aureus lebih sensitif terhadap NP-ZnO dibandingkan dengan khamir dan jamur.

Tabel 2 Hasil uji aktivitas antimikroba pelapis nanokomposit

Pelapis Diameter penghambatan (mm)

Keterangan : (-) Tidak ada zona penghambatan

Adanya pelepasan ion Zn dari NP-ZnO dan terjadinya akumulasi ion pada membran sel bakteri menyebabkan kerusakan stuktur membran akibat ion Zn mampu mengikat membran sel sehingga menyebabkan kematian sel bakteri. Sesuai dengan pendapat Liu et al. (2009) bahwa nanopartikel ZnO menunjukkan sifat antibakteri terhadap E. coli dan efek penghambatan meningkat jika konsentrasi nanopartikel ZnO meningkat. Nanopartikel ZnO dapat mendistorsi membran sel bakteri, menyebabkan hilangnya komponen intraseluler, dan akhirnya kematian sel. Sesuai juga dengan pendapat Li et al. (2009) bahwa film yang mengandung nanopartikel ZnO menunjukkan aktivitas antibakteri terhadap E. coli dan S. aureus, namun tidak menunjukkan aktivitas antikapang terhadap A. flavus dan P. citrinum yang memiliki struktur dinding sel yang sangat kompleks.

(31)

18

lapisan peptidoglikan antara membran luar dan membran plasma (Wahab et al. 2010).

Laju Respirasi (Produksi CO2)

Laju respirasi sering digunakan sebagai indeks untuk menentukan masa simpan pascapanen produk segar. Laju respirasi diukur berdasarkan jumlah karondioksida (CO2)yang dihasilkan atau jumlah oksigen (O2) yang di konsumsi buah salak pondoh terolah minimal. Jumlah CO2 dan O2 yang kontak dengan produk merupakan salah satu hal yang harus diperhatikan untuk mempertahankan kualitas produk dan akan berakibat pula terhadap umur simpan produk.

(A) (B)

Gambar 5 Pengaruh pelapisan terhadap laju produksi CO2 salak pondoh terolah minimal. (A) Nanokomposit pati; (B) Nanokomposit pektin

Salak pondoh terolah minimal dengan pelapis nanokomposit pati atau pektin cenderung memiliki laju produksi CO2 yang lebih rendah dibandingkan salak pondoh terolah minimal tanpa pelapis (kontrol). Laju produksi CO2 terendah terdapat pada pelapis dengan penambahan NP-ZnO (Gambar 5). Hal ini menunjukkan bahwa pemberian pelapis dari pati atau pektin dengan penambahan NP-ZnO mampu menghambat laju respirasi salak pondoh terolah minimal selama penyimpanan sehingga kesegaran dapat dipertahankan dan umur simpan menjadi lebih panjang. Edible coating dari pati atau pektin terbukti memiliki kemampuan penghalang gas baik sehingga dapat menghambat laju respirasi buah dan mempertahankan mutu salak pondoh terolah minimal. Hal ini sesuai dengan pendapat Dea et al. (2011)yang menyatakan bahwa film atau coating yang terbuat dari polisakarida seperti pati dan pektin pada umumnya sangat baik sebagai penghambat perpindahan gas, sehingga efektif untuk mencegah laju respirasi buah. Edible film dapat menjadi pelindung buah terolah minimal dari kerusakan mekanis, membantu mempertahankan intergritas struktur sel dan mencegah kehilangan senyawa volatil. Mekanisme perlindungan edible film pada buah dan sayuran terolah minimal terutama terletak pada sifat barrier O2 dan CO2 nya yang akan berpengaruh pada laju respirasi.

(32)

19 nanopartikel ke dalam polimer pati dan pektin mampu meningkatkan sifat fisik mekanik dari polimer tersebut sehingga akan memiliki kemampuan penghalang gas yang lebih baik dibandingkan polimer tanpa NP-ZnO. Nanopartikel akan mengisi ruang-ruang kosong di dalam polimer dan akan memperlambat gas dalam melewati polimer, sehingga waktu yang diperlukan gas untuk melewati polimer tersebut lebih lama. Hal ini sesuai dengan pendapat Alexandra dan Dubois (2000) yang menyatakan bahwa penambahan nanopartikel akan meningkatkan karakteristik edible film, seperti kekuatan, antimikroba, serta memperbaiki sifat-sifat barrier sebagai pengemas. Penambahan partikel nanoclay ke dalam matriks polimer pektin-karagenan dapat meningkatkan sifat mekanik dan memiliki permeabilitas terhadap uap air dan CO2 yang lebih rendah (Coelhoso et al. 2010).

Berdasarkan analisis sidik ragam (Lampiran 2) selama penyimpanan perlakuan pelapis nanokomposit pati dengan NP-ZnO tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap laju produksi CO2 salak pondoh terolah minimal selama penyimpanan. Hal yang sama juga terlihat bahwa perlakuan pelapis nanokomposit pektin dengan NP-ZnO tidak berpengaruh nyata terhadap laju produksi CO2, namun hari pengamatan berpengaruh nyata pada hari penyimpanan ke-0 sampai ke-8.

Susut Bobot

Susut bobot merupakan salah satu faktor yang mengindikasikan penurunan mutu buah dan menunjukkan tingkat kesegaran. Penurunan bobot disebabkan karena adanya proses respirasi maupun transpirasi yang masih terjadi selama proses penyimpanan. Selama penyimpanan terjadi peningkatan susut bobot buah salak pondoh terolah minimal pada semua perlakuan (Gambar 6). Perubahan susut bobot terbesar terdapat pada salak pondoh terolah minimal tanpa pelapis sedangkan perubahan terkecil terdapat pada perlakuan pelapis nanokomposit pati 1% + NP-ZnO 1% dan pektin 1% + NP-ZnO 1%. Hal ini menunjukkan bahwa pelapisan dari nanokomposit pati atau pektin mampu mengurangi laju penguapan uap air dan proses respirasi atau penguraian senyawa-senyawa kompleks, sehingga dapat menekan laju kehilangan bobot buah selama penyimpanan.

(33)

20

(A) (B)

Gambar 6 Pengaruh pelapisan terhadap susut bobot salak pondoh terolah minimal. (A) Nanokomposit pati; (B) Nanokomposit pektin

Kemampuan penghambatan terhadap gas dan uap air menjadi semakin meningkat dengan adanya penambahan NP-ZnO ke dalam polimer. Penelitian Chang et al. (2010) yang menggabungkan pati kentang dengan nanokitin menunjukkan bahwa nanokitin dapat terdispersi dengan baik dalam matriks pati dan meningkatkan kuat-tarik (tensile strenght/TS) dan sifat penghalang terhadap uap air. Penambahan nanopartikel akan meningkatkan karakteristik edible film seperti kekuatan, antimikroba, dan memperbaiki sifat-sifat barrier sebagai pengemas (Alexandra dan Dubois 2000).

Berdasarkan analisis sidik ragam (Lampiran 3) perlakuan pelapis nanokomposit pati dengan NP-ZnO dan hari pengamatan memperlihatkan adanya pengaruh yang sangat nyata terhadap susut bobot salak pondoh terolah minimal selama penyimpanan hari ke-2 sampai ke-10. Sementara hari ke-12 dan ke-14 tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap susut bobot. Hal yang sama juga terlihat pada perlakuan pelapis nanokomposit pektin dengan NP-ZnO dimana pada hari ke-2 sampai ke-10 dan hari pengamatan berpengaruh sangat nyata. Sementara pada hari ke-12 dan ke-14 perlakuan pelapis nanokomposit pektin dengan NP-ZnO tidak memberikan pengaruh nyata, sedangkan hari pengamatan berpengaruh sangat nyata.

(34)

21 Browning Index (Indeks Kecokelatan)

Warna merupakan salah satu kriteria penting dalam melihat perubahan mutu salak pondoh terolah minimal. Warna salak pondoh selama disimpan cenderung berubah menjadi cokelat atau biasa disebut dengan browning (pencoklatan). Selama penyimpanan nilai browning index salak pondoh terolah minimal cenderung meningkat untuk semua perlakuan (Gambar 7).

Perubahan warna pada buah salak pondoh terolah minimal menjadi cokelat disebabkan peristiwa browning enzimatis akibat oksidasi yang menyebabkan terbentuknya senyawa melanin yang berwarna cokelat. Akibat adanya pengupasan kulit buah salak pondoh, akan memperluas kontak buah dengan oksigen, sehingga aktifitas enzim fenolase semakin tinggi. Semakin tinggi aktifitas enzim maka semakin tinggi pula terbentuknya senyawa melanin yang dapat meningkatkan nilai browning index atau menurunkan kecerahan salak. Hal ini sesuai dengan pendapat Winarno (2002) bahwa reaksi pencoklatan terjadi akibat oksigen dapat berhubungan langsung dengan poliphenol dengan dikatalisa oleh enzim poliphenol oksidase membentuk senyawa melanin berwarna cokelat. Oksigen dapat berhubungan dengan poliphenol bila terdapat sel atau jaringan yang terbuka akibat luka.

(A) (B)

Gambar 7 Pengaruh pelapisan terhadap browning index salak pondoh terolah minimal. (A) Nanokomposit pati; (B) Nanokomposit pektin

(35)

22

lemak, pencoklatan pada permukaan dan mengurangi laju respirasi dengan mengontrol komposisi gas CO2 dan O2 dalam atmosfer internal.

Nilai browning index terkecil terdapat pada pelapis nanokomposit baik pati maupun pektin dengan adanya penambahan NP-ZnO yaitu pati 1% + NP-ZnO 1% dan pektin 1% + NP-ZnO 1%. Penambahan NP-ZnO ke dalam polimer pati dan pektin dapat meningkatkan sifat barrier terhadap gas sehingga lebih efektif dalam menghambat reaksi pencoklatan buah. Selain itu, NP-ZnO memiliki kapasitas antimikroba yang mampu mengurangi atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme patogen pada makanan. Hal ini sesuai dengan pendapat Li et al. (2011) yang menyatakan bahwa penyimpanan apel fuji terolah minimal dalam kemasan yang mengandung NP-ZnO secara signifikan mengurangi aktivitas polifenol oksidase dan menghasilkan browning index yang lebih rendah dibandingkan dengan kontrol. Film yang mengandung nanopartikel ZnO menunjukkan aktivitas antibakteri terhadap E. coli dan S. aureus (Li et al. 2009). Pada daging buah salak meningkatnya browning index selain diakibatkan oleh pencoklatan juga terjadi karena serangan mikroba terutama jamur/kapang seperti Aspergillus niger. Hal ini sesuai dengan pendapat Soesanto (2006) bahwa jamur Aspergillus sp. merupakan salah satu jamur kontaminan yang umum jumpai di dalam ruang penyimpanan produk pascapanen. Jamur ini menimbulkan bercak yang berukuran besar sehingga warna buah menjadi cokelat sampai kehitaman. Selain itu, daging buah juga mengalami kerusakan dan tidak dapat dikonsumsi.

Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 4) terhadap nilai browning index salak pondoh terolah minimal selama penyimpanan 14 hari, pelapis nanokomposit pati dengan NP-ZnO berpengaruh sangat nyata dan berpengaruh nyata, dan hari pengamatan juga berpengaruh sangat nyata pada hari ke-0 sampai ke-10. Selain itu, pelapis nanokomposit pektin dengan NP-ZnO dan hari pengamatan berpengaruh sangat nyata pada hari ke-0 sampai ke-10, namun tidak memberikan pengaruh yang nyata pada hari ke-12 dan ke-14. Hasil uji DMRT pada taraf (α<0.05) pada Lampiran 4a dan 4b terlihat bahwa perlakuan pelapis nanokomposit pati 1% dan pati 1% + NP-ZnO 1% tidak berbeda nyata tetapi berbeda nyata dengan tanpa pelapis. Hal yang sama juga terlihat pada pelapis nanokomposit pektin 1% dan pektin 1% + NP-ZnO 1% yang tidak berbeda nyata namun berbeda nyata dengan tanpa pelapis. Perlakuan nanokomposit pati 1% + NP-ZnO 1% dan pektin 1% + NP-ZnO 1% menghasilkan nilai yang lebih rendah lebih rendah.

(36)

23 Kekerasan

Kekerasan salak pondoh terolah minimal cenderung menurun selama penyimpanan seperti ditunjukkan pada Gambar 8. Hal tersebut menunjukkan bahwa daging buah salak selama penyimpanan mengalami perubahan menjadi lebih lunak. Pelunakan ini terjadi karena adanya proses perubahan protopektin yang tidak larut menjadi pektin yang dapat larut. Selain itu, adanya akitivitas mikroba pada salak pondoh terolah minimal juga menyebabkan buah salak pondoh menjadi lunak dan berair. Enzim protopektinase yang disekresikan oleh bakteri akan mempercepat reaksi pemecahan protopektin yang tidak larut menjadi pektin yang larut air sehingga mengakibatkan jaringan sel buah menjadi lunak. Hal ini sesuai dengan pendapat Muchtadi et al. (2010) bahwa dalam proses pematangan buah zat pektin yang tidak larut (protopektin) berubah menjadi pektin yang larut air, sehingga jumlah pektin yang larut air bertambah dan protopektin tak larut akan berkurang. Keadaan ini menyebabkan ketegaran sel buah akan menjadi menurun dan buah menjadi lunak dan berair.

(A) (B)

Gambar 8 Pengaruh pelapisan terhadap kekerasan salak pondoh terolah minimal.(A) Nanokomposit pati; (B) Nanokomposit pektin

Pelapisan buah salak pondoh terolah minimal dengan pelapis nanokomposit pati dan pektin dengan penambahan NP-ZnO dapat menghambat proses pelunakan selama penyimpanan. Hal ini menujukkan pemberian pelapis mampu mempertahankan kekerasan dan mencegah pelunakan yang disebabkan oleh perubahan protopektin menjadi pektin yang dapat larut air serta menghambat pertumbuhan mikroba yang juga beperan dalam menyebabkan buah menjadi lunak dan berair. Sesuai dengan pendapat lintang (2011) bahwa buah salak terlapis pektin dari buah pala memiliki laju respirasi yang rendah dan menghambat pelunakan dimana nilai kekerasan lebih tinggi dibandingkan buah tanpa pelapis. Oms-Oliu et al. (2008) menyatakan bahwa pelapisan dengan edible coating berbasis polisakarida dapat mempertahankan kekerasan fresh-cut melon selama penyimpanan. Pelapisan dengan edible coating mampu menghambat laju respirasi dan menekan terjadinya pelunakan (Vina et al. 2007).

(37)

24

minimal tanpa pelapis. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian pelapis nanokomposit baik pati maupun pektin dengan penambahan NP-ZnO pada salak pondoh terolah minimal terbukti mampu mempertahankan kekerasan buah selama penyimpanan dan menghambat pertumbuhan mikroba yang menyebabkan pelunakan atau kerusakan selama penyimpanan. NP-ZnO yang terdapat didalam polimer pati dan pektin memiliki laju respirasi yang lebih rendah sehingga mampu menghambat terjadinya pelunakan. Selain itu, kemampuan NP-ZnO sebagai agen antimikroba juga berperan dalam menghambat perkembangan mikroba yang menyebabkan salak pondoh terolah minimal menjadi lunak. Penambahan partikel nanoclay ke dalam matriks polimer pektin-karagenan dapat meningkatkan sifat mekanik dan memiliki permeabilitas gas CO2 yang lebih rendah (Coelhoso et al. 2010). Nanopartikel ZnO merupakan senyawa antimikroba yang efektif terhadap bakteri S. aureus dan Salmonela (Jones et al. 2007) E. coli dan Bacillus phaeus (Tam et al. 2008)

Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 4) terhadap kekerasan salak pondoh terolah minimal memperlihatkan bahwa pelapis nanokomposit pati dengan NP-ZnO dan hari pengamatan berpengaruh nyata pada penyimpanan hari ke-0 sampai ke-10, sedangkan pada hari ke-12 dan ke-14 tidak memberikan pengaruh yang nyata. Namun, pelapis nanokomposit pektin dengan NP-ZnO tidak berpengaruh nyata selama penyimpanan dan hari pengamatan hanya berpengaruh nyata pada penyimpanan hari ke-0 sampai ke-10.

Total Padatan Terlarut

Kandungan Total Padatan Terlarut (TPT) salak pondoh selama penyimpanan pada umumnya mengalami perubahan seperti yang terlihat pada Gambar 9 dibawah ini. Pada saat penyimpanan kandungan total padatan terlarut salak pondoh terolah minimal cenderung meningkat. Peningkatan total padatan terlarut selama penyimpanan disebabkan adanya proses respirasi yang menyebabkan banyaknya gula yang terbentuk dari hasil degradasi pati. Karbohidrat atau pati merupakan komponen senyawa kompleks yang dirombak menjadi senyawa yang lebih sederhana seperti gula yaitu glukosa, fruktosa dan sukrosa, sehingga terjadi peningkatan jumlah total padatan terlarut salak pondoh terolah minimal. Penurunan kandungan total padatan terlarut terjadi karena gula yang terdapat di dalam buah digunakan sebagai substrat untuk respirasi. Hal ini sesuai dengan pendapat Widjanarko (2012) bahwa komponen utama yang menentukan nilai total padatan terlarut adalah total gula dalam suatu bahan, meningkatkanya jumlah total padatan terlarut pada suatu bahan terjadi karena hidrolisis pati (karbohidrat) menjadi gula-gula sederhana.

(38)

25 penghambat perpindahan gas, sehingga efektif untuk mencegah laju respirasi buah (Dea et al. 2011).

(A) (B)

Gambar 9 Pengaruh pelapisan terhadap total padatan terlarut salak pondoh terolah minimal. (A) Nanokomposit pati; (B) Nanokomposit pektin

Nilai total padatan terlarut terendah terdapat pada pelapis nanokomposit pati 1% + NP-ZnO 1% dan nanokompsit pektin 1% + NP-ZnO 1%. Penambahan nanopartikel ke dalam polimer pati dan pektin akan meningkatkan sifat barrier dari polimer tersebut sehingga lebih efektif dibandingkan polimer tanpa nanopartikel. Penambahan nanopartikel akan meningkatkan karakteristik edible film, seperti kekuatan, sifat penahanan, antimikroba, serta memperbaiki sifat-sifat barrier sebagai pengemas (Alexandra dan Dubois 2000). Hasil analisis sidik ragam terhadap total padatan terlarut (Lampiran 6) memperlihatkan pelapis nanokomposit pati dengan NP-ZnO tidak memberikan pengaruh yang nyata pada hari ke-0 sampai ke-14, sedangkan hari pengamatan berpengaruh nyata pada hari ke-0 sampai ke-10. Pada pelapis nanokomposit pektin dengan NP-ZnO juga berpengaruh sangat nyata pada hari ke-0 sampai ke-10, sedangkan hari pengamatan selama penyimpanan tidak berpengaruh nyata. Hasil uji DMRT pada taraf (α<0.05) pada Lampiran 6b menunjukkan bahwa perlakuan pelapis nanokomposit pektin 1% + NP-ZnO 1% menghasilkan nilai total padatan terlarut yang lebih kecil. Hal ini disebabkan karena pelapis nanokomposit pektin dengan NP-ZnO lebih efektif menghambat respirasi sehingga nilai total padatan terlarutnya menjadi lebih rendah. Sesuai dengan pendapat Lintang (2011) bahwa pelapis edibel pektin/kitosan mampu mengurangi laju respirasi produk sehingga mampu menghambat perubahan gula dalam proses respirasi.

Total Asam

(39)

26

(A) (B)

Gambar 10 Pengaruh pelapisan terhadap total asam salak pondoh terolah minimal. (A) Nanokomposit pati; (B) Nanokomposit pektin

Total asam pada buah salak berkurang karena adanya perubahan dari asam piruvat dan asam-asam organik lainnya secara aerobik menjadi CH2O3 dan energi atau asam yang ada digunakan sebagai substrat dalam proses respirasi. Asam organik merupakan komponen utama dari buah-buahan dan sayuran segar. Asam sitrat dan asam malat merupakan dua komponen asam organik. Asam organik tersebut akan menurun jumlahnya seiring dengan proses penuaan akibat aktifitas respirasi (Ahmad 2013). Asam-asam organik yang dominan terdapat pada salak adalah asam suksinat, asam adipat, Asam malat dan asam sitrat. Selama proses pematangan buah kandungan asam organik akan menurun. Asam organik yang biasa terdapat dalam buah-buahan adalah asam format, asam asetat, asam fumarat, malat, sitrat, oksalat, suksinat, tartarat, oksaloasetat (Muchtadi et al. 2010). Pada penyimpanan hari ke-10 terjadi peningkatan total asam pada perlakuan tanpa pelapis, hal ini disebabkan karena adanya produksi asam organik oleh aktivitas mikroba pada buah tersebut. Mikroba yang terdapat dalam produk pangan akan mengubah sebagian atau seluruh komponen pangan menjadi produk hasil fermentasi seperti asam laktat, etanol, CO2, dan asam-asam organik lainnya (Rahayu dan Nurwitri 2012).

(40)

27 untuk mencegah laju respirasi buah. Penambahan nanopartikel akan meningkatkan karakteristik edible film, seperti kekuatan, dan memperbaiki sifat-sifat barrier sebagai pengemas (Alexandra dan Dubois 2000). Selain itu juga penambahan NP-ZnO dapat menghambat pertumbuhan mikroba karena nanopartikel NP-ZnO berfungsi sebagai agen antimikroba (Jin et al. 2009).

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam (Lampiran 7) terhadap total asam salak pondoh terolah minimal, terlihat bahwa perlakuan pelapis nanokomposit pati atau pektin tidak memberikan pengaruh yang nyata selama penyimpanan hari ke-0 sampai ke-14. Namun hari pengamatan pada hari ke-0 sampai ke-10 memperlihatkan adanya pengaruh yang nyata terhadap total asam salak pondoh terolah minimal.

Uji Organoleptik

Uji organoleptik dilakukan untuk mengetahui penerimaan konsumen terhadap mutu salak pondoh terolah minmal yang diuji. Parameter yang diuji pada buah salak pondoh terolah minimal diantaranya: warna, aroma, tekstur, rasa dan penerimaan keseluruhan.

Organoleptik warna

Warna merupakan salah satu variabel mutu yang pertama kali dilihat dan dinilai oleh konsumen dan mempengaruhi tingkat kesukaan konsumen terhadap suatu produk. Warna daging salak yang disukai oleh konsumen adalah warna daging yang putih bersih, menandakan buah segar. Sebaliknya, warna daging salak yang tidak disenangi konsumen adalah warna daging salak yang sudah kecokelatan, adanya bercak-bercak cokelat. Tingkat kesukaan panelis terhadap warna salak terolah minimal cenderung menurun selama penyimpanan (Gambar 11).

(A) (B)

Gambar 11 Pengaruh pelapisan terhadap nilai kesukaan panelis terhadap warna salak pondoh terolah minimal. (A) Nanokomposit pati; (B)

(41)

28

Semakin lama penyimpanan kualitas warna salak pondoh terolah minimal menurun untuk semua perlakuan. Penurunan nilai kesukaan panelis disebabkan terjadinya perubahan warna salak dari putih cerah menjadi putih dengan bercak cokelat akibat peristiwa browning enzimatis dan kerusakan yang disebabkan oleh kapang. Perlakuan pelapis nanokomposit pati atau pektin dengan NP-ZnO dapat mempertahankan warna salak pondoh terolah minimal sampai hari ke-14 dan masih dapat diterima panelis dengan nilai kesukaan yaitu netral untuk perlakuan pelapis nanokomposit pati 1% + NP-ZnO 1% dan pektin 1% + NP-ZnO 1%. Sedangkan salak pondoh terolah minimal tanpa pelapis hanya bertahan hingga penyimpanan hari ke-8. Hal ini menunjukkan bahwa adanya lapisan coating pati dan pektin dengan penambahan NP-ZnO yang merupakan senyawa antimikroba dapat menghambat pencoklatan secara enzimatis akibat proses metabolisme, munculnya mikroba atau kontaminasi kapang. Sesuai dengan pendapat Brasil et al. (2012) bahwa pelapis edible berbasis polisakarida mampu memperlambat transfer gas, sehingga mengurangi respirasi dan mencegah reaksi pencoklatan. Penambahan nanopartikel dapat dilakukan ke dalam polimer seperti NP-ZnO yang berfungsi sebagai senyawa aktif antimikroba yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba. Seperti yang dilaporkan oleh Jin et al. (2009) bahwa nanopartikel ZnO merupakan salah satu senyawa antimikroba.

Hasil analisis sidik ragam terhadap kesukaan panelis terhadap warna salak pondoh terolah minimal (Lampiran 8) menunjukkan bahwa perlakuan pelapis nanokomposit pati dengan NP-ZnO berpengaruh sangat nyata selama penyimpanan, sedangkan hari pengamatan berpengaruh nyata pada hari ke-0 sampai ke-10. Pada perlakuan pelapis nanokomposit pektin dengan NP-ZnO dan hari pengamatan menunjukkan adanya pengaruh yang sangat nyata pada hari ke-2 sampai ke-10, namun pada hari ke-12 dan ke-14 tidak memberikan pengaruh yang nyata. Lampiran 8a dan 8b menunjukkan bahwa perlakuan pelapis nanokomposit pati 1% + NP-ZnO 1% dan pektin 1% + NP-ZnO 1% menghasilkan nilai lebih tinggi dan masih dapat diterima oleh panelis. Hal ini disebabkan karena pemberian pelapis dari pati atau pektin pada buah salak mempunyai sifat barrier gas yang baik sehingga mampu mempertahankan warna salak pondoh terolah minimal selama penyimpanan. Sifat barrier terhadap gas yang baik menyebabkan laju respirasi produk berkurang dan proses oksidatif seperti pencoklatan enzimatis terhambat. Li et al. (2011) melaporkan bahwa penyimpanan apel fuji terolah minimal dalam kemasan yang mengandung NP-ZnO secara signifikan mengurangi aktivitas polifenol oksidase yang menyebabkan perubahan warna buah menjadi cokelat.

Organoleptik aroma

Aroma merupakan salah satu parameter flavor yang penting dalam mempengaruhi kesukaan konsumen terhadap suatu produk. Uji aroma dalam bidang pangan sangat penting, karena dapat dijadikan sebagai indikator terjadinya kerusakan selama penyimpanan. Aroma adalah bau yang subyektif dan sulit diukur, karena setiap orang mempunyai sensitifitas dan kesukaan yang berbeda. Timbulnya aroma makanan disebabkan oleh terbentuknya senyawa yang mudah menguap dan aroma yang dikeluarkan setiap makanan berbeda-beda.

(42)

29 penyimpanan berubah dan mengakibatkan nilai kesukaan panelis terus berkurang. Pada hari ke-10 salak pondoh terolah minimal tanpa pelapis sudah tidak disukai oleh panelis, sedangkan untuk salak pondoh terolah minimal dengan pelapis nanokomposit pati atau pektin dengan NP-ZnO masih disukai hingga penyimpanan hari ke-14. Edible film dapat menjadi pelindung buah terolah minimal dari kerusakan mekanis, membantu mempertahankan intergritas struktur struktur sel dan mencegah kehilangan senyawa volatil (Dea et al. 2011).

(A) (B)

Gambar 12 Pengaruh pelapisan terhadap nilai kesukaan panelis terhadap aroma salak pondoh terolah minimal. (A) Nanokomposit pati; (B)

Nanokomposit pektin

Penurunan kesukaan terhadap aroma menunjukkan adanya perubahan aroma salak selama penyimpanan dan berpengaruh juga terhadap penurunan mutu dari salak pondoh terolah minimal tersebut selama penyimpanan berlangsung.

Penurunan nilai kesukaan terhadap aroma disebabkan karena menurunnya jumlah senyawa volatil dan munculnya aroma alkohol atau aroma yang tidak diinginkan yang disebabkan oleh aktivitas mikroba yang menghasilkan senyawa alkohol akibat dari proses fermentasi glukosa. Setiasih (1999) menyatakan bahwa jumlah komponen volatil yang teridentifikasi pada salak pondoh segar ada 27 komponen yang terdiri dari golongan aldehid, alkohol, ester, hidrokarbon alifatik, hidrokarbon aromatik, asam karboksilat, keton, furan dan lakton. Komponen volatil yang hilang atau yang diserap oleh produk dapat diatur dengan melakukan pelapisan edible coating atau film.

(43)

30

Organoleptik tekstur

Tekstur daging berhubungan dengan kerenyahan dan kekerasan dari daging buah salak pondoh terolah minimal dan merupakan salah satu parameter yang sangat diperhatikan konsumen. Tekstur salak yang disukai konsumen adalah tekstur salak yang padat dan keras yang menunjukkan salak masih segar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penilaian panelis terhadap tekstur cenderung menurun selama penyimpanan (Gambar 13).

(A) (B)

Gambar 13 Pengaruh pelapisan terhadap nilai kesukaan panelis terhadap tekstur salak pondoh terolah minimal. (A) Nanokomposit pati; (B)

Nanokomposit pektin

Perlakuan pelapis nanokomposit pati atau pektin dapat mempertahankan nilai kesukaan terhadap kekerasan salak pondoh terolah minimal sampai hari ke-14, sedangkan salak pondoh terolah minimal tanpa pelapis hanya bertahan hingga hari ke-8. Hal ini disebabkan terjadinya perubahan tekstur dari keras menjadi lunak yang mengakibatkan menurunnya tingkat kesukaan panelis terhadap kekerasan. Penurunan kekerasan ini terjadi karena adanya proses perubahan protopektin yang tidak larut menjadi pektin yang dapat larut. Pelunakan tersebut juga disebabkan karena respirasi, dimana akan menghasilkan karbondioksida (CO2) dan air (H2O). Tingginya laju respirasi pada salak pondoh tanpa pelapis menyebabkan produksi H2O yang semakin banyak dan akan menyebabkan ketegaran sel berkurang dan daging salak menjadi lunak. Selain itu mikroba yang menyerang juga menyebabkan salak menjadi lunak dan berair atau busuk.

Gambar

Gambar 1 Salak Pondoh
Tabel 1 Komposisi kimia daging buah salak (setiap 100 g daging buah)
Gambar 2  Nanopartikel ZnO (Zinc oxide)
Gambar 3  Aplikasi pelapisan pada salak pondoh terolah minimal. (A) pelapisan;
+7

Referensi

Dokumen terkait

Untuk mengetahui pengaruh signifikansi variabel Earning Per Share (EPS), Price Earning Ratio (PER), dan Dividend Per Share (DPR) terhadap Harga Saham pada

Dari latar belakang yang telah dikemukakan maka penelitian ini dibuat dengan judul “ Uji Protein dan Vitamin C pada Pembuatan Dodol dengan Penambahan Terung Ungu (

sampel, didasarkan pada nilai ( score ) efisiensi yang diperoleh dari hasil analisis dengan.. alat/metode DEA ( Banxia Frontier Analyst Software

(Tuliskan komentar/pendapat tentang jawaban anak pada rubrik Insya Allah Aku Bisa)..

Bab ini menjelaskan tentang perhitungan yang dilakukan untuk memproyeksi jumlah penduduk di tahun yang akan datang, persentase perubahan penduduk, dan melihat

Manajemen laba terjadi ketika para manajer menggunkan judgement dalam pelaporan keuangan dan penyusunan transaksi untuk merubah laporan keuangan yang menyesatkan

[r]

Setelah dilakukan penyebaran kuisioner dan menganalisis data, maka dapat dilihat hasil jawaban responden pemilik distro kawasan Jl.Dr Mansyur:.. 3) Mayoritas responden pada