• Tidak ada hasil yang ditemukan

INTERVENSI ARAB SAUDI DALAM KONFLIK YAMAN 2010 - 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "INTERVENSI ARAB SAUDI DALAM KONFLIK YAMAN 2010 - 2015"

Copied!
113
0
0

Teks penuh

(1)

INTERVENSI ARAB SAUDI DALAM KONFLIK YAMAN 2010 - 2015 INTERVENTION OF ARAB SAUDI IN YEMEN CONFLICT 2010 - 2015

SKRIPSI

Di susun oleh :

Mochammad Fajar Nugroho NIM: 20110510297

PROGRAM STUDI ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

(2)

i

HALAMAN JUDUL

INTERVENSI ARAB SAUDI DALAM KONFLIK YAMAN 2010 - 2015 INTERVENTION OF ARAB SAUDI IN YEMEN CONFLICT 2010-2015

SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat dalam Menyelesaikan Studi pada

Program Studi Ilmu Hubungan Internasional

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun oleh :

Mochammad Fajar Nugroho NIM: 20110510297

PROGRAM STUDI ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

(3)

ii

HALAMAN PENGESAHAN Skripsi ini berjudul:

INTERVENSI ARAB SAUDI DALAM KONFLIK YAMAN 2010-2015 INTERVENTION OF SAUDI ARABIA IN YEMEN CONFLICT 2010-2015

Mochammad Fajar Nugroho 20110510297

Skripsi ini telah dipertahankan dalam Ujian Pendadaran, dinyatakan LULUS dan disahkan di depan Tim Penguji Jurusan Ilmu Hubungan Internasional Fakultas

Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Pada

Hari/Tanggal : Selasa, 20 Desember 2016

Jam : 08.00 WIB

Tempat : Ruang HI.E

Tim Penguji

Dr. Sidik Jatmika, M.Si. Ketua Penguji

Sugito, S.IP., M.Si. Penguji I

(4)

iii

HALAMAN PERNYATAAN

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul : Intervensi Arab Saudi

Dalam Konflik Yaman Tahun 2010-2015 adalah asli dan belum pernah diajukan untuk mendapat gelar sarjana, baik di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta maupun perguruan

tinggi lain.

Dalam skripsi saya tidak terdapat karya, ide dan pendapat orang lain, terkecuali

tertulis dengan jelas referensi yang di cantumkan dalam skripsi dengan disebutkan nama dan

dicantumkan daftar pustaka.

Bilamana di kemudian hari ditemukan ketidaksesuaian dengan pernyataan ini, maka saya

bersedia menerima sanksi akademi dan di proses sesuai dengan ketentuan yang berlaku di

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Demikian pernyataan ini dibuat dengan sesungguhnya dan dengan sebenar-benarnya.

Yogyakarta, 24 Desember2016

Penulis,

(5)

iv

HALAMAN MOTTO

 “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kadar kesanggupannya.”

(Q.S. Al-Baqarah: 286).

 Ada yang tersesat dijalan seorang pria ada juga yang tersesat dijalan seorang wanita,

tapi tidak seorang pun yang akan tersesat di jalan hidup seorang manusia. ( Bonclay

Chan – One Piece).

 No one individual is bigger than this club, there never has and never will be (Kenny

Dalglish).

 Alam, tumbuhan, hewan, dan segala isinya tidak ada dalam internet! Baginya cukup

satu, aksi bukan peduli apalagi sampah-sampah bermuka dua berlindung dalam kedok

pelestari.

(6)

v

HALAMAN PERSEMBAHAN Untuk

Ayahanda Hadi Soetjipto dan Ibunda Siti Aminah Poedjiati

Terima kasih telah membesarkan sosok manusia yang lahir dari Rahim suci Ibunda

dengan hangat kasih yang selalu terjaga serta Ayah sebagai Patriot dalam keluarga. Meskipun

kita hidup sebatas apa adanya. Namun cukupnya ruang kasih tak perlu ditanya Walaupun

sedikit materi yang kita punya. Namun kucuran keringat kalian begitu besar artinya. Ribuan

jasa kalian tanpa mengharap pamrih. Sementara kucuma terdiam malas kalian telah perih.

Tuk setiap kepingan rizky yang kalian cari. Semoga senantiasa berkat Tuhanterus di beri.

Teruntuk juga kepada seluruh keluarga terutama kakak-kakak tercinta. Mbak Dyah

Puspitasari yang memberi berlembar uang tiap semester menjelang hingga harus menunda

sekolah S-2. Mbak Ratri yang banyak bawel, Mas Sandra, kedua keponakan dan Mbah

Moekri beserta keluarga besar Kramat Besar Kudus.

Teruntuk seluruh teman-teman Muria Musang Club, Bigreds Kudus, anak-anak AKS,

sekawan GCTC, keluarga Musang Lovers seluruh Dunia, lima serangkai Ipin, Deden, Rabar,

Edot, dan penulis. Ton of Thanks for Raden Gus Ainun Ardi yang memberi petuah sepuh

terhadap keberhasilan skripsi ini, tak lupa Laptop Vaio Putih yang memahat tiap kata dalam

lembaran skripsi hingga mencapai kelulusan. sampai Kudus Cuma untuk mengambil dress

code pendadaran 15 jam sebelum pendadaran. Epril, Han juga yang diculik untuk menemani

selama perjalanan. Tak juga lupa kepada Suhu Furqon Dugong yang membimbing skripsi

tiap pulang kerja. Anak-anak kontrakan Tehnik Mesin (Candra, Ari, Bayu, Ekwin, Betet)

yang memberikan tumpangan tempat tinggal terhadap homeless satu ini. Haris Admin setan

(7)

vi

memberikan kesempatan selama satu bulan kurang menjajal dunia kerja dan jurnalistik bola.

Semua kawan-kawan yang pernah meminjamkan Laptop kepada saya.

Taklupa …. Ya, dirimu yang pernah singgah, seperti hotel yang ditiduri para pejalan

ransel untuk sekedar melepas lelah. Terimakasih telah memberi manis dalam hidup ini,

karena kutesadar rasa manis adalah pembunuh rasa dalam secangkir kopi.

Segala puji syukur tak akan muat dalam selembar dua lembar pernyataan ini. Terima

kasih untuk semua yang selalu hadir dan mendukung penulis hingga mencapai gelar Sarjana

baik yang disebutkan maupun yang tidak disebutkan.

(8)

vii

KATA PENGANTAR

Asalamualaikum Wr.Wb

Puji Syukur atas kenikmatan dan kesempatan yang selalu diberikan oleh Allah SWT

serta atas kehadirat-Nya ditengah-tengah perjalanan hidup hamba-nya. Shalawat serta salam

telah tercurah kepada nabi agung Muhammad SAW yang cintanya senang tiasa terpancar

sehingga terciptalah kedamaian dan ketentraman sebagaimana yang telah diajarkannya.

Atas nikmat yang telah diberikan oleh Allah SWT penulis dapat menyelesaikan

penulisan skripsi yang berjudul “ INTERVENSI ARAB SAUDI DALAM KONFLIK

YAMAN 2010-2015” untuk memenuhi syarat memperoleh gelar sarjana Jurusan Ilmu

Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Muhammadiyah

Yogyakarta. Pada kesempatan ini saying ingin mengucapkan terimakasih kepada :

1. Bapak Dr. Sidik Jatmika M.Si selaku pembimbing saya yang sangat sabar dalam

membimbing penyusunan skripsi dari awal hingga akhir

2. Bapak Prof. Dr. H Bambang Cipto, MA selaku Rektor UMY

3. Bapak Dr. Ali Muhammad, MA selalu dekan FISIPOL

4. Ibu Dr. Nur Azizah, M.Si selaku KAJUR

5. Bapak Sugito S.IP M.SI selakupenguji I

6. Ibu Dian Azmawati S.IP M.Aselakupenguji II

7. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen jurusan Hubungan Internasional UNIVERSITAS

MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

8. Bapak Jumari, Pak Waluyo,Pak Ayub dan Pak Nur yang menjawab berbagai

(9)

viii

Terima kasih kepada semua pihak yang sudah banyak membantu yang tidak biasa saya

sebutkan namanya satu persatu. Semoga Allah membalas semua kebaikan.. amin

Yogyakarta, 24 Desember 2016

Penulis

(10)

ix

BAB II DINAMIKA POLITIK DALAM DAN LUAR NEGERI ARAB SAUDI A. Kondisi Geografis Arab Saudi ... 19

B. Politik Dalam Negeri Arab Saudi ... 21

C. Politik Luar Negeri Arab Saudi ... 32

BAB III DINAMIKA KONFLIK YAMAN-HOUTHI DAN MUNCULNYA GERAKAN HOUTHI SERTA KETERLIBATAN ARAB SAUDI A. Lahirmya Kelompok Al-Hothi ... 43

B. Latar Belakang Munculnya Pemberontak Al-Houthi ... 46

C. Alasan Arab Saudi Mengintervensi Yaman ... 57

BAB IV POLA INTERVENSI ARAB SAUDI DALAM KONFIK YAMAN A. Pola Intervensi Imperialistik Mengintervensi MenggunakanMiliter . 63 B. Intervensi Kolektif Mobilisasi Arab Saudi Dalam Membentuk Koalisi Dengan Rezim Internasional ... 69

1. Sikap Arab Saudi dan Dewan Kerjasama Negara-negara Arab Teluk 70 2. Respon Liga Arab ... 72

(11)

x

5. Reaksi Masyarakat Internasional ... 77

C. Peta Konflik... 79

BAB V KESIMPULAN ... 81

DAFTAR PUSTAKA ... 85

(12)
(13)

ABSTRAKSI

Abstarct :

This research want to explain how patterns of Interventions by Saudi Arabia in Yemen Conflict. The author uses descriptive analytic method. The data obtained from books, journals, articles, news report, internet, and other documents. In Yemen Conflict, Saudi Arabia involved directly against al-Houthi rebels who want to overthrow the government of Yemen. Yemen president Abbed Rabbo Manshor Hadi from his letter asking for support States Gulf countries, especially Saudi Arabia. By Saudi Arabia responded quickly by sending military forces to Yemen. Saudi Arabia also mobilize the International Organisations such as the Gulf Cooperation Council, the Arabian League, the United Nations, and many Country such as the United States and Britain to form an alliance and collect full force in order to stop the insurgency by Al-Houthi.

(14)

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Arab Saudi merupakan negara yang terletak di Jazirah Arab. Negara ini

berbatasan langsung dengan Yordania, Irak, Kuwait, Teluk Persia, Uni Emirat Arab,

Oman, Yaman dan Laut Merah. Arab Saudi mempunyai peran penting dalam

percaturan dunia sesudah Nabi Muhammad SAW mengembangkan agama Islam,

yang kemudian disambut baik oleh umat Islam seluruh dunia. Negara ini dari awal

terbentuk telah menerapkan hukum Islam sebagai hukum negara. Bahkan Arab Saudi

merupakan negara tempat berkumpulnya seluruh Umat Islam setiap tahunnya,

khususnya ketika bulan haji tiba. Arab Saudi telah dikuasai oleh Keluarga Saud sejak

sejak abad ke-12 Hijrah atau abad ke-18 Masehi.1

Arab Saudi merupakan salah satu negara yang masih menganut sistem

monarki (kerajaan) ditengah gejolak proses demokratisasi yang terjadi di negara –

negara jazirah arab. Setelah berdiri, struktur politik kerajaan Saudi mengalami

perubahan bentuk patriarkhal keagamaan menjadi bentuk monarkhi dimana

kekuasaan raja hanya dibatasi oleh hukum Islam atau syariah dan dimana raja sering

membuat metafora bahwa rakyatnya adalah suatu keluarga besar. Guna mencapai

stabilitas dan legitimasi politik, penguasa Arab Saudi menggunakan Islam sebagai

1

(15)

alat pemersatu bangsa. Dengan kata lain, legitimasi politik lebih bersumber pada

kepemimpinan raja atau ideologi Islam dari pada bersumber pada struktur politik

yang sudah mapan.2

Politik luar negeri Arab dalam kiprahnya selalu hadir di setiap gejolak konflik

yang melanda Timur Tengah dimulainya tahun 2010 pada peristiwa Arab Springs

dimana banyak terjadi pemberontakan – pemberontakan terhadap rezim pemerintahan

negara – negara Timur Tengah yang otoriter sehingga terjadi sebuah transisi

demokrasi didalamnya. Arab Saudi yang masih menggunakan struktur pemerintahan

kerajaan tidak tinggal diam melihat fenomena transisi demokrasi yang terjadi di

berbagai negara kawasan Timur Tengah. Untuk menghindari meluasnya gerakan

revolusioner masuk ke Arab, Pemerintah Arab banyak terlibatdan berperan aktif di

dalam konflik – konflik yang melanda negara – negara kawasan Timur Tengah. Peran

pertama yang dimainkan Arab Saudi adalah pada saat terjadi demonstrasi rakyat di

Tunisia yang berusaha menumbangkan diktator Zine ElAbidine Ben Ali. Ketika

diktator Ben Ali melarikan diri dari Tunisia, Arab Saudilah yang memberikan tempat

bagi pelarian mantan diktator Tunisia itu.3

Pada saat terjadi kabangkitan rakyat di Mesir yang menuntut pengunduran diri

Hosni Mubarak, Arab Saudi dalam politik luar negerinya secara transparan

2

Sidik Jatmika, AS Penghambat Demokrasi: Membongkar Politik Standar Ganda Amerika Serikat, BIGRAF Publishing, Yogyakarta, 2001, hal 76.

3

Voice Of Palestine, Kenapa Arab Saudi Anti Revolusi Timur Tengah

(16)

memberikan dukungan langsung terhadap presiden ke-empat Mesir ini. Arab Saudi

juga menentang sikap rakyat Mesir yang ingin menumbangkan rezim Mubarak.

Ketika revolusi sampai ke Bahrain, Arab Saudi melakukan intervensi dalam upaya

menumpas aksi demonstrasi yang dilakukan rakyat Bahrain terhadap pemerintahnya,

Al Khalifa. Intervensi yang dilakukan Arab Saudi adalah dengan menempatkan

pasukan militernya di Bahrain untuk menghadapi aksi rakyat yang menentang

pemerintah.4 Pemerintah Arab Saudi juga aktif dalam menyikapi kebangkitan rakyat

di Yaman. Secara langsung Arab Saudi ikut terlibat dalam seluruh krisis dan

transformasi yang terjadi di Yaman.

Pada saat ini Yaman bisa dibilang sebagai bangsa baru yang lahir dari sebuah

konflik perang saudara dimana rakyatnya masih banyak yang hidup dibawah garis

kemiskinan. Pemerintahan Yaman kini di hadapkan pada konflik baru terhadap

lahirnya pemberontak Houthi yang berbasis di Yaman utara menentang pemerintahan

Yaman dan berusaha menduduki Yaman. Arab Saudi yang sebelumnya sudah ikut

berperan aktif dalam Konflik Yaman, kini ikut andil di dalam perlawanan melawan

pemberontak Houthi dengan membantu Pemerintah Yaman.

Yaman adalah sebuah negara di Jazirah Arab di Asia Barat Daya, bagian dari

Timur Tengah. Yaman berbatasan dengan Arab Saudi di sebelah utara, disebelah

selatan berbatasan dengan Laut Arab, disebelah timur berbatasan dengan Oman, dan

4 Daarut Tauhid Https://Www.Mail-Archive.Com/[email protected]/Msg11297.Html

(17)

di sebelah barat berbatasan dengan Teluk Aden dan Laut Merah.Penduduk Yaman

diperkirakan berjumlah sekitar 23 juta jiwa (Juli 2008). Luas negara Yaman sekitar

530.000 km2 dan wilayahnya meliputi lebih dari 2005 pulau. Yaman adalah

satu-satunya negara republik di Jazirah Arab.5

Republik Yaman merupakan negara yang lahir dari proses unifikasi antara

Yaman utara dengan Yaman selatan dan secara resmi berdiri sebagai negara yang

berdaulat pada tanggal 22 Mei 1990. Ali Abdul Saleh terpilih sebagai Presiden

pertama Republik Yaman kala itu. Penyatuan itu diharapkan mewujudkan sebuah

negara yang integral dan sejahtera, namun kini justru terjadi konflik.6

Houthi merupakan kelompok pemberontak yang berbasis di Yaman Utara.

Pengikut Houthi terkenal dengan sebutan Houthis. Penamaan ini dinisbatkan pada

pencetusnya, Husein Badaruddin Houthi, yang berhaluan syiah.7Pemberontak Houthi

bermukim di sebelah Utara Yaman dan merupakan Yaman Utara dahulu sebelum

bersatunya Yaman Utara dengan Yaman selatan, pemberontak ini sudah lama

berusaha memlawan Rezim Ali abdulloh Saleh dan Houthi juga mempunyai banyak

anggota, pada tahun 2005 saja tercatat sekitar 3000 orang dan meningkat pesat pada

tahun 2009 sekitar 10.000 orang. Houthi juga mendapat dukungan yang luas oleh

berbagai agama dan suku di daerah pegunungan Utara Yaman. Al-Houthi berhasil

5https://id.wikipedia.org/wiki/Yaman diakses tanggal 25 februari 2016 6

http://www.hidayatullah.com/kolom/analisa-dunia-islam/read/2014/10/20/31602/yaman-menuju-situasi-sebelum-1990-1.html diakses tanggal 25 Februari 2016

7

Menguak Konflik Yaman dan Damapaknya bagi Dunia Islam.”

(18)

menarik simpati kelompok anti pemerintah yang ada di sejmlah propinsi sekitar yang

selama ini simpati dengan perjuaangan Houthi terutama provinsi Amran, Hajja dan

Jaouf.

Awal peperangan melawan pemberontak Houthi terjadi pada tahun 2004

dimana terjadi demonstrasi besar – besaran. Orang-orang Houthi dipimpin oleh

Husein Al-Houthi turun ke jalan menentang sikap pemerintah yang mendukung

ekspansi Amerika ke Irak. Pemerintah Yaman merespon demonstrasi tersebut dengan

sikap represif. Sejak saat itulah pemerintah Yaman menanggapi gerakan Houthi dan

Syiah secara serius.8

Buah dari tanggapan pemerintah Yaman terhadap gerakan Houthi adalah

dengan terbunuhnya pemimpin Houthi Husein Al-Houthi oleh militer Yaman di kota

Sa’ada. Dengan terbunuhnya pemimpin Houthi, pemerintah Yaman berharap

intensitas dari pemberontakan yang di lakukan Houthi akan mengendur. Namun

kekuasaan gerakan Houthi tersebut kini di turunkan ke saudaranya yaitu Abdul Malik

Al-Houthi.9

Pada Agustus 2009, pemerintah Yaman mulai bergerak secara ofensif dengan

sandi operasi bernama “operasi bumi hangus”, sebagai tindakan atas gerakan

pemberontak Yaman. Pertempuran yang terjadi sebagian besar di wilayah

(19)

pemberontak Houthi, Pemerintah Yaman belum berhasil menumpas semua pengikut

pemberontak Houthi. Hingga tanggal 21 september 2014, kekuasaan pemberontak

Houthi kian menguat dengan takluknya ibukota Yaman, Sanaa oleh pemberontak

Houthi. Oleh Manshour Hadi mengumumkan bahwa ibukota Yaman berpindah ke

kota Aden karena ibukota Yaman telah diduduki pemberontak Houthi.10

Seperti halnya fenomena yang terjadi di negara – negara yang mengalami

transisi demokrasi, Arab Saudi juga terlibat dengan Yaman. Hal ini dibuktikan ketika

terjadi pergolakan demonstrasi menuntut turunnya tahta kursi kepresidenan yang di

pimpin Ali Abdul Saleh yang dituding sebagai salah satu pemimpin diktator yang

sangat otoriter. Arab saudi ikut membantu memerangi demonstran.Namun upaya ini

tidak berhasil dan pada akhirnya tanggal 24 Februari 2012, Presiden Ali Abdullah

Saleh resmi mengundurkan diri dan jabatan kepresidenan kini dijabat oleh wakilnya

yaitu Abed Rabbo Manshour Hadi.11

Sejak berkuasanya presiden baru Yaman Abd Rabbo Manshour Hadi,

pemberontakan semakin bergejolak. Ibukota Yaman, Sana’a telah jatuh ke tangan

Houthi pada Februari 2015. Presiden Yaman sempat ditahan oleh pemberontak

sebagai tahanan rumah, namun presiden Yaman berhasil kabur ke kota Aden.

Manhsor Hadi kemudian mengumumkan Kota Aden sebagai Ibukota Sementara

(20)

oleh Houthi merupakan kudeta pemerintahan. Hadi menganggap Houthi melanggar

keabsahan konstitusi pada pemerintahan Yaman. Oleh karena itu Manshor Hadi

memutuskan untuk mengambil sikap politik luar negerinya dengan melayangkan

surat kepada Negara-Negara kawasan teluk termasuk Arab Saudi. 26 Maret 2015,

Arab Saudi merespon bantuan presiden Yaman bersama Negara-Negara dikawasan

Timur-Tengah lainnya untuk membantu menahan pemberontakan.12

Keterlibatan Arab dengan Yaman mempunyai beberapa sebab dimana

pemberontak Houthi yang beraliran Syiah termasuk menjadi indikasi Arab untuk

terlibat. Dalam hal ini Arab yang berarti sebagai kelompok bermayoritas Sunni

merasa posisi kedaulatannya terancam. Posisi Yaman yang strategis dan berbatasan

langsung dengan Arab dapat menjadi pintu masuk yang lebar bagi Houthi maupun

kelompok syiah lainnya dalam menyebarkan dogma nya ke Arab Saudi. Houthi yang

diketahui juga mendapat bantuan dari Iran yang selama ini sebagai rival dari Arab

Saudi, menjadi pemicukeras intervensi Arab ke Yaman.13

Dalam konflik Yaman ini, banyak aktor eksternal yang juga terlibat. Gulf

Cooperation Council (GCC) yang biasa disebut sebagai koalisi teluk dan juga liga

Arab telah memainkan perannya sebagai salah satu organisasi internasional yang

selalu hadir di dalam konflik – konflik yang terjadi di kawasan Timur Tengah. Alasan

keterlibatannya adalah untuk mencegah pemberontak Houthi menduduki

(21)

Yaman.14Pada tanggal 14 April 2015, Dewan Keamanan PBB mengadakan

pertemuan guna membahas masalah yang terjadi di Yaman. Pertemuan yang dihadiri

Negara-negara yang tergabung dalam Gulf Cooperation Council (GCC) termasuk

Arab Saudi serta beberapa petinggi pemerintahan Yaman menghasilkan sebuah draft

yamg di beri nama resolusi 2216 dimana isi tersebut menjelaskan agar pihak yang

bertikai di Konflik Yaman agar segera berdamai dan mengakhirinya.15

Juru bicara kementerian luar negeri Iran, Marzieh Afkham menyebut tindakan

Arab Saudi yang mencampuri konflik internal Yaman adalah sebagai sebuah tindakan

yang melanggar internasional dan kedaulatan nasional. Tindakan Arab Saudi dinilai

sebagai sebuah tindakan yang menjadikan situasi lebih kompleks, memperluas

konflik, dan menghentikan resolusi perdamaian di Yaman. Agresi Saudi tidak akan

menghasilkan apapun, kecuali memudahkan penyebaran terorisme dan ekstremisme

serta meningkatkan instabilitas di seluruh kawasan. Nasional parlemen Iran Alaedin

Boroujerdi juga mengatakan bahwa Arab Saudi mengibas – ngibas kobaran api

perang di kawasan Timur Tengah khususnya Yaman. Dia mengatakan bahwa

tindakan lebih baik dilakukan melalui jalur politik.16

A. RUMUSAN MASALAH

14

http://www.beritadunia.net/berita-dunia/timur-tengah/perbandingan-antara-perilaku-israel-dan-arab-saudi-dalam-perang-di-gaza-dan-yaman diakses tanggal 14 maret 2016

15

http://www.voaindonesia.com/content/dk-pbb-setujui-embargo-senjata-di-yaman/2718692.html

diakses tanggal 26 Februari 2016

(22)

Berdasarkan uraian dan latar belakang diatas dapat disimpulkan perumusan

masalah sebagai berikut: Bagaimana pola intervensi Arab Saudi dalam konflik

Yaman?

B. KERANGKA PEMIKIRAN

Untuk menjelaskan masalah diatas perlu diuraikan beberapa konsep dan teori,

diantaranya adalah sebagai berikut :

Teori adalah suatu pandangan atau persepsi tentang apa yang terjadi. Berarti

teori adalah upaya mendeskripsikan apa yang terjadi, menjelaskan mengapa itu terjadi

dan mungkin juga meramalkan kemungkinan berulangnya kejadian itu di masa

depan.17

Dalam kasus ini pada dasarnya memunculkan pertanyaan mengapa suatu

negara berlaku sedemikian rupa dan bisa juga pertanyaan kondisi apa yang

mendorong negara itu bertindak seperti itu dan bagaimana upaya yang dilakukan

negara tersebut dalam mencapai tujuannya. Melihat dari pertanyaan-pertanyaan di

atas, sehingga memunculkan sebuah teori untuk menjawab apa-apa yang menjadi

pertanyaan di atas sehingga kita bisa mengetahui dan menganalisa dan tentunya harus

dengan teori yang tepat sehingga tidak terjadi kerancuan ketika mencoba menjawab

tema di atas. Untuk menjelaskan fenomena yang terjadi dalam intervensi Arab Saudi

yang khususnya menyangkut hubungan antara pemberontak Houthi yang ada di

17

(23)

Yaman dengan Arab dan intervensi apa saja yang dilakukan Arab dalam

perlawanannya terhadap pemberontak Houthi.

Setiap negara mempunyai metode dan strategi yang beragam dalam rangka

mencapai kepentingan nasional dan menerapkan kebijakan luarnegerinya.

Berdasarkan perspektif kaum realisme, kekuatan negara berfokuspada pengembangan

militer, karena kekuatan militer merupakan jalur alternative untuk memperluas

kekuasaan. Mayoritas negara-negara besar menghalalkan segala cara demi mencapai

kepentingannya, termasuk mengambil langkah intervensi militer.

Adapun Intervensi menurut Bikhu Parekh yakni upaya mencampuri urusan

negara lain dengan tujuan untuk mengakhiri penderitaan fisik yang diakibatkan oleh

disintegrasi atau penyalahgunaan kekuasaan dari suatu negaradan membantu

menciptakan struktur pemerintah sipil agar terus berjalan. Oleh karenanya alasan

pencegahan dari adanya penderitaan fisik atau kemunculan korban yang meluas yang

disebabkan oleh penyalahgunaan kekuasaan bentuk intervensi menjadi sebab yang

dibenarkan untuk dilakukan.18Menurut Adam Roberts, suatu negara mengintervensi

secara militer tanpa persetujuan darinegara yang bersangkutan dapat bertujuan untuk

mencegah penderitaan atau kematian yang meluas di antara penduduk.19

18

C. Chang. 2011. Ethical Foreign Policy?: US Humanitarian Interventions, Burlington. US: Ashgate Publishing. Hal. 11.

19 Reed and D. Ryall. 2007.

(24)

Dari pengertian diatas aksi militer yang dimaksud yakni intervensi humaniter

dengan situasi ketika sejumlah tindakan telah diambil untuk mencegah penderitaan

yang diakibatkan oleh pemerintah represif atau konflik internal yang berkembang

yang mana hak-hak politik dan sipil dari warga negara telah dilanggar. Intervensi

militer didefinisikan sebagai penggunaan kekuatan dengan melintasi perbatasan

negara oleh kelompok negara dan organisasi regional dengan pembenaran alasan

guna memulihkan perdamaian dan keamanan sebagaimana mengakhiri penderitaan

dan pelanggaran HAM yang meluas melalui bantuan multilateral tanpa persetujuan

dari negara yang mana intervensi tersebut terjadi.20Disini, terdapat keunggulan dalam

menggunakan intervensi militer bagi suatu negara yakni diantaranya adalah untuk

melindungi warga tidak berdosa maupun membantu untuk menjatuhkan rezim.

Menurut Martin Ortega terdapat 10 pola intervensi militer berdasarkan contoh

sejarahnya21 yakni :

1. Pola imperialistik: negara kuat mengintervensi secara militer dinegara lain

untuk memperoleh keuntungan, memperdalam kepentingannya, dan

meningkatkan pengaruh terhadap negara targetdan dunia internasional.

Pola ini juga biasa disebut dengan intervensi hegemoni yang mana terjadi

ketika negara hegemoni mengintervensi negara lain agar tidak lepas dari

20

Anthony T. Eniayejuni. The Role of The West and Military Intervention in Libya. Diakses dalam situs:

http://www.foreignpolicyjournal.com/2012/04/07/the-role-of-the-west-and-militaryintervention-in-libya/ Pada tanggal 20 Oktober 2015.

21

(25)

pengaruhnya guna menjauhkan perkembangan politik tidak disukai oleh

kepentingannya.

2. .Pola kolonial: kepentingan nasional dari negara kolonialis kuat

dipaksakan terhadap negara lemah, perang candu terhadap China dan

diplomasi gunboat terhadap Amerika Latin padaabad ke-19 adalah contoh

dari pola ini.

3. Perimbangan kekuatan. Selama berabad-abad ciri utama yang menagatur

hubungan antar negara Eropa adalah perimbangan kekuatan antar negara

berdaulat yang mengakibatkan terjadinya nonintervensi. Akan tetapi

perang dan intervensi terkadang digunakan sebagai alat untuk

memperbaiki keseimbangan dan mencegah transformasi dari sistem

multipolar menjadi hegemoni yang didominasi oleh satu aktor. Dalam

perang suksesi Spanyol, pada awal abad ke-18, justifikasi yang digunakan

untuk intervensi asing adalah klaim dan pewaris tahta yang sah akan tetapi

tujuan sebenarnya yakni mencegah Bourbon Perancis menjadi terlalu kuat.

4. Ideologi. Negara yang mengintervensi mencoba untuk mengubah sistem

politik dari negara sasaran dengan alasan ideologi. Sebagai contoh, dari

tahun 1815 sampai 1830 aliansi suci mengintervensi untuk mendukung

rezim monarki ketika berhadapan dengan revolusi demokratik di Eropa.

Sementara intervensi AS di tahun 1980-an dirancang untuk menegakkan

(26)

5. Penentuan nasib sendiri, intervensi dalam perang saudara bisa jadi

mempunyai motif imperialistik atau ideologi, tapi niat yang ada terkadang

untuk mendukung salah satu pihak yang mengklaim hak penentuan nasib

sendiri. Persamaannya, intervensi asing juga dimaksudkan untuk

membantu masyarakat yang sedang berjuang melawan pendudukan

kolonial.

6. Membela diri. Angkatan bersenjata digunakan negara untuk membalas

serangan dari pihak-pihak yang tidak bisa dikendalikan oleh

pemerintahnya. Tujuan dari intervensi ini tidak untuk menggulingkan

pemerintah dari negara sasaran, tapi untuk mencegah serangan. Israel pada

tahun 1980-an dan Turki di utara Irak sering mengintervensi berdasarkan

pola ini.

7. Pola intervensi era Perang Dingin. Antara 1945 dan 1990 dua negara

adidaya mengintervensi di wilayah yang dipersengketakan baik dalam

pola imperialistik atau ideologi. Pola ini meluas pada masa dekolonisasi

dalam sistem lingkungan bipolar yang tidak biasa sehingga pola baru

intervensi dapat ditetapkan. Contohnya yakni intervensi Uni Soviet di

Hongaria pada tahun 1956 dan Afghanistan tahun 1979, atau intervensi

Amerika Srikat dalam perang saudara Vietnam dari tahun 1964.

8. Intervensi Humaniter. Satu atau dua kelompok negara menggunakan

angkatan bersenjata untuk meredakan penderitaan manusia dalam wilayah

(27)

warga negara di luar negeri, seperti intervensi Israel tahun 1976 di

Enetebbe Uganda, atau perlindungan penduduk negara lain atau minoritas

dalam contoh bencana kemanusiaan yang diprovokasi oleh pemerintah,

seperti yang terjadi pada tahun 1991 dalam Operasi provide comfort di

Irak utara.

9. Intervensi Kolektif. Komunitas internasional secara keseluruhan

memutuskan untuk mengintervensi secara militer dalamn suatu negara

untuk memelihara perdamaian dan keamanan internasional. Terdapat dua

perbedaan antara pola ini dan pola sebelumnya yakni pihak yang

mengotorisasi intervensi ini adalah Dewan Keamanan PBB yang mewakili

komunitas internasional tanpa berlandaskan fakta bahwa intervensi

tersebut dilakukan oleh satu atau beberapa negara atau organisasi

internasional yang bertujuan untuk memulihkan perdamaian dan

keamanan internasional. Tipe intervensi ini hanya mungkin terjadi dalam

masyarakat suatu negara yang terlah diorganisasikan dengan wewenang

umum. Intervensi dengan kekuatan yang disahkan oleh DK PBB

sepanjang tahun 1990-an terjadi di Irak, Somalia, Bosnia, Haiti dan Timor

Timur.

10.Intervensi untuk penghukuman. Beberapa negara melakukan serangan

pada negara lain untuk menghukum kesalahan yang dilakukan terhadap

(28)

terhadap target di Sudan dan Afghanistan pada 1998 masuk dalam

kategori ini

Intervensi militer umumnya banyak dilakukan oleh negara-negara yang

mempunyai kekuatan besar dalam rangka memenuhi kepentingan nasional ataupun

kepentingan luar negerinya.

Berdasarkan pengertian pada teori intervensi yang di kemukakan Martin

Ortega, dalam menyikapi konflik yang terjadi di Yaman, terdapat 10 pola intervensi

militer yang 2 diantaranya terdapat pada pola intervensi Arab di dalam konflik

Yaman.

Dalam pola imperialistik, negara kuat yang mengintervensi secara militer

adalah Arab Saudi dimana didalam nya terdapat sebuah kepentingan untuk

menjauhkan Pemberontak Houthi menduduki pemerintahan Yaman. Karena keadaan

geografis Yaman yang berbatasan langsung dengan Arab, dengan jatuhnya Yaman ke

Houthi dapat memberikan dampak buruk bagi stabilitas Arab Saudi sendiri.Fenomena

Arab Spring menjadi dalih keterlibatan Arab Saudi di Yaman dengan memberi

dukungan Presiden Ali Abdullah Saleh yang telah kehilangan legitimasinya dan

dianggap sebagai pemimpin diktator agar tidak turun dari jabatan kepresidenan

sehingga transisi demokrasi tidak terjadi. Namun justru hegemoni terjadi ketika Arab

Saudi gagal membendung para demonstran yang di dukung pemberontak Al-Houthi.

(29)

selanjutnya, Abd Rabbo Manshor Hadi menjadi sebuah tindakan yang sah dalam

Intervensi Langsung Arab Saudi dalam Konflik Yaman.

Selanjutnya adalah dalam pola intervensi kolektif. Intervensi ini melibatkan

komunitas internasional yang terotoritasi oleh PBB. Mobilisasi yang dilakukan Arab

Saudi telah melibatkan beberapa negara dan organisasi internasional seperti PBB,

GCC, serta Amerika Serikat untuk bergabung melawan pemberontak Houthi di

Yaman.Dengan hadirnya organsisasi internasional yang ikut mendukung Arab Saudi,

dapat di katakan tindakan ini adalah upaya pembenaran atas keterlibatannya dalam

konflik Yaman untuk mencegah tudingan Iran yang menganggap Arab Saudi telah

banyak mencampuri masalah internal Yaman.

C. HIPOTESA

Berdasarkan latar belakang masalah dan kerangka pemikiran yang digunakan,

muncul hipotesaArab Saudi melakukan intervensi dalam konflik di Yaman dengan

cara :

1. Pola Intervensi Imperialistik menggunakan Militer

2. Intervensi Kolektif melakukan mobilisasi terhadap negara – negara yang

tergabung di dalam liga arab, GCC, dan PBB serta Negara-Negara

lainnyauntuk membantu intervensinya di dalam konflik Yaman.

D. TUJUAN PEMILIHAN JUDUL

(30)

1. Mengetahui dan menjelaskan secara empiris bagaimana Arab Saudi

mengintervensi Yaman dalam konflik Internal Yaman.

2. Menambah pemahaman dalam temuan-temuan akademis politik luar negeri

Arab dalam mengintervensi Yaman.

3. Untuk mengaplikasikan Ilmu Teori - teori yang diperoleh selama kegiatan

perkuliahan dan menyesuaikan dengan permasalahan yang diambil serta

posisi dalam studi Hubungan Internasional.

4. Sumbangan terhadap studi dan peraktik Hubungan Internasional terutama

dan Timur Tengah pada umumnya.

F. JANGKAUAN PENELITIAN

`Untuk membatasi persoalan agar tidak menyimpang terlalu jauh dari

pembahasan dan untuk memudahkan penulis menganalisa dan memahami

permasalahan yang ada, maka batasan waktunya adalah dari tahun 2010 dimana

terjadi sebuah fenomena yang dikenal sebagai fenomena Arab Springs. Fenomena ini

adalah sebuah fenomena transisi demokrasi yang terjadi di berbagai negara – negara

di Timur Tengah. Lahirnya gerakan revolusioner menentang pemerintahan diktator

menjadi sebuah alasan aksi tersebut. Gelombang revolusi berawal dari Tunisia dan

berkembang di berbagai negara seperti Suriah, Libya hingga Yaman. Turunnya

(31)

pemberontak Yaman (Houthi) muncul ke permukaan secara terang – terangan hingga

di tahun 2015.

G. METODE PENELITIAN

1. Tipe Penelitian

Tipe penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah tipe

deskriptif analitik yaitu berusaha menggambarkan tentang bagaimana Intervensi Arab

Saudi di dalam konflik Yaman.

2. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa

telaah pustaka (Library Research) yaitu dengan cara mengumpulkan data-data dari

literatur-literatur yang berkaitan dengan pokok permasalahan yang di bahas berupa

buku-buku, dokumen, jurnal, surat kabar atau majalah, dan artikel di situs-situs

internet.

Data tersebut diperoleh dari beberapa sumber yang berhubungan dengan

penelitian yang telah dilakukan, seperti dari perpustakaan dan lembaga-lembaga yang

terkait, yaitu:

(32)

2. Perpustakaan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

Muhammadiyah Yogyakarta.

3. Perpustakaan American Corner Universitas Muhammadiyah

Yogyakarta.

H. SISTEMATIKA PENULISAN

Adapun sistematika dari penulisan ini ditulis dalam lima bab dengan sub topik

pembahasan sebagai berikut:

Bab I merupakan pendahuluan yang terdiri dari latar belakang

masalah,perumusan masalah, kerangka pemikiran, hipotesis, tujuan penelitian,

jangkauan penelitian, metodologi penelitian dan sistematika penulisan.

Bab II politik dalam dan luar negeri Arab Saudi

Bab III berisi tentang konflik yang terjadi di Yaman meliputi sejarah Houthi,

Konflik pemerintah Yaman dengan Houthi serta keterlibatan Arab Saudi

Bab IV berisi tentang faktor-faktor pola intervensi Arab Saudi dalam

konflikYaman.

(33)

BAB II

DINAMIKA POLITIK DALAM DAN LUAR NEGERI ARAB SAUDI

Arab Saudi merupakan negara yang memiliki banyak peranan di Jazirah Arab

serta lingkungan global. Negara yang masih menganut sistem kerajaan ini ditunjang

dengan cadangan dan produksi minyak yang melimpah sebagai penyokong utama

perekonomian negara menyebabkan negara tersebut di segani oleh masyarakat

internasional. Terlepas dari alasan tersebut, Arab Saudi juga menjadi kiblat bagi umat

muslim di seluruh dunia karena terdapat dua kota yakni Mekkah dan Madinan

sebagai salah satu tempat yang disucikan sekaligus lahirnya peradaban muslim era

Nabi Muhammad SAW.

A. Kondisi Geografis Arab Saudi

Arab Saudi adalah negara Arab yang terletak di Jazirah Arab. Arab Saudi

terletak di antara 15˚LU - 32˚LU dan antara 34˚BT - 57˚BT. Wilayah Arab Saudi

meliputi empat perlima dari Semenanjung Arab dan berada di lokasi yang strategis

yang membentang dari Teluk Persia sampai Laut Merah. Luas tanah Arab Saudi

adalah 2.149.690 km2. Jumlah penduduk Arab Saudi mencapai 27.345.986 jiwa.

Arab Saudi berbatasan langsung (searah jarum jam dari arah utara) dengan Yordania,

Irak, Kuwait, Teluk Pesia, Uni Emirat Arab, Oman, Yaman dan Laut Merah. Pada

masa dahulu daerah Arab Saudi dikenal menjadi dua bagian yaitu daerah Hijaz yakni

(34)

diantaranya adalah Mekkah, Madinah dan Jeddah serta daerah gurun Najd yakni

daerah-daerah gurun sampai pesisir timur Semenanjung Arab yang umumnya dihuni

oleh suku-suku lokal Arab (Badui) dan Kabilah-kabilah Arab lainnya.1

Gambar 2.1 Peta Arab Saudi (Foto: Epos)

Mayoritas penduduk Arab Saudi adalah Bangsa Arab yang menggunakan

bahasa Arab sebagai bahasa nasional. Secara umum bahasa Arab yang digunakan

oleh masyarakat Arab Saudi ada dua macam, yaitu bahasa Arab fushah (bahasa Arab

1 ’Arab Saudi’’, dalam http://kemlu.go.id/riyadh/Pages/CountryProfile.aspx?l=jd, diakses 20

(35)

standar/baku) dan bahasa Arab amiyyah (bahasa arab pasaran). Bahasa Arab fushah

umumnya digunakan dalam komunikasi resmi, misalnya di sekolah, kantor, dan

ruang publik formal lainnya. Sementara bahasa Arab amiyyah digunakan untuk

keperluan komunikasi atau percakapan sehari-hari. Budaya/tradisi Arab sangat

mementingkan keramahtamahan terhadap tamu, kemurahan hati, keberanian,

kehormatan, dan harga diri. Dalam hal kesenian dan warisan tradisional, Arab Saudi

memiliki berbagai koleksi seni tradisional yang menunjukkan adanya keragaman

budaya, seperti lagu-lagu yang bercorak kelautan dan lagu-lagu yang bernuansa

padang pasir dan pedesaan, sampai adanya bermacam kesenian panggung dan tarian

tradisional. Wilayah Arab Saudi terbagi atas 13 Provinsi, yaitu : Bahah, Hududusy

Syamaliyah, Jauf, Madinah, Qasim,Riyadh, Syarqiyah (Provinsi Timur), 'Asir, Ha'il,

Jizan, Makkah, Najran, Tabuk.Ibukota Arab Saudi adalah Riyadh.2

B. Politik Dalam Negeri Arab Saudi

Arab Saudi adalah sebuah negara yang masih menganut sistem kerajaan di

kawasan Timur Tengah. Kerajaan Arab Saudi berasal dari Dinasti Saud yang dirintis

sejak abad ke-18 di daerah Najd yang terletak di bagian tengah Semenanjung Arab.

Berdirinya dinasti Saud berawal dari tokoh yang bernama Amir Muhammad bin

Sa’ud (1703-1792).3Kerajaan Arab Saudi dikuasai oleh keluarga Al-Saud yang

berpijak pada ideologi mahzab Wahhabi yang menjadi dasar legitimasi kekuasaan

2 Ibid,. 3

David E Long and Bernard Reich (eds.), The Government and Politics of The Middle East and North

(36)

dan pengembangan pengaruh pemerintah keluarga Al-Saud di semenanjung jazirah

Arab. Keputusan Arab Saudi menggunakan mahzab Wahhabi sebagai ajaran dan

faham resmi berawal dari pertemuan antara Muhammad Ibn Sa’ud dengan

Muhammad Abd Al-Wahab.Al-Saud merupakan tokoh politik yang kemudian

bertemu dengan Muhammad Ibn Wahhab, seorang tokoh spiritual yang menganut

faham Wahhabi. Keduanya memutuskan untuk mengabungkan pemahamannya

masing-masing untuk dapat mewujukan Daulah Islamiyah. Sistem pemerintahan

negara-negara di jazirah Arab yang pada saat itu tidak bisa dilepaskan dari fakta

bahwa wilayah ini sampai kirakira satu abad sebelumnya merupakan bagian dari

kekuasaan Kekaisaran Utsmani yang menganut sistem pemerintahan yang berbentuk

kekhilafahan. Terhitung padaawal abad ke-16 hampir seluruh wilayah Arab berada di

bawah kekaisaran Utsmani.4

Arab Saudi menganut sistem monarki absolut dengan Raja sebagai kepala

pemerintahan dan Negara. Sistem monarki (kerajaan) berasal dari kata Mono yang

berarti satu dan Archein yang berarti kekuasaan. Monarki adalah sebuah sistem

pemerintahan yang dipimpin oleh Raja atau Kaisar sebagai pemegang kekuasaan

tertinggi, dimana dalam membuat kebijakan berada ditangan Raja. Arab Saudi

merupakan negara yang murni menggunakan hukum Islam sebagai dasar untuk

peraturan-peraturan di dalam negerinya. Berdasarkan Undang-Undang Dasar yang

dirilis pada tahun 1993, berisi 83 prinsip-prinsip (atau ayat) yang menegaskan

4

(37)

kembali landasan atau dasar kerajaan yang telah berjalan sejak masa awal berdiri.

Diantarnya pada Pasal pertama yang menyatakan bahwa Al-Quran dan Sunnah

Nabi adalah konstitusi Arab Saudi. Selanjutnya, dalam Pasal 5, sistem politik

digambarkan sebagai kerajaan. Undang-Undang Dasar juga menekankan

pentingnya nilai-nilai Islam. Pada pasal 44 disebutkan tiga kekuasaan negara,

yaitu pengadilan atau lembaga hukum, eksekutif dan kekuasaan organisasional,

dan menyatakan bahwa Raja adalah sumber utama pusat kekuasaan tersebut.

Meskipun demikian, pengadilan atau lembaga hukum dijelaskan sebagai kekuatan

independen dalam Pasal 46, yang anggota-anggotanya diangkat dan diberhentikan

oleh surat keputusan kerajaan. Hal yang sama berlaku kepada wakil perdanamenteri,

menteri, deputi menteri dan pejabat senior. Selain itu, Undang-Undang Dasar juga

menetapkan hak-hak yang dimiliki oleh Raja.

Raja Arab Saudi menduduki hampir semua posisi penting dalam

pemerintahan, mendominasi keluarga besar Al Saud, menguasai politik serta

ekonomi Arab Saudi. Penguasa Arab Saudi (Raja) memiliki kecenderungan yang

kuat untuk membatasi sesempit mungkin berlakunya nilai-nilai liberal dan

demokratis, serta membatasi partisipasi rakyatnya untuk masuk ke dalam lingkup

politik . Kekuasaan politik amat terpusat pada Raja yang memegang berbagai

jabatan sebagai berikut :5

1. Kepala Dinasti Saudi;

5

(38)

2. Perdana Mentri;

3. Kepala Eksekutif;

4. Imam Keagamaan Tertinggi;

5. Komandan Angkatan Bersenjata;

6. Kepala Pengadilan;

Dengan melihat kekuasaan yang ada pada raja di Arab Saudi, maka

dapatlah dikatakan bahwa kerajaan Arab Saudi menekankan kembali pandangan

islam, dimana antara agama dan Negara secara historis tidak dapat dipisahkan.

Rakyat Arab Saudi memperlihatkan solidaritas yang amat besar dan dukungan

bagi pemimpin politik, yaitu raja, yang membuat tuntutan serta melaksanakan kontrol

atas rakyat. Menurut Frank Tachau keadaan ini dipengaruhi oleh limakarakteristik

yang memberi kesan bahwa, (1) di Arab Saudi hanya terdapat polakekuasaan hirarkis,

(2) terdapat eksklusifisme yang di dasarkan pada kelompok Wahhabi, (3) fleksibilitas

strategis khususnya yang berkaitan padaketidakstabilan dan pemanfaatan sumber

daya minyak, (4) terdapatnya konsentrasi kekuasaan di pusat sehingga hampir tidak

ada pendelegasian kekuasaan di daerah,dan (5) adanya neo tradisionalisme.

Dalam perkembangannya sistem politik dan struktur politik kerajaan Arab

Saudi mengalami perubahan, yaitu di mana sebelumnya kerajaan ini menganut

(39)

bercirikan tradisional primitif dan masih dikaitkan erat dengan adat istiadat

menjadi monarki absolut. Di tengah perubahan sosial, ekonomi dan pendidikan

yang sangat pesat ini, Arab Saudi tetap mempertahankan otoritas keagamaan dan

politik tradisionalnya. Pertalian keluarga tetap merupakan faktor utama dalam

pemerintahan Arab Saudi6. Kerajaan Arab Saudi masih menganut pola keterkaitan

antara Negara dan agama yang masih berkaitan7. Sehingga dalam kehidupan social

politiknya, nilai-nilai agama masih sangat kental diperlihatkan. Namun di dalam

perkembangannya aktifitas politik baik di dalam negeri maupun di luar negeri,raja

telah membentuk sebuah dewan untuk membantu tugasnya. Pemerintahan dijalankan

oleh sebuah dewan keluarga yang bekerja dengan konsesus8. Jabatan di dalam dewan

yang dibentuk Raja hanya dapat dimiliki oleh anggota keluargakerajaan dan kepala

suku yang nantinya akan menduduki jabatan kementerian danadministratif.

Unsur nepotisme memang sangatkental disetiap urusan pemerintahan Arab

Saudi. Hampir sebagian besar yangmenduduki jabatan-jabatan penting di dalam

pemerintahan adalah keluarga kerajaan atau golongan yang memiliki pengaruh,

misalnya para pengusaha,bangsawan. Nilai-nilai demokratis sama sekali tidak

ditunjukan didalamnya. Namun satu hal yang sama pentingnya yaitu komitmen

terhadap Islam.Masyarakat Saudi hampir tidak terpengaruh oleh nasionalisme dan

sekulerisme, dan penguasa Saudi mengembangkan keabsahan domestik mereka

6

Ira M. Lapidus, Sejarah Sosial Ummat Islam, Jkarta: Raja Grafindo Persada, 1999., hal 187 7

Sidik Jatmika, Op,Cit., hal 158 8

(40)

dengan banyakmemberikan perhatian kepada urusan agama dan memberlakukan

moral Islam9.

Di tengah-tengah perubahan karena meningkatnya pertumbuhan ekonomi

dan sosial yang sangat cepat mengharuskan pemerintah Arab Saudi untuk mampu

mengatur dinamika masyarakatnya. Konvesi lokal tradisional yang semula

menjadi acuan berjalannya roda pemerintahan, dinilai sudah tidak mampu lagi

diterapkan di negara tersebut. Kepemilikan industri minyak dan bertambahnya

wilayah-wilayah menjadikan faktor terjadinya perubahan secara signifikan. Jika

kondisi seperti ini tidak segera ditangulangi, maka pemerintah akan mengalami

kesulitan jika tidak dibantu badan-badan administrasi yang fleksibel. Oleh

karenanya, Raja membentuk dewan menteri guna bertanggung jawab atas

anggaran dan urusan pemerintah lokal maupun regional.10Struktur pemerintahan

Arab Saudi diantarnya:

1. Raja (Kepala Pemerintahan)

Raja Arab Saudi saat ini adalah Raja Salman bin Abdul Aziz Al-Saud.

Raja merupakan pemegang kekuasaan tertinggi di Arab Saudi, tapi kekuasaannya

dibatasi oleh hukum Islam. Sistem kerajaan Arab Saudi sifatya turun temurun,

jika Raja meninggal maka digantikan oleh keturunannya. Arab Saudi Raja tidak

membuat undang-undang, hanya mengeluarkan dekrit kerajaan yang sesuai

9 Ibid. 10

(41)

dengan syariah. Tugas yang paling sulit adalah mempertahankan konsensus di

antara keluarga Kerajaan, para ulama dan suku-suku yang berpengaruh dalam

masyarakat.

Berikut ini daftar raja yang memimpin Arab Saudi:11

1.1. Abdul Aziz bin Abdul Rahman Al Saud

Raja Abdul Aziz bin Abdul Rahman Al Saud, lahir di Riyadh pada 1880

dan wafat pada 1953. Dia memerintah Kerajaan Arab Saudi pada 22 September

1932 hingga 9 November 1953. Raja yang juga dikenal sebagai Ibn Saud ini

membangun kerajaannya berlandaskan Syariah Islam. Raja Ibn Saud berhasil

mengubah Arab Saudi menjadi negara Islam modern serta kaya akan tradisi dan

budaya. Abdul Aziz juga dikenang sebagai negarawan besar, yang pandai

berpolitik, dan tahu bagaimana cara memanfaatkan sumber daya alam untuk

kepentingan rakyat.

1.2. Raja Saud bin Abdul Aziz

Raja kedua Arab Saudi ini lahir pada 1902 dan wafat pada 1969. Saud

ditahbiskan sebagai Putra Mahkota pada 1933 dan memimpin kerajaan pada 1953

hingga 1964. Selama memerintah, Raja Saud mendirikan berbagai kementerianseperti

Kementerian Perdagangan, Kementerian Pendidikan dan Kementerian Kesehatan.

11

(42)

Anak tertua dari Ibn Saud ini dikenal sebagai raja yang sukamenghambur-hamburkan

uang. Saud juga memberikan anak-anaknya jabatan

tinggi dalam pemerintahannya. Kebiasaan ini membuat sang raja digulingkan oleh

keluarganya sendiri. Sang adik, Faisal bin Abdul Aziz, pun naik takhta

menggantikan Saud.

1.3. Raja Faisal bin Abdul Aziz

Raja Faisal lahir di Riyadh pada 1906 dan wafat pada 1975. masa

pemerintahannya dimulai pada 1964 dan berakhir ketika dia wafat. Sebelum

menggantikan Saud, Faisal diangkat menjadi Menteri Luar Negeri oleh ayahnya,

Abdul Aziz. Pemimpin inovator ini dikenal sebagai raja yang saleh dan amat

memerhatikan kesejahteraan rakyatnya. Faisal menjunjung tinggi program

penghapusan perbudakan. Bahkan, dia membeli seluruh budak di Arab dengan

uang pribadinya hingga tak ada satu pun budak di negara itu. Kemudian dia

membebaskan budak yang dibelinya tersebut dan memberlakuan larangan

perbudakan di Arab Saudi untuk selamanya.

1.4. Raja Khalid bin Abdul Aziz

Raja yang memerintah pada 1975 hingga 1982 ini naik takhta ketika Raja

Faisal wafat. Khalid sebelumnya menjabat sebagai Gubernur Hijaz pada 1932 dan

ditunjuk menjadi Menteri Dalam Negeri pada 1934. Raja Khalid banyak membuat

(43)

11Pada 1982, Khalid berhasil memperbaharui persenjataan kerajaan dengan

mendatangkan 16 pesawat tempur dari Amerika. Khalid wafat pada 1982

karenaserangan jantung.

1.5. Raja Fahd bin Abdul Aziz

Raja Kelima Arab Saudi ini dilantik menjadi Menteri Pendidikan pada

1953. Kemudian pada 1962, dia menduduki jabatan Menteri Dalam Negeri. Fahd

naik takhta setelah Raja Khalid wafat pada Juni 1982. Fahd berkontribusi besar

dalam bidang diplomasi internasional Kerajaan Arab Saudi. Kerja kerasnya

mampu membuat perekonomian Arab Saudi berkembang pesat. Pria yang lahir di

Riyadh pada 1921 ini wafat pada 1995 karena terserang stroke.

1.6. Raja Abdullah bin Abdul Aziz

Penjaga Dua Masjid Suci ini lahir di Riyadh pada 1924. Abdullah naik

menjadi Raja pada 2005 setelah sebelumnya menjabat sebagai Perdana Menteri.

Pemimpin yang dikenal murah hati tersebut sudah memiliki banyak pengalaman

dan memberikan pengaruh besar pada kerajaan ketika masih menjadi Putera

Mahkota di masa Raja Fahd. Sejak 1995, Abdullah sudah mewakili peran Raja

Fahd yang terserang stroke. Abdullah dikenal sangat kuat memegang ajaran

agama dan memiliki rasa tanggung jawab yang besar terhadap rakyat dan Tanah

(44)

menjadikan Arab Saudi disegani di kancah Internasional hingga saat ini.Raja

Abdullah wafat pada Jumat 23 Januari 2015 karena penyakit yang dideritanya.

1.7. Raja Salman bin Abdul Aziz

Raja yang lahir pada 1935 ini sebelumnya berhasil mengubah wajah

Riyadh. Kota yang awalnya hanya memiliki 200 ribu penduduk kini menjelma

menjadi kota kosmopolitan dengan lebih dari 7 juta penduduk dan menjadi rumah

bagi puluhan perguruan tinggi berkualitas tinggi.

Raja ketujuh Arab saudi ini dikenal sebagai sosok yang memiki semangat besar

khususnya dalam reformasi danperubahan sosial untuk negaranya. Salman pertama

kali diangkat menjadigubernur ketika usianya baru 19 tahun. Raja Salman

sebelumnya juga pernahmenjabat sebagai menteri pertahanan dan banyak

bertkontribusi untuk negaranyadi masa Raja Abdullah.

Seiring dengan terjadinya sejumlah perubahan sebagai akibat dari

meningkatnya pertumbuhan ekonomi dan sosial yang sangat cepat.

Mengharuskanpemerintah Arab Saudi untuk mampu mengatur dinamika

masyarakatnya. Konvensi lokal tradisional yang semula menjadi acuan berjalannya

roda pemerintahan, dinilaisudah tidak mampu lagi diterapkan di negara tersebut.

Kepemilikan industri minyakdan bertambahnya wilayah-wilayah menjadikan faktor

terjadinya perubahan secarasignifikan. Jika kondisi seperti ini tidak segera

(45)

badan-badan administrasi yang fleksibel. Oleh karenanya, Raja membentuk dewan menteri

guna bertanggung jawab atas anggaran dan urusan pemerintah lokal maupun

regional.12

2. Dewan Menteri

Hampir semua keputusan kebijakan utama memerlukan masukan darikedua

pangeran dan para ulama senior Arab Saudi. Ulama senior dan pemimpin bisnis

memiliki pengaruh yang cukup besar, baik sebagai penasihat utama Rajadan sebagai

pengambil keputusan operasional. Pengambilan keputusan bukan hanya masalah

politik semata, melainkan dalam hal tradisi dan agama, hal ini merupakan salah satu

sumber kekuatan politik yang kuat di Arab Saudi dan di dalam keluarga kerajaan.

Kabinet Arab Saudi ini merupakan sesuatu yang cukup praktis dan mencerminkan

komposisi distribusi kekuasaan dalam jajaran keluarga kerajaan Arab Saudi yang

senior dan para ulama. Kabinet adalah sebuah lembaga yang besar yang dipimpin

oleh Raja, dengan lebih dari dua puluh anggota, termasuk enam menteri negara.

Kabinet juga mencakup dan didukung olehberbagai ulama.

3. Departemen dan Key Personnel

Diantara dua puluh dua departemen yang terpisah, departemen-departemen

penting dan strategis dikendalikan oleh anggota-anggota senior keluarga Kerajaan.

Departemen tersebut seperti Wakil Perdana Menteri, Kepala Garda Nasional, Wakil

12

(46)

II Perdana Menteri, Menteri Pertahanan dan Penerbangan,Menteri Luar Negeri,

Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Pekerjaan Umum danPerumahan. Penunjukan ini

memberikan anggota senior dari keluarga kerajaankendali atas pemerintah,

pertahanan, keamanan internal, anggaran dan pendapatan minyak, dan melindungi

area penting lainnya. Untuk memerangi pengembangan resistensi kelembagaan di

beberapa departemen, pada tahun 1992 Raja mengeluarkan Keputusan yang

menyatakan bahwa seseorang tidak dapat menempati pos menteri atau kabinet selama

lebih dari lima tahun tanpa surat keputusan khusus dari Raja.

4. Majlis Al-Shura (Majelis Permusyawaratan)

Majlis Al-Shura pada awalnya terdiri dari 61 anggota, termasuk pembicara

dari dewan konsultatif. Semua anggota yang ditunjuk oleh Kerajaan untuk masa

jabatan empat tahun. Secara teori tugasnya adalah untuk memeriksa rencana

pembangunan ekonomi dan sosial, menanyakan anggota kabinet dan memeriksa

rencana tahunan yang diajukan oleh masing-masing kementerian, dan mengusulkan

atau mengamandemen undang-undang baru. Namun, pada awalnya peran utamanya

adalah sebagai penasihat.

Pada tahun 1997 delapan komite ad hoc didirikan sebagai hasil dari kegiatan

peningkatan dewan (saat ini ada dua belas dari mereka). Komite beroperasi di

sepanjang jalur demokratis dengan masing-masing anggota memiliki satu suara,

(47)

tahun 2001, jumlah anggota telah meningkat menjadi 150 dan peran komite diperluas,

yang meliputi masalah-masalah seperti keuangan, rencana lima tahunan, Islam dan

urusan sosial, dan pendidikan. Para anggota dewan sekarang dinominasikan oleh

gubernur provinsi, masing-masing nominasi diperiksa oleh lembaga pengadilan

kerajaan. Sejak 2002, Majelis juga memiliki hak untuk meminta setiap anggota

Kabinet atau Dewan Menteri hadir dan menjawab pertanyaan. Meskipun tidak

memainkan peran secaralangsung dalam permasalahan keamanan dan kebijakan

pertahanan dan meninjau rancangan anggaran, tetapi mereka meninjau Rencana

Pembangunan

C. Politik Luar Negeri Arab Saudi

Arab Saudi adalah sebuah negara Islam, dengan demikian tentu

adaketerkaitan yang erat dengan Islam, baik dalam ideologi, agama dankebudayaan.

Kendati demikian, alasan pedoman agama dan bentuk pemerintahan monarki absolut

tidak membuat Arab Saudi menutup mata terhadap hubungan internasional. Arab

Saudi aktif menjalin hubungan bilateral dengan beberapa organisasi internasional

seperti PBB, GCC, OKI, serta organisai internasional lainnya. Politik luar negeri

Arab Saudi dibedakan atas tiga fase yang sesuaidengan perkembangannya serta

kekuasaan yang dimilikinya. Politik luar negerisuatu negara tidak dapat dilepaskan

dari situasi politik dalam negerinya. Ideologi Arab Saudi yang anti radikalisme dan

(48)

tiga fase. Ketiga fase tersebut mempunyai hubungan dan merupakan elemen-elemen

dari kebijaksanaan cita-citaIslam Arab Saudi dan Fase-fase tersebut adalah:

1. Dynastic Alliance (1932-1956)

2. Arab Cold War (1956-1967)

3. Aid and Oil Politics (1967- sekarang)13

Pada fase pertama tahun 1932 dimana pada waktu itu gerakan wahhabisme

sedang tumbuh di wilayah tersebut. Dengan melihat kekurangan sumber-sumber

ekonomi yang dimilikinya, dan minimnya kemampuan militernya, menjadikan

Raja Abdul Aziz berfikir lebih keras agar negaranya mampu bertahan dengansegala

kekurangannya. Melihat kondisi yang demikian, Raja Abdul Aziz

melakukan diplomasi atau politik pragmatis demi mewujudkan keamanan bagi

negaranya.14

Selama kebijakan ini, Arab Saudi menunjukkan adanya kesadaran

Islamiyah, terbukti dengan adanya pemberian bantuan militer kepada bangsa

Palestina secara diam-diam untuk melaksanakan pemberontakan yang bertujuan

mengurangi pengaruh Inggris di Palestina pada tahun 1936-1939 bersama-sama

dengan Mesir melawan ambisi dinasti Hashimite karena dianggap mempunyai

hubungan yang erat dengan Inggris. Arab Saudi ingin menunjukkan sikap

13

Mohammed Ayoob, The Political of Islamic Reassertion, New Delhi:Vikas Publishing Home PFT LTI. hal 11

14

(49)

solidaritasnya yang tinggi dengan negara-negara Arab guna memperlihatkan

perlawanannya terhadap pembagian wilayah di Palestina.

Berbeda dengan fase pertama, pada fase kedua ini Arab Saudi lebih

berhati-hati dalam mengambil sikap berkaitan hubungannya dengan Mesir.

Pemerintah Saudi menganggap bahwa Mesir adalah pioner dari ideologi radikal

yang berujung pada demokratisasi. Negara ini benar-benar menghindari ideologi

yang radikal, yang mana menurut pandangan Arab Saudi bahwa ideologi islam

radikal itu akan berujung pada gerakan-gerakan revolusi.

Dalam perang dingin Arab, pemerintah Arab Saudi mencoba mengimbangi

pan Arabisme dan solidaritas Islam.15Arab Saudi berupaya untuk menjalin hubungan

persahabatan dengan negara-negara Islam non-Arab, seperti Irak. Dimana padatahun

1965 timbul reaksi dari Kairo yang menuduh bahwa Arab Saudi dan Irak

berkeinginan untuk membentuk pakta Islam sebagai alat untuk menghancurkan

persatuan Arab.16

Di bawah Raja Faisal, politik luar negeri Arab Saudi terhadap Negara-negara

Arab dapat dikategorikan sebagai politik yang konservatif. Arab Sauditidak

menginginkan adanya perubahan status quo serta adanya perubahan-perubahan

teritorial negara-negara Arab akibat adanya usaha federasi atauintegrasi seperti apa

yang telah dilakukan oleh negara-negara Arab pada waktuitu. Selain itu Arab Saudi

15 Ibid 16

(50)

selalu berupaya untuk menangkal ideologi yang

revolusioner sebagaimana yang disebarkan oleh negara-negara pan Arab yang

berpusat di Kairo. Untuk mengimbangi arus revolusioner negara-negara republik

Arab, Arab Saudi berusaha menjalin persahabatan dengan negara monarki Arab

lainnya seperti Yordania, Kuwait, Maroko, Yaman royalis dan Libya sebelum

revolusi Qaddafi 1969.17

Adanya perang saudara di Yaman kian memperuncing pertentangan kubu

konservatif dan kubu revolusioner. Dalam hal ini Mesir membantu kaum republik

yang menginginkan terjadinya pergulingan terhadap sistem monarki, sedangkan Arab

Saudi melakukan counter intervensi dengan membantu kaum royalissehingga

mengakibatkan kegagalan intervensi Mesir di Yaman, tetapi pada hakikatnya perang

merupakan arena konfrontasi antara kekuatan revolusioner dan kekuatan status quo di

dunia Arab. Dan dengan adanya perang tersebut, Mesir dan Syria menjadi terkucil

dari dunia Arab, sedangkan keretakan ideologi di duniaArab makin berkurang.

Pecahnya perang Arab-Israel merupakan perang kilat, yakni terjadi selama

enam hari, yang terjadi pada tanggal 5 Juni 1967 dimana Mesir, Syria dan Yordania

mengalami kekalahan. Tentunya hal ini mengakibatkan posisi negaraArab Saudi

semakin kuat sehingga mampu mempengaruhi setiap momen penting yang terjadi di

dunia Arab. Seusai perang Arab-Israel, sengketa Yaman dapat diselesaikandengan

adanya konferensi Khortum dimana Arab Saudi menawarkan bantuan kepada Mesir

17

(51)

untuk menarik pasukannya dari Yaman dan Arab Saudi menyetujui berdirinya suatu

republik di Yaman. Dengan demikian Arab Saudi menganggap Mesir bukan lagi

sebagai sebuah ancaman bagi kepentinggannya di kawasan Teluk. Selanjutnya Arab

Saudi kemudian menghimbau Mesir dan negara-negara yang berada di garis depan

untuk lebih memfokuskan perhatian kepada Israel, Palestina maupun Yerussalem

yangdianggap sebagai lawan yang radikal di kawasan Teluk.

Pada fase ketiga yang dimulai sejak tahun 1967, Arab Saudi muncul sebagai

sebuah negara yang dominan dan berusaha merubah perimbangan kekuasaan di

Timur-Tengah sesudah adanya perang Arab-Israel 1967, serta berusaha meningkatkan

kekayaan minyaknya.18Untuk itu Arab Saudi menjadi dewan pimpinan OPEC

maupun OAPEC. Sampai saat ini peranan Arab Saudi masih berpengaruh, dan sangat

vital dalam menentukan harga minyak dunia serta produk untuk mengambil garis

kebijaksanaan yang moderat dalam menolak ekstrimisme dalam dunia

perminyakannya.Arab Saudi merumuskan kebijakannya untuk memelihara stabilitas

dan kesejahteraanekonomi internasional serta tidak merusak perdamaian hidup

manusia.

Pada fase ketiga ini, sejak tahun 1967, di dalam politik luar negerinya, Arab

Saudi mempunyai tiga sasaran utama, yaitu19:

18

Sidik Jatmika. (2001) op.cit. hal 160 19

(52)

1. Mendukung negara-negara Arab termasuk Palestina melawan Israel.

Dukungan ini juga ditujukan agar tercapainya perdamaian Arab-Israel.

Arab Saudi tahu bahwa Israel mempunyai kemampuan untuk

menghancurkan ladang minyaknya.

2. Tercapainya stabilitas dan keamanan, serta berjuang untuk

membendung pengaruh radikalisme, terutama komunisme yang

dianggap bahaya utama untuk agama islam dan kebudayaan Arab salah.

3. Memajukan Islam dengan memperjuangkan suatu kebangkitan Islam di

lingkungan global. Adapun beberapa program tersebut adalah dengan

memajukan perkembangan sosial dan ekonomi dalam dunia

Islamtermasuk menyebarkan nilai-nilai dan norma-norma islam.

Diantaranya adalah pembentukan bank Islam yang di nilai mampu

memberikan manfaat dan bantuan kepada negara-negara Islam.

Kemampuan ekonomi, militer dan sosial yang dimiliki oleh Arab Saudi

menjadikan negara ini memiliki peran yang cukup penting dalam hal

donasi atau bantuannya kepada negara-negara Islam. Bantuan yang

diberikan oleh Arab Saudi terhadap negara-negara Islam diperkirakan

hampir mencapai 96% pada tahun 1976, dan ¾ diantaranya diberikan

kepada negara-negara Arab.

Pada tahun 1970an politik luar negeri Arab Saudi bisa dikatakan lebih aktif

(53)

politik luar negerinya, tetapi secara terus-menerus makin memperkuat otoritas Arab

Saudi sebagai penegak nilai-nilai Islam.

Pecahnya perang Arab-Israel tahun 1973 menyebabkan Arab Saudi

melakukan embargo minyak ke negara-negara terkemuka yang mempunyai pengaruh

besar dalam percaturan politik dunia. Pengaruh Arab Saudi yang semakin meningkat

secara efektif menunjang bagi kepemimpinannya di dunia Arab. Berkat kekayaan

yang digunakan untuk menunjang politik luar negerinya, maka pada tahun 1970an

sampai dengan sekarang, Arab Saudi mempunyai peran penting dalam politik

regional dan internasional, sesuai dengan arah politik luar negerinya yang liberal dan

pro-barat.

Hubungan Arab Saudi dengan negara-negara barat lainnya yakni Inggris,

Prancis dan Jerman semakin meningkat, bahkan ketiga negara tersebut

merupakannegara pengekspor senjata bagi Arab Saudi, dimana kontrak pembelian

senjata Arab Saudi dengan negara-negara itu hampir mencapai 11 milyar dollar.20

Sebagai negara berorientasi non blok, Arab Saudi juga mempunyai hubungan

dengan negara-negara yang sehaluan, khususnya dengan negara-negara di benua Asia

dan Afrika terutama dengan Islam. Hal ini dikarenakan Arab Saudi ingin menggalang

solidaritas Islam internasional. Arab Saudi yang bergabung dalam OKI juga berusaha

meningkatkan kerjasama dengan negara-negara anggota OKI lainnya. Kemudian,

20

(54)

hubungan Arab Saudi dengan negara-negara Teluk yang tergabung dalam The Gulf

Coorperation Council (GCC) juga ditingkatkan. Terbukti dengan meningkatnya

konsepsi pertahanan kawasan oleh negara-negara itu sendiri, sedang pihak luar hanya

boleh membantu dengan memberikan senjata-senjata yang diperlukan. Hal ini

dilakukan karena adanya kekhawatiran akan campur tangan pihak asing yang dinilai

dapat memperkeruh konflik di kawasan Timur Tengah.

Jika berbicara mengenai politik luar negeri Arab Saudi, tentunya tidak bias

lepas dari hubungannya dengan Amerika Serikat, sikap pro-barat dan anti komunis

yang dianut Arab Saudi mendorong terjalinnya hubungan dengan barat terutama

dengan Amerika Serikat sangat erat bahkan sudah sampai tingkat sekutu. Secara

politis,hal demikian bisa dimengerti karena adanya alasan kepentingan

pembangunan,pertahanan dan keamanan Arab Saudi yang sangat mengandalkan

dunia barat.21Hubungan keduanya dinilai mempunya persamaan kepentingan, antara

lain:

1. Arab Saudi dan Amerika Serikat sama-sama anti komunis dan antigerakan

radikal revolusioner,

2. Arab Saudi dan Amerika Serikat menginginkan stabilitas di

kawasanTeluk,

21

Gambar

Gambar 2.1  Peta Arab Saudi (Foto: Epos)
Gambar 4.1 Peta koalisi Arab Saudi bersama Negara-Negara kawasan Teluk (Kecuali Oman) dalam perte�pura� ‘Decisive Storm’
Gambar 4.2 Peta Konflik Yaman

Referensi

Dokumen terkait

utuh sehingga bisa didapatkan konteks yang tepat. Arab Saudi mempunyai hubungan bilateral yang cukup rumit dengan Iran. Meskipun dua negara ini merupakan negara Islam, namun

Saudi Arabia dalam konflik bersenjata di Yaman, didasarkan pada Pasal 51 Piagam PBB yang dibenarkan atas dasar prinsip pembelaan diri (self-defense) dan bentuk

Dalam kasus ini terkait dengan teori kepentingan nasional Morgenthau mengenai kekuasaan (power) suatu negara ialah keterlibatan Arab Saudi secara politik yang mana

Terlebih lagi dengan adanya dukungan dari Iran terhadap kelompok pemberontak Syi’ah Al-Hutsi Yaman di perbatasan Saudi-Yaman sebelah utara Yaman baik itu sebelum pecahnya

Arab Saudi menyerang Yaman menggunakan senjata yang sudah dilarang dalam dunia internasional yaitu amunisi jenis cluster bombs buatan AS, tindakan yang dilakukan oleh

Houthi dengan Arab Saudi pada bulan April 2009, telah ditemukan kapal Iran bernama Mahan yang berisi senjata yang dijelaskan oleh seorang awak kapal Iran bahwa

Keempat, jika dukungan yang diberikan kepada militer Mesir oleh pemerintah Arab Saudi terhadap kudeta Presiden Muhammad mursi ini di analisa dengan teori keamanan maka

Ketegangan regional antara Arab Saudi yang mendukung kelompok Presiden Hadi dengan Al-Houthi yang didukung oleh Iran telah membuat selat Hormuz menjadi rute yang tidak dapat