commit to user
HUBUNGAN ANTARA FREKUENSI KONSUMSI PORNOGRAFI
INTERNET DAN HARGA DIRI ANAK
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran
JIEMI ARDIAN
G 0007012
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
commit to user
ii
PENGESAHAN
Skripsi dengan judul : Hubungan antara Frekuensi Konsumsi Pornografi Internet dan Harga Diri Anak
Jiemi Ardian, NIM: G0007012, Tahun : 2010
Telah diuji dan sudah disahkan di hadapan Dewan Penguji Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta
Pada Hari..., Tanggal... 20..
Pembimbing Utama
Nama : Prof. Dr. M. Syamsulhadi, dr., Sp.KJ(K) (...)
NIP : 19461102 1976091 001
Pembimbing Pendamping
Nama : Rin Widya Agustin, M.Psi (...)
NIP : 19760817 2005012 002
Penguji Utama
Nama : Prof. Dr. Aris Sudiyanto, dr.,Sp.KJ(K) (...) NIP : 19500131 1976031 001
Anggota Penguji
Nama : Jarot Subandono, dr., M.Kes (...)
NIP : 19680704 1999032 001
Surakarta, ...
Ketua Tim Skripsi Dekan Fakultas Kedokteran UNS
Muthmainah, dr., M.Kes Prof. Dr. A.A. Subiyanto, dr., M.S.
commit to user
iii
PERNYATAAN
Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Surakarta …. Desember 2010
commit to user
iv ABSTRAK
Jiemi Ardian, G0007012, 2010. Hubungan antara Frekuensi Konsumsi
Pornografi Internet dan Harga Diri Anak
Tujuan penelitian untuk mengetahui hubungan antara frekuensi konsumsi pornografi dan harga diri anak.
Metode penelitian yaitu observasional analitik dengan menggunakan
pendekatan case control dimana teknik sampling yang digunakan yakni
purposive random sampling. Ukuran sampel adalah 63 orang rawat jalan yang tergolong konsumen pornografi dan bukan konsumen, dengan rincian 16 orang konsumen pornografi dan 47 orang pasien bukan konsumen
pornografi. Teknik analisa data yang digunakan adalah Fisher dan korelasi
Spearman.
Hasil Penelitian Terdapat hubungan negatif yang bermakna antara frekuensi konsumsi pornografi dan harga diri anak dengan kekuatan korelasi lemah (p < 0,05; r = -0,374). OR didapatkan sebesar 5,73 kali lebih besar pada konsumen pornografi untuk memiliki harga diri yang rendah.
Simpulan penelitian terdapat hubungan yang bermakna antara frekuensi
konsumsi pornografi dan harga diri anak. Tingkat frekuensi konsumsi pornografi memiliki korelasi negatif yang lemah dengan harga diri anak,
tetapi odds ratio yang besar perlu dipertimbangkan.
commit to user
v
Comparative Studies on Frequency of Pornograpgy Consumption With Children Self-Esteem
Objective: The purpose of this study was to determine whether pornographic consumption may affect children self esteem.
Methods: The study was an analytic observational study with case control approach in which the sampling technique used by purposive random sampling. The sample size is 63 persons including child whom frequently consume pornography and control, with 16 children whom consume pornography persons details of patients and 43 patients with control. Data analysis techniques used were fisher and spearman.
Results: There are significant differences between children who frequently consume pornography and control (p < 0.05 ; r = -0.0374). The result obtained OR 5,73 bigger in consument of pornography to have low self esteem.
Conclusion: The conclusios of this study, that there are significant differences in self esteem among children who consume pornography and not. Frequency of pornographic consumption has weak negative correlation with children self esteem. Odds ratio must be noticed and warned. In addition consumtion of pornography can affect children self esteem.
commit to user
vi PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus yang telah melimpahkan kasih karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul hubungan antara frekuensi konsumsi pornografi internet dan harga diri anak.
Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat kelulusan tingkat sarjana di Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. Kendala dalam penyusunan skripsi ini dapat teratasi atas pertolongan Tuhan Yesus melalui bimbingan dan dukungan banyak pihak. Untuk itu, perkenankan penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. A.A. Subiyanto, M.S. selaku Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Prof. Dr. M. Syamsulhadi, dr., Sp.Kj(K) selaku Pembimbing Utama yang
telah memberi bimbingan, saran, dan petunjuk guna penyusunan skripsi ini.
3. Rin Widya Agustin, M.Psi selaku Pembimbing Pendamping yang telah
memberi bimbingan dan saran.
4. Prof. Dr. Aris Sudiyanto, dr.,Sp.Kj(K) selaku Penguji Utama yang telah
memberi saran dan kritik demi kesempurnaan skripsi ini.
5. Jarot Subandono, dr., M.Kes selaku Anggota Penguji yang telah memberi
masukan demi kesempurnaan skripsi ini.
6. Muthmainah, dr., M.Kes selaku ketua tim skripsi FK UNS yang telah
memberi pengarahan.
7. Wiyanto dan Sri Rismiyati yang telah memberi dukungan kasih ,moral dan
material untuk terselesaikannya skripsi ini.
8. Bang Sol, Christianus A W W, Tiur E Situmorang, Hastin Mutiara Surga,
Taufik, David, dan teman-teman angkatan 2007.
9. Ivan, Andre, Risandy, Heigy, Yonisa, Stella, Ito, Adi, Rama, Dio dkk,
yang telah menemani penulis dalam penulisan skripsi ini
10.Semua pihak yang telah membantu terselesainya skripsi ini, yang tidak
dapat penulis sebutkan satu persatu.
Meskipun tulisan ini masih belum sempurna, penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Saran, pendapat, koreksi, dan tanggapan dari semua pihak sangat diharapkan.
Surakarta, November 2010
commit to user
vii
DAFTAR ISI
hal.
PRAKATA ... vi
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR LAMPIRAN ... x
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Perumusan Masalah ... 3
C. Tujuan Penelitian ... 3
D. Manfaat Penelitian ... 3
BAB II LANDASAN TEORI ... 4
A. Tinjauan Pustaka ... 4
B. Kerangka Pemikiran ... 17
C. Hipotesis ... 17
BAB III METODE PENELITIAN ... 18
A. Jenis Penelitian ... 18
B. Lokasi Penelitian ... 18
C. Subjek Penelitian ... 18
D. Identifikasi Variabel ………...………. 20
E. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 21
F. Instrumen Penelitian ... 22
commit to user
viii
H. Analisis Data ………... 24
BAB IV HASIL PENELITIAN ... 25
BAB V PEMBAHASAN ... 33
A. Pembahasan Hasil Studi ... 33
B. Keterbatasan Studi ... 37
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN ... 40
A. Simpulan ... 40
B. Saran ... 40
DAFTAR PUSTAKA ... 42
commit to user
ix
DAFTAR TABEL
halaman
Tabel 1. Blueprint skala harga diri...23
Tabel 2. Tabel 2 X 2...24
Tabel 3. Data frekuensi konsumsi pornografi...25
Tabel 4. Distribusi responden menurut frekuensi konsumsi pornografi...28
Tabel 5. Distribusi responden menurut harga diri ...…...28
Tabel 6. Tes normalitas...29
Tabel 7. Tes normalitas data setelah transformasi...29
Tabel 8. Hasil uji hipotesis Spearman...30
Tabel 9. Hasil uji hipotesis Fisher...31
Tabel 10. Distribusi tabel 2 X 2 ...32
commit to user
x
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran A. Kuesioner L-MMPI
Lampiran B. Skala Modifikasi Self-Esteem Rossenberg
Lampiran C.Kuesioner Frekuensi Konsumsi Pornografi
Lampiran D. Disrtribusi Data
Lampiran E. Analisis Data Uji Korelasi Spearman
Lampiran F. Distribusi data transformasi
Lampiran G. Data setelah transformasi
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masalah
Pornografi di Indonesia telah menjadi hal yang sangat umum karena
mudah diakses. Indonesia belum memiliki aturan pornografi yang jelas
sehingga menjadi negara kedua setelah Rusia yang paling rentan dengan
penetrasi pornografi terhadap anak-anak (BKKBN, 2006).
Studi deAngelis (2007) menyatakan, setiap tahun sekitar 40 persen remaja
dan anak-anak mengakses situs porno baik secara sengaja atau tidak sengaja.
Pada tahun 2006 sebanyak 80 persen anak Indonesia terpapar pornografi. Hal
ini dilatarbelakangi oleh semakin merebaknya media pengakses pornografi
seperti tayangan televisi, film, internet, dan bacaan yang berbau pornografi
(BKKBN, 2006). Survei dari Yayasan Kita dan Buah Hati di Jabodetabek
tahun 2005 dalam Supriati dan Fikawati menyebutkan, lebih dari 80% anak
usia 9-12 tahun telah mengakses materi pornografi melalui situs internet.
Sebagian besar dari mereka merupakan pelajar yang sedang mencari bahan
pelajaran untuk memenuhi tugas sekolah. Bahkan salah satu sekolah menengah
atas (SMA) negeri di Jakarta menunjukkan bahwa 44% remaja mengaku
terpapar pornografi pertama kali pada usia sebelum 13 tahun (Supriati dan
Fikawati, 2009).
Anak-anak dalam perkembangannya akan membentuk harga diri. Harga
commit to user
menaati nilai-nilai moral. Pencapaian nilai moral akan ikut mempengaruhi
harga diri anak (Coopersmith dalam Fikawati, Supriati, 2009; Supartiningsih,
2004).
Harga diri mengandung arti “Siapa saya dan apa diri saya”. Harga diri
terbentuk melalui penilaian sesuai standar berdasarkan kriteria tertentu. Harga
diri akan terus diproses sepanjang hidup melalui interaksi antar individu dan
menginternalisasi nilai yang ada pada masyarakat dan orang lain (Burn, 1998).
Individu yang memiliki harga diri tinggi menunjukkan perilaku
menerima dirinya apa adanya, percaya diri, puas dengan karakter dan
kemampuan diri. Individu yang memiliki harga diri rendah, akan
menunjukkan perhargaan buruk terhadap dirinya sehingga tidak mampu
menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial (Stuart dan Sundeen; Keliat
dalam Sriati, 2008).
Pembentukkan harga diri anak dipengaruhi oleh pencapaian moral anak.
Sedangkan pornografi tidak sesuai dengan nilai moral (Supartiningsih, 2004).
Selain itu, paparan pornografi juga memberikan pengalaman yang berefek
kurang baik pada emosi anak. Ada anak yang merasa marah (53%), kecewa
(40%), terganggu, kaget atau khawatir (38%) karena telah melihatnya, tetapi
karena merasa ada sesuatu yang menyenangkan, mereka akan mengulanginya
lagi. Studi tentang efek pornografi terhadap anak masih sedikit, walaupun
materi pornografi telah dikonsumsi banyak anak-anak (DeAngelis, 2007). Oleh
commit to user
internet dengan harga diri anak (Widiantoro, 2010). Studi ini bertujuan untuk
melihat seberapa besar pengaruh pornografi terhadap harga diri anak
B.Perumusan Masalah
Adakah hubungan antara frekuensi konsumsi pornografi dengan harga diri
anak?
C.Tujuan Penelitian
Studi ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara frekuensi konsumsi
pornografi dengan harga diri anak
D.Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritik
a. Studi ini diharapkan dapat mengetahui hubungan antara konsumsi
pornografi internet dengan harga diri anak.
2. Manfaat terapan
a. Bagi anak untuk memberi bahan pertimbangan dalam pembentukkan
harga diri yang sehat
b. Bagi pemerintah studi ini memberi bahan pertimbangan dalam
mengambil kebijakan.
c. Bagi orang tua studi ini memberi bahan pertimbangan untuk
mengarahkan pembentukkan harga diri anak yang lebih sehat.
d. Bagi peneliti sebagai acuan untuk studi lebih lanjut.
e. Bagi psikolog dan psikiater sebagai pertimbangan untuk melihat
pornografi sebagai faktor yang mempengaruhi perkembangan harga diri
commit to user
4
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Harga Diri
Harga diri merupakan salah satu aspek kepribadian yang memiliki
peran sangat penting dan berpengaruh besar terhadap sikap dan perilaku
individu.
Coopersmith dikutip dalam Burn (1998) mengatakan bahwa :
“Harga diri merupakan evaluasi yang dibuat individu dan
kebiasaan memandang dirinya, terutama sikap menerima,
menolak, dan indikasi besarnya kepercayaan individu terhadap
kemampuan, keberartian, kesuksesan, keberhargaan”. Secara
singkat, harga diri adalah personal judgment mengenai
perasaan berharga atau berarti yang diekspresikan dalam
sikap-sikap individu terhadap dirinya”.
Harga diri menurut Stuart dan Sundeen dalam Salbiah (2003) juga
dapat diartikan sebagai penilaian pribadi terhadap hasil yang dicapai
dengan menganalisa seberapa jauh perilaku memenuhi ideal diri. Dapat
disimpulkan bahwa harga diri menggambarkan sejauh mana individu
commit to user
Harga diri bukanlah satu unit yang dikonstruksi, melainkan
kumpulan representasi internal, mekanisme monitoring, perbaharuan,
evaluasi, motivasi dan mekanisme yang mendasari tindakan (Hill., Buss,
2007).
a. Aspek-aspek dalam harga diri
Coopersmith (1998) membagi harga diri ke dalam empat aspek:
1) Kekuasaan (power)
Kemampuan untuk mengatur dan mengontrol orang lain.
Kemampuan ini ditandai adanya rasa hormat dan pengakuan
yang diterima individu.
2) Keberartian (significance)
Adanya kepedulian, penilaian, afeksi, yang diterima individu
dari orang lain.
3) Kemampuan (competence)
Berhasilnya individu memenuhi tuntutan prestasi.
4) Kebajikan (virtue)
Ketaatan mengikuti standar moral dan etika, ditandai oleh
ketaatan menjauhi tingkah laku yang tidak dibolehkan.
b. Faktor-faktor yang mempengaruhi harga diri
1) Pengalaman
Pengalaman merupakan suatu bentuk emosi, perasaan,
commit to user
dirasakan bermakna dan meninggalkan kesan dalam hidup
individu (Sriati, 2008). Pengalaman yang diperoleh manusia
tidak selamanya menyenangkan, ada yang memberi kesan
positif dan ada yang memberi kesan negatif. Peristiwa negatif
dalam hidup dapat memberi efek negatif terhadap harga diri
(Baron dan Bryne, 2002).
2) Pola asuh
Pola asuh merupakan sikap orangtua dalam berinteraksi dengan
anak-anaknya yang meliputi cara orangtua memberikan
aturan-aturan, hadiah maupun hukuman, cara orangtua
menunjukkan otoritasnya, dan cara orangtua memberikan
perhatiannya serta tanggapan terhadap anaknya (Sriati,
2008). Perlakuan yang diterima anak oleh orang tua dapat
digolongkan menjadi beberapa macam, ada yang dibiarkan
(neglect), ada yang diperlakukan secara kasar (violencei),
dimanfaatkan secara salah (abuse), dan diperlakukan secara
penuh toleransi dan menciptakan iklim yang sehat
(Notosoedirdjo dan Latipun, 2005).
3) Lingkungan
Lingkungan memberikan dampak besar melalui hubungan
yang baik antara anak dengan orang tua, teman sebaya, dan
commit to user
nyaman dalam penerimaan sosial dan harga dirinya (Sriati,
2008).
4) Sosial ekonomi
Sosial ekonomi merupakan suatu yang mendasari perbuatan
seseorang untuk memenuhi dorongan sosial yang
memerlukan dukungan finansial yang berpengaruh pada
kebutuhan hidup sehari- hari (Ali dan Asrori, 2004). Hurlock
(1999) mengatakan bahwa status sosial ekonomi yang rendah
dianggap sebagai salah satu faktor yang akan membuat mereka
ditolak oleh lingkungan teman dan akan membuat pada akhirnya
mereka merasa tidak berharga.
c. Tingkatan harga diri
Harga diri sebagai sesuatu yang bersifat umum dalam artian
bahwa harga diri merupakan suatu persepsi evaluasi publik berisi
pesan-pesan mengenai diri dalam kadar besar yang mengarahkan diri
dalam berhubungan dengan orang lain (Goss dan O’Hair dalam
Sobur, 2003). Harga diri antara orang satu dengan yang lain itu
berbeda, hal ini terkait dengan pengalaman yang dimiliki
masing-masing individu.
Coopersmith (1967) mengatakan harga diri (self esteem)
memiliki beberapa tingkatan, yaitu tingkatan tinggi, sedang dan
commit to user
kreatif, yakin atas gagasan-gagasan dan pendapatnya, memiliki
kepribadian stabil, tingkat kecemasan yang rendah, dan lebih
berorientasi pada keberhasilan. Orang yang mempunyai harga diri
yang sedang mempunyai penilaian tentang kemampuan,
harapan-harapan dan kebermaknaan dirinya bersifat positif, sekalipun
moderat. Mereka memandang dirinya lebih baik daripada
kebanyakan orang, tetapi tidak sebaik penilaian individu dengan
harga diri tinggi. Sementara itu orang dengan harga diri rendah pada
umumnya kurang percaya akan dirinya sendiri dan enggan untuk
menyatakan diri dalam suatu kelompok, terutama bila mereka
mempunyai gagasan-gagasan baru dan kreatif. Mereka kurang
berhasil dalam hubungan antar pribadi dan kurang aktif dalam
masalah-masalah sosial. Dari beberapa ciri tersebut disimpulkan
bahwa orang dengan harga diri tinggi lebih memiliki potensi untuk
sukses daripada orang yang memiliki self esteem rendah.
Irnovian dkk (2009) juga mendapatkan hasil yang serupa. Orang
dengan harga diri yang tinggi cenderung memiliki prestasi belajar
yang lebih baik. Begitu juga sebaliknya, semakin tinggi prestasi
belajar, maka semakin tinggi pula harga diri seseorang.
Rossenberg (1965) membagi harga diri menjadi dua yaitu tinggi
dan rendah. Individu yang memiliki harga diri tinggi ia akan
menghormati dirinya dan menganggap dirinya sebagai individu yang
commit to user
ia tidak dapat menerima dirinya dan menganggap dirinya tidak
berguna dan serba berkekurangan.
Harga diri seringkali diukur dengan sebuah peringkat dalam
dimensi yang berkisar dari negatif sampai positif atau rendah sampai
tinggi (Baron dan Bryne, 2002). Semakin besar perbedaan antara self
dan idealnya maka semakin rendah harga diri. Story dalam Baron
dan Bryne (2002) mengatakan individu dengan harga diri yang tinggi
mengingat peristiwa yang menyenangkan dengan lebih baik yang
membantu mempertahankan evaluasi diri yang positif, sedangkan
individu yang memiliki harga diri yang rendah melakukan hal
sebaliknya.
d. Hambatan dalam perkembangan harga diri
Menurut Dariuszky (2004) yang menghambat perkembangan
harga diri adalah :
Perasaan takut, yaitu kekhawatiran atau ketakutan (fear).
Dalam kehidupan sehari-hari individu harus menempatkan diri di
tengah-tengah realita. Ada yang menghadapi fakta-fakta kehidupan
dengan penuh keberanian, akan tetapi ada juga yang menghadapinya
dengan perasaan tidak berdaya. Ini adalah tanggapan negatif
terhadap diri, sehingga sekitarnya pun merupakan sesuatu yang
negatif bagi dirinya. Tanggapan ini menjadikan individu selalu
commit to user
perasaannya sehingga terjadi keguncangan dalam keseimbangan
kepribadian, yaitu suatu keadaan emosi yang labil. Maka dalam
keadaan tersebut individu tidak berpikir secara wajar, jalan
pikirannya palsu, dan segala sesuatu yang diluar diri yang
dipersepsikan secara salah. Dengan demikian
tindakan-tindakannya menjadi tidak adekuat sebab diarahkan untuk
kekurangan dirinya. Keadaan ini lama kelamaan tidak dapat
dipertahankan lagi, yang akhirnya akan menimbulkan kecemasan,
sehingga keadaan ini akan berpengaruh pada perkembangan harga
dirinya.
Perasaan salah yang pertama adalah merasa salah terhadap
ketakutan, seperti umpamanya orangtua. Keadaan ini kemudian
terlihat dalam bentuk kecemasan yang merupakan unsur
penghambat bagi perkembangan kepercayaan akan diri sendiri.
Perasaan salah yang kedua dimiliki oleh individu yang mempunyai
pegangan hidup berdasarkan kesadaran dan keyakinan diri, atau
dengan kata lain individu sendiri telah menentukan kriteria
mengenai mana yang baik dan buruk bagi dirinya. Jika pegangan
hidup yang individu miliki dilanggar, akan berpengaruh pada
pembentukkan harga dirinya.
e. Perkembangan harga diri
Individu yang memiliki harga diri tinggi berarti menyukai
commit to user
lain dan sebagian berdasarkan pengalaman spesifik (Baron dan
Bryne, 2002). Sikap terhadap diri sendiri dimulai pada interaksi
paling awal antara bayi dengan ibunya atau pengasuh lain. Harga diri
dimulai terbentuk setelah anak lahir, ketika anak berhadapan dengan
dunia luar dan berinteraksi dengan orang-orang di sekitarnya (Burn,
1998). Interaksi secara minimal memerlukan pengakuan, penerimaan
peran yang saling tergantung pada orang yang bicara dan orang yang
diajak bicara. Interaksi menimbulkan pengertian tentang kesadaran
diri, identitas, dan pemahaman tentang diri. Hal ini akan membentuk
penilaian individu terhadap dirinya sebagai orang yang berarti,
berharga dan menerima diri apa adanya sehingga individu
mempunyai perasaan harga diri.
Setiap orang punya alasan yang berbeda-beda mengapa harga
diri perlu terbentuk dalam hidup mereka. Sakkides dalam Baron dan
Bryne (2002) menyatakan tiga motif dalam evaluasi diri yaitu self
assessment, self enhancement, dan self verification. Self assessment
merupakan motif yang bertujuan untuk mengetahui pengetahuan
yang akurat tentang dirinya sendiri, self enhancement bertujuan
untuk mendapatkan informasi positif tentang diri mereka sendiri,
sedangkan self verification bertujuan untuk mengkonfirmasi sesuatu
yang sudah mereka ketahui tentang diri mereka sendiri.
Sebuah sumber informasi utama yang relevan dengan evaluasi
commit to user
perbandingan sosial (Browne, Waymen dan Taylor dalam Baron dan
Bryne, 2002). Individu mempunyai penilaian sendiri mengenai
dirinya tergantung dengan siapa individu tersebut membandingkan
dirinya.
2. Frekuensi Konsumsi Pornografi
a. Definisi konsumsi pornografi
Pornografi berasal dari dua kata, yaitu porne dan graphos.
Porne mengandung arti prostitusi atau pelacuran, graphos
mengandung arti tulisan atau gambar. Berkaitan dengan makna
kata-kata ini, identifikasi pornografi yang paling umum adalah tulisan
atau gambar yang memancing kesenangan seksual, seperti
kesenangan seksual pada pelacuran. Sifat yang dekat pelacuran
merupakan inti persoalan masalah pornografi. Pelacuran dalam
konteks ini adalah praktik yang menjadikan kesenangan seks sebagai
komoditas untuk mencari keuntungan (Supangkat, 2005). Pornografi
menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008) diartikan sebagai
penggambaran tingkah laku secara erotis dengan lukisan dan tulisan,
dan juga dalam format video untuk membangkitkan nafsu birahi.
Materi pornografi juga banyak disebarluaskan dalam format video.
Undang-Undang Pornografi meliputi larangan dan pembatasan
perbuatan yang berhubungan dengan pornografi sebagaimana
dinyatakan dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008
commit to user
Setiap orang dilarang memproduksi, membuat, memperbanyak,
menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor,
mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan atau
menyediakan materi pornografi yang secara eksplisit memuat:
a) Persenggamaan, termasuk persenggamaan yang menyimpang
b) Kekerasan Seksual
c) Masturbasi atau onani
d) Ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan
e) Alat kelamin; atau
f) Pornografi anak
Setiap orang dilarang menyediakan jasa pornografi yang:
a) Menyajikan secara eksplisit ketelanjangan atau tampilan yang
mengesankan ketelanjangan
b) Menyajikan secara eksplisit alat kelamin
c) Mengeksploitasi atau memamerkan aktivitas seksual; atau
d) Menawarkan atau mengiklankan, baik langsung maupun tidak
langsung layanan seksual (Lubis, 2009).
Zillman (1986) mengatakan bahwa setelah empat minggu,
materi pornografi yang dilihat akan kehilangan efek untuk
menstilmulasi seksualitas. Materi pornografi yang dilihat dalam satu
hari efeknya baru akan terlihat dalam hari-hari berikutnya. Dalam
hari-hari tersebut, kegiatan seksual subyek yang melihat materi
commit to user
menurun dalam minggu-minggu berikutnya. Efek psikis bagi yang
tidak lagi mengonsumsi pornografi akan mulai berangsur-angsur
membaik dan hilang dalam delapan minggu. Dengan demikian,
seseorang dikategorikan mengonsumsi pornografi apabila secara
rutin mengonsumsi materi pornografi setidaknya setiap delapan
minggu.
b. Akibat pornografi
Adegan dalam film porno akan merangsang untuk meniru atau
mempraktikkan hal yang dilihatnya. Studi terhadap pelajar SMPN di
Kota Pontianak menunjukkan bahwa 83,3% pelajar SMPN telah
terpapar pornografi dan 79,5% di antaranya mengalami efek
paparan. Efek paparan pornografi tidak hanya berupa pengetahuan
tentang pornografi, tetapi sampai pada aspek afektif dan
kecenderungan untuk berperilaku. Efek paparan yang ditemukan
terdiri atas beberapa tahap, yaitu adiksi, ekskalasi, desensitisasi, dan
act out. Dari responden yang mengalami efek paparan, 19,8% berada
pada tahap adiksi. Dari responden yang adiksi 69,2% berada pada
tahap eskalasi, dan dari responden yang eskalasi 61,1% berada pada
tahap desensitisasi. Tahap act out telah dialami oleh 31,8% dari total
sampel yang berada pada tahap desensitisasi (Supriati dan Fikawati,
2009).
Tahap adiksi adalah ketika seseorang menyukai materi
commit to user
materi tersebut. Setelah sekian lama mengonsumsi pornografi,
individu yang ketagihan akan mengalami peningkatan kebutuhan
terhadap materi seks yang lebih berat, lebih eksplisit, lebih
sensasional, dan lebih menyimpang dari yang sebelumnya
dikonsumsi (tahap eskalasi). Sampai akhirnya materi seks yang
tadinya tabu, tidak bermoral, dan merendahkan martabat, secara
perlahan dianggap menjadi sesuatu hal yang biasa dan tidak sensitif
lagi (tahap desensitisasi). Setelah itu terjadi kecenderungan untuk
membawa materi seksual yang ditontonnya ke dalam kehidupan
nyata (tahap act-out) (Supriati dan Fikawati, 2009).
3. Anak
a. Definisi anak
Anak dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia didefiniskan
sebagai manusia yang masih kecil (KBBI, 2008). Seseorang masih
dikategorikan sebagai anak sampai umur 13 tahun (Hurlock, 1991).
b. Minat anak pada seks
Anak memiliki minat pada seks lebih besar setelah anak masuk
sekolah jika dibandingkan dengan sebelumnya. Hal ini dikarenakan
hubungan dengan teman sebaya bertambah kerap dan erat. Puncak
minat seks ada pada periode pubertas. Selama tahun-tahun terakhir
masa anak dapat dikatakan tidak ada periode lain dalam kehidupan
yang begitu diwarnai oleh minat pada seks, kecuali masa awal
commit to user
c. Moral anak
Saat bayi terlahir, bayi tidak memiliki standar moral atau skala
nilai. Moral merupakan pandangan tentang baik dan buruk, benar
dan salah, apa yang dapat dan tidak dapat dilakukan. Selain itu,
moral juga merupakan seperangkat keyakinan dalam suatu
masyarakat berkenaan dengan karakter atau kelakuan dan apa yang
seharusnya dilakukan oleh manusia (Atkinson dalam Sjarkawi, 2006;
Hurlock, 1991)
Objek moral adalah tingkah laku manusia, perbuatan manusia
dan tindakan manusia. Moral dibatasi sebagai sesuatu yang berkaitan
atau ada hubungannya dengan kemampuan menentukan benar atau
salahnya suatu perilaku. Selain itu moral juga dapat diartikan adanya
kesesuaian dengan ukuran baik buruknya sesuatu tingkah laku atau
karakter yang telah diterima oleh suatu masyarakat, termasuk di
dalamnya tingkah laku spesifik, seperti misalnya tingkah laku
seksual (Haricahyomo dalam Agustiningsih, 2005).
Sejak masa kelahirannya, setiap anak harus diajari standar
tentang yang benar dan yang salah. Nilai-nilai inilah yang nantinya
akan menjadi standar moral anak dalam bertindak (Hurlock, 1991).
4. Hubungan antara Frekuensi Konsumsi Pornografi dan Harga Diri Anak
Harga diri memiliki hubungan dengan pencapaian anak dalam
commit to user
akan terganggu oleh rasa bersalah yang diakibatkan karena dilanggarnya
pegangan hidup (Salbiah, 2003; Dariuszky, 2004). Pornografi tidak
sesuai dengan nilai moral yang diyakini masyarakat. Pelanggaran nilai ini
akan berpengaruh pada pembentukan harga diri anak (Supartiningsih,
2004).
B.Kerangka Pemikiran
Keterangan:
: Mendukung
: Mempengaruhi
C.Hipotesis
Ada hubungan antara frekuensi konsumsi pornografi dengan harga diri anak.
Self-esteem sehat Pelaksanaan nilai
commit to user
18
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis studi ini observasional analitik dengan pendekatan case control
(Taufiqurohman, 2004).
B. Lokasi Penelitian
Studi ini dilaksanakan di warnet-warnet yang terletak di sekitar
Universitas Sebelas Maret.
C. Subyek Penelitian
1. Populasi Penelitian
Populasi dalam studi ini adalah semua anak berusia 12 sampai 13
tahun.
2. Sampel Penelitian
Studi ini mengambil sampel anak berusia 12 sampai 13 tahun yang
mengonsumsi materi pornografi. Usia ini diambil karena penulis
bertujuan melihat hubungan frekuensi konsumsi pornografi dengan harga
diri anak dan skala penelitian yang digunakan penulis sesuai untuk anak
berusia 12 sampai 13 tahun. Anak dikategorikan mengonsumsi
pornografi jika rutin melihat pornografi setidaknya dalam 8 minggu
terakhir. Sampel kontrol juga diambil dari anak di bawah 13 tahun yang
commit to user Untuk kelompok sampel kasus ditentukan
a. Kriteria Inklusi
1) Tidak punya gangguan fisik dan mental
2) Mengonsumsi pornografi dalam 8 minggu terakhir
3) Usia berusia 12 sampai 13 tahun
4) Ikut dalam studi dengan mengisi kuisoner secara lengkap
b. Kriteria Ekslusi
1) Memiliki gangguan fisik dan mental
2) Data kuesioner tidak lengkap
3) Usia diatas 13 tahun
Karena dalam studi ini menggunakan case-control, maka ditentukan
kriteria inklusi dan eksklusi untuk kelompok kontrol.
Untuk kelompok sampel kontrol ditentukan
a. Kriteria Inklusi
1) Tidak punya gangguan fisik dan mental
2) Tidak mengonsumsi pornografi
3) Usia antar 12 sampai 13 tahun
4) Ikut dalam studi dengan mengisi kuisoner secara lengkap
b. Kriteria Ekslusi
1) Memiliki gangguan fisik dan mental
2) Usia diatas 13 tahun
3) Data kuesioner tidak lengkap
3. Besar Sampel
commit to user
n =" ∝/ 1−
3
Keterangan :
n = Besar Sampel
za = Deviasi normal standar ditentukan. Besar a yang ditentukan
sebesar 0,05 dan za = 1,96.
d = Tingkat kecermatan yang diinginkan ditentukan sebesar 0,1
p = Taksiran prevalensi konsumsi pornografi 0,4 berdasarkan studi
de Angelis (2007).
Sampel total berjumlah 184 anak, dengan perincian 92 orang anak
sebagai sampel kasus dan 92 anak sebagai sampel kontrol.
Sampel yang diambil adalah sampel yang memenuhi kriteria
inklusi di atas. Dalam hal ini, cara menarik sampel adalah dengan non
probability sampling yakni purposive sampling di mana sampel dipilih
bedasarkan kepemilikan ciri–ciri tertentu yang berkaitan dengan
karakteristik populasi (Arief, 2004).
D. Identifikasi Variabel
1. Variabel bebas : Frekuensi konsumsi pornografi
2. Variabel tergantung : Harga diri
3. Variabel luar
a. Variabel terkendali : usia dan jenis kelamin
b. Variabel tak terkendali : lingkungan pendidikan, kepribadian, sosial
commit to user
E. Definisi Operasional Variabel
1. Frekuensi Konsumsi Pornografi
Individu disebut mengonsumsi pornografi apabila secara rutin melihat
pornografi dengan interval waktu paling lama sekali dalam delapan
minggu (Zillman, 1986). Konsumsi pornografi akan dilihat dari lama
responden melihat materi pornografi dalam jam selama satu bulan.
Keadaan ini dapat ditentukan dengan kuesioner. Skala pengukurannya
adalah nominal. Konsumsi pornografi akan dibagi menjadi empat
kelompok, yaitu sangat sering, sering, cukup, jarang, sangat jarang.
Pengkategorian akan diambil berdasarkan data yang didapatkan di
lapangan. Data frekuensi konsumsi pornografi akan dikelompokkan
menurut kuarter dengan pengkategorian sangat sering, sering, jarang dan
sangat jarang.
2. Harga diri
Harga diri adalah adalah penilaian pribadi terhadap hasil yang
dicapai dengan menganalisa seberapa jauh perilaku memenuhi ideal diri
(Salbiah, 2003). Harga diri akan diukur dengan skala yang dimodifikasi
oleh Prihantini (2009) dari Rossenberg Self Esteem Scale (RSES). Skala
ini telah diuji validitas dan reliabilitasnya. Skala pengukurannya adalah
nominal.
Rossenberg Self Esteem Scale berdasar pada aspek harga diri yang
diungkapkan Rossenberg (1965) mengenai penghormatan diri dan
commit to user
anak berusia 12 sampai 13 tahun. Semakin tinggi skor yang diperoleh
subjek studi, berarti mengindikasikan semakin tinggi pula tingkat harga
diri yang dimiliki oleh anak.
F. Instrumen Penelitian
1. Skala Kebohongan L-MMPI (Lie-Scale MMPI)
Skala Kebohongan L-MMPI adalah suatu skala yang telah diuji
validitas dan reliabilitasnya oleh MMPI. Skala tersebut berisi 15 item.
L-MMPI digunakan untuk menilai dan mengetahui kejujuran dalam
menjawab pertanyaan yang diberikan. Subyek studi dinyatakan gugur
jika menjawab ”tidak” sebanyak >10.
2. Skala Modifikasi Harga Diri Rossenberg
Skala harga diri yang digunakan dalam studi ini merupakan
modifikasi dari Rossenberg Self Esteem Scale (RSES). RSES berdasar
pada aspek harga diri yang diungkapkan Rossenberg (1965) mengenai
penghormatan diri dan penerimaan diri. Kali ini penulis akan
menggunakan skala harga diri Rossenberg yang telah dimodifikasi oleh
Prihantini (2009). Skala ini menjadi 23 item yang terdiri dari 13
pertanyaan favorabel dan 10 pertanyaan unfavorabel yang telah diuji
commit to user Tabel 1. Blueprint Skala Harga Diri
Aspek Nomor Item Jumlah
3. Kuesioner Frekuensi Konsumsi Pornografi
Kuesioner ini berisi frekuensi konsumsi pornografi, dan kapan
terakhir melihat materi pornografi. Jika sampel telah lebih dari delapan
minggu tidak melihat pornografi, maka tidak akan digunakan dalam studi
ini. Studi sebelumnya menyatakan efek dari materi pornografi akan
menghilang setelah lebih dari delapan minggu.
commit to user
H. Analisis Data
Berdasarkan skala pengukuran dari variabel yang digunakan, maka uji
statistika yang sesuai yaitu chi square tabel 2X2. Pemilihan uji statistika
tersebut berdasarkan skala pengukuran variabel nominal dan nominal yang
tidak berpasangan (Murti, 2003).
Dalam pelaksanaan analisis data, pengolahan data dilakukan melalui
bantuan komputer dengan program SPSS (Statistcical Product and Service
Solution) versi 17.
Tabel 2. Tabel 2 X 2
Sampel Konsumen Kontrol Total
HD Rendah A B a + b
HD Tinggi C D c + d
Total a + c b + d a + b + c + d
Odds ratio digunakan untuk mengetahui tingkat kekuatan hubungan
antara konsumsi pornografi dan harga diri anak. Odds Ratio didapatkan
dengan persamaan.
&4= 3
Uji Hipotesis Spearman digunakan untuk mengetahui korelasi antara
konsumsi pornografi dan harga diri anak. Dalam pelaksanaan analisis data,
pengolahan data dilakukan melalui bantuan komputer dengan program SPSS
commit to user
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Hasil Penelitian
Studi dilakukan pada bulan Agustus sampai bulan Oktober 2010 dengan
cara menyebar kuesioner pada pengunjung warnet. Setelah protokol
penelitian, didapatkan 63 kuesioner yang dapat dianalisis, yaitu:
Tabel 3. Data frekuensi konsumsi pornografi dan harga diri
No Frekuensi Konsumsi Pornografi Harga Diri
commit to user
Sumber: Data Primer, 2010
Dari data tersebut, didapatkan karakteristik responden sebagai berikut :
Tabel 4. Distribusi responden menurut frekuensi konsumsi pornografi
No Nilai Kelompok Jumlah Presentase
1.
Tabel 5. Distribusi responden menurut harga diri
No Nilai Representasi Jumlah Persentase
1.
Dari data yang didapat dapat dilihat, responden yang memiliki harga diri
rendah ada 14 orang, sedangkan yang memiliki harga diri tinggi ada 49 orang.
Sebagian besar responden memiliki harga diri yang tinggi.
B. Analisis Data
Data yang diperoleh di atas kemudian dilakukan analisis data yang terdiri
dari tiga langkah, yaitu (1) uji normalitas data, (2) uji hipotesis dengan
korelasi Spearman, (3) uji hipotesis Fisher menggunakan program komputer
commit to user
1. Uji normalitas data
Uji normalitas data dilakukan untuk mengetahui distribusi data
normal atau tidak (Santoso, 2006). Suatu data dikatakan normal jika nilai
p>0,05 (Dahlan, 2005). Hasilnya sebagai berikut.
Tabel 6. Tes normalitas Kolmogorov-Smirnov
No Variabel P
1.
2.
Frekuensi konsumi pornografi
Harga diri
0,000
0,003
Interpretasi hasil menggunakan Kolmogorov-Smirnov karena sampel
berjumlah ≥50 (Dahlan, 2005), didapatkan nilai signifikansi p = 0 untuk
data frekuensi konsumsi pornografi dan p = 0,003 untuk data harga diri.
Dari data di atas, dapat disimpulkan bahwa data frekuensi konsumsi
pornografi dan harga diri memiliki sebaran data tidak normal. Lebih
lengkapnya dapat dilihat di lampiran D.
Untuk menormalkan sebaran data, dilakukan proses transformasi
data (Dahlan, 2005). Salah satu cara transformasi data dalam SPSS
adalah menggunakan fungsi log. Hasil tes normalitasnya adalah sebagai
commit to user
Tabel 7. Tes normalitas data setelah transformasi data
No Variabel P
1.
2.
Frekuensi konsumi pornografi
Harga diri
0,000
0,026
Interpretasi data menggunakan Kolmogorov-Smirnov, didapatkan
nilai kemaknaan 0.026 untuk harga diri dan 0 untuk frekuensi konsumsi
pornografi setelah ditransformasi. Dengan demikian, dapat diambil
kesimpulan bahwa data tersebut memiliki sebaran yang tidak normal.
Distribusi Data setelah ditransformasi dapat dilihat di lampiran F.
Sedangkan data setelah ditransformasi dapat dilihat di lampiran G.
2. Uji hipotesis Spearman
Syarat untuk uji parametrik adalah data memiliki sebaran normal
(Dahlan, 2004; Wahana Komputer Semarang, 2004) dan sampel
berjumlah lebih dari 30 (Nugroho, 2005). Data yang digunakan dalam
studi ini tidak memenuhi syarat uji parametrik, sehingga perlu dicari uji
hipotesis nonparametrik yang sesuai. Uji nonparametrik yang sesuai
adalah uji hipotesis Spearman.
Tabel 8. Hasil uji hipotesis Spearman
No Variabel R P
1. Konsumsi Pornografi dan Harga
Diri Anak
commit to user
Untuk menilai kemaknaan korelasi antar dua variabel, digunakan
nilai P (Sig.). Terdapat korelasi yang bemakna antar dua variabel jika
nilai P<0,05 (Dahlan, 2005). Interpretasi hasil analisis dengan uji korelasi
Spearman pada studi ini, didapatkan nilai P=0,002 menunjukkan terdapat
korelasi yang bermakna antara skor frekuensi konsumsi pornografi
dengan harga diri.
Nilai korelasi Spearman (r) adalah -0,374. Nilai r antara 0,20-0,399
menggambarakan korelasi yang lemah, tanda minus menunjukkan arah
korelasi yang berlawanan. Hal ini menunjukkan, semakin besar nilai
variabel yang satu akan semakin kecil nilai variabel yang lain (Dahlan,
2005). Hasil lebih lengkap dapat dilihat di lampiran E
Hasil analisis data menggunakan uji korelasi Spearman
menunjukkan H0 (r£0) ditolak, dan H1 diterima. Terdapat hubungan
negatif antara frekuensi konsumsi pornografi dan harga diri.
3. Uji hipotesis Fisher
Syarat untuk uji chi square adalah sel yang mempunyai nilai
expected kurang dari lima, maksimal 20% dari jumlah sel (Dahlan,
2009). Data yang didapat tidak memenuhi syarat untuk uji chi square
sehingga diambil uji alternatif yang sesuai, yaitu uji Fisher.
Tabel 9. Hasil uji hipotesis Fisher
No Variabel P (2-sided) P (1-sided)
commit to user
Nilai kemaknaan adalah 0,093 untuk 2-sided (two tail) dan 0,069
untuk 1-sided (one tail). Nilai kemaknaan p>0,05, dapat diambil
kesimpulan bahwa ada hubungan antara frekuensi konsumsi pornografi
dan harga diri anak. Hasil lebih lengkap dapat dilihat di lampiran H.
4. Odds Ratio
Tingkat kekuatan hubungan antara frekuensi konsumsi pornografi dengan
harga diri anak digunakan rumus odds ratio.
Tabel 10. Distribusi data tabel 2X2
Sampel Konsumen Kontrol Total
HD Rendah 13 1 14
HD Tinggi 34 15 49
Total 47 16 63
Odds Ratio didapatkan dengan persamaan:
&4= 3
&4=13 15
1 34
&4= 5,73
Studi pada sampel dari populasi ini menunjukkan konsumsi pornografi
memiliki risiko harga diri yang rendah 5,73 kali daripada tidak mengonsumsi
commit to user
33
BAB V
PEMBAHASAN
A. Pembahasan Hasil Studi
Instrumen penelitian yang terdiri dari kuesioner L-MMPI, skala harga
diri modifikasi Rossenberg dan kuesioner konsumsi pornografi disebar dan
diisi oleh 250 orang. Instrumen penelitian diseleksi menurut kelengkapan dan
uji L-MMPI. Data yang didapatkan sebanyak 63 responden. Responden yang
dibutuhkan menurut rumus Z adalah 184 orang, namun karena keterbatasan
waktu, biaya dan kemampuan penulis maka diambil 63 orang responden
sebagai sampel. Data studi menunjukkan jumlah responden yang
mengonsumsi pornografi sebanyak 74,6% dari total responden 63 orang. Data
studi ini didapatkan dengan penyebaran angket secara purposive.
Pengurangan jumlah sampel akan mempengaruhi hasil analisis data
sehingga kurang representatif terhadap populasi. Kelemahan ini diatasi
dengan menggunakan uji hipotesis non parametrik yang dapat digunakan
untuk ukuran sampel yang sedikit.
Analisis data hubungan frekuensi konsumsi pornografi dan harga diri
anak dengan uji korelasi Spearman menggunakan program SPSS 17.0 for
Windows didapatkan nilai kemaknaan P = 0,002 menunjukkan hubungan
yang signifikan antara frekuensi konsumsi pornografi dan harga diri anak.
Koefisien korelasi r = -0,374 menunjukkan arah korelasi yang terbalik dan
commit to user
Individu yang memiliki harga diri yang tinggi berarti menyukai dirinya
sendiri. Harga diri anak dipengaruhi beberapa aspek seperti pengalaman, pola
asuh, lingkungan dan sosial ekonomi. Harga diri anak mulai dibentuk sejak
pertama kali bertemu dengan pengasuhnya dan kemudian dengan dunia luar
dan berinteraksi dengan dunia lingkungannya (Burn, 1998).
Hambatan dalam perkembangan harga diri antara lain perasaan takut,
yaitu ketakutan atau kekhawatiran. Perasaan salah juga menghambat
perkembangan harga diri, perasaan salah yang pertama adalah merasa salah
karena ketakutan, keadaan ini kemudian terlihat dalam bentuk kecemasan
yang merupakan unsur penghambat bagi perkembangan kepercayaan dirinya
sendiri. Perasaan salah karena melanggar pegangan hidup juga akan
menghambat perkemb`angan harga diri(Atkinson dalam Sjarkawi, 2006;
Hurlock, 1991).
Pelanggaran pegangan hidup anak akan mempengaruhi perkembangan
harga diri anak. Pornografi tidak sesuai dengan nilai moral yang diyakini
masyarakat, oleh karena itu konsumsi pornografi akan mempengaruhi
perkembangan harga diri anak (Supartiningsih, 2004).
Perkembangan harga diri dipengaruhi oleh banyak hal seperti
pengalaman, pola asuh, lingkungan, jenis kelamin, prestasi dan sosial
ekonomi. Peristiwa negatif dalam hidup dapat memiliki efek negatif terhadap
harga diri (Baron dan Bryne, 2002). Sebagai contoh adalah ketika individu di
masa kanak-kanaknya sering diejek oleh teman-temannya, maka hal ini
commit to user
komentar negatif yang sering diterima oleh anak akan berpengaruh pada
pembentukkan harga dirinya.
Pola asuh orang tua berpengaruh pada pembentukkan harga diri
individu. Pola asuh merupakan perlakuan orang tua kepada anak berkaitan
dengan apa yang dilakukan orang tua atau anggota keluarga lain terhadap
anak (Notosoedirdjo dan Latipun, 2005). Perlakuan orang tua terhadap anak
ada bermacam-macam, ada yang dibiarkan (neglect), ada yang diperlakukan
secara kasar (violencei), dimanfaatkan secara salah (abuse) dan diperlakukan
secara penuh toleransi dan menciptakan iklim yang sehat. Sochib (1998)
menyebutkan bahwa pola asuh ada tiga yaitu otoriter, memberi kebebasan
penuh dan demokratis. Otoriter dan memberi kebebasan penuh menjadi
pendorong anak untuk berperilaku agresif. Orang tua yang berperilaku
demokratis tidak memberikan andil untuk anak berperilaku agresif dan
menjadi pendorong terhadap perkembangan anak ke arah positif.
Terbentuknya individu tidak terlepas dari interaksi individu dengan
orang lain. Interaksi dengan orang lain juga akan terkait dengan lingkungan.
Lingkungan memberikan dampak besar kepada anak melalui hubungan yang
baik antara remaja dengan orangtua, teman sebaya dan lingkungan sekitar
sehingga menumbuhkan rasa aman dan nyaman dalam penerimaan sosial dan
harga dirinya (Dacey dan Maureen dalam Ling dan Dariyo, 2002).
Sultana, Bibi dan Rehman (2006) menyatakan bahwa jenis kelamin
berhubungan dengan harga diri seseorang. Studi yang dilakukan Sultana dkk
commit to user
wanita. Pria lebih menunjukkan problem solving yang baik ketika mereka
menghadapi masalah sementara wanita merasa tidak nyaman untuk
menunjukkan kemampuan yang dimiliki ketika menghadapi permasalahn
dalam kehidupan sehari-harinya.
Interaksi sosial di masyarakat juga berhubungan dengan harga diri yang
dimiliki seseorang. Ling dan Dariyo (2002) menyebutkan bahwa siswa yang
menunjukkan interaksi sosial cenderung tinggi di sekolah, mempunyai harga
diri yang lebih tinggi pula.
Faktor perancu yang diperhitungkan pada studi ini hanya gangguan
mental dan fisik sehingga diperlukan studi lebih lanjut. Perkembangan harga
diri seseorang dipengaruhi oleh banyak hal, sehingga diperlukan studi lebih
lanjut untuk melihat hubungan frekuensi konsumsi pornografi terhadap harga
diri anak.
Studi ini menggunakan analisis komparatif dan korelatif antara dua
variabel yaitu frekuensi konsumsi pornografi dan harga diri. Untuk
mengetahui hubungan sebab akibat antara keduanya atau variabel yang satu
mempengaruhi variabel yang lain, diperlukan studi lebih lanjut.
Uji komparatif fisher dalam studi ini dilipih karena sampel tidak
memenuhi syarat untuk uji chi square. Uji fisher menunjukkan adanya
hubungan yang bermakna antara frekuensi konsumsi pornografi dan harga
diri anak. Analisis data selanjutnya menggunakan uji korelasi Spearman
menunjukkan korelasi yang bermakna antara frekuensi konsumi pornografi
commit to user
Persamaan Odds Ratio menunjukkan bahwa konsumsi pornografi
meningkatkan risiko harga diri rendah 5,73 kali dibandingkan dengan
kelompok kontrol.
Korelasi spearman menunjukkan kekuatan korelasi yang lemah, dan
odds ratio menunjukkan peningkatan risiko harga diri rendah 5,73 kali lebih
tinggi pada orang yang mengonsumsi pornografi. Harga diri dipengaruhi oleh
banyak hal, dari hasil studi pada sampel yang didapatkan, didapatkan korelasi
yang lemah antara harga diri dan konsumsi pornografi. Peningkatan risiko
bagi konsumen pornografi untuk memiliki harga diri yang rendah mungkin
disebabkan karena jumlah yang tinggi, sehingga korelasi yang lemah akan
mempengaruhi harga diri lebih kuat.
Uji hipotesis spearman dipilih karena sampel tidak memenuhi syarat
untuk uji korelasi parametrik pearson, sehingga dipilih uji non-parametrik
alternatifnya yaitu uji spearman. Koefisien korelasi uji korelasi spearman
yang rendah mungkin disebabkan karena harga diri seseorang dipengaruhi
oleh banyak hal, sehingga diperlukan studi lebih lanjut untuk melihat
hubungan antara frekuensi konsumsi pornografi dan harga diri anak.
B. Keterbatasan Studi
Sumber pustaka yang digunakan dalam studi ini terbatas. Sedikitnya
sumber pustaka yang diperoleh berpengaruh pada alur pikir dalam
pengambilan hipotesis dalam studi ini, sehingga memungkinkan untuk
terjadinya kesalahan dalam pengambilan hipotesis. Buku yang digunakan
penulis dalam penulisan dasar teori juga terbatas sehingga akan
commit to user
Pada studi kali ini jumlah sampel tidak memenuhi jumlah yang
seharusnya. Jumlah sampel yang seharusnya adalah 184 orang, tetapi pada
studi kali ini didapatkan 63 orang. Kurangnya jumlah sampel berpengaruh
pada pengambilan kesimpulan hasil studi. Pada studi sejenis sebelumnya
digunakan sampel 260 (Shaller dkk, 2008), pada studi eksperimental
digunakan sampel 23 orang yang diberi perlakuan menonton materi
pornografi selama 90 menit setiap hari (Reifler, 1971).
Teknik Sampling yang digunakan adalah purposive random sampling
dan desain studi case control dengan pendekatan cross sectional. Beberapa
studi lain menggunakan desain studi kohort (Alexy dkk, 2009 ;Goldstein,
1973) dan beberapa lainnya menggunakan studi eksperimental (Reifler dkk,
1971). Diperlukan desain studi yang lebih baik seperti kohort dan teknik
sampling yang representatif untuk hasil studi yang lebih baik.
Uji statistik yang digunakan adalah uji non parametrik. Hal ini
diakibatkan karna persebaran data yang tidak normal. Jika ada studi dengan
uji parametrik maka dapat menggantikan hasil uji non parametrik dari studi
sejenis (Dahlan, 2005).
Hasil studi didapatkan terdapat korelasi yang lemah dengan r = -0,374
dan OR = 5,73 . Hasil yang serupa juga didapatkan dalam studi yang
dilakukan oleh Kenyon (1975), dikatakan bahwa pornografi akan sedikit
mempengaruhi kesehatan mental dan mengenai orang dalam jumlah besar.
Hasil yang serupa juga didapatkan oleh Nelson dkk (2010), pornografi
commit to user
hasil yang berbeda, dalam studi eksperimental ini pornografi tidak
mengakibatkan efek psikologis jangka panjang (Reifler dkk, 1971).
Terdapat korelasi negatif dan bermakna antara harga diri konsumen
pornografi dengan kelompok kontrol. Terdapat variabel-variabel perancu
dalam penelitian ini seperti pengalaman, pola asuh, lingkungan, sosial
ekonomi (Sriati, 2008), tetapi karena keterbatasan kemampuan penulis, dana
commit to user
40
BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN
A.Simpulan
1. Ada korelasi negatif dan bermakna antara frekuensi konsumsi pornografi
dan harga diri anak dengan kekuatan korelasi lemah (p = 0,002, r = -0,374)
2. Ada hubungan antara konsumsi pornografi dan harga diri anak (p = 0,093)
3. Kelompok konsumen pornografi memiliki risiko harga diri yang rendah
5,73 kali dibandingkan kelompok kontrol
4. Tidak dapat dilakukan generalisasi kesimpulan pada populasi yang lebih
luas dikarenakan kelemahan penelitian
B.Saran
1. Bagi orang tua dan guru dapat mempertimbangkan pornografi sebagai faktor
yang mempengaruhi harga diri anak
2. Bagi anak dapat diberikan edukasi untuk menghindari pornografi sebagai
faktor yang dapat mempengaruhi harga diri anak
3. Sebaiknya dilakukan studi pada populasi lain atau populasi yang lebih luas
dan proses sampling yang lebih representatif untuk dapat melakukan
generalisasi kesimpulan
4. Sebaiknya dilakukan studi lebih lanjut untuk mengetahui adanya hubungan
sebab akibat antar variabel dan adanya faktor perancu lain yang tidak
commit to user
5. Studi, analisis data dan penulisan dilakukan oleh penulis sendiri, sehingga
subyektivitasnya cukup tinggi. Sebaiknya analisis data dan studi dilakukan
oleh orang lain untuk menjaga obyektivitas studi.
6. Sebaiknya pornografi perlu diwaspadai sebagai salah satu faktor yang