LAMPIRAN
Lampiran i
Daftar Kabupaten/Kota di Sumatera Barat
No Kabupaten No Kota
1 Kab. Agam 13 Kota Bukittinggi 2 Kab. Dharmasraya 14 Kota Padang
3 Kab. Kep. Mentawai 15 Kota Padangpanjang 4 Kab. Lima Puluh Kota 16 Kota Pariaman 5 Kab. Padang Pariaman 17 Kota Payakumbuh 6 Kab. Pasaman 18 Kota Sawahlunto 7 Kab. Pasaman Barat 19 Kota Solok 8 Kab. Pesisir Selatan
9 Kab. Sijunjung 10 Kab. Solok
Lampiran ii
Proses Seleksi Sampel Berdasarkan Kriteria
No Kabupaten/Kota Kriteria Sampel
1 2
1 Kab. Agam √ √ Sampel 1
2 Kab. Dharmasraya √ √ Sampel 2
3 Kab. Kep. Mentawai √ √ Sampel 3 4 Kab. Lima Puluh Kota √ √ Sampel 4 5 Kab. Padang Pariaman √ √ Sampel 5
6 Kab. Pasaman √ √ Sampel 6
7 Kab. Pasaman Barat √ √ Sampel 7 8 Kab. Pesisir Selatan √ √ Sampel 8
9 Kab. Sijunjung √ √ Sampel 9
10 Kab. Solok √ √ Sampel 10
11 Kab. Solok Selatan √ √ Sampel 11
12 Kab. Tanah Datar √ √ Sampel 12
13 Kota Bukittinggi √ √ Sampel 13
14 Kota Padang √ √ Sampel 14
15 Kota Padangpanjang √ √ Sampel 15
16 Kota Pariaman √ √ Sampel 16
17 Kota Payakumbuh √ √ Sampel 17
18 Kota Sawahlunto √ √ Sampel 18
Lampiran iii
Daftar Produk Domestik Regional Bruto Priode 2011 - 2013 (dalam jutaan Rupiah)
Sampel Produk Domestik Regional Bruto
2011 2012 2013
Lampiran iv
Daftar Dana Alokasi Umum
Priode 2011 - 2013 (dalam jutaan Rupiah)
Lampiran v
Daftar Pendapatan Asli Daerah Priode 2011 - 2013 (dalam jutaan Rupiah)
Lampiran vi
Daftar Belanja Modal
Priode 2011 - 2013 (dalam jutaan Rupiah)
DAFTAR PUSTAKA
Bati, 2009.Pengaruh Belanja Modal dan Pendapatan Asli Daerah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi (Studi Pada Kabupaten Dan Kota Di Sumatera Utara), Tesis Program Pasca Sarjana USU, Medan.
Chalid, Pheni, 2005. Keuangan Daerah Investasi, dan Desentralisasi. Kemitraan, Jakarta.
Erlina, 2011.Metode Penelitian,USU Press, Medan.
Erlina dan Rasdianto, 2013.Akuntansi Keuangan Daerah Berbasis Akrual, Brama Ardian, Medan.
Ghozali, Imam, 2013. Aplikasi Multivariate Dengan Proram IBM SPSS 21, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang.
Halim Abdul, 2004. Akuntansi Keuangan Daerah. Salemba Empat, Jakarta.
Hirawan, Susianti B, 1987. Analisis tentang Keuangan Daerah di Indonesia, EKI, Vol. XXXIV No. 1, 94-95.
Malau, Yois Nesari, 2013. “Pengaruh Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus Terhadap Pertumbuhan Ekonomi dengan Belanja Modal sebagai Variabel Moderating pada Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara”, Tesis, Universitas Sumatera Utara Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Medan.
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 66 Tahun 2002 tentang Retribusi Daerah.
____, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah.
__, Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah.
__, Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak daerah dan Retribusi daerah..
Sudarmanto, Gunawan R., 2013. Statistik Terapan Berbasis Komputer Dengan Program IBM SPSS Statistics 19, Mitra Wacana Media, Jakarta.
Suparmoko, 2002 .Ekonomi Publik Untuk Keuangan dan Pembangunan Daerah.Edisi pertama.Yogyakarta : Andi.
Syaiful. 2006. Pengertian dan Perlakuan Akuntansi Belanja Barang dan Belanja Modal dalam Kaidah Akuntansi Pemerintahan.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian adalah penelitian asosiatif.Penelitian asosiatif adalah
penelitian yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antar dua variabel atau lebih. Dalam penelitian ini terdapat variabel independen (yang mempengaruhi), variabel dependen (yang dipengaruhi), dan variabel moderating yang memperkuat
atau memperlemah hubungan antara variabel dependen dan independen. Peneliti ingin menganalisis pengaruh variabel PDRB, DAU terhadap Pendapatan Asli
Daerah dengan Belanja Modal sebagai variabel moderating pada kabupaten dan kota di Provinsi Sumatera Barat.
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di pemerintahan kabupaten dan kota di wilayah Provinsi Sumatera Barat. Waktu penelitian dimulai dari bulan November 2015.
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian
Ridwan & Kuncoro (dalam Erlina 2011:81) menyatakan bahwa populasi adalah “wilayah generalisasi yang terdiri dari objek atau subjek yang menjadi
kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudin ditarik kesimpulannya”.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Barat yang terdiri dari 12 kabupaten dan 7 kota.
dilakukan dengan metode purposive sampling, yaitu pengambilan sampel berdasarkan kriteria tertentu.
Adapun pertimbangan yang dilakukan peneliti dalam pengambilan sampel adalah sebagai berikut:
1. Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Barat yang secara konsisten mempublikasikan Laporan APBD dan Laporan Realisasi APBD dalam situs Direktorat Jendral Perimbangan Keuangan selama periode 2011 – 2013.
2. Ketersediaan data PDRB kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Barat hasil perhitungan Badan Pusat Statistika (BPS) selama periode 2011-2013.
Berdasarkan kriteria diatas, maka Pemerintah Kabupaten/Kota yang menjadi sampel dalam penelitian ini berjumlah 19 Kabupaten/Kota yang terdiri dari 12 kabupaten dan 7 kota.
Tabel 3.1
Populasi dan Sampel Penelitian
No. Nama Kabupaten/Kota Kriteria
Sampel
1 2
1. Kab. Limapuluh Kota √ √ Sampel 1
2. Kab. Agam √ √ Sampel 2
3. Kab. Kepulauan Mentawai √ √ Sampel 3
4. Kab. Padang Pariaman √ √ Sampel 4
5. Kab. Pasaman √ √ Sampel 5
6. Kab. Pesisir Selatan √ √ Sampel 6
8. Kab. Solok √ √ Sampel 8
9. Kab. Tanah Datar √ √ Sampel 9
10. Kota Bukit Tinggi √ √ Sampel 10
11. Kota Padang Panjang √ √ Sampel 11
12. Kota Padang √ √ Sampel 12
13. Kota Payakumbuh √ √ Sampel 13
14. Kota Sawahlunto √ √ Sampel 14
15. Kota Solok √ √ Sampel 15
16. Kota Pariaman √ √ Sampel 16
17. Kab. Pasaman Barat √ √ Sampel 17
18. Kab. Dharmasraya √ √ Sampel 18
19. Kab. Solok Selatan √ √ Sampel 19
3.4 Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Menurut Erlina (2011:31), “data sekunder dikumpulkan dari sumber-sumber tercetak, dimana data itu telah dikumpulkan oleh pihak lain sebelumnya”.
Sumber data dalam penelitian ini adalah laporan APBD Pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Barat selama tahun 2011 – 2013 yang
diakses dari situs Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Laporan APBD ini diperoleh data mengenai Produk Domestik Regional Bruto,
3.5 Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah
dokumentasi, dimana data yang diambil secara tidak langsung melalui media perantara yaitu internet.Selain itu, peneliti juga melakukan studi kepustakaan dengan membaca dan mempelajari literatur-literatur yang berkaitan dengan permasalahan
yang diteliti.
3.6 Definisi Operasional
Sudarmanto (2013:11) menjelaskan bahwa variabel terdiri dari:
1. Variabel independen. Variabel sering disebut dengan variabel bebas yaitu variabel yang akan menjadi penyebab perubahan pada variabel dependen. 2. Variabel dependen. Variabel ini sering disebut dengan variabel terikat tidak
bebas atau variabel berikat atau variabel bergantung yaitu yang akan berubah akibat perubahan pada variabel independen.
Variabel independen dalam penelitian ini adalah:
1. Produk Domestik Regional Bruto,
yaitujumlahnilaiprodukbarangdanjasaakhiryangdihasilkanolehseluruhunitpro duksididalamsuatuwilayahataudaerahpadasuatuperiodetertentu,biasanyasatut ahun.
2. Dana Alokasi Umum, yaitu total dana transfer yang bersifat umum (block grant) untuk mengatasi masalah ketimpangan horizontal (antar daerah)
dengan tujuan utama pemerataan kemampuan keuangan antar daerah dengan menggunakan skala rasio.
Variabel depeden dalam penelitian ini adalah :
peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Semakin besar rasio yang dihasilkan, maka semakin baik dan efektifnya kinerja
pemerintah daerah dalam mengolah pendapatan daerah tersebut. Variabel moderating dalam penelitian ini adalah :
1. Belanja Modal, yaitu jumlah realisasi yang dilakukan dalam rangka pembentukan modal yang sifatnya menambah aset tetap/inventaris yang memberikan manfaat lebih dari satu periode akuntansi, termasuk biaya
untuk pemeliharaan yang sifatnya mempertahankan atau menambah masa manfaat, meningkatkan kapasitas dan kualitas asset. Belanja modal meliputi
belanja tanah, gedung dan bangunan, belanja peralatan dan mesin, belanja jalan, irigasi dan jaringan, dan belanja aset tetap lainnya.
3.7 Skala Pengukuran Variabel
Adapun skala pengukuran variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Tabel 3.2
Skala Pengukuran Variabel Variabel yang
Diukur
Definisi Operasional Ukuran Skala Variabel Independen
Produk Domestik Regional Bruto
(X1)
Kegiatan dalam perekonom -ian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi dalam masyarakat bertambah dan kemakmuran masyarakat meningkat.
Dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan
Realisasi Dana Alokasi
kemampuankeuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam
rangka pelaksanaan Desentralisasi.
Variabel Dependen Pendapatan Asli
Daerah (Y)
Total realisasi penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah atau penerimaan daerahdari sektor pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain pendapatan asli daearah yang sah.
Belanja yang digunakan dalam rangka pengadaan aset tetap berwujud yang mempunyai nilai manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan untuk digunakan
dalam kegiatan
3.8 Metode Analisis Data
Metode analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan
Software SPSS for Windows 16.0.Untuk melakukan penelitian, peneliti
menggunakan uji asumsi klasik sebelum melakukan uji hipotesis. Uji hipotesis dilakukan apabila data yang akan diteliti telah lolos dari uji asumsi klasik.
3.8.1 Statistik Deskriptif
varian, maksimum, minimum, sum, range, kurtosis, dan skewness (kemencengan distribusi).
3.8.2 Pengujian Asumsi Klasik
Penengujian asumsi klasik disebut juga dengan pengujian asumsi atas
analisa multivariate. Uji asumsi klasik adalah persyaratan statistik yang harus dipenuhi pada analisis regresi linier berganda yang berbasis ordinary least square (OLS). Tujuan dari dilakukannnya pengujian ini adalah untuk menghindari atau
mengurangi bias atas hasil penelitian yang diperoleh. Uji asumsi klasik ini terdiri atas uji normalitas, uji multikolinearitas, uji heteroskedastisitas, dan uji
autokorelasi. Pengujian regresi linier berganda dapat dilakukan apabila data yang diteliti dapat terdistribusi secara normal, tidak terdapat multikolinearitas, heterokedasitas, dan autokorelasi.
3.8.2.1 Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah dalam model
regresi variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Dalam Erlina (2011), ada dua cara untuk mendeteksi apakah residual berdistribusi normal atau tidak, yaitu:
1. Analisis grafik
Untuk melakukan pengujian normalitas dengan analisis grafik dapat dengan melihat grafik histogram dan normal probability plot.
2. Analisis statistik
Uji statistik sederhana dapat dilakukan dengan melihat nilai kurtosis
menguji normalitas residual adalah uji statistik non parametrik Kolmogorov-Smirnov (K-S)
3.8.2.2 Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya
hubungan yang linear antara variabel independen satu dengan variabel independen lainnya.Frisch (dalam Sudarmanto 2013:224) menjelaskan bahwa “istilah multikolinearitas berarti adanya hubungan linear yang sempurna atau pasti,
diantara beberapa atau semua variabel yang menjelaskan dari model regresi”. Ada tidaknya hubungan atau korelasi antarvariabel independen dapat diketahui dengan melihat nilai Tolerance. Jika nilai Tolerance lebih besar
daripada 0,10, maka diindikasikan tidak terjadi gejala multikolineartitas, namun jika nilai Tolerance lebih kecil daripada atau sama dengan 0,10, maka
diindikasikan terjadi gejala multikolinearitas.
Selain itu, gejala multikolinearitas juga dapat diketahui dengan memanfaatkan statistik korelasi Varian Inflation Factor (VIF).Kriteria yang
digunakan untuk mengetahui apakah ada gejala ada tidaknya multikolinearitas adalah harga koefisien VIF untuk masing-masing variabel independen lebih besar
daripada 10 atau tidak.Apabila harga koefisien VIF untuk masing-masing variabel independen lebih besar daripada 10, maka variabel tersebut diindikasikan
memiliki gejala multikolinearitas. 3.8.2.3 Uji Heteroskedastisitas
Gozhali (2013 : 139) “Pengujian heteroskedastisitas bertujuan untuk
residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika varian dari residual satu pengamatan yang lain tetap, maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda
disebut heteroskedastisitas. Model regeresi yang baik adalah yang homoskedastisitas atau tidak terjadi heteroskedastisitas”.Cara mendeteksi ada atau
tidaknya heteroskedastisitas adalah dengan melihat grafik Scatterplot antara nilai prediksi variabel terikat (dependen) yaitu ZPRED dengan residualnya SRESID.Deteksi ada tidaknya heteroskedastisitasnya dapat dilakukan dengan
melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplot antara SRESID dan ZPRED, dimana sumbu Y adalah yang telah diprediksi dan sumbu X residual (Y
prediksi-Y sesungguhnya) yang telah distandarisasi. Dasar analisis heteroskedasitas, sebagai berikut:
a) Jika ada pola tertentu, seperti titik yang membentuk pola yang teratur
(bergelombang, melebar kemudian menyempit), maka mengindikasikan telah terjadi heterodastisitas.
b) Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak heterokedastisitas.
3.8.2.4 Uji Autokorelasi
(Ghozali 2013 : 110), “uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam suatu model regresi linier ada korelasi antara kesalahan pengunaan
penelitian ini, untuk mendeteksi adanya autokerelasi digunakan uji Durbin Watson (DW). (Singgih,2000:76), kriteria penilaian terjadinya autokorelasi yaitu :
1. Angka D-W dibawah -2 berarti ada autokorelasi positif.
2. Angka D-W diantara -2 sampai +2 berarti tidak ada autokorelasi.
3. Angka D-W diatas +2 berarti ada autokorelasi negatif. 3.8.3 Analisis Regresi Berganda
Pengujian yang dilakukan untuk hipotesis pertama menggunakan
analisis regresi berganda (Multiple Regression Analysis) karena terdiri dari tiga variabel independen dan satu variabel dependen.Analisis regresi berganda
bertujuan untuk mengukur hubungan antara dua variabel atau lebih, dan menunjukkan arah hubungan antara variabel dependen dengan variabel independen (Ghozali, 2013:91). Model persamaan regresi untuk menguji hipotesis
pertama dengan formula sebagai berikut :
Y = a + b1X1 + b2X2 + e Dimana :
Y = Pendapatan Asli Daerah a = Konstanta
X1 = Produk Domestik Regional Bruto X2 = Dana Alokasi Umum
b1 = Koefisien Regresi Produk Domestik Regional Bruto b2 = Koefisien Regresi Dana Alokasi Umum
3.8.4 Uji Hipotesis
Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan analisis regresi
sederhana dan analisis regresi berganda.Hipotesis pertama (H1), hipotesis kedua (H2) dianalisis dengan model regresi sederhana untuk melihat pengaruh
masing-masing variabel secara terpisah, sedangkan hipotesis kelima (H3) dianalisis dengan model regresi berganda untuk melihat pengaruh selurh variabel secara serentak.Hipotesis ini dapat juga dianalisis dengan melakukan uji-t dan uji-F.
3.8.4.1 Uji Signifikansi Parsial (Uji - t)
Uji parameter signifikansi individual atau uji-t dilakukan untuk
menunjukkan seberapah jauh pengaruh satu variabel independen secara individual dalam menerangkan variasi variabel dependen. Pengujian hipotesis pertama (H1) dianalisis dengan regresi sederhana untuk melihat pengaruh variabel produk
domestik regional bruto terhadap pendapatan asli daerah secara parsial yang dapat digambarkan dengan persamaan:
Y = α + β1X1 + e
Pengujian hipotesis kedua (H2) dianalisis dengan regresi sederhana untuk melihat pengaruh variabel dana alokasi umum terhadap pendapatan asli
daerah secara parsial yang dapat digambarkan dengan persamaan: Y = α + β2X2 + e
3.8.4.2 Uji Signifikansi Simultan (Uji – F)
Uji signifikansi simultan atau uji-F dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh semua variabel independen secara bersama-sama terhadap
berganda untuk melihat pengaruh variabel produk domestik regional bruto dan dana alokasi umum secara simultan terhadap pendapatan asli daerah, yang dapat
digambarkan dengan persamaan :
Y = α + β1X1 + β2X2 + e
Keterangan :
Y = Variabel Dependen (Pendapatan Asli Daerah)
α = Konstanta
X1 = Produk Domestik Regional Bruto
X2 = Dana Alokasi Umum
β1, β2, = Koefisien regresi variabel
e = Error
3.8.5 Model Pengujian Moderating
Menurut Ghozali (2013:225),”ada tiga metode yang digunakan untuk melakukan uji regresi dengan variabel moderasi yaitu uji interaksi, uji nilai selisih
mutlak absolut dan uji residual”. Pengujian variabel moderating dengan uji interaksi maupun uji nilai selisih mutlak absolut mempunyai kecenderungan akan terjadi multikolinearitas yang tinggi antara variabel independen dan hal ini akan
menyalahi asumsi klasik.
Untuk mengatasi multikolinearitas ini, maka dikembangkan metode
lain yang disebut uji residual (Ghozali,2013). Penelitian ini memakai metode variabel moderating dengan metode uji residual. Maka rumusnya sebagai berikut :
M = α + ���� + ����+ ε....(1)
Keterangan : �1 = PDRB
�2 = DAU
�3 = BELANJA MODAL
�1 = Koefisien regresi untuk PDRB
�2 = Koefisien regresi untuk DAU
�3 = Koefisien regresi untuk BELANJA MODAL
M = Pemoderasi Belanja Modal
α = Kontantas
ε = error
a. Bentuk pengujiannya : Ho : b3 = 0
Artinya Belanja Modal tidak memoderasi hubungan PDRB, dan DAU terhadap Pendapatan Asli Daerah.
Ha : b3 ≠ 0
Artinya Belanja Modal memoderasi hubungan PDRB, dan DAU terhadap Pendapatan Asli Daerah.
b. Kriteria pengambilan keputusan
BAB IV
ANALISIS HASIL PENELITIAN
4.1. Gambaran Umum
Sumatera Barat adalah salah satu provinsi di Indonesia yang terleatak di pulau Sumatera degan Padang sebagai ibukotanya.Sesuai dengan namanya,
wilayah provinsi ini menempati sepanjang pesisir barat Sumatera bagian tengah dan sejumlah pulau di lepas pantainya seperti Kepulauan Mentawai. Secara
geografis, Provinsi Sumatera Barat terletak pada gari 00 54’ Lintang Utara sampai dengan 30 30’ Lintang Selatan serta 980 36’ sampai dengan 1010 53’ Bujur
Timur dengan total luas wilayah sekitar 42.297,30 ��2 atau 4.229.730 Ha
termasuk ± 391 pulau besar dan kecil disekitarnya.
Secara administratif, wilayah Provinsi Sumatera Barat berbatasan
langsung dengan:
1. Sebelah Utara dengan Provinsi Sumatera Utara. 2. Sebelah Selatan dengan Provinsi Bengkulu.
3. Sebelah Timur dengan Provinsi Riau dan Jambi. 4. Sebelah Barat dengan Samudera Hindia.
seluruh kabupaten (kecuali kabupaten Kepulauan Mentawai) dinamakan sebagai nagari.
Sumatera Barat terletak di pesisir barat bagian tengah pulau Sumatera yang terdiri dari daratan rendah di pantai barat dan dataran tinggi vulkanik yang
dibentuk oleh Bukit Barisan. Provinsi ini memiliki daratan seluas 42.297,30 ��2
yang serta dengan 2,17% luas Indonesia. Dari luas tersebut, lebih dari 45,17% merupakan kawasan yang masih ditutupi hutan lindung. Garis pantai provinsi ini
seluruhnya bersentuhan dengan Samudera Hindia sepanjang 2.420.357 km dengan
luas perairan laut 186.580 ��2. Kepulauan Mentawai yang terletak di Samudera
Hindia termasuk dalam provinsi ini.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Barat yang terdiri dari 12 kabupaten dan 7 kota. Setelah dilakukan
pemilihan sampel dengan kriteria yang telah ditetapkan, sampel dalam penelitian ini berjumlah 12 kabupaten dan 7 kota.
4.2 Hasil Penelitian
Setelah dilakukan penelitian dengan metode statistik, maka diperoleh hasil penelitian sebagai berikut.
4.2.1 Analisis Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif digunakan untuk menganalisis data dengan cara menggambarkan sampel yang telah ada tanpa penarikan kesimpulan yang berlaku
umum atau generalisasi. Pengoperasian submenu statistik deskriptif pada SPSS for
dari nilai minimum, maksimum, rata-rata (mean), deviasi standar dari masing-masing variabel penelitian, sehingga menyajikan karakteristik tertentu dari suatu
data sampel. Dengan demikian, gambaran secara ringkas mengenai data penelitian dapat diketahui. Berdasarkan analisis statistik deskriptif diperoleh gambaran
sebagai berikutt
Tabel 4.1
Hasil Analisis Statistik Deskriptif
Sumber : Pengolahan data SPSS
• Bahwa jumlah N sampel sebanyak 57. Nilai PDRB (X
1) yang diterima pada kabupaten/kota di Propinsi Sumatera Barat yang paling kecil adalah yaitu sebesar 13.01, sedangkan nilai tertinggi PDRB sebesar 16.49,
sedangkan nilai rata – rata daerah menerima PDRB sebesar 14.2668, dan standar deviasi sebesar 0.84235. Kota Padang merupakan daerah yang memperoleh PDRB yang terbesar dan Kota Padang Panjang merupakan
daerah yang memperoleh PDRB yang terkecil bila dibandingkan dengan kabupaten/kota lainnya.
• Nilai DAU (X
2) yang diterima pada kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Barat yang paling kecil adalah yaitu sebesar 12.33, sedangkan nilai
12.9229dengan standar deviasi DAU sebesar 0.34729. Kota Padang juga merupakan daerah yang memperoleh DAU yang terbesar dan Kota
Sawahlunto daerah yang memperoleh DAU yang terkecil bila dibandingkan dengan kabupaten/kota lainnya.
• Nilai PAD (Y) yang diterima pada kabupaten/kota di Provinsi Sumatera
Barat yang paling kecil adalah yaitu sebesar 9.47, sedangkan nilai tertinggi
PAD sebesar 12.36, sedangkan nilai rata – rata sebesar 10.4614 dengan standar deviasi PAD sebesar 0.52682. Kota Padang juga merupakan daerah yang memperoleh PAD yang terbesar dan Kota Pariaman daerah
yang memperoleh PAD yang terkecil bila dibandingkan dengan kabupaten/kota lainnya.
• Nilai Belanja Modal (Z) yang diterima pada kabupaten/kota di Provinsi
Sumatera Barat yang paling kecil adalah yaitu sebesar 11.00, sedangkan
nilai tertinggi Belanja Modal sebesar 12.66, sedangkan nilai rata – rata sebesar 11.7346 dengan standar deviasi Belanja Modal sebesar 0.36246. Kota Padang juga merupakan daerah yang memperoleh Belanja Modal
yang terbesar dan Kota Payakumbuh daerah yang memperoleh Belanja Modal yang terkecil bila dibandingkan dengan kabupaten/kota lainnya.
4.2.2 Uji Asumsi Klasik
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah ada pelanggaran terhadap asumsi-asumsi klasik yang menjadi dasar dalam model regresi linier
4.2.2.1 Uji Normalitas
Salah satu cara termudah untuk melihat normalitas residual adalah
dengan melihat grafik histogram yang membandingkan antara data observasi dengan distribusi yang mendekati distribusi normal (Ghozali, 2013: 163). Hasil
dari uji normalitas data dapat dilihat dari grafik pada gambar 4.1.
Gambar 4.1. Grafik Normal P-Plot Sumber : Pengolahan data SPSS
Gambar 4.1 menunjukkan bahwa data menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal grafik P-Plot, pola ini menunjukkan
bahwa masing-masing variabel berdistribusi secara normal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas.Pola normalitas juga dapat dilihat pada grafik
Gambar 4.2 Grafik Histogram
Sumber : Pengolahan data SPSS
Menurut Ghozali (2013:163) dasar pengambilan keputusan normalitas
adalah jika data menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal atau grafik histogramnya menunjukkan pola distribusi normal,
makamodel regresi memenuhi asumsi normalitas dan jika data menyebar jauh dari digonal dan tidak mengikuti arah garis diagonal atau grafik histogram tidak memenuhi pola distribusi normal, maka model regresi tidak memenuhi asumsi
normalitas.
Uji normalitas dengan grafik dapat menyesatkan kalau tidak hati-hati
secara visual kelihatan normal, pada hal secara statistik bisa sebaliknya (Ghozali, 2013:163).Oleh karena itu selain melihat grafik, peneliti menggunakan uji statistik non parametrik Kolmogorov-Smirnov (K-S) yang
Tabel 4.2
Hasil Uji One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test (Uji Normalitas)
Sumber : Pengolahan data SPSS
Hasil uji statistik dengan menggunakan uji non parametrik
Kolmogorov-Smirnov menunjukkan bahwa variabel diuji secara keseluruhan
dengan nilai Kolmogrov-Smirnov adalah 0.477 dan signifikansinya pada 0.977
dan nilainya jauh diatas 0.05, berarti nilai residual variabel tersebut berdistribusi secara normal.
4.2.2.2 Uji Multikolinearitas
Tujuan uji multikolonieritas menurut Ghozali (2013: 105) bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antara variabel
sedangkan nilai tolerance lebih besar dari 0,10. Hal ini menunjukkan bahwa indikator variabel PDRB dan DAU dalam penelitian ini tidak saling berkolerasi.
Tabel 4.3
Hasil Uji Multikolonieritas
Sumber : Pengolahan data SPSS
4.2.2.3 Uji Heteroskedestisitas
Pengujian heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model
regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain (Nugroho,2005). Jika variance dari residual satupengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut homoskedastisitas dan
jika berbeda disebut heteroskedastisitas (Ghozali,2013:139).
Deteksi ada tidaknya heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan
melihat ada tidaknya pola tertentu (bergelombang, melebar kemudian menyempit) pada grafik scatterplot antara SRESID dan ZPRED.Berdasarkan gambar 4.3 terlihat bahwa titik-titik menyebar diatas dan dibawah angka 0 pada sumbu Y dan
Gambar 4.3
Grafik Scatterplot Heteroskedastisitas Sumber : Pengolahan data SPSS
Model regresi yang baik adalah model regresi yang memiliki variance
residual suatu periode pengamatan dengan pengamatan yang lain. Cara
memprediksi ada tidaknya heteroskedastisitas dapat dilihat dari pola gambar
Tabel 4.4
Pengujian Heteroskedestisitas
Sumber : Pengolahan data SPSS
4.2.2.4 Uji Auto Korelasi
Uji autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam model regresi linear ada korelasi antara kesalahan penggangu pada periode t dengan kesalahan
pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya), jika terjadi korelasi, maka dinamakan ada problem autokorelasi (Ghozali, 2013:99).Cara yang digunakan
untuk mendeteksi ada atau tidaknya autokorelasi adalah dilakukannya uji Durbin-Watson (DW).
Menurut Santoso (2002) pengambilan keputusan ada tidaknya autokorelasi adalah sebagai berikut:
A. Angka D – W di bawah -2 berarti ada autokorelasi positif.
B. Angka D – W di antara -2 sampai +2 berarti tidak ada autokorelasi. C. Angka D – W di atas +2 berarti ada autokorelasi negatif.
Berdasarkan tabel 4.5 menunjukkan bahwa nilai Durbin-Watson (DW) sebesar 0.974, yang artinya tidak terjadi auto korelasi baik positif maupun
Tabel 4.5
Hasil Uji Autokorelasi
Sumber : Pengolahan data SPSS
4.2.3 Hasil Pengujian Hipotesis
Dalam pengujian hipotesis akan dilakukan pengujian signifikan simultan (uji-F) maupun secara parsial (uji-t).
4.1.3.1 Uji Simultan (Uji-F)
Uji simultan (Uji-F) dilakukan untuk melihat pengaruh variabel independen (PDRB, DAU) terhadap variabel dependen (Pendapatan Asli
Tabel 4.6
Hasil Uji Signifikansi Simultan (Uji-F)
Sumber : Pengolahan data SPSS
Pada tabel Anova di atas, dapat diketahui bahwa nilai Fhitung sebesar 15.573 yang lebih besar dari Ftabel yaitu 3.17 dan probabilitas value atau signifikansi dalam penelitian ini adalah 0,000 yang lebih kecil dari 0,05. Dengan
demikian Produk Domestik Regional Bruto, Dana Alokasi Umum berpengaruh secara simultan terhadap Pendapatan Asli Daerah.
4.1.3.2 Uji Parsial (Uji-t)
Uji parsial (Uji-t) dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel-variabel independen terhadap variabel dependen secara parsial
(individu).Untuk melihat besarnya pengaruh digunakannya angka Beta atau Standardized Coefficients. Hasil pengujian uji-t dapat dilihat pada tabel 4.7
Tabel 4.7
Hasil Uji Signifikansi Parsial (Uji-t)
Sumber : Pengolahan data SPSS
Dari hasil pengujian akan dijelaskan pengaruh variabel independen
secara parsial dengan membandingkan antara nilai signifikan (thitung) yang terdapat dalam tabel 4.6 dengan ttabel (2,004), kemudian dari tabel 4.6 diatas dapat diperoleh model persamaan regresi linier berganda sebagai berikut :
PAD = 5.009 + 0,600 PDRB + 0,005 DAU + ε
Keterangan:
1. Nilai konstanta sebesar 5,009 menunjukkan bahwa apabila variabel
independen (produk domestik regional bruto dan dana alokasi umum) dianggap konstan maka pendapatan asli daerah sebesar 5,009.
2. Pengujian PDRB terhadap PAD menunjukkan signifikansi sebesar 0,019 yang berarti nilai ini lebih kecil dari 0,05, sedangkan nilai t
PAD. Koefisien regresi PDRB yang bernilai positif (0,155) menunjukkan bahwa PDRB berpengaruh positif terhadap PAD.
3. Pengujian DAU terhadap PAD menunjukkan signifikansi sebesar 0,985 yang berarti nilai ini lebih besar dari 0,05, sedangkan nilai t
hitung diperoleh 0,019. Nilai �ℎ�����lebih kecil dari ������ 2,004 (0,019
< 2,004). Berdasarkan nilai tersebut dapat disimpulkan bahwa hubungan tidak signifikan antara DAU dengan PAD. Koefisien regresi
DAU yang bernilai positif (0,376) menunjukkan bahwa DAU berpengaruh positif terhadap PAD.
4.2.4 Pengujian Variabel Moderating-Uji Residual
Pengujian terhadap variabel moderating yang digunakan dalam penelitian ini adalah Uji Residual, karena pada Uji Interaksi dan Uji Nilai
Selisih mutlak mempunyai kecenderungan akan terjadi multikolinearitas yang tinggi antar variabel independen dan hal ini akan menyalahi asumsi klasik dalam regresi Ordinary Least Square (Ghozali, 2013:239). Untuk mengatasi
multikolinearitas ini, maka dikembangkan metode dengan Uji Residual.Suatu variabel dikatakan memoderasi variabel bebas jika koefisien regresi variabel tak
bebas bernilai negatif dan signifikan.
Hasil pengujian variabel moderating dengan Uji Residual secara simultan pada penelitian ini adalah sebagai berikut.
Tabel 4.8
Hasil Uji Signifikansi Belanja Modal dalam Memoderasi Pengaruh PDRB, Dana Alokasi Umum terhadap Pendapatan Asli
Daerah secara Simultan (uji-F)
Sumber : Pengolahan data SPSS
Tabel 4.8 menunjukkan bahwa koefisien regresi dari
Pendapatan Asli Daerah bernilai 0.121 dan tingkat signifikansi (0.042) yang lebih kecil dari 0.05.Dengan demikian, Belanja modal
memoderasi pengaruh antara PDRB dan Dana Alokasi Umum terhadap Pendapatan Asli Daerah.
4.2.4.2Uji Signifikansi Belanja Modal dalam Memoderasi Pengaruh Variabel Independen terhadap Dependen secara Parsial (uji-t)
1. Uji Signifikansi Belanja Modal dalam Memoderasi Pengaruh Produk Domestik Regional Bruto terhadap Pendapatan Asli Daerah
Berdasarkan pengolahan data dengan SPSS, diperoleh hasil
pengujian sebagai berikut :
Tabel 4.9
Hasil Uji Belanja Modal dalam Memoderasi Pengaruh Produk Domestik Regional Bruto terhadap Pendapatan Asli Daerah
Sumber : Pengolahan data SPSS
Berdasarkan tabel 4.9 menunjukkan bahwa koefisien regresi Pendapatan Asli Daerah bernilai 0.088 dan tingkat signifikansi
(0.080) yang lebih besar dari 0.05.Dengan demikian Belanja Modal tidak memoderasi pengaruh PDRB terhadap Pendapatan Asli
Daerah.
2. Uji Signifikansi Belanja Modal dalam Memoderasi Pengaruh Dana Alokasi Umum terhadap Pendapatan Asli Daerah
Tabel 4.10
Hasil Uji Belanja Modal dalam Memoderasi Pengaruh Dana Alokasi Umum terhadap Pendapatan Asli Daerah
Sumber : Pengolahan data SPSS
Berdasarkan tabel 4.10 menunjukkan bahwa koefisien regresi dari Pendapatan Asli Daerah sebesar 0.054 dan tingkat
signifikansi (0.181) yang lebih besar dari 0.05.Dengan demikian, Belanja Modal tidak memoderasi pengaruh DAU terhadap
Pendapatan Asli Daerah.
4.3 Pembahasan Hasil Penelitian
Dari hasil pengujian secara parsial yang dilakukan, diketahui bahwa
variabel Produk Domestik Regional Bruto (DRB) berpengaruh signifikan terhadap Pendapatan Asli Daerah.Berdasarkan pengujian statistik dengan uji-t terhadap variabel PDRB menunjukkan bahwa secara parsial variabel PDRB berpengaruh
positif.Dengan demikian, secara statistik PDRB berpengaruh terhadap Pendapatan Asli Daerah. Artinya, semakin tinggi produk domestik regional bruto yang
tersebut. Hasil penelitian ini terlihat dari uji-t yang menunjukkan �ℎ����� (2,420)
>������ (1,299) dengan tingkat signifikan 0,019 yang berada dibawah 0,05.
Hasil uji parsial terhadap variabel Dana Alikasi Umum (DAU)
menyimpulkan bahwa tidak ada pengaruh yang signifikan terhadap pendapatan asli daerah namun berpengaruh positif terhadap pendapatan asli daerah.Dengan
demikian, secara statistik Dana Alokasi Umum (DAU) tidak berpengaruh terhadap pendapatan asli daerah.Artinya, tinggi atau rendahnya DAU yang diperoleh suatu daerah tidak berpengaruh terhadap pendapatan asli daerah di
daerah Sumatera Barat. Hasil penelitian ini terlihat dari uji-t yang menunjukkan
hasil �ℎ����� (0,019) <������ (2,004) dengan tingkat signifikansi sebesar 0.985
yang berada di atas 0,05.
Berdasarkan hasil uji simultan yang dilakukan terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan Dana Alokasi Umum (DAU) menyimpulkan bahwa
berpengaruh signifikan positif terhadap Pendapatan Asli Daerah. Artinya produk domestik regional bruto dan dana alokasi umum secara simultan berpengaruh
terhadap pendaoatan asli daerah. Hasil penelitian ini terlihat dari uji-F
yangmenunjukkan hasil �ℎ����� (15,573) >������ (3,17) dengan tingkatsignifikansi
penelitian 0,00 yang berada dibawah 0,05. Produk domestik regional bruto dan
dana alokasi umum memiliki kontribusi terhadap pendapatan asli daerah.
Menurut Ghozali (2013), yang dianggap variabel moderating apabila
pertumbuhan ekonomi adalah positif. Artinya, belanja modal tidak memperkuat atau memperlemah produk domestik regional bruto dan dana alokasi umum secara
simultan terhadap pendapatan asli daerah. Hasil uji residual secara parsial antara PDRB terhadap pendapatan asli daerah menunjukkan nilai koefisien parameter
yang dimiliki belanja modal adalah positif dan tidak signifikan.Begitu juga dengan hasil uji residual variabel DAU terhadap pendapatan asli daerah yang menunjukkan nilai koefisien parameter yang dimiliki pertumbuhan ekonomi
adalah positif tetapi tidak signifikan.Artinya, belanja modal tidak memperkuat atau memperlemah pengaruh dana alokasi umum secara parsial terhadap
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan yang telah dilakukan dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1. Secara simultan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan Dana Alokasi Umum (DAU) berpengaruh signifikan terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) pada Pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera
Barat.
2. Secara parsial variabel Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
berpengaruh signifikan positif terhadap Pendapatan Asli Daerah pada Pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Barat. Sedangkan Dana Alokasi Umum (DAU) berpengaruh secara positif terhadap Pendapatan Asli
Daerah pada Pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Barat.
3. Variabel Belanja Modal tidak memoderasi pengaruh Produk Domestik
Regional Bruto dan Dana Alokasi Umum terhadap Pendapatan Asli Daerah secara simultan.
5.2 Saran
1. Bagi penelitian selanjutnya diharapkan dapat menambah variabel yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi.
2. Bagi penelitian selanjutnya di masa mendatang dapat memperluas sampel penelitian seperti kabupaten/kota di luar Sumatera Barat dan menambah
tahun pengamatan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Produk Domestik Regional Bruto
Produk domestik regional bruto adalah total nilai tambah barang dan jasa yang dihasilkan dari seluruh kegiatan perekonomian diseluruh daerah dalam periode tertentu. Angka- angka PDRB merupakan salah satu indikator ekonomi
makro yang banyak digunakan dalam perencanaan pembangunan regional, hal ini terkait dengan berlakukannya undang-undang nomor 23 Tahun 2014 tentang
pemerintahan daerah dan undang-undang nomor 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan pusat dan daerah, dimana daerah dituntut untuk lebih profesional dan mandiri dalam mengelola potensi sumber daya alam, sumber daya
buatan, maupun sumber daya manusia dalam usaha meningkatkan taraf hidup masyarakat, memperluas lapangan kerja, memeratakan pembagian pendapatan
masyarakat, meningkatkan hubungan ekonomi regional dan mengusahakan pergeseran kegiatan ekonomi dari sektor primer ke sektor sekunder dan tersier. Data PDRB mempunyai manfaat sebagai berikut :
a. PDRBatasdasarhargaberlaku(nominal)menunjukkankemampuansumberdayaek
onomiyangdihasilkanolehsuatudaerah.NilaiPDRByangbesarmenunjukkan kemampuan sumberdaya ekonomiyangbesar,begitujugasebaliknya.
b. PRBhargaberlakumenunjukkanpendapatanyangmemungkinkanuntukdinikmatio
c. PDRBhargakonstan(riil)dapatdigunakanuntukmenunjukkanlajupertumbuhan ekonomi secarakeseluruhan atausetiapsektordaritahun ketahun.
d. Distribusi PDRB harga berlaku menurut sektormenunjukkan struktur
perekonomiansetiapsectorekonomidalamsuatudaerah.Sektor-sektorekonomiyangmempunyaiperanbesarmenunjukkanbasis perekonomian
suatudaerah.
e. PDRBhargaberlakumenurutpenggunaanmenunjukkanprodukbarangdanjasa digunakanuntuktujuankonsumsi,investasidandiperdagangkandenganpihak luarnegeri.
f. DistribusiPDRBmenurutpenggunaanmenunjukkanperanankelembagaandalamm
enggunakanbarangdanjasayangdihasilkanolehberbagaisectorekonomi.
g. PDRBpenggunaanatasdasarhargakonstanbermanfaatuntukmengukurlaju pertumbuhankonsumsi,investasidanperdaganganluarnegeri.
h. PDRBdanPRBperkapitaatasdasarhargaberlakumenunjukkannilaiPDRB danPRB perkepalaataupersatuorangpenduduk.
i. PDRBdanPRBperkapitaatasdasarhargakonstanbergunauntukmengetahuipertum
buhannyataekonomiperkapitapenduduksuatudaerah.
2.1.1.1 Metode Perhitungan Produk Domestik Regional Bruto
PDRB dapat dihitung atas harga berlaku dan atas harga konstan.PDRB atas
harga berlaku digunakan untuk melihat struktur perekonomian atau peranan setiap sektor perekonomian pada tahun berjalan.PDRB atas harga konstan digunakan
2.1.1.2 Metode Perhitungan PDRB Atas Harga Berlaku
Perhitungan PDRB atas dasar harga berlaku dapat dihitung melalui dua
metode, yaitu metode lansung dan metode tidak langsung. Metode tidak langsung adalah perhitungan dengan cara alokasi dengan memakai berbagai macam
indikator produksi atau indikator lainnya yang cocok sebagai alokator. Alokator yang digunakan dapat didasarkan atas : (i) Nilai produksi bruto atau neto, (ii) Jumlah produksi fisik, (iii) Tenaga kerja, (iv) Penduduk,dan (v) Alokator lainnya
yang dianggap cocok untuk daerah. Metode langsung yang dimaksud adalah metode perhitungan dengan menggunakan data yang berasal dari data awal
tiap-tiap daerah. Metode langsung dapat dilakukan dengan menggunakan 3 macam pendekatan, yaitu :
1. Pendekatan Produksi ( Production Approach )
Dalam pendekatan ini PDRB adalah jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi disuatu wilayah dalam jangka waktu
tertentu ( 1 tahun ). Unit produksi dalam penyajiannya dikelompokkan dalam 8 sektor yaitu:
a. Pertanian.
b. Pertambangan dan Penggalian. c. Industri Pengolahan.
d. Listrik, Gas, dan Air Bersih. e. Bangunan.
f. Perdagangan, Hotel, dan Restoran.
h. Jasa Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan. 2. Pendekatan Pendapatan ( Income Approach )
Dalam pendekatan pendapatan,PDRB merupakan jumlah balas jasa yang diterima oleh faktor produksi yang ikut serta dalam proses produksi disuatu
wilayah dalam jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun). Balas jasa faktor produksi yang dimaksud adalah upah dan gaji, sewa tanah, bunga modal dan keuntungan.
3. Pendekatan Pengeluaran (Expenditure Approach )
Dalam pendekatan pengeluaran, bertitik tolak pada penggunaan akhir dari
barang dan jasa didalam suatu wilayah, seperti :
a. Pengeluaran konsumsi rumah tangga dan lembaga swasta yang tidak mencari untung.
b. Konsumsi pemerintah.
c. Pembentukan modal tetap domestik bruto.
d. Perubahan stok.
e. Ekspor neto, dalam jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun).
2.1.1.3 Metode Perhitungan PDRB Atas Harga Konstan
Perkembangan Produk Domestik Regional Bruto atas dasar Harga Berlaku dari tahun ke tahun menggambarkan perkembangan yang disebabkan oleh adanya
perubahan volume produksi. Produk domestik menurut lapangan usaha atas harga konstan apabila dikaitkan dengan data mengenai tenaga kerja dan barang modal yang dipakai dalam proses produksi dapat memberikan gambaran tentang tingkat
konsep nilai atas harga konstan dapat juga mencerminkan kuantum produksi pada tahun dasar.Darisegimetodestatistik,suatunilaiatasdasarharga konstandapat
diperoleh dengan cara: 1. Revaluasi
Metode ini dilakukan dengan cara mengalikan kuantum pada tahun berjalan dengan harga pada tahun dasar.
2. Ekstrapolasi
Nilai tambah masing-masing tahun atas harga konstan diperoleh dengan cara mengalikan nilain tambah pada tahun dasar dengan indeks produksi. Indeks
produksi sebagai ektrapolator dapat merupakan indeks dari masing-masing produksi yang dihasilkan ataupun indeks dari berbagai indikator produksi seperti tenaga kerja, jumlah perusahaan yang dianggap cocok dengan jenis kegiatan yang
diestimasi. Ekstapolasi dilakukan terhadap perhitungan output atas harga konstan dengan menggunakan rasio tetap nilai tambah terhadap nilai output dan diperoleh
perkiraan nilai tambah atas harga konstan. 3. Deflasi
Nilai tambah atas harga konstan diperoleh dengan cara membagi nilai
tambah atas dasar harga berlaku masing-masing tahun dengan indeks harga. Indeks harga yang digunakan sebagai deflator biasanya merupakan indeks harga
perdagangan besar, indeks harga konsumen, dll. 4. Deflasi Berganda
Dalam deflasi berganda ini yang dideflasi adalah output dan biaya
antara hasil deflasi tersebut. Indeks harga uang digunakan sebagai deflator merupakan indeks harga konsumen dan indeks harga perdagangan besar sesuai
dengan cakupan komoditinya, sedangkan deflator untuk biaya antara adalah indeks harga dari komponen input terbesar.
2.1.2 Dana Alokasi Umum (DAU)
Berdasarkan Undang-Undang No. 2 Tahun 2014 tentang Dana Alokasi Umum (DAU) daerah provinsi dan kabupaten/kota,Dana Alokasi Umum adalah
“dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah
dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi”.
Jumlah keseluruhan DAU yang ditetapkan dengan ketentuan sebagai berikut: a. Jumlah keseluruhan DAU ditetapkan sekurang-kurangnya 26% dari
Pendapatan Dalam Negeri Neto.
b. Proporsi DAU antara provinsi dan kabupaten/kota dihitung dari
perbandingan antara bobot urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan provinsi dan kabupaten/kota.
c. Jika penentuan proporsi tersebut belum dapat dihitung secara kuantitatif,
proporsi DAU antara provinsi dan kabupaten/kota ditetapkan dengan imbangan 10% dan 90%.
DAU untuk suatu daerah dialokasikan berdasarkan formula yang terdiri atas celah fiskal dan alokasi dasar.Celah fiskal adalah selisih antara kebutuhan fiskal
dan kapasitas fiskal, sedangkan alokasi dasar dihitung berdasarkan jumlah gaji Pegawai Negeri Sipil Daerah.Kebutuhan fiskal daerah merupakan kebutuhan
pendanaan daerah untuk melaksanakan fungsi layanan dasar umum (antara lain kesehatan, pendidikan, infrastruktur, dan pengentasan kemiskinan). Setiap kebutuhan pendanaan tersebut diukur secara berturut-turut menggunakan variabel
jumlah penduduk, luas wilayah, Indeks Kemahalan Konstruksi, PDRB, dan IPM, sedangkan kapasitas fiskal daerah dihitung berdasarkan Pendapatan Asli Daerah
dan Dana Bagi Hasil.
Prinsip dasar alokasi Dana Alokasi umum, yaitu : 1. Kecukupan (adequacy).
2. Netralitas dan efisiensi (neutrality and efficiency). 3. Akuntabilitas (accountability).
4. Relevansi dengan tujuan (relevance). 5. Keadilan (equity).
6. Objektivitas dan transparansi.
7. Kesederhanaan (simplicity).
2.1.3 Pendapatan Asli Daerah
peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku” (Halim, 2004:96).Peningkatan Pendapatan Asli Daerah mutlak harus dilakukan
oleh pemerintah daerah agar mampu untuk membiayai kebutuhan sendiri, sehingga ketergantungan pemerintah daerah kepada pemerintah pusat semakin
berkurang. Sumber-sumber pendapatan asli daerah antara lain : 1. Pajak Daerah
“Pajak merupakan iuranyang dapat dipaksakan kepada wajib pajak oleh
pemerintah dengan balas jasa yang tidak langsung dapat ditunjuk.Pada pokoknya pajak memiliki dua peranan utama yaitu sebagai sumber penerimaan Negara
(fungsi budget) dan sebagai alat untuk mengatur (fungsiregulator)” (Suparmoko,2002:135).
Berdasarkan Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah, pajak daerah terdiri dari: 1) Pajak provinsi,yang terdiri dari :
a. Pajak Kendaraan Bermotor
b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor d. Pajak Air Permukaan
e. Pajak Rokok
2) Pajak kabupaten/kota,yang terdiri dari : a. Pajak hotel
b. Pajak restoran c. Pajak hiburan d. Pajak reklame
e. Pajak penerangan jalan
f. Pajak mineral bukan logam dan batuan g. Pajak parkir
h. Pajak air tanah
i. Pajak sarang burung walet
2. Retribusi Daerah
“Retribusi daerah adalah pungutan yang dilakukan oleh pemerintah pusat karena seseorang atau badan hukum menggunakan jasa dan barang pemerintah
yang langsung dapat ditunjuk” (Sutrisno,1984:202). Peraturan pemerintah No.97 Tahun 2002 tentang retribusi pengendalian lalu lintas dan retribusi perpanjangan izin mempekerjakan tenaga kerja asing pasal satu menyebutkan bahwa “ retribusi adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian ijin tertentu
yang khusus disediakan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan ”.
Pada dasarnya retribusi adalah pajak, tetapi merupakan jenis pajak khusus,
karena ciri– ciri dan atau syarat – syarat tertentu masih dapat dipenuhi.Syarat-syarat tertentu tersebut antara lain: berdasarkan undang - undang atau peraturan
yang sederajat harus disetor ke kas negara atau daerah dan tidak dapat dipaksakan. Batasan pengertian retribusi ini sendiri merupakan pungutan yang dilakukan pemerintah karena seseorang dan atau badan hukum menggunakan
barang dan jasa pemerintah yang langsung dapat ditunjuk. Dari definisi diatas terlihat bahwa ciri-ciri mendasar dari retribusi daerah adalah :
a. Retribusi dipungut oleh daerah.
b. Dalam pungutan retribusi terdapat prestasi yang diberikan daerah yang
langsung dapat ditunjuk.
c. Retribusi dikenakan kepada siapa saja yang memanfaatkan barang atau jasa yang disediakan oleh negara.
dipisahkan.
Hasil perusahaan milik daerah merupakan pendapatan daerah dari
keuntungan bersih perusahaan daerah yang berupa dana pembangunan daerah dan bagian untuk anggaran belanja daerah yang disetor ke kas daerah, baik perusahaan
daerah yang dipisahkan,sesuai dengan motif pendirian dan pengelolaan, maka sifat perusahaan dareah adalah suatu kesatuan produksi yang bersifat menambah pendapatan daerah, memberi jasa, menyelenggarakan kemamfaatan umum, dan
memperkembangkan perekonomian daerah. 4. Lain-lain PAD yang disahkan
“Penerimaan lain - lain, dilain pihak adalah penerimaan pemerintah daerah diluar penerimaan – penerimaan dinas, pajak, retribusi dan bagian laba perusahaan daerah. Penerimaan ini antara lain berasal dari sewa rumah dinas
milik daerah, hasil penjualan barang – barang (bekas) milik daerah, penerimaan sewa kios milik daerah dan penerimaan uang langganan majalah daerah
(Hirawan, 1987: 204)”.
Penerimaan lain – lain membuka kemungkinan bagi pemerintah daerah untuk melakukan berbagai kegiatan yang menghasilkan baik yang berupa materi
dalam hal kegiatan bersifat bisnis, maupun non materi dalam hal kegiatan tersebut untuk menyediakan, melapangkan atau memantapkan suatu kebijakan
pemerintah daerah dalam suatu bidang tertentu.
2.1.4 Belanja Modal
Belanja modal adalah belanja yang digunakan dalam rangka pengadaan aset
untuk digunakan dalam kegiatan pemerintahan. Dalam Erlina, dan Rasdianto (2013), nilai aset tetap dalam belanja modal yaitu sebesar harga beli/bangun aset
ditambah seluruh belanja yang terkait dengan pengadaan/pembangunan aset sampai aset tersebut siap digunakan.
Syaiful (2006) menjelaskan bahwa belanja modal dapat dikategorikan menjadi 5 (lima) kategori utama, yaitu:
a. Belanja tanah
Belanja tanah adalah pengeluaran/biaya yang digunakan untuk pengadaan/pembeliaan/pembebasan penyelesaian, balik nama dan sewa tanah, pengosongan, pengurugan, perataan, pematangan tanah, pembuatan sertifikat, dan pengeluaran lainnya sehubungan dengan perolehan hak atas tanah dan sampai tanah dimaksud dalam kondisi siap pakai.
b. Belanja peralatan dan mesin
Belanja peralatan dan mesin adalah pengeluaran/biaya yang digunakan untuk pengadaan/penambahan/penggantian, dan peningkatan kapasitas peralatan dan mesin serta inventaris kantor yang memberikan manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan dan sampai peralatan dan mesin dimaksud dalam kondisi siap pakai.
c. Belanja gedung dan bangunan
Belanja gedung dan bangunan adalah pengeluaran/ biaya yang digunakan untuk pengadaan/penambahan/penggantian, dan termasuk pengeluaran untuk perencanaan, pengawasan dan pengelolaan pembangunan gedung dan bangunan yang menambah kapasitas sampai gedung dan bangunan dimaksud dalam kondisi siap pakai.
d. Belanja jalan, irigasi, dan jaringan
Belanja jalan, irigasi dan jaringan adalah pengeluaran/biaya yang digunakan untuk pengadaan/penambahan/penggantian/peningkatan pembangunan/pembuatan serta perawatan, dan termasuk pengeluaran untuk perencanaan, pengawasan dan pengelolaan jalan irigasi dan jaringan yang menambah kapasitas sampai jalan irigasi dan jaringan dimaksud dalam kondisi siap pakai.
e. Belanja fisik lainnya
2.2 Penelitian Terdahulu
Tabel 2.1
Daftar Penelitian Terdahulu Peneliti Judul Penelitian Variabel yang
Digunakan Asli Daerah dengan Belanja Modal
Pendapatan Asli Daerah.
Maimunah (2006)
Fly papper effect pada Dana Alokasi Umum (DAU) dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap belanja daerah pada
tidak Dana Alokasi Umum (DAU) terhadap Daerah dan Retribusi Daerah terhadap Pengalokasian Belanja Modal pada Pemkab/Pemkot di
Bati (2009) Pengaruh Belanja Modal dan PAD Terhadap Pertumbuhan
Ekonomi (Studi Pada Kabupaten dan Kota di Sumatera Utara)
Daerah Belanja Daerah dan Dana Alokasi Khusus Pajak daerah dan dana alokasi
1. Beberapa penelitian terdahulu menggunakan seluruh unsur Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebagai variabel independen, sedangkan penelitian ini hanya
menggunakan produk domestik regional bruto sebagai variabel independen. 2. Penelitian ini menambahkan variabel independen baru yaitu Dana Alokasi
Umum (DAU) untuk melihat pengaruhnya terhadap Pendapatan Asli Daerah.
3. Penelitian ini juga menambahkan variabel moderating yaitu Belanja Modal
untuk melihat pemoderasian Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), Dana Alokasi Umum (DAU), dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD).
2.3 Kerangka Konseptual
Pada umumnya pembangunan Nasional di negara-negara berkembang difokuskan pada pembangunan ekonomi dalam upaya pertumbuhan ekonomi.
Pertumbuhan ekonomi berkaitan erat dengan peningkatan produksi barang dan jasa, yang antara lain diukur dengan besaran Produk Domestik Bruto (PDB) pada
tingkat nasional dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) untuk daerah, baik tingkat I maupun tingkat II. Salah satu indikator pertumbuhan ekonomi regioal tercermin pada Produk Domestik Regional Bruto (PDRB).
Kebijakan utama yang perlu dilakukan daerah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerahnya adalah mengusahakan semaksimal mungkin
potensi yang dimiliki oleh provinsi atau Kabupaten/Kota yang bersangkutan, mengingat potensi masing daerah bervariasi maka sebaiknya masing-masing daerah menentukan kegiatan sektor dominan/unggul. Desentralisasi fiskal
distribusi anggaran dari tingkat pemerintahan yang lebih tinggi kepada pemerintahan yang lebih rendah untuk melaksanakan fungsi atau tugas
pemerintah secara efektif dan mendapat kebebasan pengambilan keputusan dalam penyediaan pelayanan publik sesuai dengan banyaknya bidang pemerintahan yang
dilimpahkan.
Pembangunan ekonomi suatu daerah menjadi penting karena menjadi indikator bagi kemajuan perekonomian daerah yang bersangkutan. Kemajuan
perekonomian bisa juga dilihat dari sisi pertumbuhan ekonomi.
Pendapatan Asli Daerah (PAD) dapat diartikan sebagai pendapatan yang
bersumber dari pugutan-pungutan yang dilaksanakan oleh daerah berdasarkan peraturan-peraturan yang berlaku yang dapat dikenakan kepada setiap orang atau badan usaha baik milik pemerintahan maupun swasta karena perolehan jasa yang
diberikan pemerintah daerah tersebut. Pendapatan Asli Daerah terdiri dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil kekayaan daerah yang dipisahkan, dan PAD
lain-lain yang sah.
Pajak daerah merupakan PAD yang tarif pemungutannya telah diatur dalam undang-udang yang berlaku. Dari pajak daerah ini, pemerintah daerah dapat
mengalokasikan pendapatannya kedalam belanja modal.Dana Alokasi Umum adalah dana yang berasal dari APBN yang merupakan instrumen yang digunakan
pemerintah untuk melakukan pemerataan kemampuan daerah sehingga semua daerah mempunyai kemampuan yang relatif sama untuk memenuhi kebutuhannya.
Pendapatan Asli Daerah merupakan andalan utama daerah untuk
pemerintah daerah dari unsur PAS saja belum mampu memenuhi kebutuhan daerah, jelas akan membutuhkan dana tambahan lagi bagi daerah sehingga daerah
masih membutuhkan bantuan dana yang berasal dari pusat yang disebut Dana Alokasi Umum (DAU).
Dana Alokasi umum tersebut akan digunakan sebagai alat untuk membangun sarana dan prasarana oleh pemerintah daerah sehingga dengan bertambahnya infrastruktur dapat memacu pertumbuhan ekonomi di daerahnya.
Dari uraian tersebut, maka dapat digambarkan kerangka konseptual sebagai berikut:
Gambar 2.1
Kerangka Konseptual Pengaruh Produk Domestik Regional Bruto, dan Dana Alokasi Umum terhadap Pendapatan Asli Daerah dan Belanja Modal
H1
H2
H3 H4 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO
(X1)
DANA ALOKASI UMUM (X2)
PENDAPATAN ASLI DAERAH
(Y)
2.4 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian,tinjauan
penelitian terdahulu kerangka konseptual, maka hipotesis dari penelitian ini sebagai berikut :
H1.Produk Domestik Regional Bruto berpengaruh terhadap Pendapatan Asli Daerah secara parsial.
H2.Dana Alokasi Umum berpengaruh terhadap Pendapatan Asli Daerah secara
parsial.
H3.Produk Domestik Regional Bruto, Dana Alokasi Umum berpengaruh terhadap
Pendapatan Asli Daerah secara simultan.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pembangunan nasional di Indonesia merupakan upaya pembangunan
berkesinambungan yang meliputi pembangunan masyarakat, bangsa dan negara secara keseluruhan.Pembangunan nasional dilaksanakan secara berencana, menyeluruh, terpadu, terarah, bertahap dan berlanjut untuk meningkatkan
kemampuan nasional dalam rangka mewujudkan kehidupan yang sejajar dan sederajat dengan bangsa lain yang maju.Hal ini tidak terlepas dari peranan
pembangunan daerah yang merupakan bagian integral dari pembangunan nasional.
Pembangunan itu sendiri merupakan proses perubahan menuju arah yang
lebih baik dan terus-menerus. Perubahan yang diharapkan dari pembangunan tersebut berupa peningkatan kualitas hidup manusia disuatu negara maupun
daerah, sehingga tujuan akhir dari pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan manusia dapat tercapai.Pembangunan daerah dilaksanakan untuk menyeimbangkan perbedaan laju pertumbuhan antar daerah agar dapat menunjang
keberhasilan pembangunan secara nasional yang menyeluruh.
Dalammelaksanakan kegiatan pembangunan,
keseimbangan alokasi antar daerah dengan melakukan transfer dana kedaerah melalui beberapa mekanisme, seperti Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi
Khusus (DAK), Dana Bagi Hasil, dan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Hal ini diharapkan dapat mendorong keseimbangan pembangunan antar daerah yang
memiliki kemampuan keuangan yang kuat dan daerah yang lemah kemampuan keuangannya (Chalid, 2005 :13)
Sejalan dengan hal tersebut maka keberhasilan pembangunan
perekonomian dari suatu wilayah dan kinerjanya dapat diamati melalui beberapa indikator makro.Indikator makro tersebut dapat dianalisis melalui PDRB yang
dapat didefinisikan sebagai penjumlahan nilai tambah bruto yang dihasilkan oleh seluruh unit kegiatan ekonomi yang beroperasi di wilayah atau daerah tersebut dalam periode tertentu.Jadi PDRB adalah nilai tambah yang pengukurannya
berdasarkan adanya aktivitas ekonomi di suatu wilayah.Pertumbuhan ekonomi daerah berkaitan erat dengan peningkatan produksi barang dan jasa, yang diukur
dengan besaran dalam Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), dan juga sebagai indikator untuk mengetahui kondisi ekonomi suatu daerah dalam suatu periode tertentu.
Peranan Pemerintah Daerah dalam mengembangkan dan menggali potensi daerah sebagai sumber penerimaan daerah akan menentukan keberhasilan
pelaksanaan tugas pemerintahan, pembangunan dan pelayanan masyarakat di daerah. Undang-undang No.23 Tahun 2014 tentang pemerintah daerah menyebutkan Otonomi Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah
masyarakat setempat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Tujuan otonomi daerah adalah untuk lebih meningkatkan kesejahteraan dan
pelayanan kepada masyarakat, memberikankeadilan, pemerataan, pengembangan demokrasi dan pemeliharaan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah
ataupun antar-daerah.Kebijakan daerah ini membuat setiap daerah harus mampu membiayai anggaran-anggaran daerahnya masing-masing.Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang dijadikan dasar dalam pelayanan publik. Di
Indonesia, dokumen anggaran daerah disebut Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), baik untuk provinsi maupun kabupaten atau kota. Proses
penyusunan anggaran pasca UU 32 Tahun 2004 telah direvisi menjadi UU 23 Tahun 2014 tentang pemerintah daerah yang memisahkan fungsi eksekutif dan fungsi legislatif. Adapun eksekutif sebagai pelaksana operasionalisasi daerah
berkewajiban membuat draft atau rancangan APBD, yang hanya bisa diimplementasikan kalau sudah disahkan oleh DPRD dalam proses ratifikasi
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) . Dalampemerintahdaerah
dukungankeuangandapatdiperolehdariPendapatanAsliDaerah (PAD),yangterdiri
dariPajakDaerah,RetribusiDaerah,HasilKekayaanDaerahyangDipisahkan,dan Lain-lainPendapatanyangSah.PendapatanAsliDaerah(PAD)jugamerupakan
salahsatuindikatorataukriteriauntukmengukurketergantungan suatu daerah terhadapPemerintahPusat.Selainitu,besarnyapenerimaanPendapatan AsliDaerah jugaakanmemberikankontribusiyangbesaruntukrealisasiAnggaranPendapatan
PendapatanDaerah.Untukitu,sangatlahpentingbagiPemerintahDaerahuntuk meningkatkanPendapatanAsliDaerahnyadanmenganalisisfaktor-faktorapasaja
yangdapatmeningkatkanPendapatanAsliDaerahnya.
Pengertian Pendapatan Asli Daerah (PAD) menurut UU No.28 Tahun 2009
adalah “Sumber keuangan daerah yang digali dari wilayah daerah yang bersangkutan yang terdiri dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain pendapatan asli
daerah yang sah ”.
Menurut Bati (2009:12), “dalam rangka mendorong terciptanya
pertumbuhan ekonomi daerah yang kondusif salah satu komponen yang diandalkan dan merupakan variabel yang signifikan adalah belanja modal”. Anggaran yang terdapat dalam belanja modal ini, memiliki nilai yang relatif kecil
dibandingkan dengan belanja lainnya, meskipun demikian dana tersebut mempunyai peranan strategis, karena sasaran penggunaannya untuk membiayai
pembangunan dibidang sarana dan prasarana yang dibutuhkan dalam rangka pemenuhan pelayanan masyarakat. Peningkatan pertumbuhan ekonomi seiring dengan tersedianya infrastruktur yang baik.
Fenomena yang terjadi saat ini yaitu mengharuskan pemerintah daerah lebih memaksimalkan potensi daerahnya sendiri untuk mengurangi
ketergantungan terhadap pemerintah pusat ataupun pemerintah provinsi dan pendapatan anggaran daerah lebih dialokasikan untuk kepentingan publik daripada kepentingan aparatur. Akan tetapi, faktanya dalam anggaran pendapatan
untuk rakyat misalnya anggaran belanja modal, anggarannya lebih kecil daripada belanja pegawai.
Dengan kemandirian daerah, daerah diberi wewenang untuk menggali sumber-sumber keuangan yang ada didaerahnya masing-masing sehingga mampu
untuk membiayai sendiri belanja daerahnya yang terdiri dari belanja rutin dan belanja modal. Jika belanja modal naik maka kemandirian keuangan daerah juga akan naik karena belanja modal lebih besar dibiayai oleh pendapatan asli daerah
maka daerah tersebut bisa dikatakan mandiri. Masalah yang terjadi adalah masyarakat yang mengharapkan anggaran untuk perbaikan fasilitas umum seperti
jalan, irigasi, jaringan dan belanja yang termasuk dalam komponen belanja modal seharusnya lebih besar, kenyataannya dalam data Kemendagri anggaran untuk belanja pegawai dalam bentuk gaji pegawai dan tunjangan Pegawai Negeri Sipil
(PNS) lebih besar. Apabila belanja modal semakin rendah maka peluang pembangunan dan perbaikan fasilitas umum daerah akan semakin kecil.
Sejalan dengan upaya untuk memantapkan kemandirian pembangunan daerah yang dinamis dan bertanggung jawab, serta mewujudkan pemberdayaan dan otonomi daerah dalam lingkup yang lebih nyata, maka diperlukan
upaya-upaya untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan profesionalisme sumber daya manusia dan lembaga-lembaga publik di daerah dalam mengelola sumber daya
daerah. Hal ini tidak terlepas dari peran serta para perangkat atau pegawai pemerintah daerah dalam menunjang pelaksanaan otonomi daerah yang banyak berkaitan dengan birokrasi pemerintah daerah yang berhubungan dengan
Belanja pegawai untuk gaji dan honorarium Pemko Bukit tinggi tahun anggaran 2014 dialokasikan Rp.324 miliar lebih atau 63% dari total belanja
daerah. Sementara belanja modal yang bersentuhan dengan publik hanya dialokasikan sebesar Rp. 46 miliar atau 9,03%. Kecilnya alokasi belanja modal ini
jauh dari yang ditentukan Peraturan Presiden No. 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014 yang mengamanahkan belanja modal sekurang-kurangnya 30% dari belanja daerah.
Penelitian ini merupakan pengembangan dari penelitian yang dilakukan oleh WINDA (2010) tentang Pengaruh Dana Alokasi Umum terhadap Pendapatan Asli
Daerah dengan Belanja Modal sebagai variabel intervening. Perbedaan penelitian terdahulu dengan penelitian sekarang adalah pada variabel dan sampel penelitian. Penelitian terdahulu menggunakan Dana Alokasi Umum dan sampel pada
pemerintah kabupaten dan kota se jawa sedangkan penelitian sekarang menambahkan variabel Produk Domestik Regional Bruto dan sampel pada
pemerintahan kabupaten dan kota di Provinsi Sumatera Barat.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Produk Domestik Regional Bruto Dan Dana
Alokasi umum Terhadap Pendapatan Asli Daerah Dengan Belanja Modal Sebagai Variabel Moderating Pada Kabupaten / Kota Di Provinsi Sumatera Barat
2011-2013”.
1.2 Perumusan Masalah
1. Apakah Produk Domestik Regional Bruto berpengaruh secara parsial terhadap Pendapatan Asli Daerah pada Kabupaten/Kota Di Provinsi
Sumatera Barat.
2. Apakah Dana Alokasi Umum berpengaruh secara parsial terhadap
Pendapatan Asli Daerah pada Kabupaten/Kota Di Provinsi Sumatera Barat. 3. Apakah Produk Domestik Regional Bruto, Dana Alokasi Umum
berpengaruh secara simultan terhadap Pendapatan Asli Daerah pada
Kabupaten/Kota Di Provinsi Sumatera Barat.
4. Apakah Belanja modal sebagai pemoderasi Produk Domestik Regional
Bruto, Dana Alokasi Umum dengan Pendapatan Asli Daerah pada Kabupaten/Kota Di Provinsi Sumatera Barat.
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk menguji dan mengetahui pengaruh Produk Domestik Regional Bruto
dan Dana Alokasi Umum secara parsial dan simultanterhadap Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten / Kota di Provinsi Sumatera Barat.
2. Untuk mengetahui dan menguji Belanja Modal pemoderasi hubungan
Produk Domestik Regional Bruto, Dana Alokasi Umum dengan Pendapatan Asli Daerah pada Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Barat.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah:
1. Bagi peneliti, penelitian ini bermanfaat untuk menambah pengetahuan akan
pendapatan asli daerah dan belanja modal sebagai variabel moderating di kabupaten / kota diprovinsi sumatera barat.
2. Bagi pemerintah, penelitian ini bisa menjadi masukan baik bagi pemerintah daerah dalam hal mengelola keuangan daerah, agar kedepannya pemerintah
daerah mampu memanfaatkan pendapatan daerah secara optimal.
3. Bagi calon peneliti, penelitian ini diharapkan bisa menjadi referensi untuk penelitian lebih lanjut khususnya mahasiswa yang ingin melakukan