• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Latar Belakang Masalah

Pembangunan nasional di Indonesia merupakan upaya pembangunan berkesinambungan yang meliputi pembangunan masyarakat, bangsa dan negara secara keseluruhan.Pembangunan nasional dilaksanakan secara berencana, menyeluruh, terpadu, terarah, bertahap dan berlanjut untuk meningkatkan kemampuan nasional dalam rangka mewujudkan kehidupan yang sejajar dan sederajat dengan bangsa lain yang maju.Hal ini tidak terlepas dari peranan pembangunan daerah yang merupakan bagian integral dari pembangunan nasional.

Pembangunan itu sendiri merupakan proses perubahan menuju arah yang lebih baik dan terus-menerus. Perubahan yang diharapkan dari pembangunan tersebut berupa peningkatan kualitas hidup manusia disuatu negara maupun daerah, sehingga tujuan akhir dari pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan manusia dapat tercapai.Pembangunan daerah dilaksanakan untuk menyeimbangkan perbedaan laju pertumbuhan antar daerah agar dapat menunjang keberhasilan pembangunan secara nasional yang menyeluruh.

Dalammelaksanakan kegiatan pembangunan, pemerintahprovinsimemanfaatkansegalasumberdayayangtersediadidaerahitu dandituntutuntukbisa lebihmandiri.Terlebih dengandiberlakukannyaotonomi daerah,maka pemerintahprovinsiharusbisamengoptimalkanpemberdayaansemua

keseimbangan alokasi antar daerah dengan melakukan transfer dana kedaerah melalui beberapa mekanisme, seperti Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), Dana Bagi Hasil, dan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Hal ini diharapkan dapat mendorong keseimbangan pembangunan antar daerah yang memiliki kemampuan keuangan yang kuat dan daerah yang lemah kemampuan keuangannya (Chalid, 2005 :13)

Sejalan dengan hal tersebut maka keberhasilan pembangunan perekonomian dari suatu wilayah dan kinerjanya dapat diamati melalui beberapa indikator makro.Indikator makro tersebut dapat dianalisis melalui PDRB yang dapat didefinisikan sebagai penjumlahan nilai tambah bruto yang dihasilkan oleh seluruh unit kegiatan ekonomi yang beroperasi di wilayah atau daerah tersebut dalam periode tertentu.Jadi PDRB adalah nilai tambah yang pengukurannya berdasarkan adanya aktivitas ekonomi di suatu wilayah.Pertumbuhan ekonomi daerah berkaitan erat dengan peningkatan produksi barang dan jasa, yang diukur dengan besaran dalam Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), dan juga sebagai indikator untuk mengetahui kondisi ekonomi suatu daerah dalam suatu periode tertentu.

Peranan Pemerintah Daerah dalam mengembangkan dan menggali potensi daerah sebagai sumber penerimaan daerah akan menentukan keberhasilan pelaksanaan tugas pemerintahan, pembangunan dan pelayanan masyarakat di daerah. Undang-undang No.23 Tahun 2014 tentang pemerintah daerah menyebutkan Otonomi Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemeintah dan kepentingan

masyarakat setempat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Tujuan otonomi daerah adalah untuk lebih meningkatkan kesejahteraan dan pelayanan kepada masyarakat, memberikankeadilan, pemerataan, pengembangan demokrasi dan pemeliharaan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah ataupun antar-daerah.Kebijakan daerah ini membuat setiap daerah harus mampu membiayai anggaran-anggaran daerahnya masing-masing.Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang dijadikan dasar dalam pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran daerah disebut Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), baik untuk provinsi maupun kabupaten atau kota. Proses penyusunan anggaran pasca UU 32 Tahun 2004 telah direvisi menjadi UU 23 Tahun 2014 tentang pemerintah daerah yang memisahkan fungsi eksekutif dan fungsi legislatif. Adapun eksekutif sebagai pelaksana operasionalisasi daerah berkewajiban membuat draft atau rancangan APBD, yang hanya bisa diimplementasikan kalau sudah disahkan oleh DPRD dalam proses ratifikasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) .

Dalampemerintahdaerah

dukungankeuangandapatdiperolehdariPendapatanAsliDaerah (PAD),yangterdiri dariPajakDaerah,RetribusiDaerah,HasilKekayaanDaerahyangDipisahkan,dan Lain-lainPendapatanyangSah.PendapatanAsliDaerah(PAD)jugamerupakan

salahsatuindikatorataukriteriauntukmengukurketergantungan suatu daerah terhadapPemerintahPusat.Selainitu,besarnyapenerimaanPendapatan AsliDaerah jugaakanmemberikankontribusiyangbesaruntukrealisasiAnggaranPendapatan danBelanjaDaerah(APBD)karenaakanmenambahjumlahAPBDdisisi

PendapatanDaerah.Untukitu,sangatlahpentingbagiPemerintahDaerahuntuk meningkatkanPendapatanAsliDaerahnyadanmenganalisisfaktor-faktorapasaja yangdapatmeningkatkanPendapatanAsliDaerahnya.

Pengertian Pendapatan Asli Daerah (PAD) menurut UU No.28 Tahun 2009 adalah “Sumber keuangan daerah yang digali dari wilayah daerah yang bersangkutan yang terdiri dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah ”.

Menurut Bati (2009:12), “dalam rangka mendorong terciptanya pertumbuhan ekonomi daerah yang kondusif salah satu komponen yang diandalkan dan merupakan variabel yang signifikan adalah belanja modal”. Anggaran yang terdapat dalam belanja modal ini, memiliki nilai yang relatif kecil dibandingkan dengan belanja lainnya, meskipun demikian dana tersebut mempunyai peranan strategis, karena sasaran penggunaannya untuk membiayai pembangunan dibidang sarana dan prasarana yang dibutuhkan dalam rangka pemenuhan pelayanan masyarakat. Peningkatan pertumbuhan ekonomi seiring dengan tersedianya infrastruktur yang baik.

Fenomena yang terjadi saat ini yaitu mengharuskan pemerintah daerah lebih memaksimalkan potensi daerahnya sendiri untuk mengurangi ketergantungan terhadap pemerintah pusat ataupun pemerintah provinsi dan pendapatan anggaran daerah lebih dialokasikan untuk kepentingan publik daripada kepentingan aparatur. Akan tetapi, faktanya dalam anggaran pendapatan dan belanja, porsi anggaran aparatur masih jauh lebih besar dari pada anggaran

untuk rakyat misalnya anggaran belanja modal, anggarannya lebih kecil daripada belanja pegawai.

Dengan kemandirian daerah, daerah diberi wewenang untuk menggali sumber-sumber keuangan yang ada didaerahnya masing-masing sehingga mampu untuk membiayai sendiri belanja daerahnya yang terdiri dari belanja rutin dan belanja modal. Jika belanja modal naik maka kemandirian keuangan daerah juga akan naik karena belanja modal lebih besar dibiayai oleh pendapatan asli daerah maka daerah tersebut bisa dikatakan mandiri. Masalah yang terjadi adalah masyarakat yang mengharapkan anggaran untuk perbaikan fasilitas umum seperti jalan, irigasi, jaringan dan belanja yang termasuk dalam komponen belanja modal seharusnya lebih besar, kenyataannya dalam data Kemendagri anggaran untuk belanja pegawai dalam bentuk gaji pegawai dan tunjangan Pegawai Negeri Sipil (PNS) lebih besar. Apabila belanja modal semakin rendah maka peluang pembangunan dan perbaikan fasilitas umum daerah akan semakin kecil.

Sejalan dengan upaya untuk memantapkan kemandirian pembangunan daerah yang dinamis dan bertanggung jawab, serta mewujudkan pemberdayaan dan otonomi daerah dalam lingkup yang lebih nyata, maka diperlukan upaya-upaya untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan profesionalisme sumber daya manusia dan lembaga-lembaga publik di daerah dalam mengelola sumber daya daerah. Hal ini tidak terlepas dari peran serta para perangkat atau pegawai pemerintah daerah dalam menunjang pelaksanaan otonomi daerah yang banyak berkaitan dengan birokrasi pemerintah daerah yang berhubungan dengan pelayanan publik.

Belanja pegawai untuk gaji dan honorarium Pemko Bukit tinggi tahun anggaran 2014 dialokasikan Rp.324 miliar lebih atau 63% dari total belanja daerah. Sementara belanja modal yang bersentuhan dengan publik hanya dialokasikan sebesar Rp. 46 miliar atau 9,03%. Kecilnya alokasi belanja modal ini jauh dari yang ditentukan Peraturan Presiden No. 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014 yang mengamanahkan belanja modal sekurang-kurangnya 30% dari belanja daerah.

Penelitian ini merupakan pengembangan dari penelitian yang dilakukan oleh WINDA (2010) tentang Pengaruh Dana Alokasi Umum terhadap Pendapatan Asli Daerah dengan Belanja Modal sebagai variabel intervening. Perbedaan penelitian terdahulu dengan penelitian sekarang adalah pada variabel dan sampel penelitian. Penelitian terdahulu menggunakan Dana Alokasi Umum dan sampel pada pemerintah kabupaten dan kota se jawa sedangkan penelitian sekarang menambahkan variabel Produk Domestik Regional Bruto dan sampel pada pemerintahan kabupaten dan kota di Provinsi Sumatera Barat.

Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Produk Domestik Regional Bruto Dan Dana Alokasi umum Terhadap Pendapatan Asli Daerah Dengan Belanja Modal Sebagai Variabel Moderating Pada Kabupaten / Kota Di Provinsi Sumatera Barat 2011-2013”.

Dokumen terkait