DI YAYASAN MITRA NETRA LEBAKBULUSJAKARTASELATAN
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Dakwall dan Komunikasi untulc memenulli syarat-syarat mencapai gelar Satjana Ilmu Sosial Islam
Oleh:
Ameria Firdauzy NIM: 103054128820
[j--'·
RPUSTAk;J\AlJ!IN SY.AH·
N
UTA.MA "" iO JA.MRTAKONSENTRASI KESEJAHTERAAN SOSIAL JURUSAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF Il!IDAYATULLAH JAKARTA
DI YAYASAN MITRA NETRA LEBAK BULUS JAKARTA SELA TAN
SKRIP SI
Diajukan kepada Fakultas Dakwah dan Komunikasi Untuk Memenuhi Syarat-syarat Mencapai Gelar Sarjana Ilmu Sosial Islam
Siti Na
Oleh:
Amcria Firdauzy NIM : 103054128820
NIP: 150317880
KONSENTRASI KESEJAHTERAAN SOSIAL JURUSAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Skripsi berjudul PENDEKATAN INTERVENSI MIKRO DALAM
PELAKSANAAN PROGRAM REHABILITASI TUNA NETRA DI
YAYASAN MITRA NETRA LEBAK BULUS JAKARTA SELATAN telah
diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta pada tanggal 24 Juni 2008. Skripsi ini telah diterima sebagai
salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Ilmu Sosial lslam (S.Sos.I.) pada
Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam Konsentrasi Kesejahteraan Sosial.
Jakarta, 24 Juni 2008
Sidang Munaqasyah
Ketua Merangkap Anggota, Sek\;taris Mer 1gkap Anggota,
>
セO@Mセ@ / /
Dr. Murodi, M.A.
NIP: 150254102
Penguji I,
{
Dr.Ase
uᄋQセ@
NIP: 150246393
Ismet Firdaus, M.Si.
Anggota,
Penguji II,
QQイセ@
Nurul Hidayati, S.Ag, MPd
Bismillaahirrahmaanirrahiim
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini tdah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN SyarifHidayatullah Jakarta. 3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullal1 Jakarta.
Jakarta, Juni 2008
selaku Wakil Direktur Eksekutif, beserta segenap staff di Yayasan Mitra Netra.
7. Dra. Rianti Ekowati, selaku kepala bagian rehabilitasi dan diklat, dan Tolhas Damanik S.Pd, selaku kepala seksi rehabilitasi, konselor, instruktur Braille dan OM, yang telah menjadi nara sumber paling inspiratif yang pernah penulis temui.
8. Pak Ali selaku instruktur OM, Mbak Tri, dan Mpok Yani yang telah memberikan data-data penting. Rekan-rekan penulis di Divisi Braille, Mbak Indah, Mbak Ani, Pak Dudung, dan Mas Zaenal.
9. M. Rafik Akbar, Vina Novina Puspitasari Ridwan, dan Tria:n 'Ragil' Airlangga, mitra dan inspirasi sejati penelitian skripsi ini.
10. Ita, Liesdha, Imah,Yuni, Taajun, Sarah, Wiwi, Guce, Ankonq, Yayoi, dan rekan-rekan Kesos 2003, kalian adalah sahabat sejati yang tak lekang o!teh waktu.
Dalam proses penulisan penelitian skripsi ini, penulis menyadari masih terdapat kekurangan maupun ketidaksempurnaan, karena kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT. Oleh karena itu, penulis mengharapkan adanya saran dan kritik yang membangun, sehingga penulisan penelitian skripsi ini dapat menjadi lebih baik lagi di kemudian hari.
Akhir kata, semoga penulisan penelitian skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya, dan rekan-rekan yang turut membaca skripsi ini pada umumnya.
Jakarta, Juni 2008
1. Konsep Pendekatan Intervensi Mikro ... 21
2. Metode Intervensi Individu (Social Casework) ... 24
3. Metode Intervensi Keluarga (Family Casework) ... 27
4. Metode lntervensi Kelompok (Group Work) ... 28
B. Program Rehabilitasi ... 31
1. Pengertian Rehabilitasi ... 31
2. Jenis Rehabilitasi ... 32
3. Perangkat Rehabilitasi ... 34
C. Tunanetra ... 36
1. Pengertian Tunanetra 2. Penyebab Tunanetra 3. Klasifikasi Tunanetra ... 36
... 37
... 38
4. Perkembangan Tunanetra ... 39
Bab HI : Gambaran Umum Lembaga ... 42
A. Latar Belakang Lembaga ... 42
B. Visi, Misi, dan Fungsi Lembaga ... 43
1. Visi ... 43
2. Misi ... 43
3. Fungsi ... 44
C. Ruang Lingkup Program Lembaga ... 44
1. Program Rehabilitasi ... 45
2. Program Pendidikan dan Pelatihan ... 45
3. Program Perpustakaan ... 46
4. Program Tenaga Ke1ja ... 48
5. Program Penelitian dan Pengembangan ... 48
6. Program Publikasi ... ... 49
D. Pola pendanaan ... 50
A. Latar Belakang Masalah
Sampai saat ini, wacana mengenai kelompok penyandang cacat belum menjadi perhatian utama masyarakat dan pemerintah Indonesia. Pembahasan mengenai kelompok tersebut masih jarang menghiasi media massa di Indonesia baik media cetak maupun media elektronik. Tema-tema mengenai kecacatan (disability) dan kelompok penyandang cacat (disabled) hanya menjadi topik hangat di media massa pada saat menyambut Hari Intemasional Penyandang Cacat (HIPENCA). Hal tersebut menandakan bahwa wacana mengenai kecacatan belum mendapatkan tempat sebagai salah satu isu penting di negara ini. 1
Tidak hanya wacana mengenai kecacatan yang belum menjadi perhatian masyarakat dan pemerintah. Pembangunan nasional yang seyogyanya dapat menjangkau seluruh elemen masyarakat, juga belum menjadikan kelompok ini sebagai salal1 satu prioritas dalam program-program pembangnnan. Pembangnnan nasional yang bertujuan pada terciptanya masyarakat yang adil dan makmur - kenyataannya belum menjangkau kelompok penyandang cacat
minimnya aksesibilitas pelayanan sosial dan fasilitas publik, seperti fasilitas pendidikan, sosial, maupun fasilitas infrastruktur lainnya.2
Fasilitas-fasilitas publik yang tersedia bagi kelompok penyandang cacat memang mempribatinkan. Fasilitas infrasturktur yang tidak aksesibel bagi penyandang cacat terlihat dari fasilitas jalan yang rusak, fasilitas bangunan yang belum aksesibel bagi tunanetra, tangga berundak yang menyulitkan pengguna kursi roda, dan lain sebagainya. Selain fasilitas infrastruktur, fasilitas lainnya seperti layanan pendidikan, dan sosial juga belum memihak kepada kelompok penyandang cacat. Padahal aksesibilitas dan fasilitas yang memadai dapat mendukung kelompok penyandang cacat untuk hidup mandiri. Kondisi tersebut juga memudahkan mereka dalam melakukan pelbagai aktivitas. Sehingga, mereka memiliki mobilitas yang sarna dengan kelompok non cacat.3
Selain minimnya aksebilitas dan fasilitas, penyandang cacat juga sulit untuk mengembangkan potensi dir:i di segala bidang. Hal tersebut terjadi karena belum terbukanya kesempatan yang sama. Penyandang cacat juga sermg mendapatkan perlakuan diskriminatif dan stigma negatif dar:i masyarakat.4 Kondisi-kondisi tersebut semal<ln menyulitkan penyandang cacat w1tuk mendapatkan hak asasi mereka. Padahal, kesejahteraan merupakan salah satu hak asasi yang mendasar bagi setiap warga negara .. Hal ini sesnai dengan semangat Undang-undang RI No. 6 Tahun 1974 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kesejal1teraan Sosial. Undang-undang ini mengemukakan definisi kesejahteraan sosial dalam pasal 2 ayat 1:
"Kesejahteraan sosial ialah suatu tata kehidupan dan penghidupan sosial materiil maupun spirituil yang diliputi oleh rasa keselamatan, kesusilaan, dan ketentraman lahir dan batin, yang memungkinkan bagi setiap warganegara untuk mengadakan usaha pemenuhan kebutuhan-kebutuhan jasmaniah, rohaniah dan sosial yang sebaik-baiknya bagi diri, keluarga serta masyarakat dengan menjunjung tinggi hak-hak asasi serta kewajiban manusia sesuai dengan Pancasila." 5
Secara umum, konsep kesejahteraan sosial menghendaki suatu kehidupan yang menjunjung hak dan kewajiban manusia. Kesejahteraan sosial menjunjung tercapainya kesejahteraan Iahir batin, baik material, sosial maupun spriritual. Selain itu, kesejahteraan sosial mengupayakan agar manusia mampu mengembangkan segenap potensi diri dalam setiap aspek kehidupan, sehingga setiap manusia dapat meajalankan fungsi sosialnya sesuai dengan peranarmya di masyarakat.
Kondisi tersebut tentu saja membutuhkan upaya yang terencana clan terorganisir dengan baik (well planned and well organized) oleh pelbagai pihak. Tidak hanya pemerintah, tetapi juga lembaga swasta, clan masyaralcat guna mencapai tujuan dari pembangunan nasional. Upaya tersebut kemudian dikenal dengan istilah Pembangunan Kesejahteraan Sosial, seperti yang dikemukakan Edi Suharto berikut: "Pembangunan Kesejahteraan Sosial (PKS) adalah usaha yang terencana dan melembaga yang meliputi berbagai bentuk intervensi sosial dan pelayanan sosial untuk memenuhi kebutuhan manusia, mencegah dan mengatasi masalah sosial, serta memperkuat institusi-institusi sosial."6
5
lsbandi Rukminto Adi, Psikologi, Peke1jaan Sosial, dan I/mu Kesejahteraan, Sosial,
Pembangunan Kesejahteraan Sosial (PKS) bertujuan agar setiap warga negara terutarna PMKS (Penyandang Masalah k・ウ・セ。エ・イ。。ョ@ Sosial) dapat merasakan proses pembangunan nasional secara adil dan merata. Kelompok penyandang cacat menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari upaya tersebut. Kelompok penyandang cacat yang menjadi sasaran dalam upaya Pembangunan Kesejahteraan Sosial (PKS) adalah: "Setiap orang yang mempunyai kelainan fisik dan atau mental, yang dapat mengganggu atau merupakan rintangan dan hambatan baginya untuk melakukan kegiatan secara selayaknya. Meliputi penyandang cacat fisik, mental, se:rta fisik dan mental."7
Di Indonesia, kelompok penyandang cacat menunjukkan jtunlah yang semakin meningkat. Berdasarkan data dan infonna11i kesejahteraan sosial Departemen Sosial RI Tahun 2004, rekapitulasi penyandang cacat berat di Indonesia sebesar 2. 788.457 jiwa. Kelompok ini tersebar di perkotaan sebesar 36,4 persen dan di pedesaan sebesar 63,6 persen. Te:rdiri dari cacat tubuh, cacat netra, cacat nmgu wicara, cacat mental, serta cacat eks penyakit kronis. Sedangkan menurut WHO, jmnlah penyandang cacat di Indonesia mencapai 10% dari total populasi penduduk. Dengan kata lain, jika total populasi penduduk sebesar 22 juta jiwa, maka 2 juta jiwa diantaranya merupakan kelompok penyandang cacat8•
Seperti fenomena guntmg es, data tersebut belmnlah menunjukkan jumlah kelompok penyandang cacat yang sebenarnya. Jumlah tersebut semakin meningkat sejalan meningkatnya kasus kecelakaan ke1ja, kecelakaan lalu
7
Undang-Undang RI No. 4 Tahun 1997, diakses tanggal 27 Desember 2007 dari http://www.unmiset.org/legal/IndonesianLaw/uu/Uul99704.htm
-undang No. 4 Tahun 1997 tentang pasal 6 yang menyatakan bahwa setiap penyandang cacat termasuk tw1anetra berhak me:mperoleh rehabilitasi, bantuan sosial, dan pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial.
Sayangnya, layanan rehabilitasi tersebut belum menyentuh seluruh tunanetra yang ada di Indonesia. Terpusatnya layanan rehabilitasi di panti-panti sosial, menjadi salah satu penyebab mengapa tidak semua tunanetra mendapatkan layanan rehabilitasi. Selain itu, layanan rehabilitasi yang selama ini menggunakan sistem panti membuat tunanetra harus hidup terpisah dari keluarga, komunitas, maupun masyarakat. Padahal tunanetra merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara, sehingga upaya rehabilitasi membutuhkan suatu pendekatan dengan sistem layanan luar panti sebagai alternatif.
Intervensi sosial merupakan upaya perubahan sosfal terencana yang dapat menjadi altematif dalam upaya rehabilitasi tunanetra. Intervensi sosial itu sendiri memiliki tiga level pendekatan yaitu, mikro, messo, dan makro. Ketiga pendekatan tersebut merupakan pendekatan intervensi yang saling mendukung, menyeluruh dan tidak terpisahkan. Dimana intervensi mikro merupalcan level paling awal dari keseluruhan upaya intervensi sosial. Intervensi ini menitikberatkan upaya perubahan sosial terencana pada level individu, keluarga, dan kelompok kecil.11
menjadi bagian vital dari upaya penanganan masalah sosial, termasuk upaya rehabilitasi tunanetra. Sayangnya, pendekatan ini belum menjadi pilihan utama dalam upaya rehabilitasi di Indonesia. Terutmna dalan1 pelaksanaan rehabilitasi dengan sistem luar panti. Hal ini terlihat dari minimnya literatur-literatnr di Indonesia mengenai bahasan tersebut.
Pendekatan intervensi mikro dalam upaya rehabilitasi tunanetra luar panti, tentunya memerlukan kerja sama dari pelbagai pihak. Pemerintah, masyarakat, dan Lembaga Swadaya Mayarakat (LSM) merupakan pihak-pihak yang berperan penting dalam npaya rehabilitasi ttmanetra luar panti. Dalam konteks tersebut, salah satu LSM yang menaruh perhatian (concern) dalam upaya peningkatan kesejahteraan tunanetra adalah Yayasan Mitra Netra. Lembaga ini memiliki program rehabilitasi sebagai salah satu uj1mg tombalmya dalam meningkatkan kesejahteraan tunanetra. Y ayasan Mitra Netra mengupayakan layanan rehabilitasi luar panti yang bebas biaya bagi tunanetra, melalui pendekatan yang fokus pada individu tunanetra dan kelnarganya. Dengan kata lain lembaga tersebut mengimplementasikan pendekatan intervensi mikro, pendekatan yang tidak memisaJIB:an individu tunanetra dari keluarga dan kommlitasnya.
Mengingat pentingnya penelitian mengenai pendekatan intevensi mikro dalam upaya rehabilitasi ttmanetra pada lembaga independen dengan sistem layanan luar panti, maka penulis mengajukan tema penelitian dengan judul:
"Pendekatan lntervensi Mikro Dalam Pelaksa11aa11 P1·ogram Reliabilitasi
B. Pcmbatasan dan Pcrumusan Masalab 1. Pembatasau Masaiab
Kecacatan (disability) merupakan isu yang belum menjadi perhatian banyak pihak termasuk pemerintah. Kelompok penyandang cacat di Indonesia berjumlah 2.788.457 jiwa (DEPSOS RI 1ahun 2004) terdiri dari cacat tubuh, cacat netra, cacat mental, cacat rungu wicara, dan cacat eks penyakit kronis, namun, pada penelitian ini penulis akan lebih fokus pada cacat netra, karena tingkat prevalensi kebutaan di Indonesia tem1asuk yang tertinggi di dunia. Dalam penelitian ini, penulis alcan menggunakan istilah "tunanetra" dan "low vision" untuk menyebutkan kelompok yang mengalami gangguan dan kekurangan penglihatan. Sedangkan istilah "awas" adalah kelompok orang yang tidak mengalami gangguan dan kekurangan penglihatan. Agar tunanetra dan low vision dapat memenuhi haknya untulc sejahtera, perlu adanya upaya-upaya yang terlembaga dan teroganisir dari pelbagai pihak, baik pemerintah, masyarakat umum, dan LSM.
Rehabilitasi bagi tunanetra dengan pendekatan Intervensi Mikro sebagai tema penelitian.
2. Perumusan Masalab
Berdasarkan pembatasan di atas, pernmusan masalab dalam penelitian ini adalab sebagai berikut:
a. Bagaimanakab gambaran implementasi pendekatan intervensi mikro dalam pelaksanaan program rehabilitasi bagi tunanetra di Y ayasan Mitra Netra?
b. Bagaimanakab respon !<lien mengenai implementasi pendekatan intervensi mikro dalam pelaksanaan program rehabilitasi di Y ayasan Mitra Netra?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
l. Tujuan Penelitian
Tujuaan penelitian ini adalah:
a. Untuk mengetabui gambaran mengenai implementasi pendekatan intervensi mikro dalam pelaksanaan program rehabilitasi bagi tunanetra di Y ayasan Mitra Netra.
2. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :
a. Memberikan pemahaman dan masnkan bagi para praktisi di lembaga pelayanan kesejahteraan sosial untnk para penyandang cacat.
b. Memberikan pemahaman kepada akademisi yang menaruh perhatian
(concern) pada usaha pembangunan kesejahteraan sosial bagi penyandang cacat khususnya kecacatnetraan.
c. Memberikan pemahaman dan masukan untuJk: penelitian-penelitian lebih lanjut, khususnya di bidang yang berkaitan dengan kettmanetraan.
D. Metodologi Penelitian 1. Pendekatan Penelitian
2. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif yang bertujuan untuk memberikan gambaran tentang suatu masyarakat atau suatu kelompok orang tertentu atau gambaran tentang suatu gejala atau fenomena, atau hubungan antara dua gejala atau fenomena tersebut. Sehingga penelitian ini bernpaya untuk menggambarkan mengenai pendekatan inte1vensi mikro dalam pelaksanaan program rehabilitasi bagi tunanetra. Dengan lebih menitikberatkan pada proses pelaksanaan kegiatan.13
3. Langkah-langkah Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut: a. Persiapan
Langkah ini merupakan langkah awal dalam melakukan penelitian. Hal-ha! yang penulis siapkan untuk melakukan penelitian antara lain, menentukan permasalahan yang akan diteliti, perumusan masalah, subjek, informan, dan objek penelitian, tempat dan waktu, serta data-data yang diperlukan dalam penelitian.
b. Menentukan pendekatan penelitian
c. Mendatangi lembaga
Langkab ini penulis lakukan untulc menyampaikan kepada lembaga babwa penulis akan melakukan penelitian di lembaga tersebut.
d. Pe!aksanaan kegiatan
Pada langkab pelaksanaan kegiatan, penulis mendatangi lembaga untulc melakukan observasi, wawancara, dan memperoleh data-data lainnya dari sebjuek penelitian, yaitu 2 pengurns, dan 3 orang klien. e. Analisis hasil penelitian
Setelah data terkumpul, penulis menganalisis data sesuai dengan rumusan masalab, dan tujuan penelitian. Analisis dilakukan sejak awal san berlangsung sampai pada langkal1 penelitian terakhir. Data-data yag terkun1pul, kemudian dirangklun, dan diseleksi sesuai dengan konsep-konsep penelitian.
4. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini mengambil studi kasus di Yayasan Mitra Netra Lebak Bulus Jakarta, sebuab lembaga pemberdayaan dan pendidikan tunanetra. Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret -April 2008.
5. Subjek, Informan dan Objek Penelitian
alamiah dan tidak memaksa, sehingga tindalcan dan cara pandang subjek tidak akan berubah. 14
Informan adalah seseorang yang dapat memberikan informasi mengenai situasi dan kondisi Jatar penelitian. Menurnt Bogdan dan Biklen dalam Moleong, pemanfaatan informan dalam penelitian ialah agar dalam walctu yang relatif singkat banyalc informasi yang terjangkau.15 Dalam penelitian ini, penulis memilih informan yang berhubungan dengan pelaksanaan program rehabilitasi, yaitu 3 orang klien di Y ayasan Mitra Netra.
Sedangkan objek penelitian ini adalah pendekatan intervensi mikro dalam pelaksanaan program rehabilitasi Yayasan Mitra Netra.
Tabel I. I Subjek Penelitian
No. Subjek Penelitian Posisi
1. Dra. Rianti Ekowati Ketua Divisi Program Rehabilitasi dan Pendiidikan dan Pelatihan (Diklat)
2.
Tolhas Damanik, S.Pd Kepala Seksi Rehabilitasi, merangkap konselor, instruktur Pelatihan Orientasi dan Mobilitas (OM), instrnktur Baca Tulis Braille3.
M. Rafik Akbar Responden Klien•4.
Vina Novina Puspitasari R Responden Klien5.
Trian 'Ragil' Airlangga Responden {Klien)6. Macam dan Sumber Data a. Sumber Data Primer
[image:19.595.84.474.201.562.2]b. Sumber Data Sekunder
Sumber data sekunder dalam penelitian ini berasal dari data yang telah ada seperti pamflet lernbaga, profil lernbaga, data-data lernbaga, serta dari studi kepustakaan.
7. Teknik Pencatatan Data
Dalam penelitian ini, penulis rnenggunakan エセォョゥォ@ pencatatan data sebagai berikut:
a. Observasi rnerupakan teknik pencatatan data dengan rnengadakan pengamatan langsung terbadap subjek penelitian dan kegiatan rnaupun program yang rnenjadi objek penelitian.
b. Wawancara (Interview) rnerupakan teknik pencatatan data dengan rnengajukan pertanyaan-pertanyan langsung kepada pihak yang terkait dengan penelitian, yaitu subjek penelitian. Subjek penelitian terdiri dai-i 6 orang. Jawaban pertanyaan penelitian direkam dengan alat perekarn tape recorder dan ditulis ulang untuk rnendapatkan basil wawancara yang tertulis, dalam transkrip wawancara dengan bahasa apaadanya.
c. Catatan lapangan
digunakan sebagai acuan serta pedoman dalam menguraikan basil dan temuan lapangan.
d. Studi Dokumentasi
Penulis melakukan pencatatan data dengan menggunakan data-data berupa dokumen, file, yang terkait dengan penelitian.
8. Teknik Analisis Data
Analisis data merupakan proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategorisasi, dan satuan uraian dasar, sehingga dapat ditentukan tema dan dapat drumuskan asumsi-asumsi penelitian, untuk kemudian dilihat kenyataan di lapangan. Data yang diperoleh selama penelitian diringkas, dirangkum, dan dipilih hal-hal yang penting dan pokok. Data tersebut kemudian dikategorikan, dan disusun secara sistematis dengan mengacu pada perumusan masafah dan tiajauan teoritis yang berkaitan dengan penelitian.17
9. Teknik keabsahan data
keabsahan data yang penulis peroleh dari pengums atau staff program rehabilitasi.
10. Instrumen dan Alat Bantu
Pada penelitian kualitatif, kegiatan pencatatan data lebih banyak bergantung pada diri peneliti sendiri. Dengan menjadi instrwnen penelitian, peneliti dapat senantiasa menilai keadaan dan mengambil keputusan.18 Nanrnn demikian, tentunya peneliti memerlnkan beberapa alat bantu dalam melakukan kegiatan pengumpulan dan pencatatan data. Alat bantu tersebut antara lain, pedoman wawancara, alat perekam (tape recorder), dan catatan lapangan.
E. Tinjauan Pustaka
Dalam penelitian ini penulis merujuk pada beberapa literatur antara lain karya Dr. M. Effendi "Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan", karya Dra. Sutjihati Somantri "Psikologi Anak Luar Biasa", "Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus dalam Setting Pendidikan Inklusi" karya Prof. Dr. Bandi Delphie, skripsi yang ditulis oleh Mursyidah seorang mahasiswi Universitas Muhammadiyah Jakarta dengan judul "Pelayanan Sosial Bagi Klien Tunanetra di Yayasan Mitra Netra", serta skripsi yang ditulis oleh Wiwi Halawiyah dengan judul "Pelaksanaan Program Pendampingan Pendidikan dan Pelatihan bagi Klien Tunanetra di Yayasan Mitra Netra Jakarta Selatan."
Mursyidah lebih menekankan pada pelayanan sosial bagi !<lien tunanetra di Y ayasan Mitra Netra. Skripsi tersebut menguraikan jenis, bentuk, dan pola pelayan sosial bagi tunanetra. Sedangkan skripsi Wiwi Halawiyah lebih menitikberatkan pada pelaksanaan pendarnpingan pada progran1 pendidikan dan pelatihan bagi klien tunanetra di Y ayasan Mitra Netra. Pada skripsi tersebut Wiwi menguraikan proses-proses pelaksanaan pendarnpingan program pendidikan dan pelatihan bagi klien tunanetra serta respon !<lien tunanetra terhadap pelaksanaan pendarnpingan yang me:reka jalani di Y ayasan Mitra Netra.
Dari literatur-literatur di atas, penulis menemukan perbedaan yang cuknp signifikan dengan penelitian yang penulis lakukan. Jika pada literatur-literatur yang menjadi rujukan penulis lebih menekankan pada segi pendidikan, pendidikan dan pelatihan, pelayanan sosial, psikologi anak berkelainan, dan anak lnar biasa atau analc berkebutullan khusus, maka dalarn penelitian ini
penulis secara spesifik memballas mengenai rehabilitasi tunanetra.
Terna penelitian yang mengkhususkan pada ballasan intervensi mikro dalarn pelaksanaan rehabilitasi tunanetra di lembaga yang menerapkan sistem pelayanan luar panti dapat dikatakan sebagai karya penditian perdana, karena belum pemall ada penelitian sebelunmya yang memballas mengenai tema tersebut. Penelitian ini diharapkan dapat menan1bal1 khazanall keilmuan dan pengetalluan bagi akademisi dan praktisi yang menaruh perhatian (concern)
F. Sistematika Pennlisan
Penulisan penelitian ini tersusun dalam beberapa bah dengan sisternatika penulisan sebagai berikut :
BABI PENDAHULUAN
Bab ini rnernbabas latar belakang rnasalab, pembatasan rnasalab dan perurnusan rnasalab, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian, tinjauan pustaka, dan sistematika penulisan.
BAB II LANDASAN TEORI
Bab ini mengemukakan teori-teori yang melandasi dan rnendukung penelitian. Teori tersebut meliputi teori yang relevan mengenai pendekatan intervensi mikro dalam pelaksanaan program rehabilitasi bagi tunanetra.
BAB III GAMBARAN UMUM LEMBAGA
Bab ini menjelaskan profil lembaga, meliputi latar belakang berdirinya lembaga, visi misi, tujuan, struktur organisasi, dan program kerja lembaga.
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
BAB V PENUTUP
A. Pendekatan Intervensi Mikro
1. Konsep Pendekatan Intervensi Mikro
Intervensi merupakan istilah yang digunakan dalam pelbagai disiplin ilmu termasuk Psikologi Klinis dan Pekerjaan Sosial. Penggunaan istilah intervensi pada kedua disiplin ilmu tersebut, tidak jauh berbeda bahkan saling menguatkan. Pada dasarnya konsep dan metode intervensi berawal dari ilmu Psikologi terutama Psikologi Klinis. K<\jian dan disiplin ilmu terapan Psikologi Klinis mengartikan intervensi sebagai upaya perubahan perilaku, pikiran, dan emosi.1 Sedangkan kajian dan ilmu Pekerjaan Sosial memberikan pengertian intervensi sebagai:
"interceding in or coming between groups or people, events, planning activities, or on individual's internal conflicts. In social work, the term is analogous to the physician 's term "treatment" because it includes treatment and also encompasses the other activities social workers use to solve or prevent problems or achieve goals for social betterment. "2
Intervensi mencoba menjadi penengah antara sekelompok orang, peristiwa-peristiwa, aktivitas terencana, atau konflik internal. Disiplin ilmu pekerjaan sosial menganalogikan istila11 intervensi dengan istilah "perawatan" pada ilmu psikiatri. Intervensi dalam ilmu pekerjaan sosial meliputi "perawatan" dan aktivitas lainnya yang pekerja sosial gunakan untuk mengatasi, mencegah masalal1 serta mencapai keberfungsian sosial
1
yang lebih baik. Istilah dan metode intervensi kemudian berkembang menjadi intervensi sosial. Sebuah proses perubahan sosial terencana, dan terorganisir dengan level pendekatan mikro, messo, dan makro. Dimana pendekatan intervensi mikro menjadi level paling dasar dari keseluruhan upaya intervensi sosial. Intervensi mikro bahkan mengawali lalrirnya disiplin ilmu terapan Pekerjaan Sosial.
Intervensi mikro hadir melalui pandangan Mary Richmond dalam buku Diagnosis Sosial (Social Diagnosis) pada tahun 1917. Mary Richmond mengarahkan kerangka berpikirnya pada bahasan intervensi mikro. Sebuah pendekatan yang fokus pada usaha intervensi sosial di level individu, dan keluarga. Namun, pada perkembangannya kelompok atau komunitas kecil juga menjadi fokus pendekatan ini. Pembal1asan pada level mikro kemudian memengaruhi perkembangan pekerjaan sosial pada awal-awal dekade 1900-an. 3 Pada masa selanjutnya, istilah nrikro sebagai bagian dari level praktik dan orientasi pekerjaan sosial, memiliki pengertian sebagai:
"The term used by social workers to identifY professional activities that are designed to help solve the problems faced primarily by individuals, families, and small groups. Usually micro practice focuses on direct intervention on a case-by-case or in a clinical setting. Micro orientation in social work, an emphasis on the individual clients and on the enhancement of technical skills for use in efficient treatment of these problems."4
pada individu dan keterampilan telmis yang pekerja sosial gunakan dalam meningkatkan efisiensi penanganan masala11 individu tersebut.
Pada perkembangam1ya, intervensi pada level mikro menjadi salall satu pilihan utama dalam mengatasi masalall-masalall sosial. Temtama yang te1jadi akibat ketidakmampuan individu dalam memenuhi peranan sosialnya sesuai dengan tuntutan lingkungan. 5 Dalam hal ini, intervensi pada level mikro bempaya mengatasi masalall-masalall tersebut untuk meningkatkan keberfungsian sosial individu, keluarga, dan kelompok. Intervensi mikro menggunakan bimbingan dan konseling sebagai media dalam proses pelaksanaamiya. Sampai saat ini, tidak sedikit bidang-bidang kesejallteraan sosial yang mengandalkan intervensi mikro. Bidang-bidang tersebut antara lain pekerjaan sosial sekolall, konseling anak, rehabilitatisi ketergantungan Narkotika, rehabilitasi penyandang cacat, dan lain sebagainya.6
penanganan masalah dalam meningkatkan keberfungsian sosial individu, keluarga, dan kelompok ke arah yang lebih baik, dapat tercapai.
Sebagai bagian dari pendekatan intervensi sosial terencana, intervensi mikro memiliki metode serta proses yang unik dan khas. Pendekatan ini menekankan pada upaya perubahan sosial terencana pada tingkatan individu, keluarga, dan komunitas dengan menggunakan metode intervensi individu (social casework), metode intervensi keluarga (family casework), dan metode intervensi kelompok (group work). 7
2. Metode Intervensi Individu (Social Casework)
a. Definisi Metode Intervensi Individu (Social Casework)
Mary Richmond memperkenalkan dan me:ngembangkan metode intervensi individu (social casework) pada tahun 1917 dalam buku Social Diagnosis. Mary Richmond mendefinisikan metode intervensi individu (social casework) tersebut sebagai:
"Social casework consist of those processes which develop personality through adjustments consciously eff"cted, individual by
individual, between men and their environment.''
Sedangkan Skidmore, Thackeray, dan Farley (1994) memberikan definisi metode intervensi mikro individu (social casework) dengan menambahkan unsur-unsnr lainnya sebagai berikut:
personal and other resources for coping with problems. Interviewing is major tool of casework. Change in attitides and feelings is affected by the dynamics of the casework relationship. "9
Pada dasarnya intervensi individu (social casework) adalah proses membantu orang lain. Proses tersebut menekankan pada pengembangan individu sehingga dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Intervensi individu berlandaskan pada pengetahuan, pemahaman, serta teknik-teknik terlatih untuk membantu individu menyelesaikan permasalahan internal dan eksternal. Metode ini menggunakan pelbagai disiplin ilnm, upaya-upaya artistik, serta mengandalkan konseling sebagai media utama.
b. Prinsip-prinsip Metode Intervensi Individu ( c。ウNセキッイォI@
Prinsip-prinsip dalam metode intervensi mikro mendasari relasi antara pekerja sosial dan klien dalam upaya intiervensi sosial terhadap individu, ォ・ャオ。イァセ@ dan kelompok kecil. Mengutip pendapat Midgley (1981) dan Maas (1977), Isbandi mengemukakan 7 prinsip pekerjaan sosial, sebagai berikut10:
I) Menerima manusia sebagaimana adanya 2) Partisipasi Klien
3) Pengambilan keputusan merupakan hak dari klien 4) Individualisasi dari klien
5) Kerahasiaan
7) Adanya relasi antara klien dan petngas
c. Proses Metode Intervensi Individu (Casework)
Upaya intervensi bagi individu membutuhkan suatu tahapan-tahapan kegiatan yang sistematis, agar proses intervensi dapat berjalan dengan lebih terarah. Menurut Skidmore, Theckeray, dan Farley (1994 ), proses dalam metode intervensi mikro meliputi 11:
1) Tahapan Penelitian (Study)
Pada tahapan penelitian (study) jalinan relasi dengan klien merupakan kunci yang mengawali tahapan selanjutnya. Di tahapan awal ini, klien mengungkapkan masalah-masalahnya yang ia alami. Pada tahapan penelitian (study), klien menentukan apakah akan melanjutkan jalinan relasi dengan konselor atau tidak. Berdasarkan pada falsafah nilai pekerjaan sosial, konselor secara maksimal akan mengembangkan jalinan yang dapat membantn klien memformulasikan pe1masalahannya.
2) Tahapan Assesmen (Assessment)
3) Tahapan Intervensi (Intervention)
Tahapan intervensi berawal dari kontak pertama dengan klien. Tujuan dari proses ini merupakan kesepakatan antara pekerja sosial dan klien. Kebutuhan klien akan sangat menentukan proses intervensi yang terjadi. Apabila pekerja sosial tidak dapat menyediakan layanan yang !<lien butuhkan, maka ia bertanggung jawab untuk menghubungkan klien dengan sumber layanan
lainnya.
4) Tahapan Terminasi (Termination)
Te1minasi merupakan istilah yang menyatakan berakhirnya atau limitasi dari keseluruhan proses intervensi dan pemberian layanan terhadap klien. Terminasi terjadi jika klien telah mencapai kekuatan, pemahaman, penyelesaian masalah dan pengetahuan yang dibutuhkan dalam penanganan masalah dalam suatu situasi kehidupan klien. Terminasi sering kali berasal dari inisiatif pekerja sosial.
3. Metode Intervensi Keluarga (Family Casework)
---1
keluarga, tujuan intervensi mikro untuk meniingkatkan kemampuan individu dalam menangani masalahnya akan tercapai. 12
Pada perkembangannya metode intervensi ini lebih dikenal dengan istilah konseling keluarga (family counseling) atau terapi keluarga (family therapy). Terapi atau konseling keluarga tersebut menggunakan pelbagai model terapi, antara lain model psikodinamik dan eksperiensial. Model psikodinamik berkembang dari teori psikoanalisis Freud. Penganut model psikodinamik sangat memperhatikan unsur wawasm1 mendalam (insight),
motivasi, konflik yang tidak disadari, dan kedekatan antar anggota keluarga. Dimana unsur-unsur dinamika psikis (psychodinamics) tersebut akan mempengarubi individu-individu anggota keluarga. Menurut pandangan model psikodinamika, pengalaman masa lalu menjadi perhatian utama dalam menemukan akar pennasalahan pada individu. Sedangkm1. pada model eksperiensial, perhatian utama adalah perkembangan diri klien itu sendiri, model ini lebih mengutamalrnn pengalaman-pengalaman yang terjadi pada saat timbulnya masalah.13
4. Metode Intervensi Kelompok (Group Work)
a. Pengertian Metode Intervensi Kelompok (Group Work)
Kelompok terbagi atas kelompok yang terbeutuk dengan sengaja
(formed group) dan kelompok yang terbentuk secara alamiah (natural groups). Kelompok alamiah (natural groups) a.dalah kelompok yang terbentuk secara spontan. Kelompok ini dapat menyatukan anggotanya
karena adanya hubungan interpersonal, kebutuhan serta minat yang sama. Sedangkan, formed groups adalah kelompok yang terbentuk melalui intervensi atau pengarnb dari luar. Umumnya, kelompok ini terbentuk karena ada usaha untuk menyatukan anggota-anggotanya, yang juga memiliki kesamaan tujuan. Metode intervensi mikro kelompok lebih menitikberatkan pada formed groups, karena peke1ja sosial turut serta merencanakan atau membentuk kelompok tersebut. Metode intervensi kelompok (group work) merupakan kegiatan yang menekaukan pada tujuan mempertemukan kebutuhan sosioemosional kelompok, dan menyelesaikan tugas-tugas kelompok.14 Metode intervensi kelompok (group work) adalah:
"Goal-directed activity with small treatment and task goups aimed at meeting socioemosional needs and accomplishing tasks. This activity is directed to individual members of a group and to the group as a whole within a system of delivery."15
langsung ataupun tidak langsung dalam upaya memenuhi kebutuhan kelompok.
b. Proses Metode Intervensi Kelompok (Group Work)
Proses intervensi kelompok tidaklah jauh berbeda dengan proses pada metode intervensi individu. Proses berikut ber!aku baik untuk kelompok perawatan (treatment group) maupun kelompok gugus tugas
(task group)16:
I) Perencanaan (planning)
Proses perencanaan dalam intervensi kelompok terdiri dari dua bagian, yaitu perencanaan pada pembentukan kelompok serta perencanaan yang alcan berlangsung selama terbentuknya kelompok.
2) Tahapan awal (begining stage)
Tujuan utama pekerja sosial dalam tahapan ini adalah membantu anggota kelompok untuk dapat bekerja sama secara kooperatif dan produktif. Tujuan lainnya adalah membuat anggota kelompok merasakan kontribusi dan partisipisi mereka mendapat apresiasi dari pemimpin dan anggota kelompok Iainnya.
3) Asesmen (assessment)
dan pengkajian data atau informasi apapun yang terkait dengan anggota kelompok dan kelompok tersebut sabagai satu kesatuan. 4) Tahapan Menengah (middle stage)
Proses intervensi kelompok pada tahapan mengengah (middle stage), menitikberatkan kegiatan pada upaya pencapaian tujuan-tujuan kelompok.
5) Evaluasi (evaluation)
Tahapan evaluasi merupakan proses untuk mendapatkan informasi atau tanggapan (feedback) tentang pengaruh seluruh proses intervensi baik terhadap individu dalan1 kelompok maupun kelompok tersebut secara keseluruhan.
6) Tahapan Akhir (Ending)
Tahapan akhir atau tahapan tenninasi (termination) merupakan tahapan penting dari keberlangsungan suatu kelompok.
B. Program Rehabilitasi l. Pengertian Rehabilitasi
seperti dokter, psikolog, kriminolog, pendidik, konselor dan pekerja sosial.17
Rehabilitasi adalah pemulihan kepada kedudukan yang dahulu, (perbaikan anggota tubuh yang cacat dan sebagainya atas individu (misal pasien rumah sakit, korban bencana) supaya menjadi menusia yang berguna dan memiliki tempat dimasyaralmt.18 Menurut Departemen Sosial RI, rehabilitasi adalah proses refungsionalisasi dan pemantapan taraf kesejahteraan sosial untuk memungkinkan para penyandang masalah kesejahteraan sosial mampu melaksanakan kembali fungsi sosialnya dalam tata kehidupan dan penghidupan bermasyarakat dan bemegara.19 Pada dasamya, rehabilitasi mempakan upaya mengembalikan keberfungsian sosial seseorang dengan menawarkan optimisme serta harapan yang kuat. Rehabilitasi mempertemukan tenaga-tenaga ahli dari pelbagai disiplin ilmu. Tenaga ahli tersebut mengupayakan upaya rehabilitasi secara komprehensif dari segi medis, psikologis, dan sosial dalam rangka meningkatkan taraf kesej ahteraan sosialnya di masyarakat.
2. Jenis Rehabilitasi
Rehabilitasi pada tataran praktik, mempertemukan pelbagai disiplin ilmu mulai dari medis, piskologis, sosial, bahkan pendidikan. Multidispliner tersebut menghasilkan proses rehabilitasi yang saling terkait dan mendukung upaya pengembalian fungsi sosial, sehingga
17
Philip Bean, Rehabilitation, dalarn Adam Kuper, Jessica Kuper, Ensik/opedia I/mu-I/mu Sosial Ed I Cet. I, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2000), h. 913-914
18
individu dapat menjalankan perannya sesua1 dengan tuntuntan lingkungannya. Pada perkembangannya, rehabilitasi terbagi meajadi empat jenis rehabilitasi20 sebagai berikut:
a. Rehabilitasi Medis
Rehabilitasi ini memberikan pelbagai pernwatan secara medis dalam upaya untuk memulihkan kondisi fisik klien. Rehabilitasi medis menawarkan pelayanan kesehatan bagi klien, yang mempertemnkan tenaga profesional seperti dokter, psikiatri, psikolog, balikan pekerja sosial medis. Umumnya proses rehabilitasi medis berlangsung di mmah sakit, khnsusnya yang memiliki Instalasi Rehabilitasi Medis (IRM). Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) dan Rumah Sakit Fatmawati mempakan contoh mmah sakit yang telah memiliki IRM.
b. Rehabilitasi Pendidikan
Rehabilitasi pendidikan mempakan upaya pengembangan potensi intelektual klien pada setting Sekolah Luar Biasa (SLB). Rehabilitasi ini mengandalkan tenaga pendidik, temtama para pendidik yang menekmri bidang khusus Pendidikan Luar Biasa (PLB).
c. Rehabilitasi Vokasional
tenaga-tenaga khusus yang menguasai keterampilan-keterampilan tersebut. Sehingga dapat mewujudkan tujuan proses rehabilitasi vokasional yaitu kemandirian ekonomi.
d. Rehabilitasi Sosial
Proses rehabilitasi sosial mengupayakan agar klien dapat memulihkan fungsi sosialnya di masyarakat. Proses rehabilitasi sosial juga be1tujuan m1tuk mengintergrasikan klien kembali ke lingkm1gan masyarakat. Pada prosesnya, rehabilitasi sosial mengintervensi klien sebagai bagian yang tidak terpisalikan dari keluarga dan kommritasnya. Dalam ha! ini, proses tersebut melibatkan sikap klien terhadap keluarga, kommlitas, balikan masyarakat, juga sebaliknya. Peranan pekerja sosial, psikolog, dan konselor menjadi sangat penting pada proses rehabilitasi ini.
3. Perangkat Rehabilitasi
Rehabilitasi merupakan proses pemulihan kepada kondisi yang semula. Agar dapat mencapai tujuan tersebut, rehabilitasi memerlukan serangkaian perangkat sebagai penunjang berlangsungnya proses rehabilitasi yang integratif dan komprehensif. Perangkat tersebut meliputi 'sarana dan prarana'21 yang menoojang proses rehabilitasi yaitu:
a. Program Rehabilitasi
lembaga, baik lembaga pemerintah maupun non-pemerintah. Jangkauan program dapat meliputi lingkup lokal, nasional, atau regional. Keterkaitan dan kerja sama antara le:mbaga-lembaga yang menyelenggarakan program rehabilitasi merupakan hal penting untuk mencapai tujuan rehabilitasi itu sendiri. Dimana, tujuan dan fokus rehabilitasi akan tergantung pada kebijakan lembaga dan dapat bervariasi pada lembaga lain. Seperti, pada lembaga yang menyelenggarakan program rehabilitasi bagi pienyandang cacat, ada mengkhususkan program rehabilitasinya pada satu jenis kecacatan saja, misalnya program rehabilitasi tunanetra, rnnarungu, tunadaksa, tunaganda, dan lain sebagainya.
b. Pelayanan
Pelayanan dalam proses rehabilitasi meliputi aktivitas-aktivitas khusus yang dapat memberikan manfaat dan sesuai dengan kebutuhan klien. Penyelenggaraan pelayanan kepada klien mengintegrasikan pelbagai pendekatan, disiplin ilmu dan tenaga-tartaga profesional untuk mencapai tujuan dari proses rehabilitasi tersebut.
c. Sun1ber Daya Manusia (SDM)
memegang peranan utama dalam pelaksanaan rehabilitasi, akan tergantung pada jenis, progran1, dan Jayanan rehabilitasi.
d. Fasilitas Penunjang Rehabilitasi
Fasilitas yang dapat menunjang pelaksanaa11 rehabilitasi meliputi fasilitas tempat sebagai wadah pelaksanaan rehabilitasi, seperti Instalasi Rehabilitasi Medis (IRM) pada fUlllah sakit, panti sosial binaan pemerintah, dan lembaga sosial yang menyelenggarakan program dan layanan rehabilitasi. Selain tempat pelaksanaan, fasilitas penunjang lainnya adalah peralatan rehabilitasi. Jenis dan jumlah peralatan tersebut, akan tergantung pada program, dan layanan rehabilitasi yang diselenggarakan.
C. Tunanetra
l. Pengertian Tunanetra
Atau, setelah dikoreksi secara maksimal penglihatannya tidak memungkinkan lagi mempergunakan fasilitas pendidikan dan pengajaran yang biasa digunakan oleh orang awas.23 Bila tunanetra memiliki visus
6160, maka low vision memiliki ketajan1an penglihatan < 3/0 atau <5/15 atau < 6/18 dan < 6/20.24
Sehingga, tunanetra adalah keadaan rusak, Iuka, kurang, atau tidak berfungsinya indera penglihatan sebagaimana mestinya. Tunanetra memiliki ketajaman penglihatan sebesar 6/60, hal tersebut mengakibatkan penggunaan indera lain dalam proses pendidikan sebagai substitusi dari berkurangnya atau tidak berfungsinya mata. Sedangkan (low vision) terjadi apabila seseorang mengalami penurunan fungsi ind1;ra penglihatam1ya. Ia
masih dapat melihat cahaya, dapat berjalan bahkan membaca namun dengan jarak yang sangat dekat, karena memiliki ketajaman penglihatan antara < 310 atau <5/15 atau < 6/18 dan < 6120.
2. Penyebab Tunanetra25:
a. Proses kehamilan (pra-natal) dan kelahiran (post-natal) b. Trauma/kecelakaan - (fisik pada mata atau kimia pada mata) c. Infeksi pada mata
d. Kusta yang mengenai mata
e. Kekurangan gizi - defisiensi vitamin A
f. Penyakit degeneratif: Diabetes mellitus, Katarak, Glaukoma, Stroke
23
Mohammad Effendi, Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan, (Jakarta: Bruni Aksara, 2006), h. 30.
24Bambang Basuki,
Karakteristik Cacal Netra, Kegiatan Disampaikan dalam Kegiatan
3. Klasifikasi Tunanetra
Klasifikasi tunanetra meliputi:
a. Berdasarkan waktu terjadinya ketunanetraan26: 1) Tunanetra sebelum dan sejak lahir
2) Tunanetra setelah lahir atau pada usia kecil
3) Tunanetra pada usia sekolah atau pada masa remaja 4) Tunanetra pada usia dewasa
5) Tunanetra dalam usia lanjut
b. Berdasarkan daya penglihatan27:
1) Seseorang yang mengalami gangguan fungsi penglihatan yang mempunyai kemungkinan dapat dikoreksi dengan penyembuhan pengobatan atau alat optik tertentu. Ia tidak tennasuk kategori tunanetra sebab masih dapat menggunakan fungsi penglihatan dengan baik untuk kegiatan belajar.
2) Seseorang yang mengalami gangguan fungsi penglihatan, meskipun sudah dikoreksi masih mengalami kesulitan mengikuti kelas reguler. Kategori ini disebut tunanetra ringan, atau low
vision. Low vision, juga terbagi menjadi low vision ringan, setengah berat, dan berat.
3) Seseorang yang mengalarni gangguan fungsi penglihatan yang tidak dapat dikoreksi dengan pengobatan atau alat optik apapun.
26
Direktorat Pembinaan Sekolab Luar Biasa, Informasi Pendidikan dan Pelayanan Bagi
Sehingga saluran pendidikan memanfaatkan indera lain selain mata. Kategori ini disebut dengan tunanetra berat, buta total atau
(totally bilnd).
4. Perkembangan Tunanetra28 a. Perkembangan Motorik
Perkembangan motorik tunanetra dan low vision akan mengalami perbedaan dengan orang atau anak awas pada umumnya. Pada tunanetra, koordinasi fimgsional sistem syaraf dan otot (neuromuscular system) serta fimgsi psikis (kognitif, afektif, konati:I) memengaruhi perkembangan motorik tunanetra. Fungsi psikis klien sepe1ti pemahaman persepsi ruang, lingkungan, persepsi bahaya dan cara menghadapinya, serta keberanian dalam melakukan sesuatu, mengakibatkan keterampilan gerak motorik menjadi tidak maksimal. Kondisi tersebut pada akhirnya menyebabkan timbulnya pennasalahan orientasi dan mobilitas.
b. Perkembangan Kognitif
mang, objek, dan lingkungan. Namun, dengan adanya rangsangan terhadap objek, dan lingkungan, perkembangangan kognitif tunanetra tidak akan tertinggal jauh dari orang awas pada umumnya.
c. Perkembangan Bahasa
Anak yang tunanetra sejak lahir akan mengalami keterlambatan dalam perkembangan bahasa. Hal ini terlihat daii minimnya perbendaharaan kosa kata. Berkurangnya atau tidak berfungsinya indera penglihatan sebagai saluran utama informasi, mengakibatkan pembentukan konsep atau pengertiai1 akan suatu objek, terbatas pada penggunaan indera lain seperti pendengaran, pencimnan, dan perabaan. Kondisi tersebut mengakibatkan tunanetra sering menggunakan kosa kata tanpa talm makna yang sebenarnya. Namun, perkembangan bahasa tm1anetra juga akan tergantung pada jenis ketunanetraan, waktu terjadinya, dan rangsangan mengenai objek atau lingkungan sekitar.
d. Perkembangan emosi
perasaan dan bayangang bahwa ada bahaya yllillg lebih banyak <lllll1 besar. Reaksi lingkungan sekitar terhadap ketunanetraannya turut memperburuk perkembangan emosi seorang tunanetra.
e. Perkembangan Sosial
A. ILatar Belakang Lembaga
Yayasan Mitra Netra yang berdiri di Jakarta pada tanggal 14 Mei 1991, mernpakan lembaga nirlaba yang bergerak di bidang pendidikan, pengembangan, dan peningkatan kesejahteraan sosial tunanetra. Yayasan ini berdiri karena pada saat itu, belum ada lembaga yang memberikan layanan pendampingan bagi siswa-siswi tunanetra. Siswa-siswi tunanetra tersebut barns mengikuti kegiatan belajar dan mengajar di selk:olah terpadu - yang belum aksesibel bagi mereka. Sehingga layanan pendampingan menjadi sangat penting, agar mereka dapat menyesuaikan diri dengan kegiatan belajar mengajar di sekolah terpadu tersebut.
Selain itu, Y ayasan Mitra Netra lahir karena kenyataan bahwa belum ada kesan1aan kesempatan melalui kesetaraan perlakuan bagi tunanetrn, tidak hanya di bidang pendidikan tapi juga tenaga kerja. Belun1 tersedianya sarana/layanan khusus bagi tunanetra secara memadai di bidang pendidikan dan tenaga kerja, juga turnt mendasari berdirinya yayasan ini. Melihat kebutuhan tunanetra yang semakin berkembang, Yayasana Mitra Netra mengembangkan sarana dan layanan khusus bagi tunanetra. Sarana dan layanan yang dapat mendukung tunanetra di bidang pendidikan, tenaga kerja, maupun bidang lainnya, antara lain dengan menyediakan buku-buku Braille, kaset-kaset buku pelajaran, buku bicara (talking book), dan lain sebagainya.
[image:48.595.78.464.177.504.2]tanggal 14 Desember 2001. Sebagai salah satu Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang menaruh perhatian pada tunanetra, yayasan ini bergerak secara independen dengan tidak berafiliasi dengan organisasi sosial politik maupun organisasi keagamaan apaptm.
B. Visi, Misi, dan Fungsi Lembaga 1. Visi
Sebagai lembaga yang peduli pada pendidikar.1, pengembangan, dan peningkatan kesejahteraan tunanetra, Yayasan Mitra Netra mendasari layanan dan programnya dengan visi untuk terwujudnya kemandirian dan pemulihan fungsi tunanetra di masyarakat dengan rehabilitasi yang tepat, kesempatan pendidikan dan latihan serta peluang kerja yang seluas-luasnya, dengan disertai pemberian sarana/ layanan khusus yang sesuai. Y ayasan Mitra Netra berfnngsi sebagai pengembang dan penyedia layanan, guna terwujudnya kehidupan tunanetra yang mandiri, cerdas dan bermakna dalam masyarakat yang inklusif.
:t.
MisiBerdasarkan visi tersebut, misi dari Y ayasan Mitra Netra sebagai pusat layanan bagi tunanetra adalah:
a. Mengurangi dampak ketunanetraan melalui rehabilitasi;
b. Mengembangkan potensi tunanetra melalui pendidikan dan pelatihan; c. Memperluas peluang kerja tunanetra melalui upaya diversidikasi dan
d. Meningkatkan keahlian dan sarana khusus bagi tunanetra melalui penelitian;
e. Meningkatkan kemampuan lembaga penyedia layanan bagi tunanetra yang lain dengan menyebarluaskan keahlian serta produk yang dihasilkan;
f. Melakukan advokasi guna mendorong terwujudnya masyarakat inklusi, yang mengalcomodir baerbagai jenis perbedaan;
3. Fungsi
Berlandaskan pada visi dan misi tersebut, fungsi dari Y ayasan Mitra adalah:
a. Sebagai pendorong terwujudnya layanan rehabilitasi mental bagi tunanetra oleh konselor sesama tunanetra.
b. Sebagai penunjang pendidikan bagi tunanetra, terutama sistem pendidikan terpadu.
c. Sebagai pengembang sumber daya manusia dan peluang kerja tunanetra.
d. Sebagai pengembang model penanganan dan laym1an ketunanetraan. e. Sebagai pengembang peralatan ketunanetraan.
C. Ruang Linglmp Program Lembaga
1. Program Rehabilitasi
Program ini menyelenggarakan layanan bagi klien tunanetra, berupa: a. Layanan Konseling. Layanan Konseling ini d.iselenggarakan untuk
membantu para tunanetra mengatasi berbagai permasalahan psikologis dan sosioemosional yang dihadapi di dalam kehidupan sehari-hari. b. Pelatihan baca tulis huruf Braille. Pelatihan ini diselenggarakan bagi
para tw1anetra barn sebelum mereka rnendapatkan pendidikan atau pelatihan lebih lanjut. Kursus baca tulis huruf Braille dilaksanakan oleh seorang instruktur, dengan waktu kurang lebih 2 bulan.
c. Pelatihan Orientasi dan Mobilitas (OM). Pelatihan Orientasi dan Mobilitas diselenggarakan untuk mernbekali para tunanetra dengan kernampuan dan keterampilan rnernanfaatkan ke:seluruhan indra dalam upaya rnengenali lingkungan, bergerak, dan berpindal1 dari satu tempat ke tempat yang Iain, serta untuk melakukan aktivitas sehari-hari secara efektif dan aman.
2. Program Pendidikan dan Pelatihan
belum aksesibel bagi tunanetra, juga menjadi kendala tersendiri.1 Program Pendidikan dan Pelatihan tersebut memberikan layanan/pendampingan kepada siswa/mahasiswa tunanetra yang menempuh jalur pendidikan terpadu, yaitu siswa dan mahasiswa tunanetra yang menempuh pendidikan di sekolah-sekolah umum baik pada tingkat SD, SLTP, SMU dan Perguruan Tinggi. Layanan yang diberikan meliputi :
a. Pendampingan Pendaftaran b. Layanan Belajar.
c. Layanan/pendampingan ujian.
d. Kunjungan ke Lembaga Pendidikan Penyelenggara Pendidikan Terpadu
e. Bimbingan SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru)
f. Konsultasi Pendidikan
g. Penyelenggaraan kursus-kursus
3. Program Perpustakaan
Perpustakaan kaset Yayasan Mitra Netra didirikan pada tahun 1991. Penyelenggaraan perpustakaan ini dilatarbelakangi oleh beberapa alasan yaitu:
a. Mini1m1ya bahan bacaan yang tersedia bagi tunanetra khususnya siswa dan mahasiswa yang menempuh pendidikan terpadu sehingga mempengaruhi prestasi belajar mereka.
b. Mahalnya biaya serta lamanya waktu yan:g dibutuhkan untuk pembuatan buku-buku braille.
Sedangkan perpustakaan buku braille Y ayasan Mitra Netra didirikan pada tahun 1995. Alasan yang melatar belakangi pendirian perpustakaan braille tersebut adalah :
a. Tidak terpenuhinya kebutuhan akan buku-buku braille bagi tunanetra baik ditoko buku maupun di perpustakaan-perpustakaan umum.
b. Untuk beberapa bidang tertentu yaitu matematika, fisika, kimia dan bahasa asing dirasakan lebili sulit apabila menggm1akan buku bicara. Perpustakaan Yayasan Mitra Netra menyediak:m pelayanan sebagai berikut:
a. Memproduksi bahan bacaan yang aksesibel bagi tunanetra dalam bentuk: buku Braille dan buku bicara
b. Menyelenggarakan layanan perpustakaan yang menyediakan buku Braille dan buku bicara
4. Program Tenaga Kerja
Y ayasan Mitra Netra menyelenggarakan program tenaga kerja bagi tunanetra dengan layanan:
a. Mengupayakan difersifikasi peluang kerja bagi tunanetra dengan mencari dan meneliti peluang kerja yang dapat atau bahkan lebih produktif jika dilakukan tunanetra, seperti operator telepon, penulis, konselor sesama tunanetra, operator studio rekan1an serta instruktur kursus komputer bicara.
b. Mengembangkan model peluang ke1ja alternatif bagi tunanetra, yang berbasiskan keterampilan dalam memanfaatkan tek:nologi infonnasi. c. Menyelenggarakan promosi dan upaya penyaluran kerja bagi tunanetra
yang telah mengikuti pelatihan dan pemagangan.
5. Program Penelitian dan Pengembangan
Merupakan program yang bertujuan untulc meningkatkan penelitian dan pengembangan layanan khusus bagi tunanetra baik yang berkaitan langsung dengan teknologi dan informasi (software khusus bagi tunanetra), maupun dengan permasalahan yang terkait dengan pendidikan dan ketenagakerjaan.
a. Menyelenggarakan penelitian berbasiskan teknologi mutakhir dalam menciptalcan sarana khusus bagi tunanetra, sehingga dapat memberilcan alcses yang seluas-luasnya serta untulc meningkatkan kualitas sumber daya manusia tunanetra yang meliputi:
Indonesia menjadi dokumen Braille sec:ara otomatis. MBC Mernpakan hasil pengembangan Divisi Litbang (Penelitian dan Pengembangan) dan Universitas Bina Nusan1ara.
2) Menciptakan Mitranetra Electronic Dictionary (MELDICT), yaitu kamus elektronik Inggris-Indonesia dan Indonesia-Inggris yang aksesibel bagi tunanetra, dengan menggunakan komputer bicara. 3) Melakukan penelitian untuk mengembangkan dan memproduksi
Buku Bicara Digital (Digital Talldng Book), yang memberikan kemudahan bagi tunanetra untuk mencari isi buku.
b. Menyelenggarakan penelitian untuk mengembangkan simbol Braille untuk Tulisan Singkat Indonesia, Matematilca, Fisika, dan Kimia, yang telah disahkan oleal1 Departemen Pendidikan Nasional RI.
6. Program Publikasi
Program ini dilaksanakan untuk membangun pemahaman dan persepsi masyarakat yang benar tentang kemampuan tunanetra sebagai sumber daya manusia. Y ayasan Mitra Netra menyelenggarakan program publikasi, dengan menyediakan informasi dalam bentuk:
a. Penyelenggaraan media on line www.mitranetra.or.id
b. Penyelenggaraan pameran, diskusi, seminar dan peluncuran hasil karya Mitra Netra.
c. Pementasan seni hasil karya tunanetra (Teater Meldict).
D. Pola pendanaan
Y ayasan Mitra Netra menerapkan pola pendanaan dengan pendekatan kemitraan dengan lembaga-lembaga lain. Termasuk dengan lembaga pemerintah. Namun, sampai saat ini, ha! tersebut masih sulit terjadi. Mitra Netra kemudian mencoba mendekati lembaga donor non pemerintah. Dalam ha! ini, Y ayasan Mitra Netra lebih memposisikan diri sebagai lembaga pelaksana (IMPLEMENTING AGENT), yang senantiasa. bekerja sama dengan lembaga donor (DONOR AGEN1). Yayasan Mitra Netra mendasarkan program-programnya pada kebutuhan !<lien. Lembaga terlebih dahulu melihat kebutuhan !<lien, mengajak klien berbicara, sebelum membuat proposal program dan mengajukannya ke lembaga donor. Lernbaga donor tersebut dapat berasal dari dalam negeri maupun luar negeri. Lembaga-lembaga yang pemah beke1ja sama dengan Y ayasan Mitra Netra, antara lain Citibank, Dark
& Light Belanda, Hellen Keller Indonesia. 2
E. Struktur Organisasi Lembaga
KETUA BADAN PENDIRI Prof. dr. H. Sidarta Ilyas, SpM.
PENASEHAT
Sulaiman M. Sumitakusuma
BADAN PENGURUS
Ketua: Lukman Nazir, Tex. Ing. Sekretaris: H. Subarmat
DIREKTUR EKSEKUTIF Drs. Bambang Basuki
PELAKSANAAN PROGRAM REHABILJ[TASI DI YAYASAN MITRA NETRA
A. Temuan-temuan Lapangan
1. Program Rehabilitasi Yayasan Mitra Netra
Yayasan Mitra Netra adalah lembaga yang mengupayakan pemberdayaan, pendidikan, dan kesejahteraan tunanetra. Mitra Netra menyediakan pelbagai program dan layanan khusus bagi tunanetra untnk mewujndkan kemandirian dan kesejahteraan mereka. Dimana salah satu program tersebut adalah Program Rehabilitasi. Pada dasarnya rehabilitasi sudah ada sejak Y ayasan Mitra Netra berdiri pada tahun 1991. Na.mun, baru pada tahun 2000 lembaga ini memiliki divisi khusus yang menangani rehabilitasi.
a. Latar Belakang Program Rehabilitasi Y ayasan Mitra Netra
Seseorang yang baru menjadi tunanetra akart mengalami kondisi-kondisi yang sangat jauh berbeda dengan konclisi saat ia masih melihat. Terutan1a pacla klien yang menjacli tunanetra tidak pada usia anak-anak. Pemulihan kondisi mental klien menjadi salah satu alasan adanya rehabilitasi. Selain itn, pemulihan fungsi sosial klien juga turut melatarbelakangi berdirinya program rehabilitasi iini.
"Rehabilitasi sendiri sebenarnya boleh dikatalcan sebagai upaya memulihkan. . .. Kita berbicara tentang adanya tuna:netra yang baru, yang kita pikirkan adalah bagaimana memulihkan konclisi mental clan
tunanetra, oleh karenanya kita rnernerlukan satu tahapan, satu proses atau bentuk bantuan yang bisa rnernbuat rnereka rnencapai satu proses pemulihan mental. Misalnya yang tadinya tidak rnenerima kondisinya menjadi menerima, yang tidak mampu memutuskan tahapan hidupnya menjadi mampu kemudian, yang tidak percaya diri menjadi percaya diri ... yang putus asa menjadi punya pengharapan .... karena menjadi tunanetra seolah-olah dia kehilangan fungsi. Dia tidak bisa berbuat apa-apa, dia tidak bisa melakukan sesuaiu, bekerja misalnya... tapi ketika mereka diberikan rehabilitasi, mereka akan kembali bisa berfungsi di masyarakat sesuai dengan kondisinya, sesuai tuntutan masyarakat secara optimal." I
b. Urgensi Program Rehabilitasi Tunanetra di Yayasan Mitra Netra Klien yang menjadi iunanetra setelah remaja bahkan dewasa, akan mengalami kondisi-kondisi yang sangat berat. Hal tersebut terjadi karena klien terbiasa mengandalkan penglihatannya untuk melakukan aktivitas rutin. Klien membutuhkan alternatif-alternatif yang dapat membantunya melakukan aktivitas-aktivitas ruti:nnya. Urgensi dari program rehabilitasi ini tidak hanya mengupayakan alternatif-alternatif agar klien dapat melakukan aktivitasnya kembali, namun, program ini juga mengupayalcan ha! yang paling mendasar, yaitu penerimaan diri
klien.
"Itulal1 urgensinya. Karena yang pertania, mereka memang butuh rehabilitasi. Yang kedua, mereka butuh rehabilitasi yang tepat. Jadi rehabilitasi yang tepat ini meajadi kata kunci di Mitra Netra. "2
c. Tujuan Program Rehabilitasi
1) Membantu memulihkan keseimbangan mental dan psikologis bagi mereka yang barn mengalanu ketunanetraa11, baik dalam katagori buta total maupun low vision, sehingga mereka dapat menerima ketunanetraannya, memiliki harapan masa depan, dan dapat menunuskan langkah yang akan ditempuh setelah mengalami kebutaan.
2) Memberikan bekal kemampuan dan keterampilan dasar ketunanetraan yang dibutuhkan untuk mempersiapkan para tunanetra agar dapat hidup mandiri dan berfungsi di lingkungan masyarakat.
2. Jenis dan Layanan Program Rehabilitasi
Yayasan Mitra Netra menyelenggarakan layanan-layanan khusus bagi klien tunanetra bempa:
a. Konseling Ketunanetraan oleh Sesama Tunanetra
Y ayasan Mitra Netra menyelenggarakan konseling ketunanetraan oleh konselor tunanetra. Konselor tidak hanya memberikan konseling kepada klien secara individual, tatapi juga memberikan konseling kepada keluarga. Terutama pada keluarga yang anaknya baru menjadi tunanetra. Konseling tersebut berlangsm1g di Kantor Yayasan Mitra Netra, Instalasi Rehabilitasi Medis RSCM Jakarta, dan Poliklinik Mata RSCM Jakarta.
pada usia produktif; namun terdapat juga beberapa usia balita. Tabel 4.1 memberikan gambaran jurnlah klien yang menjalani konseling ketunanetraan selama periode tahun 2004-2006.
Tabel 4.1 Data Konseling Tunanetra tahun 2004 .. 2006:
No. Tahun Jumlah Kategori Keterangan
Klien KJien
1. 2004 22 13 Klien baru, 9 klien 17 usia
lama dewasa, 2 usia
balita
2. 2005 18 18 Klien baru Usiadewasa
3.
2006 25 25 klien baru Rata-rata usiaproduktif
b. Kunjungan Rumah (Home Visit)
Program rehabilitasi di Y ayasan Mitra Netra juga menyelenggarkan layanan kunjungan rumah (home visit) sebagai salah satu layanan untuk rnembantu klien. Selain itu, layanan ini diselenggarakan untuk mendorong keterlibatan keluarga dalam pemulihan kondisi klien. Layanan kunjungan rumah (home visit) merupakan layanan yang bersifat insidental. Pada tahun 2005 sebanyak 4 klien mendapatkan layanan ini, dan pada tahun 2004 sebanyak 3 !<lien.
c. Parent Support Group
Layanan ini be1tujuan agar orangtua yang memiliki anak tunanetra dapat saling bertukar informasi rnengenai bagaimana mendidik anak mereka. Ketika anak laltir dengan hambatan penglihatan, banyak orangtua yang kurang informasi mengenai cara merawat, menangani,
[image:61.595.88.459.173.504.2]Nena menyelenggarakan parent support group bcranggotakan orangtua yang memiliki anak tunanetra antara usia 0-8 tahun. Parent support group di tahun 2004 berlangsung pada tanggal 29 Mei 2004. Pertemuan tersebut dihadiri oleh 9 orangtua anak tunanetra.
d. Pelatihan Baca Tulis Braille
[image:62.595.87.462.189.513.2]Setelah menjadi tunanetra, klien masih dapat melakukan aktivitas membaca dan menulis. Klien dapat melakukan kedua aktivitas tersebut dengan hurnf Braille. Selain konseling, program rehabilitasi juga memberikan pelatihan baca tulis Braille. Pelatihan baca dan tulis Braille meliputi beberapa bidang seperti Bahasa (tulisan penuh dan singkat), Matematika, Kimia, Fisika, Musik, serta Braille Bahasa Arab
Gambar 4.1 Abjad Braille Bahasa dan Angka
e. Pelatihan Orientasi dan Mobilitas
Orientasi adalah hubungan lokasi antar obj ek dalam lingkungan, sedangkan mobilitas adalah bergerak secara leluasa. Pelatihan ini bertujuan untuk:
1) Memberikan keterampilan dalam memanfaatkan indera lainnya dalam mengenali objek, lingkungan, bergerak, serta berpindah temp at.
3) Melatih kemandi1ian klien
Pada tahnn 2006 Mitra Netra, menyelenggarakan pelatihan orientasi dan mobilitas dengan jumlah peserta 9 klien, sedangkan tahun 2005 sebanyak 5 klien dan tahun 2004 sebanyak 5 klien. Pada tahun 2005, sebanyak 6 karyawan mendapatkan pela1ihan ToT (Trainer of Treinee) untnk menjadi instrnktnr pelatihan orientasi dan mobilitas. Mitra Netra bekerja sama dengan lembaga seperti Y ayasan Rawinala dan HKI (Hellen Keller International), dalam memberikan pelatihan kepada para karyawan.
f. Konseling Pendidikan
Layanan ini memberikan konseling kepada siswa/i dan mahasiswa/i yang mengalami kesulitan menyesuaikan diri terhadap lingkungan institusi pendidikan dan terhadap kegiatan belajar. Kesulitan tersebut dapat terjadi karena pemahaman diri yang lcurang baik, mobilitas, dan teknik pengajaran yang tepat. Konseling pendidikan ini bersinergi dengan bagian Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) dalam memberikan konseling pendidikan kepada peserta didik. Konseling pendidikan mempertemukan antara klien (peserta didik) dengan institusi pendidikan terkait.
3. Sumber Daya Manusia (SDM) Pelaksana
Sumber Daya Manusia dalam program rehabilitasi antara lain:
b. Ali Mushofa S.Pd: Instruktur Pelatihan Or:ientasi dan Mobilitas, merangkap tutor MIP A (Matematika, Kimia, dan Fisika)
c. Suryo Pramono: Instruktur Pelatihan Komputer Bicara, merangkap Instruktur Pelatihan Baca Tulis Braille.
4. Jejaring (Networking)
Yayasan Mitra Netra berjejaring dengan lembaga lain dalam pelaksanaan program rehabilitasi. Lembaga-lembaga tersebut antara lain, Rumah Sakit Cipto Mangunkusumu (RSCM), Rumah Sakit Mata Aini, Jakarta Eye Centre, Unit Low vision Pertuni, HKI (Hellen Keller International), dan Sekolah Dwituna Rawinala.
B. Analisis Pendekatan Inte!"Vensi Mikro dalam Pelaksanaan Program Rehabilitasi Tunanetra Yayasan di Mitra Netra
1. Gambaran Implementasi Pemlekatan Intervensi Mikro dalam Pelaksanaan Program Rehabilitasi Tunanetra di Yayasan di Mitra Netra
[image:64.595.71.471.191.517.2]a. Program Rehabilitasi Y ayasan Mitra Netra
Analisis program dilakukan dengan melihat dari segi defmisi, jenis rehabilitasi, dan perangkat rehabilitasi. Analisis tersebut dilakukan dengan membandingkan antara teori dan temuan lapangan.
Secara umum, rehabilitasi menawarkan o;ptimisme dan harapan yang kuat dan berfungsi mengembalikan keberfungsian sosial seseorang, mempe11emukan tenaga ahli dari pelbagai disiplin ilmu, dalam rangka meningkatkan kesejal!teraan so:;ialnya di masyarakat. Temuan lapangan mengungkapkan bal!wa program rehabilitasi di Yayasan Mitra Netra juga mengupayakan optimisme dan harapan yang kuat kepada klien, terutama klien baru. Optimisme dan harapan tersebut dapat tercapai melalui upaya pemulilmn kondisi mental dan fun