• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Faktor yang Memengaruhi Partisipasi Pria dalam Keluarga Berencana di Desa Celawan Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Faktor yang Memengaruhi Partisipasi Pria dalam Keluarga Berencana di Desa Celawan Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai"

Copied!
142
0
0

Teks penuh

(1)

T E S I S

Oleh

TISNILAWATI 097032054/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

THESIS

BY

TISNILAWATI 097032054/IKM

MASTER OF PUBLIC HEALTH SCIENCE STUDI PROGRAM FACULTY OF PUBLIC HEALTH

UNIVERSITY SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

T E S I S

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi

pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Oleh

TISNILAWATI 097032054/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(4)

KABUPATEN SERDANG BEDAGAI Nama Mahasiswa : Tisnilawati

Nomor Induk Mahasiswa : 097032054

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi : Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr. Ir. Erna Mutiara, M.Kes) (drh. Rasmaliah, M.Kes) Ketua Anggota

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)

(5)

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Ir. Erna Mutiara, M.Kes Anggota : 1. drh. Rasmaliah, M.Kes

(6)

DALAM KELUARGA BERENCANA DI DESA CELAWAN KECAMATAN PANTAI CERMIN

KABUPATEN SERDANG BEDAGAI

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, April 2015

(7)

Pencapaian program akseptor kondom aktif di Provinsi Sumatera Utara tahun 2011 sebesar 18,7% dan akseptor Metode Operasi Pria (MOP) aktif 53,2%. Pencapaian peserta KB kondom di Kabupaten Serdang Bedagai, yaitu 13,1% sedangkan pencapaian peserta MOP 55,2%. Desa Celawan merupakan salah satu desa di Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai yang memiliki partisipasi pria dalam KB cukup tinggi, yaitu kondom sebanyak 5,2%, dan MOP sebanyak 1,0%.

Penelitian ini bertujuan untuk mereduksi faktor-faktor yang memengaruhi partisipasi pria dalam keluarga berencana, meliputi faktor predisposisi (pengetahuan dan sikap), pendukung (akses pelayanan dan fasilitas) dan penguat (dukungan istri, dukungan keluarga dan dukungan teman) di Desa Celawan Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai. Jenis penelitian survei dengan pendekatan cross sectional. Penelitian ini dilaksanakan bulan Agustus sampai dengan Nopember 2014. Populasi adalah seluruh suami PUS yang berpartisipasi dalam KB berjumlah 60 orang dan seluruh populasi dijadikan sampel. Data diperoleh dengan wawancara menggunakan kuesioner, dianalisis dengan analisis faktor metode eksploratori.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara statistik analisis faktor yang memengaruhi partisipasi pria dalam KB, yaitu; (1) faktor fasilitas meliputi; fasilitas pelaksanaan KB, konsultasi dan bimbingan dari petugas KB, ketersediaan transportasi rujukan, (2) faktor partisipasi meliputi; motivasi, pemahaman tentang jenis kontrasepsi, dukungan terhadap program KB, dan pemahaman terhadap organ reproduksi, (3) faktor respon terhadap metode KB meliputi; respon terhadap alat KB, efek samping, biaya KB jangka pendek dan panjang, (4) faktor lokasi meliputi; kemudahan menuju fasilitas kesehatan, keberadaan petugas, kemudahan mendapatkan informasi, dan ketersediaan alat KB, dan (5) faktor pendukung meliputi dukungan istri dalam memilih alat KB, dukungan menjadi kader KB, dan dukungan terhadap metode KB yang digunakan. Kelima faktor tersebut sebesar 69,5% mampu menjelaskan pengaruh partisipasi pria dalam keluarga berencana.

(8)

low. The achievement of active condom acceptor program in North Sumatera Province in 201I was 18.7% and active acceptors of MOP (Male Operation Method) were 53.2%. The achievement of condom Family Planning acceptors in Serdang Bedagai District was I3.l%, while the achievement of MOP acceptors was 55.2%. Celawan Village is one of the villages in Pantai Cermin Subdistrict, Serdang Bedagai District, which has high male participation in Family Planning: condom was 5.5% and MOP was 1.0%.

The objective of the research was to reduce some factors which influenced male participation in Family Planning program which included predisposition factors (knowledge and attitude), support (access to service and facilities), and motivation (wife's support, family support, and peer group support) at Celawan Village, Pantai Cermin Subdistrict, Serdang Bedagai District. The research was survey with cross sectional design. It was conducted from August to November, 2014. The population was 60 husbands of fertile age couples who participated in Family Planning, and all of them were used as the samples. The data were collected by conducting interviews with questionnaires and analyzed by using exploratory method factor analysis.

The result showed that statistically the factors that influenced the participation of male in family Planning, were (1) facility factors included family planning facilities, consultation and guidance of family planning officers, the availability of referral transport, (2) participation factors included motivation, understanding of the types of contraception, support for family planning programs, and understanding of the reproductive organs, (3)response factors included access to family planning methods, side effects, cost of short and long term family planning, (4) the location factors included ease to the health facility, the presence of officers, access to information, and the availability of contraceptives, and (5) supporting factors included wife’s support, support for becoming family planning cadres, and support for choosing family planning methods. All five of these factors have 69,5% able to explain the influence of the participation of male in family planning.

(9)

Segala Puji Syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas berkat dan rahmat serta pertolonganNya yang berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan tesis ini dengan judul " Analisis Faktor yang Memengaruhi Partisipasi Pria dalam Keluarga Berencana di Desa Celawan Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai ".

Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk menyelesaikan pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Penulis, dalam menyusun tesis ini mendapat bantuan, dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada :

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K) Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si, Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

(10)

5. Dr. Ir. Erna Mutiara, M.Kes selaku ketua komisi pembimbing dan drh. Rasmaliah, M.Kes selaku anggota komisi pembimbing yang dengan penuh

perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis mulai dari proposal hingga penulisan tesis selesai. 6. Drs. Eddy Syahrial, M.S selaku komisi penguji yang telah banyak memberikan

arahan dan bimbingan untuk menyempurnakan tesis ini.

7. Hj. Irwani Jamilah, S.H selaku Kepala Badan Pemberdayaan Perempuan, Anak dan Keluarga Berencana beserta seluruh staf pegawai yang telah membantu untuk menyelesaikan penelitian ini yang telah berkenan memberikan masukan kepada penulis.

8. Bapak Abdul Hamid, S.H selaku Kepala Desa Celawan yang telah memberikan izin dan dukungan untuk melakukan pengumpulan data yang dibutuhkan dalam penelitian ini

9. Dosen dan staf di lingkungan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Epidemiologi, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

10. Ayahanda Rohani dan Ibunda Kasni serta keluarga besar atas segala jasanya, sehingga penulis selalu mendapat pendidikan terbaik.

(11)

semoga tesis ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan di bidang kesehatan, dan pengembangan ilmu pengetahuan bagi penelitian selanjutnya.

Medan, April 2015 Penulis

(12)

Simalungun pada tanggal 27 Juli 1980, anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Rohani dan Ibu Kasni.

Pendidikan formal penulis, dimulai dari pendidikan sekolah dasar SD Negeri

096749 Partimbalan 1992, pendidikan menengah pertama di SMP Swasta Al–Washliyah 34 Bandar 1995, Sekolah Perawat Kesehatan (SPK) Tebing Tinggi

1998, Diploma III Kebidanan Tebing Tinggi 2002 dan S1 Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat di STIKes Mutiara Indonesia Medan 2004.

(13)

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Permasalahan ... 8

1.3 Tujuan Penelitian ... 9

1.4 Hipotesis ... 9

1.5 Manfaat Penelitian ... 9

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 10

2.1 Perilaku ... 10

2.1.1 Pengetahuan ... 10

2.1.2 Sikap ... 13

2.1.3 Tindakan ... 15

2.1.4 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Perilaku ... 15

2.2 Partisipasi Pria dalam Keluarga Berencana ... 17

2.2.1 Tanggung Jawab Pria dalam KB dan Kesehatan Reproduksi .. 18

2.2.2 Metode Keluarga Berencana Pria ... 19

2.2.3 Faktor yang Memengaruhi Pemakaian Kontrasepsi ... 19

2.2.4 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Partisipasi Pria dalam Keluarga Berencana ... 21

2.2.5 Pengaruh Faktor Pendukung terhadap Partisipasi Pria dalam Keluarga Berencana ... 22

2.2.6 Pengaruh Faktor Penguat terhadap Partisipasi Pria dalam Keluarga Berencana ... 23

2.3 Analisis Faktor ... 25

2.3.1 Definisi Analisis Faktor ... 25

2.3.2 Tujuan Analisis Faktor ... 26

2.3.3 Fungsi Analisis Faktor ... 26

2.3.4 Langkah-Langkah Analisis Faktor ... 27

2.3.5 Asumsi Analisis Faktor ... 29

(14)

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 36

3.1 Jenis Penelitian ... 36

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 36

3.3 Populasi dan Sampel ... 36

3.3.1 Populasi ... 36

3.3.2 Sampel... 37

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 37

3.4.1 Data Primer ... 37

3.4.2 Data Sekunder ... 37

3.4.3 Validitas dan Reliabilitas ... 37

3.5 Variabel dan Definisi Operasional ... 39

3.6 Metode Pengukuran ... 40

3.7 Metode Analisis Data ... 41

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 42

4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian ... 42

4.1.1 Keadaan Geografis ... 42

4.1.2 Kondisi Demografis ... 43

4.1.3 Sarana Kesehatan ... 44

4.1.4 Pelaksanaan Keluarga Berencana ... 45

4.2 Analisis Univariat ... 46

4.2.1 Peserta KB ... 46

4.2.2 Faktor Predisposisi ... 47

4.2.3 Faktor Pendukung ... 52

4.2.4 Faktor Penguat ... 55

4.3 Analisis Faktor ... 60

4.3.1 Merumuskan Masalah ... 60

4.3.2 Matriks Korelasi ... 61

4.3.3 Menentukan Ketepatan Model ... 72

4.3.4 Menentukan Jumlah Faktor... 74

4.3.5 Rotasi Faktor ... 78

4.3.6 InterpretasiFaktor ... 80

BAB 5. PEMBAHASAN ... 82

5.1 Analisis Faktor yang Memengaruhi Partisipasi Pria dalam Keluarga Berencana di Desa Celawan Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai ... 82

(15)

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 94

6.1 Kesimpulan ... 94

6.2 Saran ... 95

DAFTAR PUSTAKA ... 97

(16)

4.1 Distribusi Berdasarkan Karakteristik Peserta KB ... 47

4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan ... 49

4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Pengetahuan ... 50

4.4 Distribusi Responden Berdasarkan Sikap ... 51

4.5 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Sikap ... 52

4.6 Distribusi Responden Berdasarkan Akses Pelayanan ... 53

4.7 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Akses Pelayanan ... 53

4.8 Distribusi Responden Berdasarkan Fasilitas ... 54

4.9 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Fasilitas ... 55

4.10 Distribusi Responden Berdasarkan Dukungan Istri ... 56

4.11 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Dukungan Istri ... 56

4.12 Distribusi Responden Berdasarkan Dukungan Keluarga ... 57

4.13 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Dukungan Keluarga ... 58

4.14 Distribusi Responden Berdasarkan Dukungan Teman ... 59

4.15 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Dukungan Teman ... 59

4.16 KMO and Bartlett's Test ... 61

4.17 Anti-image Matrices... 62

4.18 KMO and Bartlett's Test ... 63

4.19 Anti-image Matrices... 64

4.20 KMO and Bartlett's Test ... 65

4.21 Anti-image Matrices... 66

(17)

4.26 KMO and Bartlett's Test ... 71

4.27 Anti-image Matrices... 72

4.28 Communalities ... 73

4.29 Total Variance Explained ... 75

4.30 Component Matriks ... 77

4.31 Rotated Component Matriks ... 79

(18)
(19)

1 Kuesioner Penelitian ... 100

2 Uji Validitas dan Reliabilitas ... 105

3 Analisis Univariat ... 109

4 Hasil Analisis Faktor... 121

5 Surat Izin Penelitian dari Program Studi S2 IKM FKM USU Medan ... 131

(20)

Pencapaian program akseptor kondom aktif di Provinsi Sumatera Utara tahun 2011 sebesar 18,7% dan akseptor Metode Operasi Pria (MOP) aktif 53,2%. Pencapaian peserta KB kondom di Kabupaten Serdang Bedagai, yaitu 13,1% sedangkan pencapaian peserta MOP 55,2%. Desa Celawan merupakan salah satu desa di Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai yang memiliki partisipasi pria dalam KB cukup tinggi, yaitu kondom sebanyak 5,2%, dan MOP sebanyak 1,0%.

Penelitian ini bertujuan untuk mereduksi faktor-faktor yang memengaruhi partisipasi pria dalam keluarga berencana, meliputi faktor predisposisi (pengetahuan dan sikap), pendukung (akses pelayanan dan fasilitas) dan penguat (dukungan istri, dukungan keluarga dan dukungan teman) di Desa Celawan Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai. Jenis penelitian survei dengan pendekatan cross sectional. Penelitian ini dilaksanakan bulan Agustus sampai dengan Nopember 2014. Populasi adalah seluruh suami PUS yang berpartisipasi dalam KB berjumlah 60 orang dan seluruh populasi dijadikan sampel. Data diperoleh dengan wawancara menggunakan kuesioner, dianalisis dengan analisis faktor metode eksploratori.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara statistik analisis faktor yang memengaruhi partisipasi pria dalam KB, yaitu; (1) faktor fasilitas meliputi; fasilitas pelaksanaan KB, konsultasi dan bimbingan dari petugas KB, ketersediaan transportasi rujukan, (2) faktor partisipasi meliputi; motivasi, pemahaman tentang jenis kontrasepsi, dukungan terhadap program KB, dan pemahaman terhadap organ reproduksi, (3) faktor respon terhadap metode KB meliputi; respon terhadap alat KB, efek samping, biaya KB jangka pendek dan panjang, (4) faktor lokasi meliputi; kemudahan menuju fasilitas kesehatan, keberadaan petugas, kemudahan mendapatkan informasi, dan ketersediaan alat KB, dan (5) faktor pendukung meliputi dukungan istri dalam memilih alat KB, dukungan menjadi kader KB, dan dukungan terhadap metode KB yang digunakan. Kelima faktor tersebut sebesar 69,5% mampu menjelaskan pengaruh partisipasi pria dalam keluarga berencana.

(21)

low. The achievement of active condom acceptor program in North Sumatera Province in 201I was 18.7% and active acceptors of MOP (Male Operation Method) were 53.2%. The achievement of condom Family Planning acceptors in Serdang Bedagai District was I3.l%, while the achievement of MOP acceptors was 55.2%. Celawan Village is one of the villages in Pantai Cermin Subdistrict, Serdang Bedagai District, which has high male participation in Family Planning: condom was 5.5% and MOP was 1.0%.

The objective of the research was to reduce some factors which influenced male participation in Family Planning program which included predisposition factors (knowledge and attitude), support (access to service and facilities), and motivation (wife's support, family support, and peer group support) at Celawan Village, Pantai Cermin Subdistrict, Serdang Bedagai District. The research was survey with cross sectional design. It was conducted from August to November, 2014. The population was 60 husbands of fertile age couples who participated in Family Planning, and all of them were used as the samples. The data were collected by conducting interviews with questionnaires and analyzed by using exploratory method factor analysis.

The result showed that statistically the factors that influenced the participation of male in family Planning, were (1) facility factors included family planning facilities, consultation and guidance of family planning officers, the availability of referral transport, (2) participation factors included motivation, understanding of the types of contraception, support for family planning programs, and understanding of the reproductive organs, (3)response factors included access to family planning methods, side effects, cost of short and long term family planning, (4) the location factors included ease to the health facility, the presence of officers, access to information, and the availability of contraceptives, and (5) supporting factors included wife’s support, support for becoming family planning cadres, and support for choosing family planning methods. All five of these factors have 69,5% able to explain the influence of the participation of male in family planning.

(22)

1.1Latar Belakang

Program keluarga berencana merupakan salah satu program pembangunan nasional yang sangat penting dalam rangka mewujudkan keluarga Indonesia yang sejahtera. Peran program Keluarga Berencana (KB) sangat besar pengaruhnya terhadap kesehatan reproduksi seseorang, baik itu untuk kesehatan reproduksi wanita maupun kesehatan reproduksi pria.

Program KB juga berperan bagi kesehatan reproduksi suami antara lain untuk mencegah terkena Penyakit Menular Seksual (PMS) dan penyakit kelamin lain yang diakibatkan oleh tidak menggunakan alat kontrasepsi (kondom) ketika melakukan hubungan seksual dengan istrinya yang terkena PMS. Berdasarkan Peraturan Presiden No. 7 tahun 2004 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) ditetapkan bahwa peserta KB pria sebesar 4,5%, namun kenyataannya partisipasi pria dalam KB masih rendah.

(23)

dalam program KB dilatarbelakangi oleh faktor, salah satunya adalah keputusan hasil pertemuan ICPD (International Conference Population and Demografi) tahun 1994 di Kairo Mesir, bahwa program KB memperhatikan hak-hak reproduksi perempuan dan kesetaraan gender.

Dalam keputusan MDGs (Millenium Development Goals) mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan, dan RPJMN 2010-2014, meningkatkan kesertaan KB Pria tahun 2010 sebesar 3,6 %, tahun 2011 sebesar 4%, tahun 2012 sebesar 4,3%, tahun 2013 sebesar 4,6% dan tahun 2014 sebesar 5%. Menurut BkkbN (2011) tingginya angka kelahiran di Indonesia telah menyedot anggaran yang sangat besar dalam memenuhi kebutuhan rakyat seperti pendidikan, kesehatan, dan biaya subsidi bagi rakyat miskin. Pertumbuhan penduduk Indonesia mengalami peningkatan yang sangat tajam dari perkiraan 1,14 persen pada tahun 2010 menjadi 1,49 persen, hal ini diakibatkan tingginya angka kelahiran secara nasional mencapai 2,6 persen/wanita subur, sedangkan Sumatera Utara mencapai 3,8 persen/wanita subur.

(24)

pembangunan kependudukan tidak lagi berorientasi kepada kepadatan wilayah, tetapi dengan pendekatan kepadatan jiwa dalam keluarga (BkkbN, 2011).

Salah satu target MDGs adalah akses universal terhadap pelayanan kesehatan reproduksi yang salah satu indikatornya adalah peningkatan angka prevalensi pemakaian kontrasepsi CPR (Contraceptive Prevalence Rate), yang didefinisikan sebagai penggunaan kontrasepsi saat ini (metode apapun) di antara perempuan menikah usia 15-49 tahun. Negara-negara di bagian timur dan timur laut Asia (dengan data yang tersedia) memiliki CPR di atas 50%. Berdasarkan data tahun terbaru yang tersedia di setiap negara, CPR terendah tahun 2008 terdapat di Afghanistan (23%), Pakistan (27%), dan tahun 2009 terdapat di Samoa (29%) serta tahun 2010 terdapat di Timor-Leste (22%) (UNESCAP, 2011).

(25)

Kondom merupakan metode kontrasepsi kedua yang paling umum di Eropa, mendekati 30 persen dari penggunaan kontrasepsi modern. Mereka mencapai kurang dari 20 persen dari penggunaan kontrasepsi di setiap wilayah lainnya. Data terakhir prevalensi kondom di Afrika (8%), Asia (12%), Eropa (28%), Amerika latin (14%), Amerika Utara (18%), dan di Osenia (19%) (Earth Policy Institute, 2012).

Menurut SDKI 2012, pengetahuan mengenai pembatasan kelahiran dan keluarga berencana (KB) merupakan salah satu aspek penting ke arah pemahaman tentang berbagai alat/cara kontrasepsi yang tersedia. Selanjutnya, pengetahuan tersebut akan berpengaruh kepada pemakaian alat/cara kontrasepsi yang tepat dan efektif. Pengetahuan responden mengenai metode kontrasepsi diperoleh dengan cara menanyakan semua jenis alat atau cara kontrasepsi yang pernah didengar untuk menunda atau menghindari terjadinya kehamilan dan kelahiran. pemakaian alat KB dikalangan pria yang berstatus kawin menunjukkan bahwa pemakaian alat KB pria masih sangat terbatas. Metode yang paling banyak mereka gunakan adalah senggama terputus (2,3%) pantang berkala (1,3%), kondom (1,8%) dan sterilisasi pria (0,2%) (Kemenkes RI, 2012).

(26)

MOP di perkotaan dan perdesaan (0,1%). Dengan kelompok umur yang terbanyak akseptor keluarga berencana MOP yaitu kelompok umur 40-49 tahun (0,2%). Latar belakang pendidikan yang terbanyak akseptor keluarga berencana MOP yaitu tamat SD (0,2%) dengan latar belakang pekerjaan pegawai dan petani/nelayan/buruh (0,2%) (Kemenkes RI, 2013)

Pencapaian program KB nasional Propinsi Sumatera Utara pada tahun 2011 pencapaian akseptor kondom aktif sebesar (18,71%), pencapaian akseptor MOP aktif (53,21%). Pencapaian peserta keluarga berencana kondom di Kabupaten Serdang Bedagai yaitu 13,1% sedangkan pencapaian peserta keluarga berencana MOP 55,2%. (BkkbN, 2011).

(27)

Banyak faktor yang menyebabkan rendahnya partisipasi pria dalam keluarga berencana yang dilihat dari berbagai aspek, yaitu dari sisi klien pria itu sendiri (pengetahuan, sikap dan praktek serta kebutuhan yang ia inginkan), faktor lingkungan yaitu sosial budaya, dukungan istri, masyarakat (tokoh masyarakat) dan keluarga, keterbatasan informasi dari tenaga kesehatan dan aksesabilitas terhadap pelayanan keluarga berencana pria, keterbatasan jenis kontrasepsi pria disertai masih adanya persepsi di masyarakat mengenai keluarga berencana pria (BkkbN, 2010).

Hasil penelitian Ekarini (2008) diperoleh ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan, sikap, sosial budaya, akses pelayanan KB, kualitas pelayanan KB terhadap partisipasi pria dalam keluarga berencana. Ada pengaruh antara variabel pengetahuan terhadap KB, kualitas pelayanan KB, sikap terhadap KB, akses pelayanan KB, sosial budaya terhadap KB terhadap partisipasi pria dalam Keluarga Berencana.

(28)

kontrasepsi pria hanya dua, yaitu: kondom dan vasektomi, serta kurangnya dukungan dari para tokoh masyarakat/agama/adat yang seharusnya menjadi contoh bagi masyarakat setempat (BkkbN, 2009a).

Menurut Green (1980) dalam Notoatmodjo (2012) determinan masalah kesehatan dibedakan atas dua faktor, yaitu behavioral factor (faktor perilaku) dan non behavioral factor (faktor non perilaku). Faktor perilaku kesehatan dipengaruhi oleh tiga faktor utama, yaitu; (a) faktor predisposing atau predisposisi, merupakan faktor yang mempermudah atau mempredisposisi terjadinya perilaku seseorang antara lain pengetahuan, sikap, nilai, kepercayaan, pendidikan, dan sosial ekonomi, (b) faktor enabling atau pendorong, merupakan faktor yang memungkinkan atau yang memfasilitasi prilaku atau tindakan meliputi; lingkungan fisik dan fasilitas/sarana pelayanan kesehatan untuk terjadinya prilaku kesehatan, dan (c) faktor reinforcing atau penguat merupakan faktor yang mendorong atau memperkuat terjadinya prilaku meliputi; sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas lain serta dukungan keluarga. Partisipasi pria dalam keluarga berencana dapat dipengaruhi oleh ketiga faktor (predisposisi, pendorong, dan penguat) tersebut.

(29)

Berdasarkan Data Badan Pemberdayaan Perempuan, Anak dan Keluarga Berencana Kabupaten Serdang Bedagai tahun 2013, jumlah Pasangan Usia Subur (PUS) adalah sebanyak 146.616, yang memakai alat kontrasepsi pria metode kondom sebanyak 4,9%, dan memakai alat kontrasepsi Metode Operasi Pria (MOP) sebanyak 0,6%. Kecamatan Pantai Cermin merupakan salah satu kecamatan yang berada di Kabupaten Serdang Bedagai. Salah satu desa di Kecamatan Pantai Cermin adalah Desa Celawan. Berdasarakan hasil survei pendahuluan ditemukan partisipasi pria dalam KB didesa ini cukup tinggi diantara beberapa desa dikecamatan Pantai Cermin dengan jumlah PUS sebanyak 954, yang memakai alat kontrasepsi pria metode kondom sebanyak 5,2%, dan memakai alat kontrasepsi Metode Operasi Pria (MOP) sebanyak 1,0%.

Berdasarkan latar belakang di atas diperoleh gambaran bahwa partisipasi pria dalam mengikuti program keluarga berencana belum optimal, maka perlu dilakukan

kajian “Analisis faktor yang memengaruhi partisipasi pria dalam Keluarga Berencana di Desa Celawan Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai”.

1.2 Permasalahan

(30)

dukungan teman) di Desa Celawan Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai?

1.3 Tujuan Penelitian

Untuk mereduksi faktor-faktor yang memengaruhi partisipasi pria dalam keluarga berencana meliputi faktor predisposisi (pengetahuan dan sikap), pendukung (akses pelayanan dan fasilitas) dan penguat (dukungan istri, dukungan keluarga dan dukungan teman) di Desa Celawan Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai

1.4 Manfaat Penelitian

1. Penelitian ini diharapkan bisa memberikan masukan bagi petugas kesehatan dan KB dalam rangka meningkatkan cakupan dan kualitas pelayanan KB serta pengambilan kebijakan untuk program peningkatan partisipasi pria dalam KB. 2. Bagi peneliti selanjutnya, hasil penelitian ini diharapkan dapat dipakai sebagai

(31)

2.1 Perilaku

Notoatmodjo (2012) menyatakan bahwa perilaku adalah tindakan atau perbuatan suatu organisme yang dapat diamati bahkan dapat dipelajari. Perilaku ini tidak sama dengan sikap. Sikap adalah suatu kecenderungan untuk mengadakan tindakan terhadap suatu objek, dengan suatu cara yang menyatakan adanya tanda-tanda untuk menyenangi atau tidak menyenangi obyek tersebut. Sikap hanyalah sebagian dari perilaku manusia.

Perilaku manusia sangatlah kompleks dan mempunyai ruang lingkup yang sangat luas, Bloom dalam Notoatmodjo (2012), membagi perilaku ke dalam tiga domain, yaitu 1) kognitif, 2) afektif, dan 3) psikomotor. Untuk memudahkan pengukuran, maka tiga domain ini diukur dari; pengetahuan, sikap dan tindakan/ praktek.

2.1.1 Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil „tahu‟, dan ini terjadi setelah orang melakukan

penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni: indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2012).

(32)

penelitian ternyata perilaku yang didasarkan oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Penelitian Rogers (1974) dalam Notoatmodjo (2012), mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru, dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni:

a. Awareness (kesadaran), di mana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek).

b. Interest (merasa tertarik) terhadap stimulus atau objek tersebut. Di sini sikap subjek sudah mulai timbul.

c. Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.

d. Trial, di mana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh stimulus.

e. Adoption, di mana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.

Namun demikian, dari penelitian selanjutnya Rogers menyimpulkan bahwa perubahan perilaku tidak selalu melewati tahap-tahap tersebut. Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses seperti ini, di mana didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng. Sebaliknya apabila perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran akan tidak berlangsung lama.

(33)

1. Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan

yang telah diterima. Oleh sebab itu, „tahu‟ ini merupakan tingkat pengetahuan

yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain : menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan, dan sebagainya.

2. Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.

3. Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya). Aplikasi di sini dapat diartikan aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

4. Analisis (Analysis)

(34)

dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis dapat dilihat dari penggunaan kata-kata kerja: dapat menggambarkan, membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.

5. Sintesis (Synthesis)

Sintesis menunjukkan pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.

6. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.

2.1.2 Sikap

Menurut Berkowitz dalam Azwar (2011) pernah mendaftarkan lebih dari tiga puluh definisi tentang sikap, namun secara garis besarnya dapat dibagi menjadi tiga kelompok pemikiran, yaitu:

1). Kelompok pertama yang diwakili oleh Louis Thurstone (1928), Rensis Likert

(1932), Charles Osgood (1975), mengatakan bahwa “sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan, baik perasaan mendukung atau memihak (favorable) maupun perasaan tidak mendukung dan tidak memihak (unfavorable)

(35)

2). Kelompok kedua yang diwakili oleh Chave (1928), Bogardus (1931), LaPiere

(1934), Mead (1934) dan Girdon Allport (1935), mengatakan bahwa “sikap

adalah semacam kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu objek dengan cara-cara tertentu, apabila individu dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki

adanya respons”.

3). Kelompok ketiga adalah yang mengatakan bahwa “sikap merupakan konstalasi komponen-komponen kognitif, afektif dan konatif”. Termasuk dalam kelompok ini Secord dan Backman (1964) mengatakan bahwa sikap adalah sebagai keteraturan tertentu dalam hal perasaan (afeksi), pemikiran (kognisi) dan predisposisi tindakan (konasi) seseorang terhadap suatu aspek di lingkungan sekitarnya.

(36)

2.1.3 Tindakan

Tindakan merupakan aturan yang dilakukan, melakukan/mengadakan aturan atau mengatasi sesuatu atau perbuatan. Adanya hubungan yang erat antara sikap dan tindakan didukung oleh pengetahuan. Sikap yang menyatakan bahwa sikap merupakan kecendrungan untuk bertindak dan nampak jadi lebih konsisten, serasi, sesuai dengan sikap. Bila sikap individu sama dengan sikap sekelompok dimana ia berada adalah bagian atau anggotanya (Notoatmodjo, 2012).

Setelah seseorang mengetahui stimulus atau objek kesehatan, kemudian mengadakan penilaian atau pendapat terhadap apa yang diketahui, proses selanjutnya diharapkan dia akan melaksanakan atau mempraktekkan apa yang diketahui atau disikapinnya (dinilai baik). Oleh sebab itu indikator praktek kesehatan ini juga mencakup hal – hal tersebut di atas, yakni :

a. Tindakan sehubungan dengan penyakit

b. Tindakan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan c. Tindakan kesehatan lingkungan

2.1.4 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Perilaku

(37)

keperluan diagnosis, perencanaan dan intervensi pendidikan kesehatan, dan dikenal

sebagai kerangka kerja PRECEDE yang merupakan singkatan dari “Predisposing,

Reinforcing and Enabling Causes of Educational Diagnosis and Evaluation”. a. Faktor Predisposisi

Setiap karakteristik konsumen atau komuniti yang memotivasi perilaku yang berkaitan dengan kesehatan. Yang termasuk dalam faktor ini adalah pengetahuan, sikap, keyakinan, nilai dan persepsi berkenaan dengan motivasi seseorang atau kelompok, dapat memudahkan atau merintangi tindakan, faktor sosio demografis juga termasuk umur, jenis kelamin, pendidikan.

b. Faktor Pemungkin

Setiap karakteristik lingkungan yang memudahkan perilaku dan setiap keterampilan atau sumber daya diperlukan untuk melaksanakan perilaku. Tidak adanya karakteristik atau keterampilan tersebut menghambat perilaku kesehatan. Hal ini terwujud dalam bentuk lingkungan fisik, tersedianya fasilitas atau sarana dan prasarana untuk berperilaku, serta keterampilan yang berhubungan dengan kesehatan. Keterampilan sendiri berarti kemampuan seseorang melakukan upaya yang menyangkut perilaku yang diharapkan.

c. Faktor Penguat

(38)

berasal dari guru, dosen, famili, tokoh masyarakat, supervisior, majikan, teman sebaya dan lain sebagainya.

2.2 Partisipasi Pria dalam Keluarga Berencana

Partisipasi pria dalam KB merupakan manifestasi kesetaraan gender, ketidaksetaraan gender dalam bidang KB dan Kesehatan Reproduksi yang sangat berpengaruh pada keberhasilan program. Sebagian besar masyarakat dan provider Serta penentu kebijakan masih mengganggap bahwa penggunaan kontrasepsi adalah urusan perempuan. Oleh karena itu, peserta KB pria di Indonesia masih sangat rendah yaitu masih di bawah 2 persen, disamping masih relatif rendahnya kepedulian pria terhadap proses reproduksi keluarganya terutama dalam hal kehamilan dan kelahiran. Dimasa lalu, persoalan pengaturan kelahiran lebih banyak difokuskan kepada perempuan, sehingga terkesan bahwa keluarga berencana adalah urusan perempuan saja. Data berbagai survei menunjukkan bahwa prevalensi pengguna kontrasepsi pria masih dibawah 2 persen. Meskipun rendahnya pengguna kontrasepsi berkaitan dengan pula dengan keterbatasan teknik kontrasepsi yang tersedia bagi pria, angka ini menunjukkan bahwa kepedulian pria terhadap keluarga berencana masih rendah (BkkbN, 2009a).

(39)

KB dan penggunaan alat kontrasepsi serta merencanakan jumlah keluarga. Untuk merealisasikan tujuan terciptanya Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera.

Partisipasi pria dalam Keluarga Berencana adalah tanggung jawab pria dalam kesertaan ber-KB, Serta berperilaku seksual yang sehat dan aman bagi dirinya, pasangan atau keluarganya. Keterlibatan pria dalam program KB dapat terjadi secara langsung atau tidak langsung. Penggunaan metode kontrasepsi pria merupakan satu bentuk partisipasi pria secara langsung, sedangkan keterlibatan pria secara tidak langsung misalnya pria memiliki sikap yang lebih positif dan membuat keputusan yang lebih baik berdasarkan sikap dan persepsi, serta pengetahuan yang dimilikinya. 2.2.1 Tanggung Jawab Pria dalam KB dan Kesehatan Reproduksi

Tanggung jawab pria dalam KB yaitu:

1. Bersama isteri merencanakan jumlah dan jarak anak

2. Bersama isteri berupaya memperoleh informasi tentang KB

3. Bersama isteri memilih/menggunakan salah satu alat/metode kontrasepsi yang cocok

(40)

1. Sebagai Peserta KB

Partisipasi suami dalam program KB dapat bersifat langsung atau tidak langsung. Secara langsung adalah menggunakan salah satu cara atau metode kontrasepsi. Sedangkan partisipasi tidak langsung dengan menganjurkan, mendukung dan memberi kebebasan kepada isteri untuk menggunakan kontrasepsi.

2. Mendukung istri dalam ber KB

Apabila telah disepakati istri yang akan berKB, peranan suami adalah mendukung dan memberikan kebebasan kepada istri untuk menggunakan kontrasepsi atau cara/metode KB yang diawali sejak menikah dengan istri dalam merencanakan masa reproduksi

3. Merencanakan jarak anak

Merencanakan jarak anak dalam keluarga perlu dibicarakan antar suami dan istri dengan mempertimbangkan berbagai aspek antara lain kesehatan reproduksi istri, perencanaan keluarga yang berkualitas, perlu memperhatikan usia reproduksi istri (BkkbN, 2012b).

2.2.2 Metode Keluarga Berencana Pria

(41)

2.2.3 Faktor yang Memengaruhi Pemakaian Kontrasepsi

Menurut Affandi dalam Mutiara (1998), faktor-faktor yang memengaruhi pemakaian kontrasepsi adalah :

1. Faktor pola perencanaan keluarga. Adalah mengenai penentuan besarnya jumlah keluarga yang menyangkut waktu yang tepat untuk mengakhiri kesuburan. Dalam perencanaan keluarga harus diketahui kapan kurun waktu reproduksi sehat, berapa sebaiknya jumlah anak sesuai kondisi, berapa jarak umur antar anak. Seorang wanita secara biologik memasuki usia reproduksi nya beberapa tahun sebelum mencapai umur dimana kehamilan dan persalinan dapat berlangsung dengan aman. Kurun waktu yang paling aman adalah umur 20-35 tahun dengan pengaturan :

a) Anak pertama lahir sesudah ibunya berumur 20 tahun b) Anak kedua lahir sebelum ibunya berumur 30 tahun

c) Jarak antara anak pertama dan kedua sekurang - kurangnya 2 tahun atau diusahakan jangan ada 2 anak balita dalam kesempatan yang sama. Kemudian menyelesaikan besarnya keluarga sewaktu istri berusia 30 - 35 tahun dengan kontrasepsi mantap.

(42)

keluarga/kerabat maupun yang didapat dari petugas kesehatan atau tokoh masyarakat.

3. Faktor obyektif. Pemilihan kontrasepsi yang digunakan disesuaikan dengan keadaan wanita (kondisi fisik dan umur) serta disesuaikan dengan fase-fase menurut kurun waktu reproduksinya. Biasanya pemilihan jenis kontrasepsi juga disesuaikan dengan maksud Penggunaan kontrasepsi tersebut.

4. Faktor motivasi. Kelangsungan pemakaian kontrasepsi sangat tergantung dari motivasi dan penerimaan pasangan suami istri. Motivasi akseptor KB untuk terus menggunakan kontrasepsi yang lama, akan merubah metode, atau menghentikan sama sekali penggunaan kontrasepsi, dipengaruhi oleh berbagai faktor. Mereka yang menggunakan kontrasepsi dengan tujuan untuk membatasi kelahiran mempunyai tingkat kemantapan yang lebih tinggi dibandingkan mereka yang bertujuan untuk menunda kehamilan.

2.2.4 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Partisipasi Pria dalam Keluarga Berencana

(43)

tentang KB pria di masyarakat, kondisi Politik, Sosial, Budaya Masyarakat, Agama, dan komitmen pemerintah masih belum optimal dalam mendukung KB pria.

Banyak faktor yang menyebabkan rendah nya partisipasi pria dalam keluarga berencana yang dilihat dari berbagai aspek, yaitu dari sisi klien pria itu sendiri (pengetahuan, sikap dan praktik serta kebutuhan yang ia inginkan), faktor lingkungan yaitu sosial budaya, dukungan istri, tokoh masyarakat dan keluarga/istri, keterbatasan informasi dari tenaga kesehatan dan aksesibilitas terhadap pelayanan keluarga berencana pria, keterbatasan jenis kontrasepsi pria disertai masih adanya persepsi dimasyarakat mengenai keluarga berencana pria (BkkbN, 2010).

(44)

2.2.5 Pengaruh Faktor Pendukung terhadap Partisipasi Pria dalam Keluarga Berencana

Faktor pemungkin yaitu faktor yang memungkinkan atau yang memfasilitasi prilaku atau tindakan yaitu sarana dan prasarana atau fasilitas untuk terjadinya prilaku kesehatan, untuk berprilaku sehat masyarakat memerlukan sarana dan prasarana pendukung (Notoatmodjo, 2012).

Menurut Wibowo dalam Budisantoso (2008) adanya kemudahan dan ketersediaan sarana pelayanan berdampak positif terhadap penggunaan suatu alat kontrasepsi. Menurut suami pelayanan KB pria yang paling disukai adalah dekat dengan rumah atau dekat dari tempat mereka bekerja (48,85%), sebanyak 12,8% menginginkan tempat pelayanan dengan trasportasi yang mudah, biaya terjangkau (9,9%), fasilitas lengkap (9,3%), dilayani, dengan tenaga ahli yang ramah (9%) dan dapat menjaga privacy (2,2%). Sedangkan tempat memperoleh pelayanan KB pria adalah rumah sakit pemerintah 36,1%, Puskesmas 29,1%, dan rumah sakit swasta 8,6%. Belum semua pelayanan kesehatan mampu memberikan pelayanan vasektomi. Hanya 5 - 81 persen pelayanan kesehatan yang menyediakan pelayanan vasektomi dengan rata-rata 41 persen pelayanan kesehatan pemerintah.

2.2.6 Pengaruh Faktor Penguat terhadap Partisipasi Pria dalam Keluarga Berencana

(45)

Kesertaan dalam KB Pria juga di pengaruhi oleh adanya diskusi antara suami isteri tentang KB, walaupun sebenarnya pembicaraan antara suami isteri mengenai KB tidak selalu menjadi prasyarat dalam penerimaan KB, namun demikian, tidak adanya diskusi dapat menjadi penghalang terhadap pemakaian kontrasepsi. Komunikasi yang baik antara suami isteri merupakan suatu jembatan dalam proses penerimaan dan kelangsungan pemakaian kontrasepsi. Bagi suami yang akan mengikuti KB, apapun metodenya, Kondom atau Vasektomi, perlu dibicarakan dulu dengan isterinya, apalagi jika akan mengikuti vasektomi yang memerlukan pertimbangan dan persyaratan suami isteri. Persetujuan isteri sangat diperlukan untuk memutuskan dilakukannya vasektomi (BkkbN, 2009a).

(46)

Menurut BKKBN (2007) faktor-faktor yang memengaruhi rendahnya partisipasi pria dalam KB antara lain : terbatasnya sosialisasi dan promosi KB pria, adanya persepsi bahwa wanita yang menjadi target program KB, terbatasnya akses pelayanan KB pria, tingginya harga yang harus dibayar untuk MOP, ketidaknyamanan dalam penggunaan KB pria (kondom), terbatasnya metode kontrasepsi pria, rendahnya pengetahuan pria terhadap KB, kualitas pelayanan KB pria belum memadai, istri tidak mendukung suami ber-KB, adanya stigmatisasi tentang KB pria di masyarakat, kondisi Politik, Sosial, Budaya Masyarakat, Agama, dan komitmen pemerintah masih belum optimal dalam mendukung KB pria.

2.3 Analisis Faktor

2.3.1 Definisi Analisis Faktor

Analisis faktor adalah suatu teknik interdependensi (interdependence technique), dimana tidak ada pembagian variabel menjadi variabel bebas dan variabel tergantung dengan tujuan utama, yaitu mendefinisikan struktur yang terletak di antara varaibel-variabel dalam analisis. Analisis ini menyediakan alat-alat untuk menganalisis struktur dari hubungan interen atau korelasi diantara sejumlah besar variabel dengan menerangkan korelasi yang baik antar variabel, yang diasumsikan untuk merepresentasikan dimensi-dimensi dalam data (Hair, 2010).

(47)

menjadi sejumlah faktor yang lebih sedikit dari pada variabel yang diteliti. Hal ini berarti, analisis faktor dapat juga menggambarkan tentang struktur data dari suatu penelitian (Suliyanto, 2005).

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pada prinsipnya analisis faktor mencoba menemukan hubungan antar sejumlah variabel-variabel yang saling bebas satu sama lain, sehingga dapat dibuat satu atau beberapa set variabel yang lebih sedikit dari jumlah variabel awal. Dalam hal ini variabel yang memiliki korelasi terbesar akan berkelompok membentuk suatu set variabel (membentuk faktor).

2.3.2 Tujuan Analisis Faktor Tujuan analisis faktor adalah:

1. Data Sumarization, yakni mengidentifikasi adanya hubungan antar variabel dengan melakukan uji korelasi.

2. Data Reduction, yakni setelah melakukan korelasi, maka dilanjutkan dengan proses membuat sebuah variabel set baru yang dinamakan faktor untuk menggantikan sejumlah variabel tertentu.

(48)

menggunakan hasil analisis faktor dengan teknik-teknik multivariat yang lain (Hair, 2010).

2.3.3 Fungsi Analisis Faktor

Terdapat 3 fungsi analisis faktor menurut Suliyanto (2005), diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi dimensi-dimensi mendasar yang dapat menjelaskan korelasi dari serangkaian variabel.

2. Mengidentifikasi variabel-variabel baru yang lebih kecil, untuk menggantikan variabel tidak berkorelasi dari serangkaian variabel asli yang berkorelasi

3. Mengidentifikasi beberapa variabel kecil dari sejumlah variabel yang banyak untuk dianalisis multivariat lainnya.

2.3.4 Langkah-langkah Analisis Faktor

Menurut Suliyanto (2005), langkah-langkah dalam analisis faktor adalah sebagai berikut:

a. Merumuskan masalah b. Membuat matriks korelasi

(49)

1. Nilai KMO sebesar 0,9 adalah baik sekali 2. Nilai KMO sebesar 0,8 adalah baik

3. Nilai KMO sebesar 0,7 adalah sedang/agak baik 4. Nilai KMO sebesar 0,6 adalah cukup

5. Nilai KMO sebesar 0,5 adalah kurang 6. Nilai KMO sebesar < 0,5 adalah ditolak c. Model Fit (ketepatan model)

Mengetahui ketepatan dalam memilih teknik analisis faktor antara principal component analysis dan maximum likelihood dengan melihat jumlah residual (perbedaan) antara korelasi yang diamati dengan korelasi yang diproduksi. Semakin kecil persentase nilai residual (dalam hal ini adalah nilai root mean square error = RMSE), maka semakin tepat penentuan teknik tersebut.

d. Penentuan jumlah faktor

Penentuan jumlah faktor yang ditentukan untuk mewakili variabel-variabel yang akan dianalisis didasarkan pada besarnya eigen value serta persentase total variannya. Hanya faktor yang memiliki eigen value sama atau lebih besar dari satu yang dipertahankan dalam model analisis faktor, sedangkan yang lainnya dikeluarkan dari model.

e. Rotasi faktor

(50)

faktor matriks, faktor matriks ditransformasikan ke dalam matriks yang lebih sederhana sehingga mudah diinterpretasikan. Rotasi faktor menggunakan prosedur varimax.

f. Interpretasi faktor

Interpretasi faktor dilakukan dengan mengklasifikasikan variabel yang mempunyai factor loading minimum 0,4 sedangkan variabel dengan factor loading kurang dari 0,4 dikeluarkan dari model.

g. Penyeleksian surrogate variable

Mencari salah satu variabel dalam setiap faktor sebagai wakil dari masing-masing faktor. Pemilihan ini didasarkan pada nilai faktor loading tertinggi.

2.3.5 Asumsi Analisis Faktor

Prinsip utama dalam analisis faktor adalah korelasi, artinya variabel yang memiliki korelasi erat akan membentuk suatu faktor. Karena prinsip utama analisis faktor adalah korelasi, maka asumsi dalam analisis faktor berkaitan erat dengan korelasi berikut:

a. Korelasi antar variabel bebas harus kuat.

(51)

b. Koefisien korelasi parsial (antar 2 variabel) harus kecil

Hal ini dapat diidentifikasi dengan nilai Kaiser Meyer Olkin measure of sampling adequency (KMO). KMO merupakan sebuah indeks perbandingan jarak antara koefisien korelasi dengan koefisien parsialnya secara keseluruhan. Jika jumlah kuadrat koefisien korelasi parsial diantara seluruh pasangan variabel bernilai kecil dibandingkan dengan jumlah kuadrat koefisien korelasi, maka akan menghasilkan nilai KMO yang mendekati satu. Nilai KMO yang kecil menunjukkan bahwa analisis faktor bukan merupakan pilihan yang tepat. Untuk dapat dilakukan analisis faktor, nilai KMO dianggap cukup apabila nilai KMO > 0,5.

c. Koefisien korelasi antar variabel harus kecil

Hal ini dapat diidentifikasi dengan nilai Measure of Sampling Adequency (MSA). MSA adalah sebuah indeks perbandingan jarak antara koefisien korelasi dengan koefisien korelasi parsialnya secara parsial setiap item/variabel. Untuk dapat dilakukan analisis faktor, nilai MSA dianggap cukup apabila nilai MSA > 0,5. Apabila ada item/variabel yang tidak memiliki nilai MSA > 0,5, variabel tersebut harus dikeluarkan dari analisis faktor secara bertahap satu persatu.

d. Dalam beberapa kasus, setiap variabel yang akan dianalisis dengan menggunakan analisis faktor harus menyebar secara normal.

2.3.6 Penamaan Faktor yang terbentuk

(52)

1. Memberikan nama faktor yang dapat mewakili nama-nama variabel yang membentuk faktor tersebut.

2. Memberikan nama faktor berdasarkan variabel yang memiliki nilai faktor loading tertinggi. Hal ini dilakukan apabila tidak dimungkinkan untuk memberikan nama faktor yang dapat mewakili semua variabel yang membentuk faktor tersebut.

2.3.7 Metode Pendugaan Parameter PCA (Principal Component Analysis)

Secara sederhana, sebuah variabel akan mengelompok ke suatu faktor (yang terdiri atas variabel-variabel yang lainnya pula) jika variabel tersebut berkorelasi dengan sejumlah variabel lain yang masuk dalam kelompok faktor tertentu. Ketika sebuah variabel berkorelasi dengan variabel lain, variabel tersebut berbagi varians dengan variabel lain tersebut, dengan jumlah varians yang dibagikan adalah besar korelasi pangkat dua (R2). Varians adalah akar dari standar deviasi, yakni jumlah penyimpangan data dari rata-ratanya (Santoso, 2012).

Dengan demikian, varians total pada sebuah variabel dapat dibagi menjadi tiga bagian:

1. Common variance, yakni varians yang dibagi dengan varians lainnya atau jumlah varians yang dapat diekstrak dengan proses factoring.

(53)

3. Error variance, yakni varians yang tidak dapat dijelaskan lewat korelasi. Jenis ini muncul karena proses pengambilan data yang salah, pengukuran variabel yang tidak tepat dan sebagainya.

Berdasarkan penjelasan tersebut di atas, dapat dikatakan jika sebuat variabel berkorelasi dengan variabel lain, maka common variance (disebut juga communality) akan meningkat. Proses common analysis hanya berhubungan dengan common variance, sedangkan proses principal component analysis akan mengaitkan semua varians tersebut. Pada umumnya, principal component analysis akan digunakan jika tujuan utama analisis faktor adalah data reduction, dan beranggapan bahwa sejumlah specific variance dan error variance berjumlah kecil.

PCA menggunakan total varians dalam analisisnya. Metode ini menghasilkan faktor yang memiliki specific variance dan error variance yang lebih kecil. Kalau ada beberapa faktor yang dihasilkan, faktor yang duluan dihasilkan adalah yang memiliki common variance terbesar, sekaligus specific dan error variance terkecil (Simamora, 2004).

2.4 Landasan Teori

Landasan teori yang diambil adalah menurut Green (1980) yang dikutip oleh Notoatmodjo (2012), prilaku dipengaruhi oleh 3 faktor utama, yakni:

1. Faktor predisposisi (Predisposing factor)

(54)

kesehatan, sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi, dan sebagainya.

2. Faktor pendukung (Enabling factors)

Faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat, misalnya air bersih, tempat pembuangan sampah, tempat pembuangan tinja, ketersediaan makanan yang bergizi, dan sebagainya. Termasuk juga fasilitas pelayanan kesehatan seperti puskesmas, rumah sakit, poliklinik, posyandu, polindes, pos obat desa, dokter atau bidan praktik swasta, dan sebagainya. Untuk berperilaku sehat, masyarakat memerlukan sarana dan prasarana pendukung. Fasilitas ini pada hakikatnya mendukung atau memungkinkan terwujudnya perilaku kesehatan, maka faktor-faktor ini disebut faktor pendukung, atau faktor pemungkin.

3. Faktor penguat (Reinforcing factors)

Faktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat (toma), tokoh agama (toga), sikap dan perilaku para petugas termasuk petugas kesehatan. Termasuk juga di sini undang-undang, peraturan-peraturan, baik dari pusat maupun pemerintah daerah, yang terkait dengan kesehatan. Untuk berperilaku sehat, masyarakat kadang-kadang bukan hanya perlu pengetahuan dan sikap positif dan dukungan fasilitas saja, melainkan diperlukan perilaku contoh (acuan) dari para tokoh masyarakat, tokoh agama, dan para petugas, lebih-lebih para petugas kesehatan.

(55)
[image:55.612.152.520.116.467.2]

Gambar 2.1 Landasan Teori Green (1980)

2.5 Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disusun kerangka konsep penelitian yang menjelaskan arah atau alur penelitian. Beberapa faktor yang diduga berpengaruh terhadap Partisipasi Pria dalam KB di Desa Celawan Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai Tahun 2014.

Faktor Pendorong a.Lingkungan fisik b.Fasilitas/sarana

pelayanan kesehatan

Faktor Penguat a. Sikap dan perilaku

petugas kesehatan atau petugas lain

b. Dukungan keluarga

Perilaku Kesehatan Faktor Predisposisi

a.Pengetahuan b.Sikap

(56)
[image:56.612.100.534.101.426.2]

Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian Faktor Predisposisi

a.Pengetahuan b.Sikap Analisis

faktor-faktor yang

memengaruhi partisipasi pria

dalam Keluarga

Berencana di Desa Celawan

Kecamatan Pantai

Cermin Kabupaten Serdang Bedagai

Faktor Pendukung a. Akses Pelayanan b. Fasilitas

Faktor Penguat a. Dukungan Istri b. Dukungan Keluarga c. Dukungan Teman

Analisis Faktor

Faktor ke 1

Faktor ke 2

Faktor ke 3

(57)

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode survei, dengan pendekatan Cross sectional dimana proses pengambilan data dilakukan dalam waktu bersamaan. Penelitian ini bertujuan untuk mereduksi data dan menginterpretasikannya sebagai suatu variabel baru yang berupa variabel bentukan dari analisis faktor–faktor yang memengaruhi partisipasi pria dalam keluarga berencana.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Desa Celawan Kecamatan Pantai Cermin, Kabupaten Serdang Bedagai. Adapun alasan pengambilan lokasi ini adalah karena belum pernah dilakukan penelitian tentang partisipasi pria dalam KB, dan di desa tersebut termasuk paling tinggi pria ber KB. Penelitian dilaksanakan mulai bulan Agustus sampai dengan Nopember 2014.

3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi

(58)

3.3.2 Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh populasi dijadikan sampel, yaitu suami PUS peserta KB yang tinggal di Desa Celawan Kecamatan Pantai Cermin, Kabupaten Serdang Bedagai berjumlah 60 orang.

3.4 Metode Pengumpulan Data 3.4.1 Data Primer

Jenis data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari responden. Tehnik pengumpulan data dengan melakukan wawancara melalui kuesioner kepada suami PUS yang berpartisipasi dalam ber KB.

3.4.2 Data Sekunder

Jenis data sekunder diperoleh dari Data Badan Pemberdayaan Perempuan, Anak dan Keluarga Berencana Kabupaten Serdang Bedagai dan instansi terkait lainnya, seperti puskesmas di wilayah Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai.

3.4.3 Validitas dan Reliabilitas

(59)

a. Uji Validitas

Uji validitas bertujuan untuk mengetahui sejauh mana suatu ukuran atau nilai yang menunjukkan tingkat kehandalan atau kesahan suatu alat ukur dengan cara mengukur korelasi antara variabel atau item. Kelayakan menggunakan instrumen yang akan dipakai untuk penelitian diperlukan uji validitas dan reliabilitas. Uji validitas dengan mengukur korelasi antar item variabel menggunakan rumus teknik korelasi Pearson Product Moment (r), dengan ketentuan nilai koefisien korelasi >0,3 (valid) (Gozhali, 2005).

Berdasarkan hasil uji validitas menggunakan korelasi Pearson Product Moment diketahui bahwa faktor predisposisi variabel pengetahuan dan sikap masing-masing sebanyak 10 pertanyaan, dan faktor pendukung variabel akses pelayanan, fasilitas, masing-masing 5 pertanyaan serta faktor penguat, yaitu dukungan teman, dukungan istri, dan dukungan keluarga masing-masing sebanyak 5 pertanyaan mempunyai nilai koefisien korelasi (r) >0,3, maka dapat disimpulkan bahwa seluruh pertanyaan persepsi tentang analisis faktor yang memengaruhi partisipasi pria dalam keluarga berencana valid (Lampiran 2).

b. Uji Reliabilitas

(60)

Hasil uji reliabilitas variabel faktor yang memengaruhi partisipasi pria dalam keluarga berencana mempunyai nilai r-Alpha Cronbach >0,6, maka dapat disimpulkan bahwa seluruh pertanyaan reliabel (Lampiran 2).

3.5 Variabel dan Definisi Operasional

a. Partisipasi pria dalam KB adalah peran serta responden sebagai peserta KB MOP dan kondom dalam keluarga berencana, mendukung istri dalam ber KB, merencanakan jumlah dan jarak anak.

b. Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui responden tentang partisipasi dalam KB MOP dan kondom.

c. Sikap adalah respon suami terhadap partisipasi pria dalam KB MOP dan kondom. d. Akses pelayanan kesehatan adalah kemudahan responden sebagai peserta KB

MOP dan kondom untuk mendapatkan tempat pelayanan kontrasepsi.

e. Fasilitas adalah tersedianya sarana dan prasarana untuk melancarkan pelaksanaan mendapatkan pelayanan kontrasepsi dan informasi tentang KB pria MOP dan kondom.

f. Dukungan istri adalah merupakan dukungan istri terhadap suami atas partisipasinya dalam KB MOP dan kondom.

g. Dukungan keluarga adalah adanya dukungan dan anjuran yang diberikan keluarga tentang partisipasi pria dalam KB MOP dan kondom.

(61)

3.6 Metode Pengukuran

1. Pengukuran pengetahuan dalam hal KB berjumlah 10 pertanyaan, untuk jawaban

“benar” diberi skor 2, untuk jawaban “salah: diberi skor 1 dan untuk jawaban”

tidak tahu” diberi skor 0, sehingga jumlah skor tertinggi 20 dan terendah 0. Skala ukur interval.

2. Pengukuran sikap suami dalam hal KB berjumlah 10 pertanyaan, menggunakan skala Likert, dengan jawaban sangat tidak setuju diberi skor 1, tidak setuju diberi skor 2, kurang setuju diberi skor 3, setuju diberi skor 4, dan sangat setuju diberi skor 5, sehingga diperoleh skor terendah 10 dan tertinggi adalah 50. Skala ukur interval.

3. Pengukuran akses pelayanan berjumlah 5 pertanyaan, menggunakan skala Likert, dengan jawaban sangat tidak setuju diberi skor 1, tidak setuju diberi skor 2, kurang setuju diberi skor 3, setuju diberi skor 4, dan sangat setuju diberi skor 5, sehingga diperoleh skor terendah 5 dan tertinggi adalah 25. Skala ukur interval.

4. Pengukuran fasilitas berjumlah 5 pertanyaan, menggunakan skala Likert, dengan jawaban sangat tidak setuju diberi skor 1, tidak setuju diberi skor 2, kurang setuju diberi skor 3, setuju diberi skor 4, dan sangat setuju diberi skor 5, sehingga diperoleh skor terendah 5 dan tertinggi adalah 25. Skala ukur interval

(62)

6. Pengukuran dukungan keluarga berjumlah 5 pertanyaan, menggunakan skala Likert, dengan jawaban sangat tidak setuju diberi skor 1, tidak setuju diberi skor 2, kurang setuju diberi skor 3, setuju diberi skor 4, dan sangat setuju diberi skor 5, sehingga diperoleh skor terendah 5 dan tertinggi adalah 25. Skala ukur interval 7. Pengukuran dukungan teman berjumlah 5 pertanyaan, menggunakan skala Likert,

dengan jawaban sangat tidak setuju diberi skor 1, tidak setuju diberi skor 2, kurang setuju diberi skor 3, setuju diberi skor 4, dan sangat setuju diberi skor 5, sehingga diperoleh skor terendah 5 dan tertinggi adalah 25. Skala ukur interval.

3.7 Metode Analisis Data

(63)

4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian

Desa Celawan Kecamatan Pantai cermin Kabupaten Serdang Bedagai terletak di dataran tinggi dengan ketinggian ± 4 meter diatas permukaan laut dengan suhu rata-rata sekitar 300 Cdengan curah hujan rata-rata berkisar 2.000 mm/tahun.

Desa Celawan Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai mempunyai batas-batas wilayah sebagai berikut :

a. Sebelah Utara : Desa Kota Pari

b. Sebelah Selatan : Desa Ujung Rambung

c. Sebelah Barat : Kecamatan Beringin/Sungai Ular d. Sebelah Timur : Desa Sukajadi Kecamatan Perbaungan

Jarak Desa Celawan dengan :

a. Ibu Kota Propinsi Sumatera Utara (Medan) ± 65 Km

b. Ibu Kota Kabupaten Serdang Bedagai (Sei Rampah) ± 30 Km c. Ibu Kota Kecamatan Pantai Cermin ± 9 Km

4.1.1 Keadaan Geografis

(64)

pertanian, untuk lahan persawahan ± 210 Ha, perkebunan masyarakat ±30 Ha. Sebagian besar lahan pertanian berupa lahan pertanian irigasi, yang ditanami padi dan musim perguliran (Paceklik) ditanami palawija oleh petani seperti tanam kedelai, semangka, kacang tanah dan sayur-sayuran.

4.1.2 Kondisi Demografis a. Jumlah Penduduk

Jumlah penduduk Desa Celawan sebanyak 1.683 KK yang terdiri atas 1.571 KK laki-laki dan 112 KK perempuan. Kalau dihitung berdasarkan jumlah jiwa, desa ini dihuni oleh 3.133 jiwa laki-laki dan 3.202 jiwa perempuan.

Berdasarkan data komposisi penduduk menurut umur, ternyata penduduk perempuan lebih banyak daripada penduduk laki-laki. Keadaan ini merupakan akibat dari banyak penduduk usia muda (usia produktif) yang merantau atau bermigrasi ke daerah lain. Para migran yang berasal dari Desa Celawan ini pada umumnya memilih daerah tujuan kota-kota besar, seperti Jakarta, Bandung dan Medan. Mulai tahun 2000 an semakin banyak pula penduduk desa ini yang merantau ke luar negri antara lain Malaysia.

b. Kepadatan Penduduk

Kepadatan penduduk adalah perbandingan jumlah penduduk terhadap luas

lahan atau luas daerah. Kepadatan penduduk dinyatakan dengan satuan “jiwa/km2

(65)

setiap 1 Km2 lahan di Desa Celawan dihuni oleh 82 jiwa. Dengan demikian desa ini tergolong berpenduduk jarang (tidak padat).

Pada umumnya pendidikan yang ditamatkan oleh sebagian besar penduduk desa ini adalah SD dan SLTP. Namun demikian, sejak tahun 2000-an mulai banyak penduduk yang mengeyam pendidikan SLTA, bahkan di perguruan tinggi. Meningkatnya taraf pendidikan ini dikarenakan adanya peningkatan kemampuan ekonomi penduduk untuk menyekolahkan anak-anaknya.

Sebagian besar penduduk Desa Celawan bermata pencaharian petani dan nelayan, sebagian lainnya bekerja sebagai buruh bangunan, berdagang dan sebagian kecil sebagai pegawai negri sipil.

Kondisi masyarakat tergolong cukup baik, terutama setelah adanya Puskesmas Pembantu (Pustu). Keadaan balita kurang gizi sudah mulai berkurang, selaras dengan semakin baiknya perekonomian masyarakat.

4.1.3Sarana Kesehatan

Sarana kesehatan yang ada di Kecamatan Pantai Cermin adalah sebagai berikut :

a. Puskesmas 1 unit

b. Puskesmas pembantu 6 unit c. Poskesdes 9 unit

4.1.4 Pelaksanaan Keluarga Berencana

(66)

b. Jumlah peserta keluarga berencana kondom sebanyak 50 orang (5,2%) c. Jumlah peserta keluarga berencana IUD sebanyak 62 orang (6,4%) d. Jumlah peserta keluarga berencana MOW sebanyak 45 orang (4,7%) e. Jumlah peserta keluarga berencana MOP sebanyak 10 orang (1,0%) f. Jumlah peserta keluarga berencana Implan sebanyak 46 orang (4,8%) g. Jumlah peserta keluarga berencana Suntik sebanyak 416 orang (43,6%) h. Jumlah peserta keluarga berencana Pil sebanyak 149 orang (15,6%)

Program-program keluarga berencana pria di Kecamatan Pantai Cermin : a. Menggerakkan Partisipasi Masyarakat

Advokasi mengubah pola pikir dan perilaku asumsi melalui rapat koordinasi Lurah. Kunjungan tokoh masyarakat serta pertemuan desa dan lurah

b. Komunikasi Informasi Edukasi

Meningkatkan kemandirian keluarga atau suami istri dalam memenuhi program keluarga berencana terutama alat kontrasepsi kondom. Penyuluhan kelompok, tatap muka atau kunjungan rumah (door to door)

c. Pemberdayaan Institusi Masyarakat Tokoh Masyarakat,Tokoh Agama,Tokoh Adat dan Keluarga

(67)

4.2 Analisis Univariat 4.2.1 Peserta KB

(68)
[image:68.612.109.525.141.569.2]

Tabel 4.1 Distribusi Berdasarkan Karakteristik Peserta KB

No Peserta KB Jumlah Persen (%)

Umur

1 31-41 tahun 12 20,0

2 42-52 tahun 41 68,3

3 > 52 tahun 7 11,7

Jumlah 60 100,0

Pendidikan

1 Tamat SD 11 18,3

2 Tamat SLTP 19 31,7

3 Tamat SLTA 26 43,3

4 Perguruan Tinggi D3/S1 4 6,7

Jumlah 60 100,0

Pekerjaan

1 Wiraswasta 13 21,7

2 Petani 18 30,0

3 Pegawai swasta 10 16,6

4 Karyawan 9 15,0

5 PNS 4 6,7

6 7

Buruh Nelayan

6 3

10,0 5,0

Jumlah 60 100,0

Jumlah Anak Hidup

1 1-3 orang 23 38,3

2 4-5 orang 33 55,0

3 > 5 orang 4 6,7

Jumlah 60 100,0

Alat kontrasepsi yang digunakan

1 Kondom 50 83,3

2 MOP 10 16,7

Jumlah 60 100,0

4.2.2 Faktor Predisposisi

(69)

a. Pengetahuan

Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 46 orang (76,7%) responden menjawab benar pertanyaan tentang Keluarga Berencana

Gambar

Gambar 2.1  Landasan Teori Green (1980)
Gambar 2.2  Kerangka Konsep Penelitian
Tabel 4.1 Distribusi Berdasarkan Karakteristik Peserta KB
Tabel 4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari kerangka konsep di atas, peneliti akan melakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan partisipasi pria dalam program Keluarga Berencana di

Faktor yang terkait dengan partisipasi pria dalam vasektomi seperti pengetahuan , sikap akseptor KB pria tentang vasektomi serta dukungan keluarga.. Penelitian ini bertujuan

Keterlibatan pria didefinisikan sebagai partisipasi dalam proses pengambilan keputusan KB, pengetahuan pria tentang KB dan penggunaan kontrasepsi pria, dari definisi

Menurut pendapat penulis rendahnya partisipasi masyarakat dalam program KB pria di Kecamatan Tugu disebabkan oleh tingkat pendidikan masyarakat yang masih rendah

Studi ini hanya terbatas meneliti faktor kejadian penyakit malaria di Kecamatan Pantai Cermin Kab Serdang Bedagai meliputi faktor sosiodemografi (jenis kelamin, pendidikan,

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan partisipasi pria dalam KB di Kecatamatan Jetis Kabupaten Bantul dengan menggunakan

Analisi Statistik Regresi Linear Berganda Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Peternak Sistem Semi Intensif.

KESIMPULAN Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan hasil tentang faktor-faktor yang memengaruhi partisipasi masyarakat dalam kegiatan posyandu balita di Desa Sukaraya Kecamatan