• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAMPAK MUNCUNYA BUDAYA JALANAN (STREET CULTURE) TERHADAP GAYA HIDUP REMAJA PERKOTAAN (Studi di Pasar Seni Enggal Bandar lampung)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "DAMPAK MUNCUNYA BUDAYA JALANAN (STREET CULTURE) TERHADAP GAYA HIDUP REMAJA PERKOTAAN (Studi di Pasar Seni Enggal Bandar lampung)"

Copied!
50
0
0

Teks penuh

(1)

(Studi di Pasar Seni Enggal Bandar Lampung)

Oleh

ONGKI SATRIO SUMANTRI Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar SARJANA SOSIOLOGI

Pada Jurusan Sosiologi

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS LAMPUNG

(2)

THE IMPACT OF THE RISE OF THE STREET CULTURE OF TEENAGE URBAN LIFE STYLE

(Studies in Art Market Enggal Bandar lampung) Oleh :

Ongki Satrio Sumantri

In the era of globalization and information networks that can be accessed by anyone at any time led to the development in all sectors and new understanding of culture as well as the applications of the pattern will be applied by other countries. One of the goals and the spread of information networks and global culture is Indonesia, because Indonesia is a developing country with a population that is always increasing and supported by facilities that allow to access the information, be it in the form of data information and global information including foreign cultural elements which are not in accordance with the Eastern culture which is the hallmark of the nation Indonesia. Foreign culture who are new into the Indonesian better known as street culture, this culture arise due to a sense of freedom. This growing cultural influence and shifting local culture because culture Indonesia possessed this easily absorbed by urban youth in particular so that the impact of their lifestyle that tends to mimic the culture. This research aims to know the impact on the lifestyle of the urban youth as perpetrators of street culture. This type of research using qualitative research and the process of determination of informants based on purposif or chosen deliberately by researchers. Method of data collection is done by the method of interview and documentation study. Technique of data analysis performed by reduction of data, data presentation, and drawing conclusions. Based on the research conducted, it can be deduced that the reason and purpose of teens become perpetrators of street culture vary as well as the impact they experienced is divided into two, namely the impact of positive and negative

(3)

ABSTRAK

DAMPAK MUNCUNYA BUDAYA JALANAN (STREET CULTURE) TERHADAP GAYA HIDUP REMAJA PERKOTAAN

(Studi di Pasar Seni Enggal Bandar lampung) Oleh :

Ongki Satrio Sumantri

Di era globalisasi dan jaringan informasi yang dapat diakses oleh siapapun dan kapanpun mengakibatkan terjadinya perkembangan di segala sektor dan pemahaman baru tentang budaya serta penerapan-penerapan akan pola yang diterapkan oleh Negara lain. Salah satu Negara yang menjadi tujuan dan penyebaran jaringan informasi dan budaya global adalah Indonesia, karena Indonesia adalah Negara berkembang dengan tingkat populasi yang selalu meningkat dan ditunjang dengan fasilitas-fasilitas yang memungkinkan untuk mengakses informasi baik itu dalam bentuk informasi data maupun informasi global yang termasuk di dalamnya unsur-unsur budaya asing yang tidaklah sesuai dengan budaya timur yang merupakan ciri khas bangsa Indonesia. Budaya asing yang kini sedang derasnya masuk ke indonesia lebih dikenal sebgai budaya jalanan, budaya ini timbul karena adanya rasa kebebasan. Budaya ini makin mempengaruhi dan menggeser budaya lokal yang dimiliki Indonesia karena budaya ini dengan mudah diserap khususnya oleh remaja perkotaan sehingga berdampak kepada gaya hidup mereka yang cenderung meniru budaya tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak terhadap gaya hidup remaja perkotaan sebagai pelaku budaya jalanan. Tipe penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif dan proses penentuan informan berdasarkan teknik purposif atau dipilih secara sengaja oleh peneliti. Metode pengumpulan data dilakukan dengan metode wawancara dan studi dokumentasi. Teknik analisa data dilakukan dengan cara reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Berdasarkan proses penelitian yang dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa alasan dan tujuan remaja menjadi pelaku budaya jalanan yang berbeda-beda serta dampak yang mereka alami terbagi menjadi dua yaitu dampak positif dan negatif.

(4)
(5)
(6)
(7)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

RIWAYAT HIDUP ... v

HALAMAN MOTTO ... vi

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vii

SAN WACANA ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... x

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 5

(8)

A.Tinjauan Tentang Dampak ... 7

1. Pengertian Dampak Positif ... 8

2. Pengertian Dampak Negatif ... 8

B.Pengertian Street Culture ... 9

1. Street art ... 10

2. Street Fashion ... 10

3. Street Sport ... 10

4. Street Music/Dance ... 10

C.Tinjauan Tentang Gaya Hidup ... 11

1. Sikap ... 14

2. Pengalaman dan Pengamatan ... 14

3. Kepribadian ... 15

4. Motif ... 15

5. Persepsi ... 15

D.Tinjauan Tentang Remaja ... 17

E. Tinjauan Street Culture Terhadap Gaya Hidup Remaja Perkotaan ... 23

F. Kerangka Fikir ... 27

III. METODE PENELITIAN A.Tipe Penelitian ... 29

B.Lokasi Penelitian ... 31

C.Fokus Penelitian ... 31

(9)

F. Teknik Analisis Data ... 34

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A.Profil Bandar Lampung ... 38

B.Sejarah Singkat Kelurahan Enggal ... 41

C.Sejarah Singkat Street Culture ... 43

V. HASIL DAN PEMBAHASAN A.Profil Informan ... 58

1. Alasan Menjadi Pelaku Street Culture ... 58

2. Tujuan Menjadi Pelaku Street Culture ... 67

3. Dampak Yang Diperoleh Selama Menjadi Pelaku Street Culture ... 70

VI. SIMPULAN DAN SARAN A.Kesimpulan ... 74

B.Saran ... 75 DAFTAR PUSTAKA

(10)

Halaman

Tabel. 1 Identitas Informan ... 65

Tabel. 2 Alasan Para Informan Menjadi Pelaku Street Culture... 66

Tabel. 3 Tujuan Menjadi Pelaku Street Culture ... 69

Tabel. 4 Dampak Negatif ... 72

(11)

I. PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Hingga saat ini, kita dapat melihat perkembangan kota yang begitu maju dan pesat di segala aspek. Banyak masyarakat dari daerah-daerah tertarik dan terinspirasi untuk masuk ke dalam kota dengan segala gemerlapnya, ketersediaan sarana hiburan, jaminan pendidikan yang lebih baik membuat masyarakat dari luar daerah berbondong-bondong untuk masuk ke kawasan kota. Hal inilah yang membuat kota semakin hari semakin bertambah padat, apalagi di era globalisasi seperti saat ini.

Di era globalisasi dan jaringan informasi yang dapat diakses oleh siapapun dan kapanpun mengakibatkan terjadinya perkembangan di segala sektor dan pemahaman baru tentang budaya serta penerapan-penerapan akan pola yang diterapkan oleh Negara lain. Salah satu Negara yang menjadi tujuan dan penyebaran jaringan informasi dan budaya global adalah Indonesia, karena Indonesia adalah Negara berkembang dengan tingkat populasi yang selalu meningkat dan ditunjang dengan fasilitas-fasilitas yang memungkinkan untuk mengakses informasi baik itu dalam bentuk informasi data maupun informasi global yang termasuk di dalamnya unsur-unsur budaya asing yang tidaklah sesuai dengan budaya timur yang merupakan ciri khas bangsa Indonesia.

(12)

Indonesia yang mulai terkontaminasi oleh budaya-budaya asing yang negatif dan tidak membangun karateristik masyarakat

Gejolak globalisasi pun mengakibatkan semakin derasnya fenomena kapitalisme dan hedonisme akhir-akhir ini menuntut sebuah pembacaan yang mendalam. Secara langsung maupun tidak langsung, hal tersebut mempengaruhi budaya dan pola hidup kaum muda remaja sekarang ini dan jelas kita rasakan kehadirannya. Mereka tidak menyadari bahwasanya mereka telah terkungkung oleh sebuah kesadaran palsu, yang selalu diberitakan oleh media massa demi menopang dan mengkokohkan kapitalisme dan ini merupakan salah satu ciri dari kebudayaan jalanan atau street culture.

Memang, gaya hidup berikut simbol-simbolnya saat ini tengah mengguncang struktur kesadaran manusia. Masyarakat cenderung terserap dalam keperkasaan budaya asing yang kian hegemonik dengan segala atributnya. Gaya hidup telah menjadi komoditas. Dalam menapaki kehidupannya kebayakan orang tampak lebih mementingkan “kulit” ketimbang “

isi”.

(13)

Fenomena di atas secara jelas telah menggambarkan bagaimana budaya jalanan (street culture) telah merasuk ke segala lini kehidupan. Penampilan dan gaya menjadi lebih penting

dari pada moralitas sehingga nilai-nilai tentang baik atau buruk telah lebur dan dijungkirbalikan.

Budaya-budaya barat tersebut semakin lama akan semakin mengikis rasa nasionalisme kaum remaja yang seharusnya sedari kecil sudah diajarkan pentingnya mencintai budaya sendiri. Akan tetapi kenyataan sekarang yang ada adalah kaum remaja justru mengikuti budaya barat yang kebarat-baratan, sangat jarang ditemui remaja yang benar-benar mengikuti budaya asli warisan nenek moyang. Perilaku tersebut juga dapat terjadi karena masih labilnya kaum muda yang dalam tahap pencarian jadi diri sehingga mereka cenderung lebih senang menirukan budaya barat.

Berbicara tentang street culture kurang afdol rasanya jika tidak membahas soal fashion. Pasalnya, dari cara berbusanalah paling kelihatan kalau demam yang satu ini mulai menggejala. Di tengah tren mode yang standar dan yang biasa saja terasa segar memandang sekelompok orang yang berbusana berbeda dari yang biasa. Mata terbelalak dan sesekali komentar berani melawan arus terlontar tatkala melihat cara mereka berbusana.

Sejak kapan tren ini muncul di masyarakat, seorang fashion designer memandang fenomena

ini dari perspektif sejarah mode. “Berawal dari pemerintahan Raja Louis XIV di abad ke-18.

Saat itu kendali atas fashion berada di tangan kaum bangsawan. Semakin berkembang di era abad ke-20 kendali itu pindah ke jalanan, dari kelas menengah ke kelas bawah”.

(14)

Fenomena inilah yang kemudian menjadi inspirasi dari street culture. Hal ini terasa sangat fenomenal dan inspiratif. Ide desainer untuk terjun dalam bisnis inilah yang dilihatnya fenomenal dan dimanapun gejalanya sangat terasa. Sedangkan inspiratif dapat diartikan bebas, keluar dari kaidah, funky, eclectic, sangat independen.

Tentang patokan busana street culture ini, tidak ada patokan baku untuk street style ini.

“Selalu berubah-ubah, kadang gaya pakaian yuppies pun bisa di aplikasikan ke street style

fashion.” Yang penting avant garde. Dia bisa murah, bisa mahal. Bisa baru, bisa second. Untuk warna sangat dibebaskan alias tak ada yang baku. Tergantung platform gayanya, apakah punk atau hiphop. Terserah.

Street culture yang awal nya dikenal dan muncul di Amerika kini kian berkembang di

Indonesia, dan jika kita lihat remaja di Indonesia pun kurang mengenal kebudayaan sendiri mereka cenderung lebih tertarik kepada budaya asing sperti yang telah dipaparkan diatas.

Budaya populer merupakan suatu pola tingkah laku yang disukai sebagian besar masyarakat. Tanda-tanda pesatnya pengaruh budaya jalanan / street culture ini dapat kita lihat pada masyarakat Indonesia yang sangat konsumtif. Membeli barang bukan didasarkan pada fungsi guna dan kebutuhan tetapi lebih didasarkan pada maknanya atau prestise.

(15)

B.Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang yang telah disampaikan diatas maka, dapat dirumuskan permasalahn sebagai berikut :

1. Apakah alasan para remaja sehingga mereka menjadi pelaku street culture ? 2. Apa tujuan para remaja yang menjadi pelaku street culture ?

3. Dampak yang di peroleh dari street culture ?

C.Tujuan penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dampak yang ditimbulkan budaya jalanan street culture terhadap gaya hidup remaja perkotaan, alasan serta tujuan mereka menjadi pelaku street culture tersebut.

D.Manfaat Penelitian

Kegunaan dari penelitian ini adalah:

1. Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah ilmu penegetahuan sosial di lingkungan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung. Yaitu dapat memberikan informasi secara empiris dan pengetahuan bagimana dampak munculnya budaya jalanan street culture terhadap gaya hidup remaja perkotaan

(16)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A.Tinjauan Tentang Dampak

Pengertian dampak menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah benturan, pengaruh yang mendatangkan akibat baik positif maupun negatif. Pengaruh adalah daya yang ada dan timbul dari sesuatu (orang, benda) yang ikut membentuk watak, kepercayaan atau perbuatan seseorang. Pengaruh adalah suatu keadaan dimana ada hubungan timbal balik atau hubungan sebab akibat antara apa yang mempengaruhi dengan apa yang dipengaruhi. (KBBI Online, 2010)

Dampak secara sederhana bisa diartikan sebagai pengaruh atau akibat. Dalam setiap keputusan yang diambil oleh seorang atasan biasanya mempunyai dampak tersendiri, baik itu dampak positif maupun dampak negatif. Dampak juga bisa merupakan proses lanjutan dari sebuah pelaksanaan pengawasan internal. Seorang pemimpin yang handal sudah selayaknya bisa memprediksi jenis dampak yang akan terjadi atas sebuah keputusan yang akan diambil.

Dari penjabaran diatas maka kita dapat membagi dampak ke dalam dua pengertian yaitu ; 1. Pengertian Dampak Positif

(17)

Positif adalah keadaan jiwa seseorang yang dipertahankan melalui usaha-usaha yang sadar bila sesuatu terjadi pada dirinya supaya tidak membelokkan fokus mental seseorang pada yang negatif. Bagi orang yang berpikiran positif mengetahui bahwa dirinya sudah berpikir buruk maka ia akan segera memulihkan dirinya. Jadi dapat disimpulkan pengertian dampak positif adalah keinginan untuk membujuk, meyakinkan, mempengaruhi atau memberi kesan kepada orang lain, dengan tujuan agar mereka mengikuti atau mendukung keinginannya yang baik.

2. Pengertian Dampak Negatif

Dalam kamus besar Bahasa Indonesia dampak negatif adalah pengaruh kuat yang mendatangkan akibat negatif. Dampak adalah keinginan untuk membujuk, meyakinkan, mempengaruhi atau memberi kesan kepada orang lain, dengan tujuan agar mereka mengikuti atau mendukung keinginannya. berdasarkan beberapa penelitian ilmiah disimpulkan bahwa negatif adalah pengaruh buruk yang lebih besar dibandingkan dengan dampak positifnya.

Jadi dapat disimpulkan pengertian dampak negatif adalah keinginan untuk membujuk, meyakinkan, mempengaruhi atau memberi kesan kepada orang lain, dengan tujuan agar mereka mengikuti atau mendukung keinginannya yang buruk dan menimbulkan akibat tertentu.

B.Pengertian Street culture

(18)

yang hidup di jalanan dan bisa disaksikan langsung oleh masyarakat. Diawali dari sebuah life style (gaya hidup) yang berkembang dari kehidupan di jalanan hingga kemudian membentuk

sebuah budaya yang popular di masyarakat.

Budaya ini memang cenderung timbul karena rasa bosan terhadap apa yang sudah ada. Kejenuhan ini akhirnya menghasilkan sesuatu yang baru dari pertemuan berbagai budaya dan interest yang ada. Perkembangannya pun disertai dukungan dari para pelakunya (biasanya terdiri dari komunitas-komunitas tertentu) agar life style tersebut lebih familiar di masyarakat terutama di kalangan anakmuda. Ada beberapa jenis budaya yang biasa menghiasi street culture. Budaya-budaya inilah yang akhirnya jadi ciri khas street culture. Street culture

sendiri terbagi menjadi beberapa macam yaitu ; 1. Street Art

Street Art adalah seni yg diterapkan di ruang publik (dinding, pavement, jalan, pagar).

Street Art menggunakan banyak media dan teknik seperti wheatpasting, sticker,

stensil, mosaic, video projection, street installations, dan lain-lain.

2. Street Fashion

Street fashion umumnya dikaitkan dengan budaya remaja, dan yang paling sering

terlihat di pusat kota. Mereka umumnya mempunyai aliran sendiri, seperti Hippies, Punk Fashion, Hip Hop Fashion.

3. Street Sport

(19)

Skateboard, Parkour, BMX, Basketball, Football.

4. Street Music/Dance

Musik/tarian yang berkembang di jalanan. Menyuarakan ekspresi melalui musik dan tarian. (Hip Hop, Rap, Break Dance, Band Indie).

Di negara-negara barat keberadaan street culture sudah diakui dan menjadi gaya hidup masyarakat. Selain ruang publiknya mendukung, masyarakatnya juga cukup terbuka dengan jenis budaya seperti ini. Di Indonesia street culture merayap menuju eksistensinya.

Karena sulitnya memanfaatkan jalanan akhirnya sebagian masyarakat memanfaatkan media apapun yang terbuka di ruang publik. Karena itu sekarang istilah street culture bergeser menjadi urban culture, yaitu budaya perkotaan. Sebenarnya tidak terlalu berbeda, hanya saja masyarakat merasa bahwa budaya yang ada sekarang tidak lagi identik dengan jalanan melainkan ruang-ruang publik apapun yang ada di perkotaan.

(20)

C. Tinjauan Tentang Gaya Hidup

Gaya hidup didefinisikan sebagai cara hidup yang diidentifikasikan oleh bagaimana orang menghabiskan waktu (aktivitas), apa yang mereka anggap penting dalam lingkungannya (ketertarikan), dan apa yang mereka pikirkan tentang diri mereka sendiri dan juga dunia di sekitarnya (pendapat).

Menurut Kottler (dalam Sakinah, 2002:78),

“Gaya hidup menggambarkan keseluruhan diri seseorang yang berinteraksi dengan lingkungannya”. Hal ini berarti gaya hidup adalah perpaduan antara kebutuhan ekspresi diri dan harapan kelompok terhadap seseorang dalam bertindak berdasarkan pada norma yang berlaku. Oleh karena itu banyak diketahui macam gaya hidup yang berkembang di masyarakat sekarang misalnya gaya hidup hedonis, gaya hidup metropolis, dan lain

sebagainya.”

Pendapat lain dari Plummer (1983:131) bahwa, “Gaya hidup adalah cara hidup individu yang

diidentifikasikan oleh bagaimana orang menghabiskan waktu mereka (aktivitas), apa yang mereka anggap penting dalam hidupnya (ketertarikan) dan apa yang mereka pikirkan tentang

dunia sekitarnya.”

Pendapat di atas berarti bahwa gaya hidup adalah hal yang paling berpengaruh pada sikap dan perilaku seseorang dalam hubungannya dengan 3 hal utama dalam kehidupan yaitu pekerjaan, persahabatan, dan cinta.

Sarwono (1989:14) menyatakan bahwa, “Salah satu faktor yang mempengaruhi gaya hidup adalah konsep diri”. Memang benar apa yang dikatakan Sarwono, konsep diri sangat

(21)

sederhana dan penuh dengan rasa syukur, atau orang yang memiliki konsep diri sebagai atlit olahraga maka biasanya gaya hidup sehat yang dijadikan prinsipnya.

Hawkins (dalam Nugroho, 2002:74) yang mengatakan bahwa “Pola hidup yang berhubungan dengan uang dan waktu dilaksanankan oleh seseorang berhubungan dengan keputusan”.

Maksudnya adalah orang yang sudah mengambil suatu keputusan untuk mencari kesenangan dari uang yang dimiliki seperti melakukan aktivitas nyata untuk berbelanja di mall atau supermarket, tentu saja member nilai tambah dari pada berbelanja di toko biasa. Adapun penggunaan waktu dengan gaya hidup merupakan kreativitas individu dalam memanfaatkan waktu yang da untuk kegiatan yang bermanfaat atau kegiatan untuk bersenang-senang.

Menurut SRI International (1989), “Salah satu contoh segmentasi psikografis adalah VALS

2. Dalam VALS 2 (Values & Life Style) terdapat dua dimensi yang menjadi titik beratnya, yaitu self orientation dan resources”. Dari definisi di tersebut dapat dimengerti bahwa resources yang dimaksudkan bukanlah semata-mata materi, tetapi dalam arti yang luas yang

mencakup sarana dan kapasitas psikologis, fisik, dan demografis.

(22)

Bagi yang bertumpu kepada tindakan, keputusan dalam berkonsumsi didasari oleh keinginannya untuk beraktivitas sosial maupun fisik, mendapatkan selingan atau menghadapi resiko. Gaya hidup seseorang dapat dilihat dari perilaku yang dilakukan oleh individu seperti kegiatan-kegiatan untuk mendapatkan atau mempergunakan barang-barang dan jasa, termasuk didalamnya proses pengambilan keputusan pada penentuan kegiatan-kegiatan tersebut.

Amstrong (dalam Nugrahen, 2003:15) menyatakan bahwa “faktor-faktor yang mempengaruhi

gaya hidup seseorang adalah sikap, pengalaman, dan pengamatan, kepribadian, konsep diri,

motif, persepsi, kelompok referensi, kelas sosial, keluarga, dan kebudayaan”.

Dari penjelasan diatas terdapat beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi gaya yaitu ; Faktor internal yaitu sikap, pengalaman dan pengamatan, kepribadian, konsep diri, motif, dan persepsi dengan penjelasannya sebagai berikut.

1. Sikap

Sikap berarti suatu keadaan jiwa dan keadaan pikir yang dipersiapkan untuk memberikan tanggapan terhadap suatu objek yang diorganisasi melalui pengalaman dan mempengaruhi secara langsung pada perilaku. Keadaan jiwa tersebut sangat dipengaruhi oleh tradisi, kebiasaan, kebudayaan dan lingkungan sosialnya.

2. Pengalaman dan pengamatan

Pengalaman dapat mempengaruhi pengamatan sosial dalam tingkah laku, pengalaman dapat diperoleh dari semua tindakannya di masa lalu dan dapat dipelajari, melalui belajar orang akan dapat memperoleh pengalaman. Hasil dari pengalaman sosial akan dapat membentuk pandangan terhadap suatu objek.

(23)

Kepribadian adalah konfigurasi karakteristik individu dan cara berperilaku yang menentukan perbedaan perilaku dari setiap individu.

4. Konsep Diri

Faktor lain yang menentukan kepribadian individu adalah konsep diri. Konsep diri sesudah menjadi pendekatan yang dikenal amat luas untuk menggambarkan hubungan antara konsep diri konsumen dengan image merek. Bagaimana individu memandang dirinya akan mempengaruhi minat terhadap suatu objek. Konsep diri sebagai inti dari pola kepribadian akan menentukan perilaku individu dalam menghadapi permasalahan hidupnya.

5. Motif

Perilaku individu muncul karena adanya motif kebutuhan untuk merasa aman dan kebutuhan terhadap prestise merupakan beberapa contoh tentang motif. Jika motif seseorang terhadap kebutuhan akan prestise itu besar maka akan membentuk gaya hidup yang cenderung mengarah kepada gaya hidup hedonis.

6. Persepsi

Persepsi adalah proses di mana seseorang memilih, mengatur, dan menginterpretasikan informasi untuk membentuk suatu gambar yang berarti mengenai dunia.

Adapun faktor eksternal dijelaskan sebagai berikut: a. Kelompok referensi

(24)

kelompok di mana individu tidak menjadi anggota di dalam kelompok tersebut. Pengaruh-pengaruh tersebut akan menghadapkan individu pada perilaku dan gaya hidup tertentu.

b. Keluarga

Keluarga memegang peranan terbesar dan terlama dalam pembentukan sikap dan perilaku individu. Hal ini karena pola asuh orang tua akan membentuk kebiasaan anak yang secara tidak langsung mempengaruhi pola hidupnya.

c. Kelas sosial

Kelas sosial adalah sebuah kelompok yang relatif homogen dan bertahan lam dalam sebuah masyarakat, yang tersusun dalam sebuah urutan jenjang, dan para anggota dalam setiap jenjang itu memiliki nilai, minat, dan tingkah laku yang sama. Ada dua unsur pokok dalam sistem sosial pembagian kelas dalam masyarakat, yaitu kedudukan (status) dan peranan. Kedudukan sosial artinya tempat seseorang dalam lingkungan pergaulan, prestise hak-haknya serta kewajibannya. Kedudukan sosial ini dapat dicapai oleh seseorang dengan usaha yang sengaja maupun diperoleh karena kelahiran. Peranan merupakan aspek yang dinamis dari kedudukan. Apabila individu melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya maka ia menjalankan suatu peranan.

d. Kebudayaan

Kebudayaan yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kebiasaan-kebiasaan yang diperoleh individu sebagai anggota masyarakat. Kebudayaan terdiri dari dari segala yang dipelajari dari pola-pola perilaku konsumtif, meliputi ciri-ciri pola pikir, merasakan dan bertindak.

(25)

sikap, pengalaman, pengamatan, kepribadian, konsep diri, motif, dan persepsi. Adapaun faktor eksternal meliputi kelompok referensi, keluarga, kelas soisal, dan kebudayaan.

D.Tinjauan Tentang Remaja

Dari sudut pandang umur sulit untuk menentukan secara pasti siapa yang dianggap sebagai remaja. Akan tetapi lazimnya masyarakat berpendapat bahwa ada golongan remaja muda dan golongan remaja lanjut.

Golongan remaja muda “early adoloesscence” bagi anak perempuan adalah anak yang berusia 13 sampai 17 Tahun ini pun sangat tergantung pada kematangan secara seksual, sehingga penyimpangan-penyimpangan secara kasuistis pasti ada. Bagi anak laki-laki adalah anak yang berusia 14 Tahun sampai 17 Tahun. Mereka inilah yang disebut remaja muda atau secara umum oleh masyarakat disebut sebagai “teen-agers”.

Apabila remaja muda sudah menginjak 17 Tahun sampai 18 Tahun, meraka lazim disebut golongan muda atau pemuda-pemudi “youth” sikap tindak mereka rata-rata sudah mendekati pola sikap tindak orang dewasa, walaupun dari sudut perkembangan mental belum sepenuhnya demikian. Biasanya mereka berharap agar dianggap dewasa oleh masyarakat.

(26)

mempunyai berbagai ciri tertentu, baik yang bersifat spiritual maupun badaniah. Contoh ciri-ciri itu adalah, sebagai berikut:

1. Perkembangan fisik yang pesat, sehingga ciri-ciri fisik sebagai laki-laki atau wanita tempak semakin tegas, hal itu secara efektif ditonjolkan oleh para remaja, sehingga perhatian terhadap lawan jenis kelamin lain semakin meningkat. Oleh remaja perkembangan fisik yang baik dianggap sebagai salah satu kebanggan.

2. Keinginan yang kuat untuk mengadakan interaksi sosial dengan kalangan yang lebih dewasa atau yang dianggap lebih matang pribadinya. Diharapkan bahwa interaksi sosial itu mengakibatkan masyarakat menganggap ramaja sudah dewasa.

3. Keinginan yang kuat untuk mendapatkan kepercayaan dari kalangan dewasa, walaupun mengenai masalah tanggung jawab secara relatif belum matang.

4. Mulai memikirkan kehidupan secara mandiri, baik secara sosial, ekonomis maupun politis, dengan mengutamakan kebebasan dan pengawasan yang terlalu ketat oleh orangtua atau sekolah.

5. Adanya perkembangan taraf intelektualitas (dalam arti netral) untuk mendapatkan identitas diri.

6. Menginginkan sistem kaidah dan nilai yang serasi dengan kebutuhan atau keinginannya, yang tidak selalu sama dengan sitem kaidah dan nilai yang dianut oleh orang dewasa.

(27)

1. Kalangan remaja berusaha keras untuk menyesuaikan diri dengan situasi, akan tetapi dengan cara-caranya sendiri. Apabila hal itu tercapai, mereka merasakan adanya suatu kebahagiaan.

2. Pola sikap tindak yang diakui dan dihargai oleh sesama remaja (biasanya dalam kelompok sepermainan atau “peer-group”) dianggap sebagai suatu pengakuan terhadap supersioritas. Pengakuan terhadap eksistensi sangat dipentingkan oleh para remaja.

3. Berbagai saluran rasa ketegangan diciptakan oleh kalangan remaja misalnya, membunyikan radio keras-keras atau tertawa terbahak-bahak (terhadap lelucon yang agak

“konyol”), mengemudikan kendaraan bermotor dengan tidak mematuhi peraturan lalu lintas, dan sebagainya.

4. Mencoba membuat ciri identitas sendiri, misalnya, mengembangkan bahasa khusus yang sulit dimengerti oleh kalangan bukan remaja. Seringkali mereka berusaha menciptakan kebudayaan khusus melalui pola perilaku tertentu yang tidak sama dengan orang dewasa.

Hal-hal tersebut diatas memang merupakan suatu gejala yang timbul dikalangan remaja. Yang diperluakan untuk mencegah efek negatifnya adalah suatu bimbingan (bukan indoktrinasi). Berikut pendapat para ahli tentang remaja:

Menurut Andi Mappiere (1982: 27), tentang usia remaja berada pada 12 Tahun sampai 21 Tahun bagi wanita dari 13 sampai 21 Tahun bagi pria. Sedangkan menurut S.W.Sarwono (1997), batasan usia remaja berkisar antara 11 sampai 24 Tahun dengan alasan bahwa:

1. Usia 11 Tahun adalah pada umumnya dianggap sebagai masa akil baligh, baik adat maupun agama sehingga masyarakat tidak memperlakukan sebagai anak-anak (kriteria sosial).

(28)

3. Batas usia 24 Tahun merupakan batas usia maksimal yaitu untuk memberi peluang bagi mereka sampai usia tersebut masih menggantungkan diri kepada orang tua.

4. Dalam definisi tersebut status perkawinan sangat menentukan, perkawinan masih sangat penting bagi masyarakat kita secara menyeluruh. Seseorang yang telah menikah pada usia berapapun di anggap sudah dewasa, baik secara hukum maupun kehidupan masyarakat dalam keluarga.

Menurut Zakiah Drajat, remaja adalah suatu tingkat umur di mana anak tidak lagi anak-anak.akan tetapi belum di anggap dewasa. Jadi remaja adalah umur yang menjembatani antara umur anak-anak dan orang dewasa (1998).

Perkembangan psikologis remaja dibagi menjadi tiga masa penting yaitu:

1. Masa remaja awal atau di sebut masa pubertas (14-16 Tahun). Perkembangan remaja pada usia ini ditandai dengan perubahan fisik mereka yang begitu menonjol. Pada masa ini remaja sangat cemas akan perkembangan fisiknya, sekaligus bangga bahwa hal itu menunjukkan bahwa ia memang bukan anak-anak lagi. Pada masa ini emosi remaja menjadi sangat labil akibat dari perkembangan hormon-hormon seksualnya yang begitu pesat. Remaja mulai mengerti tentang genggsi, penampilan dan daya tarik seksual. Keinginan seksual juga mulai muncul pada masa ini. Pada remaja putri ditandai dengan datangnya mensturasi yang pertama, sedangkan pada remaja putra ditandai dengan datangnya mimpi basah yang pertama.

2. Masa remaja menengah atau masa akhir pubertas (17-18 Tahun), pada masa ini remaja mampu melewati masa sebelumnya dengan baik akan dapat menerima kodratnya , baik sebagai laki-laki maupun perempuan.

(29)

pada remaja pria, sehingga proses pendewasaan remaja putri lebih cepat dicapai dibandingkan remaja pria. Umumnya kematangan fisik dan seksualitas mereka sudah tercapai sepenuhnya, namunkematangan psikologis belum tercapai sepenuhnya.

3. Masa remaja akhir atau periode remaja Adolesan (19-21 Tahun). Pada periode ini umumnya remaja sudah mencapai kematangan yang sempurna, baik segi fisik, emosi maupun psikisnya. Mereka akan mempelajari tentang berbagai macam hal yang abstrak dan mulai memperjuangkan suatu idealisme yang didapat dari fikiran mereka. Mereka mulai menyadari bahwa mengkrituk itu lebih mudah dari pada menjalaninya. Sikapnya terhadap kehidupan mulai terlihat jelas, seperti cita-citanya, minatnya, bakatnya, dan sebagainya. Arah kehidupannya serta sifat-sifatnya yang menonjol akan terlihat jelas pada fase ini.

Berdasarkan pendapat-pendapat maka dapat disimpulkan bahwa remaja adalah seseorang yang berada pada masa perkembangan dari perubahan-perubahan fisik maupun psikologis menuju kedewasaan.

Dimana pada masa tersebut remaja mengalami motivasi seksual, rasa keingintahuan yang besar terhadap hal-hal yang baru, menginginkan suatu sistem nilai/kaidah yang sesuai dengan kebutuhan dan keinginannya, serta kebutuhan untuk mendapatkan identitas diri. Adapun tentang usia pada masa remaja pada laki-laki maupun wanita berkisar pada usia 14 sampai dengan 21 Tahun asalkan belum menikah.

(30)

mencapai kematangan fisik dan seksualitas, dan mereka bangga dengan keadaan tubuh yang dianggap dapat menentukan harga diri mereka. Dalam penelitian ini kategori remaja yg dapat diteliti berusia 17 sampai dengan 23 tahun.

E.Tinjauan Street culture Terhadap Gaya Hidup Remaja Perkotaan

Berdasarkan sejarah asal-usulnya street culture merupakan suatu life style (gaya hidup) yang berkembang dikehidupan jalanan yang kemudian menjadi budaya popoler di masyarakat. Perkembangan life style tersebut di dukung dari komunitas masing-masing untuk berusaha mengembangkan street culture tersebut agar lebih familiar dkalangan remaja. Setelah gaya hidup street culture semakin marak dan didengung-dengungkan peminat street culture semakin meningkat, komunitas-komunitas di masing-masing genre street culture bermunculan.

Berkembangnya budaya-budaya barat di Indonesia telah banyak merubah cara pandang dan pola hidup masyarakat, sehingga peradaban yang terlahir adalah terciptanya budaya

masyarakat konsumtif dan hedonis dalam lingkungan masyarakat kapitalis. Fenomena “Street

culture” ini tidaklah dianggap terlalu aneh, untuk dibicarakan dan bahkan sudah menjadi bagian dari budaya baru hasil dari para importir yaitu para penguasa industri budaya yang sengaja memporak porandakan tatanan budaya yang sudah mapan selama bertahun tahun menjadi bagian dari jatidiri bangsa Indonesia itu.

Tergesernya budaya setempat dari lingkungannya disebabkan oleh Kemunculannya sebuah kebudayaan baru yang konon katanya lebih atraktif serta fleksibel dan mudah dipahami sebagian masyarakat, bahkan masyarakat rendah status sosialnyapun dapat dengan mudah

menerapkannya dalam aktifitas kehidupan. Sebuah istilah ”Street culture” atau disebut juga

(31)

dukungan dari penggunaan perangkat berteknologi tinggi ini, sehingga dalam penyebarannya begitu cepat dan mengena serta mendapat respon sebagian besar kalangan masyarakat.

Budaya ini tumbuh subur dan cepat mengalami perkembangan yang cukup segnifikan dalam masyarakat perkotaan dan keberadaanya sangat kuat pada kehidupan kaum remaja kota. Perkembangan teknologi dan media massa yang dituduh oleh masyarakat, sebagai biang kerok atas retaknya budaya luhur negeri ini dalam taraf yang sangat memprihatinkan.

Melalui tayangan acaranya tercermin budaya impor yang telah dikonstruksi makna dan nilainya itu, telah menawarkan budaya baru hasil biasan dari budaya barat yang mengusung pola keglamouran hidup dalam masyarakat kapitalis. Hegemoni budaya yang tercermin dalam realitas kehidupan dengan praktik-praktiknya kini telah mengambil alih budaya luhur dan norma kesantunan yang sudah mapan warisan dari nenek moyang menjadi budaya baru sebgai cerminan realitas palsu yang berkembang di masyarakat.

Perkembangan budaya-budaya barat yang masuk ke Indonesia sangat berpengaruh terhadap tingkah dan gaya hidup masyarakat khususnya remaja perkotaan. Di luar negeri sana, keberadaan street culture sudah diakui dan jadi gaya hidup masyarakat. Selain ruang publiknya mendukung, masyarakatnya juga cukup terbuka dengan jenis budaya seperti ini.

(32)

Tidak semua budaya barat baik dan cocok diterapkan di Indonesia. Budaya negatif yang mulai menggeser budaya asli sangat memprihatinkan. Remaja memiliki semangat yang tinggi dalam aktifitas yang mereka gemari. Mereka memiliki energi yang besar, yang dicurahkannya pada bidang tertentu, ide-ide kreatif terus bermunculan dari pikiran mereka, walaupun pada sebagian remaja tidak terlihat hal ini. Selain potensi yang besar, terutama remaja juga memiliki rasa ingin tahu terhadap hal-hal yang terjadi di sekitarnya. Untuk menuntaskan rasa ingin tahunya, mereka cenderung menggunakan metode coba-coba. Jika kurang berhati-hati, penggunaan metode ini sangat merugikan, karena yang di coba belum tentu sesuatu yang baik.

Hal ini juga terjadi pada saat budaya barat masuk kedalam kehidupan remaja. Sebagai sesuatu yang asing dan baru, budaya ini menarik perhatian mereka. Ketika berkembang budaya

Street culture” di kota-kota besar, sebagian besar remaja marasa tertarik untuk mencoba,

sehingga ketika sudah merasakan kelebihannya, perbuatan itu terus dilakukan. Tentu saja hal ini tidak terlepas dari peran keluarga dalam membimbing remaja dalam menjalani masa yang sangat sulit ini.

Saat ini, hampir sebagian besar remaja khususnya remaja di perkotaan telah kehilangan jati dirinya sebagai bangsa timur. Hal ini terjadi karena tidak ada lagi rasa bangga terhadap budaya timur. Seorang remaja yang rajin belajar, menghabiskan waktu di perpustakaan dan di rumah, dan patuh pada orang tua dan guru dianggap sebagai orang yang norak, kuno, dan

kurang pergaulan.

(33)

“hura-hura” dianggap sebagai dewa pergaulan. Sehingga banyak remaja yang merubah gaya

hidupnya demi pergaulan.

Street culture” life style yang pada saat ini sedang berkembang di kalangan remaja perkotaan menjadikan remaja diperkotaan melupakan budaya-budaya asli warisan nenek moyang. Penyerapan budaya-budaya barat jarang terjadi di remaja pedesaan karena sebagian besar remaja dipedesaan tidak konsumtif. Lain dengan remaja diperkotaan yang selalu mencoba tren-tren yang ada, sebaiknya remaja perkotaan tidak terlalu terpaku dengan budaya-budaya barat. Remaja diperkotaan cenderung memikirkan bagaimana tidak ada yang namanya ketinggalan zaman.

Seperti mengikuti street cultre ini mereka merasakan kepuasan dan kebahagian tersendiri, dan

mereka merasa kesan “keren dan gaul” melekat didalam diri mereka. Di mana pada masa

tersebut remaja mengalami motivasi seksual, rasa keingintahuan yang besar terhadap hal-hal yang baru, menginginkan suatu sistem nilai/kaidah yang sesuai dengan kebutuhan dan keinginannya, serta kebutuhan untuk mendapatkan identitas diri.\

F. Kerangka Pikir

Street culture ini merupakan life style yang sangat di gandrungi oleh remaja khususnya

(34)

Alasan para remaja mengikuti budaya ini karena budaya jalanan saat ini sedang berkembang di kalangan remaja khusunya perkotaan dan tujuan mereka yang sering ditemukan adalah agar terlihat “gaul” saja, dengan banyaknya remaja yang mengikuti budaya ini pun berdampak pada gaya hidup mereka yang cenderung

bebas karena seperti kita ketahui budaya jalanan adalah budaya yang bebas.

(35)
(36)

III. METODE PENELITIAN

A.Tipe Penelitian

Metode penelitian adalah urutan kerja yang harus dilakukan dalam melaksanakan penelitian, termasuk alat-alat apa yang diperlukan untuk mengukur maupun mengumpulkan data serta bagaimana melakukan penelitian di lapangan (Nazir,1998: 5).

Tipe penelitian yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Nawawi (1994) berpendapat bahwa objek dari penelitian kualitatif adalah manusia atau segala sesuatu yang dipengaruhi manusia. Objek itu diteliti dalam kondisi sebagaimana adanya atau dalam keadaan sewajarnya atau secara naturalistik (natural setting).

Penelitian ini tergolong kedalam penelitian deskriptif yang menjelaskan bahwa penelitian deskriptif adalah penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan, meringkas berbagai kondisi, situasi atau berbagai variabel yang timbul di masyarakat yang menjadi objek penelitian.

Menurut Nazir 1998, tipe penelitian deskriptif dapat diartikan sebagai suatu metode dalam penelitian suatu kelompok mausia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu system pemikiran atau kelas peristiwa pada masa sekarang.

B.Metode Penelitian

(37)

data yang didapatkan catatan berisikan tentang perilaku dan keadaan individu secara keseluruhan. Penelitian kualitatif menunjukkan pada prosedur riset yang menghasilkan data kualitatif, ungkapan atau catatan orang itu sendiri atau tingkah lakunya.

Menurut Suyono (1985:307), penelitian kualitatif adalah penelitian dengan metode pengumpulan sebanyak mungkin fakta detail secara mendalam mengenai suatu masalah atau gejala guna mendapat pengertian tentang sebanyak mungkin sifat masalah atau gejala itu. Karena pendapat tersebut di atas sesuai dengan apa yang diinginkan oleh penulis untuk memaparkan keadaan yang terjadi pada remaja yang menganut budaya jalanan, maka tipe penulisan kualitatif inilah yang tepat digunakan dalam penelitian. Untuk mendapatkan informasi tersebut, penulis juga menggunakan pendekatan kualitatif dengan maksud penulis dapat menjajaki secara lebih mendalam objek yang akan diteliti yaitu remaja perkotaan yang menganut street culture sebagai lifestyle.

C.Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada kelompok remaja yang terjun langsung melakoni budaya jalanan baik itu street art, street dance, sport street yang ada di Pasar seni, enggal, Bandar Lampung. Dipilihnya lokasi ini karena disinilah para remaja yang terpengaruh street culture sering berkumpul dan berinteraksi. Selain itu juga peneliti berdomisili di daerah tersebut sehingga nantinya dalam pelaksanaan penelitian dapat menghemat waktu dan biaya.

D.Fokus Penelitian

(38)

Perumusan fokus atau masalah dalam penelitian kualitatif bersifat tentatif, artinya penyempurnaan rumusan fokus atau masalah masih tetap dilakukan sewaktu penelitian sudah berada dilapangan berkaitan erat, bahkan seringkali disamakan dengan masalah yang akan dirumuskan dan menjadi acuan dalam penentuan fokus penelitian.

Dengan adanya fokus penelitian, akan menghindari pengumpulan data yang serampangan dan hadiahnya data yang melimpah ruah. Oleh karena itu, penelitian ini akan difokuskan pada:

1. Alasan remaja menjadi pelaku dalam street culture. 2. Tujuan remaja sebagai pelaku dalam street culture.

3. Dampak yang diperoleh selama menjadi pelaku street culture.

E.Penentuan Informan

Informan adalah orang yang diharapkan dapat memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar penelitian. Menurut Faisal (1999), agar memperoleh informasi yang lebih terbukti, terdapat beberapa kriteria yang perlu dipertimbangkan antara lain:

1. untuk dimintai Subjek yang lama dan intensif dengan suatu kegiatan atau aktivitas yang menjadi sasaran atau perhatian penelitian.

2. Subjek yang masih terkait secara penuh dan aktif pada lingkungan atau kegiatan yang menjadi sasaran atau perhatian penelitian.

3. Subjek yang mempunyai cukup banyak informasi, banyak waktu, dan kesempatan untuk dimintai keterangan.

4. Subjek yang berada atau tinggal pada sasaran yang mendapat perlakuan yang mengetahui kejadian tersebut.

(39)

1. Informan yang tergabung dalam komunitas street culture di Bandar Lampung. 2. Informan yang mengetahui dan memahami tentang street culture itu sendiri.

3. Tingkat rutinitas informan berkumpul dan berinterkasi dengan anggota komunitas street culture yang lainnya.

Berdasarkan uraian diatas maka yang menjadi informan dalam penelitian ini berjumlah 5 orang, masing-masing berasal dari street art, street dance, sport street dan street fashion.

Karena 5 (lima) orang tersebut adalah para informan yang lebih memiliki informasi yang peneliti butuhkan dan memiliki cukup banyak waktu informasi seputar penelitian ini.

F. Teknik Pengumpulan Data

Untuk mengumpulkan data dan informasi pada penelitian ini, digunakan beberapa teknik, antara lain:

1. Wawancara

(40)

2. Studi Dokumentasi

Teknik ini dilakukan dengan mencari informasi dalam bentuk visual/foto yang berhubungan dengan penelitian.

3. Studi Pustaka

Teknik ini dilakukan dengan mecari leteratur atau buku-buku bacaan yang mengandung teori, keterangan atau laporan yang berhubungan dengan penelitian ini.

G.Teknik Analisa Data

Nawawi dan Mimi Martini (1994:189) mengemukakan bahwa tujuan analisa data, adalah untuk menjelaskan, mendeskripsikan, serta menafsirkan hasil penelitian dengan susunan kata dan kalimat sebagai jawaban atas permasalahan yang diteliti. Menurut Usman dan Purnomo Seriyadi (1995:86), tujuan analisis data kualitatif adalah untuk mengungkapkan:

1. Data apa yang masih perlu dicari, 2. Hipotesis apa yang perlu diuji, 3. Pertanyaan apa yang perlu dijawab,

4. Metode apa yang harus digunakan untuk mendapatkan informasi baru, dan 5. Kesalahan apa yang harus segera diperbaiki.

(41)

Adapun langkah-langkah untuk menganalisis data menurut Usman dan Purnomo Setiyadi (1995:85-89), dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:

1. Reduksi Data

Adalah proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan lapangan. Jika dalam penelitian kualitatif terdapat data yang bersifat kuantitatif dalam bentuk angka-angka tersebut jangan dipisahkan dari kata-katanya secara kontekstual, sehingga tidak mengurangi maknanya.

Setelah data atau laporan terkumpul dan semakin banyak, maka data tersebut perlu direduksi yaitu dengan memilih hal-hal pokok yang sesuai dengan fokus penelitian. Data-data reduksi direduksi memberikan gambaran yang lebih tajam tentang hasil pengamatan dan mempermudah peneliti. Guna mencarinya jika sewaktu-waktu diperlukan. Reduksi dapat pula membantu dalam memberikan kode-kode pada spek-aspek tertentu.

2. Penyajian Data

Adalah kegiatan penyajian sekumpulan informasi dalam bentuk teks naratif yang dibantu dengan matrik, grafik, jaringan, tabel, dan bagan yang bertujuan mempertajam pemahaman peneliti terhadap informasi yang diperoleh. Data yang semakin bertumpuk-tumpuk itu kurang dapat memberikan gambaran secara menyeluruh. Oleh sebab itu diperlukan display data. Display data menyajikan data dalam bentuk matrix, network, chart atau grafik, dan sebagainya. Dengan demikian peneliti dapat menguasai data dan

tidak terbenam dengan setumpuk data. 3. Penarikan Kesimpulan

(42)

telah di uji validasinya. Untuk mencari makna yang telah diperoleh, maka peneliti berusaha mencari model, tema, hubungan, persamaan, hal-hal yang sering muncul, hipotesis dan sebagainya. Jadi dari data yang didapatkan, peneliti mencoba untuk mengambil kesimpulan. Mula-mula kesimpulan tersebut kabur, tetapi lama kelamaan semakin jelas karena data mendukung. Verifikasi dapat dilakukan dengan singkat dengan cara mengumpulkan data baru.

Dalam suatu laporan penelitian kualitatif, dapat dikatakan ilmiah jika persyaratan validitas, reliabilitas, dan objektivitasnya dapat terpengaruhi. Agar persyaratan tersebut dapat terpenuhi, maka beberapa usaha yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Kreadibilitas

a) Waktu yang digunakan peneliti harus cukup lama b) Pengamatan terus-menerus

c) Mengadakan triagulasi yaitu memeriksa kebenaran data yang telah diperolehnya kepada pihak-pihak lainnya yang dapat dipercaya

d) Mendiskusikan dengan teman seprofesi

e) Menganalisis kasus negatif, yaitu kasus-kasus yang bertentangan dengan hasil penelitiannya pada saat-saat tertentu.

f) Menggunakan alat-alat bantu dalam mengumpulkan data seperti tape, recorder, camera, vidio dan sebagainya

g) Menggunakan member check, yaitu memeriksa kembali informasi responden dengan mengadakan pertanyaan ulang atau mengumpulkan sejumlah informan untuk dimintai pendapatnya tentang data yang telah dikumpulkan.

(43)

Transferabilitas adalah apabila hasil penelitian kualitatif itu telah dapat digunakan atau diterapkan pada kasus atau situasi lainnya. Transferabilitas dapat ditingkatkan dengan cara melakukan penelitian dibeberapa lokasi.

3. Dependabilitas dan Konfirmabilitas

(44)

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahsan maka dapat disimpulkan bahwa dampak munculnya budaya jalanan/street culture terhadap gaya hidup remaja perkotaan adalah sebagai berikut:

1. Alasan para remaja menjadi pelaku street culture karena ketertarikan pada salah satu cabang street culture yang ada dan ada juga yang di karenakan ajakan temannya .

2. Tujuan para remaja menjadi pelaku street culture yang bermacam-macam seperti ingin menyalurkan bakatnya, mengembangkan kemampuannya, dan juga ada pula yang ingin menunjukkan ciri khas dirinya.

3. Dampak yang diperoleh selama menjadi pelaku street culture yaitu dampak negatiif dan positif dan juga mempengaruhi gaya hidup para informan.

(45)

B. Saran

Saran dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Para remaja pelaku street culture harusnya lebih peka terhadap budaya yang ada/budaya lokal dan tidak hanya mengetahui tentang budaya luar tetapi juga memiliki pengetahuan tentang budaya asli indonesia yang ada karena budaya tersebut ialah warisan bangsa.

2. Remaja pelaku street culture juga hendaknya dapat menyaring hal yang baik sehingga gaya hidup mereka pun tidak sepenuhnya dipengaruhi oleh kebudayaan yang berasal dari barat tersebut.

(46)

Andi Mappiere. (1982).Psikologi Remaja. Surabaya: Usaha Nasional

Derajat, Zakiyah. 1998. Pembinaan Remaja, Bulan Bintang. Jakarta

Kuntur, Ronny.2003. Metode Penelitian Untuk Penelitian Skripsi dan Tesis.PPM. Jakarta

Moleong, Lexy J. 2000, Metode Penelitian Kualitatif. PT. Remaja Rosdakarya. Bandung

Nawawi, Handani dan Mimi Martin. 1994. Penelitian Kualitatif. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta

Nazir, Moh.1998. Metode Penelitian. Jakarta. PT. Ghalia Indonesia

Sarwono, S.W. 1997. Psikologi Sosial Jilid II . Jakarta: Penerbit Rajawali.

Soekanto, Soejono. 1986. Remaja Dan Pola Rekreasinya. Jakarta. Gunung Mulia Suyono, Ariyono. 1985. Kamus Antropologi. Akademika Pressindo. Jakarta

Usman, Husnaini dan Purnomo Setiadi A. 1995. Metode Penelitian Sosial. Bumi Aksara. Bandung

(47)

http://airputihku.wordpress.com/2012/06/21/budaya-jalanan-a-k-a-street-culture-di-

indonesia-eksistenti-resistensi-atau-basa-basi-mati/ diakses pada tanggal 10 Januari 2013

http://green-cyber.forums.ag/t44-sejarah-skateboarding-dan-perkembangannya-di-indonesia di akses pada tanggal 11 Januari 2013

(48)

(Pedoman wawancara dan observasi ini hanya sebagai penuntun di lapangan penelitian, karena pertanyaan bersifat terbuka dan dinamis sesuai dengan perkembangan di lapangan penelitian)

Judul Penelitian :

DAMPAK MUNCULNYA BUDAYA JALANAN (STREET CULTURE) TERHADAP GAYA HIDUP REMAJA PERKOTAAN

(Studi di Pasar Seni Enggal Bandar Lampung)

Oleh

a. Apa yang anda ketahui tentang budaya jalanan? b. Apakah anda termasuk pelaku budaya jalanan?

c. Jika iya, sejak kapan anda menjadi pelaku budaya tersebut?

d. Apakah orang tua atau keluarga anda memberi kebebasan pada anda? e. Apakahkah alasan anda menjadi pelaku budaya tersebut?

f. Apakah tujuan anda menjadi pelaku budaya tersebut? g. Apakah dampak yang anda rasakan?

(49)

Graffiti

(50)

Gambar

GAMBAR GAMBAR STREET CULTURE

Referensi

Dokumen terkait