ABSTRAK
PENGARUH KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH, PROGRAM PENGAJARAN, DAN LINGKUNGAN
KERJA GURU TERHADAP KINERJA GURU PADA SMA MUHAMMADIYAH 2
BANDAR LAMPUNG TAHUN PELAJARAN
2009/2010
Oleh
SENJA ANGGI PERTIWI
Kinerja guru adalah hasil atau prestasi kerja seorang guru baik secara kualitas
maupun kuantitas, yang dapat kita lihat dari tanggung jawab serta kemampuan
yang dimiliknya, meliputi kemampuan pribadi, kemampuan professional,
kemampuan sosial, serta kemampuan pedagogik. Dalam penelitian ini ada
beberapa faktor yang diduga mempengaruhi kinerja guru, yaitu kepemimpinan
kepala sekolah, program pengajaran, dan lingkungan kerja guru. Tujuan penelitian
ini adalah untuk mengetahui pengaruh kepemimpinan kepala sekolah, program
pengajaran, dan lingkungan kerja guru terhadap kinerja guru pada SMA
Muhammadiyah 2 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2009/2010.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh guru di SMA Muhammadiyah 2
Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2009/2010 yang berjumlah 48 orang guru.
survey. Berdasarkan tingkat eksplanasinya, penelitian ini tergolong penelitian assosiatif dengan tipe penyelidikan korelasi dan regresi. Untuk pengujian hipotesis pertama, kedua, dan ketiga menggunakan regresi linier sederhana,
sedangkan untuk hipotesis keempat menggunakan regresi linier multipel.
Berdasarkan hasil analisis data yang dilakukan, hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa: (1) Ada pengaruh kepemimpinan kepala sekolah terhadap kinerja guru
pada SMA Muhammadiyah 2 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2009/2010,
diperoleh koefisien korelasi (r) 0, 610 dan koefisien determinasi (r2) 0,372 atau
37,2%. (2) Ada pengaruh program pengajaran terhadap kinerja guru pada SMA
Muhammadiyah 2 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2009/2010, diperoleh
koefisien korelasi (r) 0,529 dan koefisien determinasi (r2) 0,280 atau 28%.
(3) Ada pengaruh lingkungan kerja guru terhadap kinerja guru pada SMA
Muhammadiyah 2 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2009/2010, diperoleh
koefisien korelasi (r) 0,644 dan koefisien determinasi (r2) 0,414 atau 41,4%.
(4) Ada pengaruh kepemimpinan kepala sekolah, program pengajaran, dan
lingkungan kerja guru terhadap kinerja guru pada SMA Muhammadiyah 2 Bandar
Lampung Tahun Pelajaran 2009/2010, diperoleh keeratan hubungan koefisien
I. PENDAHULUAN
Pada bab ini akan dibahas beberapa hal yang berkaitan dengan latar belakang
masalah, identifikasi masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah,
tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan diakhiri dengan ruang lingkup
penelitian. Pembahasan secara rinci beberapa sub bab tersebut dikemukakan
sebagai berikut.
A. Latar Belakang Masalah
Guru sebagai salah satu unsur dalam proses belajar mengajar memiliki
berbagai peran, tidak terbatas hanya sebagai pengajar, tetapi juga sebagai
pembimbing yang mendorong potensi, mengembangkan alternatif, dan
membantu siswa dalam belajar. Artinya, guru memiliki tugas dan tanggung
jawab yang kompleks terhadap pencapaian tujuan pendidikan, di mana guru
tidak hanya dituntut untuk menguasai ilmu yang akan diajarkan dan memiliki
seperangkat pengetahuan dan keterampilan teknis mengajar, namun guru juga
dituntut untuk menampilkan kepribadian yang mampu menjadi teladan bagi
siswa.
Guru mempunyai tugas untuk mendidik, mengajar dan melatih. Mendidik
berarti meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai hidup, mengajar berarti
mengembangkan keterampilan-keterampilan pada siswa. Dalam
melaksanakan tugas dan tanggung jawab tersebut, seorang guru dituntut
memiliki beberapa kemampuan dan keterampilan tertentu. Guru (pendidik)
menurut Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
nasional Bab XI pasal 39 adalah tenaga profesional yang bertugas
merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil
pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan
penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada
perguruan tinggi.
Tenaga guru adalah salah satu tenaga kependidikan yang mempunyai peran
sebagai faktor penentu keberhasilan tujuan organisasi selain tenaga
kependidikan lainnya, karena guru yang langsung bersinggungan dengan
peserta didik, untuk memberikan bimbingan yang muaranya akan
menghasilkan tamatan/lulusan yang diharapkan. Maka dari itu salah satu
faktor yang berperan mempengaruhi pendidikan adalah kinerja guru yang
berkualitas.
SMA Muhammadiyah 2 Bandar Lampung sebagai salah satu lembaga
pendidikan formal tingkat menengah atas, tidak terlepas dari
masalah-masalah yang diduga berpengaruh terhadap kinerja guru, diantaranya adalah
kepemimpinan kepala sekolah, program pengajaran serta lingkungan kerja
guru di sekolah.
Suatu organisasi akan berhasil dalam mencapai tujuan dan program-program
melaksanakan tugas-tugasnya dengan baik sesuai dengan bidang dan
tanggung jawabnya. Agar orang-orang dalam organisasi tersebut dapat
melaksanakan tugasnya dengan baik, maka diperlukan seorang pemimpin
yang dapat mengarahkan segala sumber daya menuju ke arah pencapaian
tujuan.
Di sekolah ini terlihat adanya masalah tentang kepemimpinan kepala sekolah
yang dapat mempengaruhi kinerja guru. Kepala sekolah belum optimal dalam
menunjukkan kemampuannya untuk memimpin dan menggerakkan guru agar
guru dapat melaksanakan pekerjaannya secara maksimal sehingga tujuan
yang ingin dicapai sulit untuk terlaksana.
Kepemimpinan dalam lingkungan sekolah selalu melibatkan upaya seorang
kepala sekolah untuk mempengaruhi perilaku para guru dalam suatu situasi.
Hal ini dikarenakan kepemimpinan kepala sekolah merupakan salah satu
faktor dalam penentu kinerja guru. Agar kepemimpinan yang dilaksanakan
oleh kepala sekolah efektif dan efisien, salah satu tugas yang dilakukan
adalah memberikan kepuasan kepada seluruh warga sekolah, dalam hal ini
khususnya guru. Kepemimpinan kepala sekolah yang baik harus dapat
mengupayakan peningkatan kinerja guru melalui program pembinaan
kemampuan tenaga kependidikan. Oleh karena itu, kepala sekolah harus
mempunyai kepribadian atau sifat-sifat dan kemampuan serta
keterampilan-keterampilan untuk memimpin sebuah lembaga pendidikan.
Faktor kedua yang diduga mempengaruhi kinerja guru adalah program
belajar mengajar, karena guru memegang tugas yang amat penting yaitu
mengatur dan mengendalikan kegiatan kelas. Untuk membuat proses belajar
mengajar lebih efektif maka tugas guru adalah menciptakan suasana kelas
yang kondusif untuk pembelajaran. Untuk menciptakan suasana kelas yang
kondusif tersebut, perlu dirancang program pengajaran. Program adalah
rencana dan kegiatan yang direncanakan dengan seksama, sedangkan
pengajaran merupakan totalitas aktivitas belajar-mengajar yang diawali
dengan perencanaan dan diakhiri dengan evaluasi. Program pengajaran adalah
suatu rencana pengajaran sebagai panduan bagi guru atau pengajar dalam
melaksanakan pembelajaran.
Di sekolah ini, program pengajaran tidak disusun secara tepat waktu sehingga
pelaksanaan pengajaran yang diberikan kepada siswa terlihat tidak maksimal.
Pengajaran merupakan suatu aktivitas (proses) mengajar-belajar. Di dalamnya
ada dua subjek yaitu guru dan peserta didik. Untuk itu diperlukan program
pengajaran yang sistematis dan sistematik yang terdiri atas banyak
komponen. Masing-masing komponen pengajaran tidak bersifat parsial
(terpisah) atau berjalan sendiri-sendiri, tetapi harus berjalan secara teratur,
saling bergantung, komplementasi dan berkesinambungan.
Faktor ketiga adalah lingkungan kerja. Lingkungan kerja dalam suatu
organisasi sangat penting untuk diperhatikan. Meskipun lingkungan kerja
tidak melaksanakan proses pengajaran, namun lingkungan kerja mempunyai
pengaruh langsung terhadap para guru yang melaksanan proses pengajaran.
guru, sebaliknya lingkungan kerja yang tidak memadai akan dapat
menurunkan kinerja dan akhirnya menurunkan motivasi kerja guru.
Lingkungan kerja mempengaruhi guru dalam melaksanakan tugas, kondisi,
dan hasil kerjanya.
Lingkungan kerja yang baik akan menyebabkan guru bekerja dengan baik dan
bersemangat. Lingkungan kerja yang baik adalah pertama, bagaimana
hubungan kerja antara kepala sekolah dan guru, hal ini mencakup pembagian
tugas yang jelas, komunikasi harmonis, persaingan yang sehat dan perlakuan
yang adil. Kedua, bagaimana pelayanan kesejahteraan dan kesehatan guru.
Ketiga, bagaimana kondisi tata ruang, tata cahaya, suhu, sarana prasarana
kantor dan ruang belajar, serta kebersihan sekolah.
Hal tersebut tidak sepenuhnya terdapat di sekolah ini. Hubungan guru dan
kepala sekolah terlihat tidak harmonis, perlakuan kepada guru yang terihat
tidak adil, sarana dan prasarana dalam mengajar yang tidak merata,
merupakan beberapa masalah yang ada di dalam lingkungan kerja guru di
sekolah ini sehingga menimbulkan ketidaknyamanan guru dalam bekerja,
sehingga hal ini sangat mempengaruhi kinerja guru.
Tercapainya kinerja guru diduga dipengaruhi oleh kepemimpinan kepala
sekolah yang baik, program pengajaran yang tepat waktu serta lingkungan
kerja yang memadai. Salah satu aspek yang mencerminkan kondisi kinerja
adalah tingkat kehadiran atau absensi. Tingkat absensi dapat menunjukkan
Berdasarkan hasil penelitian pendahuluan pada SMA Muhammadiyah 2
Bandar Lampung, diketahui masih terdapat guru yang tidak hadir pada jam
kerjanya. Hal itu terlihat dari presentase dibagi dengan hari kerja dan jumlah
guru yang ada di SMA Muhammadiyah 2 Bandar Lampung seperti terlihat
pada tabel di bawah:
Tabel 1. Jumlah Jam Absensi Guru SMA Muhammadiyah 2 Bandar Lampung Semester I Tahun 2009/2010
Bulan Jumlah
Guru
Jumlah Hari Efektif
Keterangan Jumlah
Absensi
Persen
I S A
Juli 48 17 0 0 0 0 0
Agustus 48 24 40 7 15 62 5,38
September 48 14 22 2 14 38 5,65
Oktober 48 27 29 2 15 46 3,55
November 48 25 33 1 15 49 4,08
Desember 48 17 0 0 0 0 0
Jumlah 128 12 59 199 18,66
Sumber: Tata Usaha SMA Muhammadiyah 2 Bandar Lampung
Perhitungan presentase karyawan adalah sebagai berikut.
(FLIPPO, 1996: 143)
Dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa tingkat ketidakhadiran guru relatif
tinggi pada semester I Tahun Ajaran 2009/2010, dengan presentase rata-rata 4
% setiap bulannya. Kemudian total ketidakhadiran guru selama semester I
(satu) sebanyak 199 hari. Jumlah tersebut terbagi atas guru yang tidak masuk
mengajar karena alasan Izin (I) sebanyak 128, Sakit (S) sebanyak 12, dan 59 Jumlah Hari Absen
guru dengan alasan Alpha (A). Tingginya tingkat absensi menunjukkan
adanya masalah dalam disiplin kerja guru. Hal ini akan berpengaruh pada
pencapaian pendidikan, karena tinggi rendahnya tingkat produktifitas dan
disiplin kerja dalam suatu lembaga dapat dilihat dari tingkat absensi.
Untuk meningkatkan kualitas pendidikan, upaya yang dilakukan dimulai
dengan meningkatkan kinerja guru terlebih dahulu. Ukuran kinerja guru
terlihat dari rasa tanggungjawabnya menjalankan amanah, profesi yang
diembannya, rasa tanggungjawab moral dipundaknya. Semua itu akan terlihat
kepada kepatuhan dan loyalitasnya di dalam menjalankan tugas keguruannya
di dalam kelas dan tugas kependidikannya di luar kelas. Sikap ini akan
dibarengi pula dengan rasa tanggungjawabnya mempersiapkan segala
perlengkapan pengajaran sebelum melaksanakan proses pembelajaran. Selain
itu, guru juga sudah mempertimbangkan akan metodologi yang akan
digunakan, termasuk alat media pendidikan yang akan dipakai, serta guru
juga dapat berinteraksi dengan baik di lingkungan bekerja.
Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut, maka penulis mengambil
judul: “Pengaruh Kepemimpinan Kepala Sekolah, Program Pengajaran,
dan Lingkungan Kerja Guru Terhadap Kinerja Guru Pada SMA Muhammadiyah 2 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2009/2010”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka dapat diambil identifikasi
1. Belum terdeskripsikannya kepemimpinan kepala sekolah pada SMA
Muhammadiyah 2 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2009/2010.
2. Belum terdeskripsikannya keadaan lingkungan kerja guru pada SMA
Muhammadiyah 2 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2009/2010.
3. Belum diketahuinya kinerja guru pada SMA Muhammadiyah 2 Bandar
Lampung Tahun Pelajaran 2009/2010.
4. Pengaruh kepemimpinan kepala sekolah terhadap kinerja guru pada SMA
Muhammadiyah 2 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2009/2010.
5. Pengaruh program pengajaran guru terhadap kinerja guru pada SMA
Muhammadiyah 2 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2009/2010.
6. Pengaruh lingkungan kerja guru terhadap kinerja guru pada SMA
Muhammadiyah 2 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2009/2010.
7. Pengaruh kepemimpinan kepala sekolah, program pengajaran, dan
lingkungan kerja terhadap kinerja guru pada SMA Muhammdiyah 2
Bandar lampung Tahun Pelajaran 2009/2010.
C. Pembatasan Masalah
Agar permasalahan dalam penelitian ini tidak terlalu luas, maka pembatasan
masalah dalam penelitian ini dibatasi pada pengaruh kepemimpinan kepala
sekolah (X1), program pengajaran (X2), dan lingkungan kerja guru (X3)
terhadap kinerja guru (Y) pada SMA Muhammadiyah 2 Bandar Lampung
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka perumusan masalah dalam
penelitian ini adalah:
1. Apakah ada pengaruh kepemimpinan kepala sekolah terhadap kinerja guru
pada SMA Muhammadiyah 2 Bandar Lampung Tahun Pelajaran
2009/2010?
2. Apakah ada pengaruh program pengajaran terhadap kinerja guru pada
SMA pada Muhammadiyah 2 Bandar Lampung Tahun Pelajaran
2009/2010?
3. Apakah ada pengaruh lingkungan kerja guru terhadap kinerja guru pada
SMA Muhammadiyah 2 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2009/2010?
4. Apakah ada pengaruh kepemimpinan kepala sekolah, program pengajaran,
dan lingkungan kerja guru terhadap kinerja guru pada SMA
Muhammadiyah 2 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2009/2010?
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, penelitian ini bertujuan sebagai
berikut:
1. Untuk mengetahui apakah ada pengaruh kepemimpinan kepala sekolah
terhadap kinerja guru pada SMA Muhammadiyah 2 Bandar Lampung
Tahun Pelajaran 2009/2010.
2. Untuk mengetahui apakah ada pengaruh program pengajaran terhadap
kinerja guru pada SMA Muhammadiyah 2 Bandar Lampung Tahun
3. Untuk mengetahui apakah ada pengaruh lingkungan kerja guru terhadap
kinerja guru pada SMA Muham madiyah 2 Bandar Lampung Tahun
Pelajaran 2009/2010.
4. Untuk mengetahui apakah ada pengaruh kepemimpinan kepala sekolah,
program pengajaran, dan lingkungan kerja guru terhadap kinerja guru pada
SMA Muhammadiyah 2 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2009/2010.
F. Kegunaan Penelitian
a. Kegunaan teoritis
1. Memberikan penjelasan yang lengkap mengenai pengaruh
kepemimpinan kepala sekolah, program pengajaran, dan lingkungan
kerja guru terhadap kinerja guru pada SMA Muhammadiyah 2 Bandar
Lampung Tahun Pelajaran 2009/2010.
2. Memberikan peluang peneliti lain untuk melakukan penelitian lebih
lanjut tentang hal yang sama dengan menggunakan teori-teori lain
yang belum digunakan dalam penelitian ini.
b. Kegunaan praktis
1. Sumbangan pemikiran bagi sekolah dalam menentukan langkah untuk
meningkatkan kinerja kerja guru sehingga pelaksanaan pendidikan
dapat tercapai secara maksimal.
2. Sebagai informasi bagi guru untuk meningkatkan kinerja kerja guru
dalam proses kegiatan penyelenggaraan pendidikan.
3. Sumbangan pemikiran bagi masyarakat terutama masyarakat
khususnya agar dapat meningkatkan kinerja kerja guru dan dapat
dijadikan sebagai informasi dalam penelitian oleh masyarakat pada
umumnya.
G. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang Lingkup pada penelitian ini adalah:
1. Ruang Lingkup Objek
Objek penelitian ini adalah seberapa besar pengaruh kepemimpinan kepala
sekolah, program pengajaran, dan lingkungan kerja guru terhadap kinerja
guru.
2. Ruang Lingkup Subjek
Subjek penelitian ini adalah seluruh guru di SMA Muhammadiyah 2
Bandar Lampung.
3. Ruang Lingkup Tempat
Penelitian ini di lakukan di SMA Muhammadiyah 2 Bandar Lampung
4. Ruang Lingkup Waktu
II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS
Pada bab ini akan dibahas beberapa hal yang berkaitan dengan tinjauan
pustaka, pengaruh antara variabel bebas (kepemimpinan kepala sekolah,
program pengajaran, dan lingkungan kerja guru) dengan variabel terikat
(kinerja guru), penelitian yang relevan, kerangka pikir, dan diakhiri dengan
hipotesis. Pembahasan secara resmi beberapa subbab tersebut dikemukakan
sebagai berikut.
A. Tinjauan Pustaka
1. Kinerja Guru
Guru yang merupakan salah satu unsur terpenting dalam proses pendidikan
memiliki tugas pokok yang diwujudkan dalam kegiatan belajar mengajar
serta tugas-tugas yang diberikan padanya. Hal tersebut merupakan bentuk
kinerja guru. Apabila kinerja guru meningkat maka akan berpengaruh
terhadap peserta didik. Oleh karena itu perlu dukungan dari berbagai pihak
sekolah untuk meningkatkan kinerja guru.
Istilah “kinerja” sebenarnya adalah pengalihbahasan dari kata Inggris
“Performance”. Bernadin dan Russel dalam Achmad S. Ruky (2006:15)
“Performance is defined as the record of outcomes produced on specified job function or activity during a specified time period” (prestasi adalah catatan tentang hasil-hasil yang diperoleh dari fungsi-fungsi pekerjaan tertentu atau kegiatan tertentu selama kurun waktu tertentu).
Menurut Lembaga Administrasi Negara (LAN) dalam E. Mulyasa
(2007:136) , kinerja atau performansi dapat diartikan sebagai prestasi kerja,
pelaksanaan kerja, pencapaian kerja, hasil kerja atau unjuk kerja. Sementara
menurut Nanang Fattah dalam Susilowati (2007) bahwa, “Prestasi kerja atau penampilan kerja (performance) diartikan sebagai ungkapan kemampuan yang didasari oleh pengetahuan, sikap, keterampilan, dan motivasi dalam
menghasilkan sesuatu.
Untuk lebih memahami tentang kinerja guru, berikut disajikan beberapa
pendapat menurut pengertian operasional menurut E. Mulyasa (2007:136)
1. Model Vroomian
Vroom mengemukakan bahwa “Permorfance = f (Ability x Motivation)”. Menurut model ini, kinerja seseorang merupakan fungsi perkalian antara kemampuan (ability) dan motivasi. Hubungan perkalian tersebut
mengandung arti bahwa: jika seseorang rendah pada salah satu komponen maka prestasi kerjanya akan rendah pula. Kinerja seseorang yang rendah merupakan hasil dari motivasi yang rendah dengan kemampuan yang rendah.
2. Model Lawler dan Porter
Lawler dan Porter mengemukakan bahwa: “Performance = Effort x Ability x Role Perceptions”. Effort adalah banyaknya energi yang dikeluarkan seseorang dalam situasi tertentu, abilities adalah karakteristik individu seperti intelegensi, keterampilan, sifat sebagai kekuatan potensial untuk berbuat dan melakukan sesuatu, sedangkan role perception adalah kesesuaian antara usaha yang dilakukan seseorang dengan pandangan atasan langsung tentang yang seharusnya dikerjakan. Hal yang baru dalam
model ini adalah “role perceptions”, sebagai jenis perilaku yang paling cocok dilakukan individu untuk mencapai sukses.
3. Model Ander dan Butzin
akan menghasilkan kinerja yang rendah , demikian halnya orang yang bermotivasi tinggi tetapi ability-nya rendah.
Dari berbagai pengertian kinerja diatas, maka dapat disimpulkan bahwa
kinerja adalah hasil atau prestasi kerja yang dicapai seseorang dalam
melaksanakan tugas nya baik secara kualitas maupun kuantitas sesuai dengan
tanggung jawab yang diberikan kepadanya.
Untuk mendapatkan hasil kerja yang optimal, maka sudah merupakan
keharusan bagi seorang pekerja, dinilai kinerjanya, termasuk guru. Roger
Belows dalam Achmad S. Ruky (2006:12), mengatakan bahwa penilaian
kinerja adalah suatu penilaian periodik atas nilai seorang individu karyawan
bagi organisasinya, dilakukan oleh atasannya atau seseorang yang berada
dalam posisi untuk mengamati/menilai prestasi kerjanya. Dale S. Beach juga
berpendapat bahwa penilaian kinerja adalah sebuah penilaian sistematis atas
individu karyawan mengenai prestasinya dalam pekerjaannya dan potensinya
untuk pengembangan.
Jadi, penilaian kinerja adalah penilaian prestasi kerja yang sistematis atas
seorang karyawan yang bermanfaat untuk pengembangan potensi karyawan
tersebut. Begitu juga dengan penilaian kinerja guru.
Menurut Lusia Kurniawati (2009:30), penilaian kinerja, pada dasarnya
merupakan proses yang digunakan sekolah untuk mengevaluasi kegiatan
belajar mengajar yang telah dilakukan kepala sekolah dan para guru harus
mengevaluasi kinerja untuk mengetahui tindakan apa yang akan diambil.
perencanaan strategi, pelatihan dan pengembangan, serta pengambilan
keputusan-keputusan lainnya berkaitan dengan kemajuan sekolah khususnya
bagi anak didik. Penilaian kinerja berkaitan dengan kinerja dan pertanggung
jawaban guru kepada sekolah. Dalam dunia yang bersaing secara global,
sekolah membutuhkan kinerja yang tinggi. Pada saat bersamaan, guru
membutuhkan umpan balik terhadap kinerjanya sebagai pembimbing untuk
masa yang akan datang.
Penilaian kinerja ditujukan bukan untuk kepentingan organisasi yang
bersangkutan melainkan untuk semua pihak, seperti yang diungkapkan oleh
Achmad S. Ruky (2006:20-21) bahwa penilaian prestasi mempunyai tujuan:
1. meningkatkan prestasi kerja karyawan baik secara individu, maupun kelompok;
2. mendorong kinerja sumber daya manusia secara keseluruhan yang direfleksikan dalam kenaikan produktivitas;
3. merangsang minat dalam pengembangan pribadi dengan tujuan meningkatkan hasil kerja dan prestasi kerja;
4. membantu perusahaan untuk dapat menyusun program pengembangan dan
pelatihan karyawan yang lebih tepat guna;
5. menyediakan alat/sarana untuk membandingkan prestasi kerja pegawai dengan gajinya atau imbalannya; dan
6. memberikan kesempatan pada pegawai untuk mengeluarkan perasaannya tentang pekerjaan atau hal-hal yang ada kaitannya.
Kinerja guru mempunyai spesifikasi/kriteria tertentu. Kinerja guru dapat
dilihat dan diukur berdasarkan spesifikasi/kriteria kompetensi yang harus
dimiliki oleh setiap guru. Dalam Penilaian Kinerja Guru yang disusun oleh
Ditjen PMPTK (2008:4-7), terdapat Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi
Akademik dan Kompetensi Guru, yang menjelaskan bahwa Standar
1. Kompetensi Pedagogik
Kemampuan yang harus dimiliki guru berkenaan dengan aspek-aspek yang diamati, yaitu:
a. Penguasaan terhadap karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral, sosial, kultural, emosional dan intelektual.
b. Penguasaan terhadap teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik.
c. Mampu mengembangkan kurikulum yang terkait dengan bidang
pengembangan yang diampu.
d. Menyelenggarakan kegiatan pengembangan yang mendidik.
e. Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk kepentingan penyelenggaraan kegiatan pengembangan yang mendidik.
f. Memfasilitasi pengembangan potensi peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimiliki.
g. Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan peserta didik.
h. Melakukan penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar, memanfaatkan hasil penilaian dan evaluasi untuk kepentingan pembelajaran.
i. Melakukan tindakan reflektif untuk peningkatan kualitas pembelajaran.
2. Kompetensi Kepribadian
Guru harus mempunyai kemampuan yang berkaitan dengan kemantapan dan integritas kepribadian seorang guru. Aspek-aspek yang diamati adalah:
a. Bertindak sesuai dengan norma agama, hukum, sosial, dan kebudayaan nasional Indonesia.
b. Menampilkan diri sebagai pribadi yang jujur, berakhlak mulia, dan teladan bagi peserta didik dan masyarakat.
c. Menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa.
d. Menunjukan etos kerja, tanggung jawab yang tinggi, rasa bangga menjadi guru, dan rasa percaya diri.
e. Menjunjung tinggi kode etik profesi guru.
3. Kompetensi Sosial
Kemampuan sosial meliputi kemampuan guru dalam berkomunikasi, bekerja sama, bergaul simpatik, dan mempunyai jiwa yang
menyenangkan. Kriteria kinerja guru yang harus dilakukan adalah:
a. Bertindak objektif serta tidak diskriminatif karena pertimbangan jenis kelamin, agama, ras, kondisi fisik, latar belakang keluarga, dan status sosial ekonomi.
b. Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua, dan masyarakat.
d. Berkomunikasi dengan komunitas profesi sendiri dan profesi lain secara lisan dan tulisan atau bentuk lain.
4. Kompetensi Profesional
Kompetensi atau kemampuan profesional yaitu kemampuan yang harus dimiliki guru berkenaan dengan aspek:
a. Dalam menyampaikan pembelajaran, guru mempunyai peranan dan
tugas sebagai sumber materi yang tidak pernah kering dalam mengelola proses pembelajaran.
b. Dalam melaksanakan proses pembelajaran, keaktifan siswa harus selalu diciptakan dan berjalan terus dengan menggunakan metode dan strategi mengajar yang tepat.
c. Di dalam pelaksanaan proses pembelajaran, guru harus memperhatikan prinsip-prinsip didaktik metodik sebagai ilmu keguruan.
d. Dalam hal evaluasi, secara teoritik dan praktik, guru harus dapat melaksanakan sesuai dengan tujuan yang ingin diukurnya.
Menurut Veithzal dan Ahmad Fawzi yang dikutip oleh Susanti (2010)
kinerja mempunyai empat aspek, yaitu : 1) kemampuan; 2) penerimaan tujuan
sekolah; 3) tingkatan tujuan yang ingin dicapai; 4) interaksi antara tujuan dan
kemampuan para karyawan (guru) dalam sekolah, dimana masing-masing
elemen berpengaruh terhadap kinerja seseorang.
Berkaitan erat dengan kinerja guru di dalam melaksanakan tugasnya
sehari-hari, guru dalam melaksanakan tugasnya perlu memiliki tiga kemampuan
dasar agar kinerjanya tercapai. Menurut Yuliani Indrawati (2006) tiga
kemampuan dasar yang harus dimiliki seorang guru sebagai berikut:
1. Kemampuan pribadi meliputi hal-hal yang bersifat fisik seperti tampang, suara, mata atau pandangan, kesehatan, pakaian, pendengaran, dan hal yang bersifat psikis sperti humor, ramah, intelek, sabar, sopan, rajin, kreatif, kepercayaan diri, optimis, kritis, obyektif, dan rasional. 2. Kemampuan sosial antara lain bersifat terbuka, disipilin, memiliki
dedikasi, tanggung jawab, suka menolong, bersifat membangun, tertib, bersifat adil, pemaaf, jujur, demokratis, dan cinta anak didik.
kurikulum sekolah dan menguasai bahan pendalaman/aplikasi bidang studi, mengelola program belajar mengajar, mengelola kelas,
menggunakan media dan sumber, menguasai landasan-landasan
kependidikan, mengelola interaksi belajar mengajar, menilai prestasi siswa untuk kepentingan pendidikan, mengenal fungsi, dan program bimbingan penyuluhan, mengenal, menyelenggarakan administrasi sekolah,
memahami prinsip, dan menafsirkan hasil-hasil penelitian pendidikan guna keperluan mengajar.
Indikator kinerja merupakan sesuatu yang akan dihitung dan diukur. Dalam
menetapkan indikator kinerja, harus dapat didefinisikan suatu bentuk
pengukuran yang akan menilai hasil atau outcome yang diperoleh dari aktivitas yang dilaksanakan. Indikator kinerja ini digunakan untuk
meyakinkan guru dari hari ke hari membuat kemajuan demi tujuan dan
sasaran dalam rencana strategis.
Menurut Veithzal dan Ahmad Fawzi yang dikutip oleh Susanti (2010),
hal-hal yang perlu dilakukan dalam mengukur kinerja adalah sebagai berikut:
a. Penetapan indikator kinerja, dengan memperhatikan: 1. Karakteristik indikator kinerja yang baik, yaitu;
a. Terikat pada tujuan program dan menggambarkan pencapaian hasil; b. Pada hal-hal yang perlu mendapat prioritas;
c. Terpusat pada hal-hal vital dan penting bagi pengambilan keputusan; d. Terbatas terkait dengan sistem pertanggungjawaban yang melibatkan
hasil.
2. Pertimbangan utama penetapannya bahwa indikator kinerja harus: a. Menggambarkan hasil atau usaha pencapaian hasil;
b. Merupakan indikator di dalam wewenangnya; c. Mempunyai dampak negatif yang rendah;
d. Digunakan untuk menghilangkan insentif yang sudah ada;
e. Ada pengganti atau manfaat yang lebih besar jika menghilangkan insentif.
Selain itu, menurut E. Mulyasa, (2007:9) ada tujuh indikator yang
menunjukkan lemahnya kinerja guru dalam melaksanakan tugas utamanya
pembelajaran; b) kurangnya kemahiran dalam mengelola kelas; c) rendahnya
kemampuan melakukan dan memanfaatkan penelitian tindakan kelas
(classroom action reserach); d) rendahnya motivasi berprestasi; e) kurang disiplin; f) rendahnya komitmen profesi; g) rendahnya kemampuan
manajemen waktu.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kinerja guru adalah hasil atau
prestasi kerja seorang guru baik secara kualitas maupun kuantitas, yang dapat
kita lihat dari tanggung jawab nya mengerjakan tugas yang diberikan
kepadanya. Kinerja akan bergantung pada perpaduan yang tepat antara
individu dan pekerjaannya. Untuk mencapai produktivitas sekolah secara
maksimum, sekolah harus menjamin dipilihnya orang yang tepat, dengan
pekerjaan yang tepat disertai kondisi yang memungkinkan bagi guru untuk
bekerja optimal.
Kinerja guru diangkat sebagai sebuah masalah pokok dalam penelitian ini
berkaitan dengan kemampuan yang harus dimiliki guru baik secara kualitas
dan kuantitas. Sebagai contohnya, guru sering tidak hadir tepat waktu dan
sering tidak masuk, guru sering meninggalkan kelas sewaktu mengajar, dalam
menyelesaikan tugas yang diberikan guru sering mengumpul tidak tepat
waktu, dalam mengajar guru tidak optimal dalam menggunakan media
pembelajaran dan metode mengajar yang digunakan sering tidak menarik.
Hal-hal terseebut menggambarkan bahwa rendahnya kinerja guru yang ada di
2. Kepemimpinan Kepala Sekolah
Dalam suatu organisasi, pemimpin adalah suatu unsur terpenting, karena
seorang pemimpin memiliki daya kemampuan mempengaruhi dan
menggerakkan manusia lainnya dalam rangka pengelolaan organisasi. Oleh
sebab itu, kemampuan memimpin secara efektif merupakan kunci utama
untuk menjadi seorang manajer yang efektif.
Menurut Hasibuan (2009:169-170), menjelaskan definisi pemimpin dan
kepemimpinan, sebagai berikut:
a. Pemimpin, adalah seseorang yang mempergunakan wewenang dan
kepemimpinannya, mengarahkan bawahan untuk mengerjakan sebagian pekerjaannya dalam mencapai tujuan organisasi.
b. Kepemimpinan, adalah cara seorang pemimpin mempengaruhi perilaku bawahan, agar mau bekerja sama dan bekerja secara produktif untuk mencapai tujuan organisasi.
Dengan demikian jelas ada perbedaan antar pemimpin dan kepemimpinan.
Pemimpin adalah orang yang melakukan proses dalam memimpin sedangkan
kepemimpinan adalah proses yang terjadi pada saat memimpin tersebut.
Ada beberapa pendapat mengenai arti kepemimpinan D.E. Macfarland
(1978), mengemukakan bahwa kepemimpinan adalah suatu proses di mana
pimpinan dilukiskan akan memberi perintah atau pengaruh, bimbingan atau
proses mempengaruhi pekerjaan orang lain dalam memilih dan mencapai
tujuan yang telah ditetapkan. J.M. Pfifner (1980) mengemukakan bahwa
kepemimpinan adalah seni mengoordinasi dan memberi arah kepada individu
atau kelompok untuk mencapai tujuan yang ingin dicapai. Sedangkan Oteng
mengambil inisiatif dalam situasi sosial untuk menciptakan bentuk dan
prosedur baru, merancang dan mengatur perbuatan, dan dengan berbuat
begitu membangkitkan kerja sama ke arah tecapainya tujuan.
(Sudarwan Danim , 2006: 204)
Menurut Koontz, O’Donnel dan Weicrich, (Wahjusumidjo, 2005:103) di
dalam bukunya yang berjudul Management, kepemimpinan secara umum merupakan pengaruh, seni atau proses mempengaruhi orang lain, sehingga
mereka dengan penuh kemauan berusaha ke arah tercapainya tujuan
organisasi.
Jadi dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan adalah kemampuan seseorang
untuk mempengaruhi dan menggerakkan bawahannya untuk melakukan kerja
sama melakukan berbagai kegiatan dalam rangka mencapai tujuan yang ingin
dicapai.
Sementara itu, G.R. TERRY (Winardi, 2000:62-68) dalam bukunya
“Principles of Management” mengemukakan 8 (delapan) buah teori
kepemimpinan sebagai berikut:
1. Teori Otokratis
Kepemimpinan menurut teori ini didasarkan atas perintah-perintah, pemaksaan dan tindakan yang agak arbitrer dalam hubungan antara pemimpin dengan pihak bawahan. Pemimpin otokratis menggunakan perintah-perintah yang biasanya diperkuat oleh adanya sanksi-sanksi di antara mana, disiplin adalah faktor terpenting.
2. Teori Psikologis
3. Teori Sosiologis
Kepemimpinan terdiri dari usaha-usaha yang melancarkan aktivitas para pemimpin dan yang berusaha untuk menyelesaikan setiap konflik organisatoris antar para pengikut. Usaha-usaha untuk mencapai tujuan mempengaruhi interaksi-interaksi antara para pengikut, kadang-kadang hingga timbulnya konflik yang merusak di dalam atau dia antara kelompok-kelompok. Dalam situasi ini, pemimpin diharapkan untuk mengambil tindakan-tindakan korektif, menjalankan pengaruh kepemimpinannya dan mengembalikan harmoni dan usaha-usaha kooperatif antara para pengikutnya.
4. Teori suportif
Dalam teori ini, pihak pemimpin beranggapan bahwa para pengikutnya ingin berusaha sebaik-baiknya dan bahwa ia dapat memimpin dengan sebaiknya melalui tindakan membantu usaha-usaha mereka.
5. Teori “Lissez Faire”
Berdasarkan teori ini, seorang pemimpin memberikan kebebasan seluas-luasnya kepada para pengikutnya dalam hal menentukan aktivitas mereka. Pemimpin tidak berpartisipasi, atau apabila hal itu dilakukannya maka partisipasi tersebut hampir tidak berarti.
6. Teori prilaku pribadi
Teori ini menyatakan bahwa seorang pemimpin tidak berkelakuan sama ataupun melakukan tindakan-tindakan identik dalam setiap situasi yang dihadapi olehnya. Hingga tingkat tertentu ia bersifat fleksibel, karena ia beranggapan bahwa ia perlu mengambil langkah-langkah yang paling tepat untuk menghadapi suatu problem tertentu.
7. Teori sosial/sifat
Sifat-sifat yang dianggap harus dimiliki oleh seorang pemimpin dapat disebut: Intelegensi, inisiatif, energi atau rangsangan, kedewasaan emosional, persuasif, skill komunikatif, kepercayaan pada diri sendiri, perseptif, kreativitas, partisipasi sosial.
8. Teori situasi
Teori ini menerangkan kepemimpinan menyatakan bahwa harus terdapat cukup banyak fleksibilitas dalam kepemimpinan untuk menyesuaikan diri dengan berbagai macam situasi.
Sementara itu menurut Suko Susilo (2005:91-92), perilaku kepemimpinan
yang memiliki kecenderungan orientasi pada pelaksanaan tugas-tugas dan
produktivitas kelompok melakukan sejumlah kegiatan yang antara lain:
1. Initiating
2. Regulating
Merupakan perilaku pemimpin dalam aktivitas kepemimpinannya dengan membuat aturan yang jelas untuk mengatur arah dan langkah-langkah kegiatan di dalam kelompok.
3. Informing
Kegiatan memberi informasi tentang data dan fakta-fakta serta pendapat-pendapat kepada anggota kelompok kemudian meminta dari mereka informasi yang diperlukan.
4. Suporting
Tindakan pemimpin ini terkait dengan usaha untuk menerima gagasan, pendapat dan usul dari anggota kelompok dan menyempurnakannya dengan menambah atau menguranginya untuk digunakan dalam rangka penyelesaian tugas bersama.
5. Evaluating
Tindakan untuk melakukan penilaian-penilaian, juga menguji gagasan yang muncul serta cara kerja yang diambil dengan menunjukkan sejumlah konsekuensi yang menyertainya.
6. Summarizing
Kegiatan untuk mengumpulkan dan merumuskan gagasan, pendapat dan usul yang muncul, menyingkat lalu menyimpulkan sebagai landasan untuk tindakan selanjutnya.
Menurut Wahjosumidjo (2005:83), sekolah yang merupakan organisasi juga
memerlukan seorang pemimpin, dalam hal ini kepala sekolah, yang amat
sangat berperan, baik dari pihak guru, murid, maupun warga sekolah lainnya.
Kata ‘kepala’ dapat diartikan ‘ketua’ atau ‘pemimpin’ dalam suatu organisasi
atau sebuah lembaga, sedang ‘sekolah’ adalah sebuah lembaga dimana menjadi tempat menerima dan memberi pelajaran. Dengan demikian secara
sederhana kepala sekolah dapat didefinisikan sebagai seorang tenaga
fungsional guru yang diberi tugas untuk memimpin suatu sekolah dimana
diselenggarakan proses belajar mengajar, atau tempat dimana terjadi interaksi
antara guru yang memberi pelajaran dan murid yang menerima pelajaran.
Menurut Sudarwan Danim (2006:205-206) dalam menjalankan fungsi
berikut: 1) Bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa; 2) Memiliki
intelegensi yang tinggi; 3) Memiliki fisik yang kuat; 4) Berpengetahuan luas;
5) Percaya dir; 6) Dapat menjadi anggota kelompok; 7) Adil dan bijaksana;
8) Tegas dan berinisiatif; 9) Berkapasitas membuat keputusan; 10) Memiliki
kestabilan emosi; 11) Sehat jasmani dan rohani; 12) Bersikap prospektif.
Hick juga mengemukakan pendapat (Wahjusumidjo, 2005:106), bahwa
kepala sekolah adalah sebagai seorang pemimpin yang seharusnya dalam
melakukan praktek sehari-hari selalu berusaha memperhatikan dan
mempratekkan delapan fungsi (leadership function), yaitu: adil, memberikan sugesti, mendukung tercapainya tujuan organisasi, sebagai katalisator,
menciptakan rasa aman,sebagai wakil orang, sumber inspirasi, dan bersedia
menghargai.
Menurut Sudarwan Danim (2006 : 212-214), kemampuan kepala sekolah
dalam menjalankan kepemimpinan menjadi persyaratan utama dalam
manajemen sekolah. Meski begitu, sebagai “manusia biasa” perilaku kepala
sekolah dalam memimpin sekolahnya akan beragam karena faktor-faktor
kontekstual, kondisi kelompok subjek yang dipimpin, dan faktor individual
kepala sekolah itu sendiri. Bertolak dari perilaku pemimpin dalam
sekelompok manusia organisasional, kita dapat mengelompokkan
kepemimpinan seseorang dalam tipe-tipe tertentu yang masing-masing
memiliki ciri-ciri tersendiri. Tipe-tipe kepemimpinan tersebut adalah:
1. Pemimpin Otokratik
tertib, dan tidak boleh dibantah. Sikapnya senantiasa mau menang sendiri, tertutup terhadap ide dari luar, dan hanya idenya yang dianggap akurat. 2. Pemimpin Demokratis
Pimpinan yang demokratis berusaha lebih banyak melibatkan anggota kelompok dalam memacu tujuan. Kepemimpinan ini dilandasi oleh anggapan bahwa hanya karena interaksi kelompok yang dinamis, tujuan organisasi akan tercapai. Interaksi yang dinamis dimaksudkan bahwa pimpinan mendelegasikan tugas dan memberikan kepercayaan kepada yang dipimpin untuk mencapai tujuan yang bermutu secara kuantitatif. 3. Pemimpin Permisif
Pemimpin permisif tidak mempunyai pendirian yang kuat, sikapnya serba boleh, terlalu banyak mengambil muka dengan dalih untuk mengenakkan individu yang dihadapinya. Dia memberikan kebebasan kepada manusia organisasional. Bawahan tidak mempunyai pegangan yang jelas, informasi diterima simpang siur dan tidak konsisten.
Menurut Wahjosumidjo, (2005:119-121), kepemimpinan kepala sekolah
adalah salah satu perwujudan kepemimpinan nasional , yaitu kepemimpinan
Pancasila, satu potensi atau kekuatan yang mampu memberdayakan segala
daya sumber masyarakat dan lingkungan yang dijiwai oleh sila-sila Pancasila
mencapai tujuan nasional, dalam situasi tertentu. Oleh sebab itu,
kepemimpinan kepala sekolah sebagai salah satu pelaksanaan kepemimpinan
nasional yang bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa, harus
mencerminkan diwujudkannya kepemimpinan Pancasila yang memiliki watak
dan berbudi luhur:
a. Pola pikir
Berorientasi jauh ke depan; pola piker ilmiah, efisiensi dan efektif; dan keterbukaan.
b. Asas
Kebersamaan atau integralistik; kekeluargaan dan gotong royong; persatuan dan kesatuan dalam kebinekaan; selaras, serasi dan seimbang. c. Watak dan kepribadian yang utuh;
1. Trilogi kepemimpinan Pancasila: ing ngarsa sung tulodo; ing madia mangun karsa; tut wuri handayani.
d. Dua belas sifat-sifat kepemimpinan:
Takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; ing ngarsa sung tulodo; ing madia mangun karsa; tut wuri handayani; waspada; purba wisesa; ambeg paramarta; prasaja; satia; hemat, terbuka; legawa dan kesatria. e. Sikap dan perilaku:
1. Sikap konsisten
2. Perilaku yang selalu berorientasi kepada butir-butir nilai-nilai sila Pancasila.
Berdasarkan beberapa uraian tentang kepemimpinan sekolah di atas, maka
kepala sekolah sebagai pemimpin sebuah lembaga pendidikan hendaknya
hendaknya memiliki jiwa kepemimpinan yang baik dan dapat dijadikan
contoh bagi warga sekolah itu sendiri. Hal ini diharapkan agar di dalam
sekolah tercipta hubungan yang baik antar guru, karyawan dan siswa. Para
warga sekolah pun akan semangat dalam mengerjakan tugas-tugas untuk
mencapai tujuan yang ingin dicapai, termasuk para guru yang akan terus
berusaha meningkatkan kinerja mereka.
Kepemimpinan kepala sekolah diharapkan dapat terwujud sebagai
kepemimpinan yang mampu menggerakkan dan mendorong guru dalam
melaksnakan tugasnya demi tercapainya tujuan yang diharapkan. Akan tetapi,
hal ini tidak terjadi di sekolah ini. Kepala sekolah tidak mampu memimpin
dengan baik dan tidak mampu menggerakkan para guru untuk terus
bersemangat melaksanakan pekerjaan mereka. Banyak guru yang mengeluh
tentang bagaimana cara kepala sekolah dalam memimpin sekolah ini. Sebagai
contohnya, guru yang sering tidak masuk tidak ditegur oleh kepala sekolah,
kepala sekolah tidak tegas dalam menegakkan tata tertib sekolah, kepala
sekolah tidak memiliki kemampuan mengajar dengan baik, kepala sekolah
yang melatar belakangi diangkatnya variabel tentang kepemimpinan kepala
sekolah.
3. Program Pengajaran
Salah satu penunjang terciptanya kinerja guru yang baik adalah
menyelesaikan program pengajaran dengan baik dan tepat waktu. Program
pengajaran berkenaan dengan kegiatan bagaimana guru mengajar serta
bagaimana siswa belajar dan program pengajaran merupakan salah satu
faktor terpenting dalam mengembangkan kurikukum dan satuan pendidikan
di sekolah.
Menurut Ahmad Rohani (2004:68-69), pengajaran merupakan totalitas
aktivitas belajar mengajar yang diawali dengan perencanaan dan diakhiri
dengan evaluasi. Dari evaluasi ini diteruskan dengan follow up. Pengajaran sebagai kegiatan yang mencakup semua / meliputi, yang secara langsung
dimaksudkan untuk mencapai tujuan-tujuan khusus pengajaran (menentukan
entry-behaviour peserta didik, menyusun rencana pelajaran, memberikan informasi, bertanya, menilai, dsb)
Menurut R. Ibrahim dan Nana Syaodih (1996:50), kegiatan pengajaran ini
merupakan suatu kegiatan yang disadari dan direncanakan. Suatu kegiatan
yang direncanakan atau kegiatan berencana menyangkut tiga hal, yaitu
perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi, demikian hal nya juga dengan
pengajaran. Pengajaran dilaksanakan secara berkala, dapat mencakup jangka
pengajaran berjangka waktu lama atau singkat, tetap membutuhkan suatu
program kerja, yaitu program kerja pengajaran yang secara singkat disebut
program pengajaran.
Program pengajaran merupakan salah satu faktor terpenting dalam
mengembangkan kurikulum dan suatu pendidikan di sekolah. Program
pengajaran sangat besar peranan nya dalam pembinaan pembelajaran,
perkembangan semangat kerja, minat terhadap perkembangan pendidikan,
suasana pekerjaan yang menyenangkan dan perkembangan mutu program
pengajaran banyak ditentukan oleh kualitas pembelajaran yang
dilangsungkan.
Menurut R. Ibrahim dan Nana Syaodih (1996:51), program pengajaran
merupakan suatu program bagaimana mengajarkan apa-apa yang sudah
dirumuskan dalam kurikulum, sedangkan dalam pengertian umum program
pengajaran adalah seperangkat alat media dalam pelaksanaan pembelajaran
yang merupakan seperangkat rencana dan pengaturan tentang isi dan bahan
pelajaran serta cara digunakan sebagai penyelenggaraan kegiatan belajar
mengajar.
Penyusunan program pengajaran bertujuan agar pelaksanaan pengajaran
berjalan lebih lancar dan hasilnya lebih baik. Menurut R. Ibrahim dan Nana
Syaodih (1996 : 63), ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
perencanaan program pengajaran, yaitu:
1. Kurikulum
GBPP-nya. Dalam GBPP telah tercantum tujuan kurikuler, tujuan instruksional, pokok bahasan serta jam pelajaran untuk mengajarkan pokok bahasan tersebut.
2. Kondisi Sekolah
Perencanaan program pengajaran juga perlu memperhatikan keadaan sekolah, terutama tersedianya sarana dan prasarana, dan alat bantu pelajaran. Sarana-sarana dan alat bantu pelajaran ini menjadi pendukung terlaksananya berbagai aktivitas belajar siswa.
3. Kemampuan dan perkembangan siswa
Dalam menyusun atau merencanakan program pengajaran komponen siswa juga perlu mendapat perhatian. Agar bahan dan cara belajar sesuai dengan kondisi siswa, maka penyusunan skenario/program pengajaran perlu disesuaikan dengan kemampuan dan perkembangan siswa. Begitu pula dalam hal keluasan dan kedalaman bahan ajaran.
4. Keadaan guru
Guru dituntut unuk memiliki kemampuan dalam segala hal yang berkenaan dengan pelaksanaan pendidikan dan pengajaran. Saat ia memiliki kekurangan, ia dituntut untuk segera belajar/meningkatkan dirinya.
Oleh sebab itu betapa pentingnya pembinaan program pengajaran ini sebagai
suatu usaha memperbaiki program pengajaran untuk dipahami oleh setiap
guru maupun kepala sekolah. Dengan mengetahui dan memahami tahap-tahap
proses perbaikan pengajaran akan membantu para guru untuk
mengembangkan dan melaksanakan pembinaan program pengajaran.
Menurut Wahjusumidjo (2005:207), ada empat fase proses pembinaan
pengajaran yaitu sebagai berikut:
a. Penilaian sasaran program (assessing program objectives), dalam fase ini perlu diuji keadaan program pengajaran dengan tuntutan masyarakat dan kebutuhan mereka belajar.
b. Merencanakan perbaikan program (planning program improvement), dalam tahap ini perlu dibentuk struktur yang tepat, mengusahakan dan memanfaatkan informasi, serta mengadakan spesifikasi sumber-sumber yang diperlukan untuk program.
d. Evaluasi perubahan program (evolution of program change constitutes), dalam fase ini perlu perhatian untuk merencanakan evaluasi dan
penggunaan alat ukur yang tepat untuk hasil pengajaran.
Program pengajaran yang mencakup susunan mata pelajaran, penjatahan
waktu, dan penyebaran di setiap kelas dan satuan pendidikan secara singkat,
Wahjusumidjo (2005:209-221) menjelaskan nya sebagai berikut:
1. Isi Program Pengajaran
Kurikulum pendidikan disusun untuk mencapai tujuan pendidikan yang merupakan seperangkat rencana dan pengaturan tentang isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar.
2. Susunan Program Pengajaran a. Program kurikuler
b. Program ekstrakurikuler 3. Pelaksanaan
Pelaksanaan pendidikan dapat diuraikan melalui berbagai sudut pandang waktu belajar, sistem guru, perencanaan kegiatan belajar mengajar, sistem pengajaran bimbingan belajar dan karir, dan tahap pelaksanaan kurikulum. 4. Penilaian
a. Penilaian kegiatan dan kemauan belajar
Penilaian ini merupakan upaya pengumpulan informasi tentang kemajuan siswa.
b. Penilaian hasil belajar
Upaya pengumpulan informasi untuk mengetahui seberapa jauh pengetahuan dan kemampuan yang telah dicapai siswa pada akhir setiap catur wulan, akhir tahun ajaran, atau akhir pendidikan.
5. Pengembangan Kurikulum
a. Tingkat nasional
Mencakup penyesuaian isi, bahan pelajaran dan cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar, dengan memperhatikan tahap perkembangan siswa dan kesesuaiannya dengan lingkungan, kebutuhan pembangunan nasional, perkembangan ilmu pengetahuan atau teknologi dan kesenian sesuai dengan jenjang dan satuan pendidikan.
b. Tingkatan daerah
Berdasarkan pendapat di atas, diharapkan para guru dan kepala sekolah
beserta staf lainnya bisa memahami aspek-aspek yang berkaitan dengan
melaksanakan pembinaan aspek-aspek program pengajaran tersebut secara
lebih baik sesuai dengan tuntutan ilmu dan teknologi, keinginan-keinginan
masyarakat serta minat dan bakat yang ada pada para siswa.
.
Menurut Gon Vilany (2010), untuk menjamin efektivitas program pengajaran,
kepala sekolah sebagai pengelola program pengajaran bersama dengan
guru-guru harus menjabarkan isi kurikulum secara lebih rinci dan operasional ke
dalam program tahunan, caturwulan dan bulanan. Adapun program mingguan
atau program satuan pelajaran wajib dikembangkan guru sebelum melakukan
kegiatan belajar mengajar. Prinsip yang harus diperhatikan oleh para
pengelola program pengajaran:
1. Tujuan yang dikehendaki harus jelas, makin operasional tujuan, makin mudah terlihat dan makin tepat program-program yang dikembangkan untuk mencapai tujuan.
2. Program yang dilaksanakan haruslah sederhana dan fleksibel.
3. Program yang disusun dan dikembangkan harus sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.
4. Program dikembangkan harus menyeluruh dan harus jelas pencapaiannya. 5. Adanya koordinasi antar komponen pelaksana program di sekolah.
Pengajaran adalah suatu aktivitas (proses) mengajar-belajar. Di dalamnya ada
dua subjek yaitu guru dan peserta didik. Pengajaran merupakan aktivitas
(proses) yang sistematis dan sistematik yang terdiri atas banyak komponen.
Masing-masing komponen pengajaran tidak bersifat parsial (terpisah) atau
berjalan sendiri-sendiri, tetapi harus berjalan secara teratur, saling
bergantung, dan berkesinambungan . untuk itu diperlukan program
pengajaran yang baik dan sistematis, agar proses dalam pengajaran itu sendiri
kinerja seorang guru dalam melaksanakan tanggung jawab yang diberikan
kepada nya.
Di sekolah ini, program pengajaran tidak disusun secara baik dan tepat waktu.
Program pengajaran diharapkan dapat membantu guru agar dapat
melaksanakan pelaksanaan pembelajaran dengan baik, akan tetapi banyak
guru yang tidak mengikuti apa yang sudah direncanakan dalam program
pengajaran tersebut. Sering tidak masuk dan kurang optimal dalam
penggunaan media maupun metode mengajar, merupakan salah satu
penyebab program pengajaran tidak berjalan dengan baik. Selain itu dalam
pengumpulan silabus dan RPP, beberapa guru mengumpulnya tidak tapat
waktu, sehingga terlihat seperti kejar-kejaran antara perencanaan pengajaran
dengan waktu mengajar nya, bahkan saat pembuatan RPP ada yang tidak
membuat nya sendiri tetapi menyusruh orang lain untuk membuatnya. Hal ini
lah yang melatar belakangi mengapa variabel program pengajaran dijadikan
masalah dalam penelitian ini.
4. Lingkungan Kerja Guru
Lingkungan kerja guru merupakan suatu alat ukur yang akan berpengaruh
terhadap kinerja guru. Dengan terciptanya lingkungan kerja yang kondusif
maka guru akan merasa nyaman dalam bekerja dan terpacu untuk bekerja
lebih giat. Terciptanya lingkungan kerja yang kondusif, perlu dukungan dari
berbagai pihak. Tidak hanya kelengkapan sarana dan prasarana, akan tetapi
hubungan antar warga sekolah juga merupakan penunjang terciptanya
Sartain (seorang ahli psikologi Amerika) dalam M. Ngalim Purwanto (2007:
72) dalam mengatakan bahwa yang dimaksud dengan lingkungan adalah
semua kondisi dalam dunia ini yang dengan cara-cara tertentu mempengaruhi
tingkah laku kita, perkembangan atau life processes kita kecuali gen-gen.
Sementara itu menurut Dalyono dalam Sutirto (2008) mengatakan bahwa
lingkungan adalah segala pengaruh langsung dan tidak langsung yang bekerja
pada manusia dari luar meliputi isinya yang dihayati dan yang tidak kelihatan
dari ruangan, iklim, dll.
Jadi dapat disimpulkan bahwa lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di
sekitar manusia, yang dapat memberikan pengaruh dalam bertindak, baik
secara langsung maupun tidak langsung.
Dalam melaksanakan kegiatan sehari-hari, lingkungan di sekitar sangat
penting untuk diperhatikan, dalam hal ini khususnya lingkungan tempat kita
bekerja. Lingkungan kerja mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap
jalannya suatu sistem kerja yang baik di dalam sebuah tempat, termasuk di
sekolah.
B.N. Marbun, (2003:15) mengatakan bahwa lingkungan kerja adalah semua
faktor fisik, psikologis, sosial dan jaringan yang berlaku dalam organisasi dan
berpengaruh terhadap karyawan.
Menurut Puji Rahayu (2009:15), lingkungan kerja merupakan suatu situasi
sangat penting untuk diperhatikan manajemen. Suatu kondisi lingkungan
kerja dikatakan baik atau sesuai apabila manusia dapat melaksanakan
kegiatan secara optimal, sehat dan nyaman. Lebih jauh lagi lingkungan kerja
yang kurang baik dapat tidak mendukung diperolehnya rancangan sistem
kerja yang efisien. Lingkungan kerja yang baik sangat membantu dalam
proses pencapaian tujuan dalam organisasi.
Gouzali Saydam (1997: 149) juga mengemukakan pendapat bahwa
lingkungan kerja adalah lingkungan yang ada di sekitar tempat bekerjanya
seorang pegawai atau karyawan dalam suatu kantor atau perusahaan.
Lingkungan ini tidak hanya berupa tempat fisik yang terdiri dari meja kursi,
almari serta peralatan kerja saja, tetapi mencakup hal yang lebih luas lagi. Di
dalam lingkungan kerja juga terdapat hubungan kerja antara orang-orang
yang ada dalam ruangan itu, baik antara rekan sekerja, antara bawahan dan
atasan, bahkan juga sistem dan prosedur serta tata aturan yang berlaku di
tempat tersebut, semuanya ikut mempengaruhi lingkungan kerja. Oleh sebab
itu, bila manajemen ingin menciptakan lingkungan kerja yang
menyenangkan, maka penataan itu akan meliputi ruang secara fisik, peralatan
kerja, juga sistem, tata aturan dan prosedur kerja harus ditetapkan sehingga
dapat menimbulkan gairah kerja bagi karyawan.
Menurut Sutirto (2008) lingkungan kerja fisik meliputi: “Bagaimana segala sesuatu yang berada di lingkungan dapat mempengaruhi kepala sekolah dan
warga sekolah lainnya di dalam melaksanakan tugas-tugasnya, seperti
tempat kerja, kebisingan dan tata warna di dalam rangka untuk mencapai
tujuan secara efektif dan efisien”
Lingkungan kerja non fisik menurut As’ad (1995:21) adalah hubungan antar karyawan termasuk dalam lingkungan kerja. Dalam hubungan antar karyawan
dalam suatu organisasi kerja ini akan menciptkan suasana di dalam karyawan
satu dan yang lainnya saling memprngaruhi, begitu juga interaksi karyawan
dan pemimpin akan menciptakan suatu suasana yang mungkin diinginkan dan
tidak diinginkan oleh karyawan yang bersangkutan.
Menurut Supardi yang dikutip oleh Sutirto (2008), manusia dan beban kerja
serta faktor-faktor dalam lingkungan kerja merupakan satu kesatuan yang
tidak dapat dipisahkan. Sebab bila tidak ada keseimbangan akan
menimbulkan kelebihan bagi tenaga kerja yang akan menyebabkan ganguan
pada daya bagi tenaga kerja. Untuk itu, untuk memperoleh produktivitas yang
tinggi, perlu adanya usaha-usaha untuk mencapai suasana lingkungan yang
baik. Usaha-usaha ini antara lain: a) menempatkan seseorang sesuai dengan
keahlian seseorang; b) hubungan kerja yang harmonis antara bawahan dan
atasan; c) penyediaan fasilitas yang cukup serta memadai, seperti kesehatan,
keselmatan kerja, sarana pekerjaan, rekreasi dan lain-lain.
Lingkungan kerja dalam suatu perusahaan sangat penting untuk diperhatikan
manajemen. Meskipun lingkungan kerja tidak melaksanakan proses produksi
dalam suatu perusahaan, namun lingkungan kerja mempunyai pengaruh
langsung terhadap para karyawan yang melaksanakan proses produksi
manusia dapat melaksanakan kegiatan secara optimal, sehat, aman dan
nyaman. Kesesuaian lingkungan kerja yang kurang baik dapat menuntut
tenaga kerja dan waktu lebih banyak dan tidak mendukung diperolehnya
rancangan sistem kerja yang efisien. (Sedarmayanti dalam Intanghina 2008)
Sementara itu menurut Agus Ahyari yang dikutip Eka Rizki Andika (2008)
menyebutkan bahwa untuk menciptakan lingkungan kerja yang baik,
perusahaan harus menyediakan hal-hal sebagai berikut:
1. Adanya pelayanan terhadap karyawan oleh perusahaan, seperti pelayanan ruang makan, pelayanan kesehatan, penyediaan kamar mandi dan kamar kecil.
2. Kondisi kerja seperti penerangan, suhu udara, suara bising, penggunaan warna, ruang gerak yang dipelukan serta keamanan kerja dalam
perusahaan.
3. Hubungan antara karyawan dan pimpinan, maksudnya karyawan sebagai individu memerlukan adanya komunikasi antara pimpinan dan bawahan serta hubungan yang baik diantara semua karyawan.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa suasana lingkungan kerja adalah kondisi
atau keadaan dalam lingkungan kerja, baik dalam arti fisik maupun psikis
yang mempengaruhi suasana hati orang yang bekerja, yang mencakup dalam
beberapa indikator yaitu : fasilitas kerja tata ruang, kenyamanan, hubungan
dengan teman sejawat dan kebebasan berkreasi. Lingkungan kerja secara
tidak langsung berperan dalam pencapaian kinerja guru, karena lingkungan
kerja mempengaruhi guru dalam melaksanakan tugas, kondisi, dan hasil kerja
nya.
Ada beberapa masalah yang terjadi pada lingkungan kerja di sekolah ini
sehingga variabel lingkungan kerja guru diangkat menjadi salah satu masalah
tidak diberikan pada semua kelas dikarenakan ada beberapa kelas yng
menggunakan gedung bersama dengan anak-anak SMK Muhammadiyah 2,
sehingga metode yang digunakan pun akhirnya berbeda dan dikhawatirkan
dapat mempengaruhi prestasi belajar siswa, kenyamanan di dalam kelas pun
tidak merata karena hanya beberapa kelas saja yang diberi AC, sedangkan
kelas lain tidak. Selain itu, beberapa guru memiliki hubungan yang kurang
harmonis dan hal ini diketahui oleh para siswa sehingga memberikan contoh
yang kurang baik pada siswa. Lingkungan sekolah yang bercampur menjadi
satu, mulai dari TK hingga perguruan tinggi, juga membuat pembelajaran
menjadi kurang maksimal. Jam pelajaran menjadi tidak maksimal karena
gedung sekolah dipakai secara bergantian, banyak siswa yang yang kabur dari
sekolah dan tidak ketahuan, serta tidak diperoleh suasana yang tenang untuk
belajar. Beberapa faktor inilah yang dijadikan alasan mengapa lingkungan
kerja guru menjadi masalah yang dapat mempengaruhi kinerja guru.
5. Penelitian yang Relevan
Studi atau penelitian yang sejenis dengan pokok masalah yang dihadapkan
dalam skripsi ini telah banyak dilakukan oleh peneliti-peneliti terdahulu. Oleh
karena itu pada bagian ini dilengkapi beberapa hasil penelitian yang ada
Tabel 2. Hasil Penelitian yang Relevan
Tahun Nama Judul Skripsi Kesimpulan
2006 Mutaminah Retno
Utami
Pengaruh
Kepemimpinan Kepala Sekolah dan Iklim Sekolah Terhadap Kinerja Guru SMP N 8 Semarang Ada Pengaruh Kepemimpinan Kepala Sekolah dan Iklim Sekolah Terhadap Kinerja Guru SMP N 8 Semarang
2009 Patmi Rohaida Pengaruh Persepsi Guru
Tentang Kepemimpinan Kepala Sekolah,
Program Pengajaran, dan Lingkungan Kerja Guru Terhadap
Semangat Kerja Guru pada SMK N 1 Bandar lampung Tahun Pelajaran 2008/2009 Ada Pengaruh Persepsi Guru Tentang Kepemimpinan Kepala Sekolah, Program Pengajaran, dan Lingkungan Kerja Guru Terhadap Semangat Kerja Guru pada SMK N 1 Bandar lampung Tahun Pelajaran 2008/2009
2009 Febi Lestari Pengaruh Masa Kerja,
Lingkungan Kerja, dan Budaya Kerja Terhadap Kinerja Guru SMK N 1 Bandar Lampung. Ada Pengaruh Masa Kerja, Lingkungan Kerja, dan Budaya Kerja Terhadap Kinerja Guru SMK N 1 Bandar
B. Kerangka Pikir
Kinerja guru merupakan hasil atau prestasi kerja yang dicapai oleh seorang
guru baik secara kualiatas maupun kuantitas. Ukuran dari kinerja guru terlihat
dari berbagai kemampuan yang dimiliki guru tersebut, yaitu kemampuan
pribadi, kemampuan professional, kemampuan sosial, dan kemampuan
pedagogik. Kepemimpinan kepala sekolah merupakan salah satu faktor yang
mendukung keberhasilan kinerja guru. Kepala sekolah merupakan seorang
tenaga fungsional guru yang ditunjuk untuk mengelola tenga kependidikan
yang ada di sekolah. Termasuk dalam meningkatkan kinerja guru. Dalam
memimpin, kepala sekolah diharuskan mempunyai sifat-sifat dan
keterampilan-keterampilan yang baik dalam mengelola sekolah. Sifat dan
keterampilan inilah yang akan ia bawa dalam melakukan pembinaan terhadap
seluruh warga sekolah, dalam hal ini khususnya guru. Jika kepala sekolah
melakukan kepemimpinan nya dengan baik, maka secara langsung guru pun
akan termotivasi untuk terus meningkatkan kinerja nya.
Di sisi lain, program pengajaran juga tidak kalah penting sebagai salah satu
faktor untuk melihat kinerja guru. Salah satu kegiatan terpenting yang
dilakukan oleh guru adalah kegiatan pengajaran. Pengajaran merupakan suatu
kegiatan yang disadari dan direncanakan, di mana di dalam nya terdapat
aktivitas pembelajaran yang melibatkan guru dan siswa. Dikarenakan
kegiatan pengajaran ini berlangsung lama, maka guru membutuhan suatu
program kerja yang disebut program pengajaran. Program pengajaran
melaksanakan kegiatan pembelajaran. seorang guru harus membuat program
pengajaran nya dengan tepat dan benar, agar pelaksanaan pembelajaran lancar
dan sesuai dengan yang diharapkan.
Selain itu, lingkungan kerja juga berperan dalam pencapaian kinerja guru
yang berkualitas. Lingkungan kerja mempunyai peranan penting karena
lingkungan kerja mempengaruhi guru dalam melaksanakan tugas, kondisi,
dan hasil kerjanya. Lingkungan kerja yang baik dan nyaman akan
menyebabkan guru bekerja dengan baik dan bersemangat. Sehingga hasil
yang diperoleh pun dapat optimal.
Jika kepala sekolah melakukan kepemimpinan nya dengan baik, guru
mengerjakan dan melaksanakan program pengajaran nya dengan tepat dan
benar, kemudian didukung oleh lingkungan kerja yang nyaman, maka guru
dapat mencapai kinerja nya sesuai dengan apa yang diharapkan.
Bertolak dari pemikiran di atas, untuk memperjelas pengaruh kepemimpinan
kepala sekolah, program pengajaran, dan lingkungan kerja guru terhadap
Gambar 1. Paradigma pengaruh variabel independen kepemimpinan kepala sekolah(X1), program pengajaran (X2), dan
lingkungan kerja guru (X3) terhadap variabel dependen kinerja guru (Y).
Kepemimpinan r1 Kepala Sekolah
(X1)
Program Pengajaran R r2 Kinerja Guru (X2) (Y)
Lingkungan Kerja (X3)
r3
C. Hipotesis
Berdasarkan kerangka pikir di atas, maka hipotesis dalam penelitian ini
adalah:
1. Ada pengaruh kepemimpinan kepala sekolah terhadap kinerja guru pada
SMA Muhammadiyah 2 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2009/2010.
2. Ada pengaruh program pengajaran terhadap kinerja guru pada SMA
Muhammadiyah 2 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2009/2010.
3. Ada pengaruh lingkungan kerja guru terhadap kinerja guru pada SMA
4. Ada pengaruh kepemimpinan kepala sekolah, program pengajaran, dan
lingkungan kerja guru terhadap kinerja guru pada SMA Muhammadiyah 2
III. METODOLOGI PENELITIAN
Pada bab ini akan membahas beberapa hal mengenai: metode penelitian,
populasi dan sampel dalam penelitian, variabel penelitian dan definisi
operasional variabel. Selain itu juga akan dijelaskan secara rinci mengenai
teknik pengumpulan data, uji persyaratan instrumen, uji persyaratan analisis
data, uji asumsi klasik, dan pengujian hipotesis. Pembahasan pada bagian ini
akan diawali dengan metode penelitian.
A. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah metode
deskriptif verifikatif dngan pendekatan ex post facto dan survey. Menurut Moh. Nazir (2005:63), metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti
status sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem
pemikiranataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan
penelitian ini merupakan verifikatif yaitu untuk menentukan tingkatpengaruh
variabel-variabel dalam suatu kondisi.
Menurut Moh. Nazir (2005:73), penelitian ex post facto adalah penyelidikan secara empiris yang sistematik, dimana peneliti tidak mempunyai kontrol
dimanipulasikan, sedangkan menurut Moh. Nazir dalam Basrowi dan Ahmad
Kasinu (2007:135), penelitian survey adalah penelitian yang diadakan untuk memperoleh fakta-fakta dari gejala yang ada dan mencari
keterangan-keterangan secara faktual, baik tentang institusi sosial, ekonomi, atau politik
dari sekelompok atau suatu daerah.
Berdasarkan tingkat eksplanasinya penelitian ini tergolong penelitian
assosiatif yaitu suatu metode dalam penelitian untuk mengetahui hubungan antara dua variabel atau lebih (Sugiyono, 2010: 57). Metode ini dipilih karena
sesuai dengan tujuan penelitian yang ingin dicapai yaitu ingin mengetahui
pengaruh kepemimpinan kepala sekolah, program pengajaran, dan lingkungan
kerja guru terhadap kinerja guru.
B. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan objek penelitian (Suharsimi Arikunto,
2006:130). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh guru SMA
Muhammadiyah 2 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2009/2010 yang
berjumlah 48 orang.
2. Sampel
Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang akan diteliti (Suharsimi
Arikunto, 2006:131).
Menurut Arikunto (2007:130), apabila subjeknya kurang dari 100 lebih baik
diambil semua sehingga penelitiannya menjadi penelitian populasi. Dengan
48 orang dan semuanya dijadikan sampel. Teknik pengambilan sampel
menggunakan non probability sampling, dengan jenis sampling jenuh, yaitu penentuan sampel dari semua populasi. (Sugiyono,2005:129)
C. Variabel Penelitian
Menurut Sugiyono (2010:61), variabel penelitian adalah suatu atribut atau
sifat atau nilai dari orang, obyek atau kegiatan yang mempunyai variasi
tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulannya
Dalam penelitian ini ada 2 variabel yaitu:
1. Variabel independen yaitu variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi
sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen (terikat). Dalam
penelitian ini yang menjadi variabel independen adalah kepemimpinan
kepala sekolah
1 , program pengajaran
2 , dan lingkungan kerjaguru
3 .2. Variabel dependen yaitu variabel yaang dipengaruhi atau menjadi akibat,
karena adanya variabel bebas. Variabel dependen dalam penelitian ini
adalah kinerja guru (Y).
D. Definisi Konseptual Variabel dan Definisi Operasional Variabel
1. Definisi Konseptual Variabel
Definisi operasional adalah definisi yang diberikan kepada suatu variabel dan
ditunjukkan oleh konsep dan mengkategorikan hal tersebut menjadi elemen
yang dapat diamati dan diukur (Basrowi dan Ahmad Kasinu, 2007:179).
Definisi operasional dalam penelitian ini terdiri dari tiga variabel independen
dan satu variabel dependen.
1. Kepemimpinan kepala sekolah diartikan sebagai kemampuan seorang
tenaga fungsional guru yang diberi tugas untuk memimpin suatu sekolah,
untuk menggerakkan segala sumber yang ada pada suatu sekolah sehingga
dapat didayagunakan secara maksimal untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan (Mutaminah Retno Utami, 2006:32).
2. Program pengajaran adalah suatu rencana pengajaran sebagai panduan
dalam melaksanakan pengajaran.
3. Lingkungan kerja guru diartikan sebagai keseluruhan alat perkakas dan
bahan yang dihadapi, lingkungan sekitarnya dimana seseorang bekerja,
metode kerjanya, serta pengaturan kerjanya baik sebagai perseorangan
maupun sebagai kelompok (Sedarmayanti, 2001:1).
4. Kinerja guru diartikan sebagai kemampuan guru baik secara kualitas
maupun kuantitas yang mencakup 4 hal, yakni, kemampuan pribadi,
kemampuan professional, kemampuan sosial, dan kemampuan pedagogik
(PP RI No. 19 Tahun 2005).
2. Definisi Operasional Variabel
Kepemimpinan Kepala Sekolah (X1): Cara pengukuran instrument untuk
Kepemimpinan Kepala Sekolah dikaitkan dengan beberapa indikator sebagai