• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH, PROGRAM PENGAJARAN, DAN LINGKUNGAN KERJA GURU TERHADAP KINERJA GURU PADA SMA MUHAMMADIYAH 2 BANDAR LAMPUNG TAHUN PELAJARAN 2009/2010

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH, PROGRAM PENGAJARAN, DAN LINGKUNGAN KERJA GURU TERHADAP KINERJA GURU PADA SMA MUHAMMADIYAH 2 BANDAR LAMPUNG TAHUN PELAJARAN 2009/2010"

Copied!
89
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

PENGARUH KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH, PROGRAM PENGAJARAN, DAN LINGKUNGAN

KERJA GURU TERHADAP KINERJA GURU PADA SMA MUHAMMADIYAH 2

BANDAR LAMPUNG TAHUN PELAJARAN

2009/2010

Oleh

SENJA ANGGI PERTIWI

Kinerja guru adalah hasil atau prestasi kerja seorang guru baik secara kualitas

maupun kuantitas, yang dapat kita lihat dari tanggung jawab serta kemampuan

yang dimiliknya, meliputi kemampuan pribadi, kemampuan professional,

kemampuan sosial, serta kemampuan pedagogik. Dalam penelitian ini ada

beberapa faktor yang diduga mempengaruhi kinerja guru, yaitu kepemimpinan

kepala sekolah, program pengajaran, dan lingkungan kerja guru. Tujuan penelitian

ini adalah untuk mengetahui pengaruh kepemimpinan kepala sekolah, program

pengajaran, dan lingkungan kerja guru terhadap kinerja guru pada SMA

Muhammadiyah 2 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2009/2010.

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh guru di SMA Muhammadiyah 2

Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2009/2010 yang berjumlah 48 orang guru.

(2)

survey. Berdasarkan tingkat eksplanasinya, penelitian ini tergolong penelitian assosiatif dengan tipe penyelidikan korelasi dan regresi. Untuk pengujian hipotesis pertama, kedua, dan ketiga menggunakan regresi linier sederhana,

sedangkan untuk hipotesis keempat menggunakan regresi linier multipel.

Berdasarkan hasil analisis data yang dilakukan, hasil penelitian ini menunjukkan

bahwa: (1) Ada pengaruh kepemimpinan kepala sekolah terhadap kinerja guru

pada SMA Muhammadiyah 2 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2009/2010,

diperoleh koefisien korelasi (r) 0, 610 dan koefisien determinasi (r2) 0,372 atau

37,2%. (2) Ada pengaruh program pengajaran terhadap kinerja guru pada SMA

Muhammadiyah 2 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2009/2010, diperoleh

koefisien korelasi (r) 0,529 dan koefisien determinasi (r2) 0,280 atau 28%.

(3) Ada pengaruh lingkungan kerja guru terhadap kinerja guru pada SMA

Muhammadiyah 2 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2009/2010, diperoleh

koefisien korelasi (r) 0,644 dan koefisien determinasi (r2) 0,414 atau 41,4%.

(4) Ada pengaruh kepemimpinan kepala sekolah, program pengajaran, dan

lingkungan kerja guru terhadap kinerja guru pada SMA Muhammadiyah 2 Bandar

Lampung Tahun Pelajaran 2009/2010, diperoleh keeratan hubungan koefisien

(3)

I. PENDAHULUAN

Pada bab ini akan dibahas beberapa hal yang berkaitan dengan latar belakang

masalah, identifikasi masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah,

tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan diakhiri dengan ruang lingkup

penelitian. Pembahasan secara rinci beberapa sub bab tersebut dikemukakan

sebagai berikut.

A. Latar Belakang Masalah

Guru sebagai salah satu unsur dalam proses belajar mengajar memiliki

berbagai peran, tidak terbatas hanya sebagai pengajar, tetapi juga sebagai

pembimbing yang mendorong potensi, mengembangkan alternatif, dan

membantu siswa dalam belajar. Artinya, guru memiliki tugas dan tanggung

jawab yang kompleks terhadap pencapaian tujuan pendidikan, di mana guru

tidak hanya dituntut untuk menguasai ilmu yang akan diajarkan dan memiliki

seperangkat pengetahuan dan keterampilan teknis mengajar, namun guru juga

dituntut untuk menampilkan kepribadian yang mampu menjadi teladan bagi

siswa.

Guru mempunyai tugas untuk mendidik, mengajar dan melatih. Mendidik

berarti meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai hidup, mengajar berarti

(4)

mengembangkan keterampilan-keterampilan pada siswa. Dalam

melaksanakan tugas dan tanggung jawab tersebut, seorang guru dituntut

memiliki beberapa kemampuan dan keterampilan tertentu. Guru (pendidik)

menurut Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

nasional Bab XI pasal 39 adalah tenaga profesional yang bertugas

merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil

pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan

penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada

perguruan tinggi.

Tenaga guru adalah salah satu tenaga kependidikan yang mempunyai peran

sebagai faktor penentu keberhasilan tujuan organisasi selain tenaga

kependidikan lainnya, karena guru yang langsung bersinggungan dengan

peserta didik, untuk memberikan bimbingan yang muaranya akan

menghasilkan tamatan/lulusan yang diharapkan. Maka dari itu salah satu

faktor yang berperan mempengaruhi pendidikan adalah kinerja guru yang

berkualitas.

SMA Muhammadiyah 2 Bandar Lampung sebagai salah satu lembaga

pendidikan formal tingkat menengah atas, tidak terlepas dari

masalah-masalah yang diduga berpengaruh terhadap kinerja guru, diantaranya adalah

kepemimpinan kepala sekolah, program pengajaran serta lingkungan kerja

guru di sekolah.

Suatu organisasi akan berhasil dalam mencapai tujuan dan program-program

(5)

melaksanakan tugas-tugasnya dengan baik sesuai dengan bidang dan

tanggung jawabnya. Agar orang-orang dalam organisasi tersebut dapat

melaksanakan tugasnya dengan baik, maka diperlukan seorang pemimpin

yang dapat mengarahkan segala sumber daya menuju ke arah pencapaian

tujuan.

Di sekolah ini terlihat adanya masalah tentang kepemimpinan kepala sekolah

yang dapat mempengaruhi kinerja guru. Kepala sekolah belum optimal dalam

menunjukkan kemampuannya untuk memimpin dan menggerakkan guru agar

guru dapat melaksanakan pekerjaannya secara maksimal sehingga tujuan

yang ingin dicapai sulit untuk terlaksana.

Kepemimpinan dalam lingkungan sekolah selalu melibatkan upaya seorang

kepala sekolah untuk mempengaruhi perilaku para guru dalam suatu situasi.

Hal ini dikarenakan kepemimpinan kepala sekolah merupakan salah satu

faktor dalam penentu kinerja guru. Agar kepemimpinan yang dilaksanakan

oleh kepala sekolah efektif dan efisien, salah satu tugas yang dilakukan

adalah memberikan kepuasan kepada seluruh warga sekolah, dalam hal ini

khususnya guru. Kepemimpinan kepala sekolah yang baik harus dapat

mengupayakan peningkatan kinerja guru melalui program pembinaan

kemampuan tenaga kependidikan. Oleh karena itu, kepala sekolah harus

mempunyai kepribadian atau sifat-sifat dan kemampuan serta

keterampilan-keterampilan untuk memimpin sebuah lembaga pendidikan.

Faktor kedua yang diduga mempengaruhi kinerja guru adalah program

(6)

belajar mengajar, karena guru memegang tugas yang amat penting yaitu

mengatur dan mengendalikan kegiatan kelas. Untuk membuat proses belajar

mengajar lebih efektif maka tugas guru adalah menciptakan suasana kelas

yang kondusif untuk pembelajaran. Untuk menciptakan suasana kelas yang

kondusif tersebut, perlu dirancang program pengajaran. Program adalah

rencana dan kegiatan yang direncanakan dengan seksama, sedangkan

pengajaran merupakan totalitas aktivitas belajar-mengajar yang diawali

dengan perencanaan dan diakhiri dengan evaluasi. Program pengajaran adalah

suatu rencana pengajaran sebagai panduan bagi guru atau pengajar dalam

melaksanakan pembelajaran.

Di sekolah ini, program pengajaran tidak disusun secara tepat waktu sehingga

pelaksanaan pengajaran yang diberikan kepada siswa terlihat tidak maksimal.

Pengajaran merupakan suatu aktivitas (proses) mengajar-belajar. Di dalamnya

ada dua subjek yaitu guru dan peserta didik. Untuk itu diperlukan program

pengajaran yang sistematis dan sistematik yang terdiri atas banyak

komponen. Masing-masing komponen pengajaran tidak bersifat parsial

(terpisah) atau berjalan sendiri-sendiri, tetapi harus berjalan secara teratur,

saling bergantung, komplementasi dan berkesinambungan.

Faktor ketiga adalah lingkungan kerja. Lingkungan kerja dalam suatu

organisasi sangat penting untuk diperhatikan. Meskipun lingkungan kerja

tidak melaksanakan proses pengajaran, namun lingkungan kerja mempunyai

pengaruh langsung terhadap para guru yang melaksanan proses pengajaran.

(7)

guru, sebaliknya lingkungan kerja yang tidak memadai akan dapat

menurunkan kinerja dan akhirnya menurunkan motivasi kerja guru.

Lingkungan kerja mempengaruhi guru dalam melaksanakan tugas, kondisi,

dan hasil kerjanya.

Lingkungan kerja yang baik akan menyebabkan guru bekerja dengan baik dan

bersemangat. Lingkungan kerja yang baik adalah pertama, bagaimana

hubungan kerja antara kepala sekolah dan guru, hal ini mencakup pembagian

tugas yang jelas, komunikasi harmonis, persaingan yang sehat dan perlakuan

yang adil. Kedua, bagaimana pelayanan kesejahteraan dan kesehatan guru.

Ketiga, bagaimana kondisi tata ruang, tata cahaya, suhu, sarana prasarana

kantor dan ruang belajar, serta kebersihan sekolah.

Hal tersebut tidak sepenuhnya terdapat di sekolah ini. Hubungan guru dan

kepala sekolah terlihat tidak harmonis, perlakuan kepada guru yang terihat

tidak adil, sarana dan prasarana dalam mengajar yang tidak merata,

merupakan beberapa masalah yang ada di dalam lingkungan kerja guru di

sekolah ini sehingga menimbulkan ketidaknyamanan guru dalam bekerja,

sehingga hal ini sangat mempengaruhi kinerja guru.

Tercapainya kinerja guru diduga dipengaruhi oleh kepemimpinan kepala

sekolah yang baik, program pengajaran yang tepat waktu serta lingkungan

kerja yang memadai. Salah satu aspek yang mencerminkan kondisi kinerja

adalah tingkat kehadiran atau absensi. Tingkat absensi dapat menunjukkan

(8)

Berdasarkan hasil penelitian pendahuluan pada SMA Muhammadiyah 2

Bandar Lampung, diketahui masih terdapat guru yang tidak hadir pada jam

kerjanya. Hal itu terlihat dari presentase dibagi dengan hari kerja dan jumlah

guru yang ada di SMA Muhammadiyah 2 Bandar Lampung seperti terlihat

pada tabel di bawah:

Tabel 1. Jumlah Jam Absensi Guru SMA Muhammadiyah 2 Bandar Lampung Semester I Tahun 2009/2010

Bulan Jumlah

Guru

Jumlah Hari Efektif

Keterangan Jumlah

Absensi

Persen

I S A

Juli 48 17 0 0 0 0 0

Agustus 48 24 40 7 15 62 5,38

September 48 14 22 2 14 38 5,65

Oktober 48 27 29 2 15 46 3,55

November 48 25 33 1 15 49 4,08

Desember 48 17 0 0 0 0 0

Jumlah 128 12 59 199 18,66

Sumber: Tata Usaha SMA Muhammadiyah 2 Bandar Lampung

Perhitungan presentase karyawan adalah sebagai berikut.

(FLIPPO, 1996: 143)

Dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa tingkat ketidakhadiran guru relatif

tinggi pada semester I Tahun Ajaran 2009/2010, dengan presentase rata-rata 4

% setiap bulannya. Kemudian total ketidakhadiran guru selama semester I

(satu) sebanyak 199 hari. Jumlah tersebut terbagi atas guru yang tidak masuk

mengajar karena alasan Izin (I) sebanyak 128, Sakit (S) sebanyak 12, dan 59 Jumlah Hari Absen

(9)

guru dengan alasan Alpha (A). Tingginya tingkat absensi menunjukkan

adanya masalah dalam disiplin kerja guru. Hal ini akan berpengaruh pada

pencapaian pendidikan, karena tinggi rendahnya tingkat produktifitas dan

disiplin kerja dalam suatu lembaga dapat dilihat dari tingkat absensi.

Untuk meningkatkan kualitas pendidikan, upaya yang dilakukan dimulai

dengan meningkatkan kinerja guru terlebih dahulu. Ukuran kinerja guru

terlihat dari rasa tanggungjawabnya menjalankan amanah, profesi yang

diembannya, rasa tanggungjawab moral dipundaknya. Semua itu akan terlihat

kepada kepatuhan dan loyalitasnya di dalam menjalankan tugas keguruannya

di dalam kelas dan tugas kependidikannya di luar kelas. Sikap ini akan

dibarengi pula dengan rasa tanggungjawabnya mempersiapkan segala

perlengkapan pengajaran sebelum melaksanakan proses pembelajaran. Selain

itu, guru juga sudah mempertimbangkan akan metodologi yang akan

digunakan, termasuk alat media pendidikan yang akan dipakai, serta guru

juga dapat berinteraksi dengan baik di lingkungan bekerja.

Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut, maka penulis mengambil

judul: “Pengaruh Kepemimpinan Kepala Sekolah, Program Pengajaran,

dan Lingkungan Kerja Guru Terhadap Kinerja Guru Pada SMA Muhammadiyah 2 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2009/2010”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka dapat diambil identifikasi

(10)

1. Belum terdeskripsikannya kepemimpinan kepala sekolah pada SMA

Muhammadiyah 2 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2009/2010.

2. Belum terdeskripsikannya keadaan lingkungan kerja guru pada SMA

Muhammadiyah 2 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2009/2010.

3. Belum diketahuinya kinerja guru pada SMA Muhammadiyah 2 Bandar

Lampung Tahun Pelajaran 2009/2010.

4. Pengaruh kepemimpinan kepala sekolah terhadap kinerja guru pada SMA

Muhammadiyah 2 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2009/2010.

5. Pengaruh program pengajaran guru terhadap kinerja guru pada SMA

Muhammadiyah 2 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2009/2010.

6. Pengaruh lingkungan kerja guru terhadap kinerja guru pada SMA

Muhammadiyah 2 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2009/2010.

7. Pengaruh kepemimpinan kepala sekolah, program pengajaran, dan

lingkungan kerja terhadap kinerja guru pada SMA Muhammdiyah 2

Bandar lampung Tahun Pelajaran 2009/2010.

C. Pembatasan Masalah

Agar permasalahan dalam penelitian ini tidak terlalu luas, maka pembatasan

masalah dalam penelitian ini dibatasi pada pengaruh kepemimpinan kepala

sekolah (X1), program pengajaran (X2), dan lingkungan kerja guru (X3)

terhadap kinerja guru (Y) pada SMA Muhammadiyah 2 Bandar Lampung

(11)

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka perumusan masalah dalam

penelitian ini adalah:

1. Apakah ada pengaruh kepemimpinan kepala sekolah terhadap kinerja guru

pada SMA Muhammadiyah 2 Bandar Lampung Tahun Pelajaran

2009/2010?

2. Apakah ada pengaruh program pengajaran terhadap kinerja guru pada

SMA pada Muhammadiyah 2 Bandar Lampung Tahun Pelajaran

2009/2010?

3. Apakah ada pengaruh lingkungan kerja guru terhadap kinerja guru pada

SMA Muhammadiyah 2 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2009/2010?

4. Apakah ada pengaruh kepemimpinan kepala sekolah, program pengajaran,

dan lingkungan kerja guru terhadap kinerja guru pada SMA

Muhammadiyah 2 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2009/2010?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, penelitian ini bertujuan sebagai

berikut:

1. Untuk mengetahui apakah ada pengaruh kepemimpinan kepala sekolah

terhadap kinerja guru pada SMA Muhammadiyah 2 Bandar Lampung

Tahun Pelajaran 2009/2010.

2. Untuk mengetahui apakah ada pengaruh program pengajaran terhadap

kinerja guru pada SMA Muhammadiyah 2 Bandar Lampung Tahun

(12)

3. Untuk mengetahui apakah ada pengaruh lingkungan kerja guru terhadap

kinerja guru pada SMA Muham madiyah 2 Bandar Lampung Tahun

Pelajaran 2009/2010.

4. Untuk mengetahui apakah ada pengaruh kepemimpinan kepala sekolah,

program pengajaran, dan lingkungan kerja guru terhadap kinerja guru pada

SMA Muhammadiyah 2 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2009/2010.

F. Kegunaan Penelitian

a. Kegunaan teoritis

1. Memberikan penjelasan yang lengkap mengenai pengaruh

kepemimpinan kepala sekolah, program pengajaran, dan lingkungan

kerja guru terhadap kinerja guru pada SMA Muhammadiyah 2 Bandar

Lampung Tahun Pelajaran 2009/2010.

2. Memberikan peluang peneliti lain untuk melakukan penelitian lebih

lanjut tentang hal yang sama dengan menggunakan teori-teori lain

yang belum digunakan dalam penelitian ini.

b. Kegunaan praktis

1. Sumbangan pemikiran bagi sekolah dalam menentukan langkah untuk

meningkatkan kinerja kerja guru sehingga pelaksanaan pendidikan

dapat tercapai secara maksimal.

2. Sebagai informasi bagi guru untuk meningkatkan kinerja kerja guru

dalam proses kegiatan penyelenggaraan pendidikan.

3. Sumbangan pemikiran bagi masyarakat terutama masyarakat

(13)

khususnya agar dapat meningkatkan kinerja kerja guru dan dapat

dijadikan sebagai informasi dalam penelitian oleh masyarakat pada

umumnya.

G. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang Lingkup pada penelitian ini adalah:

1. Ruang Lingkup Objek

Objek penelitian ini adalah seberapa besar pengaruh kepemimpinan kepala

sekolah, program pengajaran, dan lingkungan kerja guru terhadap kinerja

guru.

2. Ruang Lingkup Subjek

Subjek penelitian ini adalah seluruh guru di SMA Muhammadiyah 2

Bandar Lampung.

3. Ruang Lingkup Tempat

Penelitian ini di lakukan di SMA Muhammadiyah 2 Bandar Lampung

4. Ruang Lingkup Waktu

(14)

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS

Pada bab ini akan dibahas beberapa hal yang berkaitan dengan tinjauan

pustaka, pengaruh antara variabel bebas (kepemimpinan kepala sekolah,

program pengajaran, dan lingkungan kerja guru) dengan variabel terikat

(kinerja guru), penelitian yang relevan, kerangka pikir, dan diakhiri dengan

hipotesis. Pembahasan secara resmi beberapa subbab tersebut dikemukakan

sebagai berikut.

A. Tinjauan Pustaka

1. Kinerja Guru

Guru yang merupakan salah satu unsur terpenting dalam proses pendidikan

memiliki tugas pokok yang diwujudkan dalam kegiatan belajar mengajar

serta tugas-tugas yang diberikan padanya. Hal tersebut merupakan bentuk

kinerja guru. Apabila kinerja guru meningkat maka akan berpengaruh

terhadap peserta didik. Oleh karena itu perlu dukungan dari berbagai pihak

sekolah untuk meningkatkan kinerja guru.

Istilah “kinerja” sebenarnya adalah pengalihbahasan dari kata Inggris

Performance”. Bernadin dan Russel dalam Achmad S. Ruky (2006:15)

(15)

Performance is defined as the record of outcomes produced on specified job function or activity during a specified time period” (prestasi adalah catatan tentang hasil-hasil yang diperoleh dari fungsi-fungsi pekerjaan tertentu atau kegiatan tertentu selama kurun waktu tertentu).

Menurut Lembaga Administrasi Negara (LAN) dalam E. Mulyasa

(2007:136) , kinerja atau performansi dapat diartikan sebagai prestasi kerja,

pelaksanaan kerja, pencapaian kerja, hasil kerja atau unjuk kerja. Sementara

menurut Nanang Fattah dalam Susilowati (2007) bahwa, “Prestasi kerja atau penampilan kerja (performance) diartikan sebagai ungkapan kemampuan yang didasari oleh pengetahuan, sikap, keterampilan, dan motivasi dalam

menghasilkan sesuatu.

Untuk lebih memahami tentang kinerja guru, berikut disajikan beberapa

pendapat menurut pengertian operasional menurut E. Mulyasa (2007:136)

1. Model Vroomian

Vroom mengemukakan bahwa “Permorfance = f (Ability x Motivation)”. Menurut model ini, kinerja seseorang merupakan fungsi perkalian antara kemampuan (ability) dan motivasi. Hubungan perkalian tersebut

mengandung arti bahwa: jika seseorang rendah pada salah satu komponen maka prestasi kerjanya akan rendah pula. Kinerja seseorang yang rendah merupakan hasil dari motivasi yang rendah dengan kemampuan yang rendah.

2. Model Lawler dan Porter

Lawler dan Porter mengemukakan bahwa: “Performance = Effort x Ability x Role Perceptions”. Effort adalah banyaknya energi yang dikeluarkan seseorang dalam situasi tertentu, abilities adalah karakteristik individu seperti intelegensi, keterampilan, sifat sebagai kekuatan potensial untuk berbuat dan melakukan sesuatu, sedangkan role perception adalah kesesuaian antara usaha yang dilakukan seseorang dengan pandangan atasan langsung tentang yang seharusnya dikerjakan. Hal yang baru dalam

model ini adalah “role perceptions”, sebagai jenis perilaku yang paling cocok dilakukan individu untuk mencapai sukses.

3. Model Ander dan Butzin

(16)

akan menghasilkan kinerja yang rendah , demikian halnya orang yang bermotivasi tinggi tetapi ability-nya rendah.

Dari berbagai pengertian kinerja diatas, maka dapat disimpulkan bahwa

kinerja adalah hasil atau prestasi kerja yang dicapai seseorang dalam

melaksanakan tugas nya baik secara kualitas maupun kuantitas sesuai dengan

tanggung jawab yang diberikan kepadanya.

Untuk mendapatkan hasil kerja yang optimal, maka sudah merupakan

keharusan bagi seorang pekerja, dinilai kinerjanya, termasuk guru. Roger

Belows dalam Achmad S. Ruky (2006:12), mengatakan bahwa penilaian

kinerja adalah suatu penilaian periodik atas nilai seorang individu karyawan

bagi organisasinya, dilakukan oleh atasannya atau seseorang yang berada

dalam posisi untuk mengamati/menilai prestasi kerjanya. Dale S. Beach juga

berpendapat bahwa penilaian kinerja adalah sebuah penilaian sistematis atas

individu karyawan mengenai prestasinya dalam pekerjaannya dan potensinya

untuk pengembangan.

Jadi, penilaian kinerja adalah penilaian prestasi kerja yang sistematis atas

seorang karyawan yang bermanfaat untuk pengembangan potensi karyawan

tersebut. Begitu juga dengan penilaian kinerja guru.

Menurut Lusia Kurniawati (2009:30), penilaian kinerja, pada dasarnya

merupakan proses yang digunakan sekolah untuk mengevaluasi kegiatan

belajar mengajar yang telah dilakukan kepala sekolah dan para guru harus

mengevaluasi kinerja untuk mengetahui tindakan apa yang akan diambil.

(17)

perencanaan strategi, pelatihan dan pengembangan, serta pengambilan

keputusan-keputusan lainnya berkaitan dengan kemajuan sekolah khususnya

bagi anak didik. Penilaian kinerja berkaitan dengan kinerja dan pertanggung

jawaban guru kepada sekolah. Dalam dunia yang bersaing secara global,

sekolah membutuhkan kinerja yang tinggi. Pada saat bersamaan, guru

membutuhkan umpan balik terhadap kinerjanya sebagai pembimbing untuk

masa yang akan datang.

Penilaian kinerja ditujukan bukan untuk kepentingan organisasi yang

bersangkutan melainkan untuk semua pihak, seperti yang diungkapkan oleh

Achmad S. Ruky (2006:20-21) bahwa penilaian prestasi mempunyai tujuan:

1. meningkatkan prestasi kerja karyawan baik secara individu, maupun kelompok;

2. mendorong kinerja sumber daya manusia secara keseluruhan yang direfleksikan dalam kenaikan produktivitas;

3. merangsang minat dalam pengembangan pribadi dengan tujuan meningkatkan hasil kerja dan prestasi kerja;

4. membantu perusahaan untuk dapat menyusun program pengembangan dan

pelatihan karyawan yang lebih tepat guna;

5. menyediakan alat/sarana untuk membandingkan prestasi kerja pegawai dengan gajinya atau imbalannya; dan

6. memberikan kesempatan pada pegawai untuk mengeluarkan perasaannya tentang pekerjaan atau hal-hal yang ada kaitannya.

Kinerja guru mempunyai spesifikasi/kriteria tertentu. Kinerja guru dapat

dilihat dan diukur berdasarkan spesifikasi/kriteria kompetensi yang harus

dimiliki oleh setiap guru. Dalam Penilaian Kinerja Guru yang disusun oleh

Ditjen PMPTK (2008:4-7), terdapat Peraturan Menteri Pendidikan Nasional

Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi

Akademik dan Kompetensi Guru, yang menjelaskan bahwa Standar

(18)

1. Kompetensi Pedagogik

Kemampuan yang harus dimiliki guru berkenaan dengan aspek-aspek yang diamati, yaitu:

a. Penguasaan terhadap karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral, sosial, kultural, emosional dan intelektual.

b. Penguasaan terhadap teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik.

c. Mampu mengembangkan kurikulum yang terkait dengan bidang

pengembangan yang diampu.

d. Menyelenggarakan kegiatan pengembangan yang mendidik.

e. Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk kepentingan penyelenggaraan kegiatan pengembangan yang mendidik.

f. Memfasilitasi pengembangan potensi peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimiliki.

g. Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan peserta didik.

h. Melakukan penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar, memanfaatkan hasil penilaian dan evaluasi untuk kepentingan pembelajaran.

i. Melakukan tindakan reflektif untuk peningkatan kualitas pembelajaran.

2. Kompetensi Kepribadian

Guru harus mempunyai kemampuan yang berkaitan dengan kemantapan dan integritas kepribadian seorang guru. Aspek-aspek yang diamati adalah:

a. Bertindak sesuai dengan norma agama, hukum, sosial, dan kebudayaan nasional Indonesia.

b. Menampilkan diri sebagai pribadi yang jujur, berakhlak mulia, dan teladan bagi peserta didik dan masyarakat.

c. Menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa.

d. Menunjukan etos kerja, tanggung jawab yang tinggi, rasa bangga menjadi guru, dan rasa percaya diri.

e. Menjunjung tinggi kode etik profesi guru.

3. Kompetensi Sosial

Kemampuan sosial meliputi kemampuan guru dalam berkomunikasi, bekerja sama, bergaul simpatik, dan mempunyai jiwa yang

menyenangkan. Kriteria kinerja guru yang harus dilakukan adalah:

a. Bertindak objektif serta tidak diskriminatif karena pertimbangan jenis kelamin, agama, ras, kondisi fisik, latar belakang keluarga, dan status sosial ekonomi.

b. Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua, dan masyarakat.

(19)

d. Berkomunikasi dengan komunitas profesi sendiri dan profesi lain secara lisan dan tulisan atau bentuk lain.

4. Kompetensi Profesional

Kompetensi atau kemampuan profesional yaitu kemampuan yang harus dimiliki guru berkenaan dengan aspek:

a. Dalam menyampaikan pembelajaran, guru mempunyai peranan dan

tugas sebagai sumber materi yang tidak pernah kering dalam mengelola proses pembelajaran.

b. Dalam melaksanakan proses pembelajaran, keaktifan siswa harus selalu diciptakan dan berjalan terus dengan menggunakan metode dan strategi mengajar yang tepat.

c. Di dalam pelaksanaan proses pembelajaran, guru harus memperhatikan prinsip-prinsip didaktik metodik sebagai ilmu keguruan.

d. Dalam hal evaluasi, secara teoritik dan praktik, guru harus dapat melaksanakan sesuai dengan tujuan yang ingin diukurnya.

Menurut Veithzal dan Ahmad Fawzi yang dikutip oleh Susanti (2010)

kinerja mempunyai empat aspek, yaitu : 1) kemampuan; 2) penerimaan tujuan

sekolah; 3) tingkatan tujuan yang ingin dicapai; 4) interaksi antara tujuan dan

kemampuan para karyawan (guru) dalam sekolah, dimana masing-masing

elemen berpengaruh terhadap kinerja seseorang.

Berkaitan erat dengan kinerja guru di dalam melaksanakan tugasnya

sehari-hari, guru dalam melaksanakan tugasnya perlu memiliki tiga kemampuan

dasar agar kinerjanya tercapai. Menurut Yuliani Indrawati (2006) tiga

kemampuan dasar yang harus dimiliki seorang guru sebagai berikut:

1. Kemampuan pribadi meliputi hal-hal yang bersifat fisik seperti tampang, suara, mata atau pandangan, kesehatan, pakaian, pendengaran, dan hal yang bersifat psikis sperti humor, ramah, intelek, sabar, sopan, rajin, kreatif, kepercayaan diri, optimis, kritis, obyektif, dan rasional. 2. Kemampuan sosial antara lain bersifat terbuka, disipilin, memiliki

dedikasi, tanggung jawab, suka menolong, bersifat membangun, tertib, bersifat adil, pemaaf, jujur, demokratis, dan cinta anak didik.

(20)

kurikulum sekolah dan menguasai bahan pendalaman/aplikasi bidang studi, mengelola program belajar mengajar, mengelola kelas,

menggunakan media dan sumber, menguasai landasan-landasan

kependidikan, mengelola interaksi belajar mengajar, menilai prestasi siswa untuk kepentingan pendidikan, mengenal fungsi, dan program bimbingan penyuluhan, mengenal, menyelenggarakan administrasi sekolah,

memahami prinsip, dan menafsirkan hasil-hasil penelitian pendidikan guna keperluan mengajar.

Indikator kinerja merupakan sesuatu yang akan dihitung dan diukur. Dalam

menetapkan indikator kinerja, harus dapat didefinisikan suatu bentuk

pengukuran yang akan menilai hasil atau outcome yang diperoleh dari aktivitas yang dilaksanakan. Indikator kinerja ini digunakan untuk

meyakinkan guru dari hari ke hari membuat kemajuan demi tujuan dan

sasaran dalam rencana strategis.

Menurut Veithzal dan Ahmad Fawzi yang dikutip oleh Susanti (2010),

hal-hal yang perlu dilakukan dalam mengukur kinerja adalah sebagai berikut:

a. Penetapan indikator kinerja, dengan memperhatikan: 1. Karakteristik indikator kinerja yang baik, yaitu;

a. Terikat pada tujuan program dan menggambarkan pencapaian hasil; b. Pada hal-hal yang perlu mendapat prioritas;

c. Terpusat pada hal-hal vital dan penting bagi pengambilan keputusan; d. Terbatas terkait dengan sistem pertanggungjawaban yang melibatkan

hasil.

2. Pertimbangan utama penetapannya bahwa indikator kinerja harus: a. Menggambarkan hasil atau usaha pencapaian hasil;

b. Merupakan indikator di dalam wewenangnya; c. Mempunyai dampak negatif yang rendah;

d. Digunakan untuk menghilangkan insentif yang sudah ada;

e. Ada pengganti atau manfaat yang lebih besar jika menghilangkan insentif.

Selain itu, menurut E. Mulyasa, (2007:9) ada tujuh indikator yang

menunjukkan lemahnya kinerja guru dalam melaksanakan tugas utamanya

(21)

pembelajaran; b) kurangnya kemahiran dalam mengelola kelas; c) rendahnya

kemampuan melakukan dan memanfaatkan penelitian tindakan kelas

(classroom action reserach); d) rendahnya motivasi berprestasi; e) kurang disiplin; f) rendahnya komitmen profesi; g) rendahnya kemampuan

manajemen waktu.

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kinerja guru adalah hasil atau

prestasi kerja seorang guru baik secara kualitas maupun kuantitas, yang dapat

kita lihat dari tanggung jawab nya mengerjakan tugas yang diberikan

kepadanya. Kinerja akan bergantung pada perpaduan yang tepat antara

individu dan pekerjaannya. Untuk mencapai produktivitas sekolah secara

maksimum, sekolah harus menjamin dipilihnya orang yang tepat, dengan

pekerjaan yang tepat disertai kondisi yang memungkinkan bagi guru untuk

bekerja optimal.

Kinerja guru diangkat sebagai sebuah masalah pokok dalam penelitian ini

berkaitan dengan kemampuan yang harus dimiliki guru baik secara kualitas

dan kuantitas. Sebagai contohnya, guru sering tidak hadir tepat waktu dan

sering tidak masuk, guru sering meninggalkan kelas sewaktu mengajar, dalam

menyelesaikan tugas yang diberikan guru sering mengumpul tidak tepat

waktu, dalam mengajar guru tidak optimal dalam menggunakan media

pembelajaran dan metode mengajar yang digunakan sering tidak menarik.

Hal-hal terseebut menggambarkan bahwa rendahnya kinerja guru yang ada di

(22)

2. Kepemimpinan Kepala Sekolah

Dalam suatu organisasi, pemimpin adalah suatu unsur terpenting, karena

seorang pemimpin memiliki daya kemampuan mempengaruhi dan

menggerakkan manusia lainnya dalam rangka pengelolaan organisasi. Oleh

sebab itu, kemampuan memimpin secara efektif merupakan kunci utama

untuk menjadi seorang manajer yang efektif.

Menurut Hasibuan (2009:169-170), menjelaskan definisi pemimpin dan

kepemimpinan, sebagai berikut:

a. Pemimpin, adalah seseorang yang mempergunakan wewenang dan

kepemimpinannya, mengarahkan bawahan untuk mengerjakan sebagian pekerjaannya dalam mencapai tujuan organisasi.

b. Kepemimpinan, adalah cara seorang pemimpin mempengaruhi perilaku bawahan, agar mau bekerja sama dan bekerja secara produktif untuk mencapai tujuan organisasi.

Dengan demikian jelas ada perbedaan antar pemimpin dan kepemimpinan.

Pemimpin adalah orang yang melakukan proses dalam memimpin sedangkan

kepemimpinan adalah proses yang terjadi pada saat memimpin tersebut.

Ada beberapa pendapat mengenai arti kepemimpinan D.E. Macfarland

(1978), mengemukakan bahwa kepemimpinan adalah suatu proses di mana

pimpinan dilukiskan akan memberi perintah atau pengaruh, bimbingan atau

proses mempengaruhi pekerjaan orang lain dalam memilih dan mencapai

tujuan yang telah ditetapkan. J.M. Pfifner (1980) mengemukakan bahwa

kepemimpinan adalah seni mengoordinasi dan memberi arah kepada individu

atau kelompok untuk mencapai tujuan yang ingin dicapai. Sedangkan Oteng

(23)

mengambil inisiatif dalam situasi sosial untuk menciptakan bentuk dan

prosedur baru, merancang dan mengatur perbuatan, dan dengan berbuat

begitu membangkitkan kerja sama ke arah tecapainya tujuan.

(Sudarwan Danim , 2006: 204)

Menurut Koontz, O’Donnel dan Weicrich, (Wahjusumidjo, 2005:103) di

dalam bukunya yang berjudul Management, kepemimpinan secara umum merupakan pengaruh, seni atau proses mempengaruhi orang lain, sehingga

mereka dengan penuh kemauan berusaha ke arah tercapainya tujuan

organisasi.

Jadi dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan adalah kemampuan seseorang

untuk mempengaruhi dan menggerakkan bawahannya untuk melakukan kerja

sama melakukan berbagai kegiatan dalam rangka mencapai tujuan yang ingin

dicapai.

Sementara itu, G.R. TERRY (Winardi, 2000:62-68) dalam bukunya

Principles of Management” mengemukakan 8 (delapan) buah teori

kepemimpinan sebagai berikut:

1. Teori Otokratis

Kepemimpinan menurut teori ini didasarkan atas perintah-perintah, pemaksaan dan tindakan yang agak arbitrer dalam hubungan antara pemimpin dengan pihak bawahan. Pemimpin otokratis menggunakan perintah-perintah yang biasanya diperkuat oleh adanya sanksi-sanksi di antara mana, disiplin adalah faktor terpenting.

2. Teori Psikologis

(24)

3. Teori Sosiologis

Kepemimpinan terdiri dari usaha-usaha yang melancarkan aktivitas para pemimpin dan yang berusaha untuk menyelesaikan setiap konflik organisatoris antar para pengikut. Usaha-usaha untuk mencapai tujuan mempengaruhi interaksi-interaksi antara para pengikut, kadang-kadang hingga timbulnya konflik yang merusak di dalam atau dia antara kelompok-kelompok. Dalam situasi ini, pemimpin diharapkan untuk mengambil tindakan-tindakan korektif, menjalankan pengaruh kepemimpinannya dan mengembalikan harmoni dan usaha-usaha kooperatif antara para pengikutnya.

4. Teori suportif

Dalam teori ini, pihak pemimpin beranggapan bahwa para pengikutnya ingin berusaha sebaik-baiknya dan bahwa ia dapat memimpin dengan sebaiknya melalui tindakan membantu usaha-usaha mereka.

5. Teori “Lissez Faire

Berdasarkan teori ini, seorang pemimpin memberikan kebebasan seluas-luasnya kepada para pengikutnya dalam hal menentukan aktivitas mereka. Pemimpin tidak berpartisipasi, atau apabila hal itu dilakukannya maka partisipasi tersebut hampir tidak berarti.

6. Teori prilaku pribadi

Teori ini menyatakan bahwa seorang pemimpin tidak berkelakuan sama ataupun melakukan tindakan-tindakan identik dalam setiap situasi yang dihadapi olehnya. Hingga tingkat tertentu ia bersifat fleksibel, karena ia beranggapan bahwa ia perlu mengambil langkah-langkah yang paling tepat untuk menghadapi suatu problem tertentu.

7. Teori sosial/sifat

Sifat-sifat yang dianggap harus dimiliki oleh seorang pemimpin dapat disebut: Intelegensi, inisiatif, energi atau rangsangan, kedewasaan emosional, persuasif, skill komunikatif, kepercayaan pada diri sendiri, perseptif, kreativitas, partisipasi sosial.

8. Teori situasi

Teori ini menerangkan kepemimpinan menyatakan bahwa harus terdapat cukup banyak fleksibilitas dalam kepemimpinan untuk menyesuaikan diri dengan berbagai macam situasi.

Sementara itu menurut Suko Susilo (2005:91-92), perilaku kepemimpinan

yang memiliki kecenderungan orientasi pada pelaksanaan tugas-tugas dan

produktivitas kelompok melakukan sejumlah kegiatan yang antara lain:

1. Initiating

(25)

2. Regulating

Merupakan perilaku pemimpin dalam aktivitas kepemimpinannya dengan membuat aturan yang jelas untuk mengatur arah dan langkah-langkah kegiatan di dalam kelompok.

3. Informing

Kegiatan memberi informasi tentang data dan fakta-fakta serta pendapat-pendapat kepada anggota kelompok kemudian meminta dari mereka informasi yang diperlukan.

4. Suporting

Tindakan pemimpin ini terkait dengan usaha untuk menerima gagasan, pendapat dan usul dari anggota kelompok dan menyempurnakannya dengan menambah atau menguranginya untuk digunakan dalam rangka penyelesaian tugas bersama.

5. Evaluating

Tindakan untuk melakukan penilaian-penilaian, juga menguji gagasan yang muncul serta cara kerja yang diambil dengan menunjukkan sejumlah konsekuensi yang menyertainya.

6. Summarizing

Kegiatan untuk mengumpulkan dan merumuskan gagasan, pendapat dan usul yang muncul, menyingkat lalu menyimpulkan sebagai landasan untuk tindakan selanjutnya.

Menurut Wahjosumidjo (2005:83), sekolah yang merupakan organisasi juga

memerlukan seorang pemimpin, dalam hal ini kepala sekolah, yang amat

sangat berperan, baik dari pihak guru, murid, maupun warga sekolah lainnya.

Kata ‘kepala’ dapat diartikan ‘ketua’ atau ‘pemimpin’ dalam suatu organisasi

atau sebuah lembaga, sedang ‘sekolah’ adalah sebuah lembaga dimana menjadi tempat menerima dan memberi pelajaran. Dengan demikian secara

sederhana kepala sekolah dapat didefinisikan sebagai seorang tenaga

fungsional guru yang diberi tugas untuk memimpin suatu sekolah dimana

diselenggarakan proses belajar mengajar, atau tempat dimana terjadi interaksi

antara guru yang memberi pelajaran dan murid yang menerima pelajaran.

Menurut Sudarwan Danim (2006:205-206) dalam menjalankan fungsi

(26)

berikut: 1) Bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa; 2) Memiliki

intelegensi yang tinggi; 3) Memiliki fisik yang kuat; 4) Berpengetahuan luas;

5) Percaya dir; 6) Dapat menjadi anggota kelompok; 7) Adil dan bijaksana;

8) Tegas dan berinisiatif; 9) Berkapasitas membuat keputusan; 10) Memiliki

kestabilan emosi; 11) Sehat jasmani dan rohani; 12) Bersikap prospektif.

Hick juga mengemukakan pendapat (Wahjusumidjo, 2005:106), bahwa

kepala sekolah adalah sebagai seorang pemimpin yang seharusnya dalam

melakukan praktek sehari-hari selalu berusaha memperhatikan dan

mempratekkan delapan fungsi (leadership function), yaitu: adil, memberikan sugesti, mendukung tercapainya tujuan organisasi, sebagai katalisator,

menciptakan rasa aman,sebagai wakil orang, sumber inspirasi, dan bersedia

menghargai.

Menurut Sudarwan Danim (2006 : 212-214), kemampuan kepala sekolah

dalam menjalankan kepemimpinan menjadi persyaratan utama dalam

manajemen sekolah. Meski begitu, sebagai “manusia biasa” perilaku kepala

sekolah dalam memimpin sekolahnya akan beragam karena faktor-faktor

kontekstual, kondisi kelompok subjek yang dipimpin, dan faktor individual

kepala sekolah itu sendiri. Bertolak dari perilaku pemimpin dalam

sekelompok manusia organisasional, kita dapat mengelompokkan

kepemimpinan seseorang dalam tipe-tipe tertentu yang masing-masing

memiliki ciri-ciri tersendiri. Tipe-tipe kepemimpinan tersebut adalah:

1. Pemimpin Otokratik

(27)

tertib, dan tidak boleh dibantah. Sikapnya senantiasa mau menang sendiri, tertutup terhadap ide dari luar, dan hanya idenya yang dianggap akurat. 2. Pemimpin Demokratis

Pimpinan yang demokratis berusaha lebih banyak melibatkan anggota kelompok dalam memacu tujuan. Kepemimpinan ini dilandasi oleh anggapan bahwa hanya karena interaksi kelompok yang dinamis, tujuan organisasi akan tercapai. Interaksi yang dinamis dimaksudkan bahwa pimpinan mendelegasikan tugas dan memberikan kepercayaan kepada yang dipimpin untuk mencapai tujuan yang bermutu secara kuantitatif. 3. Pemimpin Permisif

Pemimpin permisif tidak mempunyai pendirian yang kuat, sikapnya serba boleh, terlalu banyak mengambil muka dengan dalih untuk mengenakkan individu yang dihadapinya. Dia memberikan kebebasan kepada manusia organisasional. Bawahan tidak mempunyai pegangan yang jelas, informasi diterima simpang siur dan tidak konsisten.

Menurut Wahjosumidjo, (2005:119-121), kepemimpinan kepala sekolah

adalah salah satu perwujudan kepemimpinan nasional , yaitu kepemimpinan

Pancasila, satu potensi atau kekuatan yang mampu memberdayakan segala

daya sumber masyarakat dan lingkungan yang dijiwai oleh sila-sila Pancasila

mencapai tujuan nasional, dalam situasi tertentu. Oleh sebab itu,

kepemimpinan kepala sekolah sebagai salah satu pelaksanaan kepemimpinan

nasional yang bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa, harus

mencerminkan diwujudkannya kepemimpinan Pancasila yang memiliki watak

dan berbudi luhur:

a. Pola pikir

Berorientasi jauh ke depan; pola piker ilmiah, efisiensi dan efektif; dan keterbukaan.

b. Asas

Kebersamaan atau integralistik; kekeluargaan dan gotong royong; persatuan dan kesatuan dalam kebinekaan; selaras, serasi dan seimbang. c. Watak dan kepribadian yang utuh;

1. Trilogi kepemimpinan Pancasila: ing ngarsa sung tulodo; ing madia mangun karsa; tut wuri handayani.

(28)

d. Dua belas sifat-sifat kepemimpinan:

Takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; ing ngarsa sung tulodo; ing madia mangun karsa; tut wuri handayani; waspada; purba wisesa; ambeg paramarta; prasaja; satia; hemat, terbuka; legawa dan kesatria. e. Sikap dan perilaku:

1. Sikap konsisten

2. Perilaku yang selalu berorientasi kepada butir-butir nilai-nilai sila Pancasila.

Berdasarkan beberapa uraian tentang kepemimpinan sekolah di atas, maka

kepala sekolah sebagai pemimpin sebuah lembaga pendidikan hendaknya

hendaknya memiliki jiwa kepemimpinan yang baik dan dapat dijadikan

contoh bagi warga sekolah itu sendiri. Hal ini diharapkan agar di dalam

sekolah tercipta hubungan yang baik antar guru, karyawan dan siswa. Para

warga sekolah pun akan semangat dalam mengerjakan tugas-tugas untuk

mencapai tujuan yang ingin dicapai, termasuk para guru yang akan terus

berusaha meningkatkan kinerja mereka.

Kepemimpinan kepala sekolah diharapkan dapat terwujud sebagai

kepemimpinan yang mampu menggerakkan dan mendorong guru dalam

melaksnakan tugasnya demi tercapainya tujuan yang diharapkan. Akan tetapi,

hal ini tidak terjadi di sekolah ini. Kepala sekolah tidak mampu memimpin

dengan baik dan tidak mampu menggerakkan para guru untuk terus

bersemangat melaksanakan pekerjaan mereka. Banyak guru yang mengeluh

tentang bagaimana cara kepala sekolah dalam memimpin sekolah ini. Sebagai

contohnya, guru yang sering tidak masuk tidak ditegur oleh kepala sekolah,

kepala sekolah tidak tegas dalam menegakkan tata tertib sekolah, kepala

sekolah tidak memiliki kemampuan mengajar dengan baik, kepala sekolah

(29)

yang melatar belakangi diangkatnya variabel tentang kepemimpinan kepala

sekolah.

3. Program Pengajaran

Salah satu penunjang terciptanya kinerja guru yang baik adalah

menyelesaikan program pengajaran dengan baik dan tepat waktu. Program

pengajaran berkenaan dengan kegiatan bagaimana guru mengajar serta

bagaimana siswa belajar dan program pengajaran merupakan salah satu

faktor terpenting dalam mengembangkan kurikukum dan satuan pendidikan

di sekolah.

Menurut Ahmad Rohani (2004:68-69), pengajaran merupakan totalitas

aktivitas belajar mengajar yang diawali dengan perencanaan dan diakhiri

dengan evaluasi. Dari evaluasi ini diteruskan dengan follow up. Pengajaran sebagai kegiatan yang mencakup semua / meliputi, yang secara langsung

dimaksudkan untuk mencapai tujuan-tujuan khusus pengajaran (menentukan

entry-behaviour peserta didik, menyusun rencana pelajaran, memberikan informasi, bertanya, menilai, dsb)

Menurut R. Ibrahim dan Nana Syaodih (1996:50), kegiatan pengajaran ini

merupakan suatu kegiatan yang disadari dan direncanakan. Suatu kegiatan

yang direncanakan atau kegiatan berencana menyangkut tiga hal, yaitu

perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi, demikian hal nya juga dengan

pengajaran. Pengajaran dilaksanakan secara berkala, dapat mencakup jangka

(30)

pengajaran berjangka waktu lama atau singkat, tetap membutuhkan suatu

program kerja, yaitu program kerja pengajaran yang secara singkat disebut

program pengajaran.

Program pengajaran merupakan salah satu faktor terpenting dalam

mengembangkan kurikulum dan suatu pendidikan di sekolah. Program

pengajaran sangat besar peranan nya dalam pembinaan pembelajaran,

perkembangan semangat kerja, minat terhadap perkembangan pendidikan,

suasana pekerjaan yang menyenangkan dan perkembangan mutu program

pengajaran banyak ditentukan oleh kualitas pembelajaran yang

dilangsungkan.

Menurut R. Ibrahim dan Nana Syaodih (1996:51), program pengajaran

merupakan suatu program bagaimana mengajarkan apa-apa yang sudah

dirumuskan dalam kurikulum, sedangkan dalam pengertian umum program

pengajaran adalah seperangkat alat media dalam pelaksanaan pembelajaran

yang merupakan seperangkat rencana dan pengaturan tentang isi dan bahan

pelajaran serta cara digunakan sebagai penyelenggaraan kegiatan belajar

mengajar.

Penyusunan program pengajaran bertujuan agar pelaksanaan pengajaran

berjalan lebih lancar dan hasilnya lebih baik. Menurut R. Ibrahim dan Nana

Syaodih (1996 : 63), ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam

perencanaan program pengajaran, yaitu:

1. Kurikulum

(31)

GBPP-nya. Dalam GBPP telah tercantum tujuan kurikuler, tujuan instruksional, pokok bahasan serta jam pelajaran untuk mengajarkan pokok bahasan tersebut.

2. Kondisi Sekolah

Perencanaan program pengajaran juga perlu memperhatikan keadaan sekolah, terutama tersedianya sarana dan prasarana, dan alat bantu pelajaran. Sarana-sarana dan alat bantu pelajaran ini menjadi pendukung terlaksananya berbagai aktivitas belajar siswa.

3. Kemampuan dan perkembangan siswa

Dalam menyusun atau merencanakan program pengajaran komponen siswa juga perlu mendapat perhatian. Agar bahan dan cara belajar sesuai dengan kondisi siswa, maka penyusunan skenario/program pengajaran perlu disesuaikan dengan kemampuan dan perkembangan siswa. Begitu pula dalam hal keluasan dan kedalaman bahan ajaran.

4. Keadaan guru

Guru dituntut unuk memiliki kemampuan dalam segala hal yang berkenaan dengan pelaksanaan pendidikan dan pengajaran. Saat ia memiliki kekurangan, ia dituntut untuk segera belajar/meningkatkan dirinya.

Oleh sebab itu betapa pentingnya pembinaan program pengajaran ini sebagai

suatu usaha memperbaiki program pengajaran untuk dipahami oleh setiap

guru maupun kepala sekolah. Dengan mengetahui dan memahami tahap-tahap

proses perbaikan pengajaran akan membantu para guru untuk

mengembangkan dan melaksanakan pembinaan program pengajaran.

Menurut Wahjusumidjo (2005:207), ada empat fase proses pembinaan

pengajaran yaitu sebagai berikut:

a. Penilaian sasaran program (assessing program objectives), dalam fase ini perlu diuji keadaan program pengajaran dengan tuntutan masyarakat dan kebutuhan mereka belajar.

b. Merencanakan perbaikan program (planning program improvement), dalam tahap ini perlu dibentuk struktur yang tepat, mengusahakan dan memanfaatkan informasi, serta mengadakan spesifikasi sumber-sumber yang diperlukan untuk program.

(32)

d. Evaluasi perubahan program (evolution of program change constitutes), dalam fase ini perlu perhatian untuk merencanakan evaluasi dan

penggunaan alat ukur yang tepat untuk hasil pengajaran.

Program pengajaran yang mencakup susunan mata pelajaran, penjatahan

waktu, dan penyebaran di setiap kelas dan satuan pendidikan secara singkat,

Wahjusumidjo (2005:209-221) menjelaskan nya sebagai berikut:

1. Isi Program Pengajaran

Kurikulum pendidikan disusun untuk mencapai tujuan pendidikan yang merupakan seperangkat rencana dan pengaturan tentang isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar.

2. Susunan Program Pengajaran a. Program kurikuler

b. Program ekstrakurikuler 3. Pelaksanaan

Pelaksanaan pendidikan dapat diuraikan melalui berbagai sudut pandang waktu belajar, sistem guru, perencanaan kegiatan belajar mengajar, sistem pengajaran bimbingan belajar dan karir, dan tahap pelaksanaan kurikulum. 4. Penilaian

a. Penilaian kegiatan dan kemauan belajar

Penilaian ini merupakan upaya pengumpulan informasi tentang kemajuan siswa.

b. Penilaian hasil belajar

Upaya pengumpulan informasi untuk mengetahui seberapa jauh pengetahuan dan kemampuan yang telah dicapai siswa pada akhir setiap catur wulan, akhir tahun ajaran, atau akhir pendidikan.

5. Pengembangan Kurikulum

a. Tingkat nasional

Mencakup penyesuaian isi, bahan pelajaran dan cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar, dengan memperhatikan tahap perkembangan siswa dan kesesuaiannya dengan lingkungan, kebutuhan pembangunan nasional, perkembangan ilmu pengetahuan atau teknologi dan kesenian sesuai dengan jenjang dan satuan pendidikan.

b. Tingkatan daerah

Berdasarkan pendapat di atas, diharapkan para guru dan kepala sekolah

beserta staf lainnya bisa memahami aspek-aspek yang berkaitan dengan

(33)

melaksanakan pembinaan aspek-aspek program pengajaran tersebut secara

lebih baik sesuai dengan tuntutan ilmu dan teknologi, keinginan-keinginan

masyarakat serta minat dan bakat yang ada pada para siswa.

.

Menurut Gon Vilany (2010), untuk menjamin efektivitas program pengajaran,

kepala sekolah sebagai pengelola program pengajaran bersama dengan

guru-guru harus menjabarkan isi kurikulum secara lebih rinci dan operasional ke

dalam program tahunan, caturwulan dan bulanan. Adapun program mingguan

atau program satuan pelajaran wajib dikembangkan guru sebelum melakukan

kegiatan belajar mengajar. Prinsip yang harus diperhatikan oleh para

pengelola program pengajaran:

1. Tujuan yang dikehendaki harus jelas, makin operasional tujuan, makin mudah terlihat dan makin tepat program-program yang dikembangkan untuk mencapai tujuan.

2. Program yang dilaksanakan haruslah sederhana dan fleksibel.

3. Program yang disusun dan dikembangkan harus sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.

4. Program dikembangkan harus menyeluruh dan harus jelas pencapaiannya. 5. Adanya koordinasi antar komponen pelaksana program di sekolah.

Pengajaran adalah suatu aktivitas (proses) mengajar-belajar. Di dalamnya ada

dua subjek yaitu guru dan peserta didik. Pengajaran merupakan aktivitas

(proses) yang sistematis dan sistematik yang terdiri atas banyak komponen.

Masing-masing komponen pengajaran tidak bersifat parsial (terpisah) atau

berjalan sendiri-sendiri, tetapi harus berjalan secara teratur, saling

bergantung, dan berkesinambungan . untuk itu diperlukan program

pengajaran yang baik dan sistematis, agar proses dalam pengajaran itu sendiri

(34)

kinerja seorang guru dalam melaksanakan tanggung jawab yang diberikan

kepada nya.

Di sekolah ini, program pengajaran tidak disusun secara baik dan tepat waktu.

Program pengajaran diharapkan dapat membantu guru agar dapat

melaksanakan pelaksanaan pembelajaran dengan baik, akan tetapi banyak

guru yang tidak mengikuti apa yang sudah direncanakan dalam program

pengajaran tersebut. Sering tidak masuk dan kurang optimal dalam

penggunaan media maupun metode mengajar, merupakan salah satu

penyebab program pengajaran tidak berjalan dengan baik. Selain itu dalam

pengumpulan silabus dan RPP, beberapa guru mengumpulnya tidak tapat

waktu, sehingga terlihat seperti kejar-kejaran antara perencanaan pengajaran

dengan waktu mengajar nya, bahkan saat pembuatan RPP ada yang tidak

membuat nya sendiri tetapi menyusruh orang lain untuk membuatnya. Hal ini

lah yang melatar belakangi mengapa variabel program pengajaran dijadikan

masalah dalam penelitian ini.

4. Lingkungan Kerja Guru

Lingkungan kerja guru merupakan suatu alat ukur yang akan berpengaruh

terhadap kinerja guru. Dengan terciptanya lingkungan kerja yang kondusif

maka guru akan merasa nyaman dalam bekerja dan terpacu untuk bekerja

lebih giat. Terciptanya lingkungan kerja yang kondusif, perlu dukungan dari

berbagai pihak. Tidak hanya kelengkapan sarana dan prasarana, akan tetapi

hubungan antar warga sekolah juga merupakan penunjang terciptanya

(35)

Sartain (seorang ahli psikologi Amerika) dalam M. Ngalim Purwanto (2007:

72) dalam mengatakan bahwa yang dimaksud dengan lingkungan adalah

semua kondisi dalam dunia ini yang dengan cara-cara tertentu mempengaruhi

tingkah laku kita, perkembangan atau life processes kita kecuali gen-gen.

Sementara itu menurut Dalyono dalam Sutirto (2008) mengatakan bahwa

lingkungan adalah segala pengaruh langsung dan tidak langsung yang bekerja

pada manusia dari luar meliputi isinya yang dihayati dan yang tidak kelihatan

dari ruangan, iklim, dll.

Jadi dapat disimpulkan bahwa lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di

sekitar manusia, yang dapat memberikan pengaruh dalam bertindak, baik

secara langsung maupun tidak langsung.

Dalam melaksanakan kegiatan sehari-hari, lingkungan di sekitar sangat

penting untuk diperhatikan, dalam hal ini khususnya lingkungan tempat kita

bekerja. Lingkungan kerja mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap

jalannya suatu sistem kerja yang baik di dalam sebuah tempat, termasuk di

sekolah.

B.N. Marbun, (2003:15) mengatakan bahwa lingkungan kerja adalah semua

faktor fisik, psikologis, sosial dan jaringan yang berlaku dalam organisasi dan

berpengaruh terhadap karyawan.

Menurut Puji Rahayu (2009:15), lingkungan kerja merupakan suatu situasi

(36)

sangat penting untuk diperhatikan manajemen. Suatu kondisi lingkungan

kerja dikatakan baik atau sesuai apabila manusia dapat melaksanakan

kegiatan secara optimal, sehat dan nyaman. Lebih jauh lagi lingkungan kerja

yang kurang baik dapat tidak mendukung diperolehnya rancangan sistem

kerja yang efisien. Lingkungan kerja yang baik sangat membantu dalam

proses pencapaian tujuan dalam organisasi.

Gouzali Saydam (1997: 149) juga mengemukakan pendapat bahwa

lingkungan kerja adalah lingkungan yang ada di sekitar tempat bekerjanya

seorang pegawai atau karyawan dalam suatu kantor atau perusahaan.

Lingkungan ini tidak hanya berupa tempat fisik yang terdiri dari meja kursi,

almari serta peralatan kerja saja, tetapi mencakup hal yang lebih luas lagi. Di

dalam lingkungan kerja juga terdapat hubungan kerja antara orang-orang

yang ada dalam ruangan itu, baik antara rekan sekerja, antara bawahan dan

atasan, bahkan juga sistem dan prosedur serta tata aturan yang berlaku di

tempat tersebut, semuanya ikut mempengaruhi lingkungan kerja. Oleh sebab

itu, bila manajemen ingin menciptakan lingkungan kerja yang

menyenangkan, maka penataan itu akan meliputi ruang secara fisik, peralatan

kerja, juga sistem, tata aturan dan prosedur kerja harus ditetapkan sehingga

dapat menimbulkan gairah kerja bagi karyawan.

Menurut Sutirto (2008) lingkungan kerja fisik meliputi: “Bagaimana segala sesuatu yang berada di lingkungan dapat mempengaruhi kepala sekolah dan

warga sekolah lainnya di dalam melaksanakan tugas-tugasnya, seperti

(37)

tempat kerja, kebisingan dan tata warna di dalam rangka untuk mencapai

tujuan secara efektif dan efisien”

Lingkungan kerja non fisik menurut As’ad (1995:21) adalah hubungan antar karyawan termasuk dalam lingkungan kerja. Dalam hubungan antar karyawan

dalam suatu organisasi kerja ini akan menciptkan suasana di dalam karyawan

satu dan yang lainnya saling memprngaruhi, begitu juga interaksi karyawan

dan pemimpin akan menciptakan suatu suasana yang mungkin diinginkan dan

tidak diinginkan oleh karyawan yang bersangkutan.

Menurut Supardi yang dikutip oleh Sutirto (2008), manusia dan beban kerja

serta faktor-faktor dalam lingkungan kerja merupakan satu kesatuan yang

tidak dapat dipisahkan. Sebab bila tidak ada keseimbangan akan

menimbulkan kelebihan bagi tenaga kerja yang akan menyebabkan ganguan

pada daya bagi tenaga kerja. Untuk itu, untuk memperoleh produktivitas yang

tinggi, perlu adanya usaha-usaha untuk mencapai suasana lingkungan yang

baik. Usaha-usaha ini antara lain: a) menempatkan seseorang sesuai dengan

keahlian seseorang; b) hubungan kerja yang harmonis antara bawahan dan

atasan; c) penyediaan fasilitas yang cukup serta memadai, seperti kesehatan,

keselmatan kerja, sarana pekerjaan, rekreasi dan lain-lain.

Lingkungan kerja dalam suatu perusahaan sangat penting untuk diperhatikan

manajemen. Meskipun lingkungan kerja tidak melaksanakan proses produksi

dalam suatu perusahaan, namun lingkungan kerja mempunyai pengaruh

langsung terhadap para karyawan yang melaksanakan proses produksi

(38)

manusia dapat melaksanakan kegiatan secara optimal, sehat, aman dan

nyaman. Kesesuaian lingkungan kerja yang kurang baik dapat menuntut

tenaga kerja dan waktu lebih banyak dan tidak mendukung diperolehnya

rancangan sistem kerja yang efisien. (Sedarmayanti dalam Intanghina 2008)

Sementara itu menurut Agus Ahyari yang dikutip Eka Rizki Andika (2008)

menyebutkan bahwa untuk menciptakan lingkungan kerja yang baik,

perusahaan harus menyediakan hal-hal sebagai berikut:

1. Adanya pelayanan terhadap karyawan oleh perusahaan, seperti pelayanan ruang makan, pelayanan kesehatan, penyediaan kamar mandi dan kamar kecil.

2. Kondisi kerja seperti penerangan, suhu udara, suara bising, penggunaan warna, ruang gerak yang dipelukan serta keamanan kerja dalam

perusahaan.

3. Hubungan antara karyawan dan pimpinan, maksudnya karyawan sebagai individu memerlukan adanya komunikasi antara pimpinan dan bawahan serta hubungan yang baik diantara semua karyawan.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa suasana lingkungan kerja adalah kondisi

atau keadaan dalam lingkungan kerja, baik dalam arti fisik maupun psikis

yang mempengaruhi suasana hati orang yang bekerja, yang mencakup dalam

beberapa indikator yaitu : fasilitas kerja tata ruang, kenyamanan, hubungan

dengan teman sejawat dan kebebasan berkreasi. Lingkungan kerja secara

tidak langsung berperan dalam pencapaian kinerja guru, karena lingkungan

kerja mempengaruhi guru dalam melaksanakan tugas, kondisi, dan hasil kerja

nya.

Ada beberapa masalah yang terjadi pada lingkungan kerja di sekolah ini

sehingga variabel lingkungan kerja guru diangkat menjadi salah satu masalah

(39)

tidak diberikan pada semua kelas dikarenakan ada beberapa kelas yng

menggunakan gedung bersama dengan anak-anak SMK Muhammadiyah 2,

sehingga metode yang digunakan pun akhirnya berbeda dan dikhawatirkan

dapat mempengaruhi prestasi belajar siswa, kenyamanan di dalam kelas pun

tidak merata karena hanya beberapa kelas saja yang diberi AC, sedangkan

kelas lain tidak. Selain itu, beberapa guru memiliki hubungan yang kurang

harmonis dan hal ini diketahui oleh para siswa sehingga memberikan contoh

yang kurang baik pada siswa. Lingkungan sekolah yang bercampur menjadi

satu, mulai dari TK hingga perguruan tinggi, juga membuat pembelajaran

menjadi kurang maksimal. Jam pelajaran menjadi tidak maksimal karena

gedung sekolah dipakai secara bergantian, banyak siswa yang yang kabur dari

sekolah dan tidak ketahuan, serta tidak diperoleh suasana yang tenang untuk

belajar. Beberapa faktor inilah yang dijadikan alasan mengapa lingkungan

kerja guru menjadi masalah yang dapat mempengaruhi kinerja guru.

5. Penelitian yang Relevan

Studi atau penelitian yang sejenis dengan pokok masalah yang dihadapkan

dalam skripsi ini telah banyak dilakukan oleh peneliti-peneliti terdahulu. Oleh

karena itu pada bagian ini dilengkapi beberapa hasil penelitian yang ada

(40)

Tabel 2. Hasil Penelitian yang Relevan

Tahun Nama Judul Skripsi Kesimpulan

2006 Mutaminah Retno

Utami

Pengaruh

Kepemimpinan Kepala Sekolah dan Iklim Sekolah Terhadap Kinerja Guru SMP N 8 Semarang Ada Pengaruh Kepemimpinan Kepala Sekolah dan Iklim Sekolah Terhadap Kinerja Guru SMP N 8 Semarang

2009 Patmi Rohaida Pengaruh Persepsi Guru

Tentang Kepemimpinan Kepala Sekolah,

Program Pengajaran, dan Lingkungan Kerja Guru Terhadap

Semangat Kerja Guru pada SMK N 1 Bandar lampung Tahun Pelajaran 2008/2009 Ada Pengaruh Persepsi Guru Tentang Kepemimpinan Kepala Sekolah, Program Pengajaran, dan Lingkungan Kerja Guru Terhadap Semangat Kerja Guru pada SMK N 1 Bandar lampung Tahun Pelajaran 2008/2009

2009 Febi Lestari Pengaruh Masa Kerja,

Lingkungan Kerja, dan Budaya Kerja Terhadap Kinerja Guru SMK N 1 Bandar Lampung. Ada Pengaruh Masa Kerja, Lingkungan Kerja, dan Budaya Kerja Terhadap Kinerja Guru SMK N 1 Bandar

(41)

B. Kerangka Pikir

Kinerja guru merupakan hasil atau prestasi kerja yang dicapai oleh seorang

guru baik secara kualiatas maupun kuantitas. Ukuran dari kinerja guru terlihat

dari berbagai kemampuan yang dimiliki guru tersebut, yaitu kemampuan

pribadi, kemampuan professional, kemampuan sosial, dan kemampuan

pedagogik. Kepemimpinan kepala sekolah merupakan salah satu faktor yang

mendukung keberhasilan kinerja guru. Kepala sekolah merupakan seorang

tenaga fungsional guru yang ditunjuk untuk mengelola tenga kependidikan

yang ada di sekolah. Termasuk dalam meningkatkan kinerja guru. Dalam

memimpin, kepala sekolah diharuskan mempunyai sifat-sifat dan

keterampilan-keterampilan yang baik dalam mengelola sekolah. Sifat dan

keterampilan inilah yang akan ia bawa dalam melakukan pembinaan terhadap

seluruh warga sekolah, dalam hal ini khususnya guru. Jika kepala sekolah

melakukan kepemimpinan nya dengan baik, maka secara langsung guru pun

akan termotivasi untuk terus meningkatkan kinerja nya.

Di sisi lain, program pengajaran juga tidak kalah penting sebagai salah satu

faktor untuk melihat kinerja guru. Salah satu kegiatan terpenting yang

dilakukan oleh guru adalah kegiatan pengajaran. Pengajaran merupakan suatu

kegiatan yang disadari dan direncanakan, di mana di dalam nya terdapat

aktivitas pembelajaran yang melibatkan guru dan siswa. Dikarenakan

kegiatan pengajaran ini berlangsung lama, maka guru membutuhan suatu

program kerja yang disebut program pengajaran. Program pengajaran

(42)

melaksanakan kegiatan pembelajaran. seorang guru harus membuat program

pengajaran nya dengan tepat dan benar, agar pelaksanaan pembelajaran lancar

dan sesuai dengan yang diharapkan.

Selain itu, lingkungan kerja juga berperan dalam pencapaian kinerja guru

yang berkualitas. Lingkungan kerja mempunyai peranan penting karena

lingkungan kerja mempengaruhi guru dalam melaksanakan tugas, kondisi,

dan hasil kerjanya. Lingkungan kerja yang baik dan nyaman akan

menyebabkan guru bekerja dengan baik dan bersemangat. Sehingga hasil

yang diperoleh pun dapat optimal.

Jika kepala sekolah melakukan kepemimpinan nya dengan baik, guru

mengerjakan dan melaksanakan program pengajaran nya dengan tepat dan

benar, kemudian didukung oleh lingkungan kerja yang nyaman, maka guru

dapat mencapai kinerja nya sesuai dengan apa yang diharapkan.

Bertolak dari pemikiran di atas, untuk memperjelas pengaruh kepemimpinan

kepala sekolah, program pengajaran, dan lingkungan kerja guru terhadap

(43)
[image:43.595.127.512.121.399.2]

Gambar 1. Paradigma pengaruh variabel independen kepemimpinan kepala sekolah(X1), program pengajaran (X2), dan

lingkungan kerja guru (X3) terhadap variabel dependen kinerja guru (Y).

Kepemimpinan r1 Kepala Sekolah

(X1)

Program Pengajaran R r2 Kinerja Guru (X2) (Y)

Lingkungan Kerja (X3)

r3

C. Hipotesis

Berdasarkan kerangka pikir di atas, maka hipotesis dalam penelitian ini

adalah:

1. Ada pengaruh kepemimpinan kepala sekolah terhadap kinerja guru pada

SMA Muhammadiyah 2 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2009/2010.

2. Ada pengaruh program pengajaran terhadap kinerja guru pada SMA

Muhammadiyah 2 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2009/2010.

3. Ada pengaruh lingkungan kerja guru terhadap kinerja guru pada SMA

(44)

4. Ada pengaruh kepemimpinan kepala sekolah, program pengajaran, dan

lingkungan kerja guru terhadap kinerja guru pada SMA Muhammadiyah 2

(45)

III. METODOLOGI PENELITIAN

Pada bab ini akan membahas beberapa hal mengenai: metode penelitian,

populasi dan sampel dalam penelitian, variabel penelitian dan definisi

operasional variabel. Selain itu juga akan dijelaskan secara rinci mengenai

teknik pengumpulan data, uji persyaratan instrumen, uji persyaratan analisis

data, uji asumsi klasik, dan pengujian hipotesis. Pembahasan pada bagian ini

akan diawali dengan metode penelitian.

A. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah metode

deskriptif verifikatif dngan pendekatan ex post facto dan survey. Menurut Moh. Nazir (2005:63), metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti

status sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem

pemikiranataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan

penelitian ini merupakan verifikatif yaitu untuk menentukan tingkatpengaruh

variabel-variabel dalam suatu kondisi.

Menurut Moh. Nazir (2005:73), penelitian ex post facto adalah penyelidikan secara empiris yang sistematik, dimana peneliti tidak mempunyai kontrol

(46)

dimanipulasikan, sedangkan menurut Moh. Nazir dalam Basrowi dan Ahmad

Kasinu (2007:135), penelitian survey adalah penelitian yang diadakan untuk memperoleh fakta-fakta dari gejala yang ada dan mencari

keterangan-keterangan secara faktual, baik tentang institusi sosial, ekonomi, atau politik

dari sekelompok atau suatu daerah.

Berdasarkan tingkat eksplanasinya penelitian ini tergolong penelitian

assosiatif yaitu suatu metode dalam penelitian untuk mengetahui hubungan antara dua variabel atau lebih (Sugiyono, 2010: 57). Metode ini dipilih karena

sesuai dengan tujuan penelitian yang ingin dicapai yaitu ingin mengetahui

pengaruh kepemimpinan kepala sekolah, program pengajaran, dan lingkungan

kerja guru terhadap kinerja guru.

B. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian (Suharsimi Arikunto,

2006:130). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh guru SMA

Muhammadiyah 2 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2009/2010 yang

berjumlah 48 orang.

2. Sampel

Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang akan diteliti (Suharsimi

Arikunto, 2006:131).

Menurut Arikunto (2007:130), apabila subjeknya kurang dari 100 lebih baik

diambil semua sehingga penelitiannya menjadi penelitian populasi. Dengan

(47)

48 orang dan semuanya dijadikan sampel. Teknik pengambilan sampel

menggunakan non probability sampling, dengan jenis sampling jenuh, yaitu penentuan sampel dari semua populasi. (Sugiyono,2005:129)

C. Variabel Penelitian

Menurut Sugiyono (2010:61), variabel penelitian adalah suatu atribut atau

sifat atau nilai dari orang, obyek atau kegiatan yang mempunyai variasi

tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik

kesimpulannya

Dalam penelitian ini ada 2 variabel yaitu:

1. Variabel independen yaitu variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi

sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen (terikat). Dalam

penelitian ini yang menjadi variabel independen adalah kepemimpinan

kepala sekolah

 

1 , program pengajaran

 

2 , dan lingkungan kerja

guru

 

3 .

2. Variabel dependen yaitu variabel yaang dipengaruhi atau menjadi akibat,

karena adanya variabel bebas. Variabel dependen dalam penelitian ini

adalah kinerja guru (Y).

D. Definisi Konseptual Variabel dan Definisi Operasional Variabel

1. Definisi Konseptual Variabel

Definisi operasional adalah definisi yang diberikan kepada suatu variabel dan

(48)

ditunjukkan oleh konsep dan mengkategorikan hal tersebut menjadi elemen

yang dapat diamati dan diukur (Basrowi dan Ahmad Kasinu, 2007:179).

Definisi operasional dalam penelitian ini terdiri dari tiga variabel independen

dan satu variabel dependen.

1. Kepemimpinan kepala sekolah diartikan sebagai kemampuan seorang

tenaga fungsional guru yang diberi tugas untuk memimpin suatu sekolah,

untuk menggerakkan segala sumber yang ada pada suatu sekolah sehingga

dapat didayagunakan secara maksimal untuk mencapai tujuan yang telah

ditetapkan (Mutaminah Retno Utami, 2006:32).

2. Program pengajaran adalah suatu rencana pengajaran sebagai panduan

dalam melaksanakan pengajaran.

3. Lingkungan kerja guru diartikan sebagai keseluruhan alat perkakas dan

bahan yang dihadapi, lingkungan sekitarnya dimana seseorang bekerja,

metode kerjanya, serta pengaturan kerjanya baik sebagai perseorangan

maupun sebagai kelompok (Sedarmayanti, 2001:1).

4. Kinerja guru diartikan sebagai kemampuan guru baik secara kualitas

maupun kuantitas yang mencakup 4 hal, yakni, kemampuan pribadi,

kemampuan professional, kemampuan sosial, dan kemampuan pedagogik

(PP RI No. 19 Tahun 2005).

2. Definisi Operasional Variabel

Kepemimpinan Kepala Sekolah (X1): Cara pengukuran instrument untuk

Kepemimpinan Kepala Sekolah dikaitkan dengan beberapa indikator sebagai

Gambar

Tabel 1. Jumlah Jam Absensi Guru SMA Muhammadiyah 2 Bandar Lampung Semester I Tahun 2009/2010
Gambar 1.  Paradigma pengaruh variabel independen kepemimpinan kepala sekolah(X1), program pengajaran (X2), dan lingkungan kerja guru (X3) terhadap variabel dependen kinerja guru (Y)
Tabel 3. Rincian Variabel Indikator, Sub Indikator, dan Pengukuran
Tabel 4. Hasil Uji Coba Validitas Variabel Kepemimpinan Kepala
+5

Referensi

Dokumen terkait

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan hidayah Nya, penulis dapat menyelesaikan disertasi yang berjudul “Analisis Gen Penyandi Protein Terikat Membran,

Berdasarkan uraian di atas dan potensi yang ada di kecamatan Biringkanaya, maka perlu dilakukan penelitian dengan Sistem Informasi Geografis (SIG) mengenai

pembelajaran mengacu pada prinsip belajar Blended learning berbasis proyek dengan harapan membantu mahasiswa mewujudkan karya kreatif mereka dalam bentuk rancangan

Berdasarkan pembahasan penerapan model dan hasil yang dicapai (Gambar 5-8), penerapan model daur ulang air limbah tersebut dapat direplikasi di kawasan pesisir

Tesis utamanya adalah analisa tindakan ( operari ) manusia yang konkret yang menyatakan sifatnya secara penuh sebagai subjektivitas pribadi yang unik dan tidak dapat

Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai sibling rivalry yang terjadi pada anak kembar yang berbeda jenis kelamin, faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya

Dari hasil penelitian dan pengukuran kekasaran permukaan terhadap benda kerja yang dibuat dengan proses pemesinan menggunakan mesin Milling CNC didapat bahwa nilai