• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi supleman vitamin E berlebihan pada siswa di SMA Negeri 65 Jakarta Tahun 2010

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi supleman vitamin E berlebihan pada siswa di SMA Negeri 65 Jakarta Tahun 2010"

Copied!
114
0
0

Teks penuh

(1)

ii PEMINATAN GIZI

Skripsi, 18 Maret 2011 Nadia, NIM : 106101003716

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Konsumsi Suplemen Vitamin E pada Siswi di SMAN 65 Jakarta Tahun 2011

xiv + 100 halaman, 21 tabel, 2 bagan, 3 lampiran ABSTRAK

Suplemen makanan adalah produk jadi yang dikonsumsi untuk melengkapi makanan sehari-hari. Jenis suplemen makanan bermacam-macam, antara lain suplemen yang mengandung vitamin dan mineral, suplemen yang mengandung minyak alami, dan suplemen yang mengandung enzim dan lain-lain. Penggunaan suplemen makanan cenderung meningkat. Pada tahun 2000, puslitbang Farmasi Depkes RI telah melakukan survey konsumen di tiga kota besar (Jakarta, Surabaya dan Bandung) tentang konsumsi suplemen makanan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa konsumsi suplemen makanan terbanyak adalah pada perempuan (78,1%). Hasil studi pendahuluan terhadap siswi di SMAN 65 Jakarta didapatkan bahwa siswi mengkonsumsi suplemen vitamin E melebihi dosis yang telah dianjurkan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi suplemen vitamin E pada siswi di SMAN 65 Jakarta Tahun 2011, yang dilaksanakan pada bulan November 2010-Februaru 2011 dengan menggunakan desain penelitian studi cross sectional. Sampel penelitian ini berjumlah 77 siswi. Analisis data dalam penelitian ini terdiri dari analisis univariat untuk mengetahui distribusi frekuensi dari masing-masing variabel, analisis bivariat untuk mengetahui hubungan antara variabel independen dan dependen dengan menggunakan uji statistik chi-square serta analisis multivariat untuk mengetahui faktor yang paling dominan berhubungan dengan konsumsi suplemen vitamin E dengan menggunakan uji regresi logistik berganda.

(2)

iii

yang bermakna dengan konsumsi suplemen vitamin E pada siswi di SMAN 65 Jakarta tahun 2011. Selanjutnya, berdasarkan analisis multivariat diketahui bahwa pengaruh media dan citra raga merupakan faktor yang paling dominan berhubungan dengan konsumsi suplemen vitamin E pada siswi di SMAN 65 Jakarta tahun 2011.

Berdasarkan hasil penelitian, saran yang dapat diberikan adalah hendaknya sekolah melakukan sosialisasi untuk meningkatkan pengetahuan gizi siswi terutama mengenai vitamin E, bekerja sama dengan OSIS untuk mengadakan kegiatan seminar mengenai penggunaan suplemen dengan mendatangkan suplier suplemen tersebut agar siswi dapat mengetahui pemakaiannya dengan tepat.

(3)

BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Suplemen makanan adalah produk jadi yang dikonsumsi untuk melengkapi makanan sehari-hari. Suplemen makanan mengandung satu atau lebih bahan sebagai berikut: vitamin, mineral, tumbuhan atau bahan yang berasal dari tumbuhan, asam amino, bahan yang digunakan untuk meningkatkan Angka Kecukupan Gizi (AKG), atau konsentrat, metabolit, konstituen, ekstrak, atau kombinasi dari beberapa bahan sebagaimana tercantum dalam butir dalam BPOM (1996).

Jenis suplemen makanan bermacam-macam, antara lain suplemen yang mengandung vitamin dan mineral, suplemen yang mengandung minyak alami, dan suplemen yang mengandung enzim dan lain-lain. Namun beberapa sumber menyatakan bahwa suplemen vitamin dan mineral merupakan suplemen yang paling sering dikonsumsi oleh masyarakat (McDowall, 2007). Hal ini disebakan karena vitamin dan mineral adalah bahan organik yang esensial bagi tubuh namun tidak dapat dibentuk sendiri oleh tubuh, sehingga harus disediakan lewat makanan, salah satunya adalah vitamin E, oleh karena itu banyak produsen makanan memanfaatkan hal ini dengan memproduksi berbagai macam suplemen vitamin E.

(4)

beredar di Indonesia, hanya produk suplemen yang diproduksi oleh perusahaan farmasi yang memenuhi syarat Good Manufacturing Process (GMP) saja yang dibolehkan untuk beredar.

Selama tahun 2008 Badan POM telah mengeluarkan 881 nomor registrasi suplemen makanan yang meliputi 608 suplemen makanan produk dalam negeri (SD), 261 suplemen makanan produk impor (S1) dan 12 suplemen makanan lisensi (SL). BPOM juga telah melakukan pengujian laboratorium terhadap 1189 sampel suplemen makanan dari peredaran. Hasil pengujian mutu peoduk suplemen makanan menunjukkan bahwa 1,35% tidak memenuhi syarat mutu, selain itu BPOM juga melakukan pemeriksaan terhadap 1028 sarana distribusi suplemen makanan. hasil pemeriksaan terhadap sarana distribusi suplemen makanan menunjukkan bahwa terdapat 11.09 % sarana distribusi suplemen makanan masih menjual suplemen makanan yang tidak terdaftar (BPOM, 2008).

(5)

Banyak masyarakat mengkonsumsi vitamin dalam dosis besar hanya karena intuisi pribadi dan pengaruh iklan daripada berdasarkan pemahaman ilmiah mengenai keuntungan dan kerugian penggunaan suplemen tersebut. Mengkonsumsi suplemen makanan tidaklah salah, namun yang perlu diperhatikan adalah penggunaannya harus disesuaikan dengan kebutuhan tubuh karena konsumsi yang berlebihan akan mengganggu pencernaan, menyebabkan diare dan keracunan (Guthrie,1995). Dalam Vitahealth (2009), disebutkan bahwa penggunaan konsumsi suplemen yang berlebihan bukannya semakin bermanfaat, namun justru membahayakan kesehatan.

Konsumsi vitamin E yang berlebihan akan mengganggu fungsi organ terutama hati dan ginjal serta dapat menimbulkan keracunan. Beberapa riset menyatakan penggunaan suplemen makanan berkaitan dengan resiko mengidap kanker dan stroke (Yuliarti, 2009). Dalam sebuah ayat Al Quran dijelaskan bahwa Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebihan, ayat tersebut terdapat pada surat Al-A’raf ayat 31 yang berbunyi:

(

١٣

:

ف ر أل

)

Artinya: Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih- lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan. (QS Al-A’raf ayat 31)

(6)

mati. Sebuah alasan yang tidak jelas, menurut dokter yang memimpin studi itu. Orang menelan vitamin E karena mereka pikir dengan cara itu bisa hidup lebih lama. Dalam pertemuan American Heart Association di New Orleans, Miller mengatakan bahwa sesungguhnya kebanyakan orang tak memerlukan suplemen vitamin E. Vitamin tersebut terdapat dalam makanan sehari-hari, seperti kacang-kacangan, minyak, biji-bijian, asparagus, jagung, dan sayuran hijau. Ia memaparkan pola diet rata-rata orang mencakup vitamin E berkadar 15-16,5 IU atau setara dengan 10-11 mg. Ia menjelaskan vitamin E dalam dosis rendah merupakan antioksidan yang penuh kekuatan. Namun, dalam dosis lebih tinggi berakibat pada kerusakan oksidatif dan mungkin bisa membanjiri antioksidan alami. Dalam Penelitian itu menyebutkan bahwa mengkonsumsi suplemen vitamin E dalam jumlah tinggi bisa menyebabkan serangan jantung dan stroke. Karena kehadiran vitamin itu bisa menyebabkan pembekuan darah atau manfaat yang seharusnya diperoleh dari vitamin itu malahan tertutup oleh nutrien lain. (American Heart Association, 2004)

(7)

Kebiasaan makan yang bruruk ini menjadikan suplemen makanan sering digunakan untuk meningkatkan kualitas diit remaja (Wahlqvist, 2002).

Mengacu pada pendapat Worthington (2000) tentang faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi remaja, terdapat beberapa faktor yang diduga berhubungan dengan konsumsi siplemen pada remaja diantaranya yaitu karakteristik fisiologis yang terdiri dari umur dan jenis kelamin, tingkat pengetahuan gizi remaja, pekerjaan orang tua, pendidikan orang tua dan pola makan orang tua. Sedangkan menurut beberapa penelitian faktor-faktor yang berhubungan dengan konsumsi suplemen diantaranya adalah pengetahuan gizi dan suplemen, pengaruh teman, keterpaparan media, aktivitas fisik, dan status kesehatan (Anggondowati, 2002; Ramadani, 2005; Pertiwi, 2008).

Sebelum penelitian ini dilakukan secara resmi peneliti telah melakukan studi pendahuluan kepada 25 siswi di tiga SMA Negeri, yaitu SMA Negeri 65, SMA Negeri 16 dan SMA Negeri 34. Studi pendahuluan ini dilakukan di tiga sekolah dengan alasan untuk mendapat perbandingan jumlah siswi yang mengkonsumsi suplemen vitamin E. Berdasarkan hasil studi pendahuluan tersebut, diperoleh sebanyak 56% siswi SMA Negeri 16 yang mengkonsumsi suplemen vitamin E, 60% pada siswi SMA Negeri 34 dan 95% siswi SMA Negeri 65 yang mengkonsumsi suplemen vitamin E. Dari 95% siswi SMA Negeri 65 yang mengkonsumsi suplemen, sebanyak 80% mengkonsumsi suplemen dengan dosis berlebih, yaitu mengkonsumsi melebihi jumlah yang dianjurkan.

(8)

saat ini belum ada survei yang dilakukan di SMA Negeri 65 mengenai konsumsi suplemen vitamin E. Selain itu pula keberadaan suplemen vitamin E yang sangat mudah didapatkan di toko-toko terdekat menjadikan peneliti tertarik untuk melakukan penelitian di SMA Negeri 65.

Berdasarkan fakta tersebut maka penulis bermaksud untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi suplemen vitamin E pada siswi SMA Negeri 65 Jakarta.

B. Rumusan Masalah

Suplemen makanan adalah produk jadi yang dikonsumsi untuk melengkapi makanan sehari-hari. Jenis suplemen makanan bermacam-macam, antara lain suplemen yang mengandung vitamin dan mineral, suplemen yang mengandung minyak alami, dan suplemen yang mengandung enzim dan lain-lain. Namun beberapa sumber menyatakan bahwa suplemen vitamin dan mineral merupakan suplemen yang paling sering dikonsumsi oleh masyarakat. Dalam kadar sedikit, suplemen vitamin E memberi manfaat bagi tubuh. Tapi dalam dosis tinggi, malah meningkatkan risiko kematian. Konsumsi vitamin E yang berlebihan akan mengganggu fungsi organ terutama hati dan ginjal serta dapat menimbulkan keracunan.

(9)

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di SMA Negeri 65, didapatkan sebanyak 72% siswi SMA Negeri 65 yang mengkonsumsi suplemen vitamin E. Dari 72% tersebut, sebanyak 65% mengkonsumsi suplemen dengan dosis berlebih, padahal rata-rata asupan vitamin E di SMA Negeri 65 yaitu sebesar 162 mg/hari, hal ini sudah lebih dari AKG yang dianjurkan yaitu sebesar 15 mg/hari. Jumlah asupan vitamin E tersebut didapatkan tanpa harus mengkonsumsi suplemen vitamin E dari luar.

Banyak faktor yang diduga berhubungan dengan konsumsi suplemen vitamin E pada remaja. Faktor-faktor yang diduga berhubungan dengan konsumsi suplemen vitamin E adalah pengetahuan gizi, pengaruh teman sebaya, keterpaparan terhadap promosi suplemen, status kesehatan, dan body image. Oleh karena itu penulis ingin meneliti lebih jauh lagi tentang faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi suplemen vitamin E pada siswi SMA Negeri 65 Jakarta.

C. Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana gambaran konsumsi suplemen vitamin E pada siswi SMA Negeri Negeri 65 Jakarta tahun 2011?

2. Bagaimana gambaran faktor internal ( uang saku, dan status kesehatan) di SMA Negeri 65 Jakarta tahun 2011?

3. Bagimana gambaran faktor eksternal (pengetahuan, teman sebaya, media massa dan body image) di SMA Negeri 65 Jakarta tahun 2011

(10)

5. Apakah ada hubungan antara faktor eksternal (pengetahuan, teman sebaya, media massa, dan body image) dengan konsumsi suplemen vitamin E pada siswi SMA Negeri 65 Jakarta tahun 2011?

6. Apakah faktor yang paling dominan berhubungan dengan konsumsi suplemen vitamin E pada siswi SMA Negeri 65 Jakarta tahun 2011?

D. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi suplemen vitamin E pada siswi SMA Negeri 65 Jakarta tahun 2011.

2. Tujuan Khusus

1. Diketahuinya gambaran konsumsi suplemen vitamin E pada siswi SMA Negeri 65 Jakarta tahun 2011

2. Diketahuinya gambaran faktor internal (pendapatan orang tua, uang saku, dan status kesehatan) di SMA Negeri 65 Jakarta tahun 2011

3. Diketahuinya gambaran faktor eksternal (pengetahuan, teman sebaya, media massa dan citra raga) di SMA Negeri 65 Jakarta tahun 2011

4. Diketahuinyaa hubungan antara faktor internal (pendapatan orang tua, uang saku, dan status kesehatan) dengan konsumsi suplemen vitamin E pada siswi SMA Negeri 65 Jakarta tahun 2011

(11)

6. Diketahuinya faktor yang paling dominan berhubungan dengan konsumsi suplemen vitamin E pada siswi SMA Negeri 65 Jakarta tahun 2011

E. Manfaat Penelitian 1. Bagi Pihak Sekolah

Sebagai bahan masukan dalam memberikan pengetahuan mengenai konsumsi suplemen vitamin E kepada para siswa.

2. Bagi Peneliti

Hasil penelitian diharapkan dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan khususnya tentang faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi suplemen vitamin E pada siswi di SMA Negeri 65 Jakarta.

F. Ruang Lingkup

(12)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Suplemen Makanan (Food Supplement) 1. Pengertian

Karyadi (1997), mendefinisikan suplemen makanan sebagai makanan yang mengandung zat-zat gizi dan non gizi, bisa dalam bentuk kapsul, kapsul lunak, tablet bubuk atau cairam yang fungsinya sebagai pelengkap kekurangan zat gizi yang dibutuhkan untuk menjaga agar vitalitas tubuh tetap prima. Menurut Yulliarti (2008), suplemen makanan diartikan sebagai zat atau bahan makanan tambahan yang dikonsumsi. Zat atau bahan makanan tersebut dapat berupa vitamin, mineral, jamu atau tanaman obat, asam amino atau bagian-bagian dari zat atau bahan makanan. Suplemen makanan ini merupakan pendamping atau penambah program diet, nutrisi, atau kondisi tubuh tertentu, dan bukan merupakan pengganti makanan.

(13)

2. Penggolongan Suplemen

Suplemen makanan digolongkan sebagai bahan nitraceutikal. Suplemen makanan ini khasiatnya tidak perlu dibuktikan melalui uji klinis. Sampai saat ini pun jenis nitraceutikal boleh dijual secara bebas tapi tidak boleh diklaim memiliki khasiat untuk mengobati penyakit (Vitahealth, 2004).

Pada awalnya penggunaan suplemen masih terbatas untuk mengembalikan fungsi metabolik dimana seluruh proses tersebut dikendalikan oleh enzim sebagai katalis reaksi kimia tubuh yang membuat sel-sel bekerja secara optimal. Pada umumnya, enzim terdiri atas protein khusus yang dinamakan apoenzim, dan memerlukan suatu kofaktor tertentu yang biasanya adalah suatu vitamin dan mineral. Karena itu, pada konsep lama mikronutrient tersebut (vitamin dan mineral) disebut sebagai zat esensial yang dibutuhkan tubuh. Jika dari makanan saja tidak cukup, maka untuk memenuhi kekurangannya bisa ditambah dari suplemen makanan. Namun berikutnya, penggunaan suplemen tidak lagi terbatas pada vitamin dan mineral saja sekarang batasan suplemen nutrisi semakin melebar sampai mencakup zat-zat nutrisi dan penyembuh yang terdapat pada herbal dan bahan obat alami lainnya. (Vitahealth, 2004)

(14)

asam lemak, serta kelompok lainnya meliputi L-Carnitine, serat makanan, garlic, ginseng, asam pangamik, Superoxiside Dismitase, beepolleen, royal jelly, dll.

Seperti yang telah disebutkan di atas, jenis suplemen makanan bermacam-macam, antara lain suplemen yang mengandung vitamin dan mineral, suplemen yang mengandung minyak alami, dan suplemen yang mengandung enzim dan lain-lain. Namun beberapa sumber menyatakan bahwa suplemen yang paling sering dikonsumsi oleh masyarakat umumnya dan khususnya atlet muda adalah suplemen vitamin dan mineral (McDowall, 2007). Hal ini disebabkan karena vitamin dan mineral adalah bahan organik yang esensial bagi tubuh namun tidak dapat dibentuk sendiri oleh tubuh, sehingga harus disediakan lewat makanan, oleh karena itu banyak produsen makanan memanfaatkan hal ini dengan memproduksi berbagai macam suplemen vitamin dan mineral.

3. Orang yang membutuhkan suplemen makanan

(15)

Tidak setiap orang perlu mengonsumsi suplemen makanan, Soekatri dari PERSAGI dalam seminar prosesi Kesehatan Masyarakat pada tanggal 22 Desember 2008, menyampaikan bahwa suplemen dianjurkan dalam kondisi sebagai berikut :

a. Ibu sedang hamil dan ibu sedang menyusui karena mereka membutuhkan gizi yang lebih dari orang biasa terutama vitamin dan mineral. Dokter umumnya menganjurkan asam folat dan zat besi untuk memenuhi fisiologisnya.

b. Individu dengan penyakit tertentu atau gangguan tertentu membutuhkan kebutuhan gizi yang juga lebih dari AKG (Angka Kecukupan Gizi) yang dianjurkan terutama vitamin tertentu. Misalnya mereka yang beresiko berpenyakit Cronic Heart Disease (CHD) dan stroke yang dianjurkan menggunakan suplemen yang mengandung vitamin B dan asam folat. Juga pada mereka yang mempunyai gangguan penyerapan lemak, akan menurunkan kemampuan menyerap vitamin larut lemak

(16)

e. Orang yang tidak makan daging (vegan) perlu mengkonsumsi suplemen vitamin B12

f. Individu yang harus berdiit dibawah 1200 Kalori agar turun berat badannya (terutama atlet), memerlukan tambahan suplemen tertentu untuk memenuhi AKG nya

g. Individu yang secara fisik sangat aktif dan tidak cukup asupan gizinya dibandingkan dengan kebutuhannya memerlukan suplemen

h. Individu yang intoleran atau secara sengaja memang menghindari beberapa jenis makanan/bahan makanan, seperti susu dan hasil olahnya, dapat kekurangan vitamin khususnya B2 dan vitamin D

i. Individu yang makan cukup energinya tetapi rendah akan zat gizi mikro atau cara pemasakan yang dapat merusak vitamin, akan baik kalau mendapatkan suplemen vitamin dan mineral

j. Individu yang terpapar matahari dan kontaminan akan menimbulkan oksidasi tubuh yang terjadi yang kemudian menghasilkan radikal bebas di dalam tubuh. Hal ini akan dapat merusak sel terutama karena adanya oksidasi pada asam lemak tak jenuh di tingkat sel dan membran sub sel. Suplemen vitamin C dan vitamin E dapat mengurangi keadaan ini.

(17)

4. Bahaya Suplemen Makanan

Berikut merupakan beberapa dampak negatif penggunaan suplemen menurut Yuliarti (2008) adalah sebagai berikut:

a. Kelebihan vitamin C mungkin bisa dibuang lewat urin. Tetapi vitamin jenis lain (A, D, E, dan K) umumnya mengendap di dalam tubuh dan di khawatirkan bisa mengganggu fungsi organ terutama hati dan ginjal.

b. Protein yang biasanya terdapat di suplemen bila dikonsumsi orang tertentu bisa menimbulkan efek alergi.

c. Konsumsi zat besi berlebihan tidak baik untuk para penderita kelainan daraj seperti thalassemia.

d. Konsumsi suplemen vitamin K pada orang yang tengah minum obat tertentu kadang-kadang justru memperburuk keadaan.

e. Suplemen yang mengandung hormone tambahan dikhawatirkan malah memicu gigantisme (tubuh menjadi sangat besar) dan gangguan seksual.

f. Konsumsi berlebihan suplemen antioksidan seperti viatamin A, E dan betakaroten justru meningkatkan risiko kematian.

g. Suplemen vitamin D berlebihan justru berbahaya bagi hati dan ginjal.

h. Mengkonsumsi suplemen berupa minuman berenergi dapat meningkatkan tekanan darah.

(18)

j. Terlalu banyak mengkonsumsi vitamin C akan mengganggu penyerapan tembaga, yang meskipun dibutuhkan dalam jumlah sangat kecil, namun penting untuk mengatur susunan kimia dan kinerja tubuh.

k. Terlalu banyak suplemen mengandung fosfor akan menghambat penyerapan kalsium.

l. Kelebihan vitamin A, D, K dan zat besiyang tidak dapat dibuang tubuh berbalik menjadi racun.

Hasil sebuah riset menunjukkan bahwa tidak semua suplemen vitamin menguntungkan bagi kesehatan. Tinjauan dari berbagai riset menunjukkan beberapa suplemen vitamin tertentu tidak bermanfaan bagi kesehatan, namun justru dapat meningkatkan risiko kematian.

(19)

B. Vitamin

Menurut bahasa vitamin berasal dari kata ‘’vita‘’ yang mengandung arti hidup dan ‘’amin’’ yang artinya salah suatu zat tertentu sehingga vitamin berarti suatu zat yang diperlukan untuk hidup (Sediaoetama, 1987).

Vitamin merupakan zat-zat organik kompleks yang dibutuhkan dalam jumlah yang sangat kecil dan pada umumnya tidak dapat dibentuk oleh tubuh dan harus didapat dari makanan. Vitamin termasuk kelompok zat pengatur dan pemelihara kehidupan. Tiap vitamin mempunyai tugas spesifik didalam tubuh. Karena vitamin adalah zat organik maka vitamin dapat rusak karena penyimpanan dan pengolahan (Almatsier, 2006).

Tubuh yang mendapat susunan hidangan yang mencukupi kualitas maupun kuantitas akan terdapat dalam keadaan kesehatan yang sebaik-baiknya. Dalam keadaan demikian sel-sel dan jaringan tubuh jenuh mengandung semua jenis vitamin yang diperlukan, sedangkan sejumlah vitamin ditimbun pula dalam organ penimbunan sampai jenuh. Ternyata bahwa daya timbun untuk berbagai vitamin itu berlain-lainan. Vitamin-vitamin yang dapat larut dalam lemak, dapat ditimbun dalam jumlah relatif besar, tetapi sebaliknya vitamin-vitamin yang larut dalam air, sedikit saja yang dapat ditimbun.

Menurut Almatsier (2009), Berdasarkan karakteristik fisiknya vitamin yang dibutuhkan oleh manusia dibagi menjadi 2 (dua), yaitu vitamin larut lemak, seperti vitamin A, D, E, K dan vitamin larut air, seperti vitamin C, Thiamin, Riboflavin, Niasin, Biotin, Asam pantotenat, Vitamin B6, Vitamin B12 dan folat.

(20)

Tabel 2.1 Sifat-Sifat Umum Vitamin Larut Lemak dan Vitamin Larut Air Vitamin larut lemak Vitamin larut air

Larut dalam lemak dan pelarut lemak Larut dalam air Kelebihan konsumsi dari ynag

dibutuhkan disimpan dalam tubuh

Simpanan sebagai kelebihan sangat sedikit

Dikeluarkan dalam jumlah kecil melalui empedu

Dikeluarkan melalui urin

Gejala dedfisiensi berkembang lambat Gejala defisensi sering terjadi dengan cepat

Tidak selalu perlu ada dalam makanan sehari-hari

Arus selalu ada dalam makanan sehari-hari

Mempunyai precursor atau provitamin Umumnya tidak mempunyai precursor Hanya mengandung unsur-unsur C, H,

dan O

Selain C, H, dan O mengandung N, kadang-kadang S dan Co

Diabsorpsi melalui sistem limfe Diabsorpsi melalui vena porta Hanya dibutuhkan oleh organism

kompleks

Dibutuhkan oleh organism sederhana dan kompleks

Beberapa jenis bersifat toksik pada jumlah relative

a. Fungsi dan Sumber Vitamin E

Vitamin berperan dalam beberapa tahap reaksi metabolisme energi, pertumbuhan, dan pemeliharaan tubuh, pada umumnya sebagai koenzim atau bagian dari enzim (Almatsier, 2006).

(21)

Fungsi vitamin E dapat dikelompokkan berdasar dua sifatnya yang penting: a) berhubungan dengan sifatnya sebagai antioksidan alamiah, dan b) berhubungan dengan metabolisme selenium. Secara umum vitamin E diperlukan bagi pemeliharaan kesehatan dan integritas semua sel tubuh. Namun demikian tidak dapat ditunjukkan atau ditentukan kebutuhan akan vitamin ini. (Sediaoetama, 1997)

Vitamin E banyak terdapat dalam bahan makanan. Sumber utama vitamin E adalah minyak tumbuh-tumbuhan, terutama minyak kecambah gandum dan biji-bijian. Minyak kelapa dan zaitun hanya sedikit mengandung vitamin E. Sayuran dan buah-buahan juga merupakan sumber vitamin E yang baik. Daging, unggas, ikan dan kacang-kacangan mengandung vitamin E dalam jumlah terbatas. (Almatsier, 2006)

Tabel 2.2

Nilai vitamin E total di dalam minyak tumbuh-tumbuhan (mg/100 gram)

Minyak Mg

Biji Kapas 30-81

Jagung 53-162

Kacang kedelai 56-160

Kacang tanah 20-32

Kelapa 1-4

Kelapa sawit 33-73

Zaitun 5-15

Sumber : Almatsier (2009)

(22)

Karena vitamin E tidak larut air, vitamin E tidak hilang selama dimasak dengan air. Pembekuan dan penggorengan dalam minyak banyak merusak sebagian besar vitamin E.

b. Angka Kecukupan Vitamin E yang Dianjurkan

Angka Kecukupan Gizi yang dianjurkan (AKG) adalah suatu kecukupan rata-rata zat gizi setiap hari bagi hampir semua orang menurut golongan umur, jenis kelamin, ukuran tubuh dan aktivitas untuk mencegah terjadinya defisiensi gizi. Dalam dunia internasional istilah yang banyak digunakan oleh Recommended Dietary Allowence (RDA).

Angka kecukupan vitamin E yang dianjurkan untuk berbagai golongan umur dan jenis kelamin untuk Indonesia dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 2.3

Angka kecukupan gizi yang dianjurkan untuk vitamin E Golongan Umur AKG (mg)/ (IU) Golongan Umur AKG (mg)

(23)

c. Akibat Kekurangan dan Kelebihan Konsumsi Vitamin E 1) Akibat kekurangan Konsumsi Vitamin E

Penyakit kekurangan vitamin E pada manusia jarang terjadi, karena vitamin E terdapat luas di dalam bahan makanan. Kekurangan biasanya terjadi karena adanya gangguan absorpsi lemak seperti pada cystic fibrosis dan gangguan transpor lipida seperti pada beta lioproteinemia.(Sediaoetama, 1997)

Kekurangan vitamin E pada manusia menyebabkan hemolisis eritrosit, yang dapat diperbaiki dengan pemberian tambahan vitamin E. Akibat lain adalah sindroma neurologik sehingga terjadi fungsi tidak normal pada sumsum tulang belakang dan retina. Tanda-tandanya adalah kehilangan koordinasi dan refleks otot, serta gangguan penglihatan dan berbicara. Vitamin E dapat memperbaiki kelainan ini. (Almatsier, 2006)

(24)

2) Akibat Kelebihan Konsumsi Vitamin E

Menggunakan vitamin E secara berlebihan dapat menimbulkan keracunan. Gangguan pada saluran cerna terjadi bila memakan lebih dari 600 miligram sehari. Dosis tinggi juga dapat meningkatkan efek obat antikoagulan yang digunakan untuk mencegah penggumpalan darah. (Yuliarti, 2008)

Vitamin E pada dosis lebih dari 400 UI (240 mg) akan menimbulkan efek samping yang tidak diinginkan, diantaranya mengosongkan ketersediaan vitamin A, menghambat absorpsi atau aksi vitamin K, menyebabkan diare, nyeri lambung dan rasa lesu. Vitamin E pada dosis 2000 IU/hari akan menyebabkan kematian.

Tabel 2.4

Tolerable Upper Intake Level untuk vitamin E

Tolerable Upper Intake Level (UL) untuk Alpha-Tocopherol*

Kelompok Usia mg/hari

1-3 tahun 200 mg (300 IU) 4-8 tahun 300 mg (450 IU) 9-13 tahun 600 mg (900 IU) 14-18 tahun 800 mg (1200 IU) 19 tahun atau lebih 1000 mg (1500 IU)

(25)

C. Remaja

WHO (dalam Sarwono, 2002) mendefinisikan remaja lebih bersifat konseptual yang terdiri dari tiga kriteria yaitu biologis, psikologik, dan sosial ekonomi, dengan batasan usia 10-20 tahun, yang secara lengkap definisi tersebut berbunyi sebagai berikut:

a. Individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan seksual.

b. Individu mengalami perkembangan psikologik dan pola identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa.

c. Terjadi peralihan dari ketergantungan social ekonomi yang penuh kepada keadaan yang relative lebih mandiri.

(26)

tempat-tempat lain. Emosi, minat, konsentrasi dan cara berpikir mulai stabil serta kemampuan untuk menyelesaikan masalah sudah meningkat.

Remaja merupakan tahap unik periode pertumbuhan dan perkembangan. Masa remaja ditandai dengan banyaknya variasi, perilaku ingin independen dan mencoba berperan dewasa. Perubahan biologis, sosial, psikologis dan kognitif yang terjadi pada masa remaja akan mempengaruhi kesehatan atau gizi secara bermakna. Pada remaja, intake makanan ditentukan sendiri, tetapi dipengaruhi juga oleh pola makan keluarga, pengaruh teman, media, nafsu makan dan ketersediaan makanan (Wahlqvist, 2002).

Worthington (2000) menyebutkan bahwa perubahan pola makan dan pilihan makanan remaja disebabkan karena pertumbuhan fisik yang pesat, lebih bebas dan banyak makan di luar rumah, kesadaran tentang penampilan fisik dan berat badan, kebutuhan diterima di lingkungan serta kehidupan yang cenderung aktif.

(27)

D. Faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi suplemen vitamin E

Menurut Lastariwati dan Ratnaningsih (2006) dalam Dilapanga (2008), menyatakan bahwa perilaku konsumsi makanan dan minuman dipengaruhi oleh 2 faktor utama yaitu:

1. Faktor intrinsik yang terdiri dari : usia, jenis kelamin, dan keyakinan.

2. Faktor ekstrinsik yang terdiri dari : tingkat ekonomi, pendidikan, pengalaman, iklan, tempat tinggal, lingkungan sosial dan kebudayaan.

Banyak faktor yang mempengaruhi kebiasaan makan remaja, menurut Worthington (2000), pertumbuhan remaja, meningkatkan partisipasi dalam kehidupan sosial dan aktifitas remaja dapat menimbulkan dampak terhadap konsumsi makan remaja. Remaja dapat membeli dan mempersiapkan makanan untuk mereka sendiri. Selain faktor-faktor yang disebutkan diatas, faktor-faktor yang diduga berhubungan dengan konsumsi suplemen vitamin E adalah:

1. Umur

(28)

Dalam penelitian Rita (2002) ditemukan bahwa umur berpengaruh terhadap kecepatan seseorang untuk menerima dan merespon informasi yang diterima dan merupakan salah satu faktor yang berhubungan dengan preferensi/kesukaan terhadap konsumsi pangan.

Berdasarkan Penelitian Putri (2004) tidak terdapat perbedaan bermakna proporsi konsumsi suplemen vitamin dan antara kelompok umur 20-29thn, 30-39thn, dan 40-45thn atau dengan kata lain tidak ada hubungan bermakna antara umur dengan konsumsi suplemen vitamin dan mineral (p Value 0,265).

2. Jenis Kelamin

Jenis kelamin menentukkan besar kecilnya kebutuhan gizi bagi seseorang. Pertumbuhan dan perkembangan individu sangat berbeda antara laki-laki dan perempuan (Worthington, 2000).

Salah satu karakteristik demografi yang berhubungan dengan tingginya penggunaan suplemen (terutama suplemen multinutrient) adalah wanita (Greger, 2001). Lyle at al (1998) menyatakan bahwa, dibandingkan dengan laki-laki, wanita lebih sering mengkonsumsi suplemen multinutrient dan suplemen vitamin C dan E. Hasil ini tetap sama ketika disesuaikan dengan umur. Pria yang lebih tua lebih sering mengkonsumsi suplemen, tetapi diantara wanita, penggunaan suplemen tidak dipengaruhi umur.

(29)

wanita lebih banyak menggunakan suplemen single vitamin dan kombinasi vitamin dan multivitamin.

3. Keyakinan, Nilai dan Norma

Suhardjo (2006) menyatakan bahwa pada masyarakat tertentu, terdapat satu pameo yaitu semakin tinggi tingkat keprihatinan seseorang maka akan semakin bahagia dan bertambah tinggi taraf sosial yang dicapainya. Keprihatinan ini dapat dicapai dengan tirakat yaitu suatu kepercayaan melakukan kegiatan fisik dan mengurangi tidur, makan dan minum atau berpantang melakukan sesuatu.

Sediaoetama (1989) juga menyatakan bahwa kepercayaan atau keyakinan masyarakat tentang konsepsi kesehatan dan gizi sangat berpengaruh terhadap pemilihan bahan makanan. Suhardjo (2006) juga menyatakan bahwa pola konsumsi makanan merupakan hasil kepercayaan masyarakat yang bersangkutan dan mengalami perubahan terus menerus menyesuaikan dengan kondisi lingkungan dan tingkat kemajuan budaya masyarakat tersebut. Dalam penelitian Suhardjo (2006) ditemukan bahwa keyakinan dan norma yang berlaku di masyarakat dapat mempengaruhi perilaku konsumsi.

4. Kebutuhan fisiologis tubuh

(30)

kebutuhan akan zat gizi mutlak bagi tubuh agar dapat melaksanakan fungsi normalnya.

Jika konsumsi vitamin lebih rendah dari kebutuhan, maka status gizi vitamin dalam tubuh akan menurun. Keadaan ini disebut defisiensi vitamin. Jika kekurangan ini tidak terlalu besar, maka kebutuhan masih dapat ditutupi dari tempat cadangan. Bila hal ini berlangsung lebih lama, maka cadangan vitamin akan banyak menurun (Sediaoetama, 1987).

Begitu pula jika konsumsi vitamin E lebih tinggi dari kebutuhan atau secara berlebihan, maka dapat menimbulkan keracunan. Gangguan pada saluran cerna terjadi bila memakan lebih dari 600 miligram sehari. Dosisi tinggi juga dapat meningkatkan efek obat antikoagulan yang digunakan untuk mencegah penggumpalan darah (Almatsier, 2006).

5. Body Image/Citra Tubuh

(31)

masyarakat dan interaksi sosial seseorang dalam lingkungannyandaan dapat mengalami perubahan.

Mappiare (1982) mengatakan citra raga merupakan sebagian dari konsep diri yang berkaitan dengan sifat-sifat fisik. Citra raga khususnya dimaksudkan oleh pemikiran mengenai kecantikan dan kebutuhan wajah.

Menurut Melliana (2006) penampilan merupakan bentuk kontrol sosial yang mempengaruhi bagaimana individu melihat dirinya dan bagaimana ia dilihat oleh orang lain.

Kurniati (2004) menyatakan bahwa citra raga adalah gambaran yang dimiliki individu terhadap tubuhnya yang berhubungan dengan penerimaan diri terhadap keadaan fisiknya yang akan mempengaruhi rasa ketertarikkan orang lain.

(32)

menggambarkan dan mengembangkan seperti apa tubuhnya dan apa yang diinginkan dari tubuhnya.

Conger dan Peterson (dalam Sarafino, 1998) yang mengemukakan bahwa citra rubuh bagi remaja merupakan suatu hal yang penting, karena pada masa remaja seseorang banyak mengalami perubahan, baik secara fisik maupun psikis. Perubahan yang pesat ini menimbulkan respon tersendiri bagi remaja berupa tingkah laku yang sangat memperhatikan tubuhnya.

Banyak faktor yang mempengaruhi perkembangan citra tubuh, antara lain: a. Jenis Kelamin

Chase (2001) menyatakan bahwa jenis kelamin adalah faktor paling penting dalam perkembangan citra tubuh seseorang. Berdasarkan penelitian Indika (2009), wanita lebih negatif memandang citra tubuh dibandingkan pria.

(33)

memuat artikel promosi tentang penurunan berat badan (Anderson dan Didomenico, 1992).

Wanita identik dengan cantik, dan cantik identik dengan wajah dan kulit yang bersih, mulus, sehat dan berseri. Oleh karena itu, banyak wanita yang mengkonsumsi suplemen vitamin untuk mendapatkan kecantikan tersebut (Purwaningrum, 2008).

Berikut ini merupakan kutipan yang diambil dari sebuah artikel di sebuah media cetak.

“Gue mau banget punya badan langsing dan kulit cantik. Soalnya teman-teman gue men “support” untuk mempunyai badan langsing dan kulit cantik. Gue juga mengonsumsi suplemen untuk memperlancar gue mendapatkan tubuh yang indah, yah, meskipun ada efek sampingnya, tapi ya gak apa-apalah.” (Putri, Kompas 10 Juli 2009)

b. Usia

Pada perkembangan remaja, citra tubuh menjadi penting. Hal ini berdampak pada usaha berlebihan pada remaja untuk mengontrol berat badan. Umumnya lebih sering terjadi pada remaja putri daripada remaja putra (Papalia dan Olds, 2003 dalam Indika, 2009)

c. Media massa

(34)

media sering menggambarkan bahwa standar kecantikan perempuan adalah tubuh yang kurus dan kulit yang putih.

Purwaningrum (2008), remaja yang mempunyai perilaku makan negatif dikaitkan dengan citra tubuh yang dimiliki. Individu merasa tidak puas dengan penampilannya sendiri. Remaja cenderung menginginkan penampilan yang ideal seperti bintang film, penyanyi dan model. Suatu studi di AS mengenai body image pada remaja putri menunjukkan bahwa 70 % subjek mengungkapkan keinginan untuk mengurangi berat badannya karena merasa kurang langsing. Padahal hanya 15 % di antara mereka yang menderita overweight.

6. Konsep Diri

Yayasan Peduli Proriasis Indonesia (2006) dalam Handayani (2009) menyatakan bahwa konsep diri akan mempengaruhi penilaian terhadap diri sendiri. Bila seseorang menilai diri sendiri positif, maka seseorang akan memasuki dunia dengan harga diri yang positif dan penuh percaya diri. Bila terjadi distorsi atau perubahan dalam citra tubuh seseorang, maka konsep dirinya akan berubah dan akan mempengaruhi perilaku konsumsi individu tersebut.

(35)

7. Preference/ Pemilihan dan Arti Makanan

Kesukaan terhadap makanan dianggap sebagai faktor penentu dalam mengonsumsi makanan. Suhardjo (1986) mengatakan suka atau tidak sukanya seseorang terhadap makanan tergantung dari rasa karena rasa merupakan suatu faktor penting dalam pemilihan pangan yang meliputi bau, tekstur dan suhu. Anak-anak dapat menilai rasa tersebut berdasarkan pengalamannya dan cenderung akan mempengaruhi pemilihan makan saat dewasa. Namun pada penelitian lain kesukaan dapat dipengaruhi oleh teman sebaya Kesukaan terhadap makanan mempunyai pengaruh terhadap pemilihan makanan.

8. Perkembangan Psikososial

Menurut Chaplin (2004) perkembangan psikososial merupakan berbagai kejadian yang berkaitan dengan relasi sosial atau hubungan kemasyarakatan dan mencakup faktor-faktor psikologis dari seseorang. Keadaan psikososial individu akan berpengaruh terhadap perilaku individu tersebut, salah satunya adalah perilaku konsumsi. Seseorang dengan kondisi psikososial yang baik akan cenderung lebih teratur dalam mengkonsumsi dan memilih makanan.

9. Status Kesehatan

Menurut White et.al (2004) kondisi tubuh yang kurang baik, atau sedang dalam kondisi sakit atau memiliki keluhan akan kesehatan mendorong mereka untuk menggunakan suplemen.

(36)

Sedangkan berdasarkan Undang-Undang Kesehatan no. 23 tahun 1992, kesehatan adalah keadaan sejahtera badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setap orang dapat hidup produktif secara sosial dan ekonomi.

Di dalam klinik suplemen vitamin E dipergunakan pada pengobatan berbagai penyakit, meskipun mekanisme penyembuhannya tidak diketahui. Vitamin ini tidak menyembuhkan penyakit tersebut, tetapi memberikan keringanan atau hambatan terhadap menjadi semakin gawatnya gejala-gejala (Sediaoetama, 1987).

Penelitian yang dilakukan oleh Pertiwi (2008) ditemukan adanya hubungan yang signifikan antara riwayat penyakit perilaku konsumsi suplemen.

10.Jumlah dan Karakteristik Keluarga

Sediaoetama (2004) menyebutkan keluarga dengan banyak anak dan jarak kelahiran antar anak amat dekat akan menimbulkan masalah. Dalam hal ini, jumlah keluarga akan mempengaruhi pola pengalokasian pangan pada rumah tangga. Suhardjo (1986) menyebutkan semakin besar jumlah anggota keluarga, maka alokasi pangan untuk individu akan semakin berkurang.

(37)

mempengaruhi keadaan gizinya karena dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi diharapkan pengetahuan atau informasi tentang gizi yang dimiliki menjadi lebih baik. Sering masalah gizi timbul karena ketidaktahuan atau kurang informasi tentang gizi yang memadai. Tingkat pendidikan juga menentukan jenis pekerjaan dan besarnya pendapatan yang akan diperoleh sehingga dapat menentukan daya beli seseorang (London 1995 dalam Savitri 2009)

Pekerjaan orang tua pun turut menentukan kecukupan gizi dalam sebuah keluarga. Berg (1996) berpendapat bahwa pekerjaan berhubungan dengan jumlah gaji atau pendapatan yang diterima. Semakin tinggi pendapatan seseorang maka akan berpengaruh terhadap kualitas dan kuantitas makanan yang dibeli (Apriadji, 1986). Menurut penelitian Puone dalam Guthrie (1995) diketahui bahwa ada hubungan antara penghasilan keluarga dengan tingkat konsumsi masyarakat.

Selanjutnya Sukarbi (1994) dalam Gabriel (2008) menyebutkan pekerjaan memiliki peranan penting dalam kehidupan sosial ekonomi dan memiliki keterkaitan dengan faktor lain seperti kesehatan.

11.Peran Orang Tua

(38)

menunjukkan kemandiriannya dan dapat memilih makanan sekehendak mereka. Oleh karena itu pengaruh keluarga terhadap perilaku makan mulai berkurang.

Khomsan pun menyatakan pada zaman modern seperti sekarang ini, orang tua memang telah menjadi manusia sibuk karena urusan di luar rumah tangga. Oleh karena itu, peran orang tua saat ini sangat penting dalam mendorong kebiasaan makan sehat bagi anak-anaknya.

12.Teman Sebaya

Pengaruh teman sebaya sangat kuat pada masa remaja awal. Di masa ini, remaja sangat menyadari penampilan fisik dan perilaku sosial mereka dan selalu berusaha menyesuaikan dengan kelompoknya. Kebutuhan anak nmenyamakan diri dengan kelompoknya dapat mempengaruhi intake gizi remaja (Brown et al, 2005).

Perubahan sosial yang dialami pada masa remaja adalah meningkatnya pengaruh teman sebaya dibandingkan keluarga. Perubahan tersebut mengakibatkan remaja mengalami berbagai macam perubahan gaya hidup, perilaku, dan tidak terkecuali pengalaman dalam menentukan makanan yang dikonsumsi (Soetjiningsih, 2004).

(39)

didasarkan pada kandungan gizi tetapi sekedar bersosialisasi, untuk kesenangan dan supaya tidak kehilangan status (Khomsan, 2003).

Remaja belum sepenuhnya matang, baik secara fisik, kognitif dan psikososial. Dalam masa pencarian identitas, remaja cepat sekali terpengaruh lingkungan. Keluarga menjadi tidak begitu penting dibandingkan dengan lingkungan sosial dan teman-teman sebayanya (Hanseil dan Mechanic,1990 dalam Dilapanga, 2008).

Berdasarkan penelitian Pertiwi (2008), didapatkan hubungan yang bermakna antara pengaruh teman sebaya dengan konsumsi suplemen.

13.Sosial Budaya

Kebiasaan makan suatu masyarakat sangat dipengaruhi oleh faktor dan budaya masyarakat tersebut. Makanan diartikan juga dalam hubungannya dengan kebudayaan karena sebagai bahan makanan yang akan dikonsumsi memerlukan pengesahan dari kebudayaan untuk dapat diterima. Banyak manusia yang meskipun lapar tidak menggunakan semua bahan makanan yang bergizi sebagai makanan karena alasan agama, tabu, dan kepercayaan. Makanan yang disediakan untuk seseorang sangat tergantung kepada statusnya. (Kresno, 2007).

14.Status Sosial Ekonomi

(40)

Salah satu faktor yang dapat digunakan dalam mengukur status sosial ekonomi adalah uang saku. Menurut Azizah dalam Dilapanga 2009, semakin besar uang saku yang diterima oleh anak maka semakin besar pendapatan keluarga.

Uang saku merupakan salah satu pengalokasian dari pendapatan yang diperoleh dalam keluarga yang diberikan kepada anak untuk keperluan harian, mingguan atau bulan (Koenjaraningrat dalam Dilapanga 2009).

15.Media Massa

Promosi adalah salah satu variabel di dalam pemasaran. Promosi yang dimaksud dalam hal ini adalah arus informasi atau persuasi satu arah yang dibuat untuk mengarahkan seseorang kepada tindakan yang akan manciptakan pertukaran dalam pemasaran.

Meningkatnya konsumsi suplemen makanan di masyarakat tidak lepas dari maraknya promosi iklan yang ditawarkan oleh produsen yang saling berlomba-lomba menawarkan produk dengan berbagai macam dari menambah kecantikan, menambah vitalitas, sampai menyembuhkan penyakit (Syahni, 2002).

Media massa terutama iklan-iklan perdagangan dan promosi penjualan sangat mempengaruhi pada pemilihan susunan makanan. Keunggulan pemakaian media massa adalah dapat menjangkau setiap orang dalam bentuk yang sama dan dapat menimbulkan pengalaman yang sama (Berg, 1996)

(41)

koran dan buku dapat dijadikan saluran komunikasi bagi sejumlah orang. Lastariwati dan Ratnaningsih (2006) dalam Yunaeni (2009) menyebutkan remaja yang masih dalam proses mencari jati diri, sering kali menjadi sasaran empuk bagi produsen yang menawarkan produknya. Hal ini dikarenakan remaja paling cepat dan efektif dalam penyerapan gaya hidup konsumtif, baik dalam kebutuhan primer maupun kebutuhan sekunder.

Berdasarkan penelitian Putri (2004), menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara keterpaparan media dengan konsumsi suplemen. Karena sebagian besar responden yaitu sebanyak 84% memperoleh informasi mengenai suplemen berasal dari media masa seperti televisi, surat kabar/majalah.

16.Fast Food

Worthington (2000) menyebutkan bahwa pertumbuhan remaja meningkatkan partisipasi dalam kehidupan sosial, dan aktivitas remaja dapat menimbulkan dampak terhadap apa yang dimakan remaja. Remaja mulai dapat membeli dan mempersiapkan makanan untuk mereka sendiri, dan biasanya remaja lebih suka makanan serba instan yang berasal dari luar rumah seperti fast food. Fast food mengandung zat gizi yang terbatas atau rendah, diantaranya adalah kalsium, ribovlafin, vitamin A, magnesium, vitamin C, folat, dan serat. Selain itu, kandungan lemak dan natrium cukup tinggi pada berbagai fast food.

(42)

kesibukan yang tinggi sehingga tidak sempat menyiapkan makanan yang sehat dan alami.

17.Pengetahuan Gizi

Notoatmodjo (2003) pengetahuan merupakan hasil dari tahu setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang. Perilaku yang dilakukan dengan berdasarkan pada pengetahuan akan bertahan lebih lama dan kemungkinan menjadi perilaku yang melekat pada seseorang dibandingkan jika tidak berdasarkan pengetahuan.

Khomsan (2007) menyebutkan bahwa pengetahuan gizi menjadi landasan dalam menentukan konsumsi pangan individu. Jika seseorang memiliki pengetahuan gizi yang baik maka cenderung untuk memilih makanan yang bernilai gizi tinggi. Selain itu, pengetahuan gizi dapat meingkatkan seseorang dalam menerapkan pengetahuan gizinya dalam memilih maupun mengolah bahan makanan sehingga kebutuhan gizi tercukupi. Sedangkan Suhardjo (1986) berpendapat bahwa penyebab penting gangguan gizi karena kurangnya pengetahuan tentang gizi atau kemampuan untuk menerapkan informasi tersebut dalam kehidupan sehari-hari.

(43)

mengkonsumsi suplemen, lebih banyak yang berpengetahuan gizi baik yaitu sebesar 78%, dibandingkan dengan yang berpengetahuan gizi kurang (57,6%).

Penelitian lain yang sejalan juga ditemukan pada penelitian Putri (2004), yang menyebutkan bahwa ada perbedaan proporsi antara konsumsi suplemen dengan pengetahuan gizi. Pada kelompok yang berpengetahuan gizi baik, 82,1% responden mengkonsumsi suplemen, sedangkan 59,3% responden yang mengkonsumsi suplemen berpengetahuan gizi kurang.

Dengan adanya perbedaan proporsi antara pengetahuan gizi dengan konsumsi suplemen dapat disimpulkan bahwa responden dengan pengetahuan gizi baik lebih cenderung mengkonsumsi suplemen.

18.Pengalaman Individu

Dalam perjalanan hidup manusia, terjadi berbagai macam pengalaman. Salah satunya adalah pengalaman dalam mengkonsumsi makanan. Seseorang tentu memiliki penilaian tersendiri terhadap jenis makanan tertentu. Ada yang tiak mau mengkonsumsi makanan tertentu karena berdasarkan pengalaman pribadi bahwa makanan tersebut menimbulkan alergi atau memiliki rasa yang kurang enak, penampilan kurang menarik dan lain-lain (Suhardjo, 2006).

E. Kerangka Teori

(44)

Bagan 2.1

Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Tingkat Konsumsi Suplemen Vitamin E Remaja

Modifikasi dari teori Lastariwati dan Ratnaningsih (2006) serta Worthington (2000)

Faktor Internal

1. Umur

2. Jenis Kelamin

3. Uang saku

4. Pemilihan dan arti

makanan

5. Perkembangan Psikososial

6. Body Image (citra raga)

7. Kesehatan

Konsumsi Suplemen Vitamin E Faktor Eksternal 1. Jumlah dan

karakteristik keluarga 2. Peran orang tua 3. Teman Sebaya 4. Sosial budaya 5. Media massa 6. Pengetahuan

(45)

44

BAB III

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

A. Kerangka Konsep

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan konsumsi suplemen vitamin E pada siswi SMA Negeri 65 Jakarta. Variabel independen dalam penelitian ini adalah jumlah dan karakteristik keluarga (pendapatan orang tua), konsumsi vitamin E dan lemak, teman sebaya, media massa, status sosial ekonomi (uang saku), pengetahuan gizi, citra raga, dan status kesehatan. Variabel dalam penelitian ini terdapat dalam bagan sebagai berikut:

Bagan 3.1.

Kerangka Konsep Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Konsumsi Suplemen Vitamin E

Variable Independen Variable Dependen

Faktor Internal

1. Jumlah dan karakteristik keluarga

- Pendapatan Orang Tua

2. Uang saku

3. Status Kesehatan

Konsumsi Suplemen Vitamin E

Faktor Eksternal

1. Pengetahuan

2. Teman Sebaya

3. Media massa

(46)

45

Faktor usia dan jenis kelamin tidak diikutsertakan dalam penelitian ini karena populasi penelitian berada dalam satu kelompok usia (homogen). Variabel pemilihan dan arti makanan tidak diikutsertakan karena sudah diwakilkan oleh variabel teman sebaya. Suhardjo (1986) mengatakan seseorang akan suka atau tidak sukanya terhadap makanan dari rasa, karena rasa merupakan faktor penting dalam pemilihan makanan. Seseorang dapat menilai rasa berdasarkan pengalaman dan cenderung akan mempengaruhi pemilihan makanan. Kesukaan tersebut dapat dipengaruhi oleh teman sebaya.

Variabel perkembangan psikososial tidak diikutsertakan dalam penenlitian ini karena telah diwakilkan oleh variabel citra raga. Menurut Chaplin (2004) perkembangan psikososial merupakan interaksi antara faktor-faktor sosial dan psikologis. Citra raga merupakan kontrol sosial yang mempengaruhi bagaimana seseorang melihat dirinya dan bagaimana ia dilihat orang lain.

(47)

46

B. Definisi Operasional

No Variabel Definisi Alat ukur Cara ukur Hasil ukur Skala

ukur

1. Konsumsi suplemen vitamin E Jumlah dosis suplemen

vitamin E per hari yang dikonsumsi dalam sebulan terakhir.

Kuesioner Angket 1. ≥ 800 mg

2. < 800 mg

Ordinal

2. Pendapatan orang tua Jumlah total pendapatan

orang tua dalam satu bulan

Kuesioner Angket 1. Cukup ( ≥ Rp.5.000.000)

2. Kurang (< Rp.5.000.000)

Kuesioner Angket 1. kecil (jika < mean)

2. besar (jika ≥ mean) Ordinal

4. Status Kesehatan Ada/tidaknya penyakit

yang diderita oleh

responden selama satu

bulan terakhir

Kuesioner Angket 1. Ada

2. Tidak Ada

Ordinal

5. Pengetahuan Gizi dan Suplemen Tingkat pengetahuan

(48)

47

yang dihitung berdasarkan jumlah yang benar

6. Pengaruh teman Pengakuan siswi mengenai

ada atau tidaknya pengaruh

teman siswi terhadap

konsumsi suplemen vitamin E.

Wawancara Kuesioner 1. Tidak ada pengaruh : Jika

Skor 0 guru, dokter atau ahli gizi) dalam satu bulan terakhir.

Kuesioner Angket 1. Tidak terpapar, jika

responden menjawab ‘’

8. Citra Raga Pandangan diri yang

berkaitan dengan sifat-sifat

Kuesioner Angket 1. Negatif (jika < mean)

2. Positif (jika ≥ mean)

(Andea, 2009)

(49)
(50)

49

C. Hipotesis

1. Ada hubungan antara faktor internal (pendapatan orang tua, uang saku, dan status kesehatan) dengan konsumsi suplemen vitamin E pada siswi SMA Negeri 65 Jakarta

(51)

49

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain cross sectional karena pengambilan data variabel independen dan variabel dependen dilakukan dalam waktu bersamaan. Penelitian ini bersifat analitik karena akan melihat hubungan antara varibel indepnden dan varibel dependen. Variabel independen yang diteliti adalah pekerjaan orang tua, pendapatan orang tua, uang saku, status kesehatan, konsumsi vitamin E dan lemak, pengetahuan gizi, teman sebaya, keterpaparan media massa, dan citra raga.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan di SMA Negeri 65 Jakarta. 2. Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan selama bulan Februari 2011. C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

(52)

50

2. Sampel

Sampel pada penelitian ini adalah siswi SMA Negeri 65 Jakarta yang bersedia menjadi sampel dan mengisi angket. Sampel dari penelitian ini dipilih dengan metode simple random sampling dan perhitungan jumlah sampel dengan rumus uji hipotesis beda proporsi (Ariawan, 1998).

Keterangan : yang mengkonsumsi suplemen 47.5 %

( Nilai P1 dan P2 diperoleh dari penelitian Yunaeni, 2009)

(53)

51

keseluruhan sehingga jumlah keseluruhan sampel yang akan diambil adalah 77 orang.

Pengambilan sampel dilakukan secara simple random sampling, sehingga setiap populasi mempunyai peluang yang sama untuk dijadikan sampel.

D. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat-alat yang akan digunakan untuk pengumpulan data (Notoatmodjo, 2005). Instrumen Penelitian yang akan digunakan pada penelitian ini adalah kuesioner. Kuesioner digunakan untuk mengisi pertanyaan mengenai pekerjaan orang tua, pendapatan orang tua, uang saku, status kesehatan, pengetahuan gizi, teman sebaya, keterpaparan media massa, dan citra raga.

.

E. Pengumpulan Data

Pengumpul data dilakukan oleh peneliti sendiri. Jenis data yang dikumpulkan adalah data primer. Data primer dikumpulkan dengan wawancara dan observasi langsung kepada siswi SMA Negeri 65 Jakarta dengan instrumen kuesioner yang meliputi pendapatan orang tua, uang saku, status kesehatan, pengetahuan gizi, pengaruh teman sebaya, keterpaparan media massa, dan citra raga.

F. Pengolahan Data

Adapun untuk tahapan-tahapan yang dilakukan dalam pengolahan data primer dari variabel dependen dan variabel independen adalah sebagai berikut:

(54)

52

2. Menyunting data (data editing), yaitu kuisioner yang telah diisi dilihat kelengkapan jawabannya, sebelum dilakukan proses pemasukan data ke dalam komputer.

3. Membuat struktur data (data structure) dan file data (data file), yaitu membuat tamplate sesuai dengan format kuisioner yang digunakan

4. Memasukan data (entry data), yaitu dilakukan pemasukan data ke dalam tamplate yang telah dibuat.

5. Membersihkan data (data cleaning), yaitu data yang telah di entry dicek kembali untuk memastikan bahwa data tersebut bersih dari kesalahan, baik kesalahan pengkodean maupun kesalahan dalam membaca kode. Dengan demikian diharapkan data tersebut benar-benar siap untuk dianalisis.

6. Manajemen dan manipulasi data.

G. Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini berupa analisis data univariat dan analisis data bivariat.

1. Analisa Data Univariat

Analisa data univariat dilakukan untuk mengetahui gambaran distribusi frekuensi masing-masing variabel baik independen maupun dependen.

2. Analisa Data Bivariat

(55)

53

∑ (O - E)2 X2 =

E DF = (k-1)(b-1) Keterangan:

X2 = Chi square O = Nilai observasi E = Nilai Ekspektasi k = Jumlah kolom b = Jumlah baris

Melalui uji statistik chi square akan diperoleh nilai p, dimana dalam penelitian ini digunakan tingkat kemaknaan sebesar 0.05. Penelitian antara dua variabel dikatakan bermakna jika mempunyai nilai p≤0.05 dan dikatakan tidak

bermakna jika mempunyai nilai p≥0.05.

Jika variabel independen terdiri dari dua kategori dan dijumpai nilai E<5, maka nilai p dapat dilihat dari nilai fisher exact. Jika tidak dijumpai nilai E<5, maka nilai p dapat dilihat dari nilai continuity correction. Untuk variabel independen yang lebih dari dua kategori, maka nilai p dapat dilihat dari nilai pearson chi square.

3. Analisis Multivariat

(56)

54

berganda pada penelitian ini menggunakan model prediksi karena semua variabel independen dianggap sama pentingnya, sehingga proses estimasi dapat dilakukan dengan beberapa koefisien regresi logistik sekaligus (Riyanto, 2009).

Untuk mengetahui variabel independen yang paling berhubungan dengan melihat nilai Odds Ratio (OR). Nilai OR = 1 memiliki makna bahwa tidak ada hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen. Jika nilai OR < 1 artinya variabel independen merupakan faktor protektif terhadap variabel dependen dan jika nilai OR > 1 artinya variabel independen merupakan faktor resiko terhadap variabel dependen.

Langkah-langkah dalam melakukan analisis multivariat yaitu (Riyanto, 2009):

a. Seleksi kandidat model multivariat. Melakukan analisis bivariat antara masing-masing variabel independen dengan variabel dependennya. Bila hasil uji bivariat mempunyai nilai p ≤ 0,25, maka variabel tersebut dapat

masuk model multivariat. Namun, bisa saja variabel dengan nilai p > 0,25 tetap ikut ke model multivariat bila variabel tersebut secara substansi berhubungan.

b. Pemodelan multivariat. Pada tahap ini variabel yang masuk ke dalam kandidat model multivariat dianalisis secara bersamaan. Variabel yang valid dalam model multivariat adalah variabel yang mempunyai nilai p≤

(57)

55

(58)

BAB V HASIL

5.1 Gambaran Umum SMAN 65 Jakarta

SMAN 65 Jakarta terletak di Jalan Raya Panjang Kecamatan Kebon Jeruk Jakarta Barat. Jumlah seluruh siswa di SMAN 65 Jakarta tahun 2011 berjumlah 625 siswa, dengan siswa perempuan berjumlah 351 siswa dan siswa laki-laki berjumlah 274 siswa. Dibawah ini dapat dilihat distribusi frekuensi siswa SMAN 65 Jakarta tahun 2011 berdasarkan jenis kelamin.

Tabel 5.1

Distribusi Frekuensi Jumlah Siswa SMAN 65 Jakarta Tahun 2011 Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Jumlah Persentase

Laki-laki 274 43,84

Perempuan 351 56,16

Total 625 100

Sumber: Profil SMAN 65 Jakarta tahun 2011

Pada penelitian ini yang menjadi responden hanya siswa perempuan kelas X sampai kelas XII yang mengkonsumsi suplemen vitamin E.

5.2 Gambaran Hasil Analisis Univariat

(59)

5.2.1 Gambaran Konsumsi Suplemen Vitamin E

Konsumsi suplemen vitamin E ini dikategorikan menjadi dua, yaitu

“mengkonsumsi melebihi batas toleransi” (≥800 mg) dan “tidak melebihi batas

toleransi” (<800 mg). Adapun gambaran konsumsi suplemen vitamin E pada siswi SMAN 65 Jakarta dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 5.2

Distribusi Frekuensi Konsumsi Suplemen Vitamin E Siswi SMAN 65 Jakarta Tahun 2011

Konsumsi Suplemen Vitamin E Jumlah Persentase

Melebihi batas toleransi 16 20,8

Tidak melebihi batas toleransi 61 79,2

Total 77 100

Sumber: Data Primer

Berdasarkan tabel tersebut diketahui bahwa dari 77 responden yang diteliti, proporsi siswi yang mengkonsumsi suplemen vitamin E dengan tidak melebihi batas toleransi lebih banyak (79,2%) dibandingkan dengan siswi yang mengkonsumsi suplemen vitamin E dengan melebihi batas toleransi.

(60)

Tabel 5.3

Jenis Suplemen Vitamin E Yang Dikonsumsi Oleh Siswi SMAN 65 Jakarta Tahun 2011

Jenis Suplemen ∑ Responden Persen (%)

Natur E 32 41,5

Nourish Skin 15 19,5

Ever E 10 13

HemavitonSkin Nutrien 8 10,4

Evion 12 15,6

5.2.2 Gambaran Pendapatan Orang Tua Siswi SMAN 65 Jakarta

Pendapatan orang tua dalam penelitian ini dikategorikan menjadi dua yaitu pendapatan cukup dan kurang, dikatakan memiliki pendapatan cukup apabila ≥ Rp. 5.000.000,00/bulan dan pendapatan kurang apabila < Rp. 5.000.000,00/bulan. Pengkategorian tersebut didasarkan pada profil kesehatan Indonesia tahun 2001. Adapun gambaran distribusi frekuensi pendapatan orang tua dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 5.4

Distribusi Frekuensi Pendapatan Orang Tua Siswi SMAN 65 Jakarta Tahun 2011

Pendapatan orang tua Jumlah Persentase

Cukup 42 54,5

Kurang 35 45,5

Total 77 100

(61)

Berdasarkan tabel 5.4 diketahui bahwa dari 77 responden, siswi yang memiliki pendapatan orang tua pada kategori cukup lebih banyak yaitu sebanyak 42 (54,5%) dibandingkan dengan siswi yang memiliki pendapatan orang tua pada kategori kurang yaitu sebanyak 35 siswi (45,5%).

5.2.3 Gambaran Uang Saku Siswi SMAN 65 Jakarta

Uang saku dalam penelitian ini dikategorikan menjadi besar dan kecil. Uang saku siswi dikatakan besar jika ≥ rata-rata uang saku pada responden dalam penelitian ini (Rp. 15.000,00) dan dikatakan kecil jika < rata-rata uang saku pada responden dalam penelitian ini. Adapun gambaran distribusi frekuensi uang saku siswi SMAN 65 Jakarta dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 5.5

Distribusi Frekuensi Uang Saku Siswi SMAN 65 Jakarta Tahun 2011

Uang Saku Jumlah Persentase

Kecil 20 26

Besar 57 74

Total 77 100

Sumber:Data Primer

Berdasarkan tabel tersebut diketahui dari 77 responden yang diteliti, siswi yang mempunyai uang saku besar yaitu sebanyak 57 (74%) lebih banyak dibandingkan dengan siswi yang mempunyai uang saku kecil yaitu sebanyak 20 (26%).

5.2.4 Gambaran Status Kesehatan Siswi SMAN 65 Jakarta

(62)

penyakit yang diderita oleh responden selama satu bulan terakhir. Status kesehatan tersebut dikategorikan menjadi ada dan tidak ada. Dikatakan “ada”, jika siswi mengalami sakit dalam sebulan terakhir saat penelitian dilakukan, dan dikatakan

“tidak ada”, jika siswi tidak mengalami sakit dalam sebulan terakhir saat penelitian

dilakukan. Adapun gambaran distribusi frekuensi status kesehatan siswi SMAN 65 Jakarta dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 5.6

Distribusi Frekuensi Status Kesehatan Siswi SMAN 65 Jakarta Tahun 2011

Status Kesehatan Jumlah Persentase

Tidak Ada 48 62,3

Ada 29 37,7

Total 77 100

Sumber:Data Primer

Dari tabel 5.6 diketahui bahwa dari 77 responden, siswi yang tidak menderita suatu penyakit lebih banyak yaitu sebesar 62,3% dibandingkan dengan siswi yang menderita suatu penyakit yaitu 37,7%.

Selanjutnya dari hasil analisis juga diketahui jenis penyakit yang diderita oleh siswi tersebut diantaranya adalah demam tifoid dan ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut). Siswi yang menderita ISPA lebih banyak yaitu 62,12% dibandingkan dengan siswi yang menderita demam tifoid yaitu sebanyak 37,88%.

5.2.5 Gambaran Pengetahuan Gizi Siswi SMAN 65 Jakarta

(63)

apabila ≥ 80% seluruh jawaban benar dan kurang apabila < 80% seluruh jawaban benar (Khomsan, 2000). Adapun gambaran distribusi frekuensi pengetahuan gizi siswi SMAN 65 Jakarta dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 5.7

Distribusi Pengetahuan Gizi pada Siswi di SMAN 65 Jakarta tahun 2011

Pengetahuan Gizi Jumlah Persentase

Kurang 31 40,3

Baik 46 59.7

Total 77 100

Sumber:Data Primer

Berdasarkan tabel 5.7 diketahui bahwa dari 77 responden, siswi yang memiliki pengetahuan gizi baik lebih banyak yaitu sebanyak 59,7% dibandingkan dengan siswi yang memiliki pengetahuan gizi kurang yaitu sebanyak 40,3%.

Selanjutnya hasil analisis menunjukkan terdapat 64,6% siswi salah dalam menjawab pertanyaan mengenai vitamin E termasuk dalam vitamin larut lemak, dan sebanyak 58,3% siswi salah dalam menjawab pertanyaan mengenai kelebihan konsumsi suplemen vitamin E dapat menjadikan kulit semakin cerah dan cantik.

5.2.6 Gambaran Pengaruh Teman pada Siswi SMAN 65 Jakarta

(64)

Tabel 5.8

Distribusi Pengaruh Teman pada Siswi di SMAN 65 Jakarta tahun 2011

Pengaruh Teman Jumlah Persentase

Tidak ada pengaruh 46 59.7

Ada pengaruh 31 40,3

Total 77 100

Sumber:Data Primer

Berdasarkan tabel tersebut diketahui sebanyak 31 responden (40,3%) mendapatkan pengaruh dari temannya dalam mengkonsumsi suplemen vitamin E. Sedangkan yang tidak mendapatkan pengaruh dari teman lebih banyak, yaitu 59,7%.

5.2.7 Gambaran Keterpaparan Media/Informasi Suplemen vitamin E pada Siswi di SMAN 65 Jakarta

Distribusi frekuensi keterpaparan media/informasi suplemen vitamin E pada siswi di SMAN 65 Jakarta dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 5.9

Distribusi Keterpaparan Media/Informasi Suplemen Vitamin E pada Siswi di SMAN 65 Jakarta tahun 2011

Pengaruh Media Jumlah Persentase

Tidak terpapar 45 58,4

Terpapar 32 41,6

Total 77 100

Sumber:Data Primer

Berdasarkan tabel 5.9 diketahui bahwa siswi yang terpapar media/informasi yaitu sebesar 58,4% (45 siswi) sedangkan siswi yang tidak terpapar media yaitu sebesar 41,6% (32 siswi).

(65)

mengenai suplemen vitamin E dari televisi, 31,2% dari majalah, dan sebanyak 21,8% dari radio.

5.2.8 Gambaran Citra Raga pada Siswi di SMAN 65 Jakarta

Distribusi frekuensi gambaran citra raga pada siswi di SMAN 65 Jakarta dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 5.10

Distribusi Citra Raga pada Siswi di SMAN 65 Jakarta tahun 2011

Citra Raga Jumlah Persentase

Negatif 46 59,7

Positif 31 40,3

Total 77 100

Citra raga dalam penelitian ini dikategorikan menjadi negatif dan positif. Citra raga dikatakan negatif jika < rata-rata (mean) dari skor skala citra raga, yakni 24,69. Sedangkan citra raga dikatakan positif jika ≥ rata-rata skor skala citra raga pada responden dalam penelitian ini (24,69).

Berdasarkan hasil tersebut didapatkan lebih banyak responden yang memandang citra raga secara negatif dibandingkan dengan positif yakni sebesar 46 responden (59,7%).

5.3 Gambaran Hasil Analisis Bivariat

(66)

5.3.1 Hubungan antara pendapatan orang tua dengan konsumsi suplemen vitamin E Untuk mengetahui hubungan antara pendapatan orang tua dengan konsumsi suplemen vitamin E pada siswi di SMAN 65 Jakarta tahun 2011 digunakan uji chi-square yang disajikan pada tabel 5.11 di bawah ini:

Tabel 5.11

Hubungan Pendapatan Orang Tua dengan Konsumsi Suplemen Vitamin E pada siswi di SMAN 65 Jakarta tahun 2011

Pendapatan

(67)

Dari hasil analisis diperoleh juga nilai OR = 4,78, artinya siswi yang pendapatan orang tuanya cukup, memiliki kecendrungan untuk mengkonsumsi suplemen vitamin E melebihi batas toleransi 4,78 kali dibandingkan dengan siswi dengan pendapatan orang tuanya kurang.

5.3.2 Hubungan antara uang saku dengan konsumsi suplemen vitamin E

Untuk mengetahui hubungan antara uang saku dengan konsumsi suplemen vitamin E pada siswi di SMAN 65 Jakarta tahun 2011 digunakan uji chi-square yang disajikan pada tabel 5.12 di bawah ini:

Tabel 5.12

Hubungan Uang Saku dengan Konsumsi Suplemen Vitamin E pada siswi di SMAN 65 Jakarta tahun 2011

Uang Saku

Gambar

Tabel 2.1 Sifat-Sifat Umum Vitamin Larut Lemak dan Vitamin Larut Air
Tabel 2.2
Tabel 2.3
Tabel 2.4
+7

Referensi

Dokumen terkait