• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Pengetahuan Mahasiswa Kepaniteraan Klinik Departemen Bedah Mulut RSGMP FKG USU Tentang Anestetikum Lokal

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Gambaran Pengetahuan Mahasiswa Kepaniteraan Klinik Departemen Bedah Mulut RSGMP FKG USU Tentang Anestetikum Lokal"

Copied!
49
0
0

Teks penuh

(1)

GAMBARAN PENGETAHUAN MAHASISWA

KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN BEDAH

MULUT RSGMP FKG USU TENTANG ANESTETIKUM

LOKAL

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi

syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh:

PRASAD NANDA KUMAR

NIM: 100600205

PEMBIMBING:

RAHMI SYAFLIDA, drg., SP. BM

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial Tahun 2014

Prasad Nanda Kumar

Gambaran pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik Departemen Bedah Mulut RSGMP FKG USU tentang anestetikum lokal.

xii + 36 halaman

(3)

FKG USU pada bulan Februari sampai Maret 2014, yaitu 73 orang. Data didapatkan melalui kuesioner yang diisi oleh mahasiswa kepaniteraan klinik Departmen Bedah Mulut RSGMP FKG USU. Data yang didapat dari hasil pengisian formulir kuesioner diolah secara sederhana dan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi sederhana disertai dengan perhitungan berupa persentase. Persentase gambaran pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik Departemen Bedah Mulut RSGMP FKG USU tentang anestetikum lokal yang diperoleh dari hasil penelitian ini adalah sebesar 57.5% tergolong dalam kategori pengetahuan yang baik manakala 42.5% kategori pengetahuan yang cukup. Mahasiswa kepaniteraan klinik harus lebih memahami teori mengenai anestetikum lokal yang digunakan dalam bidang kedokteran gigi.

(4)

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan tim penguji skripsi

Medan, 28 Maret 2014

Pembimbing: Tanda tangan

(5)

TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji

pada tanggal 28 Maret 2014

TIM PENGUJI

KETUA : Abdullah, drg.

ANGGOTA : 1. Rahmi Syaflida, drg., Sp. BM

(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur dan terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia-Nya, sehingga skripsi ini selesai disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran Gigi di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

Dengan hati yang tulus penulis mengucapkan terima kasih yang tidak terhingga kepada dosen pembimbing skripsi yaitu Rahmi Syaflida, drg., Sp.BM yang telah meluangkan waktunya dan kesabaran dalam membimbing penulis selama proses penyusunan skripsi sampai dengan selesai. Ucapan terima kasih sebesar-sebesarnya kepada kedua orang tua penulis, Ayahanda Nanda Kumar a/l Jagananthan dan Ibunda Saguntala a/p KK Nair atas segala doa dan dukungan yang diberikan kepada penulis hingga saat ini. Untuk itu, dengan segala kerendahan hati dan penghargaan yang tulus, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Prof. Nazruddin, drg., C.Ort., Ph.D, Sp.Ort selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

2. Eddy A. Ketaren, drg., Sp.BM selaku Ketua Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara, atas segala saran, dukungan dan bantuan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

3. Seluruh staf pengajar dan pegawai Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera

Utara khususnya di Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial.

(7)

Kumaran, Jashen Paul, Khairunnisa Latiff dan Jeeva Malar yang selalu memberi dukungan dan semangat serta selalu ceria menjalani hari hingga saat ini.

5. Teman-teman semasa perkuliahan, Aidil Nasution, Afiqah Anuar, Izza Aleena, Jack Loo, Tirumagal, Quah Perng Tatt, Nik Ahmad Syakir, Way Yee Yin, Hazwani Izyan, Natasha Devi, Nor Syafiqah dan teman-teman yang lain serta seluruh teman mahasiswa stambuk 2010 atas dukungan, saran dan bantuannya kepada penulis.

6. Teman seperjuangan skripsi di Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial FKG USU, Fanty Amalia, Rizky Puspita dan teman-teman lainnya atas dukungan dan semangat untuk kebahagiaan penulis.

Akhirnya penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat digunakan dan memberikan sumbangan pikiran yang berguna bagi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara, pengembangan ilmu, dan masyarakat.

Medan, 28 Maret 2014

Penulis,

(8)

DAFTAR ISI

2.8 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Mula Dan Masa Kerja Anestetikum Lokal ... 16

2.9 Kerangka Teori ... 20

(9)

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN ... 22

3.1 Jenis Penelitian ... 22

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 22

3.3 Populasi dan Sampel ... 22

3.3.1 Populasi ... 22

3.3.2 Sampel ... 22

3.4 Variabel dan Definisi Operasional ... 22

3.5 Pengumpulan Data ... 25

3.6 Pengolahan Data ... 25

3.7 Aspek Pengukuran ... 25

3.8 Analisis Data ... 26

BAB 4 HASIL PENELITIAN ... 27

4.1 Distribusi Karakteristik Mahasiswa Kepaniteraan Klinik ... 27

4.2 Distribusi Pengetahuan Responden Tentang Anestetikum Lokal ... . 27

4.3 Distribusi Jenis Anestetikum Lokal yang Digunakan... 28

4.4 Distribusi Pengetahuan Tentang Anestetikum Lokal yang Digunakan ... 29

BAB 5 PEMBAHASAN ... 31

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 34

6.1 Kesimpulan ... 34

6.2 Saran ... 34

(10)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Mula dan Masa Kerja Penggunaan Anestetikum Lokal Dengan dan

Tanpa Vasokonstriktor ... 9

2. Dosis Maksimum Anestetikum Lokal yang Direkomendasikan ... 16

3. PKa Anestetikum Lokal... 18

4. Variabel dan Definisi Operasional ... 22

5. Distribusi Karakteristik Mahasiswa Kepaniteraan Klinik ... 27

6. Distribusi Pengetahuan Responden Tentang Anestetikum Lokal ... 27

7. Distribusi Jenis Anestetikum Lokal yang Digunakan ... 28

8. Distribusi Pengetahuan Tentang Anestetikum Lokal yang Digunakan ... 29

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1. Daftar Riwayat Hidup

2. Kuesioner Gambaran Pengetahuan Mahasiswa Kepaniteraan Klinik Departemen Bedah

(12)

Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial Tahun 2014

Prasad Nanda Kumar

Gambaran pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik Departemen Bedah Mulut RSGMP FKG USU tentang anestetikum lokal.

xii + 36 halaman

(13)

FKG USU pada bulan Februari sampai Maret 2014, yaitu 73 orang. Data didapatkan melalui kuesioner yang diisi oleh mahasiswa kepaniteraan klinik Departmen Bedah Mulut RSGMP FKG USU. Data yang didapat dari hasil pengisian formulir kuesioner diolah secara sederhana dan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi sederhana disertai dengan perhitungan berupa persentase. Persentase gambaran pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik Departemen Bedah Mulut RSGMP FKG USU tentang anestetikum lokal yang diperoleh dari hasil penelitian ini adalah sebesar 57.5% tergolong dalam kategori pengetahuan yang baik manakala 42.5% kategori pengetahuan yang cukup. Mahasiswa kepaniteraan klinik harus lebih memahami teori mengenai anestetikum lokal yang digunakan dalam bidang kedokteran gigi.

(14)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Anestesi lokal merupakan salah satu tindakan medis yang sering dilakukan dalam

kedokteran gigi.1 Anestesi lokal dilakukan untuk menghilangkan rasa nyeri secara lokal pada daerah yang diberikan anestetikum untuk periode yang singkat.2 Menurut Malamed SF, anestesi lokal dapat mengkontrol rasa nyeri dalam bidang kedokteran gigi. Penggunaan bahan anestesi lokal yang spesifik diharapkan dapat memberikan kenyamanan selama pasien menjalani perawatan dalam bidang kedokteran gigi.3

Bahan anestesi secara umum terbagi atas dua golongan yaitu golongan ester dan amida. Jenis bahan anestesi yang termasuk dalam golongan ester diantaranya yaitu kokain, prokain, kloroprokain, tetrakain dan benzokain, sedangkan yang termasuk dalam golongan amida diantaranya yaitu lidokain, mepivakain, bupivakain, prilokain, etidokain, artikain, ropivakain dan dibukain. Bahan anestesi golongan amida merupakan bahan anestesi yang sering digunakan sebagai bahan anestesi lokal di bidang kedokteran gigi.4

Dr. Haas melakukan survei terhadap penggunaan anestesi lokal oleh dokter gigi di Ontario, Kanada, didapatkan jumlah ampul yang digunakan pada tahun 2007 oleh dokter gigi di Ontario sebanyak 2.250.124 ampul dengan rata-rata 1.613 ampul per-dokter gigi. Dimana didapatkan bahwa penggunaan artikain dan lidokain menjadi bahan anestesi lokal yang paling populer. Pada hasil survei didapatkan sebesar 44,20% menggunakan artikain dan yang menggunakan lidokain sebanyak 39,70% dari total penggunaan bahan anestesi lokal.1

(15)

2% adalah 2.4 menit. Hasil studi ini menunjukkan mula kerja artikain lebih cepat dibandingkan dengan lidokain. Alasannya dapat dikaitkan dengan artikain mengandung cincin theophine bukan cincin benzena seperti di bahan amida lainnya seperti lidokain. Hal ini dapat meningkatkan liposolubilitasnya, sehingga artikain efektif dalam menembus jaringan.5

Menurut T. Stjernesund, sejak Januari 2004, 50% dokter gigi di Norwegia menggunakan artikain dikombinasikan dengan adrenalin 1: 100.000 dan 1: 200.000, sedangkan 50% dokter gigi lainnya masih menggunakan lidokain, prilokain dan mepivakain. Di negara lain seperti Kanada, Italia, Perancis, Jerman dan Belanda, 90% bahan anestesi lokal yang digunakan adalah artikain. Salah satu yang menjadi alasan banyaknya penggunaan artikain di negara-negara tersebut adalah karena artikain memiliki sifat penetrasi yang baik pada tulang.6

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Ikhsan M dkk mengenai gambaran

penggunaan bahan anestesi lokal untuk pencabutan gigi tetap oleh 31 dokter gigi di kota Manado yang terdiri dari 14 laki-laki dan 17 perempuan. Hasilnya menunjukkan sebanyak 74,19% atau 23 orang dokter gigi menggunakan lidokain HCl 2%, 16,12% atau 5 orang menggunakan artikain HCl 4% serta sebanyak 3,22% menggunakan mepivakain HCl 2%, prokain HCl dan lainnya. Penelitian ini menyimpulkan bahwa anestetikum lokal lidokain menunjukkan persentase tertinggi dengan alasan bahan anestesi tersebut memenuhi syarat ideal dari bahan, yang mulai kerja cepat dan bekerja lama serta tidak menyebabkan alergi.7

Menurut Malamed SF, artikain dengan epinefrin, memberikan efek kerja pada jaringan lunak yang mirip dengan lidokain, mepivakain dan prilokain dengan vasokonstriktor, yaitu sekitar satu jam pada pulpa dan tiga sampai lima jam pada jaringan lunak. Artikain diperkenalkan di Kanada pada tahun 1983, dan Amerika Serikat pada tahun 2000. Artikain telah menjadi anestesi lokal yang sangat populer. Beberapa penelitian menunjukkan adanya keunggulan pada artikain terhadap anestesi lokal lain yang tersedia. Namun dokter gigi dalam praktek klinis telah menyatakan bahwa artikain memiliki sifat yang berbeda dari anestetikum lokal lain.8

(16)

Ketika vasokonstriktor ditambahkan ke 2% lidokain maka efek anestesi dapat terjadi pada gigi. Penggunaan bahan vasokonstriktor kedalam larutan anestesi lokal adalah untuk menghambat penyerapan sehingga dapat memperpanjang durasi kerja, mengurangi toksisitas bahan anestesi dan untuk mendapatkan daerah dengan perdarahan minimal pada daerah operasi.9,18

Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Katyal V menyatakan artikain dibandingkan dengan lidokain, artikain menunjukkan tingkat keberhasilan anestesi yang lebih tinggi, dengan keamanan yang sebanding dengan lidokain bila digunakan sebagai perawatan infiltrasi atau blok persyarafaan gigi. Peningkatkan efek anestesi ditunjukkan dalam data ekstraksi untuk molar pertama.10

Berdasarkan beberapa penelitian diatas, maka peneliti ingin melakukan penelitian mengenai gambaran pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik Bedah Mulut RSGMP FKG USU pada bulan Februari sampai Maret 2014 tentang anestetikum lokal.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana gambaran pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik Bedah Mulut RSGMP FKG USU tentang anestetikum lokal.

2. Bagaimana pemilihan anestetikum lokal oleh mahasiswa kepaniteraan klinik Bedah Mulut RSGMP FKG USU.

.

1.3 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui gambaran pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik Bedah Mulut RSGMP FKG USU tentang anestetikum lokal.

2. Untuk mengetahui gambaran pemilihan penggunaan anestetikum lokal oleh mahasiswa kepaniteraan klinik Bedah Mulut RSGMP FKG USU.

1.4 Manfaat Penelitian

(17)

1. Sebagai evaluasi gambaran pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik Bedah Mulut RSGMP FKG USU tentang anestetikum lokal.

2. Sebagai informasi mengenai pemilihan penggunaan anestetikum lokal oleh mahasiswa kepaniteraan klinik Bedah Mulut RSGMP FKG USU.

3. Sebagai informasi dan masukan data penggunaan anestetikum lokal di FKG USU pada umumnya, dan Klinik Bedah Mulut FKG USU pada khususnya.

(18)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Anestesi Lokal

Istilah anestesi diperkenalkan pertama kali oleh O.W. Holmes yang artinya tidak ada rasa sakit. Anestesi dibagi menjadi dua kelompok yaitu anestesi lokal dan anestesi umum. Anestesi lokal adalah hilangnya rasa sakit tanpa disertai hilang kesadaran dan anestesi umum, yaitu hilang rasa sakit disertai hilang kesadaran. Tindakan anestesi digunakan untuk mempermudah tindakan operasi maupun memberikan rasa nyaman pada pasien selama operasi.11

Anestesi lokal didefinisikan sebagai suatu tindakan yang menyebabkan hilangnya sensasi rasa nyeri pada sebagian tubuh secara sementara yang disebabkan adanya depresi eksitasi di ujung saraf atau penghambatan proses konduksi pada saraf perifer. Anestesi lokal menghilangkan sensasi rasa nyeri tanpa hilangnya kesadaran yang menyebabkan anestesi lokal berbeda secara dramatis dari anestesi umum.11,12

2.2 Anestetikum Lokal Yang Ideal

Anestetikum lokal sebaiknya tidak mengiritasi dan tidak merusak jaringan saraf secara permanen, harus efektif dengan pemberian secara injeksi atau penggunaan setempat pada membran mukosa dan memiliki toksisitas sistemik yang rendah. Mula kerja bahan anestetikum lokal harus sesingkat mungkin, sedangkan masa kerja harus cukup lama sehingga operator memiliki waktu yang cukup untuk melakukan tindakan operasi, tetapi tidak demikian lama sampai memperpanjang masa pemulihan. Zat anestesi lokal juga harus larut dalam air dan menghasilkan larutan yang stabil, serta tahan pemanasan bila disterilkan tanpa mengalami perubahan.11,12,13

(19)

Mekanisme kerja anestetikum lokal dapat dipelajari melalui fisiologi konduksi

saraf. Hodgkin dan Huxley (1952) telah memperkenalkan teori elektrofisiologi untuk menjelaskan proses fisiologi konduksi saraf. Menurut teori ini, sel saraf berada pada cairan tubuh dan sebagian besar pada kation ekstraseluler adalah natrium.

Sebagian kation pada intraseluler adalah kalium. Pada saat istirahat, rasio ion kalium di dalam sel saraf dibandingkan di luar sel saraf sekitar 30:1. Berdasarkan rasio ini, potensi pada membran sel saraf adalah -50 sampai-70millivolts. Ini disebut sebagai membran potensial istirahat. Sebagai hasil dari distribusi ion, bagian luar membran sel saraf memiliki muatan positif dan pada bagian dalam membran sel saraf bermuatan negatif.

Membran sel saraf memiliki struktur berpori dengan ion kalsium berperan sebagai 'gerbang' dalam pori-pori tersebut. Pada membran potensial istirahat 'gerbang' ditutup, ion natrium dan kalium tidak dapat melewati gerbang tersebut.

Ketika terjadi eksitasi saraf dan potensial ambang tercapai, ion kalsium akan digantikan dari pori-pori ini, 'gerbang' akan terbuka, dan ion natrium segera masuk ke dalam sel saraf mengubah potensial transmembran. Bagian dalam membran sel saraf akan menjadi relatif positif perubahan polaritas. Perubahan polaritas ini disebut sebagai depolarisasi dan peningkatan aksi potential terbentuk yang disebarkan di sepanjang membran sel saraf.

Saat depolarisasi maksimum terjadi, maka permeabilitas ion natrium akan menurun, ion kalsium kembali ke pori-pori di membran sel saraf, dan 'gerbang' menutup serta proses repolarisasi terjadi. Repolarisasi membawa potential transmembran serta membran potensial yang istirahat kembali ke tingkat aslinya. Repolarisasi menyebabkan penurunan gerakan ion natrium ke dalam sel saraf dan peningkatan permeabilitas ion kalium dengan difusi resultan dari ion kalium ke luar. Oleh karena itu, peristiwa ionik akan mengembalikan potensial transmembran ke tingkat istirahat pada -70 milivolts. Akhirnya, natrium secara aktif dibawa keluar dari sel saraf, dan kalium secara aktif ditransportasi ke dalam sel untuk mengembalikan konsentrasi ion.29

2.4 Mekanisme Anestetikum Lokal

(20)

tiap bagian susunan saraf. Anestetikum lokal mencegah terjadi pembentukan dan konduksi impuls saraf. Tempat kerjanya terutama di membran sel, efeknya pada aksoplasma hanya sedikit saja.

Potensial aksi saraf terjadi karena adanya peningkatan sesaat permeabilitas membran terhadap ion natrium (Na+) akibat depolarisasi ringan pada membran. Proses inilah yang dihambat oleh anestetikum lokal, hal ini terjadi akibat adanya interaksi langsung antara zat anestesi lokal dengan kanal Na+ yang peka terhadap adanya perubahan voltase muatan listrik. Dengan semakin bertambahnya efek anestesi lokal di dalam saraf, maka ambang rangsang membran akan meningkat secara bertahap, kecepatan peningkatan potensial aksi menurun, konduksi impuls melambat dan faktor pengaman konduksi saraf juga berkurang. Faktor-faktor ini akan mengakibatkan penurunan kemungkinan menjalarnya potensial aksi, dan dengan demikian mengakibatkan kegagalan konduksi saraf.

Anestetikum lokal juga mengurangi permeabilitas membran bagi (kalium) K+ dan Na+ dalam keadaan istirahat, sehingga hambatan hantaran tidak disertai banyak perubahan pada potensial istirahat. Menurut Sunaryo, bahwa anestesi lokal menghambat hantaran saraf tanpa menimbulkan depolarisasi saraf, bahkan ditemukan hiperpolarisasi ringan. Pengurangan permeabilitas membran oleh anestesi lokal juga timbul pada otot rangka, baik waktu istirahat maupun waktu terjadinya potensial aksi.

(21)

2.5 Klasifikasi Anestetikum Lokal

Anestetikum lokal diklasifikasikan menjadi dua kategori umum sesuai dengan ikatan, yaitu ikatan golongan amida (-NHCO-) dan ikatan golongan ester (-COO-). Perbedaan ini berguna karena ada perbedaan ditandai dalam alergenitas dan metabolisme antara dua kategori bahan anestetikum lokal.

(22)

ester dapat menimbulkan fenomena alergi. Hal inilah yang menjadi alasan bahan anestetikum golongan amida lebih sering digunakan daripada golongan ester.11,12,13,17

Tabel 1. Mula dan masa kerja penggunaan anestetikum lokal dengan dan tanpa vasokonstriktor3,13,20,21

2.5.1 Klasifikasi Mula Kerja Anestetikum Lokal

(23)

2.5.2 Klasifikasi Potensi Dan Masa Kerja Anestetikum Lokal

Klasifikasi anestetikum lokal berdasarkan potensi dan masa kerja dibagi menjadi tiga kelompok yaitu kelompok I yang memiliki potensi lemah dengan masa kerja singkat (≈30menit) seperti prokain dan kloroprokain. Kelompok II adalah kelompok yang memiliki potensi dan masa kerja menengah (≈60menit) seperti lidokain, mepivakain dan prilokain. Kelompok III merupakan kelompok yang memiliki potensi kuat dengan masa kerja panjang (>90menit). Contohnya tetrakain, bupivakain, etidokain dan ropivakain.4,13,20

2.6 Jenis-Jenis Anestetikum Lokal 1. Lidokain

Lidokain disintesis pada tahun 1943 dan pada tahun 1948, anestetikum lokal golongan amida pertama telah dipasarkan. Anestesi terjadi lebih cepat, lebih kuat, dan lebih ekstensif daripada yang ditunjukkan oleh prokain pada konsentrasi yang sebanding. Lidokain merupakan aminoetilamid dan merupakan prototik dari anestetikum lokal golongan amida. Penggunaan lidokain sebagai larutan polos dalam konsentrasi sampai 2% memberikan efek anestesi yang pendek pada jaringan lunak. Formulasi tersebut tidak memberikan efek anestesi yang cocok pada pulpa gigi. Ketika vasokonstriktor ditambahkan ke 2% lidokain, maka efek anestesi bertambah pada gigi yang di anestesi. Vasokonstriktor yang paling umum digunakan adalah epinefrin (adrenalin) biasanya sekitar konsentrasi 1:200.000 ke 1:80.000. Oleh karena itu, lidokain cocok untuk anestesi infiltrasi, blok dan topikal. Selain itu, lidokain memiliki keuntungan dari mula kerja yang lebih cepat, penambahan epinefrin menyebabkan vasokonstriktor dari arteri mengurangi perdarahan dan juga penundaan resorpsi lidokain sehingga memperpanjang masa lama kerja hampir dua kali lipat.11,13,18

2. Mepivakain

(24)

vasokonstriktor akan memberikan efek anestesi yang lebih baik dari lidokain 2% . Mepivakain digunakan untuk anestesi infiltrasi, blok saraf regional dan anestesi spinal.11,13,18

3. Prilokain

Anestetikum lokal golongan amida ini efek farmakologiknya mirip lidokain, tetapi mula kerja dan masa kerjanya lebih lama. Efek vasodilatasinya lebih kecil daripada lidokain, sehingga tidak memerlukan vasokonstriktor. Toksisitas terhadap sistem saraf pusat (SSP) lebih ringan, penggunaan intravena blok regional lebih aman. Sifat toksik yang unik dari prilokain yaitu dapat menimbulkan methemoglobinemia, hal ini disebabkan oleh adanya metabolit prilokain yaitu orto-toluidin dan nitroso-toluidin yang mempengaruhi masa kerja prilokain. Efek anestesi prilokain kurang kuat dibandingkan lidokain. Prilokain dipasarkan sebagai solusi 4% dengan dan tanpa 1:200.000 epinefrin. Efek toksisitas sistemik prilokain kurang dibandingkan lidokain. Biasanya digunakan untuk mendapatkan anestesi infiltrasi dan blok.11,13,15

4. Artikain

Struktur amida dari artikain mirip dengan anestetikum lokal lainnya, tetapi struktur molekulnya berbeda melalui kehadiran cincin thiophene bukan cincin benzena. Artikain mengandung gugus ester tambahan yang dimetabolisme oleh estearases dalam darah dan jaringan. Artikain dapat digunakan pada konsentrasi yang lebih tinggi, yaitu artikain 4% dengan epinefrin 1:100 000 atau 1:200 000. Ada beberapa kekhawatiran, bahwa anestetikum lokal ini apabila digunakan pada konsentrasi tinggi dapat meningkatkan toksisitas lokal yang dapat menyebabkan kerja anestesia menjadi lama, parestesia atau dysaesthesia ketika digunakan untuk blok regional. Ada beberapa bukti bahwa infiltrasi bukal menggunakan artikain 4% seefektif anestesi lokal alveolar inferior dengan lidokain 2% pada gigi mandibular orang dewasa. Artikain digunakan baik untuk anestesi infiltrasi maupun blok, dengan teknik blok dapat menghasilkan masa kerja yang lebih lama.13,18,19

5. Bupivakain

(25)

0,25-0,75% dengan dan tanpa epinefrin (biasanya 1:200 000). Mula kerjanya lambat tapi masa kerjanya panjang. Digunakan untuk anestesi infiltrasi, blok saraf, epidural dan anestesi intratekal.13,18

6. Etidokain

Etidokain dalam konsentrasi 1,5% dengan 1:200.000 epinefrin telah digunakan dalam prosedur bedah mulut. Ia memiliki masa kerja yang lebih lama dari lidokain 2% dengan epinefrin 1:100.000 bila digunakan sebagai anestesi blok tetapi tidak seefektif lidokain dengan epinefrin saat digunakan untuk anestesi infiltrasi.4,13,18

7. Ropivakain

Ropivakain dikembangkan setelah bupivakain tercatat dikaitkan dengan serangan jantung, terutama pada wanita hamil. Ropivakain ditemukan memiliki kardiotoksisitas kurang dari bupivakain. Ropivakain diindikasikan untuk anestesi lokal termasuk infiltrasi, blok saraf, epidural dan anestesi intratekal pada orang dewasa dan anak di atas 12 tahun. Karakteristiknya, yaitu memiliki mula kerja dan masa lama kerja yang sama dengan bupivakain, dengan potensinya yang lebih rendah sedikit.18,22

8. Kokain

Kokain merupakan anestetikum lokal yang pertama digunakan dalam dunia kedokteran. Bahan anestetikum lokal yang alami dan merupakan ester asam benzoat dengan basa yang mengandungi nitrogen (N). Efek kokain yang paling penting bila digunakan secara lokal yaitu menghambat hantaran saraf. Efek sistemik yang paling mencolok yaitu rangsangan susunan saraf pusat (SSP). Berdasarkan efek ini, kokain pernah digunakan secara luas untuk tindakan di bidang optalmologi, tetapi kokain ini dapat menyebabkan terkelupasnya epitel kornea. Maka penggunaan kokain sekarang sangat dibatasi untuk pemakaian topikal, khususnya untuk anestesi saluran nafas atas.11,23

9. Prokain

(26)

efek vasodilatasi terbesar dibandingkan dengan anestetikum lokal lain. Maka lebih sulit untuk mempertahankan prokain karena meningkatnya perdarahan sewaktu pembedahan. Prokain secara klinis mempunyai masa kerja yang lambat karena daya penetrasinya yang kurang baik. Prokain digunakan untuk anestesi infilrasi, blok saraf, epidural, kaudal, dan spinal.11,13

10. Tetrakain

Tetrakain merupakan anestetikum lokal golongan ester yang mempunyai masa kerja yang lama. Tetrakain adalah derivat asam para-aminobenzoat. Anestetikum lokal ini 10 kali lebih kuat dan lebih toksik daripada prokain. Tetrakain tidak lagi tersedia dalam bentuk injeksi di kedokteran gigi tetapi digunakan untuk anestesi topikal yang paling umum dipasarkan dalam 2% garam hidroklorida berkombinasi dengan 14% benzokain dan 2% butamben dalam larutan semprotan aerosol, gel, dan salep. Tetrakain menjadi salah satu anestesi topikal yang paling efektif. Tetrakain mempunyai mula kerja yang lambat untuk anestesi topikal dan masa kerjanya adalah sekitar 45 menit setelah anestesi topikal.13,22

11. Levobupivakain

Levobupivakain merupakan isomer tunggal bupivakain dan memiliki keuntungan hanya sedikit efek kardiotoksiknya. Telah terbukti bahwa bahan ini seefektif bupivakain dan anestetikum lain. Penggunaannya sebagai injeksi intraoral pada saat anestesi umum dapat mengurangi kebutuhan analgesik pasca operasi setelah pembedahan mulut. Levobupivakain ini tersedia dalam konsentrasi antara 0,25-0,75%.18,22

2.7 Dosis Maksimum Anestetikum Lokal

Dosis anestetikum lokal dihitung berdasarkan miligram per unit berat badan yaitu miligram per kilogram (mg / kg) atau miligram per pon (mg / lb). Pemberian dosis maksimum tergantung pada usia, berat badan, jenis anestetikum yang digunakan dan apakah menggunakan vasokonstriktor atau tidak. Disarankan agar dokter mengevaluasi kebutuhan perawatan gigi setiap pasien dan menyusun rencana perawatan yang memperhitungkan dosis yang minimal dari anestesi lokal pada setiap pasien.13

(27)

1. Lidokain

Dosis maksimum dewasa yang aman adalah 4x2,2 ml ampul atau 3 mg/kg. Penambahan 1:80 000 epinefrin memperpanjang efektivitasnya lebih dari 90 menit dan meningkatkan dosis maksimum dewasa yang aman sampai 10x2,2 ml ampul atau 7 mg/kg.25

Menurut Malamed SF, dosis maksimum lidokain yang disarankan oleh FDA dengan atau tanpa epinefrin adalah 3,2 mg / lb atau 7,0 mg / kg berat badan untuk dewasa dan anak-anak pasien, tidak melebihi dosis maksimum absolut yaitu 500 mg.13

2. Mepivakain

Menurut Malamed SF, dosis maksimum mepivakain adalah 6,6 mg / kg atau 3,0 mg / lb berat badan dan tidak melebihi 400 mg. Satu ampul mepivakain biasanya sudah cukup untuk anestesi infiltrasi atau blok regional.13,26

3. Artikain

Untuk orang dewasa sehat, dosis maksimum artikain HCl diadministrasikan pada submukosa atau blok saraf tidak boleh melebihi 7mg/kg (0,175 mL / kg) atau 3,2 mg / lb (0,0795 mL / lb) berat badan untuk pasien 150 pon.13,25,27

Untuk anak-anak di bawah 10 tahun yang memiliki massa tubuh normal, dosis maksimum tidak boleh melebihi setara dengan 7 mg / kg (0,175 mL / kg) atau 3,2 mg / lb (0,0795 mL / lb) berat badan. Pasien yang berumur antara 65-75 tahun, dosis maksimumnya sekitar 0,43-4,76 mg / kg (0,9-11,9 mL) untuk prosedur sederhana, dan dosis sekitar 1,05-4,27 mg / kg (1,3-6,8 mL) diberikan kepada pasien untuk prosedur yang kompleks. Di antara pasien 75 tahun atau lebih tua, dosis 0,78-4,76 mg / kg (1,3-11,9 mL) diberikan kepada pasien untuk prosedur sederhana, dan dosis 1,12-2,17 mg / kg yang aman diberikan kepada pasien untuk prosedur yang kompleks.27

4. Bupivakain

(28)

jaringan lunak pasca operasi akibat dari melukai diri sendiri, seperti fisik dan mental penyandang cacat. Bupivakain jarang diindikasikan pada anak-anak karena prosedur gigi pediatrik biasanya berlangsung singkat.13

Bupivakain larutan polos yang berkonsentrasi antara 0.25-0.5% digunakan untuk anestesi blok dan infiltrasi dimana efek anestesi sampai 8 jam diperlukan. Dosis maksimum yang aman adalah 2 mg/kg.25

5. Prilokain

Dosis maksimum yang direkomendasikan untuk prilokain adalah 8,0 mg / kg atau 3,6 mg / lb berat badan untuk pasien dewasa dan maksimum dosis yang direkomendasikan adalah 600 mg. Efek toksisitas sistemik prilokain kurang dibandingkan lidokain tapi efek anestesinya kurang kuat.13

6. Etidokain

Menurut Malamad, dosis maksimum yang direkomendasikan untuk pasien dewasa adalah 3,6 mg/lb atau 8,0 mg/kg berat badan, dengan dosis maksimum absolut tidak melebihi 400 mg.4

Tabel 2. Dosis maksimum anestetikum lokal yang direkomendasikan13,25,28

Anestetikum Lokal Dosis Maksimum

Lidokain 7,0 mg/kgBB ( 3,2 mg/lb BB ) Mepivakain 6,6 mg/kgBB ( 3,0 mg/lb BB) Artikain 7,0 mg/kgBB ( 3,2 mg/lb BB ) Bupivakain 2,0 mg/kgBB ( 0,9 mg/lb BB) Prilokain 8,0 mg/kgBB (3,6 mg/lb BB) Etidokain 8,0 mg/kgBB (3,6 mg/lb BB)

2.8 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Mula dan Masa Kerja Anestetikum Lokal

(29)

Faktor yang paling penting mempengaruhi mula kerja anestetikum lokal adalah pH jaringan dan pKa bahan anestetikum lokal. Nilai pH mungkin menurun pada suasana infeksi, yang menyebabkan efek anestesi menjadi lambat atau bahkan tidak terjadi langsung.17

Anestetikum lokal dipasarkan dalam bentuk garam yang mudah larut dalam air, biasanya garam hidroklorid dan merupakan basa lemah. Larutan garam bahan ini bersifat agak asam, hal ini menguntungkan karena menambah stabilitas bahan anestetikum lokal tersebut. Bahan anestetikum lokal yang biasa digunakan mempunyai pKa antara 8-9, sehingga pada pH jaringan hanya didapati 5-20% dalam bentuk basa bebas. Bagian ini walaupun kecil sangat penting, karena untuk mencapai tempat kerjanya bahan harus berdifusi melalui jaringan penyambung dan membran sel lain, dan hal ini hanya mungkin terjadi dengan bentuk amin yang tidak bermuatan listrik.11

2. Morfologi Saraf

Mula kerja berhubungan dengan kecepatan difusi anestetikum lokal melalui perineurium. Urutan lapisan pembungkus serabut saraf dari dalam keluar adalah endoneurium, perineurium, dan epineurium. Lapisan ini terdiri dari jaringan pengikat kolagen dan elastis. Bahan anestetikum lokal harus menembus jaringan pengikat yang bukan jaringan saraf. Ada perbedaan kecepatan menembus jaringan yang bukan saraf. Sebagai contoh, prokain dan kloroprokain mempunyai pKa yang sama dan mula kerja yang sama pada saraf yang diisolasi, tetapi mula kerja kloroprokain lebih pendek daripada prokain, ini menunjukkan bahwa kloroprokain lebih cepat menembus jaringan yang bukan jaringan saraf.13,17

3. Lipid solubility

(30)

saraf terdiri dari protein-lipid-protein). Kira-kira 90% axolemma terdiri dari lemak. Karena itu anestetikum lokal yang kelarutan lemaknya tinggi dapat menembus membran saraf dengan lebih mudah, yang direfleksikan sebagai peningkatan potensi.13,22,24

4. pKa Anestetikum Lokal

Secara klinis, tidak ada perbedaan yang signifikan pada pKa antara amida, kecuali bupivakain, yang memiliki pKa sedikit lebih tinggi yang menyebabkan mula kerjanya lebih lambat. pKa komponen kimia didefinisikan sebagai pH dimana bentuk ion dan non-ion ada dalam keseimbangan.17

Anestetikum lokal yang tidak berubah bentuk, diperlukan untuk berdifusi menembus selubung saraf. Mula kerja secara langsung berhubungan dengan kecepatan menembus epineurium, yang berkolerasi dengan jumlah bahan dalam bentuk dasar. Persentase dari bahan anestetikum lokal dalam bentuk dasar bila disuntikkan ke dalam jaringan yang mempunyai pH 7,4, maka pKa bahan tersebut akan terjadi sebaliknya.

Sebagai contoh, lidokain yang mempunyai pKa 7,9 adalah 75% dalam bentuk ion dan 25% dalam bentuk non-ion pada pH jaringan 7,4. Hasilnya bahan tersebut mempunyai pKa hampir mendekati pH jaringan akan mempunyai mula kerja yang lebih cepat daripada anestetikum lokal dengan pKa yang tinggi.14,22,24

Tabel 3. pKa bahan anestetikum lokal9,13,22

Anestetikum Lokal pKa

(31)

5. Efek Vasokonstriktor

(32)

Kerangka Konsep

Gambaran pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik Bedah Mulut RSGMP FKG USU

1. Definisi anestesi dan anestetikum lokal 2. Anestetikum lokal yang ideal

3. Mekanisme anestetikum lokal

4. Klasifikasi anestetikum lokal

5. Jenis anestetikum lokal

6. Dosis maksimum anestetikum . lokal

. 7. Faktor-faktor yang

. mempengaruhi mula dan masa . kerja anestetikum lokal

(33)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan metode survei dengan

tujuan untuk mengetahui gambaran pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik Bedah

Mulut RSGMP FKG USU tentang anestetikum lokal di bidang kedokteraan gigi.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Bagian Bedah Mulut RSGMP FKG USU pada bulan Februari sampai Maret 2014.

3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa kepaniteraan klinik.

3.3.2 Sampel

Sampel pada penelitian ini adalah seluruh mahasiswa kepaniteraan klinik Bedah Mulut RSGMP FKG USU (purposive sampling).

3.4 Variabel dan Definisi Operasional

No. Variabel Definisi Operasional

1 Pengetahuan mengenai anestetikum lokal

(34)

jenis anestetikum lokal, faktor-faktor yang mempengaruhi mula dan masa kerja anestetikum lokal.

2 Definisi anestetikum lokal Bahan yang menghasilkan blokade konduksi sementara yang disebabkan adanya depresi eksitasi di ujung saraf atau penghambatan proses konduksi pada saraf perifer.

3 Anestetikum lokal yang ideal

Sebaiknya tidak mengiritasi, tidak merusak jaringan saraf secara permanen, harus efektif dengan pemberian secara injeksi setempat pada membran mukosa, memiliki toksisitas sistemik yang rendah, mula kerja harus sesingkat mungkin, sedangkan masa kerja harus cukup lama sehingga cukup waktu untuk melakukan tindakan operasi, anestetikum lokal juga harus larut dalam air dan tahan pemanasan bila disterilkan tanpa mengalami perubahan.

4 Mekanisme anestetikum lokal

Bekerja langsung pada sel saraf dan menghambat kemampuan sel saraf mentransmisikan impuls

melalui aksonnya. Target obat anestesi lokal adalah saluran Na+ yang ada pada semua neuron. Saluran Na+ bertanggung jawab menimbulkan potensial aksi sepanjang akson dan membawa pesan dari badan sel ke terminal saraf . Anestetikum lokal berikatan secara selektif pada saluran Na+, sehingga mencegah terbukanya saluran.

5 Klasifikasi anestetikum lokal

Anestetikum lokal dibagi atas 2 golongan. a. Golongan ester

(35)

6 Klasifikasi anestetikum lokal berdasarkan mula kerja

Dapat dibagi menjadi 3 kelompok.

a. Mula kerja cepat seperti kloroprokain, lidokain, mepivakain, prilokain, etidokain, artikain

b. Mula kerja menengah seperti bupivakain

c. Mula kerja lambat seperti prokain dan tetrakain.

7. Klasifikasi anestetikum lokal berdasarkan lama kerja

Dapat dibagi menjadi 3 kelompok.

Masa kerja singkat seperti prokain dan kloroprokain Masa kerja menengah seperti lidokain, mepivakain, prilokain dan artikain

Masa kerja panjang seperti etidokain, tetrekain dan bupivakain.

8. Jenis anestetikum lokal Golongan ester yaitu kokain, benzokain, prokain, tetrakain, kloroprokain

b. Golongan amida yaitu lidokain, mepivakain, prilokain, bupivakain, etidokain, artikain, dibukain, ropivakain, levobupivakain.

(36)

3.5 Metode Pengumpulan Data

Data dikumpulkan dengan cara penyebaran kuesioner, dimana kuesioner diberikan secara langsung kepada responden dan diisi langsung oleh responden.

3.6 Pengolahan Data

Data yang dikumpulkan melalui kuesioner yang diberikan kepada responden akan dikelompokkan sesuai dengan langkah-langkah berikut:

Editing, yaitu melakukan pemeriksaan kelengkapan data yang dikumpulkan. Bila terjadi kesalahan atau kekurangan dalam pengumpulan data akan diperbaiki sebelum peneliti meninggalkan lokasi penelitiannya dan melakukan pendataan ulang.

Coding, yaitu proses untuk memberi kode pada jawaban-jawaban responden, pengkodean ini berguna untuk memudahkan pengolahan data, sehingga harus tetap terlebih dahulu diteliti oleh peneliti.

Tabulating, yaitu proses untuk menghitung setiap variabel berdasarkan kategori yang telah ditetapkan sebelumnya sesuai dengan tujuan penelitian.

3.7 Aspek Pengukuran

(37)

3.8 Analisis Data

(38)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

Hasil penelitian di klinik Bedah Mulut RSGMP USU yang dimulai dari tanggal 18 Februari 2014 sampai dengan 18 Maret 2014 diperoleh data dari 73 responden yaitu mahasiswa kepaniteraan klinik Bedah Mulut yang mengisi kuesioner secara langsung mengenai gambaran pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik Departemen Bedah Mulut RSGMP FKG USU tentang anestetikum lokal.

4.1 Distribusi Karakteristik Mahasiswa Kepaniteraan Klinik

Distribusi karateristik mahasiswa kepaniteraan klinik jika dilihat dari jenis kelamin terdapat 17 orang mahasiswa kepaniteraan berjenis kelamin laki-laki sebanyak 23.3% dan sebanyak 56 orang mahasiswa kepaniteraan berjenis kelamin perempuan 76.7%.

Tabel 4. Distribusi Karateristik Mahasiswa Kepaniteraan Klinik Bedah Mulut RSGMP FKGUSU

Jenis Kelamin Jumlah Persentase

Laki-laki 17 23.3 %

Perempuan 56 76.7 %

Jumlah 73 100 %

4.2 Distribusi Pengetahuan Responden Tentang Anestetikum Lokal

Dari 73 responden yang mengisi kuesioner didapatkan data mengenai pengetahuan responden tentang anestetikum lokal seperti di table 4. Pengetahuan responden tentang pengetahuan anestetikum lokal termasuk dalam kategori baik (≥

76%) dalam hal definisi anestetikum lokal, larutan anestetikum lokal yang ideal, dan

(39)

anestetikum lokal golongan ester dan amida, golongan anestetikum lokal yang sering digunakan dalam bidang kedokteran gigi, anestetikum lokal yang mempunyai mula kerja yang cepat, serta anestetikum lokal yang mempunyai masa kerja yang lama. Sedangkan pengetahuan responden termasuk kategori kurang (< 40%) dalam hal faktor yang tidak

mempengaruhi mula dan lama kerja anestetikum lokal, anestetikum lokal yang mempunyai mula kerja yang lambat, dan anestetikum lokal yang mempunyai masa kerja singkat.

Table 5. Distribusi pengetahuan responden tentang anestetikum lokal di Klinik Bedah Mulut RSGMP FKG USU

Pengetahuan responden Benar Salah

Jumlah % Jumlah % Definisi anestetikum lokal 73 100 0 0 Larutan anestetikum lokal yang ideal 73 100 0 0 Mekanisme kerja anestetikum lokal 45 61.6 28 38.4 Klasifikasi anestetikum lokal 58 79.5 15 20.5 Anestetikum lokal golongan ester 40 54.8 33 45.2 Anestetikum lokal golongan amida 45 61.6 28 38.4 Golongan anestetikum lokal sering digunakan

dalam bidang kedokteraan gigi

42 57.5 31 42.5 Faktor tidak mempengaruhi mula dan lama

kerja anestetikum lokal

20 27.4 53 72.6 Anestetikum lokal yang mempunyai mula kerja

yang cepat

52 71.2 21 28.8 Anestetikum lokal yang mempunyai mula kerja

yang lama

21 28.8 52 71.2 Anestetikum lokal yang mempunyai masa kerja

yang singkat

18 24.7 55 75.3 Anestetikum lokal yang mempunyai masa kerja

yang lama

31 42.5 42 57.5 Dosis maksimum anestetikum lokal yang

digunakan

21 28.8 52 71.2

4.3 Distribusi Jenis Anestetikum Lokal yang Digunakan

(40)

Tabel 6. Distribusi jenis anestetikum lokal yang digunakan oleh mahasiswa kepaniteraan klinik Bedah Mulut RSGMP FKG USU.

Jenis anestetikum lokal Jumlah Persentase

Lidokain 44 60.3

Artikain 26 35.6

Mepivakain 3 4.1

Total 73 100

4.4 Distribusi Pengetahuan Tentang Anestetikum Lokal yang Digunakan Distribusi pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik Bedah Mulut RSMGP FKG USU tentang alasan penggunaan anestetikum lokal adalah sebanyak 82.2% menjawab mula kerja cepat dan masa kerja lama, 13.7% mula kerja cepat dan masa kerja singkat, serta 4.1% menjawab mula kerja lama dan masa kerja lama.

Tabel 7. Distribusi pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik Bedah Mulut RSMGP FKG USU tentang alasan penggunaan anestetikum lokal

Pengetahuan tentang anestetikum

lokal yang digunakan Jumlah Persentase

Mula kerja cepat dan masa kerja lama 60 82.2

Mula kerja cepat dan masa kerja singkat 10 13.7 Mula kerja lama dan masa kerja lama 3 4.1

Total 73 100

(41)

persentase tertinggi pada kategori berpengetahuan baik yaitu 57.5%, manakala 42.5% responden termasuk dalam kategori berpengetahuan cukup ( Tabel 6).

Tabel 8. Kategori Gambaran Pengetahuan Mahasiswa Kepaniteraan Klinik Bedah Mulut RSGMP FKG USU mengenai anestetikum lokal

Kategori Jumlah Persentase

Baik 42 57.5

Cukup 31 42.5

Kurang 0 0

(42)

BAB 5

PEMBAHASAN

Hasil penelitian mengenai gambaran pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik tentang anestetikum lokal di Departemen Bedah Mulut RSMGP FKG USU pada bulan 18 Februari sampai 18 Maret diperoleh 73 responden yang mengisi kuesioner tersebut. Hasil penelitian menunjukkan 100% responden mengetahui definisi anestetikum lokal sebagai bahan yang menghasilkan blokade konduksi sementara yang disebabkan adanya depresi eksitasi di ujung saraf atau penghambatan proses konduksi.11,12 Sebanyak 100% responden juga memahami pengertian dari larutan anestetikum yang ideal, dimana larutan tersebut tidak mengiritasi, tidak merusak jaringan secara permanen, mula kerja harus sesingkat mungkin dan masa kerja yang lama agar mempermudah tindakan operasi maupun memberikan rasa nyaman pada pasien selama operasi, serta bahan tersebut larut dalam air. Sebanyak 79.5% responden mengetahui klasifikasi anestetikum lokal yang sering digunakan dalam bidang kedokteran gigi, yaitu golongan ikatan ester dan golongan ikatan amida.

Pengetahuan responden mengenai mekanisme kerja anestetikum lokal dan jenis anestetikum lokal golongan amida tergolong dalam kategori cukup, yaitu 61.6%. Hal ini menunjukkan bahwa responden cukup memahami tentang teori mengenai mekanisme anestetikum lokal dan jenis anestetikum lokal golongan amida, dimana anestetikum lokal dapat menghambat hantaran saraf apabila diinjeksi secara lokal pada saraf dengan kadar cukup.11 Sebanyak 54.8% responden mengetahui tentang jenis anestetikum lokal golongan ester. Hal ini mungkin, disebabkan responden tidak mengetahui tentang jenis anestetikum lokal golongan ester, karena anestetikum lokal yang sering digunakan Departemen Bedah Mulut FKG USU maupun oleh dokter gigi pada umumnya adalah golongan amida.

(43)

gigi. Hasil penelitian ini menggambarkan bahwa responden kurang mengetahui tentang teori golongan anestetikum lokal.

Gambaran pengetahuan responden mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi mula dan lama kerja anestetikum lokal tergolong kurang yaitu 27.4%. Hal ini mungkin disebabkan responden kurang mengetahui tentang teori faktor-faktor yang dapat mempengaruhi mula dan lama kerja anestetikum lokal, seperti pH jaringan dan pKa anestetikum lokal, dimana nilai pH mungkin menurun pada suasana infeksi, yang menyebabkan efek anestesi menjadi lambat atau bahkan tidak terjadi langsung.17

Hasil penelitian ini mendapatkan sebesar 71.2% responden mengetahui jenis anestetikum lokal yang mempunyai mula kerja yang cepat, 28.8% responden mengetahui jenis anestetikum lokal yang mempunyai mula kerja yang lama, sebanyak 24.7% responden mengetahui anestetikum lokal yang masa kerjanya singkat dan sebesar 42.5% responden mengetahui jenis anestetikum lokal dengan masa kerja yang lama. Hal ini mungkin disebabkan kurangnya pengetahuan responden mengenai teori jenis anestetikum lokal berdasarkan mula dan lama kerjanya.

Gambaran pengetahuan responden mengenai dosis maksimum anestetikum lokal yang dapat digunakan hanya sebesar 28.8%. Hasil penelitian ini termasuk dalam kategori kurang. Minimalnya pengetahuan responden mengenai dosis maksimum yang dapat digunakan karena responden tidak mengetahui tentang dosis maksimum anestetikum lokal.

(44)

anestetikum lokal yang banyak digunakan dengan alasan bahan anestesi tersebut memenuhi syarat ideal dari anestetikum lokal, yaitu mempunyai mula kerja cepat dan masa kerja lama serta tidak menyebabkan alergi.7

Hasil penelitian ini juga mendapatkan sebesar 82.2% responden berpendapat bahwa alasan penggunan berdasarkan jenis anestetikum lokal yang mempunyai mula kerja cepat dan masa kerja lama, 13.7% berpendapat hanya memiliki mula kerja cepat dan masa kerja singkat serta 4.1% berpendapat berdasarkan jenis anestetikum lokal yang memiliki mula kerja lama dan masa kerja lama. Hal ini sesuai dengan teori menurut Sunaryo, dimana anestetikum lokal harus mempunyai mula kerja yang cepat dan masa kerja yang lama sehingga operator memiliki waktu yang cukup untuk melakukan tindakan operasi.11

(45)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Gambaran pengetahuan responden tentang definisi anestetikum lokal, larutan anestetikum lokal yang ideal, dan klasifikasi anestetikum lokal dalam bidang kedokteran gigi termasuk dalam kategori baik (≥76%). Pengetahuan responden mengenai

mekanisme anestetikum lokal, jenis anestetikum lokal golongan ester dan amida, golongan anestetikum lokal yang sering digunakan dalam bidang kedokteran gigi, anestetikum lokal yang mempunyai mula kerja yang cepat, serta anestetikum lokal yang mempunyai masa kerja yang lama termasuk dalam kategori cukup (41% - 75%). Sedangkan pengetahuan responden dalam hal faktor yang tidak mempengaruhi mula dan masa kerja anestetikum lokal, anestetikum lokal yang mempunyai mula kerja yang lambat, dan anestetikum lokal yang mempunyai masa kerja singkat termasuk dalam kategori kurang (< 40%).

2. Gambaran pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik Departemen Bedah Mulut RSGMP FKG USU, yang berada di klinik Bedah Mulut pada bulan Februari sampai Maret 2014 tentang anestetikum lokal adalah sebesar 57.5% tergolong dalam kategori pengetahuan yang baik dan 42.5% kategori pengetahuan yang cukup.

3. Didapatkan sebanyak 60.3% responden menggunakan lidokain, 35.6% artikain dan 4.1% mepivakain dalam kepaniteraan klinik Bedah Mulut FKG USU bulan Februari sampai Maret 2014 atas alasan lidokain mempunyai mula kerja yang cepat dan masa kerja yang cukup lama.

6.2 Saran

1. Mahasiswa kepaniteraan klinik harus lebih memahami teori mengenai anestetikum lokal yang digunakan dalam bidang kedokteran gigi.

(46)
(47)

DAFTAR PUSTAKA

1. Haas DA, Gaffen AS. Survey of local anesthetic use by Ontario dentists. J Can Dent Assoc. 2009; 75(9): 649.

2. Scarlett MI.Local Anesthesia in Today's Dental Practice. Continuing Education Course. 2010: 3-4.

3. Malamed SF. Reversing Local Anesthesia. Journal of Inside Dentistry. 2008:1-3.

4. Malamed SF. Handbook of local anaesthesia. 5th ed. Mosby. ST. Louis, Missouri.

2004: 28-49.

5. Padhye M, Girotra C, Shah P. Efficacy of articaine to that of lignocaine in exodontia cases. Scientific Journal. 2009; 3: 1-4.

6. Johansen O. Comparison of articaine and lidocaine used as dental local anesthetics. Thesis. Candidata by the Faculty of Dentistry, University of Oslo, Norway. 2004: 3.

7. Ikhsan M, Mariati NW, Mintjelungan C. Gambaran penggunaan bahan anestesi lokal untuk pencabutan gigi tetap oleh dokter gigi di Kota Manado. Jurnal e-Gigi. 2013; 1(2): 105-114.

8. Malamed, SF. Local Anesthetics: Dentistry’s Most Important Drugs: Clinical Update 2006. J Can Dent Assoc. 2006; 34(12): 971-6.

9. Malamed, SF. Hand book of local anaesthesia. 4th ed. Mosby. ST. Louis, Missouri. 1997: 56- 60.

10.Katyal V. The efficacy and safety of articaine versus lignocaine in dental treatments: A meta-analysis. Journal of Dentistry. 2010; 38: 307-17.

11.Ganiswarna, Sulistia G. Farmakologi dan terapi. Ed 4,. Jakarta: Bagian farmakologi Fakultas Kedokteran- Universitas Indonesia. 1995: 234-37.

12.Balaji SM. Textbook of oral and maxillofacial surgery. Elsevier. New Delhi, India. 2007: 167-9

(48)

14.Katzung BG,White PF. Local anesthetics. In: Katzung BG, Masters SB,Trevor AJ, ed. Basic and Clinical Pharmacology. 11th ed. New York, NY: McGraw-Hill Companies Inc. 2003: 418-20.

15.Edgcombe H, Hocking G. Local anaesthetic pharmacology. http://www.anaesthesiauk.com/documents/LA.pdf (11 Juli 2005).

16.Yagiela JA. Local anesthetics. In:Yagiela JA, Dowd FJ, Neidle EA, eds. Pharmacology and Therapeutics for Dentistry. 6th ed. Mosby. ST. Louis, Missouri. 2011: 246- 62.

17.Haas, Daniel A. An update on local anesthetics in dentistry: Clinical practice. J Can Dent Assoc 2002; 68(9): 546-51

18.Meechan JG. Local anaesthesia. In: Andersson L, Kahnberg KE, Pogrel MA (eds). Oral and maxillofacial surgery. Oxford: Wiley-Blackwell, 2010: 51-60.

19.Hawkins JM. Articaine: Efficacy and paresthesia in dentallocal anesthesia. Acad Dent Ther Stomat. ADA CERP. 2008: 1-8.

20.Malamed, SF. Local anesthesia reversal. Continuing Education Course. 2010; (123): 1-13.

21.Logothetis DD. Local Anesthetic Agents in Review. Journal CDHA. 2011; 27(2): 6- 11.

22.McLure HA, Rubin AP. Review of local anaesthetic agents. MINERVA ANESTESIOL. 2005; 71(3): 59-74.

23.Thorne AC. Local anesthetics. Grabb and Smith's Plastic Surgery, 6th ed. 2007. 91-5.

24.Becker DE, Reed KL. Local Anesthetics: Review of Pharmacological Considerations.American Dental Society of Anesthesiology. 2012; 59: 90-102. 25.Cantlay K, Williamson S, Hawkings J. Anaesthesia for dentistry. Continuing

Education in Anaesthesia, Critical Care & Pain. 2005; 5(3): 71-5.

26.Mercuri LG. Local anesthesia. In: Laskin DM. Oral and maxillofacial surgery. Mosby. ST. Louis, Missouri. 2000; 1: 634-6.

(49)

LAMPIRAN 1

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama Lengkap : Prasad a/l Nanda Kumar Tempat/ Tanggal Lahir : Johor, Malaysia / 16 Juli 1991 Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Hindu

Alamat : Jalan Intan No. 15, Medan Baru, Medan Orangtua

Ayah : Nanda Kumar a/l Jagananthan Ibu : Saguntala a/p KK Nair

Riwayat Pendidikan

1. 1997-2002 : Sekolah Kebangsaan Komplek Uda, Johor

2. 2003-2005 : Sekolah Menengah Kebangsaan Bandar Baru Uda, Johor 3. 2006-2007 : Sekolah Menengah Kebangsaan Penggawa Timur, Johor 4. 2008-2009 : Sunway College University, Johor

Gambar

Tabel 1. Mula dan masa kerja penggunaan anestetikum lokal dengan dan  tanpa vasokonstriktor3,13,20,21
Tabel 2. Dosis maksimum anestetikum lokal yang direkomendasikan13,25,28
Tabel 3. pKa bahan anestetikum lokal9,13,22
Tabel 4. Distribusi Karateristik Mahasiswa Kepaniteraan Klinik Bedah Mulut RSGMP FKGUSU
+3

Referensi

Dokumen terkait

4 Tahun 2015 tentang perubahan keempat atas peraturan presiden nomor 54 tahun 2010 tentang Pengadan Barang/Jasa Pemerintah, pasal 83 ayat 1 huruf h, yang berbunyi:. “K elompok

[r]

Diberitahukan bahwa berdasarkan hasil evaluasi dokumen penawaran, Kelompok Kerja 1 Unit Layanan Pengadaan Kantor Pusat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai telah menetapkan

​ Conclusion: ​ Obesity and prolonged shock were risk factors of dengue hemorrhagic fever death in children.. Improve education to parents about high risk of shock syndrome

[r]

Tingginya mobilitas di kota-kota besar, seperti Jakarta dan keterbatasan waktu belajar di ruang kelas yang dimiliki oleh Mahasiswa maupun Pengajar menyebabkan Mahasiswa

[r]

Web yang berisi informasi mengenai pendakian gunung, pengarungan sungai, dan pemanjatan tebing, pengetahuan dasar berpetulang, lokasi outdoor yang ada di Indonesia beserta peta